POTENSI PHYLLUM ECHINODERMATA DI PANTAI PAILUS JEPARA SEBAGAI SUMBER BAHAN PANGAN Rivanna C. R. dan Siti Mahmudah Pendidikan Biologi IKIP PGRI Semarang
[email protected]
Abstrak Penelitian tentang potensi Phyllum Echinodermata di Pantai Pailus Jepara sebagai sumber bahan pangan telah dilaksanakan pada tanggal 18 hingga 25 April 2013. Penelitian bertujuan untuk menginventarisir jenis-jenis Echinodermata yang ada di Pantai Pailus Jepara dan mengkaji potensi pengembangannya sebagai sumber bahan pangan. Pengambilan data jenis-jenis Echinodermata dilakukan dengan metode Quadrat Sampling. Penyebaran quadrat dilakukan secara sistematis dengan bantuan garis transek. Pengambilan data kondisi lingkungan dilakukan secara langsung di lokasi penelitian. Data kondisi lingkungan yang tidak dapat diukur secara langsung di lapangan diambil sampelnya dan diukur di laboratorium. Pengambilan data pemanfaatan Echinodermata oleh masyarakat dilakukan dengan teknik wawancara mendalam. Data jenis-jenis Echinodermata dianalisis dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks Kemerataan Jenis dan Indeks Nilai Penting. Data kondisi lingkungan dan data pemanfaatan Echinodermata oleh masyarakat dianalisis secara deskriptifkualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Pantai Pailus terdapat 9 jenis Echinodermata dengan nilai Indeks Keanekaragaman Jenis 1,896 dan Indeks Kemerataan Jenis 0,863. Echinodermata yang dominan adalah Asterina gibbosa dengan nilai INP 43,48 dan yang paling tidak dominan adalah Metacrinus sp dengan nilai INP 15,66. Beberapa jenis Echinodermata mempunyai nilai ekonomis antara lain sebagai bahan pangan dan bahan baku kerajinan. Kondisi fisikokimia lingkungan tergolong baik dan mendukung perkembangan dan pertumbuhan Echinodermata. Masyarakat setempat belum memanfaatkan Phyllum Echinodermata sepenuhnya untuk meningkatkan perekonomian ataupun dijadikan sebagai sumber bahan pangan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat keanekaragaman Echinodermata di Pantai Pailus Jepara tergolong sedang, beberapa jenis berpotensi sebagai sumber bahan pangan. Kata kunci :potensi, echinodermata, Pantai Pailus, bahan pangan I.
PENDAHULUAN Indonesia memiliki perairan laut yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk variabilitas hewan, tumbuhan, serta jasad renik di alam (Dahuri, 2003). Hewan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi, misalnya Echinodermata. Echinodermata berasal dari bahasa Yunani Echinos artinya duri, derma artinya kulit. Secara umum Echinodermata berarti hewan yang berkulit duri. Kelompok utama Echinodermata terdiri dari lima classis, yaitu Classis Asteroidea (bintang laut) contoh: Archaster typicus, Classis Ophiuroidea (Bintang Ular) contoh: Amphiodiaurtica, Classis Echinoidea (Landak Laut) contoh: Diadema setosium, classis Crinoidea (!ilia laut) contoh: Antedon-rosacea, dan Classis Holothuroidea (Tripang Laut) contoh: Holothuriascabra (Jasin, 1984 dikutip oleh Katili, 2011).
Phyllum Echinodermata memiliki potensi sebagai sumber bahan pangan, namun masyarakat pada umumnya belum memanfaatkan Phyllum Echinodermata sepenuhnya untuk meningkatkan perekonomian ataupun dijadikan sebagai sumber bahan pangan. Pantai Pailus merupakan pantai yang terletak di Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara. Pantai ini terlihat masih alami dan belum rusak sehingga dapat dijumpai spesies echinodermata yang beraneka ragam. Namun belum banyak dilakukan penelitian tentang Echinodermata di Pantai Pailus. Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisir jenis-jenis Echinodermata yang ada di Pantai Pailus Jepara dan mengkaji potensi pengembangannya sebagai sumber bahan pangan. II.
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di area Pantai Pailus Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 hingga 25 April 2013. Penelitian dirancang dalam bentuk observasi untuk mengkaji keanekaragaman phyllum Echinodermata dan kondisi fisiko-kimia perairan Pantai Pailus. Pengambilan data jenis-jenis Echinodermata dilakukan dengan metode Quadrat Sampling. Penyebaran quadrat dilakukan secara sistematis dengan bantuan lima garis transek sepanjang 110 m yang berpangkal dari titik surut terendah tegak lurus kearah laut. Jarak antar garis transek lima m. Setiap transek terdiri dari tiga quadrat berukuran 2x2 m2 pada tiap garis transek dengan jarak antar quadrat dua m. Data kondisi fisiko-kimia perairan meliputi suhu perairan pantai, pH air, kedalaman pantai, substrat dan salinitas. Pengambilan data kondisi lingkungan dilakukan secara langsung di lokasi penelitian. Data diambil dengan mengukur parameter-parameter secara langsung di lapangan. Parameter yang tidak dapat diukur secara langsung diambil sampelnya kemudian dibawa dan diukur di laboratorium. Pengambilan data pemanfaatan Echinodermata oleh masyarakat dilakukan dengan teknik wawancara mendalam. Data jenis-jenis Echinodermata dianalisis dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks Kemerataan Jenis dan Indeks Nilai Penting. Data kondisi lingkungan dan data pemanfaatan Echinodermata oleh masyarakat dianalisis secara deskriptif-kualitatif.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Data – data jenis Echinodermata yang ditemukan di Pantai Pailus dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini : Tabel 1. Data Jumlah Jenis Echinodermata yang Terdapat di Pantai Pailus Kecamatan Mlonggo Jepara. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Spesies Echinodermata
Σ Individu
KR (%)
FR(%)
INP
Holothuria vacabunda 35 8,29 9,95 18,24 Holothuria marmorata 24 5,69 9,95 15,64 5,45 10,69 16,14 Mulleria lecanora 23 10,43 11,57 22 44 Actinopyga echinites Stichopus variegatus 22 5,21 10,69 15,9 Diadema sentrosum 29 6,87 11,57 18,44 4,97 10,69 15,66 21 Metacrinus sp 22,04 12,44 34,48 93 Asterina phylactica 31,04 12,44 43,48 131 Asterina gibbosa Jumlah 338 Indeks Keanekaragaman Jenis 1,8960 Indeks Kemerataan Jenis 0,8629 Sumber: Data Primer (2013) Hasil dari perhitungan menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman (H’) 1,8960. Berdasarkan indeks keanekaragaman jenis tersebut maka keanekaragaman jenis di
pantai tersebut tergolong dalam tingkat keanekaragaman jenis sedang. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Fachrul (2008: 51) bahwa nilai H’1 ≤ H’ ≤ 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah sedang melimpah. Indeks kemerataan spesies pada komunitas echinodermata di Pantai Pailus 0,8629. Hal ini menunjukkan bahwa keseragaman spesies hampir merata. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Fachrul (2008) bahwa keseragaman maksimum spesies akan terjadi apabila ditemukan dalam suasana di mana semua spesies adalah merata. Adapun, nilai kisaran antara 0 dan 1 dengan nilai 1 menggambarkan suatu keadaan di mana semua spesies cukup merata. Berdasarkan hasil penelitian Phyllum Echinodermata ditemukan 9 spesies. Dari spesies yang ditemukan tersebut yang dapat berpotensi sebagai sumber bahan pangan ada 6 spesies, diantaranya Holothuria vacabunda, Holothuria marmorata, Mulleria lecanora, Actinopyga echinites, Stichopus variegatus dan Diadema sentrosum. Mentimun laut setelah dikeringkan dijadikan bahan sup atau dibuat kerupuk. Telur Diadema sentrosum (bulu babi) sangat enak untuk dimakan (Anonim, 2010). Berikut ini deskripsi dari keenam spesies: Holothuria vacabunda Bentuk tubuhnya bulat panjang dengan warna badan coklat pekat disertai merah darah atau coklat hitam. Nama jenis teripang ini berbeda di setiap daerah. Di Bangka dikenal dengan teripang batu keling, di Lampung dan Kepulauan Seribu disebut teripang getah. Sebutan teripang getah memang cocok, sebab apabila hewan ini diangkat ke permukaan air akan mengeluarkan cairan putih seperti getah karet. Teripang ini salah satu teripang yang banyak dicari oleh masyarakat karena selain dapat dikonsumsi juga memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi (Ikawati, et. al : 2001). Pada Pantai Pailus spesies Holothuria vacabunda ini ditemukan di bawah karang. Ketika karang diangkat, dibawahnya terdapat spesies ini. Pada saat masih di dalam pantai, teripang getah ini belum terlihat mengeluarkan cairan getahnya. Namun setelah disentuh tangan dan diangkat cairan putih atau getahnya tersebut langsung dikeluarkan. Cairan putih ini lengket jika terkena kulit, sehingga harus di cuci dengan sabun jika ingin menghilangkannya. Pada Pantai Pailus memiliki kerapatan relatif sebesar 8,29% dan INP 18,24. Holothuria marmorata Bentuk badannya bulat panjang dan kecil. Tubuhnya ditutupi oleh tonjolan yang menyerupai duri berbentuk kerucut. Apabila teripang ini merasa terganggu maka duridurinya tadi akan kelihatan lebih membesar. Tubuhnya berwarna abu-abu kecoklatan. Jenis teripang ini memiliki nama yang hampir sama yaitu teripang olok-olok. Biasanya teripang ini dapat ditemukan melekat pada bebatuan, karang dan pasir (Ikawati, et. al : 2001). Pada Pantai Pailus spesies Holothuria marmorata ini ditemukan melekat pada batu dan karang. Tubuhnya kecil dan agak panjang, warnanya abu-abu kecoklatan. Pada Pantai Pailus spesies ini memiliki kerapatan relatif sebesar 5,69% dan INP 15,64. Mulleria lecanora Bentuk tubuhnya memanjang dan agak lunak. Apabila diraba, tubuhnya terasa ada bintil bulat terutama pada samping atas. Warna tubuhnya coklat tua. Teripang jenis ini juga memiliki nama lokal yang berbeda. Di daerah Malang disebut teripang ukur, di kepulauan seribu disebut teripang kasur. Teripang ini juga merupakan salah satu yang mempunyai nilai ekonomi (Ikawati, et. al : 2001). Pada Pantai Pailus spesies Mulleria lecanora ini ditemukan dibawah karang, ada juga yang mengubur diri dalam pasir. Pada saat tubuhnya dipegang atau diletakan diatas telapak tangan, bentuk tubuh dari spesies ini akan berubah. Bentuk tubuh yang awalnya pada saat masih di dalam pantai itu lebih keras, panjang namun setelah di pegang tadi berubah menjadi memendek dan melebar. Bila disentuh tubuhnya terasa lebih kenyal atau gembur. Pada Pantai Pailus memiliki kerapatan relatif sebesar 5,45% dan INP 16,14. Actinopyga echinites Bentuk badannya bulat, apabila diangkat ke permukaan air, tubuh hewan ini akan mengkerut dan mengecil. Di seluruh tubuhnya terdapat bintil halus dengan tubuhnya yang berwarna hitam, sehingga dikenal dengan nama teripang hitam. Biasanya bagian punggung
berwarna hitam keunguan. Hidup di perairan berkarang atau berkapur. Untuk makannya sama seperti teripang-teripang jenis lainnya. Teripang ini juga memiliki nilai ekonomi, tetapi belum banyak orang mengetahuinya (Ikawati, et. al : 2001). Pada Pantai Pailus spesies Actinopyga echinites ini ditemukan dibawah karang, ada juga yang mengubur diri dalam pasir. Spesies yang mengubur dirinya dalam pasir, seluruh tubuhnya dibalut pasir putih, sehingga hampir tidak dapat dikenali. Spesies ini apabila disentuh atau diangkat dari permukaan air laut maka yang awalnya bentuknya panjang sekitar 25 cm akan mengkerut dan mengecil. Apabila dipegang bagian atasnya terasa lebih keras dan memiliki warna yang lebih berkilau jika terkena sinar matahari. Pada Pantai Pailus spesies ini memiliki kerapatan relatif sebesar 10,43% dan INP sebesar 22. Stichopus variegatus Bentuk tubuhnya menyerupai ketimun dengan panjang hingga 35 cm. Pada bagian badan ditemui bercak tidak teratur dengan duri berwarna coklat. Yang unik, hewan ini hidup di pantai dangkal saat muda dan berpindah ke perairan dalam menjelang dewasa. Masyarakat kepulauan seribu menyebutnya dengan teripang duri, sedangkan di Bangka dikenal dengan nama teripang cokelat dan teripang gama di indonesia bagian timur (Ikawati, et. al : 2001). Pada Pantai Pailus spesies Stichopus variegatus ini ditemukan dibawah karang, ada juga yang mengubur diri dalam pasir. Duri dan bercak yang berwarna dalam tubuh spesies ini terlihat lebih jelas jika dibandingkan dengan spesies teripang lainnya. Pada Pantai Pailus memiliki kerapatan relatif sebesar 5,21% dan INP 15,9. Diadema sentrosum Memiliki tubuh bulat dan memiliki duri-duri panjang berwarna hitam yang tersusun dari zat kapur yang memanjang ke atas untuk pertahanan diri sedangkan bagian bawah pendek sebagai alat pergerakan, dan terbagi atas 5 sekat lempengan. Hewan ini biasanya hidup di sela-sela pasir atau sela-sela bebatuan sekitar pantai atau dasar laut dan mempunyai nilai konsumsi. Mulutnya terdapat di permukaan oral dilengkapi 5 buah gigi sebagai alat untuk mengambil makanan (Kordi, 2010). Spesies Diadema sentrosum pada Pantai Pailus ditemukan diatas pasir diantara selasela batu karang. Duri-durinya juga kalau terlalu lama cepat rapuh dan patah. Pada Pantai Pailus spesies ini memiliki kerapatan relatif sebesar 6,87% dan INP 18,44. Kondisi Lingkungan di Pantai Pailus Hasil pengambilan data fisiko-kimia pada Pantai Pailus secara lengkap disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kondisi fisiko-kimia pada Pantai Pailus No Variabel Pantai Pailus 1 2 3
Salinitas (0/00) Suhu (ºC) Ph
4
Kedalaman (m)
5
Substrat
32,91 27 – 29 7,5 – 8,5 0,9 Berkarang dan berpasir
Sumber: Data Primer (2013) Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan di perairan Pantai adalah: 1. Sifat Fisik Kondisi di Pantai Pailus memiliki suhu antara 27ºC- 29ºC yang juga cenderung normal. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Desmukh (1992:42) dikutip oleh Katili (2011) bahwa perairan pantai biasanya mempunyai kisaran suhu antara 27-29°C akan tetapi dapat tinggi dengan berkurangnya kedalaman air. Perubahan suhu dapat memberi pengaruh besar kepada sifat-sifat air laut lainnya dan kepada biota laut. Suhu mempunyai pengaruh yang tidak langsung. Organisme laut dapat mati karena kehabisan air. Kehabisan air dapat dipercepat dengan meningkatnya suhu (Nybakken, 1982:211).
Substrat adalah permukaan tempat organisme hidup, terutama untuk menetap atau bergerak atau benda-benda padat tempat organisme menjalankan seluruh atau sebagian hidupnya. Pantai Pailus memiliki substrat berpasir dan berkarang dengan kerapatan karangnya rapat. Substrat perairan mempunyai dua fungsi yang penting yaitu sebagai tempat hidup atau tempat melekat bagi organisme yang hidup pada perairan tersebut dan merupakan sumber nutrisi bagi organisme di tempat tersebut. Sehingga kondisi substrat pada pantai ini mendukung untuk pertumbuhan spesies Echinodermata. Selain spesies Echinodermata juga dapat ditemukan diatas melekat dengan karang, ada juga yang berada bersembunyi dibawah karang bahkan menguburkan tubuhnya dengan pasir. Romimohtarto (2007) juga menyatakan bahwa habitat Echinodermata hidup pada substrat yang berkarang, ada juga yang menguburkan diri dalam pasir. 2. Sifat Kimia Pantai Pailus memiliki pH sebesar 7,5– 8,5 yang cenderung normal hingga mendekati basa. pH pada Pantai Pailus tergolong normal sesuai yang dinyatakan oleh Kepmen Negara LH (2004, No 51) bahwa kriteria penilaian baku mutu pH adalah 7-8,5. Kondisi air laut di Pantai Pailus memiliki salinitas sebesar 32,91 ‰ yang cenderung normal. Pantai Pailus merupakan jenis pantai berkarang. Adaya karakteristik pantai berupa berbatu karang diketahui dapat dapat mengurangi penguapan, sehingga hal tersebut memberikan pengaruh juga pada tinggi rendahnya salinitas. Apabila penguapannya tinggi maka kadar garam tinggi. Hal lainnya yang berbengaruh pada salinitas adalah curah hujan, seperti yang dikatakan oleh Nontji (1993 :29) dikutip oleh Katili,( 2011) bahwa Salinitas perairan pantai menjadi turun karena dipengaruhi oleh curah hujan dan aliran sungai, sebaliknya daerah dengan penguapan yang kuat menyebabkan salinitas meningkat. Berdasarkan uraian faktor kondisi lingkungan di Pantai Pailus tersebut, dapat dikatakan bahwa kisaran faktor lingkungan fisik dan kimia pada Pantai Pailus masih menunjukkan kisaran yang dapat mendukung budidaya Echinodermata. IV. KESIMPULAN 1. Berdasarkan penelitian di Pantai Pailus ditemukan sembilan spesies Echinodermata. Dari spesies yang ditemukan ada enam spesies yang berpotensi sebagai sumber bahan pangan. 2. Spesies Echinodermata yang dominan adalah Asterina gibbosa dengan INP 43,48 dan yang paling tidak dominan adalah spesies metacrinus sp dengan nilai INP 15,66. 3. Faktor lingkungan fisiko-kimia pada Pantai Pailus dapat mendukung budidaya Echinodermata. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Pengamatan Invertebrata (Echinodermata) di Pantai Bama, SPTNW 1 Bekol. Laporan Kegiatan Pengendalian Ekositem Hutan. http://balurannationalpark.web.id/wp-content/uploads/2011/04/2010PengamatanInvertebratadiBama.pdf Dahuri, Rokhimin. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Fachrul, Melati Ferianita. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara. Ikawati, Yuni et al. 2001. Terumbu Karang di Indonesia. Jakarta: MAPPIPTEK. Jasin, 1984 dalam Katili, 2011. Struktur Komunitas Echinodermata Pada Zona Intertidal Di Gorontalo. Jurnal Penelitian dan Pendidikan, Volume 8 Nomor 1/, Maret 2011/. http:ejurnal.ung.ac.id/index.php/JPP/article/.../95/88.pdf Kordi, Ghufron H. 2010. Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta: Rineka Cipta.
Nybakken, James W. 1992. Biologi Laut. Jakarta: Gramedia. Romimohtarto, Kasijan dan Sri Juwana. 2007. Biologi Laut. Jakarta: Djambatan.