POTENSI PEMANFAATAN SERAI WANGI ( Cymbopogon nardus L.) SEBAGAI INANG FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA
ANISA NUR FATWA
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Pemanfaatan Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.) sebagai Inang Fungi Mikoriza Arbuskula adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2017 Anisa Nur Fatwa NIM E44120010
ABSTRAK ANISA NUR FATWA. Potensi Pemanfaatan Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.) sebagai Inang Fungi Mikoriza Arbuskula. Dibimbing oleh IRDIKA MANSUR. Serai wangi (Cymbopogon nardus L.) merupakan tanaman herba menahun dari keluarga Poaceae dengan tinggi 50 – 100 cm. Panjang daunnya mencapai 1 m dan lebarnya 1.5 cm. Serai wangi dapat tumbuh di tempat yang kurang subur, bahkan ditempat yang tandus, karena mampu beradaptasi dengan lingkungannya, serta tidak memerlukan perawatan khusus. Pada penelitian ini, fungi mikoriza arbuskula (FMA) Glomus sp. diinokulasikan pada tanaman serai wangi untuk mengetahui kemampuan serai wangi sebagai inang FMA. Inokulum FMA diberikan kepada setiap tanaman yaitu serai wangi, Pueraria javanica dan Sorghum bicolor sebanyak 5 g. Inokulum FMA berasal dari media tanam Pueraria javanica yang bermikoriza. Perlakuan pada setiap tanaman disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian inokulum mikoriza sebanyak 5 g pada setiap tanaman yang diuji cobakan berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering pucuk dan berat kering total namun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar, panjang akar, nisbah pucuk akar (NPA), jumlah spora, persen infeksi akar dan berat kering akar. Serai wangi dapat dijadikan sebagai inang untuk perbanyakan FMA. Kata kunci: Fungi, Glomus, Pueraria javanica, serai wangi (Cymbopogon nardus L). ABSTRACT ANISA NUR FATWA. Exploiting The Potential of Citronella (Cymbopogon nardus L.) as Host Arbuscular Mycorrhizal Fungi. Supervised by IRDIKA MANSUR. Citronella (Cymbopogon nardus L.) is a herbaceous plant of the family Poaceae with chronic high 50-100 cm. Long leaves up to 1 m and a width of 1.5 cm. Citronella can grow in low fertility soil, even barren place, because citronellas have the adaptability to the environment, and are not required special treatment. In this research, arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) Glomus sp. was inoculated on citronella plant to determine the ability of citronella as host AMF. The plants those given AMF inoculum were citronella, Pueraria javanica and Sorghum bicolor as much as 5 g. AMF inoculum comes from planting medium that mycorrhizal Pueraria javanica. This research using a completely randomized design (CRD). Based of the data results, showed that addition of mycorrhizal inoculum by 5 g at each plant were tested very significant affect on the dry weight of shoots and total dry weight but unsignificant affect to the number of roots, root length, shootroots ratio (NPA), the number of spores, percent of infection roots and root dry weight. Citronella can be used as a host for the propagation of FMA. Key words: Fungi, Glomus, Pueraria javanica, citronella (Cymbopogon nardus L.).
POTENSI PEMANFAATAN SERAI WANGI (Cymbopogon nardus L.) SEBAGAI INANG FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA
ANISA NUR FATWA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Potensi Pemanfaatan Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.) sebagai Inang Fungi Mikoriza Arbuskula. Penulis dalam kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr Ir Irdika Mansur, MForSc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, motivasi, nasehat serta semangat kepada penulis demi terselesaikannya penelitian dan penulisan skripsi ini. Orang tua penulis (Herman Sunarya. Alm dan Sri Windiartiningsih), Tante (Etty , Henny Kustianingsih), kakak dan adik penulis (Gita Kusherin dan Suci Dewi Rahmawati), kakak sepupu (Helni Anyasari Said, Regina Pingkan dan Roosman Koeshendarto) dan keluarga besar Bogor atas dukungan moral dan materil serta do’a dan kasih sayang yang sempurna yang diberikan kepada penulis selama ini. Rekan penelitian Pinka Nurulia Asterina yang telah banyak membantu dan memberikan keceriaan serta semangat kepada penulis selama penelitian berlangsung. Rekan satu dosen pembimbing Shinta Amalia dan M. Iswan yang selalu memberi semangat kepada penulis. Teman-teman yang berarti bagi penulis Nina Rahmawati, Citra Delonix Regia, Zulkifli Abidin Chaniago, Azis Fahri Hasibuan, Novalya Chandra, Yesi Trinovian, Tiara Tresna Ningrum, Amelia Puja Astuti dan segenap teman-teman Silvikultur49 terimakasih atas keceriaan, do’a, dukungan dan persahabatan yang selama ini terjalin. Seluruh staff lab silvikultur SEAMEO BIOTROP yang telah memberikan fasilitas serta ilmu kepada penulis selama mengerjakan penelitian. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah memberikan bantuan finansial kepada penulis melalui program beasiswa Bidik Misi hingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian dan skripsi yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuannya. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu kehutanan khususnya berkaitan dengan fungi mikoriza arbuskula.
Bogor, Januari 2016 Anisa Nur Fatwa
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Alat dan Bahan
2
Prosedur Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Infeksi Akar
9 9
Jumlah Spora
11
Jumlah Akar dan Panjang Akar
12
Nisbah Pucuk Akar
14
Berat Kering Akar, Pucuk dan Total
15
SIMPULAN DAN SARAN
16
Simpulan
16
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
21
DAFTAR TABEL 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap seluruh parameter yang diukur pada tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L.), Pueraria javanica dan Sorghum bicolor. 2 Pengaruh perlakuan terhadap persentase infeksi akar tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L.), Pueraria javanica dan Sorghum bicolor 6 bulan setelah tanam 3 Pengaruh perlakuan terhadap jumlah spora tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L.), Pueraria javanica dan Sorghum bicolor 6 bulan setelah tanam 4 Pengaruh perlakuan terhadap jumlah akar dan panjang akar tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L.), Pueraria javanica dan Sorghum bicolor 6 bulan setelah tanam 5 Pengaruh perlakuan terhadap nisbah pucuk akar tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L.), Pueraria javanica dan Sorghum bicolor 6 bulan setelah tanam 6 Uji Duncan terhadap berat kering akar, pucuk dan total tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L.), Pueraria javanica dan Sorghum bicolor 6 bulan setelah tanam
9
10
11
13
14
15
DAFTAR GAMBAR 1 Proses pengamatan spora awal (a) sampel inokulum mikoriza berasal dari 2
3 4 5 6
7
tanaman P. javanica, (b) pengamatan spora dari inang P. javanica. Proses persiapan media tanam (a) media tanam zeolit yang belum diberi inokulum mikoriza, (b) media tanam zeolit yang telah diberi inokulum mikoriza berasal dari inang P. javanica. Proses sterilisasi serai wangi (a) pemotongan akar serai wangi sebelum disterilisasi, (b) serai wangi yang disterilisasi menggunakan bayclin. Bibit Pueraria javanica yang telah ditanam dan disusun di rumah kaca SEAMEO BIOTROP. Benih S. bicolor yang telah ditanam dan disusun di rumah kaca SEAMEO BIOTROP Kolonisasi FMA pada akar tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L.) dengan perbesaran 40 kali, (a) akar yang terinfeksi hifa internal, (b) akar yang terinfeksi hifa eksternal dan spora dan (c) akar yang terinfeksi vesikel. Spora serai wangi (Cymbopogon nardus L.) yang terdapat pada media zeolit setelah dilakukan sieving perbesaran 40 kali, (a) spora yang belum dipecahkan, (b) spora yang telah dipecahkan.
3
4 4 5 5
11
12
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Parameter Pertumbuhan Setiap Tanaman
19
PENDAHULUAN Latar Belakang Serai wangi (Cymbopogon nardus L.) merupakan tanaman herba menahun dari keluarga Poaceae dengan tinggi 50 – 100 cm. Panjang daunnya mencapai 1 m dan lebarnya 1.5 cm. Serai wangi dapat tumbuh di tempat yang kurang subur, bahkan di tempat yang tandus, karena mampu beradaptasi dengan lingkungannya, serta tidak memerlukan perawatan khusus (Kardinan 2005). Serai wangi juga merupakan salah satu jenis tanaman minyak atsiri, yang tergolong sudah berkembang. Penyulingan daunnya dapat menghasilkan minyak serai wangi yang dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama Citronella Oil. Peranan komoditas ini sangat besar sebagai sumber devisa (Damanik 2007). Serai wangi biasanya hanya dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional, bahan baku untuk membuat jenis pestisida nabati, dan insektisida nabati (Kardinan 2003). Selain itu serai wangi sudah mulai diuji cobakan sebagai tanaman cover crop oleh beberapa perusahaan pertambangan di Indonesia (Mansur 2016). Tanaman serai wangi ini digunakan sebagai tanaman untuk kegiatan revegetasi lahan pasca tambang. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) adalah satu kelompok fungi tanah biotrof obligat yang tidak dapat melestarikan pertumbuhan dan reproduksinnya bila terpisah dari tanaman inang (Simanungkalit 2006). Mikoriza merupakan bentuk simbiosis mutualisme antara fungi dan sistem akar tanaman tingkat tinggi. Prinsip kerja mikoriza adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan hara (Rungkat 2009). Selain itu menurut Aldeman dan Morton (2006) infeksi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan kemampuannya memanfaatkan nutrisi yang ada dalam tanah, terutama unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K, dan Mg. Kolonisasi mikoriza pada akar tanaman dapat memperluas bidang serapan akar dengan adanya hifa eksternal yang tumbuh dan berkembang melalui bulu akar (Mosse 2001). Tanaman inang standar yang biasa digunakan untuk perbanyakan inokulum FMA yaitu Pueraria javanica dan Sorghum bicolor. Tanaman Pueraria javanica dan Sorghum bicolor hanya dapat digunakan untuk perbanyakan inokulum FMA dan tidak memiliki hasil produksi yang lain. Tanaman serai wangi merupakan tanaman yang setiap bagiannya dapat dimanfaatkan, seperti daunnya menghasilkan minyak atsiri melalui proses penyulingan. Oleh sebab itu perlunya dilakukan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas pemberian inokulum FMA terhadap tanaman serai wangi, mengetahui potensi tanaman serai wangi sebagai inang FMA, dan mengetahui keberhasilan kolonisasi inokulum mikoriza dengan akar tanaman serai wangi.
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mencoba potensi pemanfaatan tanaman serai wangi sebagai inang FMA dibandingkan dengan jenis tanaman inang standar, yaitu Pueraria javanica dan Sorghum bicolor.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai potensi serai wangi sebagai inang FMA, serta diperoleh informasi mengenai jenis tanaman inang yang baik digunakan dalam perbanyakan spora FMA.
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2016 sampai dengan bulan Oktober 2016. Lokasi penelitian dilakukan di rumah kaca dan Laboratorium Silvikultur The Southeast Asian Regional Centre for Tropical Biology (SEAMEO BIOTROP), Bogor. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu cutter, pipet, gelas objek, tusuk gigi, cover glass, mikroskop stereo, mikroskop binokuler, tabung film, sudip, cawan Petri, pot gelas plastik, rak pengamatan, alat penyiraman, kantung plastik ukuran 1 kg, timbangan, neraca analitik, gelas ukur, labu Erlenmeyer, mistar, tabung sentrifuge, magnetic stirer, gunting, saringan spora dengan ukuran 425 µm, 212 µm, 106 µm dan 63 µm, kertas saring, corong, botol kaca, kertas label, pinset, pinset spora, kamera, oven, thally sheet, alat tulis, laptop, software Microsoft Word 2013, Microsoft Excel 2013, dan SAS 9.1.3. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah inokulum mikoriza dan media zeolit yang bermikoriza dari tanaman P. javanica dari bahan penelitian sebelumnya (Yunisari 2015) koleksi SEAMEO BIOTROP, tanaman serai wangi, bibit P. javanica, bibit S. bicolor, zeolit, pupuk hyphonex merah (mengandung N 25%, P 5%, K 20%, B, Fe, Zn, Ca, Co, Cu, Mg, Mn, Mo, dan S). Bahan yang digunakan untuk sterilisasi tanaman serai wangi yaitu air, aquades dan bayclin (mengandung bahan aktif NaClO 5.25%). Bahan yang digunakan untuk pewarnaan dan pengamatan infeksi akar yaitu KOH 2.5%, HCl 2 %, glukosa 20%, glycerin, cat kuku, pewarna Trypan Blue 0.05% (0.2 g Trypan blue dalam 1 L aquades), larutan Melzer (mengandung 1.5 g Iodine dan 5 g Kl (potassium iodine) dengan 100 ml air destilasi), dan larutan PVLG (polyvinyl lactoglycerol).
3 Prosedur Penelitian dan Analisis Data Pengamatan spora awal Pengamatan spora awal dilakukan untuk mengetahui kepadatan spora dari setiap sampel inokulum yang akan digunakan dalam inokulasi. Pengamatan tersebut dilakukan dengan mengambil sampel media dari tanaman P. javanica bahan penelitian sebelumnya (Yunisari 2015) koleksi SEAMEO BIOTROP. Sampel media diambil dari 30 pot kultur masing-masing sebanyak ± 10 g menggunakan sudip. Sampel media yang akan diamati dimasukkan ke dalam gelas ukur dan ditambahkan air secukupnya. Kemudian aduk menggunakan sudip agar spora terlepas dari zeolit. Selanjutnya media dan air yang ada di dalam gelas ukur disaring dalam satu set saringan spora dengan ukuran 425 µm, 212 µm, 106 µm dan 63 µm secara berurutan dari atas ke bawah. Saringan bagian atas disemprot dengan air dalam botol aquades untuk memudahkan spora lolos. Partikel-partikel yang berada pada saringan terbawah diambil dan dipindahkan ke tabung sentrifuge. Hasil saringan dalam tabung sentrifuge ditambahkan glukosa 20% sampai 12 mL isi tabung. Tabung sentrifuge ditutup rapat dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit (Brundrett et al. 1996). Selanjutnya cairan yang bening diambil dan dituang ke dalam kertas saring, lalu dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan gulanya. Setelah dicuci, spora dipindahkan kedalam cawan Petri dan dihitung jumlahnya di bawah mikroskop. Proses pengamatan spora awal dapat dilihat pada Gambar 1. a
b
Gambar 1 Proses pengamatan spora awal (a) sampel inokulum mikoriza berasal dari tanaman Pueraria javanica, (b) pengamatan spora dari inang Pueraria javanica. Persiapan inokulum FMA Inokulum FMA yang memiliki jumlah spora terbanyak dari hasil yang telah diamati, masing-masing diambil sebanyak 5 g pada setiap potnya. Inokulum FMA yang dibutuhkan sebanyak 200 g untuk 40 tanaman. Persiapan media tanam Media tanam yang digunakan adalah zeolit. Zeolit dibersihkan terlebih dahulu yaitu dicuci dengan air hingga bersih. Zeolit yang telah dibersihkan
4 dimasukan ke dalam pot gelas plastik sebanyak 50 g, lalu ditambahkan inokulum FMA sebanyak 5 g serta diberi lubang tanam. Inokulum FMA yang digunakkan memiliki jenis FMA yaitu Glomus sp. Selanjutnya bibit dimasukkan ke dalam media lalu ditambahkan zeolit sebanyak 45 g dan dipadatkan. Proses persiapan media tanam dapat dilihat pada Gambar 2. a
b
Gambar 2 Proses persiapan media tanam (a) media tanam zeolit yang belum diberi inokulum FMA (b) media tanam zeolit yang telah diberi inokulum FMA berasal dari inang Pueraria javanica. Persiapan Bibit, Penanaman dan Inokulasi FMA Tanaman serai wangi. Tanaman serai wangi yang digunakan berumur 1.5 tahun didapat dari persemaian SEAMEO BIOTROP. Serai wangi yang digunakan sebanyak 20 tanaman. Daun pada tanaman serai wangi di potong menggunakan cutter dan dibersihkan dari akar tanamannya. Tanaman serai wangi sebagian ada yang disterilisasi. Jumlah serai wangi yang disterilisasi sebanyak 10 tanaman. Sterilisasi serai wangi menggunakan bayclin. Cara sterilisasi serai wangi yaitu direndam dalam cairan bayclin 20% selama 10 menit, lalu dibilas dengan aquades. Setelah itu, serai wangi direndam dalam cairan bayclin 15% selama 10 menit, lalu dibilas lagi dengan air aquades. Terakhir, serai wangi direndam dalam cairan bayclin 10% selama 10 menit, lalu dibilas dengan air aquades tiga kali (Sandra 2013). Setelah steril, bibit serai wangi ditanam pada media tanam yang sudah diberi inokulum FMA. Proses sterilisasi serai wangi dapat dilihat pada Gambar 3. a
b
Gambar 3 Proses sterilisasi serai wangi (Cymbopogon nardus L.) (a) pemotongan akar serai wangi sebelum disterilisasi, (b) serai wangi yang disterilisasi menggunakan bayclin.
5
Bibit P. javanica. Bibit P. javanica yang digunakan didapat dari SEAMEO BIOTROP sebanyak 10 bibit. Bibit tersebut ditanam pada media yang telah dilubangi dan diberi inokulum FMA. Ilustrasi bibit P. javanica yang telah ditanam disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Bibit Pueraria javanica yang telah ditanam dan disusun di rumah kaca SEAMEO BIOTROP. Bibit S. bicolor. Bibit S. bicolor yang digunakan didapat dari SEAMEO BIOTROP. Bibit S. bicolor yang digunakan sebanyak 10 bibit. Bibit S. bicolor ditanam pada media baru yang telah dilubangi dan diberi inokulum FMA. Bibit S. bicolor yang telah ditanam disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Benih Sorghum bicolor yang telah ditanam dan disusun di rumah kaca SEAMEO BIOTROP Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara penyiraman dan pemberian pupuk selama 6 bulan. Penyiraman dilakukan dengan air pada pagi dan sore hari tergantung kondisi media. Jika media dalam kondisi basah atau lembab maka cukup disiram sekali saja (pagi atau sore). Pupuk yang digunakkan yaitu hyponex merah dengan konsentrasi 1 g/ 2 L air. Pemberian pupuk dilakukan 1 kali dalam seminggu sebanyak ± 20 mL tiap pot. Pengendalian hama dilakukan secara manual dengan mematikan hama dan pembersihan gulma yang ada di sekitar tanaman.
6 Pemanenan dan pengukuran berat kering total Pemanenan dilakukan pada bulan Agustus 2016. Tanaman yang dipanen dipisahkan berdasarkan unit perlakuan. Jumlah akar dihitung yang ada pada setiap tanaman dan pisahkan akar dari bagian tanaman. Akar yang telah dipisahkan dihitung berat basahnya terlebih dahulu. Berat basah yang dihitung dibagi kedalam dua bagian, yang pertama berat basah akar sebanyak 1 g. Berat basah akar yang telah ditimbang seberat 1 g digunakan untuk menghitung panjang akar. Selanjutnya ditimbang berat basah akar yang akan digunakan untuk pewarnaan akar. Berat basah yang kedua dihitung dari sisa akar yang ada. Selajutnya ditimbang berat basah pucuk pada setiap tanaman yang telah dipanen. Setelah ditimbang berat basah akar dan berat basah pucuk lalu dikemas menggunakan amplop terpisah antara akar dan pucuk untuk dioven pada suhu 60 °C selama 48 jam. Tanaman yang telah dioven masing-masing dihitung berat keringnya. Pengamatan parameter dan pengumpulan data Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian. Adapun hal yang diamati pada saat pengamatan diantaranya yaitu (1) jumlah akar (2) berat kering total (3) panjang akar (4) nisbah pucuk akar (5) jumlah spora (6) persentase infeksi akar Jumlah akar. Pengukuran jumlah akar dilakukan dengan cara menghitung akar primer dan akar sekunder yang ada pada setiap tanaman. Berat Kering Akar, Pucuk dan Total. Pengukuran dilakukan pada akhir pengamatan. Bagian pucuk dan akar dipotong, dimasukkan ke dalam amplop secara terpisah, kemudian dioven pada suhu 60 °C selama 48 jam. Panjang akar. Tanaman serai wangi, P. javanica dan S. bicolor merupakan tanaman yang memiliki akar serabut, sehingga dalam pengukuran panjang akar akan lebih bijak menggunakan metode yang lebih akurat dalam menentukan hasilnya. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode Rowell (1995). Pengukuran panjang akar menurut Rowell (1995) menggunakan rumus:
Nilai berturut-turut adalah 0.393; 0.786; 1.57; atau 3.93 cm untuk setiap perpotongan akar dengan grid-nya adalah 0.5; 1; 2; atau 5 cm. Menurut Rajapakse & Miller (1992) pengukuran panjang akar ini penting artinya karena dapat digunakan untuk mengukur panjang akar terkolonisasi FMA. Panjang akar dan bobot akar terkolonisasi dapat diukur berdasarkan hasil kali persen kolonisasi akar dengan panjang dan bobot akar. Nisbah Pucuk Akar (NPA). Nisbah Pucuk Akar (NPA) merupakan perbandingan antara berat kering pucuk dan berat kering akar. Nilai ditentukan berdasarkan berat kering pucuk dan akar yang telah dioven.
7 Jumlah spora. Spora yang dihitung berasal dari sampel media tanam sebanyak 10 g yang telah melalui proses sieving dan sentrifugasi. Identifikasi spora menggunakan metode Schenk dan Perez (1990) dan INVAM (2013) diacu dalam Hidayat (2013). Spora diidentifikasi dengan pengamatan morfologi spora dan preparat spora menggunakan larutan Melzer dan PVLG (polyvinyl lactoglycerol). Persentase infeksi akar. Pengukuran persentase infeksi akar dilakukan dengan cara mengambil contoh akar yang muda (serabut) secara acak. Kemudian dilakukan proses pembersihan dan pewarnaan akar. Infeksi akar ditandai dengan adanya hifa, arbuskula dan vesikel atau salah satu dari organ tersebut (Yunisari 2015). Menurut Setiadi et al. (1992) yang dimodifikasi, pengukuran persen infeksi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Akar diambil, dicuci dengan air untuk menghilangkan kotoran dari media tanam. Bagian akar yang muda (serabut) diambil dan dimasukkan ke dalam tabung film bekas dan direndam dalam larutan KOH 2.5%, dibiarkan selama semalam atau akar sampai berwarna pucat bersih hal ini dilakukan agar proses pewarnaan dapat optimal (tidak gelap) dan akar dapat diamati di bawah mikroskop. Setelah akar berwarna kuning bersih, larutan KOH 2.5% dibuang dan akar dibilas dengan aquades. Tujuannya adalah untuk mengeluarkan semua isi sitoplasma dari sel akar sehingga akan memudahkan pengamatan struktur infeksi FMA. Akar direndam dalam larutan HCl 2% selama ± 24 jam. Hal ini dilakukan agar proses pewarnaan yang akan dilakukan dapat terjadi dengan sempurna (berwarna biru), dimana larutan pewarna (staining) akan menempel dengan baik pada pH normal karena akar akan berwarna kemerahan apabila pH terlalu tinggi. Setelah direndam dalam larutan KOH (basa), pH akan menjadi normal bila direndam dalam larutan HCl (asam). Akar dibilas dengan aquades untuk mencuci akar dari larutan HCl. Setelah 10 menit akar tidak dicuci lagi dan langsung diganti dengan larutan staining (gliserin dan aquades dengan perbandingan 7:3), ditambahkan dengan Trypan blue 0.05% (0.2 g Trypan blue dalam 1 L aquades), kemudian dibiarkan semalam. Larutan staining dibuang dan diganti dengan larutan destaining (larutan staining tanpa Trypan blue yaitu gliserin dan aquades dengan perbandingan 1:1), hal ini dilakukan agar akar tidak rusak dan awet. Akar kemudian dipotong sepanjang 1 cm, lalu disusun pada gelas objek (1 gelas objek untuk 10 potong akar). Untuk setiap tanaman sampel dibuat tiga preparat. Selanjutnya diamati dengan mikroskop binokuler dengan perbesaran 100 kali. Potongan akar pada kaca preparat diamati untuk setiap bidang pandang. Bidang pandang yang terinfeksi ditunjukkan dengan adanya tanda-tanda seperti hifa, arbuskula maupun vesikula. Presentasi akar terinfeksi dihitung dengan rumus : % Kolonisasi akar =
Σbidang pandang yang terinfeksi x 100% Σbidang pandang keseluruhan
Menurut kriteria yang digunakan pada Institute of Mycorrhizal Research and Development (Rajapakse dan Miller 1992) tingkat kolonisasi akar terbagi menjadi klasifikasi sangat rendah (<5%), rendah (6–25%), sedang (26–50%), tinggi (51–75%), dan sangat tinggi (>75%).
8 Rancangan Percobaan dan analisis data Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan, sebagai berikut : 1. Tanaman serai wangi tanpa sterilisasi yang diberi inokulum FMA sebanyak 5 g. 2. Tanaman serai wangi dengan sterilisasi yang diberi inokulum FMA sebanyak 5 g. 3. Benih P. javanica yang diberi inokulum FMA sebanyak 5 g. 4. Benih S. bicolor yang diberi inokulum FMA sebanyak 5 g. Pengacakan dilakukan pada setiap kombinasi perlakuan yang terdiri dari 5 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 2 unit tanaman, sehingga dibutuhkan 40 tanaman uji.
Prosedur Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil pengamatan selanjutnya dianalisis menggunakan model persamaan linier. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = µij + αi + εij Keterangan : Yij µ αi εij
: Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j : Rataan umum : Pengaruh perlakuan ke-i : Penngaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap masing – masing jenis tanaman menggunakan hipotesis untuk pengujian pengaruh pemberian inokulum FMA yaitu : H0 : inokuluum FMA tidak berpengaruh nyata terhadap kolonisasi akar tanaman serai wangi. H1 : minimal ada 1 inokulum FMA yang mempengaruhi kolonisasi akar tanaman serai wangi. Kriteria pengambilan keputusan dan hipotesis yang diuji adalah : F hitung < F Tabel, terima H0 F hitung > F Tabel, terima H1 Data tersebut merupakan respon pertumbuhan dari tanaman serai wangi, tanaman P. javanica dan tanaman S. bicolor selama 6 bulan pengamatan. Analisis keragaman dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap peubah yang diamati. Analiasis dilakukan dengan menggunakan software SAS (Statistical Analysis Software) versi 9.1.3, jika :
9 1. Nilai P-value > α (0.05), maka perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter. 2. Nilai P-value < α (0.05), maka perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap parameter. Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan pada taraf kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh inokulasi mikoriza terhadap parameter yang diamati dapat diketahui dengan melakukan analisis sidik ragam. Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 1. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap seluruh parameter yang diukur pada tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L.), Pueraria javanica dan Sorghum bicolor Parameter P-value Hasil anlisis sidik ragam Persen Infeksi Akar 0.0988 tn Jumlah Spora 0.5380 tn Jumlah Akar 0.1961 tn Panjang Akar 0.8202 tn NPA 0.3577 tn Berat Kering Akar <0.0001 ** Berat Kering Pucuk <0.0001 ** Berat Kering Total <0.0001 ** Keterangan: Angka-angka dalam Tabel adalah nilai signifikan; ** = perlakuan berpengaruh sangat nyata pada selang kepercayaan 95% dengan nilai signifikan (Pr>F) 0.05 (α); tn = perlakuan tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% dengan nilai signifikan (Pr>F) 0.05 (α)
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian inokulum mikoriza sebanyak 5 g tidak berpengaruh nyata terhadap persen infeksi akar, jumlah spora, jumlah akar, panjang akar, dan NPA namun berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering akar, berat kering pucuk dan berat kering total (Tabel 1). Uji Duncan dilakukan terhadap parameter yang berpengaruh sangat nyata.
Persentase Infeksi Akar Pada penelitian ini inokulasi FMA tidak berpengaruh nyata terhadap presentase infeksi akar. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.
10 Tabel 2 Pengaruh perlakuan terhadap persentase infeksi akar tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L.), Pueraria javanica, dan Sorghum bicolor 6 bulan setelah tanam Perlakuan Rata-rata % infeksi akar Serai wangi tanpa sterilisasi 38.2 Serai wangi dengan sterilisasi 59.7 Pueraria javanica 40.9 Sorghum bicolor 39.3 Salah satu parameter untuk meningkatkan tingkat keberhasilan simbiosis antara FMA dengan tanaman inang yaitu adanya keberadaan dan perkembangan FMA yang ditunjukkan oleh nilai persentase akar terinfeksi (Budi et al. 2014). Rata-rata persen infeksi akar pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pemberian inokulum mikoriza sebanyak 5 g pada setiap jenis tanaman tidak berbeda nyata terhadap persentase infeksi akar. Menurut kriteria yang digunakan pada Institute of Mycorrhizal Research and Development (Rajapakse dan Miller 1992) tingkat kolonisasi akar terbagi menjadi klasifikasi sangat rendah (<5%), rendah (6 – 25%), sedang (26 – 50%), tinggi (51 – 75%), dan sangat tinggi (>75%). Prayudyaningsih dan Sari (2016) menambahkan bahwa simbiosis antara mikoriza dengan tanaman dapat diketahui dengan adanya tingkat infeksi FMA pada akar tanaman. Hasil kolonisasi akar yang termasuk ke dalam kriteria sedang (38.3 – 40.9%) yaitu tanaman serai wangi tanpa sterilisai, S. bicolor, P. javanica dan dengan kriteria tinggi 59.7% yaitu tanaman serai wangi dengan sterilisasi (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa inokulum FMA mampu menginfeksi perakaran tanaman serai wangi. Infeksi akar menunjukkan bahwa adanya simbiosis antara fungi mikoriza arbuskula dengan tanaman inang, khususnya serai wangi dengan sterilisasi. Hifa yang menginfeksi pada setiap akar tanaman pada penelitian ini diantaranya berbentuk lurus dan bercabang-cabang. Begitu juga dengan vesikel yang terdapat dalam akar pada setiap tanaman diperoleh bentuk lonjong atau bentuknya yang tidak teratur. Spora yang berada dalam akar umumnya memiliki bentuk yang sama hanya ukurannya yang berbeda. Semua hal tersebut seperti yang terdapat pada Gambar 6. Penelitian ini tidak ditemukan adanya arbuskula, yang bisa disebabkan karena belum terbentuk atau tidak terdapat pada akar. Menurut Smith dan Read (1997) mengatakan bahwa arbuskula mempunyai jangka waktu hidup sekitar 2-3 hari dan dapat kembali utuh sekitar 7 hari. Selain itu akar yang diambil sudah agak tua, dimana menurut Brundrett (1991) diacu dalam Fitriyati (2006) hifa FMA tanpa arbuskula sering dijumpai pada akar-akar yang lebih tua. Kolonisasi akar oleh Glomus sp. ditunjukkan oleh keberadaan tiga struktur FMA yaitu arbuskula, vesikel, atau hifa. Kolonisasi mikoriza pada akar tanaman dapat memperluas bidang serapan akar dengan adanya hifa eksternal yang tumbuh dan menyebar keluar akar (Erona 2016). Hifa, spora dan vesikula yang berada dalam akar pada tanaman serai wangi dapat dilihat pada Gambar 6
11 b
a
hifa eksternal hifa internal spora . c
vesikel
Gambar 6 Kolonisasi FMA pada akar tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L.) dengan perbesaran 400 kali, (a) akar yang terinfeksi hifa internal, (b) akar yang terinfeksi hifa eksternal dan spora dan (c) akar yang terinfeksi vesikel.
Jumlah Spora Penelitian ini mengamati jumlah spora FMA yang terbentuk selama pengamatan. Jenis spora yang ditemukan pada pengamatan awal yaitu Glomus sp. Inokulasi FMA yang berasal dari inokulum mikoriza memiliki jumlah spora yang berbeda. Jumlah spora adalah spora yang ditemui saat pengamatan per 10 g sampel inokulum. Adapun pengaruh inokulasi FMA terhadap jumlah spora tanaman serai wangi, P. javanica, dan S. bicolor dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3
Pengaruh perlakuan terhadap jumlah spora tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L.), Pueraria javanica, dan Sorghum bicolor 6 bulan setelah tanam Perlakuan Rata-rata jumlah Spora Serai wangi tanpa sterilisasi 164.1 Serai wangi dengan sterilisasi 291.8 Pueraria javanica 292.5 Sorghum bicolor 136.0
Rata-rata jumlah spora pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian inokulum mikoriza sebanyak 5 g pada setiap jenis tanaman tidak berbeda nyata
12 terhadap jumlah spora. Menurut Patriyasari (2006) menerangkan bahwa jumlah spora dipengaruhi oleh mikoriza itu sendiri, varietas tanaman inang dan kondisi lingkungan, seperti cahaya dan suhu, karena cahaya matahari berperan dalam pembentukan karbohidrat melalui asimilasi karbon yang selanjutnya FMA akan menggunakan karbon tersebut sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya. Menurut Yunisari (2015), tanaman inang P. javanica menghasilkan jumlah spora yang lebih tinggi dibandingkan dengan S. bicolor. Rata-rata kepadatan spora serai wangi dengan sterilisasi memiliki nilai sebesar 291.8 dan mendekati rata-rata jumlah spora P. javanica, sehingga hal ini menunjukkan bahwa tanaman serai wangi dengan sterilisasi dapat dijadikan inang untuk perbanyakan inokulum FMA. a
b
Gambar 7 Spora serai wangi (Cymbopogon nardus L.) yang terdapat pada media zeolit setelah dilakukan sieving dengan perbesaran 400 kali, (a) spora yang belum dipecahkan, (b) spora yang telah dipecahkan. Selain mengamati jumlah spora, dalam penelitian ini juga mengidentifikasi spora yang terdapat pada setiap sampel. Identifikasi spora FMA yaitu dilakukan berdasarkan morfologi spora yaitu bentuk, warna, tangkai spora dan ornamen pada permukaan spora. Menurut Nusantara et al. (2012) menyatakan bahwa pengelompokan spora bisa berdasarkan genus, Glomus memiliki ciri-ciri yaitu berbentuk kecil dan berwarna coklat atau berbentuk besar dan berwarna kekuningan. Destifani (2013) menambahkan bahwa genus Glomus memiliki ciri khas berupa dinding hifa pelekat yang bersatu dengan dinding spora serta memiliki warna dan karakteristik dinding spora yang bervariasi. Gambar 7 menunjukkan bentuk serta warna yaitu berbentuk bulat kecil dan berwarna kuning kecoklatan pada permukaan spora FMA. Ciri-ciri tersebut merujuk kepada jenis spora Glomus sp.
Jumlah Akar dan Panjang Akar Inokulasi FMA tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar dan panjang akar. Jumlah akar merupakan jumlah antara akar primer dan akar sekunder yang ada pada setiap tanaman. Pengukuran panjang akar ditentukan oleh arsitektur perakaran. Adapun rata-rata jumlah akar dan panjang akar disajikan pada Tabel 4.
13 Tabel 4
Pengaruh perlakuan terhadap jumlah akar tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L.), Pueraria javanica, dan Sorghum bicolor 6 bulan setelah tanam Rata-rata Jumlah Rata-rata Panjang Akar Perlakuan Akar (cm) Serai wangi tanpa sterilisasi 19.1 440.8 Serai wangi dengan sterilisasi 18.2 514.6 Pueraria javanica 20.0 448.7 Sorghum bicolor 11.9 613.2
Rata-rata jumlah akar pada Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil analisis sidik ragam yang tidak berpengaruh nyata pada keempat tanaman tersebut menunjukkan bahwa keempat tanaman tidak memiliki nilai yang berbeda nyata, sehingga pemberian 5 g inokulum mikoriza sudah cukup untuk menghasilkan jumlah akar serai wangi yang setara dengan P. javanica dan S. bicolor. Rata-rata panjang akar pada Tabel 2 menunjukkan bahwa panjang akar pada tanaman S. bicolor memiliki nilai rata-rata sebesar 613.2 cm. Pada penelitian yang dilakukan Nurbaity et al. (2009) menunjukkan bahwa pemberian FMA terhadap tanaman S. bicolor mampu meningkatkan pertumbuhan akar, panjang akar dan memaksimalkan serapan hara, sehingga tanaman S. bicolor mampu tumbuh dengan baik pada media tanam yang miskin hara. Hal ini menunjukkan bahwa inokulasi FMA mampu bersimbiosis dengan baik pada akar tanaman S. bicolor, namun panjang akar pada setiap tanaman tidak berbeda nyata karena perlakuan yang tidak berpengaruh nyata. Menurut penelitian Erona (2016) menyatakan bahwa hadirnya FMA dalam sistem pertumbuhan tanaman berpengaruh terhadap morfologi akar. Morfologi akar tanaman penting untuk memaksimalkan pernyerapan hara, sebab sistem perakaran dengan ratio area permukaan dan volume yang tinggi akan lebih efisien menjelajah volume media tanam yang luas. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang tidak berpengaruh nyata pada setiap tanaman menunjukkan inokulum mikoriza mampu menginfeksi dan mempengaruhi morfologi pada setiap akar tanaman. Menurut Gunawan (1993) diacu dalam Fitriyati (2006) menyatakan bahwa keberhasilan produksi inokulum sangat bergantung pada tanaman inang yang digunakan. Tanaman inang merupakan inang yang cocok untuk spesies FMA yang akan diproduksi. Tanaman inang terpilih harus menghasilkan banyak akar. Asterina (2016) menambahkan bahwa akar bermikoriza dapat dijadikan sebagai inokulum mikoriza. Nilai rata-rata persentase akar dan panjang akar dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan tidak berpengaruh nyata (Tabel 2) dan ( Tabel 4). Hal ini menunjukkan akar tanaman serai wangi memiliki nilai persentase infeksi dan panjang akar setara dengan tanaman P. javanica dan S. bicolor, sehingga akar tanaman serai wangi dapat diinokulasi oleh 5 g inokulum mikoriza dan menghasilkan inokulum FMA yang setara dengan tanaman P. javanica dan S. bicolor.
14 Nisbah Pucuk Akar Nisbah pucuk akar merupakan hasil perhitungan yang membandingkan antara berat kering pucuk dengan berat kering akar tanaman. Pengaruh inokulasi terhadap nisbah pucuk akar dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5
Pengaruh perlakuan terhadap Nisbah Pucuk Akar tanaman serai wangi (Cymbpogon nardus L.), Pueraria javanica, dan Sorghum bicolor 6 bulan setelah tanam Perlakuan Rata-rata NPA Serai wangi tanpa sterilisasi 2.7 Serai wangi dengan sterilisasi 1.9 Pueraria javanica 2.1 Sorghum bicolor 2.6
Nisbah pucuk akar (NPA) merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan tanaman yang mencerminkan perbandingan antara kemampuan penyerapan air dan mineral dengan proses transpirasi dan luasan fotosintesis dari tanaman. Pertumbuhan tanaman yang baik dan normal ditunjukkan dengan nilai nisbah pucuk akar yang seimbang. Hal ini mengindikasikan bahwa bagian pucuk dan akar tanaman mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang seimbang (Budi et al. 2014). Frianto (2007) menambahkan bahwa nilai NPA yang baik berkisar antara 1 – 3 dan yang terbaik adalah yang mendekati nilai minimum. Rata-rata pada Tabel 5 menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata terhadap nisbah pucuk akar. Tanaman serai wangi tanpa sterilisasi memiliki nilai NPA sebesar 2.7, hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman serai wangi tanpa sterilisasi mengalami pertumbuhan yang tidak seimbang antara pucuk dan akar tanaman. Perkembangan pucuk tanaman serai wangi tanpa sterilisasi lebih tinggi dibandingkan dengan perkembangan perakarannya, hal ini terjadi karena proses transpirasi dan luasan fotosintesis pada tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan penyerapan air dan mineral. Menurut Budi et al (2014) nilai NPA yang tinggi disebabkan adanya pemberian inokulum mikoriza sehingga fotosintesisnya lebih banyak dialokasikan pada daerah pucuk dibandingkan dengan daerah akar. Rata-rata NPA pada tanaman serai wangi dengan sterilisasi memiliki ratarata sebesar 1.9, hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman serai wangi dengan sterilisasi memiliki pertumbuhan tanaman yang seimbang dan memiliki NPA yang terbaik karena mendekati nilai minimum. Tanaman serai wangi dengan sterilisasi memiliki kemampuan penyerapan air dan mineral dengan proses transpirasi dan luasan fotosintesis yang seimbang. Hal ini sesuai dengan panjang akar tanaman serai wangi dengan sterilisasi yang memiliki rata-rata panjang akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata panjang akar tanaman P. javanica dan jumlah akar serai wangi memiliki jumlah akar mendekati dengan jumlah akar tanaman P. javanica pada penelitian ini.
15 Berat Kering Akar, Pucuk dan Total Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan perlakuan sangat berpengaruh nyata terhadap berat kering akar, pucuk, dan total pada selang kepercayaan 95%, maka dilakukan uji Duncan. Hasil uji Duncan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil uji Duncan terhadap berat kering akar, pucuk dan total tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L), Pueraria javanica, dan Sorghum bicolor 6 bulan setelah tanam Rata-rata Rata-rata Rata-rata Perlakuan berat kering berat kering berat kering akar(g) pucuk (g) total (g) a a Serai wangi tanpa sterilisasi 1.8 4.9 6.7a Serai wangi dengan sterilisasi
1.9a
3.7b
5.6a
Pueraria javanica
0.1b
0.3c
0.4b
Sorghum bicolor
0.2b
0.6c
0.8b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.
Berat kering total merupakan suatu indikator untuk menentukan baik tidaknya suatu tanaman. Berat kering total terdiri dari berat kering akar dan berat kering pucuk. Berat kering total mencerminkan akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis tanaman dari senyawa anorganik (unsur hara, air dan karbohidrat), semakin tinggi berat kering tanaman berarti semakin baik pertumbuhan bibit (Putri dan Nurhasybi 2010). Berdasarkan hasil uji Duncan menunjukkan bahwa tanaman serai wangi tanpa sterilisasi dan serai wangi dengan sterilisasi memiliki rata-rata berat kering akar,pucuk, dan beraat kering total lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman P. javanica dan S. bicolor yaitu pada berat kering akar memiliki nilai rata-rata masing-masing 1.8 g dan 1.9 g, pada berat kering pucuk memiliki nilai rata-rata masing-masing sebesar 4.9 g dan 3.7 g, sedangkan pada berat kering total memiliki nila masing-masing sebesar 6.3 g dan 5.4 g. Rata-rata berat kering akar pada tanaman serai wangi menunjukkan bahwa pemberian 5 g inokulum mikoriza mampu meningkatkan perkembangan akar tanaman serai wangi. Menurut Rengganis et al. (2014) perkembangan akar disebabkan adanya FMA yang mempertinggi intersepsi akar dalam penyerapan unsur hara dan air. Rata-rata persen infeksi akar serai wangi dengan sterilisasi lebih tinggi dibandingkan dengan serai wangi tanpa sterilisasi (Tabel 2). Nusantara et al. (2012) menyatakan bahwa inokulum FMA dikatakan efektif jika dapat meningkatkan bobot kering tanaman. Namun, kondisi aktual penanaman dilakukan menggunakan media zeolit tanpa pemupukan menggunakan fosfor, sehingga berat kering total serai wangi dengan sterilisasi lebih rendah dibandingkan serai wangi tanpa sterilisasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asterina (2016) bahwa terdapat persaingan antara FMA dengan tanaman inang akibat penanaman pada media zeolit tanpa pemberian pupuk fosfor. Persaingan
16 yang terjadi antara FMA dengan serai wangi dengan sterilisasi mengakibatkan pertumbuhan serai wangi terhambat, sehingga berpengaruh terhadap berat kering pucuk dan berat kering total.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tanaman serai wangi memiliki persentase infeksi akar, jumlah spora, jumlah akar dan panjang akar yang sama dengan P. javanica dan S. bicolor sehingga tanaman serai wangi dapat dijadikan inang mikoriza. Saran Penelitian ini dapat diaplikasikan langsung dalam perbanyakan spora menggunakan inang serai wangi dan perlu diuji lanjut untuk jenis FMA lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Aldeman JM, Morton JB. 2006. In efectivity of vesicular arbuscular mychorrizal fungi influence host soil diluent combination on MPN estimates and percentage colonization. Soil Biolchen Journal. 8(1): 77-83. Asterina PN. 2016. Efektivitas penggunaan potongan akar bermikoriza sebagai inokulum mikoriza untuk tanaman sengon (Paraserienthes falcataria (L.) Nielsen). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Brundrett M, Neale B, Bernei D, Tim G, Nick M. 1996. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. Canberra (AU): Australian Centre for International Agricultural Research. Budi SW, Kemala IF, Turjaman M. 2014. Pemanfaatan fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan arang tempurung kelapa untuk meningkatkan pertumbuhan semai Gmelina arborea Roxb. Dan Ochroma bicolor Rowlee. di persemaian. J Silvikultur Trop 5 (1): 24-32 Damanik S. 2007. Analisis ekonomi usahatani serai wangi (Studi Kasus kecamatan Gunung Halu, kabupaten Bandung Selatan). Jurnal Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Bul Litrro Vol XVIII No 2: 203-221 Destifani YF. 2013. Cendawan mikoriza arbuskula pada sawo duren (Chrysophyllum cainito) di Kampus IPB Darmaga. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Erona SM. 2016. Pertumbuhan bibit vanili (Vanilla planifolia A.) terinokulasi fungi mikoriza arbuskula dan Trichoderma harziamun pada tanah ultisol. [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Fitriyati Y. 2006. Pengujian Lapang Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Brachiaria humidicola (Rendle) Scweick. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
17 Frianto. 2007. Aplikasi arang kompos pada media sapih dan pengaruhnya terhadap Hopea odorata di persemaian. Jurnal penelitian hasil hutan dan konservasi alam 7(3): 281-282 Hidayat C. 2013. Studi biodiversitas fungi mikoriza arbuskula pada tumbuhan bawah ditegakan sengon (Falcataria moluccana Miq.) Barbeny & Grimes) studi kasus areal Kampus IPB Dramaga Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kardinan A. 2003. Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Jakarta (ID): PT Agromedia Pustaka. Kardinan A. 2005. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri Komoditas Wangi Penuh Potensi. Jakarta (ID) : PT Agromedia Pustaka. Mansur I. Komunikasi Pribadi.2016 Mattjik AA, Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jiid I. Bogor (ID): IPB Press. Mosse B. 2001. Vesicular-arbuscular mycorrhizal research for tropical. Journal Agriculture. Res. Bull. 82p. Nurbaity A, Herdiyantoro D, Mulyani O. 2009. Pemanfaatan bahan organik sebagai bahan pembawa inokulan fungi mikoriza arbuskula. Jurnal Biologi XIII (I): 17-11 Nusantara AD, Bertham YH, Mansur I. 2012. Bekerja dengan Fungi Mikoriza Arbuskula. Bogor (ID): SEAMEO BIOTROP. Patriyasari. 2006. Efektivitas cendawan mikoriza arbuskula (CMA) terhadap pertumbuhan dan produktivitas Cynodon dactylon (L.) Pers yang diberi level salinitas berbeda. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Putri KP, Nurhasybi. 2010. Pengaruh jenis media organik terhadap kualitas bibit takir (Duabanga moluccana). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 7(3):141-146. Rajapakse S, Miller JC. 1992. Methods for Studying vesicular-arbuscular mycorrizal root colonization and related root physical properties. Di dalam: Norris JR, Read DJ, dan Varma AK, editor. Methods in Microbiology Volume 24 Techniques for The Studies Mycorrhiza. Sandiego (US): Academic Press. Hlm 307-316 Rengganis RD, Hasanah Y, Rahmawati N. 2014. Peran fungi mikoriza arbuskula dan pupuk rock fosfat terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 2 No. 3 : 1087 - 1093 Rowell DL. 1995. Soil Science Methods and Applications. Longman Scientific and Technical, Essex, UK. Rungkat JA. 2009. Peranan MVA dalam menigkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. FORMAS 4: 270-276. Sandra E. 2013. Cara Mudah Memahami dan Menguasai Kultur Jaringan Skala Rumah Tangga. Bogor (ID): IPB Press. Setiadi Y, Mansur I, Budi SW, Achmad. 1992. Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Tanah Hutan. Bogor (ID): Pusat antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Simanungkalit RDM. 2006. Cendawan mikoriza arbuskuler. Di dalam: Simanungkalit RDM, Suriadikarta DA, Saraswati R, Setyorini D, Hartatik W, editor. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati: Organic Fertilizer and Biofertilizer. Bogor (ID): Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm 159-169.
18 Smith, S.E. and Read, D.J. 1997. Mycorhizal Symmbiiosis, 2nd ed. Academic Press, San Diego, CA, USA. Yunisari E. 2015. Pengaruh inokulasi fungi mikoriza arbuskula dari lokasi berbeda terhadap pertumbuhan bibit jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) hasil kultur jaringan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
19 Lampiran 1 Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Parameter Pertumbuhan Setiap Tanaman Analisis Sidik Ragam Jumlah Akar Source Model Error Corrected Total
DF
Sum of Squares
3 16 19
202.5000000 615.2000000 817.7000000
R-Square 0.247646
Coeff Var 35.84281
Mean Square 67.5000000 38.4500000
Root MSE 6.200806
F Value
Pr>F
1.76
0.1961
Mean 17.30000
Analisis Sidik Ragam Berat Kering Total Source
DF
Sum of Squares
Model Error Corrected Total
3 16 19
133.3988662 16.2578276 149.6566937
R-Square 0.891366
Coeff Var 31.86909
Mean Square 33.3497165 1.0838552
Root MSE 1.041064
Analisis Sidik Ragam Berat Kering Pucuk Mean Source DF Sum of Squares Square Model 3 78.73892100 26.24630700 Error 16 11.33708120 0.70856757 Corrected Total 19 90.07600220 R-Square 0.874139
Coeff Var 34.53110
Root MSE 0.841765
F Value
Pr>F
30.77
<0.0001
Mean 3.266750
F Value
Pr>F
37.04
<0.0001
Mean 2.437700
Analisis Sidik Ragam Berat Kering Akar Source
DF
Sum of Squares
Model Error Corrected Total
3 16 19
0.58820740 10.05339640 10.64160380
R-Square 0.055274
Coeff Var 95.63003
Mean Square 0.19606913 0.62833728
Root MSE 0.792677
F Value
Pr>F
31.07
<0.0001
Mean 0.828900
20 Analisis Sidik Ragam Panjang Akar Source Model Error Corrected Total
DF
Sum of Squares
3 16 19
95471.73 1660683.526 1756155.259
R-Square 0.054364
Coeff Var 63.88170
Mean F Value Square 31823.911 0.31 103792.720
Root MSE 322.1688
Analisis Sidik Ragam Nisbah Pucuk Akar Mean Source DF Sum of Squares Square Model 3 2225.06377 741.68792 Error 16 10278.84344 642.49021 Corrected Total 19 12504.90721 R-Square 0.177935
Coeff Var 303.3981
Root MSE 25.34739
Pr>F 0.8202
Mean 504.3209
F Value
Pr>F
1.15
0.3577
Mean 8.354500
Analisis Sidik Ragam Jumlah Spora Source Model Error Corrected Total
DF
Sum of Squares
3 16 19
102937.3000 731728.5000 834665.8000
R-Square 0.123328
Coeff Var 96.72222
Mean Square 34312.4333 45733.0313
Root MSE 213.8528
F Value
Pr>F
0.75
0.5380
Mean 221.1000
Analisis Sidik Ragam Kolonisasi Akar Source
DF
Sum of Squares
Model Error Corrected Total
3 16
1551.705.223 3344.577.298
19
4896.282521
R-Square 0.316915
Coeff Var 32.44971
Mean Square 517.235074 209.036081
Root MSE 14.45808
F Value
Pr>F
2.47
0.0988
Mean 44.55535
21
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 26 Desember 1993 sebagai putri kedua dari tiga bersaudara pasangan Herman Sunarya dan Sri Windiartiningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 2 Subang pada tahun 2012 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN) dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa di IPB penulis aktif di berbagai kepanitiaan dan organisasi. Penulis pernah menjadi panitiaan dalam acara pertandingan tingkat nasional yaitu IPB Karate Cup tahun 2014 sebagai divisi Publikasi Dokumentasi dan Dekorasi. Penulis juga pernah mendapatkan juara 2 Aerobik tingkat Departemen. Pada tahun 2014-2015 penulis aktif sebagai sekretaris di bagian Divisi Seedling Group di bawah Himpunan Tree Gower Community dan pada tahun tersebut juga penulis menjadi sekretaris dalam kepanitian TGC In Action. Penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang Barat – Telaga Bodas (2014), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi (2015) serta Praktek Kerja Profesi (PKP) di PT Berau Coal, Kalimantan Timur. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pemanfaatan Serai Wangi (Cymbopogon nardus L) sebagai Inang Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)” di bawah bimbingan Dr Ir Irdika Mansur, MForSc.
