POTENSI HIJAUAN PAKAN PADA NAUNGAN KARET (Havea brasiliensis) DAN SENGON (Albizia falcataria) DI KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR
HENDRAS DESI IRAWAN
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Hijauan Pakan pada Naungan Karet (Havea brasiliensis) dan Sengon (Albizia falcataria) di Kampus IPB Dramaga Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Hendras Desi Irawan NIM D24100075
ABSTRAK HENDRAS DESI IRAWAN. Potensi Hijauan Pakan pada Naungan Karet (Havea brasiliensis) dan Sengon (Albizia falcataria) di Kapus IPB Dramaga Bogor. Dibimbing oleh M AGUS SETIANA dan IWAN PRIHANTORO. Komponen utama dalam pengembangan ternak ruminansia adalah ketersediaan lahan, ternak dan pakan. Alternatif lokasi dibutuhkan sebagai penyedia hijauan pakan. Penelitian dilakukan di IPB menggunakan analisis komposisi botani, kapasitas tampung, dan vegetasi. Tempat yang dipilih adalah kebun karet (Havea brasiliensis) dan kebun Sengon (Albizia falcataria). Hasil analisis kapasitas tampung kebun karet (Havea brasiliensis) 0.99 ST dan sengon (Albizia falcataria) 1.32 ST. Komposisi botani kebun karet (Havea brasiliensis) terdiri dari Panicum brevifolium 11%, Centotheca longilamina 12,68%, Ottochloa nodosa 38.32% dan komposisi botani kebun sengon (Albizia falcataria) terdiri dari Ottolcloa nodosa 26,86%, Axonopus affinis 39.11%, Oplismenus compositus 0,36%. Vegetasi kebun karet (Havea brasiliensis) didominasi oleh Ottochloa nodosa dan Centotheca longilamina sedangkan kebun sengon (Albizia falcataria) didominasi oleh Axonopus affinis dan Ottochloa nodosa. Pencahayaan pada kebun sengon lebih tinggi dari pada kebun karet dengan rataan pada kebun sengon sebesar 12018.67 Lumen dan kebun karet sebesar 4326 Lumen. Kata kunci : Albizia falcataria, cahaya, Havea brasiliensis, kapasitas tampung
ABSTRACT HENDRAS DESI IRAWAN. Forage Potential in The Shade of Rubber (Havea brasiliensis) and Sengon (Albizia falcataria) on IPB Campus Dramaga Bogor. Supervised by M AGUS SETIANA and IWAN PRIHANTORO. The main component in the ruminant livestock development is availability of land, cattle and feed. This time land for agriculture is very limited due to over the function becomes non farm land making it difficult to get forage. Research conducted on IPB using botanical composition analysis, carriying capacities, and vegetation analysis. The place chosen is under the shade of the rubber plantation and Albizzia plantation. The result of analysis rubber plant carriying capacity 0.99 AU and Albizzia 1.32 AU. Botanical composition rubber plantation consist of Panicum brevifolium 11%, Centotheca longilamina 12.68%, Ottochloa nodosa 38.32%, and botanical composition of Albizia consist of Ottolcloa nodosa 26.86%, Axonopus affinis 39.11%,Oplismenus compositus 0.36%. Rubber plantation vegetation dominated by Centotheca longilamina and Ottochloa nodosa meanwhile Albizzia plantation dominated by Ottochloa nodosa and Axonopus affinis.Illumination of Albizzia plantation more than Havea plantation with average in Albizzia 12018.67 Lumen and Havea plantation 4326 Lumen. Keywords: Albizia falcataria, Havea brasiliensis, carriying capacities, illumination.
POTENSI HIJAUAN PAKAN PADA NAUNGAN KARET (Havea brasiliensis) DAN SENGON (Albizia falcataria) DI KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR
HENDRAS DESI IRAWAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Potensi Hijauan pada Naungan Karet (Havea brasiliensis) dan Sengon (Albizia falcataria) di Kampus IPB Dramaga Bogor Nama : Hendras Desi Irawan NIM : D24100075
Disetujui oleh
Ir M Agus Setiana MS Pembimbing I
Dr Iwan Prihantoro SPt MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS MSi Ketua Departemen
Tanggal Lulus: (
)
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Taβala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2013 - Agustus 2013 dengan judul Potensi Hijauan Pakan pada Naungan Karet (Havea brasiliensis) dan Sengon (Albizia falcataria) di Kampus IPB Dramaga Bogor. Hijauan pakan potensial dipilih dalam penelitian karena hijauan merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia dalam mendukung produktivitas dan kelangsungan hidup ternak. Setiap lahan mempunyai kemampuan berbeda-beda dalam produksi hijauan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh peternak sebagai lahan potensial penghasil hijauan. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Hendras Desi Irawan
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Penelitian Metode Identifikasi Rumput Lapang Kapasitas Tampung Komposisi Botani Pengukuran pH Tanah Analisis Proksimat Pengukuran Cahaya Pengukuran Ketebalan Top Soil Analisis Vegetasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Tempat Penelitian Lokasi Kondisi Topografi Iklim dan Cuaca Pemanfaatan Lahan Kondisi Pencahayaan Komposisi Botani di Bawah Naungan Keragaman Vegetasi Potensi Lahan dan Hijauan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP UCAPAN TERIMA KASIH
x x x 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 5 5 5 5 5 5 5 7 7 9 12 12 12 12 17 17
DAFTAR TABEL 1 Tetapan koefisien komposisi botani hijauan pakan 2 Perhitungan analisis vegetasi 3 Kondisi pencahayaan di naungan tempat observasi 4 Komposisi botani lahan karet dan sengon 5 Indeks dominasi vegetasi lapang karet dan sengon 6 Analisis keragaman hijauan 7 Potensi lahan di bawah naungan 8 Kondisi pH tanah 9 Komposisi nutrien hijauan
3 4 6 7 8 8 9 10 11
DAFTAR GAMBAR 1 Desain petak pengamatan 2 Regresi produksi hijauan dengan cahaya dan ketebalan top soil
4 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 Daftar jenis rumput hasil analisis vegetasi 2 Dokumentasi kondisi tempat penelitian 3 Uji T cahaya di bawah naungan karet dan sengon 4 Uji T produksi hijauan di bawah naungan karet dan sengon 5 Uji T ketebalan top soil di bawah naungan karet dan sengon
14 15 16 16 16
PENDAHULUAN Indonesia berada pada zona iklim tropis yang terletak antara 60 LU sampai 60 LS dengan curah hujan yang cukup tinggi antara 2000 sampai 3000 mm/tahun (LAPAN 2013). Indonesia memiliki sumber daya alam yang tinggi dan potensial untuk pengembangan subsektor peternakan sebagai sumber pertumbuhan baru perekonomian Indonesia. Salah satu sumber daya yang sangat potensial adalah tingginya keragaman jenis tanaman sebagai sumber hijauan pakan. Iklim di Indonesia juga mendukung untuk pertumbuhan tanaman pakan khususnya ternak ruminansia. Komponen utama dalam pengembangan usaha ternak ruminansia meliputi tiga hal yaitu ketersedian lahan, ternak dan pakan. Pakan merupakan komponen utama bagi ternak yang digunakan untuk hidup pokok dan berproduksi. Hijauan merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia dengan peranan utama sebagai sumber energi. Hingga saat ini, kepedulian peternak kecil dalam penyediaan hijauan masih belum optimal. Umumnya peternak mengandalkan hijauan dari padang rumput alam dengan kualitas dan kuantitas yang relatif rendah. Kondisi ini semakin diperparah dengan tingginya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian dan semakin terbatasnya areal khusus padang penggembalaan sebagai sumber hijauan bagi ternak. Saat ini tingkat alih fungsi lahan di Indonesia mencapai 80 ribu hektar per tahun atau setara 220 hektar per hari (BPS dan Ditjen PSP Kementrian Pertanian RI 2013). Kondisi ini menuntut pola penyediaan hijauan yang terintegrasi. Salah satu areal potensial sebagai penyedia hijauan adalah perkebunan. Luas perkebunan di Indonesia tahun 2013 tercatat 6.573 juta hektar dengan mayoritas tanaman pohon (Badan Pusat Statistik 2013). Hingga saat ini kajian tentang keragaman jenis dan produktivitas hijauan di perkebunan masih sangat terbatas khususnya di bawah naungan sengon (Albizia falcataria) dan karet (Havea brasiliensis). Namun di setiap naungan pohon memiliki berbagai jenis rumput sehingga perlu diadakan identifikasi lebih lanjut agar bisa menganalisis seberapa besar proporsi rumput yang dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak dan seberapa besar potensinya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perbedaan kondisi lahan karet (Havea brasiliensis) dan sengon (Albizia falcataria) terhadap keragaman hijauan, penyebaran hijauan, serta produktivitas hijauan sebagai sarana pendukung pengembangan ternak ruminansia.
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada naungan karet (Havea brasiliensis) dan sengon (Albizia falcataria) di kawasan kampus IPB Dramaga Bogor Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2013.
2 Materi Penelitian Materi penelitian adalah rumput lokal yang tumbuh pada naungan pohon dan alat-alat yang digunakan berupa kuadran berukuran 0.5m x 0.5m, pisau, gunting, kantong, alat tulis, timbangan, tali, alkohol 70%, kertas, GPS, Lux meter, kamera dan label. Metode Metode yang digunakan dalam penelitian adalah observasi langsung di lapang terhadap rumput yang tumbuh pada naungan pohon di hutan lingkar kampus IPB Dramaga Bogor Jawa Barat. Penelitian difokuskan pada pengamatan keragaman proporsi dan potensi rumput yang tumbuh pada naungan di tiap pohon yang berbeda, yang dapat dimanfaatkan sebagai hijauan makanan ternak. Identifikasi Rumput Lapang Identifikasi rumput lapang diawali dengan pembuatan herbarium hijauan pakan yang tumbuh pada naungan menggunakan metode Stone (1983) yaitu eksplorasi koleksi tumbuhan dengan bunga dan buah diproses untuk spesimen herbarium. Pembuatan herbarium basah yaitu dengan cara mengambil 1 spesies tiap jenis hijauan lalu semprotkan alkohol 70% pada seluruh bagian tanaman, kemudian ditempatkan pada kertas koran yang ditutup secara rapat dan dipadatkan dengan menggunakan triplek, lalu diikat dengan tali. Seluruh data lapangan dalam spesimen koleksi dicatat dengan nama ilmiah tanaman. Kapasitas Tampung Pengambilan cuplikan dilakukan secara acak pada masing-masing tanaman utama dengan lima ulangan. Hijauan pakan yang tumbuh di bawah naungan selanjutnya dipotong lima cm di atas tanah dan ditimbang untuk mendapatkan berat segar. Selanjutnya dikering udara selama satu hari dan di oven pada 60 oC hingga diperoleh bobot yang stabil sebagai bobot kering hijauan. Selanjutnya dilakukan analisis kapasitas tampung menggunakan rumus : CC=
BK x 10000 x p 6.29 x 365
Keterangan : CC= Kapasitas tampung BK= Berat kering meter-1 P = Jumlah panen tahun-1 (empat kali panen) 10000 = Konstanta luas hektar-1 6.29 = Konstanta kebutuhan satuan ternak1 hari-1 Komposisi Botani Analisis komposisi botani dilakukan dengan metode βDry Weight Rankβ menurut Mannetje dan Haydock (1963). Secara acak ditetapkan 25 titik pengamatan dari kawasan karet dan sengon menggunakan kuadran 0.5m x 0.5m. Selanjutnya dilakukan pencatatan masing-masing spesies dan estimasi peringkat spesies
3 berdasarkan bahan kering. Metode ini digunakan untuk menaksir komposisi botani padang rumput tanpa melakukan pemotogan dan pemisahan spesies hijauan. Dalam analisis ini digunakan bingkai kuadran terbuat dari kawat berukuran 0.5m x 0.5m. Kuadran ditempatkan secara acak dilakukan sebanyak 25 kali, kemudian dicatat semua spesies yang ada dan dilakukan estimasi perhitungan persentase (dalam angka) spesies yang menduduki peringkat pertama, kedua, dan ketiga dalam hal bahan kering. Pemilihan lokasi sampling dilakukan berdasarkan banyaknya pohon yang tumbuh sebagai naungan untuk tempat rumput. Tabel 1 Tetapan koefisien komposisi botani hijauan pakan Ranking 1 2 3
Tetapan Koefisien 8.04 2.41 1
Pengukuran pH tanah Pengukuran pH tanah dilakukan untuk mengukur tingkat keasaman tanah menggunakan pelarut aquades dan KCl 0.1 M dengan perbandingan tanah : pelarut sebesar 1:2 ( Tan 1993). Analisis proksimat Analisa proksimat hijauan dilakukan di laboratorium ilmu dan teknologi pakan fakultas peternakan IPB. Sampel hijauan diambil dari empat cuplikan pada tiap lahan kemudian dikompositkan dan selanjutnya dianalisis, meliputi bahan kering, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, lemak kasar, BETN. Pengukuran cahaya Mengunakan metode pengukuran langsung masing-masing tiga tempat pada tiap lahan dan waktu pengukuran dipilih pukul 09.00, 11.00, 13.00. Alat yang digunakan adalah lux meter dengan satuan cahaya lux/ lumen. Pengukuran ketebalan top soil Pengukuran dilakukan dengan membuat galian tanah hingga muncul perbedaan warna tanah dan kemudian diukur menggunakan meteran mulai dari permukaan tanah hingga batas perubahan warna tanah pada galian tersebut. Analisis Vegetasi Teknik pengambilan data dilakukan berdasarkan metode Kusmana (1997) yakni metode analisis vegetasi tumbuhan bawah dengan dibuatnya petak pengamatan berukuran 20 m x 20 m, dibuat 5 plot berukuran 2 x 2 m2 di dalam petak pengamatan. Desain petak pengamatan dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Gambar 1 Desain petak pengamatan Gambaran komposisi jenis tumbuhan sebagai hijauan pakan ternak dilakukan perhitungan terhadap parameter yang meliputi indeks nilai penting, indeks dominansi, indeks keanekaragaman jenis dan indeks kesamaan komunitas. Nilai INP dihitung pada tingkat tumbuhan bawah dengan rumus INP= KR + FR. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1998). Tabel 2 Perhitungan analisis vegetasi Perhitungan K KR F FR
Rumus Jumlah individu suatu jenis K= ind ha-1 Luas petak contoh (ha) Kerapatan suatu jenis KR = x 100% Total kerapatan seluruh jenis Jumlah plot ditemukan suatu jenis F= Total seluruh plot Frekuensi suatu jenis FR = x 100% Total frekuensi seluruh jenis
ID
ππ ID=βππ=1 ( π )Β²
Hβ
Hβ= - βππ=1[ π ln π ]
IS
IS = π+π π₯ 100%
R1
R1= (ln(π))
E
E= ln (π)
ππ
2π
(πβ1)
π»β²
ππ
Keterangan INP : Indeks Nilai Penting K : Kerapatan KR : Kerapatan Relatif F : Frekuensi FR : Frekuensi Relatif
ID ni N Hβ Ni N IS W
: Indeks dominasi : INP jenis i : total INP : Indeks keragaman jenis : INP jenis i : Total INP : Indeks kesamaan komunitas : Jumlah jenis yang sama antara komunitas a dan b a : Jumlah jenis yang terdapat pada komunitas a b : Jumlah jenis yang terdapat pada komunitas b R1 : Indeks kekayaan S : Jumlah jenis N : Total INP E : Indeks kemerataan jenis S : Jumlah jenis Hβ : Indeks keragaman jenis
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Tempat Penelitian Lokasi Kampus IPB Darmaga terletak Β± 9 km arah barat pusat kota Bogor atau Β± 49 km sebelah selatan kota Jakarta. Luas keseluruhan areal 256.97 ha yang secara geografis terletak antara 6o 30β dan 6o 45β Lintang Selatan dan 106o 30β - 106o 45β Bujur Timur dengan ketinggian 145 sampai 195 m dpl (Mulyani 1985). Secara administratif Kampus IPB Darmaga termasuk kedalam wilayah Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Kondisi Topografi Topografi kampus IPB Darmaga sangat beragam dari mulai datar sampai bergelombang dengan gedung-gedung yang dikelilingi oleh 12 kawasan hutan. Keadaan topografi Kampus IPB Darmaga adalah 41% dari luas kawasan memiliki kemiringan 0% sampai 5%, 37% areal memiliki kelerengan 5% sampai 15%, 17% areal memiliki kelerengan 15% sampai 25% dan 5% memiliki kelerengan lebih besar dari 25%. Jenis tanah di Kampus IPB Darmaga termasuk jenis Latosol. Ketinggian lokasi penelitian berkisar antara 145 sampai 200 m dpl. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, Kampus IPB Darmaga termasuk daerah bertipe hujan A (Mulyani 1985) dengan bulan basah lebih dari 9 bulan. Iklim dan Cuaca Curah hujan rata-rata tahunan wilayah Darmaga pada tahun 2004-2005 mencapai 4524.15 mm, dengan temperatur udara rata-rata tahunan 25.8 oC, suhu maksimum 32.0 Β°C dan minimum 22.7 Β°C. Sedangkan kelembaban nisbi 84.25%, kecepatan angin 2.1 km/jam dan laju penguapan 4.1% (Stasiun Klimatologi Dramaga 2006). Pemanfaatan Lahan Pola penggunaan lahan di Kampus IPB Darmaga terbagi kedalam 11 kelompok yaitu Komplek Akademik, Pusat Administrasi, Plaza Taman Rektorat, Arboretum, Kompleks Graha Widya Wisuda, Kandang Ternak, Komplek Olahraga, Komplek Mesjid Al Hurriyyah, Asrama Mahasiswa, Kebun Percobaan dan Ruang Terbuka Hijau. Vegetasi di lingkungan Kampus IPB Darmaga berupa vegetasi semak berumput, tegakan karet, hutan pinus, hutan campuran, hutan percobaan, arboretum dan tanaman pekarangan perumahan dosen dan taman. Pada mulanya seluruh wilayah Kampus IPB Darmaga didominasi oleh tegakan karet (Hevea brasilliensis) namun saat ini hanya tinggal beberapa bagian saja yang tersisa. Selain itu terdapat juga hutan campuran yang terletak di sebelah utara Mesjid Al Hurriyyah yang merupakan miniatur dari hutan tropika dataran rendah karena memiliki struktur tajuk berbeda. Kondisi Pencahayaan Potensi vegetasi tanaman pada suatu lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kondisi pencahayaan, top soil, dan jumlah spesies yang tumbuh.
6 Cahaya termasuk faktor lingkungan yang penting dan mendasar dalam produktivitas tanaman. Secara fisiologis cahaya mempunyai pengaruh fotomorfogenesis pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Fitter dan Hay 1992). Rumput adalah tanaman C4, yaitu tanaman yang membutuhkan cahaya penuh untuk berproduksi. Tumbuhan C4 adalah tumbuhan tropis yang melibatkan dua enzim di dalam pengolahan CO2 menjadi glukosa yaitu Enzim phosphophenol pyruvat carboxilase (PEPco) dan Rubisco yang akan mengikat CO2 dari udara dan kemudian akan menjadi oksaloasetat yang akan diubah menjadi malat (Salisbury dan Ross 1995). Tanaman C4 adalah tanaman yang menghasilkan asam 4 karbon sebagai produk utama penambahan CO2. Tumbuhan C4 memfiksasi karbon dengan membentuk senyawa berkarbon empat sebagai produknya. Tergolong tumbuhan C4 yang penting dalam pertanian adalah tebu, jagung, dan famili rumput. Dalam tumbuhan C4 terdapat dua jenis sel fotosintetik : sel seludang-berkas pembuluh dan sel mesofil. Sel seludang berkas pembuluh tersusun menjadi kemasan yang padat di sekitar berkas pembuluh. Di antara seludang-berkas pembuluh dan epidermis daun terdapat sel mesofil (Salisbury dan Ross 1995). Pada umumnya tanaman C4 mampu meningkatkan fotosintesis pada tingkat cahaya matahari penuh sedangkan tanaman C3 mencapai kejenuhan sebelum mencapai matahari penuh (Gardner dkk 1985). Tabel 3 Kondisi pencahayaan di naungan tempat observasi Naungan Waktu Pengamatan Karet Sengon ----------------------------Lumen -------------------------08.30 - 09.00 3720.00Β±1600.06b 6650.00Β±610.41a 11.30 - 12.00 3774.00Β±1823.78b 11690.00Β±1844.36a 13.30 - 14.00 5484.00Β±1159.62b 17716.00Β±2964.84a Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0.05).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pencahayaan di bawah naungan sengon nyata (p<0.05) lebih tinggi. Perbedaan intensitas cahaya dikarenakan karet dan sengon memiliki kanopi yang berbeda sehingga berpengaruh pada jumlah cahaya yang sampai ke tanah. Cahaya merupakan faktor lingkungan yang mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Perkembangan struktur tanaman akibat cahaya yang tidak berhubungan dengan fotosintesis dinamakan fotomorfogenesis (Salisbury dan Ross 1995). Perbedaan status pencahayaan memungkinkan individu tanaman memberikan respon morfologi yang relatif berbeda. Perbedaan status pencahayaan akan berkorelasi pada aktivitas hormon pertumbuhan dikarenakan salah satu hormon pertumbuhan dipengaruhi oleh cahaya yaitu hormon auksin. Pencahayaan terbatas akan memungkinkan aktivasi hormon auksin yang terdeferensiasi pada bentuk batang. Menurut Dwijoseputro (1986) hormon auksin bekerja pada intensitas cahaya yang rendah dan berperan dalam pembesaran sel yang berada pada batang dan daun. Tumbuhan memerlukan intensitas cahaya tertentu yang berbeda dari satu spesies dengan spesies tumbuhan yang lainnya untuk tumbuh optimum (Heddy 1986). Secara umum bentuk rumput pada lahan karet cenderung memiliki batang yang lebih panjang sedangkan pada kebun sengon rumput cenderung pendek dan memiliki banyak daun serta berwarna terang.
7 Komposisi Botani di Bawah Naungan Komposisi botani adalah kumpulan berbagai macam tanaman di suatu lahan atau tempat yang di dalamnya bisa terjadi suatu interaksi atau tidak sama sekali antara satu dengan lainnya sehingga membentuk suatu keragaman jenis. Komposisi botani suatu padang penggembalaan tidak selalu konstan karena dipengaruhi musim, kondisi lahan, dan pemanfaatan oleh ternak maupun melalui pemotongan oleh manusia. Komposisi botani kebun karet dan kebun sengon disajikan pada Tabel 4 memiliki dominasi rumput yang berbeda. Kebun karet di dominasi rumput Ottochloa nodosa sebesar 38.32%, Centotheca longilamina 12.68%, Centotheca lappacea 12.61% sedangkan pada kebun sengon didominasi rumput Axonopus affinis 39.11%, Ottochloa nodosa 26.86%, Oplismenus burmanii 18.79%. Terdapat dua jenis rumput yang tumbuh pada kedua tempat tersebut namun memiliki presentase dan peringkat yang berbeda, yaitu Ottochloa nodosa dan Centotheca longilamina. Tingginya dominasi Ottochloa nodosa pada kedua lokasi menunjukkan bahwa Ottochloa nodosa merupakan spesies rumput yang memiliki toleransi tinggi terhadap naungan (Hassan 2012). Ottochloa nodosa memiliki batang lunak dengan panjang berkisar antara 20 cm β 200 cm, bunga malai majemuk, serta memiliki daun berbentuk runcing dengan panjang 1.5 cm - 20 cm dan lebar 2 mm - 20 mm. Dilihat dari dominasi dan persentase kedua rumput tersebut menandakan bahwa kedua rumput tersebut memiliki kemampuan adaptasi yang baik pada lingkungan yang berbeda. Tabel 4 Komposisi botani lahan karet dan sengon Indeks Dominasi Naungan Botani (%) 1 Ottochloa nodosa (Kunth) 38.32 3 Ocimum sanctum 21.86 1 Centotheca longilamina 12.68 Karet 1 Centotheca lappacea (L.) Desv 12.61 1 Panicum brevifolium L. 11.24 1 Cyperaceae 3.29 1 Axonopus affinis 39.11 Ottochloa nodosa (Kunth) 1 26.86 1 Oplismenus burmanii 18.79 3 Sengon Ocimum sanctum 11.57 1 Oplismenus compositus 0.36 1 Centotheca longilamina 3.31 1
Rerumputan, 2Kacangan, 3Rumbah (Setiana 2014)
Keragaman Vegetasi Kebun karet memiliki 13 spesies dan kebun sengon memiliki 17 spesies. Dari total spesies yang ditemukan terdapat tujuh spesies mendominasi di kebun karet dan 8 spesies di kebun sengon.
8 Hasil analisis vegetasi pada kedua tempat yang berbeda dan di dapatkan beberapa jenis vegetasi yang mendominasi kedua tempat tersebut. Dalam analisis terdapat nilai INP, KR, dan FR yang ketiganya berguna untuk melihat dominasi per tanaman yang tumbuh pada kedua lahan tersebut. Bedasarkan hasil analisis indeks dominasi yang disajikan pada Tabel 5 spesies yang mendominasi kebun karet adalah Ottochloa nodosa, Centotheca longilamina, Centotheca lappacea, Ocimum sanctum, Axonopus affinis, Digitaria Sp., Panicum brevifolium dengan nilai rataan indeks nilai penting (INP) berturut-turut 72.38, 36.67, 23.33, 21.90, 19.52, 14.76, 11.43 dan pada kebun sengon adalah Axonopus affinis, Ottochloa nodosa, Ocimum sanctum, Oplismenus burmanii, Panicum brevifolium, Arachis hypogea, Centotheca longilamina, Monochoria hastate dengan nilai INP berturut-turut 43.99, 36.62, 28.18, 26.49, 21.49, 19.46, 16.76, 7.03. Hal ini menunjukkan bahwa spesies yang mendominasi di kebun karet maupun kebun sengon adalah Ottochloa nodosa dan Axonopus affinis. Menurut Soerianegara dan Indrawan (2008) nilai INP merupakan salah satu indikator karakterisitik pada tumbuhan. Nilai INP yang tinggi mengindikasikan bahwa tumbuhan tersebut mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan lain dalam suatu tempat. Tabel 5 Indeks Dominasi Vegetasi Lahan Karet dan Sengon Naungan Vegetasi Jumlah KR FR 1 Ottochloa nodosa (Kunth) 656 39.05 33.33 Centotheca longilamina1 280 16.67 20.00 1 Centotheca lappacea (L.) Desv 168 10.00 13.33 Karet Ocimum sanctum3 144 8.57 13.33 1 Axonopus affinis 216 12.86 6.67 Digitaria Sp. 1 136 8.10 6.67 1 Panicum brevifolium L. 80 4.76 6.67 Axonopus affinis1 568 23.99 20 1 Ottochloa nodosa (Kunth) 512 21.62 15 Ocimum sanctum1 312 13.18 15 1 Sengon Panicum brevifolium L. 272 11.49 10 Arachis hypogea2 224 9.46 10 1 Centotheca longilamina 260 6.76 10 Monochoria hastate3 48 2.03 5
INP 72.38 36.67 23.33 21.90 19.52 14.76 11.43 43.99 36.62 28.18 21.49 19.46 16.76 7.03
1
Rerumputan, 2Kacangan, 3Rumbah (Setiana 2014)
Naungan Karet Sengon
Hβ 1.58 1.97
Tabel 6 Analisis keragaman hijauan R1 E ID 0.82 0.81 0.25 0.90 0.95 0.15
IS 53.33
Hβ= indeks keragaman jenis, R1= indeks kekayaan jenis, E= indeks kemerataan jenis, ID= indeks dominasi, IS= indeks kesamaan komunitas
Indeks keragaman jenis (Hβ) hijauan dari ketiga tempat tergolong rendah. Nilai keragaman Hβ< 2.0 temasuk golongan rendah, 2.00 < Hβ< 3.00 sedang, Hβ > 3.00 tinggi ( Magurran 1988 ). Nilai Hβ menggambarkan jumlah komposisi jenis dalam suatu komunitas yang memiliki kemiripan. Indeks kekayaan jenis (Rβ) pada
9 kedua tempat tergolong rendah karena Rβ< 3.5 (Magurran 1988), ditentukan dari jumlah jenis yang tumbuh. Rendahnya nilai Rβ menunjukkan bahwa ada keterbatasan jenis hijauan yang tumbuh, hal ini dikarenakan tidak semua hijauan tahan terhadap naungan dan membutuhkan cahaya yang berbeda untuk pertumbuhannya. Indeks kemerataan jenis (E) menunjukkan pola penyebaran vegetasi dalam suatu areal yang berkorelasi negatif dengan indeks dominasi (ID). Nilai E< 0.3 menunjukkan kemerataan jenis rendah, 0.3<E<0.6 kemerataan jenis sedang, E> 0.6 kemerataan tinggi ( Magurran 1988). Kemerataan jenis pada kedua lahan tergolong tinggi karena E> 0.6. Kemerataan jenis yang tinggi menunjukkan tidak adanya dominasi suatu spesies pada suatu ekosistem. Nilai E mendekati satu menunjukkan spesies yang tumbuh semakin merata pada suatu ekosistem dan sebaliknya jika mendekati nol maka spesies yang tumbuh tidak merata (Krebs 1978). Indeks kemiripan komunitas (IS) antara kebun karet dan sengon tergolong rendah yakni 53.3%. dikatakan mirip apabila nilai IS > 75% (Setiadi dkk 1989). Nilai kemiripan dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi terhadap lingkungan tempat tumbuh yang berbeda (Larashati 2004). Potensi Lahan dan Kualitas Hijauan Potensi suatu lahan terhadap hijauan pakan akan menentukan besaran ketersediaan hijauan sebagai pakan ternak. Potensi lahan dan produktivitas hijauan disajikan pada Tabel 7. Produksi hijauan pada lahan karet dan sengon merupakan salah satu ukuran seberapa besar potensi kedua lahan tersebut karena erat kaitannya dengan kapasitas lahan dalam menampung ternak. Tabel 7 Potensi lahan di bawah naungan Kondisi Top Soil (cm) Produksi (kg ha-1) Kapasitas tampung (ST)
Naungan Karet 19 Β± 5.57b 570.4 Β± 39.79b 0.99 Β± 0.07b
Sengon 34.6 Β± 13.79a 758.2 Β± 25.2a 1.32 Β± 0.04a
Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0.05).
Berdasarkan Tabel 7 terdapat perbedaan ketebalan top soil antara kebun karet dan sengon. Kebun karet memiliki ketebalan top soil yang lebih rendah dari pada kebun sengon. Top soil adalah bagian tanah paling atas yang memiliki kesuburan lebih tinggi dari pada tanah di bawahnya karena memiliki kandungan bahan organik yang tinggi ditandai dengan warna yang lebih gelap terdapat aktivitas jasad renik yang berperan menyuburkan tanah (Hassan 2012). Kesuburan tanah merupakan hal yang sangat penting sebagai media tumbuh dan penyedia nutrisi untuk tumbuh dan berproduksi. Produktivitas tanaman erat hubunganya dengan kapasitas tampung pada suatu lahan sehingga perlu disesuaikan antara jumlah ternak dan produktivitas hijauan agar tidak terjadi under grazing atau over grazing. Kapasitas tampung adalah kemampuan pastura menampung ternak tanpa menyebabkan kerusakan pada padang rumput ternak. Kapasitas tampung suatu tempat berbeda dengan tempat lainnya dikarenakan adanya perbedaan dalam curah hujan, produktivitas tanah, topografi serta faktor lainnya (Susetyo 1980). Kapasitas tampung ternak ruminansia
10 di suatu wilayah menunjukkan populasi maksimum suatu jenis ternak ruminasia di daerah tersebut dan selanjutnya kapasitas tampung ternak dihitung atas dasar ketersediaan dan produktivitas lahan (Dirjennak 1993).Faktor lain sebagai penentu produktivitas hijauan adalah pH tanah. Hasil penelitian kondisi pH tanah antara lahan karet dan sengon tidak berbeda. Tabel 8 Kondisi pH tanah H2O KCL 4.62 Β± 0.23 3.71 Β± 0.14 4.86 Β± 0.37 3.76 Β± 0.65
Lahan Karet Sengon
Ξ -0.91 Β± 0.31 -1.09 Β± 0.17
Selanjutnya berdasarkan Tabel 8 kondisi pH mengunakan H2O pada lahan karet sebesar 4.62 dan sengon 4.86 sedangkan menggunakan H2O+KCl pada kebun karet sebesar 3.71 dan kebun sengon 3.76. Perbedaan nilai pH H2O dan KCl beguna untuk melihat umur mineral tanah. Umur mineral tanah pada kedua lahan tergolong tua karena bernilai <-0.5 dan berarti tanah pada kedua lahan tersebut mengandung mineral tak terubahkan (Rahmadani 2014).
800
800
600 400
y = 152,71ln(x) - 691,02 RΒ² = 0,7115
200 0 0,00
5000,00 10000,00 15000,00
cahaya
produksi (kg ha-1)
1000
produksi (kg ha-1)
1000
600 y = -0,2351x2 + 21,938x + 280,35 RΒ² = 0,6753
400 200 0 0
20
40
60
top soil
Gambar 2 Grafik regresi produksi hijauan dengan cahaya dan top soil Berdasarkan perhitungan produktivitas bahan kering dan kebutuhan ternak maka didapatkan potensi daya tampung pada kebun karet dan kebun sengon yang disajikan pada Tabel 7. Keduanya memiliki kemampuan yang berbeda dalam produksi bahan kering sehingga kapasitas tampung juga berbeda. Kebun karet memiliki produksi bahan kering sebesar 570.4 kg ha-1 dan produksi bahan kering pada kebun sengon sebesar 758.2 kg ha-1 sehingga kapasitas tampung pada kebun karet sebanyak 0.99 satuan ternak dan kebun sengon sebanyak 1.32 satuan ternak. Perlu diketahui bahwa kapasitas tampung bersifat sesaat karena daya tumbuh kembali rumput tergantung kondisi lingkungannya. Potensi setiap lahan berbeda dan memiliki faktor pembatas yang berbeda pula, diantaranya keadaan topografi, iklim, sumber air, dan jenis tanaman yang dikembangkan, keadaan ini sangat menentukan pemilihan daerah pengembangan ternak ruminansia (Mulyadi 1981 ). Karena rumput adalah tanaman C4 maka faktor cahaya sangat berpengaruh pada perkembangan rumput. Dalam grafik menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat cahaya dan ketebalan top soil maka produksi semakin meningkat. Laju pertumbuhan tanaman pakan diekspresikan dengan laju pertambahan bahan kering yang merupakan fungsi
11 dari fotosintesis dan penambahan luas daun. Fotosintesis dapat dilakukan apabila ada cahaya sehingga semakin tinggi cahaya maka produktivitas tanaman akan semakin tinggi (Purbajanti 2013). Penyinaran aktif untuk fotosintesis terdapat dalam panjang gelombang 400 dan 700 nm (Lehninger 1994). Ketebalan top soil berpengaruh pada penyediaan unsur hara dan kemudahan akar tanaman dalam mengakses air sehingga semakin tebal top soil tanaman akan tumbuh subur. Tingkat kesuburan tanah sangat dipengaruhi oleh bahan organik yang terdapat di dalam tanah. Pada kedalaman 25 cm terkandung 1-5% bahan organik (Hasan 2012). Hijauan yang tersedia pada lahan terdiri dari rumput dan legume yang di dalamnya terkandung nutrient yang diperlukan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan energi dan fungsi hidup, tumbuh, berproduksi dan bereproduksi. Nilai nutrisi hijauan bergantung pada komposisi kimiawi hijauan pakan. Bahan pakan dibagi dalam lima fraksi, berdasarkan analisis Weende, yaitu protein kasar, lemak kasar, serat kasar, abu, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Crowdwer dan Chhedea, 1982). Berikut ditampilkan pada Tabel 9 hasil analisa proksimat hijauan dari kedua lahan. Kandungan nutrien hijauan di bawah naungan Tabel 9 Kandungan nutrien hijauan di bawah naungan berdasarkan berat segar Nutrien (%) Hijauan Kebun Karet Hijauan Kebun Sengon BK 22.23 17.61 Abu 1.97 1.73 PK 3.82 3.15 SK 6.19 4.62 LK 0.34 0.15 Beta-N 9.67 7.96 Hasil analisa laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB; BK= bahan kering, PK= protein kasar, SK= serat kasar, LK= lemak kasar
Berdasarkan analisa proksimat terlihat bahwa kandungan nutrisi hijauan pakan pada kedua lahan berbeda. Hijauan pada kebun karet memiliki nilai BK, SK, dan LK lebih besar dari pada kebun sengon, yaitu 22.23%, 6.19%, 0.34% sedangkan pada kebun sengon memiliki nilai abu, PK, dan Beta-N lebih besar dari pada kebun karet, yaitu 1.73%, 3.15%, 7.96%. Hal yang mempengaruhi perbedaan komposisi nutrient pada kedua lahan tersebut adalah komposisi hijuan dan jenis hijauan. Kandungan protein hijauan dipengaruhi oleh jenis tanaman, lintang, bagian tanaman, tahapan pertumbuhan, kesuburan tanah, iklim , temperature, intensitas cahaya, dan stress air (Minson 1990). Selanjutnya komponen nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia adalah serat. Serat kasar adalah bagian struktur sel pada jaringan tanaman. Serat kasar mengandung selulosa, hemiselulosa, polisakarida, dan lignin (Tillman 1998). Fraksi serat kasar dalam hijauan berbeda tergantung pada perkembangan, komposisi kimia, dan strukturnya. Secara alami serat akan tergantung pada tipe penumpukan pada dinding sel primer. Menurut Devendra (1995) pada tanaman hijauan di daerah tropis kandungan serat kasar meningkat dengan bertambahnya umur tanaman.
12
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Perbedaan kondisi lahan karet (Havea brasiliensis) dan sengon (Albizia falcataria) berpengaruh pada keragaman vegetasi dan potensi hijauan. Keragaman jenis, kekayaan jenis, kemiripan jenis pada kedua lahan tergolong rendah namun keduanya memiliki kemerataan jenis yang tinggi. Lahan tanaman segon (Albizia falcataria) memiliki kapasitas tampung lebih besar dari pada lahan tanaman karet (Havea brasiliensis) sehingga lebih berpotensi untuk pengembangan ternak ruminansia. Saran Integrasi ternak dengan tanaman sengon dan karet perlu ditingkatkan untuk mensiasati kelangkaan lahan peternakan serta pemilihan spesies hijauan yang tepat untuk meningkatkan produktivitas hijauan.
DAFTAR PUSTAKA Crowder LV, Chheda R. 1982. Tropical Grassland Husbandry. London (UK): Longman. Devendra C. 1995. Composition and Nutritive Value of Browse Legume. Di dalam DβMello PF, Devendra C. Tropical Legumes in Animal Nutrition. Wallingford (UK): CAB International. [Dirjennak] Direktorat Jendral Peternakan. 1993. Statistik Peternakan. Jakarta (ID): Dirjennak Departemen Pertanian RI. Dwijoseputro D. 1986. Biologi. Jakarta ( ID ): PT Gramedia Fitter, Hay. 1992. Fisiologi Lingkungan Tanaman.Yogyakarta (ID): Gajah Mada Univ Pr. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RJ. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Yogyakarta (ID): Universitas Indonesia Pr. Hassan S. 2012. Hijauan Pakan Tropik. Bogor (ID): IPB Pr Heddy S.1986. Hormon Tumbuhan. Jakarta (ID): Rajawali. Krebs CJ. 1978. The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. New York (UK): Harper & Row. Kusmana C.1997. Metode Survei Vegetasi. Bogor (ID): IPB Pr. Larashati I. 2004. Keanekaragaman tumbuhan dan populasinya di Gunung Kelud, Jawa Timur. Biodiversitas. 5 (2) : 71-76 Lehninger AL. 1994. Dasar-dasar Biokimia Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Princeton NJ (US): Princenton Univ Pr. Mannetje L, Haydock KP. 1963. The dry weight rank method for the botanical analysis of pasture. J Brit Grassland Soc. 18 (4): 268-275 Minson DJ. 1990. Forages in Ruminant Nutrition. San Diego (US): Academic Pr.
13 Mulyadi D. 1980. Potensi Lahan Aspek Kesuburan Tanah dan Pengelolaannya Dalam Kaitanya Dengan Kemungkinan Pengembangan di Indonesia. Bogor (ID). Pusat Litbang. Mulyani YA. 1985. Studi keanekaragaman jenis burung di lingkungan kampus IPB Darmaga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Purbajanti ED. 2013. Rumput dan Legume Sebagai Hijauan Makanan Ternak. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Rahmadani F. 2014. Potensi dan tingkat keragaman hijauan pakan domestik berdasarkan ketinggian kawasan dalam mendukung usaha peternakan sapi di Kabupaten Malang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan. Bandung(ID): ITB Pr. Setiadi D, Muhadiono I, Yusron A.1989. Penuntun Praktikum Ekologi. Bogor (ID): IPB Pr. Setiana MA. 2014. Hijauan pakan [internet]. Tersedia pada http://massetiana.staff.ipb.ac.id/2014/03/25/hijauan-pakan/#more-128. Soerianegara I dan Indrawan A. 2008. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID): IPB Pr. Stone BC. 1983. A guide to collecting Pandanaceae (Pandanus, Freycinetia, Sararanga): Ann Missouri Bot Gard. 70: 137-14. Susetyo S. 1980. Padang Penggembalaan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Tan KH. 1993. Principle of Soil Chemistry. Athens (GE): Georgia Univ Pr. P 269270 Tillman AD, H Hartadi, Reksohadiprodjo, Prawirokusumo, Lebdosoekotjo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.
14
LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar jenis tumbuhan hasil analisis vegetasi Lokasi Jenis Rumput Karet Centotheca longilamina (L.) Desv.1 Cyperaceae1 Pennisetum polystachyon1 Paspalum dilatatum1 Imperata cylindrical1 Oplismenus compositus1 Ocimum sanctum3 Ottochloa nodosa (Kunt) 1 Centotheca lappacea1 Paspalum conjugatum Berg1 Oplismenus burmanii1 Panicum brevifolium1 Digitaria Sp. 1 Sengon Centrosema pubescens1 Digitaria Sp1 Axonopus affinis1 Panicum maximum ( var. Gotton) 1 Axonopus compressus1 Panicum brevifolium1 Oplismenus compositus1 Monochoria hastate3 Paspalum conjugatum1 Mikania micrantha H.B.K1 Ottochloa nodosa (Kunt) 1 Centotheca longilamina (L.) Desv. 1 Oplismenus burmanii1 Calopogonium mucunoides1 Ischaemum timorense1 Ocimum sanctum3 Arachis hypogea2 1
2
3
Rerumputan, Kacangan, Rumbah (Setiana 2014)
Jumlah Total
13
17
15 Lampiran 2 Dokumentasi kondisi tempat penelitian
Kebun sengon (Albizia falcataria)
Axonopus affinis
Kebun karet (Havea brasiliensis)
Ottocloa nodosa
16 Lampiran 3 Uji T cahaya di bawah naungan karet dan sengon Rataan Varian Observasi Korelasi Hipotesis Derajat bebas t Stat P (T β€ t) t Critical P (T β€ t) t tabel
Karet 4326 1006452 3 0,890964528 0 2 -2,888207728 0,050942927 2,91998558 0,101885854 4,30265273
Sengon 12102 30633772 3
Lampiran 4 Uji T produksi hijauan di bawah naungan karet dan sengon Karet Sengon Rataan 570,4 758,2 Varian 1583,3 635,7 Observasi 5 5 Korelasi -0,344979976 Hipotesis 0 Derajat bebas 4 t Stat -7,782955885 P (T β€ t) 0,00146969 t tabel 2,776445105 Lampiran 5 Uji T ketebalan top soil di bawah naungan karet dan sengon Rataan Varian Observasi Korelasi Hipotesis Derajat bebas t Stat P (T β€ t) t tabel
Karet 19 31 5 -0,31898 0 4 -2,12171 0,101147 2,776445
Sengon 34,6 190,3 5
17
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada 25 Desember 1990, anak tunggal dari pasangan Bapak Subroto dan Ibu Siti Julaikah. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Negeri 5 Genteng Banyuwangi tahun 1997-2003, sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 1 Genteng Banyuwangi tahun 20032006, kemudian sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Genteng Banyuwangi tahun 2006-2009 dan diterima di Institut Pertanian Bogor tahun 2010 melalui ujian talenta mandiri (UTM) di departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas peternakan. Penulis merupakan penerima
[email protected] beasiswa Mandiri Edukasi dari Bank Mandiri pada tahun 2010-2011. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di kegiatan UKM futsal IPB tahun 2010-2011, UKM tarung derajad tahun 2012-2013, anggota OMDA Lare Belambangan Banyuwangi tahun 2010-2014, Anggota himpunan mahasiswa nutrisi dan makanan ternak ( HIMASITER) 2011-2013. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir M. Agus Setiana, MS selaku pembimbing akademik dan pembimbing utama, Dr Iwan Prihantoro, SPt MSi selaku pembimbing anggota dan panitia seminar, atas bimbingan, arahan, dan masukan selama penelitian hingga akhir penulisan. Terima kasih kepada Prof Dr Ir Panca Dewi MHK MSi selaku dosen pembahas seminar pada tanggal 19 Mei 2014 Prof. Dr. Ir. Erika B. Laconi MS dan Ir. Sri Rahayu, MSi selaku dosen penguji sidang, serta Dr. Ir. Lilis Khotidjah MS selaku panitia sidang pada tanggal 18 Juli 2014. Terima kasih tak terhingga pada kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberi dukungan, doa serta motivasi untuk terus semangat dalam mengerjakan tugas akhir. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Kartika Tirta Arum, M. Aldi Khusnul Khuluq, Fransiska Rahmadani, Lisa Adiyanti, Astrie Linda, Nely Nurul Faizah, Nurul Hidayah, Gandha Bastian, staf Laboratorium Agrostologi (Agustinus Tri Aryanto SPt dan Dani Apriandi AMd), Bibi Sati yang selalu membantu dalam pelaksanaan penelitian maupun penulisan skripsi.