POTENSI HASIL DAN ADAPTABILITAS GENOTIPE PADI MUTAN HASIL IRADIASI SINAR GAMMA DI ENAM LOKASI KELOPOMPOK TANI KABUTEN MAROS SULAWESI SELATAN Abdul Kadir 1, Endang G.Lestari 2,Rahmat Jahuddin 1,Titi Nuriani 1 dan Awaluddin Yunus1 1 Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Islam Makassar E-mail :
[email protected], 2 BB Biogen Bogor, Jl. Tentara Pelajar, Kampus Cimanggu No. 3 Bogor. E-mail :
[email protected]
ABSTRACT Variety limitedness and low productivity of non-irrigated rice caused difficulties in developing varieties on dry land. Presence of mutant Genotipes resulted from gamma ray irradiation technique adaptive to drought and high yield could be used as candidate for non-irrigated rice varieties. The research was aimed to assess yield and stability of mutant Genotipes adaptive to drought and high yield. The utilized plant materials were mutant Genotipe resulted from gamma ray irradiation. The study was conducted at six location of farmers' groups in Maros Regency, South Sulawesi Province from July until October 2013. A Randomized Blocked Design was utilized with Genotipe numbers as treatments and four replications. The used seven mutant Genotipes were IR 18, IR 4-1, IR 6-3, IR 5-3, IR 7-3, IR 3-1 and one existing variety of Situbagendit as comparison. The mutant rice Genotipes were planted in plots sized 4 m x 3 m with planting space of 25 cm x 25 cm. Fertilizers were given i.e. 150 kg urea, 100 kg SP-36 and 100 kg KCl per hectare. The combination analysis was used to determine the effect of study locations and regression coefficient parameter was utilized to define stability or adaptability. The results showed that an interaction was occurred between Genotipes and planting environment. The mutant Genotipe of IR 1-8, IR 7-3 and IR 6-3 indicated higher yield component than the comparison variety. The mutant Genotipe of IR 1-8, IR 73 and IR 6-3 were categorized as stable with harvested yield of 7.23 t ha-1, 6.99 t ha-1 and 5.82 t ha-1, respectively based on stability analysis and mean of highest harvested yield. IR 5-3, IR 4-1 and IR 3-1 were categorized as unstable with harvested yield of 4.17 t ha -1, 4.72 t ha-1 and 4.79 t ha-1, respectively. Situbagendit variety was classified stable with harvested yield of 3.1 t ha-1 and 4.52 t ha-1 , respectively . Situbagendit variety is classified as stable with harvested yield of 4.52 t ha -1. IR 1-8 and IR 7-3 adapted well in suboptimal environment while IR 6-3 adapted well in lush environment. Key words: Mutan rice, gamma ray, drought, dry land and stability.
PENDAHULUAN Keberadaan beras sebagai bahan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia dituntut tersedia dalam jumlah yang cukup, berkualitas serta terjangkau. Beras merupakan bahan makanan pokok utama bagi bangsa Indonesia. Hingga kini pemerintah masih berupaya keras agar Indonesia dapat kembali berswasembada beras seperti halnya pada tahun 1984. Dewasa ini, upaya pelestarian swasembada beras cukup memprihatinkan, hal ini disebabkan karena peningkatan produksi padi yang sudah melandai (levelling-off). Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas padi diantaranya melalui penerapan teknologi modern dalam bidang rekayasa seperti perakitan varietas unggul baru. Tersedianya genotipe mutan padi harapan toleran cekaman kekeringan hasil iradiasi sinar gamma merupakan material untuk bahan seleksi guna mendapatkan kandidat padi mutan sebagai varietas padi unggul baru (Lestari, 2007). Hasil seleksi genotipe mutan pada perlakuan cekaman kekeringan diperoleh enam Genotipe mutan toleran cekaman kekeringan dan produksi lebih tinggi dari varietas pembanding dan Genotipe lainnya (Kadir, 2011). Keenam Genotipe tersebut perlu diuji kemantapan potensi dan stabilitas hasil pada lahan kering dengan melibatkan petani yang tergabung dalam kelompok tani sebagaimana tuntutan program skim penelitian MP3EI yang bersifat penelitian terapan (action research) 504
Cara yang umum dilakukan untuk mengetahui Genotipe mutan sebagai kandidit varietas yang ideal adalah menguji potensi hasil Genotipe mutan tersebut pada beberapa lingkungan. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam akan diketahui ada tidaknya interaksi antara Genotipe dan lingkungan. Jika terdapat intetraksi, maka akan menyulitkan menidentifikasi genotipe yang ideal (Nasrullah, 1986). Dengan demikian maka hasil tertinggi dari sutua Genotipe pada suatu lingkungan tertentu belum tentu mempunyai hasil tertinggi pada lingkungan yang berbeda. Interaksi Genotipe dengan lingkungan dapat diperguanakan untuk mengukur stabilitas suatu genotipe (Gray, 1982; Lin dan Binns, 1988). Oleh sebab itu, interaksi genotipe dan lingkugan sangat penting dalam menentukan daya hasil stabilitas dan adaptabilitas suatu suatu Genotipe pada lingkungan tumbuh. Penelitian ini bertujuan untuk menilai daya hasil dan stabilitas dari genotipe mutan toleran terhadap cekaman kekeringan dan produksi tinggi di lahan kering milik kelompok tani.
BAHAN DAN METODE Material penelitian adalah enam genotipe mutan hasil seleksi pada penelitian sebelumnya, yaitu Genotipe mutan IR 1-8, IR 7-3, IR 6-3, IR 4-1 dan IR 5-3, IR 3-1 dan varietas Situbagendit (padi gogo sebagai pembanding). Penelitian dilaksanakan di enam lokasi kelompok tani di Kabupaten Maros dengan melibatkan petani dalam penelitian tersebut. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok, terdiri atas tujuh perlakuan yaitu : (1) IR 1-8; (2) IR 5-3; (3) IR Som 6- 3; (4) IR Som 4- 1; (5); IR 7- 3; (6) IR 3-1; (7) varietas Situbagendit (varietas pembanding), perlakuan diulang empat kali. Untuk mengetahui pengaruh lokasi penelitian, dilakukan analisis gabungan dengan menggunakan model linier Rancangan Acak. Parameter yang digunakan untuk menentukan stabilitas (daya adaptasi) adalah nilai koefesien regresi. Metode tersebut telah digunakan oleh Fatunla dan Frey (1974). Model ini juga digunakan oleh Subandi (1982) pada komoditi jagung dan Suwarwono et al.(1992), Harsanti et al. (2003) dan Syahrulzen (2007) pada komoditi padi sawah. Adapun parameter penduga stabilitas ditentukan oleh model linier dengan persamaan (Eberhart dan Russel, 1966) : Yij = ui + pi+ dij, dimana : Yij = nilai rata-rata genotipe ke-i pada lingkungan (lokasi) ke-j, ui=nilai rata-rata umum dari genotip ke-i pada semua lingkungan (lokasi), pi = koefesien regresi yang diukur dari respon genotipe mutan pada berbagai lingkungan (lokasi), Ij = indeks lingkungan yang diperoleh dari rata-rata semua genotipe pada lingkungan ke-j dikurangi nilai rata-rata umum. Ij =X Yij/v - XXYij/vn, dij = Yij - Y.j, bij = =X Yij I/ X Ij. Parameter stabilitas (Sd 2) diperoleh dari =£X dij/(n-2)- Se2/r. Untuk menentukan adaptabilitas suatu gentipe uji, digunakan analisis regeresi. Suatu genotipe yang mempunyai nilai koefesien regresi (bi)=1 dan simpangan koefesien regresi (Sd 2) = 0 berarti genotipe tersebut stabil. Jika bi>0 berarti genotipe tersebut akan beradaptasi pada lingkungan subur. Jika Jika bi<0 berarti genotipe tersebut akan beradaptasi pada lingkungan kurang subur.
Pelaksanaan Penelitian Prosedur pelaksanaan penelitian yakni masing-masing benih mutan terlebih dahulu direndam dengan air hangat dengan suhu kurang lebih 30 oC, selama 8 jam. Sebelum benih ditanam, terlebih dahulu dilakukan persiapan lahan pada enam lokasi kelompok tani. Pada setiap lokasi pengujian dilakukan persiapa lahan, meliputi pembersihan lahan, pengolahan lahan dan pembuatan plot percobaan. Plot dibuat dengan ukuran 12 m 2, jarak antar plot dalam satu ulangan 100 cm dan 200 cm antar plok. Pada setiap lokasi penelitian terdiri atas 28
505
plot percobaan. Benih ditanam dengan cara tugal dengan dua benih per lubang, selanjutnya ditutup kembali dengan tanah. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk organik kandang ayam 5 ton ha -1 (0.7 kg plot-1), pupuk urea 150 kg ha-1(21 g plot-1), SP-36 100 kg ha-1 ( 14 g plot-1) dan KCl 100 kg ha-1 ( 14 g plot-1). Pupuk organik diberikan pada saat pengolahan tanah terakhir, pupuk SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanaman, pupuk urea diberikan sepertiga dosis saat tanamn, 30 dan 50 hari setelah tanam. Pengendalian hama dan penyakit serta gulma disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan prinsip pengendalian hama terpadu. Pengamatan Komponen tuimbuh yang diamati meliputi : (1) Jumlah anakan produktif, dihitung anakan yang menghasilkan malai; (2), umur panen dihtung jumlah hari mulai dari saat tanam sampai 80 % malai telah matang, (3) Jumlah gabah berisi per malai, dihitung saat panen, (4) Bobot 1000 g gabah bernas, ditimbang 1000 butir gabah pada kadar air 14 %. (5) Hasil gabah per plot, ditimbang bobot gabah kering bernas yang berasal dari satu plot (KA=14 %) selanjutnya dikonversi ke t ha-1. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Potensi Hasil dan Interaksi Genotipe dengan Lokasi Berdasarkan hasil penelitian menujukkan bahwa terdapat interaksi Genotipe dengan lingkungan. Komponen jumlah anakan produktif menunjukkan bahwa genotipe IR 1-8 dan IR 7-3 mempunyai jumlah anakan nyata lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anakan var. Situbagnedit di semua lokasi kelompok tani, dengan rata-rata jumlah anakan (IR 1-8 : 25.5 - 30.9 batang per malai ) dan (IR 7-3 : 24.8 - 29.9 batang per malai) dan var. Situbagendit (18.0 - 22.3 batang). Berdasarkan komponen jumlah gabah berisi per malai memperlihatkan bahwa IR 1-8, IR 63 dan IR 7-3 mempunyai jumlah gabah berisi nyata lebih banyak dibandingkan dengan var. Situbagendit pada semua lokasi kelompok tani dengan rata jumlah gabah berisi (IR 1-8 : 196.8 - bulir, IR 6-3 : 174.1 - 209.1 bulir, IR 7-3 : 208.8 - 244.5 bulir dan var.Situbagendit : 134.6 - bulir). Jumlah gabah berisi per malai terendah yaitu pada Genotipe IR 5-3 (91.9 - 139.0 bulir ) dan IR 4-1 (125.2 - 146.8 bulir). Berdasarkan komponen bobot 1000 gabah menujukkan bahwa di lokasi KT KT-3, KT4 dan KT-5 genotipe IR 1-8, IR 7-3 dan IR 6-3 mempunyai bobot gabah 1000 bulir nyata lebih tinggi dibandingkan dengan var. Situbagendit. Di lokasi KT-5 hanya IR 1-8 yang nyata lebih berat dibandingkan dengan var.Situbagnedit, demikian pula di lokasi KT-6 genotipe IR 7-3 nyata lebih berat dibandingkan dengan var. Situbagendit. Sejalan dengan komponen pengamatan jumlah anakan produktif, jumlah gabah berisi per malai dan bobot gabah 1000 bulir, produksi gabah kering giling konversi ke hektar menunjukkan bahwa IR 7-3, IR 1-8 dan IR 6-3 mempunyai bobot gabah kering giling lebih berat dibandiingkan dengan var. Siitubagendit di semua lokasi penelitian kecuali di lokasi KT-6.
506
Tabel 1. Komponen hasil genotipe mutan padi dan varietas pembanding di enam lokasi kelompok tani. Genotipe KT-1 KT-2 KT-3 KT-4 KT-5 KT-6 Rataan Genotipe
KT-1
KT-2
IR 1-8 IR 5-3 IR 6-3 IR 4-1 IR 7-3 IR 3-1 Situbagendit
23.83ab 19.10cd 19.50cd 20.67bc 25.17a 16.67d 16.00d
31.67a 22.27d 28.57ab 26.23bc 32.10a 20.27d 23.23cd
IR 1-8 IR 5-3 IR 6-3 IR 4-1 IR 7-3 IR 3-1 Situbagendit
190.47a 104.33c 163.50b 121.33c 202.60a 152.67b 126.93c
IR 1-8 IR 5-3 IR 6-3 IR 4-1 IR 7-3 IR 3-1 Situbagendit
25.56bcd 23.47b 24.11d 23.35bcd 25.73ab 23.40bc 23.17cd
IR 1-8 IR 5-3 IR 6-3 IR 4-1 IR 7-3 IR 3-1 Situbagendit
7.45a 3.44c 4.65b 4.52b 7.05a 4.24bc 4.32b
KT-3 KT-4 KT-5 Jumlah anakan produktif (batang) 27.10a 31.33a 27.10a abc b 23.43 25.20 22.60bc ab bc 24.50 23.40 21.10c abc bc 23.83 23.83 20.73c a a 25.17 29.07 25.13ab bc b 21.33 25.17 22.63bc c c 20.50 20.83 19.57c
Jumlah gabah ........ Jumlah gabah berisi per malai (bulir) 215.33ab 195.95ab 234.71ab 212.02ab e e c 100.73 91.67 148.33 99.18e bc bc b 194.33 176.84 211.82 191.34bc d d c 136.90 124.58 149.22 134.79d a a a 228.00 207.48 248.52 224.49a d d c 143.33 130.43 156.23 141.13d d d c 149.83 136.35 163.32 147.53d Bobot 1000 gabah (g) 25.41b 24.58b 26.24a 23.39ab b bc bc 23.28 23.31 23.34 21.12bc b bc ab 23.23 24.26 24.54 24.31ab b c c 22.18 23.11 23.22 20.02c b b a 25.31 25.49 26.69 25.65a b bc abc 23.27 23.30 24.50 24.41a b c c 23.25 23.18 24.23 24.03c -1 Hasil gabah kering (t ha ) 7.06a 7.04a 7.11a 6.65a 3.68d 3.46c 6.06b 3.32c 6.90b 6.26a 5.99b 6.47a 5.30c 4.36b 5.50b 3.92bc 7.29ab 6.75a 7.41a 6.58a 4.73c 4.46b 5.54b 4.55b 5.39c 4.25bc 4.18c 4.43b
KT-6
Rataan
28.33a 24.43bc 22.47c 22.40c 27.50ab 24.50bc 20.83c
25.5-30.9 20.9 - 24.8 20.4 - 26.1 21.0 - 24.9 24.8 - 29.9 18.9 - 24.6 18.0 - 22.3
234.76ab 148.38c 211.87b 149.27c 248.57a 156.28c 163.37c
196.8 - 239.0 91.9 - 139.0 174.1 - 209.1 125.2 - 146.8 208.8 - 244.5 137.3 - 156.0 134.6 - 161.1
27.70a 25.40bc 26.70ab 24.28c 27.25a 23.56abc 22.29c
23.2 - 26.7 22.1 - 24.6 23.5 - 25.6 21.4 - 24.0 25.3 - 26.7 23.2 - 24.3 22.7 - 24.0
6.18a 5.07b 4.64b 5.31b 6.85a 5.20b 4.53b
6.51 - 7.32 3.14 - 5.20 4.95 - 6.69 4.23 - 5.40 6.70 - 7.28 4.34 - 5.33 4.11 - 4.92
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama, berarti berbeda nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%. KT-1=lokasi kelompok tani Masserekana + KT Polewali Kec.Bantimurung, KT2= lokasi KT Terpadu + KT Sipakatau, Kec. Bantimurung; KT-3=lokasi KT Tanadidi+KT Bajiminasa, Kec.Simbang; KT-4 = lokasi KT cambaya + KT Reski, Kec.Tanralili; KT-5=lokasi KT Rumbiya + KT Lambare,Kec.Tompobulu; KT-6=lokasi KT Tamalanrea+KT Simpati, Kec. B.Murung
Stabilitas hasil berdasarkan koefesien regresi dan simpangan regresi Hasil analisis stabilitas disajikan pada Tabel 2. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa Genotipe yang mempunyai nilai koefesien regresinya tidak berbeda nyata dengan 1 (satu) atau simpangan regresinya tidak berbeda nyata dengan 0 (nol) atau nilai KT regresi tidak berbeda nyata dengan 0 (nol) dapat dikategorikan Genotipe yang stabil. Dengan demikian, maka IR 1-8; IR 7-3 IR 6-3 dan var.Situbagnedit dikategorikan stabil, sedangkan Genotipe IR 5-3, IR 4-1 dan IR 3-1 dikategorikan tidak stabil.
507
Tabel 2. Rata-rata hasil panen gabah kering ka=15 % (ton ha -1) dan nilai koefesien regresi genotipe mutan dan varietas pembanding pada enam lokasi penelitian Genotipe
Hasil (t ha-1)
Koefesien regresi (bi)
IR 1-8 IR 5-3 IR 6-3 IR 4-1 IR 7-3 IR 3-1 Situbagendit
7.23 4.17 5.82 4.82 6.99 4.79 4.52
0.545 2.177 1.399 1.582 0.715 1.132 0.575
Simpangan regresi (SE) tn * tn * tn *
tn
0.383161 1.830609 1.957201 0.345744 0.114921 0.251001 0.376996
KT- reg 0.158 2.513 1.038 1.327 0.271 0.680 0.175
Keterangan
tn *
tn *
tn tn tn
Stabil tidak stabil Stabil tidak stabil Stabil tidak stabil Stabil
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata; * =berbeda nyata.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian menunjukkkan bahwa terjadi interaksi antara genotipe dan lokasi penelitian dalam hal ini lokasi kelompok tani pada semua komponen tumbuh yang diamati (Tabel 1). Terjadinya interaksi ini tidak terlepas dari respon masing-masing genotipe mutan pada lingkungan yang berbeda. Lokasi kelompok tani dalam penelitian ini mempunyai karakter lahan yang berbeda berdasarkan tingkat kesuburan lahan akibat variasi usaha budaya tanaman sebelumnya. Genotipe IR 1-8, dan IR- 7-3 umumnya merespon lebih baik pada kondisi lingkungan kelompok tani yang berbeda. Adanya interaksi Genotipe dan lokasi mengindikasikan terjadinya kegagalan fenotip dari genotipe yang diuji dalam memberikan penampilan yang sama pada kondisi lingkungan yang berbeda. Kondisi seperti ini akan memunculkan spesifik lingkungan. Sebaliknya, jika tidak terjadi interaksi antara genotipe yang diuji dan lingkungan (lokasi), berarti memberikan indikasi bahwa genotipe uji tersebut berpenampilan yang sama pada lingkungan yang berbeda (Sumartono et al., 1993). Besaran interaksi antara genotipe dengan lingkungan dapat digunakan sebagai dasar penetapan lokasi atau daerah adaptasi serta mengukur peran faktor lingkungan terhadap potensi genetik dan menentukan derajat adaptabilitas dan stabilitas genotipe atau galur (Rao et al., 2002; Sneller et al., 1997). Interaksi antara genotipe dan lokasi yang sangat nyata pada komponen produksi (koversi ke ha) menunjukkan adanya korelasi yang erat antara genotipe dan lokasi kelompok tani. Adanya pengaruh menunjukkan terjadinya ekspresi gen-gen genotipe mutan yang diuji tersebut untuk mendapatkan hasil yang tinggi (Djaelani et al., 2001). Interaksi genotipe dengan lingkungan (G x E) banyak dikaitkan dengan kemampuan adaptasi yang dimiliki oleh suatu individu atau populasi tanaman pada lingkungan tertentu (Mangoendidjodo, 2000). Berdarkan rata-rata hasil panen (t ha-1) menunjukkan bahwa, genotipe mutan IR 1-8, IR 7-3 dan IR 63 berturut-turut mempunyai hasil tertinggi dibandingkan dengan hasil panen genotipe uji lainnya dan var. Situbagnedit (pembanding). Hal tersebut mengindikasikan bahwa ketiga genotipe tersebut memiliki adaptasi umum atau dapat beradaptasi baik pada lahan kering, khususnya untuk spesifik lokasi. Menurut Finaly dan Wilkonson (1963) serta Chal dan Gosal (2006), genotipe yang memiliki nilai koefesien regresi (bi) yang tidak berbeda nyata dengan satu dan hasilnya lebih tinggi dari hasil seluruh genotipe yang diuji, maka mempunyai peluang untuk beradaptasi baik pada semua lingkungan yang diuji. Selanjutnya Harsanti et al. (2003)
508
menyebutkan bahwa keuntungan mengunakan koefesien regresi (bi) sebagai penduga daya adaptasi adalah diketahui arah adaptasi ke lingkungan subur atau lingkungan yang tidak subur. Menurut Chal dan Gosal (2006), genotipe dengan nilai bi >1 dengan hasil lebih tinggi dari rata-rata umum akan beradaptai baik pada lingkungan yang lebih produktif, sedangkan genotipe dengan nilai bi <1 dengan hasil panen yang lebih tinggi dari rata-rata umum, akan beradaptasi baik pada lingkungan marginal. Oleh sebab itu, maka IR 1-8 dan IR 7-3 dapat beradaptasi baik pada lingkungan tercekam kekeringan. Sedangkan IR 6-3 akan beradaptasi baik pada lingkungan produktif.
KESIMPULAN 1.
Terdapat interaksi antara genotipe dan lingkungan penelitian, dimana. Genotipe mutan IR 1-8, IR 1-7 dan IR 6-3 menghasilkan komponen hasil lebih tinggi dari komponen hasil varietas Situbagnedit (pembanding) dan tiga genotipe lainnya.
2.
Genotipe mutan IR 1-8 dan IR 1-7 dan IR 6-3 dengan rata-rata hasil penen berturut-turut 7.23 t ha-1; 6.99 t ha-1 dan 5.82 t ha-1 dikategorikan stabil pada enam lokasi lahan kering kelompok tani . Genotipe IR 5-3 dan IR 4-1 dan IR 3-1 dikategorikan tidak stabil.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada bapak Direktur Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (Dit.Litabmas) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudyaan atas bantuan dana Penelitian PENPRINAS MP3EI tahun 2013.
DAFTAR PUSTAKA Djaelani, A.K., Nasrullah dan Sumartono. (2001). Interaksi G x E, adaptabilitas dan stabilitas galur-galur kedelai dalam uji multilokasi. Zuriat 12 (1) : 27 -33 Eberhart SA and WA Russel. (1966). Stability parameter for comparing varities. Crop Sci. 6:36-40. Fatunla, T. and K.J. Frey. (1974). Stability indexes and radiate oat Genotipes in bulk populations. Crop. Sci. 14 (2) : 719-724. Gray, E. (1982). Genotipe x Environment intractions and stability analysis for forage yield of Orchard grass clones. Crop. Sci. 22: 19-23 Harsanti L., Hambali dan Mugiono. (2003). Analisis daya adaptasi 10 galur mutan padi sawah di 20 lokasi uji daya hasil pada dua musim. Zuriat 16 (1) : 1 - 6. Kadir A. (2011). Respon genotipe padi mutan hasil iradiasi sinar gamma terhadap cekaman kekeringan. Jurnal Agrovigor 10(3) : 238-249 Lestari E.G., (2007). Peningkatan keragaman genetik tanaman padi dan induksi mutasi untuk mendapatkan tanaman padi yang tahan kekeringan. Laporan Hasil Penelitian tahun 2006 BB Biogen Bogor. P.14. Lin, C.S. and M.R Binns. (1988). A Method of analysing cultivar x location x year experiment : a new stability paramer. Theor appl. Genet. 76 : 425 - 430. Mangoendidjojo W. Analisis interaksi Genotipe x Lingkungan tanaman perkebunan (Studi Kasus pada Tanaman Teh). Zuriat 11 (1) : 15-21 Rao, M.S.S, B.G Mullinix and M. Rangappa. (2002). Genotipe x environment interactions and yield stability of food-grade soybean genotipes. Agron J. 94:72 - 80 Sneller CH, L Kilgore Norquest and D Dombek. (1997). Repeatability of yield stability statistics in soybean. Crop. Sci. 37 : 383-390. Subandi. (1982). Yield stability of early to late corn varieties. Penelitian Pertanian Bogor 2 (1) : 6-10. Sumartono, Nasrullah dan H. Hartiko. (1993). Genetika Kuantitatif dan Bioteknologi Tanaman. PAU. Bioteknologi UGM Yogyakarta. 509
Suwarwono, Z., Harahap dan H. Siregar. 1992. Interaksi varietas dengan lingkungan pada percobaan daya hasil padi. Penelitian Bogor 4 (2) : 86-89 Syahrulzen. 2007. Stabilitas hasil galur baru padi sawah preferensi konsumen Sumatera Barat. Agritop.26 (1) : 1-5.
510
