EL-VIVO Vol.2, No.1, hal 78 – 89, April 2014
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
POTENSI EKSTRAK BIJI KARIKA (Carica pubescens) SEBAGAI LARVASIDA NYAMUK Aedes aegypti
Supono1 ,Sugiyarto2, Ari Susilowati3 1 2 3
Mahasiswa Program Studi Biosain Pascasarjana UNS
Dosen Pembimbing I Program Studi Biosain Pascasarjana UNS Dosen Pembimbing II Program Studi Biosain Pascasarjana UNS ( e-mail:
[email protected] )
ABSTRAK - Karika (Carica pubescens) merupakan tumbuhan khas di dataran tinggi Dieng. Pemanfaatan biji karika belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji karika terhadap mortalitas larva nyamuk A. aegypti dan mengetahui kandungan senyawa biji karika. Sampel biji karika diperoleh dari Desa Kepakisan, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Biji dikering anginkan, diblender dan diekstraksi dengan metode maserasi bertingkat dengan pelarut n-heksana, etil asetat dan etanol 70%. Fraksi yang diperoleh digunakan untuk uji larvasida pada nyamuk A. aegypti. Kandungan terpenoid, saponin dan alkaloid ekstrak biji karika diukur dengan metode KLT. Data yang berupa persentase kematian larva dihitung nilai LC50 menggunakan probit tabel Finney. Data dianalisis secara ANOVA dan diteruskan dengan DMRT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak biji karika menyebabkan kematian larva nyamuk A. aegypti pada waktu pemaparan 24 dan 48 jam. Nilai LC50 yang dihasilkan dari efek mortalitas fraksi n-heksana paparan selama 24 jam adalah 148,30 ppm., sedangkan pada paparan 48 jam adalah 103,99 ppm. Ekstrak biji karika dapat digunakan sebagai larvasida nyamuk A. aegypti. Ekstrak biji karika mengandung senyawa terpenoid, alkaloid dan saponin. Kata kunci: biji karika, Carica pubescens, larvasida, Aedes aegypti
PENDAHULUAN Demam
(WHO) memperkirakan setiap tahunnya
Berdarah
(DBD)
terdapat 50-100 juta kasus infeksi virus
merupakan penyakit demam akut yang
dengue di seluruh dunia. Manifestasi
disebabkan
oleh
klinis
masuk
peredaran
ke
Dengue
virus
dengue, darah
yang
manusia
DBD
berupa
pendarahan
dan
menimbulkan syok yang dapat berakibat
melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes,
kematian
yaitu Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Penularan penyakit DBD terjadi secara
Virus dengue, termasuk dalam genus
propagatif,
Flavivirus dari famili Flaviviridae (Sembel,
berkembang biak di dalam badan vektor
2009). Penyakit DBD ditemukan di daerah
nyamuk A. aegypti dan A. albopictus yang
tropis dan subtropis di berbagai belahan
merupakan vektor utama dan vektor
dunia, terutama di musim hujan yang
sekunder DBD di Indonesia (Hoedoyo,
lembap.
1993).
Organisasi
Kesehatan
Dunia 78
(Djallalluddin, yaitu
Nyamuk
virus
A.
dkk,
2001).
penyebabnya
aegypti
dapat
EL-VIVO Vol.2, No.1, hal 78 – 89, April 2014
membawa
virus
menghisap
darah
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
dengue
Larvasida nyamuk yang telah beredar
terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa
dipasaran merupakan larvaisida sintetik
inkubasi virus di dalam tubuh nyamuk
yaitu
selama
larvasida
hari,
yang
mengurangi kontak dengan nyamuk.
telah
8-10
orang
setelah
nyamuk
dapat
temephos.
Temephos
penggunaannya
sebagai
sangat
luas
mentransmisikan virus dengue tersebut
karena sangat efektif dalam pengendalian
ke
larva nyamuk, tetapi pada penggunaan
manusia
sehat
yang
digigitnya.
Nyamuk A. aegypti betina juga dapat
berulang
menyebarkan virus dengue yang dibawa
samping yang tidak diinginkan seperti
ke
gangguan pernapasan dan pencernaan
keturunannya
melalui
telur
yang
disebut transovarial.
dapat
menimbulkan
(Panghiyangani,
2009).
efek
Penggunaan
Penularan penyakit DBD berkaitan
larvasida sintetis dalam jangka waktu
erat dengan kondisi ekosistem. Oleh
lama terbukti menimbulkan dampak yang
karena
berbahaya
itu,
perlu
dipelajari
memahami
kejadian
ditularkan
vektor
pencegahan
untuk
penyakit dan
penyakit
bagi
lingkungan
dan
yang
peningkatan ketahanan nyamuk terhadap
memahami
larvasida sintetis tersebut (Ahmad, dkk.,
melalui
pem-
2006). Mengingat hal-hal tersebut, maka
berantasan vektornya. Virus, nyamuk,
perlu
hospes, manusia, lingkungan fisik dan
mendapatkan larvasida alternatif yang
lingkungan
merupakan
lebih aman bagi manusia dan lingkungan
subsistem yang terkait. Upaya memutus-
dengan harga yang cukup terjangkau
kan mata rantai penularan DBD dapat
oleh masyarakat.
biologis
dilakukan dengan cara mengendalikan vektor
penularnya
satu
cara
yang
untuk
digunakan
dalam usaha pemberantasan penularan
aegypti. Salah satu cara mengendalikan
DBD yang aman bagi manusia yaitu
nyamuk
aegypti
pengendalian Pengendalian dilakukan
nyamuk
Salah
penelitian
A.
A.
yaitu
adanya
yaitu
melalui
dengan menggunakan larvasida nabati.
pertumbuhan
larva.
Indonesia merupakan salah satu negara
dapat
berkembang
larva dengan
nyamuk
menggunakan
sumber
yang
daya
mempunyai
alam
hayati.
cukup Banyak
larvasida, predator larva, parasit larva
tumbuhan saat ini yang tidak dikenal
dan usaha menjaga sanitasi lingkungan
secara luas ternyata memiliki manfaat
dengan
dan nilai ekonomi yang cukup tinggi,
gerakan
3M,
yaitu
menutup
wadah atau penampungan air dengan
khususnya
rapat, menguras bak penampungan air
memiliki manfaat, baik
seminggu sekali, menimbun barang bekas
tradisional maupun sebagai insektisida
yang
tempat
alami (Fornswort, 1966). Larvasida nabati
dan
bersifat mudah terurai di alam sehingga
dapat
perkembangan
menjadi larva
nyamuk
79
tumbuhan-tumbuhan
yang
sebagai obat
EL-VIVO Vol.2, No.1, hal 78 – 89, April 2014
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
tidak mencemari lingkungan dan relatif
proses
aman bagi manusia dan ternak karena
dipisahkan dan dibuang tanpa dimanfaat-
residu cepat menghilang (Derviabi dkk.,
kan. Pemanfaatan biji buah pepaya telah
2008).
digunakan secara tradisional sebagai obat
Salah satu tanaman yang dimanfaat-
pengolahan
cacing
gelang,
buah
gangguan
karika,
biji
pencernaan,
kan sebagai larvasida nabati adalah biji
diare, penyakit kulit, kontrasepsi pria.
mahoni
saponin,
Ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.)
flavanoid, dan tanin (Kardinan, 2002).
dapat menyebabkan kematian larva A.
Berdasarkan
Aegypti (Mehidyastuti, 2012).
yang
mengandung
hasil
penelitian,
ekstrak
buah cabe jawa juga bermanfaat sebagai larvasida
nabati.
Pemanfaatan
ekstrak
biji
karika
Tanaman
ini
sebagai larvasida nabati belum dilakukan
alkaloid
yang
dan kandungan senyawa golongan apa
menjadi komponen larvasida (Kalsum
yang terdapat dalam biji karika belum
dkk.,
banyak
mengandung
senyawa
2005).
bermanfaat
Daun
sebagai
mimba
juga
larvasida
nabati
diketahui.
Untuk
itu
perlu
dilakukan penelitian tentang larvasida
(Aradilla dkk., 2009).
nabati dari ekstrak biji karika untuk larva
Karika adalah tanaman buah yang
nyamuk A. aegypti.
termasuk dalam familia Caricaceae dan satu
genus
dengan
pepaya.
Karika
BAHAN DAN METODE
memiliki nama latin Carica pubescens
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
dan
Maret
memiliki
dekat sekilas
hubungan
dengan
pepaya.
tampak
seperti
kekerabatan Tanaman pepaya
ini
sampai
dengan
Juli
2012,
di
Laboratorium Biologi FMIPA Universitas
akan
Sebelas
Maret,
Surakarta.
tetapi memiliki karakter khusus yaitu
penelitian
pada daun bagian bawah, tangkai daun
Rancangan Acak Lengkap (RAL) pada
dan permukaan luar bunga dipenuhi bulu
setiap uji. Pada uji aktivitas larvaisida
(Laily,
pada
2011).
Bagian
tanaman
yang
ketiga
bernilai ekonomi adalah daging buah
perlakuan
yang
aktivitas
banyak
dimanfaatkan
sebagai
yang
Rancangan
digunakan
fraksi
menggunakan
konsentrasi LC50
adalah
uji.
Pada
menggunakan
15 uji
rentang
makanan olahan antara lain manisan,
konsentrasi dan fraksi paling efektif yang
sirup dan selai. Buah karika berbeda
didapatkan dari uji pendahuluan.
dengan buah papaya karena buah karika
Penelitian
uji
aktivitas
larvasida
tidak dapat dimakan secara langsung
dilakukan sesuai dengan prosedur WHO
bagian daging buahnya.
yang dimodifikasi. Pada uji aktivitas
Pemanfaatan
karika
sebatas
pada
larvasida konsentrasi uji dicari terlebih
daging buah, sedangkan bagian daun dan
dahulu
biji belum banyak dimanfaatkan. Pada
pendahuluan 80
dengan
uji
yang
pendahuluan. dilakukan
Uji
untuk
EL-VIVO Vol.2, No.1, hal 78 – 89, April 2014
mengetahui
kisaran
dimungkinkan kematian
konsentrasi
dapat
larva
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
yang
Senyawa bioaktif yang ada dalam
menghasilkan
masing-masing pelarut dianalisis secara
atau
kualitatif
LC50.
Chomatography (TLC) atau Kromatografi
Konsentrasi LC50 dianalisis menggunakan
Lapis Tipis (KLT). Senyawa aktif yang
tabel probit Finney. Analisis kandungan
menjadi target adalah senyawa golongan
bioaktif
terpenoid,
konsentrasi
dengan
biji
kualitatif
sebesar
50% nilai
karika
dilakukan
secara
dengan
metode
KLT
dengan
metode
saponin
Thin
dan
layer
alkaloid.
Senyawa-senyawa ini merupakan senyawa
(Kromatografi Lapis Tipis).
yang umum digunakan sebagai senyawa pestisida (Komansilan et al., 2012).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis
senyawa
dengan
TLC
A. Komponen Bioaktif pada Biji Karika
memberikan hasil bahwa ekstrak biji
Pemisahan komponen bioaktif biji karika
karika
menggunakan metode ekstraksi maserasi
senyawa terpenoid, saponin dan alkaloid.
bertingkat dengan menggunakan pelarut
Senyawa- senyawa tersebut terdistribusi
n-heksana, etil asetat dan etanol 70%.
dalam ketiga jenis pelarut (Table 1).
Maserasi 550 g berat kering biji karika
Nama pelarut
heksana, 14,85% ekstrak etil asetat, dan awal. digunakan
untuk
dalam
dan etanol 70%. Ekstraksi dengan pelarut
dimaksudkan
senyawa-senyawa alkaloid
yang
untuk
semi
polar
terkandung
ini
hanya
mengandung
(Gambar 11).
minyak atsiri yang terkandung dalam biji asetat
uji
yaitu terpenoid, saponin dan alkaloid
alami terutama lilin, minyak nabati dan pelarut
+
70% terdapat tiga jenis golongan senyawa
senyawa-senyawa yang bersifat nonpolar
dengan
+
terpenoid, sedangkan pada fraksi etanol
n-heksana dimaksudkan untuk menarik
Ekstraksi
+ + +
Pada fraksi n-heksana dan etil asetat
maserasi adalah n-heksana, etil asetat
karika.
mengandung
Senyawa yang terdeteksi Terpenoid Saponin Alkaloid
N-Heksan Etil asetat Etanol 70 %
1,95% ekstrak etanol 70% dari massa yang
umum
Tabel 1.Kandungan senyawa bioaktif pada ekstrak biji karika.
menghasilkan 16,98% ekstrak kental n-
Pelarut
secara
etil
menarik seperti
dalam
biji
karika. Pelarut etanol 70% digunakan untuk menarik senyawa-senyawa polar
Gambar 11.Uji kualitatif senyawa terpenoid dengan metode TLC. Hasil uji positif ditunjukkan dengan warna merah hingga violet pada sinar tampak . P: comparator terpenoid, H : fraksi n-heksana E: fraksi etil asetat Et: fraksi etanol 70%.
seperti fenolik, karbohidrat, asam amino dan protein yang terkandung dalam biji karika (Ghosh et al, 2012). 81
EL-VIVO Vol.2, No.1, hal 78 – 89, April 2014
Dari
perbedaan
jarak
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
pita
yang
senyawa ini ditunjukkan dengan warna
terbentuk pada lempeng TLC didapatkan pendugaan senyawa
bahwa
secara
terpenoid
yang
biru (Gambar 12).
kualitatif terkandung
dalam fraksi n-heksana dan fraksi etil asetat
berbeda.
Perbedaan
secara
kualitatif dapat diketahui dari jarak pita pemisahan
senyawa
yang
terilustrasi Gambar 12. Uji kualitatif senyawa saponin dengan metode TLC. Hasil uji positif ditunjukkan dengan warna biru pada sinar tampak . P: comparartor saponin from Quilaja bark, H : fraksi n-heksana E: fraksi etil asetat Et: fraksi etanol 70%.
pada nilai Rf yang terbentuk (Tabel 2). Tabel 2.Pemisahan senyawa terpenoid dalam ketiga fraksi ekstrak biji karika berdasarkan nilai Rf-nya. Fraksi ekstrak biji karika
Nilai Rf yang terdeteksi
n-heksana
0,32 ; 0,38
etil asetat
0,24 ; 0,25 ; 0,59
etanol 70%
0,24 ; 0,25 0,38 ; 0,91
Dari hasil analisis diatas, keberadaan saponin etanol
Nilai Rf yang diketahui dari hasil analisis
TLC
memberikan
dan
etil
asetat
diteliti. Analisis senyawa yang ketiga adalah
n-heksana.
Sedangkan pada fraksi n-heksana dan sama.
Pada
fraksi
etanol
analisiis
kualitatif
Senyawa
alkaloid
senyawa dalam
alkaloid.
ekstrak
biji
karika hanya terdapat pada fraksi etanol
etanol 70% hanya terdapat satu senyawa yang
yang
larvasida dari ekstrak biji karika yang
Satu senyawa pada fraksi etanol 70% fraksi
saponin
besar pengaruhnya terhadap aktivitas
70% terdapat dua senyawa yang sama. pada
fraksi
etanol 70% tidak memberikan efek yang
jenisnya
pada fraksi etil asetat dan fraksi etanol
seperti
Senyawa
pada
Rf 0,20. Keberadaan saponin dalam fraksi
berbeda. Senyawa terpenoid yang ada
sama
70%.
terdapat
terdeteksi pada fraksi air memiliki nilai
informasi
bahwa terpenoid yang ada dalam fraksi n-heksana
hanya
70% (Gambar 13.).
70%
terdapat 4 jenis terpenoid yang tiga diantaranya sama dengan pada fraksi nheksana dan etil asetat, akan tetapi adanya keberagaman jenis senyawa pada fraksi. Analisis senyawa bioaktif yang kedua
Gambar 13. Uji kualitatif senyawa Alkaloid dengan metode TLC. Hasil uji positif ditunjukkan dengan warna orange pada sinar tampak. P: comparator Quinine, H : fraksi nheksan E: fraksi etil asetat Et: fraksi etanol 70%.
adalah senyawa saponin. Senyawa ini pada
umumnya
tumbuhan
yang
terkandung digunakan
pada sebagai
insektisida nabati. Hasil uji kualitatif 82
EL-VIVO Vol.2, No.1, hal 78 – 89, April 2014
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Senyawa alkaloid yang ada dalam
Dari data mortalitas selama 24 jam,
fraksi etanol 70% terdeteksi pada niali Rf
didapatkan fraksi n-heksana yang paling
0,54. Senyawa alkaloid yang terdeteksi
besar
pada fraksi etanol 70% hanya satu jenis
dibandingkan fraksi yang lain. Fraksi n-
saja.
heksana mulai mematikan larva pada
menimbulkan
kematian
larva
konsentrasi 100 ppm, konsentrasi yang B. Mortalitas
Larva
A.
aegypti
yang
paling rendah dibandingkan pada fraksi
dikenai Ekstrak Biji Karika
yang lain. Kematian larva selama 24 jam
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini
pada konsentrasi 100 ppm adalah sudah
merupakan nilai mortalitas larva nyamuk
hampir
A.
perlakuan
konsentrasi 300 ppm sudah lebih dari
ekstrak biji karika. Ekstrak yang dipakai
50%. Pada konsentrasi 900 dan 1000 ppm
dihasilkan dari ekstraksi bertingkat dari
fraksi n-heksana menyebabkan kematian
tiga jenis pelarut yaitu jenis nonpolar,
100%
semipolar dan polar. Pelarut bersifat non
konsentrasi tersebut dinilai sangat toksik
polar digunakan n-heksana, semipolar
bagi larva A. aegyti dan perlu dikaji sifat
digunakan etil asetat dan polar diguna-
ketoksisannya terhadap organisme air
kan etanol 70%. Dari ketiga jenis fraksi
lainnya.
dari ekstrak biji karika memberikan hasil
kemampuan
yang berbeda terhadap mortalitas larva
dibandingkan pada fraksi etil asetat dan
A. aegypti. Waktu pengamatan mortalitas
etanol 70%.
aegypti
yang
dikenai
mencapai
pada
50%
tiap
Fraksi
dan
pada
kontainer.
n-heksana
larvasida
Pada
memiliki
lebih
tinggi
larva yang diteliti adalah 24 jam dan 48
Fraksi etil asetat ekstrak biji karika
jam. Kematian larva yang ditimbulkan
dapat menyebabkan kematian mulai dari
oleh ketiga fraksi ekstrak biji karika
konsentrasi 200 ppm. Terdapat kenaikan
selama 24 jam memberikan hasil yang
mortalitas
berbeda (Gambar 14).
meningkatnya konsentrasi pada fraksi ini
larva
seiring
dengan
sampai pada konsentrasi 900 ppm. Pada konsentrasi
800
ppm,
efek
jumlah
mortalitas pada fraksi ini sama besarnya dengan pada fraksi etanol 70%. Jumlah mortalitas
pada
fraksi
etil
asetat
konsentrasi 900 ppm dan 1000 ppm dibawah dari efek yang dihasilkan pada
Gambar 14. Grafik jumlah kematian larva Ae. aegypti dikenai ekstrak biji karika frkasi nheksana, etil asetat dan etanol 70% pada paparan 24 jam
fraksi etanol 70%. Efek yang dihasilkan oleh
fraksi
etil
asetat
dimulai
dari
konsentrasi 900 ppm tidak menimbulkan kenaikan jumlah kematian yang berarti. 83
EL-VIVO Vol.2, No.1, hal 78 – 89, April 2014
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Hal yang berbeda dihasilkan pada fraksi
800 ppm, 900 ppm dan 1000 ppm. Pada
etanol 70%. Pada fraksi ini, konsentrasi
fraksi etil asetat dan etanol 70% tetap
yang
larva
masih mengalami peningkatan jumlah
dimulai dari 500 ppm. Mortalitas larva
larva yang mati tetapi tidak mencapai
terus
menyebabkan meningkat
kematian seiring
dengan
konsentrasi lethal 100%. Sifat toksisitas
konsentrasi.
Pola
fraksi etanol 70% pada waktu paparan 48
antara
jam lebih stabil dibandingkan pada fraksi
konsentrasi
etil asetat. Hal ini dibuktikan dengan
berbanding lurus pada fraksi n-heksana
jumlah kematian larva yang nilainya lebih
dan etanol 70%. Sifat toksisitas pada
tinggi mulai pada konsentrasi 600 ppm.
peningkatan kecenderungan mortalitas
hubungan
dan
kenaikan
ketiga jenis fraksi ekstrak biji karika
Berdasarkan hasil uji pendahuluan
sangat baik pada waktu paparan 24 jam
dalam kisaran konsentrasi yang luas
dan akan dilihat pada waktu paparan 48
(antara
jam.
didapatkan
Kematian setelah
larva
selama
pemaparan
48
0
ppm jenis
hingga
1000
ppm),
fraksi
yang
paling
jam
efektif (cepat dan banyak) membunuh
menunjukkan
larva A. aegypti adalah fraksi n-heksana.
peningkatan pada semua fraksi ekstrak
Fraksi
n-heksana
yang
paling
baik
biji karika (Gambar 15).
menyebabkan kematian larva disbandingkan fraksi etil asetat maupun etanol 70%. Hasil ini sama dengan hasil penelitian pada ketiga fraksi ekstrak daun sirsak. Perbedaan tingkat keefektifan aktivitas larvasida
ditentukan
oleh
pelarut
ekstraknya (Ghosh et al, 2012). Tingkat keefektifan ekstrak biji karika ditentukan Gambar 15.Grafik jumlah kematian larva yang dikenai ekstrak biji karika fraksi n-heksana, etil asetat dan etanol 70% pada paparan 48 jam
oleh pelarut yang dipakai. Dalam hal ini ekstrak Pelarut
pada waktu paparan 48 jam, menunjukbahwa
senyawa
larvasida
2012).
stabil sehingga pada waktu paparan 48 mematikan
larva
aktivitas
n-heksana
dapat
melarutkan
lain yang bersifat non polar (Ghosh et al.,
heksana pengaruh toksisitasnya masih masih
baik
minyak esensial tanaman dan senyawa
yang
terkandung masih aktif. Pada fraksi n-
jam
paling
larvasidanya dengan pelarut n-heksana.
Adanya peningkatan kematian larva kan
karika
dalam
jumlah yang besar. Konsentrasi lethal 100% pada fraksi n-heksana terjadi pada 84
EL-VIVO Vol.2, No.1, hal 78 – 89, April 2014
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
yang ada dalam ketiga fraksi ekstrak.
Tabel 3. Kematian larva pada fraksi n-heksana ekstrak biji karika selama 24 jam Konsentrasi (ppm) 0 50 75 100 125 150 175 200
n 3 3 3 3 3 3 3 3
Jumlah Larva 20 20 20 20 20 20 20 20
Mortalitas rata-rata 0 0 1,3 9 9 10,33 11,33 12,66
Pada ekstrak daun sirsak, fraksi yang
Mortalitas % 0a 0a 6.67b 45 c 45 c 51.67 d 56.67 d 63.33 e
paling toksik terhadap larva nyamuk adalah fraksi n-heksana dengan nilai LC50 sebesar 73,77 ppm (Komansilan et al, 2012). Berdasarkan data yang didapatkan pada
dari 0 ppm hingga 200 ppm. Kisaran ini
terjadi mulai dari konsentrasi 100 ppm
diambil
dengan nilai 45% hingga 50%. Dari hasil dicari
nilai
LC90
digunakan
sebagai
kisaran
konsentrasi
diteliti dimulai pada waktu paparan 24 jam.
diberikan
konsentrasi
hasil yang sama. Perbedaan mortalitas
n-
akibat variasi konsentrasi menghasilkan
heksana mulai konsentrasi 800 ppm
taraf signifikan pada 5%.
dengan waktu paparan 48 jam sudah 100%.
variasi
yang sama (a, b, c, d, dan e) menunjukkan
tidak mencapai 90 % pada konsentrasi
mortalitas
tiap
kan hasil mortalitas dengan tanda huruf
waktu paparan 24 jam maupun 48 jam
mencapai
jam
dengan data mortalitas yang menunjuk-
paparan 48 jam. Fraksi etil asetat dengan
fraksi
24
yang berbeda nyata yaitu konsentrasi
lebih dari 90% terdapat pada waktu
Pada
paparan
terhadap mortalitas memberikan hasil
70%, persentase kematian yang mencapai
ppm.
waktu
sampai 63,33% (Tabel 3). Pengaruh yang
dari 5% hingga 100%. Pada fraksi etanol
1000
Pada
didapatkan persentase mortalitas larva
luas
didapatkan kisaran persentase mortalitas
tertinggi
yang
Pada uji untuk mendapatkan LC50
langkah
sebagai larvasida (WHO, 2005). Dari hasil dengan
asumsi
dibawah 50% hingga diatas 50%.
pertama dalam pemeriksaan bahan alami uji
berdasarkan
didapatkan nilai persentase mortalitas
lethal
consentration (LC)50. Penetapan nilai LC50 dan
luas,
nilai LC50 digunakan kisaran konsentrasi
Persentase mortalitas larva A. aegypti
kemudian
kisaran
untuk mencari nilai LC50. Untuk mencari
fraksi n-heksana
ini
konsentrasi
dilanjutkan uji dengan kisaran tertentu
C. Nilai LC50 pada ekstrak biji karika
uji
uji
Nilai LC50 yang dihasilkan dari efek
Adanya
mortalitas fraksi N-Heksana selama 24
kisaran konsentrasi dari 100 ppm hingga
jam
800 ppm yang menyebabkan mortalitas
adalah
148, 30
ppm.
Nilai
ini
didapatkan dari persamaan linear yang
pada fraksi n-heksana. Hal ini member-
dibentuk pada grafik (Gambar 16). Nilai R
kan keterangan bahwa fraksi ini yang
yang diperoleh adalah 0,883 memiliki
paling toksik dalam membunuh larva.
makna bahwa memiliki korelasi yang
Perbedaan daya toksisitas pada ketiga
sangat
fraksi ekstrak biji karika disebabkan
kuat
antara
mortalitas
konsentrasi ekstrak biji karika.
adanya perbedaan kandungan senyawa 85
dan
EL-VIVO Vol.2, No.1, hal 78 – 89, April 2014
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Pada waktu paparan 48 jam, dicari juga nilai LC50 pada fraksi N-heksana. Nilai LC50 yang dihasilkan dari efek mortalitas fraksi N-heksana selama 48 jam adalah 103,99 ppm (Gambar 17). Nilai R yang diperoleh adalah 0,979 memiliki makna bahwa memiliki korelasi yang sangat kuat antara mortalitas dan
Gambar 16. Persamaan garis antara nilai probit dan log konsentrasi yang membentuk persamaan linear. Persamaan dari fraksi nheksana pada waktu paparan 24 jam yang terbentuk adalah Y= 3.681X – 2.992
konsentrasi ekstrak biji karika. Nilai LC50 antara waktu paparan 24 jam dan 48 jam berbeda sangat besar
Selain pada waktu paparan 24 jam,
nilainya. Nilai LC50 pada paparan 48 jam
diteliti pula jumlah kematian pada waktu
lebih kecil dari paparan pada 24 jam. Hal
paparan 48 jam. Jumlah kematian larva
ini memberikan bukti bahwa senyawa
selama 48 jam disajikan dalam angka
yang berperan sebagai larvasida masih
mortalitas selama 48 jam. Data yang
aktif pada air dalam kontainer uji dalam
didapatkan pada waktu paparan 48 jam
waktu 2 x 24 jam. Selain itu juga
jumlahnya
namun
dimungkinkan karena mekanisme kerja
konsentrasi awal kematian larva tetap
dari terpenoid sebagai larvasida nabati
pada 75 ppm (Tabel 4).
yang terkandung di dalam ekstrak biji
meningkat,
karika terhadap larva nyamuk A. aegypti.
Tabel 4. Kematian larva pada fraksi n-heksana ekstrak biji karika selama 48 jam Konsentrasi (ppm) 0 50 75 100 125 150 175 200
n 3 3 3 3 3 3 3 3
Jumlah Larva 20 20 20 20 20 20 20 20
Mortalitas rata-rata 0 0 1,66 9,66 10,33 12,33 13 14,33
Mortalitas % 0a 0a 41.67 b 48.33 c 51.67 c 61.67 d 65 de 71.67 e
Pengaruh yang diberikan tiap variasi konsentrasi terhadap mortalitas memberkan
hasil yang berbeda
nyata
yaitu
Gambar 17.Persamaan garis antara nilai probit dan log konsentrasi yang membentuk persamaan linear. Persamaan yang terbentuk dari fraksi n-heksana pada waktu paparan 48 jam adalah Y= 1.821 X +1.327
konsentrasi dengan data mortalitas yang menunjukkan hasil mortalitas dengan tanda huruf yang sama (a, b, c, d, dan e) menunjukkan hasil yang sama. Perbedaan mortalitas
akibat
variasi
Besar nilai LC50 pada fraksi n-heksana
konsentrasi
ekstrak biji karika pada paparan 48 jam
menghasilkan taraf signifikan pada 5%.
mendekati nilai 104 ppm. Besar nilai ini 86
EL-VIVO Vol.2, No.1, hal 78 – 89, April 2014
masih
dalam
kisaran
larvasida
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
yang
pada fraksi etil asetat. Hal ini dibuktikan
dihasilkan oleh banyak spesies tanaman.
dengan
jumlah
Nilai yang masih dapat dipakai sebagai
nilainya
lebih
larvasida
konsentrasi 600 ppm.
nabati
dibawah
1000
ppm
(Ghost et al, 2012). Hasil
yang
mortalitas fraksi
kematian tinggi
larva mulai
yang pada
Berdasarkan hasil uji pendahuluan diperoleh
larva
dari
menunjukkan
n-heksana
yang
data
dalam kisaran konsentrasi yang luas
bahwa
(antara
memberikan
0
ppm
didapatkan
jenis
hingga
1000
ppm),
fraksi
yang
paling
aktivitas larvasida yang paling besar.
efektif (cepat dan banyak) membunuh
Aktivitas ini sangat erat kaitanya dengan
larva A. aegypti adalah fraksi n-heksana.
senyawa bioaktif yang ada didalamnya.
Fraksi
Senyawa yang terkandung dalam fraksi n-
menyebabkan kematian larva disbanding-
heksana adalah dari golongan terpenoid
kan fraksi etil asetat maupun etanol 70%.
dengan jenis tertentu. Data kromatogram
Hasil ini sama dengan hasil penelitian
dari TLC memberikan dugaan bahwa
pada ketiga fraksi ekstrak daun sirsak.
tidak hanya senyawa terpenoid saja yang
Perbedaan tingkat keefektifan aktivitas
mempengaruhi aktivitas larvasida. Hal ini
larvasida
disebabkan
tidak
ekstraknya (Ghosh et al, 2012). Tingkat
hanya menarik senyawa terpenoid saja,
keefektifan ekstrak biji karika ditentukan
akan tetapi terdapat senyawa lain seperti
oleh pelarut yang dipakai. Dalam hal ini
asam lemak organik (Komansilan et al.,
ekstrak
2012). Senyawa-senyawa jenis ini yang
larvasidanya dengan pelarut n-heksana.
mungkin
Pelarut
pelarut
n-heksana
mempengaruhi
aktivitas
n-heksana
yang
ditentukan
karika
oleh
paling
n-heksana
paling
pelarut
baik
dapat
baik
aktivitas
melarutkan
larvasida dari ekstrak biji karika yang ada
minyak esensial tanaman dan senyawa
dalam
lain yang bersifat non polar ( Ghosh et al.,
fraksi
n-heksana
disamping
terpenoid. Hal ini sesuai dengan hasil
2012).
penelitian yang dilakukan oleh Parwata, dkk. (2011) yang menyatakan bahwa
KESIMPULAN
minyak
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil
atsiri
mengandung
daun
terpenoid
sirih dan
positif senyawa
penelitian ini adalah:
fenol lainnya efektif sebagai larvasida
1. Pemberian
Nyamuk A. aegypti. p
masih
mengalami
peningkatan
ekstrak
menyebabkan
kematian
nyamuk
aegypti
A.
biji pada pada
karika larva waktu
jumlah larva yang mati tetapi tidak
pemaparan 24 dan 48 jam. Nilai LC50
mencapai konsentrasi lethal 100%. Sifat
yang dihasilkan dari efek mortalitas
toksisitas fraksi etanol 70% pada waktu
fraksi n-Heksana pada paparan selama
paparan 48 jam lebih stabil dibandingkan
24 87
jam
adalah
148,
30
ppm,
EL-VIVO Vol.2, No.1, hal 78 – 89, April 2014
sedangkan
pada
paparan
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
48
jam
Darsie R Ee JR and Voy-Adjoglou A S. 1997. Keys for the identification of the mosquitoes of Greece. J of Am Mosquito control Association. 13(3) p.247-251. Fornswort, N. R., 1966, Biological and Phytomical Screening of Plant, J., Pharm. Sci, 55 (3).p.225-276. Ghosh, A, Chowdhury N, and Chandra G. 2012. Review article: Plant extract as potential mosquito larvicides. Indian J.Med Res 135 Hoedoyo. 1993. Vektor DBD dan penanggulangan. Majalah Parasitologi Indonesia. 6. (I): 32– 41. Kardinan, 2002 Hidayat S, 2000. Prospek papaya gunung Carica pubescens Lenne and Koch 42 dari Sikunang pegunungan Dieng, Wonosobo. Proceding seminar Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional. Bogor Kalsum U. Agustina T E. Alvi M. 2005. Uji efek larvasida Ekstrak Buah Cabai Jawa (Piper lingum BI) terhadap larva Culex sp. Skripsi. Universitas Brawijaya Malang. Klaassen,C.D and Watkins, JB. 2003. Essensial of Toxicology. Mc Graw Hiil Companies :US Komansilan A, Abadi A L, Yaniwiadi B and Kaligis D. 2012. Effective Fraction of n-Hexane and Identification of Active Larvasida from Sirzak ( Annona muricata. linn) Due to Larva of Aedes aegypti. J. Basic. Appl. Chem., 2(4). p.16-20 Kardian A. 2002. Pestisida nabati, Ramuan dan Aplikasi. Penebar swadaya: Bogor. Laily A. N ,2011. Karakterisasi Carica pubescens lenne & k. koch berdasarkan morfologi, kapasitas antioksidan, dan pola pita protein di dataran tinggi dieng. Tesis. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Mehidyastuti, E. 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Sebagai Larvasida terhadap Mortalitas Larva Aedes aegypti. Tesis. Universitas Kristen Duta Wacana. Yogyakarta.
adalah 103,99 ppm. 2. Kandungan bioaktif senyawa yang ada dalam
ekstrak
biji
karika
adalah
terpenoid, saponin dan alkaloid, akan tetapi senyawa yang mempengaruhi aktivitas
larvasida
paling
banyak
adalah terpenoid yang terlarut dalam n-heksana. DAFTAR PUSTAKA Aradilla, A S. Suhardjono. 2009. Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica) Terhadap Larva Aedes aegypti. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Ahmad, I. Sita Astari, Rahardjo Bayu, Marselina Tan, Amrul Munif. 2006. Resistance of Aedes aegypti from Three Provinces in Indonesia, to Phyrethroid and organophosphated Insecticides. ICMNS. ITB Astuti EP Riyadhi A dan Ahmadi NR. 2011. Efektivitas minyak jarak pagar sebagai larvasida, Anti-oviposisi dan ovisida terhadap larva nyamuk Aedes albopictus Bul. Littro. Vol. 22 No. 1, Hal.44 – 53 Bahagiawati, 2002. Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai Bioinsektisida. Buletin Agrobio 5(1). Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor.p. 21-28. Brinda S, Maragathavalli S, Kaviyasi N.S Annadurai B and Gangwar S.K. 2012. Mosquitoes larvacidal activity of leaf extract of neem (Azadirachta indica). IJABR. 2 (1). Pp.138 – 142. Djallalluddin, Hasni HB, Riana W, Lisda H. 2004. Gambaran Penderita Pada Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue Di Kabupaten Banjar Dan Kota Banjarbaru Tahun 2001. DEXA MEDIA., No. 2, Vol. 17, hal. 85-91: Banjar. Deviarbi, TiraS., Ndoen HI., dan Weraman P. 2008. Efektivitas Ekstrak Daun Tembakau terhadap Kematian Jentik Culex gelidus. Buletin. 18: 1-5. 88
EL-VIVO Vol.2, No.1, hal 78 – 89, April 2014
ISSN: 2339-1901 http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Nugraha DR. 2011. Ekstrak kayu jati (Tectona grandis L.F.) sebagai biolarvasida jentik nyamuk demam berdarah Aedes aegypti. Skripsi. Fakultas kehutanan IPB. Bogor. Panghiyangani R., Rahmiati, Noor Ahda F. 2009. Potensi Ekstrak Daun Dewa (Gynura Pseudochina Ldc) Sebagai Larvasida Nyamuk Aedes aegypti Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jurnal Kedokteran Indonesia, Vol 1/No.2 p. 121-125. Parwata I M O A., Sri R. S., I Made S., dan Ida A. A. W. 2011. Aktivitas Larvasida Minyak Atsiri pada Daun Sirih (Piper betle Linn) terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti.Jurnal Kimia 5 (1) p. 88-93. Raharjo B. 2006. “Uji Kerentanan (Susceptibility test) Aedes aegypti (Linnaeus) dari Surabaya, Palembang dan Beberapa Wilayah di Bandung terhadap Larvasida Temephos (Abate 1 SG)”. Skripsi. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB. Bandung. Regis L, Sinara B D S, Maria A V, Melo S. 2000. The use of bacterial larvicides in mosquito and black fly control programs in Brazil. Mem Inst Oswaldo Cruz Vol 95, Suppl 1. Silva I G , da Silva and Lima CC. 2003. Ovipositional behavior of Aedes aegypti (Diptera, Culicidae) in different strata and biological cycle. Acta Biol. Par. Curitiba, 32.p.1-8. Schaper S and Chavarría F H. 2006. Scanning electron microscopy of the four larval instars of the Dengue fever vector Aedes aegypti (Diptera: Culicidae). Rev. Biol. Trop. 54 (3) p.847-852. Sembel D T. 2009. Entomologi Kedokteran. Andi Offset: Yogyakarta. Seran, M. D. Dan Prasetyowati, H. 2012. Transmisi Transovarial Virus Dengue Pada Telur Nyamuk Aedes aegypti (L.). Aspirator Vol. 4 No. 2. p. 53-58. Soedarmo SSP, 1998. Demam berdarah (Dengue) pada anak. Universitas Indonesia. Jakarta. Sudarto. 1972. Atlas Entomologi Kedokteran. EGC. Jakarta
Sukadana. Sri RS. Juliarti. 2008. Aktivitas antibakteri senyawa golongan triterpenoid dari biji papaya (Carica papaya L). Jurnal Kimia 2. No 1. Warisno,2003. Budidaya Pepaya. Kanisius. Yogyakarta. WHO, 2005. Guidelines for Laboratory and field testing of mosquito larvicides.WHO/CDS/WHOPES/GCDPP /200513 Wikipedia. 2014. Pepaya Gunung. http://id.wikipedia.org/wiki/Pepaya_ gunung. (15 Januari 2014). Zettel C and Kaufman P. 2013. Yellow fever mosquito Aedes aegypti L Insecta : Diptera :Culididae).
89