POTENSI DAUN MURBEI DALAM MENINGKATKAN NILAI GUNA JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG
SYAHRIANI SYAHRIR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Potensi Daun Murbei dalam Meningkatkan Nilai Guna Jerami Padi sebagai Pakan Sapi Potong adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2009 Syahriani Syahrir NRP D061060011
ABSTRACT The Potency of Mulberry Leave in Increasing the Nutritive Value of Rice Straw as Beef Cattle Feed S. Syahrir, K. G. Wiryawan, A. Parakkasi and M. Winugroho Mulberry leave have a great potential as animal feed because of its high nutrient content. It also has deoxynojirimycin (DNJ) compound, that potential to increase fermentability of fibrous feed in ruminal systems. The aim of the experiments were to investigate: the role of mulberry leave extract (MLE) containing DNJ in inhibiting the hydrolysis of non structural carbohydrates in the rumen; the effect of fermented MLE utilization in mice feed as animal model for the post ruminal system and to investigate the potency of mulberry leave as concentrate substitution in the beef cattle feeding. The first experiment used rumen crude enzymes and in vitro fermentation studies of MLE to investigate the inhibition of non structural carbohydrates hydrolysis in the rumen; the second experiment used mice as animal model with six treatments: P0 (semi purified diet) as a control, P1(P0+fermented rumen liquid without MLE), P2 (P1+MLE containing 0,03% DNJ), P3 (P1+ fermented MLE containing 0,03% DNJ), P4 (P1+MLE containing 0,06% DNJ), P5 (P1+ fermented MLE containing 0,06% DNJ) and the third trial using ongole crossbreed cattle with three treatments i.e., P1 (rice straw 50% + concentrate 50%), P2 (rice straw 50% + concentrate 25% + mulberry leave 25%), P3 (rice straw 50% + mulberry leave 50%). The results of the experiment showed that MLE could inhibit the hydrolysis of non structural carbohydrates in the rumen, especially maltose. The DNJ compound of MLE could also improve fermentability in the rumen. MLE significantly (P<0,05) reduced daily body weight, consumption, feed digestibility and blood glucose of mice, but fermented MLE with rumen liquor reduced its negative effect to the variables measured. Ongole cattle fed P2 ration showed the best performance and nutrient degradation. It is concluded that DNJ are partially degraded in the rumen, and it still has negative effect to the post ruminal system but mulberry leave are able to substitute the concentrate and increasing fermentability of fibrous feed in beef cattle. Key words: Mulberry leave, non-structural carbohydrates, rice straw, ruminal fermentation
RINGKASAN SYAHRIANI SYAHRIR. D061060011.
Potensi Daun Murbei dalam
Meningkatkan Nilai Guna Jerami Padi Sebagai Pakan Sapi Potong. Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan, Prof. Dr. H. Aminuddin Parakkasi, M.Sc., dan Prof. Dr. Ir. H. M. Winugroho, M.Sc., APU. Peningkatan fermentabilitas bahan pakan dilakukan dengan menyediakan karbohidrat non struktural atau readily available carbohydrates (RAC) dan nitrogen secara seimbang dan berkesinambungan dalam sistem rumen. Penyediaan RAC umumnya dilakukan dengan pemberian konsentrat. Namun, konsentrat yang tinggi dapat mengakibatkan dominasi bakteri homofermentatif asam laktat. Karena itu, penyediaan RAC yang berkesinambungan dalam sistem rumen dengan mekanisme lepas lambat juga dibutuhkan. Daun murbei mengandung senyawa aktif 1-deoxynojirimycin yang diduga dapat menghambat hidrolisis karbohidrat non struktural, sehingga diharapkan dapat
menyediakan
berkesinambungan
karbohidrat
dalam
sistem
non
struktural
rumen,
dan
secara berdampak
seimbang
dan
meningkatkan
fermentabilitas pakan berserat tinggi seperti jerami padi. Serangkaian
penelitian
telah
dilakukan,
dimulai
dari
penelitian
pendahuluan yang bertujuan untuk mengkaji potensi tanaman murbei sebagai bahan pakan. Pada tahap ini diperoleh data potensi tanaman murbei, meliputi komposisi nutrien makro, kandungan senyawa anti nutrisi dan fitokimia. Rataan kadar protein kasar daun murbei sebesar 20.80%, hampir sama dengan rataan kadar protein kasar daun murbei yang dianalisis dari 119 varietas yakni sebesar 20.43%. Hasil analisis tersebut mengindikasikan kualitas protein daun murbei yang sangat baik. Lignin dan silika daun murbei masing-masing sebesar 3.18% dan 0.06%, kadar yang masih relatif rendah, sehingga komponen dinding sel tersebut tidak mengurangi kualitas daun murbei. Guna mengkaji jenis karbohidrat yang dilepas secara lambat dalam sistem rumen akibat penambahan ekstrak daun murbei yang mengandung senyawa 1deoxynojirimycin, dilakukan uji aktivitas enzim cairan rumen dan uji daya lepas
iii
lambat beberapa macam karbohidrat. Uji aktivitas enzim menggunakan enzim kasar yang dikoleksi dari cairan rumen sapi potong yang diperoleh dari RPH, sedangkan uji daya lepas lambat beberapa macam karbohidrat dengan kehadiran EDM yang mengandung senyawa DNJ dilakukan dengan fermentasi in vitro. Penambahan ekstrak daun murbei (EDM) pada media dengan substrat berupa maltosa mengakibatkan penghambatan aktivitas enzim maltase. Hal ini ditandai dengan konsentrasi gula reduksi yang dihasilkan pada inkubasi sampai 20 menit, sangat sedikit terdeteksi pada medium yang ditambahkan EDM, dibandingkan dengan tanpa penambahan EDM. Dinamika konsentrasi VFA yang dihasilkan dari percobaan in vitro juga menggambarkan adanya perbaikan proses fermentasi dalam media rumen dengan penambahan EDM yang mengandung senyawa DNJ.
Hasil percobaan ini mengindikasikan kemampuan ekstrak daun
murbei yang mengandung senyawa DNJ untuk menghambat hidrolisis karbohidrat non struktural, khususnya maltosa dalam sistem rumen. Kemampuan ini akan menjaga kesinambungan penyediaan RAC, sehingga mikroba-mikroba penghasil enzim pencerna karbohidrat struktural dapat berkembang optimal. Percobaan penggunaan daun murbei dalam ransum berbahan dasar jerami padi guna meningkatkan efektivitas fermentasi dalam rumen in vitro juga dilakukan. Seluruh peubah yang diamati mengindikasikan adanya perbaikan efektivitas fermentasi akibat kehadiran murbei dalam ransum. Nilai pH yang cenderung semakin rendah, produksi gas yang semakin tinggi, konsentrasi amonia yang semakin rendah pada tingkat penggunaan murbei sebesar 75% menggantikan konsentrat, konsentrasi VFA tertinggi yang juga diperoleh serta degradasi bahan kering dan bahan organik pakan tertinggi menggambarkan potensi murbei yang baik untuk digunakan sebagai pakan ternak ruminansia, terutama bila ransum yang disusun terdiri atas jerami padi sebagai pakan dasar sumber serat. Oleh karena itu, penambahan senyawa 1-DNJ dalam bentuk pemberian tepung maupun ekstrak daun murbei dapat meningkatkan fermentabilitas pakan berbasis jerami padi. Pengaruh asupan ekstrak daun murbei yang mengandung senyawa DNJ ke sistem pasca rumen dapat berdampak negatif terhadap produktivitas ternak ruminansia. Mencit (Mus musculus) jantan sebagai model hewan percobaan pasca
iv
rumen. Hasil percobaan ini menginformasikan bahwa proses fermentasi pada sistem rumen in vitro terhadap EDM dapat mengurangi aktivitas senyawa tersebut pada sistem pencernaan dan metabolisme mencit. Hal ini sejalan dengan respon PBB, dimana masih diperoleh pertambahan bobot badan mencit yang mendapat EDM fermentasi. Guna mengkaji substitusi konsentrat dengan tepung daun murbei bila dikombinasikan dengan jerami padi sebagai pakan sapi potong, dilakukan percobaan in vivo, menggunakan 12 ekor sapi PO.
Penelitian menggunakan
rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan dan 4 kali ulangan.
Perlakuan
disusun sebagai berikut: P0 = 50% jerami padi + konsentrat; P1 = 50% jerami padi + 25% konsentrat + 25% murbei dan P2 = 50% jerami + murbei. Hasil penelitian ini menginformasikan bahwa substitusi 50% konsentrat dengan daun murbei dalam ransum berbasis jerami padi dapat meningkatkan performa sapi potong. Seluruh rangkaian penelitian ini menghasilkan simpulan sebagai berikut: daun murbei berpotensi menggantikan konsentrat pakan karena mengandung nutrien yang baik serta kandungan anti nutrisi yang sangat kecil, ekstrak daun murbei yang mengandung senyawa
1-deoxynojirimycin dapat menjadi agen
mekanisme lepas lambat karbohidrat non struktural dalam sistem rumen, khususnya maltosa. Fermentasi ekstrak daun murbei dapat mengurangi dampak negatif senyawa 1-deoxynojirimycin dalam sistem pasca rumen dan substitusi 50% konsentrat dengan murbei dalam pakan dengan jerami padi sebagai pakan sumber serat dapat meningkatkan produktivitas ternak ruminansia.
v
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Instititut Pertanian Bogor 2 Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
POTENSI DAUN MURBEI DALAM MENINGKATKAN NILAI GUNA JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG
SYAHRIANI SYAHRIR
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. 2. Dr. Ir. Dwierra Evvyernie, M.S., M.Sc.
Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. Zaenal Bachruddin, M.Sc. 2. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS
Judul Disertasi
: Potensi Daun Murbei dalam Meningkatkan Nilai Guna Jerami Padi sebagai Pakan Sapi Potong
Nama
: Syahriani Syahrir
NIM
: D061060011
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Komang Gede Wiryawan Ketua
Prof. Dr.Ir.H.M.Winugroho, M.Sc.APU Prof.Dr.drh.H.Aminuddin Parakkasi, M.Sc. Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Dr. Ir. Idat G. Permana, M.Sc.
Tanggal lulus : 6 Agustus 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal lulus:
PRAKATA Bismillahirrohmaanirrohiim. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga Disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2007 ini ialah Potensi Daun Murbei dalam Meningkatkan Nilai Guna Jerami Padi sebagai Pakan Sapi Potong. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan, Prof. Dr. H. Aminuddin Parakkasi, M.Sc. dan Prof. Dr. Ir. H. M. Winugroho, M.Sc., APU selaku komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dirjen DIKTI beserta jajarannya, Rektor UNHAS beserta jajarannya, Rektor IPB beserta jajarannya, Badan Litbang Pertanian melalui proyek KKP3T tahun 2007 dan 2008, serta seluruh instansi yang telah memberi kesempatan dan bantuan kepada saya, mulai dari masa kuliah sampai selesainya disertasi ini. Kepada yang mulia ayahanda dan ibunda, yang tercinta kakak-kakak dan adikadik, serta seluruh keluarga besar saya, saya haturkan terima kasih yang tulus atas kasih sayang, teladan, dukungan dan semangat yang senantiasa saya rasakan dan menjadi pemicu bagi saya untuk terus berkarya. Khusus, kepada suami tercinta, Abdul Halim, SH, terimakasih atas pengertian, kesabaran serta dukungan yang tanpa henti-hentinya, serta cinta kasih yang senantiasa penulis rasakan. Teriring do’a buat putra putri kami tersayang, semoga damai disisi-Nya, amiin. Kepada teman-teman di Puri Hapsara dan Pondok Gardena serta rekan mahasiswa pascasarjana PTK yang tidak dapat ditulis satu persatu, terima kasih atas kebersamaan kita yang manis. Terima kasih juga buat Sari, Witra, Lina, Akbar, Deliana dan Zul serta banyak lagi yang tak dapat disebutkan... Keterbatasan kemampuan penulis menjadikan disertasi ini terbuka dari saran dan kritik membangun. Semoga tulisan ini bermanfaat. Akhir kata semoga harapan untuk hanya mencari ridho Allah SWT dapat tercapai, amiiiin. Billahittaufik wal hidayah, Wassalam. Bogor,
Agsutus 2009
Syahriani Syahrir
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cakke Enrekang pada tanggal 12 November 1965 dari ayahanda BM Syahrir dan ibunda Sibu. Penulis merupakan putri keempat dari delapan bersaudara. Tamat sekolah dasar pada tahun 1977 dari SDN Belopa, sekolah menengah pertama tahun 1981 dari SMPN Belopa dan sekolah menengah atas tahun 1984 dari SMAN Belopa, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Tahun 1984 penulis
melanjutkan pendidikan tingkat sarjana di Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1989. Pendidikan master penulis mulai di Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 1995 dan lulus pada tahun 1998. Selanjutnya, pada tahun 2006, penulis kembali melanjutkan pendidikan program doktor juga di Institut Pertanian Bogor. Terkait dengan penyelesaian disertasi ini, penulis telah mempublikasikan dua tulisan ilmiah di jurnal terakreditasi Media Peternakan IPB dan Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan UNHAS, masing-masing berjudul: Efektivitas Daun Murbei sebagai Pengganti Konsentrat dalam Sistem Rumen in vitro dan Fermentabilitas Pakan Berserat dalam Rumen In Vitro yang Diberi Ekstrak Daun Murbei. Sejak tahun 1990, penulis menjadi staf pengajar pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar. Tahun 1992, penulis menikah dengan Abd. Halim, SH, dan telah dikaruniai putra-putri.
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRACT ...........................................................................................
ii
RINGKASAN ............................................................... .........................
iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................
xi
PRAKATA .............................................................................................
xii
DAFTAR ISI
.............................................................................. ..........
xiii
DAFTAR TABEL ...................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xix
PENDAHULUAN ...................................................................................
1
Latar Belakang ...........................................................................
1
Tujuan .........................................................................................
3
Kegunaan .....................................................................................
3
Hipotesis ......................................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... Potensi Jerami Padi Sebagai Pakan Ternak Ruminansia .............
5
Tanaman Murbei dan Potensinya sebagai Bahan Pakan Ternak ..
7
Senyawa 1-Deoxynojirimycin Murbei ..........................................
13
Karakteristik Sistem Pencernaan Ruminansia ..............................
14
Mikroba Rumen ............................................................................
15
Pencernaan Karbohidrat dalam Rumen ........................................
16
Mekanisme Lepas Lambat Karbohidrat Non Struktural dalam Sistem Rumen ..............................................................................
21
BAHAN DAN METODE .............................................. ........................
23
Kajian Potensi Tanaman Murbei .................................................
24
Penelitian Tahap I : Uji Potensi Ekstrak Daun Murbei Sebagai Agen Lepas Lambat Karbohidrat Non Struktural dalam Sistem Rumen .......................
xiii
24
Percobaan 1: Daya Lepas Lambat Beberapa Jenis Karbohidrat oleh Enzim Rumen dan dalam Sistem Rumen ..............................................................................
24
Percobaan 2. Efektivitas EDM dan Daun Murbei dalam Sistem Rumen ..................................................................
26
Uji Asupan Ekstrak Daun Murbei Pasca Rumen .............
27
Penelitian Tahap II: Substitusi Konsentrat dengan Tepung Daun Murbei dalam Pakan Komplit yang Dikombinasikan dengan Jerami Padi .......
28
Prosedur Pengukuran Peubah ......................................................
30
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
38
Penghambatan Aktivitas Enzim oleh EDM ...............................
40
Daya Lepas Lambat Beberapa Jenis Karbohidrat dalam Sistem Rumen ..........................................................................................
41
Efektivitas EDM dan Daun Murbei dalam Sistem Rumen in vitro .........................................................................................
49
Asupan Ekstrak Daun Murbei Pasca Rumen ...............................
60
Substitusi Konsentrat dengan Murbei dalam Pakan Komplit Berbasis Jerami Padi ..................................................................
63
SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
79
Simpulan
........................................................... .....................
79
Saran ............................................................................................
79
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
80
LAMPIRAN
88
...............................................................................
xiv
DAFTAR TABEL Nomor 1
Halaman
Komposisi nutrien jerami padi dan nilai parameter fermentatifnya..............................................................................
6
Informasi teknis budidaya dan produksi tanaman murbei pada lahan petani ulat sutra di Kab. Enrekang Sulawesi Selatan.........
9
3
Luas areal tanaman murbei (ha) di Indonesia..............................
11
4
Komposisi nutrien daun murbei..................................................
12
5
Komposisi asam amino daun murbei..........................................
12
6
Jenis karbohidrat yang umum terdapat dalam pakan ternak ruminansia...................................................................................
17
Rataan konsentrasi karbohidrat dalam pakan ruminansia berdasarkan jenis bahan...............................................................
18
8
Susunan ransum percobaan in vivo.............................................
29
9
Komposisi larutan penyangga ....................................................
31
10
Kandungan nutrien tepung daun murbei.....................................
38
11
Kandungan senyawa fitokimia daun murbei...............................
39
12
Nilai rataan pH, N-NH3, VFA total dan produksi gas secara in vitro pada perlakuan tingkat penggunaan murbei ....................
49
Nilai rataan pH, N-NH3, VFA total dan produksi gas secara in vitro pada perlakuan penggunaan murbei ekstrak daun murbei
55
Rataan konsumsi, kecernaan, PBBH dan kadar glukosa darah mencit yang mendapat ransum dengan berbagai perlakuan ekstrak daun murbei...................................................................
60
Kondisi fisiologis rumen dan alantoin urine sapi yang mendapat ransum berbasis jerami padi dengan tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat..........................................
64
Tingkat konsumsi dan kecernaan serta retensi N, NPU dan BV sapi yang mendapat ransum berbasis jerami padi dengan tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat......................
68
2
7
13 14
15
16
xv
17
18
19
Tingkat kecernaan komponen serat ransum sapi yang mendapat ransum berbasis jerami padi dengan tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat...........................................
70
Profil darah sapi yang mendapat ransum berbasis jerami padi dengan tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat ...................................................................
73
Aspek ekonomis ransum penelitian yang mendapat ransum berbasis jerami padi dengan tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat.......................................................
75
xvi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Kebun murbei petani di kec. Anggeraja kab. Enrekang Sulsel..
8
2
Struktur bangun senyawa 1-deoxynojirimycin...........................
14
3
Digram dissimilasi karbohidrat dalam rumen............................
20
4
Skema manipulasi fermentasi karbohidrat dalam rumen ..........
22
5
Bagan alir tahapan penelitian ....................................................
23
6
Dinamika konsentrasi gula reduksi dengan substrat dan waktu fermentasi yang berbeda dan dengan atau tanpa penambahan ektrak daun murbei.....................................................................
40
Dinamika kondisi pH cairan rumen dengan substrat dan waktu fermentasi yang berbeda dan dengan atau tanpa penambahan ektrak daun murbei...............................................
42
Dinamika konsentrasi amonia cairan rumen dengan substrat dan waktu fermentasi yang berbeda dan dengan atau tanpa penambahan ektrak daun murbei...............................................
44
Dinamika konsentrasi gula tereduksi cairan rumen dengan substrat dan waktu fermentasi yang berbeda dan dengan atau tanpa penambahan ektrak daun murbei.....................................
46
Dinamika konsentrasi VFA cairan rumen dengan substrat dan waktu fermentasi yang berbeda dan dengan atau tanpa penambahan ektrak daun murbei...............................................
48
Produksi gas selama 48 jam fermentasi ransum berbasis jerami padi yang mengandung tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat...................................................................
53
Degradasi bahan kering dan bahan organik ransum berbasis jerami padi yang mengandung tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat...................................................................
55
Produksi gas selama 48 jam fermentasi pada ransum perlakuan penggunaan tepung daun murbei dan ekstrak daun murbei .......................................................................................
58
Degradasi bahan kering dan bahan organik ransum perlakuan penggunaan daun murbei dan ekstrak daun murbei...................
59
7
8
9
10
11
12
13
14
xvii
15
Deposisi nutrien pada sapi yang mendapat perlakuan ransum yang berbasis jerami padi dengan tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat..........................................
xviii
76
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1
2
3
4
5
6 7
8 9
10 11 12
13
14
Halaman Hasil sidik ragam dan uji Duncan nilai pH pada uji kemampuan murbei mensubstitusi konsentrat...........................
89
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi amonia (mM) pada uji kemampuan murbei mensubstitusi konsentrat.............
89
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi VFA total (mM) pada uji kemampuan murbei mensubstitusi konsentrat...
90
Hasil sidik ragam dan uji Duncan produksi gas (ml) pada uji kemampuan murbei mensubstitusi konsentrat...........................
90
Hasil sidik ragam dan uji Duncan degradasi bahan kering (%) pada uji kemampuan murbei mensubstitusi konsentrat.............
91
Hasil sidik ragam dan uji Duncan degradasi bahan organik (%) pada uji kemampuan murbei mensubstitusi konsentrat......
91
Hasil sidik ragam dan uji Duncan nilai pH pada uji efektivitas senyawa DNJ dalam sistem rumen............................................
92
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi amonia (mM) pada uji efektivitas senyawa DNJ dalam sistem rumen.............
92
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi VFA total (mM) pada uji efektivitas senyawa DNJ dalam sistem rumen...
93
Hasil sidik ragam dan uji Duncan produksi gas (ml) pada uji efektivitas senyawa DNJ dalam sistem rumen...........................
93
Hasil sidik ragam dan uji Duncan degradasi bahan kering (%) pada uji efektivitas senyawa DNJ dalam sistem rumen.............
94
Hasil sidik ragam dan uji Duncan degradasi bahan organik (%) pada uji efektivitas senyawa DNJ dalam sistem rumen......
94
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsumsi bahan kering (g/h) mencit................................................................................
95
Hasil sidik ragam dan uji Duncan kecernaan bahan kering (%) pakan mencit..............................................................................
95
xix
15
Hasil sidik ragam dan uji Duncan PBBH (g/h) mencit ............. 96
16
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konversi pakan mencit.........
97
17
Hasil sidik ragam dan uji Duncan glukosa (mg/dl) darah mencit.........................................................................................
98
18
Hasil sidik ragam dan uji Duncan pH rumen sapi percobaan....
98
19
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi amonia (mM) rumen sapi percobaan................................................................
99
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi VFA total (mM) sapi percobaan.................................................................
99
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi asetat (mM) rumen sapi percobaan.................................................................
100
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi propionat (mM) rumen sapi percobaan......................................................
101
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi i-butirat (mM) rumen sapi percobaan.................................................................
101
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi n-butirat (mM) rumen sapi percobaan.................................................................
102
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi i-valerat (mM) rumen sapi percobaan.................................................................
102
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi n-valerat (mM) rumen sapi percobaan................................................................
103
Hasil sidik ragam dan uji Duncan PBBH (kg/h) sapi percobaan...................................................................................
104
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsumsi BK (kg/h) sapi percobaan...................................................................................
104
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konversi pakan sapi percobaan...................................................................................
105
Hasil sidik ragam dan uji Duncan efisiensi pakan sapi percobaan...................................................................................
105
Hasil sidik ragam dan uji Duncan IOFC (Rp) sapi percobaan...
106
20
21
22
23
24
25
26
27 28
29
30
31
xx
32
Hasil sidik ragam dan uji Duncan R-C Ratio sapi percobaan.... 106
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
Hasil sidik ragam dan uji Duncan kecernaan BK (%) sapi percobaan...................................................................................
107
Hasil sidik ragam dan uji Duncan deposisi BK (kg/h) sapi percobaan...................................................................................
108
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsumsi PK (kg/h) sapi percobaan...................................................................................
108
Hasil sidik ragam dan uji Duncan kecernaan PK (%) sapi percobaan...................................................................................
109
Hasil sidik ragam dan uji Duncan deposisi PK (g/h) sapi percobaan...................................................................................
109
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsumsi N (g/h) sapi percobaan...................................................................................
110
Hasil sidik ragam dan uji Duncan kecernaan N (%) sapi percobaan...................................................................................
110
Hasil sidik ragam dan uji Duncan N Tercerna (g/h) sapi percobaan...................................................................................
111
Hasil sidik ragam dan uji Duncan Retensi N (g/h) sapi percobaan...................................................................................
112
Hasil sidik ragam dan uji Duncan alantion (g/h) urine sapi percobaan...................................................................................
112
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsumsi SK (kg/h) sapi percobaan...................................................................................
113
Hasil sidik ragam dan uji Duncan kecernaan SK (%) sapi percobaan ..................................................................................
114
Hasil sidik ragam dan uji Duncan deposisi SK (g/h) sapi percobaan...................................................................................
114
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsumsi LK (kg/g) sapi percobaan ..................................................................................
115
Hasil sidik ragam dan uji Duncan kecernaan LK (%) sapi percobaan ..................................................................................
115
xxi
48
Hasil sidik ragam dan uji Duncan deposisi LK (g/h) sapi percobaan ..................................................................................
116
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi gula (mg/dl) darah 0 jam sapi percobaan .......................................................
117
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi gula (mg/dl) darah 1 jam sapi percobaan .......................................................
117
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi gula (mg/dl) darah 3 jam sapi percobaan ......................................................
118
Hasil sidik ragam dan uji Duncan kolesterol (mg/dl) darah sapi percobaan...........................................................................
118
Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi HDL (mg/dl) darah sapi percobaan .................................................................
119
Hasil sidik ragam dan uji Duncan persentase air tubuh (%) sapi percobaan ...........................................................................
120
Hasil sidik ragam dan uji Duncan persentase lemak tubuh (%) sapi percobaan............................................................................
120
Hasil sidik ragam dan uji Duncan perkiraan berat lemak tubuh (kg) sapi percobaan....................................................................
121
Hasil sidik ragam dan uji Duncan persentase protein (%) tubuh sapi percobaan..................................................................
121
Hasil sidik ragam dan uji Duncan perkiraan berat protein tubuh (kg) sapi percobaan..........................................................
122
59
Hasil sidik ragam dan uji Duncan NPU (%) sapi percobaan.....
123
60
Hasil sidik ragam dan uji Duncan BV sapi percobaan..............
123
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
xxii
PENDAHULUAN Latar Belakang Pakan adalah salah satu sendi penting proses perbaikan populasi dan produktivitas ternak, dan pemanfaatan limbah pertanian secara optimal sebagai bahan pakan adalah pilihan strategis dan bijak. Faktor pembatas pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan pakan adalah rendahnya kandungan nutrien esensial seperti protein, energi, mineral dan vitamin, serta dominasi karbohidrat struktural/serat pakan yang berdampak pada kecernaannya yang rendah. Karena itu, pemanfaatan limbah pertanian dalam ransum harus diimbangi dengan upaya peningkatan fermentabilitasnya dalam sistem rumen. Peningkatan fermentabilitas bahan pakan dapat dilakukan dengan menyediakan karbohidrat non struktural (readily available carbohydrate=RAC) dan amoniak/nitrogen secara seimbang dan berkesinambungan dalam sistem rumen, dan
mekanisme lepas lambat (slow release) nutrien tersebut adalah
alternatif yang efektif. Lepas lambat nitrogen dalam sistem rumen telah banyak diinformasikan antara lain dalam bentuk produk urea kalsium (Ca(urea)4Cl2) (US Patent 5733590 1998), sedangkan lepas lambat RAC belum banyak dikaji. Penyediaan RAC yang cukup umumnya dilakukan dengan pemberian konsentrat. Namun, konsentrat yang tinggi dalam ransum dapat mengakibatkan dominasi bakteri homofermentatif asam laktat dalam sistem rumen. Akibatnya, keseimbangan mikroba rumen terganggu, bahkan konsentrasi RAC yang ekstrim dalam sistem rumen dapat mengakibatkan kematian (Stewart 1991; Wiryawan & Brooker 1996).
Oleh karena itu, penyediaan RAC yang berkesinambungan
dalam sistem rumen dengan mekanisme lepas lambat RAC juga dibutuhkan. Salah satu senyawa aktif yang dapat menjadi agen lepas lambat RAC adalah senyawa 1-deoxynojirimycin (DNJ). Daun murbei mengandung senyawa 1-deoxynojirimycin (Oku et al. 2006) yang mampu menghambat proses hidrolisis oligosakarida menjadi monomer-monomernya (Breitmeier 1997;
Arai
et al.
1998; Yatsunami et al. 2003; Kimura et al. 2004), namun penghambatannya tidak komplit (Gross et al. 1981; Mellor et al. 2002; Chapel et al. 2006). Karena itu senyawa tersebut diduga dapat menghambat hidrolisis karbohidrat non
1
struktural asal konsentrat atau daun murbei dalam sistem rumen. Keberadaan daun murbei yang mengandung senyawa aktif dalam ransum diharapkan dapat menyediakan karbohidrat non struktural secara seimbang dan berkesinambungan dalam sistem rumen, sehingga fermentabilitas pakan berserat tinggi menjadi lebih baik. Belum dilaporkan adanya dampak senyawa aktif yang terdapat pada daun murbei terhadap produktivitas ternak, padahal beberapa hasil penelitian mengindikasikan hal tersebut.
Lui et al. (2002a) melaporkan performa domba
yang diberi daun murbei sama dengan yang diberi rapeseed meal, tetapi performa tersebut menjadi lebih rendah bila daun murbei dan rapeseed meal diberikan bersama-sama. Laporan tersebut mengindikasikan kemungkinan adanya interaksi antar senyawa yang terkandung pada daun murbei dan bahan lain secara spesifik yang mempengaruhi performa ternak, yang belum tentu menggambarkan secara kasar kandungan nutrien ransum. Secara umum keberadaan senyawa aktif dalam ransum dapat berdampak positif, tetapi dapat pula berdampak negatif terhadap performa ternak. Karena itu perlu dilakukan kajian penggunaan daun murbei dengan bahan lain secara bersama-sama dalam ransum. Selain kandungan senyawa DNJ, tanaman murbei mempunyai potensi sebagai bahan pakan yang berkualitas karena potensi produksi, kandungan nutrien dan daya adaptasi tumbuhnya
yang baik.
Potensi produksi
daun murbei
mencapai 19 ton BK/ha/tahun (Boschini, 2002). Potensi produksi tersebut lebih tinggi dibanding dengan leguminosa seperti gamal (Gliricidia sepium) dengan potensi produksi sebesar 7 - 9 ton BK/ha/tahun (Horne et al. 1994) dan lamtoro mini (Desmanthus virgatus) dengan potensi produksi sebesar 7 - 8 ton BK/ha/tahun (Suyadi et al. 1989). Kandungan protein kasar
daun murbei sebesar 18–28.8%, merupakan
salah satu indikator kualitas yang baik. Pada daun murbei juga teridentifikasi adanya kandungan asam askorbat, karotene, vitamin B1, asam folat, pro vitamin D, mineral Mg, P, K, Ca, Al, Fe dan Si (Singh 2002). Adaptasi tumbuh tanaman murbei relatif mudah.
Tanaman ini dapat
tumbuh pada lokasi dengan variasi suhu, pH tanah dan ketinggian dari permukaan laut yang sangat besar. Tanaman ini juga sangat baik digunakan untuk mencegah
2
erosi. Karena itu tanaman murbei berpotensi untuk ditanam dilokasi yang tersebar luas (Machii el al. 2002). Penelitian penggunaan murbei dalam ransum antara lain telah dilaporkan oleh Trujillo (2002), bahwa tingkat optimal imbangan konsentrat dan daun murbei dalam ransum anak sapi diperoleh pada nilai 75:25. Namun, laporan ini tidak menjelaskan komponen konsentrat serta jenis sumber serat yang digunakan. Uraian di atas menguak potensi daun murbei sebagai sumber bahan pakan, mensubstitusi konsentrat, khususnya untuk ternak ruminansia. Kombinasi pakan berkualitas rendah seperti jerami padi dengan daun murbei dapat menjadi alternatif pakan komplit yang murah, berkualitas, mudah disediakan serta dapat meningkatkan produktivitas ternak.
Tujuan Uraian pada latar belakang di atas memunculkan rangkaian penelitian yang bertujuan: a. Mengamati potensi kandungan nutrien daun murbei
sehingga dapat
menggantikan konsentrat pakan ternak sapi potong. b. Mempelajari efektivitas senyawa 1-deoxynojirimycin yang terkandung dalam daun murbei sebagai agen lepas lambat karbohidrat non struktural dalam sistem rumen. c. Mengkaji efek fermentasi ekstrak daun murbei terhadap pengaruh negatif senyawa 1-deoxynojirimycin pasca rumen. d. Mengkaji peningkatan nilai guna jerami padi sebagai pakan sapi potong melalui substitusi konsentrat dengan daun murbei. e. Mengkaji perbaikan produktivitas sapi potong melalui substitusi konsentrat dengan daun murbei.
3
Kegunaan Kegunaan yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini adalah : a. Optimalisasi pemanfaatan bahan berserat tinggi seperti jerami padi sebagai sumber pakan, dengan memaksimumkan fermentabilitasnya dalam sistem rumen. b. Pakan komplit ternak ruminansia yang berkualitas, mudah disediakan serta dapat meningkatkan produktivitas ternak yakni kombinasi jerami padi dengan daun murbei dan/atau konsentrat. c. Menjadi masukan dalam penyempurnaan model sistem integrasi tanamanternak dengan introduksi tanaman murbei sebagai sumber pakan. Hipotesis Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap. Setiap tahap menjawab hipotesa sebagai berikut: 1. Kandungan nutrien daun murbei
sangat baik sehingga dapat
menggantikan konsentrat pakan ternak sapi potong. 2. Senyawa 1-deoxynojirimycin yang terkandung dalam daun murbei dapat menjadi agen mekanisme lepas lambat karbohidrat non struktural dalam sistem rumen. 3. Fermentasi dalam sistem rumen dapat mengurangi pengaruh negatif senyawa 1-deoxynojirimycin daun murbei dalam sistem pasca rumen. 4. Substitusi konsentrat dengan daun murbei meningkatkan kecernaan pakan yang mengandung jerami padi sebagai pakan sumber serat sehingga nilai guna jerami padi lebih baik. 5. Substitusi konsentrat dengan daun murbei meningkatkan produktivitas ternak ruminansia.
4
TINJAUAN PUSTAKA Potensi Jerami Padi sebagai Pakan Ternak Ruminansia Limbah pertanian memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak ruminansia.
Produksi limbah pertanian di Indonesia sebanyak
51 546 297.3 ton per tahun dengan produksi terbesar adalah jerami padi (85.81%), diikuti oleh jerami jagung (5.84%), jerami kacang tanah (2.84%), jerami kacang kedelai (2.54%), pucuk ubi kayu (2.29%) dan jerami ubi jalar (0.68%). Berdasarkan produksi TDN, limbah pertanian dapat menyediakan pakan untuk 14 750 777.1 ST, sehingga dengan populasi ternak ruminansia saat ini sebanyak 11 995 340 ST, masih memungkinkan untuk menambah populasi sebanyak 2 755 437.1 ST (Syamsu et al. 2003). Faktor pembatas pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak adalah kualitas.
Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang
mempunyai kualitas rendah yang disebabkan kandungan seratnya tinggi, yang berdampak pada daya cerna yang rendah. Selain itu, bahan ini juga mengandung nutrien esensial yang rendah. Tabel 1 menyajikan komposisi nutrien jerami padi serta nilai parameter fermentatifnya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas jerami padi, baik dengan cara fisik, kimia maupun biologis, tetapi cara-cara tersebut biasanya disamping tidak praktis dan mahal, juga hasilnya kurang memuaskan. Pengolahan cara fisik memerlukan investasi yang mahal, cara kimiawi akan meninggalkan residu yang mempunyai efek buruk, sedangkan cara biologis akan memerlukan peralatan yang mahal dan hasilnya kurang disukai ternak (IPPTD 2000). Priyanti et al. (2001) melaporkan harga jerami fermentasi (Rp. 115/kg) lebih tinggi dibandingkan dengan rumput gajah (Rp. 50/kg). Pemanfaatan jerami padi sebagai salah satu komponen inovasi teknologi menempati urutan terkecil diantara inovasi teknologi penggemukan sapi yang diserap oleh petani peternak. Hendayana & Yusuf (2003) melaporkan bahwa tingkat adopsi pemanfaatan jerami padi pada usaha penggemukan sapi hanya sebesar 3.57% dari nilai bobot standar sebesar 100%, padahal penerimaan inovasi teknologi pakan menempati urutan pertama dari seluruh komponen inovasi yang
5
diterapkan.
Hasil penelitian tersebut mengungkapkan masih tingginya
keengganan petani peternak untuk memanfaatkan jerami padi, meskipun pakan menjadi problem utama yang mereka hadapi, bahkan dari lima alternatif teknologi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan produksi dan mutu pakan ternak pada wilayah persawahan yang direkomendasikan oleh Santoso & Tuherkih (2003), penggunaan jerami padi tidak termasuk di dalamnya. Potensi produksi jerami padi yang tinggi namun belum termanfaatkan dengan baik
menjadi
tantangan untuk mengupayakan pemanfaatan jerami padi sebagai sumber pakan ruminansia secara optimal. Tabel 1 Komposisi nutrien jerami padi dan nilai parameter fermentatifnya Komponen
Doyle et al. Laconi (1986) (1992)
Selly (1994)
Lab. Biologi Hewan PPSHB IPB (2007)
Lab.BPT Ciawi (2008)
Baham kering (%)
100
100
89.41
89.60
79.89
Bahan organik (%)
-
78.27
78.96
73.42
-
Abu (%)
11-25
21.73
-
26.58
-
Serat kasar (%)
28.79
30.80
-
24.73
-
4-8
3.53
3.53
-
4.57
Hemiselulosa (%)
13-29
-
-
-
18.30
Selulosa (%)
35-49
-
-
-
33.95
Silika (%)
5-23
18.32
18.32
-
15.1
Protein kasar (%)
1.7-8.6
6.63
7.72
6.50
-
Lemak kasar (%)
-
-
-
1.02
-
BETN
-
41.17
-
KCBK (%)
-
-
20.97
-
-
KCBO (%)
31-59
-
20.1
-
-
Lignin (%)
Penggunaan limbah pertanian seperti jerami padi sebagai pakan basal tidak cukup memenuhi kebutuhan pertumbuhan ternak secara optimal. Oleh karena itu pemberian pakan tambahan berupa konsentrat harus dilakukan untuk mencukupi kebutuhan nutrien ternak yang mendapat pakan basal jerami padi. Daryanti et al. (2002) melaporkan, penggemukan sapi PO yang memperoleh ransum dasar jerami
6
padi teramoniasi dengan tambahan konsentrat 4 kg/ekor/hari, menghasilkan pertambahan berat badan ternak sebesar 717 g/ekor/hari. Tanaman Murbei dan Potensinya sebagai Bahan Pakan Ternak Tanaman murbei (Morus sp.) merupakan bagian dari ordo urticalis, famili Moraceae dan Genus Morus (Martin et al. 2000). Beberapa nama umum dari tanaman ini antara lain: White mulberry, Russian mulberry, Silkworm mulberry, Moral blanco, karta, kitau (Sumatra), murbai, besaran (Jawa), Sangye (China), may mon, dau tam (Vietnam).
Tanaman ini diklasifikasikan sebagai berikut
(Martin et al. 2002) : Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledone
Ordo
: Urticales
Famili
: Moraceae
Genus
: Morus
Spesies
: Lebih dari 30 species dan 300 varietas
Tanaman murbei termasuk semak atau pohon berukuran kecil sampai sedang dengan tinggi tanaman mencapai 15 m dan diameter batang mencapai 60 cm. Tanaman murbei dapat tumbuh di daerah temperit sampai ke daerah tropik yang kering. Tanaman ini toleran tumbuh pada suhu lingkungan 5.9 sampai 27.5o C dan pH tanah dari 4.9 sampai 8.0. Di India dilaporkan bahwa tanaman murbei dapat tumbuh pada daerah pantai sampai daerah dengan ketinggian
3300 m dpl.
Tanaman murbei dapat diperbanyak dengan biji, stek atau okulasi. Perbanyakan dengan biji relatif lebih mahal, tetapi menghasilkan tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan perbanyakan melalui stek. Perbanyakan tanaman dengan stek membutuhkan 75 000 sampai 120 000 stek/ha, sedangkan perbanyakan dengan okulasi membutuhkan 4000 tanaman/ha.
Teknik
perbanyakan tanaman dengan okulasi secara eksklusif dilakukan di Jepang (Machii et al. 2002).
7
Tanaman murbei mencapai ketinggian 1.3 m pada umur 10 minggu. Pemanenan pertama daun dilakukan pada umur 12 minggu setelah penanaman. Pemanenan dapat dilakukan sebanyak 10 kali/thn untuk daerah yang beririgasi, sedangkan pada daerah tadah hujan dapat dilakukan pemanenan sebanyak 6 sampai 7 kali. Tanaman murbei dapat berproduksi dengan baik sampai berumur 15 tahun. Setelah itu, tanaman harus diremajakan. Tanaman murbei mempunyai potensi sebagai bahan pakan yang berkualitas karena potensi produksi, kandungan nutrien dan daya adaptasi tumbuhnya yang baik (Singh & Makkar 2002). Produksi daun murbei sangat bervariasi, tergantung pada varietas, lahan, ketersediaan air dan pemupukan. Martin et al. (2002) melaporkan produksi biomassa murbei dengan interval defoliasi 90 hari akan mencapai 25 ton BK/ha/thn dan produksi daun sebesar 16 ton BK/ha/thn, sedangkan Boschini (2002) melaporkan produksi daun sebesar 19 ton BK/ha/tahun. Potensi produksi tersebut lebih tinggi dibanding dengan leguminosa lain seperti gamal (Gliricidia sepium) dengan potensi produksi sebesar 7-9 ton BK/ha/tahun (Horne et al. 1995) dan lamtoro mini (Desmanthus virgatus) dengan potensi produksi sebesar 7-8 ton BK/ha/tahun (Suyadi et al. 1989). Tanaman murbei sangat cocok ditanam pada lahan terbuka karena membutuhkan banyak cahaya untuk dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran tinggi (Atmosoedarjo et al. 2000). Gambar 1 adalah salah satu areal tanaman murbei yang dimiliki petani ulat sutra.
Gambar 1 Kebun murbei petani di kec. Anggeraja kab. Enrekang Sulsel.
8
Informasi teknis budidaya dan produksi tanaman murbei yang diterapkan oleh petani ulat sutra disajikan pada Tabel 2. Produksi daun murbei dari lahan yang diberi pupuk kandang dan dipanen pada umur tangkai 60 hari (Murbei II) lebih tinggi dibandingkan dengan produksi daun murbei dari lahan tanpa pemupukan dan dipanen pada umur tangkai 90 hari (Murbei I). Martin et al. (2002) melaporkan produksi daun murbei tertinggi diperoleh dari pemanenan dengan interval defoliasi 90 hari, yakni mencapai 645 g BK/pohon/tahun, sedangkan pemanenan dengan interval defoliasi 60 dan 45 hari menghasilkan daun murbei masing-masing sebesar 378 dan 456 g BK/pohon/tahun. Dari penelitian ini dihasilkan produksi daun murbei yang dipanen pada umur tangkai 60 dan 90 hari masing-masing sebesar 66.92 dan 89.01 g BK/pohon, atau 401.52 dan 356.04 g BK/pohon/tahun. Tabel 2 Informasi teknis budidaya dan produksi tanaman murbei pada lahan petani ulat sutra di Kab. Enrekang Sulawesi Selatan Keterangan Teknis Penanaman
Murbei I
Murbei II
Jumlah sampel (pohon)
25
90
Umur tanaman (tahun)
3.5
3.5
Umur tangkai (hari)
90
60
Tanpa pemupukan
Pemupukan dengan pupuk kandang
Jarak tanam (cm2)
60 x 30
60 x 30
Jumlah pohon/ha
50 000
50 000
Bobot segar daun/pohon (kg)
0.43
0.28
Kadar Air daun segar (%)
79.3
76.1
Berat Kering daun/pohon (g)
89.01
66.92
Produksi daun perpanen (kg BK)
4 450.5
3 346.0
Produksi daun (g BK/pohon/tahun)
356.04
401.52
Produksi daun (kg BK/ha/tahun)
17 802
20 076
Pemupukan
Sebagian besar wilayah Indonesia belum tertanam tanaman murbei. Tabel 3 tersaji data luas areal tanaman murbei disetiap propinsi di Indonesia. Sampai tahun 2004, areal tanaman murbei di Indonesia baru seluas ±10 000 ha, jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara lain, misalnya Jepang seluas
9
14 884 ha (Machii et al. 2002), Brasil seluas 37 745 ha (Almeida & Fonseca 2002), Thailand seluas 35 000 ha, bahkan India dan Cina masing-masing mencapai 280 000 dan 626 000 ha (Sanchez 2002). Potensi produksi, kualitas dan daya adaptasi yang baik dari tanaman murbei menjadikan tanaman murbei berpotensi untuk dikembangkan dan disebarluaskan, tidak hanya sebagai pakan ulat sutra tetapi juga untuk kebutuhan lain, misalnya sebagai pakan ternak. Kandungan nutrien daun murbei meliputi 22-23% PK, 8-10% total gula, 12-18% mineral, 35% ADF, 45.6% NDF, 10-40% hemiselulosa, 21.8% selulosa (Datta et al. 2002) . Kandungan nutrien daun beberapa varietas murbei disajikan pada Tabel 4. Kualitas daun murbei yang tinggi juga ditandai oleh kandungan asam aminonya yang lengkap. Tabel 5 disajikan komposisi asam amino daun murbei yang dianalisis dari 119 varietas murbei (Machii et al. 2002). Pada daun murbei juga teridentifikasi adanya asam askorbat, karotene, vitamin B1, asam folat dan pro vitamin D (Singh 2002). Komposisi nutrien yang lengkap serta produksi daun yang tinggi, menjadikan
tanaman
murbei
potensial
dijadikan
bahan
pakan
ternak,
menggantikan konsentrat khususnya untuk ternak ruminansia (Doran et al. 2006). Penelitian pemanfaatan murbei sebagai pakan ternak baru dijumpai sebagian kecil di India, Jepang dan Korea. Percobaan pemanfaatan daun murbei
sebagai
pengganti konsentrat unggas di Jepang telah dilaporkan oleh Machii et al. (2002), sedangkan untuk bahan pakan ternak ruminansia, penelitian telah dilakukan antara lain oleh Singh & Makkar (2002), yang melakukan pengujian secara in vitro. Sanchez (2002) melaporkan bahwa di Indonesia, tanaman murbei baru digunakan sebagai pakan ulat sutra, sedangkan penelitian atau pemanfaatan daun murbei sebagai pakan ternak belum dijumpai. Kondisi yang berbeda terjadi di negaranegara bagian Amerika yang telah menggunakan daun murbei sebagai bahan pakan ternak. Di Indonesia dikenal beberapa spesies murbei yang potensial untuk pakan ulat sutera atau sumber bahan baku pakan ayam, antara lain Morus alba, Morus nigra, Morus multicaulis, Morus australis, Morus cathayana, Morus mierovra, Morus alba var. macrophylla, dan Morus bombycis (Atmosoedarjo et
10
al., 2000).
Doran et al. (2006) menyatakan daun murbei potensial menjadi
sumber pakan di wilayah tropis. Tabel 3 Luas areal tanaman murbei (ha) di Indonesia No.
Propinsi
2000
2001
2002
2003
2004**
1.
Nangroe Aceh Darusalam
-
-
-
-
-
2.
Sumatera Utara
140.0
140.0
140.0
140.0
140.0
3.
Riau
-
-
-
-
-
4.
Sumatera Barat
868.0
868.0
868.0
868.0
3.5
5.
Jambi
-
-
-
-
-
6.
Bengkulu
-
-
-
-
-
7.
Sumatera Selatan
-
-
-
-
-
8.
Bangka Belitung
-
-
-
-
-
9.
Lampung
-
-
-
-
-
10.
Jawa Barat
2 029.0
2 992.0
2 992.0
2 992.0
2 992.0
11.
Banten
-
-
-
-
-
12.
Jawa Tengah
584.0
941.3
941.3
941.3
941.3
13.
D. I. Yogyakarta
584.0
313.6
483.5
496.2
496.2
14.
Jawa Timur
530.0
540.0
540.0
540.0
540.0
15.
Kalimantan Barat
-
-
-
-
-
16.
Kalimantan Selatan
-
-
-
-
-
17.
Kalimantan Timur
-
-
-
-
-
18.
Kalimantan Tengah
-
-
-
-
-
19.
Sulawesi Utara
-
-
-
-
-
20.
Gorontalo
-
-
-
-
-
21.
Sulawesi Tengah
122.0
122.0
122.0
122.0
122.0
22.
Sulawesi Selatan
5 270.0
6 588.2
6 037.7
4 216.3
4 184.5
23.
Sulawesi Tenggara
-
-
-
-
-
24.
Bali
-
25.0
25.0
25.0
25.0
25.
Nusa Tenggara Barat
-
-
-
-
-
26.
Nusa Tenggara Timur
-
20.0
20.0
20.0
20.0
27.
Maluku
-
-
-
-
-
28.
Maluku Utara
-
-
-
-
-
29.
Papua
-
-
-
-
-
30.
Irian Jaya Barat
-
-
-
-
-
31.
DKI Jakarta
-
-
-
-
-
10 127.0
12 581.5
12 198.4
10 338.7
9 492.5
Jumlah/Total
Sumber: Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Keterangan: (-)= Tidak Ada Kegiatan; **)= Angka Berdasarkan Laporan s/d Juli 2005
11
Tabel 4 Komposisi nutrien daun murbei Varietas Murbei
Komposisi Nutrien
Morus Alba
Morus nigra
Morus Morus multicaulis cathayana
Morus australis
Air (%)
84.28
83.17
77.11
79.55
83.89
Protein Kasar (%)
20.15
20.06
15.51
18.53
19.44
Serat Kasar (%)
13.27
16.19
12.55
12.89
12.82
Lemak Kasar (%)
3.62
3.63
3.64
3.69
4.10
Abu (%)
10.58
10.77
10.97
14.84
10.63
Sumber : Samsijah (1992)
Tabel 5 Komposisi asam amino daun murbei Asam Amino
Kandungan (mg/g BK)
% Asam Amino
STD
CV
Asp
20.49
10.0
3.63
17.72
Thr
10.52
5.2
1.75
16.63
Ser
10.12
5.0
1.60
15.79
Glu
23.23
11.3
3.96
17.03
Pro
10.93
5.4
3.73
34.10
Gly
12.02
5.9
1.95
16.22
Ala
15.75
7.7
2.90
18.44
Val
12.83
6.3
2.17
16.92
Cys
1.17
0.6
0.25
21.72
Met
2.99
1.5
0.61
20.48
Ileu
10.04
4.9
1.88
18.68
Leu
19.45
9.5
3.10
15.93
Tyear
7.40
3.6
1.39
18.74
Phe
12.26
6.0
2.06
16.78
GABA
2.6
1.1
0.69
30.70
NH3
2.89
1.4
0.54
18.70
Lys
12.33
6.0
2.58
20.91
His
4.61
2.3
0.82
17.78
Arg
12.96
6.3
2.72
20.95
0.42
9.63
Total
204.25
N (%)
4.36
100.0
Sumber: Machii et al. (2002)
12
Kandungan tanin daun murbei sebesar 0.85% (Datta et al. 2002), nilai yang sangat kecil untuk berpotensi mengikat protein dibandingkan dengan daun kaliandra yang mengandung tanin sebesar 11.3% (Makkar 1993). Belum dilaporkan adanya dampak terhadap
produktivitas
senyawa aktif yang terdapat pada daun murbei ternak,
meskipun
beberapa
hasil
penelitian
mengindikasikan hal tersebut. Lui et al. (2002a) melaporkan substitusi rapeseed meal dengan daun murbei sebesar 100:0; 75:25; 50;50; 25:75 dan 0:100 menghasilkan pertambahan bobot badan domba masing-masing sebesar 58, 47, 40, 46 dan 55 g/h.
Laporan tersebut mengindikasikan kemungkinan adanya
interaksi antar senyawa yang terkandung pada murbei dan bahan lain secara spesifik yang mempengaruhi performa ternak, sehingga performa ternak yang diberi murbei dan bahan lain dalam ransum secara bersama-sama belum tentu menggambarkan kandungan nutrien makro ransum. Secara umum keberadaan senyawa aktif dalam ransum dapat berdampak positif, tetapi juga dapat berdampak negatif terhadap performa ternak. Karena itu perlu dilakukan kajian penggunaan murbei dengan bahan lain secara bersama-sama dalam ransum. Senyawa 1-Deoxynojirimycin Murbei Keberadaan senyawa aktif dalam ransum dapat berdampak positif, tetapi juga dapat berdampak negatif terhadap performa ternak.
Karena itu perlu
dilakukan kajian dampak senyawa aktif dalam pakan ternak. Salah satu senyawa aktif yang terdapat pada tanaman murbei adalah 1-deoxynojirimycin (DNJ) (Oku et al. 2006). Senyawa DNJ pertama kali diisolasi dari akar tanaman murbei pada tahun 1976 dan diberi nama moroline. Senyawa DNJ memiliki potensi menghambat (α, β) glukosidase secara spesifik. Sebagai contoh, N-butyl DNJ digunakan untuk mengurangi sintesa substrat glikolipid (Mellor et al. 2002). Menurut Oku et al. (2006) derivat DNJ berupa D-glukosa mampu menghambat α-glukosidase usus dan α-glukosidase pankreas, sehingga DNJ dapat menghambat pembentukan oligosakarida. Karena itu senyawa DNJ dapat menekan kadar glukosa darah, sehingga dapat mencegah diabetes (Kimura et al. 2004).
13
Senyawa DNJ dengan rumus kimia C6H13NO4 adalah senyawa yang strukturnya mirip dengan glukosa (Gambar 2), hanya saja pada rantai aromatik senyawa DNJ terdapat gugus nitrogen.
Senyawa DNJ mampu menghambat
proses pemecahan oligosakarida seperti maltosa menjadi monomer-monomernya. Komponen penghambat tersebut tersebar juga dalam daun dan akar murbei. Daun murbei (Morus alba, L) telah digunakan sebagai obat tradisional, sebagai anti penyakit diabetes dan anti hyperglycemic. Komponen daun murbei seperti DNJ mampu menghambat aktivitas α-glukosidase dalam usus kecil dan juga mencegah hidrolisis disakarida (Yatsunami et al., 2003).
Gambar 2 Struktur bangun senyawa 1-deoxynojirimycin (Kimura et al. 2004)
Karakteristik Sistem Pencernaan Ruminansia Proses pencernaan pakan ternak ruminansia terjadi secara mekanis (di dalam mulut), fermentatif (oleh enzim-enzim yang berasal dari mikroba rumen) dan hidrolitis (oleh enzim-enzim pencernaan hewan induk semang). Dalam studi fisiologi pencernaan ternak ruminansia, retikulorumen (selanjutnya disebut rumen) sering dipandang sebagai organ tunggal (single organ), dan menjadi lokasi penting proses pencernaan secara fermentatif. Ukuran rumen sangat besar, dapat mencapai 15-22 % dari bobot tubuh ternak.
Jumlah tersebut meliputi sekitar 75 % dari seluruh volume organ
pencernaan ternak ruminansia. Rumen dihuni oleh bermacam-macam mikroba. Dari segi pencernaan zat-zat makanan, rumen memberi kontribusi 40-70 % dari angka kecernaan bahan organik ransum (Hvelplund & Madsen 1985). Karena itu rumen merupakan bagian yang sangat penting dari organ pencernaan ruminansia.
14
Proses pencernaan fermetatif di dalam retikulorumen terjadi amat intensif dan dalam kapasitas yang sangat besar. Karbohidrat struktural berupa serat pakan (selulosa dan hemiselulosa) dan karbohidrat non struktural (gula, pati) mengalami fermentasi anaerob oleh mikroba rumen menjadi asam-asam lemak terbang (VFA), gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2). Sebagian VFA akan diserap melalui dinding rumen, lalu masuk ke dalam aliran darah dan menjadi sumber energi bagi sel-sel tubuh. Omasum yang terletak setelah retikulorumen ditaburi lamina, sehingga menambah luas permukaannya. Sifat mengabsorbsi air oleh abomasum diduga berfungsi untuk mencegah naiknya pH pada abomasum akibat pengenceran (Arora 1989). Abomasum merupakan tempat pertama terjadinya proses pencernaan pakan secara enzimatis. Proses pencernaan ini terjadi dengan bantuan sekresi getah bening. Abomasum juga berfungsi mengatur aliran ingesta. Mikroba Rumen Di dalam rumen terdapat 4 jenis mikroorganisme anaerob, yakni: bakteri, protozoa dan jamur (Preston & Leng 1987). Dari ketiga jenis mikroba tersebut, bakteri mempunyai jenis dan populasi tertinggi. Cacahan bakteri sel per gram isi rumen mencapai 1010-1011. Protozoa menempati urutan kedua, dengan populasi mencapai 105-106 cacahan sel per ml isi rumen, pada kondisi ternak sehat (Ogimoto & Imai 1981; Czerkawski 1986). Banyaknya jenis mikroorganisme di dalam rumen dan masing-masing mikroorganisme memiliki produk fermentasi antara dan produk fermentasi akhir yang bermacam-macam, menyebabkan kehidupan dalam rumen menjadi kompleks. Terdapat interaksi yang luas antara mikroorganisme di dalam rumen. Bentuk interaksi tersebut dapat berupa saling ketergantungan akan substrat, saling menguntungkan, saling berkompetisi menggunakan substrat atau dapat berupa hubungan yang merugikan.
Studi tentang ekologi mikroba rumen guna
mengamati aspek pengendalian populasi mikroba rumen dan peningkatan peran mikroba dalam rumen untuk mencerna pakan telah dilakukan (Erwanto 1995). Interaksi antar mikroorganisme yang berbeda di dalam rumen melalui hubungan simbiosis menghasilkan produk-produk yang khas.
15
Bakteri-bakteri
tertentu bertanggungjawab dalam proses fermentasi menghasilkan VFA, CO2 dan H2. Species bakteri metanogenik menggunakan CO2 dan H2 untuk membentuk methan. Beberapa spesies menghasilkan urease untuk memecah urea sehingga menjadi amoniak dan CO2. Bakteri tertentu juga mensintesa vitamin. Spesies
bakteri
yang
tergolong
bakteri
selulolitik
antara
lain
Ruminococcus albus, Ruminococcus flavefaciens dan Fibrobacter succinogenes yang mencapai jumlah 0.3-4% dari total populasi bakteri rumen, sedangkan spesies bakteri yang tergolong bakteri non selulolitik antara lain Prevotella ruminicola, Megasphaera elsdenii dan Eubacterium ruminantium (Stewart & Bryant 1997). Pencernaan Karbohidrat dalam Rumen Karbohidrat merupakan senyawa yang mengandung karbon, hidrogen dan oksigen dengan rasio hidrogen dan oksigen yang sama dengan molekul air. Para ilmuwan mengklasifikasikan
karbohidrat sesuai dengan kepentingan ilmu
masing-masing, ada klasifikasi berdasarkan senyawa gula dan non gula, klasifikasi berdasarkan jumlah atom karbon, dan klasifikasi berdasarkan struktur senyawa. Klasifikasi karbohidrat berdasarkan struktur senyawa digunakan oleh nutrisionis. Karbohidrat non struktural adalah jenis karbohidrat yang mudah terhidrolisis, biasa diistilahkan RAC (readily available carbohidrat). Termasuk dalam kelompok ini adalah monosakarida (glukosa dan fruktosa) disakarida (sukrosa, maltosa, laktosa) trisakarida (raffinosa dan maltotriosa), tetrasakarida dan polisakarida, sedangkan karbohidrat struktural adalah komponen karbohidrat yang sulit dihidrolisis bahkan hanya bisa dihidrolisis oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroba tertentu. Senyawa karbohidrat non struktural umumnya berupa senyawa yang berikatan α sedangkan senyawa karbohidrat struktural diikat oleh ikatan β. Karbohidrat non struktural merupakan sumber energi mudah tersedia (readily available carbohydrate= RAC).
Jenis karbohidrat yang termasuk
kelompok karbohidrat struktural antara lain selulosa, hemiselulosa dan pektin (Tabel 6).
16
Tabel 6 Jenis karbohidrat yang umum terdapat dalam pakan ternak ruminansia Karbohidrat Non Struktural Substansi Struktur
Karbohidrat Struktural Substansi Struktur
Monosakarida Glukosa Fruktosa
D-glukopiranosa D-glukopiranosa
Sellulosa Hemisellulosa Hexosan
β (1-4) glucan β (1-4) xylan
Disakarida Sukrosa Maltosa Melibiosa Laktosa
Glc α 1-1 Fru Glc α 1-1 Glc Glc α 1-6 Glc Gal β1-4 glc
Xyloglukan
Trisakarida Raffinosa Maltotriosa
α (1-6) galactosyl sucrose α (1-4) glucosyl maltose
Pektin Glukan Kitin
β (1-4) glucan, β (1-6) xylose β (1-4) galacturonan β (1-3) glucan β (1-4) acetyl 2-amino deoxyglucan
Polisakarida Amilosa Amilopektin Inulin Levan Dextran Galaktomannan
α (1-4) glucan α (1-4) α (1.6) glucan β (1-2) fructan β (2-6) fructan α (1-6) glucan
β (1-3) β (1-4) glucan
β (1-4) mannan, α (1-6) gal
Sumber: Czerkawski (1986)
Ternak ruminansia mempunyai kemampuan khusus untuk mencerna kelompok karbohidrat struktural, dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen dengan kondisi fisiologis rumen yang mendukung.
Untuk
memacu perkembangan mikroba rumen diawal proses fermentasi dibutuhkan ketersediaan karbohidrat non struktural. Karbohidrat struktural umumnya tersedia dalam jumlah banyak, dan tidak bersaing dengan kepentingan manusia, sedangkan karbohidrat non struktural sangat dibutuhkan untuk kepentingan lain (misalnya untuk pakan unggas), sehingga harganya relatif lebih tinggi. Oleh karena itu pengelompokan karbohidrat tersebut sangat relevan dengan kebutuhan penyediaan sumber karbohidrat ternak ruminansia yang efektif.
Rataan konsentrasi
karbohidrat dalam pakan ruminansia berdasarkan jenis bahan ditampilkan pada Tabel 7.
17
Ketersediaan karbohidrat non struktural sangat mempengaruhi efektivitas proses fermentasi dalam sistem retikulo-rumen. RAC dibutuhkan oleh mikroba rumen dalam proses metabolisme, yang antara lain menghasilkan enzim-enzim ekstraselular pencerna bahan makanan, khususnya pencerna serat pakan serta perbanyakan sel mikroba. Namun demikian, RAC yang berlebih dalam sistem rumen akan mengakibatkan dominasi bakteri homofermentatif asam laktat. Dominasi bakteri tersebut memicu akumulasi asam laktat dalam sistem rumen, sehingga pH rumen akan turun (Stewart 1991). Penurunan pH rumen di bawah 5.5 akan menghambat sekresi saliva, mengeliminasi protozoa dan menghambat perkembangbiakan bakteri penghasil enzim pencerna karbohidrat struktural (JeanBlain 1991). Akibatnya, keseimbangan sistem rumen menjadi terganggu. Bahkan, konsentrasi RAC yang ekstrim dalam sistem rumen
dapat
mengakibatkan
kematian (Stewart 1991; Wiryawan & Brooker 1996). Tabel 7 Rataan konsentrasi karbohidrat dalam pakan ruminansia berdasarkan jenis bahan Legum
Rerumputan
Bebijian
Jerami
Karbohidrat non struktural Gula sederhana Fruktosan Amilosa/amilopektin Total
8 7 15
5 8 1 14
2 64 66
0
Karbohidrat struktural Selulosa Hemiselulosa Pektin Total
14 7 6 27
24 20 2 46
8 4 12
32 31 3 66
Total Karbohidrat
42
60
78
73
Sumber: Czerkawski (1986)
Degradasi dan fermentasi karbohidrat dalam rumen melewati serangkaian tahap. Hungate (1966) menggambarkan tiga tahap degradasi dan fermentasi. Tahap pertama berupa pemecahan partikel pakan yang menghasilkan polimer karbohidrat, tahap kedua berupa proses hidrolisis polimer menjadi monomer dan tahap ketiga berupa fermentasi monomer yang menghasilkan VFA. Polisakarida dihidrolisis oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen menjadi monosakarida. Selanjutnya, monosakarida difermentasi membentuk VFA, CO2
18
dan methan. Proses degradasi dan fermentasi korbohidrat di dalam rumen di gambarkan dalam bentuk diagram (Gambar 3). Kecernaan pakan didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang tidak dieksresikan di dalam feses dan oleh karena itu diasumsikan bagian tersebut diserap oleh hewan (McDonald et al. 2002). Kecernaan dapat diukur dengan teknik fermentasi in vitro dan biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase kecernaan bahan kering (Perry et al. 2003). Struktur karbohidrat pakan, derajat keasaman, konsentrasi amonia dan produk saliva menentukan sintesa mikroba rumen, yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil fermentasi bahan organik pakan. Asam lemak terbang (Volatile Fatty Acids) merupakan salah satu produk fermentasi karbohidrat di dalam rumen yang menjadi sumber energi utama bagi ternak ruminansia. Di dalam rumen, karbohidrat dihidrolisis menjadi monosakarida berupa glukosa. Selanjutnya glukosa akan melewati membran sel dengan mekanisme transport aktif untuk selanjutnya mengalami proses glikolisis menjadi piruvat. Dalam kondisi tanpa oksigen, respirasi akan terhenti karena proses pengangkutan elektron yang dirangkaikan dengan fosforilasi oksidatif terhenti. Akibatnya, jalur metabolisme asam trikarboksilat juga akan terhenti. Piruvat yang terbentuk akan dialihkan ke pembentukan asam laktat oleh laktat dehidrogenase, dengan NADH sebagai sumber energinya. Kondisi sistem rumen yang anaerob atau fakultatif anaerob mendukung proses pembentukan asam laktat yang tinggi bila tersedia piruvat dalam jumlah yang berlebihan.
Piruvat akan tersedia berlebihan bila
substrat yang dihidrolisis berupa karbohidrat yang mudah terhidrolisis (karbohidrat non struktural). Pada saat asam laktat terakumulasi dalam sistem rumen, pH rumen turun dan bisa terjadi asidosis laktat.
Sistem rumen
mempunyai mekanisme turn over, dimana pada saat tersedia asam laktat, maka bakteri rumen yang menggunakan asam laktat sebagai sumber karbonnya akan meningkat. Namun demikian mekanisme turn over dari asidosis laktat tergolong lambat. Beberapa jenis mikroba rumen yang memproduksi asam laktat adalah Veillonella alcascelcens, Megasphaera elsdenii dan Selenononas ruminantium (Russell& Wallace 1997).
19
Starch
Cellulose
Hemicellulose
Pectin
Maltose
Celobiose
Xylobiose
Pectic acid
Glucose
Glucose
Xylose
Galacturonic acid
Glucose-1-P
Xylulose P
Glucose-6-P
Fructose-6-P
Xylulose P
Ribose P
Sedoheptulose P
Triose P
Fructose P
Erytrose P
Fructose-1-6-P Triose P Dihydroxiacetone P
Glyceraldehyde-3-P
3-P Glycerate
1,3 di-Glycerate
2-P.Glycerate
Phosphoenol pyruvate
Acetyl P
Formate
Lactate
pyruvate
Acetyl CoA
CO2+H2
Lactyl CoA
Oxaloacetate
Malonyl CoA
Acetyl Acetate CoA
Acrylyl CoA
Succinate
Crotonyl CoA
ßOH Butyryl CoA
Propionyl CoA
Malonyl CoA
Butyryl CoA
Propionate
Acetate
Butyrate
Methane
Gambar 3 Diagram dissimilasi karbohidrat dalam rumen (Czerkawski 1986).
20
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2007 sampai Maret 2009, dengan bagan alir tahapan penelitian seperti pada Gambar 5. Sampel tanaman murbei untuk kajian potensi dasar tanaman murbei diperoleh dari kebun murbei petani di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan, sedangkan murbei untuk percobaan in vivo diperoleh dikebun murbei IPB dan kebun murbei Pasir Sarongge Cipanas Kab. Cianjur. Pengujian in vitro dilaksanakan di Laboratorium Biologi Hewan PPSHB IPB, sedangkan analisis sampel dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Fapet IPB, Laboratorium Biologi Hewan PPSHB IPB
dan Laboratorium
BALITRO Cimanggu Bogor. Percobaan in vivo pada mencit dilaksanakan di kandang percobaan PPSHB IPB, sedangkan pada ternak sapi PO dilaksanakan di kandang Ternak potong Fapet IPB.
Kajian Potensi Tanaman Murbei
Penelitian Pendahuluan
Analisis nutrien/proksimat
Analisis senyawa Fitokimia
Murbei +DNJ(?)
Penelitian Tahap I
Penelitian Tahap II
Keluaran
+ Limbah Pertanian/Jerami
1. Uji Daya Lepas Lambat Beberapa Karbohidrat oleh enzim rumen dan dalam Sistem Rumen
2. Uji Efektivitas EDM dan Daun Murbei dalam Sistem Rumen
-DNJ(?)
3. Uji Asupan EDM ke dalam Sistem Pasca Rumen
Uji Substitusi Konsentrat dengan Tepung Daun Murbei dalam Pakan Komplit yang Dikombinasikan dengan Jerami Padi
Pakan Berkualitas Produktivitas Sapi Potong Meningkat secara berkelanjutan
Gambar 5 Bagan alir tahapan penelitian.
23
Kajian Potensi Tanaman Murbei Penelitian awal ini bertujuan untuk mengkaji potensi tanaman murbei sebagai bahan pakan. Pada tahap ini diperoleh data potensi tanaman murbei, meliputi komposisi nutrien makro, kandungan senyawa anti nutrisi dan fitokimia. Sampel penelitian diambil secara acak di sentra petani murbei (pemelihara ulat sutra). Penelitian Tahap I Uji Potensi Ekstrak Daun Murbei sebagai Agen Lepas Lambat Karbohidrat Non Struktural dalam Sistem Rumen Percobaan 1. Daya Lepas Lambat Beberapa Jenis Karbohidrat oleh Enzim Rumen dan dalam Sistem Rumen Guna mengkaji jenis karbohidrat yang dilepas secara lambat dalam sistem rumen oleh senyawa 1-deoxynojirimycin (DNJ), dilakukan uji aktivitas enzim rumen dan uji daya lepas lambat beberapa macam karbohidrat dengan kehadiran ekstrak daun murbei (EDM) yang mengandung senyawa DNJ. Uji aktivitas enzim rumen menggunakan enzim kasar yang dikoleksi dari cairan rumen sapi potong yang diperoleh dari RPH serta beberapa bahan kimia untuk preparasi, sedangkan uji daya lepas lambat beberapa macam karbohidrat dengan kehadiran EDM yang mengandung senyawa DNJ dilakukan dengan teknik in vitro (Tilley & Terry 1963). Bahan yang diujikan terdiri atas glukosa, maltosa, sukrosa, pati, selulosa dan laktosa. Sebagai sumber senyawa DNJ digunakan ekstrak daun murbei. Ekstrak daun murbei diperoleh dengan melakukan ekstraksi daun murbei varietas Morus alba sebagai berikut: daun murbei dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven 60oC selama 24 jam, kemudian digiling halus. Tepung daun murbei diolah untuk mendapatkan ekstrak daun murbei. Pembuatan ekstrak daun murbei dilakukan dengan menggunakan ethanol 50% (Oku et al. 2006). Sebanyak 5 kg tepung daun murbei halus dimasukkan ke dalam ember berkapasitas 60 liter. Kemudian ditambahkan ethanol 50% sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai ethanol yang ditambahkan mencapai 25 liter. Ember lalu ditutup rapat dan didiamkan dalam suhu kamar selama 24 jam. Setiap jam dilakukan pengadukan. Pada akhir maserasi dilakukan penyaringan berlapis. Supernatan disisihkan dan
24
ampas dimaserasi ulang (maserasi II) dengan prosedur yang sama seperti maserasi I. Seluruh supernatan yang dihasilkan selanjutnya dimasukkan ke evaporator untuk menghilangkan pelarut ethanolnya. Hasil ekstraksi daun murbei siap digunakan atau disimpan di dalam freezer. Sebanyak 4.785 kg BK tepung daun murbei yang diekstrak menggunakan 50 liter ethanol menghasilkan 4.7 liter EDM yang siap digunakan, sehingga 1 kg BK tepung daun murbei setara dengan 1 liter ekstraknya. Preparasi enzim kasar dari cairan rumen dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: cairan rumen segar yang telah disaring, diambil sebanyak 100 ml, lalu disentrifus dengan kecepatan 10 000 g pada suhu 4oC. Supernatan yang dihasilkan dicampur dengan larutan amonium sulfat 60% dan didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya supernatan disentrifus kembali dengan kecepatan 10 000 g pada suhu 4oC selama 10 menit. Endapan enzim yang dihasilkan ditambahkan buffer fosfat pH 7 sebanyak 10 ml, dan enzim siap digunakan. Pengujian aktivitas enzim dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: Larutan substrat dibuat dengan menimbang 1 gram substrat uji dan dilarutkan ke dalam 100 ml buffer sitrat. Sebanyak 0,5 ml larutan substrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 1 ml stok enzim cairan rumen. Selanjutnya dilakukan inkubasi pada suhu 39oC selama 10, 20, 30 dan 60 menit. Setelah inkubasi selesai, larutan ditambahkan 2 ml DNS, dicampur merata, dipanaskan pada suhu 900C selama 5 menit, dan terakhir didinginkan.
Pembacaan absorbansi dilakukan dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 550 μm. Sebagai kontrol, dilakukan pekerjaan dengan beberapa tingkat konsentrasi substrat, tanpa menambahkan enzim cairan rumen. Uji daya lepas lambat beberapa macam karbohidrat dengan kehadiran EDM yang mengandung senyawa DNJ dilakukan dengan teknik in vitro (Tilley & Terry 1963). Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial 6 x 2 dengan 3 kali pengambilan cairan rumen sebagai kelompok. Faktor I adalah ragam karbohidrat uji yang terdiri atas K1= glukosa, K2= maltosa, K3= sukrosa, K4= pati, K5= selulosa dan K6= laktosa, sedangkan faktor II adalah L1= kontrol (tanpa EDM) dan L2= EDM (kadar DNJ sebesar 0.06%).
25
Peubah yang diamati terdiri atas total karbohidrat terlarut dalam cairan rumen (metode anthron), pH, amonia (metode phenol hypochlorida) dan VFA (metode destilasi uap). Pengamatan terhadap kondisi pH dan konsentrasi total karbohidrat terlarut dalam cairan rumen dilakukan setiap 1 jam sampai jam ke 4 fermentasi, sedangkan pengamatan terhadap amonia dan VFA dilakukan pada jam ke 4 fermentasi. Percobaan 2. Efektivitas EDM dan Daun Murbei dalam Sistem Rumen Uji efektivitas EDM yang mengandung senyawa 1-deoxynojirimycin dan daun murbei untuk meningkatkan fermentabilitas pakan sumber serat dalam sistem rumen, serta kemampuan murbei mensubstitusi konsentrat juga dilakukan dengan teknik in vitro (Tilley & Terry 1963). Ransum percobaan terdiri atas jerami padi, konsentrat dan tepung daun murbei. Konsentrat disusun dengan kandungan protein kasar 18.4%, yang terdiri atas pollard, jagung giling, bungkil kelapa, bungkil kedelai, Ca(urea)4Cl2 dan garam. Murbei yang digunakan adalah varietas Morus alba, daunnya dipanen pada umur 90 hari. Percobaan terdiri atas dua tahap uji, masing-masing tahap menggunakan rancangan acak kelompok dengan pengambilan cairan rumen sebagai kelompok. Uji tahap I: mengkaji kemampuan murbei mensubstitusi konsentrat, dengan susunan perlakuan terdiri dari: P0 = 50% jerami padi + 50% konsentrat (kontrol) P1 = 50% jerami padi + 37.5 % konsentrat + 12.5 % murbei P2 = 50% jerami padi + 25% konsentrat + 25 % murbei P3 = 50% jerami padi + 12.5% konsentrat + 37.5% murbei P4 = 50 % jerami padi + 50 % murbei Uji tahap II: mengkaji efektivitas EDM yang mengandung senyawa DNJ guna meningkatkan fermentabilitas dalam sistem rumen, dengan susunan perlakuan terdiri dari: Q0 = 50 % Jerami padi + 50 % konsentrat (kontrol) Q1 = Perlakuan penggunaan murbei yang terbaik pada uji I yakni 50% jerami padi + 25% konsentrat + 25 % murbei Q2 = Q0 + EDM (kandungan senyawa DNJ ransum sebesar 0.06%).
26
Seluruh bahan yang digunakan pada uji pakan dengan teknik in vitro terlebih dahulu dikeringkan dan digiling halus. Peubah yang diamati terdiri atas pH, amonia dan VFA, produksi gas serta degradasi bahan kering dan bahan organik. Pengamatan terhadap pH, amonia dan VFA dilakukan pada jam ke 4 fermentasi, sedangkan pengamatan terhadap produksi gas dilakukan pada jam ke 2, 4, 8, 12, 24 dan 48 jam fermentasi. Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan sidik ragam menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (Steel & Torrie 1991). Percobaan 3: Uji Asupan Ekstrak Daun Murbei Ke dalam Sistem Pasca Rumen Asupan ekstrak daun murbei yang mengandung senyawa DNJ ke sistem pasca rumen mungkin berdampak negatif terhadap produktivitas ternak ruminansia. Percobaan dilakukan terhadap 24 ekor mencit (Mus musculus) jantan dengan bobot badan 28.7+3.4 gram. Ransum mencit berupa ransum semi purified, terdiri atas 66 % karbohidrat, 22% casein, 12% minyak jagung, mineral dan vitamin (Jordan et al. 2003), ekstrak daun murbei serta padatan hasil fermentasi in vitro. Ekstrak daun murbei diperoleh dengan melakukan ekstraksi mengikuti metode Oku (2006) menggunakan ethanol 50%, sedangkan
padatan hasil
fermentasi in vitro diperoleh dengan mengikuti metode Tilley & Terry (1963) yang dimodifikasi, sebagai berikut: larutan buffer disiapkan, bahan-bahan terdiri atas 5 g trypticase, 1000 ml aquades dan 0.25 ml larutan mikro mineral dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer kapasitas 2 500 ml, diaduk sampai seluruh bahan larut. Ke dalam media tersebut ditambahkan 500 ml larutan penyangga rumen, 500 ml larutan mineral makro, 2.5 ml rezasurin 0.1% dan 100 ml larutan pereduksi. Media ditempatkan ke dalam waterbath pada suhu 39oC sambil dialiri gas CO2. Kondisi medium diamati sampai tereduksi, dengan indikator perubahan warna media dari biru ke pink sampai menjadi bening, larutan buffer siap digunakan.
Selanjutnya
media
buffer-cairan rumen disiapkan dengan
menambahkan 500 ml cairan rumen yang telah dikoleksi dari 2 rumen sapi pedaging ke dalam larutan buffer yang terus dialiri gas CO2. Sebanyak 5 buah labu erlenmeyer kapasitas 500 ml yang telah terisi masing-masing 1 g maltosa dan EDM sesuai dengan perlakuan, ditambahkan 500 media buffer-cairan rumen.
27
Selanjutnya labu erlenmeyer ditutup dengan sumbat karet berventilasi, ditempatkan ke dalam shaker waterbath dan diinkubasi selama 6 jam. Setelah proses inkubasi selesai, isi labu erlenmeyer dituang ke wadah penampungan masing-masing perlakuan yang telah disiapkan, lalu ditempatkan ke dalam oven dengan suhu 80oC sampai seluruh airnya menguap. Hasil fermentasi yang telah kering dicampur dengan ransum semi purified sesuai perlakuan. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 kali ulangan. Masing-masing unit percobaan terdiri atas 1 ekor mencit. Perlakuan terdiri dari: R0 = Ransum semi purified (kontrol) R1 = R0 + padatan hasil fermentasi in vitro R2 = R1 + EDM dengan kadar DNJ ransum sebesar 0.03% R3 = R1 + padatan hasil fermentasi in vitro yang diberi substrat EDM dengan kadar DNJ ransum sebesar 0.03% R4 = R1 + EDM dengan kadar DNJ ransum sebesar 0.06% R5 = R1 + padatan hasil fermentasi in vitro yang diberi substrat EDM dengan kadar DNJ ransum sebesar 0.06%. Pemeliharaan hewan percobaan dilakukan selama 24 hari (3 hari masa adaptasi dan 21 hari masa koleksi data). Peubah yang diukur adalah konsumsi dan kecernaan pakan, pertambahan bobot badan dan kadar glukosa darah. Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan sidik ragam menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), dan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (Steel & Torrie 1991).
Penelitian Tahap II Substitusi Konsentrat dengan Tepung Daun Murbei dalam Pakan Komplit yang Dikombinasikan dengan Jerami Padi Guna mengkaji substitusi konsentrat dengan tepung daun murbei bila dikombinasikan dengan jerami padi sebagai pakan sapi potong, dilakukan percobaan in vivo, menggunakan 12 ekor sapi PO dengan bobot badan 217+10.53 kg. Ransum terdiri atas jerami padi dan konsentrat, dimana konsentrat disusun dari bahan-bahan yang terdiri atas dedak padi, jagung giling, bungkil kelapa, Ca(urea)4Cl2 dan garam, dengan susunan seperti pada Tabel 8. Jerami padi yang digunakan dalam ransum terlebih dahulu dikeringkan dan dipotong 3 – 5 cm.
28
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan dan 4 kali ulangan. Perlakuan disusun sebagai berikut: P1= 50% jerami padi + 50% konsentrat P2= 50% jerami padi + 25% konsentrat + 25% murbei P3= 50% jerami + 50% murbei Tabel 8 Susunan ransum percobaan in vivo Bahan/Nutrien
P1
Ransum Perlakuan P2
P3
Komposisi Bahan % Jerami padi Jagung Kuning Bungkil Kedelai Bungkil Kelapa Pollard Onggok Molases Tepung daun murbei Ca(Urea)4Cl2 DCP TOTAL Komposisi Nutrien (%) Bahan Kering Protein Kasar Lemak Kasar Serat Kasar TDN Fraksi Dinding Sel (%) NDF ADF Selulosa Hemiselulosa Lignin Silika
50.00 10.72 8.93 7.50 15.10 3.00 3.50 0.00
50.00 5.35 4.47 3.75 7.55 1.50 1.75 25.00
50.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 50.00
1.00 0.25
0.50 0.125
0.00 0.00
100.00
100.00
100.00
87.68 13.70 3.35 15.48 60.60
87.68 13.70 2.73 16.95 59.40
87.68 13.70 2.11 18.41 58.20
53.69 32.73 21.32 20.96 3.93 7.55
58.13 38.61 26.48 19.15 4.70 7.58
62.57 44.49 31.64 18.08 5.47 7.61
Ket.: Komposisi nutrien merupakan hasil perhitungan dari data hasil analisis proksimat bahan pakan yang digunakan
29
Ternak-ternak sapi percobaan dipelihara dalam kandang individu. Pakan sebanyak 2.5 – 3.0% BB diberikan 2 kali sehari (06.00-07.00 dan 16.00-17.00). Air minum diberikan ad libitum.
Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan
selama 10 minggu (2 minggu masa adaptasi, 8 minggu masa pengamatan). Koleksi total dilaksanakan 1 minggu ditengah periode pengamatan (Minggu ke 5). Peubah yang diukur adalah kondisi fisiologis rumen, meliputi pH, konsentrasi amonia dan VFA, konsumsi bahan kering ransum, kecernaan nutrien, pertambahan bobot badan, efisiensi penggunaan ransum, IOFC, neraca nitrogen, alantoin urine, glukosa dan kolesrerol darah serta perkiraan komposisi tubuh dengan urea space. Sampel darah, urine dan cairan rumen diambil pada akhir pemeliharaan. Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan sidik ragam menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan model matematik : Yij = µ + (ui – u) + ∈ij Keterangan : µ
= nilai tengah populasi
(ui – u) = pengaruh aditif dari perlakuan ke-i ∈ij
= galat percobaan dari perlakuan ke-i pada pengamatan ke-j
Seluruh data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan bantuan program SPSS for windows (SPSS inc. 2003).
Prosedur Pengukuran Peubah Preparasi Sampel dan Medium Percobaan In Vitro (Tilley & Terry 1963) Preparasi sampel.
Sampel dikeringkan pada suhu dibawah 60oC.
Selanjutnya, digiling dengan saringan 50 mash. Sebanyak 0.5 gram dimasukkan ke dalam tabung fermentor (Erlenmeyer) berkapasitas + 100 ml. Preparasi Medium. Ke dalam Erlenmeyer kapasitas 1 liter dimasukkan 2 g trypticase, 400 ml aquades dan 0.1 ml larutan mineral mikro, lalu diaduk sampai seluruh bahan larut. Selanjutnya ditambahkan 200 ml larutan penyangga rumen, 200 ml larutan mineral makro, 1.0 ml larutan rezasurin dan 40 ml larutan pereduksi. Medium lalu ditempatkan ke dalam waterbath pada suhu 39oC sambil
30
dialiri gas CO2 sampai dan diaduk dengan magnetic stirrer. Kondisi reduksi medium diamati, dengan indikator perubahan warna dari biru ke pink lalu menjadi tidak berwarna (medium tereduksi dengan sempurna), serta pH-nya berkisar 6.8 – 7.0. Komposisi larutan mineral mikro, mineral makro, larutan penyangga dan larutan pereduksi disajikan pada Tabel 9. Teknik Fermentasi In Vitro Tabung fermentor masing-masing diisi dengan 0.5 g sampel, lalu ditambahkan 40 ml larutan penyanggah dan 10 ml cairan rumen segar atau dengan perbandingan 4:1. Setelah itu tabung dialiri gas CO2 lalu ditutup dengan karet berventilasi. Tabung fermentor kemudian dimasukkan ke dalam shaker waterbath pada suhu 39 0C dan diinkubasi selama 4 jam untuk menganalisis NH3 dan VFA dan 48 jam untuk analisa tingkat degradasi bahan. Setelah proses fermentasi berakhir, sumbat karet tabung fermentor dibuka, selanjutnya tabung tersebut disentrifuse dan supernatannya dipisahkan untuk digunakan pada analisa NH3 dan VFA. Pada pengukuran tingkat degradasi dalam sistem rumen, supernatan dibuang setelah penyaringan dengan kertas saring Whatman 41. Residu dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 105 0C selama 24 jam sehingga
diperoleh bahan kering, selanjutnya diabukan pada 600 0C dalam tanur untuk menentukan kadar bahan organik. Sebagai blanko, dipakai residu asal fermentasi tanpa bahan makanan. Tingkat degradasi bahan kering dan organik dihitung sebagai berikut : Degradasi BK = BK asal – (BK residu – BK blanko) x 100% BK asal Degradasi BO = BO asal – (BO residu – BO blanko) x 100% BO asal
31
Tabel 9 Komposisi larutan penyangga No. 1.
2.
3.
4.
5. 6.
Larutan Larutan Mineral Makro a. CaCl2.2H2O b. MnCl2.4H2O c. CoCl2.6H2O d. FeCl2.6H2O e. Aquades Larutan penyangga rumen a. NH4HCO3 b. NaHCO3 c. Aquades Larutan Mineral Makro a. Na2HPO4 b. KH2PO4 c. MgSO4.7H2O d. Aquades
Jumlah 13.2 g 10.0 g 1.0 g 8.0 g sampai volume mencapai 100 ml 4.0 g 35.0 g sampai volume mencapai 1000 ml 5.7 g 6.2 g 0.6 g sampai volume mencapai 1000 ml
Larutan Pereduksi a. NaOH b. Na2S.9H2O c. Aquades
4.0 ml 0.625 g 95 ml
Larutan Rezasurin 0.1% (w/v) Trypticase Sumber : Tilley & Terry (1963) dalam Close & Menke (1986)
Pengukuran Produksi Gas Pengukuran produksi gas mengikuti prosedur Close dan Menke (1986) sebagai berikut: syringe kapasitas 50 ml diisi dengan 0.2 g sampel, kemudian ditambahkan 30 ml cairan rumen yang telah dicampur dengan larutan buffer dengan perbandingan 1:2. Selanjutnya spoit dimasukkan ke dalam shaker waterbath pada suhu 39 0C dan diinkubasi. Pengamatan dilakukan pada 2, 4, 8, 12, 24 dan 48 jam fermentasi dengan mencatat volume gas yang terbentuk selama proses fermentasi.
32
Pengukuran Konsentrasi Amonia Pengukuran konsentrasi amonia cairan rumen dilakukan dengan metode phenol hypoclorite assay (Broderick & Kang 1980), dengan tahapan pekerjaan diuraikan sebagai berikut: Pembuatan Reagen Phenol. Reagen Phenol dibuat dengan cara 5 gram sodium nitroferricianida dilarutkan dalam 0.5 liter aquades. Kemudian ditambahkan 11 ml (90% w/v) larutan phenol lalu diaduk perlahan dan ditambahkan aquades sampai volume larutan mencapai 1 liter dan diletakkan dalam botol gelas gelap. Pembuatan Reagen Hypochlorite. Reagen Hypochlorite dibuat dengan cara 0.15 gram sodium hidroksida dalam 2 liter aquades kemudian ditambahkan 113.6 gram disodium pospat heptathidrat (Na2HPO4.7H2O) ke dalam larutan sambil diaduk dan dipanaskan. Setelah didinginkan, kemudian ditambahkan 150 ml pemutih komersial Baycline (5.25% Sodium hypochlorite) dan diaduk rata. Lalu ditambahkan aquades sampai volume larutan mencapai 3 liter dan larutan diletakkan dalam botol polyethylene yang terlindung dari cahaya. Pembuatan Standar Larutan Amonium. Pembuatan stok larutan Amonium 100 mM dengan cara melarutkan 0.6607 gram amonium sulfat ke dalam 100 ml HCl 1 N. Sebelum digunakan, amonium sulfat dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven 100 0C selama semalam. Kemudian untuk mendapatkan standar digunakan 1, 2, 4, 6 dan 8 mM yang dibuat dengan pengenceran larutan stok amonium yang telah dibuat sebelumnya. Pengukuran konsentrasi NH3. Hal ini dilakukan dengan menggunakan Phenol Hypochlorite assay yang dilakukan dengan cara 0.05 ml (50 μl) sampel atau larutan standar dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 2.5 ml reagen Phenol dan 2 ml reagen Hypochlorite diaduk merata. Setelah itu, tabung reaksi ditempatkan ke dalam penangas air dengan suhu 95 0C selama 5 menit lalu didinginkan. Pembacaan absorbansi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer pada λ = 630 nm. Penghitungan kadar amoniak dilakukan dengan memasukan hasil pembacaan absorbansi ke dalam persamaan yang didapat dari kurva standar larutan amonium.
33
Pengukuran VFA Total Konsentrasi VFA diukur menggunakan teknik destilasi uap (Steam destilation) (AOAC 1991). Lima mililiter supernatan (berasal dari tabung yang sama dengan supernatan untuk analisa NH3) dimasukkan ke dalam tabung destilasi, kemudian ditambahkan satu ml H2SO4 15%. Dinding tabung dibilas dengan aquadest dan secepatnya ditutup dengan sumbat karet yang telah dihubungkan dengan pipa destilasi berdiameter ± 0.5 cm. Kemudian ujung pipa yang lain dihubungkan dengan alat pendingin Laibig. Tabung destilasi dimasukkan ke dalam labu didih yang telah berisi air mendidih tanpa menyentuh permukaan air tersebut. Hasil destilasi ditampung dengan labu erlenmeyer 500 ml yang telah diisi 5 ml NaOH 0.5 N. Proses destilasi selesai pada saat jumlah destilat yang ditampung mencapai 300 ml. Destilat yang tertampung ditambah indikator phenophtalein (PP) sebanyak 2-3 tetes, lalu dititrasi dengan HCl 0.5 N sampai terjadi perubahan dari warna merah jambu menjadi tidak berwarna (bening). Konsentrasi VFA total diukur dengan rumus : VFA total = (a-b) x N HCl x 1000/5 ml Keterangan:
a : Volume titran blanko b : Volume titran sampel
Uji Aktifitas Enzim (Miller 1959) Larutan substrat disediakan dengan menimbang 1 gram substrat uji dan dilarutkan ke dalam 100 ml buffer sitrat.
Sebanyak 1 ml larutan substrat
ditambahkan 1 ml stok enzim cairan rumen. Selanjutnya dilakukan inkubasi pada suhu 39oC selama 10, 20, 30 dan 60 menit. Setelah inkubasi selesai, larutan ditambahkan 2 ml DNS, dicampur merata, dipanaskan pada suhu 900C selama 5 menit, dan terakhir didinginkan.
Pembacaan absorbansi dilakukan dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 550 μm. Sebagai kontrol, dilakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tingkat konsentrasi substrat, tanpa menambahkan enzim cairan rumen.
34
Metode Penentuan Kadar Gula reduksi (Metode Anthrone, Roe 1954) Sebanyak 0.1 ml larutan yang uji dipipet ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 0.2 ml larutan Ba(OH)2 0.3 M dan 0.2 ml larutan Zn-sulfat 5%. Campuran diaduk lalu disentrifus dengan kecepatan 3 000 rpm.
Supernatan
bening diambil sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kedalam tabung reaksi ditambahkan 4 ml pereaksi anthrone, lalu diaduk dan di tempatkan ke dalam penangas air selama 10 menit. Tabung reaksi dibiarkan sampai menjadi dingin sebelum dilakukan pembacaan pada 620 ηm. Pembacaan blanko juga dilakukan. Larutan glukosa digunakan untuk membuat kurva standar.
Teknik Pembuatan urea slow release-Ca(urea)Cl2 (US Patent 5733590) Sebanyak 1 kg CaCl2 38% dilarutkan sampai temperatur mencapai 26.7oC lalu ditambahkan 1 kg urea. Temperatur akan turun ke + 1oC. Larutan diaduk selama 15 menit sebelum ditutup dan disisihkan. Larutan Ca(urea)Cl2 siap digunakan. Pertambahan Bobot Badan Harian Pertambahan bobot badan harian (PBBH) ternak percobaan diperoleh dari selisih antara bobot akhir periode pengamatan dan bobot badan awal periode pengamatan dibagi lama masa pengamatan. PBBH dihitung dengan menggunakan persamaan: Wt – W0 PBBH = ------------t Wt
= bobot ternak pada akhir periode pengamatan
W0
= bobot ternak pada awal periode pengamatan
t
= lama waktu pengamatan
35
Konsumsi Nutrien Sebelum diberikan kepada ternak, pakan terlebih dahulu ditimbang sejumlah perkiraan kebutuhan ternak (2.5 – 3.0%BB). Pakan lalu dibagi menjadi dua bagian dan diberikan pada pagi dan sore hari. Keesokan harinya sisa pakan ditimbang. Penimbangan pakan dan sisa dilakukan setiap hari untuk mengetahui rataan konsumsi. Seluruh data konsumsi dan sisa nutrien dihitung berdasarkan BK bahan.
Konsumsi nutrien harian setiap ekor ternak percobaan dihitung
dengan rumus: (Konsumsi nutrien – sisa nutrien) selama periode pengamatan
Konsumsi nutrien per hari = -------------------------------------------------------------t t = lama waktu pengamatan
Kecernaan Nutrien Kecernaan nutrien dihitung dengan rumus: Nutrien terkonsumsi – nutrien feses Kecernaan = --------------------------------------------- x 100% Nutrien terkonsumsi
Konversi Pakan Konversi pakan dihitung dengan rumus: Konsumsi BK pakan (kg/e/h) Konversi pakan = ---------------------------------PBBH (kg/e/h)
Income Over Feed Cost (IOFC) Income over feed cost dihitung dari selisih penerimaan dengan pengeluaran. Pada penelitian ini IOFC penerimaan dihitung dari perkalian rataan PBBH dengan harga sapi/kg BH, sedangkan pengeluaran dihitung dari perkalian rataan konsumsi pakan as fed/ekor/hari dengan harga ransum masing-masing sapi percobaan. Rumus IOFC adalah: IOFC (Rp) = penerimaan (Rp) – pengeluaran (Rp)
36
Revenue Cost Ratio (R-C ratio) Revenue cost ratio dihitung untuk mengetahui efisiensi ekonomis suatu usaha. R-C ratio diperoleh dari perbandingan antara penerimaan dengan pengeluaran.
Keuntungan suatu usaha tergambar dari nilai R-C ratio >1,
sebaliknya bila nilai R-C ratio < 1, maka suatu usaha merugi. Semakin tinggi nilai R-C ratio, keuntungan usaha akan semakin tinggi pula. Pada penelitian ini perhitungan penerimaan dan pengeluaran sama dengan perhitungan penerimaan dan pengeluaran untuk mendapatkan nilai IOFC. Rumus R-C ratio adalah: Penerimaan (Rp) R-C Ratio = ------------------------Pengeluaran (Rp)
Deposisi Nutrien Deposisi nutrien adalah jumlah nutrien yang benar-benar terdeposisi ke dalam tubuh. Deposisi nutrien diketahui dengan menghitung jumlah nutrien yang dikonsumsi dikurangi jumlah nutrien yang keluar melalui feses. Khusus untuk deposisi protein, selain mengurangi protein terkonsumsi dengan protein yang keluar melalui feses, nilai tersebut juga masih harus dikurangi dengan protein yang keluar melalui urine.
Retensi Nitrogen, Net Protein Utilization (NPU) dan Biological Value (BV) Setelah terhitung jumlah nitrogen yang dikonsumsi, keluar melalui feses dan urine, nilai retensi nitrogen, NPU dan BV dapat dihitung dengan rumus: Retensi Nitrogen (g/h)= N terkonsumsi-N Feses-N Urine NPU (%)
Retensi N (g/h) = ----------------------- x 100% Konsumsi N (g/h)
BV (%)
Retensi N (g/h) = ----------------------- x 100% N Tercerna (g/h)
37
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nutrien daun murbei seperti tersaji pada Tabel 10 memperkuat indikasi yang baik untuk memanfaatkan daun murbei sebagai sumber pakan, menggantikan konsentrat. Rataan kadar protein kasar daun murbei sebesar 20.80%, hampir sama dengan rataan kadar protein kasar daun murbei yang dianalisis dari 119 varietas yakni sebesar 20.43% (Machii et al. 2002). Hasil analisis tersebut mengindikasikan kualitas protein daun murbei yang sangat baik. Kadar lignin dan silika daun murbei relatif rendah (Tabel 10), sehingga komponen dinding sel tersebut tidak mengurangi kualitas daun murbei. Karena itu daun murbei berpotensi digunakan sebagai sumber protein pakan. Senyawa fitokimia daun murbei juga dianalisis, dan hasilnya disajikan pada Tabel 11. Tabel 10 Kandungan nutrien tepung daun murbei Nutrien
Rataan (% BK)
Hasil Analisa Proksimat *) Kadar air**)
85.89
Kadar abu
10.76
Serat kasar
12.09
Lemak kasar
3.19
Protein kasar
20.80
BETN
53.16
Hasil Analisa Van Soest ***) NDF
26.60
ADF
17.67
Selulosa
14.66
Hemiselulosa
8.93
Lignin
3.18
Silika
0.06
Sumber: *): Hasil Analisis Laboratorium Biologi Hewan, PPSHB IPB (2007) **): Kadar Air Bahan Segar ***): Hasil Analisis Laboratorium BPT Ciawi (2008)
38
Kandungan tanin dan saponin daun murbei relatif kecil untuk dapat mempengaruhi performa ternak. Kandungan tanin daun murbei pada Tabel 11 sebesar 0.93%, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan tanin daun murbei yang dilaporkan oleh Datta et al. (2002) sebesar 0.85%. Namun, kadar tanin daun murbei tersebut sangat kecil untuk berpotensi mengikat protein dibandingkan dengan kadar tanin daun kaliandra yakni sebesar 11.3% (Makkar 1993). Secara umum keberadaan senyawa aktif dalam ransum berdampak spesifik terhadap performa ternak. Tabel 11 Kandungan senyawa fitokimia daun murbei Komponen Fitokimia
Hasil Pengujian
Metode Pengujian
Kadar tannin (%) Kadar saponin (%) Alkaloid Fenolik Flavanoid Triterpenoid Steroid Glikosida 1-Deoxynojirimycin - Ekstrak aquades suhu 500C(%) - Ekstrak etanol 50% (%)
0.93 0.12 ++++ +++ ++++ ++++ ++++
MMI Jilid VI 1995
0.1123 0.1223
TLC-Scanner
Sumber: Hasil Pengujian Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Cimanggu (2008)
Kandungan senyawa DNJ yang diperoleh pada analisis dengan menggunakan TLC-Scanner di atas (Tabel 11) hampir sama dengan yang dilaporkan oleh Kimura et al. (2004) yakni berkisar antara 0.10 sampai 0.14%. Kimura et al. (2004) mengekstrak daun murbei dengan asetonitril 50% dan mengukur DNJ menggunakan HPLC dengan light scattering detector (ELSD). Kandungan senyawa DNJ daun murbei yang lebih tinggi dilaporkan oleh Oku (2006), yakni sebesar 0.24%. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh metode ekstraksi dan tingkat ketepatan alat yang digunakan. Oku (2006) mengekstrak daun murbei dengan menggunakan ethanol 50% dan mengukur senyawa DNJ dengan menggunakan HPLC-MS. Kandungan DNJ daun murbei yang diekstrak dengan pelarut yang berbeda dapat menghasilkan konsentrasi DNJ yang berbeda.
39
Penghambatan Aktivitas Enzim oleh EDM Aktivitas enzim dapat diamati dengan mengukur produk yang dihasilkan dari proses hidrolisis substrat. Gambar 6 disajikan dinamika konsentrasi gula reduksi dari hasil hidrolisis substrat yang berbeda oleh enzim kasar yang diperoleh dari cairan rumen, dengan waktu fermentasi yang berbeda dan dengan atau tanpa penambahan ekstrak daun murbei. Dari gambar tersebut terlihat bahwa gula reduksi yang dihasilkan dari hidrolisis maltosa lebih tinggi dibandingkan dengan subsrat lainnya. Pada inkubasi sampai 30 menit, hidrolisis sukrosa, pati dan selulosa oleh enzim kasar cairan rumen belum menghasilkan gula reduksi.
Gula reduksi dari hidrolisis pati dan selulosa
terdeteksi pada inkukasi selama 60 menit. Hal ini disebabkan oleh proses hidrolisis pati dan selulosa menjadi glukosa membutuhkan jenis enzim dan tahap hidrolisis yang lebih panjang dibandingkan dengan maltosa.
MALTOSA
PATI
200
20
ppm 100
ppm 10
0
0 10
20
30
60
10
Waktu Inkubasi (menit)
20
30
60
Waktu Inkubasi (menit)
SUKROSA
SELULOSA
20
20
ppm 10
ppm 10
0
0 10
20
30
60
10
Waktu Inkubasi (menit)
20
30
60
Waktu Inkubasi (menit)
Keterangan : ------------- = - EDM = +EDM
Gambar 6 Dinamika konsentrasi gula reduksi dengan substrat dan waktu fermentasi yang berbeda dan dengan atau tanpa penambahan ekstrak daun murbei.
40
Berbeda dengan pati dan selulosa, rendahnya gula reduksi yang dihasilkan dari hidrolisis sukrosa dapat disebabkan oleh jenis ikatan kimia yang berbeda antara maltosa dan sukrosa. Maltosa merupakan pereduksi sempurna dengan ikatan α-glukosidase, dan proses hidrolisisnya menghasilkan 2 molekul glukosa, sedangkan sukrosa bukan pereduksi dan mempunyai ikatan
α-ß-glikosidik.
Untuk memutus ikatan sukrosa
menjadi glukosa dan fruktosa dibutuhkan enzim yang spesifik, yang mungkin kurang dalam cairan rumen yang dikoleksi untuk mendapatkan enzim kasar. Penambahan ekstrak daun murbei pada media dengan substrat berupa maltosa mengakibatkan penghambatan aktivitas enzim maltase.
Hal ini ditandai dengan
konsentrasi gula reduksi yang dihasilkan pada inkubasi sampai 20 menit yang sangat sedikit terdeteksi pada medium yang ditambahkan EDM, dibandingkan dengan yang tidak ditambahkan EDM. Pengamatan terhadap penghambatan aktivitas enzim oleh EDM juga telah dilakukan oleh Oku (2006), yang membandingkan aktivitas beberapa enzim, antara lain maltase, sukrase dan laktase pada media yang ditambahkan EDM. Enzim yang digunakan diperoleh dari usus halus manusia dan tikus. Dari penelitian tersebut dilaporkan bahwa penghambatan aktivitas enzim maltase dan sukrase oleh EDM sangat tinggi dibandingkan dengan laktase.
Daya Lepas Lambat Beberapa Jenis Karbohidrat dalam Sistem Rumen Perubahan nilai pH cairan rumen fermentasi yang substratnya berupa glukosa, maltosa dan sukrosa bergerak dari nilai 7.1 pada jam ke-0 fermentasi menjadi 6.5 pada jam ke-4 fermentasi (Gambar 7). Dinamika pH yang berbeda terjadi pada cairan rumen yang substratnya berupa laktosa, pati dan selulosa, dimana perubahan nilai pH-nya bergerak dari nilai 7.1 pada jam ke-0 fermentasi menjadi 6.9 pada jam ke-4 fermentasi. Dinamika nilai pH yang berbeda di atas menggambarkan tingkat hidrolisis yang berbeda. Semakin tinggi perubahan nilai pH cairan rumen fermentasi pada satuan waktu fermentasi yang sama menggambarkan hidrolisis yang lebih cepat, dimana total asam yang dihasilkan lebih tinggi, dan berdampak pada penurunan nilai pH yang lebih besar. Substrat berupa laktosa, pati dan selulosa sebagai sumber karbon dalam cairan
41
rumen memperlihatkan penurunan nilai pH yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai pH cairan rumen fermentasi yang substratnya berupa glukosa, maltosa dan sukrosa. Hal ini disebabkan enzim akan menghidrolisis karbohidrat non struktural terlebih dahulu sebelum menghidrolisis karbohidrat struktural (Czerkawski 1998).
GLUKOSA
LAKTOSA
7,20
7,20
7,00
7,00
pH 6,80
pH 6,80
6,60
6,60
6,40
6,40 0
1
2
3
0
4
1
2 Waktu Fermentasi (jam)
3
4
Waktu Fermentasi (jam)
MALTOSA
PATI
7,20
7,20
7,00
7,00
pH 6,80
pH 6,80
6,60
6,60
6,40
6,40
0
1
2
3
4
0
1
Waktu Fermentasi (jam)i
2
3
4
3
4
Waktu Fermentasi (jam)
SUKROSA
SELULOSA
7,20
7,40
7,00
7,20 7,00
pH 6,80
pH 6,80
6,60
6,60
6,40
6,40
0
1
2
3
4
0
Waktu Fermentasi (jam)i
1
2 Waktu Fermentasi (jam)
Keterangan : ------------- = - EDM = +EDM
Gambar 7 Dinamika kondisi pH cairan rumen dengan substrat dan waktu fermentasi yang berbeda dan dengan atau tanpa penambahan ekstrak daun murbei.
42
Penambahan ekstrak daun murbei yang mengandung senyawa 1-deoxynojirimycin tidak signifikan merubah pH. Perubahan pH sampai 4 jam fermentasi pada media yang ditambahkan EDM dan tanpa EDM relatif sama, baik pada substrat glukosa, maltosa maupun sukrosa. Meskipun demikian ada kecenderungan peningkatan pH pada 4 jam fermentasi pada substrat maltosa.
Hal ini mengindikasikan adanya proses
penghambatan hidrolisis RAC pada maltosa. Senyawa DNJ mampu menghambat proses pemecahan oligosakarida seperti maltosa menjadi monomer-monomernya (Breitmeier et al. 1997) dengan cara masuk ke sisi aktif enzim glukosidase, sehingga menghambat kinerja enzim tersebut untuk menghidrolisis substrat (Romaniouk et al. 2004; Chapel et al. (2006). Hasil pengamatan konsentrasi amonia cairan rumen perlakuan pada 0, 1, 2, 3 dan 4 jam fermentasi berada pada kisaran normal yakni sebesar 5 sampai 16 mM. Semakin lama waktu fermentasi, maka konsentrasi amonia semakin berkurang (Gambar 8). Pengurangan
konsentrasi
amonia
dalam
cairan
rumen
menggambarkan
pemanfaatan amonia pada proses fermentasi. Amonia tersebut digunakan untuk sintesis protein mikroba (Nolan & Dobos 2005). Pada kondisi tersedia substrat yang mudah terhidrolisis, pemanfaatan amonia akan semakin tinggi, yang sejalan dengan proses hidrolisis substrat yang semakin cepat, sehingga konsentrasi amonia semakin kecil pada selang waktu fermentasi tertentu. Kondisi tersebut nampak terjadi pada substrat berupa glukosa, maltosa, sukrosa dan laktosa. Proses deaminasi protein ekstrak daun murbei sangat cepat terjadi pada media dengan substrat berupa monosakarida dan disakarida, dibandingkan dengan polisakarida. Hal ini mengakibatkan amonia yang terukur pada jam 0 fermentasi lebih tinggi pada penambahan EDM terhadap substrat berupa glukosa, maltosa, sukrosa dan laktosa.
Namun demikian, amonia dari proses deaminasi tersebut langsung
dimanfaatkan pada proses fermentasi, sehingga mulai 1 jam fermentasi, konsentrasi amonia media yang ditambah EDM relatif sama dengan media tanpa penambahan EDM. Kondisi tersebut mengindikasikan berlangsungnya proses fermentasi yang lebih baik akibat penambahan EDM.
43
GLUKOSA
LAKTOSA
20,00
20,00
R2 = 0.82
R2 = 0.97 15,00
15,00 mM 10,00
mM 10,00
R2 = 0.69
R2 = 0.84
5,00
5,00
-
0
1
2
3
0
4
1
2
3
4
3
4
3
4
Waktu Fermentasi (Jam)
Waktu Fermentasi (Jam)
MALTOSA
PATI
20,00
20,00
R2 = 0.76 15,00
15,00
mM 10,00
mM 10,00
R2 = 0.76
R2 = 0.82
R2 = 0.77
5,00
5,00
-
0
1
2
3
0
4
1
2 Waktu Fermentasi (Jam)
Waktu Fermentasi (Jam)
SELULOSA
SUKROSA 20,00
20,00 R2 = 0.84
R2 = 0.83
15,00
15,00 mM 10,00
mM 10,00
R2 = 0.99
R2 = 0.88
5,00
5,00
-
0
1
2
3
0
4
Waktu Fermentasi (Jam)
1
2
Waktu Fermentasi (Jam)
Keterangan :------------- = - EDM = +EDM Gambar 8 Dinamika konsentrasi amonia cairan rumen dengan substrat dan waktu fermentasi yang berbeda dan dengan atau tanpa penambahan ekstrak daun murbei
44
Kondisi yang berbeda terjadi pada substrat polisakarida berupa pati dan selulosa. Penambahan EDM tidak mempengaruhi konsentrasi amonia, bahkan sampai pada fermentasi 4 jam kadar amonia relatif stabil. Hal ini menggambarkan tidak adanya efek yang merugikan dengan kehadiran senyawa 1-deoxynojirimycin dalam EDM yang ditambahkan pada substrat pati dan selulosa. Arai et al. (1998) menyatakan bahwa senyawa DNJ dapat menghambat hidrolisis karbohidrat secara selektif. Tingkat konsentrasi gula tereduksi dan laju pengurangannya menggambarkan tingkat hidrolisis karbohidrat dalam media serta efektivitas proses fermentasi. Pada awal proses fermentasi, konsentrasi gula tereduksi yang tinggi menggambarkan tingkat hidrolisis substrat yang cepat, sedangkan laju pengurangan konsentrasi gula tereduksi yang semakin tajam menggambarkan tingkat pemanfaatan gula tereduksi pada proses fermentasi yang semakin tinggi. Konsentrasi gula tereduksi yang terukur pada substrat berupa karbohidrat non struktural berkisar pada nilai 0.04% sampai 0.12%, sedangkan pada substrat berupa selulosa, konsentrasi gula tereruksi ada pada kisaran nilai 0.002% sampai 0.0045% (Gambar 9). Nilai tersebut mengindikasikan tingkat hidrolisis karbohidrat non struktural yang lebih cepat dibandingkan dengan karbohidrat struktural. Konsentrasi gula tereduksi pada awal fermentasi lebih tinggi pada media yang tidak ditambahkan EDM, dibandingkan dengan yang ditambahkan EDM.
Hal ini
mengindikasikan adanya penghambatan hidrolisis karbohidrat akibat penambahan EDM yang mengandung senyawa 1-deoxynojirimycin Nilai mutlak gradien grafik hubungan antara waktu fermentasi dengan konsentrasi gula tereduksi menggambarkan laju kehilangan gula tereduksi dalam media. Gula tereduksi tersebut akan masuk ketahapan proses glikolisis atau metabolisme (Russel and Wallace 1997).
Nilai mutlak gradien lebih tinggi pada media yang mendapat DNJ
dibandingkan tanpa DNJ untuk semua substrat (Gambar 9). Perbedaan nilai tersebut mengindikasikan adanya perbaikan proses fermentasi pada media yang ditambahkan EDM pada semua substrat. Perbedaan nilai mutlak gradien grafik tertinggi terdapat pada maltosa (0.0336 vs 0.0128), sejalan dengan nilai pH media maltosa yang ditambahkan EDM cenderung lebih tinggi pada 4 jam fermentasi, sehingga penghambatan hidrolisis maltosa oleh senyawa DNJ lebih tinggi dibanding dengan jenis karbohidrat lainnya.
45
GLUKOSA
LAKTOSA
0,1200
0,1200 y = -0.0348x + 0.1325; R2 = 0.9235
0,0800
0,0800
2
y=-0.0164x + 0.0773; R = 0.9998
%
%
0,0400
0,0400
y=-0.0139x + 0.067; R2 = 0.9987 -
y = -0.0277x + 0.1136; R2 = 0.9774
-
O
2
4
O
Waktu Fermentasi (Jam)
MALTOSA
4
PATI
0,1200
0,1200
y = -0.0336x + 0.1181; R2 = 0.998
y = -0,0564x 2 + 0,2193x - 0,1433 R2 = 1
0,0800 %
0,0800 %
0,0400
0,0400 y = -0.0128x + 0.0647; R2 = 0.9266
-
O
2
4
y = -0,019x 2 + 0,0708x - 0,0337 R2 = 1 O 2 4 Waktu Fermentasi (Jam)
Waktu Fermentasi (Jam)
SUKROSA
SELULOSA
0,1200 0,0800
2 Waktu Fermentasi (Jam)
0,0060
y = -0.0285x + 0.1116; R2 = 0.9993
%
y = -0.0014x + 0.0054; R2 = 0.9934
0,0040 %
0,0400 y = -0.0266x + 0.1015; R2 = 0.9988 O 2
0,0020 y = -0.001x + 0.0042; R2 = 0.6705 -
4
O
Waktu Fermentasi (Jam)
2
4
Waktu Fermentasi (Jam)
Keterangan : ------------- = - EDM = +EDM Gambar 9 Dinamika konsentrasi gula tereduksi cairan rumen dengan substrat dan waktu fermentasi yang berbeda dan dengan atau tanpa penambahan ekstrak daun murbei.
46
Senyawa DNJ tidak memblok proses glikolisis semua tipe oligosakarida (Gross et al. 1983). Hal yang sama dinyatakan oleh Hock & Elstner (2005) bahwa senyawa DNJ dapat menghambat aktivitas α-glukosidase secara kompetitif, namun tidak menghambat aktivitas β-glukosidase, α dan β mannosidase maupun β-galaktosidase. Konsentrasi VFA yang dihasilkan dari substrat yang difermentasi sampai 4 jam ada pada kisaran normal, dimana konsentrasi berkisar pada nilai 60 sampai 150 mM (Gambar 10). Penambahan EDM yang mengandung senyawa DNJ berdampak menghasilkan VFA yang lebih tinggi dibandingkan dengan media tanpa penambahan EDM. Gambar 10 juga memperlihatkan peningkatan konsentrasi VFA lebih tinggi pada fermentasi dari jam ke dua sampai jam ke-4 dengan penambahan EDM, dibandingkan tanpa penambahan EDM. Dinamika konsentrasi VFA yang dihasilkan tersebut menggambarkan adanya perbaikan proses fermentasi dalam media rumen dengan penambahan EDM yang mengandung senyawa DNJ. Penghambatan senyawa DNJ terhadap aktivitas enzim glukosidase tidak komplit (Gross et al. 1983) sehingga dapat melepas RAC secara perlahan dalam sistem rumen. Kemampuan ini akan menjaga kesinambungan penyediaan RAC, sehingga mikroba-mikroba penghasil enzim pencerna karbohidrat struktural dapat berkembang optimal.
47
PATI
GLUKOSA 150
150
120
120
90
90
mM
mM
60
60
30
30
0 2
0
4
2
Waktu Fermentasi (Jam)
4 Waktu Fermentasi (Jam)
SELULOSA
MALTOSA 150
150
120
120 90
90
mM
mM 60
60
30
30 0
0 2
2
4
4 Waktu Fermentasi (Jam)
Waktu Fermentasi (Jam)
LAKTOSA
SUKROSA
150
150 120
120 90
90
mM
mM
60
60 30
30
0
0
2
4
2
Waktu Fermentasi (Jam)
Keterangan :
4 Waktu Fermentasi (Jam)
------------- = - EDM = +EDM
Gambar 10 Dinamika konsentrasi VFA cairan rumen dengan substrat dan waktu fermentasi yang berbeda dan dengan atau tanpa penambahan ekstrak daun murbei.
48
Efektivitas EDM dan Daun Murbei dalam Sistem Rumen in vitro Substitusi Konsentrat dengan Tepung Daun Murbei Pengaruh tingkat substitusi konsentrat dengan daun murbei pada pakan berbasis jerami padi terhadap nilai pH, konsentrasi amonia, VFA total dan produksi gas in vitro disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Nilai rataan pH, N-NH3, VFA total dan produksi gas secara in vitro pada perlakuan tingkat penggunaan murbei
Peubah
Perlakuan P0
P1
P2
P3
P4
pH
6.97+0.14
6.94+0.09
6.93+0.06
6.92+0.07
6.92+0.07
N-NH3 (mM)
13.52+4.93
12.55+5.56
11.81+4.96
10.81+4.64
13.93+6.02
82.85c+17.39
105.54ab+12.02
114.68ab+6.99
122.46a+7.88
98.27bc+20.30
VFA Total (mM)
Produksi 43.25+11.18 48.75+10.40 49.25+9.84 52.25+08.54 53.50+16.76 Gas (ml) Keterangan: Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) P0 = 50% jerami padi + 50% konsentrat (kontrol) P1 = 50% jerami padi + 37.5 % konsentrat + 12.5 % murbei P2 = 50% jerami padi + 25% konsentrat + 25 % murbei P3 = 50% jerami padi + 12.5% konsentrat + 37.5% murbei P4 = 50 % jerami padi + 50 % murbei
Nilai pH rumen terendah umumnya dicapai antara dua sampai enam jam setelah makan (Dehority & Tirabasso 2001). Nilai pH yang diukur setelah 4 jam fermentasi dikategorikan ke dalam pH optimal yakni pada kisaran 6.9 sampai 7.0. Hal tersebut menjadi salah satu indikator terjadinya proses degradasi pakan yang baik, karena pada pH tersebut mikroba penghasil enzim pencerna serat kasar dapat hidup secara optimum dalam rumen (Jean-Blain 1991). Pemberian tepung daun murbei sebagai pengganti konsentrat tidak mengganggu keseimbangan mikroorganisme rumen karena tidak menimbulkan perbedaan nyata pada nilai pH rumen antar perlakuan.
Penggunaan daun murbei menggantikan seluruh
konsentrat dalam ransum (P4) masih dapat mempertahankan kondisi pH media untuk kelangsungan proses fermentasi.
49
Sebagian besar mikroba rumen menggunakan amonia untuk prolifikasi diri, terutama dalam proses sintesis selnya. Dinamika konsentrasi amonia dalam cairan rumen menggambarkan efektivitas proses fermentasi. Konsentrasi amonia cairan rumen fermentasi setiap perlakuan yang diukur pada 4 jam setelah proses fermentasi berlangsung disajikan pada Tabel 12. Tidak ada perbedaan konsentrasi amonia antar perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa semua perlakuan memberikan efisiensi penggunaan amonia yang sama. Konsentrasi amonia yang dihasilkan dari keseluruhan perlakuan berkisar antara 10.8113.93 mM.
McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa konsentrasi amonia yang
optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 85-300 mg/l atau 6-21 mM. Konsentrasi amonia terendah dihasilkan dari perlakuan P3, meskipun konsentrasi amonia tersebut tidak berbeda nyata dengan P0, P1 dan P2. Konsentrasi amonia yang rendah dalam cairan rumen dapat mencerminkan proses fermentasi yang berjalan baik sehingga amonia dimanfaatkan dengan baik, protein ransum sulit terdegradasi atau kandungan protein ransum rendah. Ransum pada setiap perlakuan adalah iso nitrogen, dengan kandungan protein kasar konsentrat sebesar 18.4%. Oleh karena itu rendahnya konsentrasi amonia yang dihasilkan dari penelitian ini mencerminkan proses fermentasi yang berjalan lebih baik. Pencernaan karbohidrat dalam rumen menghasilkan produk utama berupa VFA yang menjadi sumber kerangka karbon bagi bakteri rumen serta sumber energi bagi ternak ruminansia.
Produksi VFA total percobaan dapat dilihat pada Tabel 12.
Konsentrasi VFA antar perlakuan berbeda nyata (P<0.05), berkisar antara 82.85-122.46 mM.
Nilai tersebut masih berada pada kisaran konsentrasi VFA yang menunjang
kondisi optimal sistem rumen. Konsentrasi VFA total berkisar 60 – 120 mM (Waldron et al. 2002). Perlakuan P3 menghasilkan konsentrasi VFA lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya yaitu 122.46 mM, kemudian diikuti perlakuan P2 (114.68 mM), P1 (105.54 mM), P4 (98.26 mM), dan P0 (82.85 mM). Ransum yang tidak menggunakan murbei (P0) menghasilkan VFA total lebih kecil dibandingkan dengan ransum yang mengandung murbei (P1 sampai P4).
Hasil
produksi VFA total mengindikasikan potensi daun murbei yang baik untuk digunakan
50
sebagai pakan ternak ruminansia, menggantikan penggunaan konsentrat, dengan bahan pakan dasar berupa sumber serat seperti jerami padi.
Data produksi VFA total
mengindikasikan terdapat konsentrasi optimum penggunaan murbei untuk menunjang proses fermentasi yang paling efektif. Hal ini tampak pada produksi VFA total tertinggi dicapai pada perlakuan P3, dan tidak berbeda nyata dengan P1 dan P2. Produksi VFA yang semakin meningkat seiring dengan penggunaan daun murbei dalam ransum yang semakin tinggi, sampai level 37.5% dalam ransum (P0 sampai P3) mengindikasikan adanya peran murbei dalam meningkatkan kualitas fermentasi rumen. Peran murbei tersebut berkaitan dengan kemampuan senyawa DNJ yang terdapat pada daun murbei untuk menghambat hidrolisais karbohidrat mudah terdegradasi, sehingga sumber energi tersedia secara bertahap. Senyawa DNJ mampu menghambat hidrolisis oligosakarida
namun
penghambatannya tidak
komplit
(Mellor et al. 2002).
Penggunaan murbei sampai level 50% dalam ransum cenderung mengurangi ketersediaan energi dalam rumen, ditandai dengan produksi VFA total yang menurun pada perlakuan P4, meskipun produksi VFA total P4 masih relatif lebih tinggi dibandingkan P0.
Penggunaan daun murbei yang terlalu tinggi memungkinkan
penghambatan degradasi karbohidrat oleh senyawa DNJ murbei dalam sistem rumen secara berlebihan, sehingga cenderung menurunkan ketersediaan sumber energi. Konsentrasi VFA yang tinggi pada perlakuan P3 mengindikasikan pertumbuhan bakteri rumen pada perlakuan tersebut lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini ditunjang oleh konsentrasi amonia perlakuan P3 yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya yaitu sebesar 10.81 mM. Tingginya produksi VFA yang diikuti dengan rendahnya konsentrasi amonia pada perlakuan P3 merupakan cerminan efisiensi penggunaan amonia oleh bakteri untuk sintesis protein mikroba dan pertumbuhan. Selanjutnya bakteri tersebut akan mencerna pakan untuk memproduksi VFA yang akan digunakan sebagai sumber energi untuk induk semang dan sumber karbon untuk bakteri itu sendiri. Tingkat produksi gas mencerminkan efektivitas proses fermentasi. Semakin tinggi produksi gas, proses fermentasi semakin baik. Pengaruh perlakuan terhadap total gas yang diproduksi selama 48 jam fermentasi disajikan pada Tabel 12. Total produksi gas yang diperoleh berkisar dari 43.25 ml sampai 53.50 ml. Produksi gas tersebut berada
51
pada kisaran nilai total produksi gas yang dihasilkan dari penelitian in vitro terhadap daun murbei oleh Liu et al. (2002b) yang menghasilkan produksi gas sebanyak 44.8 ml. Produksi gas yang dihasilkan dari perlakuan P0 lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P1 sampai P4. Meskipun total gas fermentasi yang dihasilkan dari P1 sampai P4 tidak berbeda nyata, akan tetapi ada kecenderungan peningkatan produksi gas dengan semakin tingginya penggunaan daun murbei dalam ransum. Kecenderungan produksi gas yang semakin meningkat tersebut sejalan dengan nilai pH yang cenderung semakin menurun serta produksi VFA total yang semakin meningkat dengan tingkat penggunaan daun murbei yang semakin tinggi. Selain menghasilkan CH4 (gas metan), fermentasi
dalam sistem rumen juga
menghasilkan CO2 dan H2. Gas CO2 dan H2 akan terproduksi bila karbohidrat di dalam sistem rumen terfermentasi dan menghasilkan asetat dan butirat, sedangkan pada fermentasi yang menghasilkan propionat, dibutuhkan H2 (Orskov 1992). Komposisi konsentrat yang tinggi pada ransum perlakuan P0 berdampak pada prediksi produksi propionat yang lebih tinggi. Karena itu produksi gas yang relatif lebih rendah pada P0 mengindikasikan penggunaan H2 pada proses pembentukan propionat. Peningkatan produksi gas menjelaskan adanya potensi daun murbei untuk meningkatkan kualitas fermentasi dalam rumen.
Peningkatan kualitas fermentasi
diharapkan juga akan meningkatkan kecernaan sumber serat pakan seperti jerami bila dikombinasikan dengan murbei dalam ransum, sehingga nutrien sumber serat tersebut dapat termanfaatkan dengan baik. Laju produksi gas selama 48 jam fermentasi yang mengandung tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat pada pakan berbasis jerami padi disajikan pada Gambar 11. Laju produksi gas setiap jam pengamatan pada semua perlakuan meningkat. Hal ini menjelaskan bahwa proses fermentasi terus berjalan. Laju produksi gas yang relatif lebih tinggi pada perlakuan P1 sampai P4 mencerminkan efektivitas fermentasi yang lebih baik, dibandingkan dengan P0. Daun murbei yang terdapat pada perlakuan P1 sampai P4 mendukung perbaikan kualitas fermentasi dalam media in vitro.
52
60
50
Produksi Gas (ml)
40
30
20
10
0 2
4
8
12
24
48
Waktu Fermentasi (Jam) P0
P1
P2
P3
P4
Gambar 11 Produksi gas selama 48 jam fermentasi ransum berbasis jerami padi yang mengandung tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat. Tingkat degradasi pakan dapat digunakan sebagai indikator kualitas pakan. Semakin tinggi degradasi bahan kering dan bahan organik pakan maka semakin tinggi nutrien yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Tingkat degradasi pakan yang diperoleh dari penelitian ini disajikan pada Gambar 12. Persentase degradasi bahan kering dari seluruh percobaan ini berkisar antara 46.0-58.3% dan degradasi bahan organik berkisar antara 44.5-57.8%. Tingkat degradasi bahan kering dan bahan organik tersebut berbeda nyata (P<0.05) antar perlakuan. Penggunaan daun murbei dalam fermentasi in vitro mencapai tingkat optimal pada perlakuan P2, ditandai tingkat degdarasi bahan kering dan bahan organik tertinggi diperoleh pada perlakuan tersebut. Keseimbangan ketersediaan nutrien dalam media in vitro , khususnya sumber energi, dicapai pada perlakuan P2. Griswold et al. (2003) menyatakan bahwa penggunaan amonia oleh bakteri rumen dipengaruhi oleh ketersediaan energi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pertumbuhan mikroba rumen
53
yang optimum, dibutuhkan keseimbangan antara ketersediaan energi dan amonia dalam rumen. Penggunaan daun murbei dapat menyediakan
sumber energi
mudah
difermentasi yang cukup secara bertahap.
Degradasi Ransum (%)
75,0
60,0
47,8b 47,8b 46,8b 44,5b
58,3a 57,8a 47,3b 47,3b 46,8b 46,0b
45,0
30,0
15,0
0,0 P0
P1
P2
P3
P4
Perlakuan
Gambar 12 Degradasi bahan kering ( ) dan bahan organik ( ) ransum berbasis jerami padi yang mengandung tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat. Penggunaan daun murbei dalam ransum berbahan dasar jerami padi akan meningkatkan efektivitas fermentasi dalam rumen. Seluruh peubah yang diamati mengindikasikan adanya perbaikan efektivitas fermentasi akibat kehadiran murbei dalam ransum. Nilai pH yang cenderung semakin rendah, produksi gas yang semakin tinggi, konsentrasi amonia yang semakin rendah pada tingkat penggunaan murbei sebesar 75% menggantikan konsentrat (P3), konsentrasi VFA tertinggi yang juga diperoleh pada perlakuan P2, P3 dan P4 serta degradasi bahan kering dan bahan organik pakan tertinggi pada P2 menggambarkan potensi murbei yang baik untuk digunakan sebagai pakan ternak ruminansia, terutama bila ransum yang disusun terdiri atas jerami padi sebagai pakan dasar sumber serat. Keberadaan senyawa DNJ pada pakan dapat menjaga hidrolisis RAC secara seimbang dan berkesinambungan dalam sistem rumen. Senyawa DNJ dalam pakan dapat membantu melepas secara lambat RAC sehingga energi tersedia bertahap. Secara
54
tidak langsung mekanisme tersebut dapat meningkatkan kecernaan suatu ransum yang mengandung pakan sumber serat tinggi seperti jerami padi. Fermentabilitas Pakan Berserat dalam Rumen In Vitro yang Diberi Ekstrak Daun Murbei Pengujian efektivitas ekstrak daun murbei yang mengandung senyawa 1deoxynojirimycin (DNJ) untuk meningkatkan fermentabilitas bahan pakan berserat dalam sistem rumen menghasilkan data yang disajikan pada Tabel 13. Nilai pH media in vitro yang diukur setelah 4 jam fermentasi dikategorikan ke dalam pH optimal yakni pada kisaran 6.9 sampai 7.0. Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan nilai pH antar perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian daun murbei dalam bentuk tepung atau ekstrak tidak mengganggu keseimbangan bakteri di dalam rumen karena tidak menimbulkan dampak perubahan nilai pH rumen dari tiap perlakuan. Oleh karena itu, daun murbei dapat diberikan dalam bentuk tepung maupun ekstrak pada ternak ruminansia pada pakan berbasis jerami padi. Tabel 13 Nilai rataan pH, N-NH3, VFA total dan produksi gas secara in vitro pada perlakuan penggunaan murbei ekstrak daun murbei
Peubah pH
Perlakuan Q0
Q1
Q2
6.97±0.14
6.93±0.06
6.92±0.08
N-NH3 (mM)
13.52±4.93
11.81±4.96
14.21±6.03
VFA Total (mM)
82.85±17.39
114.68±6.99
91.06±18.08
Produksi Gas (ml)
43.25b±11.18
49.25b±9.84
60.75a±9.32
Keterangan: Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) Q0 = 50 % Jerami padi + 50 % konsentrat (kontrol) Q1 = Perlakuan penggunaan murbei yang terbaik pada uji I yakni 50% jerami padi + 25% konsentrat + 25 % murbei Q2 = Q0 + EDM (kandungan senyawa DNJ ransum sebesar 0.06%).
55
Meskipun tidak berbeda nyata antar perlakuan, terdapat kecenderungan penurunan pH pada ransum yang mengandung murbei dan ekstrak daun murbei.
Hasil ini
menjelaskan proses fermentasi yang baik, dengan produk total VFA yang lebih banyak, namun produk tersebut belum mengurangi kondisi optimal. Tidak ada perbedaan yang nyata pada konsentrasi amonia antar perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa semua perlakuan memberikan efisiensi penggunaan amonia yang sama. Konsentrasi amonia yang dihasilkan dari keseluruhan perlakuan berkisar antara 11.81-14.21 mM. Nilai tersebut ada pada kisaran konsentrasi amonia yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen, yakni berkisar antara 85-300 mg/l atau 6-21 mM. Adanya kecenderungan konsentrasi amonia yang lebih tinggi pada media rumen fermentasi perlakuan Q2 (14.21 mM) dibandingkan dengan kedua perlakuan yang lain, menunjukkan sumber N ekstrak daun murbei lebih mudah didegradasi oleh mikroba rumen, sehingga konsentrasi amonia yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan perlakuan Q0 sebagai kontrol dan Q1. Selain itu, ketersediaan N dalam ransum perlakuan Q2 lebih tinggi dengan adanya penambahan ekstrak daun murbei yang memiliki kandungan protein kasar lebih tinggi dibandingkan tepung daun murbei. Penggunaan amonia oleh bakteri rumen dipengaruhi oleh ketersediaan sumber energi dalam sistem rumen. Bila dilihat dari produksi VFA masing-masing perlakuan, maka dapat diduga bakteri rumen pada perlakuan Q1 dan Q2 dapat tumbuh lebih optimum dibanding perlakuan kontrol karena terdapatnya penyediaan energi yang lebih cukup dan berkesinambungan serta penggunaan amonia yang seimbang dalam sistem rumen. Sejalan dengan nilai pH dan konsentrasi ammonia media rumen, konsentrasi VFA media rumen juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan. Konsentrasi VFA yang dihasilkan dari percobaan ini berkisar antara 82.85-114.48 mM. Hasil tersebut sesuai dengan kadar VFA yang dibutuhkan untuk menunjang keseimbangan sistem rumen yakni sebesar 80-160 mM. Namun demikian terdapat kecenderungan konsentrasi VFA yang lebih kecil pada perlakuan Q0 dibandingkan dengan perlakuan Q1 dan Q2 (Tabel 13). Nilai pH dan konsentrasi VFA yang diperoleh menggambarkan terdapatnya produksi asam selain VFA yang lebih tinggi pada Q0
56
dibandingkan dengan Q1 dan Q2, meskipun tingkat produksi asam tersebut belum mengganggu nilai pH media rumen fermentasi. Salah satu produk asam yang mungkin lebih banyak terdapat pada media rumen fermentasi perlakuan Q0 adalah asam laktat (Brockman 2005). Tingkat produksi VFA yang cenderung sama pada perlakuan Q1 dan Q2 mengindikasikan pemberian daun murbei dalam bentuk tepung atau ekstrak memiliki daya fermentabilitas yang sama sehingga menghasilkan VFA total yang sama. Hal ini diperkirakan terjadi karena adanya senyawa DNJ daun murbei pada kedua perlakuan tersebut.
Senyawa DNJ dapat menghambat hidrolisis oligosakarida, namun
penghambatannnya tidak komplit (Gross et al. 1983).
Keberadaan senyawa DNJ
meningkatkan efektifitas proses fermentasi, dengan menyediakan RAC secara berkesinambungan dalam media rumen. Konsentrasi VFA yang dihasilkan dari penelitian ini menggambarkan segi fisik pemberian daun murbei yakni bentuk tepung atau ekstrak,
tidak banyak mempengaruhi produksi VFA dari masing-masing
perlakuan. Produksi gas berbeda nyata (P<0.05) antar perlakuan.
Perlakuan Q2
menghasilkan produksi gas paling tinggi yaitu sebanyak 60.75 ml, kemudian diikuti oleh perlakuan Q0 dan Q1. Produksi gas tersebut berada pada kisaran nilai total produksi gas yang dihasilkan dari penelitian in vitro terhadap daun murbei oleh Liu et al. (2002b) yang menghasilkan produksi gas sebanyak 44.8 ml. Penambahan ekstrak daun murbei yang mengandung senyawa DNJ dapat memperlambat pelepasan RAC yang tersedia pada pakan. Hal ini tercermin dari produksi gas pada tiap titik pengamatan dari perlakuan Q2 lebih konstan dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga setelah 48 jam dihasilkan volume produksi gas paling tinggi (Gambar 13). Produksi gas yang tinggi dari proses fermentasi pakan dapat menjadi indikator tingkat fermentabilitas pakan yang baik dalam sistem rumen. Peningkatan produksi gas menjelaskan adanya potensi daun murbei yang baik untuk meningkatkan kualitas fermentasi dalam rumen. Peningkatan kualitas fermentasi diharapkan juga akan meningkatkan kecernaan sumber serat pakan seperti jerami bila dikombinasikan dengan murbei dalam ransum, sehingga nutrien sumber serat tersebut dapat termanfaatkan dengan baik.
57
70 Q0 Q1
60
Q2
Produksi Gas (ml)
50
40
30
20
10
0 2
4
8
12
24
48
Waktu Fermentasi (Jam)
Gambar 13. Produksi gas selama 48 jam fermentasi pada ransum perlakuan penggunaan tepung daun murbei dan ekstrak daun murbei. Tingkat degradasi pakan dapat digunakan sebagai indikator kualitas pakan. Semakin tinggi degradasi bahan kering dan bahan organik pakan maka semakin tinggi nutrien yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Tingkat degradasi pakan yang diperoleh dari penelitian ini disajikan pada Gambar 14. Persentase degradasi bahan kering dari seluruh percobaan ini berkisar antara 47.8-58.25 % dan degradasi bahan organik berkisar antara 44.5-57.75 %. Tingkat degradasi bahan kering dan bahan organik tersebut berbeda nyata (P<0.05) antar perlakuan. Perlakuan penambahan daun murbei sebagai substitusi konsentrat baik berupa tepung ataupun ekstrak memiliki fermentabilitas yang lebih baik dibandingkan perlakuan kontrol. Hal ini disebabkan karena daun murbei memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan induk semang serta senyawa DNJ yang dapat melepas lambat karbohidrat mudah dicerna (RAC). Kondisi tersebut memungkinkan tersedianya RAC yang cukup dalam waktu yang lama sehingga kinerja bakteri rumen lebih baik dalam mencerna serat kasar.
58
Tingakt Degradasi Bahan (%)
70,0 60,0 50,0
47,8b
58,25a 57,75a
57,0a 56,5a
Q1
Q2
44,5b
40,0 30,0 20,0 10,0 Q0
Perlakuan
Gambar 14. Degradasi bahan kering ( ) dan bahan organik ( ) ransum perlakuan penggunaan daun murbei dan ekstrak daun murbei Tingkat degradasi bahan kering dan bahan organik perlakuan Q1 dan Q2 yang lebih tinggi dibandingkan kontrol (Q0), sejalan dengan konsentrasi VFA yang dihasikan dari media rumen fermentasi masing-masing perlakuan. Hasil tersebut memperjelas adanya perbaikan proses fermentasi dengan adanya senyawa DNJ dalam sistem rumen. Keberadaan senyawa DNJ pada pakan dapat menjaga hidrolisis RAC secara seimbang dan berkesinambungan dalam sistem rumen. Senyawa DNJ dapat menghambat pembentukan oligosakarida (Oku et al. 2006) dan mencegah hidrolisis disakarida (Yatsunami et al. 2003). Keberadaan senyawa DNJ dalam pakan dapat membantu melepas secara lambat RAC sehingga energi tersedia bertahap. Secara tidak langsung mekanisme tersebut dapat meningkatkan kecernaan suatu ransum yang mengandung pakan sumber serat tinggi seperti jerami padi. Kondisi yang baik dalam sistem rumen untuk menunjang pertumbuhan bakteri akan meningkatkan populasi bakteri yang ada dalam sistem rumen, sehingga berdampak langsung pada nilai fermentasi bahan kering dan organik yang semakin tinggi. Oleh karena itu, penambahan senyawa DNJ dalam bentuk pemberian tepung maupun ekstrak daun murbei dapat meningkatkan fermentabilitas pakan berbasis jerami padi.
59
Asupan Ekstrak Daun Murbei Pasca Rumen Data produktivitas mencit perlakuan disajikan pada Tabel 14. Hasil analisis ragam menunjukkan adanya perbedaaan yang nyata terhadap peubah-peubah yang diamati akibat perbedaan perlakuan. Penambahan padatan kering hasil fermentasi cairan rumen in vitro ke dalam ransum kontrol (P0) sangat nyata mengurangi konsumsi bahan kering ransum mencit (P<0.01). Tabel 14 Rataan konsumsi, kecernaan, PBBH dan kadar glukosa darah mencit yang mendapat ransum dengan berbagai perlakuan ekstrak daun murbei Perlakuan Peubah
P0
P1
P2
P3
P4
P5
Konsumsi BK (g/e/h)
3.38a ±0.33
2.18b±0.23
1.58c ±0.07
2.13b±0.32
2.94a±0.23
2.12b ±0.27
Kecernaan BK (%)
85.22a±2.26
79.74ab±2.15
76.71b ±4.06
77.30b±2.35
77.33b±2.28
78.79b ±3.27
0.50a ±0.07
0.27b±0.05
-0.16d ±0.03
0.10c±0.23
-0.14d±0.11
0.01cd ±0.04
198.0a ±40.8
167.5ab ±7.9
142.8bc ±5.4
145.5bc ±7.8
125.0c±21.5
147.3bc ±30.8
PBBH (g/e/h) Glukosa Darah (mg/dl)
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)
P0 = P1 = P2 = P3 =
Ransum semi purified (kontrol) P0 + padatan hasil fermentasi in vitro P1 + EDM dengan kadar DNJ ransum sebesar 0.03% P1 + padatan hasil fermentasi in vitro yang diberi substrat EDM dengan kadar DNJ ransum sebesar 0.03% P4 = P1 + EDM dengan kadar DNJ ransum sebesar 0.06% P5 = P1 + padatan hasil fermentasi in vitro yang diberi substrat EDM dengan kadar DNJ ransum sebesar 0.06%.
Tingkat konsumsi bahan kering harian mencit memperlihatkan nilai yang nyata lebih tinggi pada perlakuan P0 dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Penurunan tingkat konsumsi akibat penambahan padatan hasil fermentasi cairan rumen in vitro, mungkin lebih dipengaruhi oleh palatabilitas ransum, dengan adanya bau khas pada ransum yang ditambah padatan hasil fermentasi cairan rumen in vitro. Bau rumen fermentasi yang relatif sedikit tercium pada ransum yang ditambahkan padatan hasil fermentasi cairan rumen in vitro menyebabkan mencit kurang menyukai ransum.
60
Parakkasi (1999) menyatakan bahwa tingkat konsumsi atau voluntary feed intake (VFI) menggambarkan palatabilitas ransum. Penurunan konsumsi bahan kering ransum oleh mencit akibat penambahan padatan hasil fermentasi cairan rumen in vitro tidak berdampak pada tidak tercukupinya kebutuhan nutrien mencit, diindikasikan oleh masih adanya pertambahan bobot badan pada mecit yang diberi padatan hasil fermentasi cairan rumen in vitro dalam ransumnya (P1, P3 dan P5). Berbeda dengan tingkat konsumsi bahan kering ransum, tingkat kecernaan ransum berkurang akibat penambahan EDM dalam ransum. Kecernaan ransum kontrol (P0) tidak berbeda nyata dengan ransum yang hanya ditambah padatan hasil fermentasi cairan rumen in vitro (P1), tetapi nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ransum yang ditambahkan EDM (P2 sampai P5). Penurunan tingkat kecernaan ransum akibat penambahan EDM mengindikasikan adanya penghambatan hidrolisis nutrien, khususnya karbohidrat oleh senyawa DNJ yang terkandung dalam ekstrak daun murbei. Arai et al. (1998) menyatakan bahwa senyawa DNJ dapat menghambat hidrolisis disakarida. Dampak negatif kehadiran senyawa DNJ dalam ransum lebih tampak pada respon perubahan bobot badan harian mencit. Pertambahan bobot badan harian mencit yang diberi ransum kontrol (P0) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan mencit yang diberi perlakuan lainnya. Demikian pula dengan mencit yang mendapat perlakuan P1. Secara keseluruhan, perlakuan penambahan ekstrak daun murbei berdampak mengurangi pertambahan bobot badan harian mencit. Tingkat perubahan bobot harian mencit pada Tabel 14 memperlihatkan hasil yang berbeda antara mencit yang mendapat EDM fermentasi dibandingkan dengan mencit yang mendapat EDM tanpa fermentasi. Mencit yang mendapat EDM fermentasi masih memperlihatkan pertambahan bobot badan, baik yang diberi DNJ sebanyak 0.03% (P3) maupun yang diberi DNJ sebanyak 0.06% dalam ransum (P5), sedangkan pada mencit yang mendapat EDM tanpa fermentasi dihasilkan penurunan bobot badan harian (P2 dan P4). Hasil pengamatan ini mengindikasikan adanya pengurangan aktivitas senyawa DNJ pada sistem pasca rumen akibat proses fermentasi dalam rumen. Hal ini sejalan dengan salah satu fungsi rumen yakni mengurangi bahkan menghilangkan senyawa-
61
senyawa toksik yang mungkin masuk lewat pakan, dengan
memecah atau
memodifikasi senyawa-senyawa tersebut sehingga menjadi tidak toksik, bahkan dapat bermanfaat sebagai sumber nutrien. Senyawa yang dapat dimodifikasi dalam rumen menjadi senyawa yang tidak toksik antara lain oxalate, tannin, gossypol, mimosin dan glycoalkaloid (Dawson et al. 1997). Senyawa DNJ adalah salah satu senyawa alkaloid yang ditemukan terdapat pada tanaman murbei. Oleh karena itu dampak negatif senyawa DNJ pada pasca rumen dapat berkurang akibat perubahan senyawa tersebut setelah melewati proses fermentasi rumen.
Di dalam rumen, senyawa alkaloid yang
toksik dapat direduksi menjadi senyawa yang tidak toksik (Lanigan & Smith 1970). Bakteri Peptostreptococcus heliotrinreducans berhasil diisolasi dari rumen yang pakannya terdapat alkaloid yang tinggi (Lanigan 1976). Penggunaan karbohidrat sampai 60% dalam ransum mengakibatkan kadar glukosa darah mencit cukup tinggi, antara 125 – 198 mg/dl (Tabel 14). Kadar glukosa darah normal pada mencit yaitu 62-175 mg/dl (Harkness & Wagner 1989). Penambahan EDM nyata (P<0.05) menurunkan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah mencit yang mendapat EDM nyata lebih rendah dibandingkan dengan mencit yang mendapat ransum kontrol (P0). Namun demikian, kadar glukosa darah yang paling rendah adalah pada mencit yang diberi EDM tanpa fermentasi dengan kadar DNJ ransum sebesar 0.06% (P4).
Oku et al. (2006) menyatakan bahwa senyawa 1-deoxynojirimycin
memiliki kemampuan
menghambat hidrolisis
yang berbeda pada setiap jenis
karbohidrat. Pengaruh senyawa 1-deoxynojirimycin sebanyak 0.06 % dalam pakan menghambat aktivitas α-1.4-glukosidase, sehingga kehadiran senyawa tersebut mengurangi glukosa yang terserap ke sel darah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arai et al. (1998) bahwa senyawa DNJ dapat menghambat hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida dalam usus kecil. Respon kadar glukosa darah mencit yang berbeda akibat perbedaan perlakuan mengindikasikan tingkat efektivitas senyawa DNJ yang juga berbeda akibat perbedaan dosis dan perlakuan fermentasi. Dosis yang tinggi akan berdampak negatif yang lebih tinggi pula dibandingkan dengan dosis yang lebih rendah. Hal ini dimungkinkan karena senyawa DNJ menghambat hidrolisis disakarida dengan mengganggu sisi aktif α-1.4glukosidase, sehingga penghambatannya akan semakin tinggi bila dosisnya semakin
62
tinggi pula.
Proses fermentasi pada sistem rumen in vitro terhadap EDM dapat
mengurangi aktivitas senyawa tersebut pada sistem pencernaan dan metabolisme mencit. Hal ini sejalan dengan respon PBB, dimana masih diperoleh pertambahan bobot badan mencit yang mendapat EDM fermentasi.
Substitusi Konsentrat dengan Murbei dalam Pakan Komplit Berbasis Jerami Padi Kondisi Fisiologis Rumen dan Alantoin Urine Hasil pengamatan kondisi fisiologis rumen dan konsentrasi alantoin urine disajikan pada Tabel 15. Dinamika nilai pH menggambarkan tingkat hidrolisis pakan. Tingkat hidrolisis karbohidrat non struktural yang lebih cepat akan menghasilkan total asam lebih tinggi, dan berdampak pada penurunan nilai pH. Nilai pH cairan rumen sapi percobaan sebesar 6.66 – 7.18, masih dalam kisaran nilai pH yang optimal untuk aktivitas mikroba rumen. Orskov & Ryle (1990) menyatakan bahwa nilai pH rumen yang normal adalah 6.0 – 7.3. Sapi penelitian yang mendapat ransum yang berbeda menghasilkan kondisi keasaman cairan rumen yang berbeda nyata (P<0.05). Nilai pH rumen sapi yang diberi pakan 50% konsentrat (P1) nyata lebih rendah dibandingkan dengan sapi yang diberi murbei, menggantikan sebagian konsentrat (P2) atau seluruh konsentrat ransum (P3). Hasil penelitian ini menggambarkan tingkat hidrolisis pakan, khususnya karbohidrat non struktural yang terdapat dalam konsentrat, lebih cepat pada P1 dibandingkan dengan ransum yang menggunakan murbei (P2 dan P3). Perlambatan laju hidrolisis karbohidrat non struktural pada R2 dan R3 dimungkinkan karena daun murbei mengandung senyawa DNJ yang dapat menghambat laju hidrolisis karbohidrat non struktural. Perlambatan hidrolisis karbohidrat non struktural pada R2 dan R3 akan menyediakan karbohidrat non struktural yang lebih stabil dalam sistem rumen, dan berdampak pada kestabilan populasi mikroba penghasil enzim-enzim pencerna serat. Pada akhirnya dampak perlambatan ini secara keseluruhan dapat meningkatkan kecernaan ransum yang mengandung serat tinggi, seperti jerami padi.
63
Tabel 15 Kondisi fisiologis rumen dan alantoin urine sapi yang mendapat ransum berbasis jerami padi dengan tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat Peubah
Perlakuan P1
P2
P3
pH Rumen
6.66b±0.35
7.18a±0.19
7.02ab±0.14
N-NH3 (mM)
19.22±1.08
19.66±0.30
19.37±2.06
VFA Total (mM)
75.33b±7.54
108.75a±20.32
89.13ab±3.12
Asetat (mM)
55.27b±6.17
81.69a±15.44
69.86ab±3.50
Propionat (mM)
11.30b±1.11
15.54a±3.13
11.80b±0.74
n-Butirat (mM)
6.19b±0.82
8.35a±1.11
4.49c±0.68
i-Butirat (mM)
1.29±0.58
1.57±0.36
1.85±0.29
i-Valerat (mM)
0.95±0.17
1.38±0.25
1.12±0.39
75:15:10
76:15:9
79:13:7
2.245
2.950
2.973
1.73b±0.08
2.23a±0.18
1.29c±0.14
C2:C3:C4 iC4 + iC5 (mM) Alantoin Urin (g/h)
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) P1= 50% jerami padi + 50% konsentrat ; P2= 50% jerami padi + 25% konsentrat + 25% murbei ; P3= 50% jerami + 50% murbei
Konsentrasi amonia rumen tergantung pada tingkat degradasi protein pakan dan kondisi perkembangan mikroba rumen. Konsentrasi amonia tersebut meningkat pada 2 – 4 jam setelah makan (Nolan & Dobos 2005). Tingkat konsentrasi amonia dalam cairan rumen menggambarkan laju deaminasi dan pemanfaatan amonia pada proses fermentasi.
Pada kondisi tersedia substrat yang mudah terhidrolisis, pemanfaatan
amonia akan semakin tinggi, yang sejalan dengan proses hidrolisis substrat yang semakin cepat, sehingga konsentrasi amonia semakin kecil pada selang waktu fermentasi tertentu. Namun demikian ketersediaan protein pakan yang tinggi juga akan berdampak pada konsentrasi amonia yang tinggi dalam rumen. Sapi yang mendapat ransum perlakuan yang berbeda tidak menghasilkan konsentrasi amonia cairan rumen yang berbeda.
Rataan konsentrasi amonia cairan
rumen ada pada level konsentrasi yang tinggi (19.22 – 19.66 mM). Hal ini lebih diakibatkan oleh ketersediaan protein sebagai sumber amonia yang tinggi dalam semua
64
ransum perlakuan. Konsentrat dan daun murbei yang digunakan pada penelitian ini mengandung protein kasar sebesar 20.8%. Konsentrasi amonia semua perlakuan masih ada pada kisaran yang aman untuk perkembangan mikroba rumen yakni 6 – 21 mM (McDonald et al. 2002). Tidak adanya perbedaan konsentrasi amonia rumen antar perlakuan juga mengindikasikan pemanfaatan amonia dalam sistem rumen yang relatif sama, meskipun jenis bakteri yang memanfaatkan amonia tersebut dapat berbeda antar perlakuan. Konsentrasi
asam
lemak
terbang
(VFA)
dalam
media
fermentasi
menggambarkan tingkat efektivitas proses fermentasi. Secara umum, semakin tinggi konsentrasi VFA mengindikasikan proses fermentasinya semakin efektif. Meskipun demikian, konsentrasi VFA yang terlampau tinggi dapat berdampak mengganggu keseimbangan sistem rumen.
Hasil pengamatan konsentrasi VFA
cairan rumen
perlakuan disajikan pada Tabel 15. Konsentrasi VFA yang dihasilkan ada pada kisaran normal, dimana konsentrasi VFA yang normal berkisar pada nilai 70 sampai 130 mM (France & Dijkstra 2005). Sistem rumen sapi yang diberi pakan murbei, menggantikan sebagian konsentrat (P2) menghasilkan VFA yang tertinggi, dibandingkan dengan sistem rumen sapi perlakuan P1 dan P3.
Tingginya produksi VFA tersebut mencerminkan degradasi
karbohidrat ransum secara keseluruhan lebih tinggi pada ransum P2. Degradasi pakan yang tinggi dapat berlangsung bila tersedia nutrien prekursor biofermentasi yang cukup dan berkesinambungan dalam sistem rumen. Ransum P2 memungkinkan tersediannya karbohidrat non struktural dalam jumlah yang cukup dan berkesinambungan karena ransum perlakuan ini mengandung senyawa DNJ yang dapat menghambat hidrolisis karbohidrat non struktural. Penghambatan hidrolisis karbohidrat non struktural tersebut berdampak pada penyediaan RAC yang berkesinambungan dalam sistem rumen. Pada akhirnya proses tersebut dapat meningkatkan degradasi pakan. Penggunaan jerami padi sebanyak 50% dalam ransum berdampak pada proporsi C2:C3:C4 yang hampir sama, akibat ketersediaan sumber serat yang tinggi pada ketiga ransum perlakuan. Proporsi relatif asetat:propionat:butirat cairan rumen ternak yang mendapat pakan sumber serat yang tinggi adalah 70:20:10, sedangkan ternak yang mendapat konsentrat yang tinggi proporsi relatifnya adalah 50:40:10 (Nagaraja et al.
65
1997). Proporsi asetat tertinggi yang diperoleh dari penelitian ini adalah pada perlakuan P3 dengan konsentrasi asetat cairan rumen sebesar 79% dari total VFA (Tabel 15). Proporsi asetat yang tinggi tersebut mencerminkan dominasi mikroba pencerna serat yang tinggi pada rumen sapi perlakuan P3.
Spesies bakteri pencerna serat akan
berkembang dalam rumen yang mendapat ransum kaya serat dan menghasilkan asetat yang tinggi (France & Dijkstra 2005). Penggunaan daun murbei dalam ransum (P2 dan P3) meningkatkan konsentrasi metabolit isoacids (iC4 + iC5) dalam cairam rumen sebesar 31%, dari 2.25 menjadi 2.95 mM. Isoacids merupakan metabolit yang esensial sebagai sumber asam lemak rantai cabang bagi perkembangan bakteri selulolitik (Baldwin & Allison, 1983). Peningkatan metabolit isoacids pada rumen sapi yang mendapat perlakuan P2 dan P3 mengindikasikan dominasi bakteri selulolitik dalam cairan rumen tersebut, sejalan dengan proporsi asetat yang dihasilkan ransum P3 yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P1. Kehadiran asam isovalerat dan isobutirat dalam rumen dapat meningkatkan kecernaan fraksi serat pakan (Gorosito et al. 1985), sehingga mengggambarkan peningkatan populasi kelompok mikroba selulolitik. Perkembangan bakteri rumen tercermin pada ekskresi alantoin urine. Chen et al. (1992) menyatakan bahwa ekskresi alantoin dalam rumen dapat menjadi indikator pasokan protein asal mikroba rumen. Pada penelitian ini, dihasilkan ekskresi alantoin urine tertinggi dari perlakuan P2. Tingginya perkembangan bakteri rumen pada ransum perlakuan P2 akan berdampak pada kemampuan mencerna pakan yang lebih baik. Indikasi tingkat kecernaan yang lebih baik pada perlakuan P2 juga didukung oleh produksi VFA total yang tinggi. Ransum perlakuan P1 mendukung perkembangan mikroba rumen yang baik untuk proses fermentasi, dengan indikator ekskresi alantoin urine yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P3. Akan tetapi degradasi fraksi serat pakan P1 akan lebih rendah dibandingkan dengan ransum perlakuan P2 dan P3. Hal ini terindikasi dari nilai pH dan konsentrasi VFA total yang lebih rendah pada perlakuan P1 dibandingkan dengan P2 dan P3. Porsi konsentrat dalam ransum P1 memungkinkan perkembangan bakteri amilolitik yang lebih baik, sehingga asam laktat dapat terproduksi lebih banyak. Bakteri-bakteri penghasil enzim pencerna serat antara lain Butyrivibrio spp dan
66
Bacteroides rimunicola dominan dalam rumen yang mendapat ransum berserat tinggi, sedangkan Bacteroides amylophilus dominan dalam rumen yang mendapat konsentrat tinggi (Dehority & Orpin 2005). Berbeda dengan ransum perlakuan P1, ransum perlakuan P3 menghasilkan ekskresi alantoin yang rendah, mengindikasikan perkembangan bakteri rumen yang rendah, dan akan berdampak pada tingkat degradasi pakan yang rendah, dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P2.
Akan tetapi, ransum perlakuan P3 menghasilkan tingkat
kecernaan serat pakan yang lebih baik, ditandai oleh proporsi asetat yang lebih tinggi dibandingkan P1 dan P2 serta nilai pH, VFA total dan isoacids yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan P1. Secara keseluruhan, proses fermentasi pakan dalam rumen sapi yang mendapat ransum perlakuan P2 lebih efektif dibandingkan dengan P1 dan P3, ditandai dengan konsentrasi VFA total dan ekskresi alantoin yang lebih tinggi. Kehadiran senyawa DNJ daun murbei dalam sistem rumen pada perlakuan P2 dan P3 meningkatkan daya cerna fraksi serat ransum berbasis jerami padi. Daun mubei dalam ransum juga menyumbang isoacids dalam sistem rumen, yang mendukung perkembangan bakteri selulolitik.
Konsumsi dan Kecernaan Nutrien serta Retensi N, NPU dan BV Pengaruh ransum perlakuan terhadap konsumsi dan kecernaan nutrien serta retensi N, NPU dan BV disajikan pada Tabel 16. Perbedaan ransum perlakuan menyebabkan tingkat konsumsi yang berbeda (P<0.05).
Tingkat konsumsi bahan
kering lebih kecil pada ransum yang hanya terdiri atas daun murbei kering dan jerami padi (P3). Setelah daun murbei dicampur dengan konsentrat (P2), tingkat konsumsi bahan kering ransum menjadi lebih baik, bahkan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ransum yang tidak mengandung daun murbei (P1). Penurunan tingkat konsumsi ransum yang menggunakan daun murbei kering juga dilaporkan oleh Yulistiani (2008), yang menguji ransum T0 (jerami padi dan murbei), T1 (jerami padi, murbei dan ureadedak padi) dan T2 (jerami padi dan urea-dedak padi) pada ternak domba dan menghasilkan konsumsi bahan kering ransum masing-masing sebesar 727.8; 768.3 dan 773.2 g/hari. Proses penggilingan kering menyebabkan daun murbei berbau sedikit
67
menyengat dan berdebu,
akibatnya, palatabilitas daun murbei menurun. Belum
diketahui penyebab bau yang menyengat pada daun murbei kering. Rendahnya konsumsi bahan kering ransum perlakuan P3 juga dapat disebabkan oleh daun murbei kering yang lebih amba (bulky) dibandingkan konsentrat, sehingga kapasitas tampung rumen menjadi faktor pembatas konsumsi pakan. Erwanto (1995) menyatakan bahwa bila ransum tidak padat energi (tinggi serat) maka daya tampung alat pencernaan, terutama organ pencernaan fermentatif menjadi faktor pembatas utama konsumsi ransum. Tabel 16 Tingkat konsumsi dan kecernaan serta retensi N, NPU dan BV sapi yang mendapat ransum berbasis jerami padi dengan tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat Peubah
Perlakuan P1
P2
P3
Konsumsi Nutrien: BK (kg/h)
6.27ab±0.64
7.01a±0.20
5.64b±0.97
PK (kg/h)
0.86ab±0.09
0.96a±0.03
0.77b±0.13
LK (kg/h)
0.21a±0.02
0.19a±0.01
0.12b±0.02
SK (kg/h)
0.96b±0.1
1.19a±0.03
1.04ab±0.18
BK (%)
60.81a±1.77
60.91a±3.08
43.85b±4.96
PK (%)
74.03a±1.34
70.88a±2.58
54.93b±2.86
LK (%)
83.2a±5.57
63.88b±563
22.74c±2.68
SK (%)
49.22b±5.06
55.58ab±5.03
63.83a±9.8
Retensi N (g/h)
40.27b±3.4
46.01a±5.44
47.36a±6.53
NPU (%)
28.39b±0.85
29.93b±3.47
35.22a±4.17
BV (%)
54.41b±4.69
64.84b±6.42
83.9a±10.6
Kecernaan Nutrien:
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05); BK= bahan kering; PK=protein kasar; LK= lemak kasar; SK= serat kasar P1= 50% jerami padi + 50% konsentrat ; P2= 50% jerami padi + 25% konsentrat + 25% murbei ; P3= 50% jerami + 50% murbei
68
Ransum perlakuan disusun isoprotein, karena itu tingkat konsumsi protein kasar ransum sejalan dengan tingkat konsumsi bahan kering ransum. Konsumsi protein kasar perlakuan P2 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P3, tetapi sama dengan perlakuan P1. Konsumsi lemak kasar dan serat kasar ransum dipengaruhi oleh kadar lemak dan serat kasar masing-masing ransum perlakuan.
Konsumsi lemak kasar
tertinggi dihasilkan pada ransum perlakuan P1 dan P2 dan terendah pada ransum perlakuan P3, sehingga semakin tinggi penggunaan murbei dalam ransum maka konsumsi lemak kasar semakin rendah. Nilai yang berbeda diperoleh pada konsumsi serat kasar. Konsumsi serat kasar tertinggi diperoleh pada ransum perlakuan P2, disusul oleh perlakuan P3 dan P1. Tingkat konsumsi nutrien dipengaruhi oleh konsumsi bahan kering dan kandungan nutrien masing-masing perlakuan. Selain tingkat konsumsi, nilai kecernaan nutrien juga mencerminkan kualitas ransum.
Semakin tinggi nilai kecernaan ransum, maka kualitas ransum tersebut
semakin baik. Nilai kecernaan nutrien ransum perlakuan disajikan pada Tabel 16. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan jenis ransum yang diberikan sebagai perlakuan dalam penelitian ini menghasilkan nilai kecernaan nutrien yang berbeda nyata (P<0.05). Nilai kecernaan bahan kering, protein kasar dan lemak kasar ransum perlakuan P3 sangat nyata lebih rendah dibandingkan dengan ransum perlakuan P1 dan P2. Akan tetapi, nilai kecernaan serat kasar ransum perlakuan P3 lebih tinggi dibandingkan dengan ransum P1 dan P2. Pendugaan jenis mikroba yang mendominasi sistem rumen dapat dilakukan dengan mengamati nilai kecernaan berbagai nutrien dalam setiap ransum ternak ruminansia. Jumlah dan jenis bakteri yang mendominasi sistem rumen akan tergantung pada jenis pakan yang dikonsumsi (Dehority & Orpin 2005). Ransum perlakuan P1 dan P2 menghasilkan nilai kecernaan bahan kering dan protein kasar yang sama, akan tetapi kecernaan lemak kasar ransum P1 sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ransum perlakuan P2. Nilai kecernaan lemak kasar yang tinggi serta kecernaan serat kasar yang rendah pada ransum perlakuan P1 mencerminkan dominasi bakteri lipolitik dan amilolitik dalam rumen perlakuan P1. pencapaian nilai pH.
Hasil ini menguatkan argumentasi pada
Nilai pH rumen sapi perlakuan P1 nyata lebih rendah
dibandingkan dengan pH rumen sapi perlakuan P2 dan P3. Ransum P1 yang terdiri atas
69
konsentrat dan jerami dengan imbangan yang sama memungkinkan hidrolisis nutrien seperti karbohidrat non struktural dan lemak terfermentasi lebih cepat, sehingga menghasilkan nilai pH yang lebih rendah pada satuan waktu fermentasi yang sama. Nilai kecernaan serat kasar ransum P2 dan P3 lebih tinggi dibandingkan dengan ransum perlakuan P1. Perolehan nilai kecernaan serat kasar yang tinggi tersebut sejalan dengan kondisi pH rumen yang juga stabil pada kisaran nilai pH 7.
Kondisi ini
mencerminkan populasi bakteri selulolitik yang stabil dalam sistem rumen sapi yang mendapat ransum yang mengandung daun murbei kering. Kecernaan komponen serat pakan masing-masing ransum perlakuan lebih rinci tersaji pada Tabel 17. Tabel 17 Tingkat kecernaan komponen serat ransum sapi yang mendapat ransum berbasis jerami padi dengan tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat Peubah
P1
P2
P3
Kecernaan (%) NDF
57.73+0.91
58.91+4.83
61.1+9.61
ADF
48.27a+2.7
50.06ab+5.72
60.04b+9.89
Selulosa
58.14a+2.3
68.23b+3.55
72.94b+6.69
Hemiselulosa
72.49+2.42
65.45+12.27
66.25+11.47
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) ; P1= 50% jerami padi + 50% konsentrat ; P2= 50% jerami padi + 25% konsentrat + 25% murbei ; P3= 50% jerami + 50% murbei
Komponen daun murbei yang terdapat pada ransum perlakuan P2 dan P3 memberi andil pada pencapaian kondisi rumen yang stabil untuk perkembangan bakteri selulolitik, ditandai dengan tingkat kecernaan komponen serat khususnya ADF dan selulosa yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ransum tanpa daun murbei (P1). Hal ini dimungkinkan oleh adanya senyawa aktif DNJ yang terkandung dalam daun murbei, yang dapat berperan baik dalam melepas secara perlahan karbohidrat non struktural dalam sistem rumen.
Pelepasan karbohidrat secara perlahan dalam sistem
rumen berdampak pada kestabilan pH rumen, serta ketersediaan sumber karbon untuk proses fermentasi.
Tingginya kecernaan komponen serat pada ransum P2 dan P3
70
menjelaskan adanya peningkatan nilai guna sumber pakan yang mengandung serat tinggi, yang dikombinasikan dengan daun murbei untuk dijadikan ransum komplit. Perkembangan mikroba rumen yang baik untuk proses fermentasi pada ransum perlakuan P1 ditandai dengan indikator nilai kecernaan bahan kering, protein kasar dan lemak kasar
yang tinggi, serta didukung oleh
alantoin urine yang cukup tinggi
dibandingkan dengan perlakuan P3. Akan tetapi degradasi fraksi serat pakan P1 lebih rendah dibandingkan dengan ransum perlakuan P2 dan P3. Hal ini terindikasi dari nilai pH dan konsentrasi VFA total yang lebih rendah pada perlakuan P1 dibandingkan dengan P2 dan P3. Porsi konsentrat dalam ransum P1 mendukung perkembangan bakteri amilolitik. Nilai kecernaan bahan kering, protein kasar dan lemak kasar ransum perlakuan P3 yang nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P2 (P<0.05), menggambarkan perkembangan bakteri rumen yang lebih rendah pada sapi yang mendapat ransum perlakuan P3. Hasil ini sejalan dengan kadar alantoin urine yang nyata lebih rendah pada perlakuan P3 dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P2. Jenis sumber protein kasar ransum perlakuan P3 yang dominan berasal dari tanaman murbei juga dapat menjadi penyebab rendahnya kecernaan protein kasar ransum tersebut. Umumnya protein tanaman mempunyai mekanisme proteksi alami, tergantung lokasinya dalam struktur tanaman (Wallace et al. 1997). Meskipun demikian, tingkat kecernaan fraksi serat pakan ransum perlakuan P3 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ransum perlakuan P2 serta nyata lebih tinggi dibandingkan dengan P1 (P<0.05). Tingginya kecernaan serat ransum perlakuan P3 juga ditandai oleh proporsi asetat yang lebih tinggi dibandingkan P1 dan P2 serta nilai pH, VFA total dan isoacids yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan P1.
Kecernaan serat kasar yang cukup tinggi pada
ransum perlakuan P3 belum mampu mengoptimalkan pemanfaatan protein kasar dan lemak kasar daun murbei, yang ditandai oleh kecernaan protein kasar dan lemak kasar yang rendah pada perlakuan ini. Meskipun demikian kebutuhan amonia untuk sintesis mikroba selulolitik masih dapat terpenuhi oleh ransum perlakuan P3, ditandai oleh kadar amonia rumen yang tinggi serta kecernaan serat kasar yang tinggi pula. Tingginya kandungan protein kasar daun murbei menjadi dasar tercukupinya kebutuhan amonia rumen.
71
Ransum perlakuan P2 menghasilkan nilai kecernaan yang tinggi pada semua jenis nutrien.
Kecernaan bahan kering dan protein kasar ransum P2 sama dengan P1,
sedangkan kecernaan serat pakannya sama dengan ransum P3. Hasil kecernaan ini menguatkan hasil sebelumnya yakni P2 menghasilkan konsentrasi VFA total dan ekskresi alantoin yang tertinggi.
Dengan demikian ransum P2 menunjang proses
fermentasi pakan dalam rumen sapi yang paling efektif. Senyawa DNJ yang terdapat pada ransum P2 mengefektifkan proses fermentasi dalam rumen dengan menyediakan RAC secara berkesinambungan dalam sistem rumen. Komponen daun murbei dalam ransum P3 yang diberi dalam bentuk tepung memungkinkan sebagian komponen tersebut cepat meninggalkan rumen (by pass). Meskipun demikian
bagian daun murbei yang terhidrolisis dalam rumen mampu
menyediakan nutrien prekursor biofermentasi dalam rumen yang cukup, sehingga jerami padi dapat tercerna dengan baik. Kualitas protein ransum tergambar dari nilai retensi nitrogen, utilization (NPU) dan biological value (BV) ransum.
net protein
Semakin tinggi nilai retensi
nitrogen, semakin sedikit nitrogen yang tereksresi ke urine, sehingga kualitas protein ransum semakin baik, karena sebagian besar protein ransum yang tercerna dapat terdeposit ke dalam tubuh. Nilai NPU sebagai rasio dari nitrogen teretensi dan nitrogen terkonsumsi dan nilai BV sebagai rasio dari nitrogen teretensi dan nitrogen tercerna juga akan semakin tinggi bila kualitas protein pakan semakin baik. Nilai retensi nitrogen, NPU dan BV penelitian disajikan pada Tabel 16. Ransum perlakuan P3 menghasilkan nilai retensi nitrogen, NPU dan BV yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ransum P1 dan P2 (P<0.05). Kualitas protein ransum P3 yang tinggi dimungkinkan oleh kandungan asam amino yang lengkap pada daun murbei. Seluruh jenis asam amino terkandung dalam daun murbei, bahkan ± 95% protein kasar yang teranalisis adalah protein murni (Machii et al. 2002).
Meskipun mikroba
selulolitik mampu menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen utama, protein murni (true protein) dalam ransum selalu lebih unggul dibandingkan dengan urea dalam memacu kecernaan fraksi serat pakan (McAllan & Smith 1983). Hasil penelitian ini mengungkapkan potensi daun murbei untuk digunakan bersama dengan sumber pakan serat seperti jerami padi, sehingga kecernaan serat pakan dapat lebih baik.
72
Profil Darah Pengaruh perlakuan ransum yang dicobakan terhadap profil darah sapi PO disajikan pada Tabel 18.
Pada tabel tersebut tampak adanya perbedaan yang nyata
terhadap beberapa profil darah antar perlakuan ransum. Kadar glukosa darah sebelum makan pada sapi yang mendapat ransum perlakuan P3 nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P2 (P<0.05). Rendahnya kadar glukosa darah sapi yang mendapat ransum P3 adalah dampak dari kehadiran senyawa DNJ daun murbei. Namun demikian, kadar glukosa darah sapi percobaan masih berada pada kisaran normal. Mitruka et al. (1977) melaporkan kadar glukosa darah sapi yang normal berada pada kisaran 43 – 100 mg/dl. Tabel 18
Peubah
Profil darah sapi yang mendapat ransum berbasis jerami padi dengan tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat Perlakuan P1
P2
P3
Glukosa Darah Jam ke 0
72.50a±1.91
73.33a±2.05
68.25b±2.63
Jam ke 1
73.33±6.50
75.50±4.65
73.75±0.96
69.75±4.50
69.75±2.63
66.50±8.58
160.00±19.88
164.50±6.14
179.25±17.50
120.81b±31.54
145.98ab±7.16
176.34a±19.74
Jam ke 3 Kolesterol Darah (mg/dl) HDL (mg/dl)
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) ; P1= 50% jerami padi + 50% konsentrat ; P2= 50% jerami padi + 25% konsentrat + 25% murbei ; P3= 50% jerami + 50% murbei
Pemberian daun murbei setiap hari memungkinkan tidak terpecahnya seluruh senyawa DNJ dalam sistem rumen sehingga berpotensi memasuki sistem sirkulasi darah. Selain berpotensi menghambat hidrolisis karbohidrat di dalam usus (Arai et al. 1998), senyawa DNJ juga dapat menghambat proses glikogenesis (Gross et al. 1983). Pada pengambilan sample darah satu dan tiga jam setelah makan, kadar glukosa darah sapi percobaan tidak berbeda nyata antar perakuan.
73
Sapi perlakuan P1 dan P2 mempunyai kadar glukosa darah yang relatif lebih stabil dibandingkan dengan sapi perlakuan P3. Kadar glukosa darah masing-masing sapi perlakuan sejalan dengan tingkat kecernaan bahan kering ransum. Ransum P2 mempunyai tingkat kecernaan bahan kering tertinggi, demikian juga rataan kadar glukosa darahnya, diikuti oleh ransum P1 dan P3. Pola kadar glukosa darah sapi perlakuan P1 dan P2 menunjukkan tidak berartinya penghambatan proses glikolisis oleh senyawa DNJ pada segmen pasca rumen dibandingkan dengan perlakuan P3. Kadar kolesterol darah sapi penelitian berada pada kisaran normal yakni 80 – 170 mg/dl (Mitruka et al. 1977), kecuali pada sapi perlakuan P3. Terdapat kecenderungan kadar kolesterol darah sapi yang mendapat ransum perlakuan P3 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P2.
Pada Tabel 18 tampak perbedaan
peningkatan kadar kolesterol darah dan kadar HDL antar perlakuan. Kadar kolesterol darah sapi hanya lebih tinggi pada perlakuan P3, akan tetapi kadar HDL semakin tinggi seiring dengan semakin tingginya penggunaan daun murbei dalam ransum. Peningkatan kadar HDL darah sapi yang mendapat ransum perlakuan P2 dan P3 mencerminkan sumbangan protein yang berkualitas baik dari daun murbei, karena HDL terdiri atas komponen lipoprotein. Kecenderungan kadar kolesterol darah sapi yang mendapat ransum perlakuan P3 lebih tinggi sejalan dengan proporsi asetat yang juga cenderung lebih tinggi pada cairan rumen sapi tersebut. Asam asetat merupakan prekursor utama biosintesis kolesterol. Dari 27 atom karbon yang membentuk molekul kolesterol, 12 atom berasal dari gugus karboksil molekul asetat (Wirahadikusumah 1985). Kadar glukosa darah yang rendah juga dapat memacu peningkatan kadar kolesterol darah. Kondisi yang terjadi pada sapi perlakuan P3, yang diperoleh hasil propilo glukosa yang rendah tetapi konsentrasi kolesterol darah cenderung tinggi dibandingkan dengan sapi perlakuan lainnya. Guyton and Hall (1997) menyatakan bahwa pada kondisi kadar glukosa darah rendah, sekresi insulin akan terhambat dan konsentrasi kolesterol darah akan meningkat.
74
Tampilan Produksi Ternak dan Aspek Ekonomis Ransum Tampilan produksi sapi pedaging yang ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) merupakan refleksi dari kualitas ransum yang diberikan. Selanjutnya, analisis terhadap PBBH dan tingkat konsumsi ransum akan menghasilkan respon ekonomis ransum perlakuan. Efisiensi ekonomis menjadi tujuan akhir kajian perlakuan ransum terhadap produktivitas sapi pedaging. Pada Tabel 19 disajikan beberapa peubah tampilan produksi ternak dan aspek ekonomis ransum perlakuan. Seluruh peubah tampilan produksi dan aspek ekonomis pada Tabel 19 tidak berbeda nyata akibat pemberian ransum perlakuan yang berbeda, kecuali pada peubah R-C ratio (P<0.05). Namun demikian, respon pertambahan bobot badan harian cenderung lebih kecil pada sapi perlakuan P3 yang hanya mendapat daun murbei dan jerami padi dalam ransumnya. Respon PBBH ini sejalan dengan jumlah mutlak nutrien ransum yang terdeposit pada setiap sapi perlakuan. Pada Gambar 15 disajikan jumlah mutlak nutrien yang terdeposit pada setiap perlakuan ransum. Tabel 19 Aspek ekonomis ransum penelitian yang mendapat ransum berbasis jerami padi dengan tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat Peubah
Perlakuan P1
P2
P3
PBBH (kg/h)
0.91±0.18
0.96±0.17
0.79±0.13
Efisiensi Pakan Harga ransum as fed (Rp/kg) IOFC (Rp/ekor/h)
0.14±0.02
0.14±0.02
0.14±0.00
1 841
1 637
1 446
5 899
7 263
7 287
R-C Ratio
1.44a±0.21
1.56ab±0.24
1.78b±0.16
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05). Koefisien harga saat pembelian pakan ( Juni – September 2008); jerami padi = Rp. 100/kg; jagung kuning = Rp. 4 000/kg; bungkil kedelai = Rp. 6 500/kg; bungkil kelapa = Rp. 2 500/kg; pollard = Rp. 2 600/kg; onggok = Rp. 1 000/kg; Molases = Rp. 2 500/kg; daun murbei = Rp. 2 800; DCP = Rp. 23 000/kg. Harga jual sapi = Rp. 21 000/kg bobot hidup ; P1= 50% jerami padi + 50% konsentrat ; P2= 50% jerami padi + 25% konsentrat + 25% murbei ; P3= 50% jerami + 50% murbei
75
Mengamati hasil penelitian tiga jenis ransum yang dicobakan, sapi pedaging yang mendapat ransum yang hanya terdiri atas jerami padi dan daun murbei (P3) menghasilkan respon jumlah nutrien terdeposit dan pertambahan bobot badan yang lebih kecil, dibandingkan dengan ransum yang terdiri atas jerami dan konsentrat (P1) serta jerami, konsentrat dan daun murbei (P2). Rendahnya PBBH yang dihasilkan oleh sapi yang mendapat ransum perlakuan P3 mencerminkan deposisi glikogen dan lemak tubuh yang juga lebih sedikit. Hal ini terkait dengan kadar glukosa darah yang lebih rendah pada sapi perlakuan P3. Glukosa adalah prekursor biosintesis glikogen dan lemak terdeposisi (Guyton & Hall 1997) Nutrien lemak kasar dan lain (BETN, vitamin larut air dan mineral) yang dominan terdeposit pada sapi pedaging yang mendapat ransum perlakuan P1 sejalan dengan hasil dan pembahasan peubah sebelumnya, yang menggambarkan bakteribakteri amilolitik dan lipolitik lebih berkembang pada ransum P1 dibandingkan dengan P2 dan P3. Lain halnya dengan sapi yang mendapat ransum perlakuan P3. Sumbangan serat kasar dan protein kasar lebih tinggi pada sapi perlakuan P3. Dari ketiga jenis ransum yang diuji, perkembangan jenis bakteri yang seimbang terjadi pada sapi P2, yang pada akhirnya menghasilkan deposisi nutrien dan PBBH tertinggi. Deposisi nutrien
5000
4000
g/h
3000
2000
1000
0 P1
P2 Perlakuan
P3
Gambar 15 Deposisi nutrien sapi yang mendapat perlakuan ransum yang mendapat ransum berbasis jerami padi dengan tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat. = serat kasar; = lemak kasar ; = protein kasar; =BETN
76
Kualitas protein daun murbei yang tinggi belum mampu mengekspresikan produktivitas ternak yang lebih baik jika daun murbei diberikan berlebihan dalam ransum berbasis jerami padi. Pada penelitian ini diperoleh tampilan produksi ternak berupa PBBH tertinggi pada sapi perlakuan P2 dibandingkan dengan P1 dan P3. Hasil serupa dilaporkan oleh Trujillo (2002) bahwa substitusi konsentrat komersial dengan daun murbei dengan imbangan 100:0, 75:25 dan 50:50 menghasilkan PBBH sapi dara masing-masing sebesar 0.406, 0.437 dan 0.406 kg/hari. Namun terdapat hasil yang berbeda, dilaporkan oleh Lui et al. (2002a), bahwa penggunaan rapeseed meal dan daun murbei secara terpisah (rapeseed meal:daun murbei sebesar 100:0 dan 0:100) dalam ransum domba menghasilkan PBBH yang lebih tinggi (58 dan 55 g/hari) dibandingkan dengan domba yang mendapat ransum campuran rapeseed meal dan daun murbei (40 g/hari).
Perbedaan hasil yang diperoleh dari penelitian-penelitian ini
mengindikasikan adanya interaksi yang spesifik dari senyawa yang terdapat pada daun murbei dengan nutrien dari bahan lain dan berpengaruh terhadap produktivitas ternak. Senyawa DNJ yang terdapat pada daun murbei menghambat aktifitas glukosidase secara spesifik (Hock & Elstner 2005). Penghitungan imbangan PBBH dan tingkat konsumsi ransum menghasilkan nilai efisiensi ransum yang sama pada semua perlakuan.
Seluruh ransum perlakuan
menghasilkan efisiensi ransum sebesar 0.14, artinya setiap kilogram ransum P1, P2 dan P3 menghasilkan PBBH sebesar 0.14 kg. Nilai efisiensi ransum yang dihasilkan dari penelitian ini mengindikasikan potensi penggunaan daun murbei sampai 50% dalam ransum berbasis jerami padi. Meskipun efisiensi ransum dapat digunakan untuk mempertimbangkan efisiensi ekonomis usaha peternakan, perhitungan Income over feed cost (IOFC) dan revenue cost ratio (R-C ratio) juga diperlukan, terutama saat kondisi harga pakan yang fluktuatif. Nilai IOFC dan R-C ratio sangat tergantung pada harga bahan pakan dan harga jual produk pada waktu tertentu. Pada Tabel 19 disajikan nilai IOFC dan R-C ratio setiap ransum penelitian yang dihitung dengan menggunakan koefisien harga pada Juni – September 2008. Nilai IOFC dan R-C ratio ransum perlakuan P2 dan P3 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ransum perlakuan P1. Hasil ini dapat menjadi dasar
77
pemilihan ransum P2 dan P3 untuk diimplementasikan.
Pertimbangan penerapan
ransum penelitian di lapangan adalah ketersediaan daun murbei dan bahan pakan lainnya.
Perlu pula dilakukan upaya untuk meningkatkan palatabilitas daun murbei,
antara lain dengan pemberian daun murbei segar atau penambahan bahan lain pada campuran daun murbei kering yang dapat mengurangi debu.
78
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Daun
murbei
berpotensi
menggantikan konsentrat pakan karena
mengandung nutrien yang baik serta kandungan anti nutrisi yang sangat kecil. 2. Ekstrak daun murbei yang mengandung senyawa
1-deoxynojirimycin
dapat menjadi agen mekanisme lepas lambat karbohidrat non struktural dalam sistem rumen, khususnya maltosa. 3. Fermentasi ekstrak daun murbei dapat mengurangi dampak negatif senyawa 1-deoxynojirimycin dalam sistem pasca rumen. 4. Substitusi konsentrat dengan daun murbei meningkatkan kecernaan pakan yang mengandung jerami padi sebagai pakan sumber serat sehingga nilai guna jerami padi menjadi lebih baik. 5. Substitusi 50% konsentrat dengan daun murbei dalam pakan dengan jerami padi sebagai pakan sumber serat dapat meningkatkan produktivitas ternak ruminansia.
Saran 1. Penghambatan aktivitas enzim oleh DNJ, spesifik terhadap jenis karbohidrat, karena itu perlu dilanjutkan penelitian untuk kombinasi murbei dengan jenis bahan penyusun konsentrat yang paling efektif, khususnya dengan bahan lokal. 2. Proporsi asam asetat yang tinggi dalam sistem rumen sapi yang pakannya terdapat daun murbei mengindikasikan perlunya penelitian pemanfaatan daun murbei sebagai komponen pakan sapi perah.
79
DAFTAR PUSTAKA Almeida JE and Fonseca TC. 2002. Mulberry germplasm and cultivation in Brazil. Di dalam: Sanchez MD, editor. Mulberry for Animal Production. Proceedings of an electronic conference carried out, May and August 2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147. hlm 73 - 96 [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1991. Analysis. Arlington, Virginia Arai
Official Methods of
M et al. 1998. N-Methyl-1-deoxynojirimycin (MOR-14), an α-glucosidase inhibitor, markedly reduced infarct size in rabbit hearts. A Heart Assoc 97:1290-1297
Arora SP. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Atmosoedarjo S et al. 2000. Sutra Alam Indonesia. Jakarta: Yayasan Sarana Jaya Baldwin RL, Allison MJ. 1983. Rumen Metabolism. J Anim Sci 57:461 Beever DE, Mould FL. 2000. Forage Evaluation for Efficient Ruminant Livestock Production. Di dalam: Givens DI , Owen E, Axford RFE dan Omed HM, editor. Forage Evaluation in Ruminant Nutrition. CABI Publishing. United Kingdom. hlm 15-36 Benavides J et al. Costa Rica. Proceedings Roma: FAO
2002. Supplementation of grazing dairy cattle with mulberry in Di dalam: Sanchez MD, editor. Mulberry for Animal Production. of an electronic conference carried out, May and August 2000. Animal Production and Health Paper 147. hlm 165- 170
Berg TR, Butterfield MR. 1976. New Consept of Cattle Growth. Australia: Sydney University Boschini CF. 2002. Nutritional quality of mulberry cultivation for ruminant feeding. Di dalam: Sanchez MD, editor. Mulberry for Animal Production. Proceedings of an electronic conference carried out, May and August 2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147. hlm 173-182 Breitmeier D. 1997. Acarbose and 1.deoxynojirimycin inhibit maltose and maltooligosaccharide hydrolysis of human intestinal glucoamylase-maltase in two different substrate-induced modes. Archives Biochem & Biophys 346(1): 7-14.
80
Brochman RP. 2005. Glucose and short-chain fatty acid metabolism. Di dalam: Dijkstra J, Forbes JM, France J, editor. Quantitative Aspect of Ruminant Digestion and Metabolism. Ed ke-2. London: CABI Publishing. hlm 291-310. Ceriti CF, Rossini F, Francia U. 2002. Measurement of mulberry shrubs grazed by cattle. Di dalam: Sanchez MD, editor. Mulberry for Animal Production. Proceedings of an electronic conference carried out, May and August 2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147. hlm 231-234 Chapel C et al. 2006. Antiviral effect of -glucosidase inhibitors on viral morphogenesis and binding properties of hepatitis C virus-like particles. J Gen Virol 87: 861-871 Chen XB, Howell FD, Orskov DE, Brower. 1990. Excretion of purine derivative by ruminant: effect of oxygen nucleic acid supply on purine derivative excretion by sheep. Br J Nutr 63:131-142. Close WH, Menke KH. 1986. Manual Selected Topics in Animal Nutrition. Germany: University oh Hohenheim, The Instutute of Animal Nutrition Stuftgart Czerkawaski JM. 1986. An Introduction to Rumen Studies. Oxford: Pergamon Press Ltd. Daryanti S, Arifin M, Sunarso. 2002. Respon produksi sapi peranakan ongole terhadap aras pemberian konsentrat dan pakan jerami padi fermentasi. Proseding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Agribisnis. Yogyakarta, 2 Nov. 2002. Yogyakarta: Teknologi Pertanian Yogyakarta. Datta RK. 2002. Mulberry cultivation and utilization in India. Di dalam: Sanchez MD, editor. Mulberry for Animal Production. Proceedings of an electronic conference carried out, May and August 2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147. hlm 45-62. Datta RK, Sarkar A, Rao PRM, Singhvi NR. 2002. Utilization of mulberry as animal fodder in India. Di dalam: Sanchez MD, editor. Mulberry for Animal Production. Proceedings of an electronic conference carried out, May and August 2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147. hlm 183188. Dawson KA, Rasmussen MA, Allison MJ. 1997. Digestive disorders and nutritional tixicity. Di dalam: Hobson PN, Stewart CS, editor. The Rumen Microbial Ecosystem. Ed ke-2. London: Blackie Academic & Professional. hlm 633-660.
81
Dehority BA, Tirabasso PA. 2001. Effect of feeding frequency on bacterial and fungal concentrations, pH, and other parameters in the rumen. J Anim Sci 79: 29082912 Doran MP, Laca EA and Sianz RD. 2006. Foliage (Morus alba), alfalfa hay and oat hay in sheep. J Anifeed Sci 2006:11.016 Doyle PT, Devendra C, Pearce GR. 1986. Rice Straw as a Feed Ruminants. Canberra: International Program of Australian Universities and Collages Limited (IDP). Erwanto. 1995. Optimalisasi sistem fermentasi rumen melalui suplementasi sulfur, defaunasi, reduksi emisi metan dan stimulasi pertumbuhan mikroba pada ternak ruminansia [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. General Laboratory Procedures. 1966. Departement of Dairy Science. University of Wisconsin. Madinson. Gorosito AR, Russel JB, Van Soest PJ. 1985. Effect of carbon-4 and carbon-5 volatile fatty acid on digestion of plant cell wall in vitro. J Dairy Sci 68:840 Griswold KE, Apgar GA, Bouton J, Firkins JL. 2003. Effects of urea infusion and ruminal degradable protein concentration on microbial growth, digestibility, and fermentation in continuous culture. J Anim Sci 81: 329-336 Gross V et al. 1983. 1-Deoxynojirimycins impairs oligosaccharide processing of alpha 1-proteinase inhibitor and inhibits its secretion in primary cultures of rat hepatocytes. J Biol Chem 258 (20): 12203-12209. Guyton AC, Hall JE. 1997. Fisiologi Kedokteran. Setiawan I. editor; Setiawan I, Tengadi KA, Santoso A. penerjemah. Jakarta: EGC. Harmon DL. 2006. Factors influencing assimilation of dietary starch in ruminants. XII th AAAP Animal Science Congress. Busan. September 18 -22, 2006. Korea. Harkness JE, JE Wagner. 1989. The Biology and Medicine of Rabbit and Rodents. Ed ke-2. Philadelpia: Lea & Febiger Hendayana R, Yusuf. 2003. Kajian adopsi teknologi penggemukan sapi potong mendukung pengembangan agribisnis peternakan di Nusa Tenggara Timur. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan Bogor 29(30) p. 284-288 Hock B, Elstner EF. 2005. Universitat Munchen
Plant Toxycology.
82
Ed ke-4. Germany: Technische
Horne PM, Pond KR, Batubara LP. 1995. Sheep under rubber: prospects and research proirities in Indonesia. Di dalam: Mullen BF, Shelton HH, Editor. Integration of Ruminants into Plantation Systems in Southeast Asia p. 58- 64 Hungate RE. 1966. The Rumen and Its Microbes. New York: Academic Press. Hvelplund T, Madsen J. 1985. Amino acid passage to the small intestine in dairy cows compared with estimates of microbial protein and undegraded dietary protein from analysis on the feed. Acta Agric Scand Suppl 25 : 21-36 [IPPTP] Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. 2000. Pembuatan Jerami Fermentasi. Mataram. IPPTP Jean-Blain C. 1991. Rumen disfunctions. Di dalam: Jouany JP, editor. Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion. Paris. INRA Editions. Paris p. 361 – 364 Jordan JE et al. 2003. Fructose-fed rats are protected againts ischemia/reperfusion injury. J of Pharmac And Exp Therapeutics 307:1007-1011 Kimura TK et al. 2004. Determination of 1-deoxynojirimycin in mulberry leaves using hydrophilic interaction chromatography with evaporative light scattering detection. J Agric Food Chem 52 (6):1415-1418 Lanigan GW. 1976. Peptococcus heliotrinreducans sp. nov. a cytochrome-producing anaerobe which metabolizes pyrrolizidine alkaloids. J Gen Microbiol 94: 1-10 Lanigan GW, Smith LW. 1970. Metabolisms of pyrrolizidine alkaloids in the rumen. 1. Formation of 7 alpha-hydroxy-1 alpha-methyl-8 alpha-pyrrolizidine from heliotrine and lasiacarpine. Aus J Agric Res 21: 493-500 Liu JX et al. 2002a. Mulberry leaf supplement for sheep fed ammoniated rice straw. Di dalam: Sanchez MD, editor. Mulberry for Animal Production. Proceedings of an electronic conference carried out, May and August 2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147. hlm 189-201 Liu JX, Susenbeth A, Sudekun KH. 2002b. In vitro gas production measurement to evaluate interaction between untreated and chemically treated rice straw, grass hay and mulberry leaves. J of Anim. Sci 80: 517-524 Machii H, Koyama A, Yamanouchi H. 2002. Mulberry Breeding, Cultivation and Utilization in Japan. Sanchez MD, editor. Mulberry for Animal Production. Proceedings of an electronic conference carried out, May and August 2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147. hlm 63-72
83
Makkar HPS. 1993. Antinutritional factors in foods for livestock. British Society of Anim Production 16:69-85. Martin G, Reyes F, Hernandez I, Milera M. 2002. Agronomic studies with mulberry in Cuba. Di dalam: Sanchez MD, editor. Mulberry for Animal Production. Proceedings of an electronic conference carried out, May and August 2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147. hlm 103-114. McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition. Sixth Edition. Gosport: Ashford Colour Press. Mellor HR et al. 2002. Preparation, biochemical characterization and biological properties of radiolabelled N-alkylated deoxynojirimycins. Biochem J 366: 225 - 233 Mitruka BM, Rawnsley HM, Vadehra BV. 1977. Clinical Biochemical and Hematological Reference Values in Normal Experimental Animals. Masson Publishing, USA. Inc. New York. Nagaraja TG, Newbold CJ, Van Nevel CJ, Demeyer DI. 1997. Manipulation of ruminal fermentation. Di dalam: Hobson PN, Stewart CS, editor. The Rumen Microbial Ecosystem. Ed ke-2. London: Blackie Academic & Professional. hlm 523-632. Nolan JV, Dobos RC. 2005. Nitrogen transactions in ruminants. Di dalam: Dijkstra J, Forbes JM, France J, editor. Quantitative Aspect of Ruminant Digestion and Metabolism. Ed ke-2. London: CABI Publishing. hlm 177-206. [NRC] National Reseach Council. 1985. Nutrient Requirement of Sheep. 6th Revised Edition. Washington DC: National Academy Press Ogimoto K, Imai S. 1981. Altas of Rumen Microbiology. Tokyo: Japan Scientific Societies Press. Oku T et al. 2006. Inhibitory effects of extractives from leaves of Morus alba on human and rat small intestinal disaccaridase activity. J of Nutr 95: 933-938. Overkleeft GH, Renkema J, Neele P, Hung A. 1998. Generation of specific deoxynojirimycins type inhibitor of the non lysosomal glucosylceramidase. J Biol Chem 273: 26522-26527. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press.
84
Jakarta:
Perry TW, Cullison AE, Lowrey RS. 2003. Feeds and Feeding. Sixth Edition. New Jersey: Prentice Hall of Upper Saddle River. Platt FM, Butters TD. 2000. Structure–activity relationships of N-alkylated deoxynojirimycin (NB-DNJ) and its derivatives. Expert Reviews in Molecular Medicine: http://www.expertreviews.org. [12 Maret 2007] Preston TR, Leng RA. 1987. Maching Ruminant Production System with Available Resources in The Tropics. Armidale: Penambul Books. Priyanti AT, Kostaman B, Haryanto, Dwiyanto K. 2001. Kajian nilai ekonomi usaha ternak sapi melalui pemanfaatan jerami padi. Wartazoa 11(1): 28-35 Romaniouk AV, Silva A, Feng J, Vijay IK. 2004. Synthesis of a novel photoaffinity derivative of 1-deoxynojirimycin for active site-directed labeling of glucosidase I. Glycobiology 14 (4): 301-310 Russell JB, Wallace RJ. 1997. Energy-yielding and energy-consuming reactions. Di dalam: Hobson PN, Stewart CS, editor. The Rumen Microbial Ecosystem. Ed ke-2. London: Blackie Academic & Professional. hlm 246-282. Samsijah. 1992. Pemilihan tanaman murbei (Morus sp.) yang sesuai dengan daerah Sindang Resmi Sukabumi, Jawa Barat. Bul Penelitian Hutan. 547:45-59. Sánchez MD. 2002. World distribution and utilization of mulberry and its potential for animal feeding. Di dalam: Sanchez MD, editor. Mulberry for Animal Production. Proceedings of an electronic conference carried out, May and August 2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147. hlm 1-11 Santoso D, Tuherkih E. 2003. Peningkatan pengelolaan lahan untuk memacu pengembangan ternak ruminansia. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 29(30): 258-265 Shofield P. 2000. Gas Production Methods. In: Farm Animal Metabolism and Nutrition. London: Cabi Publishing Singh B, Makkar HPS. 2002. The potential of mulberry foliage as a feed supplement in India. Di dalam : Sánchez MD. Editor. Mulberry for animal production. Proceedings of an electronic conference carried out, May and August 2000. FAO Animal Production and Health Paper 147. hlm 139-156. Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
85
Stewart CS. 1991. The rumen bacteria. Di dalam : Jouany JP, editor. Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion. Paris: INRA Editions, Paris. p. 15 – 26 Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Soemantri B, penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Suyadi, Soedomo, Mahmud A. 1989. Produksi biji legum Desmanthus virgatus. Di dalam: Wodzicka M, Tomaszewska M, Thompson JA, Editor. Forage Production Proceeding of A Workshop Conducted at IPB. Bogor. Indonesia. IPB-Australian Project Tilley JMA, Terry RA. 1963. Two stage technique for in vitro digestion of forage crops. Di dalam: Close WH, Menke KH. Editor. 1986. Manual Selected Topics in Animal Nutrition. Germany: University oh Hohenheim, The Instutute of Animal Nutrition, Stuftgart Trujillo FU. 2002. Mulberry for rearing dairy heifers. Di dalam: Sanchez MD, editor. Mulberry for Animal Production. Proceedings of an electronic conference carried out, May and August 2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147. hlm 203-206 Valdes FR, Bush LJ, Goetsch AL, Owen FN. 1986. Effect of steroidal sapogenins on ruminal fermentation and on production of lactating dairy cows. J Dairy Sci 69 : 1568-1575. Van Soest. 1982. Nutritional Ecology of the Ruminant. Ruminant Metabolism, Nutritional strategies, the cellulytic fermentation and the chemistry of forages and plant fiber. Origon: O & B books Inc. Waldron MR et al. 2002. Volatile fatty acid metabolism by epithelial cells isolated from different areas of the ewe rumen. J of Anim Sci 80: 270-278 Wallace RJ, Onodera R, Cotta MA. 1997. Metabolism of nitrogen-containing compounds. Di dalam: Hobson PN, Stewart CS, editor. The Rumen Microbial Ecosystem. Ed ke-2. London: Blackie Academic & Professional. hlm 283-328. Wirahadikusumah M. 1985. Biokimia: Metabolisme Energi, Karbohidrat dan Lipid. Bandung: Penerbit ITB Wiryawan KG, Brooker JD. 1996. Probiotic control of lactate accumulation in acutely grain fed sheep. Aust J Agric Res 46:1555-1568 Yatsunami K et al. 2003. α- Glucosidase inhibitory activity in leaves of some mulberry varieties. J of Food Sci Technol 9 (4): 392-394.
86
Yulistiani D. 2008. Effects of mulberry (morus alba) foliage supplementation on sheep fed with rice straw [disertation]. Malaysia: Doctor of Phylosophy Universiti Putra Malaysia
87
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil sidik ragam dan uji Duncan nilai pH pada uji kemampuan murbei mensubstitusi konsentrat Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept
Df
Mean Square
F
Sig.
.098(a)
7
.014
4.808
.009
961.260
1
961.260
330306.405
.000
Perlakuan
.006
4
.002
.556
.699
Kelompok
.091
3
.030
10.478
.001
Error
.035
12
.003
Total
961.393
20
.133
19
Corrected Total
a R Squared = .737 (Adjusted R Squared = .584) Subset Perlakuan 5.00
Duncan(a,b)
N
1 4
6.9138
4.00
4
6.9188
3.00
4
6.9300
2.00
4
6.9363
1.00
4
6.9650
Sig.
.243
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 2 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi amonia (mM) pada uji kemampuan murbei mensubstitusi konsentrat Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept
df
Mean Square
F
Sig.
382.109(a)
7
54.587
11.599
.000
3136.057
1
3136.057
666.385
.000
Perlakuan
25.692
4
6.423
1.365
.303
Kelompok
25.245
.000
356.417
3
118.806
Error
56.473
12
4.706
Total
3574.639
20
438.582
19
Corrected Total
a R Squared = .871 (Adjusted R Squared = .796) Subset Perlakuan 4.00
Duncan(a,b)
N
1 4
10.8052
3.00
4
11.8086
2.00
4
12.5518
1.00
4
13.5181
5.00
4
13.9268
Sig.
.088
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
89
Lampiran 3 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi VFA total (mM) pada uji kemampuan murbei mensubstitusi konsentrat Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
df
Mean Square
F
Sig.
5223.593(a)
7
746.228
6.292
.003
219481.629
1
219481.629
1850.485
.000
Perlakuan
3737.551
4
934.388
7.878
.002
Kelompok
1486.042
3
495.347
4.176
.031
Error
1423.292
12
118.608
Total
226128.513
20
6646.885
19
Intercept
Corrected Total
a R Squared = .786 (Adjusted R Squared = .661) Subset Perlakuan 1.00
Duncan(a,b)
N
1
2
3
4
82.8488
5.00
4
98.2647
2.00
4
105.5408
105.5408
3.00
4
114.6753
114.6753
4.00
4
98.2647
122.4568
Sig.
.068
.065
.058
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 4 Hasil sidik ragam dan uji Duncan produksi gas (ml) pada uji kemampuan murbei mensubstitusi konsentrat Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
df
Mean Square
F
Sig.
2011.600(a)
7
287.371
11.761
.000
48807.200
1
48807.200
1997.566
.000
Perlakuan
252.800
4
63.200
2.587
.091
Kelompok
23.995
.000
Intercept
1758.800
3
586.267
Error
293.200
12
24.433
Total
51112.000
20
2304.800
19
Corrected Total
a R Squared = .873 (Adjusted R Squared = .799) Subset Perlakuan 1.00
Duncan(a,b)
N
1
2
4
43.2500
2.00
4
48.7500
48.7500
3.00
4
49.2500
49.2500
4.00
4
5.00
4
Sig.
52.2500 53.5000 .128
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
90
.231
Lampiran 5 Hasil sidik ragam dan uji Duncan degradasi bahan kering (%) pada uji kemampuan murbei mensubstitusi konsentrat Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
df
Mean Square
F
Sig.
.166(a)
7
.024
13.488
.000
4.842
1
4.842
2757.398
.000
Perlakuan
.043
4
.011
6.152
.006
Kelompok
.123
3
.041
23.269
.000
Error
.021
12
.002
Total
5.029
20
.187
19
Intercept
Corrected Total
a R Squared = .887 (Adjusted R Squared = .821) Subset perlakuan 4.00
Duncan(a,b)
N
1
2
4
.4613
5.00
4
.4659
2.00
4
.4691
1.00
4
.4796
3.00
4
.5842
Sig.
.576
1.000
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 6 Hasil sidik ragam dan uji Duncan degradasi bahan organik (%) pada uji kemampuan murbei mensubstitusi konsentrat Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
df
Mean Square
F
Sig.
.228(a)
7
.033
12.909
.000
4.790
1
4.790
1900.746
.000
Perlakuan
.040
4
.010
3.988
.028
Kelompok
.188
3
.063
24.805
.000
Error
.030
12
.003
Total
5.048
20
.258
19
Intercept
Corrected Total
a R Squared = .883 (Adjusted R Squared = .814) Subset perlakuan 1.00
Duncan(a,b)
N
1
2
4
.4481
4.00
4
.4703
5.00
4
.4732
2.00
4
.4786
3.00
4
Sig.
.5766 .441
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
91
1.000
Lampiran 7 Hasil sidik ragam dan uji Duncan nilai pH pada uji efektivitas senyawa DNJ dalam sistem rumen Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept
Df
Mean Square
F
Sig.
.059(a)
5
.012
1.841
.239
577.686
1
577.686
90302.574
.000
Perlakuan
.004
2
.002
.349
.719
Kelompok
.054
3
.018
2.835
.128
Error
.038
6
.006
Total
577.783
12
.097
11
Corrected Total
a R Squared = .605 (Adjusted R Squared = .277) Subset Perlakuan 3.00 Duncan(a,b)
N
1 4
6.9200
2.00
4
6.9300
1.00
4
6.9650
Sig.
.470
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 8 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi amonia (mM) pada uji efektivitas senyawa DNJ dalam sistem rumen Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept
df
Mean Square
F
Sig.
252.204(a)
5
50.441
19.274
.001
2083.724
1
2083.724
796.198
.000
Perlakuan
12.187
2
6.094
2.328
.178
Kelompok
30.570
.000
240.017
3
80.006
Error
15.703
6
2.617
Total
2351.631
12
267.907
11
Corrected Total
a R Squared = .941 (Adjusted R Squared = .893)
Subset Perlakuan 2.00 Duncan(a,b)
N
1 4
11.8086
1.00
4
13.5181
3.00
4
14.2056
Sig.
.090
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
92
Lampiran 9 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi VFA total (mM) pada uji efektivitas senyawa DNJ dalam sistem rumen Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept
df
Mean Square
F
Sig.
2831.813(a)
5
566.363
1.774
.252
116601.213
1
116601.213
365.304
.000
Perlakuan
1146.012
2
573.006
1.795
.245
Kelompok
1685.801
3
561.934
1.761
.254
Error
1915.138
6
319.190
Total
121348.165
12
4746.952
11
Corrected Total
a R Squared = .597 (Adjusted R Squared = .260) Subset Perlakuan 1.00 Duncan(a,b)
N
1 4
85.1713
3.00
4
102.3538
2.00
4
108.1960
Sig.
.129
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 10 Hasil sidik ragam dan uji Duncan produksi gas (ml) pada uji efektivitas senyawa DNJ dalam sistem rumen Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
df
Mean Square
F
Sig.
1477.583(a)
5
295.517
21.800
.001
Intercept
31314.083
1
31314.083
2310.055
.000
Perlakuan
632.667
2
316.333
23.336
.001
Kelompok
20.777
.001
844.917
3
281.639
Error
81.333
6
13.556
Total
32873.000
12
1558.917
11
Corrected Total
a R Squared = .948 (Adjusted R Squared = .904) Subset Perlakuan 1.00 Duncan(a,b)
N
1
2
4
43.2500
2.00
4
49.2500
3.00
4
Sig.
60.7500 .061
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
93
1.000
Lampiran 11 Hasil sidik ragam dan uji Duncan degradasi bahan kering (%) pada uji efektivitas senyawa DNJ dalam sistem rumen Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
df
Mean Square
F
Sig.
.111(a)
5
.022
9.422
.008
3.560
1
3.560
1510.167
.000
Perlakuan
.026
2
.013
5.474
.044
Kelompok
.085
3
.028
12.053
.006
.002
Intercept
Error
.014
6
Total
3.686
12
.125
11
Corrected Total
a R Squared = .887 (Adjusted R Squared = .793) Subset perlakuan 1.00 Duncan(a,b)
N
1 4
3.00
4
2.00
4
2 .4796 .5703 .5842
Sig.
1.000
.700
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 12 Hasil sidik ragam dan uji Duncan degradasi bahan organik (%) pada uji efektivitas senyawa DNJ dalam sistem rumen Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
df
Mean Square
F
Sig.
.178(a)
5
.036
8.974
.009
3.367
1
3.367
846.693
.000
Perlakuan
.040
2
.020
5.054
.052
Kelompok
.138
3
.046
11.587
.007
.004
Intercept
Error
.024
6
Total
3.569
12
.202
11
Corrected Total
a R Squared = .882 (Adjusted R Squared = .784)
Subset Perlakuan 1.00 Duncan(a,b)
N
1 4
2 .4481
3.00
4
.5643
2.00
4
.5766
Sig.
1.000
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
94
.791
Lampiran 13 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsumsi bahan kering (g/h) mencit Perlakuan P0
N
Mean
Std. Deviation
4
3.2800
.28994
P1
4
2.1825
.23796
P2
4
1.5775
.07500
P3
4
2.1250
.31512
P4
4
2.9375
.23585
P5
4
2.1225
.26273
24
2.3708
.62029
Total
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
df
Mean Square
F
Sig.
7.739(a)
5
1.548
25.080
.000
134.900
1
134.900
2185.999
.000
7.739
5
1.548
25.080
.000
Error
1.111
18
.062
Total
143.750
24
8.849
23
Intercept Perlakuan
Corrected Total
a R Squared = .874 (Adjusted R Squared = .840) Duncan Subset Perlakuan P2
N
1 4
2
3
1.5775
P5
4
2.1225
P3
4
2.1250
P1
4
2.1825
P4
4
2.9375
P0
4
3.2800
Sig.
1.000
.751
.067
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 14 Hasil sidik ragam dan uji Duncan kecernaan bahan kering (%) pakan mencit Perlakuan P0
N
Mean
Std. Deviation
4
85.2200
1.71011
P1
4
79.7425
2.17086
P2
4
76.7050
3.02810
P3
4
77.3000
5.22562
P4
4
77.3250
5.51356
P5
4
78.7850
3.92636
24
79.1796
4.52052
Total
95
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept
df
Mean Square
F
Sig.
200.220(a)
5
40.044
2.672
.056
150465.754
1
150465.754
10038.949
.000
Perlakuan
200.220
5
40.044
2.672
.056
Error
269.788
18
14.988
Total
150935.762
24
470.008
23
Corrected Total
a R Squared = .426 (Adjusted R Squared = .267) Duncan Subset Perlakuan P2
N
1
2
4
76.7050
P3
4
77.3000
P4
4
77.3250
P5
4
78.7850
P1
4
79.7425
P0
4
79.7425 85.2200
Sig.
.331
.061
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 15 Hasil sidik ragam dan uji Duncan PBBH (g/h) mencit Perlakuan P0
N
Mean
Std. Deviation
4
.4975
.06801
P1
4
.2700
.05354
P2
4
-.1600
.03266
P3
4
.0950
.23043
P4
4
-.1375
.11147
4
.0075
.03948
24
.0954
.25575
P5 Total
Univariate Analysis of Variance Source Corrected Model Intercept Perlakuan
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1.277(a)
5
.255
20.266
.000
.219
1
.219
17.332
.001
20.266
.000
1.277
5
.255
Error
.227
18
.013
Total
1.723
24
Corrected Total
1.504
23
a R Squared = .849 (Adjusted R Squared = .807)
96
Duncan Subset Perlakuan P2
N
1
2
4
-.1600
P4
4
-.1375
P5
4
.0075
P3
4
P1
4
P0
4
3
4
.0075 .0950 .2700 .4975
Sig.
.060
.285
1.000
1.000
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 16 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konversi pakan mencit Perlakuan P0
N
Mean
Std. Deviation
4
6.7225
1.28891
P1
4
8.2500
1.30100
P2
4
-10.1025
1.71146
P3
4
-17.7275
40.84576
P4
4
22.5550
77.83966
4
-44.0125
135.99585
24
-5.7192
62.48556
P5 Total
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
df
Mean Square 2223.323
.509
.766
785.013
1
785.013
.180
.677
.509
.766
Perlakuan
11116.617
5
2223.323
Error
78685.625
18
4371.424
Total
90587.255
24
Corrected Total
89802.242
23
a R Squared = .124 (Adjusted R Squared = -.120)
Duncan Subset N
1 4
-44.0125
P3
4
-17.7275
P2
4
-10.1025
P0
4
6.7225
P1
4
8.2500
P4
4
22.5550
Sig.
Sig.
5
Intercept
Perlakuan P5
F
11116.617(a)
.221
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
97
Lampiran 17 Hasil sidik ragam dan uji Duncan glukosa (mg/dl) darah mencit Perlakuan P0
N
Mean
Std. Deviation
4
198.0000
40.80850
P1
4
167.5000
7.85281
P2
4
142.7500
5.37742
P3
4
145.5000
7.76745
P4
4
125.0000
21.52518
4
147.2500
30.83694
24
154.3333
31.27948
P5 Total
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept
df
Mean Square
F
Sig.
12811.833(a)
5
2562.367
4.759
.006
571650.667
1
571650.667
1061.725
.000
4.759
.006
Perlakuan
12811.833
5
2562.367
Error
9691.500
18
538.417
Total
594154.000
24
22503.333
23
Corrected Total
a R Squared = .569 (Adjusted R Squared = .450) Duncan Subset Perlakuan P4
N
1
2
3
4
125.0000
P2
4
142.7500
142.7500
P3
4
145.5000
145.5000
P5
4
147.2500
147.2500
P1
4
P0
4
167.5000
167.5000 198.0000
Sig.
.229
.182
.079
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 18 Hasil sidik ragam dan uji Duncan pH rumen sapi percobaan pH_Rumen Perlakuan P1 P2 P3 Total
N
Mean
Std. Deviation
4
6.6600
.35440
4
7.1750
.19000
4
7.0150
.14387
12
6.9500
.31666
Univariate Analysis of Variance Source Corrected Model Intercept Perlakuan
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
Sig.
2
.278
4.571
.043
579.630
1
579.630
9533.388
.000
.556
2
.278
4.571
.043
.061
Error
.547
9
Total
580.733
12
1.103
11
Corrected Total
F
.556(a)
a R Squared = .504 (Adjusted R Squared = .394)
98
Duncan Subset Perlakuan P1
N
1
2
4
6.6600
P3
4
7.0150
P2
4
7.0150 7.1750
Sig.
.072
.383
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 19 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi amonia (mM) rumen sapi percobaan Perlakuan P1
N
P2 P3 Total
Mean
Std. Deviation
4
19.2175
1.08325
4
19.6600
.29766
4
19.3725
2.05720
12
19.4167
1.23898
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept Perlakuan
Df
Mean Square
Sig.
.403(a)
2
.202
.110
.897
4524.083
1
4524.083
2470.324
.000
.110
.897
.403
2
.202
Error
16.482
9
1.831
Total
4540.969
12
16.886
11
Corrected Total
F
a R Squared = .024 (Adjusted R Squared = -.193) Duncan Subset Perlakuan P1
N
1 4
19.2175
P3
4
19.3725
P2
4
19.6600
Sig.
.669
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 20 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi VFA total (mM) sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
75.3325
7.54247
P2
4
108.7500
20.32035
P3
4
89.1250
3.11916
12
91.0692
18.32718
Total
99
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
2256.137(a)
2
1128.069
7.057
.014
Intercept
99523.117
1
99523.117
622.623
.000
Perlakuan
2256.137
2
1128.069
7.057
.014
Error
1438.604
9
159.845
Total
103217.859
12
3694.741
11
Corrected Total
a R Squared = .611 (Adjusted R Squared = .524) Duncan Subset Perlakuan P1
N
1
2
4
75.3325
P3
4
89.1250
P2
4
89.1250 108.7500
Sig.
.157
.056
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 21 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi asetat (mM) rumen sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
55.2675
6.16809
P2
4
81.6925
15.44301
P3
4
69.8625
3.50131
12
68.9408
14.35913
Total
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square 700.829
7.280
.013
57034.062
1
57034.062
592.478
.000
7.280
.013
Perlakuan
1401.658
2
700.829
Error
866.373
9
96.264
Total
59302.093
12
2268.031
11
Corrected Total
a R Squared = .618 (Adjusted R Squared = .533) Duncan Subset N
1
2
4
55.2675
P3
4
69.8625
P2
4
Sig.
Sig.
2
Intercept
Perlakuan P1
F
1401.658(a)
69.8625 81.6925
.065
.122
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
100
Lampiran 22 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi propionat (mM) rumen sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
11.2950
1.10687
P2
4
15.5375
3.12552
P3
4
11.7975
.74580
12
12.8767
2.65666
Total
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
42.985(a)
2
21.493
5.582
.027
1989.703
1
1989.703
516.793
.000
Perlakuan
42.985
2
21.493
5.582
.027
Error
34.651
9
3.850
Total
2067.339
12
77.636
11
Intercept
Corrected Total
a R Squared = .554 (Adjusted R Squared = .454) Duncan Subset Perlakuan P1
N
1
2
4
11.2950
P3
4
11.7975
P2
4
15.5375
Sig.
.726
1.000
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 23 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi i-butirat (mM) rumen sapi percobaan Perlakuan P1 P2 P3 Total
N
Mean
Std. Deviation
4
1.2900
.58395
4
1.5700
.35506
4
1.8475
.29182
12
1.5692
.45510
Univariate Analysis of Variance Source Corrected Model Intercept Perlakuan
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
Sig.
2
.311
1.688
.238
29.547
1
29.547
160.518
.000
1.688
.238
.622
2
.311
Error
1.657
9
.184
Total
31.826
12
2.278
11
Corrected Total
F
.622(a)
a R Squared = .273 (Adjusted R Squared = .111)
101
Duncan Subset Perlakuan P1
N
1 4
1.2900
P2
4
1.5700
P3
4
1.8475
Sig.
.112
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 24 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi n-butirat (mM) rumen sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
6.1875
.81879
P2
4
8.3525
1.10563
P3
4
4.4925
.68281
12
6.3442
1.83461
Total
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept Perlakuan
Df
Mean Square
Sig.
2
14.973
19.041
.001
482.981
1
482.981
614.200
.000
19.041
.001
29.946
2
14.973
Error
7.077
9
.786
Total
520.005
12
37.024
11
Corrected Total
F
29.946(a)
a R Squared = .809 (Adjusted R Squared = .766) Duncan Subset Perlakuan P3
N
1 4
P1
4
P2
4
Sig.
2
3
4.4925 6.1875 8.3525 1.000
1.000
1.000
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 25 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi i-valerat (mM) rumen sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
.9550
.16921
P2
4
1.3800
.24617
P3
4
1.1250
.38940
12
1.1533
.31459
Total
102
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept
Df
Mean Square
F
Sig.
.366(a)
2
.183
2.280
.158
15.962
1
15.962
198.809
.000
Perlakuan
.366
2
.183
2.280
.158
Error
.723
9
.080
Total
17.051
12
1.089
11
Corrected Total
a R Squared = .336 (Adjusted R Squared = .189) Duncan Subset Perlakuan P1
N
1 4
.9550
P3
4
1.1250
P2
4
1.3800
Sig.
.073
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 26 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi n-valerat (mM) rumen sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
.3450
.41445
P2
4
.2200
.44000
P3
4
.0000
.00000
12
.1883
.34905
Total
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
.244(a)
2
.122
1.002
.405
Intercept
.426
1
.426
3.495
.094
Perlakuan
.244
2
.122
1.002
.405
Error
1.096
9
.122
Total
1.766
12
Corrected Total
1.340
11
a R Squared = .182 (Adjusted R Squared = .000) Duncan Subset Perlakuan P3
N
1 4
.0000
P2
4
.2200
P1
4
.3450
Sig.
.214
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
103
Lampiran 27 Hasil sidik ragam dan uji Duncan PBBH (kg/h) sapi percobaan Perlakuan P1
N
P2 P3 Total
Mean
Std. Deviation
4
.9075
.17914
4
.9650
.16902
4
.7925
.13574
12
.8883
.16486
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
.062(a)
2
.031
1.171
.353
9.470
1
9.470
359.227
.000
.062
2
.031
1.171
.353
.026
Intercept Perlakuan Error
.237
9
Total
9.769
12
.299
11
Corrected Total
a R Squared = .206 (Adjusted R Squared = .030) Duncan Subset Perlakuan P3
N
1 4
.7925
P1
4
.9075
P2
4
.9650
Sig.
.184
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 28 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsumsi BK (kg/h) sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
6.2700
.64016
P2
4
7.0125
.20123
P3
4
5.6400
.96778
12
6.3075
.84942
Total
Univariate Analysis of Variance Source Corrected Model Intercept
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
3.776(a)
2
1.888
4.084
.055
477.415
1
477.415
1032.701
.000
Perlakuan
3.776
2
1.888
4.084
.055
Error
4.161
9
.462
Total
485.351
12
7.937
11
Corrected Total
a R Squared = .476 (Adjusted R Squared = .359)
104
Duncan Subset Perlakuan P3
N
1
2
4
5.6400
P1
4
6.2700
P2
4
6.2700 7.0125
Sig.
.223
.157
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 29 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konversi pakan sapi percobaan Perlakuan P1
Mean
N
Std. Deviation
7.0600
4
1.16939
P2
7.4350
4
1.25458
P3
7.1275
4
.07274
Total
7.2075
12
.91253
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
.320(a)
2
.160
.163
.852
623.377
1
623.377
634.647
.000
.320
2
.160
.163
.852
Error
8.840
9
.982
Total
632.537
12
9.160
11
Intercept Perlakuan
Corrected Total
a R Squared = .035 (Adjusted R Squared = -.180) Duncan Subset Perlakuan P1
N
1 4
7.0600
P3
4
7.1275
P2
4
7.4350
Sig.
.621
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 30 Hasil sidik ragam dan uji Duncan efisiensi pakan sapi percobaan Univariate Analysis of Variance Source Corrected Model Intercept Perlakuan
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
5.00E-005(a)
2
2.50E-005
.082
.922
.235
1
.235
769.745
.000
.082
.922
5.00E-005
2
2.50E-005
Error
.003
9
.000
Total
.238
12
Corrected Total
.003
11
a R Squared = .018 (Adjusted R Squared = -.200)
105
Duncan Subset Perlakuan P2
N
1 4
.1375
P3
4
.1400
P1
4
.1425
Sig.
.708
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 31 Hasil sidik ragam dan uji Duncan IOFC (Rp) sapi percobaan Perlakuan P1
Mean
N
Std. Deviation
5899.0000
4
2854.96573
P2
7263.0000
4
3285.87026
P3
7286.7500
4
1244.54982
Total
6816.2500
12
2459.47600
Univariate Analysis of Variance Source Corrected Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
5049213.500(a)
2
2524606.750
.370
.701
557535168.750
1
557535168.750
81.604
.000
5049213.500
2
2524606.750
.370
.701
Error
61490030.750
9
6832225.639
Total
624074413.000
12
66539244.250
11
Intercept Perlakuan
Corrected Total
a R Squared = .076 (Adjusted R Squared = -.129) Duncan Subset Perlakuan P1
N
1 4
5899.0000
P2
4
7263.0000
P3
4
7286.7500
Sig.
.491
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 32 Hasil sidik ragam dan uji Duncan R-C Ratio sapi percobaan Perlakuan P1
Mean
N
Std. Deviation
1.4425
4
.20855
P2
1.5550
4
.24035
P3
1.7800
4
.01633
Total
1.5925
12
.22173
106
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
df
Mean Square
F
Sig.
.236(a)
2
.118
3.491
.075
Intercept
30.433
1
30.433
899.266
.000
Perlakuan
.236
2
.118
3.491
.075
Error
.305
9
.034
Total
30.974
12
.541
11
Corrected Total
a R Squared = .437 (Adjusted R Squared = .312) Duncan Subset Perlakuan P1
N
1
2
4
1.4425
P2
4
1.5550
P3
4
1.5550 1.7800
Sig.
.410
.118
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 33 Hasil sidik ragam dan uji Duncan kecernaan BK (%) sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
60.8150
1.77024
P2
4
60.9100
3.07988
P3
4
43.8450
4.95939
12
55.1900
8.96416
Total
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
772.272(a)
2
386.136
31.128
.000
36551.233
1
36551.233
2946.497
.000
Perlakuan
772.272
2
386.136
31.128
.000
Error
111.645
9
12.405
Total
37435.150
12
883.917
11
Intercept
Corrected Total
a R Squared = .874 (Adjusted R Squared = .846) Duncan Subset Perlakuan P3
N
1 4
2
43.8450
P1
4
60.8150
P2
4
60.9100
Sig.
1.000
.970
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
107
Lampiran 34 Hasil sidik ragam dan uji Duncan deposisi BK (kg/h) sapi percobaan Perlakuan P1
N
P2 P3 Total
Mean
Std. Deviation
4
3.8125
.38283
4
4.2700
.24671
4
2.9000
1.18167
12
3.6608
.88949
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
3.892(a)
2
1.946
3.640
.069
160.820
1
160.820
300.832
.000
Perlakuan
3.892
2
1.946
3.640
.069
Error
4.811
9
.535
Total
169.524
12
8.703
11
Intercept
Corrected Total
a R Squared = .447 (Adjusted R Squared = .324)
Duncan Subset Perlakuan P3
N
1
2
4
2.9000
P1
4
3.8125
P2
4
3.8125 4.2700
Sig.
.111
.399
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 35 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsumsi PK (kg/h) sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
.8600
.08907
P2
4
.9600
.02582
P3
4
.7725
.13598
12
.8642
.11743
Total
Univariate Analysis of Variance Source Corrected Model Intercept Perlakuan
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
Sig.
2
.035
3.899
.060
8.961
1
8.961
992.343
.000
.070
2
.035
3.899
.060
.009
Error
.081
9
Total
9.113
12
.152
11
Corrected Total
F
.070(a)
a R Squared = .464 (Adjusted R Squared = .345)
108
Duncan Subset Perlakuan P3
N
1
2
4
.7725
P1
4
.8600
P2
4
.8600 .9600
Sig.
.225
.171
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 36 Hasil sidik ragam dan uji Duncan kecernaan PK (%) sapi percobaan Perlakuan P1
N
P2 P3 Total
Mean
Std. Deviation
4
74.0350
1.33827
4
70.8775
2.57465
4
54.9325
2.86109
12
66.6150
8.98808
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
838.824(a)
2
419.412
75.772
.000
53250.699
1
53250.699
9620.365
.000
838.824
2
419.412
75.772
.000
5.535
Intercept Perlakuan Error
49.817
9
Total
54139.340
12
888.641
11
Corrected Total
a R Squared = .944 (Adjusted R Squared = .931) Duncan Subset Perlakuan P3
N
1 4
P2
4
P1
4
Sig.
2
54.9325 70.8775 74.0350 1.000
.090
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 37 Hasil sidik ragam dan uji Duncan deposisi PK (g/h) sapi percobaan Perlakuan P1 P2 P3 Total
N
Mean
Std. Deviation
4
251.4375
21.34624
4
287.5475
34.16552
4
295.5025
41.30248
12
278.1625
36.17940
109
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept
Df
Mean Square
F
Sig.
4411.918(a)
2
2205.959
1.988
.193
928492.517
1
928492.517
836.771
.000
Perlakuan
4411.918
2
2205.959
1.988
.193
Error
9986.518
9
1109.613
Total
942890.953
12
14398.436
11
Corrected Total
a R Squared = .306 (Adjusted R Squared = .152) Duncan Subset Perlakuan P1
N
1 4
251.4375
P2
4
287.5475
P3
4
295.5025
Sig.
.107
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 38 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsumsi N (g/h) sapi percobaan Perlakuan P1
N
P2 P3 Total
Mean
Std. Deviation
4
141.8100
10.92669
4
153.7125
4.41985
4
134.1800
2.63728
12
143.2342
10.50045
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
775.207(a)
2
387.603
7.971
.010
246192.318
1
246192.318
5062.810
.000
Perlakuan
775.207
2
387.603
7.971
.010
Error
437.648
9
48.628
Total
247405.173
12
1212.855
11
Intercept
Corrected Total
a R Squared = .639 (Adjusted R Squared = .559) Duncan Subset Perlakuan P3
N
1
2
4
134.1800
P1
4
141.8100
P2
4
Sig.
153.7125 .156
1.000
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
110
Lampiran 39 Hasil sidik ragam dan uji Duncan kecernaan N (%) sapi percobaan Perlakuan P1
N
P2 P3 Total
Mean
Std. Deviation
4
74.0375
1.38856
4
70.8775
2.54787
4
56.3600
.66136
12
67.0917
8.18843
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
710.983(a)
2
355.492
120.409
.000
54015.501
1
54015.501
18295.627
.000
710.983
2
355.492
120.409
.000
2.952
Intercept Perlakuan Error
26.571
9
Total
54753.055
12
737.555
11
Corrected Total
a R Squared = .964 (Adjusted R Squared = .956)
Duncan Subset Perlakuan P3
N
1 4
P2
4
P1
4
2
3
56.3600 70.8775 74.0375
Sig.
1.000
1.000
1.000
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 40 Hasil sidik ragam dan uji Duncan N Tercerna (g/h) sapi percobaan Perlakuan
N
Mean
Std. Deviation
P1
4
104.9750
8.13328
P2
4
108.9325
4.62266
P3
4
75.6350
2.37607
12
96.5142
16.31078
Total
Univariate Analysis of Variance Source
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
a
2
1323.481
42.617
.000
111779.812
1
111779.812
3599.416
.000
2646.961
2
1323.481
42.617
.000
Error
279.495
9
31.055
Total
114706.268
12
2926.456
11
Corrected Model Intercept Perlakuan
Corrected Total
2646.961
a. R Squared = ,904 (Adjusted R Squared = ,883)
111
Duncan Subset Perlakuan
N
1
2
P3
4
75.6350
P1
4
104.9750
P2
4
108.9325
Sig.
1.000
.341
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000. b. Alpha = 0,05.
Lampiran 41 Hasil sidik ragam dan uji Duncan Retensi N (g/h) sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
40.2725
3.40059
P2
4
46.0075
5.43894
P3
4
47.3400
6.52381
12
44.5400
5.75199
Total
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
112.820(a)
2
56.410
2.022
.188
Intercept
23805.739
1
23805.739
853.189
.000
Perlakuan
112.820
2
56.410
2.022
.188
Error
251.119
9
27.902
Total
24169.678
12
363.939
11
Corrected Total
a R Squared = .310 (Adjusted R Squared = .157)
Duncan Subset Perlakuan P1
N
1 4
40.2725
P2
4
46.0075
P3
4
47.3400
Sig.
.103
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 42 Hasil sidik ragam dan uji Duncan alantion (g/h) urine sapi percobaan
Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
1.7300
.07528
P2
4
2.2275
.18246
P3
4
1.2850
.14059
12
1.7475
.42154
Total
112
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
1.778(a)
2
.889
45.427
.000
36.645
1
36.645
1872.034
.000
1.778
2
.889
45.427
.000
Error
.176
9
.020
Total
38.600
12
1.955
11
Intercept Perlakuan
Corrected Total
a R Squared = .910 (Adjusted R Squared = .890)
Duncan Subset Perlakuan P3
N
1 4
P1
4
P2
4
2
3
1.2850 1.7300 2.2275
Sig.
1.000
1.000
1.000
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 43 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsumsi SK (kg/h) sapi percobaan Perlakuan P1
N
P2 P3 Total
Mean
Std. Deviation
4
.9600
.09592
4
1.1875
.03500
4
1.0375
.17951
12
1.0617
.14615
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept Perlakuan
Df
Mean Square .054
3.764
.065
13.526
1
13.526
951.393
.000
.107
2
.054
3.764
.065
.014
.128
9
Total
13.761
12
.235
11
a R Squared = .455 (Adjusted R Squared = .334)
Duncan Subset Perlakuan P1
N
1
2
4
.9600
P3
4
1.0375
P2
4
Sig.
Sig.
2
Error Corrected Total
F
.107(a)
1.0375 1.1875
.382
.109
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
113
Lampiran 44 Hasil sidik ragam dan uji Duncan kecernaan SK (%) sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
49.2200
5.06020
P2
4
55.5825
5.03087
P3
4
63.8275
9.79660
12
56.2100
8.89222
Total
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
429.121(a)
2
214.560
4.382
.047
Intercept
37914.769
1
37914.769
774.357
.000
Perlakuan
429.121
2
214.560
4.382
.047
Error
440.666
9
48.963
Total
38784.556
12
869.787
11
Corrected Total
a R Squared = .493 (Adjusted R Squared = .381)
Duncan Subset Perlakuan P1
N
1
2
4
49.2200
P2
4
55.5825
P3
4
55.5825 63.8275
Sig.
.231
.130
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 45 Hasil sidik ragam dan uji Duncan deposisi SK (g/h) sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
469.9700
P2
4
659.9775
58.69975
P3
4
721.0450
120.83491
12
616.9975
134.51712
Total
50.80099
Univariate Analysis of Variance Source Corrected Model Intercept Perlakuan
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
Sig.
2
68580.497
9.974
.005
4568230.980
1
4568230.980
664.390
.000
137160.994
2
68580.497
9.974
.005
6875.826
Error
61882.432
9
Total
4767274.406
12
199043.426
11
Corrected Total
F
137160.994(a)
a R Squared = .689 (Adjusted R Squared = .620)
114
Duncan Subset Perlakuan P1
N
1 4
P2
4
P3
4
2
469.9700 659.9775 721.0450
Sig.
1.000
.325
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 46 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsumsi LK (kg/g) sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
.2075
.02062
P2
4
.1925
.00500
P3
4
.1200
.02000
12
.1733
.04271
Total
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
.018(a)
2
.009
30.912
.000
Intercept
.361
1
.361
1272.471
.000
Perlakuan
.018
2
.009
30.912
.000
Error
.003
9
.000
Total
.381
12
Corrected Total
.020
11
a R Squared = .873 (Adjusted R Squared = .845)
Duncan Subset Perlakuan P3
N
1 4
2 .1200
P2
4
.1925
P1
4
.2075
Sig.
1.000
.239
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 47 Hasil sidik ragam dan uji Duncan kecernaan LK (%) sapi percobaan
Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
83.1975
5.56761
P2
4
63.8800
5.62850
P3
4
22.7400
2.67811
12
56.6058
26.69227
Total
115
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
7627.700(a)
2
3813.850
163.800
.000
38450.644
1
38450.644
1651.409
.000
7627.700
2
3813.850
163.800
.000
Error
209.552
9
23.284
Total
46287.896
12
7837.251
11
Intercept Perlakuan
Corrected Total
a R Squared = .973 (Adjusted R Squared = .967)
Duncan Subset Perlakuan P3
N
1 4
P2
4
P1
4
2
3
22.7400 63.8800 83.1975
Sig.
1.000
1.000
1.000
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 48 Hasil sidik ragam dan uji Duncan deposisi LK (g/h) sapi percobaan Perlakuan P1
N
P2 P3 Total
Mean
Std. Deviation
4
174.2275
15.65639
4
122.1150
8.43630
4
29.2675
2.87815
12
108.5367
63.32224
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept
Df
Mean Square 2
21566.515
199.335
.000
141362.496
1
141362.496
1306.583
.000
43133.030
2
21566.515
199.335
.000
108.192
Error
973.732
9
Total
185469.259
12
44106.762
11
Corrected Total
a R Squared = .978 (Adjusted R Squared = .973) Duncan Subset N
1 4
P2
4
P1
4
Sig.
Sig.
43133.030(a)
Perlakuan
Perlakuan P3
F
2
3
29.2675 122.1150 174.2275 1.000
1.000
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
116
1.000
Lampiran 49 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi gula (mg/dl) darah 0 jam sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
72.5000
1.91485
P2
4
73.3325
2.05481
P3
4
68.2500
2.62996
12
71.3608
3.07285
Total
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept
Df
Mean Square
F
Sig.
59.450(a)
2
29.725
6.023
.022
61108.422
1
61108.422
12382.192
.000
Perlakuan
59.450
2
29.725
6.023
.022
Error
44.417
9
4.935
Total
61212.289
12
103.866
11
Corrected Total
a R Squared = .572 (Adjusted R Squared = .477) Duncan Subset Perlakuan P3
N
1 4
P1
4
P2
4
2
68.2500 72.5000 73.3325
Sig.
1.000
.609
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 50 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi gula (mg/dl) darah 1 jam sapi percobaan Perlakuan P1 P2 P3 Total
N
Mean
Std. Deviation
4
79.2500
6.50000
4
75.5000
4.65475
4
73.7500
.95743
12
76.1667
4.83986
Univariate Analysis of Variance Source Corrected Model Intercept Perlakuan
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
Sig.
2
31.583
1.461
.282
69616.333
1
69616.333
3221.321
.000
63.167
2
31.583
1.461
.282
21.611
Error
194.500
9
Total
69874.000
12
257.667
11
Corrected Total
F
63.167(a)
a R Squared = .245 (Adjusted R Squared = .077)
117
Duncan Subset Perlakuan P3
N
1 4
73.7500
P2
4
75.5000
P1
4
79.2500
Sig.
.144
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 51 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi gula (mg/dl) darah 3 jam sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
69.7500
4.50000
P2
4
69.7500
2.62996
P3
4
66.5000
8.58293
12
68.6667
5.48276
Total
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept Perlakuan
Df
Mean Square
Sig.
2
14.083
.419
.670
56581.333
1
56581.333
1683.412
.000
.419
.670
28.167
2
14.083
Error
302.500
9
33.611
Total
56912.000
12
330.667
11
Corrected Total
F
28.167(a)
a R Squared = .085 (Adjusted R Squared = -.118) Duncan Subset Perlakuan P3
N
1 4
66.5000
P1
4
69.7500
P2
4
69.7500
Sig.
.468
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 52 Hasil sidik ragam dan uji Duncan kolesterol (mg/dl) darah sapi percobaan Perlakuan P1 P2 P3 Total
N
Mean
Std. Deviation
4
160.0000
19.88299
4
164.5000
6.13732
4
179.2500
17.50000
12
167.9167
16.59386
118
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
811.167(a)
2
405.583
1.646
.246
338352.083
1
338352.083
1373.089
.000
811.167
2
405.583
1.646
.246
Error
2217.750
9
246.417
Total
341381.000
12
3028.917
11
Intercept Perlakuan
Corrected Total
a R Squared = .268 (Adjusted R Squared = .105) Duncan Subset Perlakuan P1
N
1 4
160.0000
P2
4
164.5000
P3
4
179.2500
Sig.
.131
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 53 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi HDL (mg/dl) darah sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
120.8125
P2
4
145.9800
7.15714
P3
4
176.3350
19.73541
12
147.7092
30.88116
Total
31.54117
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
6183.436(a)
2
3091.718
6.461
.018
261815.975
1
261815.975
547.138
.000
Perlakuan
6183.436
2
3091.718
6.461
.018
Error
4306.669
9
478.519
Total
272306.080
12
10490.105
11
Intercept
Corrected Total
a R Squared = .589 (Adjusted R Squared = .498) Duncan Subset Perlakuan P1
N
1
2
4
120.8125
P2
4
145.9800
P3
4
Sig.
145.9800 176.3350
.138
.081
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
119
Lampiran 54 Hasil sidik ragam dan uji Duncan persentase air tubuh (%) sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
49.1000
.08165
P2
4
49.7500
.88129
P3
4
50.4250
.37749
12
49.7583
.75614
Total
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
3.512(a)
2
1.756
5.689
.025
29710.701
1
29710.701
96272.298
.000
Perlakuan
3.512
2
1.756
5.689
.025
Error
2.778
9
.309
Total
29716.990
12
6.289
11
Intercept
Corrected Total
a R Squared = .558 (Adjusted R Squared = .460) Duncan Subset Perlakuan P1
N
1
2
4
49.1000
P2
4
49.7500
P3
4
49.7500 50.4250
Sig.
.132
.120
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 55 Hasil sidik ragam dan uji Duncan persentase lemak tubuh (%) sapi percobaan
Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
33.2325
.12473
P2
4
32.3750
1.15289
P3
4
31.4250
.47170
12
32.3442
1.01092
Total
Univariate Analysis of Variance Source Corrected Model Intercept
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
6.540(a)
2
3.270
6.259
.020
12553.741
1
12553.741
24030.515
.000
Perlakuan
6.540
2
3.270
6.259
.020
Error
4.702
9
.522
Total
12564.983
12
11.241
11
Corrected Total
a R Squared = .582 (Adjusted R Squared = .489)
120
Duncan Subset Perlakuan P3
N
1
2
4
31.4250
P2
4
32.3750
P1
4
32.3750 33.2325
Sig.
.096
.128
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 56 Hasil sidik ragam dan uji Duncan perkiraan berat lemak tubuh (kg) sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
87.4325
1.59234
P2
4
84.5750
8.86806
P3
4
77.0250
3.82655
12
83.0108
6.86740
Total
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
231.312(a)
2
115.656
3.621
.070
82689.581
1
82689.581
2588.889
.000
Perlakuan
231.312
2
115.656
3.621
.070
Error
287.462
9
31.940
Total
83208.355
12
518.773
11
Intercept
Corrected Total
a R Squared = .446 (Adjusted R Squared = .323) Duncan Subset Perlakuan P3
N
1
2
4
77.0250
P2
4
84.5750
P1
4
Sig.
84.5750 87.4325
.091
.493
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 57 Hasil sidik ragam dan uji Duncan persentase protein (%) tubuh sapi percobaan Perlakuan P1 P2 P3 Total
N
Mean
Std. Deviation
4
12.5325
.04717
4
12.7000
.24495
4
12.9250
.09574
12
12.7192
.21836
121
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept
Df
Mean Square
F
Sig.
.310(a)
2
.155
6.520
.018
1941.326
1
1941.326
81577.858
.000
Perlakuan
.310
2
.155
6.520
.018
Error
.214
9
.024
Total
1941.851
12
.524
11
Corrected Total
a R Squared = .592 (Adjusted R Squared = .501) Duncan Subset Perlakuan P1
N
1
2
4
12.5325
P2
4
12.7000
P3
4
12.7000 12.9250
Sig.
.159
.069
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 58 Hasil sidik ragam dan uji Duncan perkiraan berat protein tubuh (kg) sapi percobaan Perlakuan P1
N
P2 P3 Total
Mean
Std. Deviation
4
4.8000
.08165
4
4.8750
.43493
4
5.2750
.18930
12
4.9833
.33257
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept Perlakuan
Df
Mean Square
.522(a)
2
.261
3.378
.080
1
298.003
3859.036
.000
.522
2
.261
3.378
.080
.077
.695
9
Total
299.220
12
1.217
11
a R Squared = .429 (Adjusted R Squared = .302) Duncan Subset Perlakuan P1
N
1
2
4
4.8000
P2
4
4.8750
P3
4
Sig.
Sig.
298.003
Error Corrected Total
F
4.8750 5.2750
.712
.072
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
122
Lampiran 59 Hasil sidik ragam dan uji Duncan NPU (%) sapi percobaan Perlakuan P1
N
P2 P3 Total
Mean
Std. Deviation
4
28.3950
.85051
4
29.9300
3.47450
4
35.2200
4.17287
12
31.1817
4.19075
Univariate Analysis of Variance Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Df
Mean Square
F
Sig.
102.561(a)
2
51.281
5.093
.033
11667.556
1
11667.556
1158.708
.000
5.093
.033
Intercept Perlakuan
102.561
2
51.281
Error
90.625
9
10.069
Total
11860.742
12
193.186
11
Corrected Total
a R Squared = .531 (Adjusted R Squared = .427) Duncan Subset Perlakuan P1
N
1
2
4
28.3950
P2
4
29.9300
P3
4
35.2200
Sig.
.511
1.000
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
Lampiran 60 Hasil sidik ragam dan uji Duncan BV sapi percobaan Perlakuan P1
N
Mean
Std. Deviation
4
54.4125
P2
4
64.8375
6.41734
P3
4
83.9050
10.59869
12
67.7183
14.50979
Total
4.68759
Univariate Analysis of Variance Source Corrected Model
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
1789.410(a)
2
894.705
15.295
.001
55029.272
1
55029.272
940.735
.000
1789.410
2
894.705
15.295
.001
Error
526.464
9
58.496
Total
57345.147
12
2315.875
11
Intercept Perlakuan
Corrected Total
a R Squared = .773 (Adjusted R Squared = .722)
123
Duncan Subset Perlakuan P1
N
1
2
4
54.4125
P2
4
64.8375
P3
4
Sig.
83.9050 .086
1.000
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b Alpha = .05.
124