Hubungan Umur Ibu Hamil Dengan Kejadian Abortus di RSUD Ambarawa Tahun 2014 Popy Handayani, Fitria Primi Astuti, S.SiT., M.Kes, Cahyaningrum, S.SiT Program Studi DIII Kebidanan ABSTRAK Abortus merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal di seluruh dunia. Faktor predisposisi dari abortus yaitu umur, paritas, jarak kehamilan, pekerjaan, dan riwayat obstetri jelek. Angka kejadian Abortus di RSUD Ambarawa ini mengalami kenaikan dari Tahun 2013 sampai Tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan umur ibu hamil dengan kejadian abortus. Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian Deskripsi korelatif dan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah 167 ibu hamil yang dirawat inap di RSUD Ambarawa. Tehnik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Analisa data menggunakan analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat menggunakan uji chii square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar umur berisiko yaitu sebanyak 85 responden (50,9%), ibu mengalami abortus sejumlah 93 orang (55,7%). Uji Chi- Square didapatkan p-value = 0,026 < a (0,05) menunjukkan ada hubungan umur ibu dengan kejadian abortus. Diharapkan kesadaran masyarakat khususnya ibu hamil agar lebih meningkatkan dan memelihara kesehatan untuk mencegah kejadian abortus dengan cara memeriksakan kehamilan secara teratur ke pelayanan kesehatan. Kata kunci : Umur ibu hamil, abortus Kepustakaan : 15 pustaka (2005 - 2013)
ABSTRACT Abortion is a major cause of perinatal morbidity and mortality worldwide. The predisposing factors of abortion are including age, parity, and spacing of pregnancy, occupation, and bad obstetric history. The incidences of abortion in Ambarawa Public Hospital in 2013 increased from year 2014. This study aimed to find the correlation between age and the incidence of abortion in pregnant mothers. This study was conducted by the correlative-descriptive design with cross sectional approach. The population in this study was 167 pregnant mothers. The data sampling used total sampling technique. Data were analyzed by using univariate using frequency distribution and bivariate analyses using Chii-Square test.. The results of this study indicate that most of mothers are mostly have risky age as many as 85 respondents (50.9%), the mothers who have aborted as many as 93 mothers (55.7%). ChiSquare test obtained that p-value of 0.026 < α (0.05) that is indicate that there is a correlation between age and the incidence of abortion. For the community especially the pregnant mothers in order to further improve and maintain the health to prevent the incidence of abortion by means of regular antenatal care visits to health providers. Hubungan Umur Ibu Hamil Dengan Kejadian Abortus di RSUD Ambarawa Tahun 2014
1
Key words : Age, Pregnant mothers, Abortus Bibliographies : 15 (2005 - 2013) PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Survey Demografi Kesehatan Nasional (SDKI) Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan yang ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan di capai pada tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ risiko jumlah kematian ibu. Hasil survey yang dilakukan AKI telah menunjukan penurunan dalam waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus. Berdasarkan survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2013 menunjukan bahwa terdapat AKI dari 128 menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab AKI di Indonesia adalah perdarahan 25%, eklamsia 24%, infeksi 11%, komplikasi masa puerperium 8%, emboli obstetri 3%, partus lama atau partus macet 3%, abortus 5% (Kemenkes RI, 2013). Perdarahan menjadi penyebab utama kematian maternal. Paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu di berbagai negara disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10 % sampai hampir 60 % (Wiknjosastro, 2010). Salah satu penyebab terjadinya perdarahan adalah terjadinya abortus (Sarwono, 2008). Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus (Wiknjosastro, 2007). Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mencapai 500 gram atau umur kehamilan
kurang dari 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan. Berdasarkan jenisnya abortus juga di bagi menjadi dua yaitu abortus spontan dan abortus provokantus (Sarwono, 2008). Dunia terjadi 20 juta kasus abortus tiap tahun dan 70.000 wanita meninggal karena abortus tiap tahunya. Angka kejadian abortus di Asia Tenggara adalah 4,2 juta pertahun termasuk Indonesia, sedangkan frekuensi abortus spontan di Indonesia adalah 10%-15% dari 6 juta kehamilan setiap 1,5 juta setiap tahunnya, 2500 orang diantaranya berakhir dengan kematian (Anshor, 2006). Faktor-faktor predisposisi yang menyebabkan abortus adalah paritas, umur, pekerjaan, jarak kehamilan, dan riwayat obstetri jelek (Wiknjosastro, 2007). Risiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya umur ibu. Pada ibu umur dibawah 20 tahun risiko terjadi abortus kurang dari 2%. Risiko meningkat10% pada umur lebih dari 35 tahun dan mencapai 50% pada umur lebih dari 45 tahun. Peningkatan risiko abortus ini diduga berhubungan dengan abnormalitas kromosom pada wanita usia lanjut (Cunningham, 2006). Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, dikatakan masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa madya adalah 41 tahun sampai 60 tahun, dewasa lanjut > 60 tahun, umur adalah lamanya hidup dalam tahun dihitung sejak dilahirkan (BKKBN, 2010). Umur seorang ibu nampaknya memiliki peranan yang penting dalam terjadinya abortus. Semakin tinggi umur maka risiko terjadinya abortus semakin tinggi pula. Hal ini seiring dengan naiknya kejadian kelainan kromosom pada ibu yang berusia 35 tahun. Wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu
Hubungan Umur Ibu Hamil Dengan Kejadian Abortus di RSUD Ambarawa Tahun 2014
2
maupun pertumbuhan dan perkembangan janin karena belum matangnya alat reproduksi untuk hamil. Penyulit pada kehamilan remaja (<20 tahun) lebih tinggi dibandingkan kurun waktu reproduksi sehat antara 20-30 tahun. Keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stress) psikologi, sosial, ekonomi, sehingga memudahkan terjadinya abortus (Manuaba, 2010). Kehamilan yang terjadi pada umur <20 tahun mempunya risiko antara lain disebabkan karena panggul yang masih sempit, otot rahim yang belum terbentuk sempurna, pembuluh darah yang mensuplai endometrium belum banyak terbentuk. Hal ini disebabkan karena masih dalam masa pertumbuhan. Umur ibu memiliki peranan penting dalam terjadinya abortus, asumsi bahwa makin tinggi umur maka risiko abortus semakin tinggi (Marmi, 2011). Abortus lebih sering terjadi pada umur 30 tahun dan meningkat pada umur diatas 35 tahun. Pada umur 35 tahun keatas telah terjadi penurunan curah jantung yang disebabkan oleh berkurangnya kontraksi miokardium sehingga sirkulasi darah dan pengambilan O2 oleh darah di paru-paru juga mengalami penurunan, ditambah lagi dengan meningkatnya tekanan darah dan penyakit ibu lain yang melemahkan kondisi ibu sehingga menggangu sirkulasi darah ibu ke janin (Manuaba, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Ambarawa didapatkan data jumlah ibu hamil yang dirawat pada bulan Januari-Desember 2014 terdapat 167 orang. Dari 167 orang tersebut terdapat 93 (55,7%) kasus ibu hamil mengalami abortus. Sedangkan pada tahun 2013 sebanyak 98 (43%) mengalami abortus, ini mengalami penurunan dibandingkan dengan abortus pada tahun 2014. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa umur ibu yang mengalami abortus sebagian besar berumur 20-35 tahun terdapat 38 (46,3%) kasus dan ibu yang
berumur kurang dari 20 tahun atau lebih 35 tahun terdapat 55 (64,7%) kasus. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian Abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Tahun 2014” Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Hubungan antara umur ibu dengan kejadian Abortus di Rumah Sakit Daerah Ambarawa Tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan umur ibu yang mengalami abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Tahun 2014. b. Mendiskripsikan kejadian abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Tahun 2014. c. Menganalisis hubungan umur ibu dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Tahun 2014. Manfaat Penulisan 1. Bagi Peneliti Dengan melaksanakan penelitian ini, dapat menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kejadian abortus. 2. Bagi Institusi Di harapkan hasil penelitian ini dapat memberi manfaat serta menambah wawasan bagi para pembaca yaitu mahasiswa tentang hubungan umur ibu dengan kejadian abortus 3. Bagi Rumah Sakit Di harapkan hasil penelitian dapat dijadikan sebagai masukan bagi petugas kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa sebagai bahan evaluasi keberhasilan dalam pelayanan kesehatan terutama pada pelayanan masalah abortus.
Hubungan Umur Ibu Hamil Dengan Kejadian Abortus di RSUD Ambarawa Tahun 2014
3
2. Kejadian Abortus Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Abortus pada Hamil yang Dirawat Inap di RSUD Ambarawa, Tahun 2014.
METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskripsi korelatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur ibu Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian abortus. Penelitian dilakukan pada Bulan Januari 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang hamil yang di rawat inap di RSUD Ambarawa pada Bulan Januari-Deember 2014 sejumlah 167 orang.. Alat yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan master tabel. Analisis univariat digunakan distribusi frekuensi untuk menggambarkan umur ibu dan kejadian abortus. Analisis bivariat dengan uji chi-square.
Kejadian Abortus Abortus Tidak Abortus Jumlah
Frekuensi Persentase (%) 93 55,7 74 44,3 167 100,0
Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui bahwa dari 167 responden ibu hamil yang dirawat inap di RSUD Ambarawa, lebih besar ibu yang mengalami abortus, sejumlah 93 orang (55,7%) dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami abortus, sejumlah 74 orang (44,3%). B. Analisis Bivariat Analisis bivariat pada bagian ini menyajikan hasil analisis hubungan antara umur ibu dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Daerah Ambarawa Tahun 2014. Untuk menguji hubungan ini digunakan Uji Chii Square dimana hasilnya disajikan berikut ini. Hubungan antara Umur Ibu dengan Kejadian Abortus di Rumah Sakit Daerah Ambarawa, Tahun 2014 Tabel 4.4 Hubungan antara Umur Ibu dengan Kejadian Abortus di Rumah Sakit Daerah Ambarawa, Tahun 2014.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Univariat 1. Umur Ibu Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Ibu Hamil yang Dirawat Inap di RSUD Ambarawa, Tahun 2014 Umur Frekuensi Persentase (%) Beresiko (< 20 th 85 50,9 atau > 35 th) 82 49,1 Tidak Beresiko (20-35 th) Jumlah 167 100,0 Berdasarkan tabel 4.4, dapat diketahui bahwa dari 167 responden ibu hamil yang dirawat inap di RSUD Ambarawa, lebih besar yang berumur kategori beresiko (< 20 tahun atau > 35 tahun), sejumlah 85 orang (50,9%) dibandingan kategori tidak beresiko (20-35 tahun), sejumlah 82 orang (49,1%).
Hubungan Umur Ibu Hamil Dengan Kejadian Abortus di RSUD Ambarawa Tahun 2014
4
Umur Beresiko (< 20 th atau > 35 th)
Kejadian Abortus Tidak Abortus Total Abortus f % f % f % 55 64,7 30 35,3 85 100
Tidak Beresiko 38 46,3 44 (20-35 th) Jumlah 93 55,7 74 Berdasarkan tabel 4.6, dapat diketahui bahwa responden umur beresiko lebih besar terjadi abortus yaitu sejumlah 55 orang (64,7%) dibandingkan dengan responden dengan kategori umur berisiko tidak terjadi abortus yaitu sejumlah 30 orang (35,3%). Responden yang umur tidak berisiko lebih besar tidak terjadi abortus yaitu sejumlah 44 orang (53,7%) dibandingkan dengan responden dengan kategori umur tidak berissiko terjadi abortus yaitu sejumlah 38 orang (46,3%). Berdasarkan uji Chi Square didapat p-value 0,026. Oleh karena p-value = 0,026 < α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Daerah Ambarawa Tahun 2014. .
53,7 82
p-value
OR
0,026
2,123
100
44,3 167 1003 Jadi sebagian besar ibu hamil yang dirawat inap di RSUD Ambarawa Tahun 2014 terjadi pada umur yang berisiko. Hal ini sesuai dengan teori Wiknjosastro (2007), umur <20 tahun atau >35 tahun meningkatkan risiko terjadinya komplikasi dalam kehamilan. Menurut Novaria (2008), dampak secara biologis dari umur kehamilan <20 tahun yaitu alat-alat reproduksi remaja masih dalam proses kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya apalagi jika saat hamil. Menurut teori Manuaba (2010), wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin karena belum matangnya alat reproduksi untuk hamil. Penyulit pada kehamilan remaja <20 tahun lebih tinggi dibandingkan kurun waktu reproduksi sehat antara 20-35 tahun. Pada umur 35 tahun keatas telah terjadi penurunan fungsi reproduksi yang disebabkan oleh berkurangnya kontraksi miokardium sehingga sirkulasi darah dan pengambilan O2 oleh darah di paru-paru juga mengalami penurunan, ditambah lagi dengan meningkatnya tekanan darah dan penyakit ibu lain yang melemahkan
Pembahasan A. Analisis Univariat 1. Umur Ibu Dari hasil penelitian, didapatkan data dari 167 ibu hamil di RSUD Ambarawa Tahun 2014, sebagian besar responden umur berisiko yaitu sejumlah 85 responden (50,9%) dibandingkan dengan responden umur tidak berisiko yaitu sejumlah 82 responden (49,1%).
Hubungan Umur Ibu Hamil Dengan Kejadian Abortus di RSUD Ambarawa Tahun 2014
5
kondisi ibu sehingga menggangu sirkulasi darah ibu ke janin. 2.
karena ibu mengalami komplikasi obstetri lain, baik komplikasi obstetri secara langsung maupun tidak langsung. Komplikasi obstetri secara langsung meliputi perdarahan antepartum, preklamsia/eklamsia atau keracunan dalam kehamilan, kelainan letak seperti letak sungsang atau letak lintang, hidraamnion, plasenta previa, dan hiperemesis gravidarum.
Kejadian Abortus Berdasarkan hasil penelitian tentang kejadian abortus di RSUD Ambarawa Tahun 2014 dari 167 responden, sebagian besar ibu abortus sejumlah 93 (55,7%), sedangkan yang tidak abortus sejumlah 74 (44,3%). Jadi Ibu hamil yang dirawat inap di RSUD Ambarawa paling banyak terjadi yaitu abortus. Menurut Sarwono (2008), Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan. Abortus juga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan, perforasi uterus, infeksi, syok, dan dapat mengakibatkan gagal ginjal akut. Sebagian besar ibu mengalami abortus sejumlah 93 orang (55,7%). Sesuai dengan pendapat Manuaba (2010) bahwa penyebab terjadinya abortus dapat disebabkan karena kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan plasenta, penyakit ibu, kelainan yang terdapat dalam rahim. Abortus banyak terjadi pada kehamilan maternal berisiko tinggi jika terlalu banyak anak, umur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, riwayat obstetrik, jumlah anak lebih dari 4 anak, serta jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dan pekerjaan (Wiknjosastro, 2010). Responden yang tidak mengalami abortus sejumlah 74 orang (44,3%). Ini disebabkan
B. Analisis Bivariat Berdasarkan uji Chi Square didapat p-value 0,026. Oleh karena p-value = 0,026 < α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Daerah Ambarawa Tahun 2014. Umur adalah usia induvidu yang terhitung saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir atau berkerja. Penyebab kematian maternal dari faktor predisposisi diantaranya adalah maternal age/usia ibu. Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahawa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun, kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari kematian maternal usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali setelah umur 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2007). Hasil penelitian diatas sesuai dengan yang diteliti oleh Jonas Navis Raden (2008) tentang Hubungan Karakteristik ibu hamil dengan kejadian abortus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode Januari-Desember 2008 dari hasil uji chii square
Hubungan Umur Ibu Hamil Dengan Kejadian Abortus di RSUD Ambarawa Tahun 2014
6
disimpulkan bahwa ada hubungan antara umur ibu hamil dengan kejadian abortus. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 167 responden ibu hamil yang dirawat inap di RSUD Ambarawa, dapat diketahui yang memiliki umur dalam kategori berisiko sebagian besar terjadi abortus yaitu sejumlah 55 orang (64,7%). Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (2009), menyatakan bahawa umur seorang ibu nampaknya memiliki peranan penting terjadinya abortus. Semakin tinggi umur maka risiko abortus semakin tinggi. Hal ini seiring dengan naiknya kelainan kromosom pada ibu yang berumur diatas 35 tahun. Wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangnya janin karena belum matangnya alat reproduksi untuk hamil. Sedangkan umur berisiko tidak terjadi abortus yaitu sejumlah 30 responden (35,3%). Ini disebabkan karena ibu mengalami komplikasi obstetri lain, baik komplikasi obstetri secara langsung maupun tidak langsung. Komplikasi obstetri secara langsung meliputi perdarahan antepartum, preklamsia/eklamsia atau keracunan dalam kehamilan, kelainan letak seperti letak sungsang atau letak lintang, hidraamnion, plasenta previa, dan hiperemesis gravidarum. Responden umur tidak berisiko (20-35 tahun) tidak terjadi abortus yaitu sejumlah sejumlah 44 orang (53,7%). Hal ini wajar dikarenakan umur 20-35 tahun adalah umur yang tepat untuk bereproduksi. Menurut Manuaba (2009), umur yang baik untuk melakukan reproduksi yatu 20-35 tahun agar apabila suatu saat terjadi komplikasi akan mudah untuk melakukan deteksi dini. Menurut Manuaba (2010), bahwa secara psikologi sebelum tercapainya
emosi dan kejiawaan yang cukup dewasa akan berpengaruh terhadap penerimaan kehamilan yang akhirnya berdampak pada pemeliharaan dan perkembangan bayi yang dikandungnya. Memang benar resiko akan bertambah seiring bertambahnya umur saat hamil, tetapi bukan tidak mungkin ibu yang berumur <20 tahun atau >35 tahun akan menjalani kehamilan yang sehat dan melahirkan yang sempurna, begitu pula sebaliknya ibu yang umur 20-35 tahun bukan tidak mungkin menjalani kehamilan yang tidak sehat dan melahirkan bayi yang tidak sempurna. Hal ini ditunjang dengan persiapan lebih matang, informasi yang lebih lengkap dan informasi kehamilan resiko tinggi. Ibu yang dikategorikan memiliki resiko tinggi dalam kehamilan dan persalinan biasanya lebih berhati-hati terhadap kehamilanya dibandingkan ibu yang reproduktif. Mereka akan mencari dan menyerap informasi dengan baik tentang kondisi-kondisi dan resiko-resiko yang mungkin terjadi pada kehamilan mereka. Mereka juga cenderung mempersiapkan diri mereka lebih baik sebelum hamil, jika kehamilan yang diinginkan. Sedangkan dalam kategori umur tidak beresiko terjadi abortus yaitu sejumlah 38 orang (46,3%), mungkin dikarenakan ada faktor lain yang dapat memperngaruhi terjadinya abortus. Abortus juga banyak terjadi pada ibu yang terlalu banyak anak, jumlah anak lebih dari 4, pekerjaan dan pendidikan KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan umur ibu dengan kejadian abortus dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Hubungan Umur Ibu Hamil Dengan Kejadian Abortus di RSUD Ambarawa Tahun 2014
7
1. Umur ibu hamil di RSUD Ambarawa Tahun 2014 dari 167 responden yang berumur kategori berisiko (<20 tahun atau >35 tahun) sejumlah 85 orang (50,9%) sedangkan pada umur tidak berisiko (20-35 tahun) sejumlah 82 (49,1%). 2. Umur ibu hamil yang mengalami abortus di RSUD Ambarawa Tahun 2014 dari 167 responden yang mengalami abortus sejumlah 93 orang (55,7%), sedangkan yang tidak mengalami abortus sejumlah 74 orang (44,3%). 3. Ada hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan kejadian abortus di RSUD Ambarawa Tahun 2014 karena p-value = 0,026 < α (0,05). B.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta BKKBN. 2010. Remaja dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: BKKBN Cunningham, FG. 2006. Obstetri Williams. Jakarta : EGC Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI Manuaba, dkk. 2010. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC Marmi, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Notoatmodjo. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Novaria, Budi. 2008. Tips cerdas kehamilan. Persiapan hamil hingga menyusui. Yogyakarta : oryza Nugroho, S. 2010. Ginekologi dan Obstetri. Yogyakarta : Nuha medika. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Saifudin, Abdul Bari. 2005. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal (Edisi 1). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Saryono dan Ari Setiawan. 2011. Metodelogi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika. Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Wiknjosastro, Hanifa. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Saran 1. Bagi Bidan Diharapkan agar bidan lebih meningkat pengetahuan tentang umur reproduksi sehat sehingga dapat meningkatkan dan mencegah terjadinya komplikasi selama kehamilan.
2. Bagi Ibu Hamil/Masyarakat Diharapkan kesadaran masyarakat khususnya ibu hamil/masyarakat untuk merencanakan kehamilan sesuai dengan umur reproduksi (2035 tahun). 3. Peneliti Lain Diharapkan peneliti lain dapat melakukan penelitian yang lebih kompleks tentang hubungan ibu hamil dengan kejadian abortus, karena ada banyak faktor lain yang masih belum diteliti. DAFTAR PUSTAKA Anshor, Maria Ulfah. 2006. Fikih AborsiPenguatann Hak Reproduksi Perempuan. Jakarta: Kompas
Hubungan Umur Ibu Hamil Dengan Kejadian Abortus di RSUD Ambarawa Tahun 2014
8