Jurnal HPT Volume 3 Nomor 3 Agustus 2015 ISSN: 2338-4336
POPULASI SYMPHYLID PADA BEBERAPA EKOSISTEM TANAMAN DI KAWASAN TERBANGGI BESAR LAMPUNG TENGAH Eko Andrianto, F.X. Susilo, dan Solikhin Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandarlampung 35145 Email :
[email protected]
ABSTRACT A survey was conducted in the Great Giant Pineapple Company (PT GGP) land,Terbanggi Besar area Central Lampung, from May to June 2015 to determine the abundance of symphylids in four ecosystems in the area.Four ecosystems in the area, i.e. pineapple, banana, guava, and aloevera, each sized 5–20 ha, were observed. In each ecosystem, four sample plots, each sized 0.2–0.8 ha, were taken for further selection of the sample points. Each sample point was selectively located at 14.2 m from the corner (or at 10 m by 10 m coordinate) of each sample plot. Three data were obtained from each sample point, i.e. abundance of symphylids (collected using bait trap & handsorting method), litter weight (raw surface necromass), and soil pH (using pH meter). Results show that the highest symphylid abundance occurred in the guava ecosystem. The symphylid abundance in the pineapple was fair and that in the banana and aloevera ecosystems were the lowest. The abundance of symphylids in the guava and banana ecosystems was affected by the litter weight and soil pH. Either factor affected the symphylid abundance in the pineapple ecosystem (litter weight) and that in the aloevera ecosystem (soil pH). Key words: symphylid, ecosystem, litter, soil pH ABSTRAK Survai dilakukan di lahan PT Great Giant Pineapple (PT GGP), Terbanggi Besar Lampung Tengah, dari Mei hingga Juni untuk mengetahui kepadatan symphylid pada empat ekosistem dalam area tersebut, yaitu ekosistem nanas, pisang, jambu biji, dan lidahbuaya yang berukuran 5–20 ha. Pada masing-masing ekosistem, empat plot sampel yang berukuran 0,2–0,8 ha, diambil untuk penentukan titik sampel. Titik sampel ditentukan secara sistematis di salah satu titik pada garis diagonal plot sampel (14,2 m dari titik pojok plot sampel). Pada setiap titik sampel dilakukan pendataan kepadatan populasi symphylid (dikoleksi menggunakan perangkap umpan), berat serasah, dan pH tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan populasi symphylid tertinggi berada pada ekosistem jambu biji. Kepadatan populasi symphylid pada ekosistem nanas terhitung cukup tinggi sedangkan pada ekosistem pisang dan lidahbuaya rendah. Kepadatan populasi symphylid pada ekosistemjambu biji, pisang, nanas, dan lidahbuaya dipengaruhi oleh berat serasah dan/atau pH tanah. Kata kunci : symphylid, ekosistem, serasah, pH tanah
Jurnal HPT
Volume 3 Nomor 3
PENDAHULUAN Symphylid merupakan salah satu golongan hewan arthropoda yang sebagian dikenali sebagai perombak bahan organik dan sebagian lainnya dikenal sebagai hama.Ada yang menganggap bahwa symphylid kurang penting dari sudut ekonominamun data menunjukkan bahwa symphylid dapat menjadi hama penting pada berbagai tanaman pertanian. Symphylid telah diketahui dapat menyerang sayuran dan buah-buahan (Berry & Robinson, 1974) yang ditanam di kebun atau di rumah kaca (Edwards, 1990). Keberadaan symphylid di Indonesia telah dilaporkan oleh Pocock pada 1894 &1897, Jupeau pada 1957 dan Scheller pada 1988 yang meneliti symphylid dari Pulau Krakatau dan Semenanjung Ujung Kulon (Hansen, 1903; Scheller, 1988;Joseph, 2001). Di Indonesia, symphylid dilaporkan menyerang dan menjadi hama penting pada pertanaman nanas di Kecamatan Terbanggi Besar Lampung Tengah (milik PT Great Giant Pineapple, GGP) (Rusydi et al., 2012). Di sekitar lahan pertanaman nanas itu terdapat juga pertanaman jambu biji (Psidium guajava), pisang (Musa sp.) dan lidahbuaya (Aloe vera). Belum diketahui apakah symphylid juga menyerang tiga tipe pertanaman ini. Terkait statusnya sebagai hama, symphylid terhitung unik. Symphylid justru menjadi hama pada lahan dengan menejemen tanah yang baik, kandungan bahan organik yang tinggi, dan kompaksi tanah yang rendah (Umble et al., 2006). Belum diketahui apakah populasi symphylid dipengaruhi oleh serasah kemasaman (pH) tanah. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengetahui kepadatan populasi symphilid di ekosistem nanas, lidahbuaya, pisang dan jambu biji. 2) Mengetahui hubungan antara kepadatan populasi symphylid dan berat serasah atau
Agustus 2015
pH tanah di ekosistem nanas, lidahbuaya, pisang, dan jambu biji. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terdiri dari dua tahap yang berlangsung pada bulan Mei–Juni 2015. Kegiatan tahap pertama (survai symphylid) dilaksanakan di PT Great Giant Pineapple, Kec. Terbanggi Besar, Kab. Lampung Tengah, Lampung sedangkan tahap kedua (identifikasi symphylid) dilakukan di Laboratorium Hama Arthropoda, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandarlampung. Alat untuk survai symphylid ialah sekop bait trapping, nampan plastik, sendok, jaring, parang atau pisau, tali rafia, dan kertas label. Pada penghitungan berat serasah digunakan ayakan tanah ukuran besar (2mm) (besek, wadah nasi dengan lubang-lubang persegi disekeliling sisinya) dan ayakan berukuran 1mm, timbangan digital, sendok, palu mortar, plastik, nampan, spidol permanen. Analisis pH tanah dilakukan dengan menggunakan pH meter Jenway 3520. Survai symphylid dilakukan di ekosistem pertanaman nanas, pisang, jambu biji, dan lidahbuaya. Setiap ekosistem terletak pada lokasi berbeda (Gambar 1), masing-masing seluas 5–20 ha. Dari setiap lokasi ekosistem dipilih empat plot yang berdekatan (Plot 1 sampai dengan Plot 4) yang berbentuk persegi panjang dan berukuran 0,2–0,8 ha. Dari setiap plot itu diambil satu titik sampel yang letaknya di sudut diagonal plot (14.2 m dari titik pojok plot, Gambar 2) dan dari setiap titik sampel ini ditentukan lima subtitik sampel pada posisi trapesium (Gambar 3). Pada setiap titik sampel dilakukan pengambilan tiga data, yaitu (1) kepadatan populasi symphylid, (2) berat serasah, dan (3) pH tanah.
127
Andrianto et al., Populasi Symphylid Pada Beberapa Ekosistem…
Symphylid dikoleksi dengan menggunakan perangkap umpan (baittrap method), yakni menggunakan daun pepaya yang dicacah dengan golok atau pisau, sebanyak 35g. Selanjutnya cacahan daun pepaya dicampur dengan tanah sebanyak 700 g kemudian dimasukkan ke dalam jaring berukuran 2mm dan diikat dengan tali rafia. Jaring umpan yang telah dibuat kemudian diletakkan di subtitik sampel (Gambar 3). Setelah 4 hari, umpan kemudian diambil dan dipindahkan secara hati-hati ke dalam nampan untuk ekstraksi symphylid. Metode ekstraksi symphylid yang digunakan yakni hand sorting methodatau metode sortir langsung dengan tangan. Penghitungan dilakukan terhadap instar apa pun dari spesimen symphylid yang ditemukan (telur, pradewasa, atau dewasa), baik dalam kondisi mati maupun hidup. Pengamatan berat serasah, dan pH tanah dilakukan dengan mengambil tanah pada setiap subtitik sampel yang sama dengan subtitik sampel pemasangan bait trap. Galian tanah (diameter = 15 cm dan kedalaman = 20 cm), sebanyak lima subsampel, masing-masing diambil dan dimasukkan ke dalam kantong plastik berukuran ¼ kg kemudian dikompositkan menjadi satu sampel tanah. Dari sampel tanah komposit itu diambil sebanyak 500g sampel dan kemudian disaring dengan saringan berukuran 1mm untuk memisahkan antara tanah dari serasahnya. Serasah yang berhasil dipisahkan kemudian ditimbang bobotnya menggunakan timbangan digital Scaltec SPO 61. Sedangkan tanahnya dihitung pH tanahnya. Data populasi symphylid, berat serasah, dan pH tanah dianalisis dengan analisis ragam (ANARA). ANARA dilakukan pada taraf nyata 0,05. Data dengan ANARA signifikan dianalisis lanjut dengan uji BNT pada taraf nyata 0,05. Data kepadatan populasi symphylid
kemudian diregresikan dengan data berat serasah dan pH tanah. Regresi dilakukan dengan ANARA regresi pada taraf nyata 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN Kepadatan Populasi Symphylid. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa ekosistem berpengaruh nyata terhadap kepadatan populasi symphylid. Empat ekosistem yang diamati itu dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok ekosistem berdasar kepadatan populasi symphylid-nya, yaitu (1) ekosistem berkepadatan tinggi (jambu biji), (2) berkepadatan sedang-rendah (nanas dan pisang), dan (3) berkepadatan rendahsangat rendah (pisang dan lidahbuaya). Faktor Abiotik di Ekosistem. Berat serasah dan pH tanah dipengaruhi oleh ekosistem. Empat ekosistem yang diamati pada penelitian ini dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok ekosistem berdasar berat serasahnya, yaitu (1) ekosistem berserasah banyak (jambu biji dan pisang) dan (2) ekosistem berserasah sedikit (nanas dan lidahbuaya). Tingkat pH tanahdi ekosistem jambu biji (pH rata-rata = 5,3) dan pisang (pH ratarata = 4,8) tidak berbeda nyata tetapi keduanya lebih tinggi (kurang masam) daripada tingkat pH tanah di ekosistem nanas atau di ekosistem lidah buaya (pH rata-rata = 4,0). Pola pengelompokan ekosistem berdasar pH ini (Gambar 6) mirip dengan pola pengelompokan ekosistem berdasar berat serasah (Gambar 5).
128
Jurnal HPT
Volume 3 Nomor 3
Agustus 2015
Gambar 4. Kepadatan populasi symphylid di ekosistem jambu biji, nanas, pisang, dan lidahbuaya. Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT (taraf nyata 5%). Bar = galat baku.
Gambar 5. Berat serasah di ekosistem jambu biji, nanas, pisang, dan lidahbuaya. Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT (taraf nyata 5%). Bar = galat baku.
Gambar 6. Tingkat pH tanah di ekosistem jambu biji, nanas, pisang, dan lidahbuaya. Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT (taraf nyata 5%). Bar = galat baku. 129
Andrianto et al., Populasi Symphylid Pada Beberapa Ekosistem…
Tabel 1. Regresi antara faktor abiotik (x) dan populasi symphylid (y) pada empat ekosistem di hamparan lahan PT GGP. Ekosistem-Faktor Abiotik Nanas-Berat serasah (x1) Lidahbuaya- Berat Serasah (x2) Pisang- Berat serasah (x3) Jambu biji-Berat serasah (x4)
Persamaan Regresi y1 = 1,560x1 + 5,685 y2 = -0,492x2 + 1,820 y3= 0,155x3 + 1,370 y4 = 1,366x4 + 1,996
R2 0,470 0,098 0,380 0,554
Fhit 1,77* 0,27tn 1,23* 2,49*
Nanas-pH tanah (x5) Lidahbuaya- pH tanah (x6) Pisang- pH tanah (x7) Jambu biji-pH tanah (x8)
y5 = 3,347x5 + 0,791 y6= 1,616x6 - 5,667 y7 = 21,91x7 - 100,6 y8 = 44,96x8 - 200,3
0,048 0,543 0,884 0,834
0,10tn 2,38* 15,27* 10,10*
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 0,05 tn = tidak berbeda nyata pada taraf 0,05
Hubungan antara Faktor Abiotik dan Populasi Symphylid. Berdasarkan hasil analisis regresi tersebut diketahui bahwa faktor abiotik pada ekosistem jambu bijiyang mempengaruhi populasi symphylid yakni berat serasah dan pH tanah (Tabel 1). Faktor abiotik di ekosistem nanasyang memiliki kaitan dengan populasi symphylid adalah berat serasah (Tabel 1). Sebagaimana di ekosistem jambu biji, faktor abiotik yang mempengaruhi populasi symphylid di ekosistem pisang adalah berat serasah dan pH tanah (Tabel 1). Di ekosistem lidahbuaya, faktor abiotik yang mempengaruhi populasi symphylid hanya pH tanah (Tabel 1). Sedangkan faktor lain yakni berat serasah tidak berkaitan sama sekali dengan populasi symphylid di ekosistem lidahbuaya ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa populasi symphylid tertinggi terdapat pada ekosistem jambu biji, dengan kepadatan 36 individu/trap. Ekosistem nanas, pisang, dan lidahbuaya memiliki populasi symphylid yang lebih rendah; dengan kepadatan kurang dari setengah dari kepadatan populasi symphylid di ekosistem jambu biji. Populasi symphylid di ekosistem pertanian ternyata juga beragam. Jenis tanaman diketahui berpengaruh pada populasi symphylid (Umble & Fisher,
2003). Edwards (1958) menemukan bahwa penanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) atau letus (Latuca sativa L.)menyebabkan peningkatan populasi symphylid. Sebaliknya, penanaman kentang (Solanum tuberosum L.) menurunkan populasi symphylid (Martin, 1940 dalam Umble & Fisher, 2003). Faktor abiotik yang berpengaruh terhadap tingginya populasi symphylid pada ekosistem jambu biji adalah berat serasah dan pH tanah (Tabel 1). Kedua faktor ini secara umum diketahui sebagai faktor yang mempengaruhi tingginya populasi symphylid. Edwards (1958) melaporkan bahwa populasi symphylid yang tinggi berada pada habitat dengan pH tanah yang tinggi. Lebih lanjut, Berry & Robinson (1974) melaporkan bahwa populasi symphylid berlimpah pada tanah dengan pH berkisar 4,5–7,5; rentangan pH tersebut mencakup rentangan pH tanah pada ekosistem jambu biji pada penelitian ini (Gambar 6). Sebagaimana telah dikemukakan, populasi symphylid di ekosistem nanas lebih rendah jika dibandingkan dengan populasi symphilid di ekosistem jambu biji (Gambar 4). Hal ini terkait dengan kandungan serasah yang rendah (Tabel 1) di ekosistem nanas ini. Kandungan serasah yang rendah ini kurang memadai untuk menjaga kelembaban tanah, yang
130
Jurnal HPT
Volume 3 Nomor 3
diperlukan bagi keberadaan biota-biota tanah, termasuk symphylid. Penelitian Joseph (2001) mengungkapkan bahwa rendahnya bahan organik tanah, mengakibatkan rendahnya populasi symphylid. Hal yang serupa juga dilaporkan oleh Ningrum et al. (2014) yang menemukan kecenderungan rendahnya populasi symphylid seiring dengan rendahnya bahan organik tanah pada lahan nanas. Fenomena rendahnya populasi symphylid di ekosistem lidahbuaya (Gambar 4) diduga terkait erat dengan pH tanah yang rendah atau kemasaman tanah yang tinggi pada ekosistem ini (Gambar 6, Tabel 1). Sebagaimana fenomena di ekosistem nanas, kemasaman tanah yang tinggi (pH yang rendah) di ekosistem lidahbuaya juga diduga kurang kondusif bagi keberadaan symphylid di ekosistem lidahbuaya. Namun apabila dicermati lebih lanjut nampak bahwa kepadatan populasi symphylid di ekositem lidahbuaya lebih rendah daripada kepadatan populasi symphylid di ekosistem nanas (Gambar 4). Hal itu sulit dikaitkan dengan faktor berat serasah karena dua hal. Pertama, ekosistem lidahbuaya tidak berbeda dengan ekosistem nanas dalam hal berat serasahnya (Gambar 5). Kedua, dinamika berat serasah—seandainya ada, tidak berpengaruh pada dinamika populasi symphylid (slope tidak nyata, Tabel 1)— dengan andaian yang sama. Tentang hal kedua, persoalannya terletak pada memadai atau tidaknya dinamika berat serasah dan/atau dinamika populasi symphylid di ekosistem lidahbuaya ini. Berat serasah di ekosistem ini berdinamika di bawah nilai 3 g/500 g sampel (rata-rata = 2,2 g/500 g sampel), suatu dinamika yang pendek sekali rentangannya. Di sisi lain, symphylid di ekosistem ini berdinamika pada kepadatan < 1 individu/trap (rata-rata = 0,8 individu/trap); suatu dinamika populasi
Agustus 2015
yang selain berentang teramat pendek juga beraras teramat rendah atau mendekati nol sehingga sulit untuk mengatakan rendahnya populasi di ekosistem lidahbuaya disebabkan oleh rendahnya berat serasah. Meskipun demikian, rendahnya populasi symphylid di ekosistem lidahbuaya merupakan sebuah fakta yang terbuka untuk dicermati lebih lanjut. Dinamika populasi symphylid di ekosistem pisang lebih kompleks lagi. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, ekosistem pisang segolongan atau setara dengan ekosistem jambu biji dalam hal berat serasah (Gambar 5) dan pH tanah (Gambar 6) tetapi kepadatan populasi symphylid di ekosistem pisang ini jauh lebih rendah daripada di ekosistem jambu biji. Dalam hal kepadatan populasi symphylid, ekosistem pisang justru setara dengan ekosistem nanas dan ekosistem lidahbuaya (Gambar 4). Ekosistem pisang dengan berat serasah yang tinggi dan pH tanah yang tidak terlalu masam justru menunjukkan fenomena populasi symphylid yang rendah. Variabel berat serasah dan pH tanah, atau setidaktidaknya pH tanah, yang mestinya menjelaskan dinamika populasi symphylid di ekosistem pisang (y7 = 21,91x7 - 100,6; R2 = 0,884; P < 0,05; Tabel 1) ternyata tidak dapat menjelaskan secara gamblang kepadatan populasi symphylid yang rendah di ekosistem ini. Fenomena rendahnya kepadatan populasi symphylid di ekosistem pisang ini mengarahkan kepada dugaan adanya faktor lain, misalnya faktor tanaman, yang berpengaruh negatif pada populasi symphilid. Tanaman pisang diduga lebih tahan terhadap serangan symphylid. Akar tanaman pisang diduga tidak disukai symphylid, karena dua hal. Pertama, akar tanaman pisang bukan merupakan pakan yang baik bagi symphylid. Kedua, senyawa metabolit sekunder phenylpropanoid yang diproduksi oleh
131
Andrianto et al., Populasi Symphylid Pada Beberapa Ekosistem…
akar tanaman pisang (Michelbacher, 1938; Wuyts et al, 2005; Coloma et al., 2010; Erb et al., 2013) beracun terhadap symphylid. Ketidakcocokan akar tanaman pisang sebagai pakan dan/atau pelepasan senyawa bioinsektisida oleh akar tanaman pisang ini diduga berpengaruh negatif pada keberadaan symphylid di ekosistem pisang. Dengan demikian, meskipun ekosistem pisang berserasah banyak dan berkemasaman tanah rendah, populasi symphylid di ekosistem ini berada pada aras kepadatan yang rendah karena mengalami tekanan yang lebih kuat dari faktor ketiga, yaitu akar tanaman pisang sebagai substrat non-pakan dan/atau sebagai pelepas senyawa bioinsektisida. Apa implikasi dari beragamnya populasi symphylid pada empat ekosistem ini? Empat ekosistem yang diteliti dapat dikelompokkan berdasarkan urutan ketidaksesuaian tanaman inang bagi symphylid, yaitu (1) pisang dan lidahbuaya (tidak disukai symphylid), (2) nanas (disukai symphylid), dan (3) jambu biji (sangat disukai symphylid). Ketidaksesuaian tanaman inang ini dapat dijadikan dasar untuk pengendalian populasi symphylid dengan cara rotasi tanaman (Umble & Fisher, 2003). Sehingga tanaman pisang atau lidahbuaya berpotensi sebagai tanaman perotasi.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa populasi symphylid tertinggi terdapat pada ekosistem jambu biji, diikuti ekosistem nanas, pisang dan lidahbuaya. Populasi symphylid dipengaruhi oleh faktor abiotik berupa berat serasah dan/atau pH tanah. Pada ekosistem nanas populasi symphylid dipengaruhi oleh berat serasah. Pada ekosistem lidahbuaya populasi symphylid dipengaruhi oleh pH tanah. Pada ekosistem jambu biji dan pisang populasi
symphylid dipengaruhi oleh berat serasah dan pH tanah.
DAFTAR PUSTAKA Berry, R.E., R.R. Robinson. 1974. Biology and control of the Garden Extention Symphylans. In : Circular 845. Oregon State University. Extention Service. 1–9 pp. Coloma, A.G., M. Reina, C.E. Diaz, B.M. Fraga. 2010. Natural product-based biopesticide for insect control. In: Comprehensive Natural Products II : Chemistry & Biology. Vol 3. Development & Modification. Mander, L., H- W.(Ben) Liu (Eds. in Cheif). Elsevier Ltd. UK. 237– 268 pp. Edwards, C.A. 1990. Symphyla. In : Soil Biology Guide. Dindal, D.L. (Ed). A WileyInterscience Publication. Jonh Wiley & Sons. USA. .1958. The Ecology of Symphyla Part I. Population. Ent. exp & appl. 1 : 308– 319. Erb, M., M. Huber, C.A.M. Robert, A.P. Ferrieri, R.A.R. Machado, C.C.M. Arce. 2013. The role of plant primary and secondary metabolites in Root-Herbivore Behavior, Nutrision and Physiology. In: Advances in Insect PhysiologyBehavior and Physiology of Root HerbivoresVolume 45. Johnson, S.N., I. Hiltpod, T.J. Turling. (Eds). Academic Press. London. 53– 95 pp. Hansen, H.J. 1901. The genera and species of the order Symphyla. Q. Jl microse.Sci. (N.S) 47: 1–101. Joseph, S.K. 2001. Some aspect of the ecology and biology of Symphyla. (Thesis) Departement of Zoology, N.S.S. Reseach Centre. N.S.S. College, Changanacherry. Kerala.
132
Jurnal HPT
Volume 3 Nomor 3
Ningrum, Z., B.T. Rahardjo, H. Tarno. 2014. Kepadatan populasi Symphilid pada berbagai kompos di pertanaman nanas (Ananas comosus L., Merr) PT Great Giant Pineapple. Jurnal HPT. 2 (3): 1–8. Michelbacher, A.E. 1938. The biology of the garden centipede Scutigerella immaculata. Hilgardia 11:55– 148. Rusydi, N.E., M. Basuki, Purwito. 2012. Symphylids control in pineapple field in Indonesia. In: Pineapple News. Newsletter of Pineapple Works Group. International Society for Horticulture Science. Issue 19. 39–41 pp. Scheller, U. 1988. Two new species of Symphyla from the Krakatau Islands and The Ujung Kulon Peninsula (Myriapoda: Symphyla: Scolopendrellidae, Scutigerellidae). Phil. Trans. r. Sec. Lond. 322: 401–411. Umble, J., R.Dufour, G. Fisher, J. Fisher, J. Leap, M.V. Horn. 2006.
Agustus 2015
Symphylans: Soil Pest Management Options. ATTRA. National Center for Appropriate Technology (NCAT). US. Umble, J., G. Fisher. 2003. Suitability of selected crop and soil for garden symphylan population (Symphyla, Scutigerellidae: Scutigerella immaculata Newport). Applied Soil Ecology 24 : 151– 163. Wuyts, N., G. Lognay, L. Sagi, D. De Waele., R. Swennen. 2005. Secondary metabolites in roots and implications for nematodes resistance in banana (Musa spp.). In: Banana Root System: toward better understanding for its productive management. Proceedingof International Symposium. Turner, D.W., F. E. Rosales (Eds). International Network for The Improvement of Banana & Plantain. Montpellier. France. 238–246 pp.
133