eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (2): 15-29 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2013
POLITIK LUAR NEGERI RUSIA TERHADAP PERLUASAN KEANGGOTAAN NATO DI EROPA TIMUR TAHUN 2002-2010 KHAIRUNISAA1 NIM. 0902045155
Abstract: After the collapse of the Soviet Union in 1991, followed by the dissolution of the Warsaw Pact makes NATO emerged as the only existing Treaty on European and North Atlantic. This led NATO began to redefine its policy to promote democracy and security not only in Western Europe but also to the region of Eastern Europe, bordering Russia. This expansion is considered to disrupt security interests and become a serious threat to Russia's geopolitical position. It make Russia’s will lose its power in the post-Soviet states, and will make Russia become isolated. The Russian government since 2002-2010 continue to fight efforts by running a counter foreign policy towards NATO, by issuing military doctrines and military policy to stop the expansion of NATO to the East made. As well as cooperation with the CIS countries and Central Asia by establishing the CSTO and SCO with China. Russia has followed a strategy of deterrence or deterrent power attitude with the development and use of nuclear weapons in order to stop the expansion of NATO and its allies to cancel the membership and deployment of foreign troops in the region borderingRussia. Keywords : Foreign Policy, Russia, NATO Expansion, Eastern Europe. Pendahuluan North Atlantic Treaty Organization (NATO) merupakan pakta pertahanan negara-negara Barat yang dibentuk pada 04 April 1949 (http://www.nato.int) di Washington DC oleh 12 negara yaitu Amerika Serikat, Kanada, Belanda, Belgia, Inggris, Italia, Denmark, Islandia, Luxemborg, Norwegia, Prancis, dan Portugal. Pembentukan NATO pada masa Perang Dingin ini merupakan bentuk Kebijakan Pembendungan Amerika Serikat terhadap penyebaran komunis Soviet di daratan Eropa. Pada dasarnya 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournalIlmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 15-29
organisasi pertahanan ini dibentuk untuk menjaga keamanan di Eropa Barat, mandatnya adalah untuk menjaga kebebasan dan keamanan anggotaanggotanya, menjaga stabilitas di area Euro-Atlantic, mencegah krisis internasional, sebagai wadah konsultatif bagi isu keamanan di Eropa, untuk menjunjung tinggi nilai-nilai dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), dan mempromosikan demokrasi, hak asasi manusia, dan hukum internasional. Pada tahun 1955, untuk mengimbangi kekuatan NATO, muncul sebuah Pakta pertahanan bentukan Uni Soviet dan negara-negara Eropa Timur, yaitu Pakta Warsawa.Selama Perang Dingin kedua Blok Pertahanan ini terus mencoba meraih dukungan dari negara-negara lain dan meningkatkan kekuatan militer mereka.Persaingan kedua pakta militer ini berakhir saat Perang Dingin usai yang ditandai dengan runtuhnya Uni Soviet.Runtuhnya negara Superpower ini diikuti dengan bubarnya Pakta Warsawa.Akibatnya, NATO menjadi satu-satunya Pakta Militer yang ada di kawasan Eropa dan Atlantik Utara.Dan kemudian organisasi pertahanan ini mulai memperluas tujuan awalnya yaitu untuk membendung penyebaran komunisme soviet di wilayah Eropa menjadi lebih mengarah kepada mempromosikan komunitas yang aman di Eropa Tengah dan Timur dengan mengkonsolidasikan demokrasi dan meningkatkan stabilitas keamanan.Untuk mencapai tujuannya tersebut, NATO kemudian melakukan perluasan keanggotaanya ke wilayah Eropa Timur, yang dulunya merupakan wilayah pengaruh dan kekuasaan Uni Soviet.(Catherin J. Danks. 2001: 257) Pada tahun 1999, NATO mulai melakukan perluasannya dengan mengundang negara-negara bekas anggota Pakta Warsawa untuk bergabung di dalamnya, yaitu Republik Cekoslovakia, Hungaria, dan Polandia.Kemudian, perluasan selanjutnya pada tahun 2002 mencakup negara-negara Baltik (Estonia, Latvia, dan Lithuania), Romania, Slovakia,Bulgaria, dan Slovenia (ketujuh negara ini diterima secara penuh sebagai anggota tetap dalam NATO pada tanggal 29 Maret 2004). Pada 1 April 2009, Albania dan Kroasia bergabung dan menjadi anggota terbaru NATO.(www.nato.int) Perluasan keanggotaan yang dilakukan oleh NATO ini mendapat respon negatif dari Rusia. Perluasan ini dianggap dapat mengganggu security interests dan menjadi ancaman serius bagi posisi geopolitikRusia. Sehingga pada Maret 2001, Presiden Putin menegaskan „garis merah‟ di negara-negara Baltik dalam kerangka politik luar negeri Rusia dan menentang perluasan tersebut karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi keamanan Rusia. Dan penelitian ini akan membahas bagaimana Politik Luar Negeri Rusia Terhadap Perluasaan Keanggotaan NATO di Eropa Timur Tahun 2002-2010
16
Politik Luar Negeri Rusia Terhadap NATO di Eropa Timur (Khairunisaa)
Kerangka Dasar Konsep 1. Politik Luar Negeri Politik luar negeri pada dasarnya merupakan „action theory‟ atau kebijaksanaan suatu negara yang ditujukan ke negara lain untuk mencapai suatu kepentingan tertentu. Secara umum, politik luar negeri (foreign policy) merupakan suatu perangkat formula nilai, sikap, arah, serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan, dan memajukan kepentingan nasional di dalam percaturan dunia internasional.Suatu komitmen pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan baik dalam konteks dalam negeri dan luar negeri serta sekaligus menentukan keterlibatan suatu negara di dalam isu-isu internasional atau lingkungan sekitarnya. Politik luar negeri mempunyai tiga konsep untuk menjelaskan hubungan suatu negara dengan kejadian dan situasi di luar negaranya, yaitu :Politik Luar Negeri sebagai sekumpulan orientasi (as a cluster of orientation),Politik luar negeri sebagai seperangkat komitmen dan rencana untuk bertindak (as a set of commitments to and plan for action), danPolitik luar negeri sebagai bentuk perilaku atau aksi (as a form of behaviour). Melihat Politik luar negeri Rusia terhadap perluasan keanggotan NATO, termasuk dalam Politik luar negeri sebagai bentuk perilaku atau aksi.Dimana kebijakan luar negeri yang diambil merupakan bentuk reaksi Rusia terhadap perluasan keanggotan yang dilakukan oleh NATO di Eropa Timur.Perluasan ini dianggap dapat merusak tatanan global, serta mengancam keamanan nasional Rusia.Namun Politik Luar Negeri Rusia ingin tetap mempertahankan kesetaraannya dengan Amerika Serikat sebagai negara nuklir, tetap memainkan peranan yang dominan di negara-negara bekas pecahan Uni Soviet dan menjadi peserta aktif yang berpengaruh dalam masalah-masalah Internasional. 2. Konsep Deterrence Deterrencesecara harfiah adalah sebuah penangkisan, penolakan atau pencegahan, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa deterrence atau peran daya tangkal adalah sebuah kemampuan suatu bangsa untuk menimbulkan persepsi pada bangsa lain bahwa melakukan perang terhadap bangsa itu sangat merugikan pihak penyerang. Bahkan mungkin lebih merugikan daripada kerugian yang dialami pihak yang diserang. Para ahli mengidentifikasikan 4 jenis deterrence, dua jenis pertama yaitu General dan Immediate deterrence, dilakukan sesuai dengan kerangka waktu strategi, dan Dua jenis deterrence yang lain, Primary dan Extended deterrence berhubungan dengan lingkup geografis dari strategi yang dimaksud.( Craig A. Snyder.1999: 123)Dalam melakukan suatu bentuk pencegahan atau daya tangkal, terdapat tiga syarat atau kondisi yang harus dipenuhi dalam konsep deterrence, yaitu Commitment, Capability, Credibility. 17
eJournalIlmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 15-29
Dalam teori deterrence, diakui bahwa defender harus dengan jelas menunjukkan komitmen serta kredibilitasnya untuk mempertahankan kepentingan negaranya, di sisi lain aggressor juga harus mengkalkulasikan keuntungan atau kerugian dari pembalasan (punishment), dalam hal ini masih sangat rational bagi aggressor untuk menyerang. Karena hal inilah, Peran daya tangkal (deterrence) suatu bangsa sangat penting untuk mencegah bangsa lain memulai perang dengan penggunaan kekerasan senjata padanya. Metode Penelitian Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif-analitik, dimana penulis menjelaskan kebijakan politik luar negeri dan strategi Rusia dalam menghadapi perluasan keanggotaan NATO.Data-data yang disajikan adalah data sekunder yang diperoleh melalui telaah pustaka dan literatur-literatur seperti buku, internet, dan lain-lain.Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis kualitatif. Hasil Penelitian Politik Luar Negeri Rusia Terhadap Perluasan Keanggotaan NATO di Eropa Timur Tahun 2002-2010 dapat dijelaskan melalui teori Politik Luar Negeri dan konsep Deterrence. Berdasarkan teori Politik Luar Negeri maka kebijakan Pemerintah Rusia dalam menghadapi Perluasan NATO termasuk dalam sumber sistematik dan dapat dijelaskan melalui hubungan Politik Luar Negeri sebagai bentuk Perilaku atau Aksi (as a form of behaviour), sedangkan konsep deterrence akan menjelaskan tentang tindakan atau teknik yang dilakukan oleh Rusia dalam menghadapi ancaman keamanan yang ditimbulkan dari Perluasan NATO. A. Politik Luar Negeri Rusia Terhadap Perluasan NATO Sebagai pewaris kekuatan Uni Soviet, sampai saat ini Rusia merasa penting untuk menjadi pemimpin dalam Persemakmuran Negara-Negara bekas Uni Soviet yaitu CIS (Commonwealth of Independent State), Rusia selalu menekankan penguasaan (kontrol pengaruh) terhadap bekas wilayah Uni Soviet, baik di kawasan Eropa timur maupun Asia tengah.Rusia ingin mendapatkan kembali status great power dan menjadi oposisi dari unilateralisme Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di NATO.Great powerakan tercapai apabila Rusia menjalankan politik luar negeri yang waspada terhadap persaingan geopolitik dan mampu mempertahankan wilayah Eurasia. Namun adanya ekspansi atau perluasan keanggotaan yang dilakukan NATO di wilayah Eropa Timur dianggap oleh Rusia sebagai sebuah tindakan yang dapat menghambat upaya Rusia dalam memperoleh kembali pengaruhnya terhadap negara-negara eks-soviet. Selain itu perluasan 18
Politik Luar Negeri Rusia Terhadap NATO di Eropa Timur (Khairunisaa)
yang dilakukan NATO akan berdampak pada stabilitas keamanan dan pertahanan Rusia. Dalam penentuan Politik Luar Negeri terdapat sumber-sumber utama yang menjadi input dalam perumusan kebijakan politik luar negeri, dan dalam hal ini, Politik Luar Negeri Rusia terhadap Perluasan NATO di Eropa Timur termasuk dalam Sumber Sistematik (systematic sources). Sumber Sistematik (systematic sources)merupakan sumber yang berasal dari lingkungan eksternal suatu negara.Sumber ini menjelaskan struktur hubungan antara negara-negara besar dan faktor situasional eksternal yang dapat berupa isu area atau krisis.Struktur hubungan internasional adalah jumlah negara besar yang ikut andil dalam struktur hubungan internasional dan bagaimana pembagian kapabilitas diantara mereka. Sementara faktor situasional eksternal merupakan stimulan tiba-tiba yang berasal dari situasi internasional terakhir.(Yani, Yayan M & Anak Agung B.P. 2006: 57) Dapat dijelaskan bahwa kebijakan Politik Luar Negeri Rusia berasal dari lingkungan eksternal suatu negara.Dimana terdapat negara-negara besar dan organisasi internasional yang terlibat. Dalam hal ini Rusia sebagai sebuah negara merasa dirugikan dengan adanya tindakan yang dilakukan oleh negara atau organisasi lain, yaitu NATO dan sekutunya , yang melakukan perluasan anggota ke wilayah yang dulunya merupakan wilayah pengaruh Uni Soviet. NATO memperluas jangkauan kehadirannya di seluruh wilayah Eropa hingga mendekati perbatasan Rusia.Hal ini tentu saja menjadi sebuah ancaman bagi stabilitas keamanan dan pertahanan Rusia, sehingga Rusia memutuskan untuk mengembangkan kekuatan militernya dalam menghadapi ancaman perluasan NATO. Konflik antara Rusia dan NATO tidak hanya melibatkan dua pihak ini, namun juga banyak negara.Dengan bergabungnya negara-negara Eropa Timur yang berdekatan dengan Rusia, tentu saja membuat Rusia merasa semakin dikucilkan. Rusia mencoba untuk merancang politik luar negerinya dengan menjalin kejasama bersama negara-negara yang terlingkup dalam wilayah CIS yang juga memiliki ketakutan yang sama apabila NATO mendominasi wilayah tersebut. Kerjasama dengan Cina dan negara-negara di Asia Tengah juga dilakukan dengan membentuk SCO untuk mengimbangi kekuatan NATO. Tentu saja dengan terjalinnya kerjasama antara Rusia dengan negara-negara di Asia Tengah, serta Cina akan berdampak terhadap perpolitikan internasional. Politik luar negeri juga mempunyaibeberapa konsep untuk menjelaskan hubungan suatu negara dengan kejadian dan situasi di luar negaranya, dan Politik Luar Negeri Rusia terhadap Perluasan Keanggotaan NATO di Eropa Timur termasuk dalam politik luar negeri sebagai bentuk perilaku atau aksi (as a cluster of behaviour), atau pada tingkat ini politik luar 19
eJournalIlmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 15-29
negeri berada dalam tingkat yang lebih empiris, yaitu berupa langkah-langkah nyata yang diambil oleh para pembuat keputusan yang berhubungan dengan kejadian serta situasi di lingkungan eksternal. Langkah-langkah tersebut dilakukan berdasarkan orientasi umum yang dianut serta dikembangkan berdasarkan komitmen dan sasaran yang lebih spesifik. Faktor ancaman keamanan muncul dari adanya perluasan keanggotaan NATO di Eropa Timur yang dengan nyata melakukan pendekatan dengan negara-negara yang merupakan negara tetangga atau near abroad dari Rusia, sehingga jika perluasan ini terus berlanjut dapat mengganggu security interests dan menjadi ancaman serius bagi posisi geopolitikRusia. Ditakutkan Rusia semakin kehilangan pengaruhnya di negara-negara post-Soviet dan akan membuat Rusia menjadi terisolir. Selain itu usaha perluasan keanggotaan yang dilakukan oleh NATO di Eropa Timur dianggap Rusia dapat mempengaruhi pencapaian kepentingan Nasional Rusia dalam upaya mendapatkan kembali pengaruh dan kekuasaannya di negara-negara CIS. Dengan merangkul negaranegara bekas anggota Pakta Warsawa dan Negara-negara CIS untuk menjadi anggota NATO tentu saja hal ini sama dengan melakukan ancaman secara tidak langsung terhadap Keamanan Nasional Rusia. Keamanan Nasional adalah bagian dari kepentingan nasional yang tidak dapat dipisahkan.Karena itu tujuan Politik Luar Negeri untuk mencapai kepentingan nasional tentu berkaitan dengan upaya mempertahankan keamanan nasional.Makna dari keamanan (security) bukan hanya sekedar kondisi “aman dan tentram” tetapi keselamatan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Sehingga Rusia mengambil langkah nyata dengan menerapkan strategi keamanan dengan menggunakan elemen-elemen negara yaitu militer, diplomasi, ekonomi, perjanjian internasional, dan alat lain dalam mencapai kepentingan nasional. Strategi keamanan ini kemudian di tuangkan dalam sebuah dokumen yaitu doktrin militer.Kebijakan militer diwujudkan dalam kebijakan pertahanan yang didasarkan pada doktrin militer. 1. Doktrin dan Kebijakan Militer Rusia Terhadap NATO Doktrin militer Rusia berisi tentang kekuatan militer dan pasukannya. Perkembangan Doktrin Rusia dimulai pada Tahun 1990-an. Setelah Pecahnya Uni Soviet, militer Rusia dilihat dalam pembentukan Oganisasi Commonwealth of Independent State (CIS), sebuah organisasi yang terdiri dari negara-negara bekas pecahan Uni Soviet yang berada di bawah pengaruh Rusia. CIS merupakan kombinasi angkatan bersenjata dari masing-masing negara-negara anggotanya.Walapun Rusia memiliki peran yang sangat besar, namun organisasi ini tetap memiliki armada persenjataannya sendiri, terpisah dari angkatan bersenjata milik Rusia.Hal ini yang kemudian membuat Rusia merasa perlu untuk merumuskan sebuah doktrin militer yang di sahkan pada tahun 1992.Doktrin inilah yang menjadi awal dari kebijakan Keamanan Rusia, 20
Politik Luar Negeri Rusia Terhadap NATO di Eropa Timur (Khairunisaa)
yang berbeda dari kebijakan pertahanan dan keamanan Masa Uni Soviet.(http://www.unpas.ac.id) Rusia memiliki doktrin keamanan yang pertama kali dikeluarkan tahun 2000(Stephen J. Blank. 2001:3).Doktrin tersebut mengandung penekanan tentang pembalasan nuklir dalam kasus serangan nuklir. Pada April tahun 2000, Rusia mencantumkan bahwa ancaman keamanan Rusia berbentuk : Intervensi dalam urusan internal Federasi Rusia, Adanya upaya untuk mengabaikan kepentingan Rusia dalam menyelesaikan masalah keamanan internasional, perluasan blok-blok militer dan aliansi, penempatan tentara asing (tanpa sanksi DK PBB) untuk wilayah yang berbatasan dengan Rusia, dan mempersiapkan pasukan bersenjata Rusia yang dapat digunakan di wilayah strategis di luar wilayah Rusia.Dalam doctrin tahun 2000 juga disebutkan bahwa Rusia menolak peranan institusi lain dalam urusan politik internasional di kawasan Eropa selain Dewan Keamanan PBB. Kebijakan ini berhubungan dengan upaya Rusia dalam memperkuat posisinya di dunia internasional. Doktrin ini juga memperbolehkan penggunaan senjata nuklir dalam melawan serangan negara lain yang berhubungan dengan keamanan nasional. Doktrin tahun 2000 menggambarkan bahwa ada pihak yang mencoba mengganggu kondisi internal Rusia dan indikasi upaya meminggirkan Rusia dari konstelasi perpolitikan global dan mencegah keterlibatan Rusia dalam pengambilan keputusan yang menyangkut masalah-masalah Internasional.(http://cns.miis.edu/inventory/pdfs/cis.pdf.)Lebih lanjut dijelaskan bahwa Rusia merasakan hadirnya ancaman dengan penempatan sejumlah pasukan asing dalam hal ini merujuk pada armada militer yang ditempatkan oleh NATO di beberapa wilayah yang berdekatan dengan batas wilayah Rusia.Dalam doktrin militer tahun 2000 sejalan dengan tujuan untuk memastikan kondisi keamananannya yang lebih ditekankan pada penempatan angkatan bersenjata yang ditempatkan didekat erbatasan wilayah Rusia untuk emeastikan keamanan negaranya. Pada Oktober 2003, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Ivanov mengumumkan The Priority task of the development of the Armed Forces of the Russian Federation, yang merupakan Buku Putih Pertahanan Rusia yang tidak hanya berisi doktrin milter namun juga menjelaskan tentang peningkatan kapabilitas militer Rusia. Dalam Russia‟s DWP (defense white paper) tahun 2003 dijelaskan bahwa kekuatan militer dan pertahanan Rusia ditekankan pada adanya ancamanyang berasal dari: ekspansi NATO dan negara-negara yang memiliki keinginan untuk bergabung dengan NATO, dan adanya proliferasi senjata pemusnah massal (mass destructive weapon) bagi Rusia. Upaya Rusia untuk memastikan keamanannya juga dituangkan dalam bentuk pemeliharaan kekuatan strategis terhadap agresi terhadap Rusia dan sekutunya serta pasukan 21
eJournalIlmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 15-29
Rusia dapat melakukan operasi bersenjata di daerah vital yang berhubungan dengan kepentingan nasional Rusia.Doktrin Militer tahun 2003 ini juga menyebutkan bahwa ancaman utama eksternal Rusia adalah adanya penempatan pasukan NATO di negara-negara anggota baru yang berdekatan dengan Rusia. Pada tahun 2003, Rusia mengeluarkan bebarapa poin penting atas kondisi internal Rusia.Pernyataan ini didasarkan pada suasana kontemporer dimana ekspansi yang dilakukan oleh NATO makin meluas.Hingga rencana relokasi sejumlah pangkalan militer NATO yang tadinya berada di Eropa Barat ke wilyah Eropa Timur. Muncullah nama Polandia dan Republik Ceko sebagai tujuan pendirian pangkalan militer milik Amerika Serikat. Pangkalan militer ini pun yang diduga akan disertai dengan pembangunan sistem ABM (Anti Ballistic Missile) atau Sistem pertahanan Rudal. Rencana relokasi pangkalan militer ini yang membuat Rusia merasa terancam.Adanya Demonstrasi kekuatan armada militer di negara-naegara anggota NATO juga makin menambah stereotip masih adanya perlombaan senjata dan kondisi Perang Dingin yang belum usai. Doktrin militer tahun 2003 digunakan hingga tahun 2008 dan mengalami beberapa penambahan diantaranya keinginan Rusia dalam membentuk sistem bipolar dimana tidak adanya satu kokuatan dominasi (Amerika Serikat) tetapi juga menyebarkan pengaruh Rusia secara global. Namun, tahun 2008 doktrin ini diperbarui dengan menambahkan adanya ancaman dan intervensi militer NATO yang melibatkan kasus RusiaGeorgia.Konflik ini bermula pada ahun 2008 ketika adanya keinginan pemisahan dan kemerdekaan dari dua wilayah Georgia (Abkhasia dan Ossetia Selatan).Rusia kemudian menyatakan dukungan atas dua wilayah tersebut dan mengirimkan 10.000 pasukannya di wilayah ini. Rusia merasa perlu membantu proses kemerdekaan dikarenakan sekitar 80% penduduknya keturunan bangsa Slev yang merupakan keturunan asli bangsa Rusia. Faktor sejarah ini yang membuat Rusia menurunkan pasukannya kewilayah tersebut. Georgia yang akan bergabung menjadi anggota NATO, mendapat bantuan pasukan militer NATO. Presiden Medvedev menyetujui doktrin militer baru pada tanggal 5 Februari 2010.(http://www.southasiaanalysis.org). Doktrin ini memiliki kekuatan hukum sebagai kebijakan negara dan secara prinsip menentukan keputusan dasar terutama dalam bidang militer. Doktrin 2010 melanjutkan strategi keamanan nasional 2009 yang menyebutkan NATO sebagai "bahaya" karena ekspansi terhadap negara yang berbatasan dengan Rusia. Bahaya lain mencakup pengembangan pertahanan rudal strategis dan presisi konvensional serangan senjata, termasuk rudal jelajah. Doktrin Rusia digunakan untuk melindungi kepentingan Rusia dan menjaga keamanan internasional.Doktrin militer menggambarkan bahaya ancaman utama eksternal Rusia berasal dari 22
Politik Luar Negeri Rusia Terhadap NATO di Eropa Timur (Khairunisaa)
potensi kekuatan NATO sebagai fungsi global sehingga Rusia perlu menempatkan infrastruktur militer yang berdekatan dengan batas wilayah Rusia.Dalam doktrin ini, pengembangan WMD yang dilakukan oleh Amerika Serikat juga masih menjadi dasar dikeluarkannya kebijakan pertahanan Rusia.Oleh karena itu, Rusia mencantumkan upaya untuk memperkuat pasukan asing yang ditempatkan di wilayah yang berdekatan dengan Rusia dan aliansinya serta Rusia bersiap untuk konflik bersenjata di wilayah teritorinya maupun negara yang berdekatan dengan wilayah Rusia serta aliansinya. Dalam menghadapi ekpansi NATO yang kian meluas, Rusia juga merasa perlu untuk menciptakan negara penyeimbang untuk mencegah meluasnya pengaruh di negara khususnya Wilayah Eropa Timur yang berbatasan langsung dengan Rusia. Rusia memiliki kepentingan nasional yang telah diwujudkan, antara lain; Yang pertama, adanya keinginan untuk memperluas lingkaran pengaruh untuk memperkuat keamanan internasional. Ide ini difokuskan secara khusus pada negara-negara anggota organisasi perjanjian keamanan kolektif (CSTO), Persemakmuran negara-negara merdeka (CIS) dan organisasi kerjasama Shanghai (SCO).Untuk mengamankan negaranya (local security enviroment), Rusia harus memperhatikan dan melakukan kerjasama dengan negara-negara di sekelilingnya (regional security enviroment).Kedua, yaitu upaya untuk tetap menjaga kerjasama militer dengan negara-negara backyard (CSTO) merujuk pada penekanan bahwa Angkatan Bersenjata Rusia dapat digunakan secara operasional di luar Rusia untuk melindungi kepentingan Rusia dan warganya dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional.Ketiga, aspek terdiri dari penciptaan dan pelatihan khusus unit dari Angkatan bersenjata dan tentara lainnya.Hal inipun sejalan dengan terus meningkatnya anggaran militer Rusia dari tahun ke tahun. Peningkatan anggaran militer dan modernisasi militer seperti di atas serta Rusia membentuk organisasi CIS yang anggotanya negara-negara bekas Uni Soviet tersebut menandakan Rusia serius merespon berbagai ancaman bagi keamanannya namun masih banyak selali strategi Rusia agar NATO tidak lagi memperluas keanggotaannya tidak merelokasi pangkalan militernya Dari Eropa Barat ke Eropa Timur, Rusia semakin sensitif berada dibawah bayangan kehadiran pangkalan militer NATO yang mengarah ke Rusia. 2. Kerjasama Militer dan Ekonomi Rusia dalam Menghadapi Perluasan NATO Tujuan kebijakan pertahanan Rusia direfleksikan dalam doktrin militer untuk mencapai kepentingan nasional.Hal ini mencakup upaya masuk dalam komunitas global.Contohnya yaitu dengan menjalin kerjasama keamanan 23
eJournalIlmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 15-29
dengan negara anggota CIS dengan membentuk CSTO (Collective Security Treaty Organization) dan SCO (Shanghai Corporation Organization) dan memastikan keamanan militer kolektif.Rusia dengan kebijakan militernya berusaha mendapatkan pengaruh atas negara-negara anggota CIS.Berikut beberapa organisasi militer yang melibatkan Rusia dan negara. Shanghai Cooperation Organization (SCO) adalah sebuah organisasi kerjasama antara Rusia dengan China dan negara–negara Asia Tengah yang dibentuk pada tahun 2001.Dalam kerangka kerja SCO, kedua anggota negara terbesar di dalam organisasi ini, yaitu Rusia dan Cina telah sepakat untuk melawan unitelarisme AS dan mendesak dunia yang lebih multipolar pasca perang dingin. Selain ini , kerjasama militer antara negara anggota telah dimulai sejak 2003 ketika SCO menyelenggarakan latihan militer bersama melibatkan enam negara yang tergabung dalam Shanghai Cooperation Organization (SCO). Latihan militer dipusatkan di wilayah Chelyabinsk.Sebanyak 6.500 personel serta lebih 100 Pesawat terlibat dalam latihan ini. Sesuai tujuan SCO yang didirikan tahun 2001, kerjasama lebih ditujukan agar AS dan NATO meninggalkan Asia tengah, selain itu kerjasama tersebut untuk pembangunan ekonomi bersama di mana pada akhirnya anggaran militer masing-masing negara akan terdongkrak olehnya. Anggota dari SCO ialah China, Rusia, Uzbekistan, Kyrgyztan, Kazakhstan dan Tajikistan.(http://www.suaramedia.com) Selain itu Rusia melakukan kerjasama militer Collective Security Treaty Organisation (CSTO), yang terdiri dari negara pecahan Uni Soviet misalnya Armenia, Belarus, Kazahstan, Rusia, Tajikistan, Moldova, Kyrgistan, Azerbaijan, Turkmenistan, Uzbekistan, pasukan ini akan digunakan untuk menahan agresi militer, melakukan operasi anti-teroris, memerangi kejahatan transnasional. Pasukan ini secara pemanen akan berbasis di Rusia dan dibawah satu komando dengan negara-negara anggota CSTO mengkontribusikan unit militer khusus. Rusia di Kyrgyztan menempatkan satuan militer hingga seukuran satu batalyon dan pusat pelatihan untuk personil militer kedua negara.Perjanjian ini berlaku untuk 49 tahun dan dapat secara otomatis diperpanjang sampai periode 25 tahun. Rusia juga masih memiliki banyak strategi lain agar NATO tidak lagi memperluas keanggotaannya dan tidak merelokasi pangkalan militernya dari wilayah Eropa Barat ke Eropa Timur. Selain itu, Putin juga menyatakan bahwa Rusia tidak perlu membangunpertahanan serupa NATO di Eropa tetapi Rusia akan mengembangkan kekuatannuklir strategis dan sistem pertahanan udara dan luar angkasa untuk bisa mengatasi sistem pertahanan rudal. B. Strategi Deterrence Rusia dalam Menghadapi NATO Dalam menghadapi perluasan keanggotaan NATO di Eropa Timur yang berpengaruh terhadap stabilitas keamanan serta kepentingan nasional 24
Politik Luar Negeri Rusia Terhadap NATO di Eropa Timur (Khairunisaa)
Rusia, dibutuhkan strategi keamanan Rusia dengan menggunakan elemenelemen negara yaitu militer, diplomasi, ekonomi, perjanjian internasional, dan alat lain dalam mencapai kepentingan nasionalnya. Dan dalam hal ini Rusia menggunakan upaya untuk mencegah ancaman negara lain, yaitu menggunakan strategi deterrence. Deterrence merupakan kegiatan yang dilakukan oleh sebuah negara atau sekelompok negara untuk mencegah negar lain menjalankan kebijakan yang tidak dikehendaki. Deterrence mencakup strategi ancaman hukuman atau penolakan untuk mempercayai pihak lain karena resiko tindakan antisipasi akan tidak terkirakan. Sarana yang dipergunakan untuk menjalankan kebijaksaan deterrence termasuk peningkatan persenjataan super daya hancur massal, membentuk aliansi dan ancaman melakukan tindak balasan. Perluasan keanggotaan yang dilakukan oleh NATO ke wilayah Eropa Timur dianggap Rusia sebagai sebuah usaha dominasi barat dalam memperluas hegemoninya di Eropa Timur dan mempersempit pengaruh Rusia di wilayah bekas pecahan Soviet tersebut.Dalam perluasan ini, NATO berusaha untuk mengisolasi Rusia.NATO secara terang-terangan melakukan provokasi terhadap negara-negara yang berbatasn langsung dengan Rusia dan mencoba untuk membangun pangkalan militernya.Konflik yang melibatkan pihak Rusia dan NATO ini menyebabkan Rusia menggunakan strategi deterrence, yaitu general deterrence yang merupakan upaya untuk menggetarkan lawan dengan penambahan kekuatan dan pengembangan teknologi persenjataan baru, untuk mencegah dan menggetarkan lawan yang berniat untuk menyerang (melakukan agresi).salah satu kebijakan detterence yaitu penggunaan senjata Nuklir. Rusia sanggup menggunakan kekuatan non-konvensional (nuklir) dalam menghadapi perluasan keanggotaan NATO di Eropa Timur.Dalam pandangan Moskow, kebijakan luar Negeri haruslah didukung oleh kemampuan militer.Potensi kekuatan militer Rusia dapat dianalisa untuk mengetahui sejauh mana status “Great Power” dapat dicapai kembali. Hingga kekuatan nuklir dianggap dapat menjadi kemampuan detterence (daya tangkal) terhadap ancaman dari pihak lain terutama NATO. Kemampuan nuklir Rusia dapat dikatakan menjadi pilar utama yang paling efektif terhadap klaim untuk menjadi “Great Power”.Rusia tidak terlalu memikirkan tentang sistem pertahanan konvensionalnya terkait dengan adanya Perjanjian atas kontrol militer yang mengharuskan Rusia mereduksi jumlah angkatan bersenjatanya.Pasca ekspansi NATO ke wilayah Eropoa Timur, isu nuklir kembali mencuat dimana strategi nuklir diterapkan oleh pihak Rusia.Nuklir dianggap sebagai suatu instrumen perang yang mutlak setelah peralatan bersenjata konvensional, bahkan nuklir dapat digunakan tanpa adanya senjata konvensional. Dengan kata lain, Rusia tetap memiliki kontrol atas 25
eJournalIlmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 15-29
pembangunan pangkalan militer rudal Amerika Serikat dan NATO di wilayah Eropa khususnya Eropa Timur selain itu, hal ini merupakan antisipator terhadap ancaman dari luar. Pernyataan Putin yang mengatakan bahwa untuk melawan Sistem perisai Rudal Amerika Serikat dan NATO di Eropa, Rusia tak perlu mengembangkan sistem pertahanan yang serupa yang membutuhkan biaya yang besar, Rusia kemudian mengambil langkah untuk mengembangkan kekuatan nuklir strategis dan sistem pertahanan udara dan luar angkasa untuk bisa mengatasi segala bentuk sistem perisai rudal. Pada 23 November 2011, melalui berita CNN, Rusia mengeluarkan ultimatum keras atas pernyataan Amerika Serikat yang menggelar penambahan penggelaran sistem pertahanan anti rudal di Eropa Timur, Pernyataan ini dikeluarkan oleh Presiden Dimitri medevedev yang menegaskan akan menembakkan rudal untuk menghancurkan sistem pertahanan rudal NATO di Eropa, tanpa memedulikan perjanjian START yang disepakati dengan Amerika Serikat. Langkah inipun diambil jika tuntutan Rusia soal sistem pertahanan NATO tetap diacuhkan. Rusia mengklaim juga mengklaim bahwa akan menembakkan rudal balistik baru berkemampuan lebih canggih dalam menembus pertahanan musuh. Rusia juga akan mematikan sistem anti rudal yang dimilik oleh NATO dan Amerika Serikat.(http://english.umm.ac.id/id/internasional-umm-180-rusia-ancamhancurkan-rudal-nato-dieropa.html.) Ancaman ini merupakan sikap antipati Rusia atas rencana pembangunan pusat pertahanan rudal di beberapa negara Eropa, diantaranya Polandia, Rumania, dan Turki.Rusia sebagai negara yang berbatasan langsung merasa bahwa penempatan rudal yang mengepung dari berbagai arah ini merupakan ancaman nyata walaupun pihak NATO tetap mengelak bahwa rudal-rudal tersebut merupakan antisipasi serangan dari Timur Tengah seperti Iran dan bukan untuk menyerang Rusia.Namun Amerika Serikat menegaskan bahwa program perisai rudal tidak ditujukan terhadap Rusia.Melalui juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat (23/11/2012), Tommy Vektor telah menyatakan kepada para pejabat Rusia bahwa sistem pertahanan strategis Rusia. Hal ini membuat Presiden Rusia, Dmitri Madvedev mengeluarkan pernyataan mengejutkan dimana Rusia akan menempatkan sistem pertahanan rudal penyerangnya yang berbatasan langsung dengan Uni Eropa jika Amerika Serikat tidak menghentikan rencana perisai rudal Eropa itu. Rudal-rudal tersebut antara lain rudal balistik Iskandar, akan dilengkapi hulu ledak yang mampu menghancurkan pertahanan Amerika Serikat dan NATO. Medvedev menambahkan akan keluar dari semua proses perjanjian pelucutan senjata yang disepakati dengan Amerika Serikat (START). Dalam kondisi yang demikian, Rusia mulai melakukan manuver militer untuk menciptakan keseimbangan strategi dengan Amerika. Berhubungan dengan ini, Rusia menempatkan sistem radar di Kaliningrad 26
Politik Luar Negeri Rusia Terhadap NATO di Eropa Timur (Khairunisaa)
yang terletak di tepi laut Baltik antara Polandia dan Belarusia pada 29 Desember 2011 dengan dihadiri oleh Presiden Medvedev. Rusia juga mengumumkan akan segera menciptakan Pertahanan udara bersama dengan negara-negara seperti Belarusia, Armenia, Kazakhstan dan Kirgyzstan. Dalam segi perimbangan kekuatan non konvensional Rusia mampu manyaingi pihak NATO sebab jika di kalkulasikan Rusia memiliki 16.000 senjata nuklir dibandingkan NATO yang hanya memiliki 12.535 persenjataan nuklir (Amerika Serikat, Perancis dan Inggris). Dari perspektif Rusia, ancaman yang paling nyata adalah sikap agresif NATO yang memperluas keanggotaannya ke Eropa timur, yang secara tradisional merupakan bekas sekutu dan wilayah Uni Soviet. Rusia menyadari bahwa cepat atau lambat akan terisolasi secara geopolitik di kawasan Eropa,yang tentu akan sangat merugikan Rusia baik secara politik maupun ekonomi. Doktrin militer Rusia menilai bahwa kebijakan luar negeri dan militer Amerika Serikat seperti proyek penempatan sistem anti-rudal di Eropa Timur bertujuan untuk meraih keunggulan militer, merupakam ancaman serius bagi Rusia.Pihak NATO sering menyangkal tuduhan Rusia dengan mengatakan bahwa penempatan sistem anti rudal adalah untuk mencegah kemungkinan serangan dari Iran dan Korea Utara.Tetapi Rusia tetap menjadikannya sebagai sebuah ancaman. Program militer yang Rusia 20062015 tidak hanya menggambarkan tentang ancaman yang akan dihadapi tetapi juga memaparkan beragam mekanisme dan langkah antisipatif untuk menghadapi seluruh tantangan dan ancaman yang ada. Untuk mewujudkan kekuatan militer Rusia yang tangguh, pemerintah Rusia memperkuat ulang kekuatan nuklir strategisnya, beserta wahana peluncurnya (warheads).Penggunaan senjata nuklir dapat dibenarkan dan diharuskan untuk menagkal agresi militer, ketika metode penyelesaian krisis (konflik) telah dipergunakan dan tidak terbukti efektif.Rusia berhak menggunakan kekuatan militer kapanpun dan dimanapun jika dianggap perlu. Kekuatan militer Rusia akan dipergunakan melawan siapapun, khususnya pihak NATO. (http://indonesian.irib.ir/cakrawalaindonesia//asset_publisher/cQ30/content/tig astrategidalapersaingan-sistem-perisai-rudal-amerika-rusia/pop_up). Pandangan politik luar negeri Rusia yang multipolar juga membuat Rusia mendapat simpati dalam pergaulan Internasional sebab terminologi Perang Dingin yang identik dengan negara Superior (unipolar) menjadi terpinggirkan. Kesimpulan Adanya upaya perluasan keanggotaan NATO di wilayah Eropa Timur sejak tahun 2000-2010 merupakan bentuk usaha NATO dalam mempersempit pengaruh dan kekuasaan Rusia di Eropa Timur, dengan merangkul negara27
eJournalIlmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 2, 2013: 15-29
negara bekas pecahan Uni Soviet yang berbatasan langsung dengan Rusia. Perluasan ini dianggap oleh Rusia sebagai suatu ancaman terhadap security interest-nya dan kepentingan nasional Rusia dalam upaya untuk mengembalikan hegemoni di kawasan Eropa Timur ditanggapi dengan sangat responsif. Pemerintah Rusia sejak kepemimpinan Vladimir Putin hingga Dimitri Medveded mencetuskan kebijakan Politik Luar Negeri yang kontraterhadap NATO, antara lain : 1. Penetapan Doktrin dan kebijakan Militer sejak tahun 2000-2010 yang berisi tentang adanya ancaman keamanan yang muncul dari upaya perluasan keanggotaan NATO di Eropa Timur dan tindakan Rusia dalam menghadapi upaya perluasan tersebut dengan Peningkatan kapabilitas militer dan pertahanan dengan memperkuat pasukan untuk ditempatkan di wilayah perbatasan Rusia dan aliansinya serta Rusia bersiap untuk konflik bersenjata di wilayah teritorinya maupun negara yang berdekatan dengan wilayah Rusia serta aliansinya jika perluasan terus dilakukan. 2. Menjalin kerjasama keamanan dengan negara anggota CIS dengan membentuk CSTO (Collective Security Treaty Organization) dan organisasi lainnya, serta membentuk SCO (Shanghai Corporation Organization) bersama Cina dan negara Asia Tengah untuk memastikan keamanan militer kolektif. Dalam kerangka kerja SCO tersebut juga ditujukan untuk pembangunan ekonomi bersama di mana pada akhirnya anggaran militer masing-masing negara akan terdongkrak olehnya. 3. Strategi Deterrence (daya tangkal) yang dilakukan oleh Rusia dalam menghadapi perluasan keanggotaan NATO di Eropa Timur, yaitu dengan pengembangan dan penggunaan senjata nuklir. Penggunaan senjata nuklir dapat dibenarkan dan diharuskan untuk menangkal agresi militer, dimana Rusia berhak menggunakan kekuatan militer kapanpun dan dimanapun jika dianggap perlu. Kekuatan militer Rusia akan dipergunakan melawan siapapun, khususnya pihak NATO. Pandangan politik luar negeri Rusia yang multipolar juga membuat Rusia mendapat simpati dalam pergaulan Internasional. Referensi Buku Blank, Stephen J. 2011.Russian Military Politics and Russia‟s 2010 Defense Doctrine. United States: SSI. Danks, Catherin J. 2001. Russian Politics and Society: An Introduction. England :Pearson Education Limited.
28
Politik Luar Negeri Rusia Terhadap NATO di Eropa Timur (Khairunisaa)
Griffiths,Martin& Terry O‟callaghan . 2002. International Relations: The Key Concept. London: Routledge. Fahrurodji, A. 2005.Rusia Baru Menuju Demokrasi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Yani, Yayan M & Anak Agung B.P. 2006.Pengantar Ilmu Hubungan Internasional.Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Internet http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_51105.htm November 2012
diakses
pada
07
„Nato Enlargment‟ , diakses dari www.nato.int/acad/fellow/98-00/zevelev.pdf Deputy of Commonwealth of Independent States (CIS). May 2007. http://cns.miis.edu/inventory/pdfs/cis.pdf. Dr. Subhash Kapila. Russia‟s Monroe Doctrine; Strategi Implications.http://www.southasiaanalysis.org/%5Cpapers29%5Cpap er2879.html. “Dua Tahun Perluasan NATO” , diakses dari: http://www.unpas.ac.id/fisip/website/index.php/home/downloadjournal /DUA%20TAHUN%20PERLUASAN%20NATO.pdf Suara Media Online.Oktober 2009. Lahirnya Soviet Baru Pesaing Pasukan NATO. http://www.suaramedia.com/berita-dunia/eropa/11158lahirnya-soviet-baru-pesaing-pasukannato.html “The Constitution Of The Russian Federation (Tith Amandements and ADDITION OF December 30, 2008)”. http://www.constitution.garant.ru/DOC_11113000.htm Tiga Strategi dalam Persaingan Sistem Perisai Rudal AmerikaRusia.2012.http://indonesian.irib.ir/cakrawalaindonesia//asset_publis her/cQ30/content/tigastrategi-dalampersaingan-sistem-perisai-rudalamerika-rusia/pop_up Viva News. November 2011. Rusia Ancam Hancurkan Rudal NATO di Eropa. http://english.umm.ac.id/id/internasional-umm-180-rusia-ancamhancurkan-rudal-nato-dieropa.html.
29