POLITIK DAN PERENCANAAN BAHASA DI INDONESIA SUATU TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK
Qorinta Shinta Program Studi Teknik Informatika STMIK PROVISI, Semarang
[email protected] Abstract Language planning refers to any policies implemented intentionally by the government who is in power. This policy aimed at standardizing the use of a national language within the society. There are two constrasting views concerning language planning. Government’s view stated that language planning is crucial to develop the language towards its expectation (of the government) rapidly with optimum results. On the contrary, the oppsosing view claimed that there is no need to implement a language planning policy in the society. Language should be allowed to develop on its own without any intervention from the government. Moreover there is no need to generalize the norms/rules of national language towards western language (English). Based on the the two views above, it can be concluded that language planning is still necessary in fields like : science and technology dan education so that society get the same concepts. While language planning is not necessary for other fields like : journalism, arts, and culture so that these fields can grow and develop within the society optimally. Keywords: Language planning, government, society, genenalize 1.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Sejarah Perencanaan Bahasa di Indonesia Bahasa mencerminkan identitas suatu bangsa, demikian juga yang terjadi di Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan, masa dimana Indonesia belum bemama Indonesia dan masih dijajah oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pada masa itu banyak terbentuk gerakan-gerakan pemuda di seluruh tanah air seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Celebes, dan lain-lain yang bertujuan untuk menentang pendudukan Belanda di Indonesia. Pada masa itu penduduk Indonesia menggunakan bermacam-macam bahasa daerah untuk berkomunikasi. Misalnya etnis Jawa berbahasa Jawa, etnis Sumatra berbahasa Melayu, etnis Sunda berbahasa Sunda dan lain-lain. Guna menyatukan visi tentang negara kesatuan yang ingin dicapai oleh para pemimpin politik pada masa itu maka disepakatilah satu bahasa yaitu bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa pemersatu dan sebagai identitas suatu bangsa baru itu. Ada alasan yang mendasar mengapa bahasa Melayu yang dipilih sebagai bahasa pemersatu adalah (1) pada saat itu bahasa Melayu berfungsi sebagai lingua franca (bahasa yang dipakai dalam perdagangan), dan (2) adanya nasionalisme | politik di kalangan pemimpin politik waktu itu yang meskipun sebagian besar berasal dari etnis Jawa – mereka menyadari akan adanya potensi disintegrasi di negara baru itu kalau bahasa Jawa dijadikan sebagai bahasa nasional, sehingga terpilihlah bahasa Melayu.
Pada masa itu sebenamya ada dua (2) jenis bahasa Melayu yang berkembang di Indonesia yaitu bahasa Melayu rendah/Melayu Tionghoa dan bahasa Melayu tinggi/Melayu Riau (Salmon). Bahasa Melayu rendah pada saat itu : sebenamya tidak hanya dipakai dalam percakapan tetapi juga dalam dunia jumalistik dengan mutu tinggi yang mayoritas digawangi oleh etnis Tionghoa. Hal ini menimbulkan kecemburuan di kalangan pribumi yang merasa kaum Tionghoa; yang minoritas temyata menguasai pers nasional. Pada tahun 1920an, setelah kelahiran Balai Pustaka ada usaha untuk memurnikan bahasa Melayu (rendah) dengan membakukan bahasa Melayu sebelum perang, yaitu bahasa yang didasarkan pada bahasa Melayu klasik dengan pengaruh Minangkabau yang kuat baik di tingkat perbendaharaan kata maupun susunan kalimat dan tata bentuk kata (A Teeuw dalam artikel Salmon). Setelah era kemerdekaan, bahasa Melayu Tinggilah yang diajarkan di sekolah, sejak saat itu maka bahasa Melayu rendah mulai berkurang fungsinya dan lama-lama kelamaan hilang dari khasanah bahasa di tanah air. Jadi sebenamya politik perencanaan bahasa sudah diusahaan sejak dahulu. Adapun sejarah perkembangan bahasa Indonesia sudah dimulai sejak masa penjajahan Belanda sampai pada masa kemerdekaan, yang dibagi dalam tahap sebagai berikut: 1.1.1 Masa Penjajahan Belanda Sejarah perkembangan bahasa Indonesia dimulai dari mulai masa penjajahan Belanda (Moeliono:1981). Sampai pada pertengahan abad ke sembilan belas baru pemerintah kolonial Hindia
39
Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi, ISSN:2087-0868, Volume 1 Nomor 1 Agustus 2010 Belanda meinikirkan penyelenggaraan pendidikan yang waktu itupun terbatas pendidikan dasar untuk anak Belanda, Kristen, dan anak militer. Baru pada tahun 1849, mulai didirikan sekolah-sekolah untuk anak pribumi dengan bahasa pengantar bahasa daerah. Dengan ketentuan apabila bahasa daerah tidak dapat digunakan maka bahasa Melayulah yang akan dipakai. Sedangkan kalangan cina mendirikan sekolah sendiri dengan pengantar bahasa Belanda. Sedangkan di luar Jawa pendidikan mulai dirintis pada abad 19, tapi baru pada awal abad ke 20 mulai diusahakan. Garis haluan kebahasaan yang dianut oleh pemerintah Hindia-Belanda adalah sebagai berikut; ditingkat dasar bahasa yang dipakai sebagai bahasa pengantar adalah bahasa daerah dan/ bahasa Melayu untuk sekolah bumiputera. Pada tingkat pendidikan menengah, bahasa pengantamya adalah bahasa Belanda. Pada saat itu terjadi perdebatan antara pejabat negara di Belanda maupun di Hindia Belanda tentang sejauh mana pengajaran bahasa Belanda di Indonesia. Ada yang berteori ( Nieuwenhuis) bahwa bahasa Belanda harus menggantikan bahasa Melayu sebagai lingua franca untuk mengekalkan hubungan ekonomi dan budaya antara Belanda dan jajahannya. 1.1.2 Masa Pendudukan Jepang Pada masa pendudukan Jepang, bahasa pengantar yang dipakai di sekolah - sekolah baik tingkat dasar, menengah, maupun tinggi adalah bahasa Indonesia. Sedang bahasa Jepang adalah bahasa asing yang diajarkan pada kelas - kelas tertinggi di tingkat dasar sampai perguruan tinggi. 1.1.3 Masa Kemerdekaan Indonesia dan Sesudahnya Pada masa itu bahasa-bahasa yang dipakai sebagai pengantar di sekolah adalah : Bahasa Indonesia dan beberapa bahasa daerah seperti Jawa, Sunda, Madura, Batak, Bali, Aceh. Sedangkan di perguruan tinggi, bahasa pengantamya adalah bahasa Indonesia, Inggris, dan sejumlah bahasa asing. Pada perkembangannya bahasa Indonesia sendiri mendapat pengaruhh yang sangat beragam dari bahasa Belanda dan bahasa daerah - terutama bahasa Jawa - dan bahasa daerah lainnya untuk menjadi bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang ini. 1.2 Fungsi Bahasa Indonesia 1.2.1 Fungsi Sosiolinguistik Menurut Anton Muliono (1981:38-40), Tiaptiap bahasa dapat ditentukan kedudukannya berdasarkan lima fungsi Fungsi pokok yaitu (1)
40
sebagai bahasa resmi kenegaraan atau kedaerahan; (2) sebagai bahasa perhubungan luas pada taraf subnasional dan intemasional; (3) sebagai bahasa untuk tujuan khusus (keagamaan, identitas kelompok); sebagai bahasa dalam sistem pendidikan; dan obyek studi; dan (5) seba'gai bahasa kebudayaan di bidang seni, ilmu dan teknologi. Kategori fungsi yang pertama, kedua, dan ketiga hanya “persetujuan pasif dari masyarakat” umum setelah ditentukan oleh badan penguasa, badan perwakilan rakyat, atau undang-undang. Sedang fungsi keempat dan kelima, terutama yang menyangkut bahasa tulis dan bahasa baku memerlukan tindak lanjut perencanaan, dan implementasi dalam bentuk “pengembangan” dan “pembinaan”. Hal ini memerlukan kerja sama yang aktif antara masyarakat dan kaum cendekiawan. 1.2.2 Fungsi Politik Bahasa Salah satu fungsi politik bahasa nasional adalah memberikan dasar dan pengarahan bagi perencanaan serta pengembangan bahasa nasional (Halim, 1984:16-17). Secara politis, fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai : 1. Bahasa nasional. Sebagai lambang kebulatan semangat bangsa Indonesia 2. Bahasa negara Sebagai bahasa resmi pemerintahan, bahasa pengantar di dunia pendidikan, alat perhubungan pada tingkat nasional, alat pengembangan budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi. 1.3 Landasan Strategis Perencanaan Bahasa Indonesia Mengingat begitu pentingnya fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia maka diperlukan politik bahasa nasional yang berisi ketentuanketentuan pertama mengenai ciri-ciri bahasa baku yang mutlak dan berlaku di selumh Indonesia dan didalam semua lapisan masyarakat serta lembaga mana yang diberi wewenang untuk memperhatikan dan menjaga kelangsungan hidup bahasa Indonesia yang baku. Pembakuan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal seperti keragaman suku, budaya, bahasa dan latar pendidikan bangsa Indonesia; perbedaan-perbedaan antara bahasa Indonesia tulis dan lesan; tingkat toleransi kebahasaan yang tinggi dari bahasa Indonesia serapan berbagai unsur kebahasaan ke dalam bahasa Indonesia); perkembangan iptek; serta keterbatasan wewenang dari lembaga Bahasa Nasional yang ada. Kedua, politik bahasa juga juga perlu mengatur dan menyediakan pengarahan bagi pengembangan pengajaran bahasa Indonesia di segala jenis dan tingkat lembaga pendidikan.
POLITIK DAN PERENCANAAN BAHASA DI INDONESIA SUATU TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK Ketiga, politik bahas nasional juga perlu memberikan pengarahan terhadap pemakaian bahasa Indonesia dalam berbagai kepentingan, kegiatan, dan kehidupan nasional bangsa Indonesia. Terakhir, politik bahasa nasional perlu memberikan garis kebijaksanaan atau panduan mengenai masalah bahasa-bahasa daerah yang hanya digunakan secara lisan, bahasa daerah yang mempunyai banyak persamaan dengan bahasa Indonesia, dan bahasa-bahasa daerah yang terancam keberadaanya karena terbatasnya jumlah pemakai dan terpencilnya lokasi penutur. Sedangkan berkaitan dengan bahasa asing, politik bahasa nasional memberikan dasar pegangan dan pengarahan yang sedemikian rupa sehingga pemanfaatan bahasa asing tidak mengakibatkan penggunaan unsur-unsur asing secara berlebihan dalam bahasa Indonesia (Halim, 1984:19-24) 2.
Perencanaan Bahasa di Indonesia
2.1 Definisi Ada banyak istilah tentang perencanaan bahasa.A da yang menyebut perencanaan bahasa itu language planning terutama pada tahun 1950an 1960an. Menurut Spolsky (1998:66) language planning adalah setiap usaha untuk memodifikasi/mengubah bentuk bahasa atau penggunaannya. Sedang pada tahun 1980an muncul istilah Language policy lebih sering dipakai karena dirasa lebih netral daripada language planning karena sering terjadi kegagalan pelaksanaan pada language planning. Anton M. Muliono (1981) mengatakan bahwa perencanaan bahasa adalah usaha untuk membimbing perkembangan bahasa kearah yang diinginkan oleh para perencana. Secara lebih tegas lagi Weinstein (dalam Wardhaugh,1986: 335) menyebutkan bahwa language planning adalah usaha pemerintah berwenang secara sengaja dan berkesinambungan dalam jangka panjang untuk mengubah fungsi suatu bahasa di dalam masyarakat yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah dalam komunikasi. Pendapat Ariel Heryanto (1985) berkenaan dengan perencanaan bahasa adalah bahwa persoalan yang mendasar bukanlah melaksanakan usaha pengembangan dan pembinaan bahasa yang baik dan benar tetapi yang lebih mendasar adalah apakah pemahaman tentang bahasa yang baik dan benar itu sendiri adalah hal yang sudah benar. Jadi kalau bisa ditarik suatu garis lurus, perencanaan bahasa di dalam suatu masyarakat adalah tindakan sengaja yang dilakukan oleh pihak penguasa untuk mengubah bentuk dan fungsi suatu bahasa diterapkan dalam suatu masyarakat. Jadi dalam hal ini peran penguasa atau pemerintah bersifat sentralistik.
2.2 Fungsi dan Tujuan Ada beberapa landasan pemikiran tentang tujuan dari penerapan pelaksanaan bahasa. Ray (dalam Anton M. Muliono 1981:6) mengatakan bahwa tujuan perencanaan hanya terbatas pada rekomendasi aktif untuk mengatasi masalah pemakaian bahasa dengan cara yang paling baik. Dimana keberhasilan perencanaan bahasa akan bergantung pada jaringan komunikasi sosial yang ada pada mobilisasi sosial yang ada dan pada mobilisasi kekuatan sosial. Tugas perencana bahasa adalah mencari norma yang ideal yang didasarkan pada atas prinsip kejelasan, kehematan, dan keindahan (Haugen :1971). Ada juga yang memandang perlunya perencanaan bahasa karena adanya ketakpadanan atau ketakdekuatan ( ketakcukupan) dalam bahasa. ( Neustupny). Ketakpadanan yang pertama menyangkut ragam bahasa tertentu dalam masyarakat, sedangkan ketakpadanan bertalian dengan dengan penggunaan bahasa seseorang. Hal itu dapat diatasi dengan dua cara : 1. Ancangan garis haluan (policy approach) Hal yang berkenaan dengan pemilihan bahasa kebangsaan, pembakuan bahasa, keberaksaraan ( literacy), tata ejaan, dan pelapisan bahasa yang beragam. Secara umum disebut ancangan bersifat makroskopis. 2. Ancangan pembinaan (cultivation approach) Hal ini menitikberatkan pada masalah ketepatan dan keefisienan pemakaian bahasa. Secara umum ancangan ini disebut ancangan mikroskopis. 2.3 Dimensi-dimensi dalam Perencanaan Bahasa Ada dimensi-dimensi dalam perencanaan bahasa di suatu masyarakat. 1. Perencanaan Status/ Status planning Pada awalnya, status planning digunakan untuk negara-negara yang barn merdeka untuk memberikan identitas terhadap negara baru tersebut adalah bahasa nasional sebagai sebuah paket ideologi. ( Spolsky, 1998;66). Perencanaan status menyangkut penentuan kedudukan suatu bahasa dan tata hubungannya dengan bahasa lain. (Kloss dalam Muliono, 1981:7) 2. Perencanaan Korpus/ Corpus planning Bila suatu bahasa telah melalui pembinaan supaya bisa digunakan pada situasi tertentu (bahasa resmi, bahasa yang dipakai untuk buku sekolah, dll), maka setiap usaha untuk memodifikasi struktur bahasa tersebut disebut sebagai perencanaan korpus (Spolsky, ibid). Perencanaan ini meliputi pengubahan ejaan dan pembetukan istilah (Kloss, ibid). Dalam perencanaan bahasa terdapat dimensidimensi yang harus diperhatikan yaitu perencanaan status dan korpus yang merupakan putusan dari pihak penguasa/pemerintah.
41
Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi, ISSN:2087-0868, Volume 1 Nomor 1 Agustus 2010
2.4 Prosedur Perencanaan Bahasa Dalam pelaksanaannya, perencanaan bahasa meliputi serangkaian tahapan yang hams diperhatikan. Haugen ( dalam Muliono, 1981:8) mengajurkan agar perencanaan bahasa dimulai dengan pengetahuan situasi kebahasaan. Setelah itu baru program kegiatan yang meliputi sasaran, penetapan garis haluan/kebijakan untuk mencapai sasaran dan sejumlah prosedur untuk melaksanakan program itu. Terakhir, dilakukan penilaian terhadap garis haluan maupun hasil kegiatan pelaksanaan. Prosedur tersebut dapat dibagi menjadi empat jenis. Jika sasarannya adalah bentuk bahasa maka tahapannya adalah (1) pemilihan dan penetapan norma acuan yang diimplementasikan dengan (2) kodifikasi norma (3) pemekaran fungsi, (4) "penyebaran aktif norma yang diusulkan sehingga diterima masyarakat. 3.
Pandangan-pandangan tentang Perencanaan Bahasa di Indonesia
3.1 Pandangan Mendukung Nomor urut tabel ditulis di bagian atas tabel yang dijelaskan, contoh: Tabel 1, Tabel 2(a). Nomor urut gambar ditulis di bawah gambar yang dijelaskan, contoh: Gambar 1, Gambar 2(a). Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau dengan beragam suku bangsa dan bahasa. Diperkirakan ada 300 bahasa di Indonesia (Moeliono,1981:1). Implikasi dari keanekaragaman sosial budaya dalam masyarakat yang secara geografis dan politik merupakan kesatuan, adalah masalah kebahasaan. Artinya diperlukan alat penghubung yang memungkinkan semua warga masyarakat dalam satuan politik yang heterogen ini bergaul dan bekerja sama. Komunikasi akan lebih lancar jika ada kesamaan bahasa pada tingkat tertentu karena kesamaan tersebut akan menjamin pertukaran pesan komunikasi yang lebih cepat dan terandalkan. Penentuan bahasa kebangsaan dan bahasa resmi kenegaraan menimbulkan masalah kebahasaan lain. Jika bahasa nasional banyak ragam dialeknya, ragam mana yang dipilih sebagai norma? Bahasa mana yang akan dipakai sebagai pengantar dalam pendidikan? Masalah inilah yang mendorong periunya ada pembakuan, terutama dalam bidang pendidikan dan peristilahan ilmilah untuk bidang ilmu pengetahuan. Penyebaran bahasa nasional juga sangat berkaitan dengan usaha pemberantasan buta huruf sehingga masalah yang timbul adalah bagaimana bahasa itu dieja dan dilafalkan. Karena pengejaan bahasa yang seragam akan lebih menguntungkan sebab kemungkinan salah tafsir akan bisa dikurangi.
42
Adalah suatu kenyataan bahwa bahasa berubah sesuai dengan dinamika masyarakat pemakai bahasa. Tetapi yang menjadi pertanyaan apakah perubahan tersebut perlu dipengaruhi oleh sekelompok ahli? Dengan mengingat bahwa bahasa adalah milik bersama masyarakat. Menurut Anton M. Moeliono (1981:3), ada perasaan kurang puas yang timbul dalam masyarakat terhadap bahasa Indonesia, baik dalam sandinya maupun dalam pemakaiannya. Hal ini mencerminkan adanya masalah dalam bahasa yang harus diatasi. Sebetulnya bisa saja masalah tersebut dibiarkan mencari jalan keluamya sendiri, namun hal itu akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Atau bisa saja diusahakan agar masalah tersebut bisa terpecahkan dalam waktu yang tidak terlalu lama, dengan biaya yang tidak terlalu banyak, dan dengan hasil yang optimal. Ahli bahasa dapat berperan dalam proses perubahan dan pengubahan bahasa dan dalam usaha mengatasi masalah kebahasaan sebagai sejarawan, sebagai pemeri bahasa, sebagai ahli teori, dan sebagai guru ( Haugen dalam Moeliono, 1981:4). Sehingga memang diperlukan suatu wadah khusus untuk dapat mengembangkan dan membina bahasa kearah yang diinginkan. 3.2 Pandangan Menentang Ada pendapat yang berbeda tentang perencaan bahasa. Menurut Ariel Heryanto ( 1985), terdapat dua kelompok besar pandangan yang mendasar tentang hakekat dan fungsi bahasa. Kelompok pandangan yang pertama memandang bahasa sebagai sistem kaidah-kaidah yang berciri"logis". Sehingga kegiatan berbahasa hanya dianggap sekedar penvujudan praktis dari kaidah-kaidah tersebut. Konsekuensinya bila kegiatan kebahasaan tersebut setia dengan kaidah-kaidah akan dianggap "baik dan/benar" jika tidak maka dianggap tidak baik/benar. Pada kelompok ini bahasa dipandang sebagai sistem statis dan tertutup, tetapi kadang malah dianggap memiliki fungsi yang "universal/kesemestaan." Sedang pada kelompok pandangan kedua, bahasa dipahami sebagai suatu yang mendasar pada konteks sosial-historis tertentu, sehingga kaidah-kaidahnya dianggap sebagai sesuatu yang selalu berubah sesuai dengan dinamika perubahan sosial-budaya tertentu. Oleh sebab itu, pembakuan seperti yang diyakini oleh kelompok pertama tidak menjadi sasaran yang penting pada kelompok kedua. Karena kegiatan berbahasa tidak hanya sekedar penvujudan dari kaidah-kaidah yang. Hubungan antara kaidah bahasa dan kegiatan berbahasa dihargai sebagai hubungan yang bersifat timbal balik, saling membentuk, dan saling mengisi. Studi dan dan publikasi bahasa kearah pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut Ariel Heryanto (Ibid) yang ada pada masa itu tanpa diimbangi kajian yang kritis dan mendasar
POLITIK DAN PERENCANAAN BAHASA DI INDONESIA SUATU TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK tentang bahasa temtama bahasa-bahasa pribumi. Yang ada adalah dominasi pandangan atas bahasa dari sudut pandang Barat. Jadi yang terjadi adalah usaha untuk mensemestakan hakekat/kaidah/fungsi bahasa Barat ke dalam bahasa Indonesia yang mempunyai ciri dan keunikan tersendiri yang berbeda yang bisa dikatan sebagai gejala " penjajahan" secara ideologis. Maka dapat disimpulkan bahwa dominasi pandangan kelompok pertama mengenai bahasa juga hams dipahami sebagai dominasi atas pandangan hidup dan praktek kehidupan secara material. Ariel memberikan contoh tentang bagaimana usaha para ahli bahasa Indonesia yang berusaha mencocokkan unsur-unsur bahasa ala Barat kedalam bahasa Indonesia. Misalnya : 1. Penggolongan kata menurut jenis katanya ( kata benda, kata kerja, dll) temyata tidak dapat diterapkan secara memuaskan dalam bahasa Indonesia. 2. Pentingnya gender dalam bahasa Inggris ( he,she,it) temyata tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Karena masyarakat Indonesia lebih mementingkan usia daripada gender ( kakak/adik). Jika ditilik dari sudut pandang sejarah, Bahasa Indonesia yang dimasa revolusi pemah mempersatukan kaum anti penjajah, dicatat sebagai bahasa yang tidak mempunyai akar mendalam secara batiniah bagi sebagian rakyat Indonesia. Kekuatan bahasa tersebut mengempes setelah kekuatan penjajah berakhir (Anderson dalam Heryanto, 1985:44). Proyek Pembinaan Bahasa Indonesia bukannya menumbuhkan akar-akar batiniah kebahasaan, tapi semakin memformalkan, mengeringkan, dan menjauhkan kehidupan batitiah masyarakat dari bahasa nasionalnya. Semua ini dilakukan hanya demi peningkatan gensi lembaga, para pejabat dan pranata sosial "resmi" serta kegiatan "ilmiah" kaum elitnya. 4.
Kesimpulan
Dari kedua pandangan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Anton Moeliono memandang perlunya pembakuan bahasa secara sengaja yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga kesatuan dari warga negara Indonesia yang beragam ini. Selain itu pembakuan juga perlu dilakukan terutama di bidang pendidikan dan ilmu dan teknologi untuk mengindari adanya kesalahpahaman di kalangan masyarakat. Sedahgkan wadah/lembaga formal bentukan pemerintah seperti Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia adalah upaya mempercepat
perubahan bahasa yang terdapat dalam dinamika sosial masyarakat Indonesia. Sedangkan Ariel Heryanto memandang lembaga pembinaan bahasa itu merupakan usaha dari pihak penguasa untuk mensemestakan unsurunsur bahasa asing (Barat) kedalam bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah-kaidah asing yang ada yang pada kenyataannya banyak ketidaksamaannya. Menurutnya, usaha semacam itu tidak ada gunanya, karena sebenamya tidak ada bahasa yang lebih baik/ benar dari bahasa yang lain karena selama ini pemahanan tentang bahasa yang baik dan dan benar sendiri pun belum cukup dipahami. Terlebih lagi, dia mengatakan bahwa perubahan dalam bahasa sebaiknya dibiarkan tumbuh dalam masyarakat pemakai bahasa bukan dari pihak penguasa. Menurut penulis, kedua pandangan mempunyai kelebihan dan kekurangan masing – masing . Namun bagi penulis usaha pembinaan bahasa dalam suatu bangsa adalah hal yang penting agar bahasa nasional sebagai identitas bangsa tidak terkikis oleh arus globalisasi. Namun pembinaan ini mestinya tidak di semua bidang, hanya menyangkut bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan dan teknologi agar ada kesepahaman dalam masyarakat. Sedang pada bidang – bidang lain seperti dalam bidang jurnalistik, kesenian, dan budaya perlu diberi kebebasan tetapi tetap bertanggung jawab. Karena kebebasan mutlak dalam hal apapun akan menyebabkan terjadinya kekacauan (chaos) dalam masyarakat. Pada akhirnya, usaha pembinaan bahasa juga berkaitan dengan kebijakan politik yang dijalankan oleh suatu pemerintahan untuk tujuan tertentu yang antara lain adalah usaha untuk melanggengkan kekuasaan lewat pengaruh kebahasaan. Daftar Pustaka: Halim, Amran.,1984. Artikel : Fungsi Politik Bahasa Nasional dalam Politik Bahasa Nasional 1. PN Balai Pustaka : Jakarta. Heryanto, Ariel. 1985. Makalah : Kekuasaan Kebahasaan, dan Perubahan Sosial. – Moeliono, Anton M. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa. Penerbit Djambatan : Jakarta. Salmon, Caudine. --. Artikel : Apakah dari sudut Linguistik Istilah Bahasa Melayu dapat diterima? --. Spolsky, bernard. 1998. Sociolinguistics. Oxford University Press: Oxford.
43