Polemik KTP 'oplosan' Teman Ahok Jalan DEMOKRASI dinegeri ini sedang dalam proses kemajuan, ... TIDAK terhindar disana-sini terjadi masalah-masalah yang tidak diinginkan. Karena memang kesadaran masyarakat secara umum belum mencapai taraf yang ideal, jadi harus dibuat sistem mekanisasi dengan ketentuan-ketentuan yang lebih ketat, untuk menjamin DEMOKRASI berlangsung lebih baik dan lebih adil! Saya bergembira melihat jalur independen yang ditempuh Ahok dengan “Teman Ahok” ini telah berhasil mencapai 1 juta lebih KTP pendukung, jauh melebih target yang tetapkan KPU harus lebih dahulu mengumpulkan lebih 500 ribu KTP. Artinya Ahok sudah PASTI bisa lolos dan bertarung dalam PILGUB DKI-JAKARTA tahun 2017 yad. Sekalipun pengumpulan lebih 1 juta KTP pendukung Ahok ini masih harus diverifikasi KPU, ... masak iya lebih 1/2 “KTP “Oplosan”? Cara kerja Teman Ahok begitu cerobohnya, dan tidak berhasil dengan cepat menyisihkan lebih dahulu pendaftar KTP nakal atau ada relawan nakal yang memanipulasi KTP? Bukankah semua data KTP yg terkumpul itu dimasukkan dalam data base komputer? Dengan gunakan sortting tentunya segera bisa dikeluarkan No. KTP yang bermasalah, entah No. KTP double, entah No. KTP itu keluar dengan nama berbeda, alamat lain dan No. Hp lain, ... Bahkan setelah diserahkan KPU untuk diverifikasi, juga SEBTULNYA segera bisa di bandingkan dengan data-base KPU yang ada, yaitu seluruh KTP yg sudah terdaftar sebagai PEMILIH! Jadi, sebetulnya TIDAK usah diverifikasi apakah pendaftar itu betul orangnya dengan alamat yang dikunjungi staf KPU. Buat apa harus membuktikan pendaftar tersebut tinggal dialamat terdaftar? Orang bisa saja punya 2-3 rumah, dan dia juga berhak mendaftar dengan gunakan alamat yang dikehendaki. Bukankah yang lebih PENTING bagi KPU, MENJAMIN SATU KEPALA SATU SUARA! Kalau dia daftar dan berikan suaranya diwilayah pemilu A, tidak boleh ikut milih lagi di wilayah B. Seorang warga juga bisa saja terjadi saat mendaftarkan masih gunakan alamat lama, tapi kemudian harus pindah dialamat baru. Kalau KPU hendak memverifikasi orang itu dialamat lama, tentu saja sudah tidak ketemu orang bersangkutan! Lalu? Dicabut hak suaranya??? Yaa, janganlah! Biarkan saja dia ikut memberikan suara nya di wilayah alamat lama, sekalipun saat pemilu sudah berada dialamat baru! Apa salahnya? Kenapa harus dipegang kuat-kuat, seseorang yang terdaftar sebagai pemilih harus berada dialamat dimana terdaftarkan? Kenapa tidak berani CUKUP pegang saja No. KTP yg
1
hanya satu-satunya itu, untuk menjamin SATU KEPALA SATU SUARA SAJA! RELAWAN “Teman Ahok”, ... dari perjalanan terungkap, sekalipun entah sampai dimana kebenarannya, ternyata masih banyak masalah praktis yang perlu dipikirkan dan dibuat ketentuan agar berjalan lebih baik dikemudian hari. Sekalipun “Teman Ahok” ini bisa saja tercetus spontan, dan entah siapa yg jadi organisatornya, bagaimana susunan organisasinya, ... namun juga harus diperhitungkan, sekalipun RELAWAN juga harus ada imbalan kerja yang dikeluarkan para relawan itu. Kasihan amat kalau yang namanya relawan itu sudah keluar tenaga dan korban waktu tidak sedikitpun mendapatkan penghasilan sesuai kerja yang dikeluarkan! Apalagi mereka juga sudah keluar ongkos kendaraan dan makan setiap harinya, lebih-lebih kalau ternyata mereka ada tanggungan hidupi/membiayai kebutuhan keluarga, mereka harus “berhenti” kerja di perusahaan semula untuk bisa kerja penuh di “Teman Ahok”. Relawan juga perlu dapatkan PENGHASILAN kerja sebagai manusia normal. 1. Darimana dana “Teman Ahok”? Diawal mula hanya terdengar dana “Teman Ahok” didapatkan dari mereka sendiri, dengan menjual kaos, logo dan kemudian bikin Malam Teman-Ahok, ... dan juga bisa dapatkan donasi dari beberapa pengusaha. Kemudian beberapa hari yl. mencuat berita ada aliran dana 30 M dari pengusaha Reklamasi yang sedang dilacak KPK. Biarlah sementara ini kita tunggu hasil penelitian KPK, sekalipun “Teman Ahok” tetap menyangkal. PASTI bisa terbongkar sampai dimana kesalahan yang terjadi dan kenyataan sesungguhnya! Saya tidak jelas bagaimana ketentuan yg ada sehubungan dengan donasi yang bisa didapatkan satu organisasi untuk kegiatan PEMILU atau konkritnya dalam rangka PILGUB seperti “Teman Ahok” ini. Jadi, yang akan persoalkan besar jumlah 30M yang dikucurkan atau pendonor pengusaha Reklamasi itu? 2. Kegiatan permainan “UANG” untuk membeli suara dalam pemilu, “membeli” data “KTP” dari Lurah untuk pendukung Ahok, termasuk pelanggaran hukum yang harus dicegah. Tentu cukup SULIT untuk dicegah, kecuali BERSANDAR pada KESADARAN masyarakat itu sendiri. Ada yang melihat dan membuktikan pelanggaran HUKUM yang terjadi, ... Dari “Pengakuan” 5 orang mantan relawan “Teman Ahok” yang mengungkap masalah dibawah ini, ternyata ada 3 orang sudah dipecat karena jelas kualitas data yang dikerjakan TIDAK memenuhi syarat. Tidak dijelaskan apa masalah konkrit sesungguhnya!
2
Sedang 2 orang lagi juga tidak disebutkan apa dan bagaimana masalahnya. PATUT menjadi PERHATIAN, ternyata apa yang dikisahkan ke 5 mantan relawan Teman Ahok terjadi “BARTER” dapatkan KTP, yang dikatakan “oplosan” itu, hanyalah apa yang mereka dengar, BUKAN pengalamannya sendiri! Begini dikalimat penutup kisah cerita mereka: “Benarkah praktik ini dilakukan oleh kelima saksi? Untuk memastikan, usai konferensi pers, Rappler pun mendalami keterangan saksi kelima mantan teman tersebut. Berbeda dengan kekompakan kelimanya di konferensi pers, saat diwawancara Rappler hingga akhir, tak ada satupun yang mengaku melakukan prakter barter. Mereka hanya mendengar dari rekannya.” Entah ke-5 mantan relawan itu takut harus bertanggungjawab atas pengakuannya sendiri atau memang hanya ngoceh saja??? Yang PASTI, bagaimanapun juga kita semua harus bersabar menunggu keputusan verifikasi KPU ada berapa% KTP yang terkumpul itu ternyata “oplosan”? Sekarang terlalu dini kalau buru-buru menilai kerja “Teman Ahok” dalam mengumpulkan KTP pendukung Ahok yang mereka nyatakan sudah melebihi 1 juta itu. 3. Bukankah, formulir pendaftaran pendukung Ahok itu dengan jelas mencantumkan nama relawan yg menerima pendaftaran KTP itu, jadi boleh diusut kalau ternyata KTP bodong, ya dikejar saja dan jatuhi sanksi HUKUM yang mendaftar dengan KTP bodong itu; tapi sebaliknya kalau ternyata relawan itu yang entah darimana dapatkan KTP bodong itu, ya relawan tsb. yg dikenai sanksi HUKUM! Ketegasan ini harus dikonsekwenakan “Teman Ahok” untuk menjamin proses DEMOKRASI lebih baik dan lebih adil! Salam, ChanCT
From: mailto:
[email protected] Sent: Thursday, June 23, 2016 7:19 AM To:
[email protected] Subject: [GELORA45] Fw: Polemik KTP 'oplosan' Teman Ahok
Polemik KTP 'oplosan' Teman Ahok 3
Teman Ahok mengatakan 3 dari 5 mantan relawan itu dipecat karena kualitas data yang mereka setorkan tidak memenuhi syarat Febriana Firdaus Published 2:52 PM, June 22, 2016
HONOR. Della Noviyanti, 22 tahun, mantan Penanggung Jawab Teman Ahok Pos Sukabumi Selatan. Ia menunjukkan kwitansi pembayaran dari Teman Ahok Rp 500.000 per pekan untuk 140 KTP. Foto oleh Febriana Firdaus/Rappler
JAKARTA, Indonesia — (UPDATED) Dipandu Fery Ariyanto, seorang yang mengaku dari masyarakat sipil, lima mantan Teman Ahok mengungkap dugaan penyelewengan dalam pengumpulan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk pencalonan Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama untuk menjadi orang nomor satu di Ibu Kota. Paulus “Ciman” Romindo, 37 tahun, warga Penjaringan-Jakarta Utara mengawali konferensi pers itu dengan mengomentari jumlah KTP Ahok yang sudah mencapai sejuta dengan cara mengumpulkannya dari satu pintu ke pintu, dari satu mall ke mall. “Kami menyatakan itu tidak benar, semuanya tidak benar,” ujar Ciman saat menggelar konferensi pers di Kafe Dua Nyonya, Cikini, Rabu, 22 Juni. Menurutnya pengumpulan KTP Ahok itu tak lepas dari jerih payah ‘karyawan’ yang selama ini bekerja di ‘perusahaan’ bernama Teman Ahok. “Kami dikontrak, kami dibayar. Kami ini kerja seperti karyawan di perusahaan,” katanya sambil menunjukkan kuitansi berwarna kuning dan hijau. Setiap pekan, setiap 'karyawan' Teman Ahok ditarget untuk mengumpulkan 140 KTP dan akan mendapat imbalan Rp 500.000. Pada Minggu keempat, mereka akan mendapat
4
tambahan berupa biaya operasional Rp 500.000. Sehingga total setiap penanggungjawab (PJ) pengepul KTP mendapat Rp 2,5 juta per bulan. Ciman menjelaskan ada 153 PJ di seluruh DKI Jakarta. Di atas PJ terdapat Koordinator Pos (Korpos) yang membawahi 5-10 PJ. Selain mendapatkan honor, Ciman juga mengaku memperoleh fasilitas dari Teman Ahok, seperti seragam dan fasilitas printer merek Hewlett Packard (HP). “Kloter pertama bahkan mendapatkan laptop,” ujarnya. Sementara itu untuk Korpos, mendapatkan fasilitas tambahan berupa telepon genggam. Selain Ciman ada empat mantan Teman Ahok lainnya yang mengaku mendapat bayaran yang sama. Mereka adalah Della Noviyanti, Kusnun Nurun, Dodi Hendaryadi, dan Richard Sukarno. Modus pengepulan KTP oplosan Selain soal bayaran, mereka juga mengungkap kinerjanya sendiri. Ia mengaku tak jujur mengumpulkan KTP. Ciman lah pertama kali menyebut ada barter dalam proses pengumpulan. Pertama ia terlebih dulu mengakui bahwa pengumpulan KTP untuk Ahok di booth-booth masih murni. Tapi sayangnya, menurut Ciman, penyelewengan terjadi di tingkat PJ di lapangan. “Yang terjadi di PJ tidak riil. Ini barter KTP,” katanya. Bagaimana cara kerja barter tersebut? “Misal PJ Pinang Ranti mengumpulkan 140 KTP, kemudian dioper ke Kelapa Dua, dibarter pake Gojek, ditukar lagi ke Wilayah Sukabumi Selatan dan Jati Pulogadung. Sampai di sana bisa ganda KTP-nya karena verifikasinya tidak maksimal,” katanya. Apa yang dilakukan tim saat verifikasi? Menyusun skenario verifikasi bodong dengan menelepon terlebih dulu respondennya. “Bang, tunggu di sini, nanti kita telepon,” ujarnya. Maka tim verifikasi pun menelepon orang yang sudah mereka hubungi sebelumnya dan tentu saja orang tersebut langsung membenarkan KTP-nya diserahkan pada tim Ahok. Siapa yang memberikan ide tersebut? “Atasan kami, karena kami dikejar target," katanya.
5
Ciman juga menambahkan, tak jarang ada transaksi uang dalam barter tersebut. “Sesama pengurus terjadi jual beli data itu. Beberapa orang kena sanksi,” ujarnya. Tak kompak Benarkah praktik ini dilakukan oleh kelima saksi? Untuk memastikan, usai konferensi pers, Rappler pun mendalami keterangan saksi kelima mantan teman tersebut. Saksi pertama adalah Della Noviyanti, 22 tahun, PJ Pos Sukabumi Selatan. Ia adalah anak Karno. Di sebuah Kelurahan memang bisa ditunjuk dua PJ. Satu lainnya biasanya menjadi tandem. Della yang berprofesi sebagai Ibu rumah tangga di Kelapa Dua ini mengaku ditawari ayahnya sebagai relawan Juni 2015. Sebagai seorang PJ, ia mengaku tak pernah turun ke lapangan atau mengumpulkan KTP dari pintu ke pintu. “Aku bagian menulis, tapi Papa yang mengumpulkan KTP,” ujarnya. Tanpa diminta, Della pun menuturkan bahwa ayahnya mengumpulkan tanda tangan palsu untuk pengumpulan KTP. Kartu tanda penduduk itu kadang diperoleh dari oknum kelurahan setempat. “Papa beli ke kelurahan, dia main dengan oknum kelurahan, KTP warga dikumpulkan, bukan door to door,” katanya. Berapa harga sepaket? “Rp 400.000 untuk 200-300 KTP,” katanya. Saat Rappler mengkonfirmasi keterangan ini pada Karno, ia membantah. “Saya tidak mencari ke kelurahan, saya mengumpulkan KTP, masing masing warga saya beri formulir, mereka datang lalu mengisi, lalu mereka kita ambil KTP-nya,” katanya. Ia mengatakan ia sudah melakukan pengumpulan sebagian KTP dari pintu ke pintu. “Ya sebagian bodong. Ada yang KTP bikininan,” katanya. Untuk membantu kerjanya, Karno mengaku mempekerjakan ibu-ibu sebagai ‘kaki-kaki’nya. “Kalau ibu-ibu per lembar (honor) Rp 1.000-2.000,” katanya pria yang beprofesi sebagai Debt Collector di Bank Intidana jalan Tiang Bendera, Jakarta Barat.
6
Lalu bagaimana dengan praktik barter yang disebut-sebut dalam jumpa pers? Rappler kembali menanyakan pada Ciman, orang yang pertama kali menyebut kata ‘barter’ tersebut. Ciman yang mengaku sebagai salah satu karyawan perusahaan pengadaan alat pendidikan ini mengatakan ia tak mengalami langsung soal barter ini. Tapi rekannya Dodi Hendaryadi, 36 tahun, PJ Pinang Ranti yang mengalaminya. Rappler pun menanyakan pada Dodi. Pria ini bergabung dengan Teman Ahok sejak Januari 2016, dan baru dipecat empat bulan lalu karena indikasi KTP ganda. Ia kemudian mengatakan bahwa soal barter sebenarnya ia tak tahu menahu. Ia hanya mengumpulkan data KTP dibantu ‘kaki-kakinya’. Mirip dengan praktik yang dilakukan karno. “Saya beri uang rokok Rp 200.000, sisanya Rp 300.000 buat saya,” katanya. Belakangan ia baru mengetahui 40 persen dari KTP yang ia kumpulkan dari ‘kakinya' berstatus bodong. Lalu bagaimana dengan praktik barter yang dimaksud? “Kalau itu Bu Nurun, Bu Nurun seperti itu, kalau saya sistim setor langsung,” ujarnya. Rappler pun menanyakan pada Kusnun Nurun. Ia pun kembali melempar keterangan soal barter pada Ciman. “Itu Ciman,” kata perempuan berusia 35 tahun yang berprofesi sebagai pedagang baju tersebut. Lalu bagaimana ia mengumpulkan KTP? “Awalnya data yang kami kumpulkan banyak yang riil, saya datangi dari rumah ke rumah,” katanya. Tapi semakin lama ia mengaku semakin terdesak, sehingga harus memalsukan KTP-nya sendiri. “Saya punya KTP, saya tulis pakai nama orang lain,” katanya. Total, kata Nurun, hanya 10-20 KTP yang asli dari 140 yang ia kumpulkan. Berbeda dengan kekompakan kelimanya di konferensi pers, saat diwawancara Rappler hingga akhir, tak ada satupun yang mengaku melakukan prakter barter. Mereka hanya mendengar dari rekannya. Siap digugat warga Di akhir konferensi pers dengan mantan relawan Teman Ahok, Rappler menanyakan apakah kelimanya siap digugat warga karena telah ikut memalsukan pengumpulan KTP Ahok? “Siap!” kata Ciman yang mengaku bergabung dengan teman Ahok karena uang.
7
Nurun juga demikian. “Kalau mau digugat ya seluruh PK digugat dan Teman Ahoknya digugat karena saya bekerja untuk mereka. Kalau mau digugat, silakan daripada warga DKI dibohongi terus,” katanya. Apa tanggapan Teman Ahok? Tak lama setelah mantan Teman Ahok memberikan keterangan pers, giliran gerakan Teman Ahok yang memberi tanggapan. Juru bicara Teman Ahok Amalia Ayuningtyas mengakui kelimanya pernah menjadi bagian tim pengumpulan KTP. Tapi tiga di antara mereka sudah dipecat karena kualitas data yang mereka setorkan tidak memenuhi syarat. Amalia juga membenarkan ada biaya operasional yang diberikan kepada setiap PJ dengan pertimbangan mereka harus bolak-balik dari kelurahan masing-masing ke markas Teman Ahok di Pejaten. Tapi Amalia mengatakan semua PJ menerima biaya seadanya. “Saya selalu bilang pada Teman Ahok, biaya operasional ini tidak akan bisa memperkaya diri tapi cukup untuk bolak balik,” katanya. Selain itu, Teman Ahok juga memberikan fasilitas seperti printer dan telepon genggam, dan seragam serta kartu identitas. Bahkan ada surat tugas untuk masing-masing PJ. “Karena kami saking seriusnya. Untuk memastikan KTP yang kami kumpulkan kami jaga,” katanya. Bagaimana dengan verifikasi? Amalia menjelaskan proses verifikasi KTP untuk Ahok. “Kami punya tim verifikasi telepon random. Enggak semuanya ditelepon. Gila kalau semua ditelepon, pulsa dan tenaganya,” katanya. Tapi ia memastikan sistim verifikasi bekerja untuk mengeliminasi KTP yang tidak bertuan, palsu, atau ganda. Amalia juga tak menampik sistim kerja di Teman Ahok yang mirip perusahaan. “Menurut kami itu pujian karena berarti Teman Ahok diakui profesionalitasnya,” ujarnya. Singgih Widyastomo, yang juga merupakan bagian dari Teman Ahok, menambahkan fakta-fakta yang diungkap oleh mantan Teman Ahok banyak yang keliru. Salah satunya soal jumlah PJ. Mantan Teman Ahok sebelumnya menyebut ada 153 PJ, ternyata hanya ada 90 PJ. “PJ Posku itu trial and error jadi jumlahnya tidak pasti,” katanya. Di akhir konferensi pers, Singgih menegaskan, kelima mantan Teman Ahok tersebut bukan pengurus inti sehingga tak mengetahui data yang sesungguhnya. —Rappler.com
8