“Filsafat Kemiskinan Ala Ahok” Judul tulisan yang sangat menantang “Filsafat Kemiskinan Ala Ahok” yang dikaitkan dengan penundaan penggusuran warga Bukit Duri karena sertifikat. Apa dan dimana masalah sesungguhnya? Dari jauh dan sepintas saya perhatikan, khususnya tulisan bung Jaya dibawah ada beberapa masalah yang perlu diluruskan: 1. Program pembenahan dan penertiban ibukota Jakarta yang dijalankan Ahok sekarang ini nampaknya adalah satu PROGRAM bersama Gubernur Jokowi yang sedang dijalankan dengan TEGAS oleh Ahok. Dan salah satu sisi dari program tsb. jelas sebagai satu usaha Jokowi-Ahok untuk mengentaskan kemiskinan di Jakarta. Memindahkan warga yang selama ini hidup dirumah-kumuh dibantaran sungai yang jelas TIDAK layak dihuni bisa naik kerumah susun yang jauh lebih baik dan manusiawi! Satu PROGRAM yang sangat baik, tidak hanya untuk penertiban, keindahan dan menghindari banjir bagi ibukota Jakarta, tapi juga mengentaskan kemiskinan warga, agar mereka bisa hidup lebih layak sebagai manusia! Patut didukung, bukan ditentang apalagi diboikot dengan usaha ngotot bertahan hidup di rumah-kumuh bantaran sungai, ... Yang menjadi masalah, warga yang sudah berpuluh tahun hidup dirumah-kumuhnya itu bukan saja enggan tapi TIDAK MAU pindah kerusun dengan berbagai alasannya sendiri. Antara lain, rumah rusun dirasakan terlalu jauh dan mereka akan KESULITAN meneruskan pekerjaan semula. Jadi akan memberatkan kehidupan mereka bahkan tidak akan mampu membayar keperluan hidup di RUSUN. Dipihak lain, Ahok menyatakan pemerintah DKI siap menyediakan bus gratis, pengaturan anak-anak sekolah, kesehatan/pengobatan diRUSUN itu, ... Seandainya saja, kerja Pemerintah DKI bisa menjamin apa yang dinyatakan Ahok benar adanya dan begitulah yang dirasakan warga RUSUN, tentu apa yang menjadi KEBERATAN warga Bukit Duri pindah keRUSUN tidak beralasan lagi. Dan, bisa dengan sukarela pindah ke RUSUN sesuai pengaturan tanpa harus digusur dengan buldoser, ...! Jadi, apa yang dinyatakan Ahok masih diragukan bahkan TIDAK dipercaya warga Bukit Duri. Masih dibutuhkan pekerjaan perbaikan dan sosialisasi pada setiap warga Bukit Duri secara sabar.
1
2. Ahok MENYALAHKAN pemerintah sebelumnya memberikan sertifikat pada warga miskin yang tinggal di Bukit Duri itu. KENAPA bisa keluarkan sertifikat??? BENAR, kata Ahok, lha jelas perumahan kumuh itu dibangun diwilayah tidak layak, bahkan terlarang dibangun perumahan yang jelas mengganggu saluran sungai, kenapa bisa diberi sertifikat??? Terjadi PELANGGARAN HUKUM!!! Yang benar Ahok, warga miskin itu bukan diberi sertifikat bangun perumahan di Bukit Duri, tapi dibantu untuk naik kerumah RUSUN yang layak dihuni manusia! Pemerintah sebelumnya entah ambil jalan mudahnya saja atau dibalik itu ada unsur korupsi untuk dapatkan penghasilan tambahan dengan keluarkan sertifikat pada warga-miskin saja, ... tapi yang PASTI tidak sedikitpun ada usaha pemerintah untuk membantu apalagi merubah kehidupan mereka dengan baik. Sebaliknya Jokowi-Ahok dengan jalankan program mereka memindahkan warga keRUSUN lalu berusaha membantu memberi pekerjaan, bus gratis, pendidikan bagi anak-anak dan pengobatan bagi yang perlukan itu, jelas lebih manusiawi dan itu sejalan dengan cita-cita pejuang Kemerdekaan RI! Diperjuangkanlah bersama-sama, pemerintah DKI-Jakarta dan warga RUSUN agar pelaksanaan janji-janji memperbaiki kehidupan warga RUSUN itu bisa terrealisasi lebih baik dan sempurna. Setiap warga diRUSUN bisa dapatkan pekerjaan, mendapatkan kemudahan dapatkan kredit untuk usaha, bus-gratis bagi setiap warga RUSUN, anak-anak bisa masuk sekolah, warga yang sakit bisa mendapatkan pengobatan, orang tua bisa dapatkan perawatan di panti-jompo, ... tercapai satu kehidupan masyarakat harmonis, tertib dan jauh lebih SEHAT! Syukurlah yang terjadi penggusuran terhadap warga Bukit Duri bisa ditunda, dan mudah-mudahan bisa mendapatkan kebijaksanaan pemecahan secara damai, semua warga akhirnya bisa naik keRUSUN dengan sukarela, ... Merdeka, ...! Salam, ChanCT
http://politik.rmol.co/read/2016/09/28/262293/Filsafat-Kemiskinan-Ala-AhokRABU, 28 SEPTEMBER 2016 , 00:53:00 WIB
Filsafat Kemiskinan Ala Ahok OLEH: JAYA SUPRANA
2
Ilustrasi/Net
SAYA sempat tertegun menyimak sebuah berita yang dirilis metrotvnews, 26 September 2016. Agar saya tidak keliru salin, maka lebih aman saya copy-paste berita tersebut secara utuh sebagai berikut: Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengkritik Program Prona yang menjustifikasi warga miskin untuk mendapatkan sertifikat rumah di bantaran sungai. Akibatnya, mereka kini sulit untuk ditertibkan. "Kaya (warga) Bukit Duri, ada sertifikat hak milik di pinggir sungai. Itu karena dulu ada Program Prona justifikasi atas orang miskin dikasih, itu yang konyol dulu," kata Ahok di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (26/9/2016). Ahok menilai, pemerintahan dulu terlalu memanjakan warga miskin. Tapi, memanjakannya dengan cara yang kurang tepat. "Demi orang miskin kita nih terlalu banyak 'demi orang miskin'-nya salah," ungkap Ahok. Ahok menjelaskan, kalau benar-benar demi orang miskin, semestinya Pemerintah memberikan sembako murah, pendidikan, kesehatan, perumahan, transportasi, dan modal kerja. Bukannya malah membenarkan sesuatu yang secara hukum salah. "Makanya saya katakan bahasa revolusi Prancis, rakyat enggak butuh ladang gandum. Rakyat butuh roti. Rakyat jangan dimanjakan, sudah melanggar dikasih sertifikat. Kesalahan dulu itu," ungkap Ahok. Pemprov DKI Jakarta memang tengah gencar melakukan penertiban permukiman di bantaran sungai untuk normalisasi sungai. Ahok menilai, sudah waktunya warga sadar akan kesalahannya. "Bilang, 'saya sudah 30 tahun pak tinggal di sini', ya saya jawab, 'harusnya sudah 30 tahun
3
cukup dong melanggarnya'. Bukan berarti malah meresmikan anda yang melanggar 30 tahun. Sudah baik hati saya enggak minta bayar sewa tanah negara," papar Ahok. Setelah menyimak dan mencoba menghayati berita tersebut, saya baru tersadar bahwa selama 67 tahun hidup di dunia ini ternyata saya banyak memperoleh pendidikan yang salah. Saya baru sadar bahwa pada hakikatnya kepedulian Jokowi terhadap kaum miskin adalah salah. Sama halnya dengan almarhumah Ibu Theresa yang akan dinobatkan sebagai santa pelindung kaum miskin jelas perlu ditinjau kembali keabsahannya sebab kaum miskin tidak perlu dilindungi. Ordo Fransiskan yang fokus menolong kaum miskin sebaiknya dibubarkan. Injil Kemiskinan Sri Paus Fransiskus ternyata sekadar angan-angan yang tidak realistis. Pemaparan Ahok mengenai "bahasa revolusi Prancis” juga menyadarkan saya bahwa saya perlu mengoreksi pemahaman sejarah saya. sebab, terus terang saya belum tahu bahwa pada saat itu ada keyakinan bahwa "rakyat tidak butuh ladang gandum sebab rakyat butuh roti”. Perang Tani Jerman 1848 perlu ditinjau kembali kebenarannya sebab sebenarnya rakyat tidak butuh ladang gandum tetapi roti. Meski agak sulit dibayangkan bagaimana bisa ada roti apabila tidak ada ladang gandum. Mengenai pemberian sertifikat kepemilikan tanah dan rumah seperti yang tersurat di dalam Kontrak Politik calon gubernur Jokowi dengan rakyat miskin Jakarta, semula saya keliru tafsirkan sebagai kebijakan luhur sebab merupakan pewujudan sila kemanusiaan adil dan beradab dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengenai Ahok tidak minta kaum miskin bayar sewa tanah negara memang pertanda baik hati tetapi mungkin beliau tidak tahu bahwa kaum miskin yang saya kenal ternyata membayar PBB atau iuran atau entah apa lagi istilahnya. Yang jelas filsafat kemiskinan Ahok memang beda dari pandangan tentang kaum miskin yang saya peroleh dari teman-teman saya seperti HS Dillon, Harjono Kartohadiprojo, Mahfud MD, Yasonna Laoly, Emil Salim, Salim Said, Gus Mus, Frans Magnis Suseno, Sandyawan Sumardi, Wardah Hafids, Sri Palupi, AM Fatwa, Hidayat Nur Wahid, Oei Hong Tjhien, Franki Wijaya, Sugianto Kusuma, Christanto Wibisono, Ilarius Wibisono, almarhum Soepardjo Roestam, Gus Dur, Cak Nur dan lain-lain tokoh kemanusiaan.
4
Kini saya baru tersadar bahwa mengenai filsafat kemiskinan, saya memang masih harus banyak belajar dari Ahok. Penulis adalah pemerhati sosial dan kaum miskin
5