POLA PEWARISAN KARAKTER SUARA KICAUAN PADA BURUNG PERKUTUT
SUMIYATI
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK SUMIYATI. Pola Pewarisan Karakter Suara Kicauan pada Burung Perkutut. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan RONNY RACHMAN NOOR. Perkutut (Geopelia striata) merupakan burung pemakan biji yang mempunyai kelebihan berupa suara yang merdu dan indah. Sampai saat ini pewarisan karakter suara belum dapat ditentukan dengan pasti, sehingga penelitian mengenai pewarisan suara penting dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengetahui karakter dan pola suara perkutut. Materi penelitian terdiri dari 12 pasang indukan perkutut beserta anakannya. Keduabelas anakan perkutut diranking berdasarkan kualitas suaranya. Parameter yang diamati meliputi pola suara, kehadiran elemen suara, jenis suara, harmonisasi suara (frekuensi dan taraf intensitas bunyi) dan durasi total suara. Kualitas suara dianalisis dengan menggunakan software komputer Cool Edit Pro versi 2.1. Visualisasi suara ditampilkan dalam bentuk waveform. Taraf intensitas suara dicari melalui rumus TI = 10 log I/I0, dengan nilai I0 sebesar 10-12 W/m2. Analisis pewarisan sifat suara menunjukkan bahwa pejantan lebih berpeluang dalam menurunkan suara depan dan jumlah ketukan suara tengah. Induk berperan penting dalam memberi modifikasi irama suara dan pewarisan suara ujung. Berdasarkan hasil analisis suara diperoleh peringkat kualitas suara perkutut dari tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah anak ♂AK, ♂FQ, ♂HHa, ♂ISS, ♂HRR, ♂BL, ♂CM, ♂EQ, ♂GQ, ♂DO, ♂DN, dan ♂DP. Nilai frekuensi dan taraf intensitas tertinggi pada perkutut AK sebesar 929.49 Hz dan 91.5 dB, sedangkan nilai terendah pada perkutut DP sebesar 633.59 Hz dan 67.83 dB. Irama perkutut yang baik terlihat dari frekuensi yang tinggi dan polanya yang stabil, jarak antar ketukan yang senggang, dan dasar suara yang jelas. Kata Kunci: perkutut, Cool Edit Pro, waveform, nilai frekuensi, taraf intensitas
ABSTRACT SUMIYATI. Inheritance Pattern of Characters Voice Bird Chirp in Turtledove. Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN and RONNY RACHMAN NOOR. Turtledove (Geopelia striata) is a singing birds that has a better melodious voice. The inheritance of this character has not been determined, so that research on the voice inheritance is important. This study was aimed to characterize the voice patterns turtledove. Materials consisted of 12 pairs of parents and their progenies. Twelve of their turtledove was ranked based on their sound quality. The parameters observed included voice patterns, the presence of elements of sound, the type of sound, harmonious sound (frequency and level of sound intensity) and duration of the total sound. Voice analysis was done by using computer software Cool Edit Pro version 2.1. Sound visualization was displayed in waveform shape. Sound intensity level was determined using the formula TI = 10 log I/I0, with the value I0 at 10-12 W/m2. Based on the inheritance analysis sire voices is a better chance in herediting of the voice and the number of beats sound of the middle voice. Dam plays an role in giving voice rhythm modification and sound tip inheritance. Based on the sound analysis, sound quality the voice rank from the highest to the lowest were: ♂AK, ♂ FQ, ♂HHa, ♂ ISS, ♂HRR, ♂ BL, ♂CM, ♂ EQ, ♂GQ, ♂DO, ♂DN, and ♂DP. The frequency value and the highest intensity level displayed by AK turtledove were 929.49 Hz and 91.5 dB, whereas the lowest value displayed by ♂DP were 633.59 Hz, and 67.83 dB. The best rhythm of the turtledove indicated by high frequency with a stable pattern, harmonious the intonation, as well as clear basic voice. Keywords: turtledove, Cool Edit Pro, waveform, frequency, sound intensity
POLA PEWARISAN KARAKTER SUARA KICAUAN PADA BURUNG PERKUTUT
SUMIYATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi : Pola Pewarisan Karakter Suara Kicauan Pada Burung Perkutut Nama : Sumiyati NIM : G34050867
Menyetujui: Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA NIP: 19561102 198403 1 003
Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, Mrur.Sc. NIP: 19610210 1968603 1 003
Mengetahui: Ketua Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si. NIP: 19641002 198903 1 002
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pola Pewarisan Karakter Suara Kicauan pada Burung Perkutut. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA selaku pembimbing I, Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, Mrur. Sc. selaku pembimbing II, dan Dr. Ir. Gayuh Rahayu selaku penguji karya ilmiah, juga untuk Dr. Irzaman yang telah memberikan bimbingan, saran, koreksi, motivasi, dan fasilitas selama pengerjaan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih kepada yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Yoyok, Bapak Ir. Sri Gunawan M.Si dan Bapak Sabarudin yang telah memberikan fasilitas Bird Farm tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mas Sugeng, Mas Bondan, Mas Nyoto dan Mas Amir yang telah membantu penulis dalam pengambilan data guna penyelesaian karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada orang tua saya, kakak dan adik tercinta atas doa, perhatian dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada teman-teman di Laboratorium Molekuler serta sahabat seperjuangan Biologi 42, Pokemoners dan teman-teman di Sakura atas doa, bantuan dan motivasinya. Somoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, November 2010
Sumiyati
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada 16 Januari 1987 dari Bapak Samin Jaimin dan Ibu Ranah. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 38 Jakarta dan pada tahun yang sama melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Mayor Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Perkembangan Hewan (2007/2008) dan Biologi Dasar (2009/2010 dan 2010/2011). Penulis berkesempatan menjadi mahasiswa pendamping Pos Pemberdayaan Masyarakat yang diselenggarakan oleh P2SDM, LPPM IPB pada tahun 2010. Penulis menerima beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun 2006/2007 hingga 2008/2009.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................................viii PENDAHULUAN...................................................................................................................... 1 Latar Belakang ................................................................................................................... 1 Tujuan .............................................................................................................................. ... 1 Waktu dan Tempat ...............................................................................................................1 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat .....................................................................................................................2 Metode Penelitian................................................................................................................. 2 Perekaman Suara ................................................................................................................. 2 Analisis Suara .................................................................................................................. ... 2 HASIL ......................................................................................................................................... 3 Jenis Suara Perkutut ........................................................................................................... 3 Silsilah Kekerabatan Perkutut ............................................................................................. 3 Harmoni (Pola) Suara Perkutut .......................................................................................... 3 Analisis Pewarisan Suara Perkutut ................................................................................... .. 5 Ketukan Suara Tengah ................................................................................................. 5 Kelengkapan Suara ......................................................................................... ............. 5 Durasi Total Suara ....................................................................................................... 6 Pola Waveform ............................................................................................................. 7 Pola Grafik Kualitas Suara ......................................................................................... 7 PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 11 Karakteristik Suara Perkutut ............................................................................................. 11 Analisis Suara Perkutut...................................................................................................... 11 Penentuan Kualitas Suara Berdasarkan Kriteria P3SI ....................................................... 12 Teknis Persilangan dan Pengaruhnya Terhadap Perbaikan Kualitas Suara ....................... 12 Mencetak Perkutut Berkualitas ......................................................................................... 13 SIMPULAN ............................................................................................................................. 14 SARAN .................................................................................................................................. 14 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 14 LAMPIRAN ............................................................................................................................ 16
DAFTAR TABEL Halaman 1 Perbandingan kualitas suara anggungan (nyanyian) 12 pasang perkutut beserta anakannya ............................................................................................................................. 5 2 Perbandingan kualitas perkutut berdasarkan frekuensi dan taraf intensitas.......................... 10 3 Matriks hubungan antara frekuensi dan taraf intensitas suara 12 anakan perkutut .............. 10
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4
Visualisasi waveform pola suara mbekur ......................................................................... ...... Visualisasi waveform pola suara nutut ................................................................................... Visualisasi waveform suara mbandul perkutut juara asal penangkaran Missy BF ................ Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (A), induk (K), dan anak hasil silangan (AK) …………………………………………………………………..................... 5 Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (C), induk (M), dan anak hasil silangan (CM) …………………………………………………………………..................... 6 Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (D), induk (N), dan anak hasil silangan (DN)……………………………………………………………….................…..... 7 Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (D), induk (P), dan anak hasil silangan (DP) …………………………………………………………................…….…..... 8 Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (F), induk (Q), dan anak hasil silangan (FQ) ………………………………………………………………................…...... 9 Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (E), induk (Q), dan anak hasil silangan (EQ)………………………………………………………………...............…...… 10 Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (H), induk (Ha), dan anak hasil silangan (HHa) ……………………………………………………………................…....... 11 Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (HR), induk (R), dan anak hasil silangan (HRR) ……………………………………………………………...............…........ ..
4 4 4 8 8 9 9 9 9 9 9
DAFTAR LAMPIRAN 1 Waveform suara perkutut ………………………………………………………………….. 17 2 Perbandingan kualitas suara 12 anakan perkutut berdasarkan frekuensi dan taraf intensitas suara ....................................................................................................................... 20 3 Pola grafik frekuensi dan taraf intensitas suara anak perkutut jantan….…………….……... 22
PENDAHULUAN Latar Belakang Letak geografis negara Indonesia yang luas dengan keanekaragaman habitatnya telah memberikan diversitas burung yang sangat menakjubkan. Keindahan suara, bentuk tubuh dan warna bulu merupakan alasan kuat bagi penggemar burung untuk memelihara hewan ini. Salah satu burung yang banyak dipelihara masyarakat adalah burung perkutut. Perkutut (Geopelia striata) merupakan salah satu jenis burung pemakan biji yang termasuk famili Columbidae. Hidupnya berkelompok di dataran rendah. Penyebaran perkutut di Indonesia bermula dari Irian yang terus menyebar ke arah barat, yaitu Lombok, Bali, Jawa, Madura hingga ke Sumatera (Sutejo 2002). Burung perkutut mempunyai kelebihan seperti suaranya yang merdu dan indah. Suara yang indah ini dapat menimbulkan kharisma tersendiri bagi pemiliknya. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila sejak zaman Majapahit, perkutut menjadi burung kesayangan para raja di tanah Jawa (Sarwono 1998). Bagi penghobi burung perkutut, sering diadakan konkurs (lomba) untuk mengetahui burung perkutut yang mempunyai suara terindah. Bagi pemilik burung perkutut yang memenangkan konkurs akan meningkatkan prestise, sehingga kini burung perkutut adalah simbol kelas sosial (Murniasari 2000). Naiknya pamor burung perkutut di seluruh lapisan masyarakat telah mengubah tujuan semula yaitu sebagai hobi menjadi tujuan ekonomis dan prestise. Pada umumnya burung perkutut dipelihara dan didengarkan suaranya untuk kesenangan, namun dewasa ini suara emas perkutut tidak hanya sekedar dinikmati tetapi dapat menjadi ladang uang bagi pemiliknya. Harga burung perkutut dengan kualitas suara baik, lumayan besar yaitu untuk anakan (piyik) berumur beberapa bulan (± 3 bulan), harganya dapat mencapai Rp 800 ribu dan jika dijual ke masyarakat umum, harganya lebih murah yaitu antara Rp 300-500 ribu (Suhaeri 2006). Apalagi bila perkutut tersebut telah menjadi juara di berbagai konkurs maka harganya dapat mencapai 1 milyar. Jadi tidak mengherankan jika kini pemeliharaan perkutut diarahkan ke usaha komersil karena prospek bisnisnya yang menggiurkan. Mahal tidaknya harga seekor perkutut ditentukan oleh kualitas suaranya. Suara perkutut dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu
suara depan, suara tengah dan suara ujung (Sarwono 1998). Suara depan adalah suara bagian awal pada tahap perkutut mengeluarkan nyanyiannya. Suara tengah adalah bagian tahap alunan suara antara suara depan dan suara ujung. Suara ujung adalah suara akhir pada waktu perkutut menyanyi. Dari ketiga bagian suara itu, suara yang harus ada adalah suara depan dan ujung, suara tengah dapat absen. Namun untuk menghasilkan perkutut juara, ketiga elemen suara tersebut harus ada. Sebagai contoh suara dari perkutut juara adalah sebagai berikut: klaw (suara depan), kuk-kuk-kuk-kuk-kukkuk (suara tengah), kuuung (suara ujung). Permasalahan yang dihadapi para hobies dan pembudidaya perkutut adalah bagaimana menghasilkan perkutut juara dari hasil persilangan biasa yang hasilnya sangat beragam. Hal ini karena pewarisan karakter suara belum dapat ditentukan dengan pasti. Perkutut dengan suara bagus, belum tentu menghasilkan anakan bersuara bagus. Tetapi burung perkutut yang induknya bagus, setidaknya 60 % sudah ada keturunan bagus (Suhaeri 2006). Walaupun F1 nya menghasilkan suara jelek, namun dari keturunannya masih dapat menghasilkan suara bagus pada generasi kedua (F2) dan ketiga (F3) (Suhaeri 2006). Pada beberapa kasus, jika ada burung jantan unggul di suara tengah dan ujung, maka dapat disilangkan dengan burung betina yang suara depannya unggul. Hasilnya akan mendapatkan anakan yang saling melengkapi. Namun konsistensinya masih perlu diuji. Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan untuk mendapatkan pola pewarisan suara perkutut sehingga mudah dalam mendapatkan burung yang berkualitas suara indah Tujuan Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik dari pola suara perkutut dan mempelajari pola pewarisan sifat suaranya. Selain itu dapat memanfaatkan perangkat lunak komputer untuk menganalisis kualitas suara dan visualisasinya sebagai standar kriteria seleksi burung tipe penyanyi yang unggul. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Desember 2009. Pengambilan data dilakukan di tiga birdfarm yang ada di Jakarta, yaitu Missy Bird Farm, SABA Bird Farm, dan Sari Guna Bird Farm.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Sampel yang digunakan terdiri dari 12 pasang indukan perkutut beserta anakannya. Indukan dibedakan menjadi empat kelompok kriteria yaitu: kelompok pertama 3 pasang indukan perkutut tanpa hubungan darah yang jelas, kelompok kedua adalah 3 pasang induknya berbeda tetapi pejantannya sama, kelompok ketiga adalah 3 pasang pejantannya berbeda tetapi induknya sama, sedangkan pada kelompok keempat adalah pasangan perkutut dengan tipe persilangan balik (backcross) yaitu anak yang dikawinkan dengan tetua betinanya. Dari keempat kelompok tersebut masing-masing satu anak mewakili hasil persilangannya. Alat yang digunakan meliputi alat rekam digital/ MP3 (SONY), kabel data dan perangkat komputer. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama berupa penentuan silsilah kekerabatan perkutut dan tahap kedua adalah analisis pola pewarisan sifat suara perkutut. Silsilah dari tiap pasangan perkutut dibedakan berdasarkan empat kelompok kriteria. Penentuan silsilah perkutut bertujuan untuk mengetahui hubungan kekerabatan antara anak dengan kedua tetuanya. Analisis pewarisan pola suara adalah melihat bagaimana hubungan masing-masing pasangan indukan dan anaknya dalam hal pola suaranya. Suara yang didapat anak dirunut berdasarkan asal-usul suara dari bapak atau ibunya. Pewarisan karakter suara anak dari hasil persilangan indukan yang berbeda didasarkan pada pola waveform dan analisis grafik kualitas suara. Informasi pola suara dari visualisasi waveform akan menjelaskan asalusul sifat suara yang diperoleh anak, apakah berasal dari pejantan atau induk. Karakter suara yang diamati meliputi kelengkapan elemen suara, pola masing masing suara baik suara depan, suara tengah ataupun suara ujung dan kualitas masing-masing suara. Analisis grafik kualitas suara dapat menjelaskan bagaimana pewarisan suara induk terhadap anaknya pada kestabilan frekuensi suara. Dari 12 pasangan induk perkutut beserta anakannya, diamati pola suara dan kehadiran elemen suara (depan, tengah dan belakang), jenis suara (engkel, sari, dobel, tripel, tripel plus) serta jumlah ketukan suara, harmonisasi suara (irama) dilihat dari frekuensi dan taraf intensitas suara, dan lamanya bersuara. Setiap
jenis suara diamati kualitasnya apakah baik, sedang atau buruk. Berdasarkan jumlah ketukan/ jalannya suara, suara perkutut dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu: jalan 2 (tidak memiliki suara tengah), engkel (ketukan 2/ jalan 4), sari (ketukan 3/ jalan 5), dobel (ketukan 4/ jalan 6), dobel plus (ketukan 5/ jalan 7) dan tripel (ketukan> 5/ jalan 8 keatas) (Gunawan 2004). Perekaman Suara Pengumpulan data suara dilakukan dengan metode perekaman suara dengan perekam digital (digital voice recorder) tipe MP3 (SONY). Perekaman dilakukan pada pagi hari antara pukul 07.00-11.00 WIB dengan meletakkan alat perekam di atas sangkar/ kandang perkutut. Analisis Suara Menurut Rusfidra 2006, metode analisis suara meliputi: a) rekording suara ke pita kaset, b) rekording suara ke komputer dengan sound recorder untuk mendigitalisasikan suara, c) analisis suara, d) visualisasi suara dalam bentuk waveform, dan e) interpretasi hasil. Namun dalam penelitian ini, perekaman suara dilakukan menggunakan perekam digital MP3, sehingga setelah proses perekaman data dapat langsung diolah menggunakan program komputer. Cuplikan suara dari alat rekam dianalisis menggunakan program Cool Edit Pro versi 2.1 (Hardmeier 2003). Oleh program tersebut, data kemudian dikonversi dalam bentuk WAV (waveform audio format), sehingga kompatibel untuk proses selanjutnya. WAV merupakan standar format berkas audio yang kompatibel dengan sistem operasi Windows. Data yang telah diberi keterangan nama dapat disimpan dalam jangka waktu lama untuk analisis lebih lanjut. Visualisasi dan cetakan suara menggunakan program Cool Edit Pro versi 2.1 (Lampiran 1). Selain itu program ini juga dilengkapi noise reduction untuk meminimalkan gangguan suara (noice) yang masuk pada saat perekaman suara, sehingga suara akan terdengar lebih jelas dan bersih. Visualisasi suara ditampilkan dalam bentuk waveform. Selain dari waveform, suara dianalisis pula dalam bentuk grafik kualitas suara yang memuat informasi frekuensi, taraf intensitas suara dan jumlah ketukan suara. Tampilan grafik disajikan berdasarkan perlakuan persilangan untuk mengetahui bagaimana pengaruh jenis persilangan terhadap kualitas suara. Grafik yang disajikan menggambarkan
3
perbandingan kualitas suara antara pejantan, induk, dan anaknya. Selain frekuensi dan taraf intensitas, grafik juga memberikan informasi jumlah ketukan dan kesenggangan jarak antar ketukan. Grafik yang disajikan memiliki sumbu Y yang menggambarkan frekuensi dan taraf intensitas, dan sumbu X yang menggambarkan jumlah ketukan suara. Nilai frekuensi dan taraf intensitas suara ke-12 anakan perkutut disajikan pada Lampiran 2. Keras lemahnya gelombang bunyi (suara) dinyatakan dalam satuan desibel (dB). Perhitungan taraf intensitas (TI) bunyi, menggunakan rumus: TI (dalam dB) = 10 log I/I0 dengan I = Intensitas sumber, dan I0 = Intensitas ambang = 10-12 W/m2 Kedua parameter ini (waveform dan grafik) dapat digunakan dalam menentukan kualitas suara perkutut secara individu. Uji korelasi hubungan antara frekuensi dan taraf intensitas suara pada suara depan, tengah dan ujung ditentukan melalui program SPSS (Statistical Product and Service Solution) for Windows versi 16.0.
HASIL Jenis Suara Perkutut Burung perkutut baik jantan maupun betina keduanya bersuara. Berdasarkan hasil pengamatan karakter suara ada 3 jenis suara yang teramati yaitu mbekur (kejantanan), nutut, dan mbandul (anggungan/ nyanyian/ kicauan). Suara mbekur merupakan suara isyarat yang biasanya pendek-pendek. Suara ini berbunyi kukuuur...kur...kur..., yang hanya dikeluarkan oleh burung jantan. Suara ini sering dikeluarkan secara berulang-ulang oleh burung jantan beberapa saat menjelang kawin sebagai tanda berahi yaitu saat terbang menghampiri betina. Burung jantan mengeluarkan suara ini sambil menganggukanggukan kepala ke arah betina. Pola suara mbekur dapat dilihat pada Gambar 1. Suara nutut dikeluarkan baik oleh perkutut jantan maupun betina. Suara nutut atau nyusun bukan merupakan suara asli dari perkutut. Biasanya suara ini dikeluarkan jika burung sedang malas berbunyi (komunikasi pribadi). Pola suara nutut dapat diihat pada Gambar 2. Selama pengamatan di lapang, suara nutut lebih sering dikeluarkan oleh perkutut betina daripada jantan. Hal ini terjadi karena perkutut betina memang sangat jarang mengeluarkan suara, terlebih untuk bernyanyi.
Suara mbandul (anggungan) merupakan suara nyanyian yang terdiri dari 3 elemen suara yaitu suara depan, tengah, dan ujung (Gambar 3). Irama perkutut jantan biasanya lebih bagus dibanding betina, selain itu volume suaranya juga lebih keras sehingga individu jantan kerap digunakan untuk mengikuti konkurs (lomba) perkutut. Silsilah Kekerabatan Perkutut Pedigree atau silsilah kekerabatan perkutut digunakan untuk mengetahui hubungan silsilah antara anak dengan kedua tetuanya. Pada tipe persilangan bebas anakan perkutut diwakili oleh ♂AK (anak hasil persilangan ♂A X ♀K), ♂BL (anak hasil persilangan ♂B X ♀L), dan ♂CM (anak hasil persilangan ♂C X ♀M). Pada tipe persilangan dengan satu pejantan yang sama, pejantan yang digunakan adalah pejantan D, dan anakan hasil persilangannya dengan beberapa induk yang berbeda, diantaranya ♂DN (anak hasil persilangan ♂D X ♀N), ♂DO (anak hasil persilangan ♂D X ♀O), dan ♂DP (anak hasil persilangan ♂D X ♀P). Pada tipe persilangan dengan satu induk yang sama digunakan induk Q, dan anak hasil persilangannya diantaranya ♂EQ (anak hasil persilangan ♂E X ♀Q), ♂FQ (anak hasil persilangan ♂F X ♀Q), ♂GQ (anak hasil persilangan ♂G X ♀Q). Tipe persilangan backcross terdapat ♂HHa (anak hasil persilangan ♂H X ♀Ha), ♂ISS (anak hasil persilangan ♂IS X ♀S) dan ♂HRR (anak hasil persilangan ♂HR X ♀R). Harmoni (Pola) Suara Perkutut Harmoni adalah pola naik turunnya suara (frekuensi dan atau amplitudo) pada pengulangan syllable (trace) yang dapat dilihat dari pola waveform yang muncul (Gholib 2005). Pada Gambar 3 disajikan tampilan program Cool Edit Pro versi 2.1 yang memuat visualisasi pola suara mbandul perkutut hasil penangkaran Missy birdfarm yang merupakan salah satu perkutut juara. Harmoni suara perkutut pada Gambar 3 jika diterjemahkan ke dalam tulisan terbaca klaw- kuk- kuk- kuk- kuk- kuk- kuk- kuuung. Suara klaw disebut suara depan yang terdiri atas suara ketukan pertama. Suara kuk-kukkuk-kuk-kuk-kuk disebut suara tengah yang terdiri atas ketukan kedua sampai ketukan ketujuh. Suara kuuung disebut suara ujung yang merupakan suara ketukan terakhir dalam satu sekuens nada nyayian (dalam hal ini ketukan ke-8). Diantara masing-masing nada terdapat interval yang jelas, sehingga secara
4
visual dapat dihitung berapa jumlah ketukan. Harmoni suara mbandul tersebut memperlihatkan modulasi frekuensi yang stabil pada suara tengah serta jumlah syllable
yang panjang pada suara depan dan ujungnya, sehingga perpaduannya menghasilkan suara yang indah
Gambar 1 Visualisasi waveform pola suara mbekur
Gambar 2 Visualisasi waveform pola suara nutut
syllable
Suara depan Sk-1
suara tengah sk-2
sk-3
sk-4
sk-5
suara ujung sk-6
sk-7
sk-8
6 ketukan
Gambar 3 Visualisasi waveform suara mbandul perkutut juara asal penangkaran Missy BF
5
Namun walaupun demikian, persilangan pejantan dengan induk yang ketukan suara tengahnya banyak masih berpeluang menghasilkan anak dengan ketukan suara tengah banyak walaupun sangat kecil. Dalam kasus ini hanya 1/3 yaitu pada anak ♂GQ. Pada tipe persilangan backcross, rata-rata ketukan suara tengah yaitu 5 + 3 = 5 Berdasarkan rumus rata- rata ketukan terlihat bahwa pejantan lebih berperan dalam mewariskan jumlah ketukan suara tengah daripada induknya.
Analisis Pewarisan Suara Perkutut a. Ketukan Suara Tengah Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa untuk menghasilkan anak dengan jumlah ketukan suara tengah banyak, lebih besar peluangnya jika pejantan dengan suara tengah banyak disilangkan dengan induk yang suara tengahnya sedikit. Hal tersebut terlihat pada pasangan perkutut tipe persilangan bebas dengan rata-rata ketukan 6 (tripel) + 3 (sari) = 9 (tripel plus). Formula ketukan tersebut menjelaskan bahwa ketukan tengah anak jantan sebanyak 9 dihasilkan dari persilangan pejantan yang berjumlah 6 ketukan dengan induk berjumlah 3 ketukan. Pewarisan jumlah ketukan suara lebih cenderung berasal dari pejantan juga terlihat pada kelompok persilangan kedua dan ketiga. Pada kedua tipe persilangan tersebut terlihat bahwa jika pejantan disilangkan dengan induk yang ketukan suara tengahnya sedikit akan menghasilkan anak dengan jumlah ketukan suara tengah banyak dan jika pejantan disilangkan dengan induk yang ketukan suara tengahnya banyak justru sangat berpeluang mewariskan jumlah ketukan suara tengah yang lebih rendah kepada anaknya. Hal tersebut terlihat pada anak ♂DP, anak ♂EQ, dan anak ♂FQ. Ketiga anak jantan tersebut memiliki suara tengah yang sedikit padahal ketukan suara tengah induknya banyak.
b. Kelengkapan Suara Selain ketukan suara tengah, visualisasi waveform juga dapat menjelaskan tentang pola pewarisan suara dalam hal kelengkapan suaranya (Tabel 1). Persilangan jantan bersuara lengkap dengan betina bersuara lengkap sangat berpeluang menghasilkan anak bersuara lengkap, seperti pada ♂AK (anak hasil persilangan ♂A X ♀K), ♂BL (anak hasil persilangan ♂B X ♀L), ♂DN (anak hasil persilangan ♂D X ♀N), ♂DO (anak hasil persilangan ♂D X ♀O), ♂FQ (anak hasil persilangan ♂F X ♀Q), ♂GQ (anak hasil persilangan ♂G X ♀Q), ♂HR (anak hasil persilangan ♂H X ♀R), ♂HHa (anak hasil persilangan ♂H X ♀Ha), ♂ISS (anak hasil persilangan ♂IS X ♀S) dan ♂HRR (anak hasil persilangan ♂HR X ♀R).
Tabel 1 Perbandingan kualitas suara mbandul (nyanyian) 12 pasang perkutut beserta anakannya Elemen Suara No
Individu ke
Pasangan 1
Jenis
Durasi suara
Rata-rata ketukan
Depan
Tengah
Ujung
Suara
(sekon)
Induk ♂A
√
√ (6)
√
tripel
2.31
Induk ♀K
√
√ (3)
√
sari
2.18
Anak ♂AK
√
√ (6)
√
tripel
3.07
Formula ketukan 2
Induk ♂B
√
√ (7)
√
tripel plus
Induk ♀L
√
√ (4)
√
dobel
2.46 1.4
Anak ♂BL
√
√ (11)
√
tripel plus
4.53
Induk ♂C
-
√ (4)
√
dobel
1.65
Induk ♀M
√
√ (3)
√
sari
2.23
Anak ♂CM
√
√ (9)
√
tripel plus
2.54
7 4+3=9
Rata-rata
6+3=9
Induk ♂D
√
Induk ♀N
√
Anak ♂DN
√
Formula ketukan
6 7 + 4 = 11
Formula ketukan 4
1 6+3=6
Formula ketukan 3
Urutan
√ (4)
√
dobel
1.52
√ (5)
√
dobel plus
2.3
√ (10)
√
tripel plus
3.29
11 4 + 5 = 10
6
Tabel 1 (Lanjutan) Elemen Suara No
Individu ke
Pasangan 5
Jenis
Durasi suara
Rata-rata ketukan
Depan
Tengah
Ujung
Suara
(sekon)
Induk ♂D
√
√ (4)
√
dobel
1.52
Induk ♀O
√
√ (4)
√
dobel
1.56
Anak ♂ DO
√
√ (12)
√
tripel plus
4.01
Formula ketukan 6
Induk ♂D
√
√ (4)
√
dobel
1.52
Induk ♀P
√
√ (11)
-
tripel plus
4.19
Anak ♂ DP
√
√ (4)
√
dobel
2.18
Formula ketukan
4+7+9
Induk ♂E
√
√ (3)
-
sari
1.19
Induk ♀Q
√
√ (9)
√
tripel plus
3.2
Anak ♂ EQ
√
√ (3)
√
sari
2.24
Induk ♂F
√
√ (4)
√
dobel
2.5
Induk ♀Q
√
√ (9)
√
tripel plus
3.2
Anak ♂ FQ
√
√ (4)
√
dobel
2.32
Induk ♂G
√
√ (3)
√
sari
Induk ♀Q
√
√ (9)
√
tripel plus
3.2
Anak ♂ GQ
√
√ (11)
√
tripel plus
3.58
1.5
Formula ketukan Induk ♂H
3+9=6 √
√ (5)
√
dobel plus
3.13
Induk ♀Ha
√
√ (2)
√
engkel
1.58
Induk ♂HHa
√
√ (4)
√
dobel
2.43
3 5+2=4
Induk ♂HR
√
√ (3)
√
sari
2.01
Induk ♀R
√
√ (4)
√
dobel
1.67
Induk ♂HRR
√
√ (3)
√
sari
2.05
Formula ketukan 12
9 3 + 9 = 11
Formula ketukan 11
2 4+9=4
Rata-rata 10
8 3+9=3
Formula ketukan 9
12 4 + 11 = 4
Formula ketukan 8
10 4 + 4 = 12
Rata-rata 7
Urutan
5 3+4=3
Induk ♂IS
√
√ (6)
√
tripel
2.17
Induk ♀S
√
√ (4)
√
dobel
2.26
Induk ♂ISS
√
√ (7)
√
tripel
4.03
Formula ketukan
6+4=7
Rata-rata Keterangan: Angka dalam tanda kurung menjelaskan jumlah ketukan Ha merupakan simbol induk ♀ dari ♂H
Anak dengan suara lengkap juga dapat dihasilkan dari persilangan pejantan bersuara lengkap (memiliki ketiga elemen suara) dengan induk bersuara tidak lengkap (tanpa salah satu elemen suara) atau sebaliknya. Anak hasil persilangan pejantan bersuara lengkap dengan induk tidak lengkap (tanpa suara ujung) dijumpai pada anak ♂DP. Pejantan yang elemen suaranya tidak lengkap akan tetap menghasilkan anak
4 5+3=5
bersuara lengkap asal induknya lengkap (kasus anak ♂CM dan anak ♂EQ) c. Durasi Total Suara Durasi total suara sulit dijadikan sebagai penentu kualitas suara perkutut (Tabel 1). Sebagai contoh, perkutut dengan durasi total tertinggi (anak ♂BL: 4.53 s) kualitas suaranya masih lebih rendah dibandingkan anak ♂HRR yang durasi suaranya paling rendah diantara anak perkutut lainnya (2.01 s). Oleh karena
itu, lamanya perkutut berkicau tidak mutlak menentukan perkutut itu baik atau tidak. Hal tersebut karena durasi total suara sangat bergantung pada banyaknya jumlah ketukan suara tengah, walaupun durasi suara depan dan ujung juga mempengaruhi. Kecuali jika ada dua perkutut yang memiliki kualitas suara yang hampir sama, baik dalam hal jumlah ketukan maupun irama, maka durasi suara dapat menjadi penentu terakhir untuk menentukan perkutut tersebut lebih baik dari perkutut lainnya. d. Pola Waveform Pola vaveform dapat digunakan untuk menghitung jumlah ketukan suara tengah (Tabel 1). Berdasarkan analisis waveform yang disajikan pada (Lampiran 2) terlihat bahwa pejantan lebih dominan dalam mewariskan suara depan dan tengah kepada anak jantannya, sedangkan induk mewariskan suara ujung dan memberi modifikasi iramanya. Dari perpaduan keduanya diperoleh suara anak jantan yang kualitasnya lebih baik dari pejantannya. Hal ini dapat dilihat pada anak ♂AK, anak ♂BL, anak ♂FQ, anak ♂GQ, anak ♂HHa, anak ♂ISS, dan anak ♂HRR. Namun hal tersebut tidak berlaku pada anak ♂DN, anak ♂DO, dan anak ♂DP dalam pewarisan suara depan. Suara depan ketiga anak jantan ini pendek, padahal suara pejantannya panjang. Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena jantan yang disilangkan tidak terlalu baik atau betina yang menjadi pasangan pejantannya tidak memiliki keterpaduan suara yang baik. Namun dalam hal pewarisan ”suara ujung”, anak ♂DN, anak ♂DO, dan anak ♂DP cenderung mengikuti induknya. Berdasarkan waveform juga dapat dilihat bahwa anak ♂CM mewarisi suara depan dari induknya, dan anak ♂EQ mewarisi suara ujung dari induknya. Dari hasil tersebut terlihat bahwa induk, selain memberikan sentuhan irama, juga dapat melengkapi kekurangan elemen suara dari pejantan kepada anaknya, terutama suara depan atau belakang. Dengan demikian akan diperoleh anak bersuara lengkap dengan irama berasal dari induknya. Dari waveform dapat dilihat bahwa suara tengah anak lebih dominan diturunkan dari pejantannya. Hal itu terlihat pada anak ♂AK, anak ♂BL, anak ♂CM, anak ♂DN, anak ♂DO, anak ♂GQ dan anak ♂ISS yang memiliki ketukan suara tengah lebih banyak dari pejantannya serta anak ♂DP, anak ♂EQ, ♂FQ, anak ♂HRR yang memiliki ketukan
7
suara tengah sama dengan pejantannya. Jumlah ketukan suara tidak menjamin perkutut itu baik atau tidak karena irama tetap menjadi pertimbangan penting dalam menentukan kualitas perkutut. Hal ini terlihat pada anak ♂ HHa, walaupun anak perkutut ini memiliki ketukan suara tengah yang lebih sedikit dari pejantannya namun irama dari perkutut ini bagus. Irama yang bagus diantaranya terlihat dari suara yang senggang, indah, mempunyai tempo teratur, dan jeda/ spasi yang baik. Contoh suara perkutut yang memiliki irama yang bagus diantaranya anak ♂AK, anak ♂FQ, anak ♂ISS, anak ♂HHa, anak ♂HRR, dan anak ♂BL. e. Pola Grafik Kualitas Suara Pola grafik menunjukkan hubungan antara frekuensi, taraf intensitas suara, dan banyaknya ketukan terhadap harmonisasi (pola) suara perkutut. Frekuensi menunjukkan tinggi rendahnya suara sedangkan taraf intensitas menunjukkan keras lemahnya suara. Berdasarkan grafik, irama perkutut yang baik terlihat dari frekuensi yang tinggi dan polanya yang stabil, taraf intensitas suara tinggi dan jarak antar ketukan yang senggang, sehingga harmoni yang dihasilkan indah. Frekuensi identik dengan kelantangan perkutut dalam berbunyi. Tingkat intensitas bunyi merupakan ukuran energi bunyi yang dinyatakan dengan skala decibel (dB) (Yahya 2002). Intensitas audible yang dapat ditangkap indera manusia adalah 10-12 W/m2. Intensitas suara menunjukkan keras lemahnya suara, ditentukan oleh energi/ daya yang dibawa gelombang suara tersebut. Frekuensi juga menyatakan banyaknya getaran yang dilakukan tiap satuan waktu. e.1. Grafik perkutut pada persilangan bebas tanpa adanya hubungan darah Pada tipe persilangan bebas, kedua anak perkutut, yaitu anak ♂AK (Gambar 4) dan anak ♂BL (Lampiran 3a) memiliki frekuensi suara tengah yang stabil. Namun pada anak ♂BL suara ujungnya kurang baik karena frekuensinya menurun secara drastis. Pola frekuensi suara tengah pada anak ♂CM (Gambar 5) tidak stabil (naik turun), sehingga kualitas suaranya paling jelek. Oleh karena itu, harmonisasi suara terbaik adalah pada anak ♂AK. e2. Grafik perkutut pada persilangan dengan satu pejantan yang sama Pada tipe persilangan dengan satu pejantan yang sama, terlihat bahwa anak
8
1000
1000
800
800
600
600
400
400
200
200
0
e4. Grafik perkutut pada persilangan secara backcross Pada tipe persilangan backcross, anak ♂HHa (Gambar 10), anak ♂HRR (Gambar 11) dan anak ♂ISS (Lampiran 3d) memiliki pola frekuensi yang stabil. Anak ♂HHa merupakan perkutut paling baik diantara kedua perkutut lainnya. Hal itu karena frekuensi suara depan yang dimiliki anak ♂HHa paling tinggi, walaupun dari jumlah ketukan suara tengah masih lebih rendah dari anak ♂ISS. Berdasarkan pola grafik kualitas suara tersebut dapat disimpulkan bahwa perkutut yang baik memiliki frekuensi suara yang stabil. Perkutut yang memiliki kriteria tersebut diantaranya anak ♂AK (tipe persilangan bebas), anak ♂FQ (tipe persilangan dengan satu induk yanga sama), serta anak ♂HHa, anak ♂ISS, dan anak ♂HRR (tipe persilangan backcross). Selain frekuensi yang stabil, perkutut yang baik juga harus memiliki frekuensi suara depan yang tinggi (lantang). Kriteria tersebut hanya dijumpai pada anak ♂AK, anak ♂FQ, dan anak ♂HHa.
frekuensi AK
1200
1200
'TI' AK
1000
1000
frekuensi A 'TI' A frekuensi K 'TI' K
0 k-1 k-2 k-3 k-4 k-5 k-6 k-7 k-8 ketukan ke-i
fre k u e n s i (H z )
1200
fre k u e n s i (H z )
1200
ta ra f i n te n s i ta s 'T I ' (d B )
e3. Grafik perkutut pada persilangan dengan satu induk yang sama Pada tipe persilangan dengan satu induk yang sama, anak ♂FQ (Gambar 8) merupakan perkutut dengan kualitas paling baik diantara kedua perkutut lainnya. Anak ♂ FQ memiliki frekuensi suara depan yang tinggi dan pola frekuensi yang stabil. Anak ♂GQ (Lampiran 3c) memiliki frekuensi yang cukup stabil namun frekuensi suara depan rendah dan jarak antar ketukan terlalu rapat. Anak ♂EQ (gambar 9) memiliki frekuensi suara depan rendah dan polanya tidak stabil (pola frekuensi naik turun secara drastis) sehingga kualitas suara anak ♂EQ dan anak
♂GQ kurang bagus. Harmonisasi suara terbaik terdapat pada anak ♂FQ.
800
800
600
600
400
400
200
200
0
frekuensi CM 'TI' CM ta ra f in te n s ita s 'T I ' (d B )
♂DN (Gambar 6) dan anak ♂DO (Lampiran 3b) memiliki frekuensi suara tengah yang cukup stabil. Namun jeda antar ketukan suara tengah terlalu rapat, sehingga irama menjadi kurang bagus. Anak ♂DP (Gambar 7) pola frekuensinya naik turun (tidak stabil) dan frekuensi suara depan sangat rendah, sehingga kualitas perkutut ini paling jelek diantara kedua perkutut lainnya. Harmonisasi suara yang dihasilkan ketiga anak pada tipe persilangan ini tidak bagus.
frekuensi C 'TI' C frekuensi M 'TI' M
0 k-1 k-2 k-3 k-4 k-5 k-6 k-7 k-8 k-9 k-10k-11 ketukan ke-i
Gambar 4 Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (A), induk (K) dan anak hasil silangan (AK)
Gambar 5 Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (C), induk (M) dan anak hasil silangan (CM)
Selain pewarisan elemen suara, dari grafik juga diperoleh informasi bahwa frekuensi pejantan yang baik cenderung diwariskan kepada anak jantannya. Hal ini terlihat pada anak ♂AK (tipe persilangan bebas), anak ♂FQ, anak ♂HHa dan anak ♂ISS. Keempat burung tersebut mewarisi kelantangan suara depan dan kestabilan frekuensi dari pejantannya. Sedangkan beberapa anak jantan lainnya seperti anak
♂EQ dan anak ♂DP memiliki frekuensi yang tidak teratur, dan fekuensi suara depan rendah. Berdasarkan grafik terlihat bahwa keempat anak jantan pertama yang baik (anak ♂AK, anak ♂HHa, anak ♂ISS dan anak ♂HRR) merupakan hasil silangan dari induk yang memiliki “jeda antar ketukan yang senggang”.
9
800
600
600
400
400
200
200
'TI' D frekuensi N 'TI' N
1200
1000
1000
800
800
600
600
400
400
200
200
0
1000
800
800
600
600
400
400
200
200
0
'TI' FQ frekuensi F
1000
1000
800
800
600
600
400
400
200
200
0
0
k-1 k-2 k-3 k-4 k-5 k-6 k-7 k-8 k-9 k- k-
ketukan ke-i
ketukan ke-i
1200
'TI' HHa
1000
800
800
600
600
400
400
200
200
0
taraf intensitas 'TI' (dB)
1000
frekuensi HHa
frekuensi Ha 'TI Ha
0 k-1 k-2
k-3
k-4 k-5
k-6 k-7
ketukan ke-i
Gambar 10 Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (H), induk (Ha) dan anak hasil silangan (HHa)
'TI' P
frekuensi EQ 'TI' EQ frekuensi E 'TI' E frekuensi Q 'TI' Q
Gambar 9 Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (E), induk (Q) dan anak hasil silangan (EQ)
1200
1200
1000
1000
frekuensi H 'TI' H
frekuensi P
0
k-1 k-2 k-3 k-4 k-5 k-6 k-7 k-8 k-9 k- k- k-
1200
'TI' D
Gambar 7 Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (D), induk (P) dan anak hasil silangan (DP)
1200
'TI' Q
frekuensi D
ketukan ke-i
1200
frekuensi Q
'TI' DP
0
1400
'TI' F
frekuensi DP
k-1 k-2 k-3 k-4 k-5 k-6 k-7 k-8 k-9 k- k- k-
1400
Gambar 8 Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (F), induk (Q) dan anak hasil silangan (FQ)
frekuensi (Hz )
1000
freku en si (Hz )
fr e k u e n s i (H z )
1200
ta r a f i n te n s i ta s 'T I ' (d B )
0 0 k-1 k-2 k-3 k-4 k-5 k-6 k-7 k-8 k-9 k- k- k 10 11 12 ketukan ke-i Gambar 6 Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (D), induk (N) dan anak hasil silangan (DN) frekuensi FQ 1400 1400
1200
ta r a f i n te n s i ta s 'T I ' (d B )
800
frekuensi D fre k u e n s i (H z )
1000
1200
ta ra f in te n s i ta s 'T I' (d B )
'TI' DN
ta ra f i n te n s i ta s 'D N ' (d B )
fre k u e n s i (H z )
1000
frekuensi DN
800
800
600
600
400
400
200
200
0
frekuensi HRR 'TI' HRR taraf in ten sitas 'T I' (d B)
1200
fr e k u e n s i (H z )
1200
frekuensi HR 'TI' HR frekuensi R 'TI' R
0 k-1
k-2
k-3
k-4
k-5
k-6
ketukan ke-i
Gambar 11 Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (HR), induk (R) dan anak hasil silangan (HRR)
10
Tabel 2 menyajikan kualitas suara perkutut berdasarkan frekuensi dan taraf intensitas suara. Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa semakin tinggi rataan nilai frekuensi semakin tinggi kualitas perkutut. Nilai taraf intensitas bunyi berpengaruh nyata pada kualitas suara hanya jika nilainya diatas 80 dB. Nilai tersebut berdasarkan pada nilai taraf intensitas perkutut juara yaitu sebesar
83.29 dB. Adapun nilai frekuensinya sebesar 871.18 Hz. Jadi, berdasarkan kedua parameter tersebut, perkutut dengan nilai paling tinggi adalah anak ♂AK dengan nilai frekuensi dan taraf intensitas bunyi sebesar 929.49 Hz dan 91.5 dB, sedangkan perkutut paling jelek adalah anak ♂ DP dengan nilai 633.59 Hz, dan 67.83 dB.
Tabel 2 Perbandingan kualitas suara perkutut berdasarkan frekuensi dan taraf intensitas suara Frekuensi (Hz) Kode Perkutut (peringkat) Standar Perkutut Juara (induk ♂H) Anak ♂AK (1) (perkutut juara) Anak ♂FQ (2)
Taraf Intensitas (dB)
Suara depan
Suara tengah
Suara ujung
Rataan
Suara depan
Suara tengah
Suara ujung
Rataan
1073.3
836.42
842.83
871.18
96
81.2
81
83.29
1185.3
894.28
884.96
929.49
110
93.33
62
91.5 86.83
1159.4
883.8
879.27
928.98
89
86
88
Anak ♂HHa (3)
1137.1
863.17
831.29
903.51
93
95.5
100
95.83
Anak ♂ISS (4)
1095.7
875.25
849.91
895.40
74
96.86
95
94.11
Anak ♂HRR (5)
924.35
887.21
878.77
892.95
109
100
69
95.6
Anak ♂CM (6)
886.4
869.13
851.99
869.14
92
97
95
96.36
Anak ♂EQ (7)
590.37
919.06
994.4
868.39
93
76.3
100
84.4
Anak ♂GQ (8)
867.72
866.75
853.28
865.79
76
98.64
107
97.54
Anak ♂DO (9)
907.8
860.11
841.26
862.17
108
97.92
89
98
Anak ♂DN (10)
908.85
852.16
849.22
856.64
45
72
74
69.92
Anak ♂BL (11)
929.47
830.78
392.02
804.62
106
111.55
75
108.31
Anak ♂DP (12)
597.57
588.43
850.28
633.59
33
82.25
45
67.83
Tabel 3 Matriks koefisien korelasi antara frekuensi dan taraf intensitas suara 12 anakan perkutut Taraf Intensitas
Frekuensi Suara depan
Suara tengah
Suara ujung
Suara depan
0.412
0.361
0.158
Suara tengah
0.678*
0.158
0.649*
Suara ujung
-0.176
-0.629*
0.168
Keterangan: *. nyata pada p<0.05
Tabel 3 menunjukkan koefisien korelasi terkait hubungan antara frekuensi (suara depan, tengah, dan ujung) dan taraf intensitas suara (suara depan, tengah, dan ujung). Uji korelasi menghasilkan hubungan positif yang signifikan antara frekuensi suara depan dengan taraf intensitas suara tengah (r=0.678, p<0.05) dan antara frekuensi suara ujung dengan taraf intensitas suara tengah (r=0.649,
p<0.05). Hal ini berarti semakin tinggi nilai frekuensi, semakin tinggi pula nilai taraf intensitasnya. Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara frekuensi suara tengah dengan taraf intensitas suara ujung (r=-0.629, p<0.05). Artinya apabila taraf intensitas suara ujung naik mengakibatkan frekuensi suara tengah turun dan sebaliknya.
11
PEMBAHASAN Karakteristik Suara Perkutut Karakteristik suara perkutut dapat dipelajari dalam cabang ilmu bioakustik. Bioakustik adalah ilmu biologi terapan yang mempelajari karakteristik suara, organ suara, fungsi suara, fisiologi suara, analisis suara, dan manfaat suara pada hewan dan manusia (Rusfidra 2006). Penilaian karakter suara kicauan perkutut menggunakan perangkat komputer dengan bantuan software Cool Edit Pro versi 2.1. Penilaian kualitas suara dengan perangkat komputer akan menghasilkan grafik sinyal akustik. Grafik tersebut dapat membantu dalam penilaian dan perhitungan struktur suara burung, diantaranya melalui tampilan oscillogram. Dari 36 oscillogram (12 pejantan, 12 induk, dan 12 anak dari 12 pasangan tersebut) yang dianalisis, diperoleh tipe suara depan, tengah dan ujung yang beragam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarwono (1999) bahwa tidak ada 2 perkutut yang anggungannya persis sama, yang ada hanya kemiripan suara. Diantara karakter suara perkutut adalah jenis suara mbandul (kicauan). Berdasarkan visualisasi waveform pada Gambar 3 terlihat bahwa perkutut ♂AK memiliki elemen suara yang lengkap yaitu suara depan, tengah dan ujung. Jumlah ketukan suara tengah adalah 6 ketukan (dobel plus). Suara jenis ini merupakan tipe suara istimewa, sehingga tidak mengherankan jika burung ini menjadi perkutut juara. Dengan mengetahui jalannya suara perkutut, kita punya dasar untuk memilih perkutut yang baik. Semakin banyak jumlah ketukan suara semakin tinggi nilai perkutut, namun tetap alunan irama menjadi prioritas utama. Hal ini sejalan dengan ketentuan Persatuan Pelestari Perkutut Seluruh Indonesia (P3SI) bahwa perkutut yang bersuara baik minimum memiliki jalan 4 dan berirama. Berdasarkan analisis waveform, tidak semua unsur suara kicauan perkutut memiliki elemen suara lengkap. Diantara hasil yang diperoleh terdapat 1 tipe kicauan yang tidak memiliki suara depan (♂C) yaitu sebanyak 2.78 %, dan 2 tipe kicauan yang tidak memiliki suara ujung (♀P dan ♂E). Dengan persentase sebesar 5.56 %. Hal ini tidak sesuai dengan Sarwono (1999) yang mengemukakan bahwa tidak ada perkutut yang berkicau tanpa suara depan atau suara ujung. Hasil analisis ini didukung oleh penelititan Adhikerana dan Noerdjito (1993) bahwa dari 440 oscillogram
diperoleh 60 tipe kicauan yang tidak memiliki suara ujung (13.63 %). Adanya kicauan perkutut yang tidak memiliki suara ujung kemungkinan besar disebabkan oleh kepenatan otot yang memproduksi suara (Adhikerana dan Noerdjito 1993). Analisis Suara Perkutut Menurut pengalaman sebagian besar peternak yang dikutip oleh Asmadi (2004) bahwa induk mewariskan irama sementara kualitas suara dominan diwariskan oleh pejantan, sedikit terjawab pada penelitian ini. Hasil ini diantaranya terlihat pada anak ♂HHa (anak hasil persilangan ♂H X ♀Ha), yang merupakan hasil persilangan back-cross (Lampiran 1). Berdasarkan hasil analisis, pejantan dominan mewariskan kualitas suara depan dan tengah kepada anak jantannya, sedangkan induk mewariskan suara ujung dan irama. Pewarisan irama yang berasal dari induk juga terlihat pada grafik kualitas suara anak ♂AK (Gambar 4) dan anak perkutut pada tipe persilangan backcross (anak ♂HHa, anak ♂ISS, dan anak ♂HRR). Keempat anak perkutut tersebut merupakan hasil silangan dari induk yang memiliki “jeda antar ketukan yang senggang”. Kesenggangan suara antar ketukan akan menciptakan irama suara yang indah, sehingga dapat dinikmati oleh pendengar perkutut. Hasil ini juga sesuai dengan P3SI (2006) bahwa irama yang baik harus senggang atau jarak intern anggung suara depan ke suara tengah, dan dari suara tengah ke suara ujung mempunyai tempo nada yang teratur (ada jeda/ spasi). Sehingga induk kemungkinan berperan dalam mewariskan irama kepada anaknya. Kualitas suara depan diwariskan dari pejantan, diantaranya terlihat pada anak ♂AK, anak ♂FQ, dan anak ♂HHa. Ketiga anak perkutut tersebut memiliki suara depan yang lantang (terlihat dari frekuensi suara yang tinggi) yang berasal dari pejantannya. Kelantangan suara depan merupakan salah satu kriteria penilaian perkutut juara (P3SI 2006). Selain itu, suara perkutut yang baik memiliki ketukan suara tengah yang banyak. Namun selain ketukan suara, irama dan dasar suara menjadi kriteria penting untuk diperhatikan. Waveform juga dapat digunakan untuk menganalisis pola dari ketukan suara tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan irama. Menurut Purnamasari (2006), kategori irama suara dapat ditentukan berdasarkan jumlah syllable yang banyak, durasi suara total, suara
depan dan ujung yang panjang, serta tempo yang baik. Tempo merupakan pengulangan beberapa elemen syllable yang sama per detik (syllable/detik) (Fitri 2002). Jumlah syllable dapat menentukan panjangnya durasi suara (durasi total), dan durasi total suara tergantung dari panjangnya suara depan dan ujung serta jumlah ketukan suara tengah. Namun irama yang baik dapat tercipta jika dasar suaranya juga baik, sehingga walaupun jumlah syllable dan durasi suara panjang, jika dasar suaranya jelek, maka perkutut tidak dapat dikatakan baik. Jadi, waveform dapat memvisualisasikan suara dengan objektivitas lebih tinggi dibandingkan bila hanya mendengarkan secara langsung. Selain kategori di atas, irama juga dapat diketahui dari frekuensi dan taraf intensitas bunyi. Berdasarkan hasil analisis, perkutut dikatakan berkualitas jika memiliki fekuensi dan taraf intensitas tinggi. Semakin tinggi frekuensi, semakin tinggi pula nilai perkutut. Sedangkan taraf intensitas baru berpengaruh nyata terhadap kualitas perkutut jika nilainya di atas 80 dB. Penentuan kedua parameter ini berdasarkan pada nilai frekuensi dan taraf intensitas perkutut juara. Penentuan Kualitas Suara Berdasarkan Kriteria P3SI Menurut P3SI (2006), kriteria perkutut berkualitas adalah memiliki suara depan, tengah dan ujung yang baik, serta irama dan dasar suara yang baik. Suara depan harus panjang, membat dan bersih, suara tengah harus bertekanan, lengkap dan jelas, dan suara ujung harus bulat, panjang dan mengalun. Irama harus senggang, lengang, indah dan mempunyai tempo teratur dan jeda/spasi yang baik. Sedangkan dasar suara harus tebal, kering dan bersih. Jika diurutkan menurut kriteria pakem suara P3SI, maka kualitas suara anakan hasil persilangan dari yang tertinggi hingga terendah adalah anak ♂AK, anak ♂FQ, anak ♂HHa, anak ♂ISS, anak ♂HRR, anak ♂BL, anak ♂CM, anak ♂EQ, anak ♂GQ, anak ♂DO, dan anak ♂DN, anak ♂DP. Parameter pertama yang dilihat adalah kelengkapan suara. Perkutut ♂AK, ♂FQ, ♂HHa, ♂ISS, dan ♂HRR memiliki suara depan dan ujung yang panjang, suara terdengar lantang dan jernih (tidak serak). Selain itu pada suara tengah terdapat kesenggangan suara yang teratur dan tekanan yang jelas. Perkutut ♂BL dan anak ♂CM memiliki kelengkapan suara yang baik dan stabil pada
12
suara tengah, namun volume suaranya tidak terlalu besar. Jadi, walaupun perkutut ♂BL dan anak ♂CM memiliki ketukan suara tengah yang banyak tapi karena volume suaranya rendah maka ia diletakkan pada urutan 6 dan 7. Anak ♂BL menempati urutan ke-6, tidak seperti halnya yang tertera pada Tabel 2 (urutan 11), karena walaupun frekuensi suaranya rendah, anak perkutut ini memiliki dasar suara dan harmonisasi irama yang baik. Mungkin jika anak ♂BL mendapat pakan alami yang bermutu dapat meningkatkan frekuensi suara. Hal ini didukung oleh penelitian Purnamasari (2006), bahwa pemberian pakan dan dedaunan dalam bentuk ekstrak mampu mengemisikan suara dengan jumlah repertoire, syllable dengan durasi suara panjang dan tempo serta frekuensi yang tinggi. Anak jantan EQ memiliki suara yang lantang dan irama yang baik, namun dasar suara dari perkutut ini jelek (suara serak), sehingga perkutut ini menempati urutan ke-8. Jadi, dari segi irama ke-6 perkutut ini (anak ♂AK, anak ♂FQ, anak ♂ISS, anak ♂HHa, anak ♂HRR, dan anak ♂BL) memiliki irama yang indah. Hal ini terlihat dari frekuensi dan taraf intensitas yang tinggi serta kesenggangan suara tengah yang stabil. Perkutut anak ♂GQ, anak ♂DO, anak ♂DN, dan anak ♂DP ditempatkan pada urutan 9 -12 karena keempat burung ini dasar suaranya tidak baik (suara serak). Selain itu suara depan yang dikeluarkan pendek, ketukan suara tengah tidak jelas, suara terdengar tumpang tindih dan harmonisasi irama tidak bagus. Walaupun anak ♂GQ, anak ♂DO, anak ♂DN memiliki ketukan suara tengah banyak, namun karena alasan di atas perkutut ini dimasukkan kedalam urutan 4 terendah, sedangkan anak ♂DP jumlah ketukan suaranya paling sedikit diantara 3 perkutut lainnya. Jadi untuk menentukan perkutut itu berkualitas baik atau tidak, parameter yang dilihat merupakan kombinasi atau perpaduan antara kelengkapan suara, irama dan dasar suara (jernih/ serak) serta volume suara. Hal ini tentunya harus disesuaikan dengan kriteria suara menurut P3SI. Teknis Persilangan dan Pengaruhnya terhadap Perbaikan Kualitas Suara Salah satu usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan/ atau meningkatkan mutu genetik hewan termasuk burung adalah dengan cara persilangan (Warwick et al, 1990 dalam Masy’ud 2005). Persilangan
merupakan upaya perbaikan genetik suatu bangsa dengan mengimpor beberapa hewan bibit dari bangsa lain (Minkema 1993). Metode breeding awal yang dilakukan oleh sebagian besar peternak adalah dengan menyilangkan perkutut lokal sebagai induk dengan perkutut bangkok sebagai pejantan (Sarwono et al. 1989). Perkutut bangkok sendiri awalnya berasal dari Indonesia (Jawa), namun telah dibudidayakan di Thailand (Bangkok) dan mengalami seleksi bertahuntahun. Pada akhirnya perkutut ini kembali ke Indonesia dengan istilah perkutut bangkok. Metode persilangan ini dikenal dengan istilah persilangan pemuliaan yaitu ingin mendapatkan turunan dengan kualitas lebih baik. Menurut Iriany et al., (2003) dalam keturunan yang unggul dapat diperoleh dari persilangan bangsa yang memiliki penampilan yang baik baik. Oleh karena itu banyak peternak yang menerapkan metode persilangan pemuliaan ini untuk memperoleh turunan yang berkualitas baik. Teknis persilangannya adalah dengan memilih perkutut bangkok sebagai pejantan karena keunggulannya seperti cepat manggung (bernyanyi), volume suara besar, dan suara khoongng-nya baik (Turut 1998). Dengan demikian diharapkan bisa menutupi kekurangan dari perkutut lokal yang suaranya kecil. Namun keistimewaan perkutut lokal ini masih memiliki irama suara merdu, daya tahan tubuh kuat, dan tidak mudah stres (Erizal 1989). Kebanyakan birdfarm yang ada di Indonesia menggunakan tipe persilangan ras tersebut dan jarang yang sebaliknya, yaitu dengan menukar perkutut bangkok sebagai induk dan perkutut lokal sebagai pejantan tersebut (persilangan resiprokal). Hal kemungkinan karena tujuan utama para pembudidaya perkutut adalah bagaimana menghasilkan perkutut juara yang dapat mewarisi keistimewaan dari kedua ras perkutut tersebut seperti bersuara lantang, rajin bernyanyi, dan memiliki irama suara yang indah. Menurut Gunawan pemilik Sari Guna birdfarm, persilangan antar ras biasanya dilakukan untuk menghasilkan keturunan pertama (F1). Keturunan F1 yang berkualitas digunakan sebagai indukan yang selanjutnya disilangkan dengan perkutut lokal untuk menghasilkan keturunan baru yang membawa sifat suara lebih baik dari sebelumnya. Upaya perbaikan kualitas suara, diantaranya dengan menyeleksi irama yang
13
dihasilkan. Berdasarkan matriks koefisien korelasi antara frekuensi dan taraf intensitas suara (Tabel 3), terlihat bahwa taraf intensitas suara tengah berperan penting dalam menentukan kualitas suara perkutut terhadap irama yang dihasilkan. Apabila nilai taraf intensitas suara tengah tinggi, maka nilai frekuensi suara depan dan ujung akan tinggi pula. Hal tersebut ditandai dengan nilai korelasi yang positif. Namun apabila ingin menyeleksi kualitas suara berdasarkan taraf intensitas suara ujung, maka mengakibatkan frekuensi suara tengah akan turun dan sebaliknya. Upaya yang mungkin dapat dilakukan untuk menyeleksi kedua sifat yang berkorelasi negatif tersebut adalah melalui optimasi. Sistem persilangan yang dilakukan pada 3 birdfarm sebagian besar melakukan perkawinan sedarah, diantaranya dilakukan oleh Missy birdfarm dan Sari Guna birdfarm. Perkawinan sedarah dapat ditempuh melalui teknik inbreeding (perkawinan keluarga) dan back croossing (persilangan kembali). Adapun SABA birdfarm lebih cenderung menggunakan tipe persilangan individu secara bebas. Teknis penyilangannya adalah menyilangkan individu jantan dan betina dengan melihat pada kualitas suaranya secara individu walaupun tidak memiliki hubungan kekerabatan. Persilangan backcross adalah persilangan antara individu F1 dengan salah satu induknya. Tujuan backcross adalah untuk mencari genotip orang tua, sehingga diharapkan dapat diperoleh kualitas suara anak yang mirip dengan tetuanya, terutama pada sifat unggul yang diinginkan. Mencetak Perkutut Berkualitas Penyilangan-penyilangan yang dilakukan peternak belum didasarkan pada jumlah ketukan pada suara tengah, kualitas suara ujung atau belakang, serta harmonisasi suara. Dalam usaha menghasilkan perkutut berkualitas, peternak harus memahami ilmu genetika. Hal ini penting bagi breeder untuk memahami bagaimana mekanisme dari sifatsifat yang menurun, dan peternak dapat meramalkan apa yang akan muncul bila suatu penyilangan dilakukan. Dalam menghasilkan perkutut berkualitas, breeder dapat menerapkan langkah-langkah ini, diantaranya adalah mengetahui silsilah perkutut. Peternak harus mengetahui silsilah perkutut, karena meskipun suaranya tidak terlalu bagus, seekor perkutut dapat dipilih sebagai induk jika memiliki hubungan darah dengan perkutut
14
juara. Adanya hubungan darah ini membuat perkutut bersangkutan memiliki peluang menghasilkan keturunan bersuara bagus. Selain itu, dalam memilih betina sebagai indukan, diseleksi betina yang irama suara ujungnya bagus dan dapat mengisi kekurangan pejantan. Dalam hal ini, pola waveform sangat cocok digunakan. Jika pasangan induk sudah menghasilkan keturunan, harus dilakukan pemantauan suara untuk mengetahui apakah perkutut mempunyai karakter suara yang baik atau tidak. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sutejo (2002) bahwa perkutut yang tidak mempunyai dasar suara yang baik, meskipun mendapat perawatan yang baik tidak akan mampu menunjukkan keindahan suaranya. Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut diharapkan dapat mencetak perkutut berkualitas dengan lebih mudah dan cepat.
SIMPULAN Suara perkutut umumnya terdiri atas suara depan, tengah dan ujung. Namun ditemukan pula perkutut yang tidak memiliki suara depan atau suara ujung. Berdasarkan analisis waveform, pejantan dominan mewariskan kualitas suara depan dan jumlah ketukan suara pada anak jantannya, sedangkan induk mewariskan kualitas suara ujung dan memberi sentuhan iramanya. Visualisasi waveform suara perkutut dapat digunakan untuk menganalisis kualitas suara perkutut, seperti kelengkapan elemen suara, jumlah ketukan suara, durasi suara dan frekuensi sebagai parameter kualitas suara, sehingga waveform dapat dijadikan sebagai alat bantu dewan juri dalam menentukan perkutut pemenang kontes (perkutut juara). Suara perkutut dinilai baik apabila memiliki kelengkapan suara, irama dan dasar suara yang baik, serta memiliki frekuensi dan taraf intensitas yang tinggi (volume suara tinggi). Berdasarkan kriteria pakem suara perkutut, kualitas suara anakan hasil persilangan terbaik hingga terendah berturutturut adalah ♂AK, ♂FQ, ♂HHa, ♂ISS, ♂HRR, ♂BL, ♂CM, ♂EQ, ♂GQ, ♂DO, ♂DN, ♂DP.
SARAN Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang berbagai kemungkinan tipe persilangan terhadap kualitas suara anak yang dihasilkan. Selain itu, perlu dilakukan uji coba
penyilangan pejantan yang memiliki kualitas suara depan (frekuensi >1000 Hz) dan ketukan tengah (5-7 ketukan) dengan induk yang suara ujungnya baik (suara panjang) dan ketukan tengah 2-5 dengan harapan dapat diperoleh anak berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA Adhikerana AS. Noerdjito M. 1993. Karakter Akustik Suara Kicauan Perkutut, Geopelia striata. Jurnal Biologi 1: 17-23. Asmadi CN. Perkutut Juara Dominasi Penurunan Indukan Pejantan atau Betina. Burung Agrobis 18 Juni 2004: 223 Erizal W. Keistimewaan Perkutut Tuban. Trubus 16 April 1989 :178. Fitri LL. 2002. Panduan Singkat Perekaman dan Analisa Suara Burung. Laporan Penelitian. Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Gholib. 2005. Karakteristik Morfologi, Suara dan Genetik Burung Derkuku (Streptopelia chinensis), Puter (Streptopelia risoria) dan silangannya [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Gunawan. 2004. Menjadi Embrio Mencetak Burung Berkualitas. AT-Agribisnis 34:18. Hardmeier M. 2003. Cool Edit Pro Version 2.1 (3097.0). USA: Syntrillium Software Corporation. Iriany RN, TM. Andy, Muzdalifah M, Marsum dan Subandi. 2003. Evaluasi Daya Gabung Karakter Ketahanan Tanaman Jagung terhadap Penyakit Bulai melalui Persilangan Diallel. J. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 22(3): 134138. Masy’ud B. 2005. Studi Perbandingan Performans Reproduksi, Karakteristik Genetik dan Pola Suara antara Tetua dan Turunannya pada Penyilangan Burung Tekukur (Streptopelia sinensis) dan Puter (Sterptopelia risoria) [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Minkema D. 1993. Dasar Genetika dalam Pembudidayaan Ternak. Jakarta: Bhratara.
Murniasari A. 2000. Pemeliharaan dan Daya Produksi Burung Perkutut [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [P3SI]. 2006. Keputusan Kongres XVI 2006 Persatuan Pelestari Perkutut Seluruh Indonesia. Jakarta: P3SI Press. Purnamasari DK. 2006. Pemberian Ekstrak Daun Saga, Sambiloto, Pare Hutan dan Efeknya terhadap Suara Burung Perkutut (Geopelia striata) [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rusfidra. 2006. Studi Bioakustik pada Ayam Kokok Balenggek dan Burung Pekutut.Di dalam: Meningkatkan Peran Biologi dan Pendidikan Biologi dalam Pengembangan IPTEK. Prosiding Seminar Nasional Biologi; Semarang, 26 Agustus 2006. Semarang: Perhimpunan Biologi. hlm 386-395. Sarwono B. 1998. Sukses dalam Konkurs Perkutut. Jakarta: Penebar Swadaya. _______. 1999. Perkutut. Jakarta: Penebar Swadaya. Sarwono B, Sandhy, Erizal W. Keistimewaan Perkutut Bangkok. Trubus 23 Februari 1989: 82. Suhaeri M. 2006. Perkutut: Lembut Suaranya, Deras Aliran Duitnya. Jakarta: Matra Bisnis. Sutejo 2002. Mengatasi Permasalahan Beternak Perkutut. Jakarta: Penebar Swadaya. Turut R. 1998. Sukses Memelihara Burung Berkicau dari Thailand. Jakarta: Penebar Swadaya. Yahya I. 2002. Metode Pengukuran Akustik : Dasar-dasar Pengukuran Bising. Semarang: Staf Pengajar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang.
15
LAMPIRAN
17
Lampiran 1 Waveform suara perkutut Persilangan perkutut yang dipilih secara acak Pasangan 1 ( A (a) X
K (b)
AK (c))
(a) (b) (c) Gambar 12 Pola waveform induk ♂A (a), induk ♀K (b), dan anak ♂AK (c) Pasangan 2 ( B (a) X
L (b)
BL (c) )
(a) (b) (c) Gambar 13 Pola waveform induk ♂B (a), induk ♀L (b), dan anak ♂BL (c) Pasangan 3 ( C (a) X
M (b)
CM (c) )
(a) (b) (c) Gambar 14 Pola waveform induk ♂C (a), induk ♀M (b), dan anak ♂CM (c) Persilangan perkutut dengan satu indukan jantan ( D) Pasangan 4 ( D (a) X
N(b)
DN (c) )
(a) (b) (c) Gambar 15 Pola waveform induk ♂D (a), induk ♀N (b), dan anak ♂DN (c)
18
Pasangan 5 ( D (a) X
O (b
DO (c))
(a) (b) (c) Gambar 16 Pola waveform induk ♂D (a), induk ♀O (b), dan anak ♂DO (c) Pasangan 6 ( D (a) X
P (b)
DP (c))
(a) (b) (c) Gambar 17 Pola waveform induk ♂D (a), induk ♀P (b), dan anak ♂DP (c) Persilangan perkutut dengan satu indukan betina ( Q) Pasangan 7 ( E (a) X
Q(b)
EQ (c) )
(a) (b) (c) Gambar 18 Pola waveform induk ♂E (a), induk ♀Q (b), dan anak ♂EQ (c) Pasangan 8 ( F (a) X
Q(b
FQ (c) )
(a) (b) (c) Gambar 19 Pola waveform induk ♂F (a), induk ♀Q (b), dan anak ♂FQ (c)
19
Pasangan 9 ( G (a) X
Q(b
GQ (c) )
(a) (b) (c) Gambar 20 Pola waveform induk ♂G (a), induk ♀Q (b), dan anak ♂GQ (c) Persilangan perkutut secara back cross (persilangan kembali) Pasangan 10 ( H (a) X
Ha(b)
HHa (c))
(a) (b) (c) Gambar 21 Pola waveform induk ♂H (a), induk ♀Ha (b), dan anak ♂HHa (c) Pasangan 11 ( HR (a) X
R (b)
HRR (c))
(a) (b) (c) Gambar 22 Pola waveform induk ♂HR (a), induk ♀R (b), dan anak ♂HRR (c) Pasangan 12 ( IS (a) X
S (b)
ISS (c))
(a) (b) (c) Gambar 23 Pola waveform induk ♂IS (a), induk ♀S (b), dan anak ♂ISS (c)
20
Lampiran 2 Perbandingan kualitas suara 12 anakan perkutut berdasarkan frekuensi dan taraf intensitas bunyi No
1
2
3
4
5
6
7
Peringkat (rank) AK (1)
FQ (2)
HHa (3)
ISS (4)
HRR (5)
CM (6)
EQ (7)
Jumlah Ketukan (D,T,B) 1,6,1
1,4,1
1,4,1
1, 7, 1
1,3,1
1,9,1
1,3,1
Frekuensi (D,T,B) (hertz)
Nilai Decibel
Taraf intensitas Bunyi (dB)
D: 1185.3 T: 898.95, 897.16, 895.44, 889.73, 899.1, 885.28 B: 884.96 Rataan: 929.49 D: 1159.4 T: 892.73, 886.01, 879.51, 876.95 B: 879.27 Rataan: 928.98
D: -1 T: -3.1, -2.2, -2.3, -3.0, -1.9, -3.5 B: -5.8
D: 110 T: 89, 98, 97, 90, 101, 85 B: 62 Rataan: 91.5
D: -3.1 T: -3.6, -3.3, -3.2, -3.5 B: -3.2
D: 89 T: 84, 87, 88, 85 B: 88 Rataan: 86.83
D: 1137.1 T: 875.28, 879.42, 848.91, 849.06 B: 831.29 Rataan: 903.51 D: 1095.7 T: 896.8, 887.49, 878.89, 876.36, 865.85, 861.61, 859.77 B: 849.91 Rataan: 895.4 D: 924.35 T: 896.54, 887.04, 878.04 B: 878.77 Rataan: 892.95 D: 886.4 T: 881.28, 880.24, 854.94, 854.68, 875.68, 872.48, 876.55, 873.51, 852.79 B: 851.99 Rataan: 869.14 D: 590.37 T: 980.93, 898.92, 877.32 B: 994.4 Rataan: 868.39
D: -2.7 T: -3.9, -2.6, -2.2, -1.1 B: -1
D: 93 T: 81, 94, 98, 109 B: 100 Rataan: 95.83 D: 74 T: 100, 110, 96, 97, 90, 95, 90 B: 95 Rataan: 94.11 D: 109 T: 120, 101, 79 B: 69 Rataan: 95.6 D: 92 T: 94, 98, 97, 99, 98, 93, 98, 99, 97 B: 95 Rataan: 96.36
D: -4.6 T: -2, -1, -2.4, -2.3, -3, -2.5, -3 B: -2.5 D: -1.1 T: 0, -1.9, -4.1 B: -5.1 D: -2.8 T: -2.6, -2.2, -2.7, -2.1, -2.2, -2.7, -2.2, -2.1, -2.3 B: -2.5 D: -2.7 T: -4.6, -3.8, -4.7 B: -2
D: 93 T: 74, 82, 73 B: 100 Rataan: 84.4
21
Lampiran 2 (Lanjutan) No
8
9
10
11
12
Peringkat (rank)
Jumlah Ketukan (D,T,B)
GQ (8)
1,11,1
DO (9)
DN (10)
BL (11)
DP (12)
1,12,1
1,10,1
1,11,1
1,4,1
Frekuensi (D,T,B) (hertz) D: 867.72 T: 861.2, 856.02, 875.75, 873.4, 884.67, 865.41, 868.96, 873.37, 856.28, 867.72, 851.48 B: 853.28 Rataan: 865.79 D: 907.8 T: 873.57, 861.43, 858.36, 855.64, 867.1, 867.92, 854.58, 856.94, 865.29, 855.42, 853.45, 851.67 B: 841.26 Rataan: 862.17 D: 908.85 T: 853.99, 853.94, 847.72, 861.56, 865.32, 853.47, 853.78, 851.69, 829.41, 850.7 B: 849.22 Rataan: 856.64 D: 929.47 T: 890.87, 882.38, 879.82, 890.97, 874.78, 878.82, 864.8, 861.28, 867.89, 860.48, 386.49 B: 392.02 Rataan: 804.02 D: 597.57 T: 627.73, 557.35, 608.38, 560.25 B: 850.28 Rataan: 633.59
Nilai Decibel
Taraf intensitas Bunyi (dB)
D: -4.4 T: -2.8, -2.6, -2.3, -2.2, -1.9, 1.3, -1.1, -2.1, -2.4, -2.3, 1.5 B: -1.3
D: 76 T: 92, 94, 97, 98, 101, 107, 109, 89, 96, 97, 105 B: 107 Rataan: 97.54
D: -1.2 T: -2.5, -1.7, -1.4, -1.3, -2.6, 2.5, -2.9, -1.9, -2.4, -2.8, 2.3, -2.2 B: -3.1
D: 108 T: 95, 103, 106, 107, 94, 95, 91, 101, 96, 92, 97, 98 B: 89 Rataan: 98
D: -7.5 T: -8.8, -7.7, -4.5, -4.2, -4.7, 4.5, -1.2, -1.5, -5.5, -5.4 B: -4.3
D: 45 T: 32, 43, 75, 78, 73, 75, 108, 105, 65, 66 B: 74 Rataan: 69.92
D: -1.4 T: -0.3, -0.1, -0.2, -0.3, -0.7, 0.2, -0.1, -1.9, -1.4, -1.2, 2.9 B: -4.5
D: 106 T: 117, 119, 118, 117, 113, 118, 119, 101, 106, 108, 91 B: 75 Rataan: 108.31 D: 33 T: 69, 81, 89, 90 B: 45 Rataan: 67.83
D: -8.7 T: -5.1, -3.9, -3.1, -2.0 B: -7.5
22
Lampiran 3 Pola grafik frekuensi dan taraf intensitas suara anak perkutut jantan b. Anak ♂DO frekuensi BL
1000
'TI' BL
800
800
600
600
400
400
200
200
1200
1000
1000
800
800
600
600
400
400
200
200
frekuensi B 'TI' B frekuensi L 'TI' L
0
0
'TI' DO frekuensi D 'TI' D frekuensi O 'TI' O
0
k1 k2 k3 k4 k5 k6 k7 k8 kk- 9 1 k- 0 1 k- 1 12 k1 k- 3 14
k1 k2 k3 k4 k5 k6 k7 k8 kk- 9 10 k11 k12 k13
0
1200
frekuensi DO
frekuensi (Hz)
frekuensi (Hz)
1000
1200
taraf intensitas 'TI' (dB)
1200
taraf intensitas 'TI' (dB)
a. Anak ♂BL
ketukan ke-i
ketukan ke-i
Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (B), induk (L) dan anak hasil silangan (BL)
c. Anak ♂GQ
Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (D), induk (O) dan anak hasil silangan (DO)
d. Anak ♂ISS
1400
1400
1200
1200
1000
1000
800
800
600
600
400
400
200
200
frekuensi ISS
1000
800
800
600
600
400
400
200
200
0
'TI' GQ frekuensi G 'TI' G frekuensi Q 'TI' Q
0
0
taraf intensitas 'TI' (dB)
1000
frekuensi (Hz)
1200 taraf intensitas 'TI' (dB)
1200
k1 k2 k3 k4 k5 k6 k7 k8 kk- 9 1 k- 0 11 k1 k- 2 13
frekuensi (Hz)
frekuensi GQ
0 k-1 k-2 k-3 k-4 k-5 k-6 k-7 k-8 k-9 ketukan ke-i
ketukan ke-i
Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (G), induk (Q) dan anak hasil silangan (GQ)
Grafik frekuensi dan taraf intensitas suara pejantan (IS), induk (S) dan anak hasil silangan (ISS)
'TI' ISS frekuensi IS 'TI' IS frekuensi S 'TI' S