POLA PERTUMBUHAN PULAI DARAT (Alstonia angustiloba Miq) DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN1) Oleh : Imam Muslimin2) dan Abdul Hakim Lukman2) ABSTRAK Pertumbuhan dan perkembangan tanaman pulai darat sangat unik, studi pola pertumbuhan dan perkembangan di PT Xylo Indah Pratama diperlukan sebagai bahan acuan evaluasi untuk pengelolaan hutan tanaman pulai. Pengamatan dan pengukuran dilakukan pada tanaman pulai umur 1-5 tahun, parameter yang diamati adalah tinggi total, tinggi bebas cabang, diameter, lebar tajuk dan titik percabangan, yaitu bekas percabangan selama masa hidupnya, kemudian dilakukan analisis korelasi untuk mengetahui hubungan antar peubah yang diamati. Pola pertumbuhan cabang dan batang pulai mengikuti model Prevost, pertumbuhan mengalami fase stagnan mulai dari pembentukan cabang berkarang sampai munculnya tunas ortotroph pada bagian bawah percabangan sebagai bakal batang pokok. Percabangan mempunyai pruning alami yang baik dan dipercepat dengan jarak tanam rapat, bekas percabangan yang ada dapat digunakan sebagai penanda/tengarai umur tanaman pulai. Pertumbuhan dan perkembangan tajuk menentukan laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui proses efektivitas fotosintesis, pemberlakuan jarak tanam 3 x 2 m2 diharapkan efektif untuk pembangunan hutan tanaman pulai. Pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman pulai darat memiliki riap sebesar 3,43 cm/tahun dan 1,52 m/tahun, maka diperkirakan bisa dipanen dalam kurun waktu 10-12 tahun dengan produktivitas diameter berkisar antara 30-40 cm dan volume + 260 m3/ha. Model percabangan Prevost mengandung konsekuensi adanya bekas percabangan yang akan mengurangi nilai sortimen kayu, namun kontrol silvikultur intensif diharapkan dapat mempertinggi nilai sortimen kayu antar titik percabangan yang ada. Kata kunci : Pulai darat, fase stagnan, prevost, ortotroph, riap, sortimen I.
PENDAHULUAN
Pulai (Alstonia spp.) merupakan salah satu jenis tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Jenis ini termasuk indigenous species dan cepat tumbuh (fast growing species), serta mempunyai sebaran hampir di seluruh wilayah Indonesia (Soerianegara dan Lemmens, 1994). Pulai sangat prospektif untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman karena kegunaan kayu pulai cukup banyak dan saat ini permintaannya cukup tinggi. Kegunaan kayu pulai antara lain untuk pembuatan peti, korek api, hak sepatu, kerajinan seperti wayang golek dan topeng, cetakan beton, pensil slate, dan pulp (Samingan, 1980 dan Martawijaya et al., 1981). Beberapa industri yang menggunakan bahan baku kayu pulai adalah industri pensil slate di Sumatera Selatan, industri kerajinan topeng di Yogyakarta, dan industri kerajinan ukiran di Bali.
1
Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September 2006 2 Peneliti pada Balai Litbang Hutan Tanaman Palembang
Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 Sampai saat ini di Indonesia pulai belum banyak ditanam dalam skala luas. Di luar Jawa, masyarakat pada umumnya belum melakukan budidaya pulai karena pohon ini masih mudah diperoleh di hutan belukar (Wawo, 1996 dalam Pratiwi, 2000). Namun demikian, di Lubuk Linggau, Sumatera Selatan hingga 2003 telah dikembangkan hutan rakyat pulai seluas + 6.100 ha yang dibangun oleh PT. Xylo Indah Pratama (XIP) untuk mensuplai kebutuhan bahan baku pensil slate. Pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan genetik. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman pulai memiliki pertumbuhan yang sangat unik. Sangat sedikit sekali literatur yang membahas pola pertumbuhan dan perkembangan pulai, oleh karena itu, studi mengenai pola pertumbuhan dan perkembangan pulai di PT. XIP sangat diperlukan sebagai bahan evaluasi pola pertumbuhan yang nantinya dapat digunakan sebagai acuan untuk pengelolaan hutan tanaman pulai di masa mendatang. II. BAHAN DAN METODE
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 di PT. XIP yang mempunyai tegakan Pulai Darat berbasis Hutan Rakyat di Kecamatan Muara Kelingi, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan. Jenis tanahnya adalah aluvial kekuningan, asosiasi podsolik, latosol coklat kemerahan, dan podsolik coklat kekuningan. Curah hujan yang terdapat di sekitar lokasi hutan rakyat ini sebesar 2.000-3.000 mm/tahun, rata-rata suhu udara adalah 240C, ketinggian rata-rata 120 m dpl, keadaan topografi sebagian besar bergelombang dengan ke-lerengan antara 0-15 %. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk tipe iklim A, merupakan daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropika.
B. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan pulai darat dengan umur yang berbeda (1-5 tahun), hagameter, phi-band, tally sheet pengukuran serta alat tulis.
C. Metodologi Pengamatan dan pengukuran dilakukan pada tanaman pulai darat umur 1-5 tahun di mana setiap umurnya diambil sebanyak 150 tanaman sebagai sampel terukur. Parameter yang diamati adalah tinggi total, tinggi bebas cabang, diameter, lebar tajuk, dan jumlah titik percabangan yaitu bekas adanya percabangan berkarang pada tanaman pulai selama masa hidupnya. Data hasil pengamatan dan pengukuran dianalisis secara deskriptif dan analisis korelasi untuk mengetahui hubungan antar peubah yang diamati. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan dan pengukuran pertumbuhan tanaman pulai darat (Alstonia angustiloba Miq.) di PT. XIP dalam berbagai tingkatan umur tanaman terdapat pada Tabel 1, sedangkan analisis korelasi parameter pertumbuhannya terdapat pada Tabel 2.
162
Pola Pertumbuhan Pulai Darat... (Imam M. dan Abdul Hakim L.) Tabel 1. Rata-rata pertumbuhan tanaman pulai sampai dengan umur 5 tahun pada hutan tanaman pulai di PT. XIP Diameter Tinggi bebas Tinggi Lebar Titik bekas Umur (th) (cm) cabang (m) total (m) tajuk (m) cabang 1 1,98 0,84 0,91 0,40 1,00 2 4,06 1,93 1,97 1,07 2,71 3 10,13 3,46 4,03 2,31 3,10 4 11,42 3,80 4,16 2,58 3,21 5 17,17 5,56 7,63 3,90 4,82 Tabel 2. Hasil analisis korelasi nilai pertumbuhan tanaman pulai pada hutan tanaman pulai PT. XIP Parameter Diameter Tinggi B.C Tinggi total Lebar tajuk Titik cabang Umur 0,05 -0,68 ** -0,68 ** 0,97 ** 0,93 ** Diameter 0,66 ** 0,64 ** 0,11 -0,09 Tinggi B.C 0,99 ** -0,63 ** -0,77 ** Tinggi Total -0,62 ** -0,76 ** Lebar tajuk 0,92 ** Keterangan : ** Korelasi antar perlakuan bersifat nyata
Berdasarkan hasil analisis korelasi di atas nampak bahwa ke semua faktor antar parameter yang diamati mempunyai korelasi yang sangat baik, terkecuali pada korelasi antara parameter umur-diameter, diameter-lebar tajuk, dan diameter-titik cabang. Berdasarkan hasil korelasi ini nantinya diharapkan dapat dijadikan sebagai penduga pertumbuhan suatu parameter berdasarkan parameter yang lainnya. A. Pola Pertumbuhan Cabang dan Batang Tanaman Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar (lingkungan) dan faktor dalam (genetik) (Klebs, 1913 dalam Kramer dan Kozlowski, 1979). Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil yang optimal maka pada suatu jenis tanaman diperlukan tindakan manipulasi dari kedua faktor tersebut. Pengetahuan mengenai pola pertumbuhan tanaman sangat dibutuhkan untuk mengetahui perilaku tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya yang bisa dijadikan sebagai dasar bagi silvikulturis dalam melakukan perlakuan (treatment) untuk memperoleh pertumbuhan dan perkembangan tanaman optimal. Pertumbuhan dan perkembangan cabang dan batang tanaman pulai mempunyai tipologi yang sangat khas. Pertumbuhan tinggi akan terhenti seiring dengan munculnya percabangan berkarang, dan akan berlanjut seiring dengan munculnya trubusan (tunas) sebagai bakal batang pokok ke arah vertikal (ortotrophik), model pertumbuhan batang semacam ini disebut sebagai model Prevost (Sutisna et al., 1998). Keberadaan trubusan ini ditemukan sebagian besar muncul pada bagian bawah percabangan berkarang (Sofyan, 2002). Waktu dari mulai munculnya percabangan berkarang sampai munculnya trubusan baru ortotropik dapat dianggap sebagai fase stagnan pertumbuhan tinggi. Semakin lama fase stagnan yang terbentuk maka semakin lambat pula pertumbuhan pulai, namun dengan adanya pemeliharaan tanaman seperti pemupukan, pemulsaan, pembersihan gulma, aplikasi pruning diharapkan mampu memberikan kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan sehingga produksi tunas akan semakin cepat dan memperpendek masa fase stagnan. Mekanisme terbentuknya percabangan pulai digambarkan pada Gambar 1. Cabang tanaman pulai mempunyai kemampuan untuk meluruhkan diri (self pruning), hal ini ditandai dengan adanya batang bebas cabang yang tinggi (Tabel 1). Mekanisme peluruhan cabang terjadi seiring dengan munculnya trubusan 163
Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 sebagai bakal batang pokok dari bawah cabang berkarang yang akan mendesak sisi percabangan. Lamanya waktu percabangan untuk luruh akan seiring dengan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh trubusan (bakal batang) untuk berkembang membentuk diameter yang relatif sama dengan batang pokok di bawah percabangan. Mekanisme peluruhan cabang seperti ini akan dipercepat oleh adanya kontrol teknik silvikultur intensif yaitu pemanfaatan pola jarak tanam rapat (Soeseno dan Marsono, 1987). Kontrol jarak tanam pada tanaman pulai terbaik untuk menghasilkan batang bebas cabang yang lebih tinggi adalah 2 x 1 m2 (Martawijaya et al., 1981) namun dengan konsekuensi semakin rapat jarak tanam yang diperlakukan maka kontrol pembebasan tanaman (penjarangan) sebagai bagian dari teknik pemeliharaan tanaman untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas produksi yang lebih tinggi juga semakin sering dan keras.
B
A C Gambar 1. Pola pertumbuhan tanaman pulai dengan tipologi pertumbuhan yang sangat khas Keterangan : A. Tanaman pulai dengan penampakan susunan cabang berkarang bertingkat B. Pola pertumbuhan tanaman pulai terdiri dari 4 cabang (tanda lingkaran) dengan pertumbuhan ke arah samping (Plagiotroph) dan terdapat 2 tunas (tanda panah) Ortotroph yang pertumbuhannya ke atas sebagai bakal batang pokok. Fase stagnan merupakan waktu dari terbentukya percabangan berkarang sampai munculnya tunas Ortotroph sebagai bakal batang pokok. C. Pertumbuhan tunas Ortotroph lebih lanjut akan menjadi dominan sebagai batang pokok dan mendesak percabangan yang ada yang nantinya akan luruh secara alamiah.
Potensi percabangan tanaman pulai ternyata mempunyai korelasi yang sangat tinggi dengan umur tanaman (0,93), dalam hal ini potensi percabangan dapat ditengarai dari adanya tanda berupa titik bekas percabangan yang nilainya semakin tinggi dan sebanding dengan bertambahnya umur tanaman. Oleh karena itu, penanda/tengarai umur tanaman pulai dapat dilihat dari banyaknya bekas percabangan yang terdapat pada batang pokok tanaman. 164
Pola Pertumbuhan Pulai Darat... (Imam M. dan Abdul Hakim L.)
B. Pola Pertumbuhan Tajuk Tanaman Satu hal yang sangat menarik untuk dicermati adalah berkaitan dengan dimensi tajuk. Tajuk berfungsi sebagai efektivitas fotosintesis juga sangat berperan dalam penentuan jarak tanam efektif, semakin lebar tajuk yang terbentuk maka jarak tanam yang diberlakukan juga semakin lebar namun dengan pertimbangan khusus beberapa hal kondisi tajuk memang sengaja untuk dipertemukan antar tanaman untuk meng-efektifkan pruning alami (self pruning). Pemberlakuan jarak tanam juga sangat erat kaitannya dengan waktu diberlakukannya penjarangan tanaman, semakin cepat tajuk bertemu maka ruang tumbuh optimal yang diperlukan oleh tanaman juga semakin lebar sehingga penjarangan mutlak untuk diperlakukan. Dengan potensi riap tanaman berjalan adalah sebesar 3,43 cm/tahun untuk peubah diameter dan 1,52 m/tahun untuk peubah tinggi (Tabel 1) maka tanaman pulai diperkirakan dapat dipanen dalam kurun waktu 10-12 tahun sebagai pemasok kebutuhan bahan baku pabrik pensil slate dengan produktivitas diameter berkisar antara 30-40 cm dan volume + 260 m3/ha. Dalam masa pertumbuhan 1012 tahun maka diperkirakan tanaman pulai akan mengalami 2-3 kali penjarangan, dimana hasil kayu penjarangan juga bisa dimanfaatkan untuk produksi pensil slate. Berdasarkan hasil korelasi nampak bahwa pertumbuhan tanaman pulai mempunyai kondisi tajuk 0,96 dari umur tanaman yang bersangkutan (Tabel 2), hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan tajuk pulai akan sebanding dengan pertumbuhan umur tanaman. Tanaman pulai pada umur 3 tahun mempunyai tajuk selebar 2,84 meter, sehingga pemberlakuan jarak tanam 2 meter sampai dengan umur 3 tahun masih disarankan namun harus segera dilakukan penjarangan. Bila penjarangan pertama dilakukan pada umur 3 tahun maka penjarangan kedua akan dilakukan pada umur 7 tahun. Oleh karena itu pemberlakuan jarak tanam 3 x 2 m2 untuk pembangunan hutan tanaman pulai skala hutan tanaman industri (HTI) dimungkinkan akan efektif untuk penanaman tanaman pulai.
C. Pola Pertumbuhan Tinggi dan Diameter Pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman merupakan suatu ukuran sebagai dasar penentuan produktivitas (volume) tanaman. Semakin besar tinggi dan diameter tanaman maka kuantitas (volume) yang didapat juga semakin besar. Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pertumbuhan diameter tanaman memiliki riap sebesar 3,43 cm/tahun dan 1,52 m/tahun untuk pertumbuhan tinggi, maka tanaman pulai diperkirakan dapat dipanen dalam kurun waktu 10-12 tahun sebagai pemasok kebutuhan bahan baku pabrik pensil slate dengan produktivitas diameter berkisar antara 30-40 cm dan volume + 260 m3/ha dan mempunyai batang bebas cabang yang tinggi yaitu 5,5 meter pada umur 5 tahun. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan pulai merupakan pertumbuhan yang cepat (fast growing) dan mempunyai batang yang lurus sehingga potensinya bagi pengusahaan hutan tanaman sangat menjanjikan. Namun ada beberapa hal berkaitan dengan produktivitas tanaman dengan tipologi pertumbuhan tanaman pulai dengan model prevost. Tipologi pertumbuhan prevost akan meninggalkan bekas percabangan yang nyata nampak pada batang tanaman, pada bagian tersebut biasanya tidak dipakai dan akan mengurangi nilai sortimen kayu sebagai pemasok bahan baku pensil slate. Oleh karena itu, aplikasi teknik silvikultur yang tepat bagi pengelolaan hutan tanaman pulai sangat 165
Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 dibutuhkan untuk mempertinggi nilai sortimen kayu antar titik percabangan yang ada serta pemanfaatan sortimen kayu yang rendah sebagai bahan baku industri lainnya seperti kayu kerajinan, korek api, dan sebagainya sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan kayu pulai. IV. KESIMPULAN 1. Pola pertumbuhan cabang dan batang pulai mengikuti model Prevost, di mana pertumbuhan mengalami fase stagnan mulai dari pembentukan percabangan berkarang sampai dengan munculnya tunas ortotroph pada bagian bawah percabangan sebagai bakal batang pokok. Percabangan mempunyai kemampuan meluruhkan diri secara alami yang baik dan dapat dipercepat dengan pemberlakuan jarak tanam rapat, bekas percabangan yang ada dapat digunakan sebagai penanda/tengarai umur tanaman pulai. 2. Pertumbuhan dan perkembangan tajuk akan menentukan laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui proses efektivitas fotosintesis dengan memperhatikan perkembangan tajuk maka pemberlakuan jarak tanam 3 x 2 m2 diharapkan akan efektif untuk digunakan dalam pembangunan hutan tanaman pulai. 3. Pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman pulai memiliki riap sebesar 3,43 cm/tahun dan 1,52 m/tahun, diperkirakan dapat dipanen dalam kurun waktu 10-12 tahun dengan produktivitas diameter berkisar antara 30-40 cm dan volume + 260 m3/ha. Model percabangan prevost mengandung konsekuensi adanya bekas percabangan yang akan mengurangi nilai sortimen kayu, namun dengan adanya kontrol silvikultur diharapkan dapat mempertinggi nilai sortimen kayu antar titik percabangan yang ada. DAFTAR PUSTAKA Kramer dan Kozlowsky. 1960. Physiology of Trees. Mc Graw-Hill Book. New York. Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir, dan S.A. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Balai Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Pratiwi. 2000. Potensi dan Prospek Pengembangan Pohon Pulai untuk Hutan Tanaman. Buletin Kehutanan dan Perkebunan 1(1) : 1-9. Samingan, T. 1980. Dendrologi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sofyan, A. 2000. Teknik Reboisasi Hutan Alam Bekas Tebangan Pada Hutan Alam Lahan Kering dengan Jenis-Jenis AYU. Laporan Proyek. Tidak dipublikasikan. Soerianegara, I. dan R. H. M.J. Lemmens. 1994. Plant Resources of South East Asia 5, Timber Trees : Mayor Commercial Timbers. Prosea, Bogor. Soeseno, O.H., D. Marsono. 1987. Terjemahan : Prinsip-prinsip Silvikultur. Gadjah Mada University Press Bulaksumur. Yogyakarta. Sutisna, Uhaedi, Titi Kalima dan Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Yayasan PROSEA dan Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan. Bogor.
166