POLA KERUANGAN MOTIVASI WISATAWAN ASING DI KOTA YOGYAKARTA DAN KABUPATEN SLEMAN Dian Novia Indrianti1 , M.H. Dewi Susilowati1, Hari Kartono1 1
Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 Email:
[email protected],
[email protected]
Abstrak Pesatnya pertumbuhan pariwisata diiringi dengan munculnya pertanyaan mengenai alasan orang-orang melakukan kegiatan wisata. Alasan yang menyebabkan seseorang melakukan perjalanan wisata disebut sebagai motivasi wisata. Yogyakarta menjadi daerah tujuan para wisatawan asing yang jumlahnya selalu meningkat setiap tahun. Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman menjadi dua daerah tujuan wisata favorit dibanding tiga kabupaten lainnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini mengkaji alasan yang mendorong para wisatawan asing melakukan perjalanan ke Yogyakarta sehingga dapat dikaitkan dengan tingginya jumlah wisatawan asing yang datang ke Yogyakarta. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan spasial dan analisa deskriptif. Dari hasil penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa motivasi wisatawan asing di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman tidak dipengaruhi oleh jenis wisata yang ada di daerah tujuan.
Kata Kunci: Pola Keruangan, Motivasi, Wisatawan Asing, Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman Spatial Pattern of Foreign Tourist’s Motivation in Yogyakarta City and Sleman District Abstract The rapid growth of tourism followed by the emergence of questions about the reasons people do tourist activities. Reasons that cause a person to travel referred to as tourist motivation. Yogyakarta became the destination of foreign tourists whose number is increasing every year. Yogyakarta city and Sleman district into two favorite tourist destination compared to three other districts in the province of Yogyakarta. This study examines the reasons that encourage foreign tourists to travel to Yogyakarta so it can be attributed to the high number of foreign tourists come to Yogyakarta. The method of analysis used in this study is the approach of spatial and descriptive analysis. From the research, it was concluded that the motivation of foreign tourists in the city of Yogyakarta and Sleman District was not influenced by the type of tourism in the destination.
Keywords: Spatial Pattern, Motivation, Foreign Tourist, Yogyakarta City, Sleman District 1. PENDAHULUAN Pariwisata menjadi salah satu sektor yang diandalkan dalam sumber devisa bagi negara. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya negara yang bergantung dari industri pariwisata sebagai sumber pajak dan pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Nilai dari industri pariwisata terus meningkat dimana pada tahun 2011, pariwisata internasional menerima penghasilan sebesar US$ 1,030 miliar. Pada waktu yang bersamaan, semakin banyak orang melakukan kegiatan wisata dibanding sebelumnya. Kemudian pada tahun 2012, jumlah kedatangan wisatawan internasional
Pola keruangan...,Dian Novia Indrianti, FMIPA UI, 2014
diproyeksikan akan mencapai lebih dari 1 miliar untuk pertama kali (Nelson, 2013). Hal ini dapat disimpulkan bahwa industri pariwisata akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pesatnya pertumbuhan pariwisata diiringi dengan munculnya pertanyaan mengenai alasan orang-orang melakukan kegiatan wisata. Alasan-alasan tersebut merupakan unsur yang sangat penting diketahui oleh pihak yang menawarkan jasa pariwisata, karena dengan mengetahui hal tersebut dapat memudahkan arah pembangunan pariwisata. Faktor yang menyebabkan seseorang melakukan perjalanan wisata dapat disebut juga sebagai latar belakang orang melakukan pariwisata. Latar belakang seseorang melakukan perjalanan belakangan ini dipicu oleh beberapa keinginan, diantaranya keinginan untuk mengunjungi tempat yang belum pernah dikunjunginya. Bahkan, dahulu faktor agama merupakan latar belakang terbesar seseorang melakukan perjalanan. Pada tahun 1991, pemerintah Indonesia menggalakkan program Tahun Kunjungan Indonesia 1991 untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara datang ke Indonesia (Kementerian Budpar, 2001). Di Indonesia, Yogyakarta merupakan salah satu kota yang menjadi daerah tujuan wisatawan asing ketiga terkemuka setelah Bali dan Jakarta. Daerah Yogyakarta yang relatif aman dan nyaman dengan keramah-tamahan masyarakatnya dan masih terjaganya tatanan kehidupan masyarakat Jawa khususnya menjadikan Yogyakarta banyak diminati wisatawan dari dalam negeri maupun luar negeri (asing). Tidak hanya itu, pemerintah daerah juga mantap menuju tahun 2025 Yogyakarta sebagai Daerah Tujuan Wisata Terkemuka di Indonesia maupun di Asia Tenggara. Keinginan wisatawan asing untuk mengunjugi Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata tercermin dari meningkatnya jumlah wisatawan asing yang menginap di hotel berbintang sebanyak 7,91% dibandingkan tahun sebelumnya (BPS Yogyakarta, 2011). Tetapi tidak semua wilayah di Provinsi Yogyakarta dikunjungi wisatawan asing. Data kunjungan wisatawan asing ke objek wisata dari Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2011 menunjukkan bahwa Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman menjadi dua daerah tujuan wisata favorit dibanding tiga kabupaten lainnya, yaitu Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulonprogo, dan Kabupaten Gunung Kidul dengan jumlah wisatawan asing pada tahun 2011 mencapai 248.531 orang dan Kabupaten Sleman dengan kunjungan sebanyak 255.167 orang. Faktor atau latar belakang seseorang melakukan perjalanan sangat penting diketahui dalam hubungannya dengan penentuan kebijakan pengembangan produk pariwisata, dengan mengetahui latar belakang seseorang melakukan perjalanan ke tempat tertentu, pengembangan mengenai produk pariwisata, atraksi dan objek wisata berserta fasilitas dan pelayanan yang diperlukannya akan lebih efisien dan tepat sasaran. Dalam memahami pariwisata yang sebenarnya adalah penting untuk mengetahui bagaimana hubungan antara motivasi perjalanan dan perjalanan aktual, ataupun perjalanan yang secara nyata diadakan (Soekadji, 1997). Hal ini menunjukkan bahwa pariwisata erat kaitannya dengan motivasi wisatawan. Seperti yang dikemukakan oleh Yoeti (1996) bahwa dalam mengadakan perjalanan dimungkinkan karena adanya faktor: disposable income, leisure time dan adanya kemauan untuk mengadakan perjalanan atau dengan kata lain disebut sebagai motivasi. Dimana wisatawan mengunjungi suatu daerah tujuan wisata antara lain didorong oleh keinginan untuk mengenal, mengetahui atau mempelajari daerah dan
Pola keruangan...,Dian Novia Indrianti, FMIPA UI, 2014
kebudayaan masyarakat lokal. Seperti contoh, Kampung Betawi di Setu Babakan Jakarta, Perayaan Waisak di Candi Borobudur, Pantai Kuta di Bali, merupakan jenis produk-produk wisata yang sangat kental akan motivasi wisatawannya. Hal ini menunjukan bahwa produk-produk wisata ini diciptakan dan dibentuk menurut selera, motivasi wisatawan, dan jangkauan daya tarik serta fasilitas wisata yang tersedia didaerah tujuan wisata. Penelitian secara berkesinambungan mengenai motivasi perjalanan wisata yang dilakukan oleh para wisatawan sangat penting (Yoeti, 1996), karena dapat berpengaruh terhadap pemasaran pariwisata daerah tujuan tertentu. Sebagai contoh, jika wisatawan asing banyak berkunjung ke Kota Yogyakarta karena motivasinya ingin melihat pagelaran gamelan, maka dengan begitu pemerintah dapat mengembangkan pagelaran gamelan sebagai atraksi yang dapat lebih sering dinikmati oleh wisatawan asing, begitupun seperti tari kecak di Bali. Namun dalam prosesnya, motivasi selalu berubah-ubah, sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi, serta teknologi yang telah dicapai manusia di abad modern ini. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba menganalisis bagaimana pola keruangan motivasi wisatawan asing di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. 2. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pola motivasi wisatawan asing yang mengunjungi objek wisata di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. 3. TINJAUAN PUSTAKA Dalam proses terjadinya pariwisata, aspek motivasi merupakan faktor penting selain disposable income (uang) dan leisure time (waktu). Motivasi menjadi hal yang sangat mendasar dalam studi tentang wisatawan dan pariwisata karena merupakan kunci untuk memahami geografi dari perbedaan jenis pariwisata (Williams, 2009). Bahkan jika orang mempunyai waktu, uang, dan mobilitas untuk melakukan perjalanan, pariwisata tidak akan terjadi kecuali orang tersebut mempunyai motivasi untuk melakukan perjalanan (Mill, 1990). Motivasi untuk melakukan perjalanan tidak pernah berdasarkan satu alasan atau satu motivasi perjalanan saja. Di antara berbagai motivasi perjalanan itu ada yang merupakan motivasi utama dan ada yang merupakan motivasi tambahan, kemudian ada motivasi akhir atau tidak langsung dan ada motivasi langsung (Soekadijo, 1997). Williams (2009) juga mengemukakan bahwa motivasi untuk melakukan wisata dapat datang dari satu atau lebih sumber macamnya. Seringkali orang berfikir bahwa pariwisata dikaitkan dengan motivasi berlibur, tetapi sebenarnya hal itu dapat terjadi karena motivasi bisnis, edukasi, kontak sosial, kesehatan atau agama sebagai dasar dari melakukan perjalanan. Menurut Mc Intos dan Goelder (1995), motivasi perjalanan wisata dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: a. Physical Motivations Hal ini berhubungan dengan hasrat untuk mengembalikan kondisi fisik, beristirahat, santai, berolah raga, atau pemeliharaan kesehatan agar kegairahan bekerja timbul kembali. b. Cultural Motivations Motivasi ini berhubungan dengan keinginan pribadi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata agar dapat melihat dan mengetahui negara lain, penduduknya, tata cara hidupnya serta adat istiadatnya yang berbeda dengan negara lainnya. c. Interpersonal Motivations
Pola keruangan...,Dian Novia Indrianti, FMIPA UI, 2014
Motivasi ini bersifat sosial dimana keinginan tersebut didorong oleh keinginan seseorang untuk mengunjungi sanak-keluarga, kawan-kawan, atau ingin menghindarkan diri dari lingkungan kerja, ingin mencari teman-teman baru. d. Status dan Prestige Motivations Motivasi ini bersifat sangat emosional karena berkaitan dengan keinginan seseorang agar dapat menunjukkan siapa dia, kedudukannya, jabatannya dan statusnya dalam masyarakat. Kemudian Yoeti (1996) memberikan beberapa motivasi sebagai alasan mengapa seorang individu melakukan perjalanan, yaitu: a. Alasan pendidikan dan kebudayaan b. Alasan santai, kesenangan, dan petualangan c. Alasan kesehatan, olah raga, dan rekreasi d. Alasan keluarga, negeri asal, dan tempat bermukim e. Alasan business, sosial, politik, dan konferensi f. Alasan persaingan dan hadiah Teori motivasi paling terkenal adalah hierarki kebutuhan Maslow, dapat dilihat pada Gambar 2.1. Dimana Maslow berpendapat bahwa kebutuhan manusia sebagai pendorong (motivator) membentuk suatu hierarki lima tingkat, yang terdiri atas kebutuhan fisiologi, rasa aman dan cinta, penghargaan, mewujudkan jati diri (selfactualization), dan kebutuhan memahami, serta kebutuhan estetika.
Gambar 2.1. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow Sumber: Marpaung, Happy, dkk. (2002) Berbeda dari Maslow, Murray (1998) mengkaji kebutuhan-kebutuhan manusia yang berdiri sendiri, terpisah satu dari yang lain dalam kaitannya dengan pariwisata. Klasifikasi kebutuhan tersebut dibagi menjadi pelestarian, keberhasilan, pengakuan, pamer, dominasi, otonomi, perbedaan, kerendahan diri, berkelompok, permainan, dan pengetahuan. Lebih lanjut, Gray (1970) menggolongkan motivasi hanya dua jenis, yaitu: a. Keinginan bertualang (Wanderlust) Keinginan untuk menukar yang diketahui dengan yang tidak diketahui, meninggalkan semua yang sudah dikenal dan pergi serta melihat tempat, orang, dan budaya yang berbeda-beda atau peninggalan masa lalu di tempat-tempat yang terkenal dengan
Pola keruangan...,Dian Novia Indrianti, FMIPA UI, 2014
bangunan-bangunan bersejarah atau yang ada kaitannya dengan sejarah atau dengan gaya dan sumbangannya pada kehidupan masyarakat. b. Keinginan mendapat sinar matahari (Sunlust) Keinginan untuk melakukan perjalanan yang bergantung pada adanya tempat yang menyenangkan yang lebih baik di tempat lain untuk tujuan tertentu daripada di tempat tinggal; tempat itu menonjolkan kegiatan-kegiatan tertentu seperti olahraga, memang benar-benar dengan tujuan mencari sinar matahari. Crompton (1979) menemukan motivasi seorang individu melakukan wisata, yaitu: a. Pelarian diri dari lingkungan yang biasa dirasakan b. Pengenalan dan penilaian diri c. Mengendurkan syaraf d. Martabat e. Pengembangan hubungan kekeluargaan f. Kemudahan interaksi sosial g. Pembaharuan h. Pendidikan Krippendorf (1987) juga menguraikan delapan teori motivasi perjalanan dalam tulisan-tulisannya tentang pariwisata: a. Pemulihan dan pembaruan jiwa b. Kompensasi dan integrasi sosial c. Pelarian d. Komunikasi e. Kebebasan dan menentukan nasib f. Kebahagiaan g. Perluasan Wawasan Kemudian, hampir sama dengan 4 motivasi yang dikemukakan Mc Intosh (1995), banyak penulis diantaranya Leiper (1994) dalam Burton (1995) menggolongkan kebutuhan wisatawan yang berkaitan dengan motivasinya melakukan wisata, seperti: a. Kebutuhan Fisik, yang meliputi: • Kebutuhan untuk beristirahat dari rasa lelah secara fisik • Kebutuhan untuk beraktivitas diluar kebiasaan sehari-hari b. Kebutuhan Sosial, yang meliputi: • Kebutuhan untuk memperkuat hubungan sosial • Kebutuhan untuk melarikan diri dari pekerjaan atau tekanan sosial c. Kebutuhan Status, yang meliputi: • Kebutuhan untuk merasa nyaman • Kebutuhan akan status sosial dengan menjadi berbeda dengan cara yang dikagumi orang lain d. Kebutuhan Intelektual, yang meliputi: • Kebutuhan untuk beristirahat dari kelelahan mental • Kebutuhan untuk stimulasi intelektual e. Kebutuhan Mental, yang meliputi: • Kebutuhan untuk berelaksasi dari ketegangan mental dan situasi konflik dan penuh resiko • Kebutuhan untuk melarikan diri dari kejenuhan melalui pengalaman yang menyenangkan dan penuh tantangan Tabel 2.1. Klasifikasi Kebutuhan Wisatawan
Pola keruangan...,Dian Novia Indrianti, FMIPA UI, 2014
Contoh dari Aktivitas Wisatawan yang mungkin memenuhi Kebutuhan Fisik -‐ Relaksasi Berbaring di pantai -‐ Aktivitas Mendaki gunung Sosial -‐ Hubungan Sosial Liburan keluarga di perkotaan -‐ Melarikan diri Liburan sendiri di tempat terpencil Status -‐ Kenyamanan Berpergian ke rumah pinggir l aut yang terkenal -‐ Status Berpergian ke vila e kslusif yang sering dikunjungi bintang film Intelektual -‐ Beristirahat Hiburan pasif seperti menonton tarian tradisional -‐ Stimulasi Intelektual Kebudayaan Mental -‐ Relaksasi dari Ketegangan Berpergian dengan wisata yang secara penuh terorganisasi -‐ Melarikan diri dari kejenuhan Menjelajah 'theme park' dan olahraga e kstrim l ainnya Kebutuhan
Sumber: Burton (1995) Tetapi pada faktanya, ketika seseorang melakukan perjalanan, boleh jadi mereka memiliki gabungan motivasi yang berbeda. Pembagian pasar pariwisata menjadi kelompok-kelompok motivasi disebut sebagai segmentasi psikografik (Brayley dalam Burton, 1995). Plog (1972) dalam Burton (1995) mengklasifikan motivasi wisatawan menjadi tiga kelas, yaitu: a. Psychocentric Istilah psychocentric berasal dari kata psyche yang artinya memusatkan pada diri sendiri, makna yang lebih dalam adalah upaya pemusatan pemikiran atau perhatian seseorang pada area permasalahan yang kecil dari kehidupannya, wisatawan jenis ini cenderung melakukan perjalanan ke tempat-tempat yang daya tarik (atraksi) dikenal di masyarakat luas dengan informasi yang tempat yang lengkap seperti aksesibilitas dan fasilitas. b. Allocentric Istilah allocentric berasal dari kata allo yang berarti pengetahuan yang beraneka, dapat diartikan bahwa wisatawan jenis ini memiliki pola wisata yang beragam. Wisatawan jenis ini menyukai petualangan untuk mencari pengalaman yang jauh berbeda dari kehidupan sehari-harinya, mereka melakukan perjalanan dengan meninggalkan semua yang telah dikenalnya dan pergi melihat tempat, orang, dan budaya yang jauh dari berbeda dari kehidupannya dengan berbekal aksesibilitas dan fasilitas obyek wisata yang seadanya. c. Mid-centric Wisatawan jenis mid-centric merupakan wisatawan dengan sifat motivasi yang berada diantara kedua motivasi diatas. Kategori mid-centric menunjukan keseimbangan dari semua motivasi pada umumnya. Wisatawan jenis ini akan menikmati berbagai macam pengalaman liburan baik di tempat yang aksesibilitas dan fasilitasnya bagus maupun tidak. 3. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan di wilayah administrasi Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Dalam penelitian ini subjek yang dilibatkan adalah wisatawan asing yang sedang melakukan kegiatan wisata di seputar wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Penelitian ini dilakukan selama 3 minggu dari tanggal 24 Oktober 2013 sampai 13 November 2013. Penelitian ini dilakukan di empat objek wisata di Kota Yogyakarta dan empat objek wisata di Kabupaten Sleman. Pemilihan empat objek wisata ini didasarkan kepada tingginya jumlah kunjungan wisatawan asing ke tempat tersebut menurut Data Dinas Pariwisata Kota dan Kabupaten tahun 2011.
Pola keruangan...,Dian Novia Indrianti, FMIPA UI, 2014
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini merupakan analisis spasial deskriptif. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik accidental sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan terhadap orang memenuhi kriteria dan secara tidak sengaja dijumpai (Usman, 2009). 4. PEMBAHASAN 4.1 Motivasi Wisatawan Asing Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 117 wisatawan asing yang tersebar di empat objek wisata di Kota Yogyakarta dan empat objek wisata di Kabupaten Sleman, diketahui bahwa terdapat empat macam keinginan atau dorongan yang menjadi alasan mereka melakukan kegiatan wisata. Penelitian mengenai motivasi wisatawan asing ini berkaitan dengan daerah asal wisatawan asing dalam hal ini negara asalnya, usia wisatawan asing, status kedatangan wisatawan asing yang menjelaskan keadaan wisatawan saat melakukan kegiatan secara individu, bersama pasangan, bersama keluarga atau bersama teman, serta anggaran wisatawan asing. Secara keseluruhan, hasil dilapangan menunjukan bahwa motivasi fisik merupakan alasan yang paling banyak mendasari para wisatawan asing mengunjungi objek wisata di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Hal tersebut dapat terlihat, dimana wisatawan asing yang pergi ke objek wisata tersebut lebih dikarenakan dorongan ingin berlibur tanpa memperdulikan jenis wisata yang ada di daerah tujuannya. Objek wisata tersebut diantaranya, Keraton Yogyakarta, Taman Sari, Candi Prambanan, Kraton Ratu Boko, dan Kaliurang. Kemudian, wisatawan asing yang mengunjungi objek wisata dikarenakan motivasi budaya berada di objek wisata Benteng Vredeburg, Museum Sonobudoyo. Biasanya motivasi budaya ini terjadi karena wisatawan asing mendapatkan begitu banyak informasi terkait dengan nilai-nilai kebudayaan dan sejarah yang ada di Yogyakarta. Informasi ini sebagian besar didapatkan dari teman atau buku yang dibaca sehingga mendorong para wisatawan asing ini mengunjungi Yogyakarta dikarenakan motivasi budaya. Motivasi interpersonal secara keseluruhan memiliki persentase dibawah 20%. Tentu hal ini sangat jelas dikarenakan tidak banyak wisatawan asing yang memiliki kerabat atau teman di Yogyakarta. Motivasi interpersonal memiliki persentase terendah sebesar 4% di Museum Affandi dibandingkan dengan motivasi interpersonal di objek wisata lainnya (lihat Tabel 4.1). Motivasi intelektual dominan berada pada objek wisata Museum Affandi. Wisatawan asing yang berkunjung ke Museum Affandi dikarenakan keinginan untuk mempelajari sejarah serta karya-karya yang dihasilkan oleh Pelukis Affandi. Adapun rincian data mengenai motivasi wisatawan asing dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 Persentase Jenis Motivasi
Sumber: Pengolahan Data (2013)
Pola keruangan...,Dian Novia Indrianti, FMIPA UI, 2014
4.1.1. Motivasi Fisik Dapat dilihat bahwa wisatawan asing dengan motivasi fisik paling banyak berada di objek wisata Kaliurang (lihat Gambar 4.1). Motivasi fisik berkaitan dengan hasrat untuk mengembalikan kondisi fisik, beristirahat, santai, berolah raga, atau pemeliharaan kesehatan agar kegairahan bekerja timbul kembali (Mc Intosh dan Goelder, 1995). Kemudian, wisatawan asing dengan motivasi fisik berada paling banyak di objek wisata Kaliurang dengan persentase 56% dan Keraton Yogyakarta dengan persentase sebesar 40%. Rata-rata wisatawan asing yang mengunjungi Kaliurang merupakan wisatawan asing yang ingin melihat pemandangan alam Gunung Merapi serta menikmati kegiatan tracking Merapi. Wisatawan asing yang berkunjung ke Kaliurang juga biasanya menyewa motor atau mobil sebagai moda transportasi agar dapat mencapai tempat tujuan. Kemudian, Keraton Yogyakarta menempati urutan kedua dalam persentase motivasi fisik. Kebanyakan wisatawan asing yang melakukan kegiatan wisata atau mengunjungi Keraton Yogyakarta dikarenakan motivasi fisik. Hal ini berkaitan dengan alasan mereka mengunjungi Yogyakarta yang lebih banyak dikarenakan transit dari Jakarta menuju Bali dan sebaliknya. Alasan inilah yang mendorong wisatawan asing mengunjungi objek-objek wisata yang hanya berada di pusat kota atau objek-objek wisata yang dapat dijangkau dengan transportasi umum seperti becak dan Trans Jogja.
Gambar 4.1 Peta Pola Keruangan Jenis Motivasi Fisik 4.1.2. Motivasi Budaya Motivasi budaya berkaitan dengan keinginan pribadi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata agar dapat melihat dan mengetahui negara lain, penduduknya, tata cara hidupnya serta adat istiadatnya yang berbeda dengan negara lainnya.
Pola keruangan...,Dian Novia Indrianti, FMIPA UI, 2014
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa sebanyak 40% wisatawan asing di Benteng Vredeburg memiliki motivasi budaya. Jika dibandingkan dengan motivasi di objek wisata lainnya, jelas Benteng Vredeburg memiliki persentase total wisatawan asing tertinggi dengan motivasi budayanya. Benteng Vredeburg merupakan monumen yang juga sebagai museum, dimana tempat ini juga sebagai peninggalan sejarah. Hal ini berkaitan dengan sejarah sebagai sumber daya pariwisata, dimana sumber daya sejarah merupakan sisa-sisa fisik dari peradaban atau kebudayaan masa lampau yang masih bertahan, diantaranya adalah arsitektural, lanskap, fitur arkeologi sebagaimana artefak dan objek sehari-hari yang masih bertahan dari masa lampau (Burton, 1995). Dalam kunjungannya ke Benteng Vredeburg, wisatawan asing tertarik terhadap bangunan dan tempat yang memiliki nilai sejarah dibanding daya tarik visual yang ada ditempat tersebut sehingga persentase wisatawan asing dengan motivasi budaya di objek wisata ini lebih dari 51% (lihat Gambar 4.2). Pada Gambar 5.2 dapat dilihat juga bahwa sedikit wisatawan asing yang mengunjungi Kaliurang dan Museum Affandi karena motivasi budaya. Jika diamati, hal ini berkaitan dengan jenis objek wisata Kaliurang sebagai jenis wisata menawarkan unsur alam, begitupun dengan Museum Affandi yang lebih menawarkan unsur sejarah serta edukasi bagi para pengunjungnya.
Gambar 4.2 Peta Pola Keruangan Jenis Motivasi Budaya 4.1.3. Motivasi Interpersonal Motivasi interpersonal merupakan motivasi yang bersifat sosial dimana keinginan tersebut didorong oleh keinginan seseorang untuk mengunjungi sanakkeluarga atau teman di tempat lainnya. Pada Gambar 5.3 ditunjukan bahwa motivasi interpersonal memiliki persentase paling besar di objek wisata Keraton Yogyakarta. Biasanya wisatawan asing yang memiliki keinginan untuk mengunjungi kerabat atau temannya melakukan pertemuan di sekitar jalan Malioboro, kemudian wisatawan asing tersebut melanjutkan kegiatan wisata dengan mengunjungi Keraton Yogyakarta. Motivasi interpersonal ini banyak terjadi pada wisatawan asing asal Belanda, dimana
Pola keruangan...,Dian Novia Indrianti, FMIPA UI, 2014
sebelumnya wisatawan asing sudah pernah mengunjungi Yogyakarta dan kedua kalinya wisatawan asing mengunjungi Yogyakarta dikarenakan ajakan teman, sehingga faktor utama kedatangan wisatawan asing ke Yogyakarta dikarenakan keinginan untuk mengunjungi temannya. Selain itu ada pula wisatawan asing yang dimana salah satu dari anggota keluarganya menikah dengan penduduk lokal dan kemudian menetap di Yogyakarta sehingga membuat wisatawan asing akhirnya mengunjungi Yogyakarta. Tidak hanya itu, biasanya wisatawan asing yang memiliki motivasi interpersonal ini telah mengunjungi Yogyakarta lebih dari 3 kali selama hidupnya. Dapat dilihat pada Gambar 4.3, wisatawan asing dengan motivasi interpersonal tidak memiliki persentase sebesar motivasi lainnya, bahkan persentasenya hampir sama di setiap objek wisata. Hal ini dikarenakan wisatawan asing yang memiliki motivasi interpersonal cenderung menetap lebih lama dari biasanya dan memiliki waktu yang tidak terbatas untuk mengunjungi objek wisata sehingga hampir setiap objek wisata akan coba dikunjungi oleh mereka.
Gambar 4.3 Peta Pola Keruangan Jenis Motivasi Interpersonal 4.1.4. Motivasi Intelektual Motivasi intelektual merupakan dorongan dari dalam diri seseorang untuk mengunjungi tempat tertentu dikarenakan keinginan untuk mempelajari kebudayaan atau sejarah yang ada di tempat tujuannya. Tidak hanya sejarah atau kebudayaan, mengenal secara lebih mendalam mengenai daerah tujuan wisatanya juga termasuk dalam motivasi intelektual. Dapat dilihat pada Gambar 5.4, bahwa wisatawan asing dengan motivasi intelektual mendominasi objek wisata Museum Affandi. Hal ini terjadi karena karya dari pelukis Affandi terkenal sampai ke mancanegara dan wisatawan asing ingin mempelajari sejarah serta karya yang diciptakan oleh pelukis Affandi.
Pola keruangan...,Dian Novia Indrianti, FMIPA UI, 2014
Gambar 4.4 Peta Pola Keruangan Jenis Motivasi Intelektual 4.2. Asal Wisatawan Asing Daerah asal wisatawan asing merupakan negara asal dimana wisatawan asing menetap atau tinggal. Pada Gambar 4.5 dapat dilihat rincian negara asal wisatawan asing yang menjadi responden dalam penelitian ini.
Gambar 4.5. Asal Negara Wisatawan Asing
Sumber: Pengolahan Data (2013) Berdasarkan Gambar 4.5, dapat dilihat bahwa wisatawan asing terbanyak berasal dari negara Belanda sebesar 15% dan diikuti oleh negara Perancis sebanyak sebesar 13% dari jumlah total wisatawan asing yang diwawancara, negara Spanyol dengan persentase sebesar 7%, Jerman dengan persentase sebesar 6%, Inggris dengan persentase sebesar 6%, dan negara-negara lainnya (seperti Australia, Belgia, Kanada, Malaysia, Jepang, Italia, Swiss, Austria, Denmark, Singapura, Polandia, Portugal, Rusia, Slovakia, Filipina, Hungaria, Kroasia, Turkey, Kolombia, Finlandia, Korea
Pola keruangan...,Dian Novia Indrianti, FMIPA UI, 2014
Selatan, Kuwait, Selandia Baru, Pakistan, dan Swedia) dengan jumlah wisatawan asing kurang dari 6%. Bila dilihat berdasarkan Benua, sebagian besar wisatawan asing yang berkunjung ke Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman berasal dari Benua Eropa dengan persentase sebesar 72%. Kemudian diikuti oleh wisatawan asing yang berasal dari Benua Asia dengan persentase sebesar 12%, Benua Amerika sebesar 11%, dan Benua Australia dengan persentase sebesar 5%. Berdasarkan hasil wawancara dengan para wisatawan asing dan tour guide di beberapa objek wisata, banyaknya wisatawan asing yang berasal dari Benua Eropa ini dikarenakan rata-rata dari wisatawan asing memiliki waktu libur yang sangat panjang dibandingkan dengan negara di benua lainnya, sehingga hal tersebut membuat jumlah pengunjung wisatawan asing yang berasal dari Benua Eropa selalu jauh lebih banyak dibanding dari benua lainnya. Adapun gambarannya dapat dilihat pada Gambar 4.6 yang merupakan Peta Persebaran Asal Negara Wisatawan Asing.
Gambar 4.6. Peta Persebaran Asal Negara Wisatawan Asing
Sumber: Pengolahan Data (2013) 4.3. Motivasi Wisatawan Asing Menurut Negara Asal Dalam pariwisata, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu daerah asal, proses perjalanannya dan daerah tujuan wisata. Daerah asal wisatawan atau negara asal wisatawan asing dalam penelitian ini didominasi oleh negara Belanda. Motivasi wisatawan asing dalam melakukan kegiatan wisata ke Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman dibagi menjadi empat macam, yaitu Motivasi Fisik, Motivasi Budaya, Motivasi Interpersonal, dan Motivasi Intelektual. Berdasarkan hasil wawancara secara mendalam, wisatawan asing yang berasal dari negara Belanda memenuhi empat motivasi tersebut. Banyak wisatawan asing yang melakukan kegiatan wisata di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman hanya untuk sekedar relaksasi, berlibur atau bahkan transit, dimana ini masuk dalam
Pola keruangan...,Dian Novia Indrianti, FMIPA UI, 2014
kategori Motivasi Fisik. Kemudian banyak juga wisatawan asing dari negara Belanda yang memang terdorong untuk melihat budaya dan kesenian Jawa yang berada di Yogyakarta, dimana ini masuk dalam kategori Motivasi Budaya. Selain itu, ada tiga wisatawan asing berasal dari negara Belanda yang memang memiliki dorongan untuk mengunjungi kerabat atau teman yang tinggal di Kota Yogyakarta, sehingga pada kategori ini termasuk dalam Motivasi Interpersonal, dimana perjalanannya didorong karena keinginan untuk mengunjungi kerabat atau saudara yang tinggal di Kota Yogyakarta selain tentunya untuk melakukan kegiatan wisata. Kemudian ada dua wisatawan asing yang berasal dari negara Belanda, yang kemudian datang untuk kedua bahkan kelima kalinya untuk mempelajari lebih banyak kebudayaan dan kesenian Jawa yang berada di Kota Yogyakarta, tentu alasan ini masuk dalam kategori Motivasi Intelektual. Hal ini berbeda dengan wisatawan asing yang berasal dari negara Perancis yang sebagian besar memiliki motivasi fisik dan motivasi budaya. Kedatangan wisatawan asing ke Yogyakarta didorong oleh keinginan untuk melihat apa yang menarik dari Yogyakarta, bagaimana orang-orang lokal hidup, bagaimana kebudayaan Jawa dapat menyatukan para penduduk yang berbeda agama. Tetapi sebagian wisatawan asing asal negara Perancis yang di wawancara berkunjung ke Kota Yogyakarta dikarenakan mereka transit atau sekedar ingin berlibur dengan berbekal informasi yang didapatkan ketika mereka mengunjungi Bali atau Jakarta. Berdasarkan contoh kedua negara tersebut, dapat disimpulkan bahwa negara Belanda memiliki ikatan yang jauh lebih kuat terhadap Indonesia dibandingkan negara Perancis. Hal ini disebabkan oleh peristiwa penjajahan zaman dahulu, dimana banyak juga dari keturunan Belanda yang akhirnya tinggal dan menetap di Indonesia. Hal tersebut merupakan pernyataan dua wisatawan asing, dimana dikatakan bahwa wisatawan asing mencintai kebudayaan Jawa yang berada di Yogyakarta dari jaman dahulu semenjak nenek moyangnya pernah berada di Indonesia, sehingga terbentuklah dorongan berupa dorongan untuk mengunjungi kerabat atau teman, serta dorongan untuk mempelajari kebudayaan Jawa secara lebih mendalam. Berikut merupakan Tabel 4.2 mengenai persentase motivasi wisatawan asing yang diringkas berdasarkan Benua. Dapat dilihat bahwa sebanyak 67% wisatawan asing asal Benua Amerika dalam melakukan kegiatan wisata dikarenakan motivasi budaya, sedangkan 22% karena motivasi fisik, 11% karena motivasi interpersonal. Berbeda dengan wisatawan asing asal Benua Amerika, sebanyak 58% wisatawan asing asal Benua Eropa dominan melakukan perjalanannya dikarenakan motivasi fisik, kemudian 36% dikarenakan motivasi budaya, 4% karena motivasi intelektual, serta 2% karena motivasi interpersonal. Begitupun dengan wisatawan asing asal Benua Asia dan Benua Australia yang kegiatan wisatanya didominasi oleh motivasi fisik, yaitu sebesar 55% dan 60%. Tabel 4.2. Motivasi Wisatawan Asing per Benua Motivasi Asal Fisik (%) Budaya (%) Interpersonal (%) Intelektual (%) 55 9 -‐ 36 Asia Amerika 22 67 11 -‐ Australia 60 20 20 -‐ Eropa 58 36 2 4 Sumber: Pengolahan Data (2013)
Pola keruangan...,Dian Novia Indrianti, FMIPA UI, 2014
4.3.1. Motivasi Wisatawan Asing Menurut Status Kedatangan Dalam penelitian ini, status kedatangan wisatawan asing dibagi menjadi 4 macam. Status kedatangan tersebut yaitu sendiri, dengan teman, dengan keluarga, dan dengan suami/istri. Wisatawan asing yang berkunjung ke Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman seorang diri atau bersama keluarga cenderung dikarenakan dorongan transit atau ingin menikmati suasana baru, dalam hal ini berkaitan dengan Motivasi Fisik. Sebagai contoh, wisatawan asing yang berasal dari negara Australia dan London. Wisatawan asing yang berasal dari negara Australia berkunjung bersama istri, anak, serta kedua cucunya. Dimana dorongan untuk mengunjungi Kota Yogyakarta lebih kepada keinginan untuk relaksasi dan mencari suasana baru untuk sejenak menjauh dari kegiatan sehari-hari di negara asalnya. Kemudian wisatawan asing yang berasal dari London menyatakan bahwa Yogyakarta pada awalnya bukan bagian dari destinasi liburannya, tetapi ketika dia tiba di Jakarta dan ingin melanjutkan perjalanan ke Bali, dia mendapatkan banyak informasi bahwa jika menyusuri Pulau Jawa menuju ke Bali, akan melewati kota-kota yang banyak memiliki objek-objek wisata dan dapat dijadikan tempat untuk transit. Alhasil wisatawan yang berasal dari London tersebut melanjutkan perjalanan untuk transit ke Kota Yogyakarta sebelum melanjutkan perjalanan ke Bromo dan Bali. Tetapi ada pula wisatawan asing yang seorang diri memiliki motivasi budaya. Kedatangannya ke Yogyakarta dikarenakan keingintahuannya yang besar akan kebudayaan, kesenian, peninggalan sejarah yang banyak diceritakan melalui Internet ataupun buku. Di sisi lain, wisatawan asing yang yang datang bersama teman atau suami/istri banyak yang terdorong karena keinginan untuk melihat kebudayaan seperti Batik dan peninggalan sejarah seperti Candi. Wisatawan asing yang berpergian seorang diri, dengan teman, dengan pasangan dan dengan keluarga yang banyak ditemukan di objek wisata Keraton Yogyakarta, Taman Sari, Candi Prambanan dan Kraton Ratu Boko. Perbedaan terjadi pada objek wisata Museum Affandi, dimana wisatawan asing yang berpergian bersama pasangan memilih untuk tidak mengunjungi Museum Affandi dengan alasan banyak objek wisata yang lebih menarik lainnya yang dapat dikunjungi bersama pasangan. Wisatawan asing yang berpergian sendiri dengan motivasi fisik mendominasi objek wisata Kaliurang, Kraton Ratu Boko, Keraton Yogyakarta, dan Taman Sari dengan persentase masing-masing sebesar 71%, 61%, 54% dan 50%. Sedangkan wisatawan asing yang berpergian bersama teman atau berkelompok dengan motivasi fisik mendominasi objek wisata Kaliurang, Museum Sonobudoyo, Benteng Vredeburg, dan Museum Affandi dengan persentase masing-masing sebesar 100%, 100%, 75%, dan 67%. Kaliurang juga menjadi objek wisata yang paling besar persentase pengunjungnya baik bersama pasangan ataupun keluarga dengan motivasi fisik. Benteng Vredeburg juga memiliki dominasi wisatawan asing yang berpergian bersama pasangan dengan motivasi fisik yaitu dengan persentase sebesar 67%. Wisatawan asing yang berpergian bersama keluarga dengan motivasi budaya mendominasi objek wisata Benteng Vredeburg, Keraton Yogyakarta, Taman Sari, Museum Sonobudoyo, dan Museum Affandi dengan persentase masing-masing sebesar 71%, 67%, 62%, 50%, dan 50%. Wisatawan asing yang berpergian bersama pasangan dengan motivasi budaya mendominasi objek wisata Taman Sari dengan persentase 60%.
Pola keruangan...,Dian Novia Indrianti, FMIPA UI, 2014
4.3.2. Motivasi Wisatawan Asing Menurut Kelompok Umur Wisatawan asing asal Benua Eropa dengan usia kurang dari 30 tahun merupakan yang terbanyak dalam penelitian ini dengan persentase sebesar 88%. Tidak hanya yang berusia kurang dari 30 tahun, bahkan wisatawan asing asal Benua Eropa yang berusia 30-45 tahun juga memiliki persentase lebih besar dibanding Benua lainnya, yaitu sebesar 77% dan juga wisatawawan asing asal Benua Eropa dengan usia lebih dari 45 tahun sebesar 73%. Hubungan antara usia wisatawan ini tidak lepas kaitannya dengan motivasi mereka dalam melakukan perjalanan kunjungan ke objek-objek wisata di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Wisatawan asing dengan kategori usia 30-45 tahun dan lebih dari 45 tahun cenderung melakukan perjalanan dikarenakan motivasi intelektual dan motivasi budaya, sedangkan wisatawan asing dengan kategori usia kurang dari 30 tahun dalam melakukan perjalanannya lebih dikarenakan motivasi fisik. Dibawah ini dapat dilihat pola dasar dari hubungan antara usia wisatawan asing dengan motivasinya. Wisatawan asing yang berumur kurang dari 30 tahun dengan motivasi fisik mendominasi objek wisata Kaliurang, Kraton Ratu Boko, Benteng Vredeburg, dan Candi Prambanan dengan persentase masing-masing sebesar 88%, 56%, 56% dan 50%. Kemudian, wisatawan asing berumur kurang dari 30 tahun dengan motivasi budaya mendominasi objek wisata Museum Affandi, Keraton Yogyakarta, Taman Sari dan Museum Sonobudoyo dengan persentase 50% setiap objek wisata tersebut. Wisatawan asing yang berumur 30-45 tahun dengan motivasi fisik mendominasi objek wisata Kaliurang Kraton Ratu Boko, Candi Prambanan, dan Benteng Vredeburg dengan persentase masing-masing sebesar 100%, 57%, 52%, 50%. Sedangkan wisatawan asing yang berumur 30-45 tahun dengan motivasi budaya mendominasi objek wisata Museum Affandi, Taman Sari, Benteng Vrereburg, dan Museum Sonobudoyo dengan persentase masing-masing sebesar 67%, 53%, 50%, dan 50%. Selanjutnya wisatawan asing yang berumur lebih dari 45 tahun dengan motivasi fisik hampir mendominasi seluruh objek wisata kecuali Museum Affandi yang hanya memiliki persentase sebesar 20% dan Museum Sonobudoyo dengan persentase 44%. Sedangkan, wisatawan asing yang berumur lebih dari 45 tahun dengan motivasi budaya, motivasi interpersonal ataupun motivasi intelektual tidak ada yang mendominasi objek wisata. 4.3.3 Motivasi Wisatawan Asing Menurut Anggarannya Anggaran wisatawan asing yang kurang dari satu juta rupiah dengan motivasi fisik yang dominan berada di objek wisata Kaliurang dengan persentase sebesar 71% dan Benteng Vredeburg dengan persentase sebesar 50%, sedangkan yang dominan dengan motivasi budaya berada di objek wisata Candi Prambanan dengan persentase 59%, Keraton Yogyakarta dengan persentase 64%, Taman Sari dengan persentase 60%, Museum Sonobudoyo dengan persentase 60%, dan Museum Affandi dengan persentase 80%. Wisatawan asing yang memiliki motivasi budaya dan memiliki anggaran kurang dari satu juta rupiah cenderung mengunjungi objek wisata yang letaknya strategis. Kemudian pada Gambar 5.59 dapat dilihat bahwa wisatawan asing dengan anggaran satu sampai lima juta rupiah memiliki motivasi fisik yang dominan dan tersebar merata hampir di seluruh objek wisata kecuali Museum Affandi dengan persentase yang hanya 14%. Wisatawan asing yang memiliki anggaran berjumlah tersebut biasanya mereka yang memiliki tujuan untuk berlibur tanpa memiliki maksud
Pola keruangan...,Dian Novia Indrianti, FMIPA UI, 2014
secara khusus semisal budaya, serta secara tak terduga dapat memperpanjang waktu tinggal mereka ketika di Yogyakarta. Hal ini jugalah yang menjadi alasan mengapa tidak ada wisatawan asing dengan anggaran satu sampai lima juta rupiah yang mendominasi salah satu objek wisata. Wisatawan asing dengan anggaran lebih dari lima juta rupiah cenderung memiliki motivasi intelektual. Dapat dilihat persebarannya di hampir seluruh objek wisata dengan persentase lebih dari 50%, kecuali objek wisata Keraton Yogyakarta. Hal ini dikarenakan keinginan mereka untuk belajar kebudayaan serta kesenian di Yogyakarta. Alasan lain yang membuat para wisatawan asing tersebut memiliki anggaran lebih dari lima juta rupiah adalah biaya hidup serta lama tinggal mereka selama kegiatan wisata mereka yang disertai tujuan belajar. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa motivasi wisatawan asing di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman tidak dipengaruhi oleh jenis wisata yang ada di daerah tujuan, dimana motivasi fisik terkonsentrasi di objek wisata Kaliurang, motivasi budaya terkonsentrasi di objek wisata Benteng Vredeburg, motivasi interpersonal yang tersebar merata konsentrasinya di setiap objek wisata, dan motivasi intelektual yang terkonsentrasi di Museum Affandi. Sedangkan pola keruangan motivasi wisatawan asing di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman tidak searah dengan jenis wisatanya, sehingga terbentuk pola motivasi yang berbeda pada masing-masing objek wisata. 6. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Kota Sleman Dalam Angka 2012. Kabupaten Sleman : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. Anonim. 2012. Kota Yogyakarta Dalam Angka 2012. Kota Yogyakarta : Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta. Anonim. 2012. Statistik Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Tahun 2012. Kabupaten Sleman : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman. Bintarto, R. 1991. Metode Analisa Geografi. Jakarta: LP3ES Burton, Rosemary. 1995. Travel Geography. Great Britain: Pitman Publishing Chen, Li-Ju, dkk. The motivations and expectations of international volunteer tourist: A case study of “Chinese Village Traditions”. Tourism Management 32 (2011) 435-442 Chon, Kaye Sung, dkk. 2012. Consumer Behavior in Travel and Tourism. New York: Routledge Damanik, J. 2013. Pariwisata Indonesia: Antara Peluang dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Devesa, M., Laguna, M., & Palacios, A. (2009). The role of motivation in visitor satisfaction: Empirical evidence in rural tourism. Tourism Management, 31,547–552 Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2011. Statistik Kepariwisatan. Farmaki, Anna. An Exploration of Tourist Motivation in Rural Settings; The Case of Troodos, Cyprus. Tourism Management Perspectives 2-3 (2012), 72-78 Golledge, R.G and Robert J.S. 1996. Spatial Behavior: A Geographic Perspective. London: The Guilford Press.
Pola keruangan...,Dian Novia Indrianti, FMIPA UI, 2014
Hall, C.M. and Page, S.J. 2002. The Geography of Tourism and Recreation: Environment, Place, and Space. New York: Routledge. Kim, Seong-Seop, dkk. Push and Pull Relationships. Annals of Tourism Research, Vol.29, No. 1, pp 257-260, 2002. Marpaung, Happy, dkk. 2002. Pengantar Pariwisata. Bandung: Alfabeta McIntosh & Goldner. 1995. Tourism Principles and Practice, Philosopies (5thed). New York: John Wilky & Sons, Inc. Mill, Robert Christie. 2000. Tourism The International Business (Edisi Bahasa Indonesia). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Minal Aidin A. Rahiem. Pariwisata dan Seks dalam Era Globalisasi. Jurnal Arabia, Vol. 10, Nomor 20/Oktober 2007-Maret 2008, hlm.85. Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nelson, Velvet. 2013. An Introduction to the Geography of Tourism. UK: Rowman & Littlefield Publishers Ross, Glenn F. 1998. Psikologi Pariwisata. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Schiffman, L. G., & Kanuk, L. L. (1978). Consumer behaviour. Englewood Cliffs, NJ:Prentice-Hall. Soekadijo, R.G. 1997. Anatomi Pariwisata. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Spillane, James. 1985. Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta: Kanisius Tika, Moh. Pabundu. 1997. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Usman, Husaini dan Purnomo Setiadi Akbar. 2009. Metodelogi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara Wahab, S. 1994. Manajemen Kepariwisataan. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Wahab, S. 1989. Pemasaran Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita. Williams, S. 2009. Tourism Geography: A New Synthesis. New York: Routledge. Yoeti, Oka A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata (Edisi Revisi). Bandung: Angkasa. Website: http://www.jogjakota.go.id/ diakses pada 6 November 2013 pukul 12.50 http://www.slemankab.go.id/ diakses pada 6 November 2013 pukul 13.00 http://bappeda.slemankab.go.id/ diakses pada 6 November 2013 pukul 13.05
Pola keruangan...,Dian Novia Indrianti, FMIPA UI, 2014