POLA KEJADIAN DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA PETERNAKAN SEKTOR 4 DI PROVINSI LAMPUNG
ENNY SASWIYANTI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Pola Kejadian dan Faktor Risiko Penyakit Avian Influenza pada Peternakan Sektor 4 di Provinsi Lampung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2012 Enny Saswiyanti NIM B251100021
ABSTRACT
ENNY SASWIYANTI. The Pattern of Occurance and Risk Factors of Avian Influenza Outbreaks on Backyard Poultry Farm in Lampung Province. Under direction of ETIH SUDARNIKA and CHAERUL BASRI. The Study of pattern of occurance and risk factors of avian influenza (AI) outbreaks can be used in formulating AI prevention and control program. The aims of this research were to detect the hotspot area and analyze pattern of AI outbreaks in dimensions of time and space during 2010–2011, identify risk factors associated with AI outbreaks on backyard poultry farm in Lampung Province. The data of AI outbreaks were collected from Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional 3 (BPPV Regional 3) and Local Disease Crisis Center (LDCC) Lampung Province and were analyzed using SatScan version 9.1.1 and visualized using ArcGIS version 9.3.1. In addition, identification of risk factor associated with AI outbreaks was done using the Case Control Study of Observational Epidemiology. The data were collected by structured interviews in three selected districts (Bandar Lampung, Metro and Pesawaran). Data analysis was carried out in three steps, consisting of univariate, bivariate with chi-square and multivariate analysis with logistic regression. All analysis was processed with SPSS 16.0. The result of analysis showed that subdistricts of Pekalongan, Metro Barat, Metro Timur and Metro Utara were most likely cluster or the hotspot area with relative risk (RR) values of 3.53. The risk factors which contributed to AI outbreaks in Lampung Province were raising poultry whereas free ranged or combined with caged at night with odds ratio (OR) values of 8.94 (confidence interval (CI):2.85-28.02), origins of poultry from live bird markets OR of 5.18 (CI:1.8-14.92) and fenced off <75 cm OR of 5.03 (CI:1.86-13.62). It is therefore recommended that subdistricts of Pekalongan, Metro Barat, Metro Timur and Metro Utara become to priority of surveillance. Formulating AI prevention and control program must be affecting risk factors that assosiated with AI outbreaks on backyard poultry farm in Lampung Province. Keywords : risk factors, spatio-temporal analysis, avian influenza, hotspots, scan statistic
RINGKASAN
ENNY SASWIYANTI. Pola Kejadian dan Faktor Risiko Penyakit Avian Influenza pada Peternakan Sektor 4 di Provinsi Lampung. Dibimbing oleh ETIH SUDARNIKA dan CHAERUL BASRI. Penyakit avian influenza (AI) merupakan penyakit unggas yang sangat menular dan telah menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi peternak. Provinsi Lampung merupakan satu diantara provinsi di Indonesia yang sampai dengan sekarang merupakan wilayah dengan kasus tinggi dan memiliki kasus suspek AI pada manusia sehingga dikategorikan sebagai wilayah dengan endemisitas dan risiko tinggi terhadap AI. Program pengendalian terhadap penyakit ini telah dilaksanakan dan menjadi program strategis nasional. Pengendalian tersebut memerlukan pendekatan yang terintegrasi berdasarkan data dan analisis epidemiologik seperti pola kejadian dan faktor risiko penyakit sehingga pengendalian AI sesuai dengan kondisi lokal Provinsi Lampung. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan dengan fokus pola kejadian dan faktor risiko terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi kluster primer atau hotspot area, menganalisis pola kejadian AI dan kecenderungannya terhadap waktu dan tempat dari tahun 2010-2011 di Provinsi Lampung, mengidentifikasi faktor risiko, dan menganalisis besaran risiko terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pola kejadian, faktor risiko, asosiasi dan model infeksi bagi pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan dan peternak untuk pengendalian AI di Provinsi Lampung. Hipotesis penelitian ini terdapat hubungan yang nyata antara lokasi dan waktu, karakteristik peternak (jenis kelamin, usia, status kepemilikan, pengalaman, tujuan usaha, pendidikan formal, pengetahuan dan sikap peternak), manajemen peternakan dan kesehatan unggas (sistem perkandangan, asal bibit, pemberian pakan dan minum, riwayat vaksinasi, dan pemberian obat–obatan) serta biosekuriti (sanitasi, isolasi, dan pengawasan lalu lintas) terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung. Penelitian dilakukan dua tahap yaitu: (1) Kajian terhadap pola kejadian AI berdasarkan analisis spasial dan temporal. Analisis dilakukan terhadap kasus AI selama tahun 2010–2011 di Provinsi Lampung. Data kasus dan koordinat kasus diperoleh dari Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional 3 dan Local Disease Crisis Center (LDCC) Provinsi Lampung. Data populasi dan peta diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). (2) Kajian terhadap faktor risiko AI menggunakan kajian lapang dengan rancangan studi kasus kontrol tidak berpadanan dengan perbandingan kasus:kontrol yaitu 1:1. Pengambilan sampel dilakukan secara acak di tiga kabupaten dan kota dengan kasus tertinggi yaitu Kota Metro, Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Besaran sampel dihitung berdasarkan rumus untuk kasus kontrol tidak berpadanan, diperoleh hasil 55 responden dari kelompok kasus dan 55 responden dari kelompok kontrol. Penelitian ini menggunakan kuisioner terstruktur sebagai perangkat untuk mengukur faktor risiko terkait kasus AI.
Peubah yang diamati pada penelitian ini karakteristik peternak yang meliputi jenis kelamin, umur, status kepemilikan, pengalaman beternak, pendidikan formal dan tujuan usaha, pengetahuan dan sikap peternak serta penyuluhan dan akses terhadap informasi; manajemen peternakan dan kesehatan unggas yang terdiri dari asal bibit, pemberian pakan dan minum, riwayat vaksinasi dan pemberian obat-obatan, sistem perkandangan dan pola pemeliharaan; serta biosekuriti yang terdiri dari sanitasi, isolasi dan pengawasan lalu lintas ternak. Data kasus, koordinat dan populasi dianalisis dengan piranti lunak SatScan versi 9.1.1. Hasil analisis berupa deteksi kluster primer atau hotspot area, kluster sekunder, risiko relatif (RR) dan pola kejadian berdasarkan waktu. Hasil analisis disajikan dalam bentuk peta dengan menggunakan ArcGIS versi 9.3.1. Adapun data untuk faktor risiko dianalisis secara secara deskriptif dan analitik dengan penyajian tabel kotingensi. Pengkategorian dilakukan pada tingkat biosekuriti, sanitasi, isolasi, pengawasan lalu lintas, pengetahuan, dan sikap. Hubungan asosiasi masing–masing peubah diukur dengan uji chi-square (χ2). Analisis data selanjutnya menggunakan regresi logistik berganda untuk menduga nilai OR pada model multivariat. Analisis data tersebut menggunakan program SPSS 16 dan Microsoft Excel 2007. Secara keseluruhan kejadian kasus AI merata di kabupaten dan kota Provinsi Lampung. Kasus AI tertinggi adalah Kota Metro yang kemudian diikuti oleh Kota Bandar Lampung. Kejadian AI di Kota Metro adalah 35 kasus pada tahun 2010, turun menjadi 23 kasus pada tahun 2011. Kota Bandar Lampung 24 kasus pada tahun 2010, turun menjadi 14 kasus pada tahun 2011. Adapun untuk sebaran kasus per kecamatan hasil diagnosa menunjukkan intensitas kasus di semua kecamatan di Kota Metro tinggi. Kecamatan tersebut Kecamatan Metro Timur, Metro Barat, Metro Utara, Metro Selatan dan Metro Pusat. Sebaran kasus tinggi lainnya di Kota Bandar Lampung, Kecamatan Kemiling, Rajabasa, Tanjung Karang Timur, Teluk Betung Utara dan Sukarame. Adapun hasil analisis spatio-temporal menunjukkan Kecamatan yang masuk ke dalam kluster primer, Kecamatan Pekalongan di Kabupaten Lampung Timur, Kecamatan Metro Barat, Metro Timur dan Metro Utara di Kota Metro. Daerah–daerah tersebut juga merupakan hotspot area dengan nilai risiko kejadian di dalam kluster primer 3.53 kali lebih besar dibandingkan di luar kluster primer. Kecenderungan kasus AI berdasarkan waktu pada tahun 2010-2011, pada bulan Januari kasus tinggi kemudian meningkat dan menjadi puncak di bulan Februari dan kasus terus menurun sampai di bulan Mei. Bulan Juni sampai dengan Oktober kasus cenderung stabil, kemudian sedikit meningkat di bulan November dan Desember. Hasil analisis spatio-temporal menunjukkan walaupun ada peningkatan kasus di bulan Januari-Februari tetapi kejadian AI tidak dipengaruhi waktu (bulan), sehingga dimungkinkan kasus untuk terjadi sepanjang tahun. Faktor risiko yang berperan pada kejadian AI di peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung, sistem perkandangan diumbar dan kombinasi diumbar dengan kadang-kadang dikandangkan memiliki nilai odds 8.94 kali lebih besar dibanding unggas dikandangkan terus menerus (OR=8.94; SK=2.85-28.02), asal bibit dari pasar unggas hidup memiliki nilai odds 5.18 kali lebih besar dari asal bibit dari tempat lainnya (OR=5.18; SK=1.8-14.92), dan keberadaan pagar peternakan
dengan tinggi <75 cm memiliki nilai odds 5.03 kali lebih besar dibanding keberadaan pagar peternakan dengan tinggi ≥75 cm (OR=5.03; SK=1.86-13.62). Untuk pengendalian dan pencegahan AI disarankan kepada pembuat kebijakan baik pemerintah pusat maupun daerah untuk memprioritaskan survailans AI di hotspot area Kecamatan Pekalongan di Kabupaten Lampung Timur, Kecamatan Metro Barat, Metro Timur dan Metro Utara di Kota Metro dengan memperhatikan praktik biosekuriti terutama isolasi dan pengawasan terhadap lalu lintas unggas terutama keberadaan pasar unggas hidup. Adapun pelaksana kebijakan diharapkan untuk meningkatkan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kepada peternak tentang praktik biosekuriti yang baik terutama tentang sistem perkandangan dan pemeliharaan unggas. Adapun peternak diharapkan dapat melaksanakan pemeliharaan unggas dengan menerapkan praktik biosekuriti yang baik terutama dengan mengandangkan unggas, memberi pagar≥75 cm di sekeliling kandang, dan tidak membeli bibit dari pasar unggas hidup. Kata kunci: Faktor risiko, analisis spasial dan temporal, avian influenza, hotspot, scan statistic.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
POLA KEJADIAN DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA PETERNAKAN SEKTOR 4 DI PROVINSI LAMPUNG
ENNY SASWIYANTI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. drh. Trioso Purnawarman, M.Si.
Judul Tesis
:
Nama NIM
: :
Pola Kejadian dan Faktor Risiko Penyakit Avian Influenza pada Peternakan Sektor 4 di Provinsi Lampung Enny Saswiyanti B251100021
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Etih Sudarnika, M.Si. Ketua
drh. Chaerul Basri, M.Epid. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si.
Tanggal Ujian :
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya maka studi dan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir Etih Sudarnika, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak drh. Chaerul Basri, M.Epid selaku anggota komisi pembimbing yang telah sabar dan setia meluangkan banyak waktu untuk memberikan arahan dan saran dalam proses pembimbingan dan penyelesaian tesis. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Dr.drh. Trioso Purnawarman, M.Si selaku penguji dan Bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si selaku ketua program studi Kesmavet serta seluruh dosen program studi Kesmavet beserta tenaga kependidikan yang turut membantu dan mendukung secara penuh dan konsisten sehingga studi dan penelitian penulis dapat selesai dengan baik. Terima kasih kepada BPPV Regional 3 Bandar Lampung yang telah memberikan beasiswa dan kesempatan bagi penulis untuk dapat menjalani proses pendidikan magister di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih kepada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kota Bandar Lampung, Dinas Pertanian Kota Metro, Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pesawaran, rekan-rekan BPPV dan PDSR Lampung yang telah memfasilitasi dan mendukung secara penuh terhadap kegiatan penelitian yang saya lakukan. Terima kasih kepada Mama, Suami dan anak-anakku yang dengan ikhlas memberikan dorongan, semangat, dan doa dalam proses pendidikan magister yang penulis tempuh. Terima kasih juga diucapkan untuk adik-adikku, keluarga besar di Pontianak dan Metro yang turut memotivasi dan menginspirasi penulis selama menjalani perkuliahan. Terima kasih kepada teman-teman kelas KMV Reguler tahun 2010/2011 (KMV SRIWERS) yang selalu kompak dan semangat dalam menempuh pendidikan magister bersama-sama. Terima kasih juga diucapkan kepada temanteman KMV kelas karantina hewan 2010/2011 (KMV 15) yang telah memberikan warna dan keceriaan saat proses pendidikan di PS Kesmavet SPs IPB. Semoga bantuan, dukungan, dorongan, dan perhatian dari semua pihak yang telah diberikan dengan tulus kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga diharapkan adanya saran dan kritik yang dapat membangun di masa mendatang. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2012 Enny Saswiyanti
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat pada tanggal 1 September 1977, merupakan anak pertama dari empat bersaudara, pasangan Drs. Sawadji dan Martini. Tahun 1994 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Pontianak dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB, lulus pendidikan sarjana pada tahun 1998. Penulis menempuh pendidikan profesi dokter hewan dan mendapatkan gelar dokter hewan dari perguruan tinggi yang sama pada tahun 2000. Pada tahun 2010, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan magister di PS Kesmavet Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan diperoleh dari Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional 3 Bandar Lampung. Penulis bekerja sebagai tenaga medik veteriner di BPPV Regional 3 Bandar Lampung sejak tahun 2001. Bidang ilmu yang menjadi tanggung jawab penulis adalah epidemiologi veteriner. Selama menjalani pendidikan S2, penulis menjadi anggota Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia dan Asosiasi Epidemiologist Veteriner Indonesia. Karya ilmiah berjudul Pola Kejadian Avian Influenza berdasarkan Analisis Spasial dan Temporal Tahun 2010-2011 di Provinsi Lampung telah disajikan pada Rapat Teknis dan Pertemuan Ilmiah Kesehatan Hewan di Yogyakarta pada bulan Juni 2012.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………………
xxi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………
xxv
PENDAHULUAN Latar Belakang……………………………………………………….. Tujuan……………………………………………………………....... Manfaat ………………………………………………………………. Hipotesis ……………………………………………………………...
1 2 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza ……………………………………………………… Penyebaran Avian Influenza …………………………………... Pengendalian Avian Influenza ………………………………… Pola Kejadian Penyakit Avian Influenza..................................... Faktor Risiko terhadap Kejadian Penyakit Avian Influenza …. Peternakan Sektor 4 dan Perannya dalam Penyebaran AI .....………. Analisis Spasial dan Temporal ............................................................ Studi Kasus Kontrol ............................................................................
4 5 6 7 9 10 11 13
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………………… Disain Penelitian …………………………………………………… Kerangka Konsep Penelitian ……………………………………….. Kriteria Kasus dan Kontrol ………………………………………… Populasi dan Sampel ……………………………………………….. Pembobotan dan Penilaian Kuesioner ……………………………… Analisis Data ………………………………………………………... Definisi Operasional ............................................................................
14 14 15 16 16 17 18 18
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Avian Influenzadi Provinsi Lampung .………………....... Pola Kejadian Avian Influenza ………………………………............ Faktor Risiko Penyakit Avian Influenza …………………………….. Karakteristik Peternakan ………………………………............... Model Faktor Risiko terkait Kejadian Avian Influenza …………
21 23 27 27 35
KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………
40
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….
41
LAMPIRAN ………………………………………………………………
45
xix
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Definisi operasional dari peubah yang diamati ....................................
16
2
Pembobotan dan penilaian kuesioner tingkat biosekuriti......................
19
3
Deteksi kluster kasus AI berdasarkan kecamatan di Provinsi Lampung tahun 2010-2011 ...................................................................
25
Hubungan karakteristik peternak dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung ............................................
28
Hubungan manajemen perkandangan dengan kejadian AI peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung ..............................................................
29
Hubungan tingkat biosekuriti dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung.......................…....................................
31
Hubungan pengawasan terhadap lalu lintas dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung ............................................
32
Hubungan sanitasi dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung................................................................................
33
Hubungan isolasi dan pemaparan AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung.......................…. ..................................….............
34
10 Model akhir analisis multivariat faktor risiko terhadap kejadian AI pada Peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung.......................…........
36
4 5 6 7 8 9
xix
xix
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka konsep penelitian ....................................................................
15
2 Jumlah kasus AI per kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2010-2011
21
3 Kasus AI berdasarkan jumlah kasus per kecamatan di Provinsi Lampung tahun 2010-2011......................................................................
22
4 Kasus AI berdasarkan bulan kejadian tahun 2010-2011 di Provinsi Lampung .................................................................................................
23
5 Clustering kasus AI di Provinsi Lampung tahun 2010-2011 .................
24
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Uji korelasi……………………………………………………..............
51
2 Hasil analisis multivariat………………………………………............
52
3 Kuesioner penelitian …………………………………………………...
54
xix
LAMPIRAN
xix
PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit avian influenza (AI) merupakan penyakit unggas yang sangat menular dan telah menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi peternak. Program pengendalian terhadap penyakit ini telah dilaksanakan dan menjadi program strategis nasional. Program pemerintah untuk pengendalian AI dikenal dengan sembilan langkah strategis yaitu penerapan biosekuriti yang ketat, depopulasi selektif di daerah tertular, surveilans dan penelusuran,
vaksinasi, pengendalian lalu lintas,
peningkatan kesadaran masyarakat, pengisian
kembali unggas, stamping out di daerah tertular baru serta monitoring, pelaporan dan evaluasi (Ditjennak 2009). Pengendalian tersebut memerlukan pendekatan yang terintegrasi baik ditingkat pusat, regional, provinsi maupun kabupaten berdasarkan data lapangan dan analisis yang lengkap dan akurat. Pola kejadian adalah analisis kejadian penyakit dalam rentang waktu tertentu karena penyakit tidak terjadi secara acak (Ward et al. 2008).
Satu
diantara studi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pola kejadian berdasarkan tempat dan waktu adalah analisis spasial dan temporal. Analisis ini berbasis sistem informasi geografis sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap dan akurat dengan pemetaan kasus tergantung kebutuhan (Durr dan Gatrrell 2004).
Keluaran dari analisis ini adalah
pengelompokan daerah (clustering area) untuk menentukan prioritas survailans dan time frame untuk melihat pola kejadian terhadap waktu terutama bulan dan musim (Kulldorf 2010). Faktor risiko adalah faktor–faktoryang berpengaruh atau penyebab terhadap penularan suatu penyakit (Tabbu 2005). Ada beberapa faktor risiko terkait kasus AI seperti faktor individu atau karakteristik peternak, manajemen peternakan, kesehatan unggas dan biosekuriti.Satu diantara kajian yang dapat dilakukan untuk mengetahui faktor risiko terhadap kejadian kasus AI yaitu studi kasus kontrol. Kajian ini dapat menganalisis kasus dengan tingkat prevalensi yang rendah dan hubungannya dengan beberapa faktor risiko dan menghasilkan model yang berguna untuk pemberantasan penyakit dimasa mendatang (Pfeiffer 2010).
2
Berdasarkan kajian FKH IPB dan Deptan RI (2005) di Sumatera dan Kalimantan,
faktor risiko terhadap kemungkinan pemaparan virus AI yaitu
pengendalian lalu lintas ternak, sanitasi (kebersihan kandang, halaman kandang, tempat pakan dan tempat minum ternak) dan tindakan karantina. Keberadaan burung liar, hewan pengerat, lalu lintas pekerja dan orang berperan terhadap penularan AI di Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta (FKH UGM dan Deptan RI 2006). Kepadatan penduduk, jalan dan keberadaan sawah berperan sebagai faktor risiko terhadap kejadian AI di Jawa Barat (Yupiana et al. 2010). Pada unggas air di Bogor dan Sukabumi kondisi biosekuriti yang rendah menyebabkan risiko pemaparan AI 5.59 kali lebih besar dibanding tingkat biosekuriti yang cukup (Siahaan 2007). Provinsi Lampung merupakan satu diantara provinsi di Indonesia yang sampai dengan sekarang merupakan wilayah dengan kasus tinggi dan memiliki kasus suspek AI pada manusia (BPPVR 3 2011). Oleh karena itu dikategorikan sebagai provinsi endemis AI tertinggi di Indonesia dengan peluang kejadian ratarata 0.7 per kabupaten (Farnsworth et al. 2011). Hasil diagnosa Participatory Disease Surveillance Response (PDSR) Provinsi Lampung dengan uji cepat AI terdapat 192 kasus AI pada tahun 2010 dan 115 kasus AI pada tahun 2011 (Ditkeswan 2011) dan hampir semua kasus berada di sektor 4. Peternakan sektor 4 merupakan peternakan rakyat dengan tata laksana tradisional, bersifat non komersil dengan pemeliharaan unggas bersama atau dekat dengan pemilik (Ditjennak 2009).
Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan dengan
fokuspola kejadian dan faktor risiko terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung.
Tujuan Tujuan penelitian ini, yaitu: 1
Mendeteksi kluster primer atau hotspot area kejadian AI di Provinsi Lampung.
2
Menganalisis pola kejadian AI dan kecenderungannya terhadap waktu dan tempat dari tahun 2010-2011 di Provinsi Lampung.
3
3
Mengidentifikasi faktor risiko terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung.
4
Menganalisis besaran risiko terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung.
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pola kejadian, faktor risiko, asosiasi dan model infeksi untuk: 1
Pembuat kebijakan dapat mengambil kebijakan tentang pengendalian AI yang sesuai dengan kondisi lokal Provinsi Lampung terutama penentuan daerah prioritas survailans.
2
Pelaksana kebijakan dapat memahami, melaksanakan dan mensosialisasikan kebijakan-kebijakan pengendalian AI yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokal Provinsi Lampung.
3
Peternak dapat melaksanakantindakan praktik beternak yang baik sesuai dengan kebijakan pengendalian yang ditetapkan.
Hipotesis Hipotesis penelitian ini yaitu: 1
Terdapat hubungan yang nyata antara lokasi dan waktu terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung
2
Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik peternak (jenis kelamin, usia, status kepemilikan, pengalaman, tujuan usaha, pendidikan formal, pengetahuan dan sikap peternak), manajemen peternakan dan kesehatan unggas (sistem perkandangan, asal bibit, riwayat vaksinasi danpemberian obat–obatan) serta biosekuriti (sanitasi, isolasi dan pengawasan lalu lintas) terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung.
TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza Avian Influenza (AI) merupakan penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan virus infuenza. Virus avian influenza, virus RNA yang termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus tersebut dapat menginfeksi beragam spesies termasuk unggas, babi, kuda, hewan air dan manusia.
Berdasarkan struktur
antigen permukaan yaitu hemaglutinin (H) dan neuroaminidase (N) maka virus avian influenzadapat dibagi menjadi beberapa subtipe, yaitu 16 subtipe H (1–16) dan 9 subtipe N (1–9) (Swayne 2008). Patogenisitas virus AI bervariasi dan umumnya dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu: Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan High Pathogenic Avian Influenza (HPAI). Secara alami LPAI dapat berubah menjadi HPAI atau sebaliknya. Perubahan ini dapat terjadi akibat adanya mutasi ataupun reassortment genetik (antigenic drift dan antigenic shift). Perubahan ini dapat memunculkan strain baru yang lebih virulen dan dapat terjadi dalam waktu beberapa bulan (Damayanti et al. 2004) Virus AI memiliki amplop sehingga dapat diinaktivasi dengan bahan pelarut organik dan deterjen, chemical inactivants seperti formalin, asam encer, eter, bahan yang mengandung yodium, amonium kuartener, klorin, natrium hipoklorit dan senyawa fenol (Swayne 2008). Virus AI mudah mati apabila berada diluar tubuh unggas kecuali jika dilindungi oleh bahan organik seperti feses, leleran hidung atau mulut. Virus ini juga mudah mati oleh pemanasan 56○C selama 3 jam, 60○C selama 30 menit dan 80○C selama 1–3 menit. Virus AI dapat bertahan hidup di air sampai dengan 4 hari pada suhu 22○C dan lebih dari 30 hari pada suhu 0○C.
Di dalam feses unggas virus AI masih tetap infektif selama 32 hari
(Dharmayanti et al. 2004; Suarez 2008). Penularan virus AI terjadi melalui transmisi horizontal secara langsung dan tidak langsung. Penularan secara langsung terjadi melalui unggas peliharaan yang terinfeksi dan burung liar (Cardona et al.2009) dan secara tidak langsung melalui manusia, kandang, air, pupuk, pakan, benda-benda mati (sepatu, pakaian dan peralatan) yang terkontaminasi virus (Swayne 2008).
5
Penyebaran Avian Influenza Sejak terjadi wabah AI pada akhir tahun 2003, sebanyak 62 negara telah melaporkan keberadaan AI baik pada unggas maupun burung liar (FAO 2010). Di Eropa, penyebaran virus AI sangat erat kaitannya dengan musim dan keberadaan burung migran (FAO 2010; Ward et al.2008; Yee et al.2009). Peningkatan kasus AI saat musim dingin terutama di Eropa Tengah dan Timur yang sebagian besar terjadi pada burung-burung liar (FAO 2010). Secara umum kasus AI di Asia meningkat pada pertengahan tahun 2009– 2010 (FAO 2010) dengan beberapa variasi status negara terkait keberadaan kasus AI. Beberapa negara asia seperti Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam adalah negara bebas sehingga fokus utama yang dilakukan adalah pencegahan terhadap masuknya penyakit dan kesiapsiagaan untuk deteksi dini AI. Negara dengan status wabah sporadik yaitu Kamboja, Laos dan Myanmar. Negara-negara tersebut industri perunggasannya belum berkembang, wabah sporadik terjadi sebagai akibat kejadian berulang dari virus yang belum berhasil sepenuhnya dieliminasi atau menyebar melalui unggas terinfeksi yang dilalulintaskan antar negara. Negara dengan status endemis AI yaitu Indonesia, China, Vietnam, Mesir dan Bangladesh (FAO 2010). Di negara-negara tersebut AI menyebar secara luas diikuti
peningkatan
kasus
pada
manusia
sehingga
pengendalian
dan
pemberantasan AI sangat penting untuk mencegah penyebaran dan dampak yang lebih buruk seperti pandemi AI. Wabah AI di Indonesia dimulai pada awal Agustus 2003 di beberapa peternakan ayam ras komersial di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang kemudian menyebar ke seluruh Jawa dan beberapa provinsi di Indonesia. Dalam kurun waktu beberapa bulan (Agustus 2003–Februari 2004) telah terjadi kematian unggas sebesar 4 859 911 atau sebesar 6.4% dari populasi unggas di seluruh provinsi di Pulau Jawa, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Lampung (Ditkeswan 2009). Sampai saat ini, AI telah menyebar di 32 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Provinsi Gorontalo merupakan provinsi yang terakhir tertular pada Februari 2011, sehingga hanya Provinsi Maluku Utara yang masih bebas dari AI (Ditkeswan 2011).
6
Selama kurun waktu 7 tahun dari November 2003 sampai dengan Juni 2010 telah dilaporkan 500 kasus AI (H5N1) pada manusia dari 15 negara dengan CFR (case fatality rate) 59% dan Indonesia merupakan negara dengan CFR tertinggi yaitu 83% (137 orang meninggal dari 166 orang yang positif kasus AI) (FAO 2010). Kasus AI tertinggi di Indonesia terjadi di Provinsi Jawa Barat, diikuti DKI Jakarta dan Banten. Faktor risiko penularan kasus AI pada manusia kontak langsung dengan unggas (53%), kontak dengan lingkungan terkontaminasi (34%) dan belum diketahui faktor risikonya (13%). Sampai saat ini kasus AI pada manusia karena penularan dari unggas ke manusia, belum ditemukan bukti penularan dari manusia ke manusia (Depkes RI 2008).
Pengendalian Avian Influenza Secara nasional pengendalian AI telah dilaksanakan dan manjadi program strategis nasional di Indonesia. Peraturan pemerintah terkait pengendalian AI telah ditetapkan seperti Peraturan Presiden RI nomor 7 tahun 2006 tentang Komite Nasional Pengendalian Flu Burung (avian influenza) dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi dan Instruksi Presiden RI nomor 1 tahun 2007 tentang Penanganan dan Pengendalian Virus Flu Burung (avian influenza). Kerjasama lintas sektoral juga telah difasilitasi dengan melibatkan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian. Depkes RI (2008) menyatakan ada sepuluh strategi pengendalian AI, yaitu: 1
Pengendalian penyakit pada hewan.
2
Penatalaksanaan kasus pada manusia.
3
Perlindungan kelompok risiko tinggi.
4
Survailans epidemiologi pada hewan dan manusia.
5
Restrukturisasi sistem industri perunggasan.
6
Komunikasi risiko, edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat.
7
Penguatan dukungan peraturan.
8
Peningkatan kapasitas.
9
Penelitian kaji tindak.
10 Monitoring dan Evaluasi.
7
Kesepuluh strategi pengendalian tersebut merupakan gabungan strategi pengendalian AI pada manusia dan unggas. Secara khusus Kementerian Pertanian juga telah mencanangkan pengendalian AI pada unggas yang dikenal dengan sembilan langkah strategis yang meliputi: (1) peningkatan biosekuriti, (2) depopulasi (pemusnahan terbatas atau selektif) di daerah tertular, (3) vaksinasi, (4) pengendalian lalu lintas keluar masuk unggas, (5) survailans dan penelusuran (tracking back), (6) pengisian kandang kembali (restocking), (7) pemusnahan menyeluruh (stamping out) di daerah tertular baru, (8) peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness) dan (9) monitoring, pelaporan dan evaluasi. Implementasi sembilan langkah strategis tersebut adalah berupa prosedur operasional standar pengendalian penyakit avian influenza (Ditjennak 2009). Pengendalian AI pada unggas tidak hanya berlaku di peternakan tetapi pada setiap usaha peternakan unggas, tempat penampungan unggas, tempat pemotongan unggas, pakan, peralatan, kendaraan dan semua hal terkait unggas dan produknya (Ditkeswan 2009). Pengendalian tidak hanya melibatkan unsur pemerintah tetapi juga lembaga swasta, tenaga ahli, peternak, pengusaha industri perunggasan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat luas. Pengendalian AI juga memerlukan dukungandata dan kajian epidemiologik untuk mengetahui distribusi geografik kasus AI, zoning, mendeteksi tingkat kekebalan kelompok pasca vaksinasi dan faktor–faktor risiko terkait kejadian AI (Tabbu 2005) sehingga dapat diambil kebijakan yang efektif dan efisien sesuai kebutuhan per wilayah. Kajian epidemiologik, penelitian dan monitoring terkait AI telah banyak dilakukan tetapi masih tingginya kasus AI sampai dengan saat ini menunjukkan banyaknya faktor risiko yang berasosiasi dengan kejadian AI.
Faktor–faktor
tersebut seharusnya diteliti lebih mendalam yang memungkinkan adanyapola kejadian dan faktor risiko spesifik yang berbeda antar daerah.
Pola Kejadian Penyakit Avian Influenza Pola kejadian adalah analisis kejadian penyakit dalam rentang waktu tertentu karena penyakit tidak terjadi secara acak dan menunjukan mekanisme penyebaran penyakit (Ward et al. 2008). Penyebaran virus AI di beberapa negara
8
menunjukan keterkaitan erat wabah AI dengan musim, suhu, perayaan, burungburung migran, unggas air, lalu lintas unggas, dan produknya (Ward et al.2008; Minh et al. 2009). Di Eropa kejadian AI erat kaitannya dengan keberadaan burung-burung migran. Beberapa wabah AI di Rusia, Kazakhstan dan Turki terkait erat dengan keberadaan burung migran (Yee et al. 2009). Hasil analisis spasial wabah AI di Rumania tahun 2005 sampai dengan 2006
menunjukkan keterkaitan wabah
dengan keberadaan burung-burung migran saat musim gugur dan dingin; transportasi dan lalu lintas unggas domestik saat musim panas dan semi (Ward et al. 2008). Secara umum di Asia, pasar unggas hidup berperan besar dalam penyebaran AI. Analisis filogenetik dan investigasi epidemiologik di sejumlah negara menunjukan penyebaran AI lebih dominan disebabkan lalu lintas unggas dibanding keberadaan burung liar (Smith et al. 2006).
Kasus di China dan
Vietnam menunjukan bahwa ada keterkaitan yang erat perdagangan ilegal, transportasi unggas ilegal dan burung eksotik dengan wabah AI (Yee et al. 2009). Hasil analisis spasial dan temporal di Vietnam
menunjukan penyebaran AI
merupakan kombinasi dari penyebaran lokal dan jarak jauh. Beberapa kasus menunjukan keterkaitan yang erat dengan perayaan Vietnamese New Year (Januari dan Februari) dan musim pernikahan (Oktober sampai April) (Minh et al. 2009). Hasil analisis spasial dan temporal di Indonesia menunjukkan bahwa adanya saling ketergantungan spasial antar kabupaten yang berdekatan sebagai akibat lalu lintas unggas dan pasar unggas hidup (Farnsworth et al. 2011) sehingga penyebaran AI antar area menjadi tinggi.
Keberadaan jalan dan
tofografi wilayah juga memiliki hubungan yang signifikan terhadap kasus AI (Loth et al. 2011; Gilbert dan Pfeiffer 2012). Hasil analisis kasus AI dari tahun 2008-2010 menunjukkan adanya kenaikan kasus pada interval Januari–Maret dan April–Juni dengan peluang terjadinya kasus tertinggi di Provinsi Lampung yaitu 0.7 dan terendah di Provinsi Bali yaitu 0.17 (Farnsworth et al. 2011).
9
Faktor Risiko terhadap Kejadian Penyakit Avian Influenza Faktor risiko adalah faktor–faktor yang berpengaruh terhadap penularan suatu penyakit (Thursfield 2005).
Faktor tersebut terdiri dari faktor inang,
lingkungan dan daerah yang disidik untuk melihat hubungannya dengan infeksi AI pada unggas.
Ada beberapa faktor risiko terkait kasus AI seperti faktor
individu atau karakteristik peternak, manajemen peternakan, kesehatan unggas, dan biosekuriti (Tabbu 2005; FKH IPB dan Deptan RI 2005; Widiasih et al. 2006; Siahaan 2007). Secara umum faktor risiko terkait kasus AI di Asia adalah kepadatan populasi penduduk dan unggas, keberadaan dan panjang jalan, jumlah itik, dan intensitas tanaman padi serta biosekuriti yang buruk (Sturm-Ramirez et al. 2005; FAO 2010; Gilbert dan Pfeiffer 2012). Berdasarkan kajian FKH IPB dan Deptan RI (2005) di Sumatera dan Kalimantan faktor risiko terhadap kemungkinan pemaparan virus AI yaitu pengendalian lalu lintas ternak, sanitasi (kebersihan kandang, halaman kandang, tempat pakan dan tempat minum ternak), dan tindakan karantina. Nilai Odds Ratio (OR) untuk pengendalian lalu lintas unggas disekitar kandang 1.75, OR sanitasi (kebersihan kandang) 1.64, dan OR tindakan karantina 2.69. Kajian FKH UGM dan Deptan RI (2006) menyatakan bahwa faktor jenis peternakan, sistem pemeliharaan ayam, adanya hewan pengerat, burung liar, masa istirahat kandang, kepulangan petugas kandang yang memiliki unggas, pembeli ayam dan pupuk yang bebas keluar masuk kandang berasosiasi dengan kejadian AI di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta. Faktor-faktor tersebut memiliki asosiasi yang bervariasi dengan kejadian AI. Keberadaan burung liar, hewan pengerat, kepulangan petugas kandang berperan terhadap penularan AI. NilaiOR untuk keberadaan burung liar disekitar kandang adalah 24, kepulangan petugas kandang 2.65, kepulangan petugas kandang yang memiliki unggas 3.37, pembeli ayam yang bebas keluar masuk kandang 1.12, dan pembeli pupuk yang bebas keluar masuk kandang 1.17 (Widiasih et al. 2006). Kepadatan penduduk, jalan, dan keberadaan sawah berperan sebagai faktor risiko terhadap kejadian penyakit AI di Jawa Barat. Nilai Risk Ratio (RR) untuk masing – masing variabel yaitu kepadatan penduduk 1.23 (Selang Kepercayaan
10
(SK): 1.13–1.34), kepadatan jalan 1.47 (SK: 1.25–1.73) dan keberadaan sawah 1.014 (SK: 1.000–1.029) (Yupiana et al. 2010). Kajian AI pada unggas air menunjukkan bahwa faktor risiko terkait AI yaitu kebersihan kandang, tempat pakan dan minum. Nilai OR untuk masing–masing variabel yaitu kebersihan kandang adalah 4.33 (sangat kotor), tempat pakan 7.9 dan tempat minum 3.24 (FKH IPB dan Deptan RI 2006). Menurut Siahaan (2007) kondisi biosekuriti yang rendah menyebabkan risiko pemaparan AI 5.59 kali lebih besar dibanding tingkat biosekuriti yang cukup.
Peternakan Sektor 4 dan Perannya dalam Penyebaran AI Industri peternakan di Indonesia, berdasarkan sistem produksinya dibagi menjadi 4 sektor, yaitu: sektor 1 (industri besar terintegrasi dengan biosekuriti yang tinggi), sektor 2 (peternakan komersil dengan skala usaha yang lebih kecil dari sektor 1 dan memiliki biosekuriti menengah sampai tinggi), sektor 3 (peternakan komersil kecil dan memiliki biosekuriti rendah), dan sektor 4 (peternakan rakyat dengan tata laksana tradisional dan non komersil dengan pemeliharaan unggas bersama atau dekat dengan pemilik) (FAO 2009a). Sebagian besar peternak di Indonesia adalah peternak usaha kecil atau sektor 4 dengan populasi 1-100 ekor sehingga kematian akibat wabah AI sangat berpengaruh perekonomian dan kesejahteraan rakyat (Yusdja et al. 2008). Sistem produksi dengan biosekuriti yang rendah menyebabkan sektor 4 sering mengalami serangan penyakit. Karena itu sektor 4 sering dianggap sebagai sumber dan penyebab wabah penyakit seperti AI. Wabah AI terjadi pertama kali pada peternakan komersil di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang kemudian menyebar ke seluruh Jawa dan beberapa provinsi di Indonesia (FKH UGM dan Deptan RI 2006).
Sektor 4 sebagai sektor yang memiliki biosekuriti rendah
tertular dan menerima dampaknya sampai dengan saat ini. Beberapa kajian menunjukan keterkaitan antara peternakan unggas komersil dengan kasus AI di sektor 4. Loth et al. (2011) menyatakan kepadatan populasi unggas komersil memiliki asosiasi yang kuat dengan kasus AI di sektor 4. Kepulangan petugas kandang dari peternakan komersil yang memiliki unggas dirumahnya merupakan faktor risiko terjadinya AI di dusun tersebut (Widiasih et
11
al. 2006). Ketika AI telah sampai di sektor 4 maka penyebarannya menjadi sangat mudah dan cepat karena rendahnya biosekuriti (praktik sanitasi, isolasi dan pengawasan lalu lintas yang buruk), tinggi lalu lintas unggas dan orang (Yusdja et al. 2008), dan keberadaan pasar unggas hidup (Samaan et al. 2011) Oleh karena itu pemerintah dan FAO merancang program untuk pengendalian AI di sektor 4 dengan program Participatory Disease Surveillance Response (PDSR).
Aktivitas petugas PDSR dirancang partisipatif dalam
masyarakat dengan kombinasi survailans aktif tertarget (targeted active surveillance), survailans pasif, dan merespon laporan dari peternak apabila ada kematian AI dengan menguji unggas mati dengan uji cepat AI, melakukan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), desinfeksi berupa penyemprotan dan stamping out apabila memungkinkan (FAO 2009b). Program PDSR ini telah menjangkau 71 038 desa dari 448 kabupaten dan kota di Indonesia dengan insidensi penyakit 0.4 desa terinfeksi per 1000 desa yang disurvailans (FAO 2010). Hasil analisis berdasarkan data PDSR di Indonesia menunjukkan bahwa kasus AI di sektor 4 pada tingkat desa memiliki hubungan yang nyata dengan populasi penduduk, populasi unggas komersial, lalu lintas (panjang jalan), pasar, ketinggian, dan intensitas panen (Loth et al. 2011). Adapun hubungan kepadatan penduduk dan unggas dengan peluang terjadinya kasus AI adalah hubungan non linier (Farnsworth et al. 2011).
Analisis Spasial dan Temporal Analisis spasial dan temporal adalah satu diantara studi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pola kejadian berdasarkan tempat dan waktu. Analisis ini berbasis sistem informasi geografis sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap dan akurat dengan pemetaan kasus tergantung kebutuhan (Durr dan Gatrrell 2004). Beberapa variasi analisis yaitu pemetaan penyakit, mengidentifikasi faktor risiko dan korelasinya, membuat modelling terhadap kasus penyakit tertentu, memprediksi kasus, dan pola kejadian penyakit (Kulldorff 2010; Ward dan Carpenter 2000). Analisis tersebut telah banyak digunakan untuk pengendalian penyakit seperti malaria (Sudarnika et al.
12
2010), demam berdarah, tuberkulosis (Allepuz et al. 2008), dan Neospora caninum (Loobuyck et al. 2009). Satu diantara metode yang dipakai untuk analisis spasial dan temporal adalah prospective space-time scan statistics yang dikembangkan oleh Kulldorf pada tahun 1997.
Metode ini menghasilkan analisis secara spasial yaitu
mendeteksi pengelompokan daerah (clustering area) yang memiliki intensitas kejadian paling tinggi dalam waktu tertentu dan mengevaluasi signifikansinya secara statistik (Farnsworth dan Ward 2009) serta analisis temporal yaitu analisis pola kejadian berdasarkan waktu (Ward dan Carpenter 2000).
Data yang
digunakan adalah data kasus, populasi dan koordinat kasus selama periode waktu tertentu (Kulldorf 2010). Analisis spasial menghasilkan analisis berupa clustering area yang berfungsi sebagai petunjuk bagaimana penyakit berproses dalam dimensi waktu tertentu sehingga dapat dideteksi hotspot area yang memiliki kecenderungan yang tinggi untuk terjadi lagi dimasa yang akan datang (Ward dan Carpenter 2000).
Hasil analisis yang diperoleh adalah clustering area dengan empat
kategori yaitu kluster primer (most likely cluster), kluster sekunder (secondary cluster), kasus rendah (low rate),dan tidak ada kasus (no case). Pada masingmasing clustering area tersebut diperoleh nilai risiko relatif (RR), jumlah kasus, nilai dugaan kasus dan signifikansinya (nilai p). Kluster primer atau disebut juga sebagai hotspot area merupakan wilayah atau lokasi yang memiliki kecenderungan tinggi untuk terjadinya kasus kembali. Lokasi ini harus menjadi perhatian dan prioritas pengendalian penyakit terutama target untuk survailans.
Kluster sekunder adalah kluster pendamping kluster
primer yang menjadi prioritas kedua untuk pengendalian. Kecenderungan untuk terjadinya kasus kembali ini biasanya dinyatakan dengan risiko relatif (RR). Risiko relatif (RR) adalah perkiraan risiko terjadinya kasus AI didalam area kluster dibanding diluar area kluster.
Nilai p yang dihasilkan,
dihitung
menggunakan pendekatan monte carlo sehingga dapat diketahui signifikan atau tidaknya nilai RR di area tersebut (Kulldorf 2010). Analisis temporal menghasilkan time frame dan risiko kejadian penyakit berdasarkan waktu kejadian dalam hal ini bisa musim, bulan ataupun minggu
13
tergantung keperluan. Analisis temporal biasanya dalam jangka waktu tertentu sehingga dapat dideteksi dan diprediksi kecenderungan pola kejadian (Ward dan Carpenter 2000; Kulldorff 2010).
Studi Kasus Kontrol Studi kasus kontrol merupakan satu diantara studi observasional analitik yang dirancang untuk melihat hubungan asosiasi. Kajian ini dirancang dengan menyeleksi dua grup sebagai grup kasus dan grup kontrol. Kasus adalah populasi yang memiliki suatu hasil jadi tertentu yang sedang diteliti misalnya gejala, keluhan atau hasil laboratorium. Kontrol adalah populasi pembanding yang tidak menderita penyakit tertentu (Dohoo et al.2003). Pada kajian ini kelompok hewan yang sakit (kasus) dan kelompok hewan tidak sakit (kontrol) diseleksi dan dibandingkan terhadap pengaruh hadirnya faktor risiko atau pajanan.
Studi ini bersifat retrospektif yaitu dari penyakit
menuju kepajanan atau determinan (Pfeiffer 2010). Rancangan pemilihan kasus dan kontrol pada studi ini dapat berpadanan (matched case control) atau tidak berpadanan (unmatched case control). Studi kasus kontrol banyak digunakan untuk mengidentifikasi faktor risiko dan faktor penyembuh suatu penyakit. Kelebihan studi ini, relatif lebih murah dan cepat dibanding kohort dan cross sectional serta dapat menilai beberapa faktor risiko sekaligus. Namun, kelemahannya studi ini tidak efisien untuk menyelidiki pajanan yang jarang, tidak banyak manfaatnya untuk tujuan deskriptif dan sering terjadi bias informasi karena berdasarkan data dan ingatan responden (Pfeiffer 2010). Sumber data untuk kasus dapat dipilih antara lain dari pasien rumah sakit atau klinik hewan, laboratotium diagnostik, dan data survailans sedangkan sumber data untuk kontrol dapat dipilih dari pasien yang menderita penyakit lain di rumah sakit atau klinik hewan tersebut, hewan lain di peternakan sama, dan peternakan lain yang dekat dengan peternakan kasus (Dohoo et al. 2003). Pemilihan kasus dan kontrol tergantung dari apa yang menjadi subjek penelitian dan faktor pajanannya sehingga penentuan disain dan definisi kasus dan kontrol menjadi sangat penting.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai dengan Mei 2012. Penelitian dilakukan di tiga kabupaten dan kota di Provinsi Lampung yaitu Kota Bandar Lampung, Kota Metro dan Kabupaten Pesawaran. Kabupaten dan kota tersebut merupakan kabupaten dan kota dengan kasus tertinggi di Provinsi Lampung.
Perancangan dan analisis data sekunder dan primer dilakukan di
Laboratorium Epidemiologi FKH IPB.
Disain Penelitian Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu : 1
Kajian terhadap pola kejadian AI berdasarkan analisis spasial dan temporal. Analisis dilakukan terhadap kasus AI selama tahun 2010–2011 di Provinsi Lampung. Data kasus dan koordinat kasus diperoleh dari Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional 3 dan Local Disease Crisis Center (LDCC) Provinsi Lampung. Data populasi dan peta diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).
2
Kajian terhadap faktor risiko AI menggunakan kajian lapang dengan rancangan studi kasus kontrol pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung. Penelitian ini menggunakan kuisioner sebagai perangkat untuk mengukur faktor risiko terkait kasus AI. Penelitian dilakukan dengan wawancara terhadap peternak terkait kondisi
biosekuriti peternakan tersebut. Wawancara dilakukan menggunakan kuisioner terstruktur. Sebelum digunakan dalam penelitian, kuisioner terlebih dahulu diuji melalui pre-test kuisioner untuk menghitung estimasi waktu wawancara, tingkat kesulitan pertanyaan dan kemungkinan pertanyaan baru yang penting terkait penelitian.
Penilaian kesahihan dan kelayakan kuisioner sebagai perangkat
penelitian dilakukan dengan uji validitas dan reliabilitas.
15
Kerangka Konsep Penelitian Terdapat beberapa peubah yang akan diamati pada penelitian ini yaitu karakteristik peternak yang meliputi jenis kelamin, umur, status kepemilikan, pengalaman beternak, pendidikan formal dan tujuan usaha, pengetahuan dan sikap peternak serta penyuluhan dan akses terhadap informasi; manajemen peternakan dan kesehatan unggas
yang terdiri dari asal bibit, riwayat vaksinasi dan
pemberian obat-obatan, sistem perkandangan dan pola pemeliharaan; serta biosekuriti yang terdiri dari sanitasi, isolasi dan pengawasan lalu lintas ternak. Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 dan definisi operasional peubah yang diamati dapat dilihat pada Tabel 1.
Faktor individu : - Jenis Kelamin - Umur - Status kepemilikan - Pengalaman - Pendidikan formal - Tujuan Usaha - Pengetahuan dan sikap peternak - Penyuluhan & akses terhadap informasi
Faktor Manajemen Peternakan , Kesehatan Unggas : - Asal bibit - Pemberian obat–obatan dan riwayat vaksinasi - Sistem perkandangan - Pola pemeliharaan
Kasus AI di peternakan sektor 4
Pola kejadian AI Biosekuriti : - Sanitasi - Isolasi - Pengawasan lalu lintas ternak
Gambar 1 Kerangka konsep penelitian.
16
Tabel 1 Definisi operasional peubah yang diamati Alat Ukur
Peubah
Definisi Operasional
Kasus avian influenza (AI)
Peternakan atau rumah tangga ternak yang dinyatakan positif oleh BPPV Regional 3 dengan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) Usia peternak yang dihitung ulang tahunnya yang terakhir
Data sekunder
Uji PCR (Polymerase Chain Reaction)
Ordinal 1=kasus (positif) 2= kontrol (negatif)
Kuisioner
Wawancara
Kepemilikan usaha ternak sebagai milik sendiri atau bukan Jangka waktu lamanya beternak unggas
Kuisioner
Wawancara
Kuesioner
Wawancara
Pendidikan formal
Jenjang pendidikan terakhir yang dimiliki oleh peternak
Kuesioner
Wawancara
Tujuan usaha
Merupakan tujuan beternak sebagai mata pencaharian utama atau sampingan Penguasaan peternak terhadap hal-hal yang berhubungan dengan AI dan cara penularannya serta cara beternak yang baik Keyakinan atau perasaan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan AI dan penularannya serta cara beternak yang baik Pembinaan berupa komunikasi, informasi dan edukasi oleh petugas penyuluh Dinas Pertanian (Peternakan), PDSR, mahasiswa, dan kader Sistem pemeliharaan dengan hanya satu jenis unggas (ayam) saja atau bermacam-macam unggas secara bersamaan (mix farming) Kandang mengkondisikan unggas tidak keluar kandang, kandang tidak dimasuki hewan lain dan tidak bercampur dengan ternak lain
Kuisioner
Wawancara
Ordinal 1= muda (<30 tahun) 2= dewasa (30-40 tahun) 3= tua (>40 tahun) Ordinal 1= milik sendiri 2= milik orang lain Ordinal 1= rendah (<5 tahun) 2= sedang (5-10 tahun) 3= tinggi (> 10 tahun) Ordinal 1= rendah (sampai SD) 2= sedang (SMP-SMA 3= tinggi (perguruan tinggi) Ordinal 1= utama 2= sampingan
Kuisioner
Wawancara
Ordinal 1= kurang 2= cukup 3= baik
Kuisioner
Wawancara
Ordinal 1= negatif 2= netral 3= positif
Kuisioner
Wawancara
Kuisioner
Wawancara
Ordinal 0= tidak pernah 1= jarang 2= cukup sering 3= sering 4= sangat sering Ordinal 1=mix farming 2= ayam saja
Kuisioner
Wawancara
Umur
Status kepemilikan Pengalaman
Pengetahuan peternak
Sikap Peternak
Penyuluhan
Pola pemeliharaan
Sistem perkandangan
Cara Ukur
Skala
Ordinal 1= diumbar atau kombinasi diumbar-kandang 2= dikandangkan terus menerus
17
Tabel 1 Definisi operasional peubah yang diamati (lanjutan) Peubah
Definisi Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur
Skala
Kandang permanen
Kondisi kandang sektor 4 dengan konstruksi kuat, kokoh, bersifat menetap, dan memiliki atap serta dinding dengan ventilasi kandang yang cukup
Kuisioner
Wawancara
Nominal 0= kandang tidak permanen 1= kandang permanen
Tindakan disinfeksi
Tindakan pensucihamaan dengan menggunakan disinfektan yang tujuannya untuk mensucihamakan objek berupa peralatan, kandang, orang
Kuisioner
Wawancara
Nominal 0=tidak dilakukan disinfeksi 1=tidakan disinfeksi
Penanganan feses
Tindakan yang dilakukan untuk menangani feses unggas dengan dibakar atau dikumpulkan di karung atau dibuat kompos (pupuk)
Kuisioner
Wawancara
Nominal 0= tidak dilakukan penanganan feses 1= dilakukan penanganan feses
Tinggi pagar
Peternakan atau kandang ternak memiliki pagar dengan ketinggian tertentu
Kuisioner
Wawancara
Ordinal 1= tidak ada pagar 2= <75 cm 3= ≥75 cm
Jarak kandang kerumah
Jarak kandang dari rumah peternak
Kuisioner
Wawancara
Ordinal 1= tidak ada jarak 2= < 5 m 3= 5–10 m 4= >10 m
Karantina terhadap unggas baru
Tindakan pemisahan (karantina) terhadap unggas yang baru
Kuisioner
Wawancara
Ordinal 1= ≥ 2 minggu 2= tidak dikarantina atau dikarantina tetapi < 2 minggu
Penanganan ternak mati
Tindakan peternak jika ada ternak mati
Kuisioner
Wawancara
Ordinal 1= dibakar 2= dikubur 3= dibuang 4= diberikan kepada orang lain
Asal bibit
Sumber bibit baik pullet maupun DOC yang selanjutnya dikembangbiakan
Kuisioner
Wawancara
Ordinal 1= pasar unggas hidup 2= tempat pembibitan 3= pemberian 4= menetaskan sendiri
Biosekuriti
Usaha pencegahan penularan penyakit di peternakan yang terdiri atas tindakan isolasi, sanitasi dan pengawasan lalu lintas
Kuisioner
Wawancara
Ordinal 1= baik 2= buruk
18
Kriteria Kasus dan Kontrol Definisi kasus yang digunakan untuk analisis spasial dan temporal adalah hasil diagnosa petugas Participatory Disease Surveillance Response (PDSR) menggunakan uji cepat AI. Adapun data yang digunakan untuk menghitung dan mengukur asosiasi faktor risiko adalah data hasil diagnosa BPPV Regional 3 dengan definisi kasus dan kontrol sebagai berikut: Kasus
: Peternakan atau rumah tangga ternak yang dinyatakan positif oleh BPPV Regional 3 dengan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) dari tahun 2010–2012.
Kontrol
: Peternakan atau rumah tangga ternak yang dinyatakan negatif oleh BPPV Regional 3 dengan pemeriksaan PCR dari tahun 2010–2012.
Kriteria dan pemilihan kasus dan kontrol dilakukan sebagai berikut : 1
Kasus dipilih secara acak dari laporan kasus yang dinyatakan positif berdasarkan pemeriksaan BPPV Regional 3 dengan pemeriksaan PCR dari tahun 2010–2012.
2
Kontrol dipilih secara acak dari laporan kasus yang dinyatakan negatif berdasarkan pemeriksaan BPPV Regional 3 dengan pemeriksaan PCR dari tahun 2010–2012.
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah peternakan sektor 4 (backyard farm) di Provinsi Lampung. Ukuran sampel untuk studi kasus kontrol dihitung menurut rumus untuk studi kasus kontrol tidak berpadanan (Dohoo et al. 2003), yaitu:
Keterangan : R = prakiraan Odds Ratio = proporsi kontrol yang terpajan variabel yang diteliti pada populasi sasaran = = + ), α
=
β
=
tingkat kesalahan yang diperkirakan terdapat kaitan antara faktor risiko denganpenyakit tingkat kesalahan yang diperkirakan antara faktor risiko yang diduga tidak berkaitandengan suatu penyakit
19
Pada penelitian ini perhitungan
untuk menentukan ukuran sampel
menggunakan piranti lunak Win Episcope untuk kasus kontrol tidak berpadanan (UnmatchedCase Control). Asumsi yang digunakan OR=3; prevalensi AI pada kelompok terpapar (%)=30%; α=0.05; β=0.2; perbandingan kasus : kontrol=1:1; faktor non respon sebesar 10% maka besaran sampel yang diambil dari populasi sebanyak 55 responden dari kelompok kasus dan 55 responden dari kelompok kontrol di Provinsi Lampung.
Pembobotan dan Penilaian Kuisioner Penilaian tingkat biosekuriti, sanitasi, isolasi, pengawasan lalu lintas unggas, pengetahuan dan sikap dilakukan dengan pembobotan pada pertanyaanpertanyaan tersebut pada kuesioner. Pembobotan dilakukan dengan memberikan nilai 1 pada jawaban “ya” dan nilai 0 pada jawaban “tidak”. Jumlah pertanyaan dan penilaian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Pembobotan dan penilaian kuesioner tingkat biosekuriti
Tingkat Biosekuriti Sanitasi Isolasi Pengawasan lalu lintas unggas Pengetahuan Sikap
Jumlah Pertanyaan 23 7 7 9
Nilai Maksimum 23 7 7 9
Nilai Minimum 0 0 0 0
15 20
15 20
0 0
Baik
Cukup Rendah
>11 >3 >3 >5
-
≤11 ≤3 ≤3 ≤5
>10 >13
5-10 7-13
<5 <7
Analisis Data Analisis data untuk mengetahui pola kejadian yaitu data kasus, koordinat dan populasi dianalisis dengan piranti lunak SatScan versi 9.1.1. Metode yang digunakan yaitu prospective space-time scan statistics yang dikembangkan oleh Kulldorff pada tahun 1997.
Data diasumsikan menyebar dengan distribusi
Poisson. Output hasil analisis berupa deteksi kluster primer atau hotspot area, kluster sekunder, risiko relatif (RR) dan pola kejadian berdasarkan waktu. Hasil analisis disajikan dalam bentuk peta dengan menggunakan ArcGIS versi 9.3.1.
20
Data untuk faktor risiko dikumpulkan dan direkapitulasi sehingga diperoleh gambaran menyeluruh terhadap hasil pengumpulan data lapangan dengan tiga tahapan, yaitu: analisis univariat, analisis bivariat uji chi-square (χ2) dan analisis multivariat. Faktor-faktor risiko yang diperoleh dari hasil analisis bivariat dapat menjadi kandidat kovariat untuk masuk ke dalam model multivariat jika memiliki nilai p<0.25 dan saling bebas. Adapun syarat agar masing-masing peubah saling bebas, dihitung dulu korelasi dari masing-masing peubah dengan uji korelasi. Jika ada peubah saling berkorelasi dan memiliki multikolinearitas tinggi (p>0.05) maka dipilih satu peubah yang paling dominan berdasarkan pertimbangan keilmuan peneliti atau dibuat satu peubah baru yang mewakili kedua peubah tersebut tetapi tidak dengan operasi matematika. Analisis data selanjutnya, analisis multivariat dengan pendekatan regresi logistik berganda. Analisis ini digunakan untuk menduga nilai odds ratio (OR) yang merupakan rasio dari kelompok kasus terpajan dan tidak terpajan faktor penyakit terhadap kelompok kontrol yang terpajan dan tidak terpajan faktor penyakit. Analisis data tersebut menggunakan program SPSS 16 dan Microsoft Excel 2007. Adapun langkah-langkah analisis multivariat, yaitu: 1
Pemilihan kandidat peubah yang akan masuk kedalam model.
Kandidat
peubah yang masuk kedalam model adalah peubah dengan uji bivariat menunjukan signifikansi dengan nilai p<0.25. 2
Pengujian
multikolinearitas
antar
kandidat
peubah,
yaitu
dengan
menggunakan uji korelasi. 3
Pemilihan kandidat peubah yang akan masuk kedalam model.
4
Melakukan pendugaan model dengan menggunakan model regresi logistik (Dohoo et al. 2003).
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung Provinsi Lampung merupakan satu diantara provinsi di Indonesia yang sampai dengan sekarang merupakan wilayah dengan kasus AI tinggi (Farnsworth et al. 2011). Kejadian AI dimulai pada akhir tahun 2003 akibat masuknya ayamayam afkir dari Pulau Jawa (BPPVR 3 2010). Kasus AI sepanjang tahun 2010-2011 sebanyak 307 kasus dengan rincian 192 kasus AI pada tahun 2010 dan 115 kasus AI pada tahun 2011 dengan sebaran per kabupaten disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Jumlah kasus AI per kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2010-2011. Secara keseluruhan kejadian kasus AI merata di kabupaten dan kota Provinsi Lampung. Kasus AI tertinggi adalah Kota Metro yang kemudian diikuti oleh Kota Bandar Lampung. Kejadian AI di Kota Metro adalah 35 kasus pada tahun 2010, turun menjadi 23 kasus pada tahun 2011. Kota Bandar Lampung 24 kasus pada tahun 2010, turun menjadi 14 kasus pada tahun 2011. Adapun untuk sebaran kasus per kecamatan menunjukkan intensitas kasus di semua kecamatan di Kota Metro tinggi, yaitu Kecamatan Metro Timur, Metro Barat, Metro Utara, Metro Selatan dan Metro Pusat. Sebaran kasus tinggi lainnya di Kota Bandar Lampung, yaitu Kecamatan Kemiling, Rajabasa, Tanjung Karang Timur, Teluk Betung Utara dan Sukarame. Peta sebaran dan intensitas kasus AI per kecamatan disajikan pada Gambar 3.
22
Gambar 3 Kasus AI berdasarkan jumlah kasus per kecamatan di Provinsi Lampung tahun 2010-2011. Kecenderungan kasus AI berdasarkan waktu pada tahun 2010-2011, pada bulan Januari kasus tinggi kemudian meningkat dan menjadi puncak di bulan Februari dan kasus terus menurun sampai di bulan Mei.
Bulan Juni sampai
dengan Oktober kasus cenderung stabil, kemudian sedikit meningkat di bulan November dan Desember. disajikan pada Gambar 4.
Gambaran kasus AI berdasarkan bulan kejadian
23
Gambar 4 Kasus AI berdasarkan bulan kejadian tahun 2010-2011 di Provinsi Lampung. Pada Gambar 4 dapat dilihat terjadi peningkatan kasus pada bulan Januari sampai dengan bulan Februari yang merupakan musim penghujan. Hasil analisis tersebut sejalan dengan analisis Farnsworth et al. (2011) yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan peluang kasus AI di Indonesia pada bulan Januari-Maret dan dimungkinkan adanya pengaruh musim terhadap infeksi AI.
Pola Kejadian Avian Influenza Pola kejadian Avian Influenza dapat dianalisis berdasarkan ruang (spasial) dan waktu (temporal). Analisis spasial dan temporal mendeteksi pengelompokan daerah (clustering area) yang memiliki intensitas kejadian paling tinggi dalam waktu tertentu dan mengevaluasi signifikansinya secara statistik (Kulldorf 2010). Pada masing-masing clustering area tersebut diperoleh nilai risiko relatif (RR), jumlah kasus, nilai dugaan kasus dan signifikansinya (nilai p). Hasil analisis yang diperoleh clustering areadengan empat kategori kluster primer (most likely cluster), kluster sekunder (secondary cluster), kasus rendah (low rate) dan tidak ada kasus (no case). Kecamatan-kecamatan yang termasuk kluster primer yaitu: Kecamatan Pekalongan di Kabupaten Lampung Timur; Kecamatan Metro Barat, Metro Timur dan Metro Utara di Kota Metro. Kluster primer ini merupakan hotspot area sehingga patut diwaspadai karena memiliki kecenderungan tinggi untuk terjadi lagi kasus AI dimasa yang akan datang.
24
Selain kluster primer hasil analisis lainnya kluster sekunder yang merupakan kluster pendamping kluster primer. Kluster sekunder pertama yaitu Kecamatan Kemiling, Rajabasa, Tanjung Karang Timur dan Sukarame, Kota Bandar Lampung. Kluster sekunder kedua Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan.
Selain dari kluster-kluster tersebut kecamatan-kecamatan lain yang
memiliki kasus AI dikategorikan sebagai kasus rendah (low rate) dan kecamatan yang tidak pernah terjadi kasus dikategorikan tidak ada kasus (no case). Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Clustering kasus AI di Provinsi Lampung tahun 2010–2011. Pada kluster primer nilai RR 3.53, dengan pusat kejadian kasus berada pada koordinat 5.2 Lintang Selatan, 105.45 Bujur Timur, dan radius 8.66 km. Nilai RR tersebut merupakan perkiraan risiko terjadinya kasus AI, 3.53 kali lebih besar didalam area kluster primer dibanding diluar area kluster primer. Nilai p yang dihasilkan signifikan yaitu 0.001 (p<0.05) sehingga kecamatan-kecamatan yang masuk kluster primer signifikan sebagai hotspot area dan risiko terjadi kasus
25
di lokasi tersebut tinggi. Karena itu perencanaan surveilans di area kluster primer sangat penting dilakukan sebagai tindak lanjut untuk menentukan program pengendalian dan pencegahan AI yang sesuai dengan kondisi lapangan. Adapun kluster sekunder memiliki nilai p>0.05 sehingga nilai RR yang dihasilkan tidak signifikan. Walaupun tidak signifikan tetapi wilayah yang masuk kluster sekunder tetap penting sehingga pencegahan dan pengendalian di wilayah ini tetap menjadi prioritas setelah prioritas utama di kluster primer atau hotspot area. Hasil analisis kluster kasus AI dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Deteksi klusterkasus AI berdasarkan kecamatan di Provinsi Lampung tahun 2010–2011 Kecenderungan Kluster primer Kec. Pekalongan (Kab. Lampung Timur) Kec. Metro Barat, Metro Timur, Metro Utara (Kota Metro) Kluster sekunder 1 Kec. Kemiling, Rajabasa, Tanjung Karang Timur dan Sukarame (Kota Bandar Lampung) 2 Kec. Baradatu (Kab. Way Kanan)
Periode Kluster
Kasus
Risiko Relatif (RR)
Nilai p
1 Januari 2010-31 Desember 2011
21
3.53*
0.001
1 Januari 2010-31 Desember 2011
9
2.9
0.541
1 Januari 2010-31 Desember 2011
6
3.39
0.701
*signifikan pada α=0.05
Data pada Tabel 3 menunjukan time frame kejadian AI di kluster primer dan sekunder dapat terjadi sepanjang tahun kejadian walaupun kasus banyak terjadi di awal tahun (Januari–Februari). Hasil ini dimungkinkan karena analisis tidak hanya menghitung dimensi waktu tapi juga tempat dan sebaran kejadian. Kejadian yang terus ada sepanjang tahun dan terkosentrasi di wilayah tertentu menjadikan risiko kejadian AI tidak terpengaruh bulan dan musim.
Hasil
penelitian ini memperkuat kesimpulan Jatikusumah et al. (2010) bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara kejadian AI dengan musim walaupun terjadi peningkatan kasus AI dimusim penghujan dan pancaroba. Intensitas kasus yang cenderung tersebar di sejumlah daerah tertentu membuat pola kejadian AI tidak terpengaruh waktu.
Hal ini dimungkinkan
dengan keberadaan pasar unggas hidup dan tingginya lalu lintas unggas antar area
26
menjadikan risiko kejadian AI akan terus ada sepanjang waktu di Provinsi Lampung.
Hasil analisis terhadap data PDSR di Indonesia tahun 2008-2010
menunjukan bahwa Provinsi Lampung memiliki peluang tertinggi untuk terjadinya kasus AI di Indonesia dengan nilai rata-rata peluang terjadinya kasus per kabupaten adalah 0.7 (Farnsworth et al. 2011). Penelitian tentang analisis spasial dan temporal AI telah banyak dilakukan di sejumlah negara.
Penyebaran virus AI di beberapa negara
menunjukan
keterkaitan erat wabah AI dengan musim, suhu, perayaan, burung-burung migran, unggas air, lalu lintas unggas dan produknya (Ward et al. 2008; Minh et al. 2009). Di Eropa kejadian AI erat kaitannya dengan keberadaan burung-burung migran. Beberapa wabah AI di Rusia, Kazakhstan dan Turki terkait erat dengan keberadaan burung migran (Yee et al. 2009). Hasil analisis spasial wabah AI di Rumania tahun 2005-2006 menunjukkan keterkaitan wabah dengan keberadaan burung-burung migran saat musim gugur dan dingin; transportasi dan lalu lintas unggas domestik saat musim panas dan semi (Ward et al. 2008). Secara umum di Asia dan Afrika, pasar unggas hidup berperan besar dalam penyebaran AI.
Analisis filogenetik dan investigasi epidemiologik di
sejumlah negara menunjukan penyebaran AI lebih dominan disebabkan lalu lintas unggas dibanding keberadaan burung liar (Smith et al. 2006). Lalu lintas pekerja dan pengunjung di peternakan serta pembelian unggas hidup berperan dalam penularan AI di Nigeria (Fasina et al. 2011).
Kasus di China dan Vietnam
menunjukan bahwa ada keterkaitan yang erat perdagangan ilegal, transportasi unggas ilegal dan burung eksotik dengan wabah AI (Yee et al. 2009). Hasil analisis spasial dan temporal di Vietnam
menunjukan keterkaitan yang erat
dengan perayaan Vietnamese New Year (Januari dan Februari) dan musim pernikahan (Oktober sampai April) (Minh et al. 2009).
27
Faktor Risiko Penyakit Avian Influenza Faktor risiko adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penularan suatu
penyakit (Thursfield 2005).
Faktor tersebut terdiri atas faktor inang,
lingkungan dan daerah yang disidik untuk melihat hubungannya dengan infeksi AI pada unggas. Karakteristik Peternakan Faktor risiko terhadap kejadian AI erat kaitannya dengan karakteristik peternakan. Karakteristik peternakan yang dibahas lebih lanjut pada penelitian ini mengacu pada hasil penelitian sebelumnya tentang faktor risiko terkait kejadian AIantara lainkarakteristik peternak, manajemen peternakan dan kesehatan hewan, dan tingkat biosekuriti (Tabbu 2005; FKH IPB dan Deptan RI 2005; FKH UGM dan Deptan RI 2006; Siahaan 2007). Karakteristik peternak. Karakteristik peternak merupakan gambaran keadaan khusus responden yang menjadi obyek penelitian dalam hal ini peternak sektor 4. Karakteristik peternak pada penelitian ini meliputi: jenis kelamin, umur, pendidikan formal, tujuan usaha, status kepemilikan, pengalaman beternak, pengetahuan dan sikap. Pada kelompok kasus sebagian besar peternak berjenis kelamin laki-laki 54.5% dan berumur >40 tahun 72.7% sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar peternak berjenis kelamin laki-laki 50.9% dan berumur >40 tahun 76.4%. Tingkat pengetahuan peternak kelompok kasus sebagian besar peternak memiliki pengetahuan baik 47.3% dan sikap positif 47.3% sedangkan kelompok kontrol memiliki pengetahuan baik 80% dan sikap positif 76.4%. Proporsi kasus dan kontrol pada karakteristik peternak dapat dilihat pada Tabel 4. Tingkat pengetahuan dan sikap peternak yang baik terutama pada kelompok kasus sangat didukung oleh kegiatan penyuluhan petugas PDSR, kader, dan penyuluh. Sesuai standar operasional PDSR apabila terjadi kematian unggas tinggi maka lokasi atau desa tersebut akan ditetapkan statusnya menjadi “desa kasus” apabila positif AI dan “desa suspek” apabila negatif AI.
Kegiatan
selanjutnya antara lain komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), disinfeksi berupa penyemprotan, dan stamping out apabila memungkinkan (FAO 2009b).
28
Sebelum terjadinya kasus AI sebanyak 65.5% peternak tidak pernah mendapatkan penyuluhan, kemudian meningkat menjadi cukup sering 54.6% dan sering 45.5% mendapat penyuluhan setelah terjadi kasus. Patriantariksina (2007) menyatakan bahwa penyuluhan dan akses terhadap informasi berpengaruh nyata terhadap pengetahuan dan sikap seseorang. Tabel 4 Hubungan karakteristik peternak dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Peubah
Kategori
Kasus (n=55) n
%
Kontrol (n=55) n
%
Jenis Kelamin
Laki-laki
30
54.5
30
54.5
Perempuan
25
45.5
25
45.5
Umur
<30 tahun
3
5.5
3
30-40 tahun
12
21.8
>40 tahun
40
Rendah (s/d SD)
Pendidikan Formal
Sedang(SMP-SMA) Tinggi (PT)
OR
SK(95%)
p
0.86
0.40-1.83
0.702
5.5
3.15
0.31-31.55
0.329
12
21.8
1.05
0.42-2.61
0.916
72.7
40
72.7
22
40.1
22
40.1
1.50
0.47-4.58
0.473
26
47.2
26
47.2
1.95
0.67-5.89
0.239
7
12.7
7
12.7 -
-
-
-
-
-
Tujuan Usaha
Pokok
0
0
0
0
Sampingan
55
100
55
100
Status Kepemilikan
Milik Sendiri
55
100
55
100
0
100
0
100
Pengalaman Beternak
Rendah (< 5 tahun)
15
27.3
15
27.3
1.19
0.33-4.29
0.787
Sedang (5-10 tahun)
32
58.2
32
58.2
0.76
0.25-2.32
0.626
Tinggi (>10 tahun)
8
14.5
8
14.5
Buruk
4
7.3
0
0.0
-
-
-
Sedang
25
45.5
11
20.0
-
-
-
Baik
26
47.3
44
80.0
Negatif
5
9.1
2
6.0
-
-
-
Netral
24
43.6
11
20.0
-
-
-
Positif
26
47.3
42
76.4
Pengetahuan
Sikap
Milik Orang Lain
*signifikan pada α=0,05; SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio
Peubah yang diukur untuk melihat hubungan karakteristik peternak dengan kejadian AI di sektor 4 yaitu: jenis kelamin, umur, pendidikan formal, tujuan usaha, status kepemilikan, dan pengalaman beternak. Pengetahuan dan sikap tidak diukur hubungannya dengan kejadian AI karena pengetahuan dan sikap yang diperoleh merupakan kondisi saat ini sedangkan kasus AI terjadi pada waktu yang
29
lampau dan telah dilakukan intervensi berupa penyuluhan oleh petugas. Hasil analisis menunjukan tidak ada satupun peubah karakteristik peternak yang dapat dijadikan kandidat kovariat untuk uji selanjutnya (p>0.25). Manajemen Perkandangan.
Manajemen perkandangan meliputi: pola
pemeliharaan, sistem perkandangan, asal bibit.
Pada kelompok kasus pola
pemeliharaan sebagian besar peternak adalah hanya ayam saja 81.8% dan kandang tidak terpisah dari rumah 76.4% sedangkan pada kelompok kontrol pola pemeliharaan sebagian besar peternak adalah hanya ayam saja 87.3% dan kandang tidak terpisah dari rumah 21.8%. Proporsi kasus dan kontrol pada manajemen perkandangan dan hubungannya dengan kejadian AI dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hubungan manajemen perkandangan dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Peubah Pola pemeliharaan - Mix farming - Ayam saja Sistem perkandangan - Diumbar/kombinasi umbardikandangkan - Dikandangkan terus menerus Kandang terpisah dari rumah - Tidak - Ya Tinggi pagar peternakan ≥75 cm - Tidak - Ya Memiliki saluran limbah - Tidak - Ya Asal bibit dari pasar unggas hidup - Tidak - Ya Asal bibit dari tempat pembibitan - Tidak - Ya Asal bibit dari pemberian - Tidak - Ya
Kasus (n=55) n %
Kontrol (n=55) n %
10 45
18.20 81.80
7 48
12.70 87.30
43 12
78.20 21.80
22 33
40 60
42 13
76.40 23.60
12 43
21.80 78.20
11.58* 4.74-28.26 0.000
37 18
67.30 32.70
20 35
36.40 63.60
3.58*
1.64-7.90
0.001
51 4
92.70 7.30
45 10
81.80 18.20
2.83
0.83-9.66
0.090
22 33
40 60
37 18
67.3 32.7
3.08*
1.41-6.73
0.004
41 14
74.5 25.5
18 37
32.7 67.3
0.70
0.31-1.60
0.401
23 32
41.8 58.2
23 32
41.8 58.2
1.00
0.47-2.13
1.000
0.34-1.75
0.533
OR
SK (95%)
p
1.52
0.53-4.35
0.430
5.38*
2.33-12.41 0.000
Asal bibit dari menetaskan sendiri - Tidak 15 27.3 18 32.7 0.77 - Ya 40 72.7 37 67.3 *signifikan pada α=0,05; SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio
30
Pada Tabel 5 dapat dilihat, ada beberapa peubah yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian AI (p≤0.05) yaitu: sistem perkandangan diumbar dan kombinasi diumbar dengan kadang-kadang dikandangkan, kandang yang tidak terpisah dari rumah, tinggi pagar <75 cm dan asal bibit dari pasar unggas hidup. Odds ratio (OR) yang ditampilkan adalah odds peubah secara tunggal tanpa memperhitungkan peubah lainnya. Peubah tersebut termasuk peubah lain dengan p<0.25 selanjutnya dijadikan sebagai kandidat kovariat untuk dianalisis lebih lanjut dengan analisis multivariat. Manajemen perkandangan sangat berperan dalam penularan dan penyebaran AI. Unggas yang berada dalam lingkungan dan kandang yang baik dan terlindung merupakan prinsip dasar agar peternakan tetap terbebas dari penyakit (Swayne 2008). Lingkungan fisik seperti keberadaan, tata letak dan jarak kandang mempengaruhi perkembangbiakan virus AI (Orinda 2008). Karena itu pemerintah menganjurkan tidak memelihara unggas di lingkungan pemukiman atau perumahan.
Jika ingin memelihara disyaratkan secara kelompok dalam
kandang khusus yang memiliki tata laksana yang baik dengan jarak aman dari pemukiman minimal 25 m (Ditjennak 2009). Manajemen kesehatan unggas tidak dijadikan sebagai peubah karena hampir semua peternakan tidak melakukan vaksinasi AI dan pengobatan saat terjadinya kasus. Kebijakan pemerintah terkait vaksinasi AI pada peternakan sektor 4 di daerah endemis seperti Provinsi Lampung adalah vaksinasi secara tertarget (Ditjennak 2009) dengan prioritas pada peternakan yang sudah menerapkan pemeliharaan secara intensif atau dikandangkan terus menerus untuk menghindari shedding virus. Tingkat Biosekuriti Peternakan.
Biosekuriti adalah semua tindakan yang
merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk mencegah semua kemungkinan kontak atau penularan dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit (Ditjennak 2009). Tindakan biosekuriti ini meliputi sanitasi, isolasi dan pengawasan terhadap lalu lintas.
Peternakan dengan
biosekuriti yang rendah menyebabkan unggas mudah terinfeksi AI (FAO 2010)
31
sehingga biosekuriti menjadi satu diantara faktor yang penting untuk pencegahan dan pengendalian AI. Secara umum kondisi biosekuriti peternakan berada pada kategori rendah.Proporsi peternakan dari kelompok kasus yang memiliki tingkat biosekuriti rendah sebanyak 92.7% dan 58.2% dari kelompok kontrol. Tingkat biosekuriti peternakan sektor 4 dan hubungannya dengan kejadian AI disajikan pada Tabel 6. Tabel 6
Hubungan biosekuriti dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Kasus (n=55)
Peubah
Kontrol (n=55)
OR
SK(95%)
p
41.8 58.2
9.16*
2.90-28.95
0.000
Pengawasan terhadap lalulintas unggas - Baik 0 0 10 - Rendah 55 100 45
18.2 81.8
-
-
-
Sanitasi - Baik - Rendah
47.3 52.7
2.39*
1.08-5.29
0.03
1.04-5.52
0.039
Tingkat Biosekuriti - Baik - Rendah
n
%
n
%
4 51
7.3 92.7
23 32
15 40
27.3 72.7
26 29
Isolasi - Baik 12 21.8 22 40 2.35 - Rendah 43 78.2 33 60 *signifikan pada α=0,05; SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio
Hubungan biosekuriti dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 menunjukkan semua peubah memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian AI sehingga semua peubah dapat menjadi kandidat kovariat untuk dianalisis lebih lanjut diuji multivariat.
Pengawasan terhadap lalu lintas unggas merupakan
peubah yang paling dominan terhadap kejadian AI dengan 100% kelompok kasus pada kondisi buruk. Pengawasan lalu lintas unggas merupakan tindakan pengawasan terhadap setiap keluar masuknya peralatan kandang, manusia dan kendaraan di peternakan (Ditjennak 2009). Nilai OR pada pengawasan terhadap lalu lintas unggas tidak bisa terhitung karena semua kelompok kasus menunjukan kondisi yang buruk. Adapun tindakan yang masuk sebagai peubah pengawasan lalu lintas antara lain
32
membatasi kontak orang dan unggas, sistem perkandangan, keberadaan burung liar dan tikus, asal bibit, dan pengawasan terhadap unggas yang sakit. Pada kelompok kasus 81.8% kelompok kasus dan 38.2% kelompok kontrol tidak membatasi kontak orang dengan unggas.
Demikian juga
pengawasan terhadap unggas yang sakit 78.2% kelompok kasus dan 52.7% kelompok kontrol tidak melakukannya. Proporsi praktik pengawasan lalu lintas pada kelompok kasus dan kontrol dan hubungannya dengan kejadian AI dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Hubungan pengawasan lalu lintas dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Peubah Membatasi kontak orang dengan unggas - Tidak - Ya Sistem perkandangan - Diumbar/kombinasi umbardikandangkan - Dikandangkan terus menerus Keberadaan burung liar - Tidak - Ya
Kasus (n=55) n %
Kontrol (n=55) n %
45 10
81.8 18.2
21 34
43 12
78.2 21.8
38 17
OR
SK (95%)
p
38.2 61.8
7.29*
3.04-27.48
0.000
22 33
40 60
5.38*
2.32-12.41
0.000
69.1 30.9
40 15
72.7 27.3
1.19
0.52-2.72
0.680
37 18
67.3 32.7
44 11
80 20
1.95
0.82-4.63
0.130
Keberadaan tikus - Tidak - Ya Asal bibit dari pasar unggas hidup - Tidak - Ya Karantina terhadap unggas yang baru masuk ≥ 2 minggu - Tidak - Ya
33 22
60 40
18 37
32.7 67.3
3.08*
1.41-6.73
0.004
44 1
97.8 2.2
26.1 4
65 35
23.69*
2.94-190.8
0.000
Pengawasan terhadap unggas yang sakit - Tidak - Ya
43 12
78.2 21.8
29 26
52.7 47.3
3.21*
1.40-7.37
0.010
40 15
72.7 27.3
41 14
74.5 25.5
0.91
0.39-2.13
0.829
51 4
92.7 7.3
50 5
90.9 9.1
1.28
0.32-5.03
0.728
51 4
92.7 7.3
49 6
89.1 10.9
1.56
Urutan penanganan unggas sakit - Tidak berurutan - Sehat dulu baru yang sakit Disinfeksi peralatan kandang - Tidak - Ya Peternak tidak saling pinjam peralatan kandang - Tidak - Ya
*signifikan pada α=0,05; SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio
0.42-5.87
0.507
33
Pada Tabel 7 dapat dilihat hubungan pengawasan lalu lintas dengan kejadian AI, peubah yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian AI yaitu: membatasi kontak orang dengan unggas, sistem perkandangan diumbar atau kombinasi diumbar dan dikandangkan, asal bibit dari unggas hidup, karantina terhadap unggas baru, dan pengawasan terhadap unggas yang sakit. Peubah tersebut ditambah dengan keberadaan tikus (p<0.25) menjadi kandidat kovariat untuk dianalisis lebih lanjut dengan analisis multivariat. Sanitasi adalah tindakan pengawasan terhadap faktor lingkungan yang yang mempengaruhi kesehatan. Secara umum praktik sanitasi peternakan berada pada kategori rendah. Peternakan dengan sanitasi buruk memiliki nilai odds 2.39 kali lebih besar dibanding dengan sanitasi baik. Hal ini tergambar pada praktik tidak membersihkan tempat pakan 87.3% kelompok kasus dan 80% kelompok kontrol, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah menangani unggas 67.3% kelompok kasus dan 50.9% kelompok kontrol.
Praktik terkait sanitasi pada
peternakan sektor 4 dan hubungannya dengan kejadian AI disajikan pada Tabel 8. Tabel 8
Hubungan sanitasi dengankejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Peubah
Tempat pakan dibersihkan setiap hari - Tidak - Ya Tempat minum dibersihkan setiap hari - Tidak - Ya Cuci tangan sebelum dan sesudah menangani unggas - Tidak - Ya Disinfeksi peralatan kandang - Tidak - Ya Kandang dibersihkan dengan sabun dan desinfektan secara berkala - Tidak - Ya Penanganan terhadap feses - Tidak - Ya Bangkai unggas dikubur/dibakar - Tidak - Ya
Kasus (n=55) Kontrol (n=55) n
%
48 7
87.3 12.7
32 23
37 18
58.2 41.8
67.3 32.7
n 44 11
% 80 20
OR
SK (95%)
p
1.71 0.61-4.81
0.303
1.16
0.701
30 25
54.5 45.5
28 27
50.9 49.1
1.98
0.55-2.47
0.92-4.29
0.081
51 4
92.7 7.3
50 5
90.9 9.1
1.28
0.32-5.03
0.728
29 26
52.7 47.3
28 27
50.9 49.1
1.08
0.51-2.27
0.849
43 12
78.2 21.8
36 19
65.5 34.5
1.89
0.81-4.41
0.138
32 23
58.2 41.8
23 32
41.8 58.2
1.94
0.91-4.13
0.086
*signifikan pada α=0,05; SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio
34
Sanitasi pada peternakan bertujuan memelihara dan mengawasi kebersihan peternakan secara menyeluruh antara lain kandang, peralatan, pakan dan air minum (Ditjennak 2009). Sanitasi peralatan dan kandang sangat penting untuk mencegah kemungkinan unggas terpapar virus AI. Pada Tabel 8 dapat dilihat walaupun tidak ada hubungan yang signifikan antara peubah sanitasi dengan pemaparan AI tetapi ada beberapa peubah yang dapat dijadikan kandidat kovariat untuk diuji lebih lanjut dengan analisis multivariat, yaitu: penanganan bangkai unggas dibakar atau dikubur, penanganan feses, dan cuci tangan sebelum dan sesudah menangani unggas. Isolasi adalah tindakan karantina unggas dari kemungkinan terpaparnya unggas dari pembawa penyakit.Secara keseluruhan praktik isolasi berada pada kategori rendah dengan nilai odds peternakan dengan praktik isolasi buruk 2.35 kali lebih besar dibanding dengan yang baik. Hal ini tergambar antara lain pada kelompok kasus 92.7% tidak memiliki saluran limbah dan tempat pembuangan limbah sedangkan kelompok kontrol 81.8% tidak memiliki saluran limbah dan 83.6% tidak memiliki tempat pembuangan limbah khusus. Peubah yang berperan pada isolasi dan hubungannya dengan kejadian AI dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Hubungan isolasi dan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Peubah Pola pemeliharaan - Mix farming - Ayam saja Kandang permanen - Tidak - Ya Kandang terpisah dari rumah - Tidak - Ya Tinggi pagar peternakan ≥75 cm - Tidak - Ya Memiliki saluran limbah - Tidak - Ya Memiliki pembuangan limbah khusus - Tidak - Ya Pengosongan kandang setelah wabah - Tidak - Ya
Kasus (n=55) n %
Kontrol (n=55) n %
OR
SK (95%)
p
10 45
18.20 81.80
7 48
12.70 87.30
1.52
0.53-4.35
0.430
24 31
43.6 56.4
4 51
7,3 92.7
9.87*
3.13-31.14
0.000
42 13
76.40 23.60
12 43
21.80 78.20
11.58* 4.74-28.26
0.000
37 18
67.30 32.70
20 35
36.40 63.60
3.58*
0.001
51 4
92.70 7.30
45 10
81.80 18.20
2.83
51 4
92.70 7.30
46 9
83.60 16.40
36 19
65.50 34.50
21 34
38.20 61.80
1.64-7.90
0.83-9.66
0.090
2.49
0.72-8.65
0.140
3.07*
1.41-6.67
0.004
*signifikan pada α=0,05; SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio
35
Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa kandang yang tidak permanen, kandang tidak terpisah dari rumah, tinggi pagar <75 cm, dan pengosongan setelah wabah memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian AI.
Peubah tersebut
ditambah dengan peubah peternakan yang tidak memiliki saluran dan tempat pembuangan limbah (p<0.25) dapat dijadikan sebagai kandidat kovariat untuk diuji lebih lanjut dengan analisis multivariat.
Model Hubungan Faktor Risiko terhadap Kejadian Avian Influenza Model
hubungan
faktor
risiko
terhadap
kejadian
AI
dianalisis
menggunakan analisis multivariat dengan regresi logistik berganda. Analisis ini untuk mengetahui efek pengaruh peubah independen secara bersama-sama terhadap terjadinya kejadian AI. Dari hasil pemilihan kandidat peubah diperoleh hasil sebagai berikut: 1
Sistem perkandangan.
2
Asal bibit dari unggas hidup.
3
Keberadaan tikus.
4
Keberadaan pagar <75 cm.
5
Bangkai unggas dibakar dan atau dikubur.
6
Tingkat biosekuriti.
7
Saluran limbah.
8
Kandang terpisah.
9
Membatasi kontak orang dengan unggas.
10 Penanganan feses. 11 Karantina unggas baru. 12 Pengosongan kandang. 13 Sanitasi. 14 Lalu lintas. 15 Isolasi. 16 Kandang permanen. 17 Cuci tangan sebelum dan sesudah menangani unggas. 18 Tempat pembuangan limbah.
36
Ada beberapa kandidat peubah yang saling berkorelasi atau memiliki multikolinearitas yang tinggi.
Tindakan yang dapat dilakukan pada peubah
tersebut dengan memilih satu yang paling dominan berdasarkan pertimbangan keilmuan peneliti atau dibuat satu peubah baru yang mewakili kedua peubah tersebut tetapi tidak dengan operasi matematika. Hasil uji korelasi masing-masing kandidat peubah dapat dilihat pada Lampiran 1. Adapun kandidat peubah yang dapat dijadikan model untuk diuji lebih lanjut adalah sebagai berikut: 1 Sistem perkandangan. 2 Asal bibit dari unggas hidup. 3 Saluran limbah. 4 Penanganan feses. 5 Karantina terhadap unggas baru 6 Keberadaan tikus. 7 Keberadaan pagar <75 cm. 8 Bangkai unggas dibakar dan atau dikubur. 9 Cuci tangan sebelum dan sesudah menangani unggas Berdasarkan hasil analisis dan model regresi logistik peubah yang memiliki hubungan yang nyata terhadap kejadian AI pada penelitian ini yaitu: sistem perkandangan diumbar dan kombinasi diumbar, asal bibit dari pasar unggas hidup, keberadaan pagar peternakan dengan tinggi <75 cm. Hasil analisis multivariat dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Model akhir analisis multivariat faktor risiko terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Peubah
OR
SK (95%)
p
Sistem perkandangan diumbar dan kombinasi diumbar dan dikandangkan vs dikandangkan terus menerus
8.94*
2.85-28.02
0.000
Asal bibit dari pasar unggas hidup vs tempat lainnya
5.18*
1.80-14.92
0.002
Keberadaan tinggi pagar peternakan <75 cm vs tinggi pagar peternakan ≥75 cm
5.03*
1.86-13.62
0.001
*signifikan pada α=0.05; vs= versus, SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio
37
Pada Tabel 10 dapat dilihat model akhir analisis multivariat yang merupakan faktor risiko terhadap kejadian AI. Sistem perkandangan diumbar atau kombinasi diumbar dengan kadang-kadang dikandangkan memiliki odds 8.94 kali lebih besar untuk terinfeksi AI dibanding unggas terus menerus dikandangkan (OR=8.94; SK=2.85−28.02).
Ditjennak (2009) telah mengeluarkan prosedur
operasional standar pengendalian AI, pemeliharaan unggas pada sektor 4 dilakukan dalam kelompok dan dikandangkan dengan jarak minimal 25 m dari pemukiman. Hal ini dilakukan untuk menghindari shedding virus dan kontak yang tinggi dengan manusia.
Beberapa penelitian menunjukan populasi dan
kepadatan penduduk memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian AI (Yupiana et al. 2010; Loth et al. 2011; Farnsworth et al. 2011) sehingga perlu diatur jarak peternakan dengan pemukiman. Asal bibit dari pasar unggas hidup memiliki odds 5.18 kali lebih besar untuk terinfeksi AI dibanding asal bibit dari tempat lainnya (OR=5.18; SK=1.8014.92).
Peran pasar unggas hidup sebagai tempat penularan sangat penting
terutama di beberapa kecamatan di Kota Metro yang merupakan kluster primer. Hal ini disebabkan pasar merupakan tempat berkumpulnya pembeli dan penjual sehingga kontak antar unggas, lingkungan dan manusia dengan kondisi biosekuriti yang rendah menyebabkan risiko terpapar virus AI tinggi. Beberapa kajian menunjukan bahwa pasar unggas hidup memiliki peran yang dominan pada penyebaran AI. Jatikusumah et al. (2006) menyatakan bahwa penularan dan penyebaran virus AI pada tempat penampungan ayam (TPnA) dan pasar unggas hidup berkategori tinggi. Prevalensi virus AI di pasar unggas hidup di Denpasar adalah 4,1% (Khusnul et al. 2008), di beberapa pasar unggas hidup di Surabaya 9% (Chasanah 2008) dan di beberapa pasar unggas hidup di Kalimantan 3,1% (Fikri et al. 2008). Adapun titik kritis kontaminasi virus AI adalah tempat penjajaan (display) produk (76.92%), tempat pemotongan unggas (74.35%) dan tempat penampungan unggas hidup (61.53%) (Indriani et al. 2008). Keberadaan pagar peternakan menunjukan hasil, tidak memiliki pagar atau memiliki pagar <75 cm memiliki odds 5.03 kali lebih besar untuk terinfeksi AI dibanding tinggi pagar ≥75 cm (OR=5.03; SK= 1.86-13.62). Hasil yang diperoleh ini sejalan dengan penelitian Lestari et al. (2011) yang menyatakan pagar
38
peternakan berperan penting untuk meningkat skor biosekuriti peternakan sehingga terlindungi dari penyakit.
Peternakan dengan tinggi pagar <75 cm
memiliki odds 2.93 kali lebih besar dibanding peternakan dengan tinggi pagar ≥75 cm (Siahaan 2007). Hasil analisis faktor-faktor risiko ini sejalan dengan analisis spasial dan temporal pola kejadian AI.
Analisis spasial menghasilkan kluster primer di
Kecamatan Pekalongan di Kabupaten Lampung Timur; Kecamatan Metro Barat, Metro Timur dan Metro Utara di Kota Metro. Lokasi ini merupakan hotspot area dengan risiko tinggi karena kondisi biosekuriti yang rendah terutama sistem perkandangan dan keberadaan pasar unggas hidup. Adapun hasil analisis temporal menunjukan bahwa risiko AI yang tetap ada sepanjang tahun terkait kondisi faktor risiko yang terus ada sepanjang tahun dan
tidak
terpengaruh
bulan
dan
musim.
Oleh
karena
itu
dengan
mempertimbangkan pola kejadian dan faktor risiko AI diharapkan dapat disusun strategi pengendalian dan pencegahan AI yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan lokal kabupaten dan kota di Provinsi Lampung. Penelitian ini merupakan kombinasi analisis data sekunder untuk pola kejadian dan penelitian lapangan yang menggunakan rancangan kasus kontrol (case control study). Ada beberapa kelemahan penelitian terkait bias informasi, bias perancu (confounding variable) dan besaran sampel yang mempengaruhi kesimpulan penelitian. Pada analisis spasial dan temporal, jumlah data kasus yang dianalisis adalah data dua tahun terakhir dari 1 Januari 2010 sampai dengan 31 Desember 2011. Oleh karena sebaran kasus berdasarkan tempat dan waktu yang terlalu tinggi variasinya, memungkinkan belum bisa diperoleh hasil yang signifikan untuk kejadian AI terhadap waktu (bulan) di hotspot area. Pada penilaian faktor risiko, besaran sampel untuk kasus dan kontrol juga turut berpengaruh terhadap hasil penelitian.
Nilai Odds Ratio (OR) yang
diperoleh dari hasil analisis memiliki rentang selang kepercayaan (SK) yang besar. Rentang SK yang besar mencirikan tingginya keragaman data yang dapat diminimalisir dengan menambah besaran sampel.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Kecamatan yang masuk ke dalam kluster primer atau hotspot area, Kecamatan Pekalongan di Kabupaten Lampung Timur, Kecamatan Metro Barat, Metro Timur dan Metro Utara di Kota Metro. Nilai risiko kejadian AI di dalam kluster primer 3.53 kali lebih besar dibandingkan di luar kluster primer dengan risiko kejadian tidak terpengaruh waktu (bulan) sehingga prioritas pengendalian dan survailans AI diutamakan dilakukan di Kecamatan Pekalongan di Kabupaten Lampung Timur, Kecamatan Metro Barat, Metro Timur dan Metro Utara di Kota Metro dan dilakukan sepanjang tahun. Faktor risiko yang berperan pada kejadian AI di peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung terkait praktik biosekuriti yang rendah yaitu sistem perkandangan
diumbar
dan
kombinasi
diumbar
dengan
kadang-kadang
dikandangkan memiliki nilai odds 8.94 kali lebih besar dibanding unggas dikandangkan terus menerus (OR=8.94; SK=2.85-28.02), asal bibit dari pasar unggas hidup memiliki nilai odds 5.18 kali lebih besar dari asal bibit dari tempat lainnya (OR=5.18; SK=1.8-14.92), dan keberadaan pagar peternakan dengan tinggi <75 cm memiliki nilai odds 5.03 kali lebih besar dibanding keberadaan pagar peternakan dengan tinggi ≥75 cm (OR=5.03; SK=1.86
-13.62) sehingga
pengendalian dan pencegahan AI difokuskan terkait faktor risiko yang berperan tersebut.
Saran Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada pembuat kebijakan baik pemerintah pusat maupun daerah untuk memprioritaskan pengendalian dan pencegahan AI di hotspot area yaitu Kecamatan Pekalongan di Kabupaten Lampung Timur, Kecamatan Metro Barat, Metro Timur dan Metro Utara di Kota Metro dengan memperhatikan praktik biosekuriti terutama isolasi dan pengawasan terhadap lalu lintas unggas terutama keberadaan pasar unggas hidup. Pelaksana kebijakan diharapkan untuk meningkatkan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kepada peternak tentang praktik biosekuriti yang
baik terutama sistem perkandangan dan pemeliharaan. Adapun kepada peternak diharapkan dapat melaksanakan pemeliharaan unggas dengan menerapkan praktik biosekuriti yang baik terutama dengan mengandangkan unggas, memberi pagar ≥75 cm di sekeliling kandang, dan tidak membeli bibit dari pasar unggas hidup.
DAFTAR PUSTAKA Allepuz A, Saez M, Alba A, Napp S, Casal J. 2008. Exploratory spasial analysis of Aujeszky’s disease during four phases of the eradication programme in Catalonia, Spain (2003–2007). Prev Vet Med 86: 164–175. [BPPVR 3] Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional 3. 2010. Laporan Kegiatan Unit Pengendali Penyakit Avian Influenza (UPP-AI) Regional III Tahun 2010. Bandar Lampung: BPPV. [BPPVR 3] Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional 3. 2011.Laporan Tahunan. Bandar Lampung: BPPV. Cardona CJ, Xing Z, Sandrock CE, Davis CE. 2009. Avian influenza in birds and mammals. J Comp Immun Microbiol Inf Dis 32:255-273. Chasanah N. 2009. Deteksi virus avian influenza strain 115 pada ayam buras dari beberapa pasar di Kota Surabaya. Di dalam: Fatmawati M, Putri G, editor. Rangkuman Kumpulan Penelitian Flu Burung di Indonesia Tahun 20042009. Ed ke-1. Jakarta: Komnas FBPI. Hlm 262. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Kebijakan Pengendalian Flu Burung. Jakarta: Depkes. Damayanti R, Dharmayanti NLP, Indriani R, Wiyono A, Darminto. 2004. Gambaran klinis dan patologis ayam yang terserang flu burung sangat patogenik (HPAI) di beberapa peternakan di Jawa Timur dan Jawa Barat. JITV 9:128–135. Dharmayanti NLP, Damayanti R, Wiyono A, Indriani R, Darminto. 2004. Identifikasi virus avian influenza dengan Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). JITV 9:136–143. [Ditkeswan] Direktorat Kesehatan Hewan. 2009. Pedoman Surveilans dan Monitoring Avian Influenza di Indonesia. Jakarta: Ditkeswan Ditjenak Deptan. [Ditkeswan] Direktorat Kesehatan Hewan. 2011. Buletin Pengamatan Penyakit Hewan. Jakarta: Ditkeswan. [Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Prosedur Opearsional Standar Pengendalian Penyakit Avian Influenza. Jakarta: Ditjennak. Dohoo I, Martin W, Stryhn H. 2003. Veterinary Epidemiologic Research. Prince Edward Island: AVC Inc.
42
Durr PA, Gatrell AC. 2004. The Tools of Spatial epidemiology: GIS, spatial analysis and remote sensing. Didalam: Durr PA, Gatrell AC, editor. GIS and Spasial Analysis in Veterinary Science. Ed ke-1. Wallingford: CABI Publishing. hlm 1-63. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2009a. Up Date on the Avian Influenza Situation. http:www.fao.org [12 Oktober 2011]. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2009b. Flowchart kegiatan surveilans Participatory Disease Surveillance Response (PDSR). Jakarta: FAO. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2010. H5N1 HPAI global overview May and June 2010. http:www.fao.org [12 Maret 2012]. Farnsworth ML, Ward MP. 2009. Identifying spatio-temporal patterns of transboundary disease spread: examples using avian influenza H5N1 outbreaks. Vet Res 40(20):1-14. Farnsworth ML et al. 2011. Metapopulation dynamics and determinants of H5N1 highly pathogenic avian influenza outbreaks in Indonesian poultry. Prev Med 102:206-217. Fasina FO, Rivas AL, Bisschop SPR, Stegeman AJ, Hernandez JA. 2011. Identification of risk factors associated with highly pathogenic avian influenza H5N1 virus infection in poultry farms, in Nigeria during epidemic of 2006-2007. Prev Med 98:204-208. Fikri AJ, Agustia, Widjanarko. 2008. Deteksi antigen AI dengan metode IHK di pasar Unggas Kalimantan. Dilavet 4:7-16. [FKH IPB dan DEPTAN RI] Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2005. Laporan Akhir Kajian Seroepidemiologi Penyakit Avian Influenza serta Strategi Pengendalian dan Pencegahannya di Sumatera dan Kalimantan. Bogor: FKH IPB. [FKH UGM dan DEPTAN RI] Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada dan Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2006. Laporan Kajian Avian Influenza Di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: FKH UGM. Gilbert M, Pfeiffer DU. 2012. Risk factors modelling of the spatio-temporal patterns of highly pathogenic avian influenza (HPAIV) H5N1: A review. Spat Spat-temp Epidemiol 3:173-183. Indriani R et al. 2010. Enviromental sampling for avian influenza virus A (H5N1) in live bird markets Indonesia. Emerg Infect Dis 16(12):1889-1895.
43
Jatikusumah A, Basri C, Sunandar, Deswarni, Hidjah D. 2010. Seasonal impact on Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) cases in chickens coming to Poultry Collecting Facilities (PCFS) in Jakarta. Di dalam : Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan; Bogor, 20-22 Juli 2010. Bogor :South East Asia Veterinary School Association. Hlm 85-86. Kulldorf M. 2010. SatScan User Guide for version 9.0.http://www.satscan.org/ [16 Juli 2011]. Lestari VS, Sirajudin SN, Kasim K. Adoption of biosecurity measures by layer smallholders. J Ind Trop Anim Agric 36(4): 297-302. Loobuyck M, Fro¨ssling J, Lindberg A, Bjo¨rkman C. 2009. Seroprevalence and spasial distribution of Neospora caninum in a population of beef cattle. Prev Vet Med 92:116–122. Loth L et al. 2011. Identifying risk factors of highly pathogenic avian influenza (H5N1 subtype) in Indonesia. Prev Vet Med 102:50-58. Minh PQ et al. 2009. Spatio-temporal Epidemiology of Highly Pathogenic Avian Influenza Outbreak in Two Deltas of Vietnam during 2003-2007. Prev Vet Med 89:16–24. Orinda D. 2009. Gambaran faktor lingkungan fisik biologis dan sosial budaya daerah endemis avian influenza di wilayah berbatasan. Di dalam: Fatmawati M, Putri G, editor. Rangkuman Kumpulan Penelitian Flu Burung di Indonesia Tahun 2004-2009. Ed ke-1. Jakarta: Komnas FBPI. Hlm 266. Patriantariksina. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam upaya pengendalian penyakit flu burung (studi terhadap pemilik unggas pemukiman di kecamatan Bogor Utara [Tesis]. Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Pfeiffer DU. 2010. Veterinary Epidemiologi An Introduction. Oxford: Wiley Blackwell Sci. Samaan G, Gultom A, Indriani R, Lokuge K, Kelly PM. 2011. Critical control points for avian influenza A H5N1 in live bird markets in low resource settings. Prev Vet Med 100:71-78. Siahaan SJ. 2007. Pengaruh Tingkat Biosekuriti terhadap Pemaparan Avian Influenza pada Unggas Air (Studi Kasus Kontrol di Kabupaten Bogor dan Sukabumi) [Tesis]. Bogor: IPB. Smith GJD et al. 2006. Evolution and Adaptation of H5N1 Influenza Virus in Avian and Human Host in Indonesia and Vietnam. J Virol 350:258-268. Sturm-Ramirez KM et al. 2005. Are ducks contributing to the endemicity of Highly Pathogenic H5N1 influenza virus in Asia. J Virol 79:11269-11279.
44
Suarez DL. 2008. Influenza A Virus. Di dalam: Swayne DE, editor. Avian Influenza. Ed ke-1. Iowa: Blackwell Sci. hlm 3-16. Sudarnika E et al. 2010. Detection of Hotspot Area in Malaria Surveillance in Bangka District, Indonesia. Di dalam: Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan; Bogor, 20-22 Juli 2010. Bogor:South East Asia Veterinary School Association. Hlm 161-162. Susanto K, Mahardika IGNK, Suardana IBK. 2009. Prevalensi virus AI H5 dan H5N1 pada itik di pasar unggas di Denpasar, Badung, dan Tabanan. Di dalam: Fatmawati M, Putri G, editor. Rangkuman Kumpulan Penelitian Flu Burung di Indonesia Tahun 2004-2009. Ed ke-1. Jakarta: Komnas FBPI. Hlm 216. Swayne DE. 2008. Epidemiology of Avian Influenza in Agricultural and other man-made systems. Di dalam: Swayne DE, editor. Avian Influenza. Ed ke1. Iowa: Blackwell Sci. hlm 43-52. Tabbu CR. 2005. Implikasi Resiko Akibat Avian Influenza pada Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: FKH UGM. Thrusfield M. 2005. Veterinary Epidemiology. Ed ke-3. Australia: Blackwell. Ward MP, Carpenter TE. 2000. Analysis of Time-Space Clustering in Veterinary Epidemiology. J Prev Med 43:225–237. Ward MP, Maftei D, Apostu C, Suru A. 2008. Geostatistical visualisation and spatial statistics for Evaluation of Dispersion of Epidemic Highly Pathogenic Avian Influenza Subtype H5N1. J Vet Res 39:22-34. Widiasih DA, Susetya H, Sumiarto B, Tabbu CR, Budiharta S. 2006. Kajian kasus kontrol avian influenza pada unggas di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. J Sains Vet 24:71-76. Yee KS, Carpenter TE, Cardona CJ. 2009. Epidemiology of H5N1 Avian Influenza. J Comp Immun Microbiol Inf Dis 32:325-340. Yupiana Y, De Vlas SJ, Adnan NM, Richardus JH. 2010. Risk factors of poultry outbreaks and human cases of H5N1 avian influenza virus infection in West Java Province, Indonesia. Int J Inf Dis 14:800-805. Yusdja Y, Basuno E, Ilham N. 2008. Dampak wabah AI dan usaha-usaha pengendaliannya terhadap sosial ekonomi peternak unggas skala kecil di Indonesia. Di dalam: Fatmawati M, Putri G, editor. Rangkuman Kumpulan Penelitian Flu Burung di Indonesia Tahun 2004-2009. Ed ke-1. Jakarta: Komnas FBPI. Hlm 198.
KUISIONER PENELITIAN Kontrol KAJIAN FAKTOR RISIKO TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA SEKTOR 4 DI PROPINSI LAMPUNG
tanggal
Tanggal
:
Nomor Kuisioner :
bulan
tahun
-- -
Waktu mulai
:
Waktu selesai :
Data Enumerator: Nama
: ________________________
No HP
:
PERNYATAAN PERSETUJUAN Nama saya :………………………. dari…………………………………………………….. Kami akan mengadakan penelitian tentang faktor risiko kejadian AI pada sektor 4 di Propinsi Lampung. Kami mengharapkan partisipasi Bapak /Ibu dalam survei ini. Informasi yang Bapak/Ibu berikan akan membantu kami dan pemerintah dalam meningkatkan usaha peningkatan unggas di daerah ini. Survei ini kira – kira membutuhkan waktu …….menit. Informasi yang Bapak /Ibu berikan dalam survei ini akan dijaga kerahasiaannya, nama dan nomor telepon Bapak/Ibu yang dicatat pada kuesioner hanya sebagai tindakan jika kami butuh untuk menghubungi Bapak/Ibu dikemudian hari dan tidak akan disertakan dalam laporan atau diserahkan kepihak lain/ketiga.
Partisipasi dalam survei ini bersifat sukarela, namun kami sangat mengharapkan Bapak/Ibu berpartisipasi karena informasi Bapak/Ibu berikan akan sangat berharga bagi keberhasilan survei ini.
Apakah Bapak/Ibu bersedia diwawancarai ? Ya Tidak
Jika tidak, mohon berikan alasannya mengapa Bapak/Ibu tidak bersedia diwawancarai : ………………………………………………………………………………………………..
A. DATA RESPONDEN A1.
Nama
A2.
Posisi dalam Rumah tangga : ____________________________________________
A3.
Alamat
:
Desa/Kelurahan
: _______________________________________
Kecamatan
: _______________________________________
Kabupaten
: _______________________________________
No. Telp./HP
: ____________________________________________
: _______________________________________
A4.
Jenis KelaminUmur : Laki-laki
A5.
Umur
Perempuan
: ________ tahun
B. KARAKTERISTIK PETERNAK B1. Apakah Anda pernah mendapatkan pendidikan formal (sekolah) ? Ya TidakSekolah (ke No.3) B2. Pendidikan formal Anda: Tidak Lulus SD SD SMP
SMA Universitas
B3. Berapa lamakah pengalaman Anda beternak ayam kampung?.................. tahun B4. Apakah beternak ayam kampungmerupakan usaha sampingan Anda? Ya Tidak Jika tidak lanjut ke B5, jika iya lanjut ke B6 B5. Apakah pekerjaan utama Anda? Pegawai negeri Petani Pegawai swasta Buruh Polisi / ABRI / Staf Militer Pengrajin Pedagang Nelayan Lain-lain, sebutkan: ……….......
B6. Apakah status kepemilikan peternakan ? milik sendiri milik orang lain
C.
MANAJEMEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN UNGGAS
Apakah Bapak/Ibu tahu selama kurun waktu 2010 – 2011 unggas yang dimiliki pernah terkena Flu Burung ? Ya, kapan : .................................................... Tidak Jika tidak lanjutkan ke pertanyaan berikut. Jika ya siapakah yang mendiagnosa : ........................................................... Jika tidak sesuai dengan definisi kontrol wawancara dihentikan. Sistem perkandangan C1. Jenis dan jumlah unggas yang dipelihara oleh Bapak/Ibu sekarang apa saja ?
Ayam (ekor)
Jumlah unggas yang ada saat ini Bebek (ekor) Entok (ekor) Unggas lainnya …….. (ekor) ………(ekor)
Jumlah
C2. Bagaimana cara pemeliharaan unggas yang Bapak/Ibu lakukan ? Dikandangkan Dalam area berpagar, tinggi pagar kurang lebih :.................................. Diumbar sepanjang hari Jika menjawab dikandangkan lanjut ke pertanyaan berikutnya jika tidak lanjut ke C10 C3. Kapan saja unggas Bapak/Ibu dikandangkan ? Setiap saat Hanya pada malam hari Selama bertelur Sebelum disembelih Sebelum dijual Saat ada wabah penyakit Lainnya, sebutkan :...................................................... C4. Apakah ada ventilasi kandang ? Ada dan cukup Ada tapi kurang Tidak ada C5. Terbuat dari apakah dinding kandang ? Kawat Plastik Bambu Kayu Lainnya, sebutkan :......
*) mohon diisi dari lembar lampiran.
C6. Terbuat dari apakah atap kandang ? Genteng Seng Rumbia Lainnya, sebutkan C7. Terbuat dari apakah lantai kandang Semen Kayu Bambu Tanah Lainnya, sebutkan :...... C8. Apakah ada hewan liar yang sering masuk kandang ? Ya Tidak C9. Jika ada hewan apa yang sering masuk kandang ? Tikus Burung liar Karnivora : anjing, kucing, musang, dll Lainnya : sebutkan : ... C10. Apakah Anda memelihara unggas lain selain ayam kampung? Ya Tidak Jika tidak langsung ke C15. C11.Apakah unggas tersebut dipisahkan dari unggas lainnya ? Ya Tidak C12. Berapa jarak antar kandang yang memisahkan unggas tersebut ? Terpisah tanpa jarak Terpisah dengan jarak <5 meter Terpisah dengan jarak >5 meter C13. Apakah pemeliharaan unggas yang sejenis dipisahkan menurut umur ? Ya Tidak C14. Apakah sistem pemeliharaan all in all out ? Ya Tidak
C15. Darimana anda memperoleh bibit ayam kampung (DOC, pullet) anda ? (Jawaban boleh lebih dari satu) Pasar ternak Pedagang eceran Koperasi Makelar Tempat pembibitan Pemberian Menetaskan sendiri Lain-lain, sebutkan: ……………. Pakan dan air minum C16. Apakah Bapak/Ibu memberikan makan kepada unggas ? Ya Tidak Jika tidak langsung ke C21. C17. Kapan saja Bapak /Ibu memberi makan unggas tersebut ? Setiap hari Beberapa kali dalam satu minggu Seminggu sekali Tidak Teratur C18. Biasanya unggas Bapak/Ibu dikasih makan apa saja ? No
Jenis Pakan
1.
Sisa makanan (rumah tangga)
Berapa sering Bapak/Ibu memberi makan ? 1 = setiap hari 2 = beberapa kali seminggu 3 = setiap minggu 4 = kurang dari sekali seminggu 5 = jika ada makanan (tidak tentu) Ya Tidak
2.
Beras
Ya Tidak
3.
4.
5.
Produk samping dari panen padi (dedak/sekam)
Ya
Pakan komersial (pakan dari pabrik/pur/pulet)
Ya
Lainnya (sebutkan)
Ya
...........................................
Tidak Tidak Tidak
C19. Apakah Bapak/Ibu menyediakan tempat makanan khusus untuk unggas ? Ya Tidak Jika tidak langsung ke C21.
C20. Kapan saja Bapak /Ibu membersihkan tempat pakan unggas tersebut ? Setiap hari Beberapa kali dalam satu minggu Seminggu sekali Sebulan sekali Kurang dari sebulan sekali Tidak pernah dibersihkan Tidak Teratur C21. Apakah Bapak/Ibu memberi air minum untuk unggasnya? Ya Tidak Jika tidak langsung ke C26. C22. Kapan saja Bapak /Ibu memberi minum unggas tersebut ? Setiap hari Beberapa kali dalam satu minggu Seminggu sekali Tidak Teratur C23. Apakah Bapak/Ibu menyediakan tempat minum khusus untuk unggas ? Ya Tidak C24. Kapan saja Bapak /Ibu membersihkan tempat minum unggas tersebut ? Setiap hari Beberapa kali dalam satu minggu Seminggu sekali Sebulan sekali Kurang dari sebulan sekali Tidak pernah dibersihkan Tidak Teratur C25. Asal air minum biasanya dari mana ? Sumur PAM Sungai Kolam Tampungan air hujan Genangan air Air Got Selokan Manajemen kesehatan unggas C26. Apakah unggas Bapak/Ibu pernah diberi obat cacing ? Ya Tidak Tidak tahu
C27. Selain obat cacing apakah unggas Bapak/Ibu pernah diberi obat lain ? (Maksimum setahun yang lalu) Ya, sebutkan :...................................................... Tidak Tidak tahu C28.Apakah unggas Bapak/Ibu pernah divitamin ? (Maksimum setahun yang lalu) Ya, sebutkan:...................................................... Tidak Tidak tahu C29.Apakah unggas Bapak/Ibu pernah divaksin (Maksimum setahun yang lalu) Ya Tidak Tidak tahu Jika tidak atau tidak tahu langsung ke C33 C30. Jika pernah divaksin, divaksin apa saja ? (Jawaban boleh lebih dari satu) (maksimum setahun yang lalu) ? AI (Flu burung) ND (Tetelo ) IBD (Gumboro) Tidak tahu Lainnya, sebutkan :..................
C31. Untuk yang pernah divaksinasi AI (Flu burung), berapa kali dan kapan dilakukan vaksinasi tersebut? Vaksinasi Ke-
Bulan/Tahun
Yang keberapa
C32. Siapa yang biasanya melakukan vaksinasi ? (Jawaban boleh lebih dari satu) Saya sendiri Dokter hewan swasta Pegawai dinas Kader Tidak tahu Lainnya, sebutkan :.................................
C33. Apakah yang dilakukan Bapak/Ibu pada unggas sakit? Dipisahkan dari unggas sehat Tidak melakukan apa-apa Dipotong dan dimakan Dipotong dan dijual Dijual Diobati, sebutkan : ........................................................ C34. Apakah yang dilakukan Bapak/Ibu pada unggas mati mendadak? (Jawaban boleh lebih dari satu) Membakar ayam yang mati Mengubur ayam mati Tidak melakukan apa - apa Diberikan sebagai pakan ke hewan lain (kucing, anjing, ikan) Dibuang ke tempat sampah Dipotong dan dimakan Dipotong dan dijual Diberikan ke orang lain Dibuang ke sungai C35. Siapakah yang mendiagnosa kejadian tersebut ? Dokter Hewan Swasta Petugas Dinas Lainnya, sebutkan : C36.Tindakan apa yang Bapak/Ibu lakukan terhadap unggas yang tersisa ? (Jawaban boleh lebih dari satu) Dibunuh semuanya kemudian dibakar atau dikubur Tidak melakukan apa-apa Dipotong dan dimakan Dijual Dipotong dan dijual Diberi obat dan vitamin, sebutkan : ........................................................ C37. Apa yang tindakan yang dilakukan pada kandang dan lingkungan setelah kasuskematian ? Disemprot dengan desinfektan Tidak dilakukan apa – apa.... Lainnya, sebutkan : C38. Apakah dilakukan pengosongan kandang setelah kasus kematian ? Ya, berapa lama : ................................ Tidak C39. Bagaimana biasanya Bapak/Ibu mengurus apabila ada unggas yang sakit ? Yang sakit dulu baru yang sehat Yang sehat dulu baru yang sakit Tidak berurutan
C40. Jika unggasnya sakit apakah Bapak /Ibu melapor ? Ya Tidak, mengapa : ............................................ Jika tidak langsung ke C42 C41. Kepada siapa Bapak/Ibu biasanya melapor ? Ketua RT/RW Petugas Dinas Kader Lainnya, sebutkan : C42. Jika ada yang mati mendadak apakah Bapak /Ibu melapor ? Ya Tidak, mengapa : ............................................ Jika tidak langsung ke C44 C43. Kepada siapa Bapak/Ibu biasanya melapor ? Ketua RT/RW Petugas Dinas Kader Lainnya, sebutkan : Akses terhadap informasi dan penyuluhan C45. Apakah Bapak/Ibu pernah mendengar informasi tentang Flu Burung Sangat Sering Sering Cukup Sering Jarang Tidak Pernah C46. Dari media mana saja Bapak/Ibu mendapat informasi tentang Flu Burung ? a. Media Cetak Sangat Sering (Booklet/Poster, dll) b. Media elektronik Sangat Sering (tv, radio, dll) c. Penyuluhan Sangat Sering
Sering
Cukup Sering Jarang
Tidak pernah
Sering
Cukup Sering Jarang
Tidak pernah
Sering
Cukup Sering Jarang
Tidak pernah
d. Lainnya, Sangat Sering sebutkan………….
Sering
Cukup Sering Jarang
Tidak pernah
Jika di C46c menjawab tidak pernah lanjut ke C49 C47. Siapa yang memberi penyuluhan tersebut ? .......................................................................
C48. Materi apa yang pernah didapat ? a……………………………………………………………… b………………………………………………………………. c……………………………………………………………….
D. BIOSEKURITI Sanitasi D1. Apakah Bapak / Ibu ganti baju bersih sebelum dan setelah mengurus unggas ? Selalu Kadang – kadang Tidak pernah Jika tidak pernah, mengapa :............................................................... D2. Apakah Bapak / Ibu memakai sepatu khusus saat mengurus unggas ? Selalu Kadang – kadang Tidak pernah Jika tidak pernah, mengapa :............................................................... D3. Apakah Bapak / Ibu mencuci tangan sebelum dan setelah mengurus unggas ? Selalu Kadang – kadang Tidak pernah Jika tidak pernah, mengapa :............................................................... Jika tidak pernah langsung ke D5. D4. Dengan apa Bapak/Ibu mencuci tangan ? (Jawaban boleh lebih dari satu) Air Sabun Desinfektan D6. Kotoran unggas diapakan ? (Jawaban boleh lebih dari satu) Tidak melakukan apa – apa Mengubur Disimpan dalam karung Langsung disebar diatas tanah Diberikan sebagai pakan ikan Dibuat kompos Langsung dijual Dibakar Lainnya, sebutkan :........................ Jika dibuat kompos, ke D7, jika tidak ke D8. D7.Berapa lama Bapak / Ibu membuat kompos ? < 3 minggu ≥ 3 minggu D8. Apakah Bapak/Ibu pernah melihat tikus disekitar kandang atau rumah ? Ya Tidak
D9. Kalau ada tikus didalam dan sekitar rumah biasanya apa yang Bapak/Ibu lakukan ? (Jawaban boleh lebih dari satu) Tidak melakukan apa - apa Menggunakan perangkap Menggunakan racun Membunuh dengan tangan (menembak, memukul dengan kayu) Menggunakan anjing atau kucing D8. Apakah Bapak/Ibu pernah melihat lalat disekitar kandang atau rumah ? Ya Tidak D9. Kalau ada lalat didalam dan sekitar rumah biasanya apa yang Bapak/Ibu lakukan ? (Jawaban boleh lebih dari satu) Tidak melakukan apa - apa Menggunakan perangkap Menggunakan insektisida Membunuh dengan tangan (pemukul lalat, sapu lidi) D10. Biasanya kapan Bapak/Ibu membersihkan kandang unggas ? Setiap hari Beberapa kali dalam seminggu Seminggu sekali Sebulan sekali Tidak Tahu Tidak pernah, sebutkan :........................ D11. Bagaimana cara membersihkan kandang unggas tersebut ? Disapu Dicuci Disapu dan dicuci Jika kandang hanya disapu saja langsung ke D13. D12. Dengan apa Bapak/Ibu mencuci kandang unggas ? (Jawaban boleh lebih dari satu) Air Sabun atau detergen Desinfektan, sebutkan : …………………………………..
Isolasi D13. Apakah tikus dapat masuk kekandang unggas Bapak/Ibu ? Ya Tidak Beberapa dari kandang yang ada D14. Apakah Burung liar dapat masuk kekandang unggas Bapak/Ibu ? Ya Tidak Beberapa dari kandang yang ada
D15. Apakah ada saluran pembuangan akhir limbah ? Ya Tidak Jika tidak lanjut ke D17 D16. Jika ada dimanakah tempat pembuangan akhir limbah ? Kolam khusus limbah Sungai Parit kecil Got Saluran irigasi Lainnya : ...... D17. Apakah kandang terpisah dari rumah ? Ya, jarak : ……………………………… Tidak
Pengawasan lalu lintas D18. Apa yang Bapak /Ibu lakukan jika membeli/mendapat unggas baru ? Tidak pernah memiliki unggas baru Langsung dicampur unggas lama Dipisahkan dari unggas lama Jika dipisah lanjutkan ke D19 D19. Berapa lama unggas barunya dipisah dari unggas lama ? < 2 minggu ≥ 2 minggu D20. Apa Bapak/Ibu membatasi jumlah orang yang masuk ke tempat unggas ? Ya Tidak Jika tidak langsung ke D21 D21. Bagaimana cara Bapak/Ibu membatasinya ? Dengan mengunci pintu kandang unggas Dengan mengunci pintu pagar Memasang tanda larangan Menegur, dengan mengatakan untuk menjauhi kandang unggas Lainnya, sebutkan :………… D22. Apa yang Bapak/Ibu lakukan kalau ada tamu/pengunjung datang untuk melihat unggas ? Mengijinkan Tidak mengijinkan Jika tidak mengijinkan, langsung ke D25 D23. Apakah tamu/pengunjung tersebut mengganti sepatu sebelum kontak dengan unggas ? Selalu Kadang – kadang Tidak pernah, jelaskan mengapa :……………………………
D24. Apakah tamu/pengunjung tersebut mengganti baju sebelum kontak dengan unggas ? Selalu Kadang – kadang Tidak pernah, jelaskan mengapa :…………………………… D25. Apakah tamu/pengunjung tersebut mencelupkan sepatu/sepatu botnya kedalam desinfektan sebelum kontak dengan unggas ? Selalu Kadang – kadang Tidak pernah, jelaskan mengapa :…………………………… D26. Apakah Bapak/Ibu saling pinjam peralatan kandang dengan tetangga ? Selalu Kadang – kadang Tidak pernah D27. Jika meminjam atau peralatan kandang dikembalikan dari tetangga setelah dipinjam. Apa yang Bapak/Ibu lakukan sebelum menggunakan peralatan kandang tersebut? Membersihkan Langsung menggunakan D28. Dengan apa anda membersihkannya : (Jawaban boleh lebih dari satu) Air Sabun atau detergen Desinfektan, sebutkan
Lampiran 3 Kuisoner penelitian
KUISIONER PENELITIAN KASUS KAJIAN FAKTOR RISIKO TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA SEKTOR 4 DI PROPINSI LAMPUNG
tanggal
Tanggal
:
Nomor Kuisioner :
bulan
tahun
-- -
Waktu mulai
:
Waktu selesai :
Data Enumerator: Nama
: ________________________
No HP
:
PERNYATAAN PERSETUJUAN Nama saya :………………………. dari…………………………………………………….. Kami akan mengadakan penelitian tentang faktor risiko kejadian AI pada sektor 4 di Propinsi Lampung. Kami mengharapkan partisipasi Bapak /Ibu dalam survei ini. Informasi yang Bapak/Ibu berikan akan membantu kami dan pemerintah dalam meningkatkan usaha peningkatan unggas di daerah ini. Survei ini kira – kira membutuhkan waktu …….menit. Informasi yang Bapak /Ibu berikan dalam survei ini akan dijaga kerahasiaannya, nama dan nomor telepon Bapak/Ibu yang dicatat pada kuesioner hanya sebagai tindakan jika kami butuh untuk menghubungi Bapak/Ibu dikemudian hari dan tidak akan disertakan dalam laporan atau diserahkan kepihak lain/ketiga.
Partisipasi dalam survei ini bersifat sukarela, namun kami sangat mengharapkan Bapak/Ibu berpartisipasi karena informasi Bapak/Ibu berikan akan sangat berharga bagi keberhasilan survei ini.
Apakah Bapak/Ibu bersedia diwawancarai ? Ya Tidak
Jika tidak, mohon berikan alasannya mengapa Bapak/Ibu tidak bersedia diwawancarai : ………………………………………………………………………………………………..
A. DATA RESPONDEN A1.
Nama
A2.
Posisi dalam Rumah tangga : ____________________________________________
A3.
Alamat
:
Desa/Kelurahan
: _______________________________________
Kecamatan
: _______________________________________
Kabupaten
: _______________________________________
No. Telp./HP
: ____________________________________________
: _______________________________________
A4.
Jenis KelaminUmur : Laki-laki
A5.
Umur
Perempuan
: ________ tahun
B. KARAKTERISTIK PETERNAK B1. Apakah Anda pernah mendapatkan pendidikan formal (sekolah) ? Ya TidakSekolah (ke No.3) B2. Pendidikan formal Anda: Tidak Lulus SD SD SMP
SMA Universitas
B3. Berapa lamakah pengalaman Anda beternak ayam kampung?.................. tahun B4. Apakah beternak ayam kampungmerupakan usaha sampingan Anda? Ya Tidak Jika tidak lanjut ke B5, jika iya lanjut ke B6 B5. Apakah pekerjaan utama Anda? Pegawai negeri Petani Pegawai swasta Buruh Polisi / ABRI / Staf Militer Pengrajin Pedagang Nelayan Lain-lain, sebutkan: ……….......
B6. Apakah status kepemilikan peternakan ? milik sendiri milik orang lain
Pertanyaan yang diajukan berikut ini terkait dengan kejadian kasus Flu Burung yang pernah terjadi dari tahun 2010 – 2011. C.
MANAJEMEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN UNGGAS
Apakah Bapak/Ibu tahu jika unggas yang dimiliki pernah terkena Flu Burung ( ………………………)* ? Ya Tidak, alasan : ...................................... Jika ya lanjutkan ke pertanyaan berikut, jika tidak wawancara dihentikan. Sistem perkandangan C1. Jenis dan jumlah unggas yang dipelihara oleh Bapak/Ibu sekarang apa saja ?
Ayam (ekor)
Jumlah unggas yang ada saat ini Bebek (ekor) Entok (ekor) Unggas lainnya …….. (ekor) ………(ekor)
Jumlah
C2. Bagaimana cara pemeliharaan unggas yang Bapak/Ibu lakukan ? Dikandangkan Dalam area berpagar, tinggi pagar kurang lebih :.................................. Diumbar sepanjang hari Jika menjawab dikandangkan lanjut ke pertanyaan berikutnya jika tidak lanjut ke C10 C3. Kapan saja unggas Bapak/Ibu dikandangkan ? Setiap saat Hanya pada malam hari Selama bertelur Sebelum disembelih Sebelum dijual Saat ada wabah penyakit Lainnya, sebutkan :...................................................... C4. Apakah ada ventilasi kandang ? Ada dan cukup Ada tapi kurang Tidak ada C5. Terbuat dari apakah dinding kandang ? Kawat Plastik Bambu Kayu Lainnya, sebutkan :......
*) mohon diisi dari lembar lampiran.
C6. Terbuat dari apakah atap kandang ? Genteng Seng Rumbia Lainnya, sebutkan C7. Terbuat dari apakah lantai kandang Semen Kayu Bambu Tanah Lainnya, sebutkan :...... C8. Apakah ada hewan liar yang sering masuk kandang ? Ya Tidak C9. Jika ada hewan apa yang sering masuk kandang ? Tikus Burung liar Karnivora : anjing, kucing, musang, dll Lainnya : sebutkan : ... C10. Apakah Anda memelihara unggas lain selain ayam kampung? Ya Tidak Jika tidak langsung ke C15. C11.Apakah unggas tersebut dipisahkan dari unggas lainnya ? Ya Tidak C12. Berapa jarak antar kandang yang memisahkan unggas tersebut ? Terpisah tanpa jarak Terpisah dengan jarak <5 meter Terpisah dengan jarak >5 meter C13. Apakah pemeliharaan unggas yang sejenis dipisahkan menurut umur ? Ya Tidak C14. Apakah sistem pemeliharaan all in all out ? Ya Tidak
C15. Darimana anda memperoleh bibit ayam kampung (DOC, pullet) anda ? (Jawaban boleh lebih dari satu) Pasar ternak Pedagang eceran Koperasi Makelar Tempat pembibitan Pemberian Menetaskan sendiri Lain-lain, sebutkan: ……………. Pakan dan air minum C16. Apakah Bapak/Ibu memberikan makan kepada unggas ? Ya Tidak Jika tidak langsung ke C21. C17. Kapan saja Bapak /Ibu memberi makan unggas tersebut ? Setiap hari Beberapa kali dalam satu minggu Seminggu sekali Tidak Teratur C18. Biasanya unggas Bapak/Ibu dikasih makan apa saja ? No
Jenis Pakan
1.
Sisa makanan (rumah tangga)
Berapa sering Bapak/Ibu memberi makan ? 1 = setiap hari 2 = beberapa kali seminggu 3 = setiap minggu 4 = kurang dari sekali seminggu 5 = jika ada makanan (tidak tentu) Ya Tidak
2.
Beras
Ya Tidak
3.
4.
5.
Produk samping dari panen padi (dedak/sekam)
Ya
Pakan komersial (pakan dari pabrik/pur/pulet)
Ya
Lainnya (sebutkan)
Ya
...........................................
Tidak Tidak Tidak
C19. Apakah Bapak/Ibu menyediakan tempat makanan khusus untuk unggas ? Ya Tidak Jika tidak langsung ke C21.
C20. Kapan saja Bapak /Ibu membersihkan tempat pakan unggas tersebut ? Setiap hari Beberapa kali dalam satu minggu Seminggu sekali Sebulan sekali Kurang dari sebulan sekali Tidak pernah dibersihkan Tidak Teratur C21. Apakah Bapak/Ibu memberi air minum untuk unggasnya? Ya Tidak Jika tidak langsung ke C26. C22. Kapan saja Bapak /Ibu memberi minum unggas tersebut ? Setiap hari Beberapa kali dalam satu minggu Seminggu sekali Tidak Teratur C23. Apakah Bapak/Ibu menyediakan tempat minum khusus untuk unggas ? Ya Tidak C24. Kapan saja Bapak /Ibu membersihkan tempat minum unggas tersebut ? Setiap hari Beberapa kali dalam satu minggu Seminggu sekali Sebulan sekali Kurang dari sebulan sekali Tidak pernah dibersihkan Tidak Teratur C25. Asal air minum biasanya dari mana ? Sumur PAM Sungai Kolam Tampungan air hujan Genangan air Air Got Selokan Manajemen kesehatan unggas C26. Apakah unggas Bapak/Ibu pernah diberi obat cacing ? Ya Tidak Tidak tahu
C27. Selain obat cacing apakah unggas Bapak/Ibu pernah diberi obat lain ? (maksimum setahun sebelum terjadinya kasus) ? Ya, sebutkan :...................................................... Tidak Tidak tahu C28.Apakah unggas Bapak/Ibu pernah divitamin ? (maksimum setahun sebelum terjadinya kasus) ? Ya, sebutkan Tidak Tidak tahu C29.Apakah unggas Bapak/Ibu pernah divaksin (maksimum setahun sebelum terjadinya kasus) ? Ya Tidak Tidak tahu Jika tidak atau tidak tahu langsung ke C33 C30. Jika pernah divaksin, divaksin apa saja ? (Jawaban boleh lebih dari satu) (maksimum setahun sebelum terjadinya kasus) ? AI (Flu burung) ND (Tetelo ) IBD (Gumboro) Tidak tahu Lainnya, sebutkan :..................
C31. Untuk yang pernah divaksinasi AI (Flu burung), berapa kali dan kapan dilakukan vaksinasi tersebut? Vaksinasi Ke-
Bulan/Tahun
Yang keberapa
C32. Siapa yang biasanya melakukan vaksinasi ? (Jawaban boleh lebih dari satu) Saya sendiri Dokter hewan swasta Pegawai dinas Kader Tidak tahu Lainnya, sebutkan :.................................
C33. Apakah yang dilakukan Bapak/Ibu pada unggas sakittertular Flu Burung? Dipisahkan dari unggas sehat Tidak melakukan apa-apa Dipotong dan dimakan Dipotong dan dijual Dijual Diobati, sebutkan : ........................................................ C34. Apakah yang dilakukan Bapak/Ibu pada unggas mati tertular Flu Burung? (Jawaban boleh lebih dari satu) Membakar ayam yang mati Mengubur ayam mati Tidak melakukan apa - apa Diberikan sebagai pakan ke hewan lain (kucing, anjing, ikan) Dibuang ke tempat sampah Dipotong dan dimakan Dipotong dan dijual Diberikan ke orang lain Dibuang ke sungai C35. Siapakah yang mendiagnosa kejadian Flu Burung tersebut ? Dokter Hewan Swasta Petugas Dinas Lainnya, sebutkan : C36.Tindakan apa yang Bapak/Ibu lakukan terhadap unggas yang tersisa ? (Jawaban boleh lebih dari satu) Dibunuh semuanya kemudian dibakar atau dikubur Tidak melakukan apa-apa Dipotong dan dimakan Dijual Dipotong dan dijual Diberi obat dan vitamin, sebutkan : ........................................................ C37. Apa yang tindakan yang dilakukan pada kandang dan lingkungan setelah kasusFlu Burung? Disemprot dengan desinfektan Tidak dilakukan apa – apa.... Lainnya, sebutkan : C38. Apakah dilakukan pengosongan kandang setelah kasus Flu Burung ? Ya, berapa lama : ................................ Tidak C39. Bagaimana biasanya Bapak/Ibu mengurus apabila ada unggas yang sakit ? Yang sakit dulu baru yang sehat Yang sehat dulu baru yang sakit Tidak berurutan
C40. Jika unggasnya sakit apakah Bapak /Ibu melapor ? Ya Tidak, mengapa : ............................................ Jika tidak langsung ke C42 C41. Kepada siapa Bapak/Ibu biasanya melapor ? Ketua RT/RW Petugas Dinas Kader Lainnya, sebutkan : C42. Jika ada yang mati mendadak apakah Bapak /Ibu melapor ? Ya Tidak, mengapa : ............................................ Jika tidak langsung ke C44 C43. Kepada siapa Bapak/Ibu biasanya melapor ? Ketua RT/RW Petugas Dinas Kader Lainnya, sebutkan : Akses terhadap informasi dan penyuluhan C45. Apakah Bapak/Ibu pernah mendengar informasi tentang Flu Burung (sebelum kasus) Sangat Sering Sering Cukup Sering Jarang Tidak Pernah C46. Dari media mana saja Bapak/Ibu mendapat informasi tentang Flu Burung ? a. Media Cetak Sangat Sering (Booklet/Poster, dll) b. Media elektronik Sangat Sering (tv, radio, dll) c. Penyuluhan Sangat Sering
Sering
Cukup Sering Jarang
Tidak pernah
Sering
Cukup Sering Jarang
Tidak pernah
Sering
Cukup Sering Jarang
Tidak pernah
d. Lainnya, Sangat Sering sebutkan………….
Sering
Cukup Sering Jarang
Tidak pernah
Jika di C46c menjawab tidak pernah lanjut ke C49 C47. Siapa yang memberi penyuluhan tersebut ? .......................................................................
C48. Materi apa yang pernah didapat ? a……………………………………………………………… b………………………………………………………………. c……………………………………………………………….
C49. Setelah kasus Flu Burung terjadi ditempat Bapak/Ibu, apakah pernah mendapat penyuluhan tentang Flu Burung ? Ya Tidak Jika tidak lanjut ke D C50. Siapa yang memberi penyuluhan tersebut ? .......................................................................
C51. Materi apa yang pernah didapat ? a……………………………………………………………… b………………………………………………………………. c……………………………………………………………….
D. BIOSEKURITI Sanitasi D1. Apakah Bapak / Ibu ganti baju bersih sebelum dan setelah mengurus unggas ? Selalu Kadang – kadang Tidak pernah Jika tidak pernah, mengapa :............................................................... D2. Apakah Bapak / Ibu memakai sepatu khusus saat mengurus unggas ? Selalu Kadang – kadang Tidak pernah Jika tidak pernah, mengapa :............................................................... D3. Apakah Bapak / Ibu mencuci tangan sebelum dan setelah mengurus unggas ? Selalu Kadang – kadang Tidak pernah Jika tidak pernah, mengapa :............................................................... Jika tidak pernah langsung ke D5. D4. Dengan apa Bapak/Ibu mencuci tangan ? (Jawaban boleh lebih dari satu) Air Sabun Desinfektan
D6. Kotoran unggas diapakan ? (Jawaban boleh lebih dari satu) Tidak melakukan apa – apa Mengubur Disimpan dalam karung Langsung disebar diatas tanah Diberikan sebagai pakan ikan Dibuat kompos Langsung dijual Dibakar Lainnya, sebutkan :........................ Jika dibuat kompos, ke D7, jika tidak ke D8. D7.Berapa lama Bapak / Ibu membuat kompos ? < 3 minggu ≥ 3 minggu D8. Apakah Bapak/Ibu pernah melihat tikus disekitar kandang atau rumah ? Ya Tidak D9. Kalau ada tikus didalam dan sekitar rumah biasanya apa yang Bapak/Ibu lakukan ? (Jawaban boleh lebih dari satu) Tidak melakukan apa - apa Menggunakan perangkap Menggunakan racun Membunuh dengan tangan (menembak, memukul dengan kayu) Menggunakan anjing atau kucing D8. Apakah Bapak/Ibu pernah melihat lalat disekitar kandang atau rumah ? Ya Tidak D9. Kalau ada lalat didalam dan sekitar rumah biasanya apa yang Bapak/Ibu lakukan ? (Jawaban boleh lebih dari satu) Tidak melakukan apa - apa Menggunakan perangkap Menggunakan insektisida Membunuh dengan tangan (pemukul lalat, sapu lidi) D10. Biasanya kapan Bapak/Ibu membersihkan kandang unggas ? Setiap hari Beberapa kali dalam seminggu Seminggu sekali Sebulan sekali Tidak Tahu Tidak pernah, sebutkan :........................
D11. Bagaimana cara membersihkan kandang unggas tersebut ? Disapu Dicuci Disapu dan dicuci Jika kandang hanya disapu saja langsung ke D13. D12. Dengan apa Bapak/Ibu mencuci kandang unggas ? (Jawaban boleh lebih dari satu) Air Sabun atau detergen Desinfektan, sebutkan : ………………………………….. Isolasi D13. Apakah tikus dapat masuk kekandang unggas Bapak/Ibu ? Ya Tidak Beberapa dari kandang yang ada D14. Apakah Burung liar dapat masuk kekandang unggas Bapak/Ibu ? Ya Tidak Beberapa dari kandang yang ada D15. Apakah ada saluran pembuangan akhir limbah ? Ya Tidak Jika tidak lanjut ke D17 D16. Jika ada dimanakah tempat pembuangan akhir limbah ? Kolam khusus limbah Sungai Parit kecil Got Saluran irigasi Lainnya : ...... D17. Apakah kandang terpisah dari rumah ? Ya, jarak : ……………………………… Tidak Pengawasan lalu lintas D18. Apa yang Bapak /Ibu lakukan jika membeli/mendapat unggas baru ? Tidak pernah memiliki unggas baru Langsung dicampur unggas lama Dipisahkan dari unggas lama Jika dipisah lanjutkan ke D19 D19. Berapa lama unggas barunya dipisah dari unggas lama ? < 2 minggu ≥ 2 minggu
D20. Apa Bapak/Ibu membatasi jumlah orang yang masuk ke tempat unggas ? Ya Tidak Jika tidak langsung ke D21 D21. Bagaimana cara Bapak/Ibu membatasinya ? Dengan mengunci pintu kandang unggas Dengan mengunci pintu pagar Memasang tanda larangan Menegur, dengan mengatakan untuk menjauhi kandang unggas Lainnya, sebutkan :………… D22. Apa yang Bapak/Ibu lakukan kalau ada tamu/pengunjung datang untuk melihat unggas ? Mengijinkan Tidak mengijinkan Jika tidak mengijinkan, langsung ke D25 D23. Apakah tamu/pengunjung tersebut mengganti sepatu sebelum kontak dengan unggas ? Selalu Kadang – kadang Tidak pernah, jelaskan mengapa :…………………………… D24. Apakah tamu/pengunjung tersebut mengganti baju sebelum kontak dengan unggas ? Selalu Kadang – kadang Tidak pernah, jelaskan mengapa :…………………………… D25. Apakah tamu/pengunjung tersebut mencelupkan sepatu/sepatu botnya kedalam desinfektan sebelum kontak dengan unggas ? Selalu Kadang – kadang Tidak pernah, jelaskan mengapa :…………………………… D26. Apakah Bapak/Ibu saling pinjam peralatan kandang dengan tetangga ? Selalu Kadang – kadang Tidak pernah D27. Jika meminjam atau peralatan kandang dikembalikan dari tetangga setelah dipinjam. Apa yang Bapak/Ibu lakukan sebelum menggunakan peralatan kandang tersebut? Membersihkan Langsung menggunakan D28. Dengan apa anda membersihkannya : (Jawaban boleh lebih dari satu) Air Sabun atau detergen Desinfektan, sebutkan :
KUISIONER SIKAP PETERNAK Untuk mengetahui sikap peternak terkait kejadian Flu Burung dimohon untuk membaca pernyataan dengan teliti. Setelah itu silakan memberi tanda check (V) pada salah satu kolom jawaban yang sesuai dengan pendapat dan sikap saudara : No. 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7.
8. 9. 10. 11.
12. 13.
14. 15. 16.
17.
Pernyataan Menurut saya pakan yang diberikan dalam jumah yang cukup dan berkualitas baik membuat ternak sehat dan tidak mudah sakit Saya yakin yang dapat diserang flu burung hanya ayam Menurut saya vaksinasi hanya perlu dilakukan pada unggas sehat Saya percaya unggas tidak perlu diberi makan dan minum karena dapat mencari sendiri Menurut saya kebersihan peternakan perlu dijaga agar terhindar dari Flu Burung Saya yakin halaman peternakan yang kotor dapat menjadi sumber penularan Flu Burung Menurut saya kotoran dan sisa pakan harus dikumpulkan lalu dibakar atau dapat juga dimasukkan karung dan diolah menjadi pupuk Menurut saya kandang dan sekitarnya harus dibersihkan Unggas yang baru mati boleh dibuang kesungai Jika unggas sakit boleh dijual atau disembelih untuk dimasak saja Saya yakin Flu Burung tidak mungkin menular pada manusia sehingga boleh kandang dekat rumah atau menempel dirumah Ternak unggas sebaiknya dikandangkan dan tidak dibiarkan bebas Saya yakin memelihara macam – macam ternak (ayam, bebek, dll) dalam satu kandang boleh Menurut saya peternakan tidak perlu saluran dan tempat pembuangan limbah Saya percaya unggas yang diumbar/dilepas tidak dapat menularkan pada unggas yang lain Menurut saya setiap peternak harus memiliki peralatan kandang sendiri dan sebaiknya tidak meminjam dari tetangga peternak lainnya Jika ada unggas yang sakit harus dipisahkan kandangnya
Tidak Setuju
Raguragu
Setuju
No.
Pernyataan
18.
Setiap orang yang datang kekandang (anggota keluarga, tetangga, pedagang, petugas dan lainnya) dapat keluar masuk dengan tidak cuci tangan, kaki atau sendal atau sepatu. Menurut saya unggas yang baru dibeli atau pemberian dapat langsung dimasukkan kandang dan disatukan dengan yang Unggas lain Saya yakin setiap orang yang datang ke peternakan (kandang unggas) kita dapat menularkan flu burung melalui baju atau sendalnya
19.
20.
Tidak Setuju
Raguragu
Setuju
KUESIONER PENGETAHUAN PETERNAK Beri tanda silang pada jawaban yang anda anggap benar ? 1.
Hewan berikut dapat terserang Flu Burung, kecuali : a. Burung puyuh b. Ayam c. Bebek d. Sapi
2.
Penyebab penyakit flu burung adalah : a. Virus Influenza A b. Bakteri c. Perubahan cuaca d. Pakan yang tidak sehat
3.
Vaksinasi flu burung sebaiknya dilakukan pada unggas yang : a. Sehat b. Sakit c. Dipelihara dikandang saja d. Diliarkan
4.
Virus flu burung dapat menular dari : a. Unggas ke unggas saja b. Burung, bebek dan ayam c. Unggas ke unggas dan unggas ke manusia d. Udara
5.
Unggas diduga terkena flu burung, jika : (jawaban boleh lebih dari satu) a. Mati mendadak b. Batuk dan ngorok c. jengger, kepala dan pial kebiruan d. produksi telur menurun
6.
Untuk mencegah terjadinya flu burung, kotoran dan sisa pakan sebaiknya: a. Disapu b. Dibuang keselokan c. Diolah menjadi pupuk d. Disebar disekitar kandang
7.
Agar virus flu burung mati, jangka waktu pembuatan kompos dari kotoran dan sisa pakan unggas, yaitu : a. Langsung dapat digunakan b. ≤ 1 minggu c. ≥ 3 minggu d. 1-2 minggu
8.
Unggas yang mati mendadak sebaiknya : a. Dibuang kesungai b. Dibakar dan dikubur c. Dibuang ketempat sampah d. Sebagai pakan ikan
9.
Tindakan pada unggas yang sakit, sebaiknya : a. Dijual b. Dipotong c. Dibuang ke sungai d. Dipisahkan dari yang sehat
10.
Cara mengandangkan unggas yang baik adalah: a. Jika ada wabah saja b. Saat bertelur c. Dikandangkan terus menerus d. Kalau malam saja
11.
Untuk mencegah penularan flu burung, jika membeli unggas baru sebaiknya : a. Langsung dicampur dengan unggas lama b. Dikandangkan terpisah dari unggas yang lama selama minimal 1 minggu c. Diliarkan d. Dikandangkan terpisah dari unggas yang lama selama minimal 1 hari
12.
Jika memelihara macam - macam unggas, sebaiknya : a. Dipelihara dalam satu kandang b. Dipisah – pisah berdasarkan spesies (jenis) c. Dicampur tidak masalah asalkan diarea berpagar. d. Cukup induknya saja yang dikandangkan
13.
Agar tidak tertular flu burung, setelah selesai menangani atau merawat unggas peliharaan, sebaiknya mencuci tangan dengan : a. Air saja b. Sabun dan dibilas dengan air c. Tidak perlu cuci tangan d. Cukup dilap saja
14.
Jarak antara kandang unggas dan rumah yang baik, adalah : a. Tanpa jarak b. Minimal 25 m c. Asalkan terpisah tidak masalah d. Minimal 10 m
15.
Sumber air minum untuk unggas sebaiknya berasal dari : a. Sumur b. Selokan c. Sungai d. Tidak perlu diberi minum
Lampiran 2 Hasil analisis multivariat
HASIL ANALISIS MULTIVARIAT Logistic Regression Case Processing Summary a
Unweighted Cases Selected Cases
N
Percent
Included in Analysis
110
Missing Cases Total
10
8.3
120
100.0
0
.0
120
100.0
Unselected Cases Total
91.7
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
negatif positif
0 1 Categorical Variables Codings Parameter coding Frequency
saluran pembuangan limbah diarea berpagar Tikus bibit (pasar ternak) dbakar cat penanganan feses pemeliharaan kategorik
(1)
tidak
96
1.000
ya tidak ya tidak ya tidak ya lainnya dibakar/dikubur tidak ya umbar/kombinasi umbar
14 57 53 81 29 59 51 55 55 78 32 65
.000 1.000 .000 .000 1.000 .000 1.000 .000 1.000 1.000 .000 1.000
kandang terus menerus
45
.000
Block 0: Beginning Block a,b
Classification Table
Predicted status penyakit Observed Step 0
status penyakit
negatif
Percentage Correct
positif
negatif
0
55
.0
positif
0
55
100.0
Overall Percentage
50.0
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500 Variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E. .000
.191
Wald .000
df
Sig. 1
1.000
Exp(B) 1.000
Variables not in the Equation Score Step 0
Variables
df
Sig.
pem_cat(1)
16.585
1
.000
Cpagar(1)
10.523
1
.001
tikus(1)
2.295
1
.130
bibit(1)
8.225
1
.004
dibakar_cat(1)
2.945
1
.086
Feses (1)
2.821
1
.093
Saluran limbah (1)
2.946
1
.086
37.071
7
.000
Overall Statistics
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
44.699
7
.000
Block
44.699
7
.000
Model
44.699
7
.000
Model Summary Step
Cox & Snell R Square
-2 Log likelihood a
1
107.794
Nagelkerke R Square
.334
.445
a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
a
Classification Table
Predicted status penyakit Observed Step 1
status penyakit
negatif
Percentage Correct
positif
Negatif
37
18
67.3
Positif
13
42
76.4
Overall Percentage
71.8
a. The cut value is .500
Variables in the Equation 95.0% C.I.for EXP(B) B a
Step 1
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
pem_cat(1)
2.190
.583
14.112
1
.000
8.938
2.851 28.024
Cpagar(1)
1.855 13.620
1.615
.509
10.082
1
.001
5.027
tikus(1)
.790
.556
2.019
1
.155
2.203
bibit(1)
1.645
.539
9.305
1
.002
5.183
dibakar_cat(1)
.058
.511
.013
1
.910
1.060
.389
2.883
Feses(1)
.202
.573
.124
1
.724
1.224
.398
3.762
1.202
.760
2.505
1
.114
3.328
.751 14.756
-4.404
1.207
13.314
1
.000
.012
Sal. limbah(1) Constant
a. Variable(s) entered on step 1: pem_cat, Cpagar, tikus, bibit, dibakar_cat, D5, D18.
.741
6.550
1.801 14.916