DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
POLA FREKUENSI DASAR SUARA PENYIAR RADIO INDONESIA Yohanes Suyanto1 dan Agus Harjoko2 Elins Fisika FMIPA, UGM, Sekip Utara, Yogyakarta e-mail: 1)
[email protected], 2)
[email protected] Abstrak Telah dilakukan pencarian pola frekuensi dasar suara beberapa penyiar berita radio di Indonesia. Dengan mengetahui pola frekuensi dasar suara penyiar maka diharapkan dapat dibuat sintesis ucapan yang menyerupai suara penyiar radio tersebut. Pencarian frekuensi dasar dilakukan dengan metode Moving Average and Band-limitation in Cepstrum (MABC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi dasar suara penyiar radio yang diteliti berada diantara 100 Hz sampai dengan 300 Hz. Frekuensi dasar pada awal kalimat rata-rata 139 Hz, kemudian cenderung datar dan sesaat sebelum akhir kalimat frekuensi dasarnya naik lebih tajam tetapi pada akhir kalimat frekuensi dasarnya turun. Kata kunci: sintesis ucapan, frekuensi dasar, MABC, suara penyiar, cepstrum. 1. PENDAHULUAN Dalam sintesis ucapan, pola frekuensi dasar ucapan sangat menentukan intonasi ucapan. Frekuensi dasar atau frekuensi fundamental (fundamental frequency) merupakan salah satu ciri yang menentukan suara ucapan selain timbre atau warna suara. Frekuensi dasar menentukan tinggi rendah nada (pitch) sedangkan timbre menentukan karakter suara, yang membedakan suara seorang dengan yang lain. Dalam sintesis ucapanyang menggunakan metode penggandengan suara rekaman, maka timbre ditentukan oleh suara orang saat direkam. Namun tinggi rendah nada (pitch) atau frekuensi dasar dapat ditentukan saat dilakukan sintesis ucapan. Penentuan frekuensi dasar terjadi pada proses pembuatan prosodi yang meliputi penentuan frekuensi dasar fonem dan durasi fonem. Agar pola frekuensi dasar hasil sintesis ucapan dapat menyerupai pola frekuensi dasar maka perlu diketahui pola frekuensi dasar dari suara ucapan yang sudah ada. Suarau ucapan penyiar radio terdengar enak ditelinga. Pola frekuensi dasar ucapan penyiar radio yang diperoleh dapat diterapkan pada sintesis ucapan. Syrdal dan Steele (1985) menyatakan bahwa nilai f0 (frekuensi fundamental atau first formant) dan pitch adalah dua hal yang identik. Pengubahan nilai salah satunya akan mengubah juga nilai lainnya. Dalam bidang konversi suara (voice conversion), yaitu sistem pengubahan suara ucapan menjadi suara ucapan tujuan, satu model yang menarik dalam estimasi nilai pitch adalah Harmonic plus Noise Model (HNM) (Stylianou, 1996). Dari suara masukan, model ini akan memecah spektrumnya menjadi dua bagian yang dibatasi oleh nilai yang disebut frekuensi suara maksimum. Spektrum bagian bawah kira-kira akan sama dengan jumlah gelombang sinus harmonisnya sedang bagian atas adalah seperti model derau Gauss. Dari informasi envelope spektrum dapat diperoleh nilai estimasi dari pitch. Metode yang digunakan disebut Gaussian Mixture Model (GMM) (En-Najjary dkk, 2003). Pada awalnya parameter model dihitung dengan perkiraan rata-rata algoritme EM. Setelah itu dilakukan proses regresi yang menghasilkan prediksi pitch dari koefisien envelope spektrum. Dengan cara ini didapat ralat standar deviasinya sebesar 4.2 Hz. Untuk suara yang tercampur derau telah dilakukan penelitian pencarian frekuensi fundamental oleh (Bo˘ril and Poll´ak, 2004). Penelitian ini menggunakan algoritme DFE (direct time domain fundamental frequency estimation) yang dikenakan pada sinyal bersuara maupun sinyal tak bersuara. Di bandingkan dengan Praat hasilnya lebih baik untuk sinyal suara yang jernih dan sinyal suarayang ditambahi derau sampai dengan nilai
1
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
SNR mencapai 10 dB. Salah satu proses sampling yang sering digunakan adalah Metode Cepstrum. Namun dalam metode ini masih ada masalah seperti tidak teraturnya nilai pada domain frequency tinggi. Proses sampling dengan cara Moving Average and Band limitation in Cepstrum method (MABC) menjadi salah satu alternatif untuk memperbaiki masalah tersebut (Fryantoni,2002b). Algoritme dari proses pengambilan sampel frekuensi fundamental dengan menggunakan MABC, ditunjukkan pada Gambar 1. Pertama-tama dilakukan proses time window dan diferensial orde pertama. Lalu, dengan menggunakan transformasi fourier dapat ditentukan inverse power spectral.
Gambar 1: Algoritme proses pengambilan sampel frekuensi fundamental dengan metode MABC Apabila dibandingkan dengan Metode Cepstrum, yang masih banyak mengandung bagian fonem pada inverse spectral, sehingga berpengaruh pada proses pengambilan sampel frekuensi fundamental rendah, serta terlihatnya ketidakteraturan periode pada domain frekuensi tinggi, yang berpengaruh dalam proses pengambilan sampel frekuensi fundamental, maka pada algoritme ini, untuk menghilangkannya digunakan diferensial spektral dan inverse power spectral yang telah dioptimalkan dengan Moving Average sebesar lebar L dan log power spectral. Dengan melakukan penghilangan bagian fonem dengan diferensial, dapat mengurangi pengaruh dari waktu proses pembatasan kontrol bandwidth. Dengan invers transformasi fourier pada diferensial log power spectral, dapat ditentukan cepstrum, dan dari salah satu bagian frekuensi tinggi pada cepstrum yang didapat, kita tentukan puncaknya(peak), guna menghitungfrekuensi fundamental. Salah satu aplikasi dari pengambilan sampel frekuensi fundamental dengan metode MABC adalah penentuan batas kata pada pengucapan berurutan. Dari hasil diferensial orde pertama terhadap pola, dapat ditentukan posisi lembah pola sebagai kandidat batas kata (Fryantoni, 2002a). Algoritme penentuan batas kata ditunjukkan pada Gambar 2. Pertama, ditentukan bagian unvoiced sound dengan menggunakan jumlah
2
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
zero cross dan speech power. Lalu, interpolasi pada frekuensi fundamental bagian unvoiced sound, dan membuat pola interpolasi frekuensi fundamental yang berurutan. Dari pola ini, dilakukan diferensial orde pertama, untuk menentukan kandidat dari posisi yang diduga sebagai batas kata. Kemudian, dari hasil penentuan bagian unvoiced sound, dilakukan penghapusan kesalahan batas kata unvoiced sound dari penentuan kandidat batas kata dengan diferensial orde pertama. Batas kata yang benar dapat ditentukan dari nilai peak hasil diferensial orde pertama pada kandidat yang dianggap batas kata sebenarnya.
Gambar 2: Diagram cara penentuan batas kata 2. PEMBAHASAN Penelitian dilakukan dengan pertama kali mengumpulkan sampel suara penyiar radio di Indonesia. Setelah itu dilakukan pemenggalan batas kata pada masing-masing sampel. Dari setiap kata penggalan itu dilakukan pencarian frekuensi fundamental. Dicermati frekuensi fundamental untuk kata-kata di awal, di tengah, dan di akhir kalimat. Demikian pula akan diamati masing-masing suku kata dalam setiap kata apakah memang sesuai dengan hasil penelitian bahwa suku kata sebelum suku kata terakhir nilai frekuensi fundamentalnya naik (Laksman, 1995). Bagan alir penelitian terlihat pada Gambar 3. Sampel suara penyiar berita didapat dari siaran streaming dari beberapa stasiun radio yang menyediakannya. Salah satu data suara yaitu kalimat05.wav didapat dari berita perihal seleksi DPD. Isi data ini adalah suara “Ia berjanji akan tetap mengawal agar kandidat bermasalah tidak lolos dalam seleksi di DPD.”. Data tersebut mempunyai pola spektrum dengan puncak di frekuensi 125 Hz dengan level -1.6 dB dan 250 Hz dengan level -2.2 dB. Untuk kalimat yang lain pola spektrumnya mirip dengan pola spektrum untuk kalimat05.wav. Dengan demikian data frekuensi puncak dapat diperkiraan berada di antara 100 Hz sampai dengan 300 Hz. Nilai ini sangat sesuai dengan frekuensi suara percakapan. Lihat Gambar 4.
3
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Gambar 3: Bagan alir penelitian Jika dilihat autokorelasi spektrumnya, seperti pada Gambar 5, terlihat bahwa puncaknya terjadi pada frekuensi 134 Hz. Dengan demikian jelas teramati bahwa spektrum untuk kalimat05.wav puncaknya memang di 134 Hz. Untuk data yang lain hasilnya tidak begitu berbeda. 0 -2 -4
Level (db)
-6 -8 -10 -12 -14 -16 750
719
688
656
625
594
563
531
500
469
438
406
375
344
313
281
250
219
188
156
94
125
63
31
-18
Frekuensi (Hz)
Gambar 4: Spektrum frekuensi 'kalimat05.wav' Data suara kalimat05.wav kemudian dikenai proses pencarian frekuensi dasar menggunakan metode MABC. Ternyata dari hasilnya terlihat bahwa nilai frekuensi dasar f0 tidak selalu berada pada rentang 100 Hz sampai dengan 300 Hz tetapi bisa mencapai 500 Hz. Ini terjadi karena yang tertangkap dari metode ini bisa f0 dan juga frekuensi harmonisnya. Oleh karena itu jika nilai hasil frekuensi dasar berada di luar rentang nilai 100 Hz sampai dengan 300 Hz, maka dilakukan proses penormalan sehingga hasilnya berada di rentang tersebut. Penormalan dilakukan dengan aturan 1. jika hasil > 300 Hz maka f0 = hasil/2 2. jika hasil < 100 Hz maka f0 = 2*hasil Aturan tersebut diterapkan dengan asumsi bahwa frekuensi harmonis adalah kelipatan bulat dari frekuensi dasarnya. Hasil f0 untuk kalimat05.wav setelah proses penormalan terlihat pada Gambar 6. Garis putus-putus menunjukkan grafik untuk data kasar sedang garis penuh menunjukkan grafik untuk data yang sudah diperhalus. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pola f0 untuk kalimat05.wav dari frekuensi tinggi kemudian merendah landai setelah itu cenderung datar. Pada saat mendekati akhir kalimat f0 meninggi lagi dan akhirnya turun dengan curam sampai frekuensi terrendah. 16 14
10 8 6 4 2
Frekuensi (Hz)
101
103
105
107
110
112
114
117
119
122
125
128
4
131
134
138
142
145
150
154
158
163
168
174
180
186
193
0 200
Autokorelasi
12
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Gambar 5: Autokorelasi spektrum kalimat05.wav 300
250
200
150
100
50
0 ia
ber
jan
ji
a
kan
tet
tap
me
nga
wal
a
gar
kan
di
dat
ber
ma
sa
lah
ti
dak
lo
los
da
lam
se
lek
si
di
d
p
d
Gambar 6: Nilai f0 untuk suku kata dalam kalimat05.wav Namun untuk data lain gambar yang didapat ternyata mempunyai pola yang berbeda. Untuk kalimat “Roy Salam anggota koalisi dari Indonesia budget center menekankan dengan kualitas kandidat seperti ini seharusnya proses seleksi awal yang dilakukan DPD tidak perlu dilanjutkan.”, pola f0 diawali dengan nilai rendah kemudian naik landai dan mendatar sampai menjelang akhir kalimat. Akhir kalimat mempunyai nilai f0 yang tinggi. Jadi pola ini berlawanan dengan kalimat05.wav. Namun setelah diamati data yang lain ternyata frekuensi fundamental (f0) di awal kalimat mempunyai rata-rata 139 Hz kemudian cenderung datar dan pada saat menjelang akhir kalimat frekuensi fundamental naik kemudian turun tajam pada akhir kalimat. Hasil akhir pola frekuensi fundamental (f0) suku kata nantinya akan dijadikan pedoman dalam proses sintesis ucapan Bahasa Indonesia. Untuk proses sintesis ucapan ini diperlukan juga durasi masing-masing suku kata. Namun demikian durasi ini diharapkan dapat diperoleh dengan mengamati grafik gelombang suara melalui aplikasi pengolah suara. Di kesempatan lain perlu dicoba untuk suara pembawa acara di radio atau televisi agar diketahui lebih banyak lagi pola-pola suara yang biasa di dengar publik. 3. KESIMPULAN Frekuensi fundamental f0 untuk suara penyiar radio yang diteliti berada diantara 100 Hz sampai dengan 300 Hz. Dengan menggunakan grafik spektrum dapat diamati frekuensi dengan level paling tinggi atau puncak. Grafik autokorelasi frekuensi mempertegas nilai frekuensi puncak. Suara penyiar berita yang diteliti mempunyai pola f0 di awal kalimat rata-rata 139 Hz kemudian cenderung datar dan pada saat menjelang akhir kalimat nilai f0 naik kemudian turun tajam pada akhir kalimat. DAFTAR PUSTAKA 1. Boil, H dan Pollák, P, 2004, Direct time domain fundamental frequency estimation of speech in noisy conditions. XII. European Signal Processing Conference (EUSIPCO 2004), Vienna, Austria. 2. En-Najjary, T, Rosec, O, dan Chonavel, T, 2003, A new method for pitch prediction from spectral envelope and its application in voice conversion. Eurospeech 2003, Geneva. 3. Fryantoni, D, 2002a, Penentuan Batas Kata pada Pengucapan Berurutan. 4. Fryantoni, D, 2002b, Proses Sampling Fundamental Frequency dengan MABC. 5. Joho, D, Bennewitz, M, dan Behnke, S, 2007, Pitch Estimation using Models of Voiced Speech on Three Levels. Proceedings of 32nd International Conference on Acoustics, Speech, and Signal Processing (ICASSP), pages 1077–1080, Honululu, Hawai'i. 6. Laksman, M, 1995, Realisasi Tekanan Kata dalam Bahasa Indonesia. PELLBA 8, pages 179-215. Lembaga Bahasa Unika Atmajaya, Jakarta. 7. Roa, S, Bennewitz, M, dan Behnke, S, 2007, Fundamental frequency estimation based on pitch-scaled harmonic filtering. Proceedings of 32nd International Conference on Acoustics, Speech, and Signal Processing (ICASSP), pages 397-
5
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
400, Honululu, Hawai'i. 8. Stylianou, Y, 1996, Harmonic plus Noise Model for speech, combined with statistical methods, for speech and speaker modification. PhD thesis, Ecole Nationale Supérieure des Telecommunications, Paris, France. 9. Syrdal, A. K dan Steele, S. A, 1985, Vowel F1 have has function of announcer fundamental frequency. 110th Meeting of JASA, flight. 78. Penulis 1. Yohanes Suyanto, lulusan S1 Fisika UGM dan S2 Ilmu Komputer UI, bekerja sebagai dosen di Program Studi Elekronika dan Instrumentasi UGM. 2. Agus Harjoko, lulusan S1 Fisika UGM, mendapat gelar M.Sc. dan Ph.D dari University of New Brunswick Canada di bidang Ilmu Komputer, bekerja sebagai dosen di Program Studi Elekronika dan Instrumentasi UGM.
6
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
SISTEM PENGUKURAN LEBAR CORTICAL BONE BERBASIS ACTIVE SHAPE MODEL PADA CITRA PANORAMA GIGI Agus Zainal Arifin, Gede Wirya Wardhana, Dini Adni Navastara, Hudan Studiawan Laboratorium Vision and Image Processing, Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya, 60111 Email :
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Informasi perubahan morfologi pada citra dental panorama gigi sangat dibutuhkan untuk mendeteksi berbagai penyakit, diantaranya osteoporosis. Salah satu bagian yang cukup sulit untuk diukur secara otomatis adalah lebar cortical bone, sebab tidak meratanya iluminasi dan gangguan noise pada citra. Paper ini mengusulkan suatu sistem baru yang mampu secara otomatis mengukur lebar cortical bone dengan menggunakan metode berbasis ASM. Pengukuran dilakukan pada boundary hasil fitting antara model statistik yang dihasilkan oleh metode ASM dengan objek dalam citra. Dalam paper ini juga dibahas berapa jumlah optimal dari titik-titik sampel untuk membentuk suatu shape dari objek cortical bone. Dalam ujicoba terhadap 100 citra panorama gigi diperoleh jumlah titik yang optimal dalam training set adalah 50 titik. Korelasi antara hasil pengukuran sistem ini dengan hasil pengukuran secara manual sebesar 90 %. Keyword: Active Shape Model (ASM), Pengukuran Lebar Cortical Bone, Citra Panorama Gigi. 1. PENDAHULUAN Pengukuran lebar cortical bone sangat berguna untuk diagnosa penyakit terutama penyakit yang berhubungan dengan kerapuhan tulang. Pengukuran yang dilakukan secara umum adalah pengukuran secara manual. Pengukuran lebar cortical bone secara manual sangat rentan terhadap intra observer dan inter observer error (Arifin, 2006). Error yang dimaksud adalah perbedaan hasil pengukuran oleh seseorang dapat berbeda dengan orang yang lain. Demikian pula hasil pengukuran seseorang pada saat yang berbeda, sangat mungkin berbeda juga. Hal ini secara manusiawi disebabkan persepsi dari seseorang terhadap tepi suatu citra dapat berubah setiap saat. Ketidak – konsistenan tersebut sangat berkaitan dengan situasi dan kondisi dari observer pada saat pengukuran yang menyebabkan pengukuran lebar cortical bone tersebut berbeda-beda. Di sisi lain, kebutuhan untuk menganalisa perubahan morfologi pada citra dental panorama gigi sangat dibutuhkan untuk membantu pada dokter mendiagnosa berbagai penyakit, termasuk diantaranya osteoporosis. Agus (Arifin, 2006) dan Devlin (Devlin, 2007) telah membuat suatu sistem semi otomatis yang cukup efektif mengukur lebar cortical bone. Namun demikian pengukuran secara otomatis penuh dan tidak bergantung kepada user sangat dibutuhkan guna mengatasi kekurangan-kekurangan pada pengukuran cortical bone secara manual. Paper ini mengusulkan suatu sistem yang mampu secara otomatis mengukur lebar cortical bone dengan menggunakan metode berbasis Active Shape Models (ASM). Metode ini menitikberatkan pada penggunaan titik-titik pada tepi objek citra yang akan diukur lebarnya. Titik-titik tersebut akan mengalami proses penyesuaian bentuk atau proses aligning shape yang bertujuan untuk mengurangi variasi jarak antar titik dalam shape. Kumpulan shape yang mengalami proses aligning ini akan dicari model statistiknya yang mana nantinya model inilah yang digunakan untuk mencari tepi dari
7
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
objek cortical bone. Jumlah titik sample atau yang disebut landmark point sangat menentukan tingkat akurasi pengukuran. Karena itu, riset ini juga berusaha memberikan rekomendasi jumlah titik yang paling optimal dalam mengukur cortical bone. 2. Active Shape Model (ASM) Active Shape Model adalah suatu metode berbasis komputer yang digunakan untuk mencari suatu batas objek dalam suatu citra (Cootes, 1995). ASM sebenarnya menggunakan informasi yang nyata atau informasi yang sesungguhnya tentang bentuk objek yang dicari. Dalam ASM, pada setiap objek atau struktur citra direpresentasikan dengan suatu kumpulan titik-titik. Setiap titik ditempatkan dengan cara yang sama pada setiap training set pada objek dalam citra, dan ini diselesaikan secara manual. Kumpulan titik-titik ini disejajarkan atau diatur secara otomatis untuk meminimalkan variasi jarak dari posisi diantara titik-titik yang ekuivalen. Dengan meguji secara statistik dari posisi titik yang telah dilabeli maka didapatkan suatu Point Distribution Model (PDM). Model ini menunjukkan rata-rata posisi dari titik-titik tersebut, dan memiliki suatu parameter jumlah yang berfungsi untuk mengontrol suatu mode of variations yang ditemukan pada training set. ASM adalah suatu model statistik yang menjelaskan “seperti apa bentuk obyek tersebut” dalam artian shape (Smith, 1998). ASM dibuat melalui training citra sampel yang batas-batas dari objek dalam image tersebut telah disusun oleh user. Setelah citra mengalami proses training, ASM akan dapat digunakan untuk menempatkan model ke dalam objek yang terdapat dalam citra yang baru dengan mencocokkan modelnya, yang menjabarkan perkiraan shape dan appearance dari citra baru tersebut. ASM memiliki suatu keuntungan yang sangat penting dibandingkan dengan metode lain untuk menempatkan suatu object dalam image karena ASM secara spesifik mangacu pada objek untuk mendapatkan variasi dari objek tersebut melalui suatu training. ASM terdiri atas dua komponen terpisah yang memaparkan shape dari suatu objek. Shape objek dijelaskan dengan mean dari Point Distribution Model (PDM), dimana PDM tersebut dihasilkan melalui analisa statistik dari object shape yang telah diproses melalui proses training. Kontur dalam dari tiap training images dijelaskan sebagai suatu kumpulan landmark point berjumlah n yang secara manual ditandai oleh pengguna. Setiap kontur dapat digambarkan sebagai suatu vektor x (x=[x1,y1,x2,y2,….xn,yn]) dimana (xi,yi) adalah posisi landmark point ke-i dalam kontur tersebut. Kontur training akan dilakukan suatu penyesuaian atau aligned dengan melakukan scaling, rotation dan translation. Kemudian, untuk menjelaskan inti dari cara ini dalam rangka merubah bentuk dari shape, Principal Component Analysis (PCA) akan diterapkan dengan menggunakan deviasi dari setiap vektor dalam training shape dari main shape vektor x . PDM merepresentasikan shape dalam bentuk mean shape dan kumpulan mode of variation linear yang menggambarkan satu variasi dari training images.
Gambar 1. Desain sistem pengukuran lebar cortical bone berbasis ASM. 2.1. Pelabelan Training set Pelabelan model suatu shape sangat penting. Setiap titik merepresentasikan sebagian atau keseluruhan dari objek dalam image. Metode ini bekerja dengan melihat kecenderungan bahwa tiap titik atau point yang telah diisikan bergerak bersama-sama dalam shape yang berubah-ubah. Jika pelabelan tidak benar dengan penempatan
8
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
sebagian titik pada training shape, maka metode ini akan gagal untuk mendapatkan variasi dari shape dalam training set. Gambar 2 memperlihatkan suatu peletakan titik pada objek transistor.
Gambar 2. Contoh Pelabelan titik-titik pada batas-batas pada training transistor 2.2. Penyesuaian Bentuk (Aligning Shapes) Dalam ASM metode pemodelan bekerja dengan melakukan pengujian secara statistik terhadap koordinat titik yang telah diberikan label dalam training set. Untuk membandingkan titik-titik yang ekuivalen dari bentuk yang berbeda, maka hal tersebut harus disesuaikan dengan memperhatikan sumber-sumber koordinat. Disini digunakan suatu penyesuaian dengan penskalaan, rotasi, dan translasi training set sehingga hasil penyesuaian didapatkan secepat mungkin serta dilakukan minimisasi jumlah bobot jarak diantara titik-titik yang ekuivalen pada bentuk-bentuk yang berbeda. Dinotasikan suatu xi yang merupakan vektor yang mendeskripsikan titik-titik sejumlah n dari bentuk ke – i T xi = [xi0, yi0, xi1,yi1…..,xin-1, yin-1] , (1) dimana 1≤ i ≤ N Ej = (xi- M[sj,θj][xj] – tj)T W(xi- M[sj,θj][xj]-tj),
(2)
dimana M[s,θ] [x] adalah rotasi θ dan skala s. misal diberikan 2 bentuk objek yang sama, xi dan xj. Disini dapat digunakan θj, dan sj dan translasi (txj, tyj) yang memetakan xi pada M[sj,θj][xj] dan tj sehingga untuk meminimasi bobot adalah M[s,θ] x jk = ( s cos θ ) x jk − ( s sin θ ) y jk (3) y ( s sin θ ) x + ( s cos θ ) y jk jk jk dimana
tj = (txj, tyj, …txj, tyj)T
(4)
dan W adalah matriks diagonal dari bobot untuk setiap titik. Bobot ditentukan untuk menandakan bahwa suatu titik signifikan yang artinya titik tersebut adalah yang paling stabil diantara kumpulan titik yang lainnya. Disini bobot dinotasikan sebagai suatu matrik bobot yang didefinisikan sebagai berikut :
n −1 wk = ∑ VRkl i =0
−1
(5)
Rkl adalah jarak antara titik-titik k dan l adalah bentuk; VRkl adalah varian dalam jarak dalam suatu bentuk objek; sehingga dapat ditentukan suatu bobot, wk untuk titik ke-k dengan Jika suatu titik cenderung untuk tidak berpindah maka jumlah varian akan kecil dan bobotnya akan semakin besar sehingga untuk mencocokkan titik-titik tersebut dengan bentuk-bentuk yang berbeda akan menjadi lebih mudah, begitu juga sebaliknya. Berikut adalah langkah-langkah penyesuaian atau pengaturan bentuk pada suatu kumpulan shape yang berjumlah N : 1. Rotasikan, skalakan, dan translasikan setiap shape untuk penyesuaian dengan shape pertama dalam kumpulan shape tersebut. 2. Ulangi : a. Hitung mean shape dari shape yang telah disesuaikan atau diatur.
9
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
b. Normalisasi orientasi, skala dan titik asal dari mean yang telah didapatkan ke arah dan shape yang sesuai. c. Ulang penyesuaian atau pengaturan shape tersebut untuk setiap shape dengan mean yang telah didapatkan sebelumnya. 3. Iterasi selesai sampai proses mendapatkan hasil shape yang konvergen (Hamarneh I, 1998) Normalisasi mean ke skala dan posisi yang sesuai dalam setiap iterasi adalah untuk meyakinkan bahwa algoritma tersebut konvergen. Sebagai catatan normalisasi mean dari bentuk dan kemudian penyesuaiannya untuk pencocokan adalah tidak sama dengan normalisasi pada setiap bentuk individual. Jika setiap bentuk dinormalisasi dalam skala dengan mengatur jarak diantara dua titik dalam satu unit, korelasi buatan dipaksa ke dalam kumpulan bentuk untuk mengubah model. Bagaimanapun juga, jika setiap bentuk disesuaikan atau diatur dengan mean, setiap bentuk tersebut akan memiliki skala yang sama untuk mean tersebut. Dalam kasus ini posisi titik penanda akan diplih mean yang paling cocok sehingga dapat menghasilkan model yang lebih baik (Cootes, 1995). Dinotasikan mean vektor sebagai sebagai dxi, maka dapat dituliskan
dx = x − x dan x =
1 N
x , dan diferensial vektor antara vektor xi dan x
N
∑x
(6)
i
i =1
kovarian matrik dari penanda atau landmarks dari tiap-tiap bentuk dapat dituliskan dengan
1 N ( xi − x )( xi − x) T ∑ N i =1 Sp k = λ k p k , λ k ≥ λ k +1
Sx =
(7)
Direpresentasikan deferensial dxi sebagai kombinasi linear dari principal component yang dapat dituliskan dengan (8) dxi = bi0p0 + b11p1 + …+bi2n-1P2n-1 dimana pl adalah vektor ke-l dari principal component axis ata vektor dan bil adalah skalar dari bobot pl kemudian kita normalisasikan menjadi suatu unit length piTpl = 1. plTpm = 1 l = m
(9)
0 l ≠ m
secara ekuivalen dapat ditulis xi = x +dxi dan dxi = Pbi, dimana bi = [bi0 bi1 … bi2n-1]T dan P = [p0 pi … p2n-1]
x + Pbi, dan bi dapat dituliskan sebagai bi = P-1(xi- x ). Dengan P -1 T T sebagai matrik orthogonal maka P = P dan bi = P (xi- x ). Ini menghasilkan xi =
2.3 Point Distribution Model Dalam Image Search Setelah menghasilkan model yang fleksibel, model tersebut akan digunakan untuk pencarian citra atau image untuk mencari contoh baru dari model objek dalam image.[5] Ini melibatkan pencarian shape dan pose parameters yang memnyebabkan model tepat dengan struktur dari citra. Model yang telah di hasilkan dapat didefinisikan dengan X = M[s,θ][x] +Xc,. (10) dimana Xc = (Xc,Yc,Xc,Yc,…Xc,Yc)T, M[s,θ] adalah rotasi oleh θ dan scaling oleh s, dan (Xc,Yc) adalah posisi dari pusat model. Disini akan dijelaskan metode iteratif untuk mencari X yang sesuai dengan
10
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
memberikan suatu pendekatan yang tinggi. Ini dapat diaplikasikan jika tidak ada pengetahuan yang penting dalam lokasi yang diekspektasikan dari objek. Dalam praktiknya, starting value dari X tidak harus terlalu dekat dengan solusi akhir. (Cootes, 1995) 2.4 Perhitungan Suggested Movement Untuk Tiap Titik Diberikan suatu nilai estimasi awal dari posisi untuk kumpulan titik-titik yang dicoba untuk dicocokkan (fitting) pada suatu objek citra atau image seperti pada Gambar 3(a) dan disesuaikan untuk mencari kumpulan adjustment yang akan menggerakkan setiap-setiap point ke arah posisi yang lebih baik seperti pada Gambar 3(b). Model boundary Model points
Image Object (a)
(b)
Gambar 3. (a) Bagian objek citra dengan perkiraan model yang akan dicocokkan. (b) Perkiraan pergerakan titik Ketika model points merepresentasikan batas dari objek sesuai dengan Gambar 3 (a), titik-titik ini akan bergerak menuju batas dari objek pada citra. Ada banyak sekali pendekatan yang dapat digunakan. Dalam contoh ini digunakan suatu adjustment sepanjang batas model yang bergeram ke arah batas citra yang terkuat, dengan magnitude yang proporsional ke arah edge yang lebih kuat seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3 (b). Pendekatan alternatif adalah menghasilkan suatu citra yang potensial, yang dimungkinkan untuk tiap model point. Kemiripan untuk tiap titik dalam image. Adjustment untuk tiap-tiap posisi titik bisa didapatkan dari gradient sebagaimana Gambar 4. Adjustment ini dapat dinotasikan sebagai : T (11) dX=(dX0, dY0, … dXn-1, dYn-1)
Gambar 4. Adjusment dari tiap titik 2.5 Perhitungan Perbahan Pose dan Shape Parameters Posisi awal dari point-point atau titik-titik dalam image dinotasikan dengan : X = M[s,θ][x] +Xc. (12) Untuk menghitung residual adjustment dx dalam model koordinat lokal maka dapat dinotasikan sebagai : M(s(1+ds),( θ+d θ)[x+dx]+(Xc+dXc) = (X+dX) (13) Sehingga M(s(1+ds),θ+dθ)[x+dx=(M(s,θ)[x]+dX)(Xc+dXc)
(14)
dan selama -1 -1 M (s, θ)[ ]=M(s ,- θ)[ ]
(15)
maka didapatkan dx = M((s(1+ds))-1,-(θ+dθ))[y]-x,
(16)
11
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
dimana y = M(s, θ)[x]+dX-dXc. Persamaan (13) memberikan cara untuk menghitung perkiraan pergerakan pada titik-titik x dalam model koordinat lokal. Pergerakan ini tidak secara umum konsisten terhadap shape model. Untuk menerapkan shape constrains, ditransformasikan dx ke dalam ruang model parameter yaitu db, yaitu perubahan model parameter yang digunakan untuk melakukan adjustment terhadap model points mendekati dx dimana dapat dinotasikan sebagai x=
x + Pb
(17)
dan akan dicari db sehingga x + dx ≈ x + P(db) (18) Selama hanya ada t < 2n, mode of variation berlaku dan dx dapat berpindah atau bergerak sehingga titik dalam 2n memiliki derajat yang berbeda. Disini akan hanya dicapai suatu perkiraan untuk persyaratan deformasi. Pengurangan persamaan (17) dengan persamaan (18) menjadikan dx ≈ P(db) (19) sehingga (20) db = PT dx T
-1
selama P = P sebagai kolom dari P satu sama lain orthogonal. Ini bisa dilihat bahwa persamaan (20) ekuivalen untuk menggunakan least-squares approximation untuk menghitung shape parameter adjustment, db. 2.6 Pembaharuan Pose dan Shape Parameters Persamaan (13) menjelaskan cara untuk menghitung perubahan pose variables dan adjustments, dXc, dYc, dθ, dan ds, dengan shape parameters, db yang digunakan untuk meningkatkan pencocokan antar model objek dan citra. Di sini diterapkan suatu persamaan untuk memperbaharui parameter dalam suatu skema iteratif. Xc Xc + wt dXc (21) (22) Yc Yc + wt dYc θ θ + wθ dθ (23) s s(1+ws ds) (24) b b+W b db, (25) 3. HASIL DAN EVALUASI. Setelah uji coba dilakukan pada 100 cortical bone bagian kanan dan kiri yang merupakan Region of Interest (ROI) dari citra panorama gigi seperti terlihat pada Gambar 5, hasil dari uji coba pengukuran lebar cortical bone dengan metode ASM ini kemudian akan dianalisa korelasinya antara pengukuran manual dengan pengukuran lebar cortical bone berbasis ASM.
Gambar 5. Citra uji coba (ROI dari citra panorama gigi) 3.1 Evaluasi Kinerja Pembuatan Model Statistik pada Training set Gambar 6 (a) memperlihatkan kumpulan shape yang belum mengalami proses aligning sedangkan Gambar 6 (b) merupakan kumpulan shape yang telah mengalami proses aligning dan terlihat memiliki kumpulan shape yang lebih rapat dan teratur dibandingkan dengan yang belum mengalami proses aligning. Suatu model shape yang baik adalah model shape yang dapat menangkap sebanyak mungkin variasi-variasi
12
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
bentuk dan kontur yang terwakili dalam titik-titik di dalamnya. Semakin banyak jumlah citra dan jumlah titik yang digunakan dalam proses pembuatan suatu model shape dalam training set maka kemampuan suatu model untuk mencari suatu tepi dari objek akan semakin baik. Gambar 7 (a) adalah inisialisasi awal posisi untuk model shape dengan jumlah titik tertentu yang diletakkan pada citra yang akan dicari objeknya sedangkan Gambar 7 (b) adalah hasil proses pencocokan (fitting) objek cortical bone.
(a) (b) Gambar 6. (a) Kumpulan shape sebelum proses aligning. (b) Kumpulan shape setelah proses aligning
(a) (b) Gambar 7. (a) Inisialisasi awal. (b) Hasil fitting training set 3.2 Evaluasi Kinerja Pengukuran Lebar Cortical Bone Berbasis Active Shape Model (ASM). Setelah uji coba pengukuran lebar cortical bone terhadap 100 citra panorama gigi dilakukan, maka dilakukan evaluasi kinerja terhadap pengukuran lebar cortical bone dengan data pengukuran manual. Evaluasi yang diukur adalah korelasi pengukuran lebar cortical bone berbasis ASM terhadap pengukuran manual. Tabel 1 memperlihatkan selisih rata-rata antara pengukuran lebar cortical bone berbasis ASM dengan pengukuran lebar cortical bone secara manual. Pada Tabel 1 terlihat bahwa semakin banyak jumlah titik yang digunakan dalam Training set maka pengukuran lebar cortical bone berbasis ASM akan mendekati pengukuran secara manual. Tabel 1. Selisih Rata-rata Pengukuran Lebar Cortical Bone Terhadap Pengukuran Manual dalam milimeter Selisih Rata -Rata (mm) Jumlah Titik Kanan Kiri 10
0.45
0.58
25
0.40
0.45
50
0.04
0.33
70
0.04
0.22
Tabel 2 memperlihatkan bahwa antara pengukuran lebar cortical bone berbasis ASM dengan pengukuran lebar secara manual. Dari Tabel 2 terlihat bahwa semakin banyak jumlah titik yang digunakan dalam Training set maka persentase korelasinya akan semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran lebar cortical bone berbasis ASM semakin mendekati lebar hasil pengukuran manual. Peningkatan persentase korelasi ini disebabkan oleh semakin banyaknya keterwakilan kontur yang direpresentasikan oleh titik-titik yang dimasukkan pada saat proses peletakan titik.
13
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Tabel 2. Korelasi Pengukuran Lebar Cortical Bone dengan Metode ASM dengan Pengukuran Manual Jumlah Titik Korelasi 10
43 %
25
56%
50
90 %
70
92%
4. KESIMPULAN Pembentukan suatu model shape dapat dilakukan melalui menempatkan titik-titik di sepanjang kontur dari objek dalam citra dimana nantinya titik-titik tersebut akan melalui proses aligning training set, pencarian model statistik untuk mendapatkan model statistik dan pada akhirnya digunakan untuk melakukan fitting antara model statistik dan objek dari citra. Jumlah titik yang digunakan dalam proses pembentukan shape memiliki pengaruh pada korelasi terhadap pengukuran manual karena titik-titik ini merepresentasikan kontur dari objek dalam citra tersebut sehingga untuk menempatkan titik-titik tersebut harus dilakukan oleh seseorang yang bisa membaca kontur dari objek tersebut terutama citra radiograph. Tepi dari objek yang tidak jelas akan sangat mempengaruhi dari proses fitting antara model statistik dengan objek dari citra. REFERENSI 1. Arifin, A. Z., Asano, A., Taguchi, A., Nakamoto, T., Ohtsuka, M., Tsuda, M., Kudo, Y., and Tanimoto, K., Computer-aided system for measuring the mandibular cortical width on dental panoramic radiographs in identifying postmenopausal women with low bone mineral density, Osteoporosis International, 17, 5, 2006, 753-759. 2. Cootes, T., Taylor, C., Cooper, D., Graham, J., Active Shape Models – Their Training and Application. Computer Vision and Image Understanding, 61, 1, 1995, 38-59. 3. Devlin, H., Allen, P.D., Graham, J., Jacobs, R., Karayianni, K., Lindh, C., van der Stelt, P.F., Harrison, E., Adams, J.E., Pavitt, S., Horner, K., Automated osteoporosis risk assessment by dentists : A new Pathway to diagnosis, 40, 2007, 835-842. 4. Hamarneh, G., Abu-Gharbieh, R., Gustavsson, T., Review Active Shape Models – Part I: Modeling Shape and Gray Level Variations. Department of Signals and Systems, Imaging and Image Analysis Group, Chalmers University of Technology, Goteborg, Sweden, 1998. 5. Hamarneh, G., Abu-Gharbieh, R., Gustavsson, T., Review Active Shape Models – Part II : Image Search and Classification. Department of Signals and Systems, Imaging and Image Analysis Group, Chalmers University of Technology, Goteborg, Sweden, 1998. 6. Smith, Christopher, P. P., Taylor, J.. Vertebral Shape : Automatic Measurerment with Active Shape Models. Departments of Medical Biophysics and Diagnostic Radiology, University of Manchester, 1998.
14
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
EVALUASI PENERIMAAN SISTEM INFORMASI DENGAN PENDEKATAN TEORI TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL (TAM) (Studi Kasus: Sistem Informasi Penasehat Akademik Universitas Budi Luhur) 1)
2)
Dyah Retno Utari Arief Wibowo Program Studi Sistem Informasi, Fak. Teknologi Informasi email :
[email protected] 2) Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi email :
[email protected] Universitas Budi Luhur Jl. Cileduk Raya, Petukangan Utara, Jakarta Selatan 12260 1)
ABSTRAK Teknologi perangkat lunak sistem informasi merupakan salah satu bagian penting dalam penanganan proses pengolahan data transaksional dan informasional. Sistem informasi yang baik tentu akan mendapatkan respon positif dari penggunanya. Sebagai pihak yang memberikan masukan dan menerima hasil dari sebuah sistem informasi, pengguna memiliki perilaku tertentu yang akan mempengaruhi proses penggunaan sistem informasi itu sendiri. Bagi sebuah Universitas, Sistem Informasi Penasehat Akademik adalah salah satu bagian dari sistem informasi yang diharapkan dapat membantu tugas Penasehat Akademik untuk menjalankan tugas dan kewajibannya. Seorang Penasehat Akademik membutuhkan dukungan informasi yang lengkap, relevan, cepat dan akurat agar bisa menunjang tugasnya dalam memberikan arahan, bimbingan, motivasi bagi mahasiswa yang dibimbingnya dengan tujuan agar proses studi mahasiswa dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini mengevaluasi penerimaan Sistem Informasi Penasehat Akademik di Universitas Budi Luhur sebagai salah satu teknologi perangkat lunak sistem informasi, dengan model pendekatan teori Technology Acceptance Model (TAM). Untuk pengujian statistik dilakukan dengan Structural Equation Modeling (SEM) pada Software Lisrel 8.30. Keywords: Sistem Informasi Penasehat Akademik, Technology Acceptance Model (TAM), Structural Equation Modeling (SEM). 1. PENDAHULUAN Sistem Informasi adalah kesatuan dari perangkat keras, perangkat lunak, data dan brainware (pengguna). Sistem informasi yang baik akan menciptakan informasi yang berkualitas dengan dimensi akurat, relevan, lengkap dan tepat waktu. Mengingat bahwasanya sistem informasi diciptakan untuk menjawab kebutuhan informasi penggunanya, maka dalam perancangan dan analisis sistem informasi diperlukan kajian yang tepat agar kelak sistem informasi tidak hanya mudah dioperasikan namun juga mencapai kinerja yang diharapkan. Dengan berubahnya media dan karakteristik jaringan, maka siapa pun dituntut untuk dapat mengoperasikan sistem informasi yang dikembangkan. Tak terkecuali seorang penasehat akademik pada institusi pendidikan. Seorang Penasehat Akademik dalam sebuah Universitas misalnya, memiliki tanggung jawab untuk membimbing, mengarahkan dan membina mahasiswa agar menempuh studinya dengan baik. Oleh karenanya dibutuhkan sebuah sistem informasi yang mampu menyediakan informasi untuk memonitor, mengevaluasi dan mengambil keputusan dalam memberikan bimbingan akademik kepada mahasiswa. Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran secara kualitatif, tentang penerimaan Sistem Informasi bagi Penasehat Akademik (PA) pada sebuah Universitas di Jakarta, yaitu Universitas Budi Luhur. Diharapkan dari penelitian ini dapat diketahui tingkat penerimaan terhadap Sistem Informasi PA yang disediakan oleh
15
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Fakultas hasil tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam melakukan pengembangan Sistem Informasi PA pada masa berikutnya. 2. Landasan Teori & Obyek Penelitian 2.1 Penasehat Akademik Penasehat Akademik adalah dosen yang memberikan bantuan berupa nasehat akademik kepada mahasiswa, sesuai dengan program studinya berdasar kemampuan yang ada, sehingga program studinya selesai dengan baik. Dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan tata aturan Penasehat Akademik tiap semester memperhatikan hasil belajar: 1. Mahasiswa asuhannya secara perorangan atau kelompok. 2. Semua mahasiswa fakultas yang bersangkutan secara kelompok untuk angkatan tahun yang bersangkutan atau sebelumnya. 2.2 Technology Acceptance Model (TAM) Technology Acceptance Model diadopsi dari Theory of Reasoned Action (TRA) yaitu teori tindakan yang beralasan dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan menentukan sikap dan prilaku orang tersebut (AJZEN 1975),302). Technology Acceptance Model yang dikembangkan dari teori psikologis, menjelaskan prilaku pengguna komputer yaitu berlandaskan pada kepercayaan (belief), sikap (attitude), intensitas (intention) dan hubungan prilaku pengguna (user behaviour relationship). Tujuan model ini untuk menjelaskan faktor-faktor utama dari prilaku pengguna Teknologi Informasi (TI) terhadap penerimaan pengguna TI, secara lebih terinci menjelaskan penerimaan TI dengan dimensi-dimensi tertentu yang dapat mempengaruhi dengan mudah diterimanya TI oleh si pengguna (user). Tingkat penerimaan pengguna teknologi informasi ditentukan oleh 6 konstruk yaitu: Variabel dari luar sistem (external variables), persepsi pengguna terhadap kemudahan (perceived ease of use), persepsi pengguna terhadap kemanfaatan (perceived usefulness), sikap pengguna (attitude toward using), kecenderungan tingkah laku (behavioral intention), dan pemakaian aktual (actual usage) (DAVIS 1989),320) Penelitian yang dilakukan oleh (DAVIS 1989) membahas mengenai “Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and User Acceptance of Information Technology”. Penelitian tersebut dilakukan untuk menguji variabel-variabel yang dapat memprediksi tingkat penerimaan komputer terhadap pengguna. Penelitian ini menunjukkan bahwa Perceived Usefulness dan Perceived Ease of Use merupakan penentu dasar penggunaan komputer. 2.3 Sistem Informasi Penasehat Akademik UBL Sistem Informasi Penasehat Akademik (SIPA) adalah Sistem Informasi berbasis Client and Server yang disediakan oleh Universitas melalui setiap fakultas yang ada. Sistem ini dikembangkan oleh Biro Sistem Pelayanan Informasi sebagai unsur pelaksana administrasi yang langsung bertanggungjawab kepada Yayasan Pendidikan Budi Luhur. Sistem Informasi Penasehat Akademik seperti halnya Sistem Informasi lain di Universitas Budi Luhur dibangun dengan Oracle Form dan Report Builder 6i dengan menggunakan database Oracle 9i Enterprise Edition Release 9.0.0.1.0. Untuk Client menggunakan Oracle Form Runtime dan Report Runtime 6i. Sistem Informasi Penasehat Akademik merupakan dukungan yang diberikan oleh fakultas bagi Penasehat Akademik karena sistem ini mampu menyediakan informasi akademik seorang mahasiswa. Meliputi histori nilai, transaksi keuangan, histori bimbingan, kehadiran kuliah, nilai ujian dan sebagainya. Dengan Sistem Informasi Penasehat Akademik, membantu Penasehat Akademik untuk menilai
16
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
kemampuan dan kekuatan studi mahasiswa yang dibimbingnya untuk kemudian menjadi dasar pengambilan keputusan dalam memberikan nasehat akademik selama masa studi mahasiswa yang dibimbingnya. 2.4 Variabel Penelitian Penelitian ini merupakan salah satu penelitian lanjutan yang dikembangkan dari Technology Acceptance Model yang diperkenalkan (DAVIS 1989) yang menguji enam faktor penerimaan teknologi yaitu External Variables (EV), Perceived Ease of Use (PEOU), Perceived Usefulness (PU), Attitude Toward Using (ATU), Behavior Intention to Use (ITU) dan Actual System Usage (ASU). 2.4.1 External Variables External Variables yang mempengaruhi Persepsi Kemanfaatan dan Persepsi Kemudahan Penggunaan (IQBARIA 1994),89) adalah: 1. Internal Support Dukungan pengetahuan komputer secara interen organisasi, merupakan dukungan pengetahuan teknis yang dimiliki secara individual maupun kelompok mengenai pengetahuan komputer. 3.1.1.1 Internal Training Pengalaman pelatihan interen organisasi, merupakan sejumlah pelatihan yang sudah pernah diperoleh pengguna. 3.1.1.2 Management Support Dukungan Manajemen, merupakan tingkat dukungan secara umum yang diberikan oleh Top Manajemen dalam perusahaan. 3.1.1.3 External Support Pengetahuan komputer secara eksteren organisasi, merupakan dukungan pengetahuan teknis dari pihak luar yang dimiliki secara individual misalnya pelatihan-pelatihan komputer. 3.1.1.4 External Training. Pengalaman pelatihan eksteren organisasi, merupakan sejumlah pelatihan yang sudah diperoleh pengguna dari pengguna lainnya atau spesialisasi dari pihak luar perusahaan. 2.4.2 Perceived Ease of Use (PEOU) Persepsi kemudahan penggunaan didefinisikan sebagai sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa komputer dapat dengan mudah dipahami (DAVIS 1989),324). Beberapa indikator kemudahan penggunaan teknologi informasi (DAVIS 1989),324), meliputi: 1. Komputer sangat mudah dipelajari 2. Komputer mengerjakan dengan mudah apa yang diinginkan oleh pengguna 3. Keterampilan pengguna dapat bertambah dengan menggunakan komputer 4. Komputer sangat mudah untuk dioperasikan 2.4.3 Perceived Usefulness (PU) Persepsi kemanfaatan didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana kepercayaan seseorang terhadap penggunaan sesuatu akan dapat meningkatkan prestasi kerja orang yang menggunakannya (DAVIS 1989),326). Beberapa dimensi tentang kegunaan TI, dimana kegunaan tersebut dibagi kedalam dua kategori, yaitu: kegunaan dengan estimasi satu faktor dan kegunaan dengan estimasi dua faktor (kegunaan dan efektivitas) (TODD 1995),562).
17
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Kegunaan dengan satu faktor meliputi (1) Menjadikan pekerjaan lebih mudah; (2) Bermanfaat; (3) Menambah produktivitas; (4) Mempertinggi efektivitas; (5) Mengembangkan kinerja pekerjaan. 2.4.4 Attitude Toward Using (ATU) Attitude toward using the system yang dipakai dalam Technology Acceptance Model didefinisikan sebagai suatu tingkat penilaian yang dirasakan (negatif atau positif) yang dialami sebagai dampak bila seseorang menggunakan suatu teknologi dalam pekerjaannya (DAVIS 1989),330). 2.4.5 Behavioral Intention to Use (ITU) Behavioral Intention to Use adalah kecenderungan tingkah laku untuk mengetahui seberapa kuat perhatian seorang pengguna untuk menggunakan sebuah teknologi. Tingkat penggunaan sebuah teknologi komputer pada seseorang dapat diprediksi dengan akurat dari sikap perhatiannya terhadap teknologi tersebut, misalnya keinginanan menambah peripheral pendukung, motivasi untuk tetap menggunakan, serta keinginan untuk memotivasi pengguna lain (DAVIS 1989),330). Peneliti selanjutnya menyatakan bahwa sikap perhatian untuk menggunakan adalah prediksi yang baik untuk mengetahui Actual Usage (MALHOTRA 1999),14). 2.4.6 Actual System Usage (ASU) Perilaku pemakaian nyata pertama kali dikonsepkan dalam bentuk pengukuran frekuensi dan durasi waktu terhadap penggunaan sebuah teknologi (DAVIS 1989),324). Seseorang akan puas menggunakan sistem jika mereka meyakini bahwa sistem tersebut mudah digunakan dan akan meningkatkan produktifitas mereka, yang tercermin dari kondisi perilaku nyata pemakai (IQBARIA 1997),281). Technology Acceptance Model yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian sebelumnya, yaitu meniadakan faktor Attitude Toward Using (ATU), karena faktor sikap sebagai salah satu aspek yang mempengaruhi perilaku individual yang terdiri dari komponen kognisi, afeksi, dan komponen-komponen yang berkaitan dengan perilaku (THOMPSON 1991),130) tidak bisa diterapkan pada seorang Penasehat Akademik karena teknologi yang akan digunakan
External Variables
Perceive d Usefulne Attitude Toward Using Perceived Ease of Use
Behavior al Intention to Use
Gambar 1. Technology Acceptance Model( (DAVIS 1989)
18
Actual System Usage
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
3. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi pengguna Sistem Informasi Penasehat Akademik di Universitas Budi Luhur adalah Penasehat Akademik di lima fakultas. Jumlah Penasehat Akademik yang hendak dijadikan responden adalah keseluruhan dari jumlah populasi yaitu 160 orang. Dalam penelitian ini, jumlah seluruh variabel indikator adalah 13 sedangkan rule of thumb untuk perbandingan jumlah sampel terhadap jumlah indikator adalah 1 : 5 (JUNIARTI 2001),35). Jadi jika indikator dalam penelitian ini sebanyak 13 maka minimal sampel untuk pengolahan data dengan Structural Equation Model (SEM) adalah 65, tetapi (HAIR 1996),126) merekomendasikan jumlah sampel minimal untuk SEM adalah 100-200. Jenis data yang digunakan adalah data primer. Dalam hal ini berupa kuesioner yang penulis sebarkan kepada para Penasehat Akademik. Untuk mengantisipasi tingkat pengembalian kuesioner agar relatif tinggi, kuesioner-kuesioner tersebut diserahkan secara langsung kepada responden. 3.2 Metode Pengumpulan Data 3.1.1 Penelitian Perpustakaan Dimaksudkan untuk mendapatkan data atau fakta yang bersifat teoritis yang berhubungan dengan tesis ini, yang diperoleh dengan cara mempelajari literaturliteratur, jurnal-jurnal penelitian, bahan kuliah dan sumber-sumber lain yang ada hubungannya dengan permasalahan yang penulis bahas. 3.1.2 Kuesioner Merupakan pertanyaan-pertanyaan yang dibuat oleh penulis untuk mengetahui bagaimana pengaruh antara Eksternal Variabel (External Variables/EV), Persepsi Kemudahan Penggunaan (Perceived Ease of Use/PEOU), Persepsi Kemanfaatan (Perceived Usefulness/PU), Perilaku Pengguna (Behavioral Intention to Use /ITU) dan Perilaku Nyata (Actual System Usage/ASU) dari responden terhadap Sistem Informasi Penasehat Akademik di Universitas Budi Luhur. 4. Hasil Penelitian Berdasarkan data kuesioner yang diolah menggunakan Lisrel 8.30 berikut ini adalah sebagian dari output: Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 55 Minimum Fit Function Chi-Square = 76.70 (P = 0.028) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 72.73 (P = 0.055) Chi-Square Difference with 1 Degree of Freedom = 9.97 (P = 0.0016) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 17.73 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 43.98) Minimum Fit Function Value = 0.56 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.13 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.32) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.048 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.076) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.51 Critical N (CN) = 149.07
19
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Dari output Lisrel diketahui selain data terdistribusi secara normal, juga diperoleh hasil bahwa nilai p-value Skewness and Kurtosis adalah 0.000 sehingga dapat dikatakan bahwa data telah terdistribusi secara normal. Skewness mengukur kemencengan dari data dan kurtosis mengukur puncak dari distribusi data, Q-plots menunjukkan terpenuhi tidaknya asumsi normalitas dan juga kemungkinan model fit jika garis residual sejajar dengan garis diagonal, sehingga hasil di atas menunjukkan bahwa data tersebut memenuhi asumsi normalitas data dan kecukupan model fit (Normalitas dan Linearitas). Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menguji hubungan antar variabel laten pada persamaan 1 sampai 4 dan keempat model struktural (yang menggambarkan 6 hipotesis) yang diuji secara serentak. Berikut hasil pengujian hipotesis: H1: Variabel Eksternal (External Variables/EV) berpengaruh terhadap Persepsi Kemudahan Penggunaan (Perceived Ease of Use/PEOU) Hipotesis di atas dinyatakan dalam persamaan 1 (PU=PEOU) yang diuji dengan Lisrel dan menghasilkan output sebagai berikut: Output Lisrel dengan nilai t sebesar 4.40 yang besarnya jauh di atas batas kritis tingkat signifikansi 5% yaitu 1.65 maka pengaruh yang diberikan EV terhadap PEOU terbukti signifikan. Nilai koefisien variabel laten EV sebesar 0.78 yang berarti variabel EV memberikan pengaruh sebesar 78% terhadap variabel PEOU dan H1 diterima. Hipotesis berikutnya dinyatakan dalam persamaan 2 (PU=EV+PEOU) sebagai berikut: H2: Variabel Eksternal (External Variables/EV) berpengaruh terhadap Perceived Usefulness (PU) H3: Perceived Ease of Use (PEOU) berpengaruh terhadap Perceived Usefulness (PU) Berdasarkan Output Lisrel terlihat bahwa nilai t-value variabel EV adalah 2.03 yang jauh di atas batas kritis (1.65) maka pengaruh yang diberikan EV terhadap PU terbukti signifikan dengan nilai koefisien variabel laten EV sebesar 0.28 yang artinya variabel PU memberikan pengaruh sebesar 28% terhadap PU dan H2 diterima. Sedangkan untuk penjelasan hubungan antara variabel PEOU terhadap PU menghasilkan nilai t sebesar 0.23 di bawah batas kritis yang ditetapkan yaitu 1.65 dengan koefisien yang dimiliki hanya 0.13 maka variabel PEOU belum menunjukkan pengaruhnya terhadap variabel PU dengan demikian H3 tidak diterima. Hipotesis berikutnya adalah: H4: Perceived Ease of Use (PEOU) berpengaruh terhadap Behavioral Intention to Use (ITU) H5: Perceived Usefulness (PU) berpengaruh terhadap Behavioral Intention to Use (ITU) Kedua hipotesis di atas dinyatakan dalam persamaan 3 (ITU=PEOU+PU) dan pengolahan dengan Lisrel mengenai pengujian hipotesis di atas, menghasilkan output sebagai berikut: Output Lisrel dengan nilai t pada variabel laten PEOU sebesar 3.73 jauh di atas batas kritis dengan nilai koefisien 0.18 berarti variabel PEOU memberikan pengaruh sebesar 18% terhadap variabel ITU dan H4 diterima. Persamaan yang sama juga menunjukkan nilai t dari variabel PU berada sedikit di bawah kritis, yaitu hanya sebesar 1.64 dengan koefisien 0.25 yang berarti variabel PU walau memberikan pengaruh sebesar 25% terhadap variabel ITU namun H5 tidak diterima. Hipotesa terakhir adalah pada persamaan 4 (ASU=ITU)
20
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
H6: Behavioral Intention to Use (ITU) berpengaruh terhadap Actual System Usage (ASU) Hipotesis di atas dinyatakan dalam persamaan 4 (ASU=ITU), namun dengan modifikasi yang telah dilakukan, telah melahirkan persamaan baru (ASU=PU+ITU) yang diuji dengan Lisrel dengan output berikut ini: Persamaan di atas menjelaskan hubungan antara variabel ITU terhadap ASU menunjukkan nilai t sebesar 4.08 dari variabel ITU dengan koefisien 0.11 yang berarti variabel ITU memberikan pengaruh sebesar 11% terhadap variabel ASU dan dengan demikian H6 diterima. 5. Kesimpulan Berdasarkan pengujian-pengujian yang telah dilakukan terhadap hipotesis telah menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam penggunaan Sistem Informasi PA, diketahui bahwa Variabel Eksternal (External Variables/EV) yang meliputi pengetahuan teknis tentang komputer, pelatihan dari organisasi dan dukungan manajemen berpengaruh signifikan terhadap Persepsi Kemudahan Penggunaan (Perceived Ease of Use/PEOU) dengan kata lain, semakin banyak dukungan yang diberikan pihak fakultas kepada Penasehat Akademik akan semakin memudahkan bagi para PA untuk menjalankan tugasnya dengan bantuan Sistem Informasi yang disediakan. 2. Dalam penggunaan Sistem Informasi PA, diketahui pula bahwa Variabel Eksternal (External Variables/EV) tersebut berpengaruh signifikan terhadap Persepsi Kemanfaatan (Perceived of Use/PU) bagi para Penasehat Akademik dalam pengunaan Sistem Informasi PA, yang meliputi efektifitas dalam pemberian bimbingan, mempercepat penyelesaian pekerjaan dan peningkatan kinerja yang dirasakan. 3. Perilaku Pengguna (Behavioral Intention to Use/ITU) Sistem Informasi PA berpengaruh signifikan terhadap Perilaku nyata pengguna (Actual System Usage/ASU) Sistem Informasi PA yang ditunjukkan dengan frekuensi penggunaan. Bagi para Penasehat Akademik, ada motivasi untuk terus menggunakan Sistem Informasi PA di luar waktu yang tersedia, karena hal tersebut berarti akan semakin meningkatkan kinerja sebagai Penasehat Akademik. Motivasi tersebut tercermin dari frekuensi penggunaan yang meningkat, khususnya menjelang masa pelaporan kegiatan PA kepada Kaprodi masing-masing. DAFTAR PUSTAKA
1. 2.
3. 4. 5.
(AJZEN 1975) Ajzen, Fishbein, M., “I. Belief, Attitude, Intention and Behavior: An Introduction to Theory and Research”, Reading MA: Addison-Wesley, 1975 (DAVIS 1986) Davis, Fred D, “A technology acceptance model for empirically testing new end-user informations system: Theory and results”, Doctoral dissertation, Sloan School of Management, Massachussetts Institute of Technology, 1996 (DAVIS 1989) ___________, “Perceived usefulness, Perceived Ease of Use, and user acceptance of information technology”, MIS Quarterly, 13(3), 319-339, 1989 (GHOZALI 2005) Imam Ghozali “Structural Equation Model, Teori, Konsep dan Aplikasi dengan Program Lisrel 8.54”, Penerbit Undip, Semarang 2005 (HAIR 1996) Hair, J.F. Anderson, R.E., Tatham, R.L. and Black, W.C, ”Multivariate data analysis”, Edisi ke 5, Prentice Hall International, UK, 1996
21
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
6. 7.
8. 9.
(IQBARIA 1997) Iqbaria, M., Zinatelli, N., Cragg, P. and Cavaye, A. L. M, ”Personal computing acceptance factors in small firms: A structural equation model”, MIS Quartely, 21(3), 279-305, 1997 (MALTHORA 1999) Malthora, Yogesh and Galletta, Dennis F., “Extending the Technology Acceptance Model to Account for Social Influence: Theoretical Bases and Empirical Validation”, Proceedings of the 32nd Hawaii International Conference on System Sciences, 1999 (THOMPSON 1991) Thompson, R., Higgins, C. A. and Howell, J. M., “Personal Computing: Toward a conceptual model of utilization”, MIS Quarterly, 15, 125–143, 1999 (TODD 1995) Taylor, S. and Todd, P, “Assessing IT usage: The role of prior Experience”. MIS Quarterly, 19, 561–570, 1995
22
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
PERBANDINGAN KINERJA BASIS DATA BERORIENTASI-OBJEK DENGAN BASIS DATA RELASIONAL STUDI KASUS: APLIKASI JPETSTORE 1)
Petrus Mursanto1), Muntasir Rahman2) Enterprise Computing Lab – Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia Kampus Baru UI Depok, Jawa Barat, 16424 Indonesia email :
[email protected] 2) Magister Teknologi Informasi, Universitas Indonesia Jl. Salemba Raya 4, Jakarta 12000 Indonesia email :
[email protected] Abstrak
Kajian penerapan model objek data dan metode perancangan skema data pada BDBO telah dilakukan melalui pengukuran kinerja dan kualitas kode dari aplikasi. Kajian dilaksanakan dengan menerapkan model data ODMG 3.0 dan notasi UML pada aplikasi JPetStore dengan menggunakan transformasi Muller untuk perancangan skema data. Selanjutnya aplikasi JPetStore versi DB4O (BDBO) ini dibandingkan kinerja dan kualitas kodenya dengan versi MySQL (BDR). Hasil kajian adalah beberapa tambahan pada model ODMG 3.0 dan tambahan notasi UML untuk pemodelan data pada BDBO serta penyesuaian proses transformasi Muller. Kinerja aplikasi versi DB4O secara umum lebih cepat dibandingkan versi MySQL, kecuali dalam membaca data sederhana secara berurut. Kualitas kode aplikasi versi DB4O lebih baik dibandingkan versi MySQL. Kata Kunci : Basis Data Relasional, Basis Data Berorientasi Objek, Object Database, Application Performance, UML 1. Pendahuluan Dalam sebuah Basis Data Relational (BDR), data disimpan dalam sel-sel dari satu atau lebih tabel. Sel-sel tersebut terbentuk dari kolom dan baris. Setiap sel menyimpan tipe-tipe data tertentu yang didukung oleh BDR yang bersangkutan. Proses penyimpanan dan pengambilan informasi dilakukan oleh aplikasi melalui proses konversi dari data berorientasi objek (selanjutnya disebut objek data) menjadi baris dengan sel-sel dari kolom yang sesuai pada sebuah tabel [Greyhan06]. Basis Data Berorientasi Objek (BDBO) adalah sistem basis data yang menggunakan model data dalam bentuk yang digunakan bahasa pemrograman berorientasi objek. Aplikasi berbasis BDBO menyimpan dan mengambil data dalam bentuk asli sesuai dengan format yang digunakan oleh aplikasi [Kim92]. Karena sebuah BDBO menyimpan dan mengambil data dalam format yang digunakan aplikasi, BDBO tidak perlu melakukan pemetaan objek data menjadi sel-sel dalam tabel. Kesulitan dalam pemetaan struktur data berorientasi objek menjadi sel-sel tabel pada BDR dikenal dengan istilah Impedance Mismatch [Greyhan06]. Istilah struktur data yang digunakan dalam makalah ini adalah hubungan komposisi antara satu objek dari suatu class data dengan objek-objek lain yang menjadi penyusunnya. Saat ini banyak pengembangan aplikasi menggunakan bahasa pemrograman berorientasi objek, seperti Java, C# dan C++. Pada bahasa pemrograman tersebut, setiap data dikelola dalam suatu kesatuan struktur yang secara konseptual, hampir serupa dengan data pada situasi sebenarnya. Walaupun demikian, penggunaan BDBO tidak sebanyak penggunaan basis data relasional. Hasil kompilasi data di SourceForge yang diringkas pada Tabel 1 menunjukkan proyek pengembangan perangkat lunak pada
23
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
umumnya menggunakan BDR untuk menyimpan data dalam jangka panjang. Proyek aplikasi yang berorientasi objek seperti Java atau C#, jauh lebih banyak menggunakan BDR dibandingkan menggunakan BDBO [SourceForge09]. Tabel 1. Perbandingan proyek yang menggunakan BDR dan BDBO Basis Data Java C# DB4O (BDBO) 11 3 MySQL (BDR) 2.439 541 SQL Server (BDR) 279 754 Postgres (BDR) 821 113 Oracle (BDR) 570 107 Tidak populernya penggunaan BDBO disebabkan oleh beberapa standar yang berbeda dalam pemodelan dan perancangan skema data, serta kinerja yang dianggap kurang baik. Salah satu kekurangan BDBO adalah kinerja yang lambat dan ketidakmampuan dalam skalabilitas [Devarakonda01]. Hal ini dibantah oleh Boyko et all yang mengemukakan beberapa data pendukung bahwa kinerja BDBO lebih baik dari BDR [Boyko07]. Untuk itu perlu diteliti lebih lanjut perbandingan kinerja aplikasi yang menggunakan BDR dengan aplikasi yang menggunakan BDBO. Kinerja yang akan dibahas juga dibatasi hanya pada waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan output yang diharapkan (time to completion). Selain itu dievaluasi juga kualitas kode aplikasi berbasis BDR dan BDBO berdasarkan Metrics for Object Oriented Design (MOOD) sebagaimana dirumuskan oleh Abreu [Abreu96]. 2. Tinjauan Literatur Produk BDBO banyak bermunculan sebagai hasil riset, di mana istilah Objectoriented Database System muncul pertama kali sekitar tahun 1985 [Wikipedia09]. Contoh produk BDBO yang bersifat komersial adalah Versant, Objectivity/DB; sedangkan produk BDBO dengan lisensi Open Source adalah DB4O dan ObjectStore. Produk BDBO ini umumnya sangat terkait dengan bahasa pemrograman berorientasi objek seperti C++, SmallTalk, Java, dan C#. Hampir semua produk BDBO mensyaratkan perubahan tertentu pada kode dari objek data yang hendak disimpan. Contoh perubahan tersebut adalah penerapan interface tertentu atau penurunan class tertentu. BDBO menyimpan data secara langsung dalam bentuk asli [Geryhan06]. Untuk membaca sebuah data objek, aplikasi dapat membaca data yang secara langsung dihasilkan dari BDBO. Sedangkan pada BDR, aplikasi harus merangkai elemen-elemen penyusun menjadi sebuah objek data. Untuk menyimpan sebuah objek data pada BDR, aplikasi harus terlebih dahulu menguraikan data tersebut. Kemudian elemen hasil penguraian disimpan pada sel-sel dari tipe yang didukung BDR. Dengan demikian secara teoritis kinerja aplikasi yang menggunakan BDR dalam menyimpan data akan lebih lambat dibandingkan aplikasi yang menggunakan BDBO. Demikian juga dalam membaca sebuah data objek, aplikasi yang menggunakan BDBO akan lebih cepat dibandingkan BDR. 2.1. JPetStore JPetStore adalah aplikasi web E-commerce yang menggunakan bahasa pemrograman Java. JPetStore dibuat oleh Clinton Begin berdasarkan source codes yang dibuat oleh Sun Microsystem Java PetStore. Java PetStore memiliki struktur data yang jelas, dan dipakai sebagai model untuk perancangan aplikasi Java skala besar. Perbedaan utama dengan Java PetStore adalah Java PetStore menggunakan Enterprise Java Bean (EJB), sedangkan JPetStore menggunakan framework Struts dan iBatis. Jenis basis data yang digunakan oleh JPetStore adalah produk basis data relasional yang didukung adalah Oracle 10g, Postgresql dan MySQL.
24
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Gambar 1. Perbedaan Penyimpanan Model Objek dan model Relasional Framework Struts yang dipakai untuk mengembangkan JpetStore memiliki pola disain Model-View-Controller (MVC). Bagian Model adalah bagian yang bertanggung jawab terhadap pengolahan data aplikasi, termasuk penyimpanan dan pembacaan informasi ke/dari basis data. Class yang termasuk pada bagian ini adalah Class BaseSqlMapDao. Bagian Controller adalah bagian yang melakukan pemeriksaan input yang masuk, dan melakukan pengendalian aliran kerja aplikasi. Class yang menjadi bagian Controller adalah Class BeanAction dan AbstractBean. Sedangkan bagian View adalah bagian bertanggung jawab menghasilkan presentasi tampilan. Class yang termasuk bagian ini adalah class-class yang dihasilkan dari file-file Java Server Pages (JSP). Dari arsitektur aplikasi, bagian View dan Controller tidak mengalami perubahan yang signifikan. Modifikasi dilakukan terutama pada bagian Model yang terdiri class-class yang disebut sebagai Modul Pengelola Data (MPD). Kajian ini mengusulkan perubahan MPD, sehingga diperoleh dua versi MPD yaitu versi MySQL (BDR) dan versi DB4O (BDBO). Hubungan antara modul pengelola data dengan basis data digambarkan dalam gambar sebagai berikut:
Gambar 2. Modul Pengelola Data dan Basis Data Perbandingan kinerja BDR dengan BDBO dilakukan dengan cara mengukur waktu yang dibutuhkan untuk menyimpan objek, membaca objek secara berurut dan membaca objek secara acak. 2.2. DB4O DB4O adalah sistem Basis Data Berorientasi-Objek buatan Versant Corp. DB4O tersedia dalam 2 jenis lisensi yaitu lisensi komersial dan lisensi GPL (General Public License). DB4O menyimpan objek data yang dibuat dari aplikasi Java dan .NET. DB4O bisa beroperasi sebagai aplikasi lokal atau sebagai aplikasi client-server. Sebagai aplikasi client-server, DB4O melakukan interkoneksi dengan aplikasi klien berbasis .NET atau Java. DB4O juga mendukung transaksi Commit & Rollback, menggunakan protokol TCP/IP dan bersifat lintas platform (.NET atau Java). Dalam DB4O, query dilaksanakan dalam bentuk: NativeQuery, LINQ, Query By Example (QbE), dan SODA. DB4O memiliki sistem indeks berbasis BTree dan bisa menyimpan objek dalam memori (Object Caching). DB4O dipilih karena termasuk dalam produk BDBO yang kompatibel dengan spesifikasi Object Database Management Group (ODMG). Selain itu DB4O tersedia secara cuma-cuma dan memiliki kemampuan untuk menyimpan objek data dari aplikasi Java secara langsung. 2.3. MOOD Aplikasi berbasis objek yang berkualitas diharapkan memenuhi kaidah paradigma pengembangan berorientasi objek. Abreu telah merumuskan satu himpunan parameter
25
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
untuk mengukur kualitas codes yang dikembangkan berbasis objek, yaitu: Attribute Inheritance Factor (AIF), Operations Inheritance Factor (OIF), Internal Inheritance Factor (IIF), Attribute Hiding Factor (AHF), Operation Hiding Factor (OHF), Attributes Hiding Effectiveness Factor (AHEF), Operation Hiding Effectiveness Factor (OHEF), Behavioral Polymorphism Factor (BPF), Parametric Polymorphism Factor (PPF), Class Coupling Factor (CCF), dan Internal Coupling Factor (ICF) [Abreu96]. Sekumpulan metrics yang disebut Metrics for Object Oriented Design (MOOD) ini telah diimplementasikan ke dalam sebuah program alat ukur oleh Rahman yang disebut JMOOD Calculator [Rahman09]. 3. Skenario Pengujian 3.1. Pengukuran kinerja basis data Pengujian kinerja dilakukan secara terpisah untuk proses penyimpanan, pembacaan data secara berurut dan secara acak. Terhadap setiap jenis basis data dilakukan pengukuran durasi yang dibutuhkan untuk memenuhi masing-masing query. Setiap jenis query dilakukan iterasi sebanyak 1000 kali. Khusus untuk pembacaan data secara acak, query diarahkan pada basis data dengan lokasi fisik yang berbeda-beda. Durasi rata-rata hasil pengukuran dipakai sebagai perbandingan kinerja. 3.1.1. Objek data sederhana Objek yang akan digunakan adalah objek yang memiliki struktur data sederhana. Kriteria objek yang memiliki struktur data sederhana adalah objek yang memiliki atribut tipe literal. Objek yang digunakan adalah objek dari class Category. Atribut yang menjadi komponen penyusun objek dari class Category dan yang disimpan pada basis data adalah seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.
Gambar 3. Stuktur data objek sederhana dari Class Category 3.1.2. Objek data kompleks Pengukuran kinerja BDR dan BDBO dilakukan juga dengan query berbasis objek yang memiliki struktur data kompleks, yaitu objek yang memiliki atribut dari tipe Objek, atau memiliki atribut dari tipe kumpulan yang berisi objek.
a)
b)
Gambar 4a) Stuktur data b) Tabel objek kompleks dari Class Order
26
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Gambar 4a merupakan stuktur data Class Order yang memiliki variabel LineItem dari jenis List. Data yang tersimpan pada class Order, LineItem dan Item disimpan dalam BDR sebagai 5 buah tabel seperti terlihat di Gambar 4b. 3.2. Pengukuran kualitas kode aplikasi Aplikasi JpetStore versi asli berbasis BDR dan hasil modifikasi berbasis BDBO diukur kualitasnya menggunakan JMOOD Calculator yang dikembangkan oleh Rahman [Rahman09]. Berbasis AHP, JMOOD mampu menghasilkan sebuah nilai tunggal yang merupakan hasil kompilasi nilai-nilai metrics dari MOOD. Nilai yang dihasilkan merepresentasikan kualitas relatif dua atau lebih Java codes dari beberapa aplikasi yang menjadi inputnya. 4. Hasil Pengujian Pengujian menghasilkan perbandingan kinerja sebagaimana dirangkum dalam Tabel 2.
27
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Tabel 2. Rangkuman Perbandingan Kinerja Query Tipe data DB4O (ms) Menyimpan Sederhana 0,30 Kompleks 0,42 Membaca secara berurut Sederhana 0,12 Kompleks 0,15 Membaca secara acak Sederhana 0,28 Kompleks 0,24
MySQL (ms) 10,32 77,21 0,02 4,54 0,61 5,32
4.1. Kinerja Penyimpanan Objek Dalam menyimpan objek dari class kompleks, DB4O membutuhkan waktu 40% lebih lama jika dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menyimpan objek dari class sederhana. MySQL juga membutuhkan waktu 8 kali (800%) lebih lama untuk menyimpan objek dari class kompleks dibandingkan waktu untuk menyimpan objek dari class sederhana. 4.2. Kinerja Akses Objek Secara umum kinerja DB4O untuk membaca data objek dari class sederhana lebih lambat dibandingkan MySQL. Sedangkan untuk membaca data objek dari class kompleks, DB4O jauh lebih cepat dibandingkan MySQL. Untuk akses object secara acak DB4O lebih cepat dibandingkan MySQL. Secara umum kinerja BDBO lebih baik dari pada kinerja BDR. Perbandingan kinerja basis data dalam 3 skenario eksperimen dapat dilihat di Tabel 2. Untuk penyimpanan objek, DB4O dapat menyimpan objek dari class data sederhana 34 kali lebih cepat bila dibandingkan MySQL. Kecepatan DB4O dalam penyimpanan data objek dari class dengan struktur kompleks 183 kali lebih cepat bila dibandingkan MySQL. Demikian juga dalam pencarian data objek sederhana secara acak, DB4O lebih cepat 2 kali dibandingkan MySQL. Dalam pencarian data objek kompleks secara acak, DB4O lebih cepat 22 kali dibandingkan MySQL. Satu-satunya perkecualian adalah dalam membaca data objek sederhana secara berurutan, MySQL lebih cepat 6 kali dibandingkan DB4O. 4.3. Kualitas code Hasil pengukuran MOOD untuk kedua versi JPetStore ditampilkan dalam Tabel 3. Dengan bantuan AHP, ke-11 metric dari MOOD yang saling mengungguli antara versi BDR dan BDBO dapat ditentukan peringkat akhirnya (overall) menggunakan JMOOD Calculator, yaitu: BDR 0,333 dan BDBO 0,352. Dengan demikian kualitas kode JPetStore versi BDBO lebih baik daripada versi BDR. Tabel Bobot Faktor Kualitas JMOOD Calculator Metri c BDR BDBO
OHF
AHF
0,01 9 0,01 3
0,96 4 0,96 5
OHE F 0,036
AHE F 0,000
0,041
0,006
OIF
AIF
IIF
BPF
PPF
CCF
ICF
0,31 3 0,47 9
0,00 0 0,00 7
0,00 0 0,00 0
0,01 5 0,19 3
0,50 0 0,54 3
0,29 2 0,22 5
0,34 6 0,15 0
Overal l 0,333 0,352
5. Kesimpulan Dari eksplorasi eksperimental, diperoleh kesimpulan bahwa diperlukan konsep tambahan terhadap pemodelan BDO sebagaimana didefinisikan dalam ODMG 3.0 yaitu: indeks, versi dan atribut relasi. Notasi diagram class UML sebagian besar dapat memodelkan konsep ODMG 3.0. Namun ada 2 kelompok notasi yang kurang, yaitu
28
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
notasi penanda atribut dan notasi penanda khusus relasi. Notasi penanda atribut sangat penting untuk memelihara integritas data BDBO, namun belum menjadi bagian dari notasi formal UML. Notasi penanda khusus relasi antar class, dapat memodelkan kaitan antara satu class dengan class lainnya dengan lebih baik, tapi belum menjadi bagian formal notasi UML. Perancangan skema data dapat menerapkan metode transformasi Muller dengan penyesuaian untuk sinkronisasi antara konsep-konsep pemodelan struktur data BDBO, bahasa pemrograman yang digunakan, dan fitur-fitur tertentu dari BDBO yang digunakan. Kinerja aplikasi versi DB4O (BDBO) secara umum lebih cepat dibandingkan aplikasi versi MySQL (BDR) sebagaimana terlihat di Tabel 2. Selain itu struktur data aplikasi JPetStore versi BDBO lebih mirip dengan konsep yang dimodelkan, dibandingkan dengan struktur data versi BDR. Struktur data aplikasi versi BDBO menunjukkan hubungan antara class-class data dengan lebih jelas. Hasil pengukuran dengan JMOOD Calculator menunjukkan kualitas kode JPetStore versi BDBO relatif lebih baik daripada versi BDR. Peningkatan kualitas kode disebabkan oleh perbaikan di berbagai aspek. Namun perbaikan kualitas kode ini salah satunya disebabkan menurunnya kerumitan (complexity) kode. Penurunan kerumitan kode disebabkan oleh hilangnya mekanisme pemetaan dari data objek menjadi data dalam bentuk tabel.
REFERENSI 1. Abreu F.B., Esteves R., Goulao M, The Design of Eiffel Programs: Quantitative Evaluation using the MOOD Metrics, Proc. TOOLS’96 USA, 1996. 2. Boyko, Y., Simon Galperin, Alexander Stepanov. Should we use Object Database Management Systems. Dept. Computer Science, Drexel University, 2007. 3. Devarakonda, Ramakanth S. Object Relational Database System – The Road Ahead. Association for Computing Machinery Vol 7, Issue 3, pp. 15-18, 2001. 4. Greyhan, Rick. The Database Behind the Brains. 2nd ed. Versant Corporation, March 2006. 5. Kim, Won. Introduction to Object-Oriented Databases. Cambridge: MIT Press, 1992. 6. Rahman, M.Z., Penerapan Metrics for Object-Oriented Design versi 2 dalam Pengukuran Kualitas Desain Perangkat Lunak Berorientasi Objek, Thesis MTI – UI, 2009 7. SourceForge, http://sourceforge.net, visited 21 Maret 2009. 8. Wikipedia, Object Database–available at http://en.wikipedia.org/wiki/Object_Database, visited 16 Januari 2009.
29
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
PENGEMBANGAN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK PREDIKSI PRODUKSI MADU HUTAN DI TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM: KERANGKA KONSEP Ambar Yoganingrum, Dana Indra Sensuse Fakultas Ilmu Komputer. Universitas Indonesia Email:
[email protected] Abstrak Produksi madu hutan sangat tergantung pada kondisi lingkungan dan alam sekitarnya. Kesalahan memprakirakan produksi madu hutan, menyebabkan petani kesulitan pemasarannya. Makalah ini mengajukan kerangka konsep pengembangan sistem penunjang keputusan pada manajemen produksi khususnya untuk prediksi kapasitas panen madu industri kecil madu hutan di Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) Kalimantan Barat. Metoda pengumpulan data yang digunakan adalah kajian referensi dan wawancara. Sebagai data masukan untuk sistem adalah data ekologi yaitu kerapatan bunga dalam tajuk dari pohon tersebut, data fisis lingkungan seperti suhu, kelembaban, curah hujan dan kecepatan angin serta jumlah rata-rata madu dari satu sarang lebah yang ada di suatu tikung, lalau dan repak. SPK yang dikembangkan berbasis spreadsheet dengan metoda klastering K-means. Kata Kunci: Sistem penunjang keputusan, Madu hutan, Perencanaan produksi, Spreadsheet 1. PENDAHULUAN Saat ini pemerintah mengembangkan kebijakan pengelolaan hutan berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Salah satu komoditi HHBK yang dikembangkan karena dapat mendukung perekonomian masyarakat yang tinggal di sekitar hutan adalah komoditi madu dari lebah Apis dorsata (Irawan, 2007). Ohta (2002) dan Poghosyan (sa) menjelaskan bahwa salah satu permasalahan utama dari produk pertanian termasuk kehutanan adalah kesulitan petani dalam memperkirakan kapasitas produksi. Akibat permasalahan tersebut maka harga produk menjadi tidak stabil dan kesulitan dalam merespon kebutuhan pasar lokal maupun export. Produksi madu hutan sangat tergantung pada lingkungan hutan dan kondisi iklim. Perubahan ekstrim pada cuaca menyebabkan gagalnya panen. Sebagai contoh pada tahun 2008, satu minggu menjelang panen, banjir besar merendam sarang-sarang lebah di TNDS, sehingga petani gagal panen (Pendamping APDS Irawan, komunikasi pribadi, 2009). Berdasarkan wawancara dengan pendamping petani madu hutan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) Kalimantan Barat, saat ini petani memerlukan sistem untuk membantu dalam memperkirakan jumlah panen. Tahun 2009, kelompok petani memperkirakan akan memperoleh 10 ton, ternyata diperoleh 17 ton madu, sehingga kesulitan dalam pemasaran (Pendamping APDS Irawan, komunikasi pribadi, 2009). Pertanyaan penelitian yang dikembangkan dari permasalahan di atas adalah, Indikator apa saja yang berpengaruh terhadap produksi madu hutan? Sistem apa yang sesuai untuk membantu kelompok petani memperkirakan kapasitas produksi madu hutan di TNDS. Makalah ini mencoba mengembangkan dan mengajukan kerangka konsep sistem penunjang keputusan (decision support system) untuk manajemen produksi, fokus pada prediksi kapasitas produksi madu hutan di TNDS Kalimantan Barat. Kerangka konsep ini diharapkan dapat diimplementasikan sebagai bagian dari penelitian operasional pendekatan TIK untuk pengembangan manajemen rantai pasok (MRP) di sektor industri kehutanan.
30
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Pengumpulan data untuk membangun konsep SPK dilakukan secara kajian pustaka dan wawancara beberapa sumber yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Riak Bumi sebagai pendamping petani madu di TNDS, presiden Asosiasi Periau Danau Sentarum (APDS), ahli lebah dari Pusat Penelitian Kehutanan dan ahli botani kehutanan dari Universitas Tanjungpura Kalimantan Barat. Data dan informasi yang diperoleh dianalisis dengan teknik analisis konten, dikonfirmasi dan didiskusikan untuk membangun kerangka konsep SPK prediksi produksi madu. Indikator yang dibutuhkan untuk membangun SPK prediksi produksi madu hutan adalah indikator ekologi (Kerapatan bunga dalam tajuk), indikator fisis lingkungan (suhu, kelembaban, curah hujan dan kecepatan angin) dan data rata-rata kapasitas madu dari satu sarang lebah setiap kali panen. Kerangka konsep yang digunakan adalah SPK berbasis spredsheet. Ketiga indikator akan diukur hubungan satu sama lain dengan menggunakan teknik data mining dengan klustering K-mean. Metode spreadsheet dipilih adalah untuk memudahkan petani mengoperasikan dan mengembangkan SPK. Disamping spreadsheet sendiri adalah aplikasi yang penting dan handal untuk analisis, perencanaan dan pemodelan. Petani madu di TNDS belum terbiasa mengoperasikan sistem berbasis komputer. Aplikasi komputer yang pertama di kenal sejauh ini adalah spreadsheet yaitu untuk mendokumentasikan data hasil produksi madu. Apis dorsata atau lebah hutan merupakan lebah madu asli Indonesia sebagai penghasil madu yang paling produktif. Ukuran tubuhnya paling besar dibandingkan lebah jenis lain. Penduduk Danau Sentarum di Kalimantan Barat menamainya manye/muanyi (Hadisoesilo et al, 2007; JMHI, 2009). Apis dorsata merupakan lebah liar, sangat agresif dan tempat bersarangnya sulit dijangkau, sehingga penelitian mengenai Apis dorsata masih sangat minim (Ahli lebah Hadisoesilo, komunikasi pribadi, 2009). Perilaku yang unik dari lebah jenis ini adalah kebiasaan bermigrasi untuk mencari tempat bersarang yang baru. Pada musim berikutnya lebah ini akan selalu kembali ke pohon tempat bersarang sebelumnya (Hadisoesilo et al, 2007; Heri et al, sa). Lebah memiliki daya ingat waktu, sehingga pada perilaku mencari makan, lebah akan datang ke sumber makanan di lokasi dan pada waktu yang sama (Syamsudin, 1986). Ada 4 faktor fisis utama yang mempengaruhi perilaku pencarian makan pada lebah yaitu intensitas cahaya, suhu, kelembaban dan kecepatan angin (Syamsudin, 1986). Tetapi sebenarnya setiap spesies lebah di suatu wilayah memiliki respon yang berbeda terhadap ke 4 faktor fisis tersebut, sehingga perlu dilakukan penelitian faktorfaktor yang paling mempengaruhi kegiatan bekerja lebah. Menurut pengamatan, faktor fisis yang paling mempengaruhi kegiatan bekerja lebah adalah suhu dan intensitas cahaya (Syamsudin, 1986). Perilaku unik lebah Apis Dorsata yaitu mencari makan pada malam hari saat terang bulan atau cuaca cerah (Hadisoesilo et al, 2007). Dengan demikian faktor intensitas cahaya nampaknya bisa diabaikan. Pohon-pohon tertentu di hutan secara rutin, khususnya pada musim berbunga, selalu didatangi dan digunakan sebagai tempat bersarang Apis Dorsata (Hadisoesilo et al, 2007). Masyarakat di kawasan TNDS menyebutnya ‘pohon lebah’, merupakan pohon berkayu yang menjulang tinggi disebut juga lalau (Hadisoesilo et al, 2007). Lebah juga membuat sarang di pohon rendah (Repak). Repak tidak didatangi lebah setiap tahun. Jika jumlah bunga luar biasa banyak maka ditemukan sarang lebah di repak (Firmansyah, 1996). Masyarakat TNDS, mengembangkan tempat bersarang buatan untuk lebah, disebut tikung. Tikung merupakan dahan tiruan yang terbuat dari kayu tembesu (Fagraea fragrans), diletakan di pohon-pohon yang disenangi lebah untuk membuat sarang. TNDS adalah kawasan danau genangan (retarded basin) yang mengalami pasang surut, sehingga tikung di pasang pada ketinggian tertentu, supaya tidak terendam jika air pasang (Hadisoesilo et al, 2007; Firmansyah, 1996). Model SPK untuk efisiensi integrasi produksi dan distribusi produk kehutanan mampu membuat perusahaan menyediakan servis yang fleksibel dan waktu yang pendek untuk melayani pelanggan, namun terkendala dengan ketersediaan data (Carlson et al,
31
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
2005). Jika data tersebut belum tersedia, maka akan dibuat asumsi-asumsi berdasarkan pada informasi yang di gali dari beberapa informan. Sejauh ini penelitian yang membahas mengenai pemanfaatan TIK untuk MRP komoditi HHBK belum ditemukan. Di sektor industri pertanian, penelitian mengenai TI/SPK untuk manajemen produksi lebih berkembang. Ahumada et al (2009) telah mereview berbagai model perencanaan produksi dan distribusi pada MRP produk pertanian yang sukses pada level implementasi. Beberapa peneliti telah mengembangkan SPK, sistem ahli (expert system) dan model untuk perencanaan produksi untuk produk pertanian (Ahumada et al, 2009; Lowe et al, 2004). Di indonesia, Ohta (2002) mengusulkan jaringan MRP maya dengan memanfaatkan TI untuk distribusi produk pertanian Indonesia. Tujuan dari pembangunan jaringan manajemen rantai pasok maya tersebut adalah untuk meningkatkan perencanaan produksi untuk produk pertanian, mengoptimalkan sistem distribusi, mengumpulkan dan sharing informasi antar pemain jaringan. Seperti halnya Sistem Informasi Manajemen (Management Information System), dan bidang lain yang merupakan bagian dari Sistem Penunjang Manajemen (Management Support System), Sistem Penunjang Keputusan (SPK) bersifat ‘a content free expression’ maksudnya berbeda orang berbeda pula kebutuhannya. Oleh sebab itu tidak ada definisi yang universal dari SPK (Turban, 2005). Menurut Little, SPK yaitu sekumpulan prosedur berbasis model untuk memproses data dan memberikan opini untuk membantu manajer dalam pengambilan keputusan. Oleh sebab itu ciri SPK yang baik adalah sederhana, handal, mudah di kontrol, adaptif, lengkap dengan informasi penting, dan mudah digunakan (Turban, 2005). Belum banyak hasil penelitian yang membuktikan keberhasilan implementasi SPK di UMKM, namun telah dilakukan penelitian bahwa UMKM memiliki potensi setelah diperkenalkan manfaat SPK (Burgess et al, 2003). 2. BAHAN DAN USULAN KONSEP Petani madu TNDS memiliki pengetahuan lokal untuk memprediksi jumlah panen madu. Pertama, petani akan melihat, apakah pohon-pohon di hutan telah berbunga, seraya membersihkan tikung-tikung (Presiden APDS Erwanto, komunikasi pribadi, 2009). Petani memastikan lebah hutan akan datang ke kawasan Danau Sentarum, ketika bunga-bunga di hutan telah bermunculan. Menurut petani, jumlah panen madu dipengaruhi oleh jumlah bunga di hutan. Jika jumlah bunga terlihat banyak, maka jumlah panen akan banyak juga. Kondisi pakan memang menentukan jumlah madu yang dihasilkan lebah (Hadisoesilo et al, 2007). Pohon yang pertama berbunga adalah pepohonan tinggi yang tumbuh di perbukitan. Nektar dari bunga pohon tinggi tersebut merupakan pakan bagi koloni Apis Dorsata yang membuat sarang di pohon yang tinggi. Setelah itu, pepohonan yang tumbuh di dataran rendah atau di sekitar Danau Sentarum mulai berbunga (Heri et al, sa). Bunga dari pepohonan yang tumbuh di sekitar danau adalah penyedia nektar bagi koloni lebah yang membuat sarang di tikung (Heri et al, sa). Bunga-bunga yang menjadi sumber nektar bagi lebah, bermekaran secara berurutan mulai dari bulan September hingga Maret (Heri et al, sa). Beberapa minggu kemudian, petani akan mengamati apakah koloni-koloni lebah telah membuat sarang. Apis Dorsata akan kembali ke tempat dimana sarangnya semula berada, walau telah bermigrasi jauh (ahli lebah Hadisoesilo, komunikasi pribadi 2009). Menurut petani, jika sebuah tikung pernah menjadi tempat sarang koloni lebah, maka seterusnya koloni lebah akan membuat sarang di tikung tersebut. Tikung yang tidak pernah menjadi tempat sarang lebah, akan dipindahkan letaknya ke lokasi yang diperkirakan akan didatangi lebah untuk membuat sarang. Setiap satu sarang lebah akan dipanen sebanyak tiga kali. Biasanya pada panen kedua akan diperoleh madu lebih banyak dari panen pertama (Pendamping APDS Irawan, komunikasi pribadi, 2009). Apis Dorsata termasuk jenis lebah madu yang produktivitasnya tinggi. Dalam kondisi pakan yang cukup, satu koloni dengan populasi lebah yang besar mampu menghasilkan 10-15 kg, bahkan ada yang sampai 22-45 kg
32
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
(Hadisoesilo et al, 2007). Umumnya panen madu di TNDS berlangsung dari bulan Desember hingga Maret. Berdasarkan pada data yang diperoleh maka untuk mengembangkan model SPK untuk prediksi kapasitas panen madu diperlukan data sebagai berikut: 1. Indikator ekologi (Kerapatan bunga dalam tajuk di hutan) Jika dapat diukur persentase kerapatan bunga dari pohon yang biasa dihinggapi Apis Dorsata, kemudian dikaitkan dengan rata-rata jumlah madu yang diperoleh dari setiap sarang lebah maka jumlah madu dalam setiap sarang lebah dapat diprediksi. Persentase kerapatan bunga dalam tajuk dapat dihitung dengan menggunakan metoda refleksi basal area (Ahli kehutanan, Hardiansyah, komunikasi pribadi, 2009). 2. Indikator fisis lingkungan (suhu, kelembaban, curah hujan dan kecepatan angin) Tiga faktor fisis lingkungan yaitu suhu, kelembaban dan kecepatan angin mempengaruhi kegiatan lebah (Syamsudin, 1986). Dalam penelitian ini akan disertakan variabel curah hujan, dengan asumsi curah hujan juga akan mempengaruhi kegiatan lebah. Kegiatan lebah adalah kegiatan lebah pekerja keluar masuk sarang. Kegiatan tersebut erat kaitannya dengan ketersediaan sumber makanan di sekitar sarang, sehingga diasumsikan lebah pekerja akan keluar masuk sarang untuk mengumpulkan nektar, walaupun sebenarnya ada kegiatan lain seperti menghadapi predator penggangu atau semut-semut di sekitar sarang (Syamsudin, 1986). Data fisis suatu wilayah tersedia di Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Kondisi cuaca di suatu daerah dapat ditentukan oleh sejumlah indikator yaitu lama penyinaran matahari, kelembaban udara, tekanan udara, curah hujan, temperatur udara, arah angin dan kecepatan angin. SPK untuk prakiraan cuaca jangka pendek telah dikembangkan dengan menggunakan metode pohon keputusan berdasarkan algoritma C4.5. (Indriyani, 2009). SPK yang dikembangkan oleh Indriyani (2009) akan dicoba diterapkan dengan menggunakan data yang dikeluarkan oleh stasiun BMKG di Putussibau untuk prediksi curah hujan di TNDS. 3. Rata-rata kapasitas madu dari satu sarang lebah setiap kali panen. Data rata-rata kapasitas madu dari satu sarang lebah setiap kali panen diperlukan untuk menghitung hubungan angka kerapatan bunga terhadap jumlah rata-rata madu yang dikandung oleh rumah lebah di satu tikung, satu lalau dan satu repak. Kemungkinan akan ada lebih dari satu sarang lebah di lalau dan repak. Akan dicatat juga hubungan kerapatan bunga terhadap jumlah sarang yang kemungkinan akan tumbuh di repak dan laju pertambahan sarang lebah atau jumlah koloni di lalau. Sesuai dengan definisi menurut Little, yaitu ciri SPK yang baik adalah sederhana, handal, mudah di kontrol, adaptif, lengkap dengan informasi penting, dan mudah digunakan (Turban, 2005), maka akan dikembangkan SPK berbasis spreadsheet (Spreadsheet oriented DSS). Metode spreadsheet digunakan secara luas untuk pengembangan SPK. Spreadsheet dapat untuk membangun model optimisasi dengan berbagai pemrograman matematika. Aplikasi yang paling populer untuk membangun SPK berbasis spreadsheet adalah Excel (Turban, 2005). Selain itu model dengan spreadsheet dapat dikembangkan dengan dan diimplementasikan dalam berbagai bahasa dan sistem pemrograman. Spredsheet adalah aplikasi yang penting dan handal untuk analisis, perencanaan dan pemodelan (Turban, 2005; Salter, 1989, Seila et al, 1990). Pertimbangan pengembangan SPK berbasis spreadsheet adalah industri kecil biasanya memiliki keterbatasan dalam jumlah pegawai dan keahlian untuk mengoperasikan sistem yang berbasis komputer. Fitur-fitur sederhana pada aplikasi berbasis spreadsheet umumnya cukup dikenal dan biasa digunakan untuk membantu
33
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
pekerjaan kantor. Para petani di TNDS, memiliki motivasi untuk belajar dan mengadopsi teknologi baru (Pendamping APDS Irawan, komunikasi pribadi, 2009). SPK akan dibangun menggunakan teknik data mining dengan metode klustering Kmeans. Teknik data mining mampu memberikan keputusan jika lingkungan berubah (Santosa, 2007). Metode klastering cukup dikenal dan banyak dipakai dalam data mining. Teknik ini digunakan karena belum diketahui pola atau hubungan antar data yang digunakan (Dunham, 2003). Tujuan metode klastering adalah pengelompokan sejumlah data/obyek ke dalam klaster sehingga dalam satu klaster akan berisi data yang memiliki kemiripan atau jaraknya dekat dan membuat jarak sejauh mungkin pada antar kluster (Santosa, 2007). Dalam memprediksi produksi madu maka akan dibandingkan hasil pengukuran aktual dari indikator ekologi dan indikator lingkungan pada pola atau klasterklaster yang sudah diperoleh berdasarkan pada data historis yang diolah dengan teknik klustering. Berikut ini adalah kerangka pikir dari SPK yang akan dibangun.
34
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Gambar 1. Kerangka pikir dari SPK prediksi kapasitas produksi madu hutan
Model I: Analisis time series produksi madu setiap kali panen dari lalau, tikung dan repak
Model II: Analisis kerapatan bunga pada tajuk
Model III Indriyani (2009): Analisis curah hujan
Data persentase kerapatan bunga
Data produksi madu
Model IV: Analisis klastering
Data fisis lingkungan
Teknik K-means Data prediksi madu setiap kali panen
Data curah hujan
Model SPK yang akan dikembangkan dengan spreadsheet adalah: 1. Model I akan menyediakan data time series jumlah produksi madu setiap kali panen baik dari tikung, lalau dan repak. SPK model I akan menyediakan data produksi madu kepada SPK model IV. 2. Model II akan menganalisis kerapatan bunga. SPK ini akan menyediakan data persentase kerapatan bunga kepada SPK model IV. 3. Model III mengaplikasikan model yang telah dibangun oleh Indriyani (2009), akan menyediakan data fisis lingkungan yang diperlukan SPK model IV dan memberikan informasi curah hujan, sehingga petani dapat antisipasi terhadap kemungkinan air pasang secara ekstrim. 4. Model IV menganalisis prediksi produksi madu berdasarkan pada analisis hubungan antara persentase kerapatan bunga, kondisi fisis lingkungan (temperatur, kelembaban, curah hujan dan kecepatan angin) dan jumlah produksi setiap kali panen baik dari tikung, lalau dan repak. Algoritma K-means klustering pada model IV dengan menggunakan aplikasi spreadsheet yang public domain adalah sebagai berikut: a. Model I, II dan III menyediakan data berskala interval pada model IV. b. Karena satuan data yang berbeda maka dilakukan standarisasi data. Standarisasi data menggunakan fasilitas pada aplikasi yang digunakan. c. Klustering dengan menggunakan aplikasi spreadsheet yang digunakan, untuk melihat pola atau hubungan antar data. Pola antar klaster dijadikan acuan untuk prediksi produksi madu Dari beberapa teknik klastering yang paling sederhana dan umum dikenal adalah klastering K-means (Santosa, 2007). Kelemahan dari SPK dengan metode klustering Kmeans adalah sejauh ini berapa jumlah klaster yang optimal masih terus diteliti, namun hasil yang dicapai cukup baik dari segi praktis (Santosa, 2007).
35
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Kelebihan dari SPK berbasis spreadsheet ini adalah mudah dioperasikan dan dikembangkan oleh petani, misalnya ada penambahan indikator, petani ingin mengukur hubungan kondisi fisis lingkungan terhadap kerapatan bunga dan sebagainya dan diharapkan cukup handal untuk prediksi produksi madu hutan. Pengembangan SPK berbasis spreadsheet adalah upaya mengenalkan teknologi penunjang keputusan kepada petani sebagai unsur penting dalam manajemen rantai pasok madu hutan. Kegiatan selanjutnya adalah mencoba mengimplementasikan konsep yang telah dikembangkan ini dan menyempurnakan kembali berdasarkan pada permasalahan yang ditemukan di lapangan. 3. KESIMPULAN Berdasar analisis pada tinjauan ini, metoda spreadsheet dengan teknik klastering K-means pada penyusunanan konsep SPK prediksi produksi madu hutan dianggap akan dapat diterapkan di lapangan. Kendala yang akan ditemui adalah berapa jumlah kluster yang sebaiknya dibentuk masih harus diuji coba. Keunggulan SPK dengan metoda spredsheet adalah mudah dioperasikan dan dikembangkan oleh petani. SPK prediksi produksi madu hutan memerlukan data persentase kerapatan bunga dalam tajuk, data fisis lingkungan (suhu, kelembaban, curah hujan dan kecepatan angin) dan data ratarata kapasitas madu dari satu sarang lebah setiap kali panen. DAFTAR PUSTAKA 1. Ahumada, O dan Villalobos, J. R. 2009. Application of planning models in the agrifood supply chain: A review. European Journal of Operational Research 195 p. 1–20 2. Burgess, S dan Schauder, D. 2003. Spreadsheets as knowledge documents: Knowledge transfer for small business Web site decision. Annals of Cases on Information Technology 5 p. 521 3. Carlsson, D dan Ronnqvist, M. 2005. Supply chain management in forestry––case studies at Sodra Cell AB. European Journal of Operational Research 163 p. 589–616 4. Dunham, M H. 2003. Data Mining: Introdactory and advanced topic. Perason Education INC: NewJersey 5. Hadisoesilo, S dan Kuntadi. 2007. Kearifan Tradisional dalam Budaya Lebah Hutan (Apis Dorsata). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam: Bogor 6. Heri, Vdan Hermanto. Sa. Bunga-Bunga Yang Menjadi Pakan Lebah Di Danau Sentarum. Makalah. Tidak dipublikasikan 7. Indriyani, N. 2009. Penerapan Metode Pohon Keputusan Dengan Algoritma C4.5 Pada Sistem Penunjang Keputusan Dalam Memprakirakan Cuaca Jangka Pendek. Tesis. Universitas Indonesia: Depok 8. Lowe,T J and Preckel, P V. 2004. Decision Technologies for Agribusiness Problems: A Brief Review of Selected Literature and call for research. Manufacturing & Service Operations Management 6 (3) pg. 201-208 9. Ohta, T. 2002. Implementation of Supply Chain Management using Information Technology for Agricultural Product Distribution in Indonesia. The Project Report of HRD Programme for Exchange of ICT Researchers and Engineers. Unpublished. 10. Poghosyan, A dan Sommers, P. Sa. From honey to Money: a sweet case from Armenia. http://www.globalfoodchainpartnerships.org/cairo/papers/ArsenPoghosyanArmenia.p df. tanggal akses: 20 Agustus 2009 11. Santosa, B. 2007. Data Mining: Teknik pemanfaatan data untuk keperluan bisnis. Graha Ilmu: Jogjakarta. 12. Salter, J H.; Rothermel, G M. 1989. Small Business Decision Support Systems The National Public Accountant 34 (5) p. 32
36
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
13. Seila, A F dan Banks, J. 1990. Use An Electronic Spreadsheet As A Decision Support System. Use An Electronic Spreadsheet As A Decision Support System. Industrial Engineering 22 (5) pg. 40 14. Syamsudin, TS. 1986. Hubungan Pola Kegiatan Harian Lebah Pekerja Apis Cerana Fabricius Dengan Faktor Lingkungan Di Pakar Wetan Dan Mekar Wangi-Bandung Utara Jawa Barat . Tesis. Institute Teknologi Bandung: Bandung 15. Turban, E; Aronson, J E dan Liang, T P. 2005. Decision Support Systems and Intelligent Systems. 7th ed. Prentice Hall: Singapore
37
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
ALGORITMA KENDALI SISTEM PENGISIAN TABUNG BAHAN BAKAR UNTUK APLIKASI GENERATOR DENGAN KONSEP DUAL FUEL Aam Muharam1, Widodo Budi Santoso2, Achmad Praptijanto3 Grup Riset Kelompok Penelitian Motor Bakar Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik – LIPI Jl. Sangkuriang (Komplek LIPI Gd. 20) Bandung 40135 Telp. 022-2503055 ext. 1415 1
[email protected] ,
[email protected] , 3
[email protected] Abstrak Telah dibangun sebuah sistem pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan generator sebagai penghasil energi menggunakan konsep dual fuel, yaitu menggabungkan bahan bakar gas (berasal dari kotoran sapi) dan solar. Pada sistem tersebut, digunakan dua buah tabung sebagai penampung bahan bakar gas. Makalah ini membahas perancangan algoritma kendali sistem pengisian tabung untuk memperoleh tekanan yang diperlukan oleh generator. Metoda pengisian gas dirancang agar beroperasi secara otomatis. Hal ini diperlukan untuk menjamin penampungan gas dalam tabung dan kestabilan tekanan gas yang masuk ke sistem pembakaran generator secara kontinyu dalam waktu yang relatif lama. Tekanan tersebut mempengaruhi kinerja generator dalam menghasilkan energi listrik yang efisien. Mikrokontroler digunakan sebagai pengendali kerja katup dan pompa pada rumah generator. Algoritma kendali dirancang untuk memenuhi kebutuhan pasokan gas pada sistem generator. Dari implementasi di lapangan diperoleh bahwa algoritma yang diterapkan pada mikrokontroler mampu bekerja sebagai pengendali dan pengatur kerja pompa dan katup pada tabung penampung bahan bakar gas secara otomatis. Kata Kunci: generator, dual fuel, algoritma kendali, mikrokontroler 1. PENDAHULUAN Kebutuhan energi listrik saat ini semakin meningkat pesat, diiringi perkembangan penerapan teknologi di masyarakat. Hal ini tidak ditunjang dengan pemenuhan kebutuhan oleh pihak penyedia energi listrik karena keterbatasan sistem pembangkit dan mahalnya biaya investasi. Padahal masyarakat pedesaan sudah sangat lama memimpikan bahwa rumah mereka sudah terhubung dengan listrik. Mahalnya harga minyak dan makin santernya gaung krisis energi yang dibarengi pula dengan seringnya pemadaman listrik bergilir, bukan hanya membuat makin berat beban hidup tetapi juga membuat miris dan cemas masyarakat. Sistem pembangkit di Indonesia saat ini masih di dominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD) berbahan bakar BBM (solar), berdasarkan [Anonim1, 2009; Anonim3, 2008] biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik dalam jumlah beban kecil, terutama untuk daerah baru yang terpencil atau untuk listrik pedesaan. Namun demikian sampai saat ini untuk kebutuhan listrik di Jakarta masih ditopang oleh beberapa unit PLTD. Di dalam perkembangannya PLTD dapat juga menggunakan bahan bakar gas (BBG). Di seluruh Indonesia terdapat tidak kurang dari 5.000 unit PLTD berkapasitas antara 2-3 MW. Konsumsi BBM (solar) kira-kira satu liter untuk tiga kwh, jadi dapat dibayangkan berapa banyak BBM yang dibutuhkan untuk PLTD. Menurut [Vijayabalan, 2009], pada mesin berbahan bakar ganda, bahan bakar gas tercampur dengan udara dan campuran ini dikompresikan seperti pada mesin diesel konvensional. Mesin berbahan bakar ganda (gas – diesel) ini secara signifikan
38
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
mengurangi konsumsi energi, densitas asap, emisi Nox dan meningkatkan efisiensi pengurangan panas. Makalah ini berkaitan dengan penelitian mengenai pembangkit listrik tenaga diesel dan gas yang dilakukan Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik (P2Telimek) LIPI dan diimplementasikan di desa Cilengkrang Kabupaten Bandung pada pertengahan tahun 2008. Secara rinci dibahas rancangan algoritma kendali sistem pengisian tabung untuk memperoleh tekanan yang diperlukan pada generator. Metoda pengisian gas dirancang agar beroperasi secara otomatis. Hal ini diperlukan untuk menjamin penampungan gas dalam tabung dan kestabilan tekanan gas yang masuk ke sistem pembakaran generator secara kontinyu dalam waktu yang relatif lama. Tekanan tersebut mempengaruhi kinerja generator dalam menghasilkan energi listrik yang efisien. Mikrokontroler digunakan sebagai pengendali kerja katup dan pompa pada rumah generator. Algoritma kendali dirancang untuk memenuhi kebutuhan pasokan gas pada sistem generator. 2. PEMBAHASAN Sistem pembangkit berbahan bakar gas-diesel merupakan alternatif teknologi yang ditawarkan P2Telimek-LIPI bagi kebutuhan energi listrik di pedesaan. Tradisionalnya, mesin diesel berbahan bakar ganda ini, menurut [Jensen, 2006], merupakan mesin diesel yang disesuaikan dengan komponen tambahan yang diperlukan agar dapat menggunakan gas alam sebagai bahan bakarnya. Mesin tersebut merupakan jenis diesel di mana memerlukan level-level tertentu dalam pengoperasiannya, terutama ketika ingnition dari bahan bakar gas. Sedikit berbeda dengan yang diterapkan dalam penelitian di P2Telimek-LIPI.
Gambar 1. Skema Rancangan Sistem Elektro Mekanik Pengisian Tabung Bahan Bakar Sistem ini memanfaatkan gas dari kotoran sapi yang banyak tersedia di peternakan-perternakan penduduk (dalam penelitian ini diterapkan di Desa Cilengkrang Kabupaten Bandung). Generator berbahan bakar ganda yang digunakan mempunyai kapasitas 10 KWH [LIPI, 2009; Anonim2, 2009] . Saat ini dengan bahan bakar gas bisa
39
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
menghasilkan daya listrik sebesar 2.000 watt, di mana untuk satu kWh konsumsi listrik memerlukan 0,03 m3 biogas. Pengaturan bahan bakar gas yang masuk ke generator diperlukan untuk menjamin ketersediaan pasokan bahan bakar dalam ruang bakar. Sistem manajemen energi secara tidak langsung bekerja mengendalikan ketersediaan dan besarnya tekanan gas yang dimampatkan ke generator. Tekanan gas yang diperlukan agar dapat bercampur dengan solar dan terbakar di ruang bakar adalah lebih kurang 8 bar. Bila tekanan tidak terpenuhi, maka akan menghasilkan knocking (kelitik) pada mesin generator. Hal ini tentunya harus dihindari untuk menjaga komponen-komponen di ruang bakar pada generator. Rancangan sistem pengisian tabung terdiri atas beberapa komponen seperti ditunjukkan dalam Gambar 1. Bahan bakar gas yang dihasilkan dari digester kotoran sapi dipompakan ke dalam tabung penampung. Tabung penampung berfungsi untuk menyediakan bahan bakar gas yang siap disuplai ke generator dengan tekanan tertentu. Tekanan ini berpengaruh pada knocking generator, di mana gas bertekanan akan memudahkan proses pengkabutan dan pembakaran di ruang bakar. Metoda kendali yang digunakan pada rancangan ini adalah sistem loop tertutup (closed-loop system) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Sistem Kontrol Loop Tertutup Pada sistem di atas, tekanan yang diinginkan pada tabung akan dimonitor terus oleh sensor tekanan yang dipasang di tabung penampung. Sensor tekanan yang digunakan adalah pengendali ON-OFF (ON-OFF Controller) dengan jenis kontrol 2 titik. Hal ini seperti dijelaskan oleh [Kilian, 2000] di mana sensor ini merupakan jenis termudah dalam strategi penerapan sistem kontrol loop tertutup. Pada sistem pengisian tabung penampung ini, sensor tekanan diset dengan kondisi level bawah berada di nilai 2 bar dan level atas tekanan gas di tabung berada di posisi 8 bar. Gambar 3 adalah grafik yang menjelaskan prinsip kerja dari sensor tekanan di tabung penampung.
Gambar 3. Grafik Kerja Sensor Tekanan Gas di Tabung Penampung Semua penyelesaian prosedur dan algoritma kendali dilakukan oleh sebuah chip mikrokontroler 8 bit keluarga MCS51 [Putra, 2002]. Mikrokontroler ini memiliki spesifikasi seperti ditunjukkan pada Tabel 1 berikut. Pemrograman dilakukan menggunakan bahasa assembler dengan memanfaatkan perangkat lunak open source MIDE-51.
40
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Tabel 1. Sfesifikasi Mikrokontroler AT89S51 Sfesifikasi Teknis • Compatible with MCS-51™ Products • 4K Bytes of In-System Reprogrammable Flash Memory – Endurance: 1,000 Write/Erase Cycles • Fully Static Operation: 0 Hz to 24 MHz • Three-level Program Memory Lock • 128 x 8-bit Internal RAM • 32 Programmable I/O Lines • Two 16-bit Timer/Counters • Six Interrupt Sources • Programmable Serial Channel • Low-power Idle and Power-down Modes
Algoritma sistem kendali digambarkan dalam 2 buah diagram alir program di bawah ini. Gambar 4 menunjukkan diagram alir ketika sistem memulai operasinya. Secara otomatis, kontroler bekerja mengaktifkan katup dan pompa untuk memenuhi kebutuhan gas dalam tabung penampung. Saat kedua tabung terpenuhi (dalam hal ini bertekanan tertentu), kontroler menghentikan kerja katup dan pompa dalam sistem. Kemudian ketika generator dinyalakan, maka mulai dilakukan prosedur running yang akan menyalurkan bahan bakar gas ke saluran generator.
41
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
42
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Gambar 4. Diagram Alir Sistem Ketika Awal Beroperasi
Gambar 5. Diagram Alir Sistem Saat Running
Pada Gambar 5 di atas, distribusi gas dilakukan pertama kali dari tabung A. Selanjutnya kontroler akan mengendalikan kerja katup, pompa dan memonitor setiap perubahan sensor tekanan di kedua tabung. Ketika Tekanan di tabung A menunjukkan batas bawah yakni 2 Bar, maka secara otomatis distribusi gas dialihkan ke tabung B. Sementara tabung A diisi kembali sampai memenuhi batas atas sensor tekanan yaitu sebesar 8 Bar. Proses ini terus berlanjut sampai tekanan gas di tabung B juga mengalami penurunan dan secara otomatis kontroler akan melakukan pengisian ulang gas ke tabung B dan distribusi kembali di alihkan dari tabung A. Semua kondisi di atas dilakukan oleh kontroler. Operator hanya melakukan set poin tekanan gas di tabung dan memastikan semua komponen terhubung dengan baik. Selain itu, proses berada dalam kendali kerja sebuah mikrokontroler. 3. KESIMPULAN
43
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Sistem pengisian tabung bahan bakar gas diperlukan untuk mengendalikan pengisian gas pada generator. Rancangan metoda secara otomasi sudah diterapkan pada prototipe generator listrik berbahan bakar gas-diesel. Bahan bakar gas yang dihasilkan dari kotoran sapi dapat memenuhi kebutuhan energi generator untuk membangkitkan energi listrik. Mikrokontroler yang digunakan dapat memenuhi kebutuhan kendali katup dan pompa pada pengisian bahan bakar ke dalam tabung penampung serta mampu menjaga besarnya tekanan dalam tabung penampung selama sistem beroperasi sesuai set poin yang ditetapkan oleh operator. Algoritma ini dirancang sesuai kebutuhan penelitian generator dual-fuel di P2Telimek-LIPI, dan hasil implementasi di lapangan dirasa masih perlu perbaikan dari sisi aktuator dan kontrol. Pada algoritma di atas, alur gas yang diberikan ke generator diatur secara manual melalui katup. Pengembangan ke depan diharapkan dapat digunakan katup otomatis yang dapat mengatur alur tekanan bahan bakar yang masuk ke generator. Selain itu integrasi kontrol bahan bakar akan lebih meningkatkan efisiensi energi yang dihasilkan. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada staf peneliti di Laboratorium Motor Bakar, staf peneliti di Bidang Peralatan Transportasi dan Kepala Bidang Peralatan Transportasi serta rekan-rekan di P2Telimek-LIPI yang sangat membantu dalam kegiatan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim1. BBM, Listrik dan Krisis Energi. 2008. Diakses dari http://belabangsa.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=18 2. Anonim2. Pembangkit Listrik dari Kotoran Sapi. Agustus 2009. Diakses dari http://www.kec-cilengkrang.web.id 3. Anonim3. Tutorial & Artikel Kelistrikan: Pembangkit Listrik Tenaga Diesel. 2008. Diakses dari http://erfad.890m.com/ar-listrik/12-PLTD.php 4. Jensen, S. Converting Diesel Engines to Dual Fuel: The Pros and Cons of Common Gas Engine Types. 2006. Energy Conversion Inc. Diakses dari http://www.energyconversions.com/whitepaperdualfuelengines.pdf 5. Kilian, C. T., 2000, Modern Control Technology: Componen and Systems, 2nd Edition, Delmar, New York. 6. LIPI. Arsip berita P2Telimek. 2009. Diakses dari http://www.lipi.go.id 7. Putra, A. E., 2002, Belajar Mikrokontroler AT89C51/52/55: Teori dan Aplikasi, Edisi ke-2, Gava Media, Yogyakarta. 8. Vijayabalan P. and Nagarajan G. Performance, Emission and Combustion of LPG Diesel Dual Fuel Engine using Glow Plug. Jordan Journal of Mechanical and Industrial Engineering. Volume 3. Number 2. 2009. Pages 105 – 110.
44
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
OPTIMASI IRIGASI SAWAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Bilqis Amaliah1, Chastine Fatichah2, Agus Zainal A3, Eka Gibran Hasany4, Maula N. M. Fachrurrozie5 Jurusan Informatika, FTIf Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Indonesia 1 2 3
[email protected] ,
[email protected] ,
[email protected] , 4 5
[email protected] ,
[email protected] Abstrak Penelitian ini mengusulkan optimasi pengaturan distribusi air pada saluran irigasi sawah menggunakan Generalized Minimal Spanning Tree (GMST). GMST adalah optimasi jarak pada dengan spanning tree pada suatu graf yang terdiri dari beberapa cluster, dimana antar cluster dihubungkan minimal oleh sebuah node. Tiap cluster dapat terdiri dari satu atau lebih node. Kasus saluran irigasi sawah merupakan kasus khusus dari GMST, yaitu ada sumber air dan satu node dapat berada pada lebih dari satu cluster. Untuk menyelesaikan GMST khusus saluran irigasi sawah, Peneliti akan menggunakan metoda Algoritma Genetik (GA). Hasil yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah minimum jumlah saluran irigasi sawah dan minimum panjang total saluran irigasi sawah yang bisa mengaliri semua petak sawah. Dengan demikian, masalah biaya dan tenaga untuk pembuatan saluran air bisa ditekan, dan hasilnya semua bidang sawah tetap bisa teraliri air. Kata kunci : minimal spanning tree, general minimal spanning tree, algoritma genetik 1. Pendahuluan Kasus saluran irigasi sawah adalah kasus yang menarik untuk dijadikan penelitian di bidang optimasi. Sementara ini, para petani dalam masalah mengaliri sawahnya, tidak melihat, apakah sistem pengairanya optimal atau tidak, yang penting sawahnya teraliri oleh air. Kadangkala, satu petak sawah mendapat aliran air lebih dari satu sumber air, dan petak sawah lainnya hanya mendapat satu sumber air saja. Karena tidak adanya pengaturan yang optimal, maka air akan banyak terbuang percuma. Misal, ada satu petak sawah, seharusnya cukup hanya mendapat air dari satu saluran irigasi saja, tapi petak sawah tersebut mendapat lebih dari satu saluran irigasi, sehingga banyak air yang terbuang percuma. Dari permasalahan diatas, maka Peneliti ingin mengajukan penelitian bagaimana caranya agar semua petak sawah teraliri air dengan jumlah saluran irigasi minimum dan panjang total saluran irigasi yang minimum pula. Untuk menjawab permasalahan ini, peneliti mengajukan sebuah metoda,yaitu metoda generalized minimal spanning tree yang disingkat menjadi GMST. Metoda ini merupakan generalisasi dari metoda minimal spanning tree (MST). Metode MST pada umumnya digunakan untuk menyelesaikan kasus transportasi. Namun peneliti sudah pernah menerapkan metode MST untuk menyelesaikan kasus lain yaitu deteksi tepi citra warna dan hasilnya lebih baik menggunakan metode Vector Ranking [8]. Pada usulan penelitian ini, digunakan metoda GMST yaitu generalisasi dari metode MST, untuk pengaturan distribusi air pada saluran irigasi sawah agar optimal. Berikut adalah contoh gambar aliran irigasi sawah dengan menggunakan Minimal Spanning Tree dan Generalized Minimal Spanning Tree
Gambar 1. Saluran Irigasi sawah dgn MST
Gambar 2. Saluran Irigasi sawah dgn GMST
45
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Contoh lain dari penggunaan GMST adalah : mendesign jaringan pohon untuk fiber optik [7], Jaringan fiber optik di New York dan Dallas [6], Rencana Produksi [5]. GMST untuk kasus irigasi sawah, adalah kasus GMST khusus, karena adanya sebuah node yang dianggap sebagai sebuah sumber air. Sedangkan untuk contohcontoh yang sudah diteliti sebelumnya [5,6,7] adalah kasus GMST umum, karena tidak memerlukan suatu node yang dianggap sebagai sumber. GMST adalah persoalan heuristik. Sehingga untuk menjawab persoalan ini, kami akan menggunakan pendekatan heuristik, yaitu untuk menentukan solusi yang baik atau mendekati optimal dari suatu masalah optimalisasi. Sebuah heuristik tidak menjamin suatu solusi yang paling optimal, melainkan mendekatinya. 2. Masalah Irigasi Sawah Tujuan dari penelitian ini adalah membangun perangkat lunak untuk optimasi distribusi air pada saluran irigasi sawah menggunakan Generalized Minimal Spanning Tree (GMST). Hasil dari penelitian ini adalah aplikasi yang interaktif berupa graf dimana user menginputkan node, edge (saluran irigasi sawah) dan bobot (panjang saluran irigasi sawah). Output yang dihasilkan minimum jumlah saluran irigasi sawah dan minimum panjang total saluran irigasi sawah yang bisa mengaliri semua petak sawah. Saluran irigasi sawah adalah contoh dari clustering, dimana sawah dibagi menjadi beberapa bagian. Pada saluran irigasi sawah, satu cluster terdiri dari beberapa node dan satu node dapat menjadi milik banyak cluster, node adalah sudut sawah. Optimalisasi saluran irigasi sawah adalah kasus khusus dari algoritma formal, karena harus ada satu sumber air dan satu node dapat berada pada banyak cluster.
Gambar 3. Contoh irrigasi sawah
3. Perancangan Algoritma genetika merupakan suatu metode pencarian yang didasarkan pada mekanisme dari seleksi dan genetika natural. Blok diagram dari mekanisme kerja algoritma genetika untuk kasus GMST ini adalah seperti yang terlihat pada gambar 4
Gambar 4. Diagram alur algoritma genetik
46
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
a. INISIALISASI KROMOSOM Algoritma dimulai dengan pembentukan sejumlah alternatif pemecahan yang disebut populasi. Pembentukan populasi awal dalam algoritma genetika dilakukan secara acak sebanyak n kromosom. Kromosom berisikan informasi solusi dari sekian banyak alternatif solusi masalah yang dihadapi. Kromosom untuk masalah GMST diilustrasikan dengan menggunakan coded string yang unik, disimbolkan X dengan panjang string n (jumlah node) dan disebut individual. Kita ambil binary coded string : Xi = 1 jika tree merentang node I(pada graf sawah, hal ini berarti vertex yang teraliri air), dan Xi = 0 jika sebaliknya (pada graf sawah, hal ini berarti vertex yang tidak teraliri air), dengan i=1,…,n vertex/ node pintu air. Berikut adalah contoh populasi : 100010001 100111010 : : 111110001
Sebanyak n kromosom
Gambar 5. Contoh kromosom- kromosom dalam populasi
Bit pertama pada kromosom mewakili vertex pertama, dan selalu bernilai 1 pada semua kromosom, karena merupakan vertex sumber air yang harus selalu teraliri air. b. PROSES EVALUASI Sebelum dihitung nilai fitness dari suatu kromosom, kromosom harus di-decoding terlebih dahulu, menggunakan Insertion Heuristic : • Langkah 1: pilih node I dari T, T = T \ {i}, ST = {i}. • Langkah 2: Temukan node j ∈ T dan paling dekat dengan ST, dan jalur (ST, j) menunjukkan jarak terpendek dari j ke ST. ST := ST U PATH(ST, j), T = T \ {j} • Langkah 3: Jika T = ∅ maka solusinya adalah ST, selesai. Namun jika tidak, lakukan langkah 2. Contoh penerapannya untuk kromosom 100010001. Kromosom tersebut jika direpresentasikan dalam graf bisa digambarkan seperti berikut :
Gambar 5. Representasi kromosom dalam graf sawah
Tampak pada gambar di atas, graf belum membentuk suatu tree, yang berakibat belum bisa terbentuk suatu saluran air. Permasalahan berikutnya adalah bagaimana membentuk saluran dari node 1 ke node 5 dan ke node 9. Untuk melakukannya, digunakan metode Insertion heuristic yang algoritmanya telah dijelaskan sebelumnya.
47
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Hasil dari insertion heuristic pada contoh kromosom 100010001 digambarkan pada gambar berikut :
Gambar 6. Hasil setelah insertion heuristic
Tampak bahwa, vertex ke-4 dan ke-8 harus dipilih untuk mendapatkan suatu saluran air yang benar. Maka kromosom 100010001 berubah menjadi 100110011. Sangat berguna jika Steiner tree yang diperoleh dari metode Insertion Heuristic ditingkatkan lagi dengan menghapus redundant edges (edge yang berlebih). Hasil dari penghapusan redundant edge pada contoh kromosom 100110011 digambarkan pada gambar berikut :
Gambar 7. Hasil penghapusan redundant edge
Tampak pada gambar, edge yang menghubungkan vertex 5 dan vertex 8 dihapus sehingga sudah tidak termasuk dalam saluran lagi. Meskipun edge tadi dihapus, hal ini tidak menjadi masalah karena cluster sawah kanan bawah tetap dapat teraliri air yaitu dari vertex 5. Hal yang sama juga dilakukan pada edge yang menghubungkan vertex 8 dan vertex 9. Dalam menentukan nilai fitness dari suatu kromosom, bisa didapat dari total weight of the tree (berat total suatu tree) dan penalty cost. Penalty cost meningkatkan kesesuaian pada infeasible tree (saat beberapa subset tidak tercover). Nilainya sama dengan αK, dengan α adalah penalty factor dan K adalah jumlah subset yang tidak tercover. Secara umum, fungsi untuk mendapatkan nilai fitness ditunjukkan pada rumus di bawah ini, dengan W adalah total weight tree : F = W + α.K c.
PROSES SELEKSI Menggunakan metode pemutaran roda roulette sebanyak n kali, dengan n adalah jumlah kromosom dalam populasi. d. PROSES KAWIN SILANG
Crossover merupakan pertukaran bagian bit antara string dari 2 parent untuk memperoleh 2 offspring string (string dari child dari parent tersebut). Kami telah menunjukkan 1-point crossover, crossover point dipilih secara acak dari string tersebut. e. PROSES MUTASI Mutasi terjadi dengan beberapa kemungkinan khusus pada tiap bit dari suatu string. Operator bitwise complement mutation mengubah nilai suatu bit menjadi nilai lawannya.
48
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
f.
PROSES ITERASI GENERASI Keseluruhan proses ini diulang- ulang untuk menghasilkan successive generations (hasil yang bagus). String dengan least cost (cost terendah) akan disimpan dan di-update
4. Analisa dan Uji Coba Dalam tahap analisa dan uji coba program ini, spesifikasi komputer yang digunakan adalah processor Core Duo 2.0GHz dan RAM 1.5GB. Desain User Interface program seperti dijelaskan pada gambar berikut ini : 1 3 4 2 Gambar 8.Desain User Interface program
Keterangan : 1. Ruang untuk input graf dan output GMST 2. Tombol untuk melakukan pemasukkan vertex- vertex pada cluster 3. Tombol untuk menambahkan cluster 4. Tombol untuk melakukan pencarian GMST Program akan kita coba dengan data input seperti di bawah ini :
Gambar 9.Contoh graf sawah untuk data input
Dengan parameter : Jumlah Node Jumlah Edge Jumlah Cluster α
10 18 9 3620
Hasilnya seperti pada tabel di bawah ini: Jenis GA
n kromosom = 500 n generasi = 50
n kromosom = 500 n generasi = 100
GA1 GA2 GA3 GA4
658 (2’12’’) 842(2’21’’) 989 (2’23’’) 842 (2’17’’)
658 (4’07’’) 664 (4’29’’) 1025 (4’46’’) 897 (4’31’’)
Keterangan : 1. Nilai pada tabel => total edge(waktu komputasi) 2. GA1 = probabilitas CrossOver dan mutasi adalah 0,1 3. GA2 = probabilitas CrossOver dan mutasi adalah 0,25 4. GA3 = probabilitas CrossOver dan mutasi adalah 0,75 5. GA4 = probabilitas CrossOver dan mutasi adalah 0,9
49
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Dari uji coba di atas, nilai total edge yang optimal (minimal) adalah ketika probabilitas CrossOver dan mutasi kecil, yaitu pada GA1. Berikut adalah gambar hasil GMST dari GA1 :
Gambar 10.Gambar output berupa saluran air dengan GMST
5. Kesimpulan Algoritma Genetik dapat memecahkan masalah optimalisasi jaringan irigasi sawah. Hasil dari penelitian ini adalah jumlah minimum dari saluran irigasi sawah dan minimum total panjang saluran irigasi sawah, yang dapat menjamin bahwa semua sawah mendapat distribusi air. Pada akhirnya, diharapkan dapat menurunkan biaya dan energi untuk membangun saluran irigasi air 6. Daftar Pustaka 1. Dror, M.(2000). Generalized Spanning Trees, European Journal of Operational Research 120 (2000), 583 – 592. 2. Pop, Petrica (2004). Heuristic Algorithms for the Generalized Minimum Spanning Tree Problem, Proceedings of the International Conference on Theory and Application of Mathematics and Informatics – ICTAMI 2004, Thessaloniki, Greece, 385 - 395 3. Pop, Petrica (2004). New Models of the Generalized Minimum Spanning Tree Problem, Journal of Mathematical Modelling and Algorithms 3: 153-166, Netherlands 4. Zelina, I, Pop Petrica (2004). Efficient Algorithms For The Generalized Minimum Spanning Tree Problem, Carpathian J.Math 20 (2004), No.1, 109 – 117 5. Magnanti, T.L., Vachani, R., (1990). A Strong Cutting Plane Algorithm for Production Scheduling with Changeover Costs. Operations Research 38, 456 – 473 6. Prisco, J.J (1986). Fiber Optik regional area networks in New York and Dallas, IEEE J. Select. Areas Comm. SAC-4, 750-757 7. Gerla, M. and Frata, L. (1988). Tree Structured Fiber Optic MAN’s, IEEE J. Select. Areas Comm. SAC-6, 934-943 8. Amaliah, B, Fatichah, C, Arianti, D, (2008), “Pendeteksian Tepi Warna Pada Citra Dengan Menggunakan Algoritma Minimal Spanning Tree”, Technical Report, FTIf-ITS.
50
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
DASHBOARD TATA LAKSANA PROSES BISNIS PERUSAHAAN Achmad Holil Noor Ali1) , Anisah Herdiyanti2) Jurusan Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus Keputih, Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia e-mail :
[email protected]) ,
[email protected]) Abstrak Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) telah menjadi perhatian utama pemangku kepentingan bisnis selama beberapa tahun terakhir. Kesadaran akan pentingnya praktek baik untuk pengoptimalan pencapaian tujuan bisnis tersebut telah meluas di berbagai institusi baik swasta maupun pemerintah. Namun dalam penerapannya, tidak banyak institusi yang memiliki dokumen tata kelola. Adapun yang memiliki, mayoritas hanya berupa prosedur yang menggambarkan aktivitas bisnis di tingkat operasional. Keberadaan prosedur saja belum mampu membantu dalam pengontrolan aktivitas baik bagi pelaksana maupun pihak manajemen yang terkait. Oleh karena itu, perusahaan memerlukan keberadaan tata laksana yang lengkap untuk mendukung pelaksanaan, pengontrolan dan evaluasi implementasi operasional bisnisnya. Pengembangan dokumen tata laksana dilakukan dengan mengumpulkan data yang terkait dengan proses bisnis kemudian dianalisa untuk menyempurnakan proses yang ada dan mengembangkan dokumen prosedur beserta formulir acuan dan menu aplikasi yang terkait dengan aktivitas tersebut. Tahapan terakhir adalah mengembangkan dashboard tata laksana yang terdiri dari matrik tata laksana dan alur prosedur proses bisnis untuk memudahkan pengontrolan dari implementasi proses bisnis di tingkat operasional tersebut. Dokumen tata laksana yang disusun nantinya digunakan oleh pihak-pihak yang terkait untuk mengimplementasikan standar yang sudah ditetapkan dan dapat menghindari asumsi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Selain itu, dasboard tata laksana memberikan kemudahan bagi manajemen perusahaan untuk mengontrol capaian tujuan setiap aktivitas dengan adanya matrik dan alur prosedur proses bisnis. Kata kunci: Tata Kelola, Tata Laksana, Prosedur 1. PENDAHULUAN Perusahaan kian dituntut untuk memperbaiki pengelolaan proses bisnisnya demi menghadapi persaingan yang kian ketat. Semangat untuk memberantas segala hal yang berbau KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) telah membuat dimensi kepatuhan (compliance) menjadi isu yang sangat penting dalam operasional perusahaan. Keberadaan tata kelola mampu membantu perusahaan mengahadapi isu-isu tersebut sekaligus mengoptimalkan pengelolaan proses yang berlangsung demi pencapaian tujuan bisnis. Tata Kelola Perusahaan merupakan rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan dan institusi yang mempengaruhi pengelolaan suatu organisasi. Selain itu, mencakup pula hubungan antara pemangku kepentingan (stakeholder) dengan sumber daya lain yang terlibat delam pengelolaan agar sesuai dengan tujuan yang ditetapkan perusahaan (wikipedia, 2006). Di Indonesia, penerapan praktek yang baik dari tata kelola tersebut diarahkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dan didukung oleh asosiasi bisnis dan profesi yang bekerja sama dalam menciptakan dan mengembangkan Good Corporate Governance (GCG), yakni Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). Dalam publikasi jilid II seri tata kelola perusahaan (2006), FGCI mempergunakan definisi Cadbury Committee untuk mendefinisikan hal tersebut, yaitu : "seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan." Melalui publikasi yang sama, FCGI sebagai asosiasi bisnis dan profesi yang
51
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
bekerjasama dan berpartisipasi dalam menciptakan dan mengembangkan Corporate Governance di Indonesia, menyampaikan juga bahwa berdasar yang diuraikan OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), terdapat empat unsur penting dalam tata kelola perusahaan, yaitu : Fairness (Keadilan), Transparency (Transparansi), Accountability (Akuntabilitas) dan Responsibility (Pertanggungjawaban). Prinsip dasar tersebut nantinya mendasari segala pengelolaan proses yang berlangsung di perusahaan agar mampu diarahkan terhadap pencapaian tujuan bisnis dengan sukses. Walaupun telah banyak menjadi perbincangan sebagai aspek yang patut dipertimbangkan untuk kesuksesan pencapaian tujuan bisnis, namun sayangnya keberadaan tata kelola perusahaan dalam kenyataannya belum banyak diterapkan oleh institusi baik pemerintah maupun swasta. Keberadaan tata kelola yang cenderung berada di level tinggi menjadi alasan mendasar penerapan yang kurang maksimal di perusahaan. Adapun perusahaan yang sudah memiliki dokumen tersebut, umumnya berupa prosedur yang menggambarkan bagaimana proses bisnis dikelola hingga level operasional. Setelah menetapkan visi dan misi, perusahaan kemudian menyusun pedoman dan kebijakan untuk mendukung visi dan misi serta program-program yang nantinya dijadikan sebagai hal yang melandasi penyusunan prosedur. Namun hal tersebut tidak akan lengkap jika belum ada dokumen tata laksana yang menggambarkan pengelolaan aktivitas-aktivitas serta keberadaan dashbord tata laksana yang mampu membantu meyakinkan bahwa kebijakan yang ditetapkan telah sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi. Dokumen tata laksana yang dibuat nantinya terdiri dari prosedur-prosedur dan beberapa formulir serta menu aplikasi terkait untuk memudahkan para pemangku kepentingan (stakeholder) hingga penanggung jawab aktivitas dalam menyelenggarakan proses bisnis sesuai dengan pedoman dan kebijakan yang berlaku. Lebih jauh lagi akan dikembangkan dashboard tata laksana yang dapat membantu pihak manajemen mengontrol capaian tujuan pada setiap aktivitas sekaligus berupaya mengendalikan mutu pengelolaan proses yang berlangsung. 2. TATA KELOLA DAN TATA LAKSANA Berdasarkan Depdiknas, dalam buku X - Tata Kelola (2005), tata kelola didefinisikan sebagai perilaku, cara atau metode yang digunakan oleh suatu organisasi untuk mendayagunakan seluruh potensi dan unsur-unsur yang dimiliki secara optimal, dalam upaya mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, tata kelola merupakan sebuah pengaturan proses yang disusun sebagai acuan untuk keberlanjutan dari visi, misi dan rencana strategis suatu organisasi dengan tetap menjaga keseimbangan peran para pemangku kepentingan. Perwujudan tata kelola sebaiknya dilakukan secara bertahap, namun terencana dalam kerangka waktu yang jelas. Komponen Penyusun Tata Kelola Mengacu pada struktur dokumen ISO 9001:2000, secara garis besar terdiri dari empat bagian : a. Pedoman Menggambarkan sasaran mutu yang ingin dicapai organisasi dan digunakan sebagai acuan dalam menyusun program dan aktivitas yang mendukung tujuan tersebut. Dalam struktur dokumen ISO 9001 : 2000, pedoman ini termasuk dalam dokumen level 1 (Quality Manual). b. Kebijakan Merupakan ketetapan yang menggambarkan aktivitas yang ada dalam setiap program yang dibuat. Hal-hal umum yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan juga terangkum dalam kebijakan ini. Namun kebijakan tidak secara detail menggambarkan bagaimana akitivitas dijalankan, proses, waktu hingga siapa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas tersebut. Dalam struktur dokumen ISO 9001 : 2000, kebijakan ini termasuk dalam dokumen level 1 (Quality Manual), seperti halnya pedoman. c. Panduan Dibuat berdasarkan pedoman dan kebijakan yang telah ditetapkan dengan
52
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
mengejewantahkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai ke dalam beberapa program. Program-program yang dihasilkan didefinisikan menjadi beberapa aktivitas yang nantinya memiliki beberapa tata laksana sebagai acuan dalam implementasinya. Dalam struktur dokumen ISO 9001 : 2000, panduan ini termasuk dalam dokumen level 2 (Quality Processes). d. Tata Laksana Kegiatan pengelolaan seluruh aktivitas perusahaan atau yang sering disebut tata laksana adalah suatu kegiatan untuk meyakinkan bahwa kebijakan dan pedoman yang ditetapkan telah sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi dan untuk meyakinkan bahwa hal tersebut telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dengan kata lain, tata laksana dibuat dengan mengacu pada pedoman, kebijakan dan panduan yang ada untuk memberikan gambaran bagaimana seharusnya aktivitas dijalankan, kapan, oleh siapa, serta siapa yang bertanggung jawab dalam pelaksanaannya. Tata laksana ini menggambarkan dokumen level 3 hingga level 4 dari struktur dokumen ISO 9001 : 2000 yakni : Quality Procedures dan Work Instructions yang secara garis besar terdiri dari : Prosedur Memuat tentang penetapan tertulis mengenai apa yang harus dilakukan, kapan, dimana dan oleh siapa, serta bagaimana sebuah aktivitas dilakukan. Formulir Formulir dibuat untuk melengkapi prosedur sehingga operasional yang dilakukan, bisa terdokumentasi dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan pihak yang tertera dalam formulir tersebut. Selain itu, formulir bisa juga dijadikan laporan/bukti bahwa suatu proses telah dilakukan.
Menu Aplikasi Terkait Menu aplikasi menggambarkan bagaimana aktivitas-aktivitas dalam program perkuliahan berhubungan dengan aplikasi terkait. Beberapa detil rincian prosedur aktivitas dilakukan melalui aplikasi sehingga dokumen menu aplikasi mencakup langkah-langkah dan antar muka dari aplikasi.
3. PENGUMPULAN DATA DAN ANALISIS Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan data mengenai proses bisnis yang berlangsung di perusahaan sesuai dengan program dan aktivitas-aktivitas yang terkait. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara kepada pihak-pihak yang terkait dengan proses bisnis dan observasi langsung terhadap dokumen-dokumen yang terkait dengan pengelolaan proses tersebut. Selain itu, dilakukan studi banding (benchmark) terhadap penerapan tata kelola di perusahaan lain untuk mengetahui praktek baik yang biasanya digunakan. Selanjutnya, dilakukan identifikasi dan analisis terhadap data yang terkumpul sehingga mampu menghasilkan informasi kelemahan atau kurang lengkapnya proses yang berlangsung sehingga perlu dilakukan penyempurnaan prosedur. Penyempurnaan yang dilakukan berdasarkan kepada kebijakan, pedoman dan panduan yang telah ada. Penyempurnaan yang dilakukan memiliki tiga kemungkinan, yaitu : pengurangan prosedur karena dinilai kurang efisien, penambahan prosedur baru atau penyempurnaan isi dari prosedur yang telah ada. Berdasarkan prosedur yang ditetapkan, dibuat formulir acuan yang berisikan formulir, surat ataupun laporan, bisa berupa masukan maupun keluaran dari aktivitas-aktivitas yang terkait dengan proses bisnis perusahaan. Pada Tabel 3.1 berikut dapat dilihat beberapa contoh formulir-formulir yang terkait dengan aktivitas dalam program perkuliahan untuk Perguruan Tinggi (PT).
53
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Tabel 0.1 Contoh Formulir-Formulir terkait dengan Aktivitas dalam Program Perkuliahan Nama Dokumen
No I. 1. 2. II. 1. 2. 3. III. 1. 2. IV. 1. 2.
Persiapan Perkuliahan Rencana Pembelajaran Evaluasi Materi dan Pelaksanaan Perkuliahan * Pelaksanaan Perkuliahan & Pemonitoran Kehadiran Kontrak Kuliah * Absensi Kuliah * Daftar Mahasiswa yang Kehadirannya Kurang Perubahan Perkuliahan Rekapitulasi Perubahan Perkuliahan Perubahan Perkuliahan Evaluasi Materi & Pelaksanaan Perkuliahan Evaluasi Perkuliahan dari Mahasiswa Evaluasi Materi dan Pelaksanaan Perkuliahan
V.
Ujian
1. 2.
Susunan Kepanitiaan Ujian Jadwal Ujian Penilaian & Perbaikan Nilai
VI. 1. 2. VII. 1.
Rekapitulasi Nilai Mata kuliah Form Ralat / Susulan Nilai ** Pendokumentasian Perkuliahan Daftar isi Holder
Keterangan : * merupakan dokumen yang didapat dari aktivitas sebelumnya. ** bukan dokumen hasil dari aktivitas, namun dibutuhkan dalam penyelenggaraannya
Kemudian dikembangkan pula dokumen menu aplikasi yang terkait dengan proses bisnis perusahaan. Menu aplikasi tersebut berisikan langkah-langkah singkat penggunaan aplikasi, hanya aktivitas yang terkait dengan prosedur yang dibuat. Selain itu dokumen tersebut dilengkapi dengan gambar antar muka menu aplikasi sehingga memudahkan dalam eksekusi prosedur khususnya yang didukung oleh keberadaan teknologi. Pada tabel 3.3 berikut dicontohkan beberapa menu aplikasi yang terkait dengan program perkuliahan yang didukung oleh keberadaan Aplikasi Monitoring Perkuliahan Tabel 0.2 Menu Aplikasi terkait dengan Aktivitas dalam Program Perkuliahan No
Nama Dokumen (sesuai dengan menu yang diakses)
I.
Persiapan Perkuliahan
1. 2.
1. 2.
Mengelola RB dan KK Persetujuan RB dan KK Pelaksanaan Perkuliahan & Pemonitoran Kehadiran Masukkan KK * Mengelola Kehadiran *
III.
Perubahan Perkuliahan
1. 2.
Mengajukan Perubahan Kuliah Laporan Perubahan Perkuliahan Evaluasi Materi & Pelaksanaan Perkuliahan Mengelola RB dan KK * Persetujuan RB dan KK *
II.
IV. 1. 2.
54
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
No
Nama Dokumen (sesuai dengan menu yang diakses)
V.
Ujian
1. 2.
Mengelola Jadwal Ujian Laporan Kehadiran Mahasiswa
VI.
Penilaian & Perbaikan Nilai
1.
Mengelola Nilai
Keterangan : * merupakan dokumen yang didapat dari aktivitas sebelumnya.
4. PENGEMBANGAN DOKUMEN TATA LAKSANA Dokumen tata laksana adalah bagian dari rangkaian buku tata kelola yang perusahaan. Buku tersebut dijadikan acuan dalam menyusun dokumen tata laksana yang terdiri dari dokumen prosedur, dokumen formulir dan dashboard tata laksana. Dokumen prosedur dibuat sesuai dengan jumlah aktivitas dalam program yang didapat dari pengejewantahan pedoman, panduan dan kebijakan yang secara umum terdiri dari beberapa komponen penyusun utama, yakni : lembar pengesahan, tujuan, ruang lingkup, standar yang berlaku, indikator kinerja, rincian prosedur, dokumen terkait dan aplikasi terkait. Sedangkan dokumen formulir dibuat sesuai dengan kebutuhan prosedur terkait. Dashboard tata laksana dibuat untuk memudahkan dalam memahami prosedur yang dibuat sekaligus membantu dalam mengontrol operasional aktivitas. Dashboard tersebut terdiri dari matrik tata laksana dan alur prosedur proses bisnis perusahaan. Alur tersebut memvisualisasikan prosedur yang telah disempurnakan sekaligus merangkum aktivitas yang berlangsung dengan lebih sistematis. Hal ini dikarenakan pada alur prosedur dapat dilihat keterkaitan antar prosedur dan urutan dari pelaksanaan tiap aktivitas dalam prosedur terkait. Sedangkan matrik tata laksana yang dibuat terdiri dari kolom-kolom berikut : Aktivitas dan tujuan, berisikan nama aktivitas dan tujuan dari pelaksanaan aktivitas terkait (sesuai dengan dokumen prosedur), Indikator kinerja yang dikelompokkan berdasarkan tujuan (sesuai dengan dokumen prosedur), Rincian prosedur yang dikelompokkan berdasarkan per indikator kinerja aktivitas (sesuai dengan dokumen prosedur). Waktu mulai dan durasi untuk menggambarkan kapan aktivitas tersebut seharusnya dilakukan, Dokumen serta aplikasi terkait seperti yang terdapat dalam dokumen prosedur. 5. KESIMPULAN
1). Dari matrik tata laksana yang dibuat dapat diketahui dokumen yang ruang lingkupnya paling besar dan menghasilkan formulir yang paling banyak. Informasi ini dapat dijadikan dasar bagi pihak manajemen dalam mengalokasikan personel yang dimiliki sehingga tidak terjadi penumpukan tugas di beberapa orang. 2). Selain itu dari matrik tata laksana terdapat lama eksekusi tiap aktivitas, sehingga dapat diketahui dokumen yang terlama atau tercepat eksekusinya serta aktivitas yang dapat dilakukan secara pararel atau kurang lebih dalam kurun waktu yang sama. 3). Dashboard tata laksana yang dibuat dapat dijadikan sebagai acuan pengontrolan pihak manajemen terhadap eksekusi aktivitas proses bisnis di tingkat operasional sekaligus menjadi acuan pihak pelaksana dalam memenuhi harapan pihak manajemen terhadap pelaksanaan aktivitas yang sukses. 4). Dokumen Tata Laksana yang disusun dapat digunakan sebagai kerangka dalam penyusunan hal yang serupa di perusahaan dengan menyesuaikan fungsi/stakeholder yang ada (dengan catatan bahwa pedoman, kebijakan dan panduan sudah ditetapkan sebelumnya). 5). Prosedur-prosedur aktivitas yang ada dalam program terkait, jika dilaksanakan hingga waktu tertentu akan terjadi penumpukan sehingga perusahaan perlu mempertimbangkan
55
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
keberadaan aktivitas pemusnahan dokumen-dokumen yang terkait dengan prosedur tersebut. DAFTAR PUSTAKA 1. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2007, Maret. Good Governance dan SOP,
. 2. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Buku X Tata Kelola. Jakarta, 2005. 3. Kebijakan Pembelajaran & Pendidikan. Dokumen Jurusan SI ITS, Surabaya, 2007. 4. Pedoman Pembelajaran & Pendidikan. Dokumen Jurusan SI ITS, Surabaya, 2007. 5. Wikipedia. 2007, Desember. Tata kelola perusahaan. .
56
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
IMPLEMENTASI PERSONAL PREFERENCE PADA SISTEM SHARE-IT BERBASIS PADA PLATFORM UNIX Ary Mazharuddin S. – Yudhi Purwananto – Agus Purwono Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember [email protected]; [email protected]; [email protected] Abstrak Arsitektur UPnP memungkinkan suatu aplikasi ataupun device untuk dapat terhubung ke dalam suatu jaringan dan berkomunikasi dengan aplikasi ataupun device lain di dalam jaringan tersebut tanpa perlu adanya konfigurasi (zero configuration) serta meniadakan batas-batas sistem operasi ataupun bahasa pemograman yang digunakan untuk membuat aplikasi tersebut. Dengan sifatnya yang universal tersebut, UPnP semakin banyak dikembangkan serta dipergunakan. Membuka kemungkinan untuk terciptanya babak baru di dalam interaksi manusia dan komputer. Sistem Share-It adalah aplikasi yang menerapkan arsitektur UPnP (Universal Plug and Play) untuk berbagi content dengan aplikasi lain yang sejenis. Content yang dimaksud di sini adalah file mp3. Sistem Share-It terdiri dari Server Device dan Client Device. Server Device berfungsi untuk menyediakan content, sedangkan Client Device mempunyai fungsi sebagai player yang dapat memainkan content file serta juga menyediakan content untuk dapat berbagi pakai dengan Client Device yang lain. Dalam pengerjaan Riset ini penulis akan mengembangkan dan mengimplementasikan Personal Preference pada sistem Share-It. Personal Preference itu sendiri mempunyai tujuan untuk memilihkan content file yang tersedia di jaringan sesuai dengan preference (pilihan) dari user. Pilihan (preference) tersebut berdasarkan dari kebiasaan user tergantung dari kondisi lingkungan sekitar device. Kata kunci : UPnP, Share-It, Personal Preference. 1. Pendahuluan Semakin hari, manusia dengan beragam kompleksitas dalam kehidupannya semakin menuntut TI untuk lebih memudahkan dan memanjakan mereka. UPnP (Universal Plug and Play) adalah arsitektur jaringan yang terdistribusi dan terbuka, didefinisikan oleh protokol yang digunakan, tidak bergantung pada sistem operasi manapun, bahasa pemograman apapun, serta media perantara fisik. Sehingga UPnP memungkinkan vendor-vendor berbagai sistem operasi untuk membuat API (Application Programming Interfaces) yang sesuai dengan permintaan konsumen mereka. Skenario Share-It mengilustrasikan penggunaan UPnP untuk automasi sharing file audio secara otomatis di tempat umum. Seseorang yang sedang bersantai atau menunggu seseorang di tempat-tempat umum seperti bandara, kafe, rumah makan atau tempat umum lainnya. Orang tersebut dapat menyalakan device atau peralatan MP3 player miliknya yang UPnP enabled, setelah menyala, peralatan tersebut terhubung pada jaringan yang berada di tempat itu. Peralatan tersebut kemudian mendeteksi sebuah aplikasi yang tertanam di tempat itu yang menyediakan berbagai macam file MP3 (aplikasi pusat) serta peralatan sejenis milik orang lain yang berada pada tempat yang sama (pada jaringan yang sama juga tentunya). Orang tersebut dengan peralatan miliknya dapat memainkan file MP3 yang tersedia di aplikasi pusat atau pada peralatan sejenis lainnya sembari menunggu ataupun bersantai. Dengan mengimplementasikan Personal Preference diharapkan sistem Share-It dapat lebih memanjakan user. User tidak perlu lagi memilah-milah daftar lagu yang tersedia. Personal Preference ini yang akan memilihkan lagu sesuai dengan kebiasanaan user. Tujuan dari pembuatan riset ini adalah untuk mengembangkan sistem Share It yang dan mengimplementasikan fitur personal preference pada sistem ini dengan berbasis ada platform UNIX. Pengembangan perangkat lunak Share It dilakukan dengan menggunakan arsitektur UPnP dengan berbasis pada sistem operasi UNIX dan bahasa pemograman Java. Pembuatan salah satu komponen dari sistem Personal Preference yakni user profile yang seharusnya dihasilkan oleh sistem Share-It dan merupakan hasil dari pembelajaran sistem tersebut
57
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
terhadap kebiasaan pengguna, adalah di luar dari lingkup Riset ini. Kondisi di lingkungan sekitar, seperti cuaca, kondisi pengguna, ruangan tempat pengguna berada, yang dipergunakan sebagai salah satu komponen dalam sistem Personal Preference adalah variabel yang diasumsikan dalam riset ini. 2. ARSITEKTUR UPnP Arsitektur UPnP merupakan arsitektur yang dibangun atas dasar protokol TCP/IP dengan memanfaatkan protokol HTTP yang di-extended dengan protokol lain pada Layer Aplikasinya. Susunan paling dasar dari sebuah jaringan UPnP adalah terdiri dari devices, control points, dan servis. Berikut ini adalah diagram jaringan UPnP dengan komponen-kompenennya.
Gambar 1 Jaringan UPnP dengan Komponennya Sebuah UPnP device adalah sebuah wadah atau tempat dari berbagai macam servis dan nested device yang tertanam di dalamnya. Sebuah UPnP servis adalah unit atau komponen yang paling kecil pada sebuah jaringan UPnP. Servis menyatakan tentang tentang aksi-aksi yang bisa dilakukan serta memodelkan status dari aksi-aksi tersebut dengan menggunakan state variable. Sebuah control point pada jaringan UPnP adalah sebuah pengontrol yang mampu untuk menemukan dan mengendalikan device yang lain. Tahapan dalam UPnP terdiri dari : a. Addressing Addressing merupakan langkah awal (ke-0) dalam skenario jaringan UPnP. Pada tahap ini device UPnP mendapatkan alamat IP atau nama host. Alamat tersebut bisa didapatkan secara dinamis melalui DHCP ataupun melalui konfigurasi IP statis. b. Discovery Discovery adalah langkah pertama yang harus dilakukan pada jaringan UPnP. Ketika sebuah device pertama kali terhubung ke dalam sebuah jaringan, protokol discovery dari UPnP mengijinkan device tersebut untuk mengumumkan servis-servis yang dimilikinya kepada control point-control point yang terdapat di jaringan. Begitu juga ketika sebuah control point terhubung pada sebuah jaringan, protokol discovery dari UPnP (SSDP, Simple Discovery) mengijinkan control point tersebut untuk mencari device dengan tipe yang diinginkan pada jaringan tersebut c. Description Pada tahap discovery, Control point masih sedikit mengetahui tentang informasi sebuah Device (hanya informasi yang dibawa oleh Discovery messages yaitu tipe device atau servis UUID, dan URL lokasi UPnP device description berada. Supaya Control point mengetahui lebih detail informasi tentang sebuah device maka Control point harus menerima deskripsi dari device tersebut dan servis yang disediakan device tersebut.
58
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
d. Control Control merupakan langkah ketiga dalam skenario jaringan UPnP. Dalam langkah ini, control point bisa melakukan invoke action pada device dan query control terhadap state variable untuk mendapatkan actual value. e. Eventing Eventing merupakan langkah keempat dalam skenario jaringan UPnP. Melalui eventing control point memantau perubahan nilai state variable pada device. f. Presentation Presentation merupakan langkah kelima dalam skenario jaringan UPnP. Presentation ditampilkan dalm model HTML untuk controlling atau melihat status device. 3. RESOURCE DESCRIPTION FRAMEWORK (RDF) Pada level yang paling sederhana, Resource Description Framework (RDF) adalah sebuah bahasa yang berbasis XML yang dipergunakan untuk mendeskripsikan sebuah resource. Fungsi utama dari RDF adalah mendeskripsikan sebuah resource. Sehingga dasar dari model RDF adalah sebuah resource. Semua hal bisa dikatakan sebagai resource atau literal. Segala sesuatunya yang dapat diidentifikasikan melalui URI adalah sebuah resource. Sebuah resource yang menggambarkan tentang attribute, karakteristik, atau hubungan antar resource, dinamakan property. Elemen dasar lainnya dari model RDF adalah statement, yaitu sebuah resource (subjek) yang terhubung dengan resource yang lain atau dengan sebuah literal (objek) melalui resource ketiga yang disebut dengan predikat. Sebuah statement dapat didefinisikan sebagai <subjek> memiliki properti <predikat> dengan nilainya adalah . 4. DESAIN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Sistem Share-It dengan Personal Preference terdiri dari dua bagian subsistem yakni Server Device dan Client Device. Kedua subsistem tersebut mendukung UPnP. Sehingga dalam konteks jaringan UPnP, Server Device berperan sebagai UPnP device sedangkan Client Device selain berperan sebagai UPnP control point, juga berperan sebagai UPnP device. Implementasi Personal Pereference dilakukan di dalam subsistem client device. a. Server Device Merupakan bagian / subsistem dari sistem Share-It yang berperan sebagai UPnP device. Server Device memiliki kemampuan untuk menyediakan content file mp3, dan berlaku sebagai web server (membuka dan mendengarkan port http untuk melayani http request) sehingga dapat menstreaming file mp3 ke control point yang menghendakinya.
Gambar 2 Flowchart Server Device
59
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
b. Client Device Merupakan bagian / subsistem dari sistem Share-It yang berperan sebagai UPnP device. Server Device memiliki kemampuan untuk menyediakan content file mp3, dan berlaku sebagai web server (membuka dan mendengarkan port http untuk melayani http request) sehingga dapat menstreaming file mp3 ke control point yang menghendakinya. c. Personal Preference Personal Preference diimplementasikan di dalam Client Device. Sehingga Client Device dapat menampilkan content file mp3 yang tersedia di jaringan UPnP berdasarkan preference dari user. Preference dari user ditentukan oleh kebiasaan (habbit) dari user ketika memainkan lagu pada kondisi-kondisi tertentu (cuaca, lokasi, waktu). 5. UJI COBA Uji coba dibagi menjadi dua studi kasus, yang dilakukan dengan tujuan untuk menguji fungsionalitas dan ketegaran Sistem Pendistribusian Alert dengan Personal Preference. a. Uji Fungsionalitas Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing proses pada Sistem Share-It dengan Personal Preference. Skenario uji coba ini adalah dengan menjalankan Server Device dan Client Device. Client Device akan mendeteksi Server Device dan kemudian menampilkan daftar file mp3 yang dimiliki oleh Server Device sesuai dengan Personal Preference-nya masing-masing. Client Device lainnya akan dijalankan secara berturut-turut kemudian. Setelah dijalankan selama lima menit, salah satu Client Device akan dimatikan. Setelah sepuluh menit pertama, variable kondisi lingkungan sekitar pada file context pada Client Device 2 akan diubah. Kedua hal ini dilakukan untuk menguji proses perubahan daftar file mp3 jika terdapat perubahan device dan kondisi lingkungan sekitar.
Gambar 3 Flowchart Client Device
Gambar 4 Flowchart Personal Preference
b. Uji Ketahanan Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui apakah sistem Share-It dengan Personal Preference mampu untuk menangani aliran data (traffic) dalam jumlah yang besar. Traffic yang dimaksud dalam uji coba ini adalah aliran data ketika terjadi proses mp3 streaming ataupun ketika terdapat lebih dari satu Client Device pada jaringan yang berada pada satu subnet yang sama. Uji coba ini dilakukan dengan skenario membandingkan bandwith stream ketika yang terhubung ke jaringan berturut-turut dua, tiga dan empat buah Client Device. Perbandingan
60
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
bandwith stream juga dilakukan ketika terjadi aliran data mp3 streaming dengan jumlah Client Device yang sama. Hasil uji coba dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 1 Rata-rata Bandwith stream ketika Server & Client idle
Jumlah Client Device 1 2 3 (satu) (dua) (tiga) Server Device Client Device
0.0138
0.033
0.0385
0.0054
0.0648
0.0825
Tabel 2 Rata-rata Bandwith stream ketika streaming mp3
Jumlah Client Device 1 2 3 (satu) (dua) (tiga) Server Device Client Device
0.231
0.583
0.6985
0.3915
0.4428
0.459
Dari tabel di atas, bisa dilihat bahwa traffic bandwith tertinggi terjadi ketika proses streaming berlangsung. Namun demikian, pada saat idle, di jaringan tetap terdapat traffic, hal ini dikarenakan meski tidak ada proses streaming file mp3, client dan server tetap berkomunikasi dengan client mengirimkan pesan berulang-ulang selama selang waktu tertentu. 6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil dari selama implementasi hinga uji coba adalah sebagai berikut • Personal Preference dengan menggunakan permodelan data RDF telah dapat diterapkan pada aplikasi Share-It dengan Personal Preferences yang mampu menampilkan content file mp3 yang disediakan oeh UPnP device pada satu subnet jaringan sesuai dengan preference dari user. • Salah satu komponen dari Personal Preference yakni profile file yang mana pada Riset kali ini merupakan sebuah file profile yang sudah jadi, dapat dikembangkan sehingga sistem Share-It dapat menghasilkan file profile tersebut dengan belajar dari kebiasaan user ketika memutar file mp3. Saran yang yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut • Penggunaan simulasi untuk pemantauan kondisi lingkungan sekitar dapat dikembangkan dengan menggunakan alat atau detektor yang dapat benar-benar memantau kondisi lingkungan sekitar. Sehingga sistem Share-It dengan Personal Preference dapat diterapkan di dalam kondisi lingkungan yang riil. • Salah satu komponen dari Personal Preference yakni profile file yang mana pada Riset kali ini merupakan sebuah file profile yang sudah jadi, dapat dikembangkan sehingga sistem Share-It dapat menghasilkan file profile tersebut dengan belajar dari kebiasaan user ketika memutar file mp3. DAFTAR PUSTAKA 1. [UDA00] Contributing Members of the UPnP™ Forum, UPnP™ Device Architecture, http://www.UPnP.org/specs/architecture/ ,8 Juni 2000. 2. [CLN00]Satoshi Kono, Cyberlink for Java Programmer Guide, CyberGarage, 2002. 3. [NMD04]Nial Mansfield, Practical TCP / IP, Andi Offset, 2004.
61
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
4. [GBE99]Gabriel Bouvigne, MPEG Audio Layer I/II/III frame header, http://www.mp3tech.org/programmer/frame_header.html ,1999. 5. [JZM04]Javazoom team, MP3 decoder/player/converter library for Java™ platform, http://www.javazoom.net/javalayer/javalayer.html , 2004. 6. [PNG02]Patrick Naughton, Java Handbook, Andi Offset, 2002. 7. [ITL05] Intel® Tools for UPnP Technologies, http://www.intel.com/technology/UPnP/tech.htm#tools, 2005. 8. [TBL98] Tim Berners-Lee. 1998. What the Semantic Web can represent. W3C. http://www.w3.org/DesignIssues/RDFnot.html. 9. [SM01] Sergey Melnik. 2001. RDF Resource. http://wwwdb.stanford.edu/~melnik/rdf/index.html. 10. [RDF02] Resource Description Framework. W3C. 2002. http://www.w3.org/RDF 11. [RDFV02] Resource Description Framework Vocabulary Description Language version 1.0: RDF Schema. W3C. 2002. http://www.w3.org/TR/rdf-schema.
62
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
PENERAPAN DAN PERBANDINGAN METODE AVERAGE FILTER DAN METODE MEDIAN FILTER UNTUK MENGURANGI NOISE PADA CITRA DIGITAL Wiwin Sulistyo, Yos Richard Beeh, Filipus Frans Y. Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga, 50711 [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Salah satu masalah dalam pengolahan gambar digital adalah adanya noise (derau) yang muncul pada gambar. Derau dapat diakibatkan oleh banyak hal, misalnya debu, goresan, pengambilan gambar pada kondisi rendah cahaya, kesalahan transmisi data. Tujuan penelitian ini adalah melakukan rekonstruksi gambar yang memiliki derau dengan menghilangkan derau yang muncul pada gambar tersebut. Algoritma yang digunakan adalah average filter dan median filter . Kedua filter ini dapat menghilangkan derau namun tetap menjaga agar gambar yang diolah tidak menjadi blur. Proses dan hasil dari setiap filter akan dianalisa dan dibandingkan. Keywords: derau, filter, average, median, noise. 1. PENDAHULUAN Grafika komputer merupakan salah satu topik dalam bidang Informatika. Perkembangan grafika komputer tentunya tidak lepas dari pengolahan citra secara digital. Pengolahan citra secara digital adalah pemrosesan citra dengan menggunakan komputer sehingga menghasilkan citra lain sesuai dengan yang diinginkan. Noise reduction merupakan suatu proses pengolahan citra digital untuk mereduksi atau mengurangi noise. Noise (derau) dunia fotografi dan image processing merupakan gangguan yang disebabkan oleh menyimpangnya data digital yang diterima oleh alat penerima data gambar. Sampai saat ini, banyak metode yang telah dicoba untuk mengurangi banyaknya noise pada citra digital dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas citra tersebut, diantaranya adalah average filter dan median filter. Yang akan dibuktikan adalah seberapa pengaruh filter ini terhadap noise yang berhasil dibuang dan kualitas gambar. Penelitian-penelitian mengenai median filter sudah pernah dilakukan. Metode median filter ini pernah digunakan sebagai metode untuk mengurangi dampak noise pada pada file suara. Pengujian dilakukan dengan sampel suara 8 bit dengan 22,05 kHz dan memiliki noise 5%. Hasilnya noise pada file audio tersebut dapat dihilangkan dengan suara yang sedikit lebih soft dari suara aslinya, perbedaan berkisar antara 0-4dB (Chandra, 2009). Kasus mengurangi noise salt pepper terhadap file gambar pernah diuji dengan tingkat noise 10% sampai 90%. Hasilnya adalah noise pada sebuah gambar, barbanding terbalik dengan tingkat keberhasilannya dan kualitas gambar yang didapat (Chan, 2009). Median filter pernah diuji tingkat keberhasilan deteksi dan tingkat keberhasilan dalam mereduksi noise. Tingkat rata-rata keberhasilan median filter adalah 97,7% (Purwiyanti, 2009). Kasus mengurangi noise terhadap file gambar sebelumnya pernah diteliti juga dengan metode average filter (Hargaš, 2009). Selain menggunakan metode average filter, kasus ini juga pernah diteliti dengan metode Diffusion Filter. Dari penelitian tersebut dapat dilihat hasil yang diuji melalui gambar awal dan gambar akhir setelah proses. Hasil penelitian adalah average filter dan diffusion filter memberikan hasil yang cukup dalam merduksi noise tetapi dengan hasil gambar yang cukup blur atau kabur sehingga hasil yang didapat tampak sedikit berbeda dengan gambar aslinya. (Matuszewskia, 2009). Penelitian kali ini bertujuan untuk mengimplementasikan penggunaan median filter terhadap noise pada sebuah citra digital dan juga membandingkannya dengan average filter yang juga sudah sering digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi noise. Dalam pengolahan critra digital, pixel merupakan kependekan dari “Picture Element”,
63
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
yaitu suatu unsur dari suatu gambar atau representasi sebuah titik terkecil dalam sebuah gambar grafis pada layar yang di hitung per inchi. (Graf, 1999). Gambar analog dibagi menjadi x baris dan y kolom sehingga menjadi gambar diskrit. Persilangan antara baris dan kolom tertentu disebut dengan pixel. Citra digital dapat dianggap sebagai matriks dimana indek baris dan kolomnya menyatakan aras kelabu pada titik tersebut (Gonzalez, 2001). Pixel neighborhood merupakan istilah yang artinya pixel tetangga, yaitu pixel yang terdapat di sekeliling suatu pixel. Pixel neighborhood sering digunakan dalam penerapan filter dalam bentuk matriks (Gambar 1) P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
Gambar 1 Rectangle filter 3x3 Didasarkan pada teori penglihatan, dimana mata menerima warna rangsangan tiga buah pigmen penglihatan pada kerucut retina. Pigmen-pigmen penglihatan ini mempunyai sensitivitas maksimal pada panjang gelombang sekitar 630 nm (red / merah), 530 nm (green/hijau) dan 450 nm (blue/biru). Teori penglihatan ini merupakan basis untuk warna-warna yang ditampilkan pada layar monitor. (Hearn, 1997). Sebuah pixel dihasilkan pada layar monitor adalah kombinasi antara tiga warna primer yaitu warna merah, biru, dan hijau yang lebih dikenal dengan istilah RGB (Red, Green, Blue) yang diwakilkan dengan sebuah bilangan bulat dengan rentang nilai 0 sampai dengan 255. Noise (derau) merupakan gangguan yang disebabkan oleh menyimpangnya data digital yang diterima oleh alat penerima data gambar yang mana dapat mengganggu kualitas citra. Ada tiga jenis noise yaitu gaussian noise, speckle noise, dan salt and pepper noise. Gaussian noise merupakan model noise yang mengikuti distribusi normal standard dengan rata-rata nol dan standard deviasi 1. Efek dari gaussian noise ini pada gambar adalah munculnya titik-titik berwarna yang jumlahnya sama dengan persentase noise. Noise speckle merupakan model noise yang memberikan warna hitam pada titik yang terkena noise. Noise salt and pepper adalah bentuk noise yang biasanya terlihat titik-titik hitam dan putih pada citra seperti tebaran garam dan merica yang disebabkan karena terjadinya error bit dalam pengiriman data, pixel-pixel yang tidak berfungsi dan kerusakan pada lokasi memori (Roomi dkk, 2006). Metode yang umum dipakai untuk mengurangi noise adalah dengan metode average filter. Pada metode average filter, noise akan dieliminasi dengan cara mengambil nilai rata-rata dari total nilai pixel yang ada disekelilingnya. Dimisalkan pixel A=1, B=5, C=2, D=9, dan E=7. maka average filter akan menjumlahkan nilai dari semua data yang ada tersebut dan kemudian diambil nilai rata-ratanya. (1 + 5 + 2 + 9 + 7 ) / 5 = 24 / 5 = 4,8. Median filter merupakan suatu metode yang menitik beratkan pada nilai median atau nilai tengah dari jumlah total nilai keseluruhan pixel yang ada disekelilingnya. Misalkan data A=1, B=5, C=2, D=9, dan E=7, maka median filter akan mencari nilai tengah dari semua data yang telah diurutkan terlebih dahulu dari yang paling kecil hingga pada data yang paling besar, yaitu 5. Pemrosesan median filter ini dilakukan dengan cara mencari nilai tengah dari nilai pixel tetangga yang mempengaruhi pixel tengah. 2. PEMBAHASAN Gambar mula-mula yang memiliki noise akan di analisa dan kemudian di hitung persentase noise yang ada. Setelah itu sistem akan membaca data nilai pixel pertama beserta nilai dari pixel tetangganya. Pada proses median filter data yang telah diperoleh akan diurutkan. Setelah data diurutkan, tahap selanjutnya adalah mencari nilai tengah atau median. Pada filter 3x3, data yang ada akan berjumlah 9 buah. Maka untuk mencari nilai median adalah
64
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
sesuai dengan rumus
median =
n +1 maka diperoleh nilai 5. oleh karena itu median yang 2
diambil adalah pada array ke-5. Setelah itu nilai median yang diperoleh diisikan pada pixel yang dituju. Pada proses average filter, tidak dilakukan pengurutan data, melainkan langsung proses penjumlahan dan pengambilan nilai rata-rata. Proses selanjutnya adalah menerapkan nilai pixel baru sesuai dengan nilai rata-rata pada average filter atau nilai tengah pada median filter. Hal ini akan dilakukan terus berulang mulai dari pixel pertama sampai ke pixel terakhir. Hasil pengujian mengenai tingkat keberhasilan masing-masing filter dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Tingkat Keberhasilan Filter Terhadap Noise (%) Sampel Gambar Sampel 1 (344x216 px) Sampel 2 (364x236 px) Sampel 3 (384x256 px) Sampel 4 (320x367 px) Sampel 5 (336x349 px) Sampel 6 (448x336 px)
Noise (%) 10 20 40 10 20 40 10 20 40 10 20 40 10 20 40 10 20 40
Keberhasilan (%)
Kecepatan (ms)
Average
Median
Average
Median
11,3 6,40 4,00 18,2 9,10 4,70 16,2 5,00 2,70 14,2 6,90 3,90 23,0 11,3 5,80 2,92 2,30 1,91
94,9 96,4 94,8 97,6 98,5 96,2 95,0 97,0 94,4 96,0 97,5 97,3 98,9 99,8 98,9 94,3 96,5 96,4
915 900 913 1050 1051 1056 1181 1176 1191 1375 1390 1406 1375 1391 1422 1718 1734 1735
2839 2841 2811 3173 3159 3175 3614 3619 3615 4203 4219 4235 5801 5814 5870 6988 7048 7110
Dari hasil pengujian, didapat bahwa untuk average filter masih dapat menangani pada gambar yang memiliki noise level rendah yaitu sekitar 10%. Dengan bertambahnya tingkat noise, didapat bahwa average filter mengalami penurunan kualitas. (Gambar 2). Untuk median didapatkan bahwa filter tersebut berfungsi baik, dengan ditandai tingkat keberhasilan rata-rata diatas 90%. Pada noise level 20%, tingkat keberhasilan yang dicapai lebih tinggi daripada pada tingkat 10% namun mengalami penurunan pada saat menangani tingkat noise 40%. (Gambar 3).
65
Tingkat Keberhasilan (%)
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Persentase noise :
10%
20%
40%
25 20 15 10 5 0
344x216
364x236
384x256
320x367
336x349
448x336
Ukuran Gambar (px)
Gambar 2. Grafik tingkat keberhasilan average filter terhadap noise
10%
Persentase noise :
20%
40%
100 Tingkat Keberhasilan (%)
99 98 97 96 95 94 93 92 91 90 344x216
364x236
384x256
320x367
336x349
448x336
Ukuran Gambar (px)
Gambar 3. Grafik tingkat keberhasilan median filter terhadap noise Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa noise dengan intensitas 20% dapat lebih sempurna dibuang daripada 10% maupun 40%. Penghitungan tingkat keberhasilan ini berdasarkan nilai yang didapat dari jumlah noise awal dan berapa jumlah noise yang berhasil di buang. Tingkat keberhasilan untuk jenis salt and pepper noise ini masih diatas 90. DUntuk noise dengan tingkat 40% mengalami penurunan daripada dengan tingkat 20% dikarenakan pada tingkat 40%, noise pada gambar kerapatannya cenderung lebih tinggi sehingga lebih sulit untuk dihilangkan. Dari setiap hasil pengujian , dapat disimpulkan dalam sebuah grafik nilai rata-rata mengenai tingkat keberhasilan masing-masing filter dalam mereduksi noise, seperti yang terlihat pada gambar 4. Waktu proses masing-masing filter dipengaruhi oleh besarnya ukuran gambar yang diproses. Semakin besar ukuran gambar yang diproses, semakin lama juga waktu prosesnya. (Gambar 5). Dari data juga dapat diketahui bahwa lamanya waktu proses tidak bergantung pada tingkat banyaknya noise pada gambar. Jadi berapapun jumlah noise yang ada pada gambar, waktu prosesnya akan tetap sama, selama ukuran gambar yang diproses adalah sama. (Gambar 6).
66
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Tingkat Keberhasilan (%)
Average
Median
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 344x216 364x236 384x256 320x367 336x349 448x336 Ukuran Gambar (px)
Gambar 4. Grafik tingkat rata-rata keberhasilan setiap filter terhadap noise
Average
Median
8000 7000
Waktu (ms)
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 344x216
364x236
384x256
320x367
336x349
448x336
Ukuran Gambar (px)
Gambar 5. Grafik tingkat rata-rata waktu proses setiap filter terhadap ukuran gambar
Average
Median
3000
Waktu (ms)
2500 2000 1500 1000 500 0 10% Noise
20% Noise
40% Noise
Tingkat noise (%)
Gambar 6. Grafik waktu proses setiap filter terhadap noise pada gambar
67
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
3. KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa penggunaan median filter dalam mengeliminasi salt and pepper noise memiliki tingkat keberhasilan diatas 90%. Penggunaan median filter itu sendiri juga mempunyai suatu kelemahan yaitu gambar yang sudah diproses akan tampak sedikit blur atau kabur Median filter memiliki tingkat keberhasilan diatas 90% terhadap salt and pepper noise, sedangkan average filter hanya memiliki tingkat keberhasilan berkisar antara 5% sampai 25%. Dari segi kecepatan, average filter lebih cepat prosesnya daripada median filter, dikarenakan dalam proses average filter tidak ada waktu yang terbuang untuk pengurutan data seperti pada median filter. Dalam hal kualitas, gambar yang diproses oleh average filter terlihat kabur dengan masih banyak noise yang tersisa. Pada gambar yang diproses oleh median filter akan tampak sedikit kabur namun lebih tajam hasilnya dari pada average filter. DAFTAR PUSTAKA 1. Chan, R. H., Chung-Wa Ho, & Nikolova M., 2004, Salt-and-Pepper Noise Removal by Median-type Noise Detectors and Detail-preserving Regularization, http://www.math.cuhk.edu.hk/~rchan/paper/impulse/impulse.pdf, diakses tanggal 21 Mei 2009. 2. Chandra, C., Michael S. M., & Sanjit K. M., 1998, An Efficient Method For The Removal Of Impulse Noise From Speech And Audio Signals, IEEE International Symposium http://ieeexplore.ieee.orgiel4/ 627/15081/00698795.pdf?arnumber=698795, diakses tanggal 25 Februari 2009. 3. Gonzalez, R. C., & Richard E. W., 2001, Digital Image Processing Second Edition,Prentice Hall, New Jersey. 4. Graf, R. F., 1999, Modern Dictionary of Electronics Seventh Edition, ButterworthHeineman, Woburn. 5. Hargaš, L., Miroslav H., & Duga A., 2003, Noise Image Restoration By Spatial Filters, www.urel.feec.vutbr.cz/ra2007/archive/ra2003/papers/376.pdf Diakses tanggal 12 Februari 2009. 6. Hearn, D., & Baker, M. P., 1996, Computer Graphics C Version Second Edition,Pretince Hall, New Jersey. 7. Matuszewskia, Bogdan J., Mahbubunnabi T., Gareth P., & Mooreb C. J., 1998. Diffusion Filters for Structured Noise Removal, http://www2.wiau.man.ac.uk/caws/Conferences/46/proceedings/papers/MIUAdiffusionp aper.pdf. Diakses tanggal 25 Februari 2009. 8. Purwiyanti, S., & Setyawan, FX. A., , 2008, Penentuan Letak Derau pada Citra Berderau Salt And PepperBerdasarkan Sifat Ketetanggaan Piksel, http://lemlit.unila.ac.id/file/arsip 2009/PROSIDING dies ke-43 UNILA 2008/ ARTIKEL Pdf/SRI PURWIYANTI 216-223.pdf, Diakses tanggal 4 Januari 2009. 9. Roomi, S. Md. Mansoor., Lakshmi I.M., & Kumar V. A., 2006, A Recursive Gaussian Weighted Filter For Impulse Noise Removal, GVIP Journal, 6(3), http://www.icgst.com/gvip/journal/index.html. Diakses tanggal 3 November 2008.
68
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
PREPARASI Ba0,5Sr0,5TiO3 DAN KARAKTERISASINYA DENGAN XRD Dwi Nugraheni Rositawati1, Djoko Triyono2 1
Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma e-mail: [email protected] 2 Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia e-mail:[email protected]
ABSTRAK Telah dilakukan preparasi keramik Ba0,5Sr0,5TiO3 untuk aplikasi PTC Thermistor. Preparasi Ba0,5Sr0,5TiO3 dilakukan dari campuran bubuk BaCO3, SrCO3 dan TiO2 yang dimilling selama 4 jam dan dikalsinasi pada 1100˚C selama 4 jam. Bubuk yang sudah dikalsinasi dicampur dengan PVA dan kemudian dikompaksi menjadi pellet dengan tekanan 4 ton/cm2 dan ditahan selama 30 detik. Karakteristik PTC yang menarik adalah efek dimana resistansi suatu material akan naik secara signifikan apabila material tersebut mengalami kenaikan temperatur. Supaya diperoleh karakteristik kelistrikan terhadap temperatur pada material PTC yang lengkap maka penting untuk diketahui struktur kristal dari material tersebut pada variasi temperatur dan waktu sintering. Sintering pada pellet dilakukan pada variasi temperatur dan o o waktu sintering yaitu 1200 C selama 1, 2 dan 3 jam serta 1300 C selama 2 jam, dengan o kecepatan pemanasan dan pendinginan 40 C/menit. Dari Karakterisasi XRD yang dilakukan pada Ba0,5Sr0,5TiO3 dapat diketahui bahwa Ba0,5Sr0,5TiO3 yang telah dibuat mempunyai fasa tunggal dengan struktur kubus sederhana dengan bidang-bidang yang ditemukan adalah (100), (110), (111), (200), (210) dan (211) serta dapat diketahui bahwa temperatur dan waktu Sintering tidak mengubah fasa dan struktur Ba0,5Sr0,5TiO3. Key words/ Kata Kunci: Ba0,5Sr0,5TiO3 , Sintering, XRD, Struktur kristal 1. PENDAHULUAN Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan semakin banyak dan beragam. Perkembangan tersebut tentunya tidak terlepas dari perkembangan penemuan-penemuan sifat-sifat menarik dari suatu material sebagai bahan dasar. Barium Strontium Titanate dengan rumus kimia BaSrTiO3 atau yang lebih dikenal dengan istilah BST adalah salah satu jenis material keramik yang menarik untuk diteliti. BST merupakan material ferroelektrik yang termasuk ke dalam jenis perovskite yang diturunkan dari Barium Titanate (BaTiO3) yang didoping dengan Strontium (Sr). Penelitian terus berlanjut seturut dengan perkembangan penelitian material Barium Titanate (BaTiO3) yaitu dengan diketemukannya berbagai sifat menarik diantaranya adalah bahan ini sangat praktis karena sifat kimia dan mekaniknya sangat stabil, mempunyai sifat ferroelektrik pada temperatur ruang sampai dengan 120˚C. Aplikasi material Barium Titanate (BaTiO3) meliputi bidang termal, listrik, elektro mekanik, dan elektro optis yaitu sebagai PTC (Positive Temperature Coefficient) thermistor (Bomlai, P. et al, 2004), transduser piezoelektrik, peralatan elektro optis, multilayer capacitor (MLCs), dielectric bolometers for infrared detection, dynamic random access memories (DRAM) (Hungria, T, 2005) dan tunable capacitor untuk teknologi microwave (Zhu, 2003). Barium Titanate dan turunannya dapat dibuat dengan berbagai metode seperti sputtering dan spin coating, pulsed laser deposition (PLD) (Lopez, LL. et al, 2000), Mechanosynthesis powder, chemical vapor deposition (CVD), chemical solution deposition (CSD), dan sol gel (Tian, HY. et al, 2002). Preparasi material yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan metode Mechanosynthesis powder. Aplikasi dari material Ba0,5Sr0,5TiO3 pada penelitian ini adalah sebagai PTC thermistor. Hal menarik dari sifat sebagai PTC adalah suatu efek dimana resistansi suatu material akan naik secara signifikan apabila material tersebut mengalami kenaikan temperatur (Wang, HL, 2002). Supaya diperoleh karakteristik
69
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
kelistrikan terhadap temperatur pada material PTC yang lengkap maka penting untuk diketahui struktur kristal dari material tersebut pada variasi temperatur dan waktu sintering. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk: 1. Preparasi material Ba0,5Sr0,5TiO3. 2. Menentukan struktur kristal dari sampel Ba0,5Sr0,5TiO3 bubuk maupun pellet yang diperoleh dari proses sintering. 3. Mengetahui pengaruh temperatur dan waktu Sintering terhadap fasa dan struktur kristal Ba0,5Sr0,5TiO3. Barium titanat (BaTiO3) adalah suatu material yang bersifat ferroelektrik dan mempunyai struktur kristal perovskite dengan rumus umum (A1…An)(B1…Bn)O3 dimana A = kation valensi 1 s/d 2 dan B = kation valensi 3 s/d 7 (Sen, S. et al, 2004). Struktur tersebut dianggap sebagai struktur turunan FCC yang mempunyai kation A dan oksigen bersama-sama membentuk kisi FCC sementara kation B lebih kecil menyisip oktahedral di tengah kisi FCC. Unit selnya diperlihatkan seperti Gambar 1.
Gambar 1. Struktur perovskite BaTiO3 (Wang, HL, 2002) Material barium titanat perlu didoping untuk memperoleh sifat-sifat seperti sifat listrik, mekanik, optis dan lain-lain. Doping untuk barium titanat dapat ditentukan dengan mengacu rumus umum struktur perovskite (lihat di atas) yaitu unsur dari golongan 1 s/d 2 untuk kation A atau 3 s/d 7 untuk kation B (Sen, S. et al, 2004). Walaupun begitu, beberapa jenis doping lebih sering digunakan yaitu seperti Pb, Sr, La, Sc, Y, Sb, Nb, Ta dan Sn (Wang, HL, 2002). Pb merupakan salah satu contoh doping yang dapat memperbaiki sifat mekanik material tersebut. Ba0,5Sr0,5TiO3 merupakan material turunan BaTiO3 yang diperoleh dengan mendoping barium titanat dengan Sr dengan perbandingan komposisi x pada Ba1-xSrxTiO3 adalah 0,5. Doping Sr berguna untuk meningkatkan sifat kelistrikan material tersebut. Setelah didoping, BST mempunyai struktur perovskite kubus sederhana dengan parameter kisi a = 0,395 nm (Lopez, LL. et al, 2000). Struktur tersebut dapat diketahui dari atom-atom di dalam kristal yang berada pada bidang-bidang kisi yang dicirikan melalui indeks Miller (hkl). Sinar-X yang terdifraksi oleh bidang kristal mengikuti suatu hukum Bragg yang dirumuskan sebagai: 2d sin (θ) = nλ (1) Intensitas hasil difraksi akan tertangkap oleh detektor pada sudut-sudut tertentu (sudut difraksi /sudut Bragg). Untuk bahan polikristal akan diperoleh sederetan puncak-puncak difraksi. Sehingga berdasarkan hukum Bragg, pola-pola intensitas yang terjadi menandakan bidangbidang kristal yang mendifraksikan intensitas sinar-X yang datang (Cullity, B.D, 1956). Berdasarkan penjabaran tujuan penelitian di atas maka disusun metode penelitian sebagai berikut: Pembuatan material Ba0,5Sr0,5TiO3 dilakukan dengan menggunakan metode yang dikenal sebagai “Mechanosynthesis powder” (Hungria, T. et al, 2005). Material tersebut dibuat dari bubuk BaCO3 (≥ 98,5%, Merk Sigma-Aldrich), SrCO3 (98%, Merk Aldrich) dan TiO2 (Merk Sigma Aldrich). Proses pencampuran bahan dilakukan dengan menggunakan reaksi pembentukan keramik sebagai berikut: BaCO3 + SrCO3 + 2TiO2
2Ba0,5Sr0,5TiO3 + 2CO2
Bubuk (powder) BaCO3, SrCO3 dan TiO2 dihaluskan di dalam mortar selama kurang lebih 30 menit kemudian masing-masing bubuk dicampur menjadi satu dengan spatula di dalam mortar. Bubuk campuran yang telah siap kemudian dimilling dengan planetary ball mill
70
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
selama 4 jam dengan perbandingan berat sampel dan berat ball mill adalah 1:8. Fungsi dari milling adalah supaya diperoleh sampel yang lebih homogen. Campuran bubuk BaCO3, SrCO3 dan TiO2 yang sudah dimilling kemudian dikalsinasi pada 1100˚C (Bomlai, P. et al, 2004) dengan menggunakan Thermolyne 46100 High Temperatur Furnace selama 4 jam dalam alumina crucible dengan menggunakan kecepatan pamanasan dan pendinginan 40˚C /menit. Untuk memperoleh pellet maka bubuk BST yang sudah dikalsinasi dicampur dengan menggunakan larutan PVA (Polivinil Alkohol) (Bomlai, P. et al, 2004) yang berperan sebagai binder (perekat) diantara bubuk-bubuk BST dimana untuk setiap pellet diperoleh dari campuran 0,5 gr BST dan 1 tetes larutan PVA. Larutan PVA diperoleh dari pencampuran 1 gr bubuk PVA dan 10 ml aguades (sebagai pelarut). Supaya bubuk PVA dapat terlarut secara sempurna dalam aquades maka campuran PVA dan aquades terlebih dahulu harus dipanaskan pada temperatur 140˚C selama 4 jam dengan Memmert 1534 Furnace. Bahan campuran BST dan larutan PVA dibuat menjadi bentuk pellet dengan cara dipress. Pengepresan dilakukan dengan menggunakan mesin kompaksi/pengepres Shimadzu. Masing-masing sampel ditekan dengan tekanan 4 ton/cm2 dan tekanan ini ditahan selama 30 detik. Waktu penahanan ini berguna untuk menghilangkan tegangan-tegangan sisa (residual stress) yang berada di dalam pellet sehingga pellet tidak mudah retak atau pecah ketika dikeluarkan dari cetakan (dies diameter 10 mm). Pellet Ba0,5Sr0,5TiO3 yang dicetak memiliki massa 0,5 gram, dengan ukuran diameter 10 mm dan tebal 2 mm serta bentuknya menyerupai kepingan. Setelah diperoleh sampel yang berbentuk kepingan, material diberi perlakuan panas (sintering (Bomlai, P. et al, 2004)) untuk menjadi keadaan bulk dengan variasi waktu pemanasan dan temperatur pemanasan. Peralatan yang digunakan untuk proses ini ialah Thermolyne 46100 High Temperatur Furnace. Sintering merupakan proses pemanasan yang bertujuan untuk memadatkan suatu bahan (Callister, WD, 1994), variasi temperatur dan waktu o o sintering adalah 1200 C selama 1, 2 dan 3 jam serta 1300 C selama 2 jam, dengan o kecepatan pemanasan dan pendinginan 40 C/menit. Difraksi sinar-X (XRD) digunakan untuk menentukan struktur kristal (Remmel, T, et al, 1999) dari sampel Ba0,5Sr0,5TiO3 bubuk maupun pellet yang diperoleh dari proses sintering. Karakterisasi diperoleh dengan menggunakan grafik hasil XRD. Data awal hasil XRD adalah dalam file RD yang kemudian diubah ke file UDF dengan program APD. Selanjutnya file UDF dikonversi ke x-y dengan menggunakan program BellaV2_12. Selanjutnya data hasil konversi tersebut dapat dibuat grafik berupa grafik intensitas terhadap sudut hamburan (2 theta) atau dhkl. Pola-pola grafik intensitas yang dihasilkan oleh XRD selanjutnya di cocokkan dengan data ICDD (International Centre for Diffraction Data), guna melihat kemungkinan adanya fasa lain yang muncul selain fasa BaSrTiO3. Berdasarkan hasil analisa grafik intensitas yang telah dicocokkan dengan ICDD akan diperoleh struktur kristal dari sampel.
2. PEMBAHASAN Tabel 1. Data hasil XRD bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3 2-Theta 22,57 32,09 39,57 46,01 51,75 57,12
dhkl (Ba0.5Sr0.5TiO3) Perhitungan
ICDD
3,9382 2,7883 2,2767 1,9719 1,7659 1,6119
3,9494 2,7918 2,2796 1,9737 1,7649 1,6113
71
(hkl) 100 110 111 200 210 211
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Ba0,5Sr0,5 TiO3 (110) (100)
(111) (200)
(210)
(211) Sintering 1300˚C 2 jam
Intensitas
Series1 Series2 Sintering 1200˚C 2 jam Series3
Bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3 3,95
3,45
2,95
2,45
1,95
1,45
dhkl (Å)
Gambar 2. Perbandingan grafik XRD untuk Ba0,5Sr0,5TiO3 bubuk, sintering pada temperatur 1200˚C dan 1300˚C
Data hasil XRD bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3 ditunjukkan pada tabel 1. Tabel tersebut secara spesifik menunjukkan hasil perhitungan dhkl untuk puncak-puncak yang diperoleh dan perbandingannya dengan dhkl yang diidentifikasi dengan berdasarkan pada data base JCPDS (Joint Commitee on Powder Difraction Standart) - ICDD (card number 39-1395). Pada Gambar 2 diperlihatkan bidang-bidang yang muncul untuk bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3 dan Ba0,5Sr0,5TiO3 dengan perlakuan sintering pada temperatur 1200˚C dan 1300˚C selama 2 jam yang diperoleh melalui identifikasi nilai dhkl. Bidang-bidang tersebut setelah dicocokkan dengan data base JCPDS – ICDD dapat diperoleh struktur sebelum dan setelah sintering adalah kubus sederhana dengan nilai parameter kisi adalah sebagai berikut: Tabel 2.Nilai parameter kisi Ba0,5Sr0,5TiO3 (bubuk, sintering 1200˚C dan 1300˚C selama 2 jam Bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3
Sintering 1200˚C
Sintering 1300˚C
3,97Ǻ
3,98Ǻ
3,97Ǻ
Gambar 2 juga menunjukkan bahwa intensitas pada grafik hasil XRD Ba0,5Sr0,5TiO3 dengan sintering pada 1300˚C cenderung lebih tinggi dari pada sintering pada temperatur 1200˚C, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur sintering maka derajat kristalin bahan juga semakin tinggi. Proses sintering yang dilakukan mampu mengubah warna bahan yang semula sebagai bubuk putih berubah menjadi berwarna coklat keabuan. Semakin tinggi temperatur sintering menghasilkan warna yang lebih tua. Kemiripan pola-pola kecenderungan puncak-puncak intensitas dapat diketahui dari Gambar 2 dan setelah dicocokkan dengan data base JCPDS - ICDD ternyata tidak ditemukan adanya kemunculan fasa baru setelah Ba0,5Sr0,5TiO3 disintering pada temperatur 1200˚C dan 1300˚C. Dengan berpedoman pada nilai parameter kisi yang tidak berubah (Tabel 2) dan adanya kemiripan pola-pola kecenderungan puncak-puncak intensitas pada Gambar 2 maka dapat dikatakan bahwa perlakuan sintering pada temperatur 1200˚C dan 1300˚C tidak mengubah fasa dan struktur dari bubuk (Ba0,5Sr0,5TiO3).
72
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Sintering 1200˚C (110)
(111) (100)
(200)
(211)
(210)
Intensitas
3 jam
2 jam
Series1 Series2 Series3
1 jam
3,95
3,45
2,95
2,45
1,95
1,45
dhkl (Å)
Gambar 3. Grafik hasil XRD Ba0,5Sr0,5TiO3 Untuk perlakuan sintering pada temperatur 1200oC selama 1, 2 dan 3 jam Dari grafik XRD Ba0,5Sr0,5TiO3 dengan sintering pada temperatur 1200˚C dengan variasi waktu sintering diperoleh bahwa semakin lama waktu sintering akan diperoleh intensitas yang semakin tinggi (nilai intensitas tertinggi adalah pada waktu sintering 3 jam) , hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu sintering maka derajat kristalin bahan juga semakin tinggi. Struktur setelah perlakuan sintering 1200˚C adalah kubus sederhana dengan nilai parameter kisinya adalah sebagai berikut: Tabel 3. Nilai parameter kisi (proses sintering pada 1200˚C) 1200˚C 1 jam
1200˚C 2 jam
1200˚C 3 jam
3,98Ǻ
3,98Ǻ
3,99Ǻ
Tabel 3 menunjukkan bahwa waktu sintering tidak mengubah nilai parameter kisi. Dengan demikian karena nilai parameter kisinya sama maka strukturnya juga tidak berubah. 3. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Bubuk Ba0,5Sr0,5TiO3 hasil proses kalsinasi berwarna putih. Sintering mampu mengubah warna Ba0,5Sr0,5TiO3 dari putih menjadi coklat keabu-abuan. Semakin tinggi temperatur dan lama sintering akan dihasilkan warna yang semakin tua. 2. Keramik Ba0,5Sr0,5TiO3 yang telah dibuat mempunyai fasa tunggal dengan struktur kubus sederhana dengan bidang-bidang yang ditemukan adalah (100), (110), (111), (200), (210) dan (211). 3. Temperatur dan waktu Sintering tidak mengubah fasa dan struktur Ba0,5Sr0,5TiO3.
73
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
DAFTAR PUSTAKA 1. Bomlai, P. et al, Microstructures and positive temperature coefficient resistivity (PTCR) characteristics of high silicon addition barium-strontium titanate ceramics, Journal of Material Science, Vol. 39, 2004, 1831 – 1835 2. Callister, WD, 1994, Material Science and Engineering: An Introduction, Third Edition, John Willey and Sons, Inc, New York 3. Cullity, B.D, 1956, Elements of X-Ray Diffraction, Addison-Wesley Publishing Company, Inc, Massachusetts 4. Hungria, T, et al, Dense, Fine-Grained Ba1-xSrxTiO3 Ceramics Prepared by the Combination of Mechanosynthesized Nanopowders and Spark Plasma Sintering, American Chemical Society, Vol. 17, No. 24, 2005, 6205 - 6212 5. Lopez, LL. et al, Ba0,5Sr0,5TiO3 Thin Film Deposited by PLD on SiO2/ Si RuO2/ Si and Pt/ Si Electrodes, Thin Solid Films, 2000, 49-52 6. Remmel, T, et al, Characterization of Barium Strontium Titanate Films Using XRD, Arizona, 1999 7. Sen, S. et al, Impedance Spectroscopy of Ba1-xSrxSn0.15Ti0.85O3 ceramics, British Ceramics Transactions, Vol.103, No.6, 2004, 250 - 256 8. Tian, HY. et al, Influences of annealing temperature on the optical and structural properties of (Ba, Sr)TiO3 thin films derived from sol-gel technique, Thin Solid Films, 2002, 200-205 9. Van Vlack, LH, 2001, Elemen-elemen Ilmu bahan dan Rekayasa Material, Edisi-6, Erlangga, Jakarta 10. Wang, HL, Structure and Dielectric Properties of Perovskite–Barium Titanate (BaTiO3), San Jose State University, 2002 11. Yunasfi, Pembuatan Keramik Barium Titanat untuk Peralatan elektronik, Elektro Indonesia, Nomor 35, Tahun VI, Februari 2001 12. Zhu, Recent Progress of (Ba, Sr)TiO3 Thin Films for Tunable Microwave Devices, Vol. 32, No. 10, 2003, 1125-1134
74
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
EVALUASI KESUKSESAN SISTEM INFORMASI DENGAN PENDEKATAN MODEL DELONE DAN MCLEAN (Studi Kasus Implementasi Billing System Di RSUD Kabupaten Sragen) Budiyanto, Rahmawati, Santoso Tri Hananto Fakultas ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: [email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kesuksesan implementasi sebuah sistem informasi dengan menggunakan pendekatan model kesuksesan sistem informasi DeLone dan McLean yang mendasarkan pada 6 pengukuran kesuksesan informasi, yakni: kualitas sistem, kualitas informasi, kepuasan pemakai, penggunaan, dampak individu, dan dampak organisasi. Penelitian ini akan menguji pengaruh kualitas sistem terhadap kepuasan pemakai, kualitas sistem terhadap penggunaan, kualitas informasi terhadap kepuasan pemakai, kualitas informasi terhadap penggunaan, pengaruh reciprocally penggunaan dan kepuasan pemakai, kepuasan pemakai terhadap dampak individu, penggunaan terhadap dampak individu, dan dampak individu terhadap dampak organisasi. Penelitian di adaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Livari (2005) dengan menambahkan pengukuran sampai ke dampak organisasi (organizational impact). Subyek penelitian adalah Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sragen dengan mengambil objek biling sistem, sebuah aplikasi penagihan pembayaran terkomputerisasi yang merupakan bagian dari Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. Data diambil dari kuisioner yang dibagikan kepada responden yang merupakan operator biling sistem di tiap-tiap seksi, urusan, dan instalasi RSUD yang berjumlah 34 orang. Alat analisis yang digunakan adalah pemodelan struktural (structural equation modeling/SEM) berbasis komponen dengan PLS (partial least square). Dari 8 hipotesis yang diajukan, 5 dinyatakan diterima dan 3 dinyatakan ditolak. Hasil uji empiris menunjukan bahwa kualitas sistem berpengaruh positif signifikan terhadap penggunaan dan kepuasan pemakai. Kualitas informasi berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan pemakai tetapi berpengaruh negatif terhadap penggunaan. Antara penggunaan dan kepuasan pemakai tidak terbukti saling mempengaruhi. Dampak individu terbukti secara posistif signifikan dipengaruhi oleh kepuasan pemakai tetapi tidak oleh penggunaan. Dan dampak individu terbukti berpengaruh positif signifikan terhadap dampak organisasi. Kata kunci: Model kesuksesan sistem informasi DeLone dan McLean, kualitas sistem, kualitas informasi, kepuasan pemakai, penggunaan, dampak individu, dampak organisasi. 1. PENDAHULUAN Pengadopsian dan pengembangan sistem informasi merupakan investasi yang mahal. Meskipun demikian, investasi yang mahal belum tentu mendapatkan sistem yang berkualitas dan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh organisasi. Keberhasilan implementasi sistem dipengaruhi oleh berbagai faktor yang komplek. Sedangkan kegagalan implementasi sistem, biasanya terjadi karena tidak kompatibelnya sistem dengan proses bisnis dan informasi yang diperlukan organisasi (Janson dan Subramanian 1996; Lucas et al. 1988). Kegagalan-kegagalan dalam implementasi sebuah sistem informasi oleh Jogiyanto (2007b) dibedakan menjadi 2 aspek. Yang pertama adalah aspek teknis, yakni aspek yang menyangkut sistem itu sendiri yang merupakan kualitas teknis sistem informasi. Sedangkan aspek yang kedua adalah aspek non-teknis. Kegagalan non-teknis berkaitan dengan persepsi pengguna sistem informasi yang menyebabkan pengguna mau atau enggan menggunakan sistem informasi yang telah dikembangkan. Banyak riset dan penelitian yang telah dilakukan guna meneliti aspek perilaku dalam implementasi sebuah sistem informasi. Salah satu model yang populer adalah model yang
75
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
dikembangkan oleh DeLone dan McLean (1992) yang dikenal dengan Model Kesuksesan Sistem Informasi DeLone dan McLean. Model ini merefleksi ketergantungan dari enam pengukuran kesuksesan sistem informasi, yakni: kualitas sistem (system quality), kualitas informasi (information quality), kepuasan pemakai (user statisfaction), penggunaan (use), dampak individu (individual impact), dan dampak organisasi (organizational impact). Telah banyak penelitian empiris yang dilakukan diberbagai bidang dan objek penelitian untuk menguji model yang dikembangkan oleh Delone dan McLean (1992) tersebut. Penelitianpenelitian tersebut sepertinya memperlihatkan ketidakkonsistennya hasil empiris yang diperoleh antara satu dengan lainnya. Beberapa penelitian memberikan hasil bahwa kualitas sistem dan kualitas informasi merupakan prediktor yang signifikan terhadap kepuasan pemakai, penggunaan, dan dampak individu (Roldan dan Leal 2003; McGill et al. 2003; Hussein et al. 2005, 2007), beberapa yang lain menunjukan bahwa kualitas sistem dan kualitas informasi merupakan prediktor yang signifikan terhadap penggunaan akan tetapi tidak signifikan terhadap kepuasan pemakai (Rai 2002; Hanmer 2004; Livari 2005; Radityo dan Zulaikha, 2007; Purwanto 2007). Dengan tidak konsistennya pengujian model yang dilakukan dibeberapa bidang penelitian tersebut, membuka peluang untuk dikembangkan lebih lanjut pada objek penelitian yang berbeda. Dari hasil empiris beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa konteks pemakaian sistem informasi voluntary dan mandatory memberikan hasil yang berbeda. Model DeLone dan McLean (1992) lebih sesuai diterapkan untuk pemakaian sistem informasi yang voluntary, hal ini terbukti dengan didukungnya model ini secara empiris oleh beberapa penelitian dalam sistem informasi voluntary (Rai et al. 2002; Hanmer 2004). Sedangkan beberapa penelitian yang lain (McGill et al. 2003; Roldan dan Leal 2003; Livari 2005; Radityo dan Zulaikha 2007) menunjukan ketidaktepatan pengukuran variabel penggunaan oleh variable yang lain dalam model. Hal ini mungkin saja dipengaruhi oleh sifat pemakaian sistem informasi yang bersifat mandatory tersebut. Penelitian ini berusaha meneliti sejauh mana kesuksesan implementasi biling sistem di institusi publik milik Pemerintah Daerah dan meneliti hubungan antar variabel dengan pendekatan Model Kesuksesan Sistem Informasi DeLone dan McLean. Sampai saat ini, telah banyak penelitian empiris yang dilakukan diberbagai bidang dan objek penelititian untuk menguji model kesuksesan sistem informasi yang dikembangkan oleh DeLone dan McLean (1992). DeLone dan McLean (1992) melakukan studi yang mendalam terhadap literaturliteratur dan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai kesuksesan sistem informasi. Mereka menemukan bahwa kesuksesan sebuah sistem informasi dapat direpresentasikan oleh karakteristik kualitatif dari kualitas sistem (system quality), kualitas output berupa informasi yang dihasilkan (information quality), konsumsi terhadap output yang dilihat dari penggunaan (use), respon pengguna terhadap sistem informasi yang dilihat dari kepuasan pemakai (user stastifaction), pengaruh sistem informasi terhadap kebiasaan pengguna dilihat dari dampak individu (individual impact), dan kemudian pengaruhnya terhadap kinerja organisasi atau dampak organisasi (organization impact). Hipotesis [ada penelitian ini dengan mendasarkan pada model DeLone dan McLeaan dituliskan sebagai berikut: H1
:
H2
:
H3
:
H4
:
H5a
:
H5b
:
H6 H7
: :
Kualitas informasi persepsian (perceived information quality) berpengaruh positif terhadap kepuasan pemakai (user satisfaction) Kualitas sistem persepsian (perceived system quality) berpengaruh positif terhadap kepuasan pemakai (user satisfaction). Kualitas informasi persepsian (perceived information quality) berpengaruh positif terhadap penggunaannya (use) Kualitas sistem persepsian (perceived system quality) berpengaruh positif terhadap penggunaannya (use) Kepuasan pemakai sistem infomasi (user satisfaction) berpengaruh positif terhadap penggunaan (use) Penggunaan (use) berpengaruh positif terhadap kepuasan pemakai (user satisfaction) Penggunaan (use) berpengaruh positif terhadap dampak individu (individual impact) Kepuasan pengguna (user satisfaction) berpengaruh positif terhadap dampak
76
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
H8
:
individu (individual impact) Dampak individu (individual impact) berpengaruh positif terhadap dampak organisasi (organizational impact) Hipotesis di atas, digambarkan sebagai berikut: H3
Kualitas Informasi Persepsian
Penggunaan H6
H1 H5a
H5b Dampak Individual
H4 Kualitas Sistem Persepsian
H2
Kepuasan Pemakai
Dampak Organisasi H8
H7
Gambar 1. Hipotesis (Sumber: diadaptasi dari Model DeLone dan McLean 1992) Model pada Gambar 1 di atas menunjukkan arah bolak-balik dari kepuasan pemakai dan penggunaan. Pengaruh mutual seperti ini tidak dapat diuji bersamaan (Livari 2005; Purwanto 2007; Jogiyanto 2007a), sehingga harus diuji dua kali yaitu menjadi model 1 yang mengasumsikan pengaruh dari kepuasan pemakai ke penggunaan (H5a) dan model 2 yang mengasumsikan pengaruh dari penggunaan ke kepuasan pemakai (H5b). Sampel yang diambil adalah pegawai rumah sakit ditiap seksi, urusan, dan instalasi yang bertugas sebagai operator sistem informasi rumah sakit (biling sistem) yang berjumlah 34 orang. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan pendekatan non probabilitas atau pemilihan non random dengan mengunakan purposive sampling.. Adapun pertimbangan hanya dipilih pegawai tersebut sebagai responden adalah pegawai RSUD yang memiliki tugas sebagai operator sistem informasi memiliki pengalaman dalam menggunakan aplikasi biling sistem di masing-masing seksi, urusan, dan instalasi SEM berbasis komponen dengan menggunakan PLS dipilih sebagai alat analisis pada penelitian ini. Teknik Partial Least Squares (PLS) dipilih karena perangkat ini banyak dipakai untuk analisis kausal-prediktif (causal-predictive analysis) yang rumit dan merupakan teknik yang sesuai untuk digunakan dalam aplikasi prediksi dan pengembangan teori seperti pada penelitian ini. PLS tidak membutuhkan banyak asumsi. Data tidak harus berdistribusi normal multivariate dan jumlah sampel tidak harus besar (Ghozali merekomendasikan antara 30-100). Karena jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini kecil (<100) maka digunakan PLS sebagai alat analisisnya. Untuk melakukan pengujian dengan SEM berbasis komponen atau PLS, digunakan bantuan program SmartPLS versi 2.0. 2. PEMBAHASAN Pengujian pertama yang dilakukan adalah evaluasi model pengukuran yakni mengukur korelasi antara indikator dengan konstruk/variabel laten. Dengan mengetahui korelasinya akan diketahui validitas dan reliabilitas sebuah model. Untuk mengukur validitas dan reliabilitas konstruk, dilakukan dengan melihat validitas konvergen, validitas diskriminan, dan reliabilitas konstruk (Ghozali 2008). Dari hasil analisis, semua indikator baik model 1 maupun model 2 memiliki validitas konvergen, validitas diskriminan, dan reliabilitas konstruk yang telah dipersyaratkan. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa model memiliki validitas dan reabilitas yang baik. Pengujian yang kedua adalah menguji model struktural atau disebut juga inner model menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada substantive theory. Menilai inner model dapat dilakukan dengan cara melihat model struktural yang terdiri dari hubungan yang dihipotesiskan di antara konstruk-konstruk laten dalam model penelitian. Dengan menggunakan metode Bootstrapping pada SmartPLS, dapat diperoleh kesalahan standar (standard errors), koefisien jalur (path coefficients/β), dan nilai T-Statistik. Dengan teknik ini, peneliti dapat menilai signifikansi statistik model penelitian dengan menguji hipotesis untuk tiap
77
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
jalur hubungan. Dari hasil analisis didapatkan bahwa kualitas informasi terhadap kepuasan pemakai memiliki nilai koefisien jalur 0,43 untuk model 1 dan 0,39 untuk model 2 dan signifikan pada p ≤ 0,001 (T statistik > T tabel 2,93) . Kualitas informasi memiliki pengaruh negatif terhadap penggunaan dengan koefisien jalur -0,46 (model 1) dan -0,57 (model 2) signifikan pada p ≤ 0,05 (T statistik > T tabel 1,96). Kualitas sistem memiliki pengaruh positif dengan kepuasan pemakai dengan koefisien jalur 0,49 (model 1) dan 0,54 (model 2) dan signifikan pada p ≤ 0,001 (T statistik > T tabel 2,93). Kualitas sistem memiliki pengaruh positif dengan penggunaan dengan koefisien jalur 0,96 (model 1) dan 0,83 (model 2) dan signifikan pada p ≤ 0,001 (T statistik > T tabel 2,93). Untuk model 1, kepuasan pemakai tidak terbukti signifikan terhadap penggunaan ditunjukan dengan nilai T statistik sebesar 1,44 (T statistik < T tabel 1,96). Demikian juga untuk model 2, penggunaan juga tidak terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan pemakai ditunjukan dengan nilai T statistik sebesar 1,55 (T statistik < T tabel 1,96). Penggunaan juga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dampak individu baik untuk model 1 maupun model 2 ditunjukan dengan nilai T statistik 1,47 untuk model 1 dan 1,27 untuk model 2 dimana nilai keduanya lebih rendah dari T tabel 1,96. Kepuasan pemakai memiliki pengaruh signifikan positif terhadap dampak individu pada p ≤ 0,001 (T statistik > T tabel 2,93) dengan koefisien jalur 0,71 baik untuk model 1 maupun model 2. Dampak individu juga memiliki pengaruh yang signifikan positif dengan dampak organisasi dengan p ≤ 0,001 (T statistik > T tabel 2,93) dan koefisien jalur untuk model 1 dan model 2 sebesar 0,73. Hasil pengujian hipotesis si atas, dapat digambarkan pada model penelitian baik model 1 maupun model 2 sebagai berikut: R2= 0,19 -0,47
**
KI
PG 0,10 0,43*
0,73* -0,26
0,96
DI
DO
R2 =
R2= 0,53
*
KS 0,49
0,71*
KP
*
R2= 0,79
Gambar 2. Hasil Pengujian Model Struktural (Model 1) *
Ket: p ≤ 0,001,
**
p ≤ 0,05
R2= 0,17 -0,58
KI
**
PG 0,10 0,39*
0,73* -0,07
0,83*
KS 0,54
*
DI
DO
R2= 0,54
R2= 0,53
0,71*
KP R2= 0,79
Gambar 3. Hasil Pengujian Model Struktural (Model 2)
78
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
3. KESIMPULAN Hasil analisa data dan pengujian hipotesis, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Dari 2 model penelitian yang diajukan, keduanya memberikan hasil yang tidak jauh berbeda. 2) Pengujian hipotesis menunjukan, kualitas informasi persepsian (perceived information quality) memberikan pengaruh yang positif signifikan terhadap kepuasan pemakai (user satisfaction), akan tetapi memberikan pengaruh negatif signifikan terhadap penggunaan (use). Hasil negatif ini menunjukan bahwa kualitas informasi yang baik yang tercermin misalnya dari kelengkapan output laporan justru membingungkan pemakai sistem yang pada akhirnya akan membuat mereka enggan untuk menggunakan sistem informasi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa variabel penggunaan dalam kasus di rumah sakit ini bersifat mandatory, sehingga variabel penggunaan tidak tepat dijadikan ukuran untuk menilai penggunaan nyata sebuah sistem informasi. Hasil penelitian lain yang menunjukan tidak adanya pengaruh yang signifikan antara kualitas informasi dan penggunaan adalah: Roldan dan Leal (2003), McGill et.al (2003); Livari (2005), Radityo dan Zulaikha (2007). 3) Kualitas sistem persepsian (perceived system quality) terbukti secara empiris memberikan pengaruh positif signifikan terhadap kepuasan pemakai (user satisfaction) dan penggunaaan (use). 4) Kepuasan pemakai (user satisfaction) terbukti secara empiris memberikan pengaruh positif signifikan terhadap dampak individu (individual impact). 5) Penggunaan (use) tidak terbukti secara empiris memberikan pengaruh terhadap dampak individu (individual impact) mendukung penelitian McGill et.al (2003); Livari (2005). Sama halnya seperti pada hipotesis 3 dan hipotesis 5, bahwa penggunaan sistem informasi pada konteks mandatory tidak tepat dijadikan ukuran secara lebih tegas dengan ukuran-ukuran yang lain dalam variabel kesuksesan sistem. 6) Antara kepuasan pemakai (user satisfaction) dan penggunaan (use) terbukti secara empiris tidak mempengaruhi satu sama lain, mendukung penelitian Rai (2002), Roldan dan Leal (2003), Purwanto (2007). Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan mandatory sistem informasi tidak tepat digunakan sebagai proksi mengukur kepuasan pemakai. Bisa saja pemakaian yang lama dikarenakan tugas, sehingga tidak serta merta memberikan kepuasan terhadap pemakaian sebuah sistem informasi. 7) Dampak individu (individual impact) terbukti secara empiris memberikan pengaruh positif signifikan terhadap dampak organisasi (organizational impact).
DAFTAR PUSTAKA 1. DeLone, W.H., dan McLean, E.R. 1992. Information Systems Success: The Quest for the Dependent Variable. Information Systems Research, pp. 60-95 2. Ghozali, Imam. 2008. Structural Equation Modeling metode alternatif dengan Partial Least Square, edisi 2. Semarang. BP-Undip. 3. Hanmer, Lyn. 2004. Assessment of Success of a Computerised Hospital Information System in a Public Sector Hospital in South Africa. MEDINFO. IOS Press. Februari 12. Available at: cmbi.bjmu.edu.cn/news/report/2004/.../128_d040004715.pdf 4. Hussein, R., Selamat, H., Abdul Karim, N.S. 2005. The Impact of Technological Factors on Information Systems Success In The Electronic government Context. The Second International Conference on Innovations in Information Technology (IIT’05). Februari 12. Available at: www.itinnovations.ae/iit005/proceedings/.../F_3_IIT05_Hussein.pdf 5. Hussein, R., Mohamed, N., Abdul Karim, N.S., Rahman Ahlan, A. 2007. The Influence of Organizational Factors on Information Systems Success in E-Government Agencies in Malaysia. The Electronic Journal on Information Systems in Developing Countries. EJISDC.
79
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
6. Janson, M. A., and Subramanian, A. 1996. Packaged software: Selection and Implementation Policies. INFOR 34(2), 133-151. 7. Jogiyanto. 2007a. Model Kesuksesan Sistem Teknologi Informasi. Yogyakarta. Penerbit Andi. 8. _________.2007b. Sistem Informasi Keperilakuan. Yogyakarta. Penerbit Andi. 9. Livari, J. 2005. An Empirical Test of the DeLone and McLean Model of Information System Success. Data Base for Advances in Information Systems. ABI/INFORM global pp.8-27. 10. Lucas, H.C., Jr., Walton, E.J., dan Ginzberg, M.J. 1988. Implementing Packaged Software. MIS Quarterly. pp.537-549. 11. McGill, T., Hobbs, V., dan Klobas, J., 2003. User-Developed Aplications and Information Systems Success: A Test of DeLone and McLean’s Model. Information Resources Management Journal. ABI/INFORM research pp. 24-45 12. Purwanto, Arie. 2007. Rancangan dan Implementasi Model Pemeriksaan Kinerja Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Atas Aplikasi E-Government di Pemerintah Daerah: Studi Kasus Kabupaten Sragen. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 13. Radityo, Dody dan Zulaikha. 2007. Pengujian Model DeLone and McLean Dalam Pengembangan Sistem Informasi Manajemen (Kajian Sebuah Kasus). SNA X. Makasar. 14. Rai, A., Lang, S.S., dan Welker, R.B. 2002. Assesing the validity of IS Success Models: An Empirical Test and Theoretical Analysis. Information Systems Research. ABI/INFORM global pp.50-113 15. Roldan, J.L. dan Leal, A. 2003. A Validation Test of an Adaptation of the DeLone and McLean’s Model in Spanish EIS Field. Idea Group Publishing. Februari 12. Available at: business.clemson.edu/ISE/04chap.pdf.
80
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
SISTEM INFORMASI NILAI MAHASISWA DENGAN MENGGUNAKAN APLIKASI SMS GATEWAY Indri Neforawati, Hoga Saragih Departemen Teknik Elektro Politeknik Negeri Jakarta Kampus Baru UI Depok, 16424, Jakarta Indonesia E-mail : [email protected], [email protected] Abstrak Saat ini teknologi komunikasi semakin berkembang, terutama ponsel sebagai salah satu alat telekomunikasi yang paling digemari. Fasilitas yang disediakan oleh ponsel tersebut sangat beragam mulai dari telepon, kamera, music player, video streaming dan satu lagi fasiltas yang paling digemari karena biayanya yang relatif murah adalah fasilitas Short Message Sevice (SMS). Karena penggunaannya yang mudah dan murah maka SMS sering dikembangkan menjadi aplikasi. Aplikasi layanan pelanggan dengan menggunakan fasilitas SMS. Implementasinya memanfaatkan ponsel sebagai media alat pengirim dan penerima SMS yang terhubung dengan komputer sebagai pusat pengontrol dan kabel data USB ponsel sebagai media penghubungnya. Jadi semua pesan yang masuk kedalam ponsel langsung dimasukkan kedalam database yang ada di dalam komputer. Maka komputer dapat merespon otomatis setiap pesan yang masuk dan mengirimkan hasil dari request/pesan ke orang/user yang melakukan request, sehingga dapat dikatakan aplikasi ini adalah sebagai aplikasi SMS Gateway. Rancangan ini hanya dapat digunakan oleh pelanggan-pelanggan yang telah terdaftar dan memiliki hak akses untuk melakukan request. Dalam perancangan aplikasi ini juga di lengkapi dengan website untuk tampilan para user yang ingin melihat informasi nilai melalui internet. Dimana user hanya dapat melihat nilai saja tanpa bisa meng upload. 1. PENDAHULUAN Teknologi diperlukan untuk mempermudah atau untuk memaksimalkan suatu kinerja. Seperti halnya teknologi pada umumnya. Telepon selular (ponsel) atau handphone digunakan untuk mempermudah komunikasi jarak jauh dengan penguna mobilitas yang tinggi. Dengan handphone, di manapun pengguna berada dapat melakukan hubungan jarak jauh dengan lawan bicaranya yang dituju, sehingga hubungan komunikasi itu tidak lagi bergantung pada tempat dan saluran telepon tetap. Tentunya dengan adanya fasilitas SMS (Sort Message Service) pada handphone, user dengan mudah mengirim pesan kepada user lain. Padatnya jadwal para pengajar atau dosen membuat sedikit terlambat dalam proses pengisian nilai. Hal ini dikarenakan para pengajar tidak dapat ke kampus disebabkan oleh suatu hal tugas diluar kantor atau kampus. Dalam pengisian nilai (up-load) mahasiswa pada komputer, membutuhkan suatu akses jaringan yang ada di kampus. Tetapi tidak semua para pengajar memiliki akses jaringan di rumahnya, sehingga proses input nilai sedikit terlambat. Perkembangan teknologi membuat sistem pengisian nilai lebih efisien dengan memanfaatkan layanan SMS pada ponsel para pengajar, sehingga pengisian nilai dapat dilakukan bila pengajar berhalangan hadir. 2. SISTEM MODEL WEB SISTEM INFORMASI NILAI 2.1 Deskripsi Alat Aplikasi manajemen database ini terdapat pada Web Sistem Informasi Nilai , dan pada Aplikasi SMS Gateway. Aplikasi ini berfungsi untuk memudahkan manajemen database pada Web dan pada Aplikasi SMS Gateway. Aplikasi ini berguna untuk memudahkan user dan
81
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
admin untuk memanajemen database , sehingga user dan admin tidak perlu lagi menggunakan syntax MySQL untuk melakukan proses pengeditan pada database. • Nama Alat Alat ini berupa Aplikasi SMS Gateway • Fungsi Aplikasi ini berfungsi untuk menghandle request dari Handphone, ke dalam database, dan sebaliknya. • Spesifikasi Alat tugas akhir ini berupa aplikasi yang dibuat dengan menggunakan software pemrograman Visual Basic 6. Aplikasi ini membutuhkan Handphone sebagai SMS Gateway. 2.2 Prinsip Kerja Alat Alat ini berfungsi untuk menghubungkan Handphone, dengan Database. Aplikasi ini menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6. Database yang digunakan adalah Database MySQL. Aplikasi ini dapat mengatur command request apa saja yang harus diketik pada Handphone untuk mendapatkan data sesuai keinginan user yang merequest lewat Handphone. Pada Aplikasi ini, data yang dimaksud adalah data nilai mahasiswa IT dan Telematika. User disini adalah dosen, mahasiswa dan orang tua. Mahasiswa dan orang tua dapat melihat nilai tugas, IP, dan IPK, sedangkan dosen dapat mengentry nilai tugas, IP, dan IPK.
Gambar 1. Diagram Prinsip Alat Kerja 2.3 Diagram Alir Login
cek username & password dari tabel data_user gagal login berhasil login Menu Utama
Menu Koneksi SMS Gateway
Menu Kirim SMS
Logout
Gambar 2. Menu Utama Aplikasi VB
82
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
User (Dosen)
User (Mahasiswa)
Request Entry Nilai Tugas , UTS & UAS
Request Nilai (Tugas,UTS,UAS), IP & IPK
Aplikasi VB SMS Gateway Cek No Hp di Database No HP Tidak Sesuai
Aplikasi VB SMS Gateway Cek No Hp di Database No HP Tidak Sesuai
Konfirmasi Data Tidak Ditemukan
Konfirmasi Data Tidak Ditemukan
Konfirmasi Data Telah Di Entry
No sesuai di database
Entry Data Nilai Tugas / UTS / UAS
No sesuai di database
Reply Nilai (Tugas,UTS,UAS) Reply IP Reply IPK
Data masuk Database
Gambar 3. Alir SMS Request Mahasiswa Gambar 4. Alir SMS Request Entry Nilai Dosen 2.4 Aplikasi SMS Gateway pada Server Aplikasi yang digunakan diprogram dengan menggunakan aplikasi Visual Basic 6. Aplikasi SMS Gateway berfungsi untuk menghubungkan data dari SMS ke Database, serta menghandle request yang diperlukan. Data request dari Handphone akan dimanipulasi oleh aplikasi ini, sehingga data dapat di reply sesuai keinginan user. Berikut ini form login program Aplikasi SMS Gateway.
Gambar 5. Login Form pada Aplikasi VB di Server Gambar 6. Pemilihan Port Komputer yang terhubung ke Handphone Setelah Login berhasil, Admin SMS Gateway dapat memilih menu untuk menjalankan Koneksi ke Handphone yang berfungsi sebagai SMS Gateway. Admin akan memilih Port dari Komputer yang terhubung ke Handphone sebagai SMS Gateway. Jika Handphone yang berfungsi sebagai SMS Gateway telah tersambung , maka akan ada konfirmasi seperti pada gambar 7.
Gambar 7. Konfirmasi Koneksi Handphone tersambung
Gambar 8. Menu Utama Aplikasi SMS Gateway
83
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
Setelah koneksi tersambung, maka halaman aplikasi akan muncul menu utama aplikasi SMS Gateway. Di dalam program aplikasi SMS Gateway terdapat berbagai fungsi untuk menghandle SMS Request dari User. 2.5 SMS Request & Reply dari User User adalah mahasiswa dan dosen. Request yang di kirim oleh user berbeda-beda tergantung keinginan User. Mahasiswa dapat merequest Nilai Tugas, IPS( IP Semester), dan IPK. Sedangkan dosen dapat mengentry nilai Tugas, IPS , dan IPK. NIL <MK>. IPS <Semester>. IPK.
PNJ PNJ PNJ
Untuk merequest nilai tugas,uts,uas dan Mutu Untuk merequest IP pada Semester tertentu Untuk merequest IPK Gambar 9 Tabel Request Mahasiswa
mk> ...
Untuk mengentry nilai tugas
mk> ...
Untuk mengentry nilai UTS
mk> ...
Untuk mengentry nilai UAS
Gambar 10 Tabel Entry Nilai Dosen 3. HASIL DAN ANALISA 3.1 Pengujian Perangkat Lunak Untuk memastikan bahwa program telah berjalan dengan baik, maka harus dilakukan pengujian terhadap program. Pengujian perangkat lunak ini dilakukan dengan cara menjalankan program, dam melakukan semua fungsi yang terdapat pada program. 3.1.1
Tujuan Pengujian • Tujuan Pengujian Untuk mengetahui apakah sms request dari user dapat dihandle oleh Aplikasi SMS Gateway, dan mendapat reply sesuai keinginan user • Target Pengujian Pada pengujian aplikasi, diharapkan dapat berjalan dengan baik, yaitu proses reply dari Aplikasi SMS Gateway ke user.
3.1.2
Alat dan Komponen • Komputer Server • Handphone SMS Gateway Siemens C55 • XAMPP • MySQL Database • Aplikasi SMS Gateway
3.1.3 Langkah Kerja 1. Jalankan XAMPP 2. Buka Aplikasi SMS Gateway 3. Login, masukan username dan password sesuai data di database, jika berhasil maka akan masuk ke menu utama 4. Lakukan Koneksi Port dari Komputer ke Handphone SMS Gateway. 5. Kirim Request dari User untuk meminta IPS (IP Semester), IPK, dan Nilai (Tugas ,UTS & UAS).
84
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
3.1.4 Hasil Pengujian - Menjalankan XAMPP Jika XAMPP berjalan dengan baik, berarti database sudah dapat digunakan. Berikut adalah konfirmasi bahwa XAMPP berhasil di jalankan.
Gambar 4.1 Prompt XAMPP berfungsi - Membuka aplikasi SMS Gateway pada server, lalu menjalankan Login. Masukan username atau password sesuai dengan data pada username dan kode_password pada tabel data_user seperti pada Gambar 4.2. Jika login berhasil, maka aplikasi akan dapat berjalan, dan menu untuk menjalankan SMS Gateway dapat dilakukan.
Gambar 4.2 Form Login
Gambar 4.3 Koneksi Port Handphone
Setelah berhasil Login, maka menu akan pindah ke halaman Menu Utama SMS Gateway. Lakukan Koneksi Port seperti pada Gambar 4.3 Setelah Port dipilih , lalu gunakan tombol konek. Jika Handphone tersambung, maka akan ada konfirmasi seperti pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Konfirmasi Koneksi Handphone tersambung - Melakukan Request dari Handphone Untuk menguji apakah SMS Gateway dapat berjalan, maka request perlu dilakukan. Berikut ini adalah request yang dilakukan. NIL <MK>. Untuk merequest nilai tugas,uts,uas dan Mutu IPS <Semester>. Untuk merequest IP pada Semester tertentu IPK. Untuk merequest IPK Gambar 3.9 Tabel Request Mahasiswa.
85
DIGITAL INFORMATION & SYSTEM CONFERENCE 2009
SMS Gateway akan mencocokan apakah nomor mahasiswa terdapat pada database, lalu database akan mencari mahasiswa dengan nomor tersebut. Hasil dari request adalah seperti pada tabel berikut ini. NIL <MK>. IPS <Semester>. IPK.
Nilai Tugas = 70 , Nilai UTS= 80 , Nilai UAS =90 IP anda adalah 3.4 IPK anda adalah 3.3 Gambar 3.10 Hasil Request dari HP Jika request adalah sebagai berikut, maka SMS Gateway berjalan dengan baik, dan sistem dapat terintegrasi dengan baik dengan Database. Setelah itu lakukan request untuk dosen. Berikut ini request yang dikirim oleh dosen seperti pada gambar 3.11. PNJ PNJ PNJ
mk> ...
Untuk mengentry nilai tugas
mk> ...
Untuk mengentry nilai UTS
mk> ...
Untuk mengentry nilai UAS
Gambar 3.11 Request Entry Data Mahasiswa Jika request tersebut berhasil, maka data akan masuk ke dalam database. Dengan begitu aplikasi SMS Gateway sudah berjalan dengan baik. 4. KESIMPULAN Aplikasi layanan pelanggan dengan menggunakan fasilitas SMS. Implementasinya memanfaatkan ponsel sebagai media alat pengirim dan penerima SMS yang terhubung dengan komputer sebagai pusat pengontrol dan kabel data USB ponsel sebagai media penghubungnya. Jadi semua pesan yang masuk kedalam ponsel langsung dimasukkan kedalam database yang ada di dalam komputer. Maka komputer dapat merespon otomatis setiap pesan yang masuk dan mengirimkan hasil dari request/pesan ke orang/user yang melakukan request, sehingga dapat dikatakan aplikasi ini adalah sebagai aplikasi SMS Gateway. DAFTAR PUSTAKA
1. Fiati, Rina 2005 ”Akses Internet Via Ponsel”, Penerbit: Andi Yogyakarta 2. Nurhadi, Tyasno 2003 ”Pemrograman WML dan WMLS : Hadirkan diri anda di mobile internet”, Penerbit Andi Yogyakarta. 3. Rafiza, H. 2006 ”Panduan dan Referensi Kamus Fungsi PHP”, Jakarta; PT. Elex Media Komputindo. 4. Jusak, 2007 ”Kreasi Situs Mobile Internet” , Surabaya. 5. http://idwikipedia.org/wiki/GPRS diakses tanggal 10 Juni 2008 6. http://www.google.com/DuaWMLNirkabel.pdf diakses tanggal 14 Juli 2008
86