POLA ASUH ORANG TUA PENGRAJIN BAMBU DALAM MENDIDIK ANAK DI DUSUN NGABLAK PULUTAN SIDOREJO SALATIGA
SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
Oleh: IMANIA NAJMUNA NIM: 11112193
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016
ii
iii
iv
v
MOTTO
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikatmalaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahriim/66 : 6)
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada: 1. Kedua orang tuaku, ayahanda tercinta Muhsinun (almarhum) dan ibunda Murtafiah atas perjuangannya banting tulang, kalimah do`a dan seluruh pengorbanannya telah mengukir segala asa, cita dan harapan membimbing dan mendidik dengan penuh kesabaran serta memberikan segalanya baik moral maupun spiritual bagi kelancaran studyku, semoga Allah senantiasa meridhoinya. 2. Kakak-kakakku tersayang (Agus Indriyatno, Aini Nur Faizah, Muhammad Wahab Habibi, Dewi Mufidah, Ernawati, Sujoro, Tri Handayani, Andreas Susanto) yang selalu memberikan dorongan semangat untuk selalu optimis dan dukungan serta pengertian kepada penulis. 3. Kepada bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si. selaku pembimbing dan sekaligus sebagai motivator serta pengarah sampai selesainya penulisan skripsi ini 4. Kepada seluruh sahabat-sahabatku Intan, Nindy, Silvi, Milkha, Kumi, dan Royyan yang selalu memberikan semangat dan bantuan untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 5. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2012 khususnya kelas PAI F, Teman-teman PPL MTs Al-Islam Bringin, dan Kelompok KKN posko 36 yang telah memberikan motivasi dan pengalaman hidup yang luar biasa 6. Warga dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga khususnya pengrajin bambu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “POLA ASUH ORANG TUA PENGRAJIN BAMBU DALAM MENDIDIK ANAK DI DUSUN NGABLAK PULUTAN SIDOREJO SALATIGA” Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1.
Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2.
Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3.
Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
4.
Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
viii
5.
Bapak Sutrisna, S.Ag., M.Pd. selaku pembimbing akademik.
6.
Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
7.
Warga dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga khususnya pengrajin bambu yang telah memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian.
8.
Ibu, keluarga, sahabat dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 25 Agustus 2016 Penulis
Imania Najmuna NIM. 111-12-193
ix
ABSTRAK Najmuna, Imania. 2016. “Pola Asuh Orang Tua Pengrajin Bambu dalam Mendidik Anak di Dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga” Pembimbing: Drs. Abdul Syukur, M.Si. Kata kunci: Pola Asuh Orang Tua, Pengrajin Bambu, Pendidikan Anak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak, Pulutan, Sidorejo, Salatiga. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Bagaimana pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga. 2) Faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga 3) Upaya orang tua pengrajin bambu dalam meningkatkan pendidikan anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Peneliti masuk ke lapangan dan bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. Prosedur pengumpulan data adalah dengan metode observasi, metode wawancara, dan metode dokumentasi. Subyek penelitian adalah orang tua pengrajin bambu. Temuan penelitian menunjukkan bahwa 1) Pola asuh orang tua pengrajin bambu di dusun Ngablak dalam mendidik anak yaitu dengan tipe pola asuh Authoritative atau demokratis. Orang tua memberikan bimbingan yang tegas dalam mendidik anak agar anak tetap belajar dan berkembang dalam pendidikannya sehingga dapat menjalankan kewajibannya sebagai anak dan peserta didik serta dengan memberikan kebebasan kepada anak untuk dapat menggali potensi yang dimiliki dan mendapatkan haknya sebagai seorang anak. 2) Faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak yaitu dipengaruhi oleh karakteristik struktur keluarga, profesi orang tua, kompetensi orang tua, karakteristik struktur anak dan interaksi orang tua-anak. Faktor tersebut terbagi menjadi dua yaitu faktor penghambat antara lain kondisi keluarga, faktor pendidikan, faktor ekonomi, faktor lingkungan dan profesi orang tua. Serta faktor pendukung antara lain berasal dari perhatian dan rasa kasih sayang orang tua terhadap anaknya yaitu berupa perhatian orang tua terhadap perkembangan pendidikan anak, potensi yang dimiliki anak dan karakter dari masing-masing anak serta hubungan interaksi antara orang tua dengan anak. 3) Upaya orang tua pengrajin bambu dalam meningkatkan pendidikan anak di dusun Ngablak yaitu dengan tetap berada disamping anak seperti membantu dan memberikan bimbingan kepada anak dalam mengerjakan tugas ketika anak mendapatkan pekerjaan rumah dari sekolah, mendampingi anak ketika belajar dan memberikan simpati kepada anaknya. Selain itu juga dengan memberikan kasih sayang kepada anak dengan memberikan reward kepada anak jika anak berhasil membuat orang tua bangga dan membesarkan anak dengan penuh tanggung jawab, tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN BERLOGO ................................................................................. ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... v MOTTO............................................................................................................ vi PERSEMBAHAN ............................................................................................ vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii ABSTRAK ....................................................................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Fokus Penelitian ............................................................................ 7 C. Tujuan Penelitian........................................................................... 7 D. Kegunaan Penelitian...................................................................... 8 E. Penegasan Istilah ........................................................................... 8 F. Metode Penelitian.......................................................................... 11 G. Sistematika Penulisan .................................................................... 20 BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 23 A. Pola Asuh Orang Tua ..................................................................... 23 B. Pengrajin Bambu ............................................................................ 36
xi
C. Pendidikan ...................................................................................... 36 BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ......................... 50 A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ................................................ 50 B. Temuan Penelitian ......................................................................... 56 1. Pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga .................. 63 2. Faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga ........................................................ 68 3. Upaya orang tua pengrajin bambu dalam meningkatkan pendidikan anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga ................................................................................... 79 BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................ 93 A. Pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga ........................ 93 B. Faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga ........................................................................... 97 C. Upaya orang tua pengrajin bambu dalam meningkatkan pendidikan anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga...... 106 BAB V PENUTUP ........................................................................................... 112 A. Kesimpulan.................................................................................... 112 B. Saran .............................................................................................. 114
xii
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 115 RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................ 117 LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1........................................................................................................... 51 Tabel 3.2........................................................................................................... 51 Tabel 3.3........................................................................................................... 52 Tabel 3.4........................................................................................................... 53 Tabel 3.5........................................................................................................... 54 Tabel 3.6........................................................................................................... 55 Tabel 3.7........................................................................................................... 56 Tabel 3.8........................................................................................................... 57 Tabel 3.9........................................................................................................... 59 Tabel 3.10......................................................................................................... 60 Tabel 3.11......................................................................................................... 61 Tabel 3.12......................................................................................................... 62 Tabel 3.13......................................................................................................... 72
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK 2. Surat Tugas Pembimbing Skripsi 3. Surat Permohonan Izin Melakukan Penelitian 4. Surat Keterangan Melakukan Penelitian 5. Lembar Konsultasi 6. Instrumen Pengumpulan Data 7. Hasil Wawancara 8. Dokumentasi
xv
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Moh. Sochib (2010:2) dalam bukunya Pola Asuh Orang Tua, pendidikan
dilaksanakan
dalam
lingkungan
keluarga,
sekolah,
dan
masyarakat. Dengan demikian, keluarga merupakan salah satu lembaga yang mengemban tugas dan tanggung jawab dalam pencapaian tujuan pendidikan. Pendidikan dalam lingkungan keluarga berlangsung di dalam rumah tempat di mana anggota keluarga tinggal. Baik anggota keluarga seperti Bapak,
Ibu,
maupun
anak
memiliki
peran
masing-masing
dalam
berlangsungnya pendidikan di lingkungan keluarga hingga tercapai tujuan pendidikan. Peran tersebut yaitu peran sebagai pendidik dan peran sebagai peserta didik. Keluarga
merupakan
lembaga
pendidikan
informal
yang
menempatkan bapak dan ibu (orang tua) sebagai pendidik kodrati (Fatchurrahman, 2006:7). Jadi, sudah menjadi kodrat bahwa orang tua merupakan pendidik yang utama dan berperan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya. Jika pendidikan dilakukan oleh orang dewasa yang memberikan bantuan berupa pengajaran dan didikan kepada peserta didik, maka pendidikan di lingkungan keluarga dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Orang tua berperan sebagai pendidik, sedangkan anak berperan sebagai peserta didik. Namun, peran tersebut tidak hanya menjadikan anak sebagai 2
objek pendidikan saja, akan tetapi memerankan anak sebagai subjek pendidikan agar anak senantiasa berperan aktif dalam kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh orang tua. Pendidikan di dalam rumah merupakan pendidikan awal dan utama yang diterima oleh seorang anak sejak dilahirkan. Karena anak mulai belajar berbagai
macam
hal
terutama
nilai-nilai,
keyakinan,
akhlak,
dan
bersosialisasi. Anak belajar dari kedua orang tuanya, dan mereka menirukan seperti apa yang dilakukan oleh orang tuanya (Helmawati, 2014:48). Jadi, pendidikan di dalam rumah bertujuan untuk membentuk karakter dalam diri anak itu sendiri, karena perilaku anak dapat terbentuk oleh perilaku yang diajarkan orang tuanya dan selain itu, pendidikan di dalam rumah juga memberikan pengaruh yang besar terhadap keberhasilan pendidikan anak di sekolah. Orang tua memiliki peran yang sangat besar dalam memberikan pendidikan bagi anaknya karena dari proses mendidik orang tua, seorang anak dapat tertanam sebuah perilaku dan mendapatkan pendidikan serta ajaran yang berasal dari orang tuanya. Selain itu, sudah menjadi tanggung jawab bagi orang tua baik bapak dan ibu untuk memberikan pendidikan bagi anaknya demi proses pendewasan sang anak. Orang tua juga sangat memberikan peran dalam proses pendidikan anak baik dalam keluarga maupun sekolah, karena hal ini mencerminkan keterlibatan orang tua sebagai pendidik terhadap anak didik, sehingga pendidikan anak berada di tangan kedua orang tuanya (Conny, 2002:8). Maka dari itu, orang tua selalu dituntut untuk melakukan yang terbaik bagi
3
anaknya, terlebih dalam hal pendidikan. Dari pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya dapat menjadikan penentu keberhasilan pendidikan anak. Orang tua yang sadar akan pentingnya pendidikan di dalam rumah, dapat memberikan pengaruh yang positif bagi anak terhadap berlangsungnya pendidikan di sekolah sehingga anak memiliki semangat yang lebih dalam melaksanakan pendidikan di sekolah dibandingkan dengan orang tua yang tidak sadar akan pentingnya pendidikan di dalam rumah, maka akan menghambat berlangsungnya pendidikan anak di sekolah dan anak merasa tidak peduli akan pentingnya pendidikan. Orang tua yang tidak sadar akan pentingnya pendidikan di dalam rumah biasanya orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan merupakan hanya urusan guru di sekolah, jadi hanya guru yang bertanggung jawab atas proses pendidikan anak dan orang tua melimpahkan tanggung jawab penuh dalam mendidik anaknya kepada para pendidik formal (guru) (Helmawati, 2014:50). Ada beberapa masalah yang dialami oleh seorang anak yang tidak mendapatkan pendidikan secara penuh di dalam rumah dikarenakan kondisi orang tua yang memiliki kesibukan terutama dipengaruhi oleh pekerjaan atau profesi dari orang tua dan cara mengasuh orang tua yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak. Pekerjaan yang menuntut banyak waktu, banyak tenaga, sehingga kebanyakan dari orang tua lalai akan pentingnya pendidikan anak di dalam rumah. Banyak orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak dapat memberikan pendidikan yang penuh untuk anak-
4
anaknya. Selain itu, pengerahuan yang kurang serta tingkat pendidikan yang rendah menjadi kendala bagi orang tua untuk memberikan pola asuhnya kepada anak dalam mendidik anak. Dari sekian banyak pekerjaan atau profesi, ada beberapa pekerjaan atau profesi orang tua yang menyita waktu, namun hal tersebut tergantung dari manajemen waktu yang dikelola oleh orang tua. Apabila orang tua dapat membagi waktu dengan mencurahkan perhatian terhadap anak terutama dalam hal pendidikan, maka orang tua tersebut dapat secara penuh melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai orang tua dan pendidik. Seperti halnya, pekerjaan pengrajin bambu yang sama dengan pekerjaan yang lain juga membutuhkan waktu kerja yang tidak sedikit. Tidak hanya Guru, Dosen, Pegawai Pabrik, Wiraswasta, Pegawai kantor, Nelayan, Petani, Tukang Becak dan berbagai jenis pekerjaan yang lain, yang memiliki kesibukan di dunia pekerjaan tersebut. Pengrajin bambu juga merupakan salah satu pekerjaan yang menyita banyak waktu karena dituntut untuk giat dan teliti merajinkan bambu agar kerajinan bambu yang dihasilkan sesuai dengan pesanan konsumen. Tidak menjadi masalah bagi orang tua pengrajin bambu yang bekerja namun tetap memperhatikan pendidikan anaknya. Dengan pola asuh yang diberikan kepada anaknya, nilai pendidikan seorang anak dapat tertanam dan menjadi bagian yang membentuk pendidikan anak baik di dalam rumah, masyarakat dan terlebih di sekolah, meskipun kesibukan yang dimiliki oleh orang tua pengrajin bambu.
5
Setiap pengrajin bambu memiliki karakter masing-masing dalam hal mendidik anak. Ada sebagian pengrajin bambu yang memprioritaskan pendidikan anak sehingga dapat membagi waktunya untuk mendidik anak dan ada sebagian pengrajin bambu lain yang lebih memprioritaskan pekerjaannya merajinkan bambu sehingga tidak memiliki waktu yang banyak untuk mendidik anak. Keberhasilan pendidikan anak baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat tergantung dari pola asuh orang tua yang diberikan terhadap anak dalam rangka memberikan pendidikan anak khususnya di lingkungan keluarga atau di dalam rumah. Dengan pola asuh orang tua pengrajin bambu yang memiliki karakteristik berbeda-beda dapat diketahui faktor yang menentukan pola asuh dari orang tua sehingga hasil pendidikan anak dapat terlihat dari cara mendidik orang tua terhadap anak dan upaya orang tua yang diberikan bagi anak dalam rangka meningkatkan pendidikan anak baik di dalam keluarga, masyarakat dan sekolah. Terdapat satu wilayah di Kelurahan Pulutan yaitu dusun Ngablak, yang kurang lebih 38,75 % penduduknya bekerja sebagai pengrajin bambu (Hasil wawancara dengan Ketua Paguyuban Pengrajin Bambu, 29 Juni 2016 jam 15.20). Pekerjaan tersebut muncul sebagai mata pencaharian warga dusun Ngablak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka memilih profesi tersebut sebagai pr0fesi sehari-hari disebabkan sulitnya mencari lapangan pekerjaan karena tingkat pendidikan yang dimiliki tergolong rendah. Dengan peluang kreativitas yang dimiliki oleh warga dan hasil bambu yang cukup
6
melimpah di lingkungan sekitar dusun Ngablak, warga dusun Ngablak memilih pekerjaan pengrajin bambu sebagai mata pencaharian sehari-hari. Selain itu, pekerjaan tersebut juga dilakukan secara turun temurun dari zaman dahulu hingga sekarang. Berbeda dengan daerah yang lain, dusun Ngablak merupakan dusun yang sebagian besar warganya memilih pekerjaan yang dilakukan di rumah. Meskipun tidak hanya merajinkan bambu yang menjadi pekerjaan oleh semua warga dusun Ngablak, mereka memilih pekerjaan pengrajin bambu untuk digunakan sebagai kegiatan sehari-hari yang dapat mengahasilkan uang. Dan hal itu menjadi sebuah karakter dari dusun tersebut bahwa dusun Ngablak merupakan kawasan pengrajin bambu. Faktor tingkat pendidikan yang rendah menjadi alasan bagi warga dusun Ngablak untuk memilih profesi sebagai pengrajin bambu, karena profesi tersebut tidak menuntut tingkat pendidikan yang tinggi. Dari tingkat pendidikan yang rendah dan profesi sebagai pengrajin bambu, menjadi daya tarik peneliti untuk mengetahui lebih dalam mengenai pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkatnya sebagai bahan untuk menyusun skripsi dengan judul “POLA ASUH ORANG TUA PENGRAJIN BAMBU DALAM MENDIDIK ANAK DI DUSUN NGABLAK PULUTAN SIDOREJO SALATIGA”.
7
B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat dikemukakan suatu fokus penelitian dalam penelitian sebagai berikut: 1.
Bagaimana pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga?
2.
Apa faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga?
3.
Bagaimana upaya orang tua pengrajin bambu dalam meningkatkan pendidikan anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga?
C. Tujuan Penelitian Agar dapat memberikan gambaran konkrit serta arahan yang jelas dalam pelaksanaan penelitian ini maka perlu dirumuskan tujuan yang ingin dicapai yaitu: 1.
Untuk mengetahui pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga.
2.
Untuk mengetahui faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga.
3.
Untuk mengetahui upaya orang tua dalam meningkatkan pendidikan anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga.
8
D. Kegunaan Penelitian Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memiliki 2 kegunaan, yaitu: 1.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan ilmu sebagai sarana memperluas khazanah pengetahuan tentang pendidikan pada umumnya dan pola asuh orang tua terhadap anak pada khususnya.
2.
Manfaat Praktis a.
Bagi Orang tua, untuk dapat memberikan gambaran, pemahaman dan masukan bagi orang tua dalam mengasuh anak sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak serta dapat meningkatkan pengajaran dan pendidikan bagi anak.
b.
Bagi Peneliti, untuk dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang pola asuh orang tua terhadap anak dan untuk bekal peneliti di dunia pendidikan dan kemasyarakatan.
E. Penegasan Istilah Untuk menghindari salah persepsi dalam penggunaan kata pada judul penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah pokok antara lain adalah: 1.
Pola Asuh Pola asuh terdiri dari kata pola dan asuh. Pola artinya sistem atau cara kerja (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005:271). Sedangkan asuh artinya menjaga atau merawat dan mendidik anak kecil (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005:73). Jadi, dapat disimpulkan
9
bahawa pengertian dari pola asuh adalah sistem atau cara kerja dalam menjaga dan mendidik anak. 2.
Orang Tua Orang tua
dapat
diartikan
sebagai
orang dalam
usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005: 802). Menurut
penulis sendiri, orang tua adalah
orang
yang
bertanggung jawab atas perkembangan anak dan mengemban tugas terhadap keberhasilan anaka dengan segala upaya, usaha, didikan, dan bimbingan yang dilakukan agar nantinya dapat tercapai keinganan dan cita-cita orang tua terhadap anak dimasa depan. 3.
Pengrajin Bambu Pengrajin bambu terdiri dari kata pengrajin dan bambu. Pengrajin artinya orang yang pekerjaannya (profesinya) membuat kerajinan (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005:922). Dan bambu artinya tumbuhan yang tumbuh berumpun, berakar serabut yang batangnya bulat berongga, beruas-ruas, keras dan tinggi, dipakai sebagai bahan bangunan rumah dan perabot rumah tangga (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005:98). Dari dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari pengrajin bambu yaitu orang yang pekerjaannya membuat kerajinan yang berbahan dasar tumbuhan yaitu bambu yang hasil olahan kerajinan tersebut dapat digunakan sebagai perabot rumah tangga.
10
4.
Pendidikan Pengertian pendidikan menurut Undang-Undang SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sedemikian rupa supaya peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif supaya memiliki pengendalian diri, kecerdasan, keterampilan dalam bermasyarakat, kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian serta akhlak mulia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:263) Pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu ikhtiar manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat (Roqib, 2009:15-16). Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan pengertian pendidikan yaitu usaha
seseorang untuk melakukan
pembelajaran dan pengajaran dengan mengembangkan potensi yang ada pada diri seseorang sekaligus pembinaan kepribadian seseorang agar memiliki
pengetahuan
yang
lebih
menghadapi lingkungan sekitarnya. 5. Anak
11
serta
kemampuannya
dalam
Anak adalah manusia yang masih kecil (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005:41). Individu yang membutuhkan bimbingan, didikan, ajaran dan asuhan oleh orang tua agar dapat membentuk pribadi seutuhnya dan dapat mengembangkan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Dari beberapa uraian pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang dimaksud dengan Pola Asuh Orang Tua Pengrajin Bambu dalam Mendidik Anak di Dusun Ngablak, Pulutan, Sidorejo, Salatiga adalah cara orang tua yang berprofesi membuat kerajinan yang berasal dari bambu dalam mendidik dan mengasuh anaknya sehingga anak dapat memiliki pengetahuan yang lebih serta kemampuannya dalam menghadapi lingkungan sekitarnya dari orang tuanya. F. Metode Penelitian 1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif ini dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi di lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi,
melakukan analisis reflektif terhadap berbagai
dokumen yang ditemukan di lapangan, dan membuat laporan penelitian secara mendetail (Sugiyono, 2011:14). Oleh karena itu, penulis akan mengambil penelitian lapangan yaitu dengan cara memperoleh data melalui penyelidikan berdasarkan obyek lapangan, daerah atau lokasi di
12
dusun Ngablak guna memperoleh data yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Bogdan dan Taylor mendefinisikan “Metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moloeng, 2011:3). Maka dari itu, selain melalui penyelidikan berdasarkan obyek lapangan, daerah atau lokasi, peneliti juga melakukan wawancara dan mengamati hal-hal yang diteliti dalam lapangan khususnya pola asuh orang tua pengrajin bambu terhadap pendidikan anak. Penelitian kualitatif menyituasikan aktifitas pengamatan di lokasi tempat berbagai fakta, data, bukti, atau hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian, dan hal-hal yang terjadi
(Sentana, 2010:5). Jadi,
penelitian juga dilakukan berdasarkan fakta dan bukti yang berkaitan dengan hal-hal yang terjadi dalam pengamatan di lapangan. 2.
Kehadiran Peneliti Peneliti Kualitatif akan masuk ke lapangan untuk memunculkan sekumpulan representasi, yang didapat dari catatan lapangan, wawancara, pembicaraan, fotografi, rekaman dan catatan pribadi (Sentana, 2010:5). Maka dari itu, dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. Karena kehadiran peneliti secara langsung di lapangan untuk penelitian kualitatif mutlak diperlukan, sebagai tolak ukur keberhasilan
13
untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan atau sumber data lainnya. 3.
Lokasi Penelitian Peneliti akan memilih lokasi penelitian di Dusun Ngablak, Kelurahan Pulutan, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena lokasi tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dari dusun lain yaitu sebagian dari penduduk lokasi tersebut bermata pencaharian atau berprofesi sebagai pengrajin bambu. Maka dari itu, peneliti akan melakukan penelitian tentang pengrajin bambu yang berhubungan dengan pola asuh orang tua pengrajin bambu terhadap pendidikan anak.
4.
Sumber Data Adapun sumber data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu: a.
Data Primer Sumber data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya (Arikunto, 2010:22). Sumber data langsung yang peneliti dapatkan berasal dari informan-informan yang ada di Dusun Ngablak Pulutan, diantaranya orang tua yang berprofesi sebagai pengrajin bambu.
b.
Data Sekunder
14
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat, SMS, dan lain-lain), foto-foto, film, rekaman video, dan benda-benda yang dapat memperkaya data primer (Arikunto, 2010:22). Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara. Adapun sumber data sekunder yang digunakan adalah data dari foto, data dari paguyuban pengrajin bambu dusun Ngablak dan data dari kelurahan.
5.
Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa adanya prosedur pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang diinginkan. Pengumpulan data melibatkan terutama melalui pengamatan dan wawancara (Moleong, 2011:237). Oleh karena itu, untuk mendapatkan data yang valid maka peneliti mengumpulkan data melalui pengamatan dengan menggunakan metode sebagai berikut: a.
Metode observasi Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu
15
berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam lainnya (Sugiyono, 2011:145). Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang situasi dan kondisi pengrajin bambu dalam memberikan pendidikan bagi anak serta hal-hal yang ada hubungannya dengan data yang penulis butuhkan, karena itu penulis kemukakan bahwa pelaksanan dari metode ini juga didukung oleh metode lain. b.
Metode interview atau wawancara Interview digunakan sebagai teknik pengumpulan data yang mana peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang akan diteliti, atau bahkan juga untuk mengetahui hal-hal yang lebih mendalam mengenai Pola Asuh Orang Tua Pengrajin Bambu terhadap Pendidikan Anak atau juga faktor-faktor yang menentukan pola asuh orang tua. Wawancara adalah suatu alat pengumpulan data atau informasi dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula (Margono, 2000:165). Adapun metode ini penulis gunakan untuk mencari data tentang Pola Asuh Orang Tua Pengrajin Bambu terhadap Pendidikan Anak.
c.
Metode dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental (Sugiyono, 2011:240).
16
Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data yang dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan meramalkan (Moleong, 2011:217). Dokumen-dokumen bisa diperoleh melalui gambar-gambar dalam penelitian. 6.
Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2011:244). Menurut Moleong (2011:248) analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya
menjadi
satuan
yang
dapat
dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Menurut pemahaman analisis data diatas dapat dikemukakan tahapan analisis data antara lain: a.
Mempelajari data dengan merumuskan masalah yang akan diteliti
17
b.
Menyusun temuan-temuan data kata kunci berdasarkan data yang telah terkumpul
c.
Menuliskan model perencanaan selanjutnya berdasarkan temuantemuan data sebelumnya
d.
Mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan
analitik
guna
mengumpulkan data selanjutnya e.
Perencanaan pengumpulan data berikutnya Setelah semua data terkumpul maka selanjutnya adalah tahap
menganalisis data. Agar mudah ditarik kesimpulan maka diolah dalam bentuk analisis deskriptif yaitu suatu upayamenggambarkan atau melukiskan keadaan atau obyek penelitian dengan mengemukakan gejala-gejala secara lengkap di dalam aspek yang diselidiki, agar jelas keadaan atau kondisinya pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1995:63). 7.
Pengecekan Keabsahan Data Ada empat kriteria yang digunakan untuk menetapkan keabsahan data yaitu: kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependability), kepastian (confirmability) (Moleong, 2011:324). Keabsahan data yang akan peneliti lakukan yaitu dengan menggunakan kriteria kepercayaan (credibility). Kriteria kepercayaan berfungsi untuk melakukan penelaahan data seara akurat agar tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai. Peneliti melakukan pengamatan
18
secara detail mengenai orang tua pengrajin bambu dalam melakukan observasi sampai data yang dibutuhkan cukup. Kemudian peneliti menggunakan teknik triangulasi untuk memeriksa keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain. Dalam menerapkan teknik pemeriksaan data peneliti melakukan dengan cara sebagai berikut: a.
Ketekunan/keajegan pengamatan Dalam hal ini bermaksud untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dalam teknik ini menuntut peneliti agar mampu menguraikan secara rinci bagaimana dapat melakukan pengamatan secara detail dan penelaahan secara rinci tersebut dapat dilakukan (.
b.
Trianggulasi Teknik adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Pada penelitian ini peneliti melakukan triangulasi sumber dan triangulasi metode. Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Sedangkan triangulasi dengan metode berarti dengan mengecek derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan mengecek derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama (Moloeng, 2011:331). Dengan triangulasi sumber,
19
peneliti membandingkan data hasil wawancara antar narasumber pengrajin bambu dan membandingkan data hasil dokumentasi antar dokumen. Dengan triangulasi metode, peneliti membandingkan data hasil pengamatan di lapangan dengan data hasil wawancara dengan pengrajin bambu di dusun Ngablak. 8.
Tahap-tahap Penelitian Pelaksanaan penelitian yang akan penulis lakukan ada empat tahap yaitu: tahap sebelum pelaksanaan penelitian lapangan, tahap pelaksanaan penelitian lapangan, tahap analisis data, tahap penulisan laporan. Tahap-tahap pelaksanaan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sebagai berikut: a.
Tahap Sebelum pelaksanaan penelitian Tahap ini meliputi kegiatan: 1) Mengajukan judul penelitian 2) Menyusun proposal penelitian 3) Konsultasi kepada pembimbing
b.
Tahap pelaksanaan penelitian Tahap ini meliputi kegiatan: 1) Melaksanakan penelitian di tempat yang telah ditentukan 2) Mengumpulkan data yang sesuai dengan fokus penelitian 3) Pencatatan data yang sudah terkumpul 4) Mengembangkan data yang terkumpul
20
c.
Tahap analisis data Tahap ini meliputi kegiatan: 1) Mencoding data 2) Menganalisis dengan analisis diskriptif 3) Penemuan hal-hal penting dalam penelitian 4) Mengecek keabsahan data
d.
Tahap penulisan laporan Tahap ini meliputi kegiatan: 1) Melaporkan hasil penelitian 2) Konsultasi kepada pembimbing
G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, peneliti akan membagi dalam beberapa bab. Dengan harapan agar pembahasan dalam skripsi ini dapat tersusun dengan baik dan dapat memenuhi standar penulisan sebagai karya ilmiah. Adapun sistematika pembagian bab adalah sebagai berikut: 1.
Bab I Pendahuluan Bab Pendahuluan menjelaskan secara umum tentang arah dan maksud penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai pola asuh orang tua pengrajin bambu terhadap pendidikan anak, sehingga pembaca dapat mengetahui mengenai latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
21
2.
Bab II Kajian Pustaka Bab Kajian pustaka
menjelaskan mengenai teori-teori yang
relevan dan sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan di lapangan mengenai pola asuh orang tua pengrajin bambu terhadap pendidikan anak, yaitu teori tentang pola asuh orang tua, macam-macam pola asuh orang tua, faktor yang menentukan pola asuh, upaya pola asuh orang tua, penjelasan tentang pengrajin bambu, pengertian pendidikan, komponenkomponen pendidikan, dan tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak. Dengan teori tersebut pembaca dapat mengetahui pengertian yang berkaitan dengan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak. 3.
Bab III Pembahasan Pembahasan menjelaskan tentang uraian data dan temuan yang diperolah dari hasil dalam penelitian yang dilakukan di lapangan melalui observasi, wawancara atau interview, dan dokumen berupa gambar tentang pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak, Pulutan, Sidorejo, Salatiga.
4.
Bab IV Analisis Data Bab ini memuat tentang gagasan peneliti, posisi temuan/teori terhadap teori dan temuan-temuan yang dilakukan sebelumnya, serta penjelasan dari temuan/teori yang diungkap dari lapangan mengenai pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak, Pulutan, Sidorejo, Salatiga.
22
5.
Bab V Penutup Bab penutup memuat temuan pokok atau kesimpulan dari beberapa bab terdahulu beradasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Selain itu peneliti juga akan memberikan tindak lanjut serta mengemukakan saran-saran yang berkaitan dengan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak.
23
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orang Tua 1.
Pengertian Pola Asuh Menurut Baumrind dalam Muallifah (2009:42), pola asuh orang tua pada prinsipnya merupakan parental control, yaitu bagaimana orang tua mengontrol, membimbing dan mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya menuju pada proses pendewasaan. Sedangkan menurut Kohn dalam Muallifah (2009:42-43), pola asuh merupakan cara orang tua berinteraksi dengan anak yang meliputi pemberian aturan, hadiah, hukuman, pemberian perhatian serta tanggapan orang tua terhadap setiap perilaku anak. Lebih jelasnya, pola asuh menurut Kohn merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya, sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua memberikan peraturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua memberikan perhatian atau tanggapan terhadap kenginan anak. Maka dari itu, pada intinya pola asuh orang tua adalah bagaimana cara mendidik orang tua terhadap anak baik secara langsung maupun tidak langsung (Thoha, 1996:110). Pola asuh adalah suatu cara yang ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada 24
anak. Dimana tanggung jawab mendidik untuk mendidik anak adalah merupakan tanggung jawab primer (Thoha, 1996:109). Sedangkan menurut Theresia Indria Shanti, P.Si, M.Si dalam Mualifah (2009:43) pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak. Lebih jelasnya yaitu bagaimana sikap atau perilaku orang tua saat berinteraksi dengan anak. Termasuk caranya menerapkan aturan, mengajarkan nilai atau norma, memberikan perhatian dan kasih sayang, serta menunjukkan sikap dan perilaku yang baik, sehingga dapat dijadikan sebagai contoh atau panutan bagi anaknya. Gunarsa Singgih dalam bukunya Psikologi Remaja (2007:109), berpendapat bahwa pola asuh orang tua adalah sikap dan cara orang tua dalam mempersiapkan anggota keluarga yang lebih muda termasuk anak supaya dapat mengambil keputusan sendiri dan bertindak sendiri sehingga mengalami perubahan dari keadaan bergantung kepada orang tua menjadi berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri. Pola asuh merupakan bagian dari proses pemeliharaan anak. Pola asuh orang tua penting dalam upaya menyediakan suatu model perilaku yang lebih lengkap bagi anak. Pola asuh adalah suatu sikap yang dilakukan orang tua, yaitu ayah dan ibu dalam berinteraksi dengan anaknya. (Illahi, 2013:133). Orang tua sebagai individu-individu yang mengasuh, melindungi dan membimbing anak dari bayi hingga tahap dewasa dan memberikan
25
tanggung jawab dan perhatian yang mencakup pendidikan intelektual dan moral (Fajar, 2011:10). Menurut Hurlock dalam Muallifah (2009:44) pengasuhan orang tua berfungsi untuk memberikan kelekatan dan ikatan emosional atau kasih sayang antara orang tua dan anaknya, juga penerimaan dan tuntunan dari orang tua. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua adalah pola interaksi antara orang tua dan anaknya, yaitu cara orang tua berinteraksi dengan mengontrol, membimbing dan mendampingi anaknya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak sebagai bentuk tanggung jawab peran orang tua terhadap anaknya sehingga anak dapat menuju pada kedewasaan. Cara orang tua dalam mengasuh anak termasuk caranya menerapkan aturan, mengajarkan nilai atau norma, memberikan perhatian dan kasih sayang, serta menunjukkan sikap dan perilaku yang baik, sehingga dapat dijadikan sebagai contoh atau panutan bagi anaknya. 2.
Macam-macam Pola Asuh Pola asuh yang digunakan oleh orang tua kepada anak menjadi faktor utama yang menentukan potensi dan karakter seorang anak (Illahi, 2013:135). Terdapat beberapa macam teori pola asuh yang dapat dijadikan acuan bagi orang tua. Kajian pendekatan tentang pola asuh orang tua sering menggunakan teori yang dikemukakan oleh Baumrind. Berdasarkan hasil penelitian Diana Baumrind dalam tulisan Jane Brooks
26
(2011:112) terdapat
3 macam
pola asuh
yaitu:
authoritarian,
authoritative dan permissive. a.
Authoritarian (otoriter) Yaitu jenis pola asuh orang tua yang bersifat otoriter juga menerapkan kontrol yang tegas, tetapi secara sewenang-wenang, berkuasa penuh tanpa memperhatikan individualitas anak. Mereka menekankan kontrol tanpa pengasuhan atau dukungan untuk mencapainya. Anak yang memiliki orang tua otoriter, ketika berhubungan dengan anak lain, menjadi tidak bahagia, menarik diri, malu-malu, dan tidak bisa dipercaya. Pola asuh otoriter mencerminkan sikap orang tua yang bertindak keras dan cenderung diskriminatif. Selain itu juga mencerminkan ketidakdewasaan orang tua dalam merawat anak tanpa mempertimbangkan hak-hak yang melekat pada anak (Illahi, 2013:136). Ciri-ciri pola asuh otoriter: 1) Memperlakukan anaknya dengan tegas 2) Suka menghukum anak yang dianggap tidak sesuai dengan keinginan orang tua 3) Kurang memiliki kasih sayang 4) Kurang memiliki rasa simpati terhadap anak 5) Mudah menyalahkan segala aktivitas anak terutama ketika anak ingin berlaku kreatif (Muallifah, 2009:45-46).
27
Persoalan yang terjadi dalam pola asuh otoriter yaitu ditandai dengan hubungan orang tua dengan anak tidak hangat
(Illahi,
2013:136). b.
Authoritative/demokratis (berwenang) Yaitu jenis pola asuh orang tua yang berwenang menerapkan kontrol tegas atas perilaku anak, tetapi juga menekankan kemandirian dan individualitas anak. Meski orang tua memiliki standar yang jelas saat ini dan dimasa depan atas perilaku anak, orang tua bersifat rasional, fleksibel dan memerhatikan kebutuhan serta kesukaan anak. Anak menjadi mandiri dan percaya diri dan mengeksplorasi dunia mereka dengan senang dan puas. Ciri-ciri pola asuh berwenang yaitu: 1) Hak dan kewajiban antara anak dan orang tua diberikan secara seimbang 2) Saling melengkapi satu sama lain, orang tua yang menerima dan melibatkan anak dalam mengambil keputusan yang terkait dengan keluarga 3) Memiliki tingkat pengendalian tinggi dan mengharuskan anakanaknya bertindak pada tingkat intelektual dan sosial sesuai usia dan kemampuan mereka, tetapi mereka tetap memberikan kehangatan, bimbingan, dan komunikasi 4) Memberikan penjelasan dan alasan atas hukuman dan larangan yang diberikan oleh orang tua kepada anak
28
5) Selalu mendukung apa yang dilakukan oleh anak tanpa membatasi potensi yang dimiliki, namun tetap membimbing dan mengarahkan anak-anaknya (Muallifah, 2009:47). c.
Permissive (permisif) Yaitu jenis pola asuh orang tua yang permisif yang membuat sedikit batasan bagi anak. Mereka menerima sifat impulsif anak, memberikan kebebasan sebesar-besarnya meski masih menjaga keamanan. Mereka terlihat dingin dan tidak terlibat. Orang tua permisif kadang membiarkan perilaku yang membuat mereka marah, tetapi mereka tidak merasa nyaman untuk mengekspresikan kemarahannya. Kemudian mereka melepaskan amarah itu dengan tiba-tiba dan cenderung melukai anak lebih dari yang mereka kira. Anak mereka cenderung tidak mandiri dan tidak memiliki kontrol diri dan digolongkan sebagai sosok yang tidak dewasa. Ciri-ciri pola asuh permisif yaitu: 1) Orang tua memberikan kebebasan kepada anak seluas mungkin 2) Tidak menuntut anak untuk belajar bertanggung jawab 3) Anak diberi hak yang sama dengan orang dewasa, dan diberi kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengatur diri sendiri 4) Tidak banyak mengatur dan mengontrol, sehingga anak tidak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengatur diri sendiri dan diberikan kewenangan untuk mengontrol dirinya sendiri (Muallifah, 2009:48).
29
Selain dari ke tiga macam pola asuh di atas, ada satu macam pola asuh yaitu tipe laisses faire (Djamarah, 2004:26). Kata laissez faire berasal dari Bahasa Perancis yang berarti membiarkan. Dalam istilah pendidikan, laissez faire adalah suatu sistem dimana si pendidik menganut kebijaksanaan non interference (tidak ikut campur). Yang dimaksud dengan pola asuh laisses fire (penelantaran) adalahPola asuh orang tua yang mendidik anak secara bebas, bebas melakukan apa saja yang dikehendakinya (Mansur, 2005:354-356). Orang tua menelantarkan anak secara psikis, kurang memperhatikan perkembangan si anak, anak dibiarkan berkembang sendiri tanpa megawasi perkembangan anak, dan orangtua
lebih
memprioritaskan
kepentingannya
sendiri
karena
kesibukannya (pekerjaan). Orang tua seperti ini cenderung kurang perhatian dan acuh-tak acuh terhadap anaknya. Anak dengan pola asuh ini paling potensial terlibat dalam kenakalan remaja seperti penggunaan narkoba, merokok disusia dini dan tindak kriminal lainnya. Selain itu juga bersifat impulsive dan agresif serta kurang mampu berkonsentrasi pada suatu aktivitas atau kegiatan tertentu. Dari uraian di atas tentang macam-macam pola asuh dapat disimpulkan bahwa ada empat macam pola asuh, yaitu pola asuh authoritarian (otoriter), pola asuh authoritative (demokratis), pola asuh permissive (permisif) dan pola asuh laissez faire (penelantar).
30
Menurut Baumrind dalam Muallifah (2009:49-50), ada beberapa cap untuk orang tua, yaitu: a. Indulgent (sangat sabar) Yaitu orang tua yang sangat menerima namun tidak pernah ada tuntutan terhadap anaknya. Anak akan lebih cenderung kurang matang, tidak bertanggung jawab, lebih merasa cocok dengan teman sebaya, dan kurang mampu menduduki posisi pimpinan. b. Otoritatif (pemberi wewenang) Yaitu tipe orang tua yang sifat penerimaan dan tuntutannya sama tingginya. Anak akan lebih bertanggung jawab, memiliki ketenangan diri, adaptif, kreatif, penuh perhatian, terampil secara sosial, dan berhasil di sekolah. c. Otoriter Yaitu orang tua yang sangat menuntut perilaku anaknya. Anak akan lebih bergantung pada orang lain, lebih pasif, kurang dapat menyesuaikan diri secara sosial, kurang ketenangan diri, dan kurang perhatian secara intelektual. d. Indifferent (tidak acuh/penelantar) Yaitu orang tua yang tidak pernah menuntut sama sekali. Anak akan sering impulsif, cenderung berlaku agresif, dan lebih sering terlibat dengan pergaulan kenakalan remaja. Dalam perilakunya, mereka lebih sering memakai kebebasan tanpa melihat norma-norma yang sudah berlaku, baik norma agama maupun norma sosial. 3.
Faktor yang Menentukan Pola Asuh Menurut Casmini, faktor yang mendukung terlaksananya pola asuh dengan baik bukan hanya tergantung dengan jenis pola asuh yang ditetapkan oleh orang tua, tetapi juga tergantung pada karakteristik keluarga, anak dan jenis pola asuh yang diterapkan (Muallifah, 2009: 64). Adapun beberapa karakteristiknya adalah sebagai berikut (Mualllifah, 2009:64-67) :
31
a.
b.
Karakteristik Keluarga dan Anak Dalam keluarga dan anak, ada beberapa karakteristik, yaitu: 1) Karakteristik Struktur Keluarga Hal-hal yang berkaitan dengan struktur keluarga adalah etnis keluarga dan pendidikan (lingkungan pergaulan sosial dan etnis). Pola asuh tidak hanya dipengaruhi oleh situasi keluarga, tetapi juga lingkungan di sekitar, situasi perawatan anak, situasi sekolah, juga konflik yang terjadi di lingkungan sekitar. 2) Karakteristik Struktur Anak Ketika ingin memperlakukan jenis pola asuh, yang harus dilakukan oleh orang tua yaitu memperhatikan karakteristik anak, diantaranya adalah karakter anak, bagaimana perilaku sosial dan keterampilan kognitif anak. Karena, ketiga hal tersebut dalam diri anak berbeda antara anak laki-laki dan perempuan, dan berbeda pada masingmasing anak. Menurut hasil penelitian, anak perempuan lebih menunjukkan kemampuan sosial dan kemampuan bahasanya daripada laki-laki, karena laki-laki lebih menguasai dibidang hitung atau matematika. 3) Karakteristik Budaya Keluarga Karakteristik kultur keluarga didefinisikan pada kemampuan berbahasa, sedangkan indikator dalam karakteristik kultur keluarga adalah reading behavior, home language, dutch anguage, mastery, and culture participation. 4) Karakteristik Situasi Keluarga Penelitian tentang “komposisi keluarga” menunjukkan anak dalam keluarga satu orang tua (single parent) akan mengalami problem perilaku dan emosional yang frekuensinya lebih daripada anak dalam keluarga yang orang tuanya lengkap, karena keluarga yang hanya satu orang tua akan mengalami ketegangan, disebabkankan akan mengalami kesulitan keuangan, problem kesehatan, serta perubahan karena perceraian yang berpengaruh terhadap orang tua dalam pengasuhan anak dan interaksi keluarga. Karakteristik Pola Asuh Dalam karakteristik pola asuh, beberapa hal yang perlu diketahui yaitu: 1) Perilaku Pola Asuh Anak Perilaku pola asuh orang tua sangatlah variatif, tergantung pada ideologi dan keinginan orang tua. Namun, tidak seharusnya orang tua menerapkan tipe pengasuhan ekstrem pada satu model. Bagaimana cara orang tua berkomunikasi terhadap anak dengan yang lain, monitor
32
orang tua, penerapan disiplin terhadap anak, kepercayaan orang tua, dukungan, dan pemberian kebebasan pada anak tidak ekstrem. Misalnya, orang tua selalu menerapkan anak harus patuh terhadap semua peraturan yang diinginkan oleh orang tua. Perilaku pola asuh yang disosialisasikan dalam keluarga dan sekolah akan menentukan kompetensi perkembangan anak (sosial, kognitif, emosi, religius, dsb) 2) Interaksi orang tua-anak Interaksi orang tua-anak tidak hanya ditentukan oleh kuantitas pertemuan antara orang tua dan anak, tetapi juga sangat ditentukan oeh kuaitas dalam interaksi tersebut. Dapat menyangkut tentang bagaimana orang tua mampu memahami karakteristik anak, tipe pola asuh yang diterapkan sesuai dengan anak-anaknya. Sehingga dalam interaksi, anak tidak merasa tertekan dan tersiksa karena mengeluh bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua tidak sesuai dengan dirinya. 3) Kompetensi Orang Tua dalam Pola Asuh Anak Kompetensi pengasuhan anak bukan merupakan faktor yang statis, namun dinamis. Karena, tergantung dengan kemampuan orang tua untuk dapat mengkoneksikan dengan perkembangan dan pertumbuhan anak. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi dalam tugas orang tua untuk memajukan kerja sama, terpenuhinya kelekatan, dan lingkungan dalam pelaksanaan tugas anak. Kompetensi pengasuhan sangat dipengaruhi oleh karakteristik orang tua. Selain beberapa karakteristik di atas yang dapat menentukan pola asuh, ada faktor lain yang dapat mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak. Berdasarkan penelitian yang peneliti temukan di lapangan, faktor yang dapat mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak yaitu: a.
Faktor Ekonomi Faktor ekonomi dapat mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak, terlebih ekonomi orang tua yang rendah. Hal tersebut dapat terjadi karena dapat menghambat orang tua dalam memberikan
33
asuhan terhadap anak dan tentunya akan berpengaruh terhadap emosional orang tua dalam mengasuh anak b.
Faktor Profesi Orang Tua Profesi orang tua juga memberikan pengaruh yang besar dalam menentukan pola asuhnya. Orang tua yang disibukkan dengan profesinya dan tidak dapat membagi waktu untuk mengasuh anaknya akan lebih cenderung bersifat indifferent (penelantar). Sedangkan orang tua yang memiliki kesibukan dengan profesinya namun dapat membagi waktu untuk dapat mengasuh anaknya akan bersifat otoritatif dan otoriter.
4.
Upaya Pola Asuh Orang Tua Yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam menerapkan pola asuh yang diberikan terhadap anak yaitu (Muallifah, 2009:67-68): a.
b.
c.
Mampu menyesuaikan dan memahami kondisi anak. Karena setiap anak berbeda-beda, antara anak yang pertama, kedua dan yang terakhir pasti memiliki karakter yang berbeda. Oleh karena itu, dalam penerapan model pola asuh dapat berbeda sesuai dengan kondisi anak. Dalam sisi lai, orang tua menyamaratakan penerapan model pola asuh kepada semua anaknya. Agar anak tidak menuai pertentangan, keluh kesah dan kekecewaan dikarenakan mendapatkan perlakuan model pola asuh yang berbeda. Jangan membedakan masing-masing anak dalam perlakuan, serta jangan terlalu menunjukkan kelebihan salah satu anak di depan anak yang lainnya yang dimaksudkan untuk meremehkan anak yang lain. Hal tersebut dapat membuat anak menjadi putus asa dan down dengan potensi yang dimilikinya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Satyah Tati Imam Sayono
(1983)
sebagaimana
dikutip
menyebutkan.
34
oleh
Chabib
Thoha
(1996:113)
Bahwa sikap orang tua yang melindungi anak secara berlebihan menyebabkan sikap anak tidak ada motivasi untuk belajar, pasif dan seringkali menjurus ke sikap neuritik, kurang rasa harga diri, dan tidak ada kesanggupan untuk merencanakan sesuatu. Dengan demikian, pola asuh yang bersifat permisif dan otoriter tidak menguntungkan bagi perkembangan kepribadian anak maupun terhadap kemajuan belajarnya. Selain itu, juga dipengaruhi karena kesibukan sebagai akibat orang tua bekerja. Maka dari itu, upaya pola asuh sebagai cara mendidik anak yang baik adalah dengan menggunakan pola asuh demokratis, tetapi tetap mempertahankan prinsip-prinsip yang universal dan absolut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumadi Suryabrata (1984) sebagaimana dikutip oleh Chabib Thoha (1996:114) memberikan beberapa petunjuk dalam menghadapi anak antara lain: a.
Jangan berdiri di depan anak, tetapi berdirilah di samping anak
b.
Jangan menunjukkan otoritas, tetapi tunjukkan simpati
c.
Usahakan mendapatkan kepercayaan dari anak dan berikan bimbingan
d.
Hadapi anak dengan bijaksana. Menurut Muhammad Takdir Illahi dalam bukunya yang berjudul
Quantum Parenting, dijelaskan mengenai pola asuh dan kunci sukses merawat anak, yaitu dibagi menjadi beberapa cara sebagai berikut (2013:148-195): a.
Merawat Anak dengan Pelukan Kasih Sayang Hubungan orang tua dengan anak harus dilandasi oleh rasa kasih sayang yang mendalam. Biasanya, anak yang tumbuh dengan mendapatkan kasih sayang dari orang tua dengan penuh perhatian tanpa harus ada tekanan, akan senantiasa tumbuh dengan perasaan yang benar dalam diri anak. Kasih sayang merupakan fondasi terbentuknya hubungan yang erat antara orang tua dengan anak-anak. Sebagai sebuah fondasi utama dalam memelihara hubungan, sedapat mungkin
35
b.
c.
d.
orang tua tidak melepaskan ikatan emosional dengan anak walaupun sudah menginjak dewasa. Terkadang, orang tua cenderung melepaskan secara perlahan tanggung jawab untuk memberikan kasih sayang ketika anak sudah memasuki dalam dunia pendidikan. Karena orang tua merasa anak sudah dapat mandiri ketika sudah memasuki dunia pendidikan. Banyak hubungan antara orang tua dan anak menjadi terbengkalai dan terkadang memicu ketidakharmonisan dalam keluarga. Salah satu penyebabnya yaitu tuntutan ekonomi dan pekerjaan yang membuat orang tua kehilangan waktu untuk dapat bersama dengan anak. Salah satu cara yang dapat dilakukan orang tua untuk dapat mendekatkan hubungan kasih sayang dengan anak meski memiliki waktu sedikit adalah dengan cara memeluk anak. Karena hal tersebut dapat memperkuat ikatan batin dan kasih sayang antara anak dan orang tua. Membesarkan Anak dengan Tanggung Jawab Tanggung jawab adalah masalah pola asuh yang sangat penting untuk mencetak generasi yang taat pada orang tua. Orang tua perlu mendidik anak untuk dapat memiliki sikap tanggung jawab yang bermanfaat sangat besar di kemudian hari.orang tua berperan penting dalam mengajarkan sikap tanggung jawab yang tidak menyalahi kepentingan orang lain. Berani bertanggung jawab atas apa yang dilakukan, berarti menunjukkan sikap tidak lari dari kesalahan yang lalu. Setiap orang tua perlu menanamkan keberanian untuk tidak lari dari tanggung jawab yang telah diberikan. Sedapat mungkin orang tua tetap memantau apa yang menjadi tugas anak tanpa terlalu ikut campur secara berlebihan. Menanamkan Moral pada Anak Di lingkungan keluarga, pengajaran moral penting dilakukan karena dari situlah anak mendapatkan bimbingan langsung dari orang tua. Sebagai orang tua, perlu menanamkan nilai-nilai moral dengan penuh kesungguhan agar dapat menentukan tahap perkembangan mental anak. Peran keluarga terutama orang tua dalam menanamkan nilai-nilai moralitas sangat penting untuk mendorong anak menjadi pribadi yang berperilaku sesuai dengan norma di dalam masyarakat. Menanamkan Pendidikan Kesehatan Mental Pola asuh orang tua dalam mendidik anak tidak hanya terbatas pada keterampilan dalam memelihara secara fisik semata, tetapi juga diperhatikan mengenai masalah pendidikan kesehatan mental. Pendidikan orang tua juga tidak hanya mementingkan pengembangan kecerdasan anak, tetapi juga menyangkut potensi jiwa secara keseluruhan.
36
e.
Menumbuhkan Perilaku Spiritual Tugas orang tua tidak hanya bertanggung jawab atas kecerdasan anak, tetapi juga harus mengajarkan nilai-nilai spiritual yang terefleksi dalam keterampilan kehidupan lainnya. Merawat pertumbuhan spiritual anak sama halnya dengan berupaya mempersiapkan anak agar memiliki keyakinan secara mendalam kepada tuhan, karena anak juga memiliki kepercayaan diri untuk meningkatkan spiritualnya. Orang tua harus menciptakan dan menerapkan kebiasaan spiritual dalam seharihari.
B. Pengrajin Bambu Pengrajinan bambu adalah sebuah pekerjaan yang memanfaatkan bahan dari alam yang ada di sekitar rumah yaitu bambu. Dengan proses olahan yang menghasilkan kerajinan bambu. Kerajinan bambu ini digunakan sebagai mata pencaharian utama oleh pengrajin bambu. Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa batangan-batangan pohon bambu hanya berfungsi sebagai tanaman di kebun saja. Namun, ditangantangan pengrajin bambu, sebatang bambu dapat diolah menjadi sebuah kerajinan bambu seperti
korden pintu (kere), penjemur pakaian dan
kerajinan bambu yang lain sehingga bambu dapat memiliki nilai seni tinggi (http://www.amikom.ac.id/peluang-bisnis-kerajinan-bambu). C. Pendidikan 1.
Pengertian Pendidikan Dalam bahasa Romawi, pendidikan diistilahkan dengan educare yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan to educate yang berarti meperbaiki moral dan melatih intelektual (Suwarno, 2006:19).
37
Di dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional, pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Suwarno, 2006:21-22). Esensi pendidikan menurut Phoenix adalah proses menghadirkan situasi dan kondisi yang memungkinkan sebanyak mungkin subjek didik memperluas dan memperdalam makna esensial untuk mencapai kehidupan yang manusiawai (Thoha, 2010:1). Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuh kembangkan potensi kemanusiaan. Potensi kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia (Tirtarahardja, 2008:1). Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan merupakan tuntutan bagi pertumbuhan anak-anak. Artinya, pendidikan menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar mereka sebagai manusia sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya (Suwarno, 2006:21). Pendidikan mengandung pembinaan kepribadian, pengembangan kemampuan, atau potensi yang perlu dikembangkan, peningkatan pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu, serta tujuan ke arah mana
38
peserta didik dapat mengaktualisasikan dirinya seoptimal mungkin (Suwarno, 2006:22). Pendidikan yang benar menggunakan pengalaman-pengalaman untuk membuat seseorang berkembang dengan melalui bimbingan dan pengenalan gagasan-gagasan baru (Anggawidjaja, 2010:101). Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan (Purwanto, 2000:11). Pendidik harus dilakukan oleh orang dewasa karena pendidik akan membawa anak-anak kepada kedewasaannya. Tidak mungkin pendidik membawa anak-anak kepada kedewasaannya jika pendidik sendiri tidak dewasa (Purwanto, 2000:13). Dari beberapa pendapat di atas mengenai makna tentang pendidikan, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan oleh orang dewasa (pendidik) untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak (peserta didik)
melalui proses pembelajaran dan
bimbingan, sehingga anak dapat mengembangkan kemampuannya, meningkatkan pengetahuan dari yang tidak tahu menjadi tahu,dan anak dapat menuju pada kedewasaan. 2.
Komponen Pendidikan Komponen pendidikan menentukan berhasil tidaknya dari proses pendidikan. Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau terlaksananya proses mendidik yaitu:
39
a.
Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan (Suwarno,2006: 33). Menurut Bloom, tujuan pendidikan dibedakan menjadi tiga, yaitu cognitive domain, affective domain, dan psychomotor domain. 1) Cognitive Domain Meliputi
kemampuan-kemampuan
yang
diharapkan
dapat tercapai setelah dilakukannya proses belajar mengajar. Kemampuan
tersebut
meliputi
pengetahuan,
pengertian,
penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Untuk mencapai semuanya harus sudah memiliki kemampuan sebelumnya. 2) Affective Domain Berupa
kemampuan
untuk
menerima,
menjawab,
menilai, membentuk, dan mengarakterisasi. 3) Psychomotor Domain Terdiri dari kemampuan persepsi, kesiapan dan respons terpimpin (Suwarno, 2006:35-36). b.
Peserta Didik Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yng tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Karena, peserta didik adalah subjek atau pribadi yang ingin diakui keberadaannya
40
dan ingin mengembangkan diri secara terus menerus guna memecahkan masalah dalam hidupnya (Tirtarahardja, 2008:52). Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik yaitu bahwa peserta didik memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, mengalami perkembangan, membutuhkan bimbingan dan perlakuan manusiawi, serta memiliki kemampuan untuk mandiri.
c.
Pendidik Pendidik adalah orang yang dengan sengaja memengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Dengan kata lain, pendidik adalah orang yang lebih dewasa yang membawa peserta didik ke arah kedewasaan (Tirtarahardja, 2008:54). Pendidik juga merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungaan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Maka dari itu, yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, dan masyarakat.
d.
Alat Pendidikan Alat pendidikan adalah hal yang tidak saja membuat kondisikondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik, tetapi juga mewujudkan diri sebagai perbuatan atau situasi yang
41
membantu tujuan pencapaian tujuan pendidikan. Alat pendidikan dikategorikan dalam beberapa kategori yaitu alat pendidikan positif dan negatif, alat pendidikan preventif dan korektif, serta alat pendidikan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.
1) Alat Pendidikan Positif dan Negatif Alat pendidikan positif dimaksudkan sebagai alat yang ditujukan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik. Misalnya, pujian agar anak mengulang pekerjaan yang menurut ukuran adalah baik. Sedangkan alat pendidikan negatif dimaksudkan agar anak tidak mengerjakan sesuatu yang buruk. Misalnya, larangan atau hukuman agar anak tidak mengulangi perbuatan yang menurut ukuran norma adalah buruk. 2) Alat Pendidikan Preventif dan Korektif Alat pendidikan preventif merupakan alat untuk mencegah anak mengerjakan sesuatu yang tidak baik. Misalnya
peringatan
atau
larangan.
Sedangkan
alat
pendidikan korektif adalah alat untuk memperbaiki kesalahan atau kekeliruan yang telah dilakukan peserta didik. Misalnya hukuman.
42
3) Alat
Pendidikan
yang
Menyenangkan
dan
Tidak
Menyenangkan Alat pendidikan yang menyenangkan merupakan aat yang digunakan agar peserta didik menjadi senang. Misalnya dengan hadiah atau ganjaran. Sedangkan alat pendidikan yang tidak menyenangkan dimaksudkan sebagai alat yang dapat membuat peserta didik merasa tidak senang. Misalnya dengan hukuman atau celaan. e.
Lingkungan Pendidikan Lingkungan
pendidikan
adalah
lingkungan
yang
melingkupi terjadinya proses pendidikan. Lingkungan pendidikan meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. 1)
Lingkungan Keluarga Lingkungan
keluarga
merupakan
lingkungan
pendidikan yang pertama dan utama, karena keluarga memiliki
pengaruh
yang
sangat
kuat
terhadap
perkembangan kepribadian anak. Untuk mengoptimalkan kemampuan dan kepribadian anak, orang tua harus menumbuhkan suasana edukatif di lingkungan keluarganya sedini mungkin. Suasana edukatif yang dimaksud adalah orang tua yang mampu menciptakan pola hidup dan tata pergaulan dalam keluarga dengan baik. 2)
Lingkungan Sekolah
43
Lingkungan
sekolah
merupakan
lingkungan
pendidikan ke dua bagi anak setelah lingkungan keluarga. Sekolah adalah lembaga pendidikan yang secara resmi menyelenggarakan kegiatan pembelajaran secara sistematis, berencana, sengaja dan terarah, yang dilakukan oleh pendidik yang profesional dan diikuti oleh peserta didik pada setiap jenjang tertentu. Sekolah melakukan pembinaan pendidikan kepada peserta didik yang didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh keluarga dan masyarakat. Kondisi tersebut muncul
karena
keluarag
dan
masyarakat
memiliki
keterbatasan dalam melaksanakan pendidikan. Padahal, tanggung jawab pendidikan anak seutuhnya menjadi tanggung jawab orang tua. Sekolah hanya meneruskan dan mengembangkan pendidikan yang telah diperoleh di lungkungan
keluarga
sebagai
lingkungan
pendidikan
informal yang telah dikenal anak sebelumnya (Suwarno, 2006:42). 3)
Lingkungan masyarakat Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan pendidikan nonformal yang memberikan pendidikan secara sengaja dan berencana kepada seuruh anggotanya, tetapi tidak sistematis.
Masyarakat menerima semua anggota
44
yang beragam untuk diarahkan menjadi anggota yang sejalan dengan tujuan masyarakat itu sendiri. 3. Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan Anak Tanggung jawab berasal dari akar kata response. Seseorang yang bertanggung jawab adalah seseorang yang dapat dimintai tanggung jawab, yang dapat dipercaya, dan melakukan apa yang diharapkan (Illahi, 2013:167). Orang tua harus menyadari tanggung jawabnya terhadap pendidikan anak. Tanggung jawab yang harus dilakukan orang tua antara lain memelihara dan membesarkannya, melindungi dan menjamin kesehatannya, mendidik dengan berbagai ilmu serta membahagiakan kehidupan anaknya. Dalam tanggung jawab mendidik, orang tua memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan anak. Orang tua perlu membekali anaknya dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupan anaknya kelak, sehingga pada masa dewasanya mampu mandiri dan bermanfaat bagi kehidupan sosial, bangsa dan agamanya (Suwarno, 2006:40-41). Dalam teori Lev Vygotsky, dia meyakini bahwa pengetahuan, pemikiran dan proses seperti ingatan pada anak, semuanya bergantung pada interaksi sosial dengan orang tua yang berpengetahuan. Apa pun yang dipelajari anak, yang pertama adalah pengalaman dalam interaksi sosial dengan orang tua, guru dan teman sebayanya. Interaksi
45
sosial yang paling berpengaruh besar adalah interaksi sosial dengan orang tua (Fajar, 2011:86). Menurut Freud, orang tua adalah pembimbing dan pendukung yang berwenang untuk menuju kedewasaan anak (Fajar, 2011:93). Orang tua adalah guru utama bagi anak. Karena memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan apa yang dianggap penting dan anak tidak mengetahuinya. Dengan mengenal anak dengan baik dan mengetahui apa yang dibutuhkan oleh anak, orang tua akan menjalankan
perannya
dengan
baik
tua
terhadap
sebagai
guru
utama
anak-anaknya
adalah
(Anggawidjaja, 2010:103). Pendidikan
orang
pendidikan yang didasarkan pada rasa kasih sayang terhadap anakanak. Orang tua adalah pendidik sejati, pendidik karena kodratnya. Oleh karena itu kasih sayang orang tua terhadap anak-anak hendaklah kasih sayang yang sejati pula. Yang berarti pendidik atau orang tua mengutamakan kepentingan dan kebutuhan anak-anak, dengan mengesampingkan keinginan dan kesenangangan sendiri (Purwanto, 2000:80). Pendidikan merupakan target yang paling utama agar anak berkembang menjadi lebih baik. Hal tersebut bertujuan agar pendidik mampu memahami kewajiban-kewajiban yang harus diberikan kepada anaknya, sehingga tidak ada lagi pendidik yang melalaikan dan tidak memberikan hak pada anaknya (Ulwan, 2009:124).
46
Jika anak dibesarkan dan dididik oleh orang tua atau lingkungan keluarga yang mengetahui akan kehendaknya dan berdasarkan kasih sayang kepadanya, ia akan tumbuh menjadi anak yang tenang dan mudah menyesuaikan diri terhadap orang tua dan anggota-anggota keluarga lainnya, serta terhadap teman-temannya. Karakter pribadinya akan berkembang dengan tidak mengalami kesulitan-kesulitan yang besar (Purwanto, 2000:85). Menjadi tanggung jawab yang diemban oleh orang tua bahwa tugas orang tua adalah sebagai pendidik bagi anaknya di dalam rumah. Tugas dan tanggung jawab tersebut meliputi membentuk pemikiran anak dengan sesuatu yang bermanfaat sehingga anak memiliki kedewasaan dan kematangan dalam pemikiran. Selain itu juga tanggung jawab berupa pendidikan baik berupa pendidikan moral maupun pendidikan fisik (Ulwan, 1996:54). Dalam pandangan Islam orang tua memiliki tanggung jawab yang penting dalam mendidik anaknya. Oleh karena itu, Islam membebani orang tua sebagai pendidik dengan tanggung jawab yang besar dalam mengajar anak-anak, menumbuhkan sikap terlibat dalam mengembangkan kebudayaan dan ilmu serta memusatkan otak mereka untuk memahami konsep secara maksimal dan pengetahuan yang kritis. Sehingga potensi anak akan terbuka dan kecedasan anak akan tampak. Sebagaimana ayat yang pertama diturunkan kepada
47
Rasulullah adalah ayat Al-Quran Surat Al-Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” Pesan ayat tersebut tidak lain sebagai pengagungan hakikat baca tulis dan ilmu pengetahuan, pemikiran dan akal, serta membuka pintu kebudayaan
dari
berbagai
segi
(Ulwan,
1996:55).
Sehingga
pentingnya pendidikan untuk diajarkan bagi anak, karena hal tersebut sudah diperintahkan oleh Allah melalui firman-Nya. Dan dapat dijadikan sebagai dasar bagi orang tua untuk memberikan pendidikan bagi anak. Mendidik dan membimbing anak merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim karena anak merupakan amanat yang harus dipertanggung jawabkan oleh orang tua (Muallifah, 2009:57).
48
Seperti yang telah diperjelas dalam sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Sesungguhnya setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), orang tuanya lah yang akan menjadikan anak tersebut Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi.” Hadis tersebut mengandung makna bahwa sesungguhnya kesuksesan atau bahkan masa depan anak adalah tergantung bagaimana orang tua mendidik dan membimbingnya. Hadis tersebut juga bermakna bhwa setiap anak yang lahir sesunguhnya sudah memiliki potensi, namun potensi itulah yang kemudian dapat menghasilkan sesuatu yang maksima, jika diasah oleh lingkungan (keluarga) dengan baik. Hal tersebut juga dipertegas lagi dalam firman Allah SWT:
Yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
49
batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahriim/66 : 6) Maksud dari ayat tersebut adalah perintah memelihara keluarga, termasuk anak, bagaimana orangtua dapat mengarahkan, mendidik, dan mengajarkan anak agar dapat terhindar dari siksa api neraka. Selain itu juga memberikan arahan bagaimana orang tua harus mampu
menerapkan
pendidikan
yang
dapat
membuat
anak
mempunyai prinsip untuk menjalankan hidupnya dengan positif serta menunjukkan kepada mereka hal-hal yang bermanfaat (Muallifah, 2009:57-58). Orang tua menginvestasikan waktu, emosi, energi, dan uang dalam membesarkan anak. Mereka ingin apa yang mereka lakukan akan bermanfaat bagi anak untuk tumbuh. Perilaku dan usaha orang tua adalah yang terpenting, meskipun bukan satu-satunya yang mempengaruhi perkembangan dan kompetensi anak (Fajar, 2011:32). Tanggung jawab orang tua dalam pendidikan, orang tua adalah model yang harus ditiru dan diteladani karena merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak. Sebagai model, orang tua seharusnya memberikan contoh yang terbaik bagi anak dalam keluarga. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada orang tua agar selalu mengajarkan sesuatu yang baik-baik saja kepada anak mereka. dalam
50
salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Abdur Razzaq Sa’id bin Mansur, Rasulullah SAW bersabda:
َعلِّم ُْوا أَ ْوالَدَ ُكم َوأَ ْهلِ ْي ُك ُم ْال َخي َْر َوأَ ِّدب ُْو ُه ْم Nabi shallallualaihiwasallam bersabda: “Ajarkanlah kebaikan kepada kepada anak-anak kamu dan didiklah mereka dengan budi pekerti yang baik.” Mendidik anak adalah tanggung jawab orang tua dalam keluarga. Sesibuk apa pun pekerjaan yang harus diselesaikan, meluangkan waktu demi pendidikan anak adalah lebih baik. Karena orang tua yang bijaksana adalah orang tua yang lebih mendahulukan pendidikan anak daripada mengurusi pekerjaan siang dan malam (Djamarah, 2004: 29-31).
51
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1.
Letak Geografis Dusun Ngablak terletak di wilayah kelurahan Pulutan, kecamatan Sidorejo, kota Salatiga. Berada pada kilometer 50 jalan Semarang-Solo, dengan ketinggian ± 540 m dari permukaan laut, beriklim tropis dengan hawa yang sejuk, musim hujan terjadi dalam kurun waktu 130-160 hari/tahun dengan curah hujan rata-rata 2.4583 mm/tahun. Suhu udara terendah rata-rata 23 derajat celcius pada bulan September-Oktober dan suhu udara tertinggi rata-rata 32 derajat celcius pada bulan Agustus. Adapun batas wilayah dusun Ngablak adalah sebagai berikut:
2.
a.
Sebelah Utara
: Kelurahan Blotongan
b.
Sebelah Selatan
: Desa Candirejo, Desa Jombor
c.
Sebelah Timur
: Dusun Jaten
d.
Sebelah Barat
: Desa Candirejo, Desa Jombor
Keadaan penduduk Dusun Ngablak terletak di wilayah RW 05 kelurahan Pulutan. Jumlah keseluruhan penduduk dusun Ngablak yaitu sejumlah 374 jiwa. Untuk lebih jelasnya dan lebih rinci diklasifikasikan menurut jumlah penduduk sesuai dengan jenis kelamin pada tabel berikut:
52
Tabel 3.1 Penduduk dusun Ngablak berdasarkan jenis kelamin No
Jenis kelamin
Jumlah
1.
Laki-laki
187
2.
Perempuan
187
Jumlah
374
Masyarakat dusun Ngablak yang berjumlah 374 jiwa, 100% penduduknya beragama Islam, untuk lebih jelasnya sesuai dengan tabel di bawah ini: Tabel 3.2 Penduduk dusun Ngablak berdasarkan Agama No
Kelompok Agama
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
Islam
187
187
374
2.
Kristen
0
0
0
3.
Katholik
0
0
0
4.
Hindu
0
0
0
5.
Budha
0
0
0
6.
Kong hu cu
0
0
0
7.
Kepercayaan
0
0
0
Jumlah
53
374
Adapun klasifikasi kelompok umur penduduk dusun Ngablak menurut tingkat usia pada tahun 2015 adalah sebagai berikut: Tabel 3.3 Penduduk dusun Ngablak sesuai dengan tingkat usia No
Kelompok Umur
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
0–4
18
14
32
2.
5–9
13
13
26
3.
10 – 14
16
18
34
4.
15 – 19
17
14
31
5.
20 – 24
14
26
40
6.
25 – 29
17
19
36
7.
30 – 34
16
17
33
8.
35 – 39
22
15
37
9.
40 – 44
14
13
27
10.
45 – 49
8
11
19
11.
50 – 54
12
6
18
12.
55 – 59
6
4
10
13.
60 – 64
3
4
7
14.
65 – 69
3
5
8
15.
70 – 74
6
1
7
16.
>74
2
7
9
Jumlah
54
374
3.
Keadaan Sosial Budaya Dalam aspek sosial budaya, dapat dilihat dari adat istiadat penduduk dusun Ngablak Pulutan. Penduduk dusun Ngablak masih menjunjung tinggi adat istiadat seperti kegiatan gotong royong, besik kubur (membersihkan makam), peringatan hari ke 7, 40, 100 dan 1000 hari bagi orang yang sudah meninggal untuk mengenangnya dengan membacakan tahlil dan surat Yasin, peringatan 3 dan 7 bulanan bagi ibu hamil, peringatan hari besar keagamaan seperti maulid Nabi Muhammad, Isra’ Mi’raj, dan Nuzulul Qur’an. Selain itu juga kegiatan keagamaan yang lain seperti setiap malam Rabu pahing ada pengajian Qur’anan dan setiap malam jum’at ada kegiatan yasinan di musholla.
4.
Keadaan Sosial Pendidikan Berikut ini diklasifikasikan keadaan penduduk dusun Ngablak, berdasarkan tingkat pendidikan sesuai tabel di bawah ini: Tabel 3.4 Penduduk dusun Ngablak berdasarkan Tingkat Pendidikan No Tingkat pendidikan
Laki-laki Perempuan Jumlah
1.
Tidak/belum Sekolah
31
27
58
2.
Belum tamat SD/sederajat
17
24
41
3.
Tamat SD/sederajat
77
59
136
4.
SLTP/sederajat
30
40
70
5.
SLTA/sederajat
30
25
55
55
6.
Diploma I/II
1
0
3
7.
Akademi/Diploma III Sarjana 1
6
7
Muda 8.
Diploma IV/Strata I
0
3
3
9.
Strata II
0
0
0
0
0
0
10. Strata III
5.
Keadaan Sosial Ekonomi Berikut ini diklasifikasikan keadaan penduduk dusun Ngablak, berdasarkan mata pencaharian sesuai tabel di bawah ini: Tabel 3.5 Penduduk dusun Ngablak berdasarkan Mata Pencaharian No Mata pencaharian
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
Belum/ tidak bekerja
40
33
73
2.
Mengurus rumah tangga
0
42
42
3.
Pelajar/ mahasiswa
31
40
71
4.
Petani/ pekebun
3
0
3
5.
Peternak
1
0
1
6.
Nelayan/perikanan
0
0
0
7.
Karyawan swasta
11
18
29
8.
Karyawan honorer
0
1
1
9.
Buruh harian lepas
71
38
109
56
6.
10. Mekanik
1
0
1
11. Guru
0
1
1
12. Sopir
2
0
2
13. Pedagang
5
3
8
14. Perdagangan
1
0
1
15. Pegawai Negeri Sipil
0
0
0
16. Tentara Nasional Indonesia 17. Kepolisian RI
0
0
0
0
0
0
18. Wiraswasta
10
6
16
19. Tukang batu
2
0
2
20. Pekerjaan lainnya
0
0
0
Sarana prasana Adapun jenis sarana dan prasarana yang ada di dusun Ngablak yaitu: Tabel 3.6 Sarana dan Prasarana di dusun Ngablak No
Jenis
Jumlah
1.
Mushola
2
2.
Lapangan
1
57
7.
Struktur Organisasi Dusun Ngablak Adapun sturktur organisasi di dusun Ngablak, kelurahan Pulutan, kecamatan Sidorejo, kota Salatiga sebagai berikut: Tabel 3.7 Struktur Organisasi Dusun Ngablak
Ketua RW 5 Muslih
Ketua RT 05 Fahroni
Ketua RT 02 Busro
B. Temuan Penelitian Data dari hasil temuan ini didapatkan melalui wawancara yang mendalam yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Juli sampai Agustus tahun 2016. Seluruh narasumber yang melakukan wawancara adalah warga dusun Ngablak Pulutan khususnya orang tua yang berprofesi sebagai pengrajin bambu yang masih memiliki anak usia sekolah, antara tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas. Dari seluruh Kepala Keluarga (KK) di dusun Ngablak yang berjumlah 80 KK, terdapat 31 KK yang berprofesi sebagai pengrajin bambu. Atau sebesar 38,75%.
58
Dari 31 KK tersebut, peneliti lebih memfokuskan penelitian terhadap orang tua pengrajin bambu yang masih memiliki anak yang duduk di bangku sekolah. Jumlah dari orang tua pengrajin bambu yang masih memiliki anak usia sekolah yaitu sebanyak 10 KK. Berikut daftar pengrajin bambu yang ada di dusun Ngablak sesuai dengan jumlah KK sebagai berikut: Tabel 3.8 Daftar pengrajin bambu di dusun Ngablak No
Nama
1.
Daldiri
2.
Tasmin
3.
Dimyati
4.
Isman
5.
M. Kusnun
6.
Busro
7.
Amin
8.
Endi Setiawan
9.
Mahudi
10.
Sofyan
11.
Kumedi
12.
Mahfud
13.
Mahsun
59
14.
Slamet Doyok
15.
Muhroji
16.
Warno
17.
Hadi
18.
Kusen
19.
Sarkun
20.
Muhlisin
21.
Muhyidin
22.
Muslih
23.
Rohmat
24.
Rohman
25.
Syaefudin
26.
Duwi
27.
Hudi
28.
Lazim
29.
Ikhsan
30.
Yasin
31.
Kaerun
Dari jumlah 31 KK pengrajin bambu di atas, tidak hanya nama-nama di atas yang berprofesi sebagai pengrajin bambu. Namun, istri dari namanama di atas juga berprofesi sebagai pengrajin bambu. Di bawah ini daftar nama pengrajin bambu yang masih memiliki anak usia sekolah tingkat
60
Sekolah Dasar sampai tingkat Sekolah Menengah Atas sesuai dengan tabel berikut: Tabel 3.9 Daftar pengrajin bambu yang masih memiliki anak usia sekolah
1.
M. Kusnun
3
Jumlah Anak yang Masih Sekolah 2
2.
Ikhsan
2
1
3.
Daldiri
3
3
4.
Muslih
1
1
5.
Rohmat
6
1
6.
Lazim
2
2
7.
Muhyidin
2
1
8.
Slamet Doyok
4
2
9.
Kumedi
10
5
10. Mahsun
3
2
No
Nama
Jumlah Anak
Pengrajin bambu di dusun Ngablak membentuk sebuah paguyuban pengrajin bambu yang dinamakan Kelompok Usaha Bersama (KUB) Maju Makmur. Kelompok usaha tersebut berjumlah 31 orang, sesuai dengan jumlah pengrajin bambu per KK. Berikut tabel susunan pengurus Kelompok Usaha Bersama (KUB) Maju Makmur sebagai berikut:
61
Tabel 3.10 Susunan pengurus Kelompok Usaha Bersama (KUB) Maju Makmur
Ketua Sofyan
Bendahara Yasin
Sekretaris Endi Setiawan
Berdasarkan dari hasil wawancara, pengrajin bambu menghabiskan waktunya dalam sehari untuk merajinkan bambu yaitu ± 7 jam. Dimulai dari pagi hari sekitar jam 8, sampai jam 12. Istirahat sebentar, sholat, kemudian memulainya kembali sampai sore sekitar jam 4. Ada pengrajin bambu yang seharinya menghabiskan waktunya selama 6 jam untuk merajinkan bambu, dan ada pula pengrajin bambu yang menghabiskan waktunya hingga 9 jam dalam sehari untuk merajinkan bambu. Hal itu disesuaikan dengan kemampuan dari masing-masing pengrajin bambu. Proses merajinkan bambu dimulai dari memotongi bambu sesuai dengan ukuran yang ditentukan. Kemudian setelah selesai dipotong, bambu dicuci dan dijemur agar kering. Setelah kering, bambu baru dihaluskan sampai benar-benar halus, atau dalam proses ini para pengrajin bambu biasa menyebutnya dengan proses nyisik-nyisiki. Proses menghaluskan bambu
62
adalah proses yang paling lama dalam pengerjaan kerajinan bambu. Setelah bambu benar-benar halus, bambu mulai dianyam sesuai dengan kerajinan bambu yang akan dibuat. Rata-rata pengrajin bambu di dusun Ngablak membuat kerajinan bambu berupa kere (korden pintu) dan perabotan mejakursi. Kerajinan bambu yang sudah selesai dalam proses pengrajinan, selanjutnya akan dijual di tempat penjualan kerajinan daerah Blotongan (jalan raya Salatiga-Semarang). Namun, ada juga pengrajin bambu yang menjualnya sendiri secara berkeliling menggunakan sepeda. Di bawah ini daftar harga kerajinan bambu sesuai dengan ukuran sebagai berikut: Tabel 3.11 Daftar Harga Kerajinan Bambu No
Jenis Kerajinan Bambu
Ukuran
Harga
1.
Kere (pintu gulung)
100 cm x 200 cm
Rp. 55.000,00
2.
Kere (pintu gulung)
120 cm x 200 cm
Rp. 65.000,00
3.
Kere (pintu gulung)
150 cm x 200 cm
Rp. 85.000,00
4.
Kursi pendek
-
Rp. 125.000,00
5.
Kursi panjang
-
Rp. 150.000,00
6.
1 set meja dan kursi
-
Rp. 750.000,00
63
Berikut ini tabel daftar informan yang menjadi narasumber dalam proses wawancara mendalam yang peneliti lakukan sebagai berikut: Tabel 3.12 Daftar Nama Informan No
Kode Informan
L/P
Usia
1.
MK
L
47 Th
2.
IS
L
40 Th
3.
MR
P
39 Th
4.
UL
P
40 Th
5.
RM
L
50 Th
6.
LZ
L
32 Th
7.
SE
P
40 Th
8.
SD
L
53 Th
9.
SR
P
45 Th
10.
SU
P
44 Th
Berdasarkan hasil penelitian di dusun Ngablak kelurahan Pulutan kecamatan Sidorejo, dapat dikemukakan beberapa hasil penellitian sebagai berikut: 1.
Pola Asuh Orang Tua Pengrajin Bambu dalam Mendidik Anak Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua pengrajin bambu pola asuh orang tua dalah berikut ini: 64
Hasil wawancara dengan (IS) yang ditemui pada hari Jumat, 1 Juli 2016 pada pukul 15.34 WIB di rumah Bp. IS adalah : Pendidikan nggeh pokokmen kaleh tiang niku kula ken sopan santun, mboten usah sing neko-neko, maksude neko-neko ki perilakune tak kon sing nggenah, karo wong tuane tak kon sopan, karo liyane yo tak kon sopan, sekolah karo gurune yo tak kon sing ngajeni, ojo sampe ngoko. Ibarate kan nak anak sampe ngoko karo gurune ra kajen karo harga dirine dewe [pendidikan ya pokoknya dengan orang lain itu saya suruh sopan santun, tidak usah yang aneh-aneh, maksudnya yang aneh-aneh itu perilakunya saya suruh yang baik, dengan orang tuanya saya suruh sopan, dengan yang lain juga saya suruh sopan, sekolah dengan gurunya ya saya suruh menghormati, jangan sampai bicara kasar/ngoko. Ibaratnya kan kalau anak sampai berbicara kasar/ngoko dengan gurunya, berarti tidak memiliki harga diri dalam dirinya]
Selanjutnya hasil wawancara oleh MR yang ditemui pada hari Jumat, 1 Juli 2016 pada pukul 15.52 WIB di rumah MR yaitu: Nggeh biasa, nek enjing niku kula oprak-opraki nek bangun pagi ngoten to setelah solat kan mandi, makan, berangkat sekolah nggeh nek wangsul harus TPA. Nggeh nek wayah ngeten niki kan mlampah TPA jam 3. Mangkeh bar maghrib biasa ngaos teng mushola [ya biasa, kalau pagi itu saya oprak-oprak kalau bangun pagi gitu to setelah sholat kan mandi, makan, berangkat sekolah, ya kalau sudah pulang harus TPA. Ya kalau waktu seperti begini kan berangkat TPA jam 3. Nanti setelah maghrib biasa mengaji di mushola]
Hasil wawancara antara orang tua pengrajin bambu yang satu dengan yang lainnya mengenai cara orang tua mengasuh anak dalam hal pendidikan anak hampir serupa, seperti hasil wawancara dari beberapa orang tua pengrajin bambu yang lain yaitu: Nggeh di ulang neng omah dengan nopo yo, kebiasaan. Kebiasaan opo yo peraturan ngomah, kebiasaan neng omah kudu ngenengene ngoten. Nggeh dikandani to mbak, yo diarahkan, nek teng masyarakat ngeten ngeten ngeten, ngoten niku [ya diajari di rumah
65
dengan apa ya, kebiasaan. Kebiasaan apa ya peraturan, kebiasan di rumah harus begini-begini gitu. Ya dinasehati mbak, ya diarahkan, kalau di masyarakat begini begini begini, gitu] (UL/03 Agustus 2016/14.18 WIB/Rumah Ibu UL) Nggeh sekolah, ngaji niku to mbak. Sekolah, ngaji, sholat, ngoten. Sae dadose nggeh masalah pripun nggeh mlampah mrika-mriki paringane nggeh apek ngono lho mbak. Tingkah lakune ki sae [ya sekolah, ngaji gitu to mbak. Sekolah, ngaji, sholat, begitu. Baik jadinya, ya kalau masalah bagaimana berjalan kesana-kesini ya bersyukurnya baik gitu lho mbak] (RM/04 Agustus 2016/08.42 WIB/Rumah Bapak RM) Nggeh nganu to mbak sok meluangkan waktu untuk ngajari belajar di rumah ngono mbak. Sholat, ngaji [ya gini to mbak, kadang meluangkan waktu untuk mengajari belajar dirumah gitu mbak. Sholat, mengaji] (LZ/04 Agustus 2016/09.00 WIB/Rumah Bapak LZ) Nggeh tetep belajar, nggeh ngaos nggeh ngaji, kersane saged sae, dadi bocah sing sholekha [ya tetap belajar, ya mengaji, supaya dapat lebih baik, jadi anak yg sholekha] (SE/04 Agustus 2016/10.05 WIB/Rumah Ibu SE) Yo pokoke nak masalah tingkah laku yo tetep tak kandani. Sing penting koe sinau sekolah, ora kena macam-macam. Sing wedok ki wayahe mangkat sekolah yo sekolah, wayahe mangkat ngaji yo ngaji [Ya pokoknya kalau masalah tingkah laku ya tetap saya beri tahu. Yang penting kamu belajar di sekolah, tidak boleh macammacam. Yang perempuan itu waktunya berangkat sekolah ya sekolah, waktunya berangkat mengaji ya mengaji] (SD/04 Agustus 2016/10.25 WIB/Rumah Bapak SD) Nggeh kula sekolahke ngoten, semampunya mbak, anak banyak semampunya. Selalu diawasi, diarahkan nggeh diawasi, nggeh TPA [ya saya sekolahkan gitu, semampunya mbak, anak banyak semampunya. Selalu diawasi, diarahkan ya diawasi, ya TPA] (SR/04 Agustus 2016/11.35 WIB/Rumah Ibu SR) Nggeh di sinauni mbak, nggeh wektune sinau, dolan, ngoten niku to nggeh. Nggeh to, sopan santun biasa teng ndeso [ya diajari mbak, ya waktunya belajar, bermain, seperti itu ya. Ya sopan santun biasa di desa] (SU/06 Agustus 2016/10.55 WIB/Rumah Ibu SU)
66
Berdasarkan dengan hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa orang tua pengrajin bambu dalam memberikan asuhan terutama dalam hal pendidikan anak yaitu dengan memberikan bimbingan berupa hal-hal yang berhubungan dengan kewajiban belajar anak, sekolah, tugas anak di rumah, peraturan di rumah, sopan santun dengan orang lain, serta bimbingan dalam hal agama yaitu dalam hal sholat, mengaji dan TPA. Kemudian terkait dengan tipe pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak, tipe pola asuh yang digunakan adalah tipe pola asuh authoritative/demokratis. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara sebagai berikut: Nak kula mboten terlalu dibebasken, terlalu dikekang nggeh mboten, dadose kula ambil tengahnya. Soale nak lare terlalu kekang niku mesakke, kula bebaske kula nggeh mboten seneng [kalau saya tidak terlalu dibebaskan, juga tidak terlalu dikekang, jadi saya ambil tengahnya. Soalnya jika anak terlalu dikekang itu kasihan, saya bebaskan juga saya tidak suka] (MK/01 Juli 2016/14.48 WIB/Rumah Bapak MK) Nggeh pokokmen setengah-setengah, mboten terlalu dibebaske, mboten terlalu tak tekan. Seimbang. Sing penting neng njobo kuwi perilakune sing nggenah, mboten elek [ya pokoknya setengahsetengah, tidak terlalu dibebaskan, tidak terlalu ditekan. Seimbang. Yang penting di luar itu perilakunya yang baik, tidak jelek] (IS/01 Juli 2016/15.39 WIB/Rumah Bapak IS) Nggeh nganu wonten batasan-batasannipun tapi maringi kebebasan nggeh wonten. Dadose nggeh mboten istilahe ngekang mboten. Nggeh seimbang, mangkeh nek dikekang jenenge lare malah nek pas ucul kekange dadose mbedal dugi pundi-pundi. Dadose tarik ulur [ya begini, ada batasan-batasannya tapi memberi kebebasan ya ada. Jadinya ya istilahnya tidak mengekang. Ya seimbang, nanti kalau dikekang namanya anak kalau ketika lepas kekangnya jadinya kelepasan sampai kemana-mana] (MR/01 Juli 2016/15.52 WIB/Rumah Ibu MR)
67
Tarik ulur, maksude sebagian memang peraturan dari saya tapi disisi lain saya juga menghargai anak karepe pie, tak turuti disik. Lha mangkeh ono jalan tengahe to lha kudu ngene. Lha ada kesimpulan. Tidak semua harus manut aku tapi yo juga tidak semua ki harus manut anak, enggak. Tengah-tengah ok ya, tegas, bebas [tarik ulur, maksunya sebagian memang perturan dari saya tapi disisi lain saya juga menghargai anak keinginannya bagaimana, saya turuti dulu. Lha nanti ada jalan tengahnya harus begini, trus ada kesimpulan. Tidak semua harus menuruti aku tapi ya tidak semua itu harus menuruti anak tidak. Tengah-tengah ya, tegas, bebas] (UL/03 Agustus 2016/14.18 WIB/Rumah Ibu UL) Nggeh tegas bebas ngoten to mbak. Pripun nggeh mbak, anak kersane manut kalih wong tua. Trus salih ndidik wong tuane yo paringane yo nurut [ya tegas bebas begitu to mbak. Bagaimana ya mbak, anak supaya menurut dengan orang tua. Terus agar didikan orang tua ya biar menurut] (RM/04 Agustus 2016/08.42 WIB/Rumah Bapak RM) Nggeh kalih memberikan kebebasan ngoten niku. Maen, nengo nek jame jam belajar, jam ngaji, harus [ya dengan memberikan kebebasan seperti itu. Bermain, tapi kalau jamnya jam belajar, jam mengaji, harus] (LZ/04 Agustus 2016/09.00 WIB/Rumah Bapak LZ) Nggeh ngekang kalih memberikan kebebasan kersane mboten pripun, mboten bergaul sing mboten sae. Nggeh seimbang, nek nakal diseneni, nek mboten nggeh mboten. Nek salah disalahke, ngoten niku [ya mengekang dan memberikan kebebasan supaya tidak gimana, tidak bergaul yang tidak baik. Ya seimbang, kalau nakal dimarahi, kalau tidak ya tidak. Kalau salah disalahkan, begitu itu] (SE/04 Agustus 2016/10.05 WIB/Rumah Ibu SE) Seimbang, lha gara-gara nganu seimbang kan iso mikir. Pikirane ben ngko nak anak terlalu dikekang akhire mburine yo ra apik. Dadine tak imbangke. Yo nak masalah dolan ngono ki aku bebas, dolan neng sewaktu wayahe sinau, wayahe ngaji ki yo kudu. Podopodo, leh ben entuk kabeh. Entuk kesenengane bocah, entuk kesenengane wong tuo [seimbang, soalnya kan dengan seimbang itu bisa berpikir. Pikirannya biar nanti kalau anak dikekang akhirnya belakangnya ya tidak bagus. Jadinya saya imbangi. Ya kalau masalah bermain gitu ya saya bebas, bermain tapi kalau waktunya belajar, waktunya mengaji, ya harus. Sama-sama, biar dapat semuanya. Dapat kesenangannya anak, dapat kesenangannya orang tua] (SD/04 Agustus 2016/10.25 WIB/Rumah Bapak SD)
68
Mboten nggeh tengah-tengahe. Menawi nganu ngoten kan dielekke, secara bergaul nggeh boleh aja tapi diawasi, mboten los. Opo meneh sing gede mbak, pengawasane malah luar biasa. Nggeh mboten kakung, mboten putri malah lebih pengawasane malahan terhadap liyane [tidak, ya tengah-tengahnya. Kalau salah gitu kan diingatkan, secara bergaul ya boleh aja tapi diawasi, tidak membiarkan. Apa lagi yang besar mbak, pengawasannya justru luar biasa. Ya tidak yang laki-laki, tidak yang perempuan justru pengawasannya lebih terhadap yang lainnya] (SR/04 Agustus 2016/11.35 WIB/Rumah Ibu SR) Nggeh kadang nggeh, pripun nggeh, nggeh wektune niku dolan nggeh dolan, sinau nggeh sinau, ngoten niku mbak. Dadose mboten terlalu dikekang ngoten lho. Nggeh kados pripun nggeh mandiri, disiplin [ya kadang ya, kadang bagaimana, ya waktunya bermain ya bermain, belajar ya belajar, seperti itu mbak. Jadinya tidak terlalu dikekang gitu lho. Ya seperti bagaimana ya, mandiri, disiplin] (SU/06 Agustus 2016/10.55 WIB/Rumah Ibu SU) Hasil wawancara di atas diperkuat kembali dengan pernyataan orang tua mengenai karakter dari tipe pola asuh authoritative/demokratis yang tidak memberikan tuntutan dalam memberikan asuhan terhadap pendidikan anak, yaitu dengan pernyataan sebagai berikut: Nggeh ngeten, nak mboten nuntut kedah istilahe harus ngetenngeten niku mboten. Istilahe kula nyukani saran nggeh supaya nilaine lebih bagus, harus belajar, istilahe kaleh ndorong semangat, nggeh menyemangati. [ya begini, kalau tidak nuntut harus istilahnya harus begini-begini itu tidak. Istilahnya saya memberi saran ya supaya nilainya bagus, harus belajar, istilahnya sambil mendorong semangat, ya menyemangati] (MR/01 Juli 2016/15.52 WIB/Rumah Ibu MR) Nuntut? Mboten mbak, sak sagede anak ngoten mawon mbak [nuntut? Tidak mbak, sebisanya anak begitu saja mbak] (RM/04 Agustus 2016/08.42 WIB/Rumah Bapak RM) Dalam pendidikan anak? Dereng, dereng mawon, seh alit kok. Dididik alon-alon, manut [dalam pendidikan anak? Belum, belum dulu, masih kecil kok. Dididik pelan-pelan, nanti menurut] (SE/04 Agustus 2016/10.05 WIB/Rumah Ibu SE)
69
Wah, ora nuntut aku. Ndidik anak kok anake dituntut ki yo dituntut apane [wah, saya tidak menuntut. Mendidik anak tapi anaknya dituntut itu yang dituntut apanya] (SD/04 Agustus 2016/10.25 WIB/Rumah Bapak SD) Harus gini gitu? Ya gimana ya mbak, menurut kemampuan lah. Dipaksakan kalau kemampuannya nggak mampu kan kasihan malahan nggak bisa mengikuti (SR/04 Agustus 2016/11.35 WIB/Rumah Ibu SR) Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa orang tua tidak memberikan tuntutan secara penuh terhadap anaknya, namun juga tidak memberikan kebebasan secara penuh terhadap anaknya. Orang tua menyeimbangkan
antara
tuntutan
dengan
kebebasan,
mereka
menyebutnya dengan istilah “tegas-bebas”. Memberikan tuntutan untuk kebaikan anak, dan memberikan kebebasan untuk menghargai kemauan serta keinginan anak. Tidak menuntut secara penuh dikarenakan orang tua memahami kemampuan dari anak, dan tidak memaksakan harus sesuai dengan keinginan orang tua. 2.
Faktor Yang Menentukan Pola Asuh Orang Tua Pengrajin Bambu dalam Mendidik Anak di Dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga. Ada beberapa faktor yang menentukan pola asuh orang tua dalam mendidik anak, yaitu faktor yang menghambat dan faktor yang mendukung terlaksananya pola asuh orang tua terhadap pendidikan anak. Faktor yang menghambat terlaksananya pola asuh orang tua pengrajin bambu terhadap pendidikan anak antara lain kondisi keluarga, faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor lingkungan dan profesi orang tua. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara sebagai berikut:
70
Hasil wawancara dengan IS bahwa faktor kondisi keluarga dapat mempengaruhi dan menghambat pola asuh orang tua dalam mendidik anak. Nak anakku kuwi mau deknen manggone yo kono kene kemungkinan yo ono masalah karna ditinggal ibuke. Mungkin kan yo cemantel neng pikirane karna ditinggal ibune ra diurusi karo ibune kan ditinggal kawit cilike kan ora pernah dididik ibuke awet bayine [kalau anak saya itu dia tinggal ya disana sini kemungkinan ya ada masalah karena ditinggal ibunya. Kemungkinan terbesit dalam pikirannya karenan ditinggal ibunya tidak dirawat oleh ibunya ditinggal dari kecil tidak pernah dididik ibunya sejak bayi] (01 Juli 2016/15.39 WIB/Rumah Bapak IS) Selain faktor kondisi keluarga, pola asuh orang tua pengrajin bambu juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Sesuai dengan hasil wawancara berikut: Aku yo kayake mengganggu anak memang iya. Urung ngge omah. Maune mengganggu anake pancen. Bingung alamate ngendi sampe bingung. Arep TK kula kan iseh wira-wiri ranarene. Wes yo ra betah, rene rung nduwe nggon dewe ngene, dadine iseh wira-wiri marai ngono ditekokke gurune anakku dadi keganggu kan kuwi. Dilihat dari apa yang ada, njawabe kan blokosuta “nggak punya rumah,” ngono. “kok bisa mbak Ata nggak punya rumah?” ngono. “karena saya tidur di rumah embah kok.” Ekonomi paling ya. [saya ya kayaknya mengganggu anak memang iya. Belum punya rumah. Memang mengganggu anak. Bingung alamatnya dimana sampai bingung. Mau TK saya kan masih bolak-balik kesana-sini. Ya tidak betah, disini belum punya tempat sendiri, jadinya masih bolak balik jadi ditanya gurunya anakku jadi keganggu kan gitu. Dilihat dari apa yang ada, menjawabnya ya jujur apa adanya “nggak punya rumah,” begitu. “kok bisa mbak Ata nggak punya rumah?” gitu. “karena saya tidur di rumah mbah kok.” ekonomi paling ya] (UL/03 Agustus 2016/14.18 WIB/Rumah Ibu UL) Ora, masalah keluarga ki ra tau, kisruh pie-pie. Sampe anak ora sekolah ngono ki yo ora ngasi, ra tau, rung tau. Neng sak ingetku lho kuwi. Dadi sak ingetku ki aku rung tau kisruh ambek keluarga ngono kuwi yo rung tau. Yo nak masalah 71
kisruh ekonomi yo pancen tak alami. Direwangi mangan ngene ora nduwe duwit, arep ngene ra ono duwit, biaya, yo pancen tak alami. Neng nak masalah kisruh keluarga, anak ora sekolah, kuwi rung tau [tidak, masalah keluarga tidak pernah gimana-gimana. Sampai anak tidak sekolah itu tidak sampai, belum pernah. Tapi kalau seingat saya itu. Jadi seingat saya di keluarga saya tidak ada masalah antara anggota keluarga itu belum pernah. Ya kalau masalah ekonomi memang saya alami. Mau makan dengan ini tidak punya uang, mau begini tidak ada uang, biaya, ya pernah saya alami. Tapi kalau masalah keluarga, anak tidak sekolah itu belum pernah] (SD/04 Agustus 2016/10.25 WIB/Rumah Bapak SD) Nggeh biasane ekonomi mbak, kalau nggeh kados kula kan anake banyak ngeten nggeh ekonomi ya itu biaya sekolah to. Nggeh alhamdulillah paringane saged. Usaha lah, gitu lah mbak. Kan wong anak akeh sok ono suara “alah, anak akeh paling ra sekolah,” ngoten. Tapi sebisa mungkin usaha ngoten [ya biasanya ekonomi mbak, kalau seperti saya ya kan anaknya banyak begini ya ekonomi ya itu biaya sekolah. Ya alhamdulillah bisa. Usaha gitu lah mbak. Kan anak banyak itu terkadang ada suara “alah, anak banyak paling tidak sekolah,” gitu] (SR/04 Agustus 2016/11.35 WIB/Rumah Ibu SR) Faktor lain yang mempengaruhi yaitu faktor pendidikan, terutama tingkat pendidikan yang agak rendah dari orang tua pengrajin bambu. Berdasarkan hasil wawancara di bawah ini: Kendalane yo pendidikan dari aku dewe. Kendalane tingkat pendidikan, secara umum. Kadang nek bahasa Inggris ngoten nganu nggeh “wah, nek tekon umi ki.” ngko ngenteni pakne, ngko pakne nek iso yo dijawab, nek raiso yo tekok wong. Marakke pendidikane podo, tingkat SMP [kendalanya ya pendidikan dari saya sendiri. Kendalanya tingkat pendidikan secara umum. Kadang ya kalau bahasa Inggris gitu dia gini, “wah, kalau tanya umi tu.” nanti menunggu bapaknya, nanti bapaknya kalau yang dia bisa ya dijawab, kalau tidak bisa ya tanya orang lain. Soalnya pendidikannya sama, tingkat SMP] (UL/03 Agustus 2016/14.18 WIB/Rumah Ibu UL) Lha mbokne, pakne mpun bodo. Tangklete kalih mbake, nggeh kalih mbake, nek kula mboten saged. Angger ditakoni, “nek ditakoni sisik-sisik aku yo reti”. Kalih mbakyune sms-an ngoten niku kalih mbakyune. Nek jawab nggeh paringane bener, nek
72
wonten PR niku mbake paringane saged kok dek, pinter [Lha ibunya, bapaknya sudah bodoh. Tanyanya sama mbaknya, ya sama mbaknya, kalau saya tidak bisa. Kalau ditanya ya, “kalau ditanya merajinkan bambu ya saya tahu.” Sama mbaknya sms-an gitu. Kalau jawab ya bersyukurnya benar, kalau ada PR gitu mbaknya bisa kok dik, pinter] (SE/04 Agustus 2016/10.05 WIB/Rumah Ibu SE) Soale ki ngalami aku dewe, tak alami dewe wong aku ra sekolah. Kawit cilik ra di sekolahke yo nyatane saiki gelo ek. Wong aku, gelaku ora njamak. Ora di sekolahke yo jane ngono yo wong tua wes nyekolahke. Neng gandeng jaman mbien kan bedo karo jaman saiki [Soalnya saya mengalami sendiri, saya alami sendiri karena saya tidak sekolah. Dari kecil tidak di sekolahkan nyatanya ya sekarang menyesal. Saya sangat menyesal. Tidak disekolahkan ya sebenarnya itu ya orang tua sudah menyekolahkan. Tapi namanya jaman dulu kan beda dengan jaman sekarang] (SD/04 Agustus 2016/10.25 WIB/Rumah Bapak SD) Nggeh kula nggeh njawabe nggeh sak sagede kula. Nek sing mpun ageng niku kan nggeh kula mboten saged mbak [ya saya ya membantu menjawab ya sebisanya saya. Kalau yang sudah besar itu kan ya saya tidak bisa mbak] (SU/06 Agustus 2016/10.55 WIB/Rumah Ibu SU) Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan dari orang tua sangat mempengaruhi dalam pola asuh orang tua dalam mendidik anak karena dengan tingkat pendidikan dari orang tua yang rendah, akan semakin membuat orang tua kesulitan dalam memberikan bimbingannya terhadap kelangsungan belajar dalam pendidikan anak. Di bawah ini tabel tingkat pendidikan orang tua pengrajin bambu yang menjadi nara sumber dalam wawancara.
73
Tabel 3.13 Tingkat Pendidikan Pengrajin Bambu di dusun Ngablak No 1.
Kode Informan Tingkat pendidikan MK SD
2.
IS
SD
3.
MR
SMP
4.
UL
SMP
5.
RM
SD
6.
LZ
SD
7.
SE
SD
8.
SD
-
9.
SR
SMA
10.
SU
SMP
Berdasarkan hasil wawancara di bawah ini, kondisi lingkungan khususnya teman bergaul juga mempengaruhi pola asuh orang tua pengrajin bambu terhadap pendidikan anak, yaitu: Nggeh pripun nggeh, kadang itu nganu mbak, belajar itu dia tu susah. Kudune tu kan dikejar-kejar niku, nggeh ngoten niku. Nak mpun bermain kan mpun susah mbak, tur meneh nek sing kakung ngoten wonten temene teka lak ajeng belajar mboten sido. Nggeh ngoten niku. Nek biaya nggeh sak wontene, sebisa mungkin nggeh usaha sekolah [ya bagaimana ya, kadang itu begini mbak, belajar itu dia susah. Harusnya kan dikejar-kejar gitu, ya begitu itu. Kalau sudah bermain kan sudah susah mbak, apa lagi yang laki-laki itu ada temennya datang, terus mau belajar tidak jadi. Ya seperti itu. 74
Kalau biaya ya seadanya, sebisa mungkin ya usaha sekolah] (SR/04 Agustus 2016/11.35 WIB/Rumah Ibu SR) Selanjutnya, profesi orang tua juga dapat mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap pendidikan anak. Terutama hambatan dalam membagi waktu untuk membimbing anak belajar, antara ayah dan ibu dikarenakan kesibukan dari orang tua. Hal tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan LZ: Nggeh paling nak nganu ngoten niku ibuke nak mpun wangsul kerja. Kendalane nggeh ngoten niku [ya paling kalau belajar gitu kalau ibunya sudah pulang kerja. Kendalanya ya seperti itu] (04 Agustus 2016/09.00 WIB/Rumah Bapak LZ) Selain faktor penghambat, berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua
pengrajin bambu, terdapat
faktor yang mendukung
terlaksananya pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak. Faktor tersebut yaitu berasal dari perhatian dan rasa kasih sayang orang tua terhadap anaknya dengan memperhatikan perkembangan pendidikan anak, mengetahui potensi yang dimiliki anak, karakter dari masing-masing anak serta hubungan interaksi yang dijalin antara orang tua dengan anak. Berkaitan dengan perhatian orang tua terhadap perkembangan pendidikan anak yaitu sesuai dengan hasil wawancara di bawah ini: Nggeh kula perhatikan niku mbak, niku masalahe jane wong niku nggeh namine lare senenge dolan niku lak cara sing wingi nilaine sekian nak mangkeh yang akan datang kadang nggeh munggah kadang niku nggeh midun. Kula perhatike mbak [ya saya perhatikan itu mbak, masalahnya sebenarnya yang namanya anak sukanya bermain itu kan yang kemarin nilainya sekian, kadang 75
yang akan datang meningkat kadang ya menurun. Saya perhatikan mbak] (MK/01 Juli 2016/14.48 WIB/Rumah Bapak MK) Tak perhatekke tenan paringane ora mlorot. Ibarat sekolah kan bijine ora mlorot karo sing wingi [saya perhatikan sungguhsungguh syukur tidak menurun. Ibarat sekolah itu nilainya tidak menurun seperti yang kemarin] (IS/01 Juli 2016/15.34 WIB/Rumah Bapak IS) Nggeh terus. Misal kan nilaine wonten perubahan [ya terus. Misal nilainya ada perubahan] (MR/01 Juli 2016/15.52 WIB/Rumah Ibu MR) Nggeh selalu memperhatikan, setiap hari di cek [ya selalu memperhatikan, setiap hari dicek] (LZ/04 Agustus 2016/09.00 WIB/Rumah Bapak LZ) Yo tak perhatikke koyo ngono kuwi yo tak perhatekke, wong nak elek yo rodok gela, kok iso [ya saya perhatikan seperti itu ya saya perhatikan. Kalau jelek ya juga menyesal, kok bisa] (SD/04 Agustus 2016/10.25 WIB/Rumah Bapak SD) Nggeh, nggeh menawi ada penurunan nilai nggeh mangkeh lha cara mendidik nggeh mangkeh diketati malih [iya, ya kalau ada penurunan nilai ya nanti cara mendidik anak ya nanti diketati lagi] (SR/04 Agustus 2016/11.25 WIB/Rumah Ibu SR) Enggeh mbak, angger wangsul ngoten niku nggeh kula deloki bijine ngoten niku to nggeh [iya mbak, setiap pulang sekolah gitu ya saya lihat nilainya seperti itu mbak] (SU/06 Agustus 2016/10.55 WIB/Rumah Ibu SU) Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa orang tua pengrajin bambu selalu memperhatikan perkembangan pendidikan anak, misalnya mengalami kenaikan
atau penurunan dengan mengeceknya
ketika anak pulang sekolah, dan dilihat perkembangan nilai anak pada hari itu.
76
Selain itu, orang tua pengrajin bambu juga mengetahui kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak. Sesuai dengan hasil wawancara sebagai berikut: Nak sing lanang niku ketrampilane namung nggambar-nggambar, nak sing cewek niku nggeh membaca-baca [kalau yang laki-laki itu ketrampilannya hanya menggambar, kalau yang perempuan itu suka membaca] (MK/01 Juli 2016/14.48 WIB/Rumah Bapak MK) Nggeh sepeda, nggeh wulan poso niki bisnis layangan. Ingkang rizki angsal pinten-pinten niku. Seneng pit didandosi piyambak dirakit piyambak [ya sepeda, ya bulan puasa ini bisnis layangan. Yang rizki itu dapat beberapa. Senang sepeda dibenerin sendiri dirakit sendiri] (MR/01 Juli 2016/15.52 WIB/Rumah Ibu MR) Membaca suka, menggambar. Yo nek rajin belajar wes tuntutan kemauan sendiri [membaca suka, menggambar. Ya kalau rajin belajar sudah tuntutan kemauan sendiri] (UL/01 Agustus 2016/14.18 WIB/Rumah Ibu UL) Kiyambake ki pengene tata busana, nggeh seneng. Olahraga niku nggeh seneng mbak, ping pong, tenis, kiyambake remen nggeh, “mak, aku tak mlebu nggon silat.” nene. “ora popo mak wong gratis.” Sembarang kiyambake ki tumut. Renang nggeh saged. Disik kan melu lari to, neng aku yo ra entuk soale wayah bar maghrib ngaji kan. Angger bar maghrib kok gek wangsul padahal tasih ngaji, dadi eman-eman. Wes ben ngaji mriki mawon, penting kok niku nggeh [dia itu pengennya tata busana, ya senang. Olahraga gitu ya senang mbak, ping pong, tenis, dirinya itu ya suka. “mak, aku ikut silat ya” katanya. “nggak apa-apa mak, gratis kok.” Apa saja itu dia ikut. Renang juga bisa. Dulu kan ikut lari, tetapi saya ya tidak perbolehkan, soalnya waktunya habis magrib kan mengaji. Tiap habis magrib kok baru pulang padahal masih mengaji, jadi ya sayang. Sudah, biar mengaji disini saja, penting itu kok ya] (SE/01 Agustus 2016/10.05 WIB/Rumah Ibu SE) Nggeh nek cara mbantu orang tua enggeh, ngoten tapi kalau sekolah ya prestasi itu ada mbak, prestasi sekolah itu [ya kalau cara membantu orang tua ya iya, begitu tapi kalau sekolah ya prestasi itu ada mbak, prestasi sekolah itu] (SR/01 Agustus 2016/11.35 WIB/Rumah Ibu SR)
77
Dari hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa orang tua pengrajin bambu memperhatikan potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh anak, seperti potensi anak menggambar, membaca, merakit sepeda, berwirausaha, tata busana, olahraga, serta prestasi anak di sekolah. Berkaitan dengan perhatian orang tua pengrajin bambu terhadap anak, tentunya dalam memberikan pola asuhnya dengan memperhatikan dan mengetahui karakter yang dimiliki oleh masing-masing anak. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara orang tua pengrajin bambu sebagai berikut: Nak karaktere anak kulo niku benten-benten kok mbak, wonten sing seneng dolanan, enten sing seneng fokus ngaji nggeh enten, dadi mboten satu karakter mboten [kalau karakter anak saya itu berbeda-beda mbak, ada yang senang bermain, ada yang senang dan fokus mengaji] (MK/01 Juli 2016/14.48 WIB/Rumah Bapak MK) Karaktere benten-benten, ingkang mbajeng niku larene sante, ntrimo. Nek ingkang nomor kaleh niku “harus”, nopo-nopo sing mpun istilahe nyuwun niki nggeh kedah, ngoten. Nek mpun tiang sepahe kados kula kaleh nopo bapake “tak tukokke nganu,” ngoten nageh terus. “suk nek wes ndue tak tukokke nganu,” ngoten nageh. Nek ingkang nomer 3 niku nggeh antara 2 niku, kakak kaleh adeke nika, kadose dirangkep. Kadang nggeh nek dikandani niku sante nika, ning nek nyuwun niku kadang nggeh ngedrell. Kadang nek dikandani niku mboten ngrungokke neng tandang. Santene larene nggeh nek niku nek nyuwun nggeh meri ngoten niku. Benten-benten larene, benten kalih seng kaleh [karakternya berbeda-beda, yang pertama itu anaknya santai, menerima. Kalau yang nomor 2 itu “harus”, apa-apa yang sudah istilahnya meminta itu ya harus begitu. Kalau sudah orang tuanya seperti saya dan bapaknya “saya belikan itu,” begitu ya nagih terus. “besok kalau sudah punya saya belikan itu,” ya nagih begitu. Kalau yang nomor 3 itu ya antara keduanya itu, kakak dengan adaknya itu, seperti dirangkap. Kadang ya kalau dinasehati itu sante gitu, tapi kalau meminta itu ya kadang harus dituruti terus. Kadang kalau dinasehati itu tidak mendengarkan tapi dilaksanakan. Santenya anaknya itu ya kalau minta itu ya pengen begitu. Berbeda-beda anaknya, berbeda
78
dengan yang dua itu] (MR/01 Juli 2016/15.52 WIB/Rumah Ibu MR) Penurut. Tapi yo juga nak rung masuk nganu ki yo tetep ngeyel, tekok. Ingin tahu mesti kepo. Tapi nggeh penurut, pengkhayal, senengane nggambar [penurut. Tapi ya kalau belum masuk (paham) gitu ya tetap ngeyel, bertanya. Selalu ingin tahu, kepo. Tapi ya penurut, pengkhayal, sukanya menggambar] (UL/03 Agustus 2016/14.18 WIB/Rumah Ibu UL) Nak anak kula paringane niku mbak, jujur lah nggeh mboten wonten pripun-pripun lah sae. Mas Dwi, Ponco niku paringane nurut sedoyo mbak kalih wong tuane [kalau anak saya itu mbak, jujur lah ya tidak bagaimana-bagaimana, baik. Mas Dwi, Ponco niku bersyukurnya menurut semua mbak dengan orang tuanya] (RM/04 Agustus 2016/08.42 WIB/Rumah Bapak RM) Nggeh nak nomer setunggal niku rodok petel belajar ngoten. Wonge nggeh rodok cerdas. Nomor kaleh niku nggeh rodok nek nyuwun langsung kudu dituruti [ya kalau yang nomer 1 itu agak rajin belajar gitu. Anaknya ya agak cerdas. Nomer dua itu ya kalau minta gitu langsung harus dituruti] (LZ/04 Agustus 2016/09.00 WIB/Rumah Bapak LZ) Beda-beda, nggeh enten sing keras enten sing lembut. Paringane gampil mbak. Mungkin tahu keadaan orang tua tur nggeh cara menanamkan didikan ngoten nggeh nek anak biasa minta ini trus dikasih kan lha itu kan udah kebiasaan ngoten nggeh [beda-beda, ya ada yang keras ada yang lembut. Bersyukurnya mudah mbak. Mungkin tahu keadaan orang tua dan cara menanamkan didikan begitu ya kalau anak biasa minta ini trus dikasih kan lha itu kan sudah kebiasaan begitu ya] (SR/04 Agustus 2016/11.35 WIB/Rumah Ibu SR) Pripun nggeh, kadang nggeh nurut, kadang nggeh mboten ngoten niku. Benten-benten, nggeh nek sing setunggal niku tasih seneng dolan ngono lho, sing alit [bagaimana ya, kadang ya menurut, kadang ya tidak gitu itu. Beda-beda, ya kalau yang satunya itu masih suka bermain gitu lho, yang kecil] (SU/06 Agustus 2016/10.55 WIB/Rumah Ibu SU) Dari hasil wawancara di atas, orang tua pengrajin bambu mengetahui karakteristik dari masing-masing anak, antara anak yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat mendukung terlaksananya pola asuh
79
orang tua sehingga dapat menentukan bagaimana cara orang tua memberikan asuhan dan bimbingan terhadap anak, khususnya dalam pendidikan. Selanjutnya faktor yang mendukung terlaksananya pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak yaitu hubungan interaksi yang dijalin antara orang tua dengan anak. Sesuai dengan hasil wawancara di bawah ini: Nak pas posisi nggawe kere nak pas rene yo tak omong-omongi sing genah. Jenenge wong tuwo nek nduwe anak cilik kan ngomonge sing nggenah. Supaya ora salah pergaulan kan manggone rana-rene [kalau ketika posisi begini membuat kerajinan bambu, ketika disini ya saya ajak ngobrol-ngobrol yang baik. Namanya orang tua kalau punya anak kecil kan ngobrolnya yang baik. Supaya tidak salah pergaulan karena tinggalnya kesanasini] (IS/01 Juli 2016/15.34 WIB/Rumah Bapak IS) Nggeh taseh terus. Ngontrole pripun mangkeh nek ngurusi damelan tok [ya masih terus. Ngontrolnya bagaimana nanti kalau mengurusi pekerjaan saja] (MR/01 Juli 2016/15.52 WIB/Rumah Ibu MR) Nak bambu ki bisa, wong nganu kere bambu ki iso karo momong kok. Marakke ra berpikir [kalau bambu itu bisa, soalnya membuat kerajinan bambi itu bisa sambil mengasuh kok. Soalnya tidak berpikir] (UL/03 Agustus 2016/14.18 WIB/Rumah Ibu UL) Nggeh tasih, tasih, tasih. Nak wangsul sekolah nggeh kula takoni ngoten nggeh [ya masih, masih, masih. Kalau pulang sekolah ya saya tanyakan gitu ya] (SE/04 Agustus 2016/10.05 WIB/Rumah Ibu SE) Yo kadang. Kadang yo ngobrol mbe anak, yo wes nyambut gawe yo kan ambek karo hiburan kan kudune yo omongan [ya terkadang. Kadang ya mengobrol dengan anak, ya sudah mengerjakan pekerjan kan hiburan dengan anak, harusnya ya dengan mengobrol] (SD/04 Agustus 2016/10.25 WIB/Rumah Bapak SD) Nggeh to, nggeh sambil bekerja sambil kalih terane ngoten, dadi mboten khusus ngeten to. Ngeten ki kalih ngawasi, ngoten niku [iya
80
to, ya sambil bekerja sambil bersama anak begitu, jadi tidak khusus begini to. Begini ini sambil mengawasi, ya seperti itu] (SR/04 Agustus 2016/11.35 WIB/Rumah Ibu SR) Dari hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa meskipun di tengah kesibukan orang tua pengrajin bambu dalam merajinkan bambu, namun mereka tetap dapat melakukan hubungan interaksi dengan anak. Hal tersebut dilakukan orang tua pengrajin bambu agar tetap dapat mengontrol dan mengawasi anaknya. 3.
Upaya Orang Tua dalam Meningkatkan Pendidikan Anak di dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga Dalam
memberikan upaya
pola
asuh orang tua
dalam
meningkatkan pendidikan anak, orang tua pengrajin bambu melakukan upaya semampu mereka agar dapat meningkatkan pendidikan anak. Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua pengrajin bambu, upaya pola asuh orang tua pengrajin dalam meningkatkan pendidikan anak yaitu sebagai berikut: a.
Memberikan reward kepada anak ketika anak berhasil dalam melakukan sesuatu Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua pengrajin bambu, dalam memberikan upaya untuk meningkatkan pendidikan anak, orang tua memberikan reward kepada anaknya jika anak berhasil dalam melakukan sesuatu, misalnya dengan nilai yang bagus sehingga dapat membuat orang tua bangga. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara di bawah ini:
81
Nggeh nate, niku nak maringi hadiah nggeh nate, cara istilahe nak bijine apek tak tukokke ngeten [ya pernah, itu saya memberikan hadiah juga pernah, istilahnya itu kalau nilainya bagus ya saya belikan sesuatu] (MK/01 Juli 2016/14.48 WIB/Rumah Bapak MK) Yo sekedar pujian ben karo semangat. Kene leh ngasuh wes tenanan etuk leh sekolah apek kan kene ngomonge yo seneng lah, seneng karo anak gen supaya anak sekolahe meningkat. [ya hanya sekedar pujian biar semangat. Saya yang mengasuh sudah sungguh-sungguh dapat hasil sekolah yang bagus kan saya juga katakan senang, senang dengan anak agar supaya sekolah anak meningkat] (IS/01 Juli 2016/15.34 WIB/Rumah Bapak IS) Nggeh anake tergantung pengen hadiah nopo mboten ngoten niku, nak pengen hadiah semangate belajar enten [ya anaknya tergantung pengen hadiah apa tidak gitu, kalau pengen ya semangatnya belajar ada] (LZ/04 Agustus 2016/09.00 WIB/Rumah Bapak LZ) Nggeh pokoke bangga ngoten. Mboten nate, “mak, aku pinter yo dihadiahi to mak.” Tak hadiahi bakso wae sak mangkok. Gampang piyambake, mboten nate kula hadiahi to mbak. Wes ben, lha nggeh kersane mangkeh ndak tuman mangkeh. Dadi nggeh dioyak ek dek [ya pokoknya bangga begitu. Tidak pernah, “mak, saya pintar ya dihadiahi to mak” saya hadiahi bakso saja satu mangkok. Gampang dia, tidak pernah saya hadiahi to mbak. Saya biarkan, ya supaya nanti tidak keterusan. Jadi ya dikejar dek] (SE/04 Agustus 2016/10.05 WIB/Rumah Ibu SE) Nggeh paling pujian ngoten, hadiah mboten [ya hanya pujian gitu, bukan hadiah] (SU/06 Agustus 2016/10.55 WIB/Rumah Ibu SU) Dari hasil wawancara di atas dengan beberapa orang tua pengrajin bambu, dapat diketahui bahwa dalam memberikan upaya untuk
dapat
meningkatkan
pendidikan
anak
yaitu
dengan
memberikan reward terhadap anak. Meskipun reward tersebut ada yang tidak berbentuk fisik, akan tetapi orang tua mengupayakan
82
untuk memberikan pujian dan dorongan semangat agar anak lebih dapat meningkatkan pendidikannya. b.
Tidak memberikan punishment ketika anak melakukan kesalahan Berkaitan dengan upaya orang tua untuk meningkatkan pendidikan anak, terkadang hasil yang dicapai anak kurang sesuai dengan keinginan orang tua. Namun hal tersebut tidak membuat orang tua memberikan punishment kepada anaknya. Hanya saja orang tua cukup menasehati dan memberikan ketegasan kepada anak. Hal tersebut sesuai dengan wawancara di bawah ini: Mboten memberikan hukuman, mesakke [Tidak memberikan hukuman, kasihan] (MK/01 Juli 2016/14.48 WIB/Rumah Bapak MK) Yo dikandani tapi karo nyeneni, tapi ora nganti nangani, mesakke [ya dinasehati tapi ya sambil memarahi, tapi tidak sampai menanganai, kasihan] (IS/01 Juli 2016/15.34 WIB/Rumah Bapak IS) Nggeh mesti. Kula ngandani, nggeh kula kandani kalih pokoke mboten pareng diulangi malih. Nggeh kalih istilahe pripun nggeh teges ngoten lho. Nggeh nek seumpamane nangani niku paringane mboten [ya pasti. Saya peringatkan, ya saya nasihati pokoknya tidak boleh diulangi lagi. Ya sama istilahnya bagaimana ya tegas gitu lho. Ya kalau misalnya memukul itu syukurnya tidak] (MR/01 Juli 2016/15.52 WIB/Rumah Ibu MR) Nak memberi hukuman enggak. Tapi misale memberi pengertian bahwa yang dilakukan kemarin itu menguak sitik bahwa Ata ndek wingi ki ngene, ngene, ngene, disanjangi umi ora nggugu dadine saiki ngene gelone. “Jenengane gelo ora mungkin ono neng ngarep Ta, neng mburi. Ata gelo pora?” “Yo gelo,” kemarin kan ringking 1 tiga kali, awet kelas 3 sakniki kelas 6. Kemarin tu rinking 2 tapi ya nggak apa-apa. “besok saya tetep semangat lagi.” Marakke kan prei, dolanan terus. Dadi, disanjangi mboten
83
nganu. Nak sakniki semanagt, dadine kesalahan ndek wingi, saiki dirubah. Sakniki mpun sitik-sitik sinau, mboten kula kon. Mpun kemauane. Ya ada efek negatife nggeh niku wau bijine mlorot. Tapi nggeh niku wau mboten mlorote ibarat kacek adoh mboten, mung kacek koma tok kan [kalau memberi hukuman tidak. Tapi misalnya memberi pengertian bahwa yang dilakukan kemarin itu menyimpang sedikit bahwa Ata kemarin itu begini, begini, begini, dibilangi umi tidak menurut, jadinya sekarang menyesalnya begini “namanya menyesal tidak mungkin ada di depan Ta, tapi di belakang. Ata menyesal nggak?” jawabnya “Ya menyesal,” kemarin kan rinking 1 tiga kali, dari kelas 3 sekarang kelas 6. Kemarin tu rinking 2 tapi nggak apa-apa. “Besok saya tetap semangat lagi.” Penyebabnya kan liburan, bermain terus. Jadi, dinasehati tidak mendengar. Kalau sekarang semangat, jaidnya kesalahan kemarin, sekarang diubah. Sekarang sudah sedikit-sedikit belajar, tidak saya suruh. Sudah kemauannya. Ya ada efek negatifnya ya itu nilainya menurun. Tapi ya gitu tadi, menurunnya ibarat selisih jauh tidak, hanya selisih koma saja] (UL/03 Agustus 2016/14.18 WIB/Rumah Ibu UL) Nek gak-gakane angel di anu dinasehati, nggeh kula seneni ngoten. Tapi mangkeh lek gampang. Mboten nate hukum, nek mpun nganu ngoten nggeh lek ngrampek-ngrampek, mpun gede [ya kalau dia susah dinasehati, ya saya marahi begitu. Tapi nanti gampang. Tidak pernah dihukum, kalau sudah gitu ya nanti deket-deketin sendiri, sudah besar] (SE/04 Agustus 2016/10.05 WIB/Rumah Ibu SE) Ora, ra tau. Ben wes pokokmen semampune kono dewe. Soale sak umpamane kuwi wong bocah, jenenge pikirane ora tentu. Kadang ngko diseneni tiwas bocahe malah budrek, dadi pikiran. Dadi, mending nak aku tak tokke wae. Pancenan tak tokke wae wes ora sah kepiye piye ngono ki ora usah. Kan enek sing wong anake yo pernah ngalami, krungu dewe “goblok ek njaluk sembarang-sembarang kon nuruti.” Nak aku salah, wong jenenge pikiran bocah ki ora podo, yo ono sing pinter, ono sing goblok, ngono. Ning jane ngono yo nek sing tua ngono ndeloke yo gen pinter kabeh, neng kan ora mungkin, wong anakku barang sing gede dewe kuwi yo ndisik wes tak lebokke ning Sultan Fattah, wes kelas 2, pengen metu. “pak aku tak metu wae, wegah.” Saiki ndanganu yo gela. Kabeh wong ki mesti ngarepe merasa “wah, aku paling sekolah ki yo entuke ngene-ngene wae.” Tapi neng mburi kan saiki misale yo senajano peh
84
jane ngono yo jenenge wong tua wes ngusahake tapi yo gandeng bocahe ra mampu yo karepe. Sing penting wong tua wis ngarahke. Ra gelem yowes karepmu. Niatan wong tua ora sekolah neng karepe anake ben iso sekolah [tidak, tidak pernah. Biarkan pokonya semampunya dia sendiri. Soalnya semampunya itu namanya anak, pikirannya tidak tentu. Kadang nanti dimarahi, anaknya malah bisa pusing, jadi kepikiran. Jadi, lebih baik kalau saya, saya diamkan saja, memang saya diamkan tidak usah gimana-gimana gitu tidak. Kan ada, orang yang anaknya ya pernah mengalami, dengar sendiri “bodoh kok minta ini itu harus dituruti.” Kalau menurut saya salah, namanya juga pikiran anak itu tidak sama, ya ada yang pintar, ada yang bodoh gitu. Tapi sebenarnya ya kalau orang tua begitu supaya anak pintar semua, tapi kan tidak mungkin, anakku saja yang paling besar itu dulu sudah saya masukkkan di Sultan Fattah, sudah kelas 2, pengennya keluar, “pak, saya keluar saja, tidak mau.” Sekarang akhirnya ya menyesal. Semua orang itu pasti di depan merasa “wah, aku sekolah paling ya dapetnya begini-begini saja.” Tapi di belakangnya kan sekarang misalnya seperti itu tapi orang tua sudah mengusahakan. Anaknya yang tidak mampu ya terserah. Yang penting orang tua sudah mengarahkan. Tidak mau ya sudah. Niatnya itu orang tua sudah tidak sekolah tapi kemauannya ya anak bisa sekolah] (SD/04 Agustus 2016/10.25 WIB/Rumah Bapak SD) Biasane mboten kula, nggeh istilahe nggeh ini harus memperhatikan pelajaran carane pulang sekolah nggeh diulang, mpun ngoten [biasanya saya tidak, ya istilahnya ya ini harus memperhatikan pelajaran caranya pulang sekolah ya diulang, sudah begitu] (SR/04 Agustus 2016/11.35 WIB/Rumah Ibu SR) Mboten, nggeh sak sagede kula warai nggeh ngoten [tidak, ya saya sebisanya saya ajari ya seperti itu] (SU/06 Agustus 2016/10.55 WIB/Rumah Ibu SU) Dari hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa untuk tetap memberikan upaya peningkatan terhadap pendidikan anak, meskipun harapan orang tua terhadapap anak kurang sesuai dan anak mengalami suatu kesalahan, orang tua tidak pernah memberikan
85
hukuman kepada anak. Akan tetapi, mereka tetap memberikan ketegasan kepada anak dan menasehatinya agar perbuatan tersebut tidak diulangi lagi dan memberikan bimbingan kepada anak agar berusaha lebih giat lagi. Orang tua pengrajin bambu tidak pernah memberikan hukuman kepada anak karena mereka merasa kasihan jika harus menghukum anak meskipun terkadang ada orang tua yang memarahinya.
Maksud
mereka
dengan
tidak
memberikan
punishment kepada anak, berarti orang tua memahami kemampuan yang dimiliki oleh anak. c.
Membantu/memberikan bimbingan kepada anak dalam mengerjakan tugas ketika anak mendapatkan pekerjaan rumah dari sekolah Sehubungan dengan perhatian yang diberikan orang tua terhadap anak, untuk mengupayakan anak dalam mencapai peningkatan dalam pendidikannya, orang tua pengrajin bambu berusaha untuk membantu dan memberikan bimbingan kepada anaknya dalam mengerjakan tugas di rumah. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara sebagai berikut: Nggeh mbantu, membantu sing saged mbantu nggeh dibantu. Nek kados bahasa Inggris kula serahke mbakyune, masalahe nak bahasa Inggris kan kula riyen sekolah mboten wonten bahasa Inggris [ya membantu, membantu yang saya bisa membantu ya saya bantu. Kalau seperti bahasa Inggris saya serahkan kakaknya, solanya kalau bahasa Inggris saya dulu tidak ada pelajaran bahasa Inggris] (MK/01 Juli 2016/14.8 WIB/Rumah Bapak MK) Nggeh pripun nggeh paling nggeh mbantu nak teng nggriyo nek wonten PR ngoten niku mbantu, maoske, mencarikan
86
istilahe jawaban [ya gimana ya paling ya membantu kalau di rumah kalau ada PR gitu membantu, membacakan, mencarikan istilahnya jawaban] (MR/01 Juli 2016/15.52 WIB/Rumah Ibu MR) Paling nganu mangkeh nak mpun rampung kula koreksi ngoten [paling kalau nanti sudah selesai saya koreksi gitu] (LZ/04 Agustus 2016/09.00 WIB/Rumah Bapak LZ) Lha niku pasti mbak nek PR [lha itu pasti mbak kalau PR] (SR/04 Agustus 2016/11.35 WIB/Rumah Ibu SR) Dari hasil wawancara di atas, orang tua mengupayakan untuk memberikan bantuan terhadap anak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh orang tua sendiri. Ada orang tua yang memberikan bimbingan dalam mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) dengan cara membacakan, mencarikan jawaban, dan mengoreksi pekerjaan anak apabila pekerjaan anak sudah selesai. d.
Mendampingi anak ketika belajar Selain
memberikan
bimbingan
kepada
anak
dalam
mengerjakan tugas dari anak, orang tua pengrajin bambu juga menyisakan waktunya untuk mendampingi anak ketika belajar. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara di bawah ini: Nek ndalu nggeh paringane waktu belajar kula dampingi. Nak sing mboten ngertos ngoten kan kadang kula sitik-sitik ngertos. Kadang kendalane niku lare sakniki niku lare kula nggeh terutama niku wegah maos. Jan masyaallah. Dadose nggeh umpamane wonten pertanyaan ngoten dereng diwaos ngoten sanjang mboten wonten. Dadose nek kula teliti niku jane nggeh wonten. Neng kula piyambak ngeten kok mbak, pelajaran sakniki kalih riyen niku benten, masyaallah. Kelas 1 mawon nggeh agama niku ya Allah lha nek rale alit jaman kiyambak niku nggeh jaman kula terutamane a-ba-ta-sa, nek sakniki niku nggeh sing istilahe 87
surat niki artine nopo, surat an-Nashr artine nopo, nek mboten niteni niku kan nggeh bingung. Nopo matematika kados kula niku nggeh mpun ilang [tidak ada. Kalau malam ya syukur waktu belajar saya dampingi. Kalau yang tidak tahu gitu kan kadang saya dikit-dikit tahu. Kadang kendalanya itu anak sekarang itu anak saya ya tidak mau membaca. Sunggung masyaallah. Jadi ya misalkan ada pertanyaan gitu belum dibaca gitu ya bilangnya tidak ada. Jadi pas saya teliti sebenarnya ya ada. Tapi saya sendiri gini kok mbak, pelajaran sekarang sama yang dulu itu berbeda, masyaallah. Kelas 1 saja ya agama itu ya Allah, lha kalau anak kecil jaman saya itu ya paling a-ba-ta-sa, kalau sekarang itu kan ya istilahnya surat ini artinya apa, kalau tidak dalam ingatan kan ya bingung. Apa matematika kalau saya itu ya sudah lupa] (MR/01 Juli 2016/15.52 WIB/Rumah Ibu MR) Kadang-kadang, kadang nggeh mpun sinau dewe. “wes sinau Ta?” kadang nggeh ngancani nggeh kadang-kadang nek wayah ulangan ngko kon mbeteki yo tak beteki [kadang-kadang, kadang ya sudah belajar sendiri. “sudah belajar Ta?” kadang ya menenemani ya kadang-kadang kalau setiap ada ulangan nanti disuruh membantu menjawab ya saya bantu] (UL/03 Agustus 2016/14.18 WIB/Rumah Ibu UL) Nak sinau nggeh dong didampingi mbak, dong nganu kiyambak. Nggeh nak sing mboten iso ngoten niku to mbak, tangklet [kalau belajar ya kadang didampingi mbak, kadang ya belajar sendiri. Ya kalau yang tidak bisa itu bertanya mbak] (RM/04 Agustus 2016/08.42 WIB/Rumah Bapak RM) Nggeh kadang tak tunggoni nyenuk ngoten, kadang kalih mbegogok [ya kadang saya tungguin gitu, kadang ya sambil duduk santai] (SE/04 Agustus 2016/10.05 WIB/Rumah Ibu SE) Sing alit-alit niku. Jarang-jarang sing ageng niku nek tangklet-tangklet, ngoten niku nek sing ageng. [ya yang kecil-kecil itu. Jarang-jarang yang besar itu kalau bertanyatanya, gitu ya yang besar] (SR/04 Agustus 2016/11.25 WIB/Rumah Ibu SR)
88
Dari hasil wawancara di atas, orang tua berusaha untuk mendampingi anak ketika belajar. Hal itu dilakukan karena agar orang tua dapat memberikan bimbingan kepada anak apabila anak kurang paham dalam memahami pelajarannya, sehingga anak akan terbantu jika mereka merasakan kesulitan dalam belajar. e.
Bertanggung jawab terhadap pendidikan anak Berkaitan dengan upaya dalam meningkatkan pendidikan anak, orang tua pengrajin bambu juga memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan anak karena menurut mereka pendikan anak adalah tanggung jawab orang tua. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dibawah ini yaitu: Tanggung jawabe nggeh pripun nggeh, istilahe waktune belajar nggeh kedah ken, nggeh waktu istirahat nggeh istirahat. Pokoke antara belajar, sekolah niku kaleh teng nggriyo niku nggeh istilahe kula oprak-oprak ngoten niku terus mboten ngantos pokoke sampun kula elikke niku mboten, nggeh paringane taseh lare nggeh ayo belajar nek mboten purun tak geret ngoten niku. Nggeh tugas kula. Mboten sepenuhe sekolah, soale kan dangu teng nggriyo [tanggung jawabnya ya gimana ya, istilahnya waktunya belajar ya saya suruh harus belajar, ya waktunya istirahat ya istirahat. Pokoknya antara belajar, sekolah itu dan di rumah itu ya istilahnya saya oprak-oprak gitu terus tidak sampai pokoknya sudah saya ingatkan gitu tidak, ya syukurnya masih anak-anak ya “ayo belajar,” kalau tidak mau ya saya seret begitu itu. Ya tugas saya. Bukan sepenuhnya sekolah, soalnya kan lebih lama di rumah] (MR/01 Juli 2016/15.52 WIB/Rumah Ibu MR) Nggeh tidak sepenuhnya ya, separo. Nak nong sekolahan ya memang sepenuhnya sekolahan tapi nak di rumah kan tanggung jawabku. Pie yo, yo pie yo. Guru sekolah membantu. Nomor 1 yo seko keluarga, dirumahe. Sekolahan kan membantu. Sekolah, mondokke niku
89
membantu. Sepenuhnya yo kene. Neng nek kene raiso yo sepenuhnya kekke pondok atau sekolah. Yo tetep tanggung jawab orang tua [ya tidak sepenuhnya ya, setengah, kalau di sekolah ya memang sekolah, tapi kalau di rumah kan tanggung jawab saya. Gimana ya, ya gimana ya. Guru, sekolah membantu. Nomor 1 ya dari keluarga, di rumahnya. Sekolahan kan membantu. Sekolah, di pondok itu membantu. Sepenuhnya ya orang tua. Tapi kalau orang tua tidak bisa sepenuhnya, ya diberikan ke pondok atau sekolah. Tapi tetap tanggung jawab orang tua] (UL/03 Agustus 2016/14.18 WIB/Rumah Ibu UL) Nggeh bertanggung jawab penuh to. Nggeh kersane anake pinter. Ya kalau di sekolah itu saya percayakan. Tapi kalau di rumah ya tetap diajari [ya bertanggung jawab penuh, ya supaya anaknya pintar. Ya kalau di sekolah itu saya percayakan. Tapi kalau di rumah ya tetap diajari] (LZ/04 Agustus 2016/09.00 WIB/Rumah Bapak LZ) Tanggung jawabe nggeh wong saiki istilahe wes neng SMA ki kudu tenanan, kudu ditegesi, dadi sinau. Nek ora munggah tetep ra tak sekolahke. Kula ngoten. Jawabe, “yo mak, tak sinau terus.” Ngko dadi ra munggah, nek ra munggah lek ra sekolah. Semangat kiyambake, mpun nalar. Mangkeh bar maghrib sinau malih [tanggung jawabnya ya sekarang istilahnya sudah di SMA ya harus serius, harus diberi ketegasan, jadi belajar. Kalau tidak naik ya tetap tidak saya sekolahkan. Saya begitu. Jawabnya “ iya bu, aku belajar terus” nanti jadi tidak naik, kalau tidak naik tidak sekolah. Dianya semangat, sudah menalar. Nanti selesai magrib belajar lagi] (SE/04 Agustus 2016/10.05 WIB/Rumah Ibu SE) Yo kuwi ben anak ojo sampe anake ora sekolah ki ojo. Anak ben iso sekolah, ben pinter, suk nak wes pinter yo ben di nggo dewe, di pek dewe. Wong anak pinter yo sing nganu ki yo anake dewe kabeh yo [ya itu supaya anak jangan sampai anaknya tidak sekolah ya jangan. Anak supaya dapat sekolah, supaya pintar, besok kalau sudah pintar ya buat dirinya sendiri, dimiliki sendiri. Soalnya anak pinter ya yang berusaha anaknya sendiri semua ya] (SD/04 Agustus 2016/10.25 WIB/Rumah Bapak SD) Nggeh carane meh 100% lah, terutama nggeh ngoten. Kula istilah ibu kan nggeh, pendidikan mendidik anak kan terutama ibu lak ngoten. Sebabe nggeh istilahe nggeh
90
ngoten 100% mehan. Sing ndampingi kula ngoten [ya caranya hampir 100% lah, terutama ya begitu. Saya istilahnya ibu kan ya, pendididikan, mendidik anak kan paling utama gitu kan ya. Sebabnya istilahnya ya begitu hampir 100%. Yang mendampingi saya gitu] (SR/04 Agustus 2016/11.35 WIB/Rumah Ibu SR)
Nggeh pripun nggeh niku tanggung jawab kula Nggeh sekolah, nggeh teng nggriya. Nggeh nek teng sekolahan kan guru, nggeh nek teng nggriya nggeh orang tua [ya bagaimana ya itu tanggung jawab saya. Ya sekolah, ya di rumah. Ya kalau di sekolah kan gurunya, ya kalau di ruma ya orang tua] (SU/06 Agustus 2016/10.55 WIB/Rumah Ibu SU) Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa orang tua pengrajin bambu bertanggung jawab penuh atas pendidikan anak. Meskipun ketika di sekolah, orang tua memberi kepercayaan penuh terhadap tanggung jawab untuk mendidik anak, namun ketika di rumah mereka juga bertanggung jawab untuk mendidik anak. Karena, bagi mereka mendidik anak adalah tanggung jawab penuh orang tua. Dengan selalu menasehati, mendampingi, mengajari, memberikan semangat kepada anak, dan membimbing anak untuk disiplin dalam membagi waktu. f.
Memotivasi anak Berkaitan dengan upaya pola asuh orang tua untuk meningkat pendidikan anak, orang tua pengrajin bambu memberikan motivasi kepada anaknya agar anak memiliki semangat untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara di bawah ini:
91
Karepe yo nek sebagai wong tua kan nek anak karepe benm iso meningkat ben iso kerjo sing rodok penak ben iso pinter kepriye carane. Isone ngandan-ngandani dadi anak kuwi mampu dikandani, mampu mengerjakan yo tak kon neruske sisan [keinginannya ya sebagai orang tua kan kalau anak pengennya agar dapat meningkat agar bisa bekerja lebih baik supaya dapat pintar bagaimana caranya. Bisanya memperingatkan jadi anak itu mampu diperingati, mampu mengerjakan ya saya suruh melanjutkan sekalian] (IS/01 Juli 2016/15.34 WIB/Rumah Bapak IS) Nggeh paling nggeh sepindah niku ngandani, peng kalih nggeh menemani nggeh kalih membantu nek wonten kesulitan [ya paling ya sekali gitu menasehati, ke duanya ya menemani ya sekalian membantu kalau ada kesulitan] (MR/01 Juli 2016/15.52 WIB/Rumah Ibu MR) Yo meningkatke, kalau dapet nilai bagus itu dikasih hadiah ini, kalau minta ini dikasih ini. Upayane lebih semangat [ya meningkatkan, kalau dapat nilai bagus itu dikasih hadiah ini, kalau minta ini dikasih ini. Upayanya lebih semangat] (LZ/04 Agustus 2016/09.00 WIB/Rumah Bapak LZ) Yo ngandan-ngandani. Yo pokoke ki yo kudu sekolah, iso lulus, iso nyambut gawe, iso nggo masa depane. Wong jenenge wong ra nduwe yo dek yo, nek ra usaha ngono pakne kan nyambut gawe cuma gawe kere [ya menasehati. Ya pokoknya tu ya harus sekolah, bisa lulus, bisa bekerja, bisa untuk masa depannya. Namanya orang tidak punya ya dek ya, kalau tidak usaha begitu bapaknya kan bekerja cuma membuat kerajinan bambu] (SD/04 Agustus 2016/10.25 WIB/Rumah Bapak SD) Nggeh niku usaha kula nggeh belajar dan belajar ngoten [ya itu usaha saya ya belajar dan belajar gitu] (SR/04 Agustus 2016/11.35 WIB/Rumah Ibu SR) Lebih banyak belajar, ngoten niku. Kersane bocahe niku pripun nggeh, terus belajar ngoten lho mbak. Memberi semangat [lebih banya belajar, seperti itu. Supaya anak itu gimana ya, terus belajar seperti itu mbak. Memberi semangat] (SU/06 Agustus 2016/10.55 WIB/Rumah Ibu SU)
92
Dari hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa upaya yang dilakukan orang tua untuk dapat meningkatkan pendidikan anak yaitu dengan memberikan motivasi untuk terus belajar demi masa depan anak, agar anak menjadi anak yang pintar dan dapat bermaanfat untuk masa depannya. g.
Memberi saran kepada anak untuk mengikuti les Berdasarkan dengan hasil wawancara dengan orang tua pengrajin bambu, dalam memberikan upaya pola asuh untuk dapat meningkatkan pendidikan anak, orang tua pengrajin bambu memiliki keinginan untuk mengikut sertakan anak dalam les/ bimbingan belajar. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan orang tua pengrajin bambu sebagai berikut: Jane nganu mbak, kula niku gadah angen-angen, Cuma larene sing mboten purun, ajeng kula leske mboten purun. Jadi mau nggak mau cara istilahe namung sing didik sing cara mbantu belajar nggeh kula. Nek kula mboten saged nggeh kula lemparke mbakyu-mbakyune sing saged. Nek mboten kaleh makne. Jane nak kados Lisna niku bahasa Inggris rencana kula ajeng tumutke les teng pak Samsul Pulutan. Mangkeh bar maghrib kula terke, tapi bocahe mboten purun. Nak sing lanang niku nak purun nggeh jane kula leske mbak, teng gene pak Joro mriki kan caket. Cuma nggeh mboten purun niku, jane kula nggeh sayang [sebenarnya begini mbak, saya punya angan-angan, hanya saja anaknya yang tidak mau, mau saya leskan tapi tidak mau. Jadi mau tidak mau, istilahmya hanya yang mendidik yang membantu belajar ya saya. Kalau saya tidak bisa ya saya lemparkan ke kakak-kakaknya yang bisa. Kalau tidak ya dengan ibunya. Sebenarnya kalau Lisna itu bahasa Inggris rencannaya saya ingin ikutkan les ke pak Samsul Pulutan. Nanti habis maghrib saya antarkan, tetapi anaknya tidak mau. Kalau yang laki-laki itu kalau mau ya ingin saya leskan mbak, di tempat pak Joro kan dekat. Hanya saja ya
93
tidak mau, sebenarnya ya saya sayang sama mereka] (MK/01 Juli 2016/1.48 WIB/Rumah Bapak MK) Nggeh nek niku wonten rencana kula leske teng nggene pakdene. Neng nggeh duko, pakdene jarak jauh ngoten, mungkin ada pikiran les atau tambahan ngoten neng mboten ngerti ajeng teng pundi. Marakke kelas 6 wesan [Ya itu ada rencana saya leskan di tempat pakdenya. Tapi ya belum tahu, pakdenya jarak jauh gitu, mungkin ada pikiran les atau tambahan gitu, tapi belum tau mau di mana. Soalnya sudah kelas 6] (UL/03 Agustus 2016/14.18 WIB/Rumah Ibu UL) Nggeh anu, nggeh ken sinau,nggeh ken les, dua-duanya. [Ya menyuruh belajar, ya menyuruh les, dua-duanya] (SE/04 Agustus 2016/10.05 WIB/Rumah Ibu SE)
Dari hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa orang tua pengrajin bambu menginginkan anaknya untuk dapat mengikuti les, terutama pada mata pelajaran bahasa Inggris dan matematika. Hal itu disebabkan oleh kurangnya kemampuan dan pengetahuan orang tua dalam ke dua mata pelajaran tersebut. Harapan orang tua adalah supaya anak dapat meningkatkan pendidikannya dan meningkatkan nilai di sekolah.
94
BAB IV PEMBAHASAN A. Pola Asuh Orang Tua Pengrajin Bambu dalam Mendidik Anak di Dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga Pola asuh orang tua dalam mendidik anak yaitu pola interaksi antara orang tua dan anak dengan cara mengontrol, membimbing dan mendampingi anaknya dalam hal pendidikan anak. Berdasarkan hasil temuan dalam wawancara, pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak yaitu dengan tipe pola asuh Authoritative atau demokratis. Pola asuh Authoritative sendiri yaitu pola asuh yang berwenang menerapkan kontrol tegas atas perilaku anak, tetapi juga menekankan kemandirian dan individualitas anak Jane Brooks (2011: 112). Bimbingan yang diberikan orang tua pengrajin bambu terhadap pendidikan anak yaitu dengan memberikan bimbingan kepada anak baik dalam hal pendidikan di rumah, pendidikan di masyarakat, pendidikan di sekolah, dan pendidikan agama. Bimbingan orang tua pengrajin bambu dalam hal pendidikan di rumah seperti memberikan peraturan di rumah terhadap anak. Selanjutnya, bimbingan orang tua pengrajin bambu dalam hal pendidikan di masyarakat yaitu cara bertingkah laku yang baik, mengajarkan nilai atau norma, cara berinteraksi yang baik dengan orang lain, dan sopan santun terhadap orang lain. Sedangkan bimbingan orang tua pengrajin bambu dalam hal pendidikan di sekolah yaitu dengan bimbingan dan asuhan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kewajiban belajar anak, sekolah, 95
tugas anak, serta cara menghormati gurunya. Selain pendidikan di dalam rumah, masyarakat, dan sekolah, orang tua pengrajin bambu juga memberikan bimbingan terhadap anaknya dalam hal agama. Dengan mengingatkan anak untuk melaksanakan sholat, mengaji, dan mengikuti kegiatan TPA. Selain itu juga mengawasi dan memberikan asuhan kepada anak untuk dapat membagi waktu antara belajar, bermain, sholat, dan mengaji. Hal tersebut diajarkan dan dibimbing orang tua kepada anaknya dengan tujuan untuk mendidik anak agar berkembang menjadi anak yang lebih baik dan sesuai dengan norma yang ada. Cara orang tua pengrajin bambu dalam memberikan asuhan terhadap anaknya berbeda-beda, meskipun orang tua menggunakan jenis pola asuh yang sama yaitu pola asuh Authoritative atau demokratis. Jadi, orang tua pengrajin bambu tetap memberikan kontrol dan memberikan bimbingan yang tegas atas perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam kegiatan pendidikan anak, tetapi mereka juga tetap memberikan kebebasan bagi anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih mandiri dan tetap menghargai kemauan anak. Dapat dikatakan seimbang, tetap berwenang, tetapi juga memberikan kebebasan bagi anak. Orang tua pengrajin bambu menyebutnya dengan istilah “tegas-bebas”. Jika orang tua pengrajin bambu berwenang secara penuh, mereka merasa kasihan terhadap anaknya, karena menurut mereka anak juga harus tetap diberikan kebebasan. Dan jika mereka memberikan kebebasan anak untuk mandiri secara penuh, mereka juga takut jika anak akan kehilangan kontrol dari orang tuanya sehingga anak akan
96
merasa terlepas dari bimbingan orang tuanya sendiri. Selain itu, dengan kebebasan yang penuh, orang tua pengrajin bambu khawatir jika anak akan terjerumus dalam pergaulan yang tidak baik. Mereka juga tidak pernah memberikan tuntutan terhadap anak, mereka memberikan kebebasan mengenai hal-hal apa saja yang disukai anak. Maka dari itu, mereka menyeimbangkan antara kewenangan dan kebebasan terhadap anak dalam memberikan pola asuh. Hal ini ditempuh dengan cara tetap memberikan kewenangan untuk tetap mengontrol anak. Orang tua pengrajin bambu memberikan saran mengenai pendidikan anak agar pendidikan anak dapat lebih meningkat dan dapat membagi waktu secara tepat antara sekolah, belajar, bermain, dan mengaji. Orang tua yang memberikan pola asuh secara Authoritative di cap sebagai orang tua otoritatif (pemberi wewenang) yaitu tipe orang tua yang sifat penerimaan dan tuntutannya sama tingginya. Anak akan lebih bertanggung jawab, memiliki ketenangan diri, adaptif, kreatif, penuh perhatian, terampil secara sosial, dan berhasil di sekolah. Sesuai dengan orang tua pengrajin bambu yang menyeimbangkan antara kewenangan dan kebebasannya, sehinga orang tua pengrajin bambu di cap sebagai orang tua otoritatif. Pada intinya, orang tua pengrajin bambu memberikan kewenangannya agar anak dapat menjalankan kewajiban sebagai seorang anak dan sebagai peserta didik di sekolah, dan memberikan kebebasannya agar anak dapat mendapatkan haknya sebagai seorang anak yang ingin menggali potensi yang
97
ada dalam dirinya serta berkembang untuk menjadi pribadi yang lebih mandiri dan mendapatkan haknya untuk tetap bergaul dan bermain dengan teman-temannya. Dengan demikian, pola asuh orang tua pengrajin bambu di dusun Ngablak terhadap pendidikan anak yaitu pola asuh
Authoritative atau
demokratis (berwenang). Orang tua memberikan bimbingan terhadap pendidikan anak dengan memberikan kewenangan yang tegas agar anak tetap belajar dan berkembang dalam pendidikannya sehingga dapat menjalankan kewajibannya sebagai anak dan peserta didik serta dengan memberikan kebebasan kepada anak untuk menggali potensi yang dimiliki dan mendapatkan haknya sebagai seorang anak. B. Faktor yang Menentukan Pola Asuh Orang Tua Pengrajin Bambu dalam Mendidik Anak di Dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga Faktor yang menentukan terlaksananya pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak terbagi menjadi dua faktor, yaitu faktor penghambat dan faktor pendukung dalam terlaksananya pola asuh orang tua terhadap pendidikan anak. 1.
Faktor Penghambat Faktor yang menghambat terlaksananya pola asuh orang tua pengrajin bambu terhadap pendidikan anak antara lain: a. Kondisi Keluarga Kondisi
keluarga
di
rumah
sangat
mempengaruhi
perkembangan anak, karena tentunya kondisi keluarga juga
98
menentukan bagaimana orang tua memberikan pola asuh terhadap anaknya. Berdasarkan dari hasil temuan, kondisi keluarga orang tua pengrajin bambu (IS) yang mengalami kasus perceraian, dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak karena diasuh oleh orang tua tunggal. Orang tua sendiri merasa bahwa anaknya tidak pernah mendapatkan asuhan dan bimbingan dari ibunya dikarenakan sang ibu meninggalkan keluarga, sehingga orang tua pengrajin bambu menghargai kondisi anak yang sering mencari keramaian agar anak tidak merasa kesepian seperti saat di rumah. Hal tersebut tentunya juga menentukan pola asuh orang tua terhadap pendidikan anaknya bahwa orang tua mengalami hambatan dalam memberikan pola asuh anak dalam hal pendidikan dikarenakan kondisi orang tua yang single parent. Maka dari itu, faktor kondisi keluarga yang single parent termasuk dalam faktor karakteristik keluarga dan anak khususnya dalam hal karakteristik situasi keluarga. Dan faktor tersebut menjadi penentu dalam pola asuh orang tua terhadap anak. b.
Faktor Ekonomi Faktor ekonomi dapat mempengaruhi pola asuh orang tua terkait dengan proses berlangsungnya pendidikan anak. Hal tersebut berdasarkan hasil temuan bahwa keadaan ekonomi yang kurang, biaya sekolah yang tidak ada, dapat menghambat berlangsungnya proses pendidikan anak sehingga dapat menghambat orang tua pengrajin bambu dalam memberikan asuhan terhadap anak. Hal ini
99
dikarenakan dari kondisi ekonomi yang kurang, akan berpengaruh terhadap emosional orang tua dalam mengasuh anak. Maka dari itu, faktor ekonomi termasuk faktor yang menghambat pola asuh orang tua pengrajin bambu terhadap pendidikan anak. c.
Faktor Pendidikan Faktor pendidikan dapat menentukan pola asuh orang tua dalam mendidik anak. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat pendidikan orang tua. Berdasarkan hasil temuan, tingkat pendidikan orang tua pengrajin bambu di dusun Ngablak bermacam-macam. Tingkat pendidikan ini terdiri dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun, kebanyakan dari orang tua pengrajin bambu memiliki tingkat pendidikan setingkat SD, jarang dari mereka yang memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA. Sehingga, terjadi hambatan dan kendala dalam rangka memberikan pola asuhnya terhadap pendidikan anak. Orang tua pengrajin bambu mengalami kesulitan dalam memberikan bimbingan kepada anaknya terutama saat anak membutuhkan bantuan ketika mendapatkan tugas dari sekolah. Dikarenakan tingkat
pendidikan yang rendah dan
pengetahuan yang kurang, terkadang orang tua pengrajin bambu tidak dapat memberikan bimbingannya dalam kelangsungan belajar dan pendidikan anak.
100
Maka dari itu, faktor pendidikan yang menghambat pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak dikategorikan dalam faktor yang menentukan pola asuh orang tua yang dilihat dari karakteristik keluarga dan anak, khususnya dalam karakteristik struktur keluarga. Karena dalam karakteristik struktur keluarga berkaitan dengan pendidikan anggota keluarga. d.
Faktor Lingkungan Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi pola asuh orang tua dalam mendidik anak karena biasanya lingkungan sekitar dapat memunculkan sebuah konflik. Berdasarkan dari hasil temuan, lingkungan dapat menghambat pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak. Lingkungan yang dimaksud adalah teman bergaul anak. Terjadi hambatan yang dialami orang tua pengrajin bambu (SR) ketika akan memberikan bimbingan belajar kepada anak. Ketika anak akan belajar, namun tiba-tiba dihampiri temannya kemudian diajak bermain dan anak tidak dapat menolak. Sehingga orang tua mengalami kesulitan untuk tetap mengajak anak belajar karena anak lebih memilih untuk bermain dengan temannya. Maka
dari
itu,
faktor
lingkungan
tergolong
dalam
karakteristik keluarga dan anak khususnya dalam karakteristik struktur keluarga yang dapat menentukan pola asuh orang tua dalam mendidik didikan anak.
101
e.
Profesi Orang Tua Profesi orang tua juga dapat menentukan pola asuh orang tua dalam mendidik anak. Kesibukan dalam menjalani profesinya, orang tua mengalami kendala dalam hal membagi waktu untuk mendampingi anak belajar. Berdasarkan hasil temuan, orang tua pengrajin bambu (LZ) mengalami kendala dalam memberikan bimbingan kepada anaknya ketika belajar. Dia yang berprofesi sebagai pengrajin bambu, dan istri yang berprofesi sebagai pegawai pabrik,
mengalami
memberikan
kendala
bimbingan
dalam
terhadap
membagi anak.
waktu
untuk
Kendalanya
yaitu,
pengetahuan LZ yang kurang luas, membuat anaknya harus menunggu ibunya pulang untuk mendapatkan bantuan dalam bimbingan belajarnya. Sehingga hal tersebut menjadi penghambat dalam memberikan pola asuh terhadap anak khususnya dalam pendidikan. 2.
Faktor Pendukung Faktor yang mendukung terlaksananya pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak yaitu berasal dari perhatian dan rasa kasih sayang orang tua terhadap anaknya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a.
Perkembangan Pendidikan Anak Meskipun rata-rata orang tua pengrajin bambu menghabiskan waktunya sekitar 7 jam per hari untuk merajinkan bambu, mereka
102
tetap memberikan perhatian terhadap pendidikan anak misalnya mengenai perkembangan pendidikan anak demi memberikan perhatian dan rasa kasih sayangnya terhadap anak. Berdasarkan hasil temuan, faktor yang mendukung orang tua dalam rangka terlaksananya pola asuh orang tua terhadap pendidikan anak yaitu didasarkan dari rasa kasih sayang terhadap anak sehingga orang tua pengrajin bambu memperhatikan perkembangan pendidikan anak, misalnya peningkatan atau penurunan nilai anak dalam sekolah. Hal ini dikarenakan orang tua juga akan merasa kecewa jika nilai anak menurun, sehingga yang tetap dilakukan oleh orang tua yaitu memberikan pola asuh yang lebih tegas agar anak dapat meningkatkan kemampuan belajarnya di sekolah. Maka dari itu, dengan orang tua mengetahui perkembangan pendidikan anak, menunjukkan kompetensi orang tua dalam pola asuh orang tua. Sehingga mereka mampu untuk mengkoneksikan dengan perkembangan pendidikan anak. Jadi, termasuk dalam karakteristik pola asuh yang merupakan faktor yang mendukung terlaksananya pola asuh orang tua terhadap pendidikan anak. b.
Potensi yang dimiliki Anak Selain mengetahui perkembangan pendidikan anak, orang tua pengrajin bambu juga memperhatikan potensi yang dimiliki oleh anak yaitu tentang bagaimana kemampuan yang dimiliki anak baik dalam bidang pendidikan maupun dalam bidang yang lain.
103
Berdasarkan dari hasil temuan, orang tua pengrajin bambu mengetahui dan memperhatikan potensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki potensi menggambar, merakit sepeda, berbisnis layangan, tata busana, olahraga, berprestasi di sekolah dan potensi yang lainnya. Mereka juga selalu mendukung potensi yang dimiliki oleh anaknya dan memberikan kebebasan kepada anak untuk meningkatkan potensi yang dimiliki anak serta bangga terhadap potensi yang dimiliki. Meskipun orang tua memberikan kebebasan terhadap anak, akan tetapi orang tua juga tetap mengontrol anak agar dapat membagi waktunya antara kesenangan untuk mendalami potensi yang dimiliki dengan kewajiban yang lain seperti mengaji. Maka dari itu, dengan orang tua mengetahui potensi yang dimiliki
anak,
menunjukkan
bahwa
orang
tua
mengetahui
karakteristik stuktur anak dan memberikan dukungan dalam menentukan pola asuh orang tua terhadap pendidikan anak. c.
Karakter dari Masing-masing Anak Orang tua pengrajin bambu juga mengetahui karakter dari masing-masing anak. Karena dalam menentukan pola asuh, diperlukan perhatian dan pengetahuan orang tua mengenai karakter dari masing-masing anak. Berdasarkan hasil temuan, orang tua pengrajin bambu mengetahui karakter dari masing-masing anak, antara anak yang satu dengan yang lain. Bagaimana karakter anak A, karakter anak B, dan karakter anak C. Misalnya karakter anak A
104
suka bermain, suka mengaji. Karakter anak B kalau meminta harus dituruti, dan karakter anak C yang penurut dan suka ingin tahu. Dengan mengetahui karakter dari masing-masing anak, orang tua pengrajin bambu dapat menentukan bagaimana cara mereka memberikan asuhan dan bimbingan terhadap anak, khususnya dalam pendidikan. Maka dari itu, dengan orang tua mengetahui karakter dari masing-masing anak, menunjukkan bahwa orang tua mengetahui karakteristik stuktur anak dan memberikan dukungan dalam menentukan pola asuh orang tua terhadap pendidikan anak. d.
Hubungan Interaksi Antara Orang Tua dengan Anak Ketika menentukan terlaksananya pola asuh orang tua, tentunya orang tua harus tetap menjaga hubungan interaksi yang dijalin dengan anak. Hal ini dikarenakan hubungan interaksi antara orang tua dan anak ditentukan oleh kuantitas dan kualitas dari pertemuan antara keduanya. Berdasarkan hasil temuan, meskipun di tengah kesibukan orang tua pengrajin bambu dalam merajinkan bambu, namun mereka tetap dapat melakukan hubungan interaksi dengan anak dengan mengajak anak untuk mengobrol sambil merajinkan bambu, memberikan nasihat, dan menanyakan kegiatan sekolah. Bagi mereka, meskipun mereka bekerja sebagai pengrajin bambu tetapi sebisa mungkin tetap memberikan perhatiannya
105
terhadap anak. Hal tersebut dilakukan orang tua pengrajin bambu agar tetap dapat mengontrol dan mengawasi anaknya. Maka dari itu, dengan tetap menjalin hubungan interaksi antara orang tua dengan anak, sebagai bukti perhatian orang tua pengrajin bambu terhadap anaknya dan menjadi faktor pendukung dalam menentukan pola asuh orang tua. Karena dengan adanya interaksi, anak tidak merasa tertekan dan tersiksa karena mengeluh bentuk pola asuh yang diterapakan oleh orang tua tidak sesuai dengan dirinya. Dengan demikian, faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak yaitu dipengaruhi oleh karakteristik struktur keluarga, profesi orang tua, kompetensi orang tua, karakteristik struktur anak dan interaksi orang tuaanak. Faktor tersebut terbagi menjadi dua yaitu faktor penghambat dan faktor pendukung. Faktor penghambat antara lain kondisi keluarga, faktor pendidikan, faktor ekonomi dan faktor lingkungan yang tergolong dalam karakteristik struktur keluarga, serta profesi orang tua. Sedangkan faktor pendukungnya antara lain berasal dari perhatian dan rasa kasih sayang orang tua terhadap anaknya yaitu berupa perhatian orang tua terhadap perkembangan pendidikan anak yang tergolong dalam kompetensi orang tua, memperhatikan potensi yang dimiliki anak dan karakter dari masing-masing anak yang tergolong dalam karakteristik struktur anak serta hubungan interaksi antara orang tua dengan anak. 106
C. Upaya Orang Tua Pengrajin Bambu dalam Meningkatkan Pendidikan Anak di Dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga Orang tua pengrajin bambu berusaha memberikan asuhannya dalam rangka upaya untuk meningkatkan pendidikan anak sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Berdasarkan dari hasil temuan, orang tua pengrajin bambu berupaya untuk memberikan pola asuh agar dapat meningkatkan pendidikan anaknya, yaitu dengan melakukan upaya sebagai berikut: a.
Memberikan reward kepada anak ketika anak berhasil dalam melakukan sesuatu
b.
Membantu/memberikan bimbingan kepada anak dalam mengerjakan tugas ketika anak mendapatkan pekerjaan rumah dari sekolah
c.
Mendampingi anak ketika belajar
d.
Bertanggung jawab terhadap pendidikan anak
e.
Memotivasi anak
f.
Memberi saran kepada anak untuk mengikuti les/bimbingan belajar Upaya tersebut dilakukan orang tua pengrajin bambu dengan tujuan
agar pendidikan anak dapat meningkat, khususnya pada pendidikan sekolah. Misalnya, dengan memberikan reward kepada anak apabila anak berhasil membuat orang tua bangga dengan peningkatan nilai di sekolah. Reward tersebut berupa pujian, dorongan semangat agar anak dapat lebih meningkatkan pendidikannya dengan lebih giat untuk belajar lagi. Selain itu, juga dengan membelikan sesuatu barang yang diinginkan anak dan disukai
107
anak. Hal tersebut dilakukan agar dapat menjadi penyemangat supaya anak lebih giat dalam belajar dan meningkatkan nilai sekolahnya. Selain itu, orang tua pengrajin bambu juga membantu dan memberikan bimbingan kepada anak dalam mengerjakan tugas ketika anak mendapatkan pekerjaan rumah dari sekolah dan jika ada hal-hal yang kurang dipahami oleh anak. Sedapat mungkin orang tua membantu yang mereka tahu, meskipun ada beberapa materi yang kurang dimengerti oleh orang tua dikarenakan perbedaan muatan isi pelajaran seperti pelajaran yang dahulu pernah dipelajari oleh orang tua pengrajin bambu. Selain itu juga kendala dari tingkat pendidikan orang tua pengrajin bambu yang rendah. Bantuan dan bimbingan tersebut berupa bimbingan dalam mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) dengan cara membacakan, mencarikan jawaban, dan mengoreksi pekerjaan anak apabila pekerjaan anak sudah selesai. Upaya selanjutnya yang dilakukan oleh orang tua pengrajin bambu yaitu mendampingi anak ketika belajar dengan berusaha menyisakan waktunya disela-sela merajinkan bambu. Hal itu dilakukan karena agar orang tua dapat memberikan bimbingan kepada anak apabila anak kurang paham dalam memahami pelajarannya, sehingga anak akan terbantu jika mereka merasakan kesulitan dalam belajar. Orang tua pengrajin bambu juga berupaya dengan memiliki rasa tanggung jawab yang penuh terhadap pendidikan anak, karena menurut mereka pendikan anak adalah tanggung jawab orang tua. Dan dalam agama
108
Islam pun juga di jelaskan bahwa orang tua memiliki tanggung jawab yang penuh dalam mendidik anaknya. Orang tua pengrajin bambu bertanggung jawab penuh atas pendidikan anak. Meskipun ketika di sekolah, orang tua memberi kepercayaan penuh terhadap sekolah mengenai tanggung jawab untuk mendidik anak, namun ketika di rumah mereka juga memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak. Karena, bagi mereka mendidik anak adalah tanggung jawab penuh orang tua. Dengan segala upaya yang dilakukan oleh orang tua dalam memberikan pola asuh orang tua terhadap anaknya, orang tua pengrajin bambu merasa membimbing anak dalam hal pendidikan adalah tanggung jawab mereka sebagai orang tua. Mereka sadar, bahwa sebagai orang tua seharusnya dengan niat dari dalam diri sendiri untuk selalu memberikan dan memperhatikan pendidikan anak. Tanggung jawab tersebut dengan cara mengingatkan kewajiban yang harus dilaksanakan anak seperti sholat, mengaji, dan belajar. Khususnya untuk kepentingan pendidikan anak, mereka selalu mengajak anak untuk lekas belajar. Tidak hanya mengingatkan saja tetapi juga dengan memberi ajakan “ayo belajar”. Selanjutnya, upaya lain yang dilakukan oleh orang tua pengrajin bambu berkaitan dengan pola asuh dalam peningkatan pendidikan anak yaitu dengan memberikan motivasi kepada anak mengenai dorongan untuk belajar, agar anak memiliki semangat untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal pendidikan. Upaya yang dilakukan orang tua untuk dapat meningkatkan pendidikan anak yaitu dengan memberikan motivasi untuk terus belajar demi 109
masa depan anak, agar anak menjadi anak yang pintar dan dapat bermaanfat untuk masa depannya. Selain beberapa upaya di atas, orang tua pengrajin bambu juga memberi saran kepada anak untuk mengikuti les. Karena mereka memiliki keinginan untuk mengikut sertakan anak dalam les/ bimbingan belajar, terutama pada mata pelajaran bahasa Inggris dan matematika. Hal tersebut dilakukan karena kurangnya kemampuan dan pengetahuan orang tua pengrajin bambu pada ke dua mata pelajaran tersebut. Sehingga agar anak dapat meningkatkan pendidikannya dan meningkatkan nilai di sekolah. Dengan demikian, upaya orang tua pengrajin bambu dalam meningkatkan pendidikan anak di dusun ngablak yaitu dengan tetap berada disamping anak seperti membantu dan memberikan bimbingan kepada anak dalam mengerjakan tugas ketika anak mendapatkan pekerjaan rumah dari sekolah, mendampingi anak ketika belajar dan memberikan simpati kepada anaknya. Selain itu juga dengan memberikan kasih sayang kepada anak dengan memberikan reward kepada anak jika anak berhasil membuat orang tua bangga dan membesarkan anak dengan penuh tanggung jawab, tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak. Sehingga upaya pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam meningkatkan pendidikan anak dapat berjalan sesuai dengan keinginan orang tua.
110
111
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian dan data-data yang penulis sajikan dalam laporan skripsi ini, maka penulis akan memberi kesimpulan, yaitu: 1.
Pola Asuh Orang Tua Pengrajin Bambu dalam Mendidik Anak di Dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga Pola asuh orang tua pengrajin bambu di dusun Ngablak dalam mendidik anak yaitu dengan tipe pola asuh Authoritative atau demokratis. Orang tua memberikan bimbingan yang tegas terhadap pendidikan anak agar anak tetap belajar dan berkembang dalam pendidikannya sehingga dapat menjalankan kewajibannya sebagai anak dan peserta didik serta dengan memberikan kebebasan kepada anak untuk dapat menggali potensi yang dimiliki dan mendapatkan haknya sebagai seorang anak.
2.
Faktor yang Menentukan Pola Asuh Orang Tua Pengrajin Bambu dalam Mendidik Anak di Dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga Faktor yang menentukan pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam mendidik anak di dusun Ngablak yaitu dipengaruhi oleh karakteristik struktur keluarga, profesi orang tua, kompetensi orang tua, karakteristik struktur anak dan interaksi orang tua-anak. Faktor tersebut terbagi menjadi dua yaitu faktor penghambat dan faktor pendukung. Faktor penghambat antara lain kondisi keluarga, faktor pendidikan, 112
faktor ekonomi dan faktor lingkungan yang tergolong dalam karaketristik struktur keluarga, serta profesi orang tua. Sedangkan faktor pendukungnya antara lain berasal dari perhatian dan rasa kasih sayang orang tua terhadap anaknya yaitu berupa perhatian orang tua terhadap perkembangan pendidikan anak yang tergolong dalam kompetensi orang tua, memperhatikan potensi yang dimiliki anak dan karakter dari masing-masing anak yang tergolong dalam karakteristik struktur anak serta hubungan interaksi antara orang tua dengan anak. 3.
Upaya Orang Tua dalam Meningkatkan Pendidikan Anak di Dusun Ngablak Pulutan Sidorejo Salatiga Upaya orang tua pengrajin bambu dalam meningkatkan pendidikan anak di dusun Ngablak yaitu dengan tetap berada disamping anak seperti membantu dan memberikan bimbingan kepada anak dalam mengerjakan tugas ketika anak mendapatkan pekerjaan rumah dari sekolah, mendampingi anak ketika belajar dan memberikan simpati kepada anaknya. Selain itu juga dengan memberikan kasih sayang kepada anak dengan memberikan reward kepada anak jika anak berhasil membuat orang tua bangga dan membesarkan anak dengan penuh tanggung jawab, tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak. Sehingga upaya pola asuh orang tua pengrajin bambu dalam meningkatkan pendidikan anak dapat berjalan sesuai dengan keinginan orang tua.
113
B. Saran Adapun saran yang bisa penulis berikan berkaitan dengan penulisan skripsi ini adalah: 1.
Bagi orang tua pengrajin bambu hendaknya dapat membagi waktu yang lebih tepat dalam hal memberikan pola asuh terhadap pendidikan anak. Meskipun memiliki profesi yang harus dikerjakan demi pemenuhan kebutuhan sehari-hari, tetapi juga tetap memperhatikan kondisi anak dengan memberikan pendidikan yang sesuai kebutuhan anak, serta lebih meningkatkan bimbingan dan asuhan dalam hal pendidikan anak. Karena mendidik anak merupakan tanggung jawab orang tua, sehingga bagaimanapun kesibukan dari orang tua, hendaknya orang tua tetap memberikan asuhan dan didikan kepada anak.
2.
Hendaknya orang tua pengrajin bambu lebih tegas dalam memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap anak berkaitan dengan waktu belajar anak dan waktu bermain anak.
114
DAFTAR PUSTAKA Anggawidjaja, Ester. 2010. Orang Tua Abad ke-21 Terobosan Menjadi Orang Tua di Zaman Sulit. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful B. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga. Jakarta: PT Rineka Cipta Fajar, Rahmat. 2011. The Process Of Parenting. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Fatchurrahman. 2006. Demokratisasi Pendidikan dalam Al-Qur’an. Salatiga: STAIN Salatiga Press Gunarasa, Singgih. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta: Gunung Mulia. Helmawati. 2014. Pendidikan Keluarga Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Illahi, Mohammad T. 2013. Quantum Parenting (Kiat Sukses Mengasuh Anak Secara Efektif dan Cerdas). Jogjakarta: Kata Hati Moleong, lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muallifah. 2009. Psycho Islamic Smart Parenting. Jogjakarta: Diva Press Purwanto, Ngalim. 2000. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya. Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat. Yogyakarta:Lkis. Santana, Septiawan. 2010. Menulis Ilmiah Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia Semiawan, Conny. 2002. Pendidikan Keluarga dalam Era Global. Jakarta: PT Prenhallindo
115
Shochib, Moh. 2010. Pola Asuh Orang Tua (Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri). Jakarta: Rineka Ciptan Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-ruzz Media. Thoha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Tirtarahardja, Umar. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Ulwan, Abdullah N. 1996. Pendidikan Anak Menurut Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Laporan Pelaksanaan Tugas Lurah Pulutan Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. 2015. Sistem Informasi Kelurahan Kota Salatiga. 2015. http://www.amikom.ac.id/peluang-bisnis-kerajinan-bambu
116
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama
: Imania Najmuna
Tempat dan tanggal lahir
: Salatiga, 23 September 1994
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Warga Negara
: Indonesia
No Telepon
: 085640587079
Alamat
: Jaten, RT 04 RW 705, Pulutan, Sidorejo, Salatiga
Riwayat Pendidikan
: 1. TK Aisyiyah Bustanul Athfal 6 Dliko Indah, Blotongan, Sidorejo, Salatiga lulus Tahun 2000 2. MI Ma’arif Pulutan, Sidorejo, Salatiga lulus Tahun 2006 3. SMP Negeri 2 Salatiga lulus Tahun 2009 4. SMA Negeri 3 Salatiga lulus Tahun 2012
Motto
: Sukses adalah akibat dari sebab yang kita buat
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Salatiga, 25 Agustus 2016 Penulis
Imania Najmuna NIM. 111-12-193
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
INSTRUMEN PENELITIAN Instrumen yang peneliti gunakan dalam melakukan tanya jawab atau wawancara dengan orang tua pengrajin bambu sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian yaitu: A. INSTRUMEN WAWANCARA 1. Bagaimana cara Bapak/Ibu memberikan bimbingan terhadap anak dalam pendidikan? 2. Apakah dalam mendidik anak Bapak/Ibu berkuasa penuh terhadap anak (otoriter), atau Bapak/Ibu memberikan kebebasan terhadap anak tetapi tetap mengontrol (demokratis), atau memberikan sedikit batasan kepada anak dan lebih membebaskan keinginan anak (permisif), atau membeabaskan anak secara penuh (penelantar)? 3. Apakah dalam mendidik anak Bapak/Ibu memberikan tuntutan? 4. Menurut Bapak/Ibu seberapa pentingnya pendidikan bagi anak? 5. Apakah di dalam keluarga Bapak/Ibu pernah mengalami suatu masalah sehingga menganggu proses pendidikan anak? 6. Bagaimana karakter dari masing-masing anak? 7. Apakah anak sering bergaul dan bermain dengan teman-temannya? 8. Apakah keterampilan/potensi yang dimiliki anak? 9. Apa bahasa yang Bapak/Ibu gunakan sehari-hari ketika berkomunikasi dengan anak? 10. Apakah Bapak/Ibu sering melakukan interaksi dengan anak di tengah kesibukan anda dalam membuat kerajinan bambu? 128
11. Apakah Bapak/Ibu memperhatikan perkembangan pendidikan yang dicapai oleh anak? 12. Apakah dalam mendidik anak, Bapak/Ibu memperlakukan anak secara sama antara satu dengan yang lainnya, ataukah berbeda antara satu dengan yang lainnya? 13. Apakah Bapak/Ibu sering menanyakan kegiatan pendidikan anak di sekolah? 14. Berapa banyak waktu yang Bapak/Ibu habiskan/gunakan untuk merajinkan bambu setiap hari? 15. Apakah terjadi kendala dalam hal membagi waktu antara mengurus anak dengan merajinkan bambu? 16. Apakah anda memiliki peran menjadi pendidik bagi anak? 17. Apakah sebagai orang tua, Bapak/Ibu memberikan pujian kepada anak ketika anak berhasil dalam melakukan sesuatu dan memberikan hukuman/memarahinya ketika anak melakukan kesalahan? 18. Apakah Bapak/Ibu membantu/memberikan bimbingan kepada anak dalam mengerjakan tugas ketika anak mendapatkan pekerjaan rumah dari sekolah ? 19. Apakah Bapak/Ibu mendampingi anak ketika belajar? 20. Apakah Bapak/Ibu memberikan kepercayaan penuh terhadap sekolah mengenai keberhasilan pendidikan anak? 21. Bagaimana tanggung jawab Bapak/Ibu terhadap pendidikan anak?
129
22. Menurut Bapak/Ibu mana yang lebih menjadi prioritas anda? Mendidik anak atau merajinkan bambu? 23. Adakah faktor yang mendukung Bapak/Ibu dalam memberikan bimbingan anak terkait dengan pendidikan anak
baik di dalam
keluarga, sekolah dan masyarakat? 24. Adakah faktor yang menghambat Bapak/Ibu dalam memberikan bimbingan anak terkait dengan pendidikan anak
baik di dalam
keluarga, sekolah dan masyarakat? 25. Upaya apa saja yang telah Bapak/Ibu lakukan untuk meningkatkan perkembangan pendidikan pada anak?
130
KODE PENELITIAN
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Nama
Kode
Informan
Informan
M. Khusnun
MK
Ikhsan
Mirah
Ulfa
Rohmat
Lazim
Semi
Slamet
IS
MR
UL
RM
LZ
SE
SD
Tanggal Penelitian
Waktu
Tempat
1 Juli 2016
14.48
Rumah Bp.
WIB
M. Khusnun
15.34
Rumah
WIB
Bp. Ikhsan
15.52
Rumah
WIB
Ibu Mirah
14.18
Rumah
WIB
Ibu Ulfa
08.42
Rumah
WIB
Bp. Rohmat
09.00
Rumah
WIB
Bp. Lazim
10.05
Rumah
WIB
Ibu Semi
10.25
Rumah
WIB
Bp. S. Doyok
11.35
Rumah
WIB
Ibu Sri
10.55
Rumah
1 Juli 2016
1 Juli 2016
3 Agustus 2016
4 Agustus 2016
4 Agustus 2016
4 Agustus 2016
4 Agustus 2016
Doyok 9.
Sri
10. Sumi
SR
SU
4 Agustus 2016
6 Agustus 2016
Ibu Sumi
131
Hasil Wawancara
1. Nama
: M. Khusnun
2. Kode Informan
: MK
3. Usia
: 47 Tahun
4. Hari, tanggal
: Jumat, 1 Juli 2016
5. Tempat
: Rumah Bp. Khusnun
6. Pukul
: 14.48 WIB
1. Nak jane saleh mbimbing niku mboten kula mbak, tapi makne, masalahe nak kula niku kan hariane kerja [kalau sebenarnya yang membimbing itu bukan saya mbak, tetapi ibunya, soalnya kalau saya itu kan sehari-harinya bekerja] 2. Nak kula mboten terlalu dibebasken, terlalu dikekang nggeh mboten, dadose kula ambil tengahnya. Soale nak lare terlalu kekang niku mesakke, kula bebaske kula nggeh mboten seneng [kalau saya tidak terlalu dibebaskan, juga tidak terlalu dikekang, jadi saya ambil tengahnya. Soalnya jika anak terlalu dikekang itu kasian, saya bebaskan juga saya tidak suka] 3. Mboten kula tuntut [tidak saya tuntut] 4. Nggeh nak kula pendidikan kangge anak nggeh penting, masalahipun kan ngeten disamping kula pentingke wong anak niku wajib belajar, waktunya belajar ya belajar, waktunya ngaji ya ngaji, sholat, ibadah, dan lainlainnya ya nggeh kula pentingke. Nak mpun bar niku ajeng dolan monggo bebas [ya kalau saya pendidikan untuk anak ya penting, masalahnya kan begini, disamping saya pentingkan, anak itu wajib belajar, waktunya belajar ya belajar, waktunya ngaji ya ngaji, sholat, ibadah, dan lain-lainnya ya saya pentingkan. Kalau sudah selesai mau bermain ya silahkan]
132
5. Mboten, cara kula walaupun kula ngeten nggeh soal ekonomi sing penting kula anak saged nganu sekolah mpun jalan, dadi mboten wonten kendala lah, meskipun kondisine ngeten nggeh insyaallah tetep jalan [tidak, cara saya walaupun saya begini ya soal ekonomi yang penting anak saya bisa sekolah ya sudah jalan, jadi tidak ada kendala lah, meskipun kondisi seperti ini ya insyaallah tetap jalan] 6. Nak karaktere anak kula niku benten-benten kok mbak, wonten sing seneng dolanan, enten sing seneng fokus ngaji nggeh enten, dadi mboten satu karakter mboten [kalau karakter anak saya itu berbeda-beda mbak, ada yang senang bermain, ada yang senang dan fokus mengaji] 7. Nggeh sering bergaul [iya, sering bergaul] 8. Nak sing lanang niku ketrampilane namung nggambar-nggambar, nak sing cewek niku nggeh membaca-baca [kalau yang laki-laki itu ketrampilannya hanya menggambar, kalau yang perempuan itu suka membaca] 9. Krama inggil mawon[krama inggil saja] 10. Nggeh kula namung merhatekke mbak [ya saya hanya memperhatikan] 11. Nggeh kula perhatikan niku mbak, niku masalahe jane wong niku nggeh namine lare senenge dolan niku lak cara sing wingi nilaine sekian nak mangkeh yang akan datang kadang nggeh munggah kadang niku nggeh midun. Kula perhatike mbak [ya saya perhatikan itu mbak, masalahnya sebenarnya yang namanya anak sukanya bermain itu kan yang kemarin nilainya sekian, kadang yang akan datang meningkat kadang ya menurun. Saya perhatikan mbak] 12. Soal bimbingan kula damel sami, maupun karaktere piyambak-piyambak mangkeh nek kulo kekang ngeten sing mriki kulo entukke ngeten kan mangkeh malah benten. Karaktere kulo damel sami mawon, masalahe walaupun niku sing siji seneng dolan rono kula samakke mawon [soal bimbingan saya buat sama, walaupun karakternya sendiri-sendiri nanti kalau saya kekang begini yang satunya saya bolehkan begini nanti jadinya
133
akan berbeda. Karakter saya buat sama saja, walaupun yang satu senang bermain saya samakan saja] 13. Nak kula niku kadang-kadang mawon [kalau saya kadang-kadang saja] 14. Dari jam 8, kaleh nyambi nopo riyen ngantos ashar. Nggeh kira-kira sehari sekitar 7 jam [dari jam 8 sambil melakukan pekerjaan rumah yang lain sampai ashar. Ya kira-kira sehari sekitar 7 jam] 15. Mboten mbak [tidak mbak] 16. Nak kula pripun nggeh, prioritase jane kan condong teng anak. Cara jane kan kula niku gadah kerajinan, cara prioritas ke anak kula priorotaske mbak, ning nak kula terlalu fokuske kan brarti kan kula niku ninggal pekerjaan. Cara istilahe diambil tengah-tengahnya [kalau saya bagaimana ya, sebenarnya kan prioritasnya condong ke anak. Kalau misalkan saya punya pekerjaan merajinkan, prioritas ke anak saya prioritaskan mbak, tapi kalau saya terlalu fokuskan berarti saya meninggalkan pekerjaan. Ya istilahnya diambil tengahn-tengahnya] 17. Mboten mbak [tidak mbak] 18. Mboten mbak [tidak mbak] 19. Nak kula niku mboten mbak, nggeh nak kula niku paling menawi namung mengingatkan tok, nika menawi bar maghrib bar sholat niku ngaji, niku mangkeh kula arahke tok, gen belajar [kalau saya itu tidak mbak, ya kalu itu paling ketika hanya mengingatkan saja, jika setelah sholat maghrib itu mengaji, nanti saya arahkan saja supaya belajar] 20. Nggeh nate, niku nak maringi hadiah nggeh nate, cara istilahe nak bijine apek tak tukokke ngeten. Mboten memberikan hukuman, mesakke [ya pernah, itu saya memberikan hadiah juga pernah, istilahnya itu kalau nilainya bagus ya saya belikan sesuatu. Tidak memberikan hukuman, kasihan] 21. Nggeh mbantu, membantu sing saged mbantu nggeh dibantu. Nek kados bahasa Inggris kula serahke mbakyune, masalahe nak bahasa Inggris kan kula riyen sekolah mboten wonten bahasa Inggris [ya membantu, membantu yang saya bisa membantu ya saya bantu. Kalau seperti bahasa
134
Inggris saya serahkan kakaknya, solanya kalau bahasa Inggris saya dulu tidak ada pelajaran bahasa Inggris] 22. Mboten mbak, kadang-kadang. Pengene piyambak [tidak mbak, kadangkadang. Pengennya sendiri] 23. Nggeh mboten sepenuhnya mbak, niki nak kula sepenuhnya pasrahaken kaleh sekolah kan brarti mboten tanggung jawab kula, mangkeh sing liyo kula saged mbantu mendidik lah, yo istilahe ngoten niku [ya tidak sepenuhnya mbak, ini kalau saya sepenuhnya memberikan kepercayaan kepada sekolah ya berarti bukan tanggung jawab saya, nanti yang lain saya bisa membantu mendidik lah, ya istilahnya seperti itu] 24. Niku nggeh tanggung jawab jane. Kula jane ngeten mbak, kula gadah tanggung jawab anak niku [sebenarnya itu ya tanggung jawab. Sebenarnya saya begini mbak, saya punya tanggung jawab terhadap anak tersebut] 25. Jane nganu mbak, kula niku gadah angen-angen, Cuma larene sing mboten purun, ajeng kula leske mboten purun. Jadi mau nggak mau cara istilahe namung sing didik sing cara mbantu belajar nggeh kula. Nek kula mboten saged nggeh kula lemparke mbakyu-mbakyune sing saged. Nek mboten kaleh makne. Jane nak kados Lisna niku bahasa Inggris rencana kula ajeng tumutke les teng pak Samsul Pulutan. Mangkeh bar maghrib kula terke, tapi bocahe mboten purun. Nak sing lanang niku nak purun nggeh jane kula leske mbak, teng gene pak Joro mriki kan caket. Cuma nggeh mboten purun niku, jane kula nggeh sayang [sebenarnya begini mbak, saya punya angan-angan, hanya saja anaknya yang tidak mau, mau saya leskan tapi tidak mau. Jadi mau tidak mau, istilahmya hanya yang mendidik yang membantu belajar ya saya. Kalau saya tidak bisa ya saya lemparkan ke kakak-kakaknya yang bisa. Kalau tidak ya dengan ibunya. Sebenarnya kalau Lisna itu bahasa Inggris rencannaya saya ingin ikutkan les ke pak Samsul Pulutan. Nanti habis maghrib saya antarkan, tetapi anaknya tidak mau. Kalau yang laki-laki itu kalau mau ya ingin saya leskan mbak, di tempat pak Joro kan dekat. Hanya saja ya tidak mau, sebenarnya ya saya sayang sama mereka]
135
1. Nama
: Ikhsan
2. Kode Informan
: IS
3. Usia
: 40 Tahun
4. Hari, tanggal
: Jumat, 1 Juli 2016
5. Tempat
: Rumah Bp. Ikhsan
6. Pukul
: 15.34 WIB
1. Pendidikan nggeh pokokmen kaleh tiang niku kula ken sopan santun, mboten usah sing neko-neko, maksude neko-neko ki perilakune tak kon sing nggenah, karo wong tuane tak kon sopan, karo liyane yo tak kon sopan, sekolah karo gurune yo tak kon sing ngajeni, ojo sampe ngoko. Ibarate kan nak anak sampe ngoko karo gurune ra kajen karo harga dirine dewe [pendidikan ya pokoknya dengan orang lain itu saya suruh sopan santun, tidak usah yang aneh-aneh, maksudnya yang aneh-aneh itu perilakunya saya suruh yang baik, dengan orang tuanya saya suruh sopan, dengan yang lain juga saya suruh sopan, sekolah dengan gurunya ya saya suruh menghormati, jangan samapai bicara kasar/ngoko] 2. Nggeh pokokmen setengah-setengah, mboten terlalu dibebaske, mboten terlalu tak tekan. Seimbang. Sing penting neng njobo kuwi perilakune sing nggenah, mboten elek [ya pokoknya setengahsetengah, tidak terlalu dibebaskan, tidak terlalu ditekan. Seimbang. Yang penting di luar itu perilakunya yang baik, tidak jelek] 3. Kula mboten nuntut [saya tidak menuntut] 4. Penting banget [penting sekali] 5. Nak anakku kuwi mau deknen manggone yo kono kene kemungkinan yo ono masalah karna ditinggal ibuke. Mungkin kan yo cemantel neng pikirane karna ditinggal ibune ra diurusi karo ibune kan ditinggal kawit cilike kan ora pernah dididik ibuke awet bayine [kalau anak saya itu dia tinggal ya disana sini kemungkinan ya ada masalah karena
136
ditinggal ibunya. Kemungkinan terbesit dalam pikirannya karenan ditinggal ibunya tidak dirawat oleh ibunya ditinggal dari kecil tidak pernah dididik ibunya sejak bayi] 6. Alhamdulillah nak karaktere anake ki ntrimo, karna dekne wes dididik karo pak kaji Kanan guru ngajine pinter [alhamdulillah kalau karakter dari anak itu menerima, karena dia dididik oleh pak Haji Kanan guru ngajinya yang pintar] 7. Yo paringane [ya bersyukurnya] 8. Pengene moco-moco neng sinau, kadang-kadang mbantu aku [inginnnya membaca-baca dalam belajar, kadang-kadang membantu saya] 9. Jawa biasa [Jawa biasa] 10. Nak pas posisi nggawe kere nak pas rene yo tak omong-omongi sing genah. Jenenge wong tuwo nek nduwe anak cilik kan ngomonge sing nggenah. Supaya ora salah pergaulan kan manggone rena rene [kalau ketika posisi begini membuat kerajinan bambu, kettika disini ya saya ajak ngobrol-ngobrol yang baik. Namanya orang tua kalau punya anak kecil kan ngobrolnya yang baik. Supaya tidak salah pergaulan karena tinggalnya kesana-sini] 11. Tak perhatekke tenan paringane ora mlorot. Ibarat sekolah kan bijine ora mlorot karo sing wingi [saya perhatikan sungguh-sungguh syukur tidak menurun. Ibarat sekolah itu nilainya tidak menurun seperti yang kemarin] 12. Karaktere anak berbeda-beda, nak sing cilik dewe iseh terlalu tak bimbing, nek sing gede kan podo karo wes dewasa, bimbingane wes bedo meneh [karakter anak berbeda-beda, kalau yang kecil masih terlalu saya bimbing, sedangkan yang besar kan sudah dewasa, jadi bimbingannya sudah berbeda lagi] 13. Yo jarang, yo nyok nakokke tapi ora terlalu sering [ya jarang, kadangkadang menanyakan tapi tidak terlalu sering]
137
14. Sehari sekitar 8 jam, kurang lebih ket esuk sekitar jam 8 jam setengah 8 tekan asar ngono kae [sehari sekitar 8 jam, kurang lebih dari dari pagi jam 8 jam seteng 8 sampai waktu ashar] 15. Nak ngono ki pie yo sekedar gur trimo mbimbing ben pokoke tingkah lakune ora salah [kalau gitu tu ya bagaimana ya, hanya sekedar membimbing agar pokoknya tingkah lakunya tidak salah] 16. Nak ngono ki yo loro-lorone, nak gur nyambut gawe fokus nyambut gawe tok kan ndidik anak kapan, kapiran kabeh. Seimbang [kalau seperti itu ya dua-duanya, kalau hanya bekerja fokus bekerja saja kan mendidik anaknya kapan, repot semuanya. Seimbang] 17. Ketoke yo ora eneng [sepertinya ya tidak ada] 18. Ketoke yo ora eneng [sepertinya ya tidak ada] 19. Nggeh sebagai wong tua yo seko nganune awake dewe dari dalam diri sendiri, karena sebagai wong tua harus bertanggung jawab [ya sebagai orang tua ya dari diri dalam diri sendiri, karena sebagai orang tua harus bertanggung jawab] 20. Yo sekedar pujian ben karo semangat. Kene leh ngasuh wes tenanan etuk leh sekolah apek kan kene ngomonge yo seneng lah, seneng karo anak gen supaya anak sekolahe meningkat. Yo dikandani tapi kato nyeneni, tapi ora nganti nangani, mesakke [ya hanya sekedar pujian biar semangat. Saya yang mengasuh sudah sungguh-sungguh dapat hasil sekolah yang bagus kan saya juga katakan senang, senang dengan anak agar supaya sekolah anak meningkat] 21. Cuma memperhatikan tok [Cuma memperhatikan saja] 22. Ora tau mbak, jarang [tidak pernah mbak, jarang] 23. Yo kepercayaan penuh, tanggung jawabe sekolah [ya kepercayaan penuh, tanggung jawab sekolah] 24. Kene yo tetep bertanggung jawab [saya ya tetap bertanggung jawab] 25. Karepe yo nek sebagai wong tua kan nek anak karepe benm iso meningkat ben iso kerjo sing rodok penak ben iso pinter kepriye carane. Isone ngandan-ngandani dadi anak kuwi mampu dikandani,
138
mampu mengerjakan yo tak kon neruske sisan [keinginannya ya sebagai orang tua kan kalau anak pengennya agar dapat meningkat agar bisa bekerja lebih baik supaya dapat pintar bagaimana caranya. Bisanya memperingatkan jadi anak itu mampu diperingati, mampu mengerjakan ya saya suruh melanjutkan sekalian]
139
1. Nama
: Mirah
2. Usia
: 39 Tahun
3. Kode Informan
: MR
4. Hari, tanggal
: Jumat, 1 Juli 2016
5. Tempat
: Rumah Bp. Daldiri
6. Pukul
: 15.52 WIB
1. Nggeh biasa, nek enjing niku kula oprak-opraki nek bangun pagi ngoten to setelah solat kan mandi, makan, berangkat sekolah nggeh nek wangsul harus TPA. Nggeh nek wayah ngeten niki kan mlampah TPA jam 3. Mangkeh bar maghrib biasa ngaos teng mushola [ya biasa, kalau pagi itu saya oprak-oprak kalau bangun pagi gitu to setelah sholat kan mandi, makan, berangkat sekolah, ya kalau pulang harus TPA. Ya kalau waktu seperti begini kan berangkat TPA jam 3. Nanti setelah maghrib biasa mengaji di mushola] 2. Nggeh nganu wonten batasan-batasannipun tapi maringi kebebasan nggeh wonten. Dadose nggeh mboten istilahe ngekang mboten. Nggeh seimbang, mangkeh nek dikekang jenenge lare malah nek pas ucul kekange dadose mbedal dugi pundi-pundi. Dadose tarik ulur [ya begini, ada batasan-batasannya tapi memberi kebebasan ya ada. Jadinya ya istilahnya tidak mengekang. Ya seimbang, nanti kalau dikekang namanya anak kalau ketika lepas kekangnya jadinya kelepasan sampai kemanamana. Jadinya tarik ulur] 3. Nggeh ngeten, nak mboten nuntut kedah istilahe harus ngeten-ngeten niku mboten. Istilahe kula nyukani saran nggeh supaya nilaine lebih bagus, harus belajar, istilahe kaleh ndorong semangat, nggeh menyemangati [ya begini, kalau tidak nuntut harus istilahnya harus begini-begini itu tidak. Istilahnya saya memberi saran ya supaya nilainya bagus, harus belajar, istilahnya sambil mendorong semangat, ya menyemangati] 4. Sangat penting anggene kula [sangat penting bagi saya]
140
5. Alhamdulillah mboten wonten [alhamdulillah tidak ada] 6. Karaktere benten-benten, ingkang mbajeng niku larene sante, ntrimo. Nek ingkang nomor kaleh niku “harus”, nopo-nopo sing mpun istilahe nyuwun niki nggeh kedah ngoten. Nek mpun tiang sepahe kados kula kaleh nopo bapake “tak tukokke nganu” ngoten nageh terus. “suk nek wes ndue tak tukokke nganu” ngoten nageh. Nek ingkang nomer 3 niku nggeh antara 2 niku, kakak kaleh adeke nika, kadose dirangkep. Kadang nggeh nek dikandani niku sante nika, ning nek nyuwun niku kadang nggeh ngedrell. Kadang nek dikandani niku mboten ngrungokke neng tandang. Santene larene nggeh nek niku nek nyuwun nggeh meri ngoten niku. Benten-benten larene, benten kalih seng kaleh [karakternya berbeda-beda, yang pertama itu anaknya santai, menerima. Kalau yang nomor 2 itu “harus”, apa-apa yang sudah istilahnya meminta itu ya harus begitu. Kalau sudah orang tuanya seperti saya dan bapaknya “saya belikan itu” begitu ya nagih terus. “besok kalau sudah punya saya belikan itu” ya begitu. Kalau yang nomor 3 itu ya antara keduanya itu, kakak dengan adaknya itu, seperti dirangkap. Kadang ya kalau dinasehati itu sante gitu, tapi kalau meminta itu ya kadang harus apa-apa dituruti. Kadang itu kalau dinasehati itu tidak mendengarkan tapi ya dilaksanakan. Santenya anaknya ya kalau itu kalau minta ya pengen gitu. Beda-beda anaknya, beda dari yang dua tadi] 7. Nggeh nek teng lingkungan mriki [ya kalau di lingkungan sini] 8. Nggeh sepeda, nggeh wulan poso niki bisnis layangan. Ingkang rizki angsal pinten-pinten niku. Seneng pit didandosi piyambak dirakit piyambak [ya sepeda, ya bulan puasa ini bisnis layangan. Yang rizzki itu dapat beberapa. Senang sepeda dibenerin sendiri dirakit sendiri] 9. Jawa ngoko [Jawa ngoko] 10. Nggeh taseh terus. Ngontrole pripun mangkeh nek ngurusi damelan tok [ya masih terus. Ngontrolnya bagaimana nanti kalau ngurusi pekerjaan saja] 11. Nggeh terus. Misal kan nilaine wonten perubahan [ya terus. Misal nilainya ada perubahan]
141
12. Nggeh benten, sesuai karakter anake [ya berbeda, sesuai karakter anak] 13. Setiap hari, kula cek kan bukune. Ingkang ageng nggeh menawi wangsule radi sonten ngoten nggeh kula tangkleti. Les ngoten, kadang rebana ngoten, jam pinten nggeh [setiap hari, saya cek bukunya. Yang besar ya misal pulangnya agak sore gitu ya saya tanya. Les gitu, kadang rebana gitu, jam berapa ya] 14. Nek bulan puasa niki bar jam 9 niku bar umbah-umbah nika dugi luhur mangkeh apel malih luhur dugi jam setengah 3 [kalau bulan puasa ini setelah jam 9 gitu setelah mencuci sampai dhuhur, nanti mulai lagi dhuhur sampai jam setengah 3] 15. Mboten wonten. Nek ndalu nggeh paringane waktu belajar kula dampingi. Nak sing mboten ngertos ngoten kan kadang kula sitik-sitik ngertos. Kadang kendalane niku lare sakniki niku lare kula nggeh terutama niku wegah maos. Jan masyaallah. Dadose nggeh umpamane wonten pertanyaan ngoten dereng diwaos ngoten sanjang mboten wonten. Dadose nek kula teliti niku jane nggeh wonten. Neng kula piyambak ngeten kok mbak, pelajaran sakniki kalih riyen niku benten, masyaallah. Kelas 1 mawon nggeh agama niku ya Allah lha nek rale alit jaman kiyambak niku nggeh jaman kula terutamane a-ba-ta-sa, nek sakniki niku nggeh sing istilahe surat niki artine nopo, surat an-Nashr artine nopo, nek mboten niteni niku kan nggeh bingung. Nopo matematika kados kula niku nggeh mpun ilang [tidak ada. Kalau malam ya syukur waktu belajar saya dampingi. Kalau yang tidak tahu gitu kan kadang saya dikit-dikit tahu. Kadangn kendalanya itu anak sekarang itu anak saya ya tidak mau membaca. Sunggung masyaallah. Jadi ya misalkan ada pertanyaan gitu belum dibaca gitu ya bilangnya tidak ada. Jadi pas saya teliti sebenarnya ya ada. Tapi saya sendiri gini kok mbak, pelajaran sekarang sama yang dulu itu berbeda, masyaallah. Kelas 1 saja ya agama itu ya Allah, lha kalau anak kecil jaman saya itu ya paling a-ba-ta-sa, kalau sekarang itu kan ya istilahnya surat ini artinya apa, kalau tidak dalam ingatan kan ya bingung. Apa matematika kalau saya itu ya sudah lupa]
142
16. Nggeh kaleh-kalehe mbak, mendidik anak dan bambu [ya dua-duanya mbak, mendidik anak dan merajinkan bambu] 17. Pendukunge nopo nggeh paling kemauan kiyambak [pendukungnya ya apa ya paling kemauan sendiri] 18. Kadose niku nggeh tasih biasa. Nek masalah belajar kadose mboten, soale kan wonten bukune wonten pendukunge ngoten to [sepertinya itu ya masih biasa. Kalau masalah belajar sepertinya tidak, soalnya kan ada bukunya ada pendukungnya gitu to] 19. Nggeh pripun nggeh paling nggeh mbantu nak teng nggriyo nek wonten PR ngoten niku mbantu, maoske, mencarikan istilahe jawaban [ya gimana ya paling ya membantu kalau di rumah kalau ada PR gitu membantu, membacakan, mencarikan istilahnya jawaban] 20. Nggeh mesti. Kula ngandani, nggeh kula kandano kalih pokoke mboten pareng diulangi malih. Nggeh kalih istilahe pripun nggeh teges ngoten lho. Nggeh nek seumpamane nangani niku paringane mboten [ya pasti. Saya peringatkan, ya saya nasihati pokoknya tidak boleh diulangi lagi. Ya sama istilahnya bagaimana ya tegas gitu lho. Ya kalau misalnya memukul itu syukurnya tidak] 21. Mbantu [membantu] 22. Nggeh [iya] 23. Nggeh tugas kula. Mboten sepenuhe sekolah, soale kan dangu teng nggriyo [ya tugas saya. Bukan sepenuhnya sekolah, soalnya kan lebih lama di rumah] 24. Tanggung jawabe nggeh pripun nggeh, istilahe waktune belajar nggeh kedah ken, nggeh waktu istirahat nggeh istirahat. Pokoke antara belajar, sekolah niku kaleh teng nggriyo niku nggeh istilahe kula oprak-oprak ngoten niku terus mboten ngantos pokoke sampun kula elikke niku mboten, nggeh paringane taseh lare nggeh ayo belajar nek mboten purun tak geret ngoten niku [tanggung jawabnya ya gimana ya, istilahnya waktunya belajar ya saya suruh harus belajar, ya waktunya istirahat ya istirahat. Pokoknya antara belajar, sekolah itu dan di rumah itu ya istilahnya saya
143
oprak-oprak gitu terus tidak sampai pokoknya sudah saya ingatkan gitu tidak, ya syukurnya masih anak-anak ya “ayo belajar,” kalau tidak mau ya saya seret begitu itu] 25. Nggeh paling nggeh sepindah niku ngandani, peng kalih nggeh menemani nggeh kalih membantu nek wonten kesulitan [ya paling ya sekali gitu menasehati, ke duanya ya menemani ya sekalian membantu kalau ada kesulitan]
144
1. Nama
: Ulfa
2. Kode Informan
: UL
3. Usia
: 40 Tahun
4. Hari, tanggal
: Rabu, 3 Agustus 2016
5. Tempat
: Rumah Ibu Ulfa
6. Pukul
: 14.18 WIB
1. Nggeh di ulang neng omah dengan nopo yo, kebiasaan. Kebiasaan opo yo peraturan ngomah, kebiasaan neng omah kudu ngene-ngen ngoten. Nggeh dikandani to mbak, yo diarahkan, nek teng masyarakat ngeten ngeten ngeten, ngoten niku [ya diajari di rumah dengan apa ya, kebiasaan. Kebiasaan apa ya peraturan, kebiasan di rumah harus begini-begini gitu. Ya dinasehati mbak, ya diarahkan, kalau di masyarakat begini begini begini, gitu] 2. Tarik ulur, maksude sebagian memang peraturan dari saya tapi disisi lain saya juga menghargai anak karepe pie, tak turuti disik. Lha mangkeh ono jalan tengahe to lha kudu ngene. Lha ada kesimpulan. Tidak semua harus manut aku tapi yo juga tidak semua ki harus manut anak, enggak. Tengahtengah ok ya, tegas, bebas [tarik ulur, maksunya sebagian memang perturan dari saya tapi disisi lain saya juga mengharhai anak keinginannya bagaimana, saya turuti dulu. Lha nanti ada jalan tengahnya harus begini, trus ada kesimpulan. Tidak semua harus menuruti aku tapi ya tidak semua itu harus menuruti anak tidak. Tengah-tengah ya, tegas, bebas] 3. Kei wawasan sek. Maksude wawasan oh ngopo kok nek kambek kae ki kudu ngene, kei wawasan sek ngko ngene ngene, dheweke mudeng. Nek wes deweke mudeng, oh brarti ngene, dheweke manut. Nak urung yo ngeyel. Nak durung kei alasan ngopo kok nek karo mbah ki kudu ngene ngene, kudu memberi arahan. Kudu pokoke selagi wong tua mbah mesti yo kadang ngeki ngene ngene, nuntut Tata ngene-ngene, ngopo kok nek ambek mbah ra entuk getak, seumpama ngene ngene, sebabe wong tua ki
145
kudune pokoke diunggahke. Koyo dene tak ibaratke Quran iki suwek, diunggahke ngko kekke nduwur, kawur rene-rana diunggahke meneh. Diberi pengetahuan meneh [diberi wawasan dulu. Maksudnya wawasan kenapa kok kalau sama dia itu harus begini. Diberi wawasan dulu nanti gini gini, dia paham. Kalau dia sudah paham, brarti begini, dia menurut. Kalau belum ya ngeyel. Kalau belum diberi tahu alasanya mengapa kok orang tua seperti mbah kadang selalu memberi seperti ini, menuntut tata begini-begini, kenapa kok sama mbah tidak boleh kasar, misalnya beginibegini. Sebabnya orang tua tu harusnya dihormati. Seperti ibarat Al-Quran sobek, dinaikkan nanti ditaruh di atas, kabur kesana sini, dinaikkan lagi. Diberi pengetahuan lagi] 4. Yo sangat penting [ya sangat penting] 5. Aku yo kayake mengganggu anak memang iya. Urung ngge omah. Maune mengganggu anake pancen. Bingung alamate ngendi sampe bingung. Arep TK kula kan iseh wira wiri rana rene. Wes yo ra betah, rene rung nduwe nggon dewe ngene, dadine iseh wira-wiri marai ngono ditekokke gurune anakku dadi keganggu kan kuwi. Dilihat dari apa yang ada, njawabe kan blokosuta “nggak punya rumah,” ngono. “kok bisa mbak Ata nggak punya rumah?” ngono. “karena saya tidur di rumah embah kok.” Ekonomi paling ya [saya ya kayaknya mengganggu anak memang iya. Belum punya rumah. Memang mengganggu anak. Bingung alamatnya dimana sampai bingung. Mau TK saya kan masih boalk-balik kesana-sini. Ya tidak betah, disini belum punya tempat sendiri, jadinya masih bolak balik jadi ditanya gurunya anakku jadi keganggu kan gitu. Dilihat dari apa yang ada, menjawabnya ya jujur apa adanya “nggak punya rumah” begitu. “kok bisa mbak Ata nggak punya rumah?” gitu. “karena saya tidur di rumah mbak kok” ekonomi paling ya] 6. Penurut. Tapi yo juga nak rung masuk nganu ki yo tetep ngeyel, tekok. Ingin tahu mesti kepo. Tapi nggeh penurut, pengkhayal, senengane nggambar [penurut. Tapi ya kalau nelum masuk gitu ya tetap ngeyel,
146
bertanya. Selalu ingin tahu, kepo. Tapi ya penurut, pengkhayal, sukanya menggambar] 7. Ya, tapi nek wes jam ngaji yo ngaji. Yo wes ngono kuwi anak-anak ra di penggak terus ya malahan ngambek. Makane ya tarik ulur ngono kuwi. Ono wayahe sinau, ono wayahe ngaji, ono wayahe dolanan. Nggeh ibarate di penging, terus ora entuk dolanan ya mesakke [ya, tapi kalau sudah waktu mengaji ya mengaji. Ya begitu, namanya anak-anak kalau di larang terus ya nanti jadi ngambek. Makanya ya tarik ulur tadi. Ada waktunya belajar, ada waktunya mengaji, ada wkatunya bermain. Ya ibaratnya dilarang, terus tidak boleh bermain ya kasihan] 8. Membaca suka, menggambar. Yo nek rajin belajar wes tuntutan kemauan sendiri [membaca suka, menggambar. Ya kalau rajin belajar sudah tuntutan kemauan sendiri] 9. Yo bahasa Jawa, ya bahasa Ngoko yo iyo. Bahasa Krama yo iyo, bahasa Indonesia yo kadang-kadang memang trape kuwi kok [ya bahasa Jawa, ya bahasa Ngoko ya iya. Bahasa Krama ya iya, bahasa Indonesia juga kadang-kadang memang kemampuannya itu kok] 10. Nak bambu ki bisa, wong nganu kere bambu ki iso karo momong kok. Marakke ra berpikir [kalau bambu itu bisa, soalnya membuat kerajinan bambi itu bisa sambil mengasuh kok. Soalnya tidak berpikir] 11. Ya harus [ya harus] 12. 13. Ya tiap hari. Kadang mboten tekon ngoten wes cerito dhewe. Kadang ajeng bobok nika wes kalih maos donga lek cerito, curhat, neng dirungokke. Ngko nek ketok ono sing ngganjel nggeh dikandani. Niku wau mpun bar curhat, “mi, mi, saiki kelasku apikan bagi-bagi jajan saiki. Sesuk umi gentenan lho, mikir bagi-bagi jajan neng sekolahan [ya setiap hari. Kadang tidak ditanya gitu sudah cerita sendiri. Kadang mau tidur gitu sambil membaca doa terus cerita, curhat, tapi ya didengarkan. Nanti kalau kelihatan ada yang mengganjal ya dinasehati. Tadi saja barusan curhat
147
“mi, mi, sekarang kelasku pada baik bagi-bagi jajan, besok umi gantian lho, memikirkan bagi-bagi jajan di sekolah] 14. Nak apel nggeh pamane apel rutin jam 8 sampai setengah 12, nanti apel jam-jam 1, setengah 2 sampai jam 4, podo jam wong kerjo to. Jedane yo dhuhur. Apel resik-resik ya jam 4 [kalau mulai ya misalnya mulai rutin jam 8 sampai setengah 2, nanti mulai jam 1, setengah 2 sampai 4. Sama jam orang kerja to. Jedanya ya dhuhur. Mulai beres-beres ya jam 4] 15. Enggak, wong iso disambi momong mbak. Wong nggawe kere ki ora mikir, garik nyisiki ngono. Nak koyo aku ra mikir, kan ngetok-ngetok uwes. Kan garek ngene tok [Enggak, bisa sambil mengasuh mbak. Membuat kere itu kan tidak dipikir, tinggal menghaluskan bambu gitu. Kalau seperti saya, tidak berpikir, kan dipotong-potong sudah] 16. Mendidik anak. Kerajinan bambu kan nyambi iso. Yo jane yo dua-duanya, soale pie yo harus dua-duanya. Nggak bisa salah satunya. Mendidik anak, yo nggawe kere. Wong kui yo ibarate sing gawe opo-opo yo seko hasile kere, arep pie [mendidik anak. Kerajinan bambu kan bisa sambil melakukan yang lain. Ya sebenarnya ya dua-duanya, soalnya gimana ya harus dua-duanya. Tidak bisa salah satunya. Mendidik anak, ya membuat kerajinan bambu. Karena ibaratnta yang buat apa-apa itu ya dari hasil kerajinan bambu, mau bagaimana] 17. Yo pancen tugase wong tua sih. Tugas orang tua memang mendidik anak, sebisanya dan semampunya. Memang pendidikan anak kan tanggung jawab kita [ya memang tugasnya orang tua sih. Tugas orang tua memang mendidik anak, sebisanya dan semampunya] 18. Kendalane yo pendidikan dari aku dewe. Kendalane tingkat pendidikan, secara umum. Kadang nek bahasa Inggris ngoten nganu nggeh “wah nek tekon umi ki” ngko ngenteni pakne, ngko pakne nek iso yo dijawab, nek raiso yo tekok wong. Marakke pendidikane podo, tingkat SMP [kendalanya ya pendidikan dari saya sendiri. Kendalanya tingkat pendidikan secara umum. Kadang ya kalau bahasa Inggris gitu dia gini, “wah kalau tanya umi tu,” nanti menunggu bapaknya, nanti bapaknya kalau yang dia bisa ya
148
dijawab, kalau tidak bisa ya tanya orang lain. Soalnya pendidikannya sama, tingkat SMP] 19. Ya. Ngaji ora gelem ek mbak ning njobo. Dinakali kancane lek kapok, marakke tau disaduk ulung atine, trus tak presakke memar, kapok. Kula dewe yo trauma. Neng nggeh niku ngaos neng omah kalih kula. “aku karo umi wae sing rasah antre.” Pokoke bocah kuwi sedino kudu ngaji. Planning kan ngoten, magrib tekan isya ngaji. Mboh arep dewean opo ajeng kalih kancane terserah, tapi nggeh nek niki ngoten kula warai, sing penting ki bocah ki fokus. [ya. Mengaji tidak mau di luar mbak. Dinakali temennya terus trauma, sebabnya dibagian hatinya ditendang, terus saya periksakan itu memar, dia trauma. Saya sendiri juga trauma. Tapi ya itu mengaji di rumah dengan saya. “saya sama umi aja yang nggak usah antre.” Pokoknya anak itu sehari harus belajar. Planning kan gitu, maghrib samapai isya mengaji. Walaupun sendiri atau dengan temannya terserah, tapi ya kalau mengaji dengan saya, yang penting anak itu fokus] 20. Nggak, tidak. Dhewekke nggak mau, diberi hadiah nggak mau. “aku ki melakukan itu tidak mengharap hadiah. Itu kebutuhan saya” ngono lho. Ora “aku ngene nggawe umi bangga lek aku ki bangga dengan keberhasilan saya tu enggak.” Dadose dikei hadiah yo mboten purun, blas. Poso nutuk, traweh nutuk, mpun. Ata nyuwun hadiah nopo tak paringi uang bodo “enggak, nanti puasa karo trawehku entuke uang, bukan pahala dari Allah,” ngoten kok. Nak memberi hukuman enggak. Tapi misale memberi pengertian bahwa yang dilakukan kemarin itu menguak sitik bahwa ata ndek wingi ki ngene, ngene, ngene, disanjangi umi ora nggugu dadine saiki ngene gelone. “Jenengane gelo ora mungkin ono neng ngarep ta, neng mburi. Ata gelo pora? Yo gelo, kemarin kan ringking 1 tiga kali, awet kelas 3 sakniki kelas 6. Kemarin tu rinking 2 tapi ya nggak apa-apa. “besok saya tetep semangat lagi.” Marakke kan prei, dolanan terus. Dadi, disanjangi mboten nganu. Nak sakniki semanagt, dadine kesalahan ndek wingi, saiki dirubah. Sakniki mpun sitik-sitik sinau, mboten kula kon. Mpun kemauane. Ya ada efek negatife nggeh niku wau
149
bijine mlorot. Tapi nggeh niku wau mboten mlorote ibarat kacek adoh mboten, mung kacek koma tok kan [tidak. Dianya tidak mau, diberi hadiah nggak mau. “saya tu melakukan itu tidak mengharap hadiah. Itu kebutuhan saya” begitu. “Tidak saya begini membuat umi bangga terus aku tu bangga dengan keberhasilanku tu enggak” jadinya diberi hadiah ya tidak mau, sama sekali. Puasa penuh, tarawih penuh, sudah. “Ata minta hadiah apa tak kasih uang lebaran.” Jawabnya “enggak, nanti puasa sama tarawihku dapetnya uang, bukan pahala dari Allah.” gitu kok. Kalau memberi hukuman tidak. Tapi misalnya memberi pengertian bahwa yang dilakukan kemarin itu menyimpang sedikit bahwa Ata kemarin tu begini, begini, begini, dibilangi umi tidak menurut, jadinya sekarang menyesalnya begini “namanya menyesal tidak mungkin ada di depan ta, tapi di belakang. Ata menyesal nggak?” jawabnya “Ya menyesal, kemarin kan rinking 1 tiga kali, dari kelas 3 sekarang kelas 6. Kemarim tu rinking 2 tapi nggak apaapa. Besok saya tetap semangat lagi.” Penyebabnya kan libur, bermain terus. Jadi, dinasehati tidak mendengar. Kalau sekarang semangat, jaidnya kesalahan kemarin, sekarang diubah. Sekarang sudah dikit-dikit belajar, tidak saya suruh. Sudah kemauannya. Ya ada efek negatifnya ya itu nilainya menurun. Tapi ya gitu tadi, menurunnya ibarat selisih jauh tiak, hanya selisih koma saja] 21. Kadang mboten, kadang yo takon pak Agus. Bahasa Inggris kula ra nyandak kok, nak bapake nyandak, kula ora. Kadang nggeh nak matematika nika diparingi pakde ne rumus-rumus ngoten nika maringi soal, “wes digarap, pakde rene neh ngko tak telitine.” Nggeh paling paringi soal maleh. Neng nggeh bijine wingi nika mrosot sedanten. Nggeh munggah, neng mrosot. Bijine ki mlorot neng nggeh rata-ratane naik, tapi mlorot memang keadaane yo rinking 2 [kadang tidak, kadang ya tanya pak Agus. Bahasa Inggris saya tidak mampu, kalau bapaknya mamu, saya tidak. Kadang ya kalau matetaika itu diberi pakdenya rumus-rumus gitu terus diberi soal, “ini dikerjakan, pakde kesini lagi nanti pakde teliti.” Ya paling memberi soal lagi. Tapi ya kemarin nilainya menurun semua. Ya
150
naik tapi turun. nilainya itu turun tapi ya rata-ratanya naik, tapi memang menurun keadaannya jadi rinking 2] 22. Kadang-kadang, kadang nggeh mpun sinau dewe. “wes sinau Ta?” kadang nggeh ngancani nggeh kadang-kadang nek wayah ulangan ngko kon mbeteki yo tak beteki [kadang-kadang, kadang ya sudah belajar sendiri. “sudah belajar Ta?” kadang ya menenemani ya kadang-kadang kalau setiap ada ulangan nanti disuruh membantu menjawab ya saya bantu] 23. Nggeh tidak sepenuhnya ya, separo. Nak nong sekolahan ya memang sepenuhnya sekolahan tapi nak di rumah kan tanggung jawabku. Yo lorolorone. Wong kadang dikandani ning omah ngko malah manut karo gurune, mandi karo gurune. Karo gurune cepet nyantel kadang karo mbokne kakean protes. Tapi nak kadang enten pertanyaan sing urung ditekonke gurune ngganjel ngoten ngko teng omah ditekonke. Jawaban umi karo bu guru mau podo mboten, dibandingke [ya tidak sepenuhnya ya, setengah, kalau di sekolah ya memang sekolah, tapi kalau di rumah kan tanggung jawab saya. Ya dua-duanya. Kadang dibilangi di rumah itu tetapi lebih menurut dengan gurunya, lebih manjur dengan gurunya. Dengan gurunya cepat paham kadang kalau dengan ibunya kebanyakan protes. Tapi kalau kadang ada pertanya yang belum ditanyakan gurunya mengganjal gitu nanti di rumah ditanyakan. Jawaban umi dnegan bu gutu tadi sama atau tidak, dibandingkan] 24. Pie yo, yo pie yo. Guru sekolah membantu. Nomor 1 yo seko keluarga, dirumahe. Sekolahan kan membantu. Sekolah, mondokke niku membantu. Sepenuhnya yo kene. Neng nek kene raiso yo sepenuhnya kekke pondok atau sekolah. Yo tetep tanggung jawab orang tua [gimana ya, ya gimana ya. Guru, sekolah membantu. Nomor 1 ya dari keluarga, di rumahnya. Sekolahan kan membantu. Sekolah, di ponfok itu membantu. Sepenuhnya ya merajinkan bambu. Tapi kalau orang tua tidak bisa sepenuhnya, diberikan ke pondok atau sekolah. Tapi tetap tanggung jawab orang tua]
151
25. Mboten, private dewe. Nggeh nek niku wonten rencana kula leske teng nggene pakdene. Neng nggeh duko, pakdene jarak jauh ngoten, mungkin ada pikiran les atau tambahan ngoten neng mboten ngerti ajeng teng pundi. Marakke kelas 6 wesan [tidak, private sendiri. Ya itu ada rencana saya leskan di tempat pakdenya. Tapi ya belum tahu, pakdenya jarak jauh gitu, mungkin ada pikiran les atau tambahan gitu, tapi belum tau mau di mana. Soalnya sudah kelas 6]
152
1. Nama
: Rohmat
2. Kode Informan
: RM
3. Usia
: 50 Tahun
4. Hari, tanggal
: Kamis, 4 Agustus 2016
5. Tempat
: Rumah Bp. Rohmat
6. Pukul
: 08.42 WIB
1. Nggeh sekolah, ngaji niku to mbak. Sekolah, ngaji, sholat, ngoten. Sae dadose nggeh masalah pripun nggeh mlampah mrika-mriki paringane nggeh apek ngono lho mbak. Tingkah lakune ki sae [ya sekolah, ngaji gitu to mbak. Sekolah, ngaji, sholat, begitu. Baik jadinya, ya kalau masalah bagaimana berjalan kesana-kesini ya bersyukurnya baik gitu lho mbak] 2. Nggeh tegas bebas ngoten to mbak. Pripun nggeh mbak, anak kersane manut kalih wong tua. Trus salih ndidik wong tuane yo paringane yo nurut [ya tegas bebas begitu to mbak. Bagaimana ya mbak, anak supaya menurut dengan orang tua. Terus agar didikan orang tua ya biar menurut] 3. Nuntut? Mboten mbak, sak sagede anak ngoten mawon mbak [nuntut? Tidak mbak, sebisanya anak begitu saja mbak] 4. Nggeh penting to mbak [ya penting to mbak] 5. Nggeh paringane mboten mbak, mboten ngalami masalah-masalah [ya bersyukurnya tidak mbak. Tidak mengalami masalah-masalah] 6. Nak anak kula paringane niku mbak, jujur lah nggeh mboten wonten pripun-pripun lah sae. Mas Dwi, Ponco niku paringane nurut sedoyo mbak kalih wong tuane [kalau anak saya itu mbak, jujur lah ya tidak bagaimana-bagaimana, baik. Mas Dwi, Ponco niku bersyukurnya menurut semua mbak dengan orang tuanya] 7. Nggeh dong dolan-dolan mbak, tapi nggeh mriki kan dolane kan sami mriki mbak, dadose medale niku paling nak jajan nopo ajeng nopo ngoten.
153
Rencang-rencang ngoten sami mriki sedoyo [ya kadang bermain mbak, tapi ya kalau disini kan bermainnya pada kesini mbak, jadinya keluarnya itu ya paling kalau jajan apa, mau ngapain gitu] 8. Sinau nggeh nulis ngoten mbak [belajar ya nulis gitu mbak] 9. Jawa mbak [jawa mbak] 10. Mboten [tidak] 11. Memperhatikan, tapi dereng dibuktekke mbak [memperhatikan, tapi belum dibuktikan mbak] 12. Bimbingane sami [bimbingannya sama] 13. Mboten ek mbak, mboten nate kula [tidak mbak, tidak pernah saya] 14. Nak sakniki mangkeh jam setengah 7 mpun mulai. Mangkeh bar luhur leren, milai jam 1. Jam 3 mpun leren, nggeh gentos-gentos gawean [kalau sekarang nanti jam setengah 7 sudah mulai. Nanti setelah dhuhur istirahat, mulai jam 1. Jam 3 sudah istirahat, ya ganti pekerjan yang lain] 15. Mboten, nggeh saged mbagi-mbagi [tidak, ya bisa membagi-bagi] 16. Mengrajinkan bambu mbak [merajinkan bambu mbak] 17. Mboten gadah ek mbak, mboten nate nyok ngoten-ngoten ek mbak [tidak punya mbak, tidak pernah saya begituan mbak] 18. Jawabane mbak ingkang mboten ngerti mbak. Nggeh kendalane mboten saged ngoten [jawabannya mbak yang tidak mengerti mbak. Ya kendalanya tidak bisa begitu] 19. Mboten gadah ek mbak [tidak punya mbak] 20. Sing Linda niku nggeh pripun mbak, nggeh niku nganu ngoten mawon saged nganu tiang sepuh ngoten mawon mbak. Bangga. Kula sanjangi ngoten mawon ek mbak, mboten ngoten malih [yang Linda itu ya bagaimana ya mbak, ya cukup hanya bisa baik dengan orang tuanya gitu mbak. Bangga. Saya nasehati gitu saja mbak, tidak diulangi lagi] 21. Kaleh makne [dengan ibunya] 22. Nak sinau nggeh dong didampingi mbak, dong nganu kiyambak. Nggeh nak sing mboten iso ngoten niku to mbak, tangklet [kalau belajar ya
154
kadang didampingi mbak, kadang ya belajar sendiri. Ya kalau yang tidak bisa itu bertanya mbak] 23. Nganu mbak sekolah, kula pasrahke ngoten mawon [gini mbak, sekolah saya pasrahkan begitu saja] 24. Nggeh bertanggung jawab ngoten mawon [ya bertanggung jawab gitu saja] 25. Kere mbak, nggeh kerajinan bambu niku to mbak [kere mbak, ya kerajinan bambu itu to mbak]
155
1. Nama
: Lazim
2. Kode Informan
: LZ
3. Usia
: 32 Tahun
4. Hari, tanggal
: Kamis, 4 Agustus 2016
5. Tempat
: Rumah Bp. Lazim
6. Pukul
: 09.00 WIB
1. Nggeh nganu to mbak sok meluangkan waktu untuk ngajari belajar di rumah ngono mbak. Sholat, ngaji [ya gini to mbak, kadang meluangkan waktu untuk mengajari belajar dirumah gitu mbak. Sholat, mengaji] 2. Nggeh kalih memberikan kebebasan ngoten niku. Maen, nengo nek jame jam belajar, jam ngaji, harus [ya dengan memberikan kebebasan seperti itu. Bermain, tapi kalau jamnya jam belajar, jam mengaji, harus] 3. Mboten, nggeh kalau untuk anak niku nganu tak kasih semangat belajar nak dapet nilai segini dapat hadiah ini [tidak, ya kalau untuk anak gitu saya beri semangat belajar kalau dapat nilai segini dapat hadiah ini] 4. Nggeh penting, penting banget. Paling penting diutamake niku sing diutamake pendidikane [ya penting, penting banget. Paling penting diutamakan itu, yang diutamakan pendidikannya] 5. Mboten wonten [tidak ada] 6. Nggeh nak nomer setunggal niku rodok petel belajar ngoten. Wonge nggeh rodok cerdas. Nomor kaleh niku nggeh rodok nek nyuwun langsung kudu dituruti [ya kalau yang nomer 1 itu agak rajin belajar gitu. Anaknya ya agak cerdas. Nomer dua itu ya kalau minta gitu langsung harus dituruti] 7. Nggeh disukani wektu. Kudu dolanan, niku disukani wektu kiyambak. Nak terlalu di nganu mesakke, kekang ngoten niku [ya diberi waktu. Harus bermain, bermain diberi waktu sendiri. Kalau terlalu dibatasi kasihan, kekang seperti itu]
156
8. Nggeh nak gemare niku nulis, kalih nggambar-nggambar ngoten niku [ya kalau kegemarannya itu menulis, sama menggambar-nggambar, seperti itu] 9. Campuran, nggeh kadang Indonesia nggeh kalih nganu jawa. Soale kalih ngajari bahasa Indonesia barang nggeh kudu dicampur-campur. Nak bahasa Inggris pakne mboten saged [campuran, ya kadang Indonesia, ya sama Jawa. Soalnya sambil mengajari bahasa Indonesia juga, ya harus dicampur-campur. Kalau bahasa Inggris bapaknya tidak bisa] 10. Nggeh tetep dikasih wektu kangge anak [ya tetep diberi waktu untuk anak] 11. Nggeh selalu memperhatikan, setiap hari di cek [ya selalu memperhatikan, setiap hari dicek] 12. Nggeh nganu, benten. Masalahe tasih alit ngoten kedahe rodo alus. Ngatur ngoten niku [ya berbeda. Masalahnya masih kecil gitu harusya lebih halus. Mengatur seperti itu] 13. Nggeh ngoten nggeh selalu diperhatikan [ya begitu ya selalu diperhatikan] 14. Nggeh kawit enjing ngoten niku mangkeh jam 12 wangsul nganu anak sedelok, mangkeh jam setunggal mulai maleh ngantos jam 5. Bar niku nggeh kalih anak. Lha jam 12 niku wayahe bobok, ngoten nggeh kudu dipantau [ya mulai pagi begitu nanti jam 12 pulang, mengurusi anak sebentar, nanti jam 12 itu waktunya tidur, ya seperti itu harus dipantau] 15. Mboten niku tergantung awake dewe ngoten niku, nggeh mbagine [tidak itu tergantung diri sendiri seperti itu, ya membaginya] 16. Nggeh utamane ndidik anak riyen, tapi tetep bekerja [ya utamanya mendidik anak dahulu, tapi tetap bekerja] 17. Yo biar anak itu jadi pinter, ngoten niku. Nggeh kedahe ngoten niku, mbimbing [ya biar anak itu jadi pinter, seperti itu. Ya harusnya seperti itu, membimbing] 18. Nggeh paling nak nganu ngoten niku ibuke nak mpun wangsul kerja. Kendalane nggeh ngoten niku [ya paling kalau belajar gitu kalau ibunya sudah ulang kerja. Kendalanya ya seperti itu]
157
19. Nggeh paling nek ngajari PR teng nggriyo, ngaji ngono [ya paling kalau mengajari PR di rumah, mengaji begitu] 20. Nggeh mboten, nggeh anake tergantung pengen hadiah nopo mboten ngoten niku, nak pengen hadiah semangate belajar enten [ya tidak, ya anaknya tergantung pengen hadiah apa tidak gitu, kalau pengen ya semangatnya belajar ada] 21. Paling nganu mangkeh nak mpun rampung kula koreksi ngoten [paling kalau nanti sudah selesai saya koreksi gitu] 22. Nggeh nak mboten jelas dijelaske ngoten niku [ya kalau tidak jelas dijelaskan seperti itu] 23. Ya kalau di sekolah itu saya percayakan. Tapi kalau di rumah ya tetap diajari [ya kalau di sekolah itu saya percayakan. Tapi kalau di rumah ya tetap diajari] 24. Nggeh bertanggung jawab penuh to. Nggeh kersane anake pinter [ya bertanggung jawab penuh to, ya supaya anaknya pinter] 25. Yo meningkatke, kalau dapet nilai bagus itu dikasih hadiah ini, kalau minta ini dikasih ini. Upayane lebih semangat [ya meningkatkan, kalau dapat nilai bagus itu dikasih hadiah ini, kalau minta ini dikasih ini. Upayanya lebih semangat]
158
1. Nama
: Semi
2. Kode Informan
: SE
3. Usia
: 40 Tahun
4. Hari, tanggal
: Jumat, 1 Juli 2016
5. Tempat
: Rumah Ibu Semi
6. Pukul
: 10.05 WIB
1. Nggeh tetep belajar, nggeh ngaos nggeh ngaji, kersane saged sae, dadi bocah sing sholekha [ya tetap belajar, ya mengaji, supaya dapat lebih baik, jadi anak yg sholekha] 2. Nggeh ngekang kalih memberikan kebebasan kersane mboten pripun, mboten bergaul sing mboten sae. Nggeh seimbang, nek nakal diseneni, nek mboten nggeh mboten. Nek salah disalahke, ngoten niku [ya mengekang dan memberikan kebebasan supaya tidak gimana, tidak bergaul yang tidak baik. Ya seimbang, kalau nakal dimarahi, kalau tidak ya tidak. Kalau salah disalahkan, begitu itu] 3. Dalam pendidikan anak? Dereng, dereng mawon, seh alit kok. Dididik alon-alon, manut [dalam pendidikan anak? Belum, belum dulu, masih kecil kok. Dididik pelan-pelan, menurut] 4. Penting, alesane kersane bocah niku saged mandiri. Lha mbokne, pakne mpun bodo, anake ben pinter [penting, alasannya supaya anak itu bisa mandiri. Lha ibunya, bapaknya sudah bodoh, anaknya supaya pintar] 5. Mboten paringane Alhamdulillah mboten, sae-sae mawon [bersyukurnya alhamdulillah tidak, baik-baik saja] 6. Sifate alhamdulillah sae, manut kiyambake, nggeh sembarang manut [sifatnya alhamdulillah baik, menurut diri sendiri, ya apa saja menurut] 7. Alhamdulillah mboten paringane nggeh, teng nggriyo mawon. Mangkeh nek diceluki rencange niku nembe kesah sediluk lek mpun. Kerep sing teng nggriyo, mboten kesah. Ngoten niku nggeh didikane sing sepuh nggeh. Manut karo wong tua, mboten nate dangu-dangu kesahe. Leh
159
ndidik tenanan, mpun SMA angel ek nggeh [alhamdulillah bersyukurnya tidak, di rumah saja. Nanti kalau dipanggil temannya begitu baru pergi mbak sebentar saja trus sudah. Sering di rumah, tidak pergi. Seperti itu ya didikannya dari orang tua ya. Menurut sama orang tua, tidak pernah lamalama perginya. Mendidiknya serius, sudah SMA susah ya] 8. Kiyambake ki pengene tata busana, nggeh seneng. Olahraga niku nggeh seneng mbak, ping pong, tenis, kiyambake remen nggeh, “mak, aku tak mlebu nggon silat” nene. “ora popo mak wong gratis.” Sembarang kiyambake ki tumut. Renang nggeh saged. Disik kan melu lari to, neng aku yo ra entuk soale wayah bar maghrib ngaji kan. Angger bar maghrib kok gek wangsul padahal tasih ngaji, dadi eman-eman. Wes ben ngaji mriki mawon, penting kok niku nggeh [dia itu pengennya tata busana, ya senang. Olahraga gitu ya senang mbak, ping pong, tenis, dirinya tu ya suka. “mak, aku ikut silat ya” katanya. “nggak apa-apa mak, gratis.” Apa saja tu dia ikut. Renang juga bisa. Dulu kan ikut lari, tetapi saya ya tidak perbolehkan, soalnya waktunya habis magrib kan mengaji. Tiap habis magrib kok baru pulang padahal masih mengaji, jadi ya sayang. Sudah, biar mengaji disini saja, penting kok itu ya] 9. Bahasa Jawa mawon, sing gampang [bahasa Jawa saja, yang mudah] 10. Nggeh tasih, tasih, tasih. Nak wangsul sekolah nggeh kula takoni ngoten nggeh [ya masih, masih, masih. Kalau pulang sekolah ya saya tanyakan gitu ya] 11. Nggeh diperhatikan [ya diperhatikan] 12. Sami mawon, mboten dibeda-bedake, mesake gur cah 2 kok dek, nakal siji ditutuk yo ditutuk kabeh, mboten dibeda-bedake [sama saja, tidak dibedabedakan, kasihan hanya 2 anak kok dek, nakal satu dipukul ya dipukul semua, tidak dibedak-bedakan] 13. Nggeh kadang misale “ono kegiatan opo nduk?” kula takoni. Wangsule sakniki sonten-sonten, masalahe tambahan les, tambah pelajaran. Kadang setengah 3 kadang jam 2 ngoten niku [ya kadang misalnya “ada kegiatan apa nak?” Saya tanyakan. Pulangnya sekarang sore-sore, masalahnya
160
tambahan les, tambah pelajaran. Kadang setengah 3 kadang jam 2 begitu itu] 14. Nggeh kudu wes rampungan dek, biasane nggeh jam setengah 9 nembe apel, penting rampungan. Pokoke angger adzan jam setengah 12 kula mandek riyen ngoten mawon. Mangkeh lanjut malih bar sholat [ya harus sudah selesai mbak, biasanya ya jam setengah 9 baru mulai, penting sudah selesai beres-beresnya. Pokoknya kalau adzan jam 12 saya berhenti dulu gitu saha. Nanti lanjut lagi setelah sholat] 15. Mboten wonten kendalane, nggeh mpun biasa [tidak ada kendalanya, ya sudah biasa] 16. Ndidik anak, penting niku. Nek niki lak sambi-sambi. Mendidik anak ben pinter. Nek gawean yo mboten telas to dek, dek. Yo ndidik anak [mendidik anak, itu penting. Kalau ini kan sambilan, mendidik anak supaya pintar. Kalau pekerjaan ya tidak habis to dek, dek] 17. Nggeh penyebabe mergane sebagai orang tua yang tidak bisa apa-apa ngono mbak. Isone mung iso ndidik anak ngoten kersane pinter. Intine, penting ndidik anak kersane pinter [ya penyebabnya karena sebagai orang tua yang tidak bisa apa-apa gitu mbak. Bisanya ya mendidik anak begitu suoaya pintar. Intinta, penting mendidik anak supaya pintar] 18. Nggeh nek mboten saged ngoten [ya kalau tidak bisa gitu] 19. Kados ngeles-ngelesi ngoten? Mboten, mboten gadah [seperti ngelesi gitu? Tidak, tidak punya] 20. Nggeh pokoke bangga ngoten. Mboten nate, “mak, aku pinter yo dihadiahi to mak.” Tak hadiaho bakso wae sak mangkok. Gampang piyambake, mboten nate kula hadiahi to mbak. Wes ben, lha nggeh kersane mangkeh ndak tuman mangkeh. Dadi nggeh dioyak ek dek. Nek gak-gakane angel di anu dinasehati, nggeh kula seneni ngoten. Tapi mangkeh lek gampang. Mboten nate hukum, nek mpun nganu ngoten nggeh lek ngrampekngrampek, mpun gede [ya pokoknya bangga begitu. Tidak pernah, “mak, saya pintar ya dihadiahi to mak” saya hadiahi bakso saja satu mangkok. Gampang dia, tidak pernah saya hadiahi to mbak. Saya biarkan, ya supaya
161
nanti tidak keterusan. Jadi ya dikejar dek. Ya kalau dia susah dinasehati, ya saya marahi begitu. Tapi nanti gampang. Tidak pernah dihukum, kalau sudah gitu ya nanti deket-deketin, sudah besar] 21. Tangklete kalih mbake, nggeh kalih mbake, nek kula mboten saged. Angger ditakoni, “nek ditakoni sisik-sisik (bambu) aku yo reti”. Kalih mbakyune sms-an ngoten niku kalih mbakyune. Nek jawab nggeh paringane bener, nek wonten PR niku mbake paringane saged kok dek, pinter [tanyanya sama mbaknya, ya sama mbaknya, kalau saya tidak bisa. Kalau ditanya ya, “kalau ditanya merajinkan bambu ya saya tahu.” Sama mbaknya sms-an gitu. Kalau jawab ya bersyukurnya benar, kalau ada PR gitu mbaknya bisa kok dek, pinter] 22. Nggeh kadang tak tunggoni nyenuk ngoten, kadang kalih mbegogok [ya kadang saya tungguin gitu, kadang ya sambil duduk santai] 23. Nggeh maringi, nggeh percaya [ya memberikan, ya percaya] 24. Tanggung jawabe nggeh wong saiki istilahe wes neng SMA ki kudu tenanan, kudu ditegesi, dadi sinau. Nek ora munggah tetep ra tak sekolahke. Kula ngoten. Jawabe, “yo mak, tak sinau terus.” Ngko dadi ra munggah, nek ra munggah lek ra sekolah. Semangat kyambake, mpun nalar. Mangkeh bar maghrib sinau malih [tanggung jawabnya ya sekarang istilahnya sudah di SMA ya harus serius, harus diberi ketegasan, ajdi belajar. Kalau tidak naik ya tetap tidak saya sekolahkan. Saya begitu. Jawabnya “ iya bu, aku belajar terus” nanti jadi tidak naik, kalau tidak naik tidak sekolah. Dianya semangat, sudah menalar. Nanti selesai magrib belajar lagi] 25. Nggeh mung buruh karo sisik-sisik. Nggeh anu, nggeh ken sinau,nggeh ken les, dua-duanya [ya cuma buruh dan pengrajin bambu. Ya menyuruh belajar, ya menyuruh les, dua-duanya]
162
1. Nama
: Slamet Doyok
2. Kode Informan
: SD
3. Usia
: 53 Tahun
4. Hari, tanggal
: Jumat, 6 Agustus 2016
5. Tempat
: Rumah Bp. Slamet Doyok
6. Pukul
: 10.25 WIB
1. Nak istilahe nak koyo aku jenenge wong sugeh ki yo istilahe nak ngeki yo semampune, wong aku sing cilik ki “aku njaluk semene to pak,” “ora iso, wong jatahmu yo gur 3 ewu sedino” kui we nak bali sekolah wes ora entuk jajan meneh, gawe sangu sekolah. Nak sing gede kui pancen tak kei sedino yo 7 ewu tok til wes. Wes pokoke wes cukup. Cukup ora cukup yo pokoke kuwi. Dadine nak pancen gelem yo semono, ora gelem yowes. Tak ngono wae, gen prinsipe ki ngko istilahe “wah suk aku ki mbien karo wong tuaku ki di kei bates ki kok ben iso mandiri” yo pokoke nak masalah tingkah laku yo tetep tak kandani. Sing penting koe sinau sekolah, ora kena macam-macam. Sing wedok ki wayahe mangkat sekolah yo sekolah, wayahe mangkat ngaji yo ngaji. Neng nak sing ciliki ki jan mbelere ra patut, kon ngaji angel, isin. Padal ket mbien wes tak kandani “kono le melu ngaji karo kancane” ora gelem, wes lah. Jane nak anakku sing 2 ki termasuk apek, maju kabeh, rajin. Sok-sok gelem nganu. Sing no 3 mbe 4 kuwi. Sing jenenge bocah ki ora podo [ya kalau seperti saya ini namanya orang kaya ya istilahnya kalau memberi ya semampunya. Kalau yang kecil tu “aku minta segii pak,” “tidak bisa, kan jatahmu sehari hanya 3.000.” itu saja kalau pilanh sekolah sudah tidak boleh jajan lagi, buat saku sekolah. Kalau yang besar itu kan memang saya kasih sehari 7.000 saja sudah. Pokoknya harus sudah cukup. Cukup tidak cukup ya pokoknya itu. Jadinya kalau memang mau ya segitu, tidak mau ya sudah. Saya begitu saja, biar prinsipnya tu nanti istilahnya “wah besok aku tu dulu sama orang tuaku di beri batas tu ya biar bisa mandiri.” Ya pokoknya kalau masalah tingkah laku ya tetap saya beri tahu. Yang penting kamu belajar di sekolah, tidak
163
boleh macam-macam. Yang perempuan itu waktunya berangkat sekolah ya sekolah, waktunya berangkat mengaji ya mengaji. Tapi kalau yang kecil itu bandel banget, disuruh mengaji tidak mau, ya sudah lah. Sebenarnya kalau anakku yang 2 itu termasuk baik, maju semua, rajin. Kadang-kadang mau belajar. Yang nomor 3 dan 4 itu. Yang namanya anak tu tidak sama] 2. Seimbang, lha gara-gara nganu seimbang kan iso mikir. Pikirane ben ngko nak anak terlalu dikekang akhire mburine yo ra apik. Dadine tak imbangke. Yo nak masalah dolan ngono ki aku bebas, dolan neng sewaktu wayahe sinau, wayahe ngaji ki yo kudu. Podo-podo, leh ben entuk kabeh. Entuk kesenengane bocah, entuk kesenengane wong tuo. Neng nak anakku kabeh ora sing gede ora sing cilik, ratau jenenge dolan sampe nonggo nggone tonggo teparo ki arang. Paling dolane nek ning kene yo neng omah kuwi wes. Neng nak wes bali sekolah yo wes neng omah. Sing cilik dewe ki yo ngono. Jan, nak ora diparani kancane, nggletak ning omah wae. Wes eneke yo gur mlebu metu omah, ra tau jare koyo kancane nggolek kanca ngono ra tau. Dadi wis pokoke ning omah [seimbang, soalnya kan dengan seimbang itu bisa berpikir. Pikirannya biar nanti kalau anak dikekang akhirnya belakangnya ya tidak bagus. Jadinya saya imbangi. Ya kalau masalah bermain gitu ya saya bebas, bermain tapi kalau waktunya belajar, waktunya mengaji, ya harus. Sama-sama, biar dapat semuanya.Tapi kalau anak saya semuanya tidak yang besar tidak yang kecil, tidak pernah yang namanya sampai bermain seharian dirumah temannya itu jarang. Paling bermainnya kalau disini ya di rumah itu. Tapi kalau sudah pulang sekolah ya sudah di rumah. Yang kecil ya seperti itu. Kalau tidak diampiri temannya ya di rumah saja. Adanya ya masuk keluar rumah, tidak pernah seperti temannya yang mencari teman lainnya itu tidak pernah. Jadi pokoknya di rumah] 3. Wah, ora nuntut aku. Ndidik anak kok anake dituntut ki yo dituntut apane. Sing wajib dituntut ki yo wong tuane, kuwi aku percoyo. Yo pokoke yo gur ngandanine yo kuwi, mau kae dadi ora kok istilahe aku nuntut koe suk nak wis iso nyambut gawe, aku kok kei semene, blas. Aku dikei anak yo
164
syukur, ora dikei yo ora popo. Bocah ki pokoke sing penting wong tuane. Didikane ki ora anu yo tetep anak wedi karo wong tua. Kok nyeneni ngono ki dadine iso mikir. Koe wayah ngene, jam semene kudu bali, kui pancen kudu. Wong jenenge wong tua, jenenge nak cah wedok nek dolan wayah bengi yo ora apik. Dirungokke tanggane yo ora apek. Neng nak aku yo sing penting siji, nurut wong tua [wah, saya tidak menuntut. Mendidik anak tapi anaknya dituntut itu yang dituntut apanya. Yang wajib dituntut itu ya orang tuanya saya percaya. Ya pokoknya ya hanya menasehati ya itu, saya kok istilahnya menuntut km besok kalau sudah bisa bekerja, minta segini itu tidak sama sekali. Saya dikasih ya bersyukur, tidak dikasih juga tidak apa-apa. Anak itu pokoknya yang penting orang tuanya. Didikannya tu tidak begini ya anak takut dengan orang tua. Kalau memarahi itu jadi bisa berpikir. Kamu waktunya begini, jam segini harus pulang, itu memang harus. Namanya orang tua, kalau anak perempuan bermain sampai malam kan tidak baik. Didengar tetangga ya tidak baik. Tapi kalau saya ya yang penting 1, menurut dengan orang tua] 4. Nggeh penting, asli penting. Saestu, pendidikan anak ki. Alesane yo kui mau, gen anak iso mandiri dewe. Dadine ki nak ora di perluke ndek pendidikane wah ngko akhir tuane ki rugi. Soale ki ngalami aku dewe, tak alami dewe wong aku ra sekolah. Kawit cilik ra di sekolahke yo nyatane saiki gelo ek. Wong aku, gelaku ora njamak. Ora di sekolahke yo jane ngono yo wong tua wes nyekolahke. Neng gandeng jaman mbien kan bedo karo jaman saiki [ya penting, asli penting. Serius, pendidikan anak itu. Alasannya ya itu tadi, supaya anak itu bisa mandiri sendiri. Jadinya kalau tidak dipentingkan dipendidikan nanti akhir tuanya rugi. Soalnya saya mengalami sendiri, saya alami sendiri karena saya tidak sekolah. Dari kecil tidak di sekolahkan nyatanya ya sekarang menyesal. Saya sangat menyesal. Tidak disekolahkan ya sebenarnya itu ya orang tua sudah menyekolahkan. Tapi namanya jaman dulu kan beda dengan jaman sekarang]
165
5. Ora, masalah keluarga ki ratau, kisruh pie-pie. Sampe anak ora sekolah ngono ki yo ora ngasi, ra tau, rung tau. Neng sak ingetku lho kuwi. Dadi sak ingetku ki aku rung tau kisruh ambek keluarga ngono kuwi yo rung tau. Yo nak masalah kisruh ekonomi yo pancen tak alami. Direwangi mangan ngene ora nduwe duwit, arep ngene raono duwit, biaya, yo pancen tak alami. Neng nak masalah kisruh keluarga, anak ora sekolah, kuwi rung tau [tidak, masalah keluarga tidak pernah gimana-gimana. Sampai anak tidak sekolah itu tidak sampai, belum pernah. Tapi kalau seingat saya lho itu. Jadi seingat saya di keluarga saya tidak ada masalah antara anggota keluarga itu belum pernah. Ya kalau masalah ekonomi memang saya alami. Mau makan dengan ini tidak punya uang, mau begini tidak ada uang, biaya, ya pernah saya alami. Tapi kalau masalah keluarga, anak tidak sekolah itu belum pernah] 6. nak anakku kabeh ora sing gede ora sing cilik, ratau jenenge dolan sampe nonggo nggone tonggo teparo ki arang. Paling dolane nek ning kene yo neng omah kuwi wes. Neng nak wes bali sekolah yo wes neng omah. Sing cilik dewe ki yo ngono. Jan, nak ora diparani kancane, nggletak ning omah wae. Wes eneke yo gur mlebu metu omah, ra tau jare koyo kancane nggolek kanca ngono ra tau. Dadi wis pokoke ning omah [kalau anak saya semuanya tidak yang besar tidak yang kecil, tidak pernah yang namanya sampai bermain seharian dirumah temannya itu jarang. Paling bermainnya kalau disini ya di rumah itu. Tapi kalau sudah pulang sekolah ya sudah di rumah. Yang kecil ya seperti itu. Kalau tidak diampiri temannya ya di rumah saja. Adanya ya masuk keluar rumah, tidak pernah seperti temannya yang mencari teman lainnya itu tidak pernah. Jadi pokoknya di rumah] 7. Nak ora diparani kancane, nggletak ning omah wae [Kalau tidak diampiri temannya ya di rumah saja] 8. Opo yo, yo rajin sinau, rodok maju daripada sing gede sing metu sekolah [apa ya, ya rajin belajar, lebih baik dari yang besar yang keluar sekolah]
166
9. Jawa, ya wes tak ajari basa krama inggil tak ajari. Neng ya sak mampuku [jawa, ya juga sudah saya ajari krama inggil] 10. Yo kadang. Kadang yo ngobrol mbe anak, yo wes nyambut gawe yo kan ambek karo hiburan kan kudune yo omongan [ya terkadang. Kadang ya mengobrol dengan anak, ya sudah mengerjakan pekerjan kan hiburan dengan anak, harusnya ya dengan mengobrol] 11. Yo tak perhatikke koyo ngono kuwi yo tak perhatekke, wong nak elek yo rodok gela, kok iso [ya saya perhatikan seperti itu ya saya perhatikan. Kalau jelek juga menyesal, kok bisa] 12. Podo kabeh ora enek sing tak bedakke. Karaktere bedo tapi mbimbinge kudu podo, aku ngono. Dadi, ora kok tak pilih-pilih ngono ki ra pernah. Semene-mene ngono ki aku ora. Kudu tak podokke kabeh, ora dibedabedake. Wong ora dibedo-bedoke we wes iso ngarani kok, “wah pae ki bedo deweki ok ambek si A.” Dadi wong tua ki wah jane kene ki yo ra mbeda-mbedake, neng kok ono sing muni dibedake. Nak ambek si A ki jan, pae ki. Padal kene ki jane yo ora, jane yo podo ning yo wong kabeh ki yo seko penilaian anak kok, dadi raiso kudu podo ngono ki yo ra iso, tetep enek nganu istilah kekisruhan ki mesti enek. Neng yo kui, tak maklumi wong jenenge bocah. Lak ngono ora kok malah mbimbing siji teko sing siji diparibasake ki sayang banget ngono ki yo ora. Yo podo wae [sama semua
tidak
ada
yang
saya
bedakan.
Karakternya
beda
tapi
membimbingnya harus sama, saya begitu. Jadi, tidak pilih-pilih gitu tidak pernah. Harus saya samakan, tidak dibeda-bedakan. Tidak dibeda-bedakan saja bisa bilang gini kok, “wah, bapak tu membdakan kalau sama si A.” Jadi orang tua ya merasa, sebenarnya saya itu tidak embedak-bedakan, tapi kok ya ada yang bilang begitu. Kalau sama si A, baka tu. Padahal ya sebenarnta tidak, sebenarnya ya sama tapi ya semua itu kan yang menilai anak, jadi tidak bisa harus sama gitu ya tidak bisa. Tetap ada istilahnya kekisruhan itu pasti ada. Tapi ya itu, saya memaklumi, namanya juga anak-anak. Jadi membimbing yang 1 diistilahkan sayang banget itu tidak. Ya sama saja]
167
13. Yo kadang sok tak takokke ngono kui. Ning yo takok “diwarahi opo le?” nak sing cilik ngono ngono kan yo tak nganu. Neng nak sing gede wes ora tau tak takokke, wes gede kok. Nak sing cilik kan tak takokke, iso diwarai pie, nak durung iso yo kudu diapalke, dipahami. Ngko nak sak umpamane sesuk takonke meneh kan kelingan. Soale bocahe dedel [ya kadang saya tanyakan seperti itu. Ya tanya “diajari apa nak?” kalau yang kecil gitu kan saya tanyakan gitu. Tapi kalau yang besar sudah tidak pernah saya tanyakan, sudah besar kok. Kalau yang kecil kan saya tanyakan, bisa diajari bagaimana, kalau belum bisa ya harus dihafalkan, dipahamu. Nanti kalau seumpamanya besok ditanyak lagi kan ingat. Soalnya anaknya bandel] 14. Sisik-sisik ya ora mesti dek, kadang yo aku setengah 7 wes apel. Kadang yo nek awake gek ora mampu yo jam 7, setengah 8. Kadang yo malah ora nyandak sisan. Ngasi sore, jam 6. Lha pie wong tandang gawe nek koyo aku tandanh dewe ek dek, dadi ra ono sing ngewangi. Sing penting aku wayahe yo kuwi. Neks sore tekan jam 6. Luhur, asar yo istirahat [merajinkan bambu ya tidak pasti dek, kadang ya saya setengah 7 sudah mulai. Kadang ya kalau badannya lagi tidak mampu ya jam 7, setengah 8. Kadang ya tidak pegang sama sekali. Sampai sore, jam 6. Lha gimana soalnya kalau seperti saya itu melakukannya sendiri dek, jadi tidak ada yang membantu. Yang penting saya waktunya ya itu. Kalau sore sampai jam 6, dhuhur, ashar ya istirahat] 15. Walah ora ono ek dek, iso tak bagi waktu [walah, nggak ada dek, bisa tak bagi waktu] 16. Podo-podo, soale nak ora dipadake ngko kapiran. Kapiran butohe, ndidik anak iyo, nyambut gawe iyo [sama-sama, soalnya kalau tidak disamakan nanti kerepotan. Keropotan kebutuhannya, mendidik anak iya, bekerja juga iya] 17. Yo kuwi mau, ben anak kuei dadi apek [ya itu tadi biar anak jadi bapak] 18. Yo, ora iso moco tulis dadi ra iso marai [ya, tidak bias membaca dan menulis jadi tidak mengerti]
168
19. Nak masalah ngarahke kuwi yo kadang-kadang sok ngarahke. Yo misale nak aku nembung nyambut gawe dewe keteter, yo tak kon ewang-ewang. Penting anake ojo sampe ora ewang-ewang wong tua ki yo ojo. Wong nyatane nek pakne ora nyambut gawe yo ra nduwe sing gawe sangu [kalau masalah mengarahkan itu ya kadang-kadang mengarahkan. Ya misalnya kalau saya meminta bantuan membantu saya karenna kerepotan, ya tak suruh ewang-ewang. Yang penting anaknya jangan sampai tidak membantu orang tua ya jangan. Memang kenyataannya bapaknya kalau tidak bekerja ya tidak punya uang buat sekolah] 20. Walah, ra tau. Paling yo pujian. Yo pujian, ora tau aku sing jenenge tak iming-imingi ra tau. Gen usahane dewe, ngono we aku. Ngko nak pujian ki nak ngasi ngeki “ngko tak kei iki,” ngko nak ora tercapai malah sing gelo sing tua dewe. Dadi yo moso bodoho, sing penting koe pinter, nilaimu apek, wes ngono kuwi. Ora, ra tau. Ben wes pokokmen semampune kono dewe. Soale sak umpamane kuwi wong bocah, jenenge pikirane ora tentu. Kadang ngko diseneni tiwas bocahe malah budrek, dadi pikiran. Dadi, mending nak aku tak tokke wae. Pancenan tak tokke wae wes ora sah kepiye piye ngono ki ora usah. Kan enek sing wong anake yo pernah ngalami, krungu dewe “goblok ek njaluk sembarang-sembarang kon nuruti.” Nak aku salah, wong jenenge pikiran bocah ki ora podo, yo ono sing pinter, ono sing goblok, ngono. Ning jane ngono yo nek sing tua ngono ndeloke yo gen pinter kabeh, neng kan ora mungkin, wong anakku barang sing gede dewe kuwi yo ndisik wes tak lebokke ning sultan Fattah, wes kelas 2, pengen metu. “pak aku tak metu wae, wegah.” Saiki ndanganu yo gela. Kabeh wong ki mesti ngarepe merasa “wah, aku paling sekolah ki yo entuke ngene-ngene wae.” Tapi neng mburi kan saiki misale yo senajano peh jane ngono yo jenenge wong tua wes ngusahake tapi yo gandeng bocahe ra mampu yo karepe. Sing penting wong tua wis ngarahke. Ra gelem yowes karepmu. Niatan wong tua ora sekoalh neng karepe anake ben iso sekolah [tidak pernah. Paling ya pujian. Ya pujian, tidak pernah yang namanya saya iming-imingi tidak pernah. Biar usaha
169
sendiri, gitu saja saya. Nanti kalau pujian kalau sampai memberi “nanti tak kasih ini,” nanti kalau tidak tercapai malah yang menyesal ya saya sendiri. Jada ya masa bodoh, yang penting kamu pintar, nilainya bagus, sudah gitu saja. Tidak, tidak pernah. Biarkan pokonya semampunya dia sendiri. Soalnya semampunya itu namanya anak, pikirannya tidak tentu. Kadang nanti dimarahi, anaknya malah bisa pusing, jadi kepikiran. Jadi, lebih baik kalau saya, saya diamkan saja, memang saya diamkan tidak usah gimanagimana gitu tidak. Kan ada, orang yang anaknya ya pernah mengalami, dengar sendiri “bodoh kok minta ini itu harus dituruti.” Kalau menurut saya salah, namanya juga pikiran anak itu tidak sama, ya ada yang pintar, ada yang bodoh gitu. Tapi sebenarnta ya kalau orang tua begitu supaya anak pintar semua, tapi kan tidak mungkin, anakku saja yang paling besar itu dulu sudah saya masukkkan di Sultan Fattah, sudah kelas 2, pengennya keluar, “pak, saya keluar saja, tidak mau.” Sekaranf akhirnya ya menyesal. Semua orang tu pasti didepan merasa “wah, aku sekolah paling ya dapetnya begini-begini saya.” Tapi di belakangnya kan sekarang misalnya seperti itu tapi orang tua sudah mengusahakan. Anaknya ya tidak mampu ya terserah. Yang penting orang tua sudah mengarahkan. Tidak mau ya sudah. Niatnya itu orang tua sudah tidak sekolah tapi kemauannya ya anak bisa sekolah] 21. Sinau dewe. Soale podo wae seumpamane pakne kon ndampingi yo nyatane ra iso mbedekke. Neng nak nyatane wong tua reti, lha kuwi iso ndampingi. Neng yo gandeng wong tuane ra iso tulis dadi yo ra mendampingi [belajar sendiri. Soalnya sama saja misalnya bapaknya disuruh mendampingi ya kenyataannya tidak bisa membantu menjawab. Tapi kalau kenyataannya orang tua yang tahu, lha itu bisa mendampingi. Tapi ya berhubungan orang tua tidak bisa menulis jadi ya tidak mendampingi] 22. Ora dek [tidak dek] 23. Penuh leh sekolah [penuh di sekolah]
170
24. Yo kuwi ben anak ojo sampe anake ora sekolah ki ojo. Anak ben iso sekolah, ben pinter, suk nak wes pinter yo ben di nggo dewe, di pek dewe. Wong anak pinter yo sing nganu ki yo anake dewe kabeh yo [ya itu supaya anak jangan sampai anaknya tidak sekolah ya jangan. Anak supaya dapat sekolah, supaya pintar, besok kalau sudah pintar ya buat dirinya sendiri, dimiliki sendiri. Soalnya anak pinter ya yang berusaha anaknya sendiri semua ya] 25. Yo ngandan-ngandani. Yo pokoke ki yo kudu sekolah, iso lulus, iso nyambut gawe, iso nggo masa depane. Wong jenenge wong ra nduwe yo dek yo, nek ra usaha ngono pakne kan nyambut gawe cuma gawe kere [ya menasehati. Ya pokoknya tu ya harus sekolah, bisa lulus, bisa bekerja, bisa untuk masa depannya. Namanya orang tidak punya ya dek ya, kalau tidak usaha begitu bapaknya kan bekerja cuma membuat kerajinan bambu]
171
1. Nama
: Sri
2. Kode Informan
: SR
3. Usia
: 45 Tahun
4. Hari, tanggal
: Kamis, 4 Agustus 2016
5. Tempat
: Rumah Bp. Kumedi
6. Pukul
: 11.35 WIB
1. Nggeh kula sekolahke ngoten, semampunya mbak, anak banyak semampunya. Selalu diawasi, diarahkan nggeh diawasi, nggeh TPA [ya saya sekolahkan gitu, semampunya mbak, anak banyak semampunya. Selalu diawasi, diarahkan ya diawasi, ya TPA] 2. Mboten nggeh tengah-tengahe. Menawi nganu ngoten kan dielekke, secara bergaul nggeh boleh aja tapi diawasi, mboten los. Opo meneh sing gede mbak, pengawasane malah luar biasa. Nggeh mboten kakung, mboten putri malah lebih pengawasane malahan terhadap liyane [tidak, ya tengahtengahnya. Kalau salah gitu kan diingatkan, secara bergaul ya boleh aja tapi
diawasi,
tidak
membiarkan.
Apa
lagi
yang
besar
mbak,
pengawasannya justru luar biasa. Ya tidak yang laki-laki, tidak yang perempuan justru pengawasannya lebih terhadap yang lainnya] 3. Harus gini gitu?
Ya gimana ya mbak, menurut kemampuan lah.
Dipaksakan kalau kemampuannya nggak mampu kan kasihan malahan nggak bisa mengikuti [harus gini gitu? Ya bagaimana ya mbak, menurut kemampuan lah. Dipakasakan kalau kemampuannya nggak mampu kan kasihan malahan nggak bisa mengikuti] 4. Ya penting, sangat penting itu sangat penting. Damel modal [Ya penting, sangat penting itu sangat penting. Buat modal] 5. Nggeh biasane ekonomi mbak, kalau nggeh kados kula kan anake banyak ngeten nggeh ekonomi ya itu biaya sekolah to. Nggeh alhamdulillah paringane saged. Usaha lah, gitu lah mbak. Kan wong anak akeh sok ono suara “alah, anak akeh paling ra sekolah,” ngoten. Tapi sebisa mungkin usaha ngoten [ya biasanya ekonomi mbak, kalau seperti saya ya kan
172
anaknya banyak begini ya ekonomi ya itu biaya sekolah to. Ya alhamdulillah bisa. Usaha gitu lah mbak. Kan anak banyak itu terkadang ada suara “alah, anak banyak paling tidak sekolah,” gitu] 6. Beda-beda, nggeh enten sing keras enten sing lembut. Paringane gampil mbak. Mungkin tahu keadaan orang tua tur nggeh cara menanamkan didikan ngoten nggeh nek anak biasa minta ini trus dikasih kan lha itu kan udah kebiasaan ngoten nggeh [beda-beda, ya ada yang keras ada yang lembut. Bersyukurnya gampang mbak. Mungkin tahu keadaan orang tua dan cara menanamkan didikan begitu ya kalau anak biasa minta ini trus dikasih kan lha itu kan sudah kebiasaan begitu ya] 7. Nggeh, nek kampung umume ngoten mbak
[iya, kalau di kampung
umumnya begitu mbak] 8. Nggeh nek cara mbantu orang tua enggeh, ngoten tapi kalau sekolah ya prestasi itu ada mbak, prestasi sekolah itu [ya kalau cara membantu orang tua ya iya, begitu tapi kalau sekolah ya prestasi itu ada mbak, prestasi sekolah itu] 9. Nggeh campur ngoten, Jawa kalih bahasa Indonesia, kula biasa mpunan [ya campur gitu, Jawa dan bahasa Indonesia, saya sudah biasa] 10. Nggeh to, nggeh sambil bekerja sambil kalih terane ngoten, dadi mboten khusus ngeten to. Ngeten ki kalih ngawasi, ngoten niku [iya to, ya sambil bekerja sambil bersama anak begitu, jadi tidak khusus begini to. Begini ini sambil mengawasi, ya seperti itu] 11. Nggeh, nggeh menawi ada penurunan nilai nggeh mangkeh lha cara mendidik nggeh mangkeh diketati malih [iya, ya kalau ada penurunan nilai ya nanti cara mendidik anak nanti diketati lagi] 12. Sami mawon kula mboten beda-beda. Nek sing kecil kan kudune carane nggeh diikuti ngeten, nek sing gede kan jarak jauh lah istilahe ngoten dipantau jarak jauh sing ageng [sama saja saya tidak beda-beda. Kalau yang kecil kan harusnya caranya ya diikuti begitu, kalau yang besar kan jarak jauh lah istilahnya begitu, dipantau jarak jauh yang besar]
173
13. Biasanya yang besar itu mbak yang SMK ngoten niku. Lha niku kan biasa pulang sore lha itu kadang hanya “pulang jam segini apa kegiatan sekolah?” ngeten. Nggeh biasane itu kalau praktek itu pulang agak sore niku ngoten. Nggeh ngoten niku, sing biasa kula anu sing sering itu [biasanya yang besar itu mbak yang SMK begitu. Lha itu kan biasa pulang sore, lha itu kadang hanya “pulang jam segini apa kegiatan sekolah?” begitu. Ya biasanya itu kalau praktek pulang agak sore gitu. Ya seperti itu, yang biasa saya tanyakan ya yang sering itu] 14. Kula niki nganu, niki kan kula ngeterke TK dadi pulang TK pulang jam 10 itu, lha istirahat sebentar gitu lek mulai. Nek bapake niku malem ngemek niki ngoten. Malem ngoten. Nek sonten jam 5 itu siap-siap lek nanti malem nyisik-nyisiki ngoten. Nek enjing nggeh nyuci. Mangkeh motongi kalih ngumbah ngoten. Nek ndalu awit bar sholat maghrib ngoten nggeh nek mboten wonten kegiatan nopo kumpulan paling jam 9 mboten sampe larut. Pokoke tenagane semampunya [saya itu gini, ini kan saya mengantarkan TK, jadi pulang TK pulang jam 10 itu. Lha istirahat sebentar gitu terus mulai. Kalau bapaknya itu malam baru memegang ini gitu. Kalau sore jam 5 itu siap-siap terus nanti malam menghaluskan gitu. Kalau pagi ya dicuci. Nanti dipotong dan dicuci gitu. Kalau malam mulai selesai sholat maghrib gitu ya kalau tidak ada kegiatan, apa kumpulan, paling jam 9, tidak sampai larut] 15. Mpun biasa, jalan aja ngoten. Mpun jalan aja, lancar-lancar aja ngoten. Mangkeh nggeh wayah istirahat ngoten nek tekan sore. Luhur niku kula mpun istirahat, wayahe niki bobok niku kula bobokke riyen. Kula nggeh istirahat, perlu istirahat kula nggehan [sudah biasa, berjalan aja gitu. Sudah jalan aja, lancar-lancar aja gitu. Nanti ya waktunya istirahat gitu kalau sampai sore. Dhuhur gitu saya sudah istirahat, waktunya ini tidur gitu saya tidurkan dahulu. Saya ya istirahat, saya juga perlu istirahat] 16. Nggeh nek prioritas mendidik anak ngoten nggeh. Cara niki pengrajin bambu nek kula kan istilahe membantu suami ngoten, nggeh yang utama mendidik anak mbak [ya kalau prioritas mendidikan anak ya begitu. Cara
174
begini pengrajin bambu kalau saya kan istilahnya membantu suami begitu, ya yang utama mendidik anak mbak] 17. Gini mbak, saya kan istilahnya dari orang miskin ya. Saya istilahe memodali anak itu kan mboten kok saking bondho, lha saya istilahe semampunya. Lha memberi ilmu pendidikan anak, lha itu modal nanti sampai tua ngoten [begini mbak, saya kan istilahnya dari orang miskin ya. Saya istilahnya memodali anak itu kan bukan dari harta, jadi saya istilahnya semampunya. Memberi ilmu pendidikan nak itu modal nanti sampai tua, begitu] 18. Nggeh pripun nggeh, kadang itu nganu mbak, belajar itu dia tu susah. Kudune tu kan dikejar-kejar niku, nggeh ngoten niku. Nak mpun bermain kan mpun susah mbak, tur meneh nek sing kakung ngoten wonten temene teka lak ajeng belajar mboten sido. Nggeh ngoten niku. Nek biaya nggeh sak wontene, sebisa mungkin nggeh usaha sekolah [ya bagaimana ya, kadang itu begini mbak, belajar itu dia susah. Harusnya kan dikejar-kejar gitu, ya begitu itu. Kalau sudah bermain kan sudah susah mbak, apa lagi yang laki-laki itu ada temennya datang terus mau belajar tidak jadi. Ya seperti itu. Kalau biaya ya seadanya, sebisa mungkin ya usaha sekolah] 19. Nggeh nak sakniki enten kakake, nggeh kalih kakake ngoten. Nek riyen nggeh pancen kula terutamane. Nek bapake kan mboten patek nganu, terutama kula mek riyen. Saiki sampun kakake nggeh kakake [ya kalau sekarang ada kakakknya, ya sama kakakknya gitu. Kalau dulu ya memang saya terutamanya. Kalau bapaknya kan tidak begitu paham, dulu terutama dengan saya. Sekarang sudah kakaknya ya dengan kakaknya] 20. Mboten. Mboten nate, kula mboten nate. Cuman nggeh ini dipertahankan ngoten mawon. Biasane mboten kula, nggeh istilahe nggeh ini harus memperhatikan pelajaran carane pulang sekolah nggeh diulang, mpun ngoten [tidak. Tidak pernah, saya tidak pernah. Cuma ya ini diperhatikan begitu saja. Biasanya saya tidak, ya istilahnya ya ini harus memperhatikan pelajaran caranya pulang sekolah ya diulang, sudah begitu] 21. Lha niku pasti mbak nek PR [lha itu pasti mbak kalau PR]
175
22. Sing alit-alit niku. Jarang-jarang sing ageng niku nek tangklet-tangklet, ngoten niku nek sing ageng [ya yang kecil-kecil itu. Jarang-jarang yang besar itu kalau bertanya-tanya, gitu ya yang besar] 23. Ya tidak penuh ya mbak, soale dari orang tua ya berpengaruh [Ya tidak penuh ya mbak, soalnya dari orang tua ya berpengaruh] 24. Nggeh carane meh 100% lah, terutama nggeh ngoten. Kula istilah ibu kan nggeh, pendidikan mendidik anak kan terutama ibu lak ngoten. Sebabe nggeh istilahe nggeh ngoten 100% mehan. Sing ndampingi kula ngoten [ya caranya hampir 100% lah, terutama ya begitu. Saya istilahnya ibu kan ya, pendididikan, mendidik anak kan paling utama gitu kan ya. Sebabnya istilahnya ya begitu hampir 100%. Yang mendampingi saya gitu] 25. Nggeh niku usaha kula nggeh belajar dan belajar ngoten [ya itu usaha saya ya belajar dan belajar gitu]
176
1. Nama
: Sumi
2. Kode Informan
: SU
3. Usia
: 44 Tahun
4. Hari, tanggal
: Jumat, 6 Agustus 2016
5. Tempat
: Rumah Bp. Mahsun
6. Pukul
: 10.55 WIB
1. Nggeh di sinauni mbak, nggeh wektune sinau, dolan, ngoten niku to nggeh. Nggeh to, sopan santun biasa teng ndeso [ya diajari mbak, ya waktunya belajar, bermain, seerti itu ya. Ya sopan santun biasa di desa] 2. Nggeh kadang nggeh, pripun nggeh, nggeh wektune niku dolan nggeh dolan, sinau nggeh sinau, ngoten niku mbak. Dadose mboten terlalu dikekang ngoten lho. Nggeh kados pripun nggeh mandiri, disiplin [ya kadang ya, kadang bagaimana, ya waktunya bermain ya bermain, belajar ya belajar, seperti itu mbak. Jadinya tidak terlalu dikekang gitu lho. Ya seperti bagaimana ya, mandiri, disiplin] 3. Nggeh mboten terlalu. nggeh [ya tidak terlalu] 4. Nggeh penting mbak, nggeh supados pinter ngoten karepe [ya penting mbak, ya supaya pintar gitu kemauannya] 5. Mboten kadose [tidak sepertinya] 6. Pripun nggeh, kadang nggeh nurut, kadang nggeh mboten ngoten niku. Benten-benten, nggeh nek sing setunggal niku tasih seneng dolan ngono lho, sing alit [bagaimana ya, kadang ya menurut, kadang ya tidak gitu itu. Beda-beda, ya kalau yang satunya itu masing suka bermain gitu lho, yang kecil] 7. Nggeh [iya] 8. Mboten ek [tidak] 9. Basa Jawa, kadang nggeh Ngoko, kadang nggeh ngoko kadang boso, ngoten niku [bahasa Jawa, kadang ya ngko, kadang ya krama, seperti itu]
177
10. Nggeh nek wektu istirahat ngoten niku [ya kalau waktu istirahat seperti itu] 11. Enggeh mbak, angger wangsul ngoten niku nggeh kula deloki bijine ngoten niku to nggeh [iya mbak, setiap pulang sekolah gitu ya saya lihat nilainya sperti itu mbak] 12. Nggeh sami [ya sama] 13. Nggeh, kadang ngoten sok enten kegiatan ngoten niku mbak. Sing ageng nggeh niku, kegiatan pramuka, sakniki lak mpun kelas 3, dadose nggeh kegiatane nika nggeh les napa pripun ngoten. Nggeh menawi kesah teng pundi, “teng pundi?” ngoten. Kudu takok [iya, kadang itu ada kegiatan apa ggitu mbak. Yang besar ya itu, kegiatan pramuka, sekarang sudah kelas 3, jadinya ya kegiatannya itu ya les apa gimana gitu. Kalau mau pergi kemana, “mau ke mana?” gitu. Harus ditanyai] 14. Nggeh nek mpun rampungan ngoten niku to mbak rampungan jam 9, 10 ngantos jam 2 jam 1. Nggeh nek mpun rampungan ngoten niku nggeh nek bar sholat lanjut malih ngantos sonten. Nggeh mboten mesti, ngantos ndalu niku kan nembe nganam ngoten niku mbak [ya kalau sudah selesai beres-beres gitu mbak, selesai jam 9, 10 sampai jam 2 jam 1. Ya kalau sudah selesai beres-beres gitu ya kalau sudah selesai lanjut lagi sampai sore. Ya tidak pasti, sampai malam gitu kan kalau lagi menganyam bambu gitu mbak] 15. Mboten, kan mboten terus nyambut gawe [tidak, kan tidak terus melakukan pekerjaan] 16. Nggeh kedua-duanya. Lha nggeh pripun nggeh, sama pentingnya [ya kedua-keduanya. Lha gimana ya, sama pentingnya] 17. Nggeh kewajiban sebagai orang tua [ya kewajiban sebagai orang tua] 18. Nggeh kula nggeh njawabe nggeh sak sagede kula. Nek sing mpun ageng niku kan nggeh kula mboten saged mbak [ya saya ya membantu menjawab ya sebisanya saya. Kalau yang sudah besar itu kan ya saya tidak bisa mbak] 19. Mboten, nggeh ngoten niku mara-marai [tidak, ya mengajari gitu itu]
178
20. Mboten, nggeh paling pujian ngoten, hadiah mboten. Mboten, nggeh sak sagede kula warai nggeh ngoten [tidak, ya hanya pujian gitu, bukan hadiah. Tidak, ya saya sebisanya saya ajari ya seperti itu] 21. Nggeh diwarai [ya diajari] 22. Nggeh sing alit [iya yang kecil] 23. Nggeh sekolah, nggeh teng nggriya. Nggeh nek teng sekolahan kan guru, nggeh nek teng nggriya nggeh orang tua [ya sekolah, ya di rumah. Ya kalau di sekolah kan gurunya, ya kalau di ruma ya orang tua] 24. Nggeh pripun nggeh niku tanggung jawab kula [ya bagaimana ya itu tanggung jawab saya] 25. Lebih banyak belajar, ngoten niku. Kersane bocahe niku pripun nggeh, terus belajar ngoten lho mbak. Memberi semangat [lebih banya belajar, seperti itu. Supaya anak itu gimana ya, terus belajar seperti itu mbak. Memberi semangat]
179
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Wawancara dengan MK
Wawancara dengan IS
180
Wawancara dengan MR
181
Kegiatan orang tua pengrajin bambu saat memotongi bambu
Kegiatan pengrajin bambu ketika menganyam bambu
182
Kegiatan pengrajin bambu sedang menghaluskan bambu
183
Pengrajin bambu dan anaknya
184
Kerajinan bambu kursi bambu
185
Bambu yang sudah dipotongi dan dicuci
Proses penjemurn bambu
186
Hasil kerajinan bambu berupa gorden pintu
187
188
189
190