MINGGU 4
Pokok Bahasan
: Konsep Ekologi 2
Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun
Lingkungan Alamiah Dan Buatan Manusia Para dipahami adanya dua elemen dasar perancangan lingkungan, yaitu lingkungan alamiah dan lingkungan buatan manusia. Masing-masing jenis lingkungan mempunyai karakter tersendiri, dan keduanya saling mempengaruhi, sehingga ligkungan alamiah dan ligkungan buatan tidak dapat dipisahkan (Golany, 1995). Lingkungan alamiah Lingkungan fisik alamiah disekitar kita merupakan sintesa yang dibentuk oleh proses yang menerus dari hubungan-hubungan dinamis antar kekuatan elemenelemen dasar lingkungan alamiah. Elemen-elemen dasar tersebut terdiri dari:
lklim
Siklus hidrologi
Tekanan tektonik
Evolusi tanah
Energi matahari
Siklus flora
Aktivitas fauna
Sintesa karakter lahan
Masing-masing
elemen
mempunyai
kekuatan
dan
bersifat
dinamis,
yang
membentuk lingkungan disekitar kita.
Elemen-elemen lingkungan alam melakukan proses kehidupan yang dinamis. Masing-masing mempunyai siklus dan saling berhubungan.
Universitas Gadjah Mada
Gambar 4.1 Lingkungan alamiah dan lingkungan fisik buatan saling mempengaruhi
Elemen-elemen lingkungan alam melakukan proses kehidupan yang dinamis. Masing-masing mempunyai siklus dan saling berhubungan.
Lingkungan buatan manusia Masuknya pengaruh manusia kedalam proses lingkungan alam merupakan produk dari tindakan dan kreativitas manusia selama ini. Komponen lingkungan buatan beraneka ragam, antara lain:
Konstruksi fisik kota dan desa
Pertumbuhan teknologi
Dinamika ekonomi
Dinamika perilaku sosial
Pengembangan budaya dan tradisi
Ekspresi seni dan spiritual
Sistem politik
Produktifitas secara menyeluruh
Universitas Gadjah Mada
Seperti juga pada lingkungan alamiah, komponen yang ada pada lingkungan buatan sating berhubungan, tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Lingkungan buatan juga terus mengalami perubahan, karena kegiatan manusia bersifat dinamis. Kegiatan manusia merubah alam, apabila tidak dirancang secara benar sering memberi dampak negatif baik pada alam maupun sendiri.
Lingkungan buatan manusia disebut pula sebagai Iingkungan terbangun, karena didalamnya meliputi elemen konstruksi fisik, sosial, ekonomi, dan sebagainya, yang sating berinteraksi.
Gambar 4.2 Lingkungan buatan turut membentuk perubahan Iingkungan alam dan keduanya sating mempengaruhi.
Universitas Gadjah Mada
Beberapa karakter lingkungan terbangun yaitu: 1) Dinamis: cepat terjadi perubahan, pertumbuhan atau perkembangan yang sering malah diluar kontrol. Pertumbuhan dapat dilihat pada ukuran dan bentuk permukiman, jumlah populasi, jumlah konsumsi sumberdaya alam, serta jumlah Iimbah. 2) Teknologi: pemakaian teknologi merupakan cara untuk merubah lingkungan alam. Pada jaman purba, orang belum mampu untuk merubah Iingkungan alam karena belum mempunyai teknologi, sehingga alam yang mempengaruhi mereka. Di jaman modern saat ini, teknologi mampu merubah Iingkungan alam secara radikal untuk kepentingan hidup manusia. 3) Konsumsi dan buangan: Lingkungan terbangun banyak mengkonsumsi sumberdaya alam seperti makanan, air, minyak bumi, dan sebagainya, dan mengeluarkan buangan limbah. Semakin banyak jumlah populasi, semakin banyak pula sumberdaya dikonsumsi, sehingga jumlah limbah meningkat, dan berdampak pada Iingkungan, baik alam maupun buatan manusia.
Ekologi Kota Sebuah kota berisi organisma, baik populasi manusia maupun binatang dan tumbuhan,
yang
saling
berhubungan
secara
kompleks.
Beberapa
penulis
menyebutnya sebagai ekosistem kota, yang didalamnya terjadi pergerakan atau aliran energi dan material untuk proses kehidupan. Meskipun demikian, beberapa penulis menyangkal bahwa tidak ada satu pun kota yang dapat mencukupi kebutuhannya sendiri (self-sustaining), sehingga kota tidak dapat benar-benar dikatakan sebagai sebuah ekosistem. Untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri, sebuah sistem harus memiliki produsen, konsumen dan dekomposer, begitu juga energi dan material. Pada kenyataannya, kota tidak memiliki cukup tanaman — sebagai produsen — untuk menunjang kehidupan populasi manusia dan binatang yang tumbuh cepat. Untuk hidup, mereka bergantung kepada daerah-daerah pertanian di luar batas kota, bahkan di tempat-tempat yang sangat jauh di dunia. Disamping makanan, kota mendatangkan udara, material dan energi dan harus membuang produk-produk limbah padat, limbah cair, dan limbah gasnya (Gambar 4.3). Sebagai ganti dari fungsi-fungsi penunjang hidupnya, kota menyediakan sejumlah keuntungan penting, seperti barang dan jasa, informasi, pengolahan pabrik, teknologi dan hiburan untuk seluruh masyarakat. termasuk lapangan kerja dan
Universitas Gadjah Mada
tempat tinggal bagi penduduknya. Itulah sebabnya, mungkin lebih tepat kalau menyebut kota dengan kawasan sekitarnya sebagai sebuah ekosistem, daripada hanya area di dalam kota itu sendiri.
Gambar 4.3 Beberapa masukan dan keluaran utama (gelap) dan energi (terang) dari sebuah kota.
Meskipun sebuah kota menghasilkan atau menyediakan berbagat keuntungan, sebuah kota juga menciptakan sejumlah besar persoalan. Persoalanpersoalan tersebut sebenarnya tidak hanya ditemukan di daerah perkotaan (urban) dan memang
Universitas Gadjah Mada
salah satu penyebabnya adalah proses urbanisasi. Seperti dikatakan oleh Theodore Rozak dalam Miller dan Armstrong (1982):
"Kota metropolitan
merentangkan belalai-belalainya sepanjang puluhan
kilometer dari pinggiran kota yang telah bertumbuh tidak karuan. Belalaibelalai itu menyedot setiap lahan subur dan hutan belantara ke dalam metabolisme teknologinya. Kota, kemudian memaksa penduduk perdesaan untuk keluar dari
jahan
mereka
dan
menggantikannya
dengan
kegiatankegiatan
agroindustri yang sangat luas. Para pekerja kota membawa buldozer dan mobil-mobil derek dengan suara bising ke daerah-daerah yang masih
sepi
untuk
membangun
jaringan
transport.
komunikasi
dan
infrastruktur lainnya, dan merubah lansekap perdesaan yang asri menjadi lansekap liar. Selanjutnya, kota membuang limbahnya ke dalam sungai, danau dan laut, atau membawa dan membuangnya ke tempat-tempat terbuka yang jauh. Bumi menjadi tempat sampah bagi kota".
Kota, daerah perkotaan, dan megalopolitan dapat dianggap sebagai ekosistem yang self-sustaining (memenuhi kebutuhannya sendiri) hanya apabila kita memasukan: (1) pertanian, pertambangan, transportasi, dan daerah-daerah lain di seluruh dunia yang menyediakan masukan material bagi kota tersebut; serta (2) udara, sungai, laut dan tanah sebagai wadah limbah-limbah yang dihasilkan. Pada jaman dulu, kota merupakan bagian dari ekosistem lokal atau regional, tetapi pada waktu sekarang daerah perkotaan merupakan ekosistem global. Semua berkeinginan untuk menempati tempat yang sama dan mengeksploitasi sumberdaya yang sama yang terbatas jumlahnya. Meskipun demikian perlu diingat bahwa dalam pertumbuhannya, tidak ada daerah perkotaan atau kota yang dapat berlanjut secara sendiri-sendiri. Ekologi Kota Sebagai Lingkungan Terbangun Ekologi (istilah yang pertama kali dikenalkan oleh Haeckel di tahun 1869) didefinisikan sebagai studi tentang interaksi antara organisma, populasi, dan spesies bioloqi (termasuk manusia) dengan lingkungan hidupnya; perubahan komposisi dari spesies, dan aliran energi di dalam kelompok-kelompok spesies (ekosistem) (Yang, 1995). Interaksi antara lingkungan biologi dan fisik membentuk sebuah unit spasial yang disebut ekosistem.
Universitas Gadjah Mada
Ekologi sebuah kota ditandai dengan adanya lansekap pola-pola jalan, tempat perbelanjaan, perkantoran, pusat pemerintahan, taman dan area permukiman. Selain itu, ada beberapa bagian kota yang sering dilupakan atau tidak mendapat perhatian, misalnya pinggiran sungai, rel kereta api, utilitas umum, tanah kosong, halaman rumah-rumah di kampung, dan sebagainya. Jadi ada dua jenis lansekap dimiliki oleh sebuah kota. Yang pertama. lansekap yang tertata, dengan bangunan-bangunan bagus, pohon-pohon, bunga, rumput yang terpelihara, kolam, plaza dan tempat-tempat yang direncanakan dan dirancang dengan baik lainnya. Lansekap
ini
dirancang
khusus
dengan
aturan-aturan
yang
resmi
dengan
mengutamakan keindahan: Keberadaannya tergantung pada maskan energi dan teknologi yang tinggi.
Lansekap jenis kedua biasanya ditandai dengan vegetasi alamiah yang tumbuh dengan sendirinya, dan genangan air atau banjir setelah turun hujan. Tempat-tempat ini, yang disebut lansekap vernakular, merupakan bagian kota yang sering dilupakan, tidak dirancang secara khusus. Menurut Hough (1995), jenis lansekap vernakular masih dianggap lebih mempunyai lingkungan alamiah, lebih mempunyai kedekatan dengan lansekap pedesaan.
Apabila kota menjadi semakin besar, ekologi kota menjadi berubah pula. Pada kota besar dan modern, pola dari ruang-ruang kota merupakan produk dari tekanan pasar, sistem transportasi dan ideologi rancangan yang secara radikal berbeda dengan kota-kota tua yang tradisional. Secara visual, bangunan-bangunan tinggi dan jalanjalan raya telah menciptakan lansekap kota dengan skala tidak manusiawi lagi, lebih tergantung pada kendaran bermotor daripada berjalan kaki. Tekanan ekonomi telah menciptakan lansekap bangunan tinggi yang terpanggang panas di siang hari dan tersapu angin, plaza-plaza luas tanpa isi, tempat parkir, jalan-jalan tol, dan tanah kosong tanpa difungsikan. Kota menjadi penuh dengan struktur beton, dan jauh dari suasana alamiah pedesaan. Lansekap ini menjadi lansekap yang steril, yang menunjukkan kurangnya koordinasi dan kontrol pembangunan.
Pamakaian energi yang melimpah di kota turut menentukan bentuk dari kota. Pemakaian energi untuk pabrik, kendaraan, sistem pemanasan dan pendinginan, listrik dan lainnya sekitar seratus kali lebih besar daripada energi yang mengalir melalui ekosistem alamiah (Lang dan Armour, 1980). Sehingga kota telah memberi tekanan
Universitas Gadjah Mada
kepada sistem alamiah dengan pemakaian energi yang tinggi dan pembuangan produk-produk yang tidak diinginkan. Ada masukan makanan dari daerah pertanian dan buangan ke dalam lingkungan berupa panas dan limbah. lndustri-industri yang mengambil air dari sungai atau air tanah dan mengembalikannya berupa limbah energi panas. Sampah organik dan berbagai jenis limbah padat dibuang ke permukaan tanah. sehingga menimbulkan sejumlah besar gas metan dan gas-gas lainnya dalam proses dekomposisinya.
Mudahnya mendapatkan energi dalam jumlah banyak membuat iklim mikro bangunan, bentuk dan gaya rancangan bangunan di kota-kota modern tidak lagi dipengaruhi oleh hambatan-hambatan alam. Steadman (1977) menunjukkan bahwa bentuk luar dari gedung-gedung tinggi yang tertutup menjadi konsekuensi dari organisasi internal dan bahan bangunan yang dipakai. Ini sangat berbeda dengan arsitektur tradisional, yang mana disain eksterior bangunan merupakan respon dari masalah iklim dan upaya melindungi interiornya dari udara panas atau dingin. Dengan kemudahan mendapatkan energi tersebut, apabila tidak ada kontrol pembangunan yang benar, ekologi urban akan terus berubah kearah yang semakin jauh dari lingkungan alamiah.
Gambar 3.4 Interaksi antar komponen lingkungan
Universitas Gadjah Mada