PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
KETENTUAN PERPANJANGAN HAK GUNA BANGUNAN YANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK AGRARIA (UUPA) (Studi Kasus Kantor Pertanahan Kota Batam)
Dwi Afni Maelani Fakultas Hukum Universitas Riau Kepulauan Batam, Indonesia
[email protected]
ABSTRAK Pelaksanaan ketentuan tentang jangka waktu pengajuan permohonan perpanjangan hak guna bangunan dalam prakteknya Kantor Pertanahan tidak membeda-bedakan pengajuan permohonan perpanjangan hak guna bangunan menurut ketentuan Pasal 27 ayat (1) PP. No. 40 Tahun 1996 karena Kantor Pertanahan menerapkan 2 (dua) ketentuan tersebut. Perbedaan pengaturan mengenai perpanjangan Hak guna bangunan dalam 2 (dua) ketentuan tersebut lebih bersifat ketatausahaan. Penetapan jangka waktu 2 (dua) tahun dalam pengajuan perpanjangan Hak Guna Bangunan bertujuan untuk memberikan ruang dan waktu yang cukup bagi kepala BPN atau pejabat yang di tunjuk dalam memproses SK pemberian perpanjangan jangka waktu dari hak yang bersangkutan dengan demikian pemegang Hak Guna Bangunan yang bersangkutan belum berakhir. Pengajuan Permohonan perpanjangan hak guna bangunan yang sedang dibebani dengan hak tanggungan, dalam prakteknya pihak Kantor Pertanahan mensyaratkan adanya surat persetujuan dari Bank. Apabila di ajukan sendiri oleh pemohon (Pemegang Hak Guna Bangunan/pemberi Hak Tanggungan) namun apabila bank melaksanakan kuasa untuk mengurus perpanjangan Hak Guna Bangunan sebagaimana yang tercantum dalam APHT, maka dengan sendirinya tidak perlu di buat persetujuan dari Bank Akibat hukum apabila HGB obyek Hak Tanggungan berakhir maka berdasarkan Pasal 18 UUHT mengakibatkan hapusnya Hak Tanggungan. Oleh karena salah satu peristiwa yang menghapuskan Hak Tanggungan disebutkan dalam Pasal 18 ayat (1d) UUHT, bahwa sebagai dasar yang disebutkan terakhir untuk hapusnya Hak Tanggungan adalah hapusnya hak atas tanah. Hapusnya hak atas tanah dapat ditafsirkan fisik tanah/persilnya yang hapus maupun “hak” atas tanahnya.Pemegang Hak Guna Bangunan dalam mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan hendaknya mempertimbangkan juga mengenai waktu yang di perlukan bagi pejabat yang berwenang untuk mengurus dan menyiapkan surat keputusan pemberian perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut. Ketentuan Pasal 27 ayat (1) PP No. 40 Tahun 1996 untuk mengakomodir keperluan ruang waktu untuk pengurusan perpanjangan Hak Guna Bangunan Kata Kunci : Hak Guna Bangunan , Hak Tanggungan
A. PENDAHULUAN Sesuai ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan, bahwa” bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, Pasal tersebut di atas
142
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
mengandung maksud, bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat”1. Pengaturan dan pemanfaatannya harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat. Kaitan dengan hal tersebut di atas dalam UndangUndang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UndangUndang Pokok Agraria disingkat UUPA), berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUPA menyatakan, bahwa atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1 UUPA : bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan yang terkandung di dalamnya, pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat2. Selanjutnya Pasal 2 ayat (2) UUPA menentukan, “ bahwa hak menguasai dari negara termaksuk dalam Pasal 1 ayat (1) memberikan wewenang untuk : a. Mengatur dan menyelenggarakan, peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut. b. Menentukan dan mengatur, hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur, hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa” 3.
Berdasarkan pasal-pasal di atas selanjutnya dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA dinyatakan, “bahwa atas dasar hak menguasai dari Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 UUPA, ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”4,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA yang menyebutkan, bahwa hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA ialah: 1
Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Amendemen ke IV Sudargo dan Soetijarto,. Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria Nomor.5 Tahun 1960 dan Peraturanperaturan Pelaksanaannya, Citra Aditya Bakti, Bandung. 1997
2
3
Pasal 1 ayat (1) Dasar-Dasar dan Ketentuan-Ketentuan Pokok ,Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1960 4 Pasal 4 ayat (1) Dasar hak menguasai Undang-Undang Nomor.5 Pokok Agraria Tahun 1960
Pokok Agraria
143
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
a. Hak milik b. Hak guna usaha c. Hak guna bangunan d. Hak pakai e. Hak sewa f. Hak membuka tanah g. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hal-hal tersebut di atas, yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara Hak Guna Bangunan dalam UUPA diatur secara khusus dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 40 menyatakan bahwa, “Hak Guna Bangunan, adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun” 5. Atas permintaan pemegang haknya, dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunanbangunannya. Permasalahan yang sering terjadi dilapangan banyak masyarakat yang tidak mengetahui ketentuan-ketentuan dalam memperpanjang Hak Guna Bangunan, yang selanjutnya penulis singkat dengan HGB dimana masa berlaku yang ditentukan dua tahun sebelum masanya berakhir6. Disini banyak ditemui masyarakat telat dalam memperpanjang hak guna bangunannya dari waktu yang telah ditentukan oleh Kantor Petanahan Kota Batam, dari keterlambatan masyarakat dalam memperpanjang HGB nya maka si pemegang hak tanggungan akan di kenakan denda dan membayar uang pendaftaran kembali agar bisa diperpanjang masa Hak Guna Bangunannya, Pada umumnya masyarakat tidak mengetahui didalam perpanjangan Hak Guna Bangunan dikarenakan masyarakat membeli sebuah bangunan umumnya yang telah disediakan oleh pengelolah lahan (Developer) dan dari pihak pengelola tidak menerangkan bagaimana ketentuan–ketentuan dalam memperpanjang HGB, yang sering terjadi sering terlambatnya untuk memperpanjang HGB dari waktu dua tahun sebelum masa nya berakhir. Semenjak dikeluarkan kebijakan
oleh Badan Pengusahaan atau penulis singkat
dengan BP Batam yang dahulunya Otorita Batam ,menurut keputusan ketua Otorita Batam 5 6
Pasal 35 Tentang Hak Guna Bangunan, Undang-Undang Nomor.5 Pokok Agraria Tahun 1960 Muljadi dan Kartini. Hak Tanggungan,2006, Prenada Media Group, Jakarta hal 37
144
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
pengembangan daerah industri Pulau Batam No.734 /UM-KPTS/XII/1998 pada 1 desember 1998 tentang pemberian hak milik ditentukan oleh Otorita Batam atau sekarang BP Batam, sesuai dengan kebijakan Otorita pada tanggal 1 desesmber 1998 sampai Tahun 2010 dengan di keluarkannya sertifikat Hak Milik,tetapi dari Tahun 2010 sampai sekarang
tidak di
berlakukannya lagi HGB dirubah menjadi Hak Milik ( HM ) maka yang berlaku dibatam hanya Hak Guna Bangunan, mengingat BP Batam memberlakukan kebijakan tersebut agar tidak ada kekosongan kerja bagi BP Batam dimana BP Batam berdiri sendiri tanpa memihak ke pihak manapun7. Dari kelalaian masyarakat untuk memperpanjang HGB nya maka diberikan sebuah sanksi bagi pihak yang terlambat membayar hak tanggungan nya dari masa yang telah di tentukan oleh pihak Kantor Pertanahan Kota Batam , dimana dua tahun sebelum masa nya berakhir . Masyarakat merasa terbebani dari keterlambatan memperpanjang HGB karena tidak hanya membayar denda tetapi harus membayar uang pendaftaran kembali dan juga memakan waktu yang lama untuk memperpanjang masa berlaku HGB, Berdasarkan uraian-uraian latar belakang tersebut di atas penulis membatasi pengertian perpanjangan HGB disini adalah Perpanjangan
HGB
yang
telah
berakhir
jangka
waktunya
atau
disebut
juga
1. Bagaimana ketentuan perpanjangan Hak Guna Bangunan yang dibebani
Hak
pembaharuan/pemberian atau perubahan HGB. Rumusan Masalah
Tanggungan dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) ? 2. Bagaimana sanksi dari keterlambatan memperpanjang Hak Guna Bangunan yang ditetapkan Kantor Pertahanan kota Batam?
B. METODE PENELITIAN Untuk mencari jawaban atas rumusan permasalahan yang ada, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan terhadap suatu permasalahan dengan menggunankan data primer (hasil penelitian di lapangan) untuk mengetahui secara kongkrit
7
wawancara dari Bapak Muhammad Jefri,selaku seksi pengaturan dan penataan pertanahan Di Kantor Pertanahan Kota Batam pada taggal 3 Juli 2014, pukul 9:10 WIB
145
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
terhadap segala permasalahan Ketentuan Perpanjangan Hak Guna Bangunan Yang Dibebani Hak Tanggungan Ditinjau Dari Udang-Undang Nomor 5 Pokok Agraria Tahun 1960 Pada Kantor Pertanahan Kota Batam. Disamping data primer yang di peroleh dari hasil penelitian di lapangan dalam pembahasan permasalahan ini juga menggunakan data sekunder berupa study kepustakaan, peraturan perundang-undangan, dokumen/arsip serta pendapat para sarjana untuk mendukung pembahasan antara fakta atau kenyataan dalam praktek dengan apa yang seharusnya atau idialnya.Alasan dipergunakan metodeyuridis empiris digabung dengan data sekunder adalah akan dapat membahas permasalahan secara mendalam dan lebih kongkrit terhadap hasil penelitian ini”8. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif penelitian ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya, sehingga sekadar untuk mengungkapkan fakta. Istilah analitis mengandung makna mengelompokkan, menghubungkan, membandingkan data- data yang diperoleh baik dari segi teori maupun praktek. Penelitian terhadap teori dan praktek adalah untuk memperoleh gambaran tentang faktor pendukung dan faktor penghambatnya”9. penelitian di Kota Batam dengan Ketentuan Perpanjangan Hak Guna Bangunan Yang Dibebani Hak Tanggungan Ditinjau Dari Undang-Undang No.5 Pokok Agraria Tahun 1960 Pada Kantor Pertanahan Kota Batam, merupakan hak atas tanah yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, guna mendirikan bangunan terutama di perkotaan. Di Kota Batam banyak bangunan, rumah, gedung-gedung perkantoran dan pertokoan yang didirikan di atas Hak Guna Bangunan, sehingga atas dasar pertimbangan tersebut Batam dipilih sebagai lokasi penelitian. Seluruh objek atau seluruh individu atau seluruh gejala atau seluruh kejadian atau seluruh unit yang diteliti.Populasi dari penelitian ini adalah semua pihak / instansi yang terkait dengan urusan perpanjangan Hak Guna Bangunan di Kota Batam Penentuan sampel dalam penulisan tesis ini mempergunakan Purposive Sampling, yaitu dengan memilih sampel yang representatif, kemudian dijadikan nara sumber untuk melengkapi data sekunder yaitu:
8
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, Cet III, 1985), Hal. 24 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,(Jakarta:Ghalia Indonesia,1998) Hal. 44
9
146
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
1. Kepala Kantor Pertanahan Kota Batam. 2. Kepala Seksi Penetapan Hak Tanah Badan Hukum Kantor Wilayah Pertanahan Kota Batam. 3. Kepala Seksi Pendaftaran, Peralihan, Pembebanan Hak dan PPAT Badan Hukum Kantor Wilayah Pertanahan Kota Batam. 4. Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kota Batam. Teknik Pengumpulan Data Penyusunan tesis ini mempergunakan data primer dan sekunder. Data Primer Data primer diperoleh dari hasil penelitian dalapangan berupa wawancara secara langsung dengan koresponden Data sekunder, diperoleh melalui Studi Kepustakaan dengan melakukan studi dokumen meliputibahan hukum primer, bahkan hukum sekunder”10. 1. Bahan hukum primer, yaitu bahan yang isinya mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah a) Undang-Undang Dasar 1945 b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) c) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ( UUPA)” d) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT). e) Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. f) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. g) Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP 24/ 1997. h) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara.
10
Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, cetakan Ketiga, 2001), Halaman 103.
147
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
i) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan j) Peraturan Perundang-undangan lain yang terkait. 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang isinya membahas bahan-bahan primer. a) Dokumen-dokumen yang ada di Kantor Pertanahan yang berkaitan dengan perpanjangan Hak Guna Bangunan. b) Hasil Karya Ilmiah tentang Hak Guna Bangunan dan perpanjangan hak atas tanah c) Hasil Penelitian tentang perpanjangan Hak Guna Bangunan dan Pendaftaran.11 3. Bahan hukum Tersier adalah bahan-bahan yang akan di berikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari: a) Buku –Buku Ilmiah b) Makalah –Makalah c) Hasil –Hasil Penelitian yang telah pernah dilakukan sebelumnya dan wawancara pada masyarakat. Data-data yang diperoleh dari studi kepustakaan maupun dari wawancara dengan narasumber, kemudian disusun secara sistematis, dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif, untuk mendapatkan kejelasan masalah yang akan dibahas. Kesimpulan dari keseluruhan hasil pembahasan atau analisis data yang telah dilakukan, disimpulkan dengan menggunakan metode induksi. Metode induksi, merupakan cara yang bertitik tolak dari hal- hal yang khusus, untuk kemudian mencari kesimpulan yang umum, atas dasar aspek-aspek yang sama pada hal-hal yang khusus tersebut.12”
C. PEMBAHASAN Ketentuan Perpanjangan HGB yang di bebani hak tanggungan dalam Undang-Undang Nomor 5 Pokok Agraria Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA)
11 12
Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA,1995, PT. Rineka Cipta, Cetakan Pertama, Jakarta hal 25. Nasution S, Metode Penelitian Kualitatif, Tarsito, Bandung, 1992, hal. 52.
148
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
Batam berdiri berdasarkan keputusan Presiden No. 41 Tahun 1973 yaitu tentang Hak Pengelolaan diserahkan kepada Otorita Batam sekarang menjadi Badan Pengusahaan Batam untuk meng HPL kan (Hak Pengelolahan Lahan) pulau Batam sebagai syarat pengurusan pemberian Hak pada pihak ke III yaitu Badan Hukum , Yayasan ,dan perorangan. Ketentuan yang dimaksud dalam aturan Undang-Undang nomor .5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria dalam proses kententuan perpanjangan Hak Guna Bangunan dimana 2 Tahun sebelum masanya berahir wajib untuk melakukan perpanjangan hak tanggungan itu sendiri,jika terlambat maka wajib hukumnya untuk mendaftar kan kembali hak tanggungannya jika upaya itu tidak di lakukan oleh si pemegang hak tanggungan, maka secara otomatis hak tanggungan tersebut akan hapus demi hukum. Berkembangnya waktu dari keputusan Presiden No. 41 Tahun 1973 Jo Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2007 Jo No. 5 Tahun 2011 tentang penggantian nama dari Otorita Batam di rubah menjadi Badan Pengusahaan,dari kewenangan sama dan tugas yang sama tanpa ada perubahan dalam tugas-tugas Badan Pengusahaan Batam13, tentang persyaratan Hak di pulau Batam semua di keluarka oleh BP Batam yaitu: 1) Masyarakat / pemohon mengajukan lahan kepada BP Batam 2) Untuk memperoleh lahan dan di persyaratkan untuk membayar Uang Wajib Tahunan Otorita
Batam
(WTO),peta
lokasi,
surat
keputusan
surat
perjanjian
(SPJ),rekomendasi tentang hak yang di berikan oleh si pemegang lahan yaitu BP Batam ,untuk pemberian lahan tehadap orang pribumi di berikan HGB, sedangkan Warga Negara Asing (WNA) di berikan hak pakai. 3) Untuk HGB sendiri diberikan jangka waktu 30 Tahun 4) Untuk Hak Pakai di berikan jangka waktu 25 Tahun14 Setelah persyaratan yang dimaksud di atas baru dapat di daftarkan di kantor Pertanahan Kota Batam,untuk dapat di berikan hak yang di maksud HGB , begitu juga dengan Hak Pakai, setelah haknya di keluakan oleh kantor Pertanahan Kota Batam denga hak yang di mohon yaitu HGB dan Hak Pakai baru si pemohon dapat menggunakan hak nya untuk di jadikan sebuah bangunan agar dapat di jadikan modal bagi masyarakat yang
13
Wawancara dari Bapak Hamdani SH,selaku kepala seksi Hak Tanah dan pendaftaran tanah Di Kantor Pertanahan Kota Batam pada tanggal 3 Juli 2014, pukul 11 : 05 WIB 14 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Muhammad Jefri,di bidang pengaturan dan penataan pertanahan Data Kantor Pertanahan Kota Batam tanggal 3 Juli 2014 , pukul 9:15 WIB
149
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
sertifikatnya dapat di anggunkan di bank mana saja , yang dapat di manfaatkan oleh masyarakat untuk modal usaha dan keperluan lainnya 15 .
Sanksi dari keterlambatan dalam memperpanjang HGB yang di tetapkan oleh Kantor Pertanahan Kota Batam Untuk sangsi dari kelalaian sipemegang hak maka dalam memperpanjang /memperbaharui akan di berikan sanksi agar melakukan pendaftaran/ permohonan kembali kepada si pemegang lahan di pulau Batam yaitu kembali kepada BP Batam untuk mendaftarkan kembali hak tanggungan nya,akan dikenakan denda dari keterlambatan perpanjangan hak tanggungan nya agar bisa di perpanjang kembali HGB nya di kantor Pertanahan Kota Batam, setelah ada surat keputusan telah didaftarkan nya kembali pada BP Batam,baru dapat diproses untuk perpanjangan HGB di Kantor Pertanahan Kota Batam 16. Si pemohon mengajukan Hak Tanggungan yang di anggunkan di bank yang bersangkutan kemudian bank mengarakan kepada PPAT yang di tunjuk untuk dibuatkan Akta Hak Tanggungan untuk mengikat masyarakat / si pemegang tanggungan agar bisa melakukan perpanjangan HGB . Di karenakan masayarakat/pemegang tanggungan umumnya untuk memperoleh sebuah hunian menjaminkan sertifikatnya di bank, oleh sebab itu si pemegang hak tanggungan mangurus perpanjangan HGB nya dengan Surat Kuasa Membebanka Hak Tanggungan ( SKMHT), yang telah di tunjuk oleh bank yang bersangkutan untuk mempermudah si pemegang hak tanggungan dalam memperpanjang HGB yang di miliki oleh masyarakat17. a) Pemohon meunjukan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang di buat oleh PPAT. b) Pemohon baru dapat mendaftarkan di Kantor Pertanahan Kota Batam dengan persyaratan yang telah lengkap sesuai dengan Undang-Undang Hak TanggunganNo. 4 Tahun 1996 dan Undang-Undang No. 5 Pokok Agraria Tahun 1960, yang subjek nya 15
Hasil Wawancara dari Bapak Hamdani SH, selaku kepala seksi Hak Tanah dan pendaftaran tanah Di Kantor Pertanahan Kota Batam pada tanggal 3 Juli 2014 , pukul 11: 13 WIB 16 Wawancara dari Bapak Hamdani SH,selaku kepala seksi Hak Tanah dan pendaftaran tanah Di Kantor Pertanahan Kota Batam pada tanggal 3 Juli 2014, pukul 11 : 10 WIB 17 Hasil Wawancara dari Bapak Hamdani SH, selaku kepala seksi Hak Tanah dan pendaftaran tanah Di Kantor Pertanahan Kota Batam, pada tanggal 3 Juli 2014 ,pukul 11:20 WIB
150
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
terletak di atas tanah Hak Pengelolahan sesuai keputusan Presiden No. 41 Tahun 1973 Jo Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2007 Jo Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2011. Namun dalam praktek selama ini yang melakukan perpanjangan atau pembaharuan HGB yang dibabani Hak Tanggungan adalah pihak pemegang tanggungan atau pemegang Hak atas Tanah, karena berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Agraria/KBPN Nomor 5 Tahun 1998 tentang perubahan HGB atas tanah untuk rumah tinggal yang dibebani Hak Tanggungan menjadi Hak Milik. Di berlakukannya kebijakan oleh BP Batam,bahwa HGB tidak bisa lagi di rubah menjadi Hak Milik, maka yang di tetapkan di Batam hanya HGB dari sebab itu masyarakat tidak dapat lagi memperoleh tempat tinggal untuk menjadi Hak Milik ,dimana masyarakat membeli sebuah hunian yang dapat ditempati hanya diberikan HGB yang diberikan waktu 30 tahun, dan dapat di perpanjang selama 20 tahun,pada umumnya banyak masyarakat tidak mengetahui aturan dalam perpejangan HGB , yang ditetapkan oleh pemerintah agar memperpanjang HGB 2 tahun sebelum masa nya berahir18. Dimana daerah Batam adalah daerah industri yang berkembang yang sangat padat dari pemukiman masyarakat untuk memperoleh sebuah tempat tinggal yang di fasilitasi dengan HGB,agar mempermudah masyarakat untuk memeliki tempat tinggal dan lebih mengirit biaya lebih murah dari Hak Milik. Masyakat yang dapat menggunakan fasilitas HGB tidak hanya masyarakat lokal tetapi Warga Negara Asing (WNA) Juga dapat menggunakan fasilitas Hak Pakai ,dimana fasilitas Hak Pakai ini dapat di gunakan selama 25 tahun untuk memakai hak pakai atas tanah untuk bangunannya. Adapun urutan kegiatan yang harus dilalui untuk melakukan perpanjangan atau pembaharuan HGB adalah sebagai berikut ; Pemohon Permohonan Perpanjangan atau Pembaharuan HGB diajukan secara tertulis kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan Surat permohonan tersebut memuat :
18
Wawancara dari Bapak Hamdani SH,selaku kepala seksi Hak Tanah dan pendaftaran Tanah Di Kantor Badan Pertanahan Nasional Batam pada tanggal 3 Juli 2014, pukul 10 : 45 wib
151
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
1) Keterangan mengenai pemohon: a. Apabila perorangan : nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan serta keterangan mengenai isteri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya; b. Apabila badan; hukum : nama, tempat kedudukan; akta atau peraturan pendiriannya sesuai dengan . ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Keterangan mengenai tanah yang meliputi data yuridis dan data fisik: a. Dasar penguasaan atau alas haknya yaitu sertifikat HGB; b. Letak batas-batas dan luasnya (Surat Ukur atau gambar Situasi dengan menyebutkan tanggal dan nomornya); c. Jenis tanah (pertanian/non pertanian); d. Penggunaan tanah; e. Status tanahnya (tanah hak atau tanah negara). 3) Lain-lain: a. Keterangan mengenai jumlah bidang luas dan status tanah-tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon. b. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), apabila HGBnya masih dibebani Hak Tanggungan. c. Keterangan
lain
yang
dianggap
perlu.
Permohonan
Perpanjangan
atau
pembaharuan Hak Guna Bangunan tersebut menurut Pasal 34 dilampiri dengan Non fasilitas Penanaman Modal: 1) Mengenai pemohon: a. Jika perorangan : foto copy surat bukti identitas, surat bukti kewarganegaraan RI. b. Jika badan hukum : foto copy akta atau peraturan pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan . perundang-undangan yang berlaku. 2) Mengenai tanahnya: a. Data yuridis : sertifikat; b. Data fisik : surat ukur, gambar situasi; c. Surat lain yang dianggap perlu: 3) Fasilitas Penanaman Modal: 152
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
a. Foto copy identitas pemohon atau akta pendirian perusahaan. yang telah memperoleh pengesahan dan telah didaftarkan sebagai badan hukum. b. Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka, panjang; c. Izin lokasi atau surat izin penunjukan penggunaan tanah atau surat izin pencadangan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang wilayah; d. Bukti pemilikan dan atau bukti perolehan tanah berupa pelepasan kawasan hutan dari instansi yang berwenang, akta pelepasan bekas tanah milik adat atau bukti perolehan tanah lainnya; e. Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman Modal Asing (PMA) atau surat persetujuan darn Presiden bagi Penanaman Modal Asing tertentu atau surat persetujuan prinsip dari Departemen non teknis bagi non Penanaman Modal dalam Negeri atau Penanaman Modal Asing; f. Surat ukur, apabila ada. g. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) Pejabat atau Petugas Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah 1) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data, yuridis dan data fisik. 2) Mencatat dalam formulir isian. 3) Memberikan tanda terima berkas permohonan sesuai formulir isian. 4) Memberitahukan kepada pemohon untuk membiayai biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan rinciannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepala Kantor Pertanahan 1) Meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik permohonan perpanjangan atau pembaharuan HGB dan memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan atau diproses lebih lanjut. 2) Memerintahkan kepala Seksi Hak Atas Tanah atau Petugas yang ditunjuk untuk memeriksa permohonan perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah dan terhadap tanah yang data yuridis dan data frsiknya telah cukup untuk mengambil keputusan yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah (konstatering rapport).
153
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
3) Dalam hal data yuridis dan data fisik belum lengkap Kepala Kantor, Pertanahan memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapinya: 4) Dalam hal keputusan pemberian HGB telah dilimpahkan kepada : Kepala Kantor Pertanahan, setelah mempertimbangkan pendapat Kepala Seksi Hak Atas Tanah atau Pejabat yang ditunjuk Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan keputusan perpanjangan atau pembaharuan HGB atas tanah yang dimohon atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan penolakannya. 5) Dalam hal keputusan pemberian, perpanjangan atau pembaharuan HGB tidak dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan menyampaikan berkas permohonan tersebut kepada kepala Kantor Wilayah, disertai pendapat dan pertimbangannya. Kepala Kantor Wilayah 1) Setelah menerima berkas permohonan yang disertai pendapat dan pertimbangan dari kepala Kantor Pertanahan memerintahkan kepada Kepala Bidang Hak Atas Tanah untuk mencatat permohonan tersebut dalam daftar isian serta memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik, dan apabila belum lengkap segera
meminta
Kepala
Kantor
Pertanahan
yang
bersangkutan
untuk
melengkapinya. 2) Meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik atas tanah yang dimohon beserta pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan dan memeriksa kelayakan permohonan Perpanjangan atau pembaharuan HGB tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan atau diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3) Dalam hal keputusan pemberian, Perpanjangan atau perbaharuan HGB telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah, setelah Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah menerbitkan keputusan perpanjangan atau pembaharuan atas tanah yang dimohon atau keputusan penolakan yang disertaidengan alasan penolakannya. 4) Dalam hal keputusan pemberian, perpanjangan atau pembaharuan HGB tidak dilimpahkan kepada
kepala
Kantor Wilayah,
Kepala
Kantor. Wilayah
menyampaikan berkas permohonan dimaksud kepada Menteri disertai pendapat dan pertimbangannya. 154
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
Kepala Badan Pertanahan Nasional 1) Setelah menerima berkas permohonan yang disertai pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah, memerintahkan kepada Pejabat yang ditunjuk untuk mencatat permohonan tersebut dalam formulir isian serta memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan datafisik, dan apabila belum lengkap segera meminta Kepala Kantor Wilayah untuk melengkapinya. 2) Meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik atas tanah yang dimohon denganmemperhatikan pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah dan selanjutnya memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya dikabulkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3) Menerbitkan keputusan pemberian perpanjangan atau pembaharuan HGB atas tanah
yang
dimohon
atau
keputusan
penolakan
yang
disertaialasan
penolakannya19. Pemohon Menerima Keputusan perpanjangan atau pembaharuan HGB atau keputusan penolakan perpanjangan atau pembaharuan HGB melalui surat tercatat atau dengan cara lain yang menjamin sampainya keputusan tersebut kepada yang berhak. Dengan demikian selesailah proses perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan tersebut. Proses Pembaharuan Hak Tanggungan atas HGB yang di perbaharui sementara kreditnya belum Jatuh Tempo. Menurut UUHT, pembebanan Hak Tanggungan dilakukan melalui suatu proses yang terdiri dan dua tahap : a. Tahap pemberian Hak Tanggungan, yaitu dengan dibuatnya APHT oleh PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang piutang yang dijamin; b. Tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan. Seperti diketahui, bahwa berakhirnya jangka-waktu HGB yang menjadi Hak Tanggungan menyebabkan hapusnya Hak Tanggungan yang membebani HGB tersebut.
19
Peraturan Mentri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor.3 Tahun 1999, Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan
155
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
Dan hapusnya Hak Tanggungan, tentu saja tidak menyebabkan hutangnya menjadi hapus. Namun, hutang tersebut tidak lagi dijamin dengan hak jaminan atas tanah (Hak Tanggungan) sehingga kedudukan kreditor bukan preferen lagi melainkan sebagai kreditor. Dalam hal sebelum jangka waktu HGB berakhir haknya sudah diperpanjang, maka Hak Tanggungannya tidak sempat hapus, sehingga tetap membebani HGB yang diperpanjang tersebut, karena dalam hal perpanjangan HGB, yang berubah hanya jangka watunya karena ditambah sedangkan haknya tetap.20 Hal ini berbeda dengan pembaharuan HGB. Dalam hal pembaharuan HGB, hak semula hapus dan diikuti dengan kemudian diberikan kepada pemilik yang sama dengan hak yang baru. Walaupun pemilik, luas tanah dan jenis haknya tetap ( HGB) tapi nomor sertifikat HGB yang baru pasti beda yang di sesuaikan dengan No pendaftarannya. Perbedaan nomor sertifikat HGB tersebut tentu menyebabkan tidak terpenuhinya asas specialitas yang harus dipenuhi dalam pembebanan Hak Tanggungan. Jika terjadi pembaharuan HGB, maka apabila hak atas tanah tersebut tetap, dijadikan agunan kredit, maka atas HGB yang diperbaharui tersebut harus dilakukan pembebanan ulang Hak Tanggungan21. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian Kantor Pertanahan Kota Batam memiliki wilayah kerja seluruh wilayah Pemerintah Daerah Kota Batam, Kota Batam sendiri memiliki luas wilayah 715 km2 serta jumlah penduduk 523.688 jiwa. Dari sekian luas wilayah dan jumlah penduduk tersebut untuk urusan pelayanan di bidang pertanahan Kantor Pertanahan Kota Batam memiliki jumlah pegawai sebanyak 72 Pegawai dengan komposisi tingkat pendidikan sebagai berikut : 1. Sekolah Dasar sederajad : 1 Orang 2. Sekolah Menengah Pertama : 2 Orang 4. Sekolah Menengah Atas : 7 Orang 5. D III/Sarjana Muda : 27 Orang 6. SI/D IV : 32 Orang 7. S2 : 3 Orang 20
Wawancara dari Bapak Muhammad Jefri,seksi pengaturan dan penataan pertanahan di kantor Badan Pertanahan Nasional Batam pada tanggal 3 Juli 2014 ,pukul 9:20 WIB 21 Hasil Wawancara dari Bapak Hamdani SH, selaku kepala seksi Hak Tanah dan pendaftaran tanah Di Kantor Badan Pertanahan Nasional Batam, pada tanggal 3 Juli 2014 ,pukul 11:30 WIB
156
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
Dari tingkat Golongan dengan komposisi sebagai berikut : a) Golongan II : 16 Orang b) Golongan III : 55 Orang c) Golongan IV : 1 Orang Sesuai Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan, maka Kantor Pertanahan Kota Batam memiliki susunan Organisasi sebagai berikut : 1) Kepala Kantor; 2) Kasubbag Tata Usaha; 3) Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan; 4) Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah; 5) Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan; 6) Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan Pertanahan serta; 7) Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara. Disamping itu Kantor Pertanahan memiliki Kedudukan, tugas dan Fungsi sebagai berikut : a) Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten/Kota yangberada di bwh dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kanwil BPN b) Kantor Pertanahan dipimpin oleh seorang Kepala c) Kantor Pertanahan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Terkait dengan pelayanan di bidang Pertanahan, Kantor Pertanahan Kota Batam dalam 4 tahun terakhir menerbitkan sertipikat balik Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Guna Usaha rata-rata 3.35 M2 Bidang dangan luas 2.25 M2. Dari sekian banyak sertipikat yang telah diterbitkan pada tahun 2006 sertipikat yang dipasang Hak Tanggungannya sebanyak 155 M2 bidang dengan nilai 10.590.126.325 rupiah22.
22
Berdasarkan Data-Data pengukuran wilayah Kota Batam di Kantor Pertanahan Kota Batam tahun 2012.
157
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
Kekuatan Hukum Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Terhadap proses perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan dengan dibebani Hak Tanggungan yang jangka waktunya berakhir sebelum kreditnya jatuh tempo Berdasarkan basil penelitian yang telah penulis lakukan terhadap bank yang pernah menerima agunan berupa tanah dengan status HGB yang jangka waktunya berakhir . Bank BRI Fanindo Batu aji yang dijadikan sample dalam penelitian ini, diperoleh data yang kemudian oleh penulis diolah untuk mengetahui sejauh mana kekuatan hukum Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) terhadap pembebanan HGB yang jangka waktunya berakhir sebelum kreditnya jatuh tempo. Data yang diperoleh tersebut selanjutnya akan dianalisis berdasarkan landasan teori atau tinjauan pustaka yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya. Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh dan selanjutnya telah diolah adalah sebagai berikut : Secara teoritis pada umumnya bank dapat saja memberikan kredit tanpa collateral, karena pada dasarnya kredit itu adalah kepercayaan dari kreditor kepada seorang debitor bahwa ia mampu membayar utangnya sesuai dengan perjanjian kredit yang sudah di tandatangani. Kepercayaan bank timbul karena hubungan baik yang begitu lama dengan nasabahnya. Namun asas perbankan yang sehat menghendaki setiap fasilitas kredit hendaknya di cover dengan agunan. Pemberian agunan oleh debitor dari sisi bank/kreditor dapat menunjukkan kesungguhan dan komitment dari calon debitor dalam menjalankan usahanya. Misalnya, calon debitor yang punya tujuan tertentu yang kurang baik dengan memberikan fixed assetnya. Khusus untuk tanah dengan HGB, dapat diterima sebagai jaminan kredit dengan syarat bahwa fasilitas kredit harus sudah lunas 2 tahun sebelum SHGB-nya berakhir. Dalam kenyataan karena berbagai alasan sering kali fasilitas kredit "terpaksa" diperpanjang (restruktur) misalnya karena debitor tidak mampu membayar uangnya dengan seketika lunas. Oleh karena itu untuk mengamankan posisi bank terhadap jaminan HGB tersebut, bank selalu meminta kuasa untuk mengurus perpanjang HGB tersebut atas beban debitor. Setiap penerimaan jaminan HGB yang jangka waktunya sudah dekat masa berakhirnya. Peminat atau calon pembeli tanah dan atau bangunan itu terus meningkat karena tanah yang tersedia itu terbatas. Berkaitan dengan hal tersebut, masih segar dalam ingatan kita 158
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
bagaimana nilai asset yang merupakan jaminan kredit macet yang dialihkan ke BPPN setelah dihitung kembali ternyata nilainya jauh dibawah perhitungan nilai jaminan tersebut berdasarkan penilaian bank-bank yang memberikan kredit macet tersebut, bahkan nilai dari agunan-agunan tersebut jauh dibawah kredit macetnya sendiri. Padahal, kita mengetahui bank itu harus dijalankan dengan prinsip kehati-hatian (prudential). Perjanjian kredit perbankan di Indonesia mempunyai arti yang khusus dalam rangka pembangunan, tidak merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang yang biasa. Perjanjian kredit menyangkut kepentingan nasional. Hal ini dapat dibaca dari penjelasan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang antara lain menyatakan bahwa perbankan memiliki peranan yang strategis, dalam trilogi pembangunan, karena perbankan adalah suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien, yang dengan berdasarkan demokrasi ekonomi mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Fungsi penghimpunan dan penyaluran dana itu berkaitan dengan kepentingan umum, sehingga perbankan wajib menjaga dengan baik dana yang dititipkan masyarakat tersebut. Perbankan harus dapat menyalurkan dana tersebut di bidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan. Dana yang disalurkan oleh perbankan perlu mendapat perlindungan, karena dana itu milik masyarakat. Jika dana itu tidak dapat dikembalikan atau macet, akan menimbulkan stagnasi/gangguan dalam pembangunan dan keresahan dalam masyarakat. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, memang tidak dijumpai ketentuan yang menyatakan bahwa bank hanya memberi kredit apabila ada agunan. Secara teoritis agunan (collateral) bagi bank bukan merupakan syarat utama bagi pemberian suatu fasilitas kredit, Bank bukanlah rumah gadai.23 Dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 ditegaskan bahwa:” Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan”.
23
Thomas Suyatno, dkk, Dasar-dasar Perkreditan, PT Gramedia, Jakarta, 1990, hal. 70.
159
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
Collateral merupakan sumber pembayaran terakhir dari penyelesaian suatu kredit macet. Oleh karna itu pengikatan jaminan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Misalnya dalam proses pembebanan Hak Tanggungan, tidak cukup hanya sampai ditandataganinya SKMHT atau APHT saja, tetapi harus di daftar oleh Kantor Pertanahan setempat, sebab tanpa pendaftaran Hak Tanggungan belum lahir. Condition of Economy, yaitu situasi dan kondisi ekonomi dalam kurun waktu tertentu yangdapat mempengaruhi kredit yang diberikan, misalnya tingkat inflasi, resesi karna situasi dalam maupun luar negeri, yang jika terjadi akan berpengaruh langsung terhadap usaha debitor dan akhirnya dapat mengalami kesulitan dalam mengembalikan kreditnya. Dari segi asas hukum kita mengetahui bahwa hak jaminan pada umumnya termasuk Hak Tanggungan karena Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang berobyekkan tanah - adalah perjanjian accessoir24. Berakhirnya hipotik yang lazim terjadi ialah karena hapusnya hutang pokok. Hapusnya hutang itu, mengakibatkan hipotik sebagai hak accessoir menjadi hapus (Pasal 1381 KUHPerdata). Jika pembayaran itu terjadi sebagian, maka hipotik tetap berlaku sepenuhnya, sebagai akibat asas tidak dapat dibagi-bagi. UUPA terdapat ketentuan-ketentuan mengenai berakhirnya hipotik (yang dimaksud hipotik setelah UUPA adalah Hak Tanggungan yang menggunakan ketentuan hipotik), sebagaimana yang termaksud di dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 27 Oktober 1970 No.BA 101241/10, karena hapusnya hak atas tanah. Tanahnya kembali dalam kekuasaan negara. Kemungkinan-kemungkinan hapusnya hak atas tanah itu adalah sebagai berikut: a) Jangka waktunya berakhir; b) Dihentikan sebelum jangka waktunyaberakhir, karena suatu syarat batal dipenuhi. c) Dicabut untuk kepentingan umum. d) Dilepaskan dengan sukarela oleh yang mempunyai hak atas tanah. Hapusnya hipotik ini secara berdiri sendiri, terlepas dari hutang yang ada. Hal ini, menimbulkan masalah terhadap hipotik sebagai hak accessoir dan sebagai hak kebendaan yang mempunyai droit de siute, hal ini merugikan pemegang hipotik (kreditor), karena piutangnya tidak lagi mempunyai jaminan. 24
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 4
160
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
Memang kreditor masih dapat jaminan pelunasan piutangnya dengan benda-benda lain milik debitor, akan tetapi kedudukannya tidak lagi preferen, tetapi konkuren, Untuk mengatasi ini
maka sebelum sesuatu benda diikat dengan hipotik maka kreditor perlu
meneliti, sekalian syarat-syarat yang melekat pada benda hipotik, agar jangan terjadi kekecewaan di belakang hari25. Oleh karena itu, upaya perlindungan hukum terhadap hak preferen dari kreditor pemegang Hak Tanggungan, khususnya kreditor pemegang Hak Tanggungan yang obyeknya berupa tanah dengan status Hak Guna Bangunan yang berakhir jangka watunya.
D. KESIMPULAN 1. Terhadap permohonan perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan yang telat memerpanjang hak tanggungan nya yang telah berakhir haknya dan masih dibebani Hak Tanggungan, disini pemegang hak tanggungan agar lebih teliti dengan hak tanggungan nya agar tidak terjadi keterlambatan dalam ketentuan memperpanjang Hak Guna Bangunannya Agar tidak hapus hak tanggungannya jika telah terlambat melakukan perpanjangan hak tanggungan ,agar segera melakukan permohonan kembali pada BP Batam,setelah di keluarkan nya surat permohonan dari BP Batam baru dapat diproses perpanjangan HGB nya di Badan Pertanahan Nasional kota Batam, hal ini diperlukan untuk melindungi kreditor pemegang Hak Tanggungan yang obyeknya tanah dengan status HGB yang berakhir sebelum kreditnya jatuh selesai. 2. Sanksi dari keterlambatan Hak Tanggungan terhadap obyek Hak Tanggungan yang telah berkhir Haknya (berstatus tanah negara) tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak memenuhi asas spisialitas, mengingat dalam Undang-undang Hak Tanggungan disebutkan bahwa Hak Atas Tanah yang dapat menjadi obyek Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang menurut ketentuan wajib di daftar dan menurut sifatnya dapat di pindah tangankan.
25
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung, CV. Alfabeta, 2003, hal. 155.
161
PETITA, VOL 1 No.2 Desember 2014
DAFTAR PUSTAKA
Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, cetakan Ketiga, 2001) Muljadi dan Kartini. Hak Tanggungan,2006, Prenada Media Group, Jakarta Nasution S, Metode Penelitian Kualitatif, Tarsito, Bandung, 1992 Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA,1995, PT. Rineka Cipta, Cetakan Pertama, Jakarta Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, Cet III, 1985), Sudargo dan Soetijarto,. Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria Nomor.5 Tahun 1960 dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya, Citra Aditya Bakti, Bandung. 1997 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung, CV. Alfabeta, 2003 Thomas Suyatno, dkk, Dasar-dasar Perkreditan, PT Gramedia, Jakarta, 1990 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991 Dasar-Dasar dan Ketentuan-Ketentuan Pokok ,Undang-Undang Nomor. 5 Agraria Tahun 1960
Pokok
Wawancara dari Bapak Muhammad Jefri,selaku seksi pengaturan dan penataan pertanahan Di Kantor Pertanahan Kota Batam pada taggal 3 Juli 2014, pukul 9:10 WIB Wawancara dari Bapak Hamdani SH,selaku kepala seksi Hak Tanah dan pendaftaran tanah Di Kantor Pertanahan Kota Batam pada tanggal 3 Juli 2014, pukul 11 : 05 WIB
162