PERUBAHAN SPASIAL DAN SOSIAL-BUDAYA SEBAGAI DAMPAK MEGAURBAN DI DAERAH PINGGIRAN KOTA SEMARANG Teguh Prihanto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES) Gedung E4, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229, Telp. (024) 8508102. Email:
[email protected]
Abstract: The research of spatial and socio-cultural changes as megaurban impacts in urban fringe area of Semarang has several aims: (1) to discover and examine what factors cause megaurban process, (2) to find a mechanism or process megaurban place, and (3) to study the effects of the process (especially spatial, socio-cultural, economics and demography. The location of this study is the outskirts of Semarang. The city was chosen because it has a strategic role. This research will be approached in an integrated paradigm is naturalistic or phenomenology. This approach does not mean denying the positivistic paradigm, but instead attempt to "complement each other." In the understanding of positivism, its main approach is a quantitative method with key words such as: hypothesis, test the sample, population, deduction, theorem, generalization, and so on, whereas in a more naturalistic approach leaning towards qualitative analysis method. The research concluded that the development of Semarang as a major city in the fields of industry, commerce, services and education have an impact on suburban areas. Influence are: (1) Aspects of demography: there is livelihoods suburbs change from agriculture to non-agriculture, (2) sociocultural aspects: acculturation occurred between the settlers and natives suburbs, (3) physical aspects of spatial : land conversion occurs suburbs, from agricultural land into residential land, trade and industry. Keywords: megaurban, Semarang city, the suburbs, social culture Abstrak: Penelitian tentang perubahan spasial dan sosial-budaya sebagai dampak megaurban di daerah pinggiran Kota Semarang memiliki tujuan: (1) menemukan dan mengkaji faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya proses megaurban; (2) menemukan mekanisme kerja atau proses megaurban berlangsung; dan (3) mengkaji dampak yang timbul dari proses tersebut (terutama spasial, sosial-budaya, ekonomi dan kependudukan. Lokasi penelitian ini adalah daerah pinggiran Kota Semarang. Kota ini dipilih karena memiliki peran yang strategis. Penelitian ini akan didekati dengan paradigma terpadu secara naturalistik atau fenomenologi. Pendekatan ini bukan berarti mengingkari paradigma positivistik, namun justru upaya untuk ”saling melengkapi”. Dalam paham positivisme, pendekatan utamanya adalah metode kuantitatif dengan kata-kata kunci seperti: hipotesis, uji sampel, populasi, deduksi, dalil, generalisasi, dan sebagainya, sedangkan dalam pendekatan naturalistik lebih condong ke arah metode analisis kualitatif Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Perkembangan Kota Semarang sebagai kota besar di bidang industri, perdagangan, jasa dan pendidikan memiliki pengaruh terhadap daerah-daerah pinggiran kota. Pengaruh tersebut adalah: (1) Aspek kependudukan: terjadi pergeseran mata pencarian penduduk daerah pinggiran kota dari pertanian ke non pertanian; (2) aspek sosial budaya: terjadi akulturasi budaya antara para pendatang dan penduduk asli daerah pinggiran kota; (3) aspek fisik spasial: terjadi alih fungsi lahan daerah pinggiran kota, dari lahan pertanian menjadi lahan permukiman, perdagangan dan industri. Kata Kunci: megaurban, kota semarang, daerah pinggiran kota, sosial budaya
PENDAHULUAN
pertumbuhan kota-kota tersebut adalah adanya
Banyak pihak yang merisaukan betapa makin
gawatnya
pertumbuhan berkembang
perkembangan
kota-kota termasuk
di
dan
negara-negara
Indonesia.
Menurut
beberapa ahli, persoalan utama yang menyertai
kegagalan kebijakan industrialisasi moderen di satu
sisi
dan
kegagalan
pembangunan
pertanian di sisi lain. Persoalan tersebut tidak diimbangi perancangan
dengan kota
perencanaan yang
baik
dan
sehingga
Perubahan Spasial dan Sosial – Budaya Sebagai Dampak Megaurban di Daerah Pinggiran Kota Semarang – Teguh Prihanto
131
membawa
seperti
Ungaran merupakan penyangga air bersih, dan
kerusakan berbagai infrastruktur kota, polusi,
daerah Demak serta Purwodadi merupakan
kemiskinan,
dan
daerah penyangga permukiman dan penyedia
lainnya
yang
tenaga kerja bagi berlangsungnya kegiatan
ketidakseimbangan
antara
berbagai
berbagai
permasalahan
ketiadaan masalah
diakibatkan
oleh
kekuasaan
dan
ruang
sosial
publik,
peranserta
industri di Semarang.
masyarakat.
Akibatnya kota-kota di Negara-negara sedang berkembang mengalami kecenderungan untuk kehilangan
identitas
kulturalnya
karena
pengaruh
kapitalisme
global
yang
terus
menekan
karakteristik
lokal
yang
unik.
Kenyataan ini merupakan sebuah bahaya bagi hilangnya
wajah
kemanusiaan
sebagai
karakteristik unik sebuah kota (Setiawan, 2000). Permasalahan di kota-kota besar ini harus
dicarikan
komprehensif,
jalan
keluarnya
termasuk
secara
Gambar 1. Peta Adminstratif Kota Semarang Sumber: adaptasi www.semarang.go.id
memperhatikan dan
Menurut Perda Kota Semarang No.5
kawasan-kawasan pinggiran yang berbatasan
Tahun 2004, Wilayah Perencanaan RTRW
dengan kota-kota besar. Hubungan antara kota-
(Rencana Tata Ruang Wilayah) dibagi dalam 10
kota besar dengan kawasan pinggiran dan
BWK (Batas Wilayah Kota) dengan fungsi kota
pedesaan harus dicermati secara teliti sebagai
ditetapkan sebagai : (1) Pusat pelayanan
upaya untuk menciptakan hubungan simbiosis
Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah dan Kota
mutualisme
Semarang; (2) Pusat pertumbuhan dan Pusat
pembangunan
kawasan
yang
baik
pedesaan
dalam
rangka
menciptakan ketahanan dan sosial-ekonomi
Aktivitas
Regional;
(3)
Pusat
pelayanan
yang harmonis.
Perdagangan dan Jasa; (4) Pusat pelayanan Jawa
transportasi; (5) Kawasan industri; (6) Pusat
Tengah, Semarang terletak pada posisi strategis
pelayanan umum. Fungsi masing-masing BWK
di jalur pantai utara dan sebagai simpul regional
ditetapkan sebagai berikut:
dan nasional. Sebagai simpul nasional karena
a. BWK
Sebagai
Semarang
Ibukota
memiliki
Propinsi
bandar
udara
dan
I,
sebagai
Perdagangan
dan
pusat: jasa,
pelabuhan serta dilewati arus lalu lntas menuju
Perdagangan dan jasa -
ibukota negara Jakarta. Sedangkan sebagai
Perkantoran, Spesifik/Budaya
simpul regional karena Semarang memiliki
b. BWK
II,
sebagai
“hinterland” atau daerah belakang yang meliputi
Perdagangan
kawasan
Perdagangan
Kedungsepur
(Kendal,
Demak,
dan dan
pusat: jasa, jasa-
Permukiman, Campuran Permukiman,
Permukiman, Campuran Permukiman,
Ungaran, dan Purwodadi). Daerah Kedungsepur
Perkantoran, Perguruan Tinggi, Olahraga
tersebut merupakan simpul strategis. Wilayah
dan Rekreasi
Kabupaten
Semarang
dengan
ibukota
di
c. BWK
III,
sebagai
132 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume 12 – Januari 2010, hal: 131 – 140
pusat:
Transportasi,
Pergudangan,
Kawasan
Permukiman,
Rekreasi,
Perdagangan
dan
jasa,
Perkantoran, Industri (Bonded Zone Industri) d. BWK
IV,
sebagai
Transportasi,
pusat:
Industri,
Budidaya
Perikanan,
Permukiman e. BWK
V,
pemerintahan. Masalah yang bersifat fisik ini juga menyangkut masalah sosial ekonomi, yang mana kurangnya daya tampung perumahan bagi penduduk berpenghasilan rendah dan para pengangguran.
Akibatnya
muncul
para
”gelandangan”. Untuk mengatasi hal tersebut, sebagai
pusat:
Permukiman,
diperlukan
peranan
aparatur
kota
yang
Perdagangan dan jasa, Perguruan Tinggi,
menentukan
Industri, Transportasi
pembangunan. Pemekaran kota mempunyai
f. BWK
VI,
sebagai
pusat:
Permukiman,
arah
yang
keberhasilan
berbeda-beda
program-program
tergantung
pada
Perguruan Tinggi, Perdagangan dan jasa,
kondisi kota dan kondisi sekitarnya. Daerah
Perkantoran, Campuran Perdagangan dan
perbukitan, lautan dan rintangan-rintangan alam
jasa-Permukiman, Konservasi
lainnya dapat menghentikan lau pemekaran
g. BWK
VII,
sebagai
Perkantoran, Kawasan
pusat:
Permukiman,
Perdagangan Khusus
Perdagangan
dan
VIII,
sebagai
Pertanian,
lemah).
Daerah-daerah
yang
memiliki potensi ekonomi yang baik merupakan
Campuran
daerah yang mempunyai daya tarik kuat untuk
Jasa-Permukiman,
pemekaran kota. Berikut ini adalah model-model
Konservasi, Transportasi h. BWK
(daerah
jasa,
Militer,
dan
kota
pemekaran kota:
pusat:
Konservasi,
Perguruan
Tinggi,
Wisata/Rekreasi, Campuran Perdagangan dan Jasa-Permukiman, Permukiman i. BWK
IX,
sebagai
pusat:
Pertanian,
Permukiman, Konservasi, Wisata/Rekreasi, Campuran
Perdagangan
dan
Jasa-
Permukiman, Pendidikan, Industri j. BWK
X,
sebagai
Permukiman,
pusat:
Perdagangan
Industri, dan
jasa,
Model 1: daya tarik dari luar kota adalah pada daerah di mana kegiatan ekonomi banyak menonjol, yaitu di sekitar pelabuhan impor-ekspor dan di sekitar hinterland subur.
Tambak; Rekreasi, Pergudangan
TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Kota Menurut Bintarto (1984), disebutkan bahwa masalah-masalah yang timbul akibat perkembangan kota (dalam hal ini konteks pemekaran kota) adalah masalah: perumahan, sampah,
lalu
lintas,
kekurangan
gedung
sekolah, terdesaknya daerah persawahan di perbatasan
luar
kota
dan
administratif
Model 2: pusat-pusat kota lain yang berfungsi sebagai kota industri dan dagang mempunyai daya tarik di bidang usaha. Daerah sekitar pusat rekreasi juga menarik penduduk kota keluar.
Perubahan Spasial dan Sosial – Budaya Sebagai Dampak Megaurban di Daerah Pinggiran Kota Semarang – Teguh Prihanto
133
daya dukung lahan, gerakan hemat energi, pertumbuhan ekonomi kota secara makro, ketahanan komunitas, keadilan dan hak asasi, hak-hak komunitas, komunikasi, interaksi, dan sebagainya. Kota harus dipandang sebagai sesuatu wilayah yang utuh, yang dimulai dari rangkaian
sejarah
pengalaman
para
penghuninya yang saling berinteraksi dan tidak dapat diputus kurun waktunya. Demikian pula kesatuan flora, fauna, manusia, habitat, dst juga Model 3: pemekaran kota berjalan ke segala arah. Kotakota semacam ini cepat menjadi kota besar (metropolitan). Di sana – sini juga dapat timbul kota satelit. Tentu saja tidak hanya kondisi fisik yang berpengaruh dalam hal ini, namun kondisi keuangan negara dan modal penduduk.
tidak boleh diabaikan atau diputus rangkaian siklusnya. Kota-kota besar nampaknya sangat mengabaikan hal ini—sadar atau tidak—yang dibuktikan rusaknya sistem ekologi kota.
Gambar 2. Model Pemekaran Kota
Megaurban-Peri Urban
Daerah Pinggiran Kota 1997)
Untuk mengatasi berbagai persoalan
menyebutkan empat karakter yang dipakai
kepadatan pemukiman, kemacetan lalu-lintas,
untuk mengklasifkasikan suatu daerah dapat
dan upaya restrukturisasi daerah kelabu di
disebut
kawasan metropolitan, maka konsep tentang
Beesly
sebagai
Sebelumnya dengan
(dalam
urban
merupakan
donimasi
dankomunitas
Subroto,
yaitu:
fringe,
(1)
daerah
pedesaan
kota
lahan
pertanian
beberapa pakar. Kota Baru secara sederhana
untuk
masyarakat
pedesaan;
(2)
dapat
baru
dan
diartikan
kota
kota
satelit
dikemukakan
yang
mandiri
yang
dengan
sarana
dan
sasaran
diciptakan
lengkap
serbuan perkemangan kota serta menjadi ajang
prasarana
sosial
spekulasi tanah bagi para pengembang; (3)
kepentingan warga yang diam di dalamnya.
merupakan daerah yang diinvasi oleh penduduk
Sedang Kota Satelit merupakan kota yang tidak
perkotaan dengan karakter sosial perkotaan; (4)
mandiri, karena penduduk yang berdiam di
merupakan daerah dimana berbagai konflik
dalamnya masih tergantung lapangan pekerjaan
muncul, terutama antara penduduk pendatang
di kota metropolitan di dekatnya. Dengan
dan lokal, antara penduduk kota dan desa serta
demikian Kota Baru dan Kota Satelit merupakan
antara petani dan pengembang (developer)
daerah yang terletak di daerah Peri Urban
merupakan
daerah
yang
menjadi
yang
diperlukan
bagi
sebagai sarana untuk mengatasi kepadatan di Pembangunan Kota Berwawasan Komunitas Untuk
mewujudkan
gerakan
pembangunan berwawasan komunitas, maka dapat
dilihat
aspek-aspek
kota inti.
untuk
landasan
Kebijakan Kependudukan Perkotaan Rondinelli
(dalam
Desai,1973)
diantaranya:
menyebutkan bahwa kebanyakan pemerintah di
meminimalisir dampak negatif, keterbatasan
Negara-negara di Asia melakukan tiga cara
perencanaan
strategis
itu,
134 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume 12 – Januari 2010, hal: 131 – 140
dalam menerapkan kebijakan kependudukan,
sebagai
yakni:
kota
Semarang dilalui jalur utama antara Surabaya
metropolitan. Hal ini didasarkan atas kenyataan
dan Jakarta, dua kota metropolitan yang kini
bahwa metropolitan umumnya menarik jutaan
sangat pesat perkembangannya.
1)
Mengontrol
pertumbuhan
ibukota
Provinsi
Jawa
Tengah,
kaum migran; 2) Membangun kota menengah dengan harapan akan mampu menyerap kaum migran
dari
desa,
mengembangkan
misalnya
Cara Penelitian Tahap Persiapan : Tahap pendahuluan
dengan
pembangunan
pertanian,
bersifat
observasi,
yaitu
pengamatan
di
agrobisnis, serta usaha-usaha meningkatkan
lapangan untuk penyesuaian antara persepsi
produktivitas masyarakat desa; 3). Membangun
peneliti dan kondisi lapangan. Pada tahap ini
kota kecil/desa dengan harapan penduduk desa
beberapa hal yang ada di lapangan sudah dapat
tidak tertarik untuk bermigrasi ke kota-kota
ditangkap, baik hal-hal yang menjadi penunjang
besar. Cara yang ditempuh adalah membangun
maupun yang menjadi kendala dalam penelitian,
infrastruktur
sehingga hasil observasi tersebut dapat menjadi
yang
pembangunan
baik
pertanian
agar dan
menunjang usaha
kecil
menengah serta menciptakan lapangan kerja.
masukan
pada
tahap
berikutnya.
Tahap
Pengumpulan Data : Cara pengambilan data dilakukan dengan cara studi dokumentasi, studi
METODE PENELITIAN
pustaka
Desain Penelitian
wawancara mendalam, menyebar kuistioner,
Penelitian mengungkap megaurban
ini
makna dengan
suatu
berbagai
hasil
penelitian
terdahulu,
untuk
serta observasi langsung ke lapangan. Variabel
fenomena
Penelitian: (1) Variabel kebijakan tata ruang; (2)
berusaha
dari
dan
sebab
dan
Variabel sosial; (3) Variabel fisik kota
akibatnya, terutama yang berkaitan dengan masalah spasial kawasan dan sosial budaya
Analisis Data
penduduk. Pemahaman terhadap data dan
Analisis
secara
kualitatif
dilakukan
informasi ini dilakukan secara wajar tanpa
dengan
dimanipulasi dan diatur dengan eksperimen
pengelompokkan data menurut unsur kajian
atau
juga
yang telah ditetapkan, dengan konsep-konsep
penelitian.
yang telah ditentukan berdasarkan data. Has i l
Untuk meminimalisir salah tafsir dari angka-
an a l is is ya n g d ih ar ap k an ad a l ah un t uk
angka dan data yang tersedia, dilakukan pula
m enem uk an
studi pustaka, baik dari teori, hasil penelitian
per g es er a n
terdahulu, wawancara dengan stakeholders di
ek on om i d a n k eb ij ak an k ep en d ud uk an
Kota Semarang.
da l am
tes.
disesuaikan
Selanjutnya dengan
tahap
analisis
pertanyaan
jalan
turun
ke
lapangan
m ak na- m ak na k e bij ak a n
k aita n n ya
dengan
di
b a l ik
pem ba n gu n a n
de n ga n
d am pak
ur b a n is as i . M o d el an al is i s i si ( c o nt e nt Lokasi Penelitian Penelitian Lokasi penelitian ini adalah daerah
an a ly s is
mo d e l)
m enga n a l is is
d i gu n ak an
s u bs t ans i
un t uk b er ba g a i
pinggiran Kota Semarang. Kota ini dipilih karena
dok um en p er a tu r a n t a t a r u a n g, r enc a n a
memiliki peran yang strategis. Di samping
k ota, d a n be r b a ga i d ok um en k eb ij ak an
Perubahan Spasial dan Sosial – Budaya Sebagai Dampak Megaurban di Daerah Pinggiran Kota Semarang – Teguh Prihanto
135
k epe nd u duk a n l ai n n ya. B er ba g a i da ta
m o d el an al i si s in t er akt if ( i nt er ac t iv e
da n a n a l is is ter s e bu t d ip a duk a n d en g an
an a ly s is m od e l) . .
Bagan Alir Penelitian
Gambar 3. Bagan alir Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
menunjang
Aspek Kependudukan
secara fisik maupun psikologis (kenyamanan).
kehidupan
penduduknya,
baik
Kependudukan merupakan aspek yang ditinjau sebagai subyek dalam perkembangan
Aspek Sosial Budaya
sebuah wilayah. Dalam hal ini, penduduk adalah
Pembahasan aspek sosial budaya lebih
sebagai pelaku utama dan sekaligus penerima
ditekankan pada mengetahui kondisi sosial
dampak perkembangan kota. Dalam melihat sisi
masyarakat dan pergeseran budaya sebagai
kependudukan ini, penelitian lebih menekankan
dampak dari megaurban kota. Sebagaimana
pada jumlah penduduk, komposisi dan mata
dapat dilihat secara mendasar bahwa kawasan-
pencariannya
potensi
kawasan yang jauh dari perkotaan memiliki
dalam
budaya perdesaan yang kental dengan perilaku
maupun
sebagai
tolok
ukur
permasalahan
yang
timbul
sebuah kawasan. Jumlah tingkat
hunian
guyup (pantembayan), berjiwa sosial tinggi dan penduduk area
menggambarkan dimana
dengan perluasan kota, dimana gaya hidup pun
aktivitas semakin meningkat dan padat di
turut berubah seiring dengan pengaruh budaya
sebuah kawasan. Pertumbuhan penduduk di
perkotaan yang lebih individualis, perhitungan
sebuah
profit dan berkiblat kepada budaya barat.
kewasan
permukiman,
semangat kebersamaan tinggi. Namun seiring
menggambarkan
semakin
eksisnya penduduk untuk mendiami sebuah kawasan.
Artinya
bahwa
dalam
Penelaahan kondisi sosial budaya juga
kawasan
dikaitkan dengan perubahan tata guna lahan
tersebut memiliki daya tarik tertentu yang dapat
yang ada saat ini, sehingga akan dilakukan konfirmasi yang yang saling terkait antara
136 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume 12 – Januari 2010, hal: 131 – 140
tersedianya fasilitas dan aktivitas sosial budaya.
dampak langsung dari proses magaurban yang
Semakin jarangnya fasilitas yang tersedia untuk
terjadi.
kegiatan yang bersifat sosial dan bersamaTinjauan Khusus Lokasi Penelitian
sama.
Lokasi penelitian berada di dalam 4 Aspek Fisik Spasial
kawasan
Aspek fisik spasial menjadi faktor utama
kecamatan
dan
masing-masing
kecamatan diambil 2 titik. Adapun kecamatan-
dalam pembahasan dampak perkembangan
kecamatan
kota. Aspek fisik spasial meliputi perubahan tata
adalah
guna lahan di daerah pinggiran kota dan
Tembalang dan Pedurungan. Keempat kawasan
luasannya. Perubahan fisik kawasan ini menjadi
ini dipilih karena berada di kawasan pinggiran
parameter pertumbuhan kota dan sekaligus
kota
yang
menjadi
Kecamatan:
yang
terkena
lokasi
penelitian
Gunungpati,
Ngaliyan,
dampak
langsung
perkembangan Kota Semarang.
Gambar 4. Lokasi Titik Penelitian PEMBAHASAN PENELITIAN
penduduk yang cukup banyak pada daerah-
Pembahasan Aspek Kependudukan
daerah yang ada di pinggiran Kota Semarang.
Seiring dengan laju pertumbuhan Kota
Pengaruh
perkotaan
juga
menjadi
Semarang dengan daya tarik di berbagai sektor
penyebab terjadinya pergeseran mata pencarian
terutama di bidang perdagangan, jasa, industri
dari agraris ke non agraris. Dapat dilihat bahwa
dan pendidikan, maka semakin meningkat pula
pada dasarnya penduduk asli daerah pinggiran
pertumbuhan penduduk kota yang mendiami
kota bermata pencarian utama sebagai petani,
Kota Semarang. Pertumbuhan penduduk yang
mengingat berlatar belakang kultur perdesaan.
tidak seimbang dengan daya dukung lahan
Namun seiring dengan perkembangan bidang
perkotaan
pusat-
perdagangan, jasa dan industri yang merupakan
pusat hunian ke arah pinggiran kota. Hal ini
ciri perkotaan, penduduk pinggiran kota mulai
menyebabkan
bergeser mata pencarian dari sebagai petani
menyebabkan
pergeseran
terjadinya
pertambahan
Perubahan Spasial dan Sosial – Budaya Sebagai Dampak Megaurban di Daerah Pinggiran Kota Semarang – Teguh Prihanto
137
menjadi
pedagang
Mata
bermata pencarian sebagai petani. Sebagian
pencarian ini dipandang lebih menguntungkan
penduduk juga bermatapencarian ganda, selain
dan
sebagai petani juga pegawai dan wirausaha.
cepat
atau
mendatangkan
wirausaha.
hasil,
daripada
Tabel 1. Penduduk Menurut Mata Pencarian Tahun
1994
1999
2002
2006
2008
Jenis Pekerjaan Petani Sendiri Buruh Tani Pengusaha Buruh Insdustri Buruh Bangunan Pedagang Angkutan PNS & ABRI Pensiunan Lain-Lain Petani Sendiri Buruh Tani Pengusaha Buruh Insdustri Buruh Bangunan Pedagang Angkutan PNS & ABRI Pensiunan Lain-Lain Petani Sendiri Buruh Tani Pengusaha Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Angkutan PNS & ABRI Pensiunan Lain-Lain Petani Sendiri Buruh Tani Pengusaha Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Angkutan PNS & ABRI Pensiunan Lain-Lain Petani Sendiri Buruh Tani Pengusaha Buruh Insdustri Buruh Bangunan Pedagang Angkutan PNS & ABRI Pensiunan Lain-Lain
Gunungpati 16.554 10.366 0 2.166 2.553 1.998 510 1.570 187 3.281 10.938 8.072 229 4.481 3.866 1.730 483 1.331 341 2.816 1.944 4.028 245 19.694 6.099 1.332 512 1.395 263 1.933 5.733 4.899 295 5.162 5.620 1.588 229 1.663 396 999 5.795 2.856 203 6.428 3.053 1.304 137 1.623 380 24.452
Kecamatan Tembalang Pedurungan 1.018 1.427 1.790 3.045 217 85 21.491 24.393 16.580 17.289 2.220 3.504 1.730 2.322 17.195 9.114 3.425 1.172 2.102 16.466 4.631 1.225 2.650 2.712 155 912 14.615 19.675 2.567 14.460 9.911 5.717 5.238 3.965 6.705 10.805 3.974 1.345 15.495 11.248 5.018 1.125 796 4.652 420 909 14.746 19.405 46.085 16.686 2.448 7.140 1.510 1.746 6.196 10.106 3.692 4.272 44 13.761 6.454 1.083 404 1.696 1.944 3050 17.687 30.459 13.235 15.352 3.491 8.312 761 3.858 8.923 12.759 3.336 3.840 22.141 14.861 480 977 396 1.641 89 3.374 476 26.893 1.618 15.854 3.186 8.477 1.676 4.099 5.096 12.168 2.371 2.710 38.965 94.046
Ngaliyan 8.525 3.959 1.589 13.794 5.328 3.760 1.319 5.683 568 17.640 4.676 3.399 4.556 9.420 5.528 4.089 1.382 6.573 3.184 26.667 4.487 2.719 2.950 15.435 3.296 2.995 1.301 8.223 1.581 10.806 4.113 1.892 2.659 15.850 3.407 3.413 3.047 8.843 2.945 12.029 3.372 1.858 4.573 16.358 1.671 3.593 1.112 8.113 1.765 50.484
Sumber: BPS
Pembahasan Aspek Sosial Budaya
dampak yang cukup besar terhadap kehidupan
Perkembangan Kota Semarang ke arah
sosial budaya masyarakat setempat melalui
kawasan-kawasan pinggiran kota membawa
kehadiran para pendatang dengan beragam
138 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume 12 – Januari 2010, hal: 131 – 140
aktivitas
dan
mata
pencarian.
Pendatang
Pembahasan Aspek Fisik Spasial
dengan berbagai latar belakang sosial dan budaya
memberikan
nuansa
baru
Perkembangan Kota Semarang dengan
bagi
berbagi sektor memberikan dampak yang besar
kehidupan sosial dan budaya penduduk sehari-
terhadap fisik spasial, dimana secara teknis
hari. Dalam hal ini terjadi proses akulturasi
setiap perkembangan kota praktis berkaitan
budaya, yaitu penyelarasan budaya dan sosial
langsung dengan guna lahan. Pertumbuhan
antara pendatang dan penduduk asli.
sektor industri, perdagangan dan pendidikan
Pada dasarnya, penduduk memiliki
aturan-aturan
kawasan. Hal ini dapat dicermati berdasarkan
dipatuhi oleh para pendatang dan bersifat
hasil penelitian, bahwa setiap kehadiran pusat
mengikat. Sehingga para pendatang pun harus
perdagangan, industri dan perguruan tinggi
menyesuaikan dengan aturan-aturan tersebut.
akan menumbuhkan kawasan dengan beragam
Konteks ini menggambarkan adanya perubahan
sarana
kehidupan sosial budaya pendatang yang harus
mustahil jika sebagian besar dari pemanfaatan
menyesuaikan dengan kehidupan penduduk
lahan
asli.Meski
penyesuaian,
tersebut adalah dengan mengalih fungsikan
pendatang tetap membawa latar belakang sosial
lahan pertanian ke fungsi lain. Paradigma
budaya sendiri, sehingga meskipun sedikit tetap
perkotaan dengan ciri kehidupan non pertanian
memberikan pengaruh bagi penduduk setempat.
telah membawa pengaruh terhadap pengalihan
Pengaruh yang pasti adalah kebiasaan dari
lahan
beragama aktivitas sehari-hari dari pendatang
kawasan industri, perdagangan dan kampus.
mengalami
yang
tinggi menjadi pemicu setiap perkembangan
harus
telah
khusus
asli telah
yang mungkin berbeda dengan penduduk asli. Selain
kebiasaan,
pertanian
penyediaan
untuk
Tidak
fasilitas-fasilitas
digunakan
sebagai
Pergeseran fungsi lahan juga terjadi pada lahan-lahan pertanian menjadi kawasan
memberikan pengaruh kehidupan bersosial, di
permukiman. Meskipun jika dilihat dalam satu
mana
semakin
kawasan tidak sebesar kawasan industri, namun
meningkat sebagai ciri perkotaan. Hal ini tentu
pertumbuhan permukiman dan perumahan yang
berbeda
cukup
dengan
non
aktivitas
untuk
pendukungnya.
juga
aktivitas
faktor
prasarana
pertanian
kondisi
perdesaan
yang
cenderung kurang padat aktivitas.
banyak
dan
menyebar
memberikan
dampak semakin menyempitnya lahan pertanian yang sebelumnya dominan di daerah-daerah pinggiran kota.
Tabel 2. Guna Lahan Tahun
1994
1999
Jenis Lahan kering Pekarangan & Bangunan Tegalan & Kebun Padang Gembala Tambak/kolam Rawa Lain-lain Pekarangan & Bangunan Tegalan & Kebun Padang Gembala Tambak/kolam Rawa Lain-lain
Gunungpati 836 2.574 99 0 0 2.676 1.196 2.574 1 0 0 374
Kecamatan Tembalang Pedurungan 1.572 1.540 2000 399 0 0 0 0 0 0 1.524 53 2.082 1.7707 1.007 371 0 0 0 0 0 0 879 108
Ngaliyan 418 1.300 5 0 1 331 418 1.297 0 0 0 921
Perubahan Spasial dan Sosial – Budaya Sebagai Dampak Megaurban di Daerah Pinggiran Kota Semarang – Teguh Prihanto
139
Tahun
2002
2006
2008
Jenis Lahan kering
Gunungpati 1.195 2.574 0 0 0 125 1.313 2.267 0 0 0 127 1.312 1.308 0 0 0 127
Pekarangan & Bangunan Tegalan & Kebun Padang Gembala Tambak/kolam Rawa Lain-lain Pekarangan & Bangunan Tegalan & Kebun Padang Gembala Tambak/kolam Rawa Lain-lain Pekarangan & Bangunan Tegalan & Kebun Padang Gembala Tambak/kolam Rawa Lain-lain
Kecamatan Tembalang Pedurungan 2.085 1.807 2.085 285 0 0 0 0 0 0 782 110 2.130 2.007 1.501 192 0 0 0 0 0 0 902 109 2.185 2.250 1.001 150 0 0 0 0 0 0 902 166
Ngaliyan 508 979 10 0 0 1.424 746 969 10 0 0 1.526 912 949 0 0 0 1.768
Sumber: BPS
KESIMPULAN DAN SARAN
yang telah ditetapkan
Kesimpulan
2. Mengutamakan
Perkembangan Kota Semarang sebagai kota besar di bidang industri, perdagangan, jasa dan pendidikan memiliki pengaruh terhadap daerah-daerah
pinggiran
kota.
Pengaruh
tersebut dapat disimpulkan kedalam 3 aspek: 1. Aspek kependudukan: terjadi pegeseran mata pencarian penduduk daerah pinggiran kota dari pertanian ke non pertanian 2. Aspek sosial budaya: terjadi akulturasi budaya
antara
para
pendatang
dan
penduduk asli daerah pinggiran kota 3. Aspek fisik spasial: terjadi alih fungsi lahan daerah pinggiran kota, dari lahan pertanian menjadi lahan permukiman, perdagangan dan industri. Saran
kepentingan
lingkungan
hidup dan daya dukung kawasan 3. Pengendalian
kawasan
berdasarkan
prioritas pengembangannya DAFTAR PUSTAKA Bintarto, 1984. ”Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya”. Jakarta: Ghalia Indonesia. Desai,P.B.1987. “The Explosive Growth of Asia`s Cities”. Populi. 14(3) : 15-21 Semarang.go.id: “Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2004 Kota Semarang. Tentang Rencana Tata Ruang (RTRW) Kota Semarang Tahun 2000 – 2010”. Semarang: Pemerintah Kota Semarang Setiawan, Bakti. 2000. ”From Economic Crisis to Urban Crisis : The Challenges for Urban Environmental Management in Indonesia”. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota ITB .No. 1 Vol.11 Maret 2000.
Perkembangan Kota Semarang sebagai kota besar tidak dapat dihidari lagi sebagai konsekuensi kebijakan yang telah ditetapkan Pemerintah Kota. Untuk menghindari terjadinya dampak
negatif
perkembangan kota, perlu
upaya sebagai berikut:
Subroto, YW. 1997. “ Proses Transformasi Spasial dan Sosio-Kultural Desa-Desa Di Pinggiran Kota (Urban-Fringe) Di Indonesia”. Laporan Penelitian Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan Dasar TA 1996/1997. Yogyakarta: Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada
1. Konsisten terhadap perencanaan kawasan
140 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume 12 – Januari 2010, hal: 131 – 140