PERUBAHAN SOSIAL DI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DI KOTA TANJUNGPINANG(STUDI NILAI NILAI BUDAYA MELAYU) NASKAH PUBLIKASI
Oleh :
SANTI RIANA SURYANINGSIH,M.Si. PADANG RIHIM SEREGAR,M.A
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2015
PERUBAHAN SOSIAL DI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DI KOTA TANJUNGPINANG(STUDI NILAI NILAI BUDAYA MELAYU)
NASKAH PUBLIKASI Skripsi Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Bidang Sosiologi
Oleh :
SANTI RIANA SURYANINGSIH,M.Si. PADANG RIHIM SEREGAR,M.A
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG
2015
ABSTRACT In the era of modernization today many shift values of Malay culture in society Tanjungpinang. Malay culture is currently only made in a symbol in public life such as language, dress, buildings or artistic wither already rare in amalkan in family life and society in Tanjungpinang city which is famous as the mother land wither. The values of Malay culture that left behind as a way to dress that once people wither very closed now already open with fashion trends outside the entrance to open the genitalia, the system of mutual aid that had always been in amalkan by the public but is now on leave to start their nature individual urban communities, as well as the system of karma in adolescent relationships Tanjungpinang city is currently in a manner of speaking sometimes issued obscenities good sesamnya and parents. As for the findings were found in a field in the view of social change there, either dimension of structural, cultural and interaksionalisme that there are problems that occur in every dimension of her to change the values of Malay culture that there is such a structural dimension is the lack of role of society, especially the Institute of Traditional Malay and religious leaders in preserving the values of Malay culture is currently in because of the influence of foreign cultures is very large and rapidly, and also of the cultural dimension as the times of local culture has begun to erode well how to dress, language, manners, system of mutual assistance and so forth, then seen from the dimensions interaksionalisme the current culture of face-to-face has been a little on the left as a communication tool has been able to bridge the communication without having to meet people easily send invitations when having a celebration that is supposed to be face to face is one of culture in silahturahmi formed directly in social life. Keywords: Social change, values of Malay culture
ABSTRAK Di era modernisasi saat ini banyak terjadi pergeseran nilai-nilai budaya melayu di dalam masyarakat Kota Tanjungpinang. Saat ini budaya melayu hanya di jadikan sebuah simbol di dalam kehidupan bermasyarakat seperti bahasa, berpakaian, bangunan atau artistik Melayu yang sudah jarang di amalkan didalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat di Kota Tanjungpinang yang terkenal sebagai tanah bunda melayu. Nilai-nilai budaya melayu saat ini telah mulai di tinggalkan oleh masyarakat Kota Tanjungpinang saat ini di dalam kehidupan bermasyarakat telah terjadi perubahan-perubahan kebudayaan yang menjurus kearah modernisasi dengan mengikuti perkembangan budaya luar yang terkadang tidak sesuai dengan budaya tempatan yang tidak menjunjung nilai- nilai yang selama ini lahir dari nilai-nilai luhur nenek moyang yang di jadikan pandangan hidup masyarakat. Adapun hasil temuan di lapangan yang di lihat dari perubahan sosial yang ada, baik dimensi struktural, kultural dan interaksionalisme bahwa terdapat permasalahan-permasalahan yang terjadi di setiap dimensi terhadap perubahan nilai-nilai budaya Melayu yang ada seperti dimensi struktural masih minimnya peran dari masyarakat khususnya Lembaga Adat Melayu maupun tokoh agama dalam melestarikan nilai-nilai budaya Melayu saat ini dikarenakan pengaruh budaya luar sangat besar dan pesat, kemudian juga dari dimensi kultural seiring perkembangan zaman budaya lokal sudah mulai tergerus baik cara berpakaian, bahasa, tata karma, sistem gotong royong dan lain sebagainya, kemudian dilihat dari dimensi interaksionalisme saat ini budaya tatap muka sudah sediki ditinggalkan karena alat komunikasi sudah dapat menjembatani komunikasi tersebut tanpa harus bertatap muka masyarakat dengan mudah mengirim undangan ketika memiliki hajatan yang seharusnya tatap muka merupakan salah satu budaya dalam menjalin silahturahmi secara langsung di dalam kehidupan bermasyarakat. Kata Kunci: Perubahan sosial, Nilai-nilai budaya melayu
PERUBAHAN SOSIAL DI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DI KOTA TANJUNGPINANG(STUDI NILAI NILAI BUDAYA MELAYU)
A. Latar Belakang Sejak awal kehadirannya di bumi, manusia melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dalam proses adaptasi ini, manusia mengembangkan kebudayaan berupa pengetahuan atau ide, norma, nilai budaya, aktivitas,peralatan, yang merupakan hasil pengalamannya dalam mengelola lingkungan. Abdul (2009:113) menyatakan bahwa, dalam kerangka pendekatan historis sosiologis, jelas bahwa saat berinteraksi dengan alam dan kebudayaan yang diciptakan manusia akan menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan di mana mereka berada dan tempati. Adat-istiadat yang merupakan pola sopan-santun dalam pergaulan orang Melayu di Riau sebenarnya sudah lama menjadi pola pergaulan nasional sesama warga negara.Bahasa Melayu yang telah menjadi bahasa nasional Indonesia mengikutsertakan pepatah, ungkapan, peribahasa, pantun, seloka, dan sebagainya yang hidup dalam masyarakat Melayu menjadi milik nasional dan dipahami oleh semua warga negara Indonesia. Ajaran, tuntunan, dan falsafah yang diajarkan melalui pepatah, peribahasa, dan sebagainya itu telah membudaya di seluruh Indonesia, sehingga tidak mudah untuk mengidentifikasi pepatah dan peribahasa yang berasal dari Melayu dan yang bukan dari Melayu. Dalam masyarakat Melayu di Riau, sikap dan tingkah-laku yang baik telah diajarkan sejak dari buaian hingga dewasa. Sikap itu diajarkan secara lisan dan dikembangkan melalui tulisan-tulisan. Raja Ali Haji, pujangga besar Riau telah banyak meninggalkan ajaranajaran seperti Gurindam Dua Belas, Samaratul Muhimmah, dan manuskrip-manuskrip lainnya.
Sopan-santun dalam pergaulan sesama masyarakat menyangkut beberapa hal, yaitu tingkah-laku, tutur-bahasa, kesopanan berpakaian, serta sikap menghadapi orang tua/orang sebaya, orang yang lebih muda, para pembesar, dan sebagainya.Tingkah-laku yang terpuji adalah yang bersifat sederhana.Pola hidup sederhana yang dicanangkan oleh pemerintah Republik Indonesia sejalan dengan sifat ideal orang Melayu. E. Konsep Operasional Agar mencapai realitas dalam hasil penelitian secara empiris, maka konsep yang masih abstrak perlu dioperasionalkan untuk benar-benar menyentuh permasalahan penelitian yang akan diteliti. Menurut Singarimbun (1989:42) defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variable. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitan deskriptif kualitatif, yakni menjelaskan secara terperinci mengenai situasi tentang kondisi lokasi penelitian secara cermat karakteristik dari suatu gejala atau masalah yang akan di teliti. Penelitian ini menggunakan data kualitatif. 2.Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang penulis teliti yaitu masyarakat Kota Tanjungpinang yang berada di dekat Kelurahan Tanjungpinang kota menggingat di Kelurahan tersebut terdapat sekretariat Lembaga Adat Melayu sebagai wadah dalam mempertahankan nilai-nilai budaya melayu yang sudah mulai luntur.
3. Jenis Data a. Data primer Data primer merupakan suatu objek data atau dokumen original data informan. Data primer merupakan data yang di peroleh dari hasil wawancara yaitu masyarakat yang berdomisili di Kelurahan Tanjungpinang Kota b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang di kumpulkan dari pihak kedua yang berasal dari sumber lain yang tersedia sebelum penelitian dilakukan dalam penelitian data sekunder berupa foto dan juga dokumen dari sumber data tertulis berasal dari Kelurahan Tanjungpinang Kota dan Sekretariat Lembaga adat melayu. G. Populasi dan Sampel Sesuai dengan penelitian kualitatif tidak menggunakan pendekatan populasi dan sampel, tetapi lebih pendekatan intensif kepada informan yang akan di jadikan data sebagai bahan penelitian. Dalam penelitian ini informan merupakan subjek yang menjadi sumber peneliti dalam mendapatkan informasi sebagai data yang diperlukan sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan peneliti H. Teknik Pengumpulan Datas 1. Interview (wawancara) Yaitu alat pengguna data dari penelitian berupa Wawancara langsung dan mendalam dengan menggunakan instrument penelitian berupa interview guide.Interview guide berisikan daftar
pertanyaan yang sifatnya terbuka yang digunakan untuk menjadikan wawancara yang dilakukan agar lebih terarah bertujuan menggali informasi yang akurat dari informan. 2. Observasi Bungin mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur 3. Dokumentasi Dokumentasi
yang
digunakan sebagai penunjang penelitian
penulis, dimana dalam
dokumentasi ini dapat melihat, mengabadikan gambar lokasi peneliti. 4. Teknik Analisis Data Metode yang digunakan dalam penulisan ini penulis lebih menitikberatkan pada analisa secara kualitatif yaitu dengan menelaah seluruh data, baik data primer maupun data sekunder yang kemudian disusun dan diklasifikasikan, lalu diinterprestasikan sesuai dengan pemahaman peneliti. 5. Sistematika Penulisan memberikan gambaran umum mengenai isi penelitian yang akan dilakukan ini, perlu dikemukakan garis besar pembahasan melalui sistematika penulisan Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi di dalam dimensi masyarakat baik struktur, tatanan, budaya dan lain sebagainya, yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan waktu dan atas dasar keingginan masyarakat tertentu. Sedangkan perubahan nilai-nilai budaya melayu adalah perubahan pandangan atau filosofi masyarakat melayu terhadap budaya
sebelumnya yang di jadikan patokan keseharian mereka kearah modernisasi dengan mengeserkan norma dan adat istiadat yang dulunya di gunakan sebagai pandangan hidup orang banyak namun kini mulai di tinggalkan bukan karena tidak baik namun karena masuknya peradaban budaya luar yang telah mengikat membuat masyarakat memilih budaya luar yang di anggap baik dan sesusai dengan kebutuhan saat ini. Nilai-nilai budaya melayu merupakan kearifan budaya ysng tercipta dan selalu di lestarikan oleh masyarakat yang tercipta sejak dulu yang di jadikan pedoman hidup oleh masyarakat di dalamnya. Sedangkan Perubahan nilai-nilai budaya melayu adalah pergeseran norma dan adat istiadat yang dulunya di gunakan sebagai pandangan hidup orang banyak namun kini mulai di tinggalkan bukan karena tidak baik namun karena masuknya peradaban budaya luar yang telah mengikat membuat masyarakat memilih budaya luar yang di anggap baik dan sesusai dengan kebutuhan saat in 1. Perubahan Sosial Perubahan sosial merupakan perubahan kehidupan masyarakat yangberlangsung terusmenerus dan tidak akan pernah berhenti, karena tidak adasatu masyarakatpun yang berhenti pada suatu titik tertentu sepanjang masa.Artinya, meskipun para Sosiolog memberikan klasifikasi terhadap masyarakat statisdan dinamis, namun yang dimaksud masyarakat statis adalah masyarakatyang sedikit sekali mengalami perubahan dan berjalan lambat, artinya di dalam masyarakat statis tersebut tetap mengalami perubahan. Adapun masyarakatdinamis adalah masyarakat yang mengalami berbagai perubahan Perubahan sosial adalah proses, meliputi bentuk keseluruhan dari aspek kehidupan masyarakat. perubahan sosial tidak terlepas dari konteks filsafat barat, suatu pandangan terhadap kemajuan manusia dalam masyarakat yang
ditimbulkan oleh kemajuan manusia dalam masyarakat yang ditimbulkan oleh kemajuan masyarakatnya. Dalam filsafat yunani di dalam Mangunwijaya (1985:177) terdapat beberapa pemikiran yang sifatnya konsisten yang menghubungkan perilaku masnusia dalam kehidupan sehari-harinya. 1. Filsafat yang empirik yaitu menghubungkan perilaku manusia dalam alam lingkungannya. Pada hakikatnya kehidupan manusia tidak lepas dari alam, karena ia juga menyadari bagian dari kekuatan alam yang tidak terpisahkan. 2. Lingkungan pertama kali diamati dalam kehidupan manusia adalah lingkungan alam atau lingkungan biologi. Lingkungan itu berada pada lapisan yang paling dekat dengan keberadaan manusia. 3. Dalam mengamati lingkungan alam kemudian timbul gagasan tentang adanya proses pertumbuhan atau growth. Untuk tumbuh di perlukan adanya sinar matahari, yaitu pusat kegiatan alam bagi lingkungan manusia. 4. Dalam proses pertumbuhan itu kemudian orang mengenal dimensi waktu. Ada perubahan hari, yang diamati dari adanya pagi, siang, soreh malam dalam hitungan detik, jam dan sebagainya. 5. Pertumbuhan membutuhkan arahan. Karena ada proses yang disebut kematangan, yang dialami oleh manusia, alam dan hasil karya manusia. 6. Orang belajar kemudian menemukan bahwa kehidupan biologi memiliki pola pertumbuhan yang sifatnya umum 7. Pertumbuhan yang tumbuh dengan pola tertentu melalui tahap-tahap tetentu. Tidak ada yang meloncat, semua tumbuh dengan keteraturan, ada sistematika, langkah yang pasti
Kebudayaan yang dihasilkan melalui akal budi manusia sering menjadipencetus terjadinya perubahan sosial.Artinya perubahan sosial tidak terlepas dariperubahan kebudayaan. Bahkan Kingsley Davis ( Soerjono Soekanto, 2000 ) berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahankebudayaan. Adapun menurut PB Hortondan CL Hunt( 1992 ), hampir semua perubahan besar mencakup aspek sosial budaya. Oleh karena itudalam menggunakan istilah perubahan sosialdan perubahan budaya,perbedaan di antara keduanya tidak terlalu diperhatikan. Di samping itu, keduaistilah tersebut seringkali ditukar - pakaikan; kadangkala digunakan istilah perubahan sosial–budaya (sosiocultural change ) agar dapat mencakup kedua jenis perubahan tersebut. Yang jelas perubahan - perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai satu aspek yang sama yaitu kedua – duanya bersangkut-paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhan – kebutuhannya. Sedangkan menurut Morris Ginsberg (dalam jhonson, 1994: 113), bahwa perubahan terjadi karena ada beberapa faktor. Dari beberapa faktor yang dikemukakanya dapat kita catat tiga faktor yang bertumpu pada pribadi seseorang.Sebab-sebab tersebut adalah: 1. Keinginan-keinginan dan keputusan yang sadar dari pribadi-pribadi untuk mengadakan perubahan. 2. Sikap pribadi tertentu yang berubah karena kondisi sosial berubah. 3. Pribadi atau kelompok yang menonjol di dalam suatu masyarakat yang menginginkan perubahan. Soekanto (2007: 275), menjelaskan bahwa perubahan sosial, termasuk di dalamnya pola pikir masyarakat, mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan baru, dan pengaruh budaya lain. Ketiga
faktor tersebut merupakan faktor yang memungkinkan berubahnya pola pikir masyarakat dalam waktu yang relatif singkat dimana ide-ide baru dibawah oleh pendatang dari luar masuk ke dalam komunitas masyarakat yang masih murni. Menurut James M. Henslin (2007), terdapat dua tipe teori evolusi mengenai cara masyarakat
berubah,
yakni
teori
unilinierdan
teorimultilinier:Pandangan
teori
uniliniermengamsusikan bahwa semua masyarakat mengikuti jalur evolusi yang sama. Setiap masyarakat berasal dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks (sempurna), dan masing-masing melewati proses perkembangan yang seragam. Salah satu dari teori ini yang pernah mendoninasi pemikiran Barat Barat adalah teori evolusi dari Lewis Morgan,yang menyatakan bahwa semua masyarakat berkembang melalui tiga tahap: kebuasan, barbarisme, dan peradaban. Dalam pandangan Morgan, Inggris ( masyarakatnya sendiri ) adalah contoh peradaban. Semua masyarakat lain ditakdirkan untuk mengikutinya. Pandangan teori multiliniermenggantikan teori unilinier dengan tidak mengamsusikan bahwa semua masyarakat mengikuti urutan yang sama, artinya meskipun jalurnya mengarah ke industrialisasi, masyarakat tidak perlu melewati urutan tahapan yang sama seperti masyarakat yang lain. Inti teori evolusi, baik yang unilinier maupun multilinier, ialah asumsi mengenai kemajuan budaya, di mana kebudayaan Barat dianggap sebagai tahap kebudayaan yang maju dan superior / sempurna. Namun, ide ini terbantahkan dengan semakin meningkatnya apresiasi terhadap kayanya keanekaragaman ( dan kompleksitas) dari kebudayaan suku bangsa di dunia. Di samping itu, masyarakat Baratsekarang berada dalam krisis( rasisme, perang, terorisme, perkosaan, kemiskinan, jalanan yang tidak aman, perceraian, sex bebas, narkoba, AIDS dan sebagainya ) dan tidak lagi dianggap berada di puncakkebudayaan manusia.
Menurut Abdulsyani (2002), perubahan sosial itu adalah perubahan fungsi kebudayaandan prilaku dalam masyarakatdari keadaan tertentu keadaan yang lain. Sedangkan Gillin dalam Abdulsyani (2002), perubahan sosial adalah satu variasi dari cara-cara hidup yang telah di terima yang disebabkan seperti berikut: 1.
Perubahan kondisi geografis
2.
Kebudayaan material
3.
Komposisi penduduk
4.
Ideologi
5.
Penemuan-penemuan baru dalam masyarakat
Sedangkan menurut Hilmes dan Moore (dalam Soelaiman, 1998),perubahan sosial mempunyai tiga dimensi: 1.
Dimensi struktural, misalnya bertambah dan berkurangya kadar peranan, menyangkut aspek prilaku dan kekuasaan, adanya peningkatan atau penurunan peranan di dalam masyarakat.
2.
Dimensi kultural mengacu kepada perubahan kebudayaan dalam masyarakat. Karna adanya teknologi baru, difusi dan integrasi
3.
Dimensi interaksional, adanya perubahan hubungan antar masyarakat di dalamnya yang mengarah ke individual.
2. Budaya Kebudayaan berfungsi mengatur agar manusia dapat memahami bagaimana seharusnya manusia bertingkah laku, berbuat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam masyarakat.Apa yang dikatakan Roucek dan Warren tentang kebudayaan sebagai satu cara hidup yang dikembangkan oleh sebuah masyarakat guna memenuhi keperluan dasarnya untuk dapat bertahan
hidup, meneruskan keturunan dan mengatur pengalaman sosialnya. Hal-hal tersebut adalah seperti pengumpulan bahan-bahan kebendaan, pola organisasi sosial, cara tingkah laku yang dipelajari, ilmu pengetahuan. Kepercayaan dan kegiatan lain yang berkembang dalam pergaulan manusia. Kemudian Roucek dan Warren mengaggap bahwa kebudayaan adalah sebagai sumbangan manusia kepada alam lingkungan. (Abdulsyani, 2004:47). Dalam mengatur hubungan antarmanusia, kebudayaan dinamakan pula stuktur normatif, menurut istilah Ralp Linton designs for living (garis-garis atau petunjuk dalam hidup). Artinya, kebudayaan adalah suatu garis-garis pokok tentang prilaku atau blue print for behavior yang menetapkan peraturan-peraturan mengenai apa yang seharusnya dilakukan, apa yang dilarang, dan lain sebagainya. Di dalam setiap masyarakat terdapat pola-pola prilaku atau patterns of behavior. Pola-pola prilaku merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut. Pola prilaku berbeda dengan kebiasaan. Kebiasaan merupakan cara bertindak seseorang anggota masyarakat yang kemudian diakui dan mungkin diikuti oleh orang lain. Menurut Ferdinand Tonnies kebiasaan mempunyai tiga arti, yaitu sebagai berikut: 1. Kebiasaan dalam arti yang menunjukan pada suatu kenyataan yang bersifat objektif. Misalnya, kebiasaan untuk bangun pagi, kebiasaan untuk tidur siang hari, kebiasaan untuk minum kopi sebelum mandi dan lain-lain. Artinya adalah, bahwa seseorang biasa melakukan perbuatan-perbuatan tadi dalam cara hidupnya. 2. Kebiasaan dalam arti kebiasaan tersebut dijadikan kaidah bagi seseorang, yang diciptakannya untuk dirinya sendiri. Dalam hal ini, orang yang bersangkutanlah yang menciptakan suatu prilaku bagi dirinya sendiri. 3. Kebiasaan dalam arti sebagai perwujudan kemauan atau keingginan untuk berbuat sesuatu. Kebudayaan mengandung nilai-nilai dan norma-norma sosial yang merupakan faktor pendorong bagi manusia untuk betingkah laku dan mencapai kepuasan tertentu dalam kehidupan sehari-hari.Nilai yang diakui sebagai hasil konsesus, erat kaitannya dengan pandangan terhadap
harapan kesejahteraan bersama dalam hidup bermasyarakat. Hal ini berarti nilai-nilai sosial dapat disebut sebagai ketentuan-ketentuan atau cita-cita dari apa yang dinilai baik dan benar oelh masyarakat luas. Menurut Huky, ada beberapa fungsi umum dari nilai-nilai sosial, yaitu: 1. Nilai-nilai menyumbangkan seperangkat alat yang siap dipakai untuk menetapkan harga sosial dari pribadi dan grup. Nilai-nilai ini memungkinkan sistem stratifikasi secara menyeluruh yang ada pada setiap masyarakat. Mereka membantu orang perorangan untuk mengetahui di mana ia berdiri di depan sesamanya dalam lingkungan tertentu. 2. Cara-cara berpikir dan bertingkah laku secara ideal dalam sejumlah masyarakat diarahkan atau dibentuk oleh nilai-nilai. Hal ini terjadi karena anggota masyarakat selalu dapat melihat cara bertindak dan bertingkah laku yang terbaik, dan ini sangat mempengaruhi dirinya sendiri. 3. Nilai-nilai merupakan penentuan terakhir bagi manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosialnya. 4. Nilai-nilai dapat berfungsi sebagai alat pengawas dengan daya tekan dan daya mengikat tertentu. 5. Nilai dapat berfungsi sebagai alat solidaritas di kalangan anggota kelompok dan masyarakat. Untuk membedakan kekuatan norma-norma sosial, secara sosiologis dikenal ada empat bagian norma-norma sosial, yaitu: 1. Cara berbuat (usage) Norma yang disebut cara hanya mempunyai kekuatan yang dapat dikatakan sangat lemah dibanding norma yang lainnya. Cara lebih banyak terjadi pada hubungan-hubungan antar individu dengan individu dalam kehidupan masyarakat. Jika terjadi pelanggaran terhadap
norma, seseorang hanya mendapatkan sanksi-sanksi yang ringan, seperti berupa cemoohan atau celaan dari individu lainnya. 2. Kebiasaan atau perbuatan yang berulang-ulang (folkways). Kebiasaan adalah perbuatan yang berulan-ulang dalam bentuk yang sama. Kebiasaan mempunyai daya pengikat yang lebih kuat dibanding cara. Kebiasaan merupakan suatu indikator kalau orang-orang lain setuju atau menyukai perbuatan tertentu yang dilakukan seseorang. Misalnya bertutur sapa lembut (sopan santun) terhadap orang lain yang lebih tua atau kebiasaan mengucapkan salam setiap bertemu orang lain dan sebagainya.
3. Tata kelakuan (mores) Tata kelakuan adalah suatu kebiasaan yang diakui oleh masyarakat sebagai norma
pengatur
dalam setiap berprilaku. Tata kelakuan lebih menunjukkan fungsi sebagai pengawasan kelakuan oleh kelompok terhadap anggota-anggotanya. 4. Adat-istiadat (custom) Adat-istiadat adalah tata kelakuan yang berupa aturan-aturan yang mempunyai sanksi lebih keras. Anggota masyarakatnya yang melanggar adat-istiadat, akan mendapatkan sanksi hukum, baik formal maupun imformal. Formal biasanya melibatkan alat Negara berdasarkan undangundang yang berlaku.Sedangkan sanksi hukum informal biasanya diterapkan dengan kurang atau bahkan tidak rasional, yaitu lebih ditekannkan pada kepentingan masyarakat.
A. Lokasi dan Keadaan Alam Kelurahan Tanjungpinang Kota Kota Tanjungpinang merupakan ibu kota dari provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Dengan koordinat 0 derajat selsius Lintang Utara dan 104 derajat 27 Bujur Timur.Tanjungpinang telah dikenal sejak lama.Hal ini disebabkan posisinya yang startegis di Pulau Bintan sebagai pusat kebudayaan melayu dan lalu lintas perdagangan.Sejarah Tanjungpinang tidak terlepas dari kerajaan Melayu Johor-Riau. Nama Tanjungpinang diambil dari posisinya yang menjorok ke laut yang banyak ditumbuhi sejenis pohon pinang. Pohon yang berada di Tanjung tersebut yang merupakan petunjuk bagi pelayar yang akan masuk ke sungai Bintan, diamana terdapat kerajaan Bentan yang berpusat di Bukit Batu. Keberadaan Tanjungpinang semakin dikenal pada masa kerajaan Johor pada masa Sultan Abdul Jalil Syah yang memerintahkan Laksamana Tun Abdul Jamil untuk membuka suatu Bandar perdagangan yang terletak di pulau Bintan, tepatnya di sungai Carang, Hulu Sungai Riau. Bandar yang baru tersebut menjadi Bandar yang ramai kemudian dikenal dengan Bandar Riau.Peranan Tanjungpinang sangat penting sebagai kawasan penyangga dan pintu masuk Bandar Riau. Keberadaan Tanjungpinang semakin di perhitungkan pada peristiwa perang Riau pada tahun 1782-1784 antara kerajaan Riau dengan Belanda.Pada masa pemerintahan yang dipertuan muda Raja Haji Fisabillilah. Peperangan selama 2 tahun ini mencapai puncaknya pada tangal 6 januari 1784 dengan kemenangan pada pihak kerajaan Melayu Riau yang di tandai dengan hancurnya kapal komando Belanda.
Tanjungpinang menjadi ibu kota Kepulauan Riau berdasarkan Undang-Undang nomor 58 1957 berdasarkan undang-undang No. 19 tahun 1957 dibentuklah Propinsi Riau dengan Ibukotanya Tanjungpinang. Namun pada tahun 1960 ibu ibu kota dipindahkan ke Pekanbaru. Pada tahun 2001 sesuai dengan undang-undang nomor 5 tahun 2001 tanggal 21 juni 2001, kota administrasi Tanjungpinang menjadi kota Administratif Tanjungpinang menjadi kota Tanjungpinang dengan membawahi 4 Kecamatan yaitu Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kecamatan Tanjungpinang Barat, Kecamatan Bukit Bestari dan Kecamatan Tanjungpinang Timur. Di Kelurahan Tanjungpinang Kota terdapat sekretariat LAM (Lembaga Adat Melayu) yang telah didirikan pada tahun 2006 merupakan lembaga yang berazaskan syariat islam dan berfalsafahkan pancasila. Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau merupakan lembaga yang bertujuan untuk menggali, membina, memelihara dan mengembangkan nilai-nilai luhur adat melayu sebagai landasan dan memperkokoh jati diri melayu. Dalam upayah untuk menjalankan fungsi dan tujuan Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau berpedoman pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang telah disyahkan pada Mubes II LAM Provinsi Kepulauan Riau tahun 2012. B. Penduduk dan Mata Pencaharian Penduduk merupakan faktor yang sangat dominan dalam menunjang terhadap pelaksanaan pembangunan di suatu daerah, tidak terkecuali di Kelurahan Tanjungpinang Kota.Karena itu sangat perlu kita sadari, bahwa partisipasi penduduk dalam membangun wilayah tempat tinggalnya diharapkan mampu membawa mereka semakin maju dan berkembang.
Jumlah penduduk pada tahun 2014 di Kelurahan Tanjungpinang Kota berjumlah 7.411 jiwa dengan jumlah KK 2.242.dengan jumlah total jenis kelamin laki-laki 3.656 dan perempuan 3.754. Adapun jumlah penduduk di Kelurahan Tanjungpinang Kota berdasarkan tingkat pendidikan. A. Karakteristik Umum Informan Sebelum Membahas tentang Perubahan Sosial di dalam kehidupan masyarakat di kota Tanjungpinang(Study Nilai-Nilai Budaya Melayu) ,hendaklah kita dapat melihat bagaimana karakteristik dari informan yang memahami nilai-nilai budaya melayu,Dalam penelitian ini terdapat 5 informan yang mengetahui nilai-nilai budaya melayu dalam kehidupan masyarakat Tanjungpinangberikut karakteristik informan dalam penelitian ini yaitu: B. Perubahan Sosial di dalam kehidupan masyarakat Kota Tanjungpinang (Study NilaiNilai Budaya Melayu) Perubahan nilai-nilai budaya melayu adalah perubahan norma dan adat istiadat yang dulunya di gunakan sebagai pandangan hidup orang banyak namun kini mulai di tinggalkan bukan karena tidak baik namun karena masuknya peradaban budaya luar yang telah mengikat membuat masyarakat memilih budaya luar yang di anggap baik dan sesusai dengan kebutuhan saat ini. Padahal nilai-nilai melayu yang telah di bentuk dan berkembang memiliki banyak manfaat dalam mendidik masyarakat agar bisa mengontrol prilaku dan sikap terhadap lingkungan sekitar. Saat ini keberadaan nilai-nilai budaya melayu di Kota Tanjungpinang sudah mulai luntur dan di tinggalkan. Melayu hanya dijadikan sebagai simbol agar melayu tidak benar-benar hilang di kalangan masyarakat Kota Tanjungpinang. Nilai-nilai melayu sangatlah baik jika kita melihat
dan mengamalkannya di dalam kehidupan bermasyarakat dimana nilai-nilai melayu berpatokan dengan agama. Kini masyarakat sangat jauh dari yang namanya budaya lokal karena telah masuknya budaya luar. Seperti kita ketahui bahwa Kota Tanjungpinang terletak sangat strategis dengan Negara tentangga dan perdagangan internasional sehingga tidak heran jika pengaruh budaya luar akan mudah masuk ke Kota ini, salah satu yang telah dapat dirasakan seperti tata cara berpakaian orang melayu saat ini berbeda dengan berpakaian melayu pada masyarakat dulu. Masyarakat dulu lebih menutup auratnya kemana pun ia berada, kini hal tersebut sangat kurang di jumpai mengingat trend baju saat ini lebih banyak memberikan kesan terbuka ketika di kenakan. Dalam hal tata krama remaja atau pemuda saat ini tidak sepenuhnya memiliki atau mencerminkan pergaulan nilai-nilai melayu dimana kenakalan remaja kerap terjadi seperti prilaku balap liar di jalan raya yang kerap dilakukan di jalan-jalan utama Kota Tanjungpinang pada malam minggu, selain itu kini budaya gotong royong juga telah luntur di kehidupan masyarakat Kota Tanjungpinang, mengingat pada masa dulu masyarakat melakukan
melayu selalu
kegiatan gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat mereka. Kini dengan
banyaknya berdiri perumahan
dan heterogennya kehidupan masyarakat melayu saat ini
membuat mereka hidup dalam individual. Nilai-nilai budaya melayu telah menjadi sebuah kearifan lokal yang harus dipertahankan dan di amalkan agar masyarakat hidup sesuai pandangan agama karena nilai-nilai budaya melayu mengaju kepada pandangan agama yang memberikan nilai-nilai positif dengan itu perlu nilainilai tersebut dijadikan kearifan lokal agar tidak hilang dan rapuh dalam perkembangan zaman saat ini seperti berikut: dimensi struktural, dimensi kultural, dimensi interaksional.
C.Perubahan Sosial di dalam kehidupan masyarakat Kota Tanjungpinang (Study Nilai-Nilai Budaya Melayu) Perubahan nilai-nilai budaya melayu adalah perubahan norma dan adat istiadat yang dulunya di gunakan sebagai pandangan hidup orang banyak namun kini mulai di tinggalkan bukan karena tidak baik namun karena masuknya peradaban budaya luar yang telah mengikat membuat masyarakat memilih budaya luar yang di anggap baik dan sesusai dengan kebutuhan saat ini. Padahal nilai-nilai melayu yang telah di bentuk dan berkembang memiliki banyak manfaat dalam mendidik masyarakat agar bisa mengontrol prilaku dan sikap terhadap lingkungan sekitar. Saat ini keberadaan nilai-nilai budaya melayu di Kota Tanjungpinang sudah mulai luntur dan di tinggalkan. Melayu hanya dijadikan sebagai simbol agar melayu tidak benar-benar hilang di kalangan masyarakat Kota Tanjungpinang. Nilai-nilai melayu sangatlah baik jika kita melihat dan mengamalkannya di dalam kehidupan bermasyarakat dimana nilai-nilai melayu berpatokan dengan agama. Kini masyarakat sangat jauh dari yang namanya budaya lokal karena telah masuknya budaya luar. Seperti kita ketahui bahwa Kota Tanjungpinang terletak sangat strategis dengan Negara tentangga dan perdagangan internasional sehingga tidak heran jika pengaruh budaya luar akan mudah masuk ke Kota ini, salah satu yang telah dapat dirasakan seperti tata cara berpakaian orang melayu saat ini berbeda dengan berpakaian melayu pada masyarakat dulu. Masyarakat dulu lebih menutup auratnya kemana pun ia berada, kini hal tersebut sangat kurang di jumpai mengingat trend baju saat ini lebih banyak memberikan kesan terbuka ketika di kenakan. Dalam hal tata krama remaja atau pemuda saat ini tidak sepenuhnya memiliki atau
mencerminkan pergaulan nilai-nilai melayu dimana kenakalan remaja kerap terjadi seperti prilaku balap liar di jalan raya yang kerap dilakukan di jalan-jalan utama Kota Tanjungpinang pada malam minggu, selain itu kini budaya gotong royong juga telah luntur di kehidupan masyarakat Kota Tanjungpinang, mengingat pada masa dulu masyarakat melakukan
melayu selalu
kegiatan gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat mereka. Kini dengan
banyaknya berdiri perumahan
dan heterogennya kehidupan masyarakat melayu saat ini
membuat mereka hidup dalam individual. Nilai-nilai budaya melayu telah menjadi sebuah kearifan lokal yang harus dipertahankan dan di amalkan agar masyarakat hidup sesuai pandangan agama karena nilai-nilai budaya melayu mengaju kepada pandangan agama yang memberikan nilai-nilai positif dengan itu perlu nilainilai tersebut dijadikan kearifan lokal agar tidak hilang dan rapuh dalam perkembangan zaman saat ini seperti berikut: dimensi struktural, dimensi kultural, dimensi interaksional 1. Kesimpulan Pada saat ini pengaruh modernisasi telah masuk kedalam budaya masyarakat melayu Sebagai Kota yang terletak di jalur perdangangan dunia, Kota Tanjungpinang kini mulai meninggalkan budaya lokal yaitu budaya melayu sebagai warisan budaya nenek moyang yang berpatokan pada agama sehingga memiliki nilai-nilai luhur serta sangat baik untuk di kembangkan dan di amalkan di dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pergeseran nilai-nilai budaya melayu di dalam
kehidupan masyarakat Kota Tanjungpinang
a. Perubahan sosial Perubahan budaya yang terjadi saat ini di Kota Tanjungpinang karena mulai lunturnya nilai-nilai budaya lokal. Masyarakat tidak lagi menjadikan budaya lokal sebagai pandangan hidup mereka di dalam kehidupan bermasyarakat seperti dari tata cara berpakaian yang kini masuk lebih banyak membuka aurat dimana nilai-nilai budaya melayu mengajarkan untuk selalu menutup aurat bagi kaum wanita karena di dalam berpakaian wanita melayu pada waktu dahulu selalu identik dengan pakaian tertutup panjang kebawah, dari tata karma juga telah banyak berubah dan bergeser seiring berkembangnya teknologi dimana pada waktu dahulu jika masyarakat inggin memiliki hajatan akan berkunjung secara langsung kerumah yang inggin di undang dengan berpatokan inggin menghargai dan menjalin hubungan silahturahmi secara langsung namun kini cukup dengan teknologi handphone masyarakat sudah bisa mengirim undangan kepada kerabat baik tua maupun muda, sifat gotong royong juga sudah mulai di tinggalkan seiring perkembangan budaya di mana perkembangan Kota Tanjungpinang sebagai Kota yang Heterogen membuat masyarkatnya mulai bersifat individual, dimana pada saat dulu sifat gotong royong adalah sifat utama yang menonjol di dalam kehidupan masyarakat melayu sehingga berdiri kokoh mesjid penyengat saat ini berkat sifat gotong royong masyarakat melayu saat itu b. Lembaga Adat Melayu Lembaga adat melayu memainkan peranan yang besar mengingat wadah ini di bentuk dengan tujuan untuk melestarikan nilai-nilai budaya melayu yang sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat di Kota Tanjungpinang.Banyak kegiatan yang telah dibuat oleh lembaga ini seperti kegiatan budaya yang memperkenalkan budaya Melayu di tengah-tengah masyarakat seperti kegiatan tari-tarian, menyanyi melayu yaitu zapin serta kebudayaan melayu lainnya dalam ivent
budaya. LAM memiliki media cetak sendiri dalam menerbitkan tulisan tanggan para pemuka adat melayu dalam menulis kisah-kisah atau sejarah peradaban Melayu yang terjadi dari dulu hingga sekarang. Namun peran tersebut masih sangat kurang jelas terlihat jika tidak ada kesadaran dari masyarakat itu sendiri yang mulai meninggalakn nilai-nilai budaya lokal yang ada bahkan tidak mengetahui sama sekali apa itu melayu. 2. Saran Berdasarkan dari latar belakang yang telah penulis ungkapkan di atas dan pembahasan mengenai perubahan nilai-nilai budaya melayu di kota tanjungpinang, maka sebagai bahan informasi dan beberapa hal yang meliputi berubahrnya nilai-nilai budaya melayu di Kota Tanjugnpinang maka: 1. Sebaiknya pemerintah (khususnya pemerintah daerah) juga memiliki peran serta dalam melestarikan nilai-nilai budaya melayu sebagai budaya lokal yang memiliki nilai-nilai yang dapat menjadi pengawas prilaku masyarkat di dalam kehidupan bermasyarakat yang di jadikan sebagai kearifan lokal yang harus selalu di pertahankan di era modernisasi 2. Untuk Lembaga Adat Melayu untuk terus maju dan aktif di dalam melestarikan nilai-nilai budaya melayu yang kini sudah mulai di tinggalakn serta memberikan pemahaman dan sosialisasi yang detail kepada masyarakat umum khususnya masyarakat dini seperti anakanak dan remaja agar kelak mereka akan terbiasa dengan kehidupan yang berbudaya lokal 3. Untuk peneliti lainnya dapat dijadikan sebagai rujukan maupun kajian lanjutan yang berkaitan dengan permasalahan yang saama sehingga dapat menyempurnakan hasil penelitian yang sudah peneliti tulis, dan tentunya akan banyak peneliti lainnya yang
tertarik untuk mngupas permaslahan-permasalahan tentang bergesernya nilai-nilai budaya melayu di dalam kehidupan bermasyarakat Kota Tanjungpinang. DAFTAR PUSTAKA Ardana dalam Apriyanto, 2008.Hubungan Kearifan Lokal Masyarakat Adat dengan Pelestarian Lingkungan Hidup.Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung Ali Hasyimi. A 2002.Organisasi dan manajemen, jakarta: Bumi Akasara Burhan Bungin, 2007.Penelitian Kualitatif.Jakarta: Kencana Effendy, T. 1985. Kumpulan Ungkapan. Naskah yang belum diterbitkan, Pekanbaru. Henslin, James M. (2007). Essential of Sociology : A Down-to-Earth Approach ( Sosiologi dengan Pendekatan Membumi). Penerjemah: Kamanto Sunarto. Jakarta: Penerbit Erlangga. Keraf, A.S. 2010.Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Kompas Silalahi, ulber, (2010).Metode Penelitian Soial.Bandung, PT. Refika Aditama Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3S, Jakarta Soekanto, soejono. 2009. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Rieneka Cipta Susanto, Astrid S. 1998. Peranan organisasi.Jakarta: PT. gramedia Pustaka Utama Sujiman. P. H. M. 1983. Adat Raja-Raja Melayu.Jakarta : Universitas Indonesia Press Suhardono, Edy. 1994. Teori peran. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum
Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto. 2006. Sosiologi: teks pengantar dan terapan. Jakarta: Kencana Sumber Jurnal: Ridwan, N.A. (2007). Landasan Keilmuan Kearifan Lokal. Jurnal Studi Islam dan Budaya. Vol.5, (1), 27-38 Apriyanto, Y.dkk. (2008). Kearifan Lokal Dalam Mewujudkan Pengelolaan Sumberdaya Air Yang Berkelanjutan. Makalah Pada PKM IPB, Bogo Sumber Lain: UU No. 32/2009. BAB I Pasal I Butir 30. Tentang Kearifan Lokal Sumber Sekretariat LAM Provinsi Kepri Tahun 2015 http://www.gurindam12.com/2013