PERTUMBUHAN VEGETATIF PADI (Oryza sativa L.) DENGAN PEMBERIAN ISOLAT BAKTERI METANOTROF SEBAGAI PENGENDALI KEONG MAS (Pomacea canaliculata)
RINA PANGASTUTI
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan Vegetatif Padi (Oryza sativa L.) dengan Pemberian Isolat Bakteri Metanotrof sebagai Pengendali Keong Mas (Pomacea canaliculata) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2016 Rina Pangastuti NIM G34110084
ABSTRAK RINA PANGASTUTI. Pertumbuhan Vegetatif Padi dengan Pemberian Isolat Bakteri Metanotrof sebagai Pengendali Keong Mas (Pomacea canaliculata). Dibimbing oleh TRIADIATI dan MAFRIKHUL MUTTAQIN. Pertumbuhan vegetatif padi merupakan parameter penting dalam melihat kualitas produktivitas padi. Salah satu cara dalam peningkatan produktivitas padi adalah dengan pencegahan serangan hama keong mas (Pomacea canaliculata). Keong mas diduga dapat dikendalikan dengan bakteri metanotrof hasil isolasi dari sawah Bogor dan Sukabumi. Tujuan dari penelitian ini menganalisis pertumbuhan vegetatif padi dengan pemberian isolat bakteri metanotrof yang berpotensi sebagai pengendali hama keong mas. Penelitian dilakukan menggunakan perlakuan air tergenang, pupuk NPK dan isolat bakteri SKM 14 pada padi varietas Ciherang. Parameter pertumbuhan vegetatif padi yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan padi, jumlah daun, dan bobot akar. Serangan keong mas tidak terjadi pada padi dengan perlakuan isolat bakteri metanotrof SKM 14 (IBM). Perlakuan IBM diketahui mampu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan padi, jumlah daun, serta pertumbuhan akar. Dosis NPK 0.6 g per 6 kg media tanam diketahui menghambat pertumbuhan tanaman dan menurunkan pengaruh dari IBM SKM 14. Kata kunci: bakteri metanotrof, NPK, pengendali keong mas
ABSTRACT RINA PANGASTUTI. Vegetative growth of paddy with metanotrof isolate as a golden apple snail control (Pomacea canaliculata). Supervised by TRIADIATI and MAFRIKHUL MUTTAQIN. Vegetative growth of paddy is an important parameter in viewing quality of paddy productivity. The way to increase the production of paddy is the prevention of golden apple snails (Pomacea canaliculata). The snail believed could be controlled by the methanotrophic bacteria isolated from rice paddies in Bogor and Sukabumi. The purpose of this study was to analyze the vegetative growth of paddy with application of methanotrophic bacteria as a golden apple snails pest control. The study was conducted using the treatments, i.e. flooded, NPK fertilizer and SKM 14 bacteria isolates in Ciherang paddy. Paddy vegetative growth parameters measured were plant height, number of tillers of paddy, leaf number and root weight. The snails attack did not occur in paddy with the treatment of methanotrophic bacteria SKM 14 (IBM). The IBM treatment can be increased the plant height, number of tillers of paddy, number of leaves and root growth. NPK fertilizer dose of 0.6 g per 6 kg of planting media can be inhibit the plants growth and reduced the effect of IBM SKM 14. Keywords: golden apple snails control, methanotrophic bacteria, NPK
PERTUMBUHAN VEGETATIF PADI (Oryza sativa L.) DENGAN PEMBERIAN ISOLAT BAKTERI METANOTROF SEBAGAI PENGENDALI KEONG MAS (Pomacea canaliculata)
RINA PANGASTUTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 ini ialah pertumbuhan padi, dengan judul Pertumbuhan Vegetatif Padi (Oryza sativa L.) dengan Pemberian Isolat Bakteri Metanotrof sebagai Pengendali Keong Mas (Pomacea canaliculata). Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Genetika Molekular Tumbuhan dan Rumah kaca Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Dra Triadiati, MSi dan Bapak Mafrikhul Muttaqin, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, saran, serta dukungan selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih kepada wakil Departemen Biologi Bapak Ir Tri Heru Widarto, MSc atas saran dan diskusi yang diberikan guna menyempurnakan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya disampaikan kepada keluarga (ibu, bapak, mba Tika) atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis juga mengucapkan kepada seluruh staf laboratorium dan rumah kaca serta seluruh dosen Departemen Biologi dan Biologi 48 atas segala bantuan, dukungan, ilmu, semangat dan do’anya. Terima kasih juga khususnya kepada mas Iim serta teman-teman Ganggers (Kiki, Iyus, Delbert, Ichot, Santi, Manda), P20, Observasi Wahana Alam (OWA), Consortium, Uni Konservasi Fauna (UKF), Paguyuban Mahasiswa Bandung (Pamaung) atas berbagi ilmu, perhatian, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan pembaca.
Bogor, Februari 2016 Rina Pangastuti
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
BAHAN DAN METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Bahan
2
Metode
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Hasil
4
Pembahasan
9
SIMPULAN DAN SARAN
12
Simpulan
12
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
17
DAFTAR TABEL 1 Pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman padi pada 14 hst 2 Pengaruh perlakuan terhadap rataan jumlah anakan padi dan jumlah daun pada 35 hst 3 Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering akar hidup dan akar mati
5 7 8
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Panjang dan lebar cangkang keong mas Peremajaan isolat bakteri BGM 3, BGM 5, dan SKM 14 Pertumbuhan rata-rata tinggi tanaman selama 35 hari setelah tanam Rataan jumlah anakan padi Rataan jumlah daun tanaman padi Rataan jumlah keong yang masih hidup
3 4 5 6 7 8
DAFTAR LAMPIRAN 1 Rancangan acak kelompok (RAK) di rumah kaca 2 Perhitungan dosis NPK 3 Padi saat akhir masa vegetatif 35 hst 4 Pangkal batang yang digigit keong
15 15 16 16
PENDAHULUAN Latar Belakang Padi (Oryza sativa L) adalah tanaman pangan yang penting bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Rata-rata konsumsi beras di Indonesia mencapai 130 kilogram per kapita per tahun atau lebih dari dua kali lipat konsumsi rata-rata dunia. Permintaan beras terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk (BKP Deptan 2010). Oleh karena itu, pemerintah memberikan prioritas tinggi dalam upaya peningkatan produksi padi. Namun, dalam bercocok tanam banyak faktor yang mempengaruhi hasil yang dicapai, salah satunya adalah organisme pengganggu tanaman (OPT) baik berupa gulma, penyebab penyakit maupun hama (Djojosumarto 2000). Keong mas atau sering disebut siput murbei merupakan siput yang berasal dari Amerika Selatan dan harus menjadi perhatian khusus karena telah menjadi hama di lahan persawahan negara-negara Asia (Cowie et al. 2006). Keong mas merusak padi dengan cara memakan bagian pangkal yang lunak, dan biasanya menyerang padi yang berusia muda atau padi yang baru pindah tanam (Wada 2004). Hasil penelitian Rifa’i (2004) menunjukkan bahwa populasi keong mas 4-8 pasang/m2 menyebabkan intensitas serangan mencapai 60% hingga 100% yang ditandai dengan habisnya anakan padi. Bakteri metanotrof merupakan bakteri pengoksidasi gas metan yang diproduksi pada lahan sawah bagian anaerob. Proses oksidasi metan tersebut dilakukan oleh kelompok bakteri metanotrof pada kondisi aerobik (Conrad dan Rothfus 1991). Isolat-isolat bakteri metanotrof dengan aktivitas oksidasi metan tinggi memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai agen pereduksi emisi metan di lahan sawah. Isolat bakteri metanotrof BGM 1, BGM 3, BGM 5, BGM 9 dan SKM 14 adalah isolat yang bersifat pengoksidasi metan tinggi yang juga berpotensi dikembangkan sebagai pupuk hayati (Sagala 2009; Margareth 2011). Pada penelitian pendahuluan isolat bakteri metanotrof tersebut memiliki kemampuan sebagai pengendali aktivitas keong mas saat diaplikasi pada tanaman padi di sawah. Di sisi lain, belum ada penelitian tentang pertumbuhan vegetatif padi yang diberi perlakuan isolat bakteri metanotrof dari hasil penelitian terdahulu. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menganalisis pertumbuhan vegetatif padi varietas Ciherang dengan pemberian isolat bakteri metanotrof yang berpotensi sebagai pengendali hama keong mas (Pomacea canaliculata).
2
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2015 hingga bulan Desember 2015. Penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi dan Genetika Molekular Tumbuhan dan Rumah kaca Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor. Bahan Bahan yang digunakan adalah benih padi varietas Ciherang, isolat bakteri metanotrof (IBM) yaitu BGM 1, BGM 3, BGM 5, BGM 9, dan SKM 14 (koleksi Dr Ir Iman Rusmana, MSi), media selektif padat (dengan Bacto agar 20 g/L) dan cair Nitrate Mineral Salts (NMS) (komposisi MgSO4.7H2O 1.0 g/L, CaCl2.6H2O 0.2 g/L, KNO3 1.0 g/L, KH2PO4 0.272 g/L, Na2HPO4.12 H2O 0.717 g/L, NH4Cl 4.0 mg/L, Na2EDTA 0.5 g/L, FeSO4. 7H2O 0.2 g/L, H3BO3 0.03 g/L, CoCl2.6H2O 0.02 g/L, ZnSO4.7H2O 0.01 g/L, MnCl2. 4H2O 3.0 mg/L, Na2MoO4.2H2O 3.0 mg/L, NiCl2.6H2O 2.0 mg/L, CaCl2.2H2O 1.0 mg/L), metanol 1%, media tanam tanah : pupuk kompos (3:2 b/b), dan pupuk NPK (15:15:15). Metode Rancangan Percobaan Percobaan ini dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari 8 taraf perlakuan dengan lima ulangan (Lampiran 1). Perlakuan yang diberikan adalah (P1) kontrol (macak-macak), (P2) air tergenang + NPK + isolat bakteri metanotrof (IBM), (P3) air tergenang + NPK, (P4) macak-macak + NPK + IBM, (P5) air tergenang + IBM, (P6) macak-macak + NPK, (P7) air tergenang, (P8) macak-macak + IBM. Kondisi macak-macak adalah kondisi yang basah tetapi bukan tergenang atau disebut juga tanah berlumpur. Padi yang diberi perlakuan IBM bagian akarnya dicelup ke dalam media cair yang terdapat isolat bakteri metanotrof saat pindah tanam dan juga penuangan kultur cair IBM sebanyak 3 ml pada permukaan media tanam saat padi pindah tanam. Peremajaan Isolat Bakteri Isolat-isolat bakteri metanotrof asal sawah BGM 1, BGM 3, BGM 5, BGM 9, SKM 14 (Hapsary 2008) diremajakan pada medium agar Nitrate Mineral Salts (NMS) + 1% metanol dengan metode gores dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3-14 hari. Pengukuran optical density (OD) ketiga kultur isolat BGM 3, BGM 5, dan SKM 14 dilakukan pada panjang gelombang 620 nm selama 12 hari dengan selang waktu pengukuran 1 hari. Persiapan Benih Padi Pemilihan benih yang baik dilakukan dengan cara menguji benih dalam air. Benih yang baik adalah benih yang tenggelam. Benih direndam di dalam air hangat selama 24 jam. Benih kemudian diperam di dalam kantung yang lembap selama 24-36 jam.
3 Persemaian, Penanaman, dan Pemeliharaan Padi Persemaian dilakukan setelah pemeraman benih. Media tanam persemaian dibuat macak-macak di dalam baki. Benih yang sudah siap, kemudian ditaburkan di dalam media persemaian. Bibit padi dipindah tanam saat 18-22 hari setelah semai (hss). Penanaman bibit padi dilakukan di dalam ember yang tidak ada lubang dengan media tanam berupa tanah berkompos (3 : 2 b/b). Lima hari sebelum pindah tanam, media tanah direndam dengan air dan diaduk terlebih dahulu agar tanah menjadi berlumpur atau macak-macak. Setiap ember diisi dengan 3 bibit padi dengan media tanam sebanyak 6 kg dan diberi perlakuan sesuai dengan rancangan percobaan. Perlakuan tanah macak-macak, dengan pemberian air secukupnya hingga tanah menjadi berlumpur pada media tanam terdapat pada P1, P4, P6, dan P8. Perlakuan air tergenang (P2, P3, P5, dan P7) dipelihara agar tetap pada kondisi tergenang setinggi 5 cm. Perlakuan NPK (P2, P3, P4, dan P6) diberikan pada waktu pindah tanam sebanyak 0.6 gram (Lampiran 2) per ember. Perlakuan isolat bakteri (P2, P4, P5, dan P8) diberikan dengan cara akar dicelupkan ke dalam kultur cair isolat saat pindah tanam dan kultur cair dituang sebanyak 3 ml ke media tanam padi saat padi pindah tanam.
A
Pengadaan Keong Mas Keong mas diperoleh dengan cara mengumpulkan keong mas yang ada di sekitar persawahan. Keong mas yang digunakan adalah keong mas yang sudah pada stadia pertumbuhan lanjut dengan usia 26 - 59 hari dan ukuran diameter cangkang antara 1 - 3 cm. Sebanyak 3 individu keong mas dimasukkan ke dalam tiap ember perlakuan.
A
B
Gambar 1 Panjang cangkang keong mas ± 3 cm (A) dan lebar cangkang dengan ukuran ± 2.5 cm (B) Pengamatan Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan dua kali setiap minggu. Parameter pertumbuhan yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah daun. Pengamatan dilakukan selama fase vegetatif yaitu 55 hss (hari setelah semai) atau 35 hst (hari setelah tanam).
4 Pengukuran Bobot Kering Akar Tanaman dipanen dan dilakukan pemisahan akar mati dan akar hidup dari tajuk dan media tanamnya pada 35 hst. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 75 - 80°C selama 24 - 48 jam hingga diperoleh bobot kering. Akar mati dan akar hidup kering dari setiap perlakuan kemudian ditimbang bobotnya. Analisis Data Data hasil pengamatan dianalisis dengan ANOVA dengan uji Duncan's New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf nyata α=5% untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan padi, dan jumlah daun.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Peremajaan Isolat Bakteri Isolat bakteri metanotrof BGM 3, BGM 5, dan SKM 14 yang berhasil diremajakan hingga 14 hari menunjukkan pertumbuhan dan warna bakteri yang berbeda (Gambar 2). Pertumbuhan koloni tercepat ditunjukkan oleh isolat SKM 14 pada umur 6 hari inkubasi. Pertumbuhan koloni bakteri dari isolat BGM 3 dan BGM 5 secara berurutan adalah pada umur 14 dan 10 hari. Isolat hasil peremajaan pada media NMS menunjukkan warna koloni yang berbeda, yaitu BGM 3 dengan SKM 14 berwarna merah muda dan sedikit oranye, BGM 5 berwarna putih.
A
B
C
Gambar 2 Peremajaan isolat bakteri BGM 3 (A), BGM 5 (B), dan SKM 14 (C) Pengukuran Optical Density (OD) dilakukan pada ketiga isolat yang berhasil diremajakan. Kultur isolat BGM 3 dan BGM 5 memiliki nilai OD yang menurun dan hanya isolat SKM 14 saja yang memiliki pertambahan nilai. Pengukuran OD pada panjang gelombang 620 nm isolat SKM 14 hingga hari 12 menunjukkan bahwa bakteri masih mengalami pertumbuhan pada fase eksponensial.
5 Tinggi tanaman Rataan tinggi tanaman tertinggi selama 35 hst ditunjukkan oleh tanaman yang diberi perlakuan IBM. Jika dibandingkan dengan P1, padi pada P8 memiliki perbedaan rataan tinggi tanaman yang cukup besar. Rataan tinggi tanaman pada P8 mencapai 58.3 cm di akhir masa vegetatif, sedangkan P1 hanya 24.9 cm. Begitu juga dengan perlakuan air tergenang (P7) dan air tergenang + IBM (P5), memiliki rataan yang lebih tinggi dibandingkan P1. Rataan tinggi tanaman pada perlakuan P1, P2, P3, P5, P6, dan P7 terjadi penurunan secara umum, serangan keong mas terjadi selama 7 hst (Gambar 3).
Gambar 3
Pertumbuhan rata-rata tinggi tanaman selama 35 hari setelah tanam. ─●─ Kontrol (macak-macak) (P1), ─■─ air tergenang + NPK + IBM (P2), ─▲─ air tergenang + NPK (P3), ─♦─ macak-macak + NPK + IBM (P4), ─○─ air tergenang + IBM (P5), ─□─ macakmacak + NPK (P6), ─∆─ air tergenang (P7), ─◊─ macak-macak + IBM (P8).
Sebagian besar padi pada perlakuan IBM mengalami peningkatan tinggi sejak 14 hst, kecuali perlakuan NPK (P2, P3, P4, dan P6) yang mengalami penurunan rataan tinggi tanaman. Perlakuan pupuk, pengairan, dan IBM memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman pada 14 hst. Tinggi tanaman pada perlakuan P7 dan P8 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (P<0.05) (Tabel 1). Tabel 1 Pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman padi pada 14 hst Perlakuan Rataan tinggi tanaman (cm) P1 (kontrol, macak-macak) 33.27ab P2 (air tergenang + NPK + IBM) 4.66bc P3 (air tergenang + NPK) 5.81bc P4 (macak-macak + NPK + IBM) 2.68c P5 (air tergenang + IBM) 28.37abc P6 (macak-macak + NPK) 7.30bc P7 (air tergenang) 41.06a P8 (macak-macak + IBM) 37.12a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf α=5%.
6 Jika dilihat pada pertumbuhan tinggi tanaman padi pengairan dengan air tergenang ataupun macak-macak mempunyai pengaruh yang tidak berbeda. Jumlah Anakan Padi dan Jumlah Daun Rataan dari jumlah anakan padi pada 35 hst memiliki pola yang hampir sama dengan jumlah rataan jumlah daun (Gambar 4 dan 5). Perlakuan P8 mengalami peningkatan jumlah anakan hingga 35 hst dibandingkan dengan perlakuan lain.
Gambar 4
Rataan jumlah anakan padi/ rumpun. ─●─ Kontrol (macak-macak) (P1), ─■─ air tergenang + NPK + IBM (P2), ─▲─ air tergenang + NPK (P3), ─♦─ macak-macak + NPK + IBM (P4), ─○─ air tergenang + IBM (P5), ─□─ macak-macak + NPK (P6), ─∆─ air tergenang (P7), ─◊─ macak-macak + IBM (P8).
Saat awal pindah tanam semua perlakuan memiliki jumlah anakan padi yang sama. Secara umum keong mas mengkonsumsi padi di setiap perlakuan sejak awal penanaman hingga saat memasuki 14 hst. Hal tersebut terlihat pada penurunan kurva pada semua perlakuan. Perlakuan P7 dan P8 mengalami penurunan jumlah anakan pada 7 hst dan kemudian mengalami kenaikan setelah 7 hst. Sama seperti rataan tinggi tanaman yang mengalami penurunan, perlakuan NPK pada parameter rataan anakan padi dan rataan jumlah daun juga mengalami penurunan sejak awal penanaman. Kurva menunjukkan perbedaan yang cukup besar terjadi pada perlakuan kontrol (P1) dan dengan air tergenang (P7). Jumlah daun dan jumlah anakan padi tidak selalu memiliki pola yang sama di setiap minggunya. Dapat dilihat rataan jumlah anakan padi pada P8 mengalami sedikit penurunan, tetapi tidak demikian pada rataan jumlah daun yang meningkat 7 hst (Gambar 5). Pada akhir masa vegetatif 35 hst rataan jumlah anakan padi menunjukkan hasil pola yang sama dengan rataan jumlah daun.
7
Gambar 5
Rataan jumlah daun tanaman padi/ rumpun. ─●─ Kontrol (macakmacak) (P1), ─■─ air tergenang + NPK + IBM (P2), ─▲─ air tergenang + NPK (P3), ─♦─ macak-macak + NPK + IBM (P4), ─○─ air tergenang + IBM (P5), ─□─ macak-macak + NPK (P6), ─∆─ air tergenang (P7), ─◊─ macak-macak + IBM (P8).
Nilai rataan jumlah daun tertinggi selama 35 hst adalah perlakuan P8, sedangkan nilai terendah dimiliki oleh perlakuan P4 dan P2. Dapat terlihat bahwa padi dengan perlakuan IBM dapat mempertahankan pertumbuhannya walaupun dengan pemberian keong. Perlakuan pupuk, pengairan, dan IBM memberikan pengaruh yang nyata terhadap rataan jumlah anakan padi dan jumlah daun (Tabel 2). Tabel 2 Pengaruh perlakuan terhadap rataan jumlah anakan padi dan jumlah daun pada 35 hst Rataan Jumlah Rataan Jumlah Perlakuan Anakan Padi/ Daun (helai)/ rumpun rumpun P1 (kontrol, macak-macak) 1.20abc 7.80ab P2 (air tergenang + NPK + IBM) 0.40c 2.00b c P3 (air tergenang + NPK) 0.60 2.40b P4 (macak-macak + NPK + IBM) 0.20c 0.60b abc P5 (air tergenang + IBM) 1.60 8.40ab P6 (macak-macak + NPK) 0.80bc 2.40b ab P7 (air tergenang) 2.60 12.60a a P8 (macak-macak + IBM) 3.00 13.20a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf α=5%.
Rataan jumlah anakan padi perlakuan P8 berbeda nyata dengan perlakuan P2, P3, P4, dan P6 (P<0.05), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1, P5, dan P7 (P>0,05). Hasil yang serupa terlihat pada rataan jumlah daun. Rataan jumlah daun perlakuan P7 dan P8 berbeda nyata dengan perlakuan P2, P3, P4, dan P6 (P<0.05).
8 Bobot Kering Akar Bobot kering akar hidup dan akar mati dipengaruhi perlakuan (Tabel 3). Tabel 3 Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering akar hidup dan akar mati Bobot kering akar Bobot kering akar Perlakuan hidup (g) mati (g) ab P1 (kontrol, macak-macak) 0.65 0.49bc b P2 (air tergenang + NPK + IBM) 0.00 1.18ab P3 (air tergenang + NPK) 0.62b 0.92abc b P4 (macak-macak + NPK + IBM) 0.00 1.46a P5 (air tergenang + IBM) 0.92ab 0.29c b P6 (macak-macak + NPK) 0.77 1.02ab P7 (air tergenang) 1.67ab 0.70bc a P8 (macak-macak + IBM) 2.17 0.26c Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf α=5%.
Bobot kering akar hidup perlakuan P2, P3, P4, dan P6 berbeda nyata dengan perlakuan P8 (P<0.05). Bobot kering akar mati perlakuan P4 berbeda nyata dengan perlakuan P5 dan P8 (P<0.05) (Tabel 3). Jumlah Keong Hidup Jumlah individu keong mas hidup terbanyak selama 35 hst terdapat pada perlakuan P1 dan P5. Sebaliknya, jumlah keong hidup paling sedikit pada P4 (Gambar 6). Ada berbagai faktor yang mempengaruhi keong bertahan hidup pada kondisi tertentu. Perlakuan P1 saat 35 hst memiliki jumlah keong hidup terbanyak, hal tersebut berbanding terbalik dengan kurva pertumbuhan vegetatifnya (Gambar 3, 4, dan 5) yang cenderung menurun atau konstan.
Gambar 6
Rataan jumlah keong yang masih hidup. ─●─ Kontrol (macakmacak) (P1), ─■─ air tergenang + NPK + IBM (P2), ─▲─ air tergenang + NPK (P3), ─♦─ macak-macak + NPK + IBM (P4), ─○─ air tergenang + IBM (P5), ─□─ macak-macak + NPK (P6), ─∆─ air tergenang (P7), ─◊─ macak-macak + IBM (P8).
9 Pembahasan Peremajaan Isolat Bakteri Isolat bakteri metanotrof dengan label BGM 3, BGM 5, dan SKM 14 yang berhasil di remajakan merupakan hasil isolasi dari persawahan di Bogor dan Sukabumi (Hapsary 2008). Isolat ini diremajakan pada media NMS padat yang ditambahkan dengan 1% metanol pada masa inkubasi 14 hari menunjukkan kerapatan koloni bakteri dan warna yang berbeda pada masing-masing isolat (Gambar 1). Warna koloni isolat BGM 3 dan SKM 14 adalah merah muda dan sedikit oranye sesuai dengan penelitian Hapsary (2008) dan isolat BGM 5 menunjukkan warna putih. Kultur isolat BGM 3 dan BGM 5 memiliki nilai OD yang menurun dan hanya isolat SKM 14 saja yang memiliki pertambahan nilai. Kurva pertumbuhan menunjukkan bahwa bakteri masih mengalami fase eksponensial hingga hari ke12. Pengamatan yang dilakukan terhadap OD kultur cair isolat SKM 14 menunjukkan peningkatan densitas kultur yang kecil. Kecilnya peningkatan densitas menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri ini cukup lambat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Begonja dan Hrsák (1998) bahwa bakteri metanotrof merupakan bakteri yang tumbuh lambat. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi Tinggi Tanaman Kondisi tanaman pada 35 hst menunjukkan hasil yang berbeda-beda (Lampiran 3). Dapat dilihat dari segi media tanam, keong mas yang terdapat pada setiap perlakuan, dan pertumbuhan vegetatif tanaman. Tahapan penting dalam pertumbuhan vegetatif padi ditandai oleh pertambahan tinggi tanaman, jumlah anakan padi, pertambahan jumlah daun, dan perkembangan akar. Penurunan rataan tinggi tanaman disebabkan karena pengurangan anakan padi yang memiliki tinggi tajuk tertinggi, bukan terjadi pada satu anakan padi. Jika anakan padi dari tajuk tertinggi dimakan oleh keong mas atau mati karena perlakuan, dilakukan pengukuran tinggi pada tajuk tertinggi dari anakan padi lainnya. Secara umum serangan keong mas terjadi selama 7 hst (hari setelah tanam), ditunjukkan dengan kurva terjadi penurunan (Gambar 1). Hasil tersebut membuktikan bahwa pada perlakuan kontrol (P1), padi banyak dikonsumsi oleh keong mas yang menyebabkan rataan tinggi tanaman pada P1 menurun. Keong memakan bagian pangkal batang padi, yang bisa saja padi tersebut merupakan padi dengan ketinggian maksimal. Hal tersebut menyebabkan rataan tinggi tanaman menurun. Keong mas sulit bergerak dan senang bersembunyi di dalam tanah karena kondisi air yang sedikit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keong mas tetap bersifat rakus makan meskipun sulit bergerak pada kondisi tanah yang tidak tergenang air. Keong mas memotong pangkal anakan padi yang lunak dan berair dengan gigi berlapisnya (radula) (Joshi 2005). Pangkal yang sudah digigit dan terpotong menyebabkan anakan padi mati begitu saja (Lampiran 4). Kerusakan padi oleh keong mas tidak hanya tergantung pada kedalaman air tetapi disebabkan faktor lain seperti ketersediaan makanan untuk keong. Perlakuan P1 memiliki rataan tinggi yang lebih rendah dibandingkan dengan P7. Hal ini tidak
10 sesuai dengan pernyataan Teo (2003) yang menyatakan bahwa kedalaman air mempengaruhi keong mas dalam merusak tanaman padi yang baru ditanam. Sebagian besar padi pada perlakuan macak-macak + IBM mengalami peningkatan tinggi dari 14 hst dan dihindari oleh keong mas atau padi hanya dimakan bagian pangkal saja kemudian keong tersebut menjadi tidak aktif. Bakteri metanotrof diduga mampu menghasilkan hasil metabolisme sekunder yang digunakan oleh tanaman padi untuk pertumbuhannya dan dapat melindungi padi dari serangan keong mas. Metabolit sekunder tidak mempunyai peranan yang terlalu penting pada proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, namun pada jumlah tertentu mampu melindungi tanaman dari hama dan penyakit (Mariska 2013). Pembentukan metabolit sekunder sangat sedikit, karena hanya disintesis oleh agen biogenik tertentu dan pada saat tertentu (Sudibyo 2002). Seperti pada hasil penelitian, Mariska (2013) menyatakan fungsi senyawa metabolit sekunder di antaranya sebagai pelindung dari hama dan penyakit (fitoaleksin) dan sebagai zat pengatur tumbuh. Diduga hal inilah yang mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tajuk dan akar padi. Lain halnya dengan perlakuan NPK (P2, P3, P4 dan P6) yang mengalami penurunan rataan tinggi tanaman secara signifikan. Hal ini diduga karena dosis NPK yang terlalu tinggi, sehingga menghilangkan kandungan IBM di dalamnya dan membuat sebagian besar tanamannya mati. Perbandingan pupuk NPK (b/b) yang seharusnya digunakan adalah 4.5 : 1 : 1 (BBP 2008). Pemberian NPK berpengaruh sangat nyata terhadap CO2 tanah karena NPK merupakan sumber hara bagi mikroorganisme tanah. NPK meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dan proses penguraian bahan organik sehingga dihasilkan CO 2 dalam jumlah banyak. Tetapi pemberian pupuk NPK dalam dosis tinggi akan menyebabkan efek negatif atau toksik (Handayani 2009). Perlakuan P7 dan P8 memiliki rataan tinggi tanaman tertinggi saat awal penanaman. Tinggi tanaman saat awal penanaman adalah faktor yang sangat mempengaruhi rataan tinggi tanaman hingga akhir pertumbuhan vegetatifnya. Pengaruh naik turunnya rataan tinggi di setiap minggunya disebabkan oleh serangan keong mas. Jumlah Anakan Padi dan Jumlah Daun Saat awal pindah tanam, tanaman padi semua perlakuan memiliki jumlah anakan yang sama. Secara umum anakan padi dimakan oleh keong mas saat memasuki 14 hst. Hal tersebut digambarkan oleh (Gambar 4) rataan anakan padi yang mengalami penurunan karena anakan padi yang digigit oleh keong mas dan selama 7 hari selanjutnya hanya memakan padi yang tumbang tersebut tanpa mengganggu anakan padi lainnya. Perlakuan P7 yang mengalami penurunan pada jumlah anakan 7 hst dan mengalami kenaikan pada 7 hari setelahnya karena adanya pertumbuhan anakan padi baru. Sesuai dengan hasil penelitian Suciana (2010), yang menunjukkan bahwa intensitas serangan yang tertinggi terdapat pada padi yang berumur 8 hst dan 15 hst. Hal ini disebabkan karena jaringan tanaman padi masih lunak, sehingga sangat disukai oleh keong mas. Padi muda (umur 1 – 21 hst) merupakan tanaman yang lunak dan mengandung air. Wulandari et al. (2004) menyatakan bahwa keong mas menyerang tanaman padi yang berumur
11 kurang dari 4 minggu. Pendapat ini diperkuat oleh Yenti (1992) yang menyatakan bahwa keong mas lebih menyukai tanaman yang mengandung air dan lunak. Kondisi air yang tergenang pada perlakuan P7 menunjukkan rataan jumlah anakan padi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Sunadi (2008) yang mengatakan bahwa pada perlakuan air tergenang, tanaman padi membutuhkan sejumlah besar energi untuk pembentukan dan aktivitas sel aerenkim untuk memasok oksigen. Akibatnya energi berkurang untuk pertumbuhan anakan tanaman. Sehingga jumlah anakan padi menjadi sedikit bila dibandingkan dengan kondisi air yang tidak tergenang. Rataan jumlah anakan padi pada P8 menurun selama 7 hst (Gambar 4), tetapi tidak demikian pada rataan jumlah daun yang meningkat (Gambar 5). Hal tersebut dikarenakan pangkal padi dimakan keong mas tetapi pada pangkal utama padi tumbuh daun baru. Banyaknya daun padi yang baru tumbuh lebih tinggi dibandingkan pangkal anakan padi yang dikonsumsi keong mas menyebabkan pola pertumbuhan jumlah anakan dan jumlah daun berbanding terbalik. Pada penelitian ini keong mas masih bisa memarut pangkal tanaman padi. Hal ini terjadi karena keong mas diduga tidak punya makanan alternatif lain. Berbeda dengan Wulandari et al. (2004), yang menyatakan bahwa kerusakan pada anakan padi yang lebih tua tidak tejadi karena keong mas tidak bisa memarut anakan padi yang memiliki jaringan yang keras. Bobot Kering Akar Bobot kering akar merupakan salah satu parameter yang penting untuk melihat tingkat pertumbuhan tanaman yang lebih optimum. Bobot akar hidup paling tinggi dan bobot akar mati paling rendah dimiliki oleh padi perlakuan macak-macak + IBM (P8). Bobot kering akar hidup yang tinggi menandakan tanaman padi tumbuh secara optimum. Bobot kering akar hidup perlakuan P4, P6, dan P8 yang ketiganya dalam kondisi macak-macak, tetapi memiliki hasil yang berbeda. Kemungkinan isolat IBM menghasilkan metabolit yang memacu pertumbuhan akar hal tersebut dimiliki padi pada perlakuan P8. Kondisi macak-macak mendukung IBM yang bekerja pada keadaan aerob. Bobot akar hidup tinggi juga dikarenakan media tanam macak-macak yang menyebabkan aerasi tanah menjadi baik dan perakaran tumbuh secara optimum. Secara umum tanaman memerlukan air pada keadaan seimbang yaitu, keadaan pada saat air tersedia sama dengan kebutuhan tanaman. Berbeda dengan sistem pengairan tergenang yang pada terlihat tumbuh dengan baik tetapi ternyata kondisi perakarannya tidak sebaik pada sistem pengairan macak-macak. Aerasi tanah erat kaitannya dengan kadar oksigen di dalam tanah. Seperti diketahui, akar membutuhkan oksigen untuk melakukan respirasi. Dengan lancarnya respirasi akan bermanfaat bagi tanaman untuk mensuplai energi yang penting untuk semua aktivitas sel dan juga memicu pertumbuhan mikroba. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Simamora (2006) yang menyatakan bahwa ketersediaan air tanah yang lebih terjaga dapat menjaga ketersediaan hara, memperbaiki aerasi tanah dan perkembangan akar, serta memacu pertumbuhan mikroba dan hewan lainnya yang membantu proses dekomposisi bahan organik tanah. Berbeda halnya pada perlakuan P6 yang berbeda nyata dengan perlakuan P8. Fungsi dari pemberian pupuk NPK tidak didukung oleh kondisi macak-macak.
12 Jika dilihat pada lahan persawahan dengan dosis NPK yang serupa, tanaman padi tetap tumbuh dengan subur. Hal tersebut karena adanya sistem irigasi atau sirkulasi air pada lahan persawahan, sedangkan perlakuan P6 dilakukan di dalam ember di dalam rumah kaca. Perlakuan tersebut kemungkinan menyebabkan perakaran padi tercekam yang dicirikan dengan nilai bobot kering akar mati yang tinggi. Tidak adanya sistem air yang mengalir pada perlakuan NPK menyebabkan tanaman sebagian besar mati dan pada tanaman yang masih hidup menjadi stres dengan ciri daun mengecil. Pada perlakuan P4 kombinasi dari pemberian NPK dan IBM mendapatkan bobot kering akar hidup terendah. Karakteristik IBM yang dapat memfiksasi N2 akan terhambat perannya jika diberikan bersamaan dengan NPK. Perlakuan NPK bisa dikatakan menurunkan respon dari IBM, karena N yang diberikan NPK menjadi tidak aktif. Jumlah Keong Hidup Beberapa faktor yang mempengaruhi keong mas dapat bertahan hidup salah satunya adalah ketersediaan pakan. Hal tersebut ditunjukkan pada kurva perumbuhan vegetatif P1 yang berbanding terbalik dengan jumlah keong mas hidup. Keong mas akan tetap memakan jaringan padi yang lunak dan muda, bahkan saat tidak ada alternatif makanan lain, keong tersebut akan tetap memakan padi yang tersedia dengan durasi yang lebih lama. Sewaktu keong akan memakan suatu makanan yang tersedia, terlebih dahulu keong akan mencicipi yang akan dimakannya terlebih dahulu. Terlihat pada bekas gigitan pada pangkal padi, terutama yang terjadi pada padi perlakuan P8 dan P5. Pakan yang dirasa cocok akan dimakan sedangkan yang tidak, akan ditinggalkannya. Meskipun perlakuan P8 dan P5 telah diberi IBM, tetapi beberapa keong mas tetap memakan tanaman padi dalam keadaan tidak ada alternatif makanan lain. Hal tersebut juga dikatakan Hendarsih dan Kurniawati (2005) bahwa keong mas merupakan hewan yang sangat rakus dan makan hampir semua tumbuhan. Dampak dari keong yang memakan padi perlakuan P8 dan P5 yakni operkulum yang menutup rapat atau bisa dikatakan tidak aktif bahkan pada keong yang kecil ada yang mati. Berbeda halnya dengan perlakuan IBM, keong mas dengan perlakuan pupuk NPK yang kemungkinan dosisnya terlalu tinggi menyebabkan keong mas mati dalam waktu yang berdekatan. Ciri keong mas mati karena perlakuan pupuk yaitu hanya menyisakan cangkangnya saja. Hal tersebut disebutkan juga oleh Cruz dan Joshi (2001) bahwa keong yang mati akibat pupuk ditandai oleh terbukanya operkulum. Hasil penelitian ini terlihat bahwa ukuran keong mempengaruhi pakan yang dikonsumsinya serta ketahanan tubuh keong itu sendiri.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pertumbuhan vegetatif padi dengan parameter tinggi tanaman, jumlah anakan padi, jumlah daun, dan bobot kering akar dipengaruhi oleh isolat bakteri
13 SKM 14. Perlakuan isolat tersebut juga menghambat serangan keong mas. Pengairan dengan tanah yang macak-macak lebih optimum untuk pertumbuhan vegetatif tanaman padi dibandingkan perairan tergenang. Diduga isolat bakteri SKM 14 menghasilkan metabolit pemacu perakaran padi. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh pemberian IBM SKM 14 terhadap pertumbuhan padi hingga produksi (fase generatif).
DAFTAR PUSTAKA Begonja A, Hrsák D. 1998. Growth characteristics and metabolic activities of the methanotrophic-heterotrophic groundwater community. J Appl Microbiol 85: 448-456. [BBP] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2008. Informasi Ringkas, Bank Pengetahuan Padi Indonesia- Ciherang, Varietas yang Mendominasi Pertanaman Padi Saat ini. Jakarta (ID): Agro Inovasi. [BKP Deptan] Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian. 2010. Konferensi Pers Diversifikasi Pangan. www.bkp.deptan.go.id. Conrad R, Rothfus F. 1991. Methane Oxidation In The Soil Surface Layer of A Flooded Rice Field and The Effect of Ammonium. Biol Fertil Soil. 12:28-32. Cowie RH, Hayes KA, Thiengo SC. 2006. What are apple snails? Confused taxonomy and some preliminary resolution. In: Joshi, R.C., Sebastian, L.S. (Eds.), Global Advances in Ecology and Management of Golden Apple Snails. Philippine (PH): Philippine Rice Research Institute, Nueva Ecija. p 3– 24. Cruz MS De la, Joshi RC. 2001. Basal Application of Fertilizer Reduces Golden Apple Snail Population. IRRN. 26(1):20-21. Djojosumarto P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta (ID): Kanisius. Hapsary W. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Metanotrof Asal Sawah Bogor dan Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Handayani M. 2009. Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Kompos terhadap Pertumbuhan Bibit Salam (Eugenia polyantha W.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hendarsih S, Kurniawati N. 2005. Toksisitas Rerak dan Saponin terhadap Keong Mas (Pomacea canaliculata L.). Agrikultura. 16(2). Joshi RC. 2005. Managing invasive alien mollusc species in rice. Int Rice Res Notes. 30(2):5-13. Margareth M. 2011. Isolasi dan Seleksi Bakteri Metanotrof Pemfiksasi Nitrogen dari Sawah di Sragen, Jawa Tengah. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Mariska I. 2013. Metabolit Sekunder: Jalur Pembentukan dan Kegunaannya. http://biogen.litbang.deptan.go.id
14 Rifa’i A. 2004. Penentuan Ambang Kendali Keong Mas (Pomacea spp.) pada Tanaman Padi Sawah [skripsi]. Padang (ID): Fakultas Pertanian, UNAND. Sagala BT. 2009. Seleksi dan Uji Aktivitas Fiksasi Nitrogen (N2) Bakteri Metanotrof Asal Sawah pada Konsentrasi Oksigen (O2) Berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Simamora S. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta (ID): Agro Media. Suciana D. 2010. Ketahanan Tingkat Umur Tanaman Padi (Oryza sativa L) terhadap Serangan Keong Mas (Pomacea spp.) [skripsi]. Padang (ID): Fakultas Pertanian. UNAND. Sudibyo RS. 2002. Metabolit Sekunder: Manfaat dan Perkembangannya dalam Dunia Farmasi. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Yogjakarta (ID): Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogjakarta. Sunadi. 2008. Modifikasi Paket Teknologi SRI (The System of Rice Intensification) untuk Meningkatkan Hasil Padi (Oryza sativa L.) Sawah [disertasi]. Padang (ID): Universitas Andalas. Teo SS. 2003. Damage potential of the golden apple snail Pomacea canaliculata (Lamarck) in irrigated rice and its control by cultural approaches [abstrak]. Int J Pest Manage. 49(1):49-55. doi:10.1080/713867835. Wada T. 2004. Strategies for controlling the apple snail Pomacea canaliculata (Lamarck) (Gastropoda: Ampullariidae) in Japanese direct-sown paddy fields. Japan (JP): Agric. Res. Q 38, 75e80. Wulandari AM, Lestari W, Indriyati. 2004. Pengaruh Kepadatan Populasi Keong Mas (Pomacea spp.) Terhadap Daya Rusak Keong Mas Pada Tanaman Padi (Oryza sativa L.) [skripsi]. Lampung (ID): Jurusan Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, UNILA. Yenti 1992. Pertumbuhan dan Produksi Telur Keong Mas (Pomacea spp). Pada Beberapa Macam Makanan [skripsi]. Padang (ID): Biologi, FMIPA UNAND.
15
LAMPIRAN Lampiran 1 Rancangan acak kelompok (RAK) di rumah kaca U1
U2
U3
U4
U5
P8
P4
P5
P2
P3
P6
P8
P3
P5
P1
P4
P7
P8
P6
P2
P7
P6
P4
P1
P8
P2
P3
P6
P4
P7
P5
P1
P2
P8
P6
P1
P2
P7
P3
P5
P3
P5
P1
P7
P4
Keterangan : U : Ulangan P : Perlakuan P1 : Kontrol (macak-macak) P2 : Air tergenang + NPK + IBM P3 : Air tergenang + NPK P4 : Macak-macak + NPK + IBM P5 : Air tergenang + IBM P6 : Macak- macak + NPK P7 : Air tergenang P8 : Macak-macak + Isolat Bakteri Metanotrof (IBM) Lampiran 2 Perhitungan dosis NPK Diketahui : 1 ha Kedalaman menanam benih 1 m2 Dosis pupuk urea Ember media padi
= 10.000 m2 = 20 cm (0.2 m) = 1.000 kg = 2 x 102 kg/ha = 6 kg (6 x 103 g)
Vtanah = 10.000 m2 x 0,2 m = 2.000 m2 2 2.000 m = 2.000 x 1.000 = 2 x 106 kg/ha Jadi, NPK
= 2 x 102 kg/ha 2 x 106 kg/ha = 1/104
16 Sehingga, NPK dalam 6 kg tanah = (6 x 103 g) x (1/104) = 0.6 g
Lampiran 3 Padi saat akhir masa vegetatif 35 hst Perlakuan kontrol (macak-macak) (P1), air tergenang + NPK + IBM (P2), air tergenang + IBM (P3), macak-macak + NPK + IBM (P4)
P1
P2
P3
P4
Perlakuan air tergenang + IBM (P5), macak-macak + NPK (P6), air tergenang (P7), macak-macak + Isolat Bakteri Metanotrof (P8)
P5
P6
P7
Lampiran 4 Gambar pangkal batang yang digigit keong
P8
17
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 05 Juli 1993 dari pasangan Sukamto SYM dan Endang Riyanti. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMAN 9 Bandung dan pada tahun yang sama diterima di Program Studi Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Tulis. Ketika masa perkuliahan penulis mengikuti beberapa kepanitiaan dan organisasi kemahasiswaan. Beberapa organisasi yang penulis ikuti diantaranya Uni Konservasi Fauna (UKF), Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (DPM TPB), Observasi Wahana Alam (OWA) Biologi, Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Pamaung. Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum Fisiologi Tumbuhan dan Biologi Dasar. Penulis pernah melaksanakan studi lapang mengenai Keanekaragaman Capung di Taman Wisata Alam (TWA) Telaga Warna pada tahun 2013 dibawah bimbingan Prof Dr Ir Alex Hartana, MSc. Penulis juga pernah melaksanakan praktik lapangan mengenai Manajemen Koleksi Spesimen Moluska (Kelas Gastropoda dan Bivalvia) di Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Ancol-LIPI pada bulan Juni sampai Agustus 2014 dibawah bimbingan Prof Dr Ir Alex Hartana, MSc.