PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN ANT ARKECAMA TAN DI KABUPA TEN NIAS, 2000 - 2005 Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi Magister Ekonomika Pembangunan Bidang Ilmu Sosial
diajukan oleh Yohannes Asarudy Halawa 17288/PS/MEP/05
kepada
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2006
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pemah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi; dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pemah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 01 September 2006
Yohannes Asarudy Halawa
iii
Dan inilah doaku, semoga kasihmu semakin melimpah dalarn pengetahuan yang benar dan dalam segala macarn pengertian, sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus, penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah (Filipi 1:9-11)
rruu{a lientinya rasa k.,uliaturk_an k_epacfa
syu~ur
~aua
cfan
terima~asifi
Orangtuak_u tercinta
;4.yaliand'a (}f.fmarfium) C.Pofius Pareso J{a{a:wa, }I.9rf.a.CIJa cfan I6und'a rt'ustina (
[email protected] J{arefa, yang teU:zli
mengik_lifas~n
;4.narufa untuk_
menuntut I{mu d'aU:zm meraili cita-cita, juga k_epacfa }ldiR,;acfik_k_u (Jfefena fl1Jfi·wati J{afa·wa,
!M.artlia !M.arfina J{a{a:wa, .ft.5M.d;
~.{6ertlia
CJ3erfiana J{afawa, S.}Ig, }lntonius Jfa{a:wa., S. Pt cfan CJ?.psa{ia J{afawa, .S. CJJcf) :Yang tefali mem6erii.gn cforongan aoa,
motivasi dan
semangat cfafam menjafani penaUiilig.n ini.
"Aku berkata kepadarnu: Sesungguhnya siapa yang masuk ke dalam kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan memanjat tembok, ia adalah pencuri dan seorang perampok; tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba. (Yohannes 10: 1-2)
iv
PRAKATA
Puji dan rasa Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas pertolongannya-Nya,
tesis
yang
berjudul
"Pertumbuhan
Ekonomi
dan
Ketimpangan Pendapatan Antarkecamatan di Kabupaten Nias, 2000-2005" dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena kurangnya penguasaan teori maupun terbatasnya pengalaman. Namun penulis berusaha sedapat mungkin menyelesaikan tesis ini sesuai dengan kemampuan yang ada. Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa adanya bimbingan, dorongan maupun bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: I.
Bapak Ahmad Jamli, MA selaku dosen pembimbing yang penuh kesabaran memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi sehingga tesis ini dapat diselesaikan;
2.
Bapak Lincolin Arsyad, Ph.D., selaku Ketua Tim Penguji yang telah berkenan menguji penulis dan memberikan banyak masukan dalam penyempurnaan tesis ini;
3.
Bapak A. Budi Purnomo Br, M.A., selaku Anggota Tim Penguji yang telah berkenan menguji penulis dan memberikan banyak masukan dalam penyempurnaan tesis ini;
4.
Ibu Sri Handaru Yuliati, MBA, selaku moderator pada Seminar Strategi Riset yang telah berkenan memberikan masukan dan .perbaikan pada tesis
am; 5.
para pengelola Program Magister Ekonomika Pembangunan (MEP) v
Universitas Gadjah Mada beserta seluruh staf Pengajar dan staf Administrasi yang telah mendukung dan memperlancar penulis dalam mengikuti program studi ini; 6.
Bapak Binahati B. Baeha, SH, sebagai Bupati Kabupaten Nias dan Bapak Temazaro Harefa sebagai Wakil Bupati Nias yang telah
memberikan
kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk mengikuti program pendidikan ini; 7.
Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Perencanaan Pembangunan Bappenas yang telah memberikan bea siswa kepada penulis;
8.
Kepala Dinas dan segenap karyawan Dinas
Perindustri~
Perdagangan,
Pertambangan dan Energi Kabupaten Nias; 9.
Bapak Kepala Bappeda Kabupaten Nias danjajarannya;
10. Bapak Kepala BPS Kabupaten Nias danjajarannya; II. Abang Samson Laoli, SH dan Kakak Roria Tambun, SH; Om lpda Fataho Gulo dan Tante Nurdelima Zendrato, S.Pd; Abang Marinus Lao;) dan Kakak Martahani D. Matondang, SH; Abang Darius Laoli, SE dan istri; Kakak Yakina Hare fa dan suami; 12. rekan-rekan di Wisma Olalolo-Kiebengan; 13. ternan-ternan Angkatan II Kelas BAPPENAS di Magister Ekonomika Pembangunan (MEP) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah banyak membantu dalam penyusunan dan penyelesain tesis ini.
vi
Akhimya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penyusunan Kebijakan Pembangunan di Kabupaten Nias dan juga bagi peneliti selanjutnya. Akhir kata penulis mengharapkan kritikan serta saran yang membangun untuk perbaikan kesempumaan tulisan ini.
Yogyakarta, 0 1 September 2006
Yohannes Asarudy Halawa
vii
DAFTAR lSI
Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................... . LEMBARAN PENGESAHAN ......................................................................
n
LEMBARAN PERNYATAAN ............. .........................................................
tn
PRAKA TA ···································································································· DAFTAR lSI ..................................................................................................
lV Vlll
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
tx
DAFTAR GAM BAR .... .... ................ .... .. ....... .. .... .... ... .... ..... ...... ...... .... .. .........
Xl
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
Xll
INTI SARI ...................... .................................................................................
Xlll
ABSTRACT ..................................................................................................
XlV
BABI
PENGANTAR ............................................................................. 1 1 1.1 Latar Belakang .................................................................. . 1.2 Keaslian Penelitian ............................................................ . 7 1.3 Tujuan Pene1itian ................................................................ 10 1.4 Manfaat Pene1itian .............................................................. 11 1.5 Sistematika Penu1isan .. ........... ......................... ................... 11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS ..................... 2.1 Tinjauan Pustaka ................................................................ 2.2 Landasan Teori ........................ .............................. ............. 2.2.1 Pertumbuhan ekonomi .......................... .................. 2.2.2 Ketimpangan pendapatan antardaerah ...... ...... ........ 2.3 A1at Ana1isis ... ........... ..... ..... .... ............... ..... ................ ....... 2.3.1 lndeks Williamson .................................................. 2.3.2 Indeks Entropi Theil ............................................... 2.3.3 Tipo1ogi perekonomian regional ............................ 2.3.4 Analisa Korelasi (Korelasi Pearson) .......................
13 13 15 15 18 22 22 23 24 25
BAB III
ANALISIS DATA ...................................................................... 3.1 Cara Penelitian ................................................................... 3.1.1 Jenis penelitian ....................................................... 3.1.2 Lokasi penelitian ...................................................... 3.1.3 Jenis data ............. .......................................... .......... 3.1.4 Sumber data ............................................................
27 27 27 27 28 29
viii
3.2
BAB IV
3.1.5 3.1.6 Hasil 3.2.1 3.2.2 3.2.3
Metode pengumpulan data...................................... Definisi operasional variabel ................................ Analisis Data dan Pembahasan ................................. Anal isis Tipologi Klassen............................... Analisis ketimpangan................................ .... Berlakunya hipotesis Kuznets di Kabupaten Nias...
29 29 30 30 37 43
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 4 7 4.1 Kesimpulan ......................................................................... 4 7 4.2 Saran ................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
52
LAMPIRAN ...................................................................................................
55
ix
DAFT ART ABEL
Halaman
Tabel 1.1
Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Nias Atas Dasar Harga Konstan 1993, 2000-2004 ........
5
Tabel 2.1
Klasifikasi Daerah Berdasar Tipologi Klassen ................................
24
Tabel3.1
PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan di Kabupaten Nias, 2000-2005 ........................................................................................
31
Pertumbuhan PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan di Kabupaten Nias, 2000-2005 ............................................................
32
lndeks Williamson dan lndeks Entropi Theil Kabupaten Nias, 2000-2005 ........................................................................................
38
Indeks Williamson Kabupaten Nias dan Sumatera Utara, 20002004 ·································································································
39
Korelasi Pearson antara Pertumbuhan dan Indeks Ketimpangan ....
46
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel3.4
Tabel 3.5
X
DAFTARGAMBAR
Halaman
PDRB Per Kapita menurut Kecamatan Kabupaten Nias, 2001-2005 ·················································································
6
Pola Struktur Kecamatan di Kabupaten Nias Menurut Tipologi Klassen .......................................................................
35
Gambar 3.2
Peta Kabupaten Nias berdasar Tipologi Klassen......................
37
Gambar 3.3
Grafik lndeks Williamson Kabupaten Nias, 2000-2005 ........... 40
Gambar 3.4
Grafik lndeks Entropi Theil Kabupaten Nias, 2000-2005 ........ 41
Gambar 3.5
Trend Indeks Entropi Theil Kabupaten Nias, 2000-2005 ......... 44
Gambar 3.6
Trend Indeks Williamson Kabupaten Nias, 2000-2005 ...........
Gambar 1.1
Gambar 3.1
45
xi
DAFT AR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran I
Indeks Williamson Kabupaten Nias, 2000 ................................ 55
Lampi ran 2
Indeks Williamson Kabupaten Nias, 200 I ............ ...... .............. 56
Lampi ran 3
Indeks Williamson Kabupaten Nias, 2002 .... ............................ 57
Lampiran 4
lndeks Williamson Kabupaten Nias, 2003 ................................ 58
Lampiran 5
Indeks Williamson Kabupaten Nias, 2004 ................................ 59
Lamp iran 6
Indeks Williamson Kabupaten Nias, 2005 ..... ... .... .................... 60
Lampiran 7
Indeks Entropi Theil Kabupaten Nias, 2000 .............................
61
Lamp iran 8
lndeks Entropi Theil Kabupaten Nias, 2001 ... ....... ...................
62
Lampiran 9
Indeks Entropi Theil Kabupaten Nias, 2002 ...... ......... ........... ...
63
Lamp iran 10
lndeks Entropi Theil Kabupaten Nias, 2003 .......... ... ................
64
Lamp iran 11
Indeks Entropi Theil Kabupaten Nias, 2004 ..... ...... ..................
65
Lampiran I2
Indeks Entropi Theil Kabupaten Nias, 2005 .............................
66
Lampiran 13
Tipologi Klassen Kabupaten Nias, 2000-2005 .........................
67
Lampiran 14
Indeks Williamson Provinsi Sumatera Utara, 2000-2004 ......... 68
Lampiran 15
Perhitungan Korelasi Pearson Kabupaten Nias, 2001-2005 .....
Lampiran 16
Perhitungan t hitung Korelasi Pearson Kabupaten Nias. 200 I-2005 ·················································································· 70
Lampiran I7
Surat Rekomendasi Sekretaris Daerah Kabupaten Nias tentang Penelitian di Kabupaten Nias .......................................
69
71
xii
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola dan struktur pertumbuhan ekonomi dan mengetahui ketimpangan antarkecamatan di Kabupaten Nias. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu mengenai data PDRB per kapita dan jurnlah penduduk baik masing-masing kecamatan atau Kabupaten N~as selama 6 tahun dari tahun 2000-2005. Alat analisis yang digunakan adalah Tipologi Klassen, lndeks Williamson dan lndeks Entropi Theil, Trend dan Korelasi Pearson. Hasil analisis Tipologi Klassen Kecamatan Lahewa, Kecamatan Alasa dan Kecamatan Sirombu termasuk kecamatan cepat maju dan cepat tumbuh. Kecamatan Hiliduho, Kecamatan Namohalu Esiwa dan Kecamatan Lotu termasuk kecamatan maju tapi tertekan. Kecamatan Gunungsitoli, Kecamatan Tuhemberua, Kecamatan Gido, Kecamatan Idano Gawo dan Kecamatan Bawolato termasuk kecamatan berkembang cepat. Kecamatan Lolofitu Moi, Kecamatan Mandrehe dan Kecamatan Afulu termasuk kecamatan yang relatif tertinggal. Dengan pendekatan alat analisis ketimpangan Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil, diperoleh bahwa tingkat ketimpangan PDRB per kapita antarkecamatan di Kabupaten Nias yaitu rata-rata 0,3681 untuk Indeks Williamson dan 0,1523 untuk lndeks Entropy Theil. Selama periode penelitian ketimpangan tersebut ada kecenderungan meningkat. Hipotesis Kuznets ada terbukti berlaku di Kabupaten Nias. Terjadi korelasi yang positif dan signifikan antara Indeks Williamson atau lndeks Entropi Theil dengan perturnbuhan PDRB.
Kata kunci: Williamson, Entropi Theil, pertumbuhan ekonomi, ketimvangan, Nias
xiii
ABSTRACT
This research attempts to identity structure and design of economics growth and to understand disparity among of districts in Nias regency. The data used of secondary data about gross regional domestic product (GRDP) per capita and number of population among of districts in Nias regency, in the period of six years from .. 2000 to 2005. The tools of analysis used are Klassen Typology, Williamson Index and Entropy Theil Index, Trend and Pearson Correlation. The result analysis Klassen Typology, districts of Lahewa, Alasa and Sirombu the classification as high growth and high income. The Districts of Hiliduho, Namohalu Esiwa and Lotu the classification as high income but low growth. The districts of Gunungsitoli, Tuhemberua, Gido, Idano Gawo and Bawolato the classification as high growth but low income. The districts of Lolofitu Moi, Mandrehe, and Afulu the classification as low growth and low mcome. By Williamson disparity index and Entropy Theil index analysis tools gives the result that disparity rate gross regional domestic product per capita among districts in Nias regency the average 0,3681 to index Williamson and 0,1523 Entropy Theil index. The period of research disparity in Nias regency is increase inclination. Kuznets Hypothesis realized to exist in Nias regency. The exist positive correlation and significant between Williamson index or Entropy Theil index with GRDP growth.
Keywords: Williamson, Entropi Theil, economic growth, disparity, Nias
xiv
DAB I
PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya setiap negara yang melaksanakan pembangunan akan menuju pada peningkatan kemakmuran masyarakat secara luas. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi lebih berarti apabila diikuti oleh pemerataan atas hasil-hasil pembangunan, namun kenyataannya pembangunan dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu berlangsung secara seimbang dan merata. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan
c~pat,
sementara beberapa daerah lain
mengalami pertumbuhan yang lambat. Daerah-daerah tersebut tidak mengalami kemajuan yang sama disebabkan oleh karena kurangnya sumberdaya yang dimiliki. Faktor lainnya adalah adanya kecenderungan peranan modal (investor) lebih memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, dan tenaga kerja yang terampil, selain itu adanya ketimpangan redistribusi pembagian pendapatan dari Pemerintah Pusat kepada daerah (Sutarno, 2002: 1-2). Pendekatan pembangunan yang terjadi saat ini cenderung bersifat sektoral, perencanaannya cenderung centralistic, sehingga terasa tumbuh dan berkembang sektor-sektor tertentu sangat partial, yang diakui dapat memberikan kontribusi meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun menimbulkan gejala ketimpangan. Sejalan dengan makin meningkatnya kebutuhan dan kepekaan masyarakat terhadap pembangunan negara,
issue tentang ketimpangan pembangunan
2
antarwilayah terns mengemuka, meskipun berbagai program telah dilaksanakan oleh sejumlah departemen sebagai pelaksana asas dekonsentrasi. Isu ketimpangan ini dianggap sebagai suatu ketidakberhasilan pembangunan dilihat dari sisi
.
pemerataan, karena pembangunan ternyata masih dilakukan dan dinikmati oleh sebagian wilayah dan golongan masyarakat tertentu. Padahal pembangunan ekonomi daerah dengan masyarakatnya (swasta) dalam mengelola sumber daya yang ada di daerah dalam suatu pola kemitraan, untuk menciptakan suatu lapangan keija baru yang dapat merangsang perkembangan kegiatan ekonomi di daerah, sehingga dapat mengubah kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut menjadi lebih baik (Abdulah, 2004: 1-2). Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi perubahan mendasar ·atau struktur sosial dan sikap masyarakat serta institusiinstitusi nasional, di samping tetap mengejar percepatan pertumbuhan ekonomi, mengatasi
kesenjangan
pendapatan
dan
hasil-hasil
pembangunan
serta
mengeliminir kasus kemiskinan. Oleh sebab itu pembangunan harus mengarah pada perubahan total suatu masyarakat sebagai upaya untuk menyesuaikan sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan masing-masing individu dan kelompok sosial dan budaya serta wilayah/daerah. Semua hal tersebut sebagai cerminan dari pelaksanaan demokrasi dalam rangka menuju suatu kondisi yang lebih baik dan lebih sempurna dari sebelumnya. Keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu wilayah dan kinerjanya, dapat diamati melalui beberapa indikator makro, antara lain nilai tambah yang dihasilkan oleh setiap sektor produksi, struktur pertumbuhan dan laju
3
pertumbuhannya, distribusi pendapatan dan sebagainya. Semua indikator makro tersebut terhimpun dan dapat dianalisis melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yaitu penjumlahan nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan eko!lomi yang beroperasi di wilayah tersebut dalam periode tertentu. Kebijaksanaan pembangunan masa lalu yang berorientasi nasional, telah menimbulkan kesenjangan antardaerah dan antarwilayah, bahkan antarsektor pembangunan. Perencanaan yang terpusat telah mengabaikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki daerah, untuk menanggulangi masalah daerah secara mandiri dan sesuai dengan kondisi serta potensinya. Hal demikianlah yang akhimya menimbulkan kesenjangan pembangunan ekonomi antardaerah dan antarwilayah serta antarsektor ekonomi (Abdullah, 2004:2-3). Terdapat 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu (1) akumulasi modal, (2) pertumbuhan penduduk, dan (3) kemajuan teknologi (Todaro, 2003: 92). Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada yang telah dicapai pada masa sebelumnya. Di negara-negara sedang berkembang, perhatian utama terfokus pada dilema komplek antara pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Keduanya sama-sama penting, namun hampir selalu sulit diwujudkan bersamaan. Pengutamaan yang satu akan menuntut dikorbankannya yang lain. Pembangunan ekonomi mensyaratkan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan untuk itu tingkat pertumbuhan yang tinggi merupakan pilihan yang harus diambil. Namun yang menjadi masalah bukan hanya soal bagaimana cara niemacu pertumbuhan, tetapi juga siapa yang melaksanakan dan berhak menikmati hasil-hasilnya.
4
Penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan/kesenjangan pendapatan kini merupakan masalah pokok dalam pembangunan dan sasaran utama kebijakan pembangunan di banyak negara (Todaro, 2003: 219-220). Salah satu anggapan
pengikut aliran teori
pertumbuhan menurut
Kartasasmita (1996: 171) bahwa hasil pembangunan akan dapat dinikmati masyarakat sampai di lapisan yang paling bawah. Namun, pengalaman pembangunan dalam tiga dasawarsa menunjukkan bahwa yang terjadi adalah rakyat di lapisan bawah tidak senantiasa dapat menikmati cucuran hasil pembangunan yang diharapkan itu. Bahkan di banyak negara, kesenjangan sosial ekonomi makin melebar. Penyebabnya, meskipun pendapatan dan konsumsi meningkat sebagai hasil pertumbuhan ekonomi yang pesat, hanya kelompok masyarakat yang sudah baik keadaannya dan lebih mampu yang lebih dapat memanfaatkan kesempatan (Todaro, 2003:21). Menurut Myrdal ( 1957) perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antardaerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash effects) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effects) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkat
bukannya
menurun,
sehingga
mengakibatkan
ketimpangan
antardaerah (lihat Arsyad, 1999: 129). Sjafrizal (1997:27-38) menjelaskan bahwa dengan menggunakan alat · analisis Tipologi Klassen dapat diperoleh empat klasifikasi pertumbuhan masingmasing daerah yaitu daerah pertumbuhan cepat (rapid growth region), daerah tertekan (retarded region), daerah sedang bertumbuh (growing region) dan
5
daerah relatif tertinggal (relatively backward region). Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Nias Atas Dasar Harga Konstan 1993, 2000-2004 • Pertumbuhan Ekonomi ( 0/o) Tahun Kab. Nias Sumatera Utara
Kabupaten Nias PDRB/Kapita PDRB (rupiah) (iuta rupiah) 3,73 1.102.375,86 2000 4,83 455.933,83 I ,33 462.014,72 1.113.492,39 2001 3,65 4,31 1.147.305,55 2002 4,07 481.929,14 5,24 1.196.803,38 4,48 507.177,74 2003 5,83 1.242.236,88 2004 5,58 536.753,16 Rata2 4,09 1.160.442,81 4,52 488.761,72 . Sumber : BPS Kabupaten Nias, Produk Domestik Reg10nal Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha, 2005 (diolah)
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Nias sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan yang diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selama 5 (lima) tahun 2000-2004 mengalami fluktuasi, terlebih pada tahun setelah 2001 terjadi penurunan PDRB sebagai akibat kelesuan ekonomi karena krisis. Pertumbuhan yang menurun, yang terjadi di Kabupaten Nias maupun di Provinsi Sumatera Utara, merupakan dampak dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Dampak krisis terse but lebih besar melanda Kabupaten Nias dari pada Provinsi Sumatera Utara, yakni pada tahun 2001 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Nias yakni 1,33% turun sebesar 2,4%, sedangkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara yakni 3,65% hanya turun sebesar 1,18%, dari pertumbuhan ekonomi tahun 2000. Setelah tahun 2001 pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Nias terns mengalami peningkatan yang melampaui pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara, hal ini menunjukkan terjadi peningkatan output per kapita Kabupaten Nias dalam
6
jangka panjang. Peningkatan dalam pertumbuhan tersebut temyata memiliki potensi masalah karena pertumbuhan tersebut tidak diikuti oleh pemerataan pendapatan setiap kecamatan. Apabila dilihat dari nilai PDRB per kapita menurut Kecamatan di Kabupaten Nias mulai dari tahun 2000 hingga 2005, nampak adanya ketimpangan yang sangat mencolok. Ketimpangan tersebut seperti nampak dalam Gambar 1, misalnya pada Kecamatan Bawolato PDRB per kapita selama tahun 2000-2005, rata-rata PDRB per kapitanya hanya mencapai Rp.1.936.125.39 sedangkan pada Kecamatan Lahewa rata-rata PDRB per kapitanya sudah mencapai Rp.6.884.706,42. selengkapnya dapat dilihat pada Tabel3.1. PERBANDINGAN PDRB PER KAPITA PER KECAMATAN 01 KABUPATEN NIAS, 2000-2005 70,000,000
l
I I
60,000,000 -
z
:!
60,000,000
~
~
a: 40,000,000 w Q.
:!
ii: ~
:
:~
:~
: ~
~ :
••
:
:
•• •
•• •
30,000,000
~
II!~
20,000,000
10,000,000
:
:
:
:
•
•
•
•
•
-II
0 ~----~------~------~------~----~------~----~ 2000 2001 2002 2003 2004 average 2005
TAHUN -e- Jdano Gawo -e- Mandrehe -e- AJasa
-e- Bawolato -e- Gido -e- Hiliduho -e- Gunungsitoli -e- Namohalu Esiwa -e- Lahewa
-e- Lolofrtu Moi -e- Tuhemberua -e- Afulu
-e- Sirombu -e- Lotu
Gambar 1.1 PDRB Per Kapita Menurut Kecamatan Kabupaten Nias, 2000-2005 Williamson (1965) meneliti hubungan antardisparitas regional dengan
7
tingkat pembangunan ekonomi, dengan menggunakan data ekonomi yang sudah maju dan ekonomi yang sedang berkembang, ditemukan bahwa selama tahap awal
pembangunan,
disparitas
regional
lebih
besar dan
pembangunan
terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu. Kondisi disparitas ini bisa tetjadi di
.
Kabupaten Nias yang masih dalam tahap awal pembangunan, mengingat wilayahnya memiliki karakteristik yang khas yaitu dari 14 kecamatan yang ada, sebanyak I 0 kecamatan terletak di daerah sekitar pantai, dengan sebaran penduduk rata-rata seluruh kecamatan 79,73% (338.332 orang) dan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Nias sebesar 76,79% (Rp.l.108.333.43 juta) dan 4 kecamatan terkonsentrasi di tengah pulau, dengan sebaran penduduk rata-rata seluruh kecamatan 20,27% (86.041 orang) dan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Nias sebesar 23,21% (Rp.334.959,98 juta). Berdasarkan pada Jatar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu "bagaimana tingkat pertumbuhan ekonomi
dan
ketimpangan
pendapatan
antarkecamatan di
Kabupaten Nias?''
1.2 Keaslian Penelitian
Penelitian yang terkait dengan pertumbuhan dan ketimpangan antardaerah telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu dengan menggunakan pendekatan alat analisis yang berbeda-beda. Akita (2001) melakukan penelitian ketimpangan pendapatan daerah di Cina pada periode 1995-1998. Permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh Pemerintah Cina adalah masalah pemerataan pendapatan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi antarprovinsi. Sejak adanya pcrubahan sistem ekonomi di bawah Dcng Xiaoping dengan melakukan
8
kebijakan "pintu terbuka" yang dimulai pada tahun 1978, Cina telah mencapai suatu pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pertumbuhan tersebut mengakibatkan terjadinya ketimpangan pendapatan antarprovinsi yang dekat pantai dengan provinsi daratan tahun 1990-an. Penerapan strategi percepatan pertumbuhan dengan penetapan Zona Ekonomi Khusus (SEZS) serta Zona Pengembangan Ekonomi dan Teknologi (ETDZS), telah mendorong ketimpangan pendapatan tidak hanya antarprovinsi tetapi juga dalam provinsi, terutama provinsi yang terletak di pantai. Setyarini
(1999)
meneliti
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
ketimpangan/kesenjangan pembangunan ekonomi antardaerah di Provinsi Jawa Tengah periode 1983-1995, dengan variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tanpa migas memberi kesimpulan bahwa ketimpangan!kesenjangan pembangunan di Jawa Tengah semakin melebar dan trendnya meningkat meskipun skalanya relatif kecil. Di samping itu juga menyatakan bahwa variabel persentasi sektor industri terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh memperlebar kesenjangan, sedangkan pengeluaran pemerintah akan memperkecil ketimpangan/kesenjangan. Sutarno (2002) mengidentifikasi pola dan struktur pertumbuhan ekonomi dan mengetahui ketimpangan antarkecamatan di Kabupaten Banyumas. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu PDRB per kapita dan jumlah penduduk kecamatan dan Kabupaten Banyumas tahun 1993-2000. Alat analisis yang digunakan adalah Tipologi Klassen, Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil, Trend dan Korelasi Pearson. Hasil analisis Tipologi Klassen terdapat 7 (tujuh) kecamatan yang cepat maju dan cepat tumbuh.
9
Sebanyak 3 (tiga) kecamatan yang maju tapi tertekan, 6 (enam) kecamatan yang berkembang cepat. Sebanyak II (sebelas) kecamatan yang relatif tertinggal. Melalui pendekatan analisis Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil, diperoleh
kesimpulan
bahwa
tingkat
ketimpangan
PDRB
per
kapita
antarkecamatan di Kabupaten Banyumas yaitu rata-rata 0,426 untuk Indeks ketimpangan Williamson dan 0,0396 untuk Indeks Entropy Theil. Selama periode penelitian ketimpangan tersebut cenderung meningkat. Hipotesis Kuznets terbukti berlaku di Kabupaten Banyumas. Terjadi korelasi yang negatif antara Indeks Williamson atau Indeks Entropi Theil dengan pertumbuhan PDRB. Hartanti (2003) melakukan penelitian tentang kesenjangan antardaerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tujuan Penelitian adalah untuk menganalisis: ( 1) tingkat kesenjangan antardaerah di Provinsi DIY dengan pendekatan lndeks Williamson; (2) trend kesenjangan antardaerah di Provinsi DIY; (3) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesenjangan. Data yang digunakan adalah data PDRB per kapita, data jumlah penduduk kabupatenlkota dan provinsi tahun I980 - 2000; data pengeluaran pembangunan provinsi, data investasi swasta provinsi dan laju pertumbuhan tahun 1980-2000. Model Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Correction Model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesenjangan antardaerah di Provinsi DIY pada periode 1980-2000 berkisar antara 0,331 sampai 0,409. Kecenderungan kesenjangan antardaerah di Provinsi DIY selama periode penelitian semakin meningkat yaitu sebesar 0,0032. Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi adanya
kesenjangan
pertumbuhan.
antardaerah
adalah
variabel
investasi
swasta
dan
10
Abdullah
(2004)
melakukan
penelitian
pertumbuhan ekonomi dan
ketimpangan regional di Provinsi Maluku Utara. Tujuan penelitian ini adalah: (I) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku Utara; (2) mengetahui tingkat kesenjangan ekonomi antardaerah
.
kabupatenlkota Provinsi Maluku Utara; (3) mempengaruhi
ketimpangan pendapatan di
mengan~.lisis
faktor-faktor yang
Provinsi Maluku Utara; (4)
mengetahui perkembangan ekonomi daerah Kabupaten Kota di Provinsi Maluku Utara berdasarkan hubungan antara struktur dan pertumbuhan ekonomi. Model Analisis yang digunakan adalah model analisis regresi berganda dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square), Indeks Willliamson, Koefisien Theil dan Tipologi Klassen. Penelitian ini juga menganalisis pola dan struktur pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan antarkecamatan di Kabupaten Nias dengan menggunakan alat analisis Tipologi Klassen, Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil dan Korelasi Pearson. Perbedaan yang lain adalah mengenai lokasi, objek dan periode pengamatan. Penelitian ini berlokasi di wilayah Kabupaten Nias, menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita sebagai dasar perhitungan pertumbuhan, jumlah penduduk tiap kecamatan dan penduduk Kabupaten Nias, untuk menganalisis ketimpangan pendapatan antarkecamatan dalam periode 6 (enam) tahun, mulai tahun 2000-2005.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang dikemukakan maka tujuan penelitian ini adalah: I. untuk mengklasifikasikan kecamatan berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan
II
PDRB per kapita di Kabupaten Nias; 2. untuk menghitung ketimpangan pendapatan antarkecamatan di Kabupaten Nias;
.
3. untuk membuktikan hipotesis Kuznet tentang U terbalik, berlaku di Kabupaten Nias.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Nias dalam membuat prioritas kebijakan perencanaan dan pemerataan pembangunan; 2. bagi ilmu pengetahuan, dari hasil penelitian ini diharapkan akan memperkaya sumber-sumber pustaka untuk kepentingan penelitian selanjutnya; 3. bagi penulis sendiri, penelitian ini sangat bermanfaat dalam memperluas pengetahuan
dan
wawasan
tentang
pertumbuhan
dan
ketimpangan
pembangunan antardaerah.
1.5 Sistematika Penulisan Penelitian mengenat pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan antarkecamatan di Kabupaten Nias ini disusun menjadi 4 (empat) bab, bab 1 (pertama) merupakan pengantar terdiri dari Jatar belakang, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat dan sistematika penulisan. Bab 2 (dua) tinjauan pustaka dan alat analisis menguraikan mengenai
tinjauan pustaka yang
mendukung penelitian, landasan teori, dan alat analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu Tipologi Klassen, lndcks Williamson dan Indeks Entropi Theil dan Korelasi Pearson. Bab 3 (tiga) analisis data, menguraikan mengenai
12
data yang digunakan, teknis analisis data dan pembahasan basil analisis. Bah 4 (empat) kesimpulan dan saran, menguraikan mengenai kesimpulan dari basil penelitian dan saran yang bisa diambil setelah melakukan penelitian.
BAR II
TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS
2.1 Tinjauan Pustaka Pada mulanya upaya pembangunan negara sedang berkembang diidentikkan dengan upaya peningkatan pendapatan per kapita, atau populer disebut strategi pertumbuhan ekonomi.
Semula banyak yang beranggapan bahwa yang
membedakan antara negara maju dan negara yang sedang berkembang adalah pendapatan rakyatnya. Peningkatan pendapatan per kapita diharapkan dapat memecahkan
masalah-masalah
seperti
pengangguran,
kemiskinan,
dan
ketimpangan distribusi pendapatan, misalnya melalui apa yang dikenal dengan "dampak merembes ke bawah" (trickle down eject). lndikator berhasil tidaknya pembangunan semata-mata dilihat dari meningkatnya pendapatan nasional (Gross National Product) per kapita riil, dalam arti tingkat pertumbuhan pendapatan nasional dalam harga konstan (setelah dideflasi dengan lndeks harga) harus lebih tinggi dibandingkan tingkat pertumbuhan penduduk (Kuncoro, 1997:7-8). Syahrir ( 1986) mengemukakan bahwa pada akhir dasawarsa 1960-an, banyak negara sedang berkembang menyadari bahwa •·pertumbuhan" (growth) tidak identik dengan "pembangunan" (development). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setidaknya melampaui negara-negara maju pada tahap awal pembangunan mereka, memang dapat dicapai namun dibarengi dengan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan di perdesaan, distribusi pendapatan yang timpang, dan ketidakseimbangan struktural (lihat Kuncoro, 1997:9) lebih lanjut dinyatakan
13
14
Esmara ( 1986) dan Meier ( 1989) bahwa fakta ini pula yang memperkuat keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan
(necessary) tetapi tidak mencukupi (sufficient) bagi proses pembangunan (lihat Kuncoro, 1997:9). Todaro (2003:220) juga mengemukakan bahwa di negaranegara maju maupun negara-negara berkembang mulai muncul himbauan dan tuntutan dari masyarakat luas yang semakin lama semakin kuat, bagi dilakukannya peninjauan kembali atas tradisi "pengutamaan GNP" sebagai sasaran kegiatan ekonomi yang utama. Kecenderungan ini mulai berlangsung sejak dekade
1970-an. Upaya pengentasan kemiskinan dan pemerataan
pendapatan pun mulai dikedepankan sebagai fokus utama pernbangunan. Kuznets (1955) rnengemukakan bahwa pada tahap-tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan cenderung rnemburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan mernbaik. Kecenderungan tersebut dikenal sebagai konsep kurva Kuznets U terbalik (lihat Kuncoro, 1997:105). Williamson (1965:4) rnenemukan bahwa selama tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan ekonorni terkonsentrasi pada daerah-daerah tertentu. Pada tahap yang lebih matang, ada keseimbangan pertumbuhan ekonomi antardaerah dan disparitas berkurang dengan signifikan. Akita
(200 1)
melakukan
penelitian
untuk
menaksir
ketimpangan
pendapatan daerah regional di Cina pada periode setelah tahun 1995-1998. Permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh Pemerintah Cina adalah masalah pernerataan pendapatan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi antarprovinsi. Sejak adanya perubahan sistem ekonomi di bawah Dehg Xiaoping dengan melakukan kebijakan "pintu terbuka" yang dimulai pada tahun 1978, Cina telah
15
mencapai suatu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam dua dekade tersebut. Penelitian ini menggunakan alat analisis Theil T Index berdasar pada District-
Level GDP dan data populasi jumlah penduduk. Penelitian ini juga melakukan suatu analisis ketimpangan bersarang dua tahap (two-stage) dikembangkan oleh Akita (2000),
untuk meneliti
faktor ketimpangan pendapatan regional.
Ketimpangan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu ketimpangan dalam provinsi dan ketimpangan antarprovinsi. Alat analisis regresi juga digunakan untuk meneliti
faktor-faktor yang mungkin sebagai penentu
ketimpangan pendapatan dalam provinsi. Akita (2004) mengukur ketimpangan regional GOP per kapita dan produktifitas tenaga kerja di Indonesia dari tahun 1993-1999 dengan koefisien variasi yang dibobot dan Theil T Index. lndikator yang dapat digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan regional, diantaranya Koefisien GINI, koefisien variasi, koefisien variasi yang dibobot (Williamson, 1965), perbedaan hasil logaritmis, dan Theil T Index (Theil, 1967). Penelitian ini menggunakan koefisien variasi yang diboboti (weighted) dan Theil T Index, untuk mengukur ketimpangan regional baik dalam sektor (within sector) maupun ketimpangan sektor (between sector). Metode-metode yang digunakan untuk mengukur ketimpangan tersebut sebenamya sangat bervariasi baik melalui pendekatan parametrik maupun non parametrik (Heshmati, 2004).
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pertumbuhan ekonomi Menurut Boediono ( 1999: I) pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan
16
output per kapita dalam jangka panjang. Penekanan pada proses tersebut, karena proses mengandung unsur dinamis. Para teoritisi ilmu ekonomi pembangunan hingga sekarang, masih terns menyempurnakan makna, hakikat dan konsep pertumbuhan ekonomi. Para teoritisi tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan dengan rasa aman dan tentram yang dirasakan masyarakat luas (lihat Arsyad, 1999:141). Todaro (2003:92) menyatakan bahwa ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi di setiap negara adalah : 1. akumulasi modal (capital accumulation), meliputi semua jenis investasi baru yang ditanamkan pada pabrik baru, tanah, peralatan fisik dan pembinaan sumber daya manusia juga dapat meningkatkan kualitasnya, sehingga pada akhimya akan membawa dampak positif yang sama terhadap angka produksi. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output atau pendapatan pada masa yang akan datang; 2. pertumbuhan penduduk (growth in population) maksudnya adalah dengan pertumbuhan penduduk diikuti oleh pertumbuhan tenaga kerja sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Ini berarti dengan pertambahan penduduk akan menambah jumlah produktivitas. Pertumbuhan penduduk yang lebih besar akan menyebabkan pertumbuhan pasar domestik akan lebih besar, namun positif atau negatifnya pertumbuhan penduduk dalam pembangunan ekonomi sepenuhnya tergantung pada kemampuan
17
sistem perekonomian tersebut untuk menyerap setiap tambahan angkatan kerja; 3. kemajuan
teknologi
(technological
progress)
merupakan
sumber
pertumbuhan ekonomi yang paling penting, karena dengan kemajuan teknologi akan ditemukan cara baru ataupun teknologi baru untuk menggantikan cara-cara lama sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cepat. Arsyad (1999:147-148) menyebutkan bahwa teori kutub pertumbuhan yang dipopulerkan oleh ekonom Perroux (1970) menyatakan bahwa pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tern pat yang merupakan pusat (kutub) pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda, inti teori dari Perroux adalah sebagai berikut. 1. Dalam proses perubahan akan timbul industri unggulan yang merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah. Karena keterkaitan antarindustri sangat erat, maka perkembangan industri unggulan akan mempengaruhi perkembangan industri lain yang berhubungan erat dengan industri unggulan tersebut. 2. Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan perekonomian, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antardaerah sehingga perkembangan industri di daerah tersebut akan mempengaruhi perkembangan daerah-daerah lainnya 3. Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif (industri unggulan) dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu industri yang tergantung dengan industri unggulan/pusat pertumbuhan. Daerah yang
18
relatif maju/aktif akan mempengaruhi daerah-daerah yang relatif pasif. Menurut Ardani (1992), pada dasamya teori-teori yang mengemukakan tentang pertumbuhan suatu daerah dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu pertama inward looking teori, menganalisis pertumbuhan yang diakibatkan oleh intern daerah itu sendiri misalnya the export base theory dan the sector
theory dan yang kedua outward oriented theory yang menekankan pada mekanisme yang mendasari penurunan pertumbuhan ekonomi dari suatu daerah ke daerah lain. Kedua pendekatan ini dalam penerapannya antara satu dengan lainnya bisa saling melengkapi (lihat Sutamo, 2002:1 0). Untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah dapat digunakan Tipologi Klassen sebagai alat analisis. Sjafrizal (1997:30) menjelaskan bahwa dengan menggunakan alat analisis ini dapat diperoleh empat klasifikasi pertumbuhan masing-masing daerah yaitu daerah pertumbuhan cepat (rapid growth region), daerah tertekan (retarded region), daerah sedang bertumbuh (growing region) dan daerah relatif tertinggal
(relatively backward region). Kuncoro dan Aswandi (2002:25-43) menggunakan alat analisis ini untuk mengklasifikasikan wilayah Provinsi Kalimantan Selatan menjadi ke dalam empat kelompok, yaitu (a) Low growth, high income, (b) high
growth, high income, (c) high growth, low income, dan (d) low growth, low /
income. 2.2.2 Ketimpangan pendapatan antardaerah Ketimpangan · adalah didekomposisi oleh sub-sub kelompok, sumber pendapatan, faktor penyebab dan karakteristik unit lain. Metoda dekomposisi ketimpangan didasarkan pada model regresi dari sumber pendapatan telah
19
diusulkan dengan standar pendapatan untuk membentuk persamaan dalam kaitan dengan kovarians yang ditaksir. Masalah ketimpangan pendapatan antardaerah di Indonesia tidak hanya tampak pada ketimpangan perekonomian Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa melainkan juga antarkawasan barat dan kawasan timur Indonesia.
Berbagai
program
yang dikembangkan
untuk
menjembatani
ketimpangan pendapatan antardaerah selama ini temyata belum mencapai hasil yang memadai. Alokasi penganggaran pembangunan sebagai instrumen untuk mengurangt
ketimpangan
pendapatan
tersebut
tampaknya
perlu
lebih
diperhatikan di masa mendatang. Strategi alokasi anggaran itu harus mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus menjadi alat mengurangi kesenjangan/ketimpangan pendapatan regional (Majidi, 1997: 1). Pengertian wilayah daerah lebih terbuka dibandingkan dengan wilayah nasional, hila dilihat dari pergerakan sumber daya antardaerah lebih bebas dibandingkan dengan pergerakan sumber daya antarnegara. Pergerakan sumber daya-sumber daya yang lebih bebas dimaksud, karena halangan berupa tarif, kuota, lisensi ekspor hampir dikatakan tanpa hambatan dalam pergerakannya antardaerah. Proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber, berupa akumulasi modal, ketrampilan tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Adanya heterogenitas dan beragam karakteristik suatu wilayah menyebabkan
kecenderungan
terjadinya
ketimpangan
antardaerah
dan
antarsektor ekonomi suatu daerah. Bertitiktolak dari kenyataan itu, Ardani (1992) mengemukakan
bahwa
kesenjangan/ketimpangan
antardaerah
merupakan
konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam
20
pembangunan itu sendiri (lihat Sutarno, 2002: 12). Menurut Williamson (1965:5-9), kesenjangan/ketimpangan antardaerah yang semakin membesar disebabkan ( 1) Migrasi tenaga keija antardaerah bersifat selektif, para migran tersebut terdidik, berketerampilan tinggi, dan produktif. (2) Migrasi kapital antardaerah, adanya proses aglomerasi pada daerah yang relatif kaya menyebabkan daya tarik tersendiri bagi investor daerah lain yang berakibat teijadinya aliran kapital ke daerah yang lebih maju. (3) Pembangunan sarana publik pada daerah yang lebih padat dan potensial berakibat mendorong teijadinya kesenjangan/ketimpangan antardaerah lebih besar. (4) Kurangnya keterkaitan antardaerah yang dapat menyebabkan terhambatnya proses efek sebar dari proses pembangunan. Sesuai apa yang dijelaskan oleh formula lndeks Williamson untuk mengetahui indeks ketimpangan dipergunakan nilai PDRB per kapita, di mana nilai yang diperoleh terletak antara nol dan satu (0 < IW < 1), prosedur yang dilaksanakan adalah pendapatan per kapita Kabupaten Nias dikurangi dengan pendapatan per kapita rata-rata dikuadratkan kemudian dikalikan dengan jumlah penduduk kecamatan i yang telah dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Nias kemudian dibandingkan dengan pendapatan per kapita rata-rata, sehingga diperoleh nilai indeks ketimpangan. Apabila nilai indeks yang diperoleh mendekati satu, memberikan indikator teijadinya ketimpangan regional yang besar dan apabila nilai yang diperoleh mendekati nol maka indikasi teijadinya ketimpangan regional kecil. lndeks Entropi Theil adalah merupakan salah satu alat analisis yang
21
digunakan untuk mengetahui adanya ketimpangan regional. Di mana Indeks Entropi Theil ini dapat diurai menjadi dua sub indikasi yaitu ketimpangan regional dalam wilayah dan ketimpangan antarwilayah.
Menurut Kuncoro (200 1:87) bahwa konsep Entropi Theil dari distribusi pada dasamya merupakan aplikasi konsep teori informasi dalam mengukur ketimpangan ekonomi dan konsentrasi industri. Studi empiris yang dilakukan Theil dengan menggunakan lndeks Entropi menawarkan pandangan yang tajam mengenai pendapatan regional per kapita dan kesenjangan pendapatan, kesenjangan internasional dan distribusi Produk Domestik Bruto dunia. Indeks Entropi Theil juga dapat menyediakan secara rinci dalam sub unit geografis yang lebih kecil, yang pertama akan berguna untuk menganalisis kecenderungan konsentrasi geografis selama periode tertentu; sedang yang kedua juga penting ketika
kita
mengkaji
gambaran
yang
lebih
nne I
mengenm
kesenjangan/ketimpangan spasial. Sebagai contoh kesenjangan/ketimpangan antardaerah dalam suatu negara dan antarsubunit daerah dalam suatu kawasan. Pada tahap awal pembangunan distribusi pendapatan cenderung memburuk, untuk kemudian membaik. Pada tahap pertumbuhan awal akan terpusat di sektor industri modern (dalam model Lewis). Pada tahap ini, lapangan kerja terbatas, namun tingkat upah dan produktivitas tinggi. Pendapatan antara sektor industri modern dengan sektor pertanian tradisional pada awalnya akan melebar dengan
cepat sebelum pada akhirnya menyempit kembali (Todaro, 2003:240). Menurut Young (1982), koefisien korelasi 0, 70 sarnpai I ,00 (plus atau minus) menunjukkan adanya derajat asosiasi yang tinggi. Korelasi lebih tinggi 0,40 sampai di bawah 0, 70 menunjukkan hubungan yang substansial. Apabila
22
koefisiennya di atas 0,20 sampai di bawah 0,40 menunjukkan adanya korelasi yang rendah, dan apabila kurang dari 0,20 dapat diabaikan (Subagyo dan Djarwanto, 2005:301). Untuk membuktikan atau menguji hipotesis Kuznets dapat digunakan analisis trend dan korelasi Pearson. Analisis trend antara indeks ketimpangan baik lndeks Williamson maupun lndeks Entropi Theil dihubungkan dengan pertumbuhan perekonomian dari suatu daerah, dari hasil kurvanya dapat dilihat bentuk kecenderungannya berbentuk linier atau non linier. Hasil Korelasi Pearson dapat dilihat significant dan bentuk korelasinya positif atau negatif.
2.3 Alat Analisis Untuk mencapai tujuan dari penelitian, alat analisis yang digunakan adalah Tipologi Klassen, lndeks Williamson dan lndeks Entropy Theil, serta Korelasi Pearson. 2.3.1 Indeks Williamson Untuk mengetahui ketimpangan pembangunan antarkecamatan yang teijadi di Kabupaten Nias, 2000-2005 dapat dianalisis dengan menggunakan indeks ketimpangan regional (regional in equality) yang dinamakan lndeks Williamson. Indeks ketimpangan regional ini semula digunakan oleh Jeffrey G. Williamson ( 1965) dengan rum us (Sjafrizal, 1997: 31 ):
................... (2.1)
Keterangan:
23
Vw
=
lndeks Williamson
Yi
=
PDRB per kapita di kecamatan i
Y
=
PDRB per kapita rata-rata Kabupaten Nias
fi
=
jumlah penduduk di kecamatan i
n
=
jumlah penduduk Kabupaten Nias
Angka Indeks Williamson semakin kecil atau mendekati nol menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil pula atau semakin merata. Apabila angka Indeks Williamson tersebut semakin besar menunjukkan ketimpangan yang semakin me Iebar.
2.3.2 Indeks Entropi Theil Konsep Entropi Theil menawarkan pandangan yang tajam mengena1 pendapatan regional per kapita dan kesenjangan pendapatan, kesenjangan intemasional dan distribusi Produk Domestik Bruto dunia (Kuncoro, 2001: 87). Untuk mengukur ketimpangan pendapatan regional bruto provinsi, Akita (2004:3) menggunakan
indeks ketimpangan regional. Indeks ketimpangan
regional Theil tersebut dapat dibagi/diurai menjadi dua subindikasi yaitu ketimpangan regional dalam wilayah dan ketimpangan regional antarwilayah atau regional. Dengan menggunakan alat analisis Indeks Entropi Theil akan diketahui ada tidaknya ketimpangan yang teJjadi di Kabupaten Nias. Rwnus dari Indeks Entropi Theil adalah sebagai berikut: T
=
t(
J
Keterangan: T
=
y)
Y; lo ...( Y; I ,=• Y ,_ P; I P
lndeks Entropi Theil
................... (2.2)
24
Yi
=
PDRB per kapita kecamatan i
Y
=
rata-rata PDRB per kapita Kabupaten Nias
Pi
= jumlah penduduk kecamatan i
P
=
Jumlah penduduk Kabupaten Nias
Hipotesis Kuznets dapat dibuktikan dengan membuat grafik antara pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan indeks ketimpangan. Grafik tersebut merupakan hubungan antara pertumbuhan PDRB dengan Indeks Williamson maupun pertumbuhan PDRB dengan lndeks Entropi Theil pada periode pengamatan. Kurva tersebut berbentuk U terbalik, pada pertumbuhan awal ketimpangan memburuk dan pada tahap-tahap berikutnya ketimpangan menurun, namun pada suatu waktu akan teijadi peningkatan ketimpangan lagi dan akhirnya akan menurun lagi sehingga dapat dikatakan peristiwa tersebut seperti berulang kembali.
2.3.3 Tipologi perekonomian regional Pola
perkonomian
suatu
daerah
dapat. diklasifikasikan
dengan
menggunakan Tipologi Klassen sebagai berikut. Tabel2.1 Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi menurut Tipologi Klassen
~.
Yi>Y
Yi
ri> r
Daerah maju dan tumbuh cepat
Daerah berkembang cepat
ri < r
Daerah maju tetapi tertekan
Daerah relatif tertinggal
a
n
Sumber : Sjafrizal (1997:30) Keterangan : ri
=
pertumbuhan ekonomi kecamatan di wilayah i
r
= pertumbuhan ekonomi Kabupaten Nias
25
Yi
=
PDRB per kapita kecamatan di wilayah i
Y
=
PDRB per kapita Kabupaten Nias
2.3.4 Analisis Korelasi (Korelasi Pearson) Analisis korelasi (korelasi Pearson) untuk menganalisis hubungan antara pertumbuhan PDRB dan lndeks Williamson dan Indeks Entropi Theil. Rumusnya adalah sebagai berikut (Subagyo dan Djarwanto, 2005:288):
(2.3) keterangan: rxv = Koefisien Korelasi Xit =
lndeks Williamson
Xi2 =
lndeks Entropi Theil
Y
Pertumbuhan PDRB
n
Jumlah Observasi Kemudian setelah dilakukan perhitungan terhadap (rxv )2 , maka dilakukan
tes hasil perhitungan koefisien korelasi dengan prosedur pengujian sebagai berikut. I. Analisis Hipotesis Korelasi. a. Ho : rxv = 0, maka tidak ada hubungan antara variabel X dan Y; b. Ho : rxv > 0, maka ada hubungan an tara variabel X dan variabel Y. 2. Derajat Kepercayaan (level ofsignificant)
=
5% dan I 0%
3. Kriteria pengujian. a. Ho diterima, bila t label lebih besar atau sarna dengan t hitung;
26
b. Ho ditolak, bila t tabellebih kecil atau sama dengan t hitung. 4. Hasil pengujian untuk sampel kecil (n < 30) dapat diuji dengan menggunakan distribusi nilai t (Subagyo dan Djarwanto, 2005:306): ............................... (2.4)
BAB III
ANALISIS DATA
3.1 Cara Penelitian Penelitian mengenai "Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan antarkecamatan di Kabupaten Nias" dilakukan berdasarkan data sekunder dengan rentang waktu 6 (enam) tahun mulai dari tahun 2000-2005. Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kahupaten Nias.
3.1.1 Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah deksriptif. yaitu penelitian yang bertujuan menguraikan karakteristik dari suatu keadaan. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.
3.1.2 Lokasi penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Nias. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi penelitian tersebut adalah: 1. sumber daya khususnya pertanian dan kelautan yang dimiliki oleh Kabupaten Nias cukup namun kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat Kabupaten Nias masih relatif kecil; 2. penulis bertugas di Kabupaten Nias, sehingga lebih menguasai data dan seluk-beluk
Kabupaten Nias dan ingin memberikan kontribusi untuk
29
3.1.4 Somber data Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa sumber lembagalembaga resmi pemerintah antara lain adalah: 1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Nias; 2. Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Nias. 3.1.5 Metode pengumpulan data Data dan infonnasi yang berhubungan dengan penelitian m1, diperoleh dengan cara : 1. penelitian kepustakaan (library research) dengan cara mempelajari berbagai
literatur serta tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti; 2. studi dokumenter untuk memperoleh data sekunder yang diperlukan dengan menggalinya pada bidang-bidang instansi terkait yang berhubungan dengan masalah penelitian. 3.1.6 Definisi operasional variabel Untuk menghindari terjadinya penafsiran yang keliru, diperlukan uraian ringkas mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian: 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Nias adalah total penjumlahan
pendapatan dari sisi penerimaan yang berasal dari sembilan sektor di Nias yaitu sektor (1) Pertanian, (2) Pertambangan, (3) lndustri, (4) Listrik dan Gas, (5) Bangunan, (6) Perdagangan, (7) Pengakutan dan Komunikasi, (8) Bank dan (9) Jasa-Jasa Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000; 2.
PDRB per kapita adalah PDRB atas dasar harga konstan dibagijumlah
30
penduduk pertengahan tahun; 3. Jumlah penduduk adalah seluruh penduduk yang tercatat di Kabupaten Nias pada pertengahan tahun; 4. Wilayah pengamatan data adalah Kabupaten Nias dan kecamatan seluruh Kabupaten Nias.
3.2 Hasil Analisis Data dan Pembahasan 3.2.1 Analisis Tipologi Klassen
Alat analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui klasifikasi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita sebagai sumbu horisontal, daerah dalam hal ini kecamatan yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasilgolongan, yaitu: daerah/kecamatan yang cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income), daerah/kecamatan maju tapi tertekan
(high income but low growth), daerahlkecamatan yang berkembang cepat (high growth but low income), dan daerahlkecamatan yang relatif tertinggal (low growth and low income) (Syafrizal, 1997: 27-38; Kuncoro dan Aswandi, 2002: 27-43). Kriteria yang digunakan untuk membagi
daerahlkecamatan dalam
penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita dari masing-masing kecamatan. Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan rata-rata tingkat
31
kabupaten. Perkembangan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi untuk tiap-tiap kecamatan selama periode 2000-2005, beserta rata-ratanya untuk seluruh kecamatan di Kabupaten Nias dapat dilihat pada tabel3.1 dan 3.2. Tabel3.1 PDRB Per Kapita Berdasar Harga Konstan 2000 Kecamatan di Kabupaten Nias, 2000-2005 (ribuan rupiah) No
Kecamatan
1 Idanogawo Bawolato 2 3 Gido 4 Lolofitu Moi Sirombu 5 6 Mandrehe 7 Hiliduho 8 Gus it 9 Tuhemberua 10 Lotu 11 Alasa 12 Namohalu Esiwa 13 Lahewa 14 Afulu Total Rata-rata
2000 2001 2.333,45 2.479,87 1.721,66 1.821,94 2.649,53 2.811,42 1.886,03 2.005,07 4.821,27 5.099,88 2.124,40 2.249,31 3.484,25 3.684,77 2.370,57 2.538,02 2.548,61 2.713,09 4.941,46 5.276,57 3.471,90 3.684,75 5.356,80 5.684,04 6.161,43 6.546,33 2.969,84 3.150,32 46.841,19 49.745,36 3.345,80 3.553,24
. PDRB Perkapita 2004 2002 2003 2.681,69 2.852,34 2.939,85 1.980,67 2.106,39 2.134,97 3.043,39 3.234,01 3.339,75 2.168,01 2.296,94 2.374,58 5.531,43 5.900,43 6.103,35 2.445,63 2.659,54 2.591,55 3.991,00 4.256,92 4.410,78 2.711,95 2.893,92 2.970,02 2.931,20 3.105,03 3.227,26 5.705,36 5.983,00 6.215,60 4.005,63 4.231,12 4.362,26 6.216,51 6.490,13 6.679,82 7.068,37 7.530,41 7.804,02 3.402,32 3.607,76 3.741,33 53.883,15 57.079,93 58.963,12 3.848,80 4.077,14 4.211,65
.
2005 2.898,01 1.851,14 3.056,51 2.304,37 6.122,17 2.608,78 4.297,87 2.887,15 3.098,81 6.268,33 3.904,60 6.159,38 6;19'1,68 3.427,41 55.082,22 3.934,44
Sumber: BPS Kabupaten Ntas, Produk Domestlk Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha, beberapa terbitan (diolah)
32
Tabel3.2 Pertumbuhan PDRB Berdasar Harga Konstan 2000 Kecamatan di Kabupaten Nias, 2000-2005 (dalam %) Kecamatan Idanogawo Bawo1ato Gido Lo1ofitu Moi Sirombu Mandrehe Hi1iduho Gus it Tuhemberua Lotu A1asa Namoha1u Esiwa Lahewa Afu1u
No I 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 I3 14
2001
.
6,62 6,17 6,45 6,65 6,I2 6,22 6, IO 7,41 6,80 7,I3 6,47 6,45 6,59 6,42
2002 9,48 10,06 9,59 9,46 9,80 10,07 9,65 8, I 7 9,37 9,46 10,05 10,72 9,3 I 9,33
2004
2003 7,3 I 7,29 7,21 6,89 7,62 6,91 7,6I 7,66 6,87 5,80 6,57 5,33 7,48 6,98
.
5, I 1 5,10 5,I4 4,94 5,20 4,95 5,34 5,39 5,04 4,98 4,97 4,79 5,21 5,28
2005 -3,I 7 -3,20 -3,72 -3,54 -3,86 -3,66 -4,34 -3,38 -3,08 -3,94 -3,49 -4,50 -3,22 -4,72
Rata2 I 5,07 5,08 4,93 4,88 4,97 4,90 4,87 5,05 5,00 4,69 4,92 4,56 5,07 4,66
Sumber: BPS Kabupaten N1as, Produk Domestlk RegiOnal Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha, beberapa terbitan (diolah)
Dengan Tipologi Klassen, kecamatan di Kabupaten Nias dibagi menjadi ~mpat
(4) klasifikasi (lihat gambar 1). Kecamatan Sirombu, Alasa dan Lahewa
termasuk kecamatan yang maju dan cepat tumbuh. Kecamatan yang terrnasuk dalam kategori kecamatan yang maju dan cepat tumbuh adalah kecamatan yang memiliki
pendapatan per kapita (Kecamatan Sirombu Rp.5. 751.452,92,
Kecamatan Alasa Rp.4.037.669,19 dan Kecamatan Lahewa Rp.7.029.361,44) dan pertumbuhan ekonomi (Kecamatan Sirombu 4,9748%, Kecamatan Alasa 4,9155% dan Kecamatan Lahewa 5,0743%) lebih tinggi dibandingk.an pendapatan per kapita (Rp.3.925.053,98) dan pertumbuhan ekonomi (4,9035%) Kabupaten Nias. Kecamatan yang termasuk kategori kecamatan yang maju dan cepat tumbuh ini pada umumnya daerah yang maju baik dari segi pembangunan
33
atau kecepatan pertumbuhan. Kecamatan Hiliduho, Lotu dan Namohalu Esiwa termasuk kecamatan maju tapi tertekan. Kecamatan yang termasuk dalam kategori kecamatan maju tapi tertekan adalah kecamatan yang memiliki pendapatan per kapita (Kecamatan Hiliduho Rp.4.128.264,11, Kecamatan Lotu Rp.5.889.773,31 dan Kecamatan Namohalu Esiwa Rp.6.245.975,21) lebih tinggi dibandingkan pendapatan per kapita Kabupaten Nias {Rp.3.925.053,98) tapi pertumbuhan ekonominya (Kecamatan Hiliduho 4,8717%, Kecamatan Lotu 4,6854% dan Kecamatan Namohalu Esiwa 4,5570%) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Nias (4,9035%). Kecamatan ini adalah daerah/kecamatan yang relatif maju tetapi dalam beberapa tahun mengalami pertumbuhan yang relatif kecil, akibat tertekannya kegiatan utama kecamatan yang bersangkutan. Kecamatan Idano Gawo, Bawolato, Gido, Gunungsitoli dan Tuhemberua termasuk kecamatan berkembang cepat. Kecamatan yang termasuk dalam kategori kecamatan berkembang cepat adalah kecamatan yang memiliki pendapatan per kapita (Kecamatan Idano Gawo Rp.2.770.351,19, Kecamatan Bawolato Rp.l.979.019.20, Kecamatan Gido Rp.3.097.013,24, Kecamatan Gunungsitoli Rp.2.800.211,60 dan Kecamatan Tuhemberua Rp.3.015.076,75) lebih
rendah
dibandingkan
pendapatan
per
kapita
Kabupaten
Nias
(Rp.3.925.053,98) tapi pertumbuhan ekonominya (Kecamatan ldano Gawo 5,0670%, Kecamatan Bawolato 5,0822%, Kecamatan Gido 4,9333%, Kecamatan Gunungsitoli 5,0496% dan Kecamatan Tuhemberua 4,9998%) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Nias (4,9035%). Kecamatan yang termasuk dalam kategori ini adalah kecamatan yang mempunyai potensi
34
yang besar tetapi belum diolah secara baik, sehingga meskipun pertumbuhannya cepat tetapi pendapatannya masih di bawah pendapatan rata-rata kabupaten. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan kecamatan tersebut masih relatif rendah dibandingkan kecamatan-kecamatan lain, sehingga pada masa depan harus terns dikembangkan agar memperoleh pendapatan per kapita yang tidak relatif rendah lagi. Kecamatan Lolofitu Moi, Mandrehe dan Aful'u termasuk kecamatan relatif tertinggal. Kecamatan yang termasuk dalam kategori kecamatan yang relatif tertinggal adalah kecamatan yang memiliki pendapatan per kapita (Kecamatan Lolofitu Moi Rp.2.229.793,92, Kecamatan Mandrehe Rp.2.510.962,78 dan Kecamatan Afulu Rp.3.465.830,80) dan pertumbuhan ekonomi (Kecamatan Lolofitu Moi 4,8806%, Kecamatan Mandrehe 4,8983% dan Kecamatan Afulu 4,6597%) lebih rendah dibandingkan pendapatan per kapita (Rp.3.925.053,98) dan pertumbuhan ekonomi (4,9035%) Kabupaten Nias. Kecamatan-kecamatan yang termasuk dalam kategori ini adalah kecamatan-kecamatan yang secara ekonomis sangat tertinggal, baik dari segi pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan per kapita. Dengan kata lain, kecamatan-kecamatan dalam kategori ini adalah kecamatan yang paling buruk keadaannya dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Nias.
35
TIPOLOGI KLASSEN KABUPATEN NIAS, 2000-2005 5.20 - . - - - - - - - - - - - - - - - - - - ; - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ,
Daerah Maju dan Tumbuh Cepat
Daerah Berkembang Cepat 5.10 -
LAHEWA
IDANOGAWO
BAWOLATO •
••
•
GUNUNGSITOLI
5.00 -
•
TUHEMBERUA • • GIDO
~
---------------- ~ -------- ~ ---------------------------
4.90
:r :::>
LOLOFITU MOl
III
::E :::>
:r: 4.80
SIROMBU
ALASA
•
MANDREHE
• HILIDUHO
Daerah Maju tetapi Tertekan
-
w
D..
4.70
• LOTU
• AFULU 4.60
•
Daerah Relatif Tertinggal
NAMOHALU ESIWA
4.~ ~---~---~---,----;-'---~---~---~---~ 8,000,000 7,000,000 5,000,000 6,000,000 3,000,000 4,000,000 2,000,000 1,000,000 0 PDRB PER KAPITA (JUTA RUPIAH)
I• fdano Gawo
I. Hiliduho
I•Lahewa
• Bawolato • Gunungsitoli • Afulu
• Gido • Tuhemberua • Nias
• Lolofitu Moi • Lotu
• Sirombu
• Mandrehe
• Aiasa
• Namohalu Esiwa
I
I
Sumber : Lampiran 13 (diolah)
Gambar 3.1 Pola Struktur Kecamatan di Kabupaten Nias Menurut Tipologi Kassen Klasifikasi daerah/kecamatan berdasarkan pendapatan per kapita dan pertumbuhan dapat digambarkan dengan Tipologi Klassen, dapat dilihat seperti pada gambar 3.1 dan gambar 3.2. Kecamatan-kecamatan yang termasuk daerah maju dan tumbuh cepat (Sirombu, Alasa dan Lahewa) terlihat memencar pada sepanjang pantai barat Kabupaten Nias merupakan kecamatan yang maju baik dari segi pembangunan atau kecepatan pertumbuhan. Kecamatan-kecamatan yang termasuk berkembang cepat (Tuhemberua, Gunungsitoli, Gido, Idano Gawo dan
36
Bawolato) terlihat memencar di sepanjang pantai timur Kabupaten Nias yang berbatasan langsung dengan Pulau Sumatera, kecamatan ini adalah kecamatan yang mempunyai potensi besar tetapi belum diolah secara baik, sehingga meskipun pertumbuhannya cepat tetapi pendapatannya masih di bawah pendapatan rata-rata kabupaten,
ini mengindikasikan bahwa pendapatan
kecamatan tersebut masih relatif rendah dibandingkan kecamatan-kecamatan lain. Kecamatan Hiliduho, Lotu dan Namohalu Esiwa termasuk kecamatan maju tapi tertekan. Kecamatan ini nampak mengumpul pada daerah tengah Kabupaten Nias. Kecamatan ini adalah daerah/kecamatan yang relatif maju tetapi mengalami pertumbuhan yang relatif kecil. Kecamatan Lolofitu Moi, Mandrehe dan Afulu merupakan kecamatan yang relatif tertinggal baik dari pendapatan maupun pertumbuhan, ini mengindikasikan bahwa kecamatan tersebut merupakan kecamatan yang relatif tertinggal (miskin) dibandingkan dengan kecamatankecamatan lain di Kabupaten Nias. Kecamatan ini juga terlihat mengumpul pada daerah tengah Kabupaten Nias, hal tersebut sejalan dengan pendapat Perroux (1970) yaitu bahwa pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama (lihat Arsyad, 1999: 147-148).
37
u
1* 1:-
-
: Daerah berkembang cepat
-
: Daerah maju dan tumbuh cepat
-
: Daerah relatif tertinggal
-
: Daerah maju tetapi tertekan
KABUPATEN NIAS SELATAN
Samudera Indonesia ~
Legenda : • Ibukota Kabupaten • Ibukota Kecamatan Batas Kecamatan ~ Lautan Pelabuhan Udara ......... Pelabuhan Laut
+
Sumber: Lampiran 13 (diolah)
Gambar 3.2 Peta Kabupaten Nias berdasar Tipologi Klassen 3.2.2 Analisis ketimpangan Besar kecilnya ketimpangan PDRB per kapita antarkecamatan memberikan gambaran tentang kondisi dan perkembangan pembangunan di Kabupaten Nias, untuk memberikan gambaran yang lebih baik tentang kondisi dan perkembangan pembangunan daerah di Kabupaten Nias, akan dibahas pemerataan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita antarkecamatan yang dianalisis dengan menggunakan Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil. Angka lndeks Williamson semakin kecil atau mendekati nol menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil pula atau dengan kata lain makin merata, dan hila semakin
38
jauh dari nol menunjukkan ketimpangan yang semakin melebar. Berdasarkan jumlah penduduk dan PDRB per kapita kecamatan dan Kabupaten Nias tahun 2000-2005 dapat dihitung Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil seperti pada tabel 3 .3. Tabel3.3 lndeks Williamson dan lndeks Entropi Theil Tahun
Indeks Williamson
~abupaten
Nias, 2000-2005
Entropi Theil
2000 2001 2002 2003 2004 2005
0,3720 0,3714 0,3727 0,3717 0,3739 0,3468
0,1527 0,1526 0,1534 0,1521 0,1538 0,1494
Rata-Rata
0,3681
0,1523
Sumber: Lampiran 1-12 (diolah)
Tabel 3.3 menunjukkan angka indeks ketimpangan PDRB per kapita antarkecamatan di Kabupaten Nias selama periode 2000-2005 yaitu rata-rata 0,3681. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan lndeks Williamson yang tetjadi di Provinsi Sumatera Utara yaitu rata-rata 0,3634 pada periode yang sama, seperti terlihat pada tabel 3.4. Angka ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Nias, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita relatif tidak merata dalam hal pendapatan per kapita hila dibandingkan daerah yang lebih tinggi yaitu Provinsi Sumatera Utara pada periode yang sama.
39
Tabel 3.4 lndeks Williamson Kabupaten Nias dan Sumatera U~ 2000-2004 lndeks Williamson Kabupaten Nias Sumatera Utara
Tahun 2000
0,3720
0.3406
2001
0,3714
0.3517
2002
0,3727
0.3631
2003
0,3717
0.3701
2004
0,3739
0.3914
Rata-Rata
0,3723
0.3634
Sumber: Tabel3.3. dan lampiran 14 (diolah)
Ketimpangan antarkecamatan yang teijadi di Kabupaten Nias dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2005 ada kecenderungan berfluktuasi meningkat, misalnya pada tahun 2000 nilai indeks Wiliamson sebesar 0,3720 naik menjadi 0,3739 pada tahun 2004. Pada tahun 2001 indeks ketimpangan cenderung menurun yaitu pada tahun 2000 mencapai 0,3 72, kemudian pada tahun 2001 turun menjadi 0,3 714 walaupun pada tahun 2002 ketimpangan naik lagi yaitu menjadi 0,3727, namun kemudian
indeks
ketimpangan
turun
lagi
menjadi
0,3717.
Penurunan
ketimpangan tersebut disebabkan oleh meningkatnya perekonomian setelah krisis ekonomi yang menimpa Indonesia. Daerah yang terkena dampak krisis pada umumnya di daerah perkotaan (daerah yang lebih maju) dan daerah yang bukan perkotaan terkena dampaknya tidak terlalu besar sehingga hal tersebut menyebabkan penurunan ketimpangan pada tahun 2001 terse but. Pada tahun 2005 terjadi penurunan angka ketimpangan yakni 0,3468, hal ini merupakan
40
dampak dari terjadinya bencana alam yang menghancurkan berbagai sektor terutama sektor perekonomian di Kabupaten Nias. Kecenderungan peningkatan ketimpangan dapat dilihat pada gambar 3.4.
0.3800000 0.3750000
I~
---
0.3700000
"\..
0.3650000
\.. \..
,.
0.3600000 0.3550000 0.3500000 0.3450000
'
.
0.3400000
~
0.3350000 0.3300000 2000
2001
2002
2003
2004
2005
TAHUN
Sumber : Tabel 3.3 (diolah)
Gambar 3.3 Grafik Indeks Williamson Kabupaten Nias, 2000-2005
Tingginya nilai Indeks Williamson di Kabupaten Nias dibanding Indeks Williamson di Provinsi Sumatera Utara tersebut menunjukkan secara rata-rata tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita antarkecamatan di Kabupaten Nias relatif tidak merata. Tingginya nilai indeks ketimpangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita antarkecamatan, tidak berarti secara otomatis menerangkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Nias tidak lebih baik dibandingkan dengan daerahlkabupaten lain di Provinsi Sumatera Utara. lndeks Williamson hanya menjelaskan distribusi PDRB per kapita antarkecamatan di Kabupaten Nias tanpa menjelaskan seberapa besar PDRB per kapita yang didistribusikan tersebut dengan PDRB per kapita rata-rata daerah lain.
41
Untuk mengetahui besarnya tingkat ketimpangan suatu daerah selain memakai Indeks Williamson juga dapat memakai Indeks Entropi Theil. Indeks Entropi Theil pada dasarnya merupakan aplikasi konsep teori informasi dalam mengukur ketimpangan ekonomi dan konsentrasi industri (Kuncoro, 2001 : 87). Dari hasil analisis didapatkan nilai Indeks Entropi Theil periode tahun 2000-2005 rata-rata sebesar 0,1523. Seperti pada Indeks Williamson pola yang tergambar dalam Indeks Entropi Theil juga terjadi kecenderungan peningkatan ketimpangan dari tahun 2000 sampai tahun 2004, di mana pada tahun 2000 nilai Indeks Entropi Theil sebesar 0, 1527 dan pada tahun 2004 meningkat menjadi sebesar 0,1538, dan mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi sebesar 0,1494. Indeks Entropi Theil semakin membesar berarti menunjukkan ketimpangan yang semakin membesar, hila indeksnya semakin kecil maka ketimpangan akan semakin rendah/kecil pula atau dengan kata lain semakin merata. Hal tersebut sejalan dengan Indeks Williamson. Indeks Entropi Theil tidak memiliki batas atas atau batas bawah, hanya apabila semakin besar nilainya maka semakin timpang dan semakin kecil semakin merata. Gambar 3.6 menunjukkan kecenderungan peningkatan ketimpangan sebagai berikut. ~
e>. :a.cscso <> . 1 5 4 - 0
I
~
•
I
0
. 1G3<>
.
o . :a.s::ao 0
- :&.CS:LO
0
. '1800
<> . 1.4-'U>O 0
. 14--C>
C> . li..4."'7"C>
::;aO<>O
aooa
Sumber: Tabel 3.3 (diolahJ
Gambar 3.4 Grafik Indeks Entropi Theil Kabupaten Nias, 2000-2005
42
Ketimpangan yang terjadi di Kabupaten Nias pada periode pengamatan 2000-2005 mengindikasikan bahwa tingkat pengurangan kemiskinan masih menjadi fokus dalam perencanaan pembangunan Kabupaten Nias ke depan dengan tidak harus memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Apalagi salah satu target tujuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Nias, 20062011 yakni pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 7,5% dan pendapatan per kapita Rp.10.000.000 pada tahun 2011. Menurut Todaro (2003: 250-253) bahwa setidaknya ada 5 (lima) alasan untuk itu: 1. kemiskinan yang meluas menciptakan kondisi yang membuat kaum miskin tidak mempunyai akses terhadap pinjaman kredit, tidak mampu membiayai pendidikan anaknya, dan, dengan ketiadaan peluang investasi fisik maupun moneter. Faktor-faktor ini secara bersama-sama menyebabkan pertumbuhan per kapita lebih kecil daripadajika ditribusi pendapatan lebuh merata; 2. akal sehat, yang didukung dengan banyaknya data empiris terbaru, menyaksikan fakta bahwa, tidak seperti sejarah yang pemah dialami oleh negara-negara yang sekarang sudah maju, kaum kaya di negara-negara miskin sekarang tidak dikenal karena hematnya atau hasrat untuk menabung dan menginvestasikan bagian yang besar dari pendapatan mereka di dalam perekonomian negara mereka sendiri; 3. pendapatan yang rendah dan standar hidup yang buruk yang dialami oleh golongan miskin, yang tercermin dari kesehatan, gizi, dan pendidikan yang rendah, dapat menurunkan produktifitas ekonomi mereka dan akibatnya secara langsung atau tidak langsung mcnyebabkan perekonomian tumbuh lambat. Strategi yang ditujukan untuk mcningkatkan pendapatan dan standar
43
hidup golongan miskin tidak saja akan memperbaiki kesejahteraan mereka, akan tetapi juga akan meningkatkan produktifitas dan pendapatan seluruh perekonomian; 4. peningkatan tingkat pendapatan golongan miskin akan mendorong kenaikan permintaan produk kebutuhan rumah tangga buatan lokal, seperti makanan dan pakaian secara menyeluruh, sementara golongan kaya cenderung membelanjakan sebagian besar pendapatanriya untuk barang-barang mewah impor.
Meningkatkan permintaan untuk barang-barang buatan lokal
memberikan
rangsangan
yang
lebih
besar
kepada
produksi
lokal,
memperbesar kesempatan keija lokal, dan menumbuhkan investasi lokal. Permintaan seperti ini akan menciptakan kondisi bagi pertumbuhan ekonomi yang cepat dan partisipasi rakyat yang banyak di dalam pertumbuhan itu; 5. penurunan kemiskinan secara massal dapat menstimulasi ekspansi ekonomi yang lebih sehat karena merupakan insentif materi dan psikologis yang kuat bagi meluasnya partisipasi publik di dalam proses pembangunan. Sebaliknya, lebamya kesenjangan pendapatan dan besamya kemiskinan absolut dapat menjadi pendorong negatif materi dan psikologis yang sama kuatnya terhadap kemajuan terhadap kemajuan ekonomi. Kondisi yang terakhir bahkan dapat menciptakan penolakan masyarakat luas terhadap laju pembangunan atau terhadap kegagalan untuk mengubah kondisi material mereka.
3.2.3 Berlakunya hipotesis Kuznets di Kabupaten Nias Berdasarkan pembahasan di atas didapatkan gambaran basil baik Indeks Williamson maupun Indeks Entropi Theil menunjukkan teijadi kecenderungan peningkatan ketimpangan di
Kabupaten Nias dalam periode penelitian.
44
Kecenderungan peningkatan tersebut belum membuktikan berlakunya hipotesis Kuznets di Kabupaten Nias. Hipotesis Kuznets dapat dibuktikan dengan membuat grafik antara pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan indeks ketimpangan. Grafik tersebut merupakan hubungan antara pertumbuhan PDRB dengan Indeks Williamson maupun pertumbuhan PDRB dengan Indeks Entropi Theil pada periode pengamatan. PERTUMBUHAN EKONOMI VS INDEKS ENTROPI THEIL 0 .1540
•
0 .1535
y = _.E-05.Z+ 0 .0005x+0 .152 ~-o.7ua
• (8)
Keterangan Sumber
(4)
0 .1495
6
(2)
10
12
• data aktual - Garis trend linear : Tabel3.3 (diolah)
Gambar 3.5 Trend Indeks Entropi Theil Kabupaten Nias, 2000-2005 Hipotesis Kuznets menyatakan bahwa pada pertumbuhan awal distribusi pendapatan cenderung memburuk atau ketimpangan akan meningkat. Pada tahap berikutnya ketimpangan tersebut akan menurun dan pemerataan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) akan dicapai (Todaro, 2003: 240, Kuncoro, 1997:105).
45
PERT\JMBUHAN VS INDEKS WILLIAMSON 0 .3800
II
y ., -0.0003Jf • 0.0034x+ 0 .3682 ~•OA72
• (6)
(4)
(2)
10
2
12
~
Keterangan : • Sumber
data aktual Garis trend
: Tabel 3.3 (diolah)
Gambar 3.6 Trend Indeks Williamson Kabupaten Nias, 2000-2005 Gambar 3.6 dan 3.7 merupakan hubungan antara indeks ketimpangan dan pertumbuhan PDRB, kurva tersebut mempunyai hubungan nonlinier. Kurva tersebut apabila diperhatikan pada garis trend menunjukkan pola yang berbentuk U terbalik. Pola tersebut menunjukkan bahwa pada pertumbuhan awal ketimpangan nampak memburuk dan pada tahap-tahap berikutnya ketimpangan memiliki kecenderungan yang semakin menurun. Pada suatu waktu tertentu akan terjadi peningkatan ketimpangan lagi dan akhirnya akan menurun lagi sehingga dapat dikatakan peristiwa tersebut seperti berulang kembali. Kurva yang berbentuk kecenderungan U terbalik itu menunjukkan bahwa hipotesis Kuznets dapat dikatakan berlaku di Kabupaten Nias pada periode pengamatan. Hasil analisis korelasi Pearson antara pertumbuhan PDRB dan Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil didapatkan nilai 0,939 dan 0,866 (lihat tabel 3.5). Nilai korelasi yang positif tersebut konsisten dengan gambar 3.5 dan 3.6 yang juga memiliki kecenderungan yang positif. Korelasi (Korelasi Pearson) antara pertumbuhan PDRB dan Indeks Williamson didapatkan nilai 0,939, hasil
46
korelasi ini significant secara statistik (two tailed) karena t hitung lebih besar dari t tabel pada df = 3 dan a= 5% (4,741 > 3,182). Demikian juga untuk korelasi antara pertumbuhan PDRB dan lndeks Entropi Theil diperoleh nilai 0,866, hasil korelasi ini significant secara statistik (one tailed) karena t hi tung lebih besar dari t tabel pada df= 3 dan a= 5% (2,995 > 2,353). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif dan significant antara pertumbuhan PDRB dan lndeks Williamson maupun lndeks Entropi Theil pada periode pengamatan, artinya bahwa perubahan pada pertumbuhan PDRB akan diikuti perubahan pada indeks ketimpangan secara teratur, dengan arah yang sama atau dapat pula dengan arah berlawanan. Tabel3.5 Korelasi Pearson antara Pertumbuhan dan Indeks Ketimpangan
Korelasi Pearson t hitung t tabel Sumber: Lampiran 15 dan 16.
Indeks Williamson 0,939 4,741 3,182
Indeks Entropi Theil 0,866 2,995 2,353
BABIV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan Berdasarkan basil analisis data pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Berdasarkan Tipologi kecamatan
di
Klassen pada periode pengamatan 2000-2005,
Kabupaten
Nias
dapat.
diklasifikasikan
berdasarkan
pertumbuhan dan pendapatan per kapita menjadi empat kelompok yaitu kecamatan maju dan tumbuh cepat yaitu
Kecama~
Sirombu, Kecamatan
Alasa dan Kecamatan Lahewa, kecamatan yang maju tapi tertekan yaitu Kecamatan Hiliduho, Kecamatan Namohalu Esiwa dan Kecamatan Lotu, kecamatan yang berkembang cepat yaitu Kecamatan Gunungsitoli, Kecamatan Tuhemberua, Kecamatan Gido, Kecamatan Idano Gawo dan Kecamatan Bawolato, dan kecamatan relatif tertinggal yaitu Kecamatan Lolofitu Moi, Kecamatan Mandrehe dan Kecamatan Afulu. 2. Pada periode pengamatan 2000-2005 terjadi kecenderungan peningkatan ketimpangan di Kabupaten Nias, baik melalui lndeks Williamson maupun dengan Indeks Entropi Theil. Ketimpangan ini salah satunya diakibatkan konsentrasi
aktivitas ekonomi
secara spasial
akibat adanya kendala
transportasi antardaerah. Penurunan angka ketimpangan Kabupaten Nias pada tahun 2005 merupakan dampak dari terjadinya bencana alam yang menghancurkan berbagai sektor terutama sektor perekonomian. 3. Hipotesis Kuznets mengenai ketimpangan yang berbentuk kurva U terbalik
47
48
berlaku di Kabupaten Nias, ini terbukti dari hasil analisis trend dan korelasi Pearson. Pola ini menunjukkan bahwa pada pertumbuhan awal ketimpangan nampak memburuk dan pada tahap-tahap berikutnya ketimpangan memiliki kecenderungan yang semakin menurun. Pada suatu waktu tertentu akan terjadi peningkatan ketimpangan lagi dan akhimya akan menurun lagi sehingga dapat dikatakan peristiwa tersebut seperti berulang kembali. Korelasi yang terjadi adalah korelasi positif artinya bahwa perubahan pada pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) akan diikuti perubahan pada indeks ketimpangan secara teratur, dengan arah yang sama atau dapat pula dengan arah berlawanan. Hubungan antara pertumbuhan dengan lndeks Williamson dan Indeks Entropi Theil untuk Kabupaten Nias selama periode 2000-2005 terbukti berlaku hipotesis Kuznets.
4.2 Saran Berdasarkan dari ketiga kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Nias guna mengurangi
ketimpangan
yang semakin melebar adalah sebagai berikut. I. Untuk daerah relatif tertinggal yakni Kecamatan Lolofitu Moi, Kecamatan
Mandrehe dan Kecamatan Afulu, Pemerintah Kabupaten Nias harus menjadikan keempat kecamatan ini menjadi daerah prioritas pembangunan dengan mengedepankan perencanaan pembangunan yang memperhatikan potensi kecamatan tersebut. Dari keempat kecamatan tersebut sektor penyumbang PDRB terbesar adalah sektor pertanian, ini artinya bahwa sektor pertanian merupakan sektor utarna
yang
harus dikembangkan dalam
49
peningkatan pendapatan per kapita kecamatan sehingga dapat mendorong meningkatnya nilai sektor lain serta dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Program konkrit yang dapat segera dilaksanakan yakni dengan melakukan pendidikan dan pelatihan serta studi banding dengan tujuan peningkatan SDM petani dalam mengetahui bibit tanaman pertanian yang bagus dan dalam mengelola lahan pertanian dengan menggunakan teknologi baru, peningkatan kualitas pendidikan baik formal maupun informal sebagai investasi masa depan guna peningkatan SDM dalam persaingan menghadapi dunia kerja berupa penyediaan sarana dan prasarana sekolah yang berkualitas dari jenjang SO hingga SMA, dan peningkatan fasilitas dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat berupa penyediaan tenaga kesehatan (dokter dan bidan) sesuai rasio kebutuhan ideal serta membuka keterisoliran kecamatan tersebut dengan membangun akses transportasi darat dari dan ke ibukota Kabupaten, dan hila memungkinkan kecamatan tersebut perlu dimekarkan untuk memperpendek rentang kendali pembangunan. 2. Untuk daerah maju tapi tertekan yakni Kecamatan Hiliduho, Kecamatan Namohalu Esiwa dan Kecamatan Lotu yang memiliki pertumbuhan yang relatif kecil, akibat tertekannya kegiatan utama kecamatan yang bersangkutan yakni sektor pertanian karena kurangnya mutu produksi mengakibatkan turunnya harga jual produksi pertanian maka program konkrit yang didapat dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Nias untuk kecamatan-kecamatan ini adalah pendidikan dan pelatihan peningkatan mutu hasil pertanian dengan memperkenalkan
dan
menyediakan
bibit-bibit
unggul
pertanian dan
pengenalan proses pengolahan produk pertanian secara luas sehingga
50
memiliki nilai tambah, peningkatan kualitas pendidikan baik formal maupun informal sebagai investasi masa depan guna peningkatan SDM dalam persaingan menghadapi dunia kerja berupa penyediaan sarana dan prasarana sekolah yang berkualitas, dan peningkatan fasilitas dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat berupa penyediaan tenaga kesehatan (dokter dan bidan) sesuai rasio kebutuhan ideal serta membuka keterisoliran kecamatan tersebut dengan membangun akses transportasi darat dari dan ke ibukota Kabupaten, dan bila memungkinkan kecamatan tersebut perlu dimekarkan untuk memperpendek rentang kendali pembangunan. 3. Untuk daerah berkembang cepat yakni Kecamatan Gunungsitoli, Kecamatan Gido, Kecamatan Idano Gawo, Kecamatan Bawolato dan Kecamatan Tuhemberua termasuk kecamatan berkembang cepat yang mempunyat potensi yang besar tetapi belum diolah secara baik, sehingga meskipun pertumbuhannya cepat tetapi pendapatannya masih di bawah pendapatan ratarata kabupaten, ini mengindikasikan bahwa pendapatan kecamatan tersebut masih relatif rendah dibandingkan kecamatan-kecamatan lain, sehingga pada masa depan harus terns dikembangkan agar memperoleh pendapatan per kapita yang tidak relatif rendah lagi, maka program konkrit yang dapat dilakukan Pemerintah Kabupaten Nias untuk kecamatan-kecamatan ini adalah dengan melakukan peningkatan mutu produksi dan pengenalan teknologi pengolahan pada sektor-sektor utama penyumbang PDRB berupa penyediaan bantuan modal usaha dan bantuan peralatan serta manajemen usaha dan membuka jalur pemasaran baik di luar Kabupaten maupun antarkecamatan. Keterkaitan pemasaran merupakan konsekuensi dari adanya proses produksi
51
di pusat pertumbuhan. Hasil-hasil produksi perlu dipasarkan di daerah belakangnya maupun ke daerah lainnya. Kedua keterkaitan tersebut memerlukan dukungan keterkaitan transportasi. Berarti bahwa antar pusatpusat pertumbuhan dengan daerah belakangnya dan antar pusat satu dengan pusat pertumbuhan lainnya terdapat prasarana tansportasi yang cukup memadai. 4. Untuk mempertahankan daerah maju dan turnbuh cepat yakni Kecamatan Alasa, Kecamatan Lahewa dan Kecamatan Sirombu pada umumnya daerah yang maju baik dari segi pembangunan atau kecepatan pertumbuhan maka Pemerintah Kabupaten Nias perlu memperhatikan pengembangan potensipotensi baru pertumbuhan yakni sektor perikanan laut dan perkebunan kelapa yang belum tergarap secara maksimal, untuk menyerap investasi baru sehingga kelangsungan pertumbuhan dan pendapatan per kapita dapat terus ditingkatkan. Program konkrit yang dapat dilakukan Pemerjntah Kabupaten Nias untuk itu adalah penyediaan bantuan pelatihan, modal usaha dan bantuan peralatan penangkapan ikan serta peralatan pendukungnya, dan untuk pemanfaatan basil perkebunan kelapa dilakukan dengan pemberian bantuan pelatihan, modal dan bantuan peralatan dalam pengolahan yang terkait dengan yang dihasilkan oleh pohon kelapa, baik dari isi, batok, sabut, batang, lidi hingga ke akar pohon kelapa. Kepada peneliti lebih lanjut, disarankan perlu melakukan pengkajian lebih mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan dan identifikasi sektor ungggulan dalam peningkatan PDRB dan pendapatan per kapita Kabupaten Nias.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Soleman H, 2004, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional: Studi Empiris di Provinsi Maluku Utara, 1984-2002. Tesis S-2, Sekolah Pascasarjana, UGM, tidak dipublikasikan. Akita, Takahiro, 2000, Decomposing Regional Income Inequality using TwoStage Nested Theil Decomposition Method. Working Paper No.2 June 2000. , 2001, Regional Income Inequality in' China A Two-Stage Nested Inequality Decomposition Analysis. Working Paper No.9, October 2001. , 2004, Sectoral Decomposition of Regional Income Inequality in Indonesia A Comparison with Postwar Japan. IUJ Research Institute Working Paper 2004-3. International Development Series. Aprija, Ikhsan, 2004, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan antarkecamatan di Kabupaten Langkat. Tesis S-2, Sekolah Pascasarjana, UGM, tidak dipublikasikan. Ardani, Amirudin, 1992, "Analisis of Regional Growth and Disparity: the Impact Analysis of The Project on Indonesian Development", Ph.D. Dissertatation City and Regional Planning, University of Pennsylvania Philadelphia, USA (tidak dipublikasikan). Arsyad, Lincolin, 1999, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE, Jogjakarta. Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias, Nias Dalam Angka, beberapa terbitan, BPS Nias, Gunung Sitoli. Boediono, 1999, Teori Pertumbuhan Ekonomi, Edisi Pertama, Cetakan Keenam, BPFE, Yogyakarta. Brojonegoro, Bambang P.S., 1999, "The Impact of Current Asian Economic Crisis to Regional Development Pattern in Indonesia", Paper, LPEMFEUI, Jakarta. Hartanti, lka, 2003, Kesenjangan Antardaerah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis S-2, Sekolah Pascasarjana, UGM, tidak dipublikasikan. Heshmati, Almas, 2004, A Review of Decomposition of Income Inequality, MTT Economic Research and IZA Bonn, Discussion Paper No. 1221, July.
52
53
Jianhua, Xu., Nanshan, Ai., Yan, Lu., Yong, Chen, Yiying, Ling, and Wenze, Yue, 2003, Quantitative Analysis on the Disparity of Regional Economic Development in China and Its Evolution from 1952 to 2000. Regional Development Studies, vol.9, 2003, UNCRD. Kartasasmita, G., 1996, Pembangunan untuk Rakyat-Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, P.T. Pusataka Cidesindo, Jakarta. Kuncoro, Mudrajad, 1997, Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan, Edisi Pertama Cetakan Kedua, Bagian Penerbitan AMP YKPN, Yogyakarta. , 2001, Ana/isis Spasial dan Regional : Studi Aglomerasi dan Kluster Indonesia, UPP AMP YKPN~ Y ogyakarta. , 2004, Otonomi dan Pembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang, Erlangga, Jakarta. Kuncoro, Mudrajad, dan Aswandi, H., 2002, Evaluasi Penetapan Kawasan Andalan: Studi Empiris di Kalimantan Selatan 1993 - 1999, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 17, No. 1. 27 - 45. UGM, Jogjakarta. Majidi, Nasyith, 1997, Anggaran Pembangunan dan Ketimpangan Ekonomi antar Daerah, Prisma, LP3ES Nomor 3; 3-16, Jakarta. Nopirin, 1994, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro & Mikro, BPFE-UGM, Yogyakarta. Qian, Xiaolei and Smyth, Russell., 2005, Measuring Regional Inequality of Education In China: Widening Coast-Inland Gap or Widening RuralUrban Gap?. Department of Economics, Monash University, Australia. ABERU Discussion Paper I 2, 2005. Setyarini,
Djati, 1999, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah di Propinsi Jawa Tengah. Tesis S-2, Sekolah Pascasarjana, UGM, tidak dipublikasikan.
Soukiazis, Elias., and Antunes, Micaela, 2004, The evolution of real disparities in Portugal among the NUTS III regions. An empirical analysis based on the convergence approach. European Regional Science Association. Subagyo, Pangestu dan Djarwanto Ps., 2005, Statistika Induktif, Edisi Kelima Cetakan Pertarna, BPFE, Jogjakarta. Sukimo, Sadono, 1985, Ekonomi Pembangunan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Lembaga Penerbit FE
54
Sutarno, 2002, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan antar Kecamatan di Kabupaten Banyumas periode 1993 - 2000. Tesis S-2, Sekolah Pascasrujana, UGM, tidak dipublikasikan. Sjafrizal, 1997, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat, Prisma, LP3ES, Nomor 3; 27-38, Jakarta. Todaro, Michael P., 2003, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jilid 1, Edisi Kedelapan (diteijemahkan oleh Haris Munandar), Jakarta: Erlangga. Williamson, J.G., 1965, "Regional inequality and The Process of National Development, a description of Pattern", Economic Development and Cultural Change, Vol. XXXVII No. 27, 11-13. Wei, Yehua, D., and Fan, Cindy, 2000, "Regional Inequality in China : A Case Study of Jiangsu Province", Asian Economic Journal, Vol. 52, 455-469. Ying, Long G., 2000, China's Changing Regional Disparities during the Reform Period. Economic Geography. Vol. XXIV No. 7. 59-70.
Lampiran 1
Indeks Williamson Kabupaten Nias, 2000
NO
KECAMATAN
PDRB(JUTA RUPIAH)
PDRBPER KAPITA(Rp)
Yi-Y
(Yi- Y)'
JMLH PENDUDUK (ORG)
(Yi - Y)' flln
flln
I
IDANOGAWO
74,628.61
2,333,447.02
(1,012,352)
I ,024,857,573,280.31
31,982
0.08
79,249,911,839.06
2
BAWOLATO
32,994.47
I, 721,656.36
(1,624,143)
2,637,841,003,478.98
19,164
0.05
122,228,123,654.99
3
GIOO
119,749.74
2,649,529.19
(696,270)
484,792,362,739.40
45,197
0.11
52,977,263,085.47
4
LOLOFITU MOl
59,328.90
I ,886,030.04
(1,459,769)
2,130,926,916,446.37
31,457
0.08
162,074,280,366.58
5
SIROMBU
80,245.54
4,821,269.84
1,475,470
2,177,012,662,652.50
16,644
0.04
87,608,913,803.88
6
MANDREHE
94,580.05
2,124,395.42
(1,221,404)
I ,491,827,965,648.01
44,521
0.11
160,587,155,048.91
7
HILIDUHO
98,478.72
3,484,254.20
138,455
19,169,698,219.91
28,264
0.07
1,310,013,264.66
8
GUNUNGSITOLI
172,116.14
2,3 70,572.17
(975,227)
951,068,373,000.61
72,605
0.18
166,958,307,673.40
9
TUHEMBERUA
100,698.76
2,548,612.98
(797,187)
635,506,376,188.65
39,511
0.10
60,711,085,819.55
10
LOTU
58,344.41
4,941,458.24
1,595,659
2,546,126,765,385.82
11,807
0.03
72,686,207,116.40
II
ALAS A
94,386.14
3,471,900.36
126,101
15,901,421,882.75
27,186
0.07
1,045,213,01337
12
NAMOHALU ESIWA
69,112.01
5,356,799.89
2,011,000
4,044,122,489,977.88
12,902
0.03
126,153,780,736.44
145,390.51
6,161,431.31
2,815,632
7,927,782,378,235.75
23,597
0.06
452,307,761,289.11
26,000.78
2,969,836.22
(375,963)
141,348,398,898.89
8,755
0.02
1,226,054.78
46,841,193.25
87,575.34
3,345,799.52
13
LAHEWA
14
AFULU
Total
Rata-rata
413,592
2,992,076,499.24 1,548,890,093,211.66
IW
8.3719721
Sumber: BPS Kabupaten Nias, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha, 2006 (diolah)
55
56
Lampiran 2
lndeks Williamson Kabupaten Nias, 2001
KECAMATAN
NO
I
IDANOGAWO
2
BAWOLATO
3
GIOO
PDRB(JUTA RUPIAH)
PDRBPER KAPITA(Rp)
79,566.88
2,479,867.52
(1,073,373)
1,152,129,058,.236.92
Yi-Y
(Yi- Y)'
JMLH PENDUDUK (ORGl
ft/n
(Yi- Y)' filn
32,085
0.08
89,091,527,128.92
35,028.71
1,821,935.83
(1,731,304)
2,997,415,090,394.80
19,.226
0.05
138,889,501,615.49
127,475.75
2,811,416.97
(741,823)
550,301,816,885.75
45,342
0.11
60,136,021,873.02 182,.297,726,356.72
4
LOLOFITU MOl
63,.276.77
2,005,073.11
(1,548,167)
2,396,821,574,785.85
31,558
0.08
5
SIROMBU
85,156.05
5,099,875.94
1,546,636
2,392,081,886,053. 79
16,698
0.04
96,.263,884,616.90
6
MANDREHE
100,463.96
2,.249,311.93
( 1,303,928)
1,700,.229,125,094.95
44,664
0.11
183,020,404,776.84
7
HILIDUHO
104,481.36
3,684,765.34
131,525
17 ,.298,844,492.82
28,355
0.07
1,182,163,406.49
8
GUNUNGSITOLI
184,867.00
2,538,017.12
(1,015,223)
1,030,678,044,183.72
72,839
0.18
180,933,639,366.15
9
TUHEMBERUA
107,542.53
2, 713,086.22
(840,154)
705,858,828,357.69
39,638
0.10
67,431,984,179.16
10
LOTU
62,501.81
5,276,574.09
1,723,334
2,969,879,433,782.30
11,845
0.03
84,783,395,143.30
100,495.10
3,684,745.23
131,505
17,.293,553,058.14
27,273
0.07
1,136,718,894.52
II
ALASA
12
NAMOHALU ESIWA
13
LAHEWA
14
AFULU
Total
Rala-rala
73,570.17
5,684,041.24
2,130,801
4,540,312,752,668.40
12,943
0.03
141,632,114,480.81
154,970.46
6,546,332.10
2,993,092
8,958,598,697,645.57
23,673
0.06
511,119,443,987.73
(402,919)
162,343,791,981.55
8,783
O.o2
27,669.75
3,150,321.18
1,307,066-28
49,745,363.82
93,361.88
3,553,240.27
414,914
3,436,508,998.83 1,741,355,034,814.87
IW
Sumber: BPS Kabupaten Nias, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha, 2006 (diolah)
0.3713805
57
Lampiran 3 Indeks WiUiamson Kabupaten Nias, 2002
NO
KECAMATAN
PDRB(JUfA RUPIAH)
PDRBPER KAPITA(Rp)
Yi-Y
(Yi- Y'f
JMLH PENDUDUK (ORG)
flhl
(Yi - Y'f fila
I
IDANOGAWO
87,106.05
2,681,692.48
(1,167,104.18)
1,362,132,157,348.20
32,482
0.08
105,330,590,511.5 I
2
BAWOLATO
38,551.23
1,980,667.48
(1,868,129.18)
3,489,906,632,625.32
19,464
0.05
161,709,799,367.86
3
GIOO
139,699.60
3,043,388.00
(805,408.66)
648,683,102,332.51
45,903
0.11
70,886,956,999.86
4
LOLOFITU MOl
69,264.42
2,168,006.28
(1,680,790.38)
2,825,056,.285,824.19
31,948
0.08
214,868,450,431.70
5
SIROMBU
93,503.75
5,531,432.30
1,682,635.65
2,831,262,714,946.26
16,904
0.04
113,937,716,305.08
6
MANDREHE
110,582.75
2,445,632.72
(1.403,163.94)
1,968,869,052,078.50
45,.216
0.11
211,938,029,731.06
7
HILIDUHO
114,563.39
3,990,996.61
142,199.95
20,220,825,867.64
28,705
0.07
1,381,844,920.31
8
GUNUNGSITOLI
199,977.88
2,711,949.42
(1,136,847.24)
1,292,421,637,833.08
73,740
0.18
226,882,.246,932.79
9
TUHEMBERUA
117,624.28
2,931,195.70
(917,600.96)
841,991,518,761.04
40,128
0.10
80,436,988,94322
68,416.25
5,705,362.17
1,856,565.51
3,446,835,491,440.53
11,992
0.03
98,399,420,576.00
10
LOTU
II
ALASA
12
NAMOHALU ESIWA
13
LAHEWA
14
AFULU
Total
Rata-rata
110,597.10
4,005,629.59
156,832.93
24,596,567,113.44
27,610
0.07
1,616,751,773.58
81,456.68
6,.216,510.14
2,367,713.48
5,606,067,112,422.71
13,103
0.03
174,877,631,191.18
169,396.89
7,068,366.00
3,219,569.34
I 0,365,626, 722,519.20
23,965
0.06
591,395,322,617.90
30,252.52
3,402,324.34
(446,472.32)
199,337,536,217.95
8,892
0.02
1,430.,991.81
53,883,153.23
102,213.77
3,848, 796.66
420,053
4,.219,596,133.96 2,057,881,346,436.00
IW
Sumber: BPS Kabupaten Nias, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha, 2006 (diolah)
0.3727lll
58
Lampiran4 Indeks Williamson Kabupaten Nias, 2003
KECAMATAN
NO
IDANOGAWO
I
2
BAWOLATO
3
GIDO
PDRB(JUTA RUPIAH)
PDRBPER KAPITA(Rp)
93,470.32
2,852,338.42
(1,224,799.36)
1,500, i 33,481,986.26
Yi-Y
(Yi- Y)2
JMLH PENDUDUK (ORGI
vr
fila
(Yi-
32,770
0.08
116,001,919,968.84
fl!n
41,361.65
2,106,385.99
(1,970,751.79)
3,883,862,635,807.97
19,636
0.05
179,964,312,436.74
149,765.51
3,234,005.03
(843,132 75)
710,872,838,972.88
46,310
0.11
77,682,942,853.67
74,034.37
2,296,944.22
(1,780,193.56)
3,169,089,098,558.26
32,232
0.08
241,034,937,004.30
4
LOLOFITU MOl
5
SIROMBU
100,625.62
5,900,432.22
1,823,294.43
3,324,402,595,094.58
17,054
0.04
133,783,007,053.42
6
MANDREHE
118,219.34
2,591,546.94
(1,485,590.84)
2,206,980,140,169.68
45,617
0.11
237,569,391,458.19
7
HILIDUHO
123,280.08
4,256,916.22
179,778.44
32,320,287,369.77
28,960
O.o?
2,208,694,403.35
8
GUNUNGSITOLI
215,287.87
2,893,915.73
( 1,183,222.05)
1,400,014,412,905.92
74,393
0.18
245,769,961,164.50
9
TUHEMBERUA
125,704.54
3,105,027.87
(972,109.91)
944,997,674,498.54
40,484
0.10
90,277,355,295.52
10
LOTU
II
ALASA
12
NAMOHALU ES!WA
13
LAHEWA
14
AFULU
Total
Rata-rata
72,381.61
5,982,998.54
1,905,860. 76
3,632,305,222,090.10
12,098
0.03
103,694,165,299.27
117,858.56
4,231,115.71
153,977.92
23,709,201,318.78
27,855
0.07
1,558,424,51938
85,795.90
6,490,126.49
2,412,988.71
5,822,514,518,285.64
13,219
0.03
181,629,567,772.70
182,070.01
7,530,411.69
3,453,273.91
11,925,100,663,650.10
24,178
0.06
680,368,774,896.06
32,363.63
3,607,763.87
(469,373.91)
220,311,866,088.97
8,971
0.02
4,663,582,765.45
1,5ll,ll9.01
57,079,928..94
109,444.21
4,077,137.78
423,777
1,296,207,036,891.39
IW
Surnber: BPS Kabupaten Nias, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha, 2006 (diolah)
0.3716637
59
Lampiran 5
lndeks Williamson Kabupaten Nias, 2004
NO
KECAMATAN
I
IDANOGAWO
2
BAWOLATO
3
GIDO
4
LOLOFITU MOl
vr
PDRB(JUTA RUPIAH)
PDRBPER KAPITA (Rp)
98,247.12
2,939,845.26
(1,271,805.93)
I ,617,490,329,248.49
Yi-Y
(Yi-
JMLH PENDUDUK (ORG)
vr fila
fila
(Yi-
33,419
0.08
125,102,750,340.53 203,226,456,729.36
43,471.07
2,134,966.47
(2,076,684.72)
4,312,619,421,961.92
20,361
0.05
157,458.13
3,339,747.34
(871 ,903.85)
760,216,328,192.98
47,147
0.11
82,950,395,875.73
77,688.38
2,374,579.76
(I ,837 ,071.43)
3,374,831,449,531.33
32,717
0.08
255,535,480,205.48
5
SIROMBU
105,853.28
6, I 03,352.26
1,891,701.07
3,578,532,934,865.57
17,343
0.04
143,638,442,535.07
6
MANDREHE
124,068.82
2,659,541.39
(I ,552,109.81)
2,409,044,848,206.71
46,650
0.11
260,094,157,383.21
7
HILIDUHO
129,867.13
4,410,776.62
199,125.43
39,650,937,753.87
29,443
O.Q7
2,70 I ,888,635.31
8
GUNUNGSITOLI
226,887.56
2,970,022.48
(1,241,628.71)
I ,541,641,847,563.42
76,393
0.18
272,561,338,078.51
9
TUHEMBERUA
132,034.92
3,227,260.47
(984,390.72)
969,025,093,914.69
40,912
0.09
91,752,861,246.74
10
LOTU
II
ALASA
12
NAMOHALU ESIW A
13
LAHEWA
14
AFULU
Total Rala-r.~ta
75,985.61
6,215,603.18
2,003,951.99
4,015,823,590,097.91
12,225
0.03
113,619,398,623.84
123,721.58
4,362,256.99
150,605.80
22,682,107,160.94
28,362
0.07
1,488,837,947.72
89,905.08
6,679,815.90
2,468,164.70
6,091,837,003,812.00
13,459
0.03
189,757,007,370.65
191,562.38
7,804,015.98
3,592,364.79
12,905,084,753,644.80
24,547
0.06
733,132,951,567.25
34,073.50
3,741,332.58
(470,318.61)
221,199,596,945.40
9,107
0.02
4,662,346,911.78
1,610,824.57
58,963,116.68
115,058.90
4,211,651.19
432,086
2,480,224,313,451.15
IW
Sumber: BPS Kabupaten Nias, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha, 2006 (diolah)
OJ739324
60
Lampiran 6
lndeks Williamson Kabupaten Nias, 2005
I
JMLH PENDUDUK (ORG)
PDRB(JUTA RUPIAH)
PDRBPER KAPITA(Rp)
lDANOGAWO
95,128.70
2,898,() 12.26
( 1,036,431. 72)
1,074,190,700,101.57
32,825
42,079.76
1,851,140.24
(2,083,303.74)
4,340,154,464,976.68
22,732
151,606.84
3,056,508.88
(877,935.10)
770,770,036,775.10
49,601
0.11
86,533,717,050.32
74,941.32
2,304,366.23
(1,630,077.74)
2,657,153,436,100.83
32,521
0.07
195,593,268,169.36
KECAMATAN
NO
2
BAWOLATO
3
GlDO
4
LOLOFITU MOl
Yi-Y
(Yi- rf
fila
(Yi- rf fila
0.07
79,810,516,256.05
0.05
223,309,172,463.89
5
SIROMBU
101,767.54
6,122,171.89
2,187,727.91
4, 786,1 53,421,341.68
16,623
0.04
180,076,810,794.53
6
MANDREHE
119,533.49
2,608,780.92
(1,325,663.05)
1,757,382,531,438.64
45,820
0.10
182,257,627,413.54
7
HILIDUHO
124,233.43
4,297,865.75
363,421.78
132,075,386,622.26
28,906
0.07
8,641,217,089.89
8
GUNUNGSITOLI
219,223.62
2,887 ,I 53.25
(1,047,290.73)
1,096,817,868,287.45
75,931
0.17
188,S03,S05,340.66
9
TUHEMBERUA
127,971.44
3,098,813.47
(835,630.50)
698,278,340,428.86
41,297
0.09
65,269,999,470.96 143,570,036,617 .SO
10
LOTU
II
ALASA
12
NAMOHALU ESIWA
13
LAHEWA
14
AFULU
Tocal Rata-rala
72,994.38
6,268,328.58
2,333,884.60
5,447,017,348,205.45
11,645
0.03
119,407.00
3,904,598.42
(29,845.55)
890,756,956.79
30,581
0.07
61,656,667.51
85,857.69
6,159,382.30
2,224,938.32
4,950,350,542,558.37
13,939
0.03
156,187,188,893.83
185,391.31
6,197,681.45
2,263,237.47
5,122,243,852,658.96
29,913
0.07
346,806,938,004.01
32,466.46
3,427,412.01
(507,031.96)
257,081,407,824.27
9,473
0.02
5,511,967,667.13
I,SS:Z,601.98
55,081,115..64
llG,!IOO.ll
3.934,443.97
441,807
1,861,133,611,199.17
JW
Sumber: BPS .Kabupaten Nias, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha, 2006 (diolah)
1.3461343
61
Lampiran 7
lndeks Entropi Theil Kabupaten Nias, 2000
KECAI\fA TAN
NO
IDANOGAWO
I
PDRB PER KAPITA (Rp) 2,333,447.02
JMLH PENDUDUK (ORG)
Y;/Y
P;IP
Log Y;/Y (a)
Log P;IP (b)
31,982
0.050
0.08
(1.303)
(1.112)
(0.191)
(a)- (b)
Entropi Theil
(0.01)
2
BAWOLATO
I, 721.656.36
19,164
0.037
0.05
(1.435)
(1.334)
(0.101)
(0.410)
3
GIDO
2,649,529.19
45,197
0.057
0.11
(1.247)
(0.961)
(0.286)
(0.02)
4
LOLOFITU MOl
1,886,030.04
31,457
0.040
0.08
(1.395)
(1.119)
(0.276)
(0.01)
5
SIROMBU
4,821,269.84
16,644
0.103
0.04
(0.987)
(1.395)
0.408
0.04
6
MANDREHE
2,124,395.42
44,521
0.045
0.11
(1.343)
(0.968)
(0.375)
(0.02)
7
HILIDUHO
3,484,254.20
28,264
0.074
0.07
(1.129)
(1.165)
0.037
0.00
2,370,572.17
72,605
0.051
0.18
(1.2%)
(0.756)
(0.540)
(0.03)
8
GUNUNGSITOLI
9
TUHEMBERUA
2,548,612. 98
39,511
0.054
0.10
(1.264)
(1.020)
(0.244)
(0.01)
10
LOTU
4,941,458.24
11,807
0.105
O.o3
(0.977)
(1.544)
0.568
0.06
II
ALAS A
3,471,900.36
27,186
0.074
O.o7
(1.130)
(1.182)
0.052
0.00
12
NAMOHALU ESIWA
5,356,799.89
12,902
0.114
0.03
(0.942)
(1.506)
0.564
0.06
13
LAHEWA
6,161,431.31
23,597
0.132
0.06
(0.881)
(1.244)
0.363
0.415
14
AFULU
2,969,836.22
8,755
0.063
0.02
(1.198)
(1.674)
0.476
0.03
46,841,193.25
413,592
Total Rata-rata
3,345,799.52
0.15 lndeks Theil
0.1527
Sumber: BPS Kabupaten Nias, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha, 2006 (diolah)
62
Lampiran 8
lndeks Entropi Theil Kabupaten Nias, 2001
KECAMATAN
NO
PDRBPER KAPITA (Rp)
JMLH PENDUDUK (ORG)
\';N
P;IP
Log Y,N (a)
Log P;IP (b)
(a)- (b)
Entropi Theil
IDANOGAWO
2,419,861.52
32,085
0.050
0.08
( 1.302)
(1.112)
(0.191)
(0.01)
2
BAWOLATO
1,821,935.83
19,226
0.037
0.05
( 1.436)
(1.334)
(0.102)
(0.00)
I
3
GIOO
2,811,416.97
45,342
0.057
0.11
(1.248)
(0.961)
(0.286)
(0.02)
4
LOLOFITU MOl
2,005,073.11
31,558
0.040
0.08
(1.395)
(1.119)
(0.276)
(0.01)
5
SIROMBU
5,099,875.94
16,698
0.103
0.04
(0.989)
(1.395)
0.406
0.04
6
MANDREHE
2,249,311.93
44,664
0.045
0.11
(1.345)
(0.968)
(0.377)
(0.02)
7
HILIDUHO
3,684,765.34
28,355
0.074
O.o?
(1.130)
(1.165)
0.035
0.00
8
GUNUNGSITOLI
2,538,017.12
72,839
0.051
0.18
(1.292)
(0.756)
(0.537)
(0.03)
9
TUHEMBERUA
2,713,086.22
39,638
0.055
0.10
(1.263)
(1.020)
(0.243)
(0.01)
10
LOTU
5,276,574.09
11,845
0.106
0.03
(0.974)
(1.544)
0.570
0.06
II
ALAS A
3,684,745.23
27,273
0.074
0.07
(1.130)
(1.182)
0.052
0.00
12
NAMOHALU ESIWA
5,684,041.24
12,943
0.114
0.03
(0.942)
(1.506)
0.564
0.06
(1.244)
0.363
o.os
(1.674)
0.476
0.03
13
LAHEWA
14
AFULU
Total Rata-rata
23,673
0.132
0.06
(0.881)
3,150,321.18
8,783
0.063
0.02
(1.198)
49,745,363.82
414,924
6,546,332.10
3,553,240.27
0.15 lndeks Theil
Sumber: BPS Kabupaten Nias, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha, 2006 (diolah)
0.1526
63
Lampiran 9 lndeks Entropi Theil Kabupaten Nias, 2002
~0
KECAMATAN
PDRB PER KAPITA (Rp)
JMLH PENDUDUK (ORG)
Y,/Y
P;IP
Log Y,/Y (a)
Log PtfP (b)
(a)- (b)
Entropi Theil
I
IDANCXJAWO
2,681,692.48
32,482
0.050
0.08
( 1.303)
(1.112)
(0.191)
(0.01)
2
BAWOLATO
1,980,667.48
19,464
0.037
0.05
(1.435)
(1.334)
(0.101)
(0.00)
3
GIDO
3,043,388.00
45,903
0.056
0.11
(1.248)
(0.961)
(0.287)
(0.02)
4
LOLOFITU MOl
2,168,006.28
31,948
0.040
0.08
(1.395)
(1.119)
(0.277)
(0.01)
5
SIROMBU
5,531,432.30
16,904
0.103
0.04
(0.989)
(1.395)
0.407
0.04
6
MANDREHE
2,445,632. 72
45,216
0.045
0.11
(1.343)
(0.968)
(0.375)
(0.02)
7
HILIDUHO
3,990,996.61
28,705
0.074
0.07
(1.130)
(1.165)
0.035
0.00
8
GUNUNGSITOLI
2,711,949.42
73,740
0.050
0.18
(1.298)
(0.756)
(0.543)
(0.03)
9
TUHEMBERUA
2,931,195.70
40,128
0.054
0.10
(1.264)
(1.020)
(0.245)
(0.01)
10
LOTU
5, 705,362.17
11,992
0.106
0.03
(0.975)
(1.544)
0.569
0.06
II
ALAS A
4,005,629.59
27,610
0.074
0.07
(1.129)
(1.182)
0.053
0.00
12
NAMOHALU ESIWA
6,216,510.14
13,103
0.115
0.03
(0.938)
(1.506)
0.568
0.07
13
LAHEWA
7,068,366.00
23,965
0.131
0.06
(0.882)
(1.244)
0.362
o.os
14
AFULU
3,402,324.34
8,892
0.063
0.02
(1.200)
(1.674)
0.475
53,883,153.23
420,053
Total Rata-rata
3,848,796.66
0.03 0.15
lndeks Theil
0.1534
Sumber: BPS Kabupaten Nias, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha, 2006 (diolah)
64
Lampiran 10
Indeks Entropi Theil Kabupaten Nias, 2003
KECAMATAN
NO
IDANOGAWO
I
PDRB PER KAPITA (Rp)
2,852,338.42
JMLH PENDUDUK (ORG)
32,770
Y1 N
P1 /P
(a)
Log P;IP (b)
Log Y1 N
(a)- (b)
Entropi Theil
0.050
0.08
( 1.301)
( 1.112)
(0.190)
(0.01)
2
BAWOLATO
2,106,385.99
19,636
0.037
0.05
(1.433)
(1.334)
(0.099)
(0.00)
3
GIDO
3,234,005.03
46,310
0.057
0.11
(1.247)
(0.961)
(0.285)
(0.02)
4
LOLOFITU MOl
2,296,944.22
32,232
0.040
0.08
(1.395)
(1.119)
(0.276)
(0.01)
5
SIROMBU
5,900,432.22
17,054
0.103
0.04
(0.986)
(1.395)
0.410
0.04
6
MANDREHE
2,591 ,546. 94
45,617
0.045
0.11
(1.343)
(0.968)
(0.375)
(0.02)
7
HILIDUHO
4,256,916.22
28,960
0.075
0.07
(1.127)
(1.165)
0.038
0.00
8
GUNUNGSITOLI
2,893,915.73
74,393
0.051
0.18
(1.295)
(0.756)
(0.539)
(0.03)
9
TUHEMBERUA
3,105,027.87
40,484
0.054
0.10
(1.264)
(1.020)
(0.245)
(0.01)
10
LOTU
5,982,998.54
12,098
0.105
0.03
(0.980)
(1.544)
0.565
0.06
II
ALAS A
4,231,115.71
27,855
0.074
0.07
(1.130)
(1.182)
0.052
0.00
6,490,126.49
13,219
0.114
0.03
(0.944)
(1.506)
0.562
0.06
7,530,411.69
24,178
0.132
0.06
(0.880)
(1.244)
0.364
0.05
3,607,763.87
8,971
0.063
0.02
(1.199)
(1.674)
0.475
0.03
57,079,928.94
423.777
13
NAMOHALU ESIWA LAHEWA
14
AFULU
12
Total Rata-rata
4,077,137.78
0.15 lndeks Theil
0.1521
Sumber: BPS Kabupaten Nias, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha. 2006 (diolah)
65
Lampiran 11
Indeks Entropi Theil Kabupaten Nias, 2004
NO
I
KECAMATAN
IDANOGAWO
PDRB PER KAPITA (Rp) 2,939,845.26
JMLH PENDUDUK (ORG) 33,419
V1 N
P;IP
0.050
0.08
Log V;N (a)
Log P;IP
(1.302)
(1.112)
(0.191)
(0.01)
(a)- (b)
Entropi Theil
(b)
2
BAWOLATO
2,134,966.47
20,361
0.036
0.05
(1.441)
(1.327)
(0.114)
(0.00)
3
GIDO
3,339,747.34
47,147
0.057
0.1 I
(1.247)
(0.962)
(0.285)
(0.02)
4
LOLOFITU MOl
2,3 74,579.76
32,717
0.040
0.08
(1.395)
(1.121)
(0.274)
(0.01)
5
SIROMBU
6, I 03,352.26
17,343
0.104
0.04
(0.985)
(1.396)
0.411
0.04 (0.02)
6
MANDREHE
2,659,541.39
46,650
0.045
0.11
(1.346)
(0.967)
(0.379)
7
HILIDUHO
4,41 0, 776.62
29,443
0.075
0.07
(1.126)
(1.167)
0.041
0.00
8
GUNUNGSITOLI
2,970,022.48
76,393
0.050
0.18
(1.298)
(0.753)
(0.545)
(0.03)
9
TUHEMBERUA
3,227,260.47
40,912
0.055
O.o9
(1.262)
(1.024)
(0.238)
(0.01)
10
LOTU
6,215,603.18
12,225
0.105
0.03
(0.977)
(1.548)
0.571
0.06
II
ALAS A
4,362,256.99
28,362
0.074
0.07
(1.131)
(1.183)
0.052
0.00
12
NAMOHALU ESIWA
6,679,815.90
13,459
0.113
0.03
(0.946)
(1.507)
0.561
0.06
13
LAHEWA
7,804,015.98
24,547
0.132
0.06
(0.878)
(1.246)
0.367
0.05
14
AFULU
3,741,332.58
9,107
0.063
0.02
(1.198)
(1.676)
0.479
0.03
Total
58.963,116.68
432,086
Rata-rata
4,211,651.19
0.15 lndeks Theil
Sumber: BPS Kabupaten Nias, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha, 2006 (diolah)
0.1538
66
Lampiran 12
lndeks Entropi Theil Kabupaten Nias, 2005
NO
KECAMATAN
PDRB PER KAPITA (Rp)
JMLH PENDUDUK (ORG)
Yi/Y
pi fP
Log
v.IY (a)
Log PdP (b)
(a)- (b)
Entropi Theil
I
IDANOGAWO
2,898,012.26
32,825
0.053
0.07
(1.279)
(1.129)
(0.150)
(0.01)
2
BAWOLATO
1,851,140.24
22,732
0.034
0.05
(1.474)
(1.289)
(0.185)
(0.01)
3
GIDO
3,056,508.88
49,601
0.055
0.11
(1.256)
(0.950)
(0.306)
(0.02)
4
LOLOFJTU MOl
2,304,366.23
32,521
0.042
0.07
(1.378)
(1.133)
(0.245)
(0.01)
5
SIROMBU
6,122,171.89
16,623
0.111
0.04
(0.954)
(1.425)
0.470
0.05
6
MANDREHE
2,608, 780.92
45,820
0.047
0.10
(1.325)
(0.984)
(0.340)
(0.02)
7
HILIDUHO
4,297,865. 75
28,906
0.078
0.07
(L108)
(L184)
0.076
0.01
8
GUNUNGSITOLI
2,887' 153.25
75,931
0.052
0.17
(1.281)
(0.765)
(0.516)
(0.03)
9
TUHEMBERUA
3,098,813.47
41,297
0.056
0.09
(1.250)
(1.029)
(0.221)
(0.01)
10
LOTU
6,268,328.58
11,645
0.114
0.03
(0.944)
(1.579)
0.635
0.07 0.00
II
ALAS A
3,904,598.42
30,581
0.071
O.o?
(Ll49)
(Ll60)
0.010
12
NAMOHALU ESIWA
6,159,382.30
13,939
0.112
0.03
(0.951)
(1.501)
0.550
0.06
13
LAHEWA
6,197,681.45
29,913
0.113
0.07
(0.949)
(L169)
0.221
0.02
14
AFULU
0.062
O.Ql
(1.206)
(1.669)
0.463
0.03
3,427,412.01
9,473
Total
55,082.215.64
441,807
Rata-rata
3,934,443.97
O.IS
lndeks Theil
Sumber: BPS Kabupaten Nias, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha, 2006 (diolah)
0.1494
67
Lampiran 13
Tipologi Klassen Kabupaten Nias, 2000-2005
NO I
KECAMATAN Ida no Gawo
KLASSEN
PERTUMBUHAN r;
r
5.0670
4.9035
PDRB PERKAPITA
r
y
r;>r
Y1
2,770.351.19
3,925,053.98
1,979,019.20
3,925,053.98
Y;
y
2
Bawolato
5.0822
4.9035
ri>r
Y1
3
Gido
4.9333
4.9035
ri>r
Y1
3,097,013.24
3,925,053.98
4
Lolofitu Moi
4.8806
4.9035
r;
Y1
2,229,793.92
3,925,053.98
5
Sirombu
4.9748
4.9035
ri>r
Y;>Y
5,751,452.92
3,925,053.98
6
Mandrehe
4.8983
4.9035
ri
Y;
2,510,962.78
3,925,053.98
7
Hiliduho
4.8717
4.9035
r 1
Y1 >Y
4,128,264.11
3,925,053.98
8
Gunungsitoli
5.0496
4.9035
r 1 >r
Y1
2,800,211.60
3,925,053.98
9
Tuhemberua
4.9998
4.9035
r; >r
Y;
3,015,076.75
3,925,053.98
10
Lotu
4.6854
4.9035
r;
Y1 >Y
5,889, 773.3 I
3,925,053.98
II
Ala sa
4.9155
4.9035
ri>r
Y;>Y
4,037,669.19
3,925,053.98
12
Namohalu Esiwa
4.5570
4.9035
r;
Y1 >Y
6,245,975.21
3,925,053.98
13
Lahewa
5.0743
4.9035
r;>r
Y;>Y
7,029.361.44
3,925,053.98
14
Afulu
4.6597
4.9035
ri
Y1
3,465,830.80
3,925,053.98
Sumber: BPS Kabupaten Nias, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha, 2006 (diolah)
68
Lampiran 14
lndeks Williamson Provinsi Sumatera Utara, 2000-2004
TAHUN
INDEKS WILLIAMSON
2000
0.3406
2001
0.3517
2002
0.3631
2003
0.3701
2004
0.3914
RATA-RATA
0.3634
Sumber: BPS Kabupaten Nias, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha, 2005 (diolah)
69
Lampiran 15
Perhitungan Korelasi Pearson Kabupaten Nias, 2001-2005
TAHUN
INDEKS WILLIAMSON (Xit)
INDEKS ENTROPI THEIL
0.3714 0.1526 0.3727 0.1534 0.1521 0.3717 0.3739 0.1538 0.3468 0.1494 0.7613 1.8365 Sumber: Lampiran:1-12 (diolah)
r=
Korelasi Pearson untuk Indeks Williamson :
= xr
rxr
[5x0,0928)- 0,4532 .J5x0,6751- 3,3729.J5x0,0223- 0,0609
= 0,9393
Korelasi Pearson untuk Indeks Entropi Theil:
r
xr
rxr
=
[5x0,0379)- 0,1879
--;:::========~======
.J5x0,1159- 0,5795.J5x0,0223- 0,0609
= 0,8656
(Yi)
(Xi2)
2001 2002 2003 2004 2005
r
PERTUMBUHAN
0.0661 0.0948 0.0707 0.0513 -0.0361 0.2468
70
Lampiran 16
Perhitungan t hitung Korelasi Pearson Kabupaten Nias, 2001-2005
t hitung untuk Indeks Williamson:
-+ t = 0,9393
5-2 1-0,8822
t hitung untuk lndeks Entropi Theil:
-+ t
t = 0,8656
5-2 1-0,7493
= 2,995
ttabe1 untuk df-=3; a= 5% (two tailed) (one tailed)
3,182 2,353
t hitung untuk Indeks Williamson : 4, 741 > 3,182 artinya Ho ditolak (signifikan) · pada a = 5% (two tailed)
t hitung untuk Indeks Entropi Theil : 2,995 > 2,353 artinya Ho ditolak (signifikan) pada a = 5% (one tailed)
PEI\tERINTAH KABUPA TEN NIAS
SEKRETARIAT DAERAH JL. PANCASILA NO. 14 TELP. (0639) 21535 FAX. (0639) 22005 GUNUNGSlTOLI
SURAT REKOMENDASI Nomor: 070/ ~861- ?1-frJ / Bappeda
1. Berdasarkan surat Ketua Pengelola Sekolah Pascasarjana Program Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Gadjah Mada Nomor : 442/MEP-Pl-IP/VI/06 tanggal 12 Juni 2006 peril1al ljin Penelitian, dengan ini Bupati Nias memberikan Rekomendasi Penelitian kepada : Nama Pekerjaan Kebangsaan Judul penelitian
Daerah Penelitian Pengikut;Peserta Penanggungjawab Dengan a.
b. c.
d. e. f.
g.
2.
~\etentuan
: YOHANNES ASARUDY HALAWA Mahasiswa Indonesia "PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KECAMATAN 01 KABUPATEN NIAS, 2000- 2004" Kabupaten Nias Ketua Pengelola Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada sebagai berikut :
Dalam jangka waktu 1 x 24 jam setelah tiba ditempat yang dituju, peneliti diwajibkan metapor kepada Kepara Din as 1 lnstansi. Cam at dan Kepala Desa setempat. Mentaati peraturan dan ketentuan hukurn yang berlaku di Indonesia khususnya di daerah penelitian. Menjaga tata tertib dan keamanan serta menghindari pernyataan baik lisan maupun tulisan yang dapat melukaijmenyinggung perasaan atau menghina agama, bangsa dan nega ra. TidM· diperkenankan menjalankan kegiatan diluar kegiatan Penelitian ; Observasi. Sesudah penelitian berakhir, sebelum meninggalkan daerah setempat, diwajibkan melapor ke Pemda setempat mengenai selesainya pelaksanaan penelitian. Selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah penelitian. peneliti diwajibkan melaporkan hasilnya kepada Bupati Nias melalui Bappeda Kabupaten Nias. Surat Rekomendasi ini akan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi, apabila ternyata pemegang Surat Rekomendasi ini tidak memenuhi ketentuan di atas.
Demikian Surat Rekomendasi ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.-
Gunungsitoli. '-9Juni 2006
Ternbusc;~ n :
1. E3apal<. Bupatr i-Jia~. setwga1 lapo'a'' · 2. Kaban Ke sba ng & Lin mas ~