Seminar Nasional Peternakan 2, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar, 25 Agustus 2016
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS ITIK LOKAL GEMBA PADA UMUR 12 MINGGU Growth and Carcass Production in “Gemba” Lokal Ducks at 12 Weeks Old Age Procula R. Matitaputty dan Hadriana Bansi Balai Penelitian Teknologi Pertanian Maluku Jl. CHr Soplanit Rumah Tiga Ambon
ABTRACT Meat demand is continuously increasing in line with the growing people’s knowledge about nutritional attributes of food. Local duck husbandry for meat production is one of the alternatives to meet this demand. The aim of this study was to find out the differences in physical performances which included growth and carcass production in male and female Gemba ducks. The materials used were 60 ducks which consisted of 1 day old 30 males and 30 females cared for 12 weeks. Variables observed were growth and carcass production. Collected data were statistically analyzed with ANOVA. The results of the study showed that descriptively during 12 weeks period males were larger (1492.83 g) compared to females (1402.50 g). This difference affected carcass weight; males produced more carcass (925.12 g) compared to females (776.12 g). In terms of commercial cut parts, in meaty part such as thighs, males were larger than females. However, other parts such as breasts, backs, hips and wings did not differ. Based on these results, it can be concluded that male ducks generate more body weight, carcass weight and thigh carcass percentage compared to female ducks, while breasts, backs, hips and wings production were not different. Key words: Growth, Carcass production, Local ducks ABSTRAK Kebutuhan akan daging semakin meningkat, seiring denganmeningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap gizi suatu makanan. Pemeliharaan itik lokal sebagai penghasil daging merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan performa secara fisik meliputi pertumbuhan dan produksi karkas pada itik Gemba jantan dan betina. Materi yang digunakan adalah 60 ekor itik yang terdiri atas 30 ekor jantan dan 30 ekor betina, umur 1 hari yang dipelihara sampai 12 minggu. Peubah yang diamati adalah pertumbuhan dan produksi karkas. Data yang terkumpul dianalisa secara statistic dengan ANOVA. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara diskriptif pertumbuhan itik jantan selama 12 minggu lebih besar (1492.83 g) dari itik betina (1402.50 g), hal ini berpengaruh terhadap bobot karkas yangmana itik jantan lebih tinggi (925,12 g) dibandingkan itik betina (776,12g). Secara potongan komersial bagian daging seperti paha itik jantan lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan itik betina, sementara bagian dada, punggung, pinggul dan sayap tidak berbeda. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa itik jantan memiliki pertumbuhan bobot badan, bobot karkas dan persentase potongan karkas bagian pahalebih tinggi dibandingkan itik betina, sementara persentase dada, punggung, pinggul dan sayap tidak berbeda. Kata Kunci : Itik lokal, Pertumbuhan, Produksi karkas
P. R. Matitaputty dan H. Bansi
PENDAHULUAN Sumber utama produksi daging unggas di Indonesia berasal dari ternak yang bibitnya diimpor, seperti yang kita temui pada ayam petelur maupun pedaging. Melihat ketergantungan Indonesia terhadap luar negeri khususnya daging, maka perlu dilakukan upaya untuk menguranginya, dengan melakukan pengembangan sumberdaya ternak local. Salah satu ternak local yang berpotensi untuk dikembangkan adalah unggas air seperti itik. Di Indonesia, itik umumnya diusahakan sebagai penghasil telur namun ada pula yang diusahakan sebagai penghasil daging. Populasi ternak itik di Indonesia tahun 2015 adalah sebanyak 46.875.000 ekor, mengalami pertumbuhan 3.55% dari tahun sebelumnya,sementara untuk produksi daging sebesar 34.54 ton (Statistik Pertanian, 2015). Itik merupakan ternak yang cukup populer di kalangan masyarakat selain ayam kampung, ayam ras petelur maupun pedaging.Walaupun sekarang ini budidaya itik dengan tujuan penghasil daging belum begitu banyak dilakukan, sehingga memperlambat kepopuleran daging itik, karena sebagian besar peternak lebih berorientasi pada pengembangan itik petelur. Perkembangan saat ini menunjukkan daging itik sangat disukai oleh masyarakat mulai dari pedesaan sampai perkotaan.Jika dilihat dari segi kandungan gizi, daging itik tidak kalah bersaing dengan daging ayam. Kandungan protein daging itik cukup tinggi yakni sekitar 18.6–20.8% sementara daging ayam 21.4–22.6%, demikian juga kandungan lemaknya berkisar antara 2.7–8.2% sementara daging ayam 4.8% (Jun et al. 1996; Srigandono 1997; Kim et al. 2006). Daging itik yang ada dipasaran umumnya berasal dari itik jantan muda, itik betina afkir, serta itik jantan tua, namun ketersediaannya masih dalam jumlah yang relatif sedikit.Pada beberapa daerah yang menjadi sentra penghasil itik seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Aceh dan Kalimantan daging itik telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang populer, misalnya itik betutu merupakan masakan dari Bali, itik hijau dari Sumatera Barat, panggang sultan dari Kalimantan Selatan, itik goreng dan opor dari Jawa Tengah dan itik asap. Bahkan di restoran Cina dan hotel-hotel berbintang telah menyediakan menu khusus dari olahan daging dan telur itik seperti plum duck, duck balls, steam duck, tasty duck, pot cooked duck dan bebek cina bumbu hong (Matitaputty et al, 2011) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan performa secara fisik meliputi pertumbuhan, dan produksi karkas itik Gemba jantan dan betina pada umur pemotongan 12 minggu. MATERI DAN METODE Materi Penelitian Materi penelitian yang digunakan adalah : 1. Ternak Dalam Penelitian ini digunakan itik Gemba, sebanyak 60 ekor, umur satu hari berkelamin jantan dan betina. DOD diperoleh melalui penetasan dengan menggunakan mesin tetas sederhana. 2. Kandang Kandang penelitian berbentuk postal sebanyak 1 buah berukuran panjang 8 meter dan lebar 4 meter, yang didalamnya dibuat petakan dengan ukuran panjang 1,25 cm dan lebar 1,25 cm dengan tinggi 60 cm sebanyak 10 petak. Lantai kandang berbentuk slat, dan dilengkapi dengan lampu pijar 75 watt yang berfungsi sebagai penerang. Tempat makan dan air minum disiapkan tiap-tiap petakan kandang satu buah. 2
3. Ransum Pemberian ransum berupa ransum komersial dan dedak diberikan sesuai dengan umur itik, terdiri dari ransum umur 0 – 7 minggu (starter) dan untuk umur 7 - 12 minggu (finisher). Ransum yang diberikan merupakan ransum untuk ayam pedaging yang berbentuk tepung (mash) dan diberikan 2 kali dalam sehari yakni pagi dan sore, sedangkan air minum ad libitum. Metode Penelitian Day old duck (d.o.d) umur satu hari, di timbang untuk mengetahui bobot awal, dan ditempatkan secara acak dalam petakan kandang untuk dipelihara selama 12 minggu. Setiap petakan kandang diberi nomor atau kode untuk memudahkan dalam pengamatan, dan pemberian ransum. Itik dipelihara per petakan masing-masing terdiri atas 6 ekor per ulangan sehingga jumlah itik yang digunakan sebanyak 60 ekor. Pemberian ransum, diberikan saat itik mulai ditempatkan dalam kandang selama pemeliharaan. Penimbangan dilakukan seminggu sekali untuk mengetahui pertambahan bobot badan, jumlah konsumsi ransum, dan sisa ransum hingga akhir penelitian. Peralatan lainnya yang diperlukan adalah ember, skop, selang untuk membersihkan kandang boks. Pemotongan ternak dilakukan setelah itik berumur 12 minggu. Sebelum pemotongan itik dipuasakan dahulu, sedangkan air minum tetap diberikan ad libitum. Itik yang akan dipotong ditimbang untuk mengetahui bobot potong. Pemotongan dilakukan dengan memotong vena jugularis, arteri karotidae, oesophagus dan trakhea, posisi itik vertikal dengan kepala menghadap kebawah. Setelah itu proses pembuluan dan pembersihan, pemisahan bagian kepala, kaki dan isi jeroan dari dalam tubuh itik. Kembali dilakukan penimbangan untuk mendapatkan bobot karkas dan setelah itu dibagi atas bagian-bagian potongan karkas komersial dan analisis lemak. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan (jenis kelamin) dan masing-masing perlakuan 5 ulangan. Penelitian ini menggunakan d.o.dasal Gemba, sebanyak 60 ekor terditi atas 30 ekor betina dan 30 ekor jantan. Model dari rancangan ini adalah sebagai berikut :
Yij = µ + αi + εij
Dimana : Yij = µ = αi = εij =
nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j rataan umum pengaruh perlakuan ke- i pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
Data yang diperoleh akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan sidik ragam, dilanjutkan dengan analisis variance (Steel and Torrie 1993). Peubah yang Diamati Peubah yang diukur dan diamati dari respons itik Gemba jantan dan betina terhadap perlakuan, khususnya dari aspek produktivitas sebagai berikut : 3
P. R. Matitaputty dan H. Bansi
1. Pertumbuhan (BB awal, BB akhir, dan PBB) 2. Bobot potong dan bobot karkas 3. Persentase potongan komersial karkas HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Pemeliharaan untuk melihat perkembangan dan pertumbuhan itik dilakukan dengan menimbang ternak setiap minggunya, sebelum di beri makan. Pengukuran pertumbuhan dapat mengacu pada pertambahan bobot hidup (BH). Bobot hidup merupakan salah satu sifat yang memiliki nilai ekonomis dan bersifat kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen (Stansfield 1983). Prasetyo et al. (2005) mengatakan bahwa dengan adanya perbaikan manajemen pemeliharaan, dapat meningkatkan bobot badan itik yang dicapai lebih tinggi.Peningkatan bobot badan sangat penting dan berkaitan erat dengan produksi daging. Penimbangan bobot hidup (BH) dilakukan setiap minggu untuk mendapatkan gambaran pertumbuhan itik-itik dimaksud. Data rataan bobot hidup (BH) itik Gemba jantan lebih rendah dibandingkan dengan itik betina (Tabel 3 dan 4). Pada kajian ini dapat dilihat bahwa bobot hidup awal tidak berpengaruh terhadap bobot hidup akhir pada itik Gemba jantan yang memiliki bobot hidup akhir lebih tinggi (1436,10g). Hal ini sesuai dengan pendapat Muliana et al. (2001) menjelaskan bahwa bobot tetas/bobot hidup awal ternyata tidak berpengaruh terhadap bobot potong/ bobot hidup akhir pada umur 6, 8, 10 dan 12 minggu. Hal ini disebabkan karena bobot tetas sangat dipengaruhi oleh besar telur dan perkembangan embrio, sedangkan kemampuan pertumbuhan ditentukan oleh gen-gen penentu bobot badan, jenis kelamin dan umur.
Tabel. 3. Rataan bobot hidup (BH) itik Gemba jantan selama 12 minggu Minggu ke
I
BB awal M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11 M12
37.83 128.17 312.50 535.17 728.50 855.83 996.83 1143.50 1163.17 1260.67 1389.33 1418.50 1425.67
Itik Jantan/Ulangan II III IV 38.17 131.00 275.00 543.17 702.17 856.00 1070.67 1174.33 1314.50 1364.83 1423.67 1425.33 1432.00
Ket. M1-M12 ( Minggu 1 – Minggu 12)
4
29.00 124.67 318.33 585.00 726.67 881.33 1042.50 1182.17 1214.17 1269.00 1324.17 1368.17 1392.50
39.00 132.67 636.67 621.00 783.17 867.00 1033.00 1221.67 1242.17 1385.67 1418.67 1421.50 1437.50
V 39.33 136.67 344.00 619.67 736.17 874.83 1103.83 1165.83 1282.50 1357.17 1449.67 1471.50 1492.83
Rerata
SD
CV
36.67 130.63 322.70 580.80 735.33 867.00 1049.37 1177.50 1243.30 1327.47 1401.10 1421.00 1436.10
4.33 4.54 33.65 40.75 29.62 11.32 40.30 28.61 58.90 58.19 48.05 36.63 36.22
0.12 0.03 0.10 0.07 0.04 0.01 0.04 0.02 0.05 0.04 0.03 0.03 0.03
Tabel 4. Rataan bobot hidup (BH) itik Gemba Betina selama 12 minggu Minggu Itik Betina/Ulangan Rerata ke I II III IV V
SD
CV
2.34
0.06
BB awal
37.67
42.83
36.83
39.50
38.33
39.03
M1
134.50
141.33
131.83
141.17
136.33
137.03
4.17
0.03
M2
343.33
368.17
433.83
372.50
400.83
383.73
34.65
0.09
M3
579.00
524.17
464.17
642.50
703.50
582.67
94.42
0.16
M4
740.50
669.00
687.33
783.83
839.00
743.93
69.75
0.09
M5
925.00
796.00
924.50
972.33
924.50
908.47
66.17
0.07
M6
1003.67
922.00
989.67
1149.83
1081.50
1029.33
88.03
0.09
M7
1210.83
1054.17
1144.67
1157.33
1228.83
1159.17
68.49
0.06
M8
1221.33
1068.67
1248.67
1240.67
1361.33
1228.13
104.64
0.09
M9
1243.67
1158.67
1247.83
1276.17
1381.33
1261.53
80.09
0.06
M10
1272.00
1206.67
1166.33
1326.50
1382.50
1270.80
87.47
0.07
M11
1272.83
1207.67
1222.00
1360.33
1385.17
1289.60
80.16
0.06
M12
1279.83
1225.33
1259.83
1365.67
1402.50
1306.63
74.49
0.06
Ket. M1-M12 ( Minggu 1 – Minggu 12)
Pada kondisi ideal bentuk kurva pertumbuhan untuk semua spesies ternak adalah serupa yaitu mengikuti pola kurva pertumbuhan sigmoidal (Soeparno 1998; Matitaputty 2002). Selanjutnya dikemukakan pula bahwa pertumbuhan mula-mula terjadi sangat lambat, kemudian mengalami akselerasi yaitu pertumbuhan yang cepat setelah itu mengalami deselerasi yaitu pertumbuhan yang berangsur-angsur menurun. Grafik bobot hidup (BH) itik Gemba jantan dan betina selama dua belas minggu disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik bobot hidup (BH) itik Gemba jantan dan betina selama 12 minggu
Pertambahan Bobot Hidup (PBH) Pada Tabel 5 di bawah ini memperlihatkan pertambahan bobot hidup (PBH) yang diperoleh itik Gemba jantan dan betina. Terlihat bahwa itik jantan lebih tinggi PBH dibandingkan dengan betina. 5
P. R. Matitaputty dan H. Bansi
Tabel 5. Rataan pertambahan bobot hidup (PBH) itik Gemba jantan dan betina selama 12 minggu PBH Minggu ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total
Jenis Kelamin (g) Itik Betina 98.00 246.70 198.93 161.27 164.53 120.87 129.83 68.97 33.40 9.27 18.80 17.03 1267.60
Itik Jantan 93.97 192.07 258.10 154.53 131.67 182.13 128.13 65.80 84.17 73.63 19.90 15.10 1399.43
Gambar 2 memperlihatkan grafik pertambahan bobot hidup (PBH) maksimum itik Gemba jantan dan betina selama pemeliharaan 12 minggu yang merupakan titik infleksi atau puncak tertinggi. Titik infleksi pada itik jantan dicapai pada minggu ketiga, sedangkan pada itik betina titik infleksi terjadi minggu ke dua. Dapat dijelaskan bahwa itik jantan antara umur (1 hari – 3 minggu) dan itik betina antara umur (1 hari - 2 minggu) terjadi laju pertumbuhan akselerasi atau peningkatan kecepatan pertumbuhan, setelah itu sampai dengan umur 12 minggu mengalami pertumbuhan deselerasi atau penurunan kecepatan pertumbuhan. Titik infleksi dari itik Gemba jantan dan betina ini berfungsi untuk mengetahui puncak pertumbuhan tertinggi dan diharapkan nantinya dalam pemberian ransum dapat diberikan sebelum tercapainya titik infleksi, sehingga itik benar-banar dapat memanfaatkan gizi yang ada untuk pertumbuhan yang optimal.
Gambar 2. Grafik pertambahan bobot hidup (PBH) itik Gemba jantan dan betina selama 12 minggu.
6
Karkas dan Potongan karkas komersial Karkas Karkas merupakan organ tubuh yang masak lambat. Seiring dengan bertambahnya umur, pertumbuhannya semakin bertambah dan persentase terhadap bobot potong juga meningkat. Pada Tabel 6, tampak produksi karkas dari itik Gemba jantan dan betina selama pemeliharaan 12 minggu. Faktor genetik dan lingkungan (fisiologi dan nutrisi) sangat mempengaruhi laju pertumbuhan, komposisi tubuh dan karkas pada ternak (Soeparno,1998). Pada bangsa ternak yang sama, komposisi tubuh dan karkas dapat berbeda dan menjadi karakteristik ternak tersebut (Matitaputty dan Suryana, 2014). Tabel 6. Rataan bobot karkas itik Gemba jantan dan betina umur 12 minggu Bobot Karkas (g) Nomor Itik Jantan Betina 1 919.6 817.2 2 942.0 756.4 3 916.6 764.6 4 929.8 810.6 5 917.6 731.8 a Rerata 925.12 776.12b a-b)Superskrip
huruf yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa bobot karkas itik jantan (925.12g) lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan itik betina yakni (776.12g). Umur pemotongan sangat mempengaruhi bobot potong dan bobot karkas dari ternak unggas. Soeparno (1998) menyatakan bahwa pada unggas persentase karkas meningkat selama pertumbuhan, pertambahan umur dan kenaikan bobot badan. Sunariet al. (2001) menjelaskan bahwa perbandingan bobot karkas terhadap bobot hidup sering digunakan sebagai ukuran produksi daging dalam bidang peternakan. Potongan komersial Pada Tabel 7. dibawah ini di sajikan rataan bobot karkas, persentase potongan karkas (dada, paha, punggung, pinggul dan sayap) dari itik Gemba jantan dan betina selama pemeliharaan 12 minggu. Persentase potongan karkas berdaging seperti paha menunjukkan adanya perbedaan antara jantan dan betina sementara bagian karkas dada dan bagian tak berdaging seperti punggung, pinggul dan sayap itik jantan dan betina tidak ada perbedaan. Tabel 7. Rataan (x ± sd) bobot karkas dan persentase bagian-bagian potongan karkas komersial itik Gemba jantan dan betina umur 12 minggu. Peubah Jenis kelamin itik Jantan Betina Karkas (g) 925.12 ± 10.8 776.12±36.61 Dada (%) 28.4a ± 0,9 27.6a ± 0.6 Paha (%) 27.3a ± 0,9 25.9b ± 1.2 a Punggung (%) 14.3 ± 0,5 14.7a ± 0.4 a Pinggul (%) 14.9 ± 0,9 15.8a ± 0.3 Sayap (%) 15.0a ± 0,27 16.0a ± 0.9 a-b) Superskrip huruf yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) %bagian karkas dhitung dari persentase atas berat karkas
7
P. R. Matitaputty dan H. Bansi
Persentase karkas berdaging bagian paha, itik Gemba jantan lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan itik betina namun untuk bagian dada, punggung,pinggul dan sayap tidak berbeda antar jenis kelamin. Tingginya persentase bagian paha pada itik Gemba jantan diduga karena memiliki ukuran panjang tulang dan otot paha yang besar. Mortalitas Pemeliharaan itik selama 12 minggu memperlihatkan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik. Kondisi yang demikian membuat kenyamanan bagi itik, sehingga selama masa pemeliharaan sampai pada umur pemotongan tidak ada itik yang mati. KESIMPULAN Peningkatan produktivitas itik Gemba jantan dan betina pada pemeliharaan selama 12 minggu, menunjukkan hasil yang berbeda dalam pertumbuhan dimana bobot hidup, bobot karkas dan persentase potongan karkas bagian paha itik jantan lebih tinggi dibandingkan betina. Sementara pada bagian persentase dada, punggung, pinggul dan sayap tidak berbeda nyata. Melihat potensi yang dimiliki itik Gemba Jantan, kedepannya diharapkan dapat mengembangkannya sebagai itik potong. DAFTAR PUSTAKA [BPS] Peternakan. 2015. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Departemen Pertanian RI. Jun, K., O.H. Rock, Man Jin O. 1996. Chemical Composition of Special Poultry Meat. Chungnam Taehakkyo. 23(1): 90 – 98. Kim, G.D. 2006. Division of Applied Life Science, Graduate School, Gyeongsang National University, Jinju, Gyeongnam 660-701, Korea. pp 1-3. Matitaputty, P.R. 2002. Upaya memperbaiki pertumbuhan dan efisiensi pakan mandalung melalui fortifikasi pakan dengan imbuhan pakan avilamisina. [tesis]. Bogor. Sekolah PascaSarjana. Institut Pertanian Bogor. Matitaputty, P.R., R.R. Noor, P.S. Hardjosworo, C.H. Wijaya. 2011. Performans, persentase karkas dan nilai heterosis itik Alabio, Cihateup dan hasil persilangannya pada umur delapan minggu. JITV. 16:90-97. Matitaputty, P.R. dan Suryana. 2014. Tinjauan tentang performans itik Cihateup (Anas platyrhynchos Javanica) sebagai Sumberdaya Genetik Unggas Lokal di Indonesia. JITV, 24 : 171-178. Muliana, Rukmiasih, P.S. Hardjosworo. 2001. Pengaruh bobot tetas terhadap bobot potong itik Mandalung pada umur 6, 8, 10 dan 12 minggu. Di dalam: Perkembangan teknologi Peternakan unggas air di Indonesia. Prosiding Lokakarya Unggas Air I Pengembangan Agribisnis unggas air sebagai peluang usaha baru. Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Departemen Pertanian dan Fakultas Peternakan IPB. Bogor, 6 – 7 Agustus 2001. Ciawi. hal : 187-191. Prasetyo, L.H., P.P. Ketaren, P.S. Hardjosworo. 2005. Perkembangan teknologi budidaya itik di Indonesia. Lokakarya Nasional Unggas Air II. Di dalam: Merebut peluang agribisnis melalui pengembangan usaha kecil dan menengah unggas air. Prosiding Kerjasama Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Masyarakat Ilmu Perunggasan Indonesia (MIPI) dan Fakultas Peternakan IPB. Bogor, 16-17 Nopember 2005. Ciawi, Bogor. hal : 145-161. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 8
Srigandono, B. 1997. Beternak Itik Pedaging. Gajahmada University Press. Yogyakarta. Steel, R.G.D., J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. (Principles and Procedures of Statistics, terjemahan Ir, Bambang Sumantri) Cetakan ke-3, PT. Gramedia, Jakarta. Stansfield, W.E. 1983. Theory and Problems of Genetics. 2nd Ed. Mc Graw Hill Book Company Inc, New York. Sunari, Rukmiasih, P.S. Hardjosworo. 2001. Persentase bagian pangan dan nonpangan itik Mandalung pada berbagai umur. Di dalam : Perkembangan teknologi Peternakan unggas air di Indonesia. Prosiding Lokakarya Unggas Air I Pengembangan Agribisnis unggas air sebagai peluang usaha baru. Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Departemen Pertanian dan Fakultas Peternakan IPB. Bogor, 6 – 7 Agustus 2001. Ciawi, Bogor. hal : 202-207.
9