1 PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang2 Konfigurasi Survei Hidrografi 1. Penentuan posisi (1) dan penggunaan s...
Konfigurasi Survei Hidrografi 1. Penentuan posisi (1) dan penggunaan sistem referensi (7) 2. Pengukuran kedalaman (pemeruman) (2) 3. Pengukuran arus (3) 4. Pengukuran (pengambilan contoh dan analisis) sedimen (4) 5. Pengamatan pasut (5) 6. Pengukuran detil situasi dan garis pantai (untuk pemetaan pesisir) (6)
Survei adalah kegiatan terpenting dalam menghasilkan informasi hidrografi. Adapun aktivitas utama survei hidrografi meliputi :
Penentuan Posisi Titik Fix Perum Untuk penentuan posisi titik fix perum dapat menggunakan kombinasi LOP (Line Of Position, LOP adalah likasi atau keberadaan ) titik-titik dari suatu pengamat yang memiliki satu besaran pengamatan tetap (dari titik referensi yang telah ditentukan posisinya) yang dapat berupa; arah, jarak, sudut atau beda jarak). Prinsip dasar yang digunakan pada kombinasi LOP garis-garis sama dengan interseksi atau pengikatan kemuka pada ilmu ukur tanah. Metode ikatan kemuka yang diterapkan dalam penentuan posisi ini mengacu pada titik di darat yang telah diketahui koordinatnya.
Desain Lajur Perum Pemeruman dilakukan dengan membuat profil (potongan) pengukuran kedalaman. Lajur perum dapat berbentuk garis-garis lurus, lingkaran-lingkaran konsentrik, atau lainnya sesuai metode yang digunakan untuk penentuan posisi titik-titik fiks perumnya. Lajur-lajur perum didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan pendeteksian perubahan kedalaman yang lebih ekstrem. Untuk itu, desain lajur-lajur perum harus memperhatikan kecenderungan bentuk dan topografi pantai sekitar perairan yang akan disurvei. Agar mampu mendeteksi perubahan kedalaman yang lebih ekstrem lajur perum dipilih dengan arah yang tegak lurus terhadap kecenderungan arah garis pantai
Teknik Pengukuran Kedalaman
Pengukuran kedalaman merupakan bagian terpenting dari pemeruman yang menurut prinsip dan karakter teknologi yang digunakan dapat dilakukan dengan metode mekanik, optik atau akustik. Penggunaan gelombang akustik untuk pengukuran-pengukuran bawah air (termasuk: pengukuran kedalaman, arus, dan sedimen) merupakan teknik yang paling populer dalam hidrografi pada saat ini. Gelombang akustik dengan frekuensi 5 kHz atau 100 Hz akan mempertahankan kehilangan intensitasnya hingga kurang dari 10% pada kedalaman 10 km, Sedangkan gelombang akustik dengan frekuensi 500 kHz akan kehilangan intensitasnya pada kedalaman kurang dari 100 m. Untuk pengukuran kedalaman, digunakan echosounder atau perum gema yang pertama kali dikembangkan di Jerman tahun 1920 (Lurton,2002).
Alat ini dapat dipakai untuk menghasilkan profil kedalaman yang kontinyu sepanjang lajur perum dengan ketelitian yang cukup baik. Alat perum gema menggunakan prinsip pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang akustik yang dipancarkan dari tranduser. Tranduser adalah bagian dari alat perum gema yang mengubah energi listrik menjadi mekanik (untuk membangkitkan gelombang suara) dan sebaliknya. Gelombang akustik tersebut merambat pada medium air dengan cepat rambat yang relatif diketahui atau diprediksi hingga menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ke transduser. d = ½ (vΔt) dimana: d = kedalaman hasil ukuran v = kecepatan gelombang akustik pada medium air Δt = selang waktu sejak gelombang dipancarkan dan diterima kembali Untuk pemilihan echosounder, faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. kedalaman maksimum daerah yang disurvei 2. sudut pancaran pulsa Jenis Echosounder berdasarkan kemampuan kedalaman yang dapat dicapai adalah : 1. Echosounder laut dangkal 2. Echosounder laut dalam
JENIS ECHOSOUNDER BERDASARKAN BEAM
REDUKSI KEDALAMAN LAUT Hasil pengukuran pemeruman berupa kertas grafik kedalaman dasar laut ( koordinat Z ) , hasil ini harus dikoreksi dengan hasil pengamatan pasang surut selama pengukuran, serta tinggi acuan yang di gunakan.
REDUKSI KEDALAMAN LAUT
Elevasi titik fix dapat ditulis sebagai berikut : Elevasi titik fix
h-r+p–d
dimana : h = Elevasi titik BM terhadap referensi tinggi yang dipakai (m) p = Bacaan pasut (m) r = Beda tinggi antara BM dengan nol pasut hasil pengukuran waterpas d = Kedalaman air laut saat penentuan posisi titik fix.