PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PADA TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA PERS
JURNAL
Oleh : ARIYA KURNIADI PUTRA D1A 008 222
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2012
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PADA TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMABAIK MELALUI PERS
JURNAL
Oleh : ARIYA KURNIADI PUTRA D1A 008 222
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
H.M. Natsir, SH., M.Hum. NIP. 19590126 198703 1 001
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PADA TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI PERS ABSTRAK Tujuan penelitian yang dilakukan oleh penyusun adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan hukum terhadap kemerdekaan pers di Indonesia dan bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pers pada tindak pidana pencemaran nama baik. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian hukum normatif. Pengaturan hukum terhadap kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara yang artinya bahwa pers dijamin dan dilindungi oleh undangundang. Pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan terhadap pers apabila pers sendiri memenuhi unsur-unsur yang terdapat di dalam pertanggungjawaban pidana, selain itu suatu perbuatan tidak dapat dipidana jika tidak ada kesalahan yang dikenal dengan asas kesalahan.. Disarankan kepada pers hendaknya dapat menerbitkan beritaberita yang menarik dan bermanfaat bagi masyarakat. Mengenai apa yang dimaksud dengan pertanggungjawaban pidana, perlu di saranankan adanya pencantuman yang jelas di dalam undang-undang mengenai unsur-unsur yang harus dipenuhi di dalam pertanggungjawaban pidana sehingga seseorang dapat dipertanggungjawabkan. Kata kunci : Tindak pidana pers CRIMINAL LIABILITY ON CRIME THROUGH PRESS DEFAMATORY ABSTRACT The purpose of research conducted by the authors was to determine how the rule of law against the freedom of the press in Indonesia and how the criminal responsibility of the press on criminal defamation. The method used is the method of normative legal research. Settings law against freedom of the press is guaranteed as a basic right of citizens, which means that the press is guaranteed and protected by law. Criminal liability can be imposed on the press when the press itself meet the elements contained in the criminal, in addition to an act can not be punished if no error is known as the principle of error .. It is suggested that the press should be able to publish news that is interesting and useful to society. About what it means to the criminal responsibility, should be a clear saranankan the inclusion in the law regarding the elements that must be met in the criminal so that one can be. Keywords: press offenses
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Adanya pers merupakan suatu sarana yang bermanfaat bagi masyarakat, karena melalui pers masyarakat dapat memperoleh informasi mengenai peristiwaperistiwa yang terjadi, namun di sisi lain adanya pemberitaan pers yang dianggap mencemarkan nama baik seseorang atau kelompok orang akan berakibat pada pers itu sendiri, artinya ketika ada pihak yang keberatan dan mengajukan hal tersebut ke pengadilan, maka pers akan dimintai pertanggungjawabannya, dan tidak sedikit dari insan pers yang mendapat hukuman karena memberitakan hal-hal yang dianggap mencemarkan nama baik seseorang. Dalam perkembangannya, penyajian berita dan informasi-informasi oleh pers tidak begitu saja berjalan dengan baik karena di dalam pemberitaan yang disajikan akan muncul keberatan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan. Dari latar belakang tersebut penyusun ingin membahasnya dalam skripsi yang berjudul “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PADA TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI PERS”. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah : Bagaimanakah pengaturan hukum terhadap kemerdekaan pers di Indonesia? Dan bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pers pada tindak pidana pencemaran nama baik? 3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Berdasarkan uraian yang terdapat dalam rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain : Untuk mengetahui pengaturan hukum terhadap kemerdekaan pers di Indonesia dan untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana lembaga pers pada tindak pidana pencemaran nama baik. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini antara lain : a) Manfaat Teoritis : penyusun berharap kiranya penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat untuk memberikan masukan sekaligus menambah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis tentang hal-hal yang berhubungan dengan pertanggungjawaban pidana pada tindak pidana pencemaran nama baik melalui pers. b) Manfaat Praktis : secara praktis penyusun berharap agar penyusunan skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran baik terhadap lembaga pers, maupun terhadap aparat penegak hukum di dalam menyelesaikan tindak pidana melalui media massa. C) Secara Akademis : penuliasan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat guna menyelesaikan pendidikan pada program S1 fakultas hukum Universitas Mataram. 4. Metodelogi Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang mengkaji asasasas, prinsip-prinsip, doktrin-doktrin dan aturan hukum. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang menjadi dasar berprilaku manusia yang dianggap pantas. Dalam penulisan skripsi ini agar memenuhi kriteria ilmiah dan dapat mendekati kebenaran, maka metode pendekatan yang digunakan adalah: a) Pendekatan peraturan perundang-undangan (Statuta Approach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan substansi permasalahan yang akan di teliti. b) Pendekatan konseptual (conceptual approach), yakni pendekatan yang dilakukan dengan mengkaji konsep-konsep atau pengertian-pengertian dasar yaitu
semua acuan dari bahan kepustakaan dan pendapat para ahli atau pakar yang ada hubungannya dengan permasalahan penelitian. Sumber bahan hukum: Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepustakaan. Bahan hukum dalam penelitian ini adalah: a) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari: Norma dasar atau kaidah dasar, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang meliputi buku-buku, referensi, makalah, hasil penelitian dan lain-lain, yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. c) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer dan skunder yaitu berupa kamus besar bahsa Indonesia. Cara pengumpulan bahan hukum, bahan hukum yang diperlukan diperoleh dengan cara studi dokumen yaitu dengan cara mengumpulkan literatur-literatur bahan bacaan, kemudian membacanya dan mengutip isinya yang ada hubungannya denagan permasalahan dalam penelitian. Metode analisis bahan hukum, Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yaitu dengan memberikan gambaran uraian-uraian serta penjelasanpenjelasan terhadap bahan hukum yang ada sehingga dapat di tarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini. B. PEMBAHASAN 1.
Pengaturan Hukum Terhadap Kemerdekaan Pers di Indonesia
Pada zaman demokrasi sekarang, pers mempunyai peranan yang sangat penting sebagai sarana yang menyalurkan aspirasi masyarakat di samping itu pers juga berfungsi sebagai alat informasi, pendidikan, hibuaran dan alat kontrol sosial. Pers dalam melakukan tugasnya yaitu sebagai penyalur aspirasi masyarakat bertindak bebas dan bertanggung jawab. Bertindak bebas artinya pers bebas untuk mengakses informasi, namun kebebasan pers ini bukanlah semata-mata untuk diri peribadi melainkan untuk kepentingan publik (kepentingan rakyat banyak) dalam hal ini pers bebas bukan berarti untuk kata “semaunya sendiri” melainkan bebas mengakses informasi, meliput dan menyatakan pendapat dalam catatan harus bertanggung jawab, dengan kata lain pers merupakan kepanjang tangan dari masyarakat yang membawa tugas yang baik atau tugas yang luhur, sedangkan bertanggung jawab artinya pers bertanggung jawab terhadap semua yang diberitakannya terhadap masyarakat dan hukum. Berdasarkan keterangan tentang pers bebas dan bertanggung jawab di atas maka dibutuhkan aturan-aturan hukum mengenai “kemerdekaan pers di Indonesia” a. Pasal 28 dan Pasal 28 f Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi : Pasal 28 “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.” Pasal 28 f “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”
b.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia (Tap MPRS RI) Nomor XXXII/MPRS/1966 Tentang Pembinaan Pers.1 Konsideran Tap MPRS tersebut di atas menegaskan secara lebih eksplisit bahwa mengeluarkan pendapat dan pikiran melalui pers adalah hak asasi setiap warga negara. Disebutkan pula, pers mempunyai fungsi sebagai alat revolusi, alat sosial kontrol, alat pendidikan, serta alat penggerak massa. Kemudian, di dalam Pasal 1, 2 dan Pasal 3 Tap MPRS tentang pembinaan pers diawal Orde Baru itu, ternyata lebih spektakuler lagi menekankan betapa pentingnya arti kemerdekaan pers. Pasal 1, Tap MPRS Nomor XXXII, berbunyi : “Mutlak perlu segera adanya perundang-undangan tentang pers, sesuai dengan bunyi Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.” Pasal 2 Ayat (1), Tap MPRS Nomor XXXII, berbunyi : Kebebasan pers berhubungan erat dengan keharusan adanya pertanggungjawaban kepada : 1) Tuhan yang maha Esa 2) Kepentingan rakyat dan keselamatan Negara 3) Kelangsungan dan penyelesaian revolusi sehingga terwujudnya tiga segi kerangka tujuan revolusi 4) Moral dan tata susila 5) Kepribadian bangsa Pasal 2 ayat (2), Tap MPRS Nomor XXXII/1966, berbunyi : “Kebebasan pers Indonesia adalah kebebasan untuk menyatakan serta menegakkan kebenaran dan keadilan, dan bukanlah kebebasan dalam pengertian liberalism”. Pasal 3 Tap MPRS Nomor XXXII/1966, berbunyi : “Penerbitan pers yang bertentangan dengan Pancasila seperti halnya yang bertolak dari faham komunisme/Marxismeleninisme, dilarang untuk selamalamanya”. Ketetapan Majelis Permusyawratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI)
c.
Nomor IV Tahun 1978. 1
Wikrama Iryans Abidin, Politik Hukum Pers Indonesia, PT Grasindo, Jakarta, 2005, hal.53
Tap MPR ini mencerminkan produk hukum transisi, yaitu dari sistem politik Orde Baru yang semula demokratis mengarah ke otoriter. Ketetapan MPR ini memperlihatkan betapa konfigurasi politik Orde Baru pada waktu itu akan bertambah represif. Gejala represif ini disebut dalam bagian f, Tap MPR IV/1978 yang berbunyi “Untuk menjamin pertumbuhan pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab maka undang-undang tentang ketentuan pokok pers perlu ditinjau kembali.” Ada dua hal pokok yang menjadi inti kutipan diatas : 1) istilah pers yang bebas dan bertanggung jawab; pemakaian istilah pers bebas dan bertanggung jawab, umumnya dipakai dalam sistem pers otoriter di negara fasis atau komunis, yang berarti pers harus bertanggung jawab pada penguasa 2) Agar konsep pers bebas dan bertanggung jawab itu bias berjalan efektif maka ketentuan pers yang tidak relevan lagi, harus diubah menjadi produk hukum represif. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers.2
d.
Beberapa pasal yang mengatur tentang kemerdekaan pers dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 yaitu :3 1) Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun1999 berbunyi “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsipprinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum” 2) Pasal 4 ayat (1), (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 berbunyi: Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. a) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran 2
Wikrama Iryans Abidin, Op. Cit, Hal.56 Triambodo RH dan Indria Prawita Sari, Buku Saku Wartawan, Jakarta:Lembaga Pers Dr.Soetomo,2010, hal 65-68 3
b) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. c) Dalam mempertanggung jawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak.” 3) Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 berbunyi “Wartawan bebas memilih organisasi wartawan,” Pengaturan hukum terhadap kemerdekaan pers diatur di dalam peraturan perundang-undangan dimana terhadap kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara yang artinya bahwa pers dijamin dan dilindungi oleh undangundang, selain itu untuk menjamin kemerdekaan pers, terhadap pers sendiri diberikan hak untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Hal ini sebagai mana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1)-(3) UndangUndang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang berbunyi : Pasal 4 (1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. (2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran (3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Kata-kata yang mengandung pengertian yang sama dapat juga kita temukan dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyebutkan bahwa : “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Dari bunyi Pasal 28F UUD 1945 dapat kita pahami bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh dan menyampaikan informasi melalui cara apapun termasuk salah satunya melalui pers. Dan hak ini diberikan langsung oleh undangundang, dengan ketentuan bahwa disamping kebebasan yang kita miliki kita juga harus menghormati kebebasan orang lain. Menurut Hari Wiryawan aturan-aturan mengenai kemerdekaan pers di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) sumber hukum yang mengatur masalah media (sumber hukum media) yaitu : (1) Sumber hukum media fundamental; (2) Sumber hukum media fungsional; (3) Sumber hukum media struktural.4
4
Hari Wiryawan, Dasar-dasar Hukum Media, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, hal.54
2.
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pers Pada Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Perkembangan media massa di Indonesia merupakan salah satu bentuk peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia, karena media massa merupakan refleksi jati diri dari masyarakat itu sendiri. Setiap pemberitaan yang dikeluarkan oleh media massa baik media cetak maupun media elektronik dapat langsung diterima oleh masyarakat, tidak menutup kemungkinan berita yang dikeluarkan oleh media massa, baik media cetak maupun media elektronik dapat dianggap merugikan seseorang atau golongan tertentu, sehingga terjadilah suatu sengketa yang kemudian mengemuka dalam bentuk tuntutan hukum masyarakat atau pejabat negara terhadap pers. Kesemuanya itu menunjukkan betapa pentingnya penyelesaian yang adil ketika terjadi persengketaan antara media massa dengan masyarakat serta media massa dengan pejabat negara. Pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan terhadap pers apabila pers sendiri memenuhi unsur-unsur yang terdapat di dalam pertanggungjawaban pidana, selain itu suatu perbuatan tidak dapat dipidana jika tidak ada kesalahan yang dikenal dengan asas kesalahan. Adapun unsur-unsur yang harus dipenuhi sehingga seorang yang melakukan suatu perbuatan dapat dijatuhi hukuman pidana diantaranya : a) Melakukan perbutan pidana (sifat melawan hukum). b) Di atas umur tertentu mampu bertanggungjawab. c)
Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan.
d) Tidak adanya alasan pemaaf.5 Dari unsur-unsur di atas, hal inilah yang digunakan untuk melihat apakah pers nantinya dapat mempertanggungjawabkan perbuatanya atau dapat dipertanggungjawabkan secara pidana sehingga akan termasuk di dalam pertanggungjawaban pidana. Hal yang penting di sini bahwa keempat unsur tersebut merupakan satu kesatuan unsur yang tidak dapat dipisahkan, artinya keempat unsur tersebut harus terpenuhi barulah seseorang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Sehingga apabila dari keempat unsur tersebut hanya terpenuhi tiga unsur sedangkan unsur yang keempat tidak terpenuhi yaitu dalam suatu perbuatan pidana terdapat unsur pemaaf maka perbuatan pidana tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, hanya terdapat 1 pasal saja yang mengatur masalah ketentuan pidana, yaitu hanya terdapat dalam pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) saja. Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers berbunyi : (1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pekaksanaan
5
Moeljatno, S.H. Asas-Asas Hukum Pidana , Rienka Cipta Jakarta, 2009, hal. 177
ketentun Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (Lima Ratus Jita Rupiah) (2) Perusahaan Pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah). (3) Perusahaan Pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah) Sesuai dengan bunyi Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, maka setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pers nasional dalam hal mengahangi pers untuk tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran serta menghalangi pelaksanaan hak untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi, dikenakan pidana sesuai dengan bunyi Pasal 18 ayat (1) di atas. Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers berbunyi : (1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. (2) Pers wajib melayani hak tolak Apabila pers nasional memberitakan peristiwa dan opini dengan tidak menghormati norma agama, rasa kesusilaan masyarakat serta praduga tak bersalah dan juga perusahaan pers yang tidak melayani hak jawab dapat dikenakan ketentuan pidana sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers yang berbunyi: perusahaan pers dilarang memuat iklan : a. Yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat. b.
Minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.
Peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
Dengan demikian sesuai dengan bunyi Pasal 13 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers di atas dapat dikenakan hukuman pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima Ratus Juta Rupiah). Setiap perbuatan yang diancam dengan pidana meskipun hanya berupa pidana denda, apabila seseorang melakukan suatu perbuatan pidana sehingga dijatuhi hukuman pidana denda maka
adanya hukuman yang diberikan merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban pidana. C. PENUTUP Kesimpulan dan saran: (1). Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada babbab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : (a) Pengaturan hukum terhadap kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara yang artinya bahwa pers dijamin dan dilindungi oleh undang-undang, selain itu untuk menjamin kemerdekaan pers, terhadap pers sendiri diberikan hak untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Hal ini sebagai mana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1)-(3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Kata-kata yang mengandung pengertian yang sama dapat juga kita temukan dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Hak ini diberikan langsung oleh undang-undang, dengan ketentuan bahwa disamping kebebasan yang kita miliki kita juga harus menghormati kebebasan orang lain. (b) Pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan terhadap pers apabila pers sendiri memenuhi unsur-unsur yang terdapat di dalam pertanggungjawaban pidana, selain itu suatu perbuatan tidak dapat dipidana jika tidak ada kesalahan yang dikenal dengan asas kesalahan. Adapun unsur-unsur yang harus dipenuhi sehingga seorang yang melakukan suatu perbuatan dapat dijatuhi hukuman pidana diantaranya : Melakukan perbutan pidana (sifat melawan hukum), di atas umur tertentu mampu bertanggungjawab, mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan, dan tidak adanya alasan pemaaf. Dari unsur-unsur tersebut, hal inilah yang digunakan untuk melihat apakah pers nantinya dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. (2). Saran: Pers
merupakan sarana yang sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk itu antara pers dan masyarakat harus terjalin hubungan yang baik. Saran yang dapat penyusun berikan yaitu (a) disarankan kepada pers hendaknya dapat menerbitkan berita-berita yang menarik dan bermanfaat bagi masyarakat, pers juga harus lebih teliti di dalam menerbitkan berita sehingga tidak menimbulkan keberatan bagi pihak-pihak yang diberitakan. (b) Mengenai apa yang dimaksud dengan pertanggungjawaban pidana, perlu di saranankan adanya pencantuman yang jelas di dalam undang-undang mengenai unsur-unsur yang harus dipenuhi di dalam pertanggungjawaban pidana sehingga seseorang dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU Abidin Wikrama, iryans. 2005. Poltik Hukum Pers Indonesia. Jakarta : Grasindo. Moeljatno, 2009. Asas-Asas Hukum Pidana , Jakarta : Rienka Cipta Riambodo, RH ; Prawita Sari, Indria. 2010. Buku Saku Wartawan. Jakarta:Lembaga Pers Dr.Soetomo. Wiryawan, Hari. 2007. Dasar-dasar Hukum Media. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. B. PERATURAN Kitab Undang-Undang hukum pidana (KUHP) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers