PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
P E R S YA R ATA N P E R AT U R A N Pengelolaan Tanah dan Air (LW) LW01 Minimum Ruang Terbuka Hijau LW02 Bahan Berpori untuk Tempat Pejalan Kaki LW03
Sistem Pengumpulan Air Hujan
Fasilitas Pendukung (SF) SF01 Parkir Sepeda dan Kamar Mandi Limbah Padat dan Cair (SL) SL01 Sistem Pengelolaan Limbah Padat atau Cair Pelaksanaan Kegiatan Konstruksi (CA) CA01 Bak Cuci untuk Kendaraan Konstruksi CA02 Pembatasan Kebisingan CA03 Kamar Mandi dan Toilet untuk Pekerja Konstruksi CA04 Jaringan Pengamanan di Sekitar Gedung Konservasi Air selama Pembangunan (CW) CW01 Sumur Resapan Sementara CW02 Penampung Air CW03 Rencana Dewatering Pengelolaan Limbah Berbahaya dari Konstruksi (HW) HW01 Pengelolaan Limbah Berbahaya
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
daftar isi 2 PENG E LOL A A N
L A N S E K A P
18 0 1
C A KU PA N
19 0 2
P E R S YA R ATA N
P E R ATU R A N
23 0 3
P E N JE L A S A N
P E R ATU R A N
36 0 4
P R I N S I P- P R I N S I P
67 LAM P I R A N
DE S A I N
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Selubung Bangunan:
PENGELOLAAN LANSEK AP
Pendahuluan
2
Pengelolaan lahan merupakan bagian yang tidak berkaitan langsung dengan kinerja bangunan gedung, namun menjadi salah satu faktoryang sangat terlihat dan mendapatkan perhatian utama. Mengapa demikian, karena persyaratan pengelolaan lahan menjelaskan bagaimana korelasi antar bangunan dengan kaveling/persil bangunan itu berdiri, bangunan ke bangunan sekitarnya, dan secara luas, bangunan terhadap lingkungan perkotaan. Misalnya pesyaratan yang berkaitan dengan penyediaan RTH, secara kasat mata akan mudah diamati apakah suatu bangunan tersebut memiliki dan menerapkan penyediaan RTH dengan benar, berupa alokasi hijau bangunan pada kaveling, maupun hijau pada bagian-bagian bangunan. Contoh lainnya, adalah penyediaan fasilitas pendukung, yang difokuskan pada bagaimana prinsip-prinsip aksesibilitas ke dan dari bangunan sebanyak mungkin mampu meresapkan air ke dalam tanah, dan mendorong pengurangan penggunaan moda transportasi bermotor guna mengurangi emisi CO₂ dengan memberikan peluang lebih banyak penggunaan sepeda dan fasilitasnya, berupa rak sepeda dan kamar mandi. Untuk pengelolaan limbah padat dan sampah, saat ini difokuskan untuk melakukan pengelolaannya, berupa penerapan regulasi baku limbah padat dan upaya pemisahan sampah dalam kontainer-kontainer terpisah. Ketiga aspek ini, apabila dikorelasikan dengan kinerja langsung bangunan seperti efisiensi energi dan efisiensi air, maka dapat diharapkan mampu memberikan nilai tambah bagi lingkungan perkotaan. Dari beberapa literatur menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas langsung antara ruang terbuka hijau, penggunaan moda transportasi ramah lingkungan dan kualitas kehidupan yang lebih baik, seperti dibawah ini:
P E N Y E D I A A N
R T H
Penyediaan RTH saat ini merupakan indikator utama dari kualitas kehidupan perkotaan yang semakin baik. Banyak kota-kota di dunia memandang isu RTH ini adalah komponen krusial dalam memberikan pelayanan dasar kepada penduduknya. Bentuknya bisa bermacam-macam, umumnya berupa taman yang digunakan untuk rekreasi (park) atau area yang digunakan untuk
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
ditanami varian pepohonan (garden). Di bawah ini adalah data besaran RTH di kota-kota di dunia, dibandingkan dengan Vienna, Austria, yang disebut sebagai barometer penyediaan RTH:
KOTA
%
Vienna
51
Singapura
47
Hong Kong (70% luas total, 40% yang dilindungi)
46
Rio de Janeiro
40
London
40
Stockholm
40
Johannesburg-Gauteng
24
New York City
19,70
San Fransisco
17,90
Portland
16,30
Los Angeles
16,20 16
Berlin
14,40
Jakarta
10,40
Paris
9,40
Amsterdam
9,09
Chicago
8,50
Buenos Aires
5
Tokyo
3,44
Rome
3
Shanghai
2,6
Mumbai
2,5
Istanbul
1,5
T A B E L
0 1
Kota-kota di dunia dengan Prosentase Ruang Terbuka Hijau Terbesar di Dunia1 (Ketersediaan Taman yang Dilindungi)
G A M B A R
0 1
Ilustrasi Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Kota-Kota di Dunia dibandingkan dengan Viennat
os
en
Bu
s
e Air
Tok
1,9m2
s Am
2
l
O He WH orld (W
6,4m2
9m2
am
45,5m2
h
alt
bu
n Ista
d ter
n
27m2
1
yo
3m2
do
n Lo
n)
o ati
niz
ga Or
re
po
ga
Sin
na
n Vie
66m2
olm
na
n Vie
kh
c Sto
120m2
87,5m2
120m2
http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1660203 http://www.baharash.com/liveable-cities-how-much-green-space-does-your-city-have/
PENGELOLAAN LANSEK AP
Munich
3
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Bagaimana dengan Bandung? Marilah kita lihat data yang berkaitan dengan ketersediaan RTH di kota-kota besar Asia dibawah ini:
G A M B A R
0 2
Perbandingan Ruang Terbuka Hijau (m2/orang) di Kota-kota Asia3
Kolkata
1.8
Jakarta
2.3
Bangkok
3.3
Osaka
4.5
Manila
4.5
Mumbai
6.6
Tokyo
10.6
Hanoi
11.2
Karachi
17
Shanghai
18.1
New Delhi
18.8
Wuhan
20.9
Seoul
23.4
Yokohama
37.4
Rata-rata
38.6
Bangalore
41
Kuala Lumpur
43.9
PENGELOLAAN LANSEK AP
Taipei
4
49.6
Singapura
66.2
Beijing
88.4
Hong Kong
105.3
Nanjing
108.4
Guangzhou
166.3 0
20
40
60
80
100
120
140
160
Berdaasarkan data rata-rata penyediaan RTH di Bandung untuk per kapita berkisar 0,43 m²/orang4, jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata di Asia sebesar 38,6 m²/orang. Apabila ditinjau dari tren perkembangan penggunaan lahan di Bandung, yang semakin tahun semakin intensif, sebagaimana perubahan yang tergambar dalam ilustrasi berikut:
G A M B A R
0 3
Peta spasial klasifikasi penutup lahan di Bandung pada tahun 1994 (kiri) dan 2001 (kanan) 3 4
Siemens Asian Green City Index, 2012 Ariandy, Fajar. 2014. Green city dan upaya pelaksanaannya di Indonesia, Studi Kasus Pembangunan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung
180
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
PENGELOLAAN LANSEK AP
Pola perkembangan pembangunan Kota Bandung berakibat langsung terhadap ketersediaan RTH saat ini. Meskipun demikian, apabila diamati, di beberapa wilayah kota dengan tingkat kepadatan tinggi, pengendalian ketersediaan RTH masih cukup baik. Berikut adalah beberapa contoh sebaran RTH di lokasi-lokasi utama pusat Kota Bandung, sebagaimana dibawah ini:
5 G A M B A R
0 4
Contoh pengolahan RTH pada pedestrian dan bangunan gedung di Kota Bandung5
Sesuai dengan undang-undang nasional6, pemerintah Bandung telah menetapkan target untuk mencapai 30% ruang terbuka hijau pada tahun 2030. Sementara usaha pencapaian target ini dilakukan melalui pembangunan taman-taman dan jalur hijau, peningkatan yang signifikan dalam ruang terbuka hijau milik pribadi juga diperlukan. Detail upaya Kota Bandung dalam mencapai penambahan RTH telah direncanakan dalam Master Plan Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung 2012-2031 sebagaimana tercantum dalam Tabel berikut:
5 6
N.T.I. Bramono Law 26/2007 on Spatial Planning and Development, which requires each Indonesian city to allocate at least 30% of its territory to become green open space, 20% out of which must take form as public domain
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
J E N I S
R T H
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Eksisting
Rencana
Luas (Ha)
%
Sempadan Sungai
18,31
0,11
18,31
0,11
Sempadan Rel Kereta
6,42
0,04
9,63
0,06
Sempadan SUTT
10,17
0,07
10,17
0,07
Sempadan Jalan
176,91
1,06
264,34
1,58
Taman Kota
218,07
1,3
2713,9
15,92
TPU
148,14
0,89
292
1,74
4,12
0,02
4,12
0,02
Kawasan Konservasi Lain-Lain
Luas (Ha)
%
436,4
2,61
92,58
0,55
RTH Publik
1018,54
6,1
3404,05
20,00
Perumahan
55,6
0,33
1090
6,36
Hankam
114,01
0,68
60,84
0,36
Pendidikan Perdagangan
722,34
4,32
549,25
3,28
RTH Privat
891,95
5,33
1700,09
10
RTH Kota Bandung
1910,49
11,43
5104,14
30,00
T A B E L
0 2
PENGELOLAAN LANSEK AP
TOTAL Penambahan RTH Kota Bandung8
6
Seperti yang ditampilkan dalam Gambar 4 dibawah ini, usaha pemerintah Kota Bandung untuk memperbaiki rasio ruang terbuka hijau publik dalam beberapa tahun belakangan ini telah meningkatkan ruang terbuka hijau publik dari 1.48% menjadi 11.42%. Namun demikian, luasan area terbuka hijau ini masih jauh dari target yang dimandatkan dalam peraturan sebesar 30%. Terlebih lagi, terdapat jarak yang sangat lebar antara ketersediaan RTH Privat dari perumahan saat ini dengan rencana pemenuhan yang telah ditentukan. Merespon hal ini, peraturan bangunan gedung hijau ini ditujukan untuk secara aktif berkontribusi pada permasalahan ini dengan mengatur luasan minimal dan berjenjang area terbuka hijau minimum untuk bangunan gedung hijau baru. Untuk meningkatkan potensi penyerapan air ke tanah guna mengembalikan siklus hidrologi, maka peraturan ini mengatur juga penggunaan bahan penutup tanah/perkerasan yang berpori untuk mengurangi limpasan air di muka tanah.
8
Master Plan Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung 2012-2031
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
G A M B A R
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
0 5
Perkembangan Ruang Terbuka Hijau Publik di Bandung9
100 90 80
Ruang Terbuka Hijau
70 60
Ruang Bangunan
50 40
Target 2030
30 20 10
1,45
1,52
2003
2004
6,9
7,86
8,76
8,87
9,31
10,03
11,42
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
PENGELOLAAN LANSEK AP
0
7
9
Pemerintah Kota Bandung (2010,2012); Dinas Pertamanan (2008) dalam Triyono Puspitojati & Ismayadi Samsoedin, Kajian Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Bandung, Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol.12 No.1 April 2015: 55-66 ; Dinas Pertamanan Kota Bandung (2009) dalam Fajar Ariandy, Green City dan Upaya Pelaksanaannya di Indonesia, Studi Kasus Pembangunan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung, 2014
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
P E N Y E D I A A N P E N D U K U N G
PENGELOLAAN LANSEK AP
P E D E S T R I A N
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
F A S I L I T A S
Fasilitas pendukung dalam Peraturan ini mengatur tentang penyediaan jalur pedestrian, ketersediaan parkir sepeda dan fasilitas kamar mandi. Sebagaimana diketahui bahwa, di Kota Bandung, saat ini beberapa inisiasi yang berkaitan dengan penyediaan jalur pedestrian yang nyaman dan aman telah mulai dilakukan. Seperti misalnya penyediaan pedestrian di sepanjang ruas jalan-jalan utama daerah tujuan wisata, sebagaimana dibawah ini:
G A M B A R
0 6
Pengolahan Pedestrian dan Akses ke Bangunan di Jl. RE. Martadinata10
8
G A M B A R
0 7
Pengolahan Pedestrian dan Akses ke Bangunan di Jl. Diponegoro11
10 11
Google Earth, 2016 Google Earth, 2016
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
G A M B A R
0 8
Pengolahan di Jl. RE Martadinata12
Sejalan dengan upaya-upaya tersebut dan untuk meningkatkan kontribusi resapan air pada persil bangunan, Perwal BGH mengamanatkan adanya jalur pedestrian dengan material berpori yang menghubungkan antara pintu masuk utama dengan batas terluar tapak. Penggunaan material berpori ini dimaksudkan sebagai mitigasi kelangkaan air tanah13 permukaan di Kota Bandung dan sekaligus memperbaiki kualitas air tanah serta upaya pencegahan turunnya muka air tanah yang semakin mengkhawatirkan14.
http://bandung.merdeka.com/halo-bandung/tahun-ini-pemkot-bandung-akan-bangunpedestrian-di-empat-titik-160525u.html 13 https://fitb.itb.ac.id/2013/11/29/bandung-masuk-zona-merah-air-tanah/ 14 http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/09/26/nvadjl335-muka-air-tanah-dibandung-turun-75-meter 12
PENGELOLAAN LANSEK AP
Inisiatif pembangunan pedestrian kian digencarkan dalam beberapa tahun terakhir ini. Tercatat ada beberapa titik pembangunan pedestrian di beberapa ruas jalan utama seperti Jl. Ir. H. Djuanda mulai dari Jl. Merdeka hingga Simpang Dago. Lalu Jl. Sudirman mulai dari Jl. Asia Afrika hingga Jamika, Jl. Cibadak, Jln. Buahbatu, lanjutan Jl. Ibrahim Adjie, Jl. Ahmad Yani, Jl. Dipati Ukur, lanjutan Jl. Martadinata dari Taman Pramuka hingga Jl. Ahmad Yani, Jln. Kopo mulai jembatan tol sampai Jl. Soekarno-Hatta. Berikut adalah contoh pedestrian yang dibangun pada tahun 2016:
9
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Contoh bangunan gedung yang menggunakan material berpori pada jalur pedestriannya:
G A M B A R
0 9
PENGELOLAAN LANSEK AP
Penggunaan Material Berpori pada Pedestrian Bangunan Komersial15
10
P E N G E L O L A A N S A R A N A P A R K I R S E P E D A & K A M A R M A N D I FA S I L I TA S S A R A N A PA R K I R S E P E D A
Dalam beberapa tahun ini, upaya untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor mulai digalakkan di Kota Bandung dengan penggunaan moda sepeda. Selain mengurangi kemacetan, hal ini akan berdampak pada peningkatan kesehatan masyarakat dan juga mengurangi dampak polusi yang ditimbulkan kendaraan bermotor. Inisiasi-inisiasi penggunaan sepeda di Kota Bandung nampak pada gambar-gambar sebagai berikut:
15
Google Earth, 2016
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
PENGELOLAAN LANSEK AP
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
11
G A M B A R
1 0
Penyediaan Jalur untuk Bersepeda di Kota Bandung16
16
http://jagabumiperbanyakinfo.blogspot.co.id/2010/12/bandung-punya-jalur-sepeda.html
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
G A M B A R
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
1 1
PENGELOLAAN LANSEK AP
Inisiasi Penggunaan Sepeda oleh Pejabat Publik17
12
G A M B A R
1 2
Inisiasi Penggunaan Sepeda oleh Komunitas Bike to Work Bandung18
http://www.inilahkoran.com/berita/bandung-juara/61005/pemkot-bandung-siap-kembalipopulerkan-sepeda 18 https://twitter.com/b2wbandung 17
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
PENGELOLAAN LANSEK AP
Selain itu, Kota Bandung telah mencanangkan program Bandung Menuju Kota Sepeda dengan merencanakan kewajiban penyediaan sepeda untuk bangunan-bangunan komersial seperti hotel19 dan bangunan lainnya guna mengurangi kemacetan.
13
G A M B A R
1 3
Bike Sharing di Kota Bandung20
19 20
https://portal.bandung.go.id/posts/2016/08/20/3gG8/menuju-bandung-kota-sepeda http://www.greenasiaforce.com/bandungs-bike-sharing-one-year-on/
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Dalam merespons perkembangan dan inisiasi yang sudah dilakukan tersebut, Perwal mengamanatkan minimum penyediaan parkir sepeda sekaligus penyediaan fasilitas kamar mandi pada bangunan gedung hijau dengan fungsi tertentu, yaitu diwajibkan pada pada perkantoran dan pendidikan. Berikut adalah beberapa contoh penyediaan parkir sepeda di beberapa bangunan gedung di Kota Bandung:
PENGELOLAAN LANSEK AP
G A M B A R
1 4
Penyediaan Parkir Sepeda di Gedung Pemerintah21
14
G A M B A R
1 5
Penyediaan Parkir Ruang Publik22
http://jabarprov.go.id/index.php/berita_gambar/detail/730/Parkir_Sepeda_di_Gedung_Sate https://twitter.com/infobdg/status/429081740825477120 22 https://muhdhito.me/2011/10/16/jembatan-pohon-babakan-siliwangi/ 21
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
FA S I L I TA S S A R A N A K A M A R M A N D I
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Fasilitas ini dimaksudkan untuk mendukung para pengguna sepeda di Kota Bandung untuk dapat melakukan aktivitas bersepedanya dengan lebih nyaman. Kewajiban penyediaan parkir sepeda sekaligus kamar mandi diwajibkan pada bangunan gedung hijau dengan fungsi perkantoran dan pendidikan.
P E N G E L O L A A N L I M B A H P A D A T & S A M P A H Pengertian dari limbah padat dalam Perwal ini adalah zat buangan yang dihasilkan dari proses kegiatan manusia, dalam hal ini pengguna/pemilik bangunan gedung hijau. Limbah ini dapat berupa barang bekas, sisa kotoran, tanaman, atau sayuran yang berdampak pada terganggunya keseimbangan lingkungan bila jumlah ambang batas toleransi terhadap lingkungan terlampaui23. Secara khusus, wujud dari limbah padat dari bangunan gedung adalah seperti misalnya sisa makanan, potongan kayu, sobekan kertas, sampah, plastik dan logam yang tidak akan berpindah, sampai ada upaya pemilik/pengelola bangunan gedung untuk memindahkannya. Dalam Perwal ini mengamanatkan adalanya penyediaan fasilitas pengelolaan limbah padat yang pengaturannya mengikuti aturan berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, guna menghindari pencemaran yang dapat membahayakan lingkungan. Berikut adalah referensi peraturan yang harus diikuti dalam penyediaan fasilitas limbah padat tersebut: • Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 05/2010 tentang Bangunan Gedung, terutama Pasal 38; • Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02/2014 tentang Pengelolaan dan Pengendalian Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; • Peraturan Pemerintah Nomor 18/1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; • Undang-Undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. P E N G E LO L A A N S A M PA H
Bandung, sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia mengalami masalah dengan pengelolaan sampah. Timbulan sampah yang dihasilkan pada tahun 2014 saja diproyeksikan mencapai 1.549 ton/hari dengan perkiraan jumlah penduduk sebanyak lebih dari 2,7 juta jiwa, dengan kapasitas yang mampu diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir adalah hanya sebanyak ±1.100 ton/hari, dengan komposisi sampah organik sebanyak 53% dan anorganik 43% (Final Report JICA, 2014)24. Data yang lebih baru dari National Geographic pada tahun 2014 menyatakan bahwa, produksi harian sampah Kota Bandung mencapai lebih dari 1.600 ton/hari, dengan kemampuan pengangkutan hanya meliputi 1.200 ton/hari, 150-250 ton diantaranya diolah oleh warga sedangkan sisanya sekitar 150-250 tidak terangkut dan dibuang di tempat pembuangan 23 24
https://pengelolaanlimbah.wordpress.com/category/a-pengertian-limbah/ http://pdkebersihan.bandung.go.id/profil/kondisi-sampah/
PENGELOLAAN LANSEK AP
P E N G E LO L A A N L I M B A H PA D AT
15
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
PENGELOLAAN LANSEK AP
liar25. Dengan kata lain, sekitar lebih dari 400 ton/hari sampah di Kota Bandung tidak mampu diangkut dan diolah ke TPA26. Permasalahan ini nampaknya mulai harus dipikirkan secara kompehensif, terutama apabila terdapat gangguan dalam manajemen persampahan Kota Bandung, maka dapat dipastikan kondisi pengangkutan sampah akan sangat terhambat.
G A M B A R
1 6
Kondisi Sampah Kota Bandung yang Tidak Terangkut dan Meluber ke Jalan27
Sebagai gambaran, berikut adalah ilustrasi komposisi sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Kota Bandung:
16
G A M B A R
1 7
Kondisi Sampah Kota Bandung yang Tidak Terangkut dan Meluber ke Jalan28
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/09/setiap-hari-400-ton-sampah-di kota-bandung-tak-terangkut 27 http://darikita.com/sampah-meluber-ke-jalan/ 28 http://pdkebersihan.bandung.go.id/profil/kondisi-sampah/ 25,26
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Sebagai gambaran, berikut adalah ilustrasi komposisi sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Kota Bandung:
G A M B A R
1 8
Pada prinsipnya, manajemen persampahan tidak secara langsung terkait dengan bangunan gedung hijau. Namun, mengingat permasalahan ini nampaknya cukup serius, maka Perwal ini mengamanatkan adalanya penyediaan pengelolaan sampah berupa pemisahan sampah dan pewadahan di masing-masing bangunan. Hal ini didasari atas pemikiran bahwa dengan pemisahan maka akan mampu memberi kemudahan dalam pengangkutan dan pengelolaannya, serta meningkatkan nilai ekonomi pengolahan dari masyarakat.
PENGELOLAAN LANSEK AP
Contoh-contoh Pemisahan Sampah yang Diinisasi oleh Pemerintah Kota Bandung29
17
29
http://www.kompasiana.com/carita-ti-khayangan/desain-baru-tempat-sampah-dibandung_54f992a3a3331153578b459c
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
01
cakupan PENGELOLAAN LANSEK AP
Lingkup dari Panduan ini meliputi tiga hal, yaitu:
18
• • •
Penyediaan RTH, yang meliputi: o RTH pekarangan; dan o Daerah hijau bangunan (DHB); Penyediaan fasilitas pendukung; yang meliputi: o Penyediaan jalur pedestrian; o Penyediaan fasilitas parkir sepeda; dan o Penyediaan fasilitas kamar mandi; Pengelolaan limbah padat dan sampah, yang meliputi: o Penyediaan fasilitas pengelolaan limbah padat; dan o Penyediaan fasilitas pengelolaan sampah.
Batasan dari Panduan ini adalah: • DHB yang dimaksud di atas tidak diperhitungkan dengan tidak melebihi/maksimal 25% dari RTH; • Penyediaan jalur pedestrian harus menggunakan material yang mampu meresapkan air; • Jalur pedestrian berupa jalur pedestrian dari batas terluar tapak bangunan sampai dengan pintu masuk utama; • Bangunan gedung hijau dengan fungsi perkantoran dan pendidikan, wajib menyediakan baik sarana parakir sepeda dan fasilitas kamar mandi.
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
persyaratan peraturan P E R S YA R ATA N P E N G E LO L A A N L A H A N U N T U K B A N G U N A N G E D U N G H I J AU D E N G A N
L U A S A N > 5 0 0 0 M T E R M A S U K R U A N G
2
B A W A H
Persyaratan Wajib (Bintang Satu) Pengelolaan lahan meliputi: • Penyediaan RTH; • Penyediaan fasilitas pendukung; dan • Pengelolaan limbah padat dan sampah. Penyediaan RTH meliputi: • Penyediaan RTH meliputi RTH pekarangan dan DHB • Penyediaan RTH berpedoman pada dokumen KRK • Penyediaan DHB berupa: • Taman pada atap bangunan (roof garden); dan/atau • Taman pada dinding/tanaman rambat (vertical garden) • Penyediaan DHB diperhitungkan dengan luas tidak melebihi 25% dari RTH. Penyediaan fasilitas pendukung meliputi: • Penyediaan jalur pedestrian; • Penyediaan fasilitas sarana parkir sepeda; dan
PENGELOLAAN LANSEK AP
02
19
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
PENGELOLAAN LANSEK AP
• Penyediaan fasilitas kamar mandi; • Penyediaan jalur pedestrian harus menggunakan material dengan permukaan berpori yang mampu meresapkan air; • Jalur pedestrian berupa jalur dari batas terluar tapak bangunan sampai dengan pintu masuk utama. • Penyediaan fasilitas sarana parkir sepeda diperhitungkan dengan perbandingan 25 (dua puluh lima) parkir mobil wajib menyediakan paling sedikit 1 (satu) parkir sepeda. • Fasilitas kamar mandi diperuntukkan bagi pengguna sepeda yang disediakan dengan perhitungan paling sedikit 1 (satu) kamar mandi untuk setiap 10 (sepuluh) parkir sepeda. • Penyediaan sarana parkir sepeda dan kamar mandi diwajibkan untuk bangunan gedung hijau dengan peruntukan komersial dan pendidikan.
20
Pengelolaan limbah padat dan sampah meliputi: • Penyediaan fasilitas pengelolaan limbah padat; • Penyediaan fasilitas pengelolaan sampah; • Penyediaan fasilitas pengelolaan limbah padat berpedoman pada ketentuan perundang-undangan; • Penyediaan fasilitas pengelolaan sampah meliputi: • Penyediaan tempat sampah sesuai dengan jenis sampah; dan • Penyediaan pewadahan sampah. • Penyediaan tempat sampah sesuai dengan jenis sampah, meliputi: • Sampah yang mengandung B3, jika dipersyaratkan; • Sampah yang mudah terurai; • Sampah yang dapat digunakan kembali atau sampah yang dapat didaur ulang; dan • Sampah lainnya. • Penyediaan pewadahan sampah berupa pewadahan sementara berfungsi sebagai penampungan sementara sebelum diambil oleh penyedia jasa pengelolaan sampah kota dan/atau pihak ketiga. • Pewadahan sampah sementara wajib memperhitungkan: • Volume sampah; • Jenis sampah; • Penempatan; • Jadwal pengumpulan; dan • Jenis sarana pengumpulan dan pengangkutan. Persyaratan Bintang Dua (Sukarela) Persyaratan bintang dua berupa tambahan RTH paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari RTH minimum yang dipesyaratkan dalam dokumen KRK. Persyaratan Bintang Tiga (Sukarela) Persyaratan bintang tiga berupaTambahan RTH paling sedikit 20% (dua puluh perseratus) dari RTH minimum yang dipersyaratkan dalam dokumen KRK.
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
P E R S YA R ATA N P E N G E LO L A A N L A H A N U N T U K B A N G U N A N G E D U N G H I J AU D E N G A N
L U A S A N < 5 0 0 0 M T E R M A S U K R U A N G
2
B A W A H
Persyaratan Bintang Satu (Wajib) Pengelolaan lahan meliputi: • Penyediaan RTH; dan • Pengelolaan limbah padat dan sampah.
Pengelolaan limbah padat dan sampah meliputi: • Penyediaan fasilitas pengelolaan limbah padat; • Penyediaan fasilitas pengelolaan sampah; • Penyediaan fasilitas pengelolaan limbah padat berpedoman pada ketentuan perundang-undangan; • Penyediaan fasilitas pengelolaan sampah meliputi: a. Penyediaan tempat sampah sesuai dengan jenis sampah; b. Penyediaan pewadahan sampah. • Penyediaan tempat sampah sesuai dengan jenis sampah, meliputi: a. Sampah yang mengandung B3, jika dipersyaratkan; b. Sampah yang mudah terurai; c. Sampah yang dapat digunakan kembali atau sampah yang dapat didaur ulang; dan d. Sampah lainnya. •
Penyediaan pewadahan sampah berupa pewadahan sementara berfungsi sebagai penampungan sementara sebelum diambil oleh penyedia jasa pengelolaan sampah kota dan/atau pihak ketiga. a. Pewadahan sampah sementara wajib memperhitungkan: b. Volume sampah; c. Jenis sampah; d. Penempatan; e. Jadwal pengumpulan; dan f. Jenis sarana pengumpulan dan pengangkutan.
PENGELOLAAN LANSEK AP
Penyediaan RTH meliputi: • Penyediaan meliputi RTH pekarangan dan DHB • Penyediaan RTH berpedoman pada dokumen KRK • Penyediaan DHB berupa: • Taman pada atap bangunan (roof garden); dan/atau • Taman pada dinding/tanaman rambat (vertical garden) • Penyediaan DHB diperhitungkan dengan luas tidak melebihi 25% dari RTH.
21
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
•
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Dalam hal bangunan gedung fungsi hunian rumah tinggal, harus menyediakan paling sedikit penyediaan tempat sampah untuk: a. Sampah organik atau yang mudah terurai; dan b. Sampah anorganik
PENGELOLAAN LANSEK AP
Persyaratan Bintang Dua (Sukarela) Persyaratan bintang dua berupa: • Penyediaan RTH dan Koefisien Dasar Hijau (KDH); • Penyediaan RTH berupa tambahan sebesar paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari RTH minimum yang dipersyaratkan dalam dokumen KRK; • Tambahan RTH tersebut dikenakan pada bangunan gedung dengan fungsi selain hunian rumah tinggal; • Penyediaan KDH berupa tambahan KDH paling sedikit 5% (lima perseratus) dari yang dipersyaratkan dalam dokumen KRK; • Penambahan tesebut dikenakan pada bangunan gedung dengan fungsi hunian rumah tinggal.
22
Persyaratan Bintang Tiga Persyaratan bintang dua berupa: • Penyediaan RTH dan Koefisien Dasar Hijau (KDH); • Penyediaan RTH berupa tambahan sebesar paling sedikit 20% (dua puluh perseratus) dari RTH minimum yang dipersyaratkan dalam dokumen KRK; • Tambahan RTH tersebut dikenakan pada bangunan gedung dengan fungsi selain hunian rumah tinggal; • Penyediaan KDH berupa tambahan KDH paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari yang dipersyaratkan dalam dokumen KRK; • Penambahan tesebut dikenakan pada bangunan gedung dengan fungsi hunian rumah tinggal.
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
penjelasan peraturan P E N Y E D I A A N D E F I N I S I
L A H A N
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/ jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam aturan Perwal ini, kewajiban minimal bagi bangunan gedung hijau adalah dengan menyediakan RTH sesuai dengan aturan tata ruang, yang telah tercantum dalam dokumen KRK.
Ruang Terbuka Hijau Pekarangan (RTHP) Ruang Terbuka Hijau Pekarangan yang selanjutnya disingkat RTHP adalah Ruang Terbuka Hijau yang berhubungan langsung dengan bangunan gedung dan terletak pada persil yang sama.
Derah Hijau Bangunan (DHB) Daerah Hijau Bangunan yang selanjutnya disingkat DHB adalah daerah hijau pada bangunan yang berupa taman-atap (roof-garden) maupun penanaman pada sisi-sisi bangunan seperti pada balkon dan cara-cara perletakan tanaman lainnya pada dinding bangunan. Pada prinsinya, penyediaan DHB dimaksudkan sebagai strategi untuk memenuhi target penyediaan RTH pada bangunan-bangunan gedung yang
PENGELOLAAN LANSEK AP
03
23
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
memiliki keterbatasan kaveling, namun tetap dapat berkontribusi secara optimal. DHB dibatasi maksimal sebesar 25% dari nilai RTH yang telah ditetapkan dalam aturan tata ruang. Manfaat Penyediaan RTH Secara umum, pengaturan penyediaan RTH dalam Perwal ini membidik adanya dampak-dampak positif sebagaimana tersebut dalam Tabel di bawah ini:
S K E N A R I O
S A AT
I N I
PENGELOLAAN LANSEK AP
Ruang terbuka hijau yang terbatas untuk aktifitas interaksi sosial dan kegiatan rekreasi fisik.
24
D A M PA K YA N G D I H A R A P K A N D A R I P E R WA L 1023/2016
Meningkatkan pengadaan ruang terbuka pada bangunan pribadi untuk interaksi sosial.
Karena kepadatan bangunan dan perkerasan yang tinggi seperti beton menyebabkan peningkatan suhu rata-rata di Bandung, yang juga menyebabkan semakin meningkatnya penggunaan AC dalam gedung.
Penurunan suhu rata-rata karena peningkatan vegetasi.
Peningkatan konsentrasi CO2 dan polutan lain telah menyebabkan masalah pada kesehatan dan hilangnya produktivitas.
Pengurangan polusi udara karena peningkatan vegetasi dan pengurangan penggunaan energi dalam gedung.
Ekosistem daerah telah berdampak buruk karena hilangnya habitat dan jalur migrasi burung dan hewan di daerah perkotaan.
Ekosistem perkotaan sebagian akan dipulihkan karena meningkatnya vegetasi.
Berkurangnya area resapan air hujan dalam tanah menyebabkan erosi, penurunan tingkat akuifer tanah dan meluapnya air sungai.
Peningkatan area perkerasan yang berpori akan meningkatkan penyerapan air tanah dan pengurangan limpasan ke sungai.
Manfaat Ekonomi Meskipun tidak mudah untuk diukur, penerapan persyaratan penyediaan RTH ini diharapkan memberikan manfaat ekonomi yang besar. Sebuah penelitian di Australia menghitung manfaat biaya lingkungan dan nilai property (cost benefit value) pada kisaran $ 3,81 untuk setiap $ 100 yang dihabiskan untuk penanaman pohon dan pengelolaannya30. Mitigasi Dampak Urban Heat Island (UHI) Urban heat island adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan konsentrasi suhu yang lebih tinggi di kawasan perkotaan dibandingkan dengan daerah sekitarnya.
30
National Heart Foundation of Australia, Ely M. Building the case for the role of landscaping in urban street design (tidak dipublikasikan). 2012.
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
1 9
Pengaruh pulau panas perkotaan pada umumnya31
C
o
33
32
31
30
29 pedesaan
perumahan pinggiran kota
area komersial
perkotaan
perumahan perkotaan
taman
perumahan pinggiran kota
lahan pertanian pedesaan
Fenomena ini dapat mengakibatkan kenaikan suhu sampai dengan 4ºC di kawasan perkotaan, akibat banyaknya penggunaan material buatan seperti beton. Pohon sangat efisien dalam mengendalikan iklim mikro dengan menyerap sebanyak 80% dari radiasi matahari yang jatuh pada mereka, sehingga mengurangi kenaikan suhu dipermukaan tanah. Daun dan tanah melepaskan uap air, yang dalam prosesnya mendinginkan suhu udara dan permukaan tanah. Sebaliknya, beton dan material buatan lainnya memancarkan kembali sebagian besar dari panas yang terserap, yang menyebabkan terjadinya konsentrasi panas. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 dan Gambar 6 dibawah, suhu udara di Bandung mengalami perubahan yang cukup signifikan, yang diukur berdasarkan perhitungan luasan suhu untuk setiap internval suhu udara. Luas lahan pada interval suhu udara rendah nilainya berkurang, sedangkan luas lahan pada interval suhu udara tinggi nilainya bertambah. Berdasarkan hasil analisis karakteristik penutup lahan, penurunan luas lahan pada interval suhu udara rendah (17-24oC) terletak pada lokasi-lokasi badan air, sedangkan suhu udara yang tinggi yang mengalami peningkatan luas (24-29oC) terletak sebagian besar di pusat kota, industri, dan pinggiran kota Bandung, dimana terjadi alih fungsi lahan hijau menjadi lahan permukiman atau industry dan peningkatan prasarana transportasi.
31
Healthy Urban Habitat, Responding to the urban heat island: optimizing the implementation of green infrastructure (http://healthyurbanhabitat.com.au/responding-to-the-urban-heatisland-optimising-the-implementation-of-green-infrastructure/ )
PENGELOLAAN LANSEK AP
G A M B A R
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
25
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
Area 1994
Area 2001
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Difference (2001-1994)
Difference per Year
No
Temp. Range (oC)
1
16 – 17
0
0.00
0
0.00
0
0.00
0
0.00
2
17 – 18
253.53
0.08
0
0.00
-253.53
-0.08
-36.22
-0.01
3
18 – 19
4942.8
1.63
4283
1.41
-659.79
-0.22
-94.26
-0.03
4
19 – 20
9470.07
3.12
4004
1.32
-5466.06
-1.80
-780.87
-0.26
5
20 – 21
26851.1
8.84
8496.1
2.8
-18354.96
-6.04
-2622.14
-0.86
6
21 – 22
45878.1
15.10
24698
8.13
-21179.7
-6.96
-3025.67
-0.99
7
22 – 23
63885.5
21.02
45909
15.12
-17976.69
-5.90
-2568.10
-0.84
8
23 – 24
64213.2
21.13
62637
20.63
-1576.26
-0.5
-225.18
-0.07
9
24 – 25
48399.8
15.93
73529
24.21
25129.08
8.29
3589.87
1.18
10
25 – 26
23086.9
7.60
50572
16.65
27485.19
9.06
3926.46
1.29
11
26 – 27
9424.89
3.10
20473
6.74
11047.68
3.46
1578.24
0.52
12
27 – 28
3384.27
1.11
5819.2
1.92
2434.95
0.80
347.85
0.11
13
28 – 29
1388.43
0.46
1399.5
0.46
11.07
0.00
1.58
0.00
14
29 – 30
525.24
0.17
435.24
0.14
-90
-0.03
-12.86
0.00
(Ha)
(%)
(Ha)
T A B E L
(%)
(Ha)
(%)
(Ha)
(%)
0 3
Perubahan suhu udara di Bandung berdasarkan luas area32
PENGELOLAAN LANSEK AP
Mitigasi Penurunan Kualitas Udara dan Memburuknya Polusi Selain suhu, kawasan perkotaan juga menghadapi permasalahan konsentrasi polutan yang lebih besar dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi CO2 dikawasan perkotaan dapat mencapai 5-80 ppm lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan pedesaan sekitarnya dengan area terbuka hijau yang luas33. Tabel 2 dibawah menunjukkan hasil pengukuran untuk beberapa ruas jalan di Bandung, sedang Tabel 3 membandingkan hasil pengukuran tingkat polutan di beberapa kota besar di Jawa.
26
Tahun No
Parameter
Dago Golf (base)
1996*
1997**
2001**
2002*
2003**
2005**
1
Oksida Notrigen (NOx), ppm
0.0060
0.270
0.132
0.0593
0.072
0.065
0.0563
2
Ozon (O3), ppm
0.0371
0.044
0.056
0.048
0.057
0.05
0.036
3
Sulfur Osida (SOx), ppm
0.0278
0.015
-
0.033
0.056
0.04
0.02
4
Karbon monoksida (CO), ppm
1.21
5.11
4.616
3.1102
3.953
3.366
2.557
5
Partikel/SPM10, µG/m3
69
104
87.64
69.945
100.46
84.76
113.2
6
Methan (CH4), ppm
1.0
1.90
1.97
1.674
1.37
1.99
1.41
7
Non-Methan hidrokarbon, ppm
1.5
2.50
3.00
1.833
2.52
3.78
1.63
T A B E L
0 4
Rata-rata tingkat pencemaran udara di ruas jalan Kota Bandung 34. Catatan:
* lokasi Cicaheum ** lokasi jalan kota Bandung (Diponegoro, Cicaheum, Leuwipanjang, Balai Kota, Cibiru, Sarijadi, Margahayu, Cibeureum, Ujung Berung, Ledeng dan Pasir Impun. Data pada tabel ini merupakan nilai rata-rata dari pengamatan pada lokasi-lokasi tersebut diatas, yang mewakili hari kerja dan hari libur dari jam 07:00 s/d 17:00
Tursilowati, Laras (2009). Urban heat island dan kontribusinya pada perubahan iklim dan hubungannya dengan perubahan lahan. Prosiding seminar nasional pemanasan global dan perubahan global – fakta, mitigasi dan adaptasi 33 Berry & Colls, 1990; Clarke & Faoro, 1966; Reid & Steyn, 1997; Takagi, Gyokusen, & Saito, 1998 34 Kusminingrum, Nanny et al, 2008. Polusi udara Akibat Aktivitas Kendaraan Bermotor di Jalan Perkotaan Pulau Jawa Bali 32
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
Hc ppm
Lokasi/Kota
NOx ppm
CO ppm
O3 ppm
SPM10 µg/m3
SOx ppm
1
Bandung
0.1 – 5.0
0.016-0.123
0.01 – 6.67
0.002– 0.081
6.0 - 212
0.001 – 0.50
2
Surakarta
0.10 – 2.85
0.006-0.050
0.06 – 4.87
0.008-0.040
10.0 – 114.0
0.003– 0.020
3
Yogyakarta
0.10 – 6.80
0.019-0.050
1.31 – 7.86
0.005-0.025
34.0 – 131.0
0.001-0.010
4
Semarang
2.50 – 5.12
0.003-0.490
0.64 – 5.68
0.020-0.040
41.0 – 189.0
0.003– 0.040
5
Surabaya
2.50 – 6.70
0.016-0.123
0.01 – 6.67
0.002-0.081
6.0 – 212.0
0.001-0.010
6
Denpasar (Bali)
2.60 – 8.30
0.023-0.189
0.48-11.53
0.005-0.035
15.0 – 239.0
0.001-0.010
7
Serang (Banten)
0.80 – 8.00
0.001-0.111
0.061-4.206
0.003-0.076
9.0 – 260.0
0.049-0.276
T A B E L
0 5
Interval tingkat pencemaran udara di ruas jalan beberapa kota besar 35.
Pada dekade terakhir, tingkat polusi udara di Bandung pada umumnya mengalami peningkatan. Seperti ditunjukkan pada grafik diatas konsentrasi PM10 (Partikulat lebih kecil dari 10 mikron) jauh lebih tinggi daripada Pedoman Kualitas Udara WHO sebesar 20 µg/m3. Menghirup PM10 dalam waktu yang lama dapat menyebabkan penyakit jantung dan pernapasan, serta kanker paru-paru. Pada umumnya, angka kematian di kota-kota dengan tingkat polusi yang tinggi lebih besar 15-20% dibandingkan dengan kota-kota yang relatif lebih bersih. Program penanaman pohon telah terbukti mengurangi polusi udara dan dampak negatifnya terhadap kesehatan. Di Inggris, keberadaan pohon diperkirakan telah menyelamatkan 5 – 7 kematian dan pengurangan pasien rawat inap 4 – 6 orang per tahun, akibat berkurangnya polusi sulfur dioksida dan PM10. Hasil simulasi untuk kota London menunjukkan bahwa ruang terbuka hijau dengan pepohonan seluas 25% dari area perkotaan mampu menyerap 90.4 metrik ton polusi PM10 per tahun, yang setara dengan pengurangan dua kematian dan dua pasien rawat inap di rumah sakit per tahun 36. Banyak penelitian sudah diterbitkan yang menunjukkan manfaat kesehatan dari keberadaan taman pada fasilitas kesehatan 37. Salah satu hasil penelitian tersebut (dipresentasikan di bawah ini) menunjukkan peningkatan persepsi umum diantara pasien yang menghabiskan waktu di taman rumah sakit.
Kusminingrum, Nanny et al, 2008. Polusi udara Akibat Aktivitas Kendaraan Bermotor di Jalan Perkotaan Pulau Jawa Bali 36 Tiwary, A et al.2009. An integrated tool to assess the role of new plantings in PM10 capture and the human health benefits: A case study in London.Environ.Poll.157 37 Ulrich, Roger, Health Benefits of Gardens in Hospitals, 2002 (http://www. greenplantsforgreenbuildings.org/attachments/contentmanagers/25/HealthSettingsUlrich. pdf ) 35
PENGELOLAAN LANSEK AP
No
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
27
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
G A M B A R
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
2 0
Manfaat interaksi manusia dengan vegetasi38
Persepsi Pasien sesudah Menghabiskan Waktu di Taman RS
Lebih rileks
Segar kembali
Dapat berpikir
Merasa lebih baik
Keterkaitan dengan agama
Perubahan suasana hati % 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
70
80
90
100
Komponen Taman yang Membantu Pasien untuk Merasa lebih Baik
Pohon, Tanaman, Alam
Aroma, Suara, Udara Segar
PENGELOLAAN LANSEK AP
Tempat untuk Menyendiri
Pemandangan, Tekstur
Fitur Praktis % 0
10
20
30
40
50
60
Area (Ha) 80000
28
70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 16-17 17-18 18-19
19-20 20-21 21-22 22-23 23-24 24-25 25-26 26-27 27-28 28-29 29-30
Temperatur (oC) 1994 2001
G A M B A R
0 8
Perubahan suhu udara di Bandung berdasarkan luas area (1994-2001) 39
Sustainable Urban Landscape Information Series, Healing Garden http://www.sustland.umn. edu/design/healinggardens.html 39 Tursilowati, Laras (2009). Urban heat island dan kontribusinya pada perubahan iklim dan hubungannya dengan perubahan lahan. Prosiding seminar nasional pemanasan global dan perubahan global – fakta, mitigasi dan adaptasi 38
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Disamping dampak lingkungan yang luar biasa dalam skala kota, fenomena urban heat island yang terjadi di Bandung secara langsung akan meningkatkan penggunaan energy pada bangunan gedung, terutama untuk pendinginan bangunan. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah nyata untuk mengurangi laju penurunan ruang terbuka hijau. Disamping usaha untuk menambah ruang terbuka hijau publik, penambahan persyaratan area ruang terbuka hijau pada area privat (tiap bangunan) adalah salah satu cara untuk mengurangi dampak negatif dari menciutnya ruang terbuka hijau di Bandung.
Perbaikan Habitat untuk Ekosistem di Perkotaan Pengembangan kawasan perkotaan menyebabkan gangguan habitat hewan dan tumbuhan serta ekosistem. Beberapa dari keseimbangan ekosistem ini dapat dimunculkan kembali di kawasan perkotaan dengan memiliki taman dan koridor ruang terbuka hijau yang terhubung. Pengembangan Singapura yang modern telah menyebabkan gangguan serupa, yang mengakibatkan hilangnya 95% hutan alam asli kota. Namun, selama 20 tahun terakhir, ruang terbuka hijau kota telah meningkat dari 36% menjadi 47%, meskipun jumlah penduduknya meningkat dua kali lipat. Dampak dari inisiatif ini sudah cukup terlihat. Sekitar 500 spesies baru flora dan fauna, seperti siput pohon hijau dan lalat berkaki panjang, telah terlihat lagi atau telah terlihat untuk pertama kalinya, termasuk 100 spesies baru bagi ilmu pengetahuan 40. Kontribusi untuk Kondisi Sosial Budaya, Estetika dan Kesehatan Manusia Ruang terbuka hijau merupakan ekspresi budaya lokal, interaksi sosial, rekreasi, dan pendidikan. Bangunan dengan ruang terbuka hijau yang cukup dianggap lebih menarik secara visual dan kadang-kadang juga dapat meningkatkan nilai properti. G A M B A R
2 1
Ruang terbuka hijau sebagai tempat untuk relaksasi dan rekreasi41
“An Urban Jungle for the 21st Century”, http://www.nytimes.com/2011/07/29/business/global/ an-urban-jungle-for-the-21st-century.html 41 Anggia Murni 40
PENGELOLAAN LANSEK AP
Meningkatkan ruang terbuka hijau dalam tapak bangunan baru akan berperan penting dalam mengurangi pengaruh urban heat island di Bandung, yang pada akhirnya akan menurunkan kebutuhan pendinginan gedung. Simulasi energi untuk enam tipikal bangunan di Bandung menunjukkan bahwa penghematan 2%-4% dari penggunaan energi total dapat dapat dicapai, hanya dengan penurunan perbedaan suhu antara ruang luar dan ruang dalam sebesar 1ºC.
29
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Reduksi Limpasan Air dari Permukaan Rendahnya proporsi ruang terbuka hijau di Jakarta telah meningkatkan limpasan air hujan ke drainasi kota dan ke sungai. Hal ini merupakan salah satu penyebab utama terjadinya banjir tahunan. Tingginya limpasan permukaan juga mengurangi pengisian akuifer bawah tanah yang berakibat pada penurunan permukaan tanah di beberapa bagian kota. Dengan menyediakan ruang terbuka hijau yang cukup, kemungkinan banjir sungai dapat dikurangi dan penipisan akuifer dapat diperlambat atau bahkan dibalik.
G A M B A R
2 2
Perbandingan Koefisien Limpasan Air dari Berbagai Bahan Lansekap
100
95
90
85
80
75
70
65 60
PENGELOLAAN LANSEK AP
60
50
50
40
45
40
40 35
30
25
25
20
10
10
0
30
al ori Asp erp al B Asp
ir % ar ta m) ikil lay) atar 10% 10% Pas 1-3 Ker eluk u Ba (Loa hD g (C g> g 3ng ak B ren ana pun ung ere ren i Le di T em Sem mp i Le di L t d L e d t u t L t h u u p a p p ah pu Tan Rum Rum Tan Rum Rum Bat
n
o Poh
Koefisien limpasan air pada gambar diatas menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam jumlah air hujan yang dapat diserap oleh hardscape (aspal, batu bata dll) dan softscape (rumput dll). Agar air dapat meresap kedalam tanah dibawahnya, pada area yang memerlukan perkerasan sebaikya digunakan material yang berpori, seperti aspal dan beton berpori. Detail lebih lanjut tentang limpasan air dan akuifer dapat ditemukan di Buku Panduan Pengguna (User Guide) Efisiensi Air.
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
P E N Y E D I A A N P E N D U K U N G
FA S I L I TA S
Jalur Pedestrian Secara umum jalur pedestrian bermakna jalur yang diperuntukkan bagi pejalan kaki untuk dapat mencapai tujuan perjalanannya secara aman dan nyaman. Penyediaan jalur pedestrian saat ini juga telah menjadi indikator pokok bagi kemajuan peradaban dan pembangunan suatu perkotaan di masa depan. Pedestrian pada bangunan gedung hijau merupakan bagian dari aksesibilitas ke, dari dan pada kaveling bangunan, yang menghubungkan antara batas terluar tapak bangunan, sampai dengan pintu masuk utama. Sarana Parkir Sepeda Secara umum, sarana parkir sepeda adalah tempat untuk memarkirkan sepeda yang didisain untuk dapat melakukan penguncian terhadap sepeda tersebut. Seiring dengan inisiasi dari Kota Bandung untuk mengurangi kemacetan akibat pertumbuhan pengguna kendaraan bermotor, persyaratan penyediaan parkir sepeda memberikan pesan yang jelas bahwa penggunaan kendaraan nonbermotor sama pentingnya, atau bahkan lebih penting dibandingkan dengan kendaraan bermotor. Fasilitas Kamar Mandi Fasilitas kamar mandi yang dimaksud disini adalah penyediaan atau penambahan kamar mandi yang digunakan untuk menampung kebutuhan pengguna sepeda pada bangunan gedung hijau tersebut. Mengapa persyaratan penyediaan parkir sepeda dan fasilitas kamar mandi diwajibkan pada bangunan gedung fungsi perkantoran dan pendidikan dikarenakan dari kedua fungsi bangunan ini merupakan potensi terbesar pengguna sepeda. Material berpori Secara umum, material berpori ini dipergunakan sebagai bahan material jalur pedestrian yang mempunyai kemampuan menyerapkan air guna mengisi kembali air permukaan dan mengurangi genangan air. Manfaat Penyediaan FAsilitas Parkir Sepeda, Fasilitas Kamar Mandi dan Material Berpori Filosofi yang terkandung dalam penyediaan fasilitas pendukung adalah mengakomodasi kebutuhan mobilitas bagi semua warga kota, tidak terkecuali pemilik/pengguna bangunan gedung hijau. Kota Bandung, yang tengah mengalami transformasi menuju kota yang nyaman bagi warganya, wajib mendukung penyediaan sarana mobilitas yang inklusif bagi semua orang. Bangunan gedung hijau, sebagai salah satu elemen pembentuk dari kota yang nyaman tersebut, memiliki nilai kontribusi lebih kepada lingkungannya dengan penyediaan fasilitas pedestrian dan fasilitas bersepeda. Secara umum, manfaat dari penyediaan fasilitas pedestrian dan fasilitas bersepeda tersebut adalah sebagai berikut:
PENGELOLAAN LANSEK AP
D E F I N I S I
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
31
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
1.
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Manfaat Ekonomi
Penyediaan fasilitas pedestrian dan fasilitas bersepeda memiliki manfaat ekonomi yang cukup signifikan. Studi42 yang dilakukan di Amerika Serikat menyatakan bahwa sepeda telah menjadi salah satu moda transportasi menjadi pilihan utama masyarakat dibandingkan dengan moda yang lain. Dari aspek properti dan permukiman, area perkotaan yang memiliki fasilitas pedestrian dan jalur khusus bersepeda memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak memiliki. Hal positif yang sama dirasakan juga oleh pemilik toko yang terletak di jalur tersebut, dengan makin bertambahnya pelanggan yang berkunjung ke area tersebut. Dari segi infrastruktur, penyediaan parkir untuk sepeda juga tidaklah semahal apabila dibandingkan dengan penyediaan parkir mobil atau kendaraan bermotor. Dan yang paling penting adalah, adanya jalur pedesrtrian dan sepeda ini akan menarik kaum muda untuk bekerja di wilayah sekitar jalur tersebut.
PENGELOLAAN LANSEK AP
2.
Manfaat Sosial
Penyediaan fasilitas pedestrian dan sepeda yang layak memberikan kontribusi kepada klasifikasi masyarakat yang sering terjadi sebagai akibat dari urbanisasi. Menurut Gehl 43, penyediaan jalur sepeda yang layak dapat membantu menengahi jurang jarak antara masyarakat akibat dari klasifikasi tersebut dengan menghubungan wilayah-wilayah yang dianggap elit dan kurang elit, dan membangun kembali hubungan antar masyarakat. Sepeda merupakan alat transportasi yang murah dan terjangkau, sehingga penyediaan jalur tersebut akan mendorong kota menjadi lebih inklusif.
32
2.
Manfaat Lingkungan
Penyediaan fasilitas pedestrian dan fasilitas bersepeda dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap moda transportasi bermotor. Pengurangan penggunaan bermotor dimaksudkan untuk mengurangi tingkat polusi akibat emisi kendaraan, selain itu dapat mengurangi waktu tempuh yang tidak berguna akibat dari kepadatan lalu lintas. Dari aspek ini, maka pemborosan energi akan dapat dihindari.
42
43
Pedestrian and Bicycle Information Center, The Bottom Line: How bicycle and pedestrian projects offer economic benefits to communities, http://www.pedbikeinfo.org/pdf/Webinar_ PBIC_LC_050713.pdf Gehl, Jan THE CITIES OF THE FUTURE ARE PEOPLE-FRIENDLY CITIES, http://denmark.dk/en/ green-living/bicycle-culture/the-cities-of-the-future-are-people-friendly-cities/
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
P E N G E L O L A A N D A N S A M PA H
L I M B A H
PA D AT
Limbah Padat Limbah padat adalah hasil buangan dari proses kegiatan penghuni/pengguna bangunan gedung yang berupa padatan, misalnya kertas, kayu, karet, plastik, gelas, kaca, makanan, sayuran, potongan kayu, dan logam. Sampah ini tidak akan berpindah sampai ada yang memindahkannya. Sampah Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Sementara didalam UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan sampah adalah sisa kegiatan sehari hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang kelingkungan. Penyediaan Tempat Sampah Penyediaan tempat sampah dimaksudkan untuk melakukan pemisahan sampah secara tertib untuk kemudahan pemrosesan lebih lanjut. Manfaat Penyediaan Fasilitas Pengelolaan Sampah Pengelolaan limbah padat dan sampah dimaksudkan untuk mengendalikan dampak terhadap lingkungan yang ditimbulkan oleh bangunan gedung hijau selama masa operasional oleh para pengguna/pengelola bangunan. Dalam siklus daur hidup bangunan, limbah dan sampah yang dihasilkan bangunan haruslah diperlakukan sesuai dengan kaidah-kaidah yang tidak merusak dan meminimalisir pengaruh buruk yang mungkin terjadi. Dalam Peraturan Walikota ini, pengelolaan limbah dari bangunan gedung diperlakukan sesuai dengan peraturan bangunan gedung yang berlaku. Sedangkan pemilahan sampah dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah dalam pemanfaatan lebih lanjut, sebagai berikut: 1.
Menaikkan nilai tambah ekonomi
Pemilahan sampah langsung dari sumbernya akan memudahkan langkah pengelolaan selanjutnya. Sebagai contoh, pemilahan sampah antara organik, non organik, atau sampah yang masih dapat didaur ulang. Apabila dilaksanakan dengan tepat, pemilahan sampah akan mendorong pemanfaatan sampah lebih awal guna memperoleh nilai tambah yang asih dapat diterima oleh masyarakat. Sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai media komposting dan pupuk tanaman yang dapat dipergunakan oleh pemilik/ pengelola bangunan gedung sendiri. Sementara, sampah anorganik yang berupa material bekas yang dapat didaur ulang, dapat disalurkan ke pihak ketiga untuk memperoleh manfaat ekonomis lainnya;
PENGELOLAAN LANSEK AP
D E F I N I S I
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
33
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
2.
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Mengurangi beban timbulan sampah di tempat pembuangan akhir
Pemilahan sampah sejak dari sumbernya secara gradual akan mengurangi volume timbulan sampah secara simultan. Apabila dalam masing-masing pengelola lingkungan berupaya melaksanakan pemilahan sampah dan pemanfaatannya semenjak dari sumbernya, maka dipastikan beban volume timbulan sampah yang harus diproses oleh Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan berkurang. Konsekuensinya adalah antara lain tidak diperlukan banyak energi dan upaya untuk mengolah sampah tersebut, dan pada akhirnya beban terhadap lingkungan mampu dikurangi secara signifikan. 3.
Rekayasa Sosial
PENGELOLAAN LANSEK AP
Saat ini, pemilahan sampah dapat dikorelasikan dengan rekayasa sosial yang dimaksudkan mempercepat perubahan paradigma dan pandangan awam dalam masyarakat. Sebagai contoh, adanya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Sebagai pengganti biaya pemeriksaan, ditentukan dalam bentuk kuantitas sampah dalam bentuk dan jenis tertentu (non-organik) yang mudah dijumpai masyarakat. Dengan demikian, masyarakat akan semakin terdidik akan manfaat ekonomi yang terkandung dalam sampah sehingga timbul upaya untuk memanfatkan sampah semenjak dini.
Data menunjukkan bahwa volume timbulan sampah makin menunjukkan angka pertumbuhan tiap tahun, dan prosentase timbulan sampah yang dihasilkan dari pertokoan perumahan adalah kontributor utama timbulan sampah di Kota Bandung.
34
T A B E L
0 6
Volume timbulan sampah dan volume sampah terangkut Kota Bandung 2002-2007 44
No
Tahun
Volume sampah timbulan (m3)
Volume sampah terangkut (m3)
1
2002
2.459.435,091
911.900
2
2003
2.484.797,788
1.053.957
3
2004
2.507.719,861
1.165.652
4
2005
2.533.214,483
814.333
5
2006
2.533.805,807
815.950
6
2007
2.583.126,335
718.276
Muttaqien dan Sugiyantoro, IDENTIFIKASI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA BANDUNG (Studi Kasus: Komplek Ujung Berung Indah, Komplek Perumahan Cibangkong, RW 08 Kelurahan Ciroyom, RW 02 Kelurahan Sukabungah, RW 02 Kelurahan Bina Harapan Cisaranten, dan Kelurahan Maleer) Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK ITB V1N2
44
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
No
Sumber
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Rata-rata timbunan sampah (m3/ hari)
%
1
Pemukiman
4.591,98
66,02
2
Pasar
618,5
8,25
3
Pertokoan dan restoran
302,8
4,04
4
Penyapuan jalan
452,3
6,03
5
Kawasan industri
798,5
10,65
6
Fasilitas umum
363,3
4,85
7
Saluran dan lain-lain
12,9
0,17
T A B E L
0 7
PENGELOLAAN LANSEK AP
Rata-rata sumber timbulan sampah Kota Bandung 2002-2007 45
35
G A M B A R
2 3
Skema Pemilahan Sampah Pada Bangunan 46
Pemilahan sampah pada prinsipnya bisa dilakukan dalam dua bagian besar yaitu Organik dan Non-Organik. Dalam perkembangannya, sampah Non Organik dapat dipisahkan kembali menjadi antara lain sampah kertas, plastik, kaca, logam, dan limbah B3 yang bisa berasal dari peralatan elektronik maupun material lainnya. Muttaqien dan Sugiyantoro, IDENTIFIKASI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA BANDUNG (Studi Kasus: Komplek Ujung Berung Indah, Komplek Perumahan Cibangkong, RW 08 Kelurahan Ciroyom, RW 02 Kelurahan Sukabungah, RW 02 Kelurahan Bina Harapan Cisaranten, dan Kelurahan Maleer) Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK ITB V1N2 46 http://thumbs.dreamstime.com/z/trash-types-segregation-recycling-bins-categoriescomposition-infographic-waste-consisting-organic-paper-plastic-glass-53717538.jpg
45
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
04
PENGELOLAAN LANSEK AP
prinsip-prinsip desain H U B U N G A N A N TA R A K D H , R T H , R T H P, D H B & G S B Pada prinsipnya, dalam penentuan DHB pada bangunan gedung hijau, ditentukan oleh eberapa faktor utama lainnya yaitu KDH, RTHP, dan GSB. Ilustrasi di bawah ini akan membantu memudahkan pemahaman atas korelasi kesemua faktor tersbut di atas.
36
PENJELASAN
RTHP adalah Ruang Terbuka Hijau yang berhubungan langsung dengan bangunan gedung dan terletak pada persil yang sama, sehingga selama itu berada dalam kavling/persil disebut sebagai RTHP. Ruang terbuka diantara garis pagar dan GSB diutamakan untuk RTHP. Ruang terbuka hijau pekarangan sebanyak mungkin diperuntukkan bagi penghijauan/penanaman di atas tanah. Dengan demikian area parkir dengan lantai perkerasan masih tergolong RTHP sejauh ditanami pohon peneduh yang ditanam di atas tanah, tidak di dalam wadah/ kontainer yang kedap air. GSB mengacu pada KRK, dimana tidak semua GSB = 1/2 x lebar jalan.
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
G A M B A R
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
2 4
PENGELOLAAN LANSEK AP
Hubungan antara KDH, RTH, RTHP, DHB dan GSB
37
Angka-angka tersebut dapat ditemukan dalam Dokumen KRK, sebelum melakukan permohonan Rekomendasi Teknis IMB oleh Distarcip.
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
G A M B A R
2 5
PENGELOLAAN LANSEK AP
Hubungan antara KDH, RTH, RTHP, DHB dan GSB
38
Nilai KDB, JKLB, KTB KDH dalam Dokumen KRK
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
P R I N S I P D E S A I N P E N Y E D I A A N R T H Bagian ini memberikan beberapa prinsip desain untuk memenuhi persyaratan peraturan yang diuraikan diatas dan juga menjelaskan beberapa contoh implementasi yang melebihi persyaratan yang ditentukan. Elemen lansekap biasanya diklasifikasikan sebagai softscape atau hardscape. Softscape biasanya meliputi bunga, tanaman, semak, pohon, kebun bunga dan kehidupan yang lainnya, unsur-unsur hortikultura. Hardscape sebaliknya, terdiri dari lansekap dengan material buatan seperti jalan, trotoar, paving, batu, batuan, dll. Softscape yang efisien memenuhi beberapa atau seluruh kriteria di bawah ini:
01.
Spesies tanaman lokal: yang tidak mengkonsumsi banyak air.
02.
Tanaman penutup tanah (ground cover): Tanaman yang tingginya tidak lebih dari 0.5 meter, yang mengikat tanah dan mencegah erosi tanah. Rumput secara umum kurang memberikan dampak positif pada iklim mikro dibandingkan dengan semak belukar dan pohon. Rumput juga membutuhkan perawatan yang jauh lebih tinggi. Rumput sebaiknya digunakan pada area dengan aktivitas tinggi, seperti taman bermain, atau area jalan setapak. Untuk semua area softscape lainnya, penanaman semak dan pohon lebih diutamakan.
03.
Semak: Tanaman dengan ketinggian kurang dari 50 cm dianggap sebagai semak (bushes), sedangkan yang memiliki ketinggian antara 0,5-3m dinamakan belukar (shrubs). Jenis tanaman ini sering berfungsi sebagai penahan erosi dan kebisingan.
04.
Palem: jenis pohon dari iklim tropis ini biasanya memiliki tinggi, lurus, batang tidak bercabang, dengan kerapatan kanopi rendah, sehingga kurang efektif untuk menghalangi dan menyerap radiasi matahari. Jika akhirnya digunakan, penanaman palem sebaiknya dikombinasikan dengan pohon berkanopi besar.
05.
Bambu: Serupa dengan pohon palem, bambu memiliki kanopi kecil dan karena itu tidak dapat menghalangi banyak radiasi matahari. Namun, mereka tumbuh cepat dan dapat berperan sebagai filter suara, cahaya dan polusi.
06.
Pohon Peneduh: umumnya dengan ketinggian lebih dari 6m dan dengan kanopi yang luas dan padat, berdiameter sekitar 10m pada pohon yang sudah dewasa. Peggunaan pohon peneduh sangat dianjurkan untuk mendapatkan manfaat iklim mikro yang optimal.
PENGELOLAAN LANSEK AP
S O F T S C A P E
39
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Daftar rincian vegetasi yang umum digunakan dalam lanskap di perkotaan terdapat pada Lampiran A.
G A M B A R
07.
Zonasi: mengacu pada pengelompokan vegetasi berdasarkan kebutuhan air yang serupa guna mendapatkan sistem irigasi dan perawatan yang efisien.
08.
Tanaman Vertikal (Vertical Greenery): penggunaan tanaman pada facade bangunan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan tanaman merambat dengan akar yang tumbuh melekat langsung pada permukaan bangunan kasar, tanaman yang menjuntai kebawah dari atap atau balkon, atau dengan menggunakan pot (kotak, kaset) khusus untuk tanaman vertikal.
2 6 T E M B O K
Jenis Tanaman Vertikal B A G I A N
PENGELOLAAN LANSEK AP
Dengan Pot
40
M U K A
H I J AU
H I J AU
Dengan Tanaman Merambat Teralis Modular
Sistem Kisi-kisi
T E M B O K TA N A M A N Tembok Lansekap
Tembok Matras Vegetasi
Tembok Tanaman Modular
Sistem Jaring Kawat Tali
K E T E R K A I T A N P E N Y E D I A A N R T H D E N G A N K O N S E R V A S I E N E R G I Dalam beberapa kasus, pembayangan (shading) terhadap bangunan gedung hijau akan meningkatkan kontribusi terhadap konservasi energi yang dilakukan. Hal ini erat kaitannya bahwa penyediaan pembayangan tersebut mengurangi panas matahari yang diterima oleh selubung/permukaan bangunan, sehingga berdampak pada pengurangan konsumsi penggunaan sistem pengkondisian udara yang diperlukan. Apabila dilakukan, maka konsep pembayangan selubung bangunan dengan penghijauan adalah sebagai berikut: 1. Penanaman pohon penyerap CO dan CO2 pada bagian samping Timur dan Barat bangunan. Pohon Trembesi, Kelengkeng dan Mahoni adalah tanaman lokal yang dapat dipergunakan. 2. Penanaman tumbuhan berdaun lebat untuk ground cover/Green wall/ Green roof. Sansiviera, Carex morrowii atau Lilirop, dan Arachis pintoi adalah beberapa tanaman yang dapat dipergunakan.
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
G A M B A R
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
2 7
PENGELOLAAN LANSEK AP
Contoh Tanaman Penyerap CO dan CO2 yang dapat dipergunakan, dari kiri ke kanan adalah Trembesi, Kelengkeng dan Mahoni 47
41
G A M B A R
2 8
Contoh Tanaman Penutup Tanah Berdaun Lebat, ki-ka adalah Sansiviera (Lidah Mertua), Carex Morrowii (Lilirop), dan Arachis Pintoi48
Pada bangunan gedung eksisting yang hendak melakukan retrofitting (ubahsuai), implementasi penanaman Green wall pada dinding bagian Timur dan Barat sangat direkomendasikan, sesuai dengan konsep penghindaran terhadap panas matahari (Heat Avoidance).
47 48
Suryamanto Wonoraharjo Suryamanto Wonoraharjo
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
G A M B A R
2 9
PENGELOLAAN LANSEK AP
Contoh Green Wall Pada Bangunan Eksisting yang Mengalami Retrofitting (Ubahsuai), dari kiri ke kanan adalah Gedung Kyocera49 dan Kantor Indonesia GreenWall di Jl. Hayam Wuruk Jakarta50
Sebuah studi di Singapura, dengan menggunakan model prediksi suhu udara STEVE, (Screening Tool for Estate Environment Evaluation), menunjukkan bahwa suhu udara di daerah perkotaan dengan kepadatan yang tinggi dapat dikurangi secara signifikan dengan penggunaan taman vertikal.
G A M B A R
3 0
Dampak Tanaman Vertikal pada Suhu Udara51
Suhu udara perkebunan minimum tanpa sistem tanaman hijau vertikal
Suhu udara perkebunan minimum dengan cakupan sistem tanaman hijau vertikal 100%
42
49
50
51
Tinggi: 26,29
Tinggi: 26,29
Rendah: 24,40
Rendah: 24,40
Suryamanto Wonoraharjo, bersumber dari http://global.kyocera.com/news/2011/ images/0604_hglo.jpg http://www.thejakartapost.com/news/2012/08/09/vertical-gardens-take-root-and-flourishgreen-zone.html Nyuk Hien, Wong. Evaluation of Vertical Greenery system. National University of Singapore
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
G A M B A R
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
3 1
Tanaman Vertikal pada Gedung Esa Sampoerna Center, Surabaya. PT Duta Cermat Mandiri (DCM)52
3 2
Beberapa Teknik Aplikasi Tanaman Vertikal53
Teralis Modular
Sistem Kisi-kisi
Sistem Jaring Kawat Tali
PENGELOLAAN LANSEK AP
G A M B A R
43 Tembok Lansekap
52 53
Tembok Matras Vegetasi
Budiman Hendropurnomo, IAI, FRAIA Anggia Murni
Tembok Tanaman Modular
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
G A M B A R
3 3
PENGELOLAAN LANSEK AP
Tanaman Vertikal dengan Sistem Penyangga54
44
G A M B A R
3 4
Tanaman Vertikal menggunakan Sistem Kaset55
G A M B A R
3 5
Tanaman Vertikal menggunakan Sistem Penanaman56
54 55 56
Budiman Hendropurnomo, IAI, FRAIA Nurina Vidya Nurina Vidya
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
G A M B A R
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
3 6
Tanaman Vertikal Menggunakan Penanam Kotak Bertingkat57
ATA P H I J AU
Atap hijau adalah sistem rekayasa atap yang meliputi vegetasi yang ditanam di atas atap atau teras, biasanya dengan media tumbuh yang diletakkan di atas membran tahan air.
PENGELOLAAN LANSEK AP
Informasi lebih lanjut tentang desain dan instalasi tanaman hijau vertikal dapat ditemukan pada: Pedoman Tanaman Hijau Vertikal dari Singapore Building Construction Authority (http://www.skyrisegreenery.com/images/uploads/publications/A_ Concise_Guide_to_Safe_Practices_for_Vertical_Greenery.pdf )
45
G A M B A R
3 7
Contoh Penghijauan Pada Teras dan Atap58
57 58
Tropica Greeneries Nurina Vidya & Agus Hariyadi
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
T A B E L
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
0 8
Klasifikasi Atap Hijau ATA P
ATA P
H I J AU
E K S T E N S I F
Rumput, semak, dan pohon
Rumput, tanaman penutup tanah
Kedalaman Media Penanaman
Sampai dengan 1500 mm
Sampai dengan 150 mm
Berat Tambahan
Sampai dengan 500 kg/m
Sampai dengan 150 kg/m2
Pemeliharaan
Pemeliharaan tinggi
Pemeliharaan rendah
2
Tidak ada aktivitas
G A M B A R
3 8
Potongan Melintang Tipikal Atap Hijau Built-in-place Tidak mudah terbakar “bukan area vegetasi (18” lebih luas pada perimeter) Penahan media pertumbuhan Tumbuhan atap hijau
PENGELOLAAN LANSEK AP
I N T E N S I F
Vegetasi Tipikal
Kegunaan Atap
46
H I J AU
Media tumbuh yang direkayasa Penyaluran inti/penghalang akar komposit Papan penyekatan Dekorasi atap metal
G A M B A R
3 9
Potongan Melintang Tipikal Atap Hijau Modular Paving beton pada perimeter Tumbuhan atap hijau
Ruang atap hijau Selaput bahan atap Papan penyekatan Dekorasi atap metal
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
G A M B A R
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
4 0
Potensi manfaat atap hijau meliputi: • Penyimpanan air hujan: Atap hijau menyimpan air hujan, sehingga mengurangi limpasan ke saluran pembuangan air hujan. • Pengurangan efek urban heat island: Atap hijau dapat menurunkan suhu udara di sekitarnya melalui penguapan dari permukaan tanah dan tanaman. • Peningkatan keanekaragaman hayati: Atap hijau, bersama dengan tanaman hijau vertikal dapat mengembalikan sebagian habitat dan jalur migrasi burung dan serangga. Penelitian telah menunjukkan bahwa kupukupu dapat terbang setinggi 20 lantai untuk mencapai area hijau. • Tempat rekreasi yang dapat digunakan: Atap hijau yang dapat di akses memberikan tempat tambahan yang dapat digunakan untuk rekreasi dan relaksasi, yang kadang-kadang juga meningkatkan nilai properti. • Produksi pangan: Menanam sayuran dan rempah-rempah pada atap hijau dan taman vertikal dapat memberikan produk segar untuk penghuni bangunan dengan biaya rendah, bahkan di daerah perkotaan yang padat. Jika penghuni gedung terlibat dalam pertanian perkotaan, hal tersebut juga dapat memberikan manfaat sosial. • Mengurangi beban pendinginan: Atap hijau dapat secara signifikan mengurangi suhu permukaan atap melalui peneduh, peningkatan reflektansi permukaan dan efek pendinginan akibat penguapan dari tanaman. Sebuah studi di Amerika Serikat menunjukkan penurunan 21oC suhu rata-rata maksimum di atap hijau (33oC) dibandingkan dengan atap biasa (54oC), yang dapat mengurangi beban pendinginan sebesar 1%-25%, tergantung pada karakteristik bangunan. Sudah barang tentu, potensi keuntungan lebih tinggi untuk bangunan yang memiliki lebih banyak area yang tersedia untuk atap hijau.
59
Harris, Elise, Urban Agriculture to Increase Food Production in Singapore, 2009; http:// radicalurbanecology.files.wordpress.com/2011/06/urban-agriculture-to-increase-foodproduction-in-singapore-elise-harris.pdf
PENGELOLAAN LANSEK AP
Atap Hijau Intensif (Kiri) dan Atap Hijau Ekstensif Di Atas Sebuah Tempat Parkir Mobil Bertingkat di Singapura59
47
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Beberapa tantangan penerapan atap hijau adalah: • Biaya awal yang tinggi: Penerapan atap hijau akan memerlukan biaya tambahan untuk memperhitungkan beban tambahan dan lapisan kedap air. Selain itu, ada biaya untuk pengadaan tanaman, tanah, sistem drainase, dll. Biaya atap hijau dari Singapura (Gambar 21) menunjukkan tambahan biaya rata-rata USD 100/m2 untuk atap ekstentif dan USD 240/ m2 untuk atap intensif.
4 1
Biaya Tambahan untuk Tipikal Atap Hijau di Singapura60
Ekstensif berkelanjutan Intensif
400
Life Cycle Cost (USD/m2)
G A M B A R
350 300 250 200 150 100 50 0
PENGELOLAAN LANSEK AP
Tahun 0
Tahun 5
Tahun 10
Tahun 15
Tahun 20
• Peningkatan pemeliharaan: Diperkirakan bahwa sekitar 20% tanaman di atap hijau intensif dan 10% tanaman di atap hijau ekstensif perlu diganti setiap tahun. Pemupukan, penyiangan, dan pemangkasan pada atap hijau perlu dilakukan secara teratur. Atap modular memerlukan upaya pemeliharaan paling besar, karena masa pemanfaatan pot tanaman yang terbatas. Oleh karena itu, pemeliharaan cenderung memerlukan biaya dan usaha yang signifikan.
48
4 2
Life Cycle EnergyTtipikal Atap Hijau di Singapura61
Pembangunan Awal Perawatan Masa Akhir
3500
Life Cycle Energy (GI/1000m2)
G A M B A R
3000 2500 2000 1500 1000 500 0 100mm Atap Hijau Berkelanjutan
70mm Atap Hijau Modular
70mm Atap Hijau Intensif
Mithraratne, Nalanie, Greenroofs in Singapore: How Green Are They?, Proceedings of SB13 Singapore Conference, 2012. (http://rpsonline.com.sg/rps2prod/sb13/pdf/131.pdf ) 61 Mithraratne, Nalanie, Greenroofs in Singapore: How Green Are They?, Proceedings of SB13 Singapore Conference, 2012. (http://rpsonline.com.sg/rps2prod/sb13/pdf/131.pdf ) 60
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
• Keterbatasan area atap: Dikarenakan kepadatan tinggi dan harga tanah yang mahal, sebagian besar pembangunan gedung baru di Jakarta merupakan bangunan tinggi. Dalam hal ini, area atap yang tersisa untuk tanaman menjadi sangat terbatas, karena telah digunakan untuk peralatan mekanik, tangki air dll. Atap hijau yang lebih luas dapat dibuat dengan menempatkan peralatan mekanik di tempat lain, dan dengan merancang bangunan untuk memiliki teras dan atap di berbagai tingkat. Informasi lebih lanjut tentang desain dan pemasangan atap Hijau dapat ditemukan di: Pedoman Tanaman Hijau Vertikal dari Singapore Building Construction Authority (http://www.skyrisegreenery.com/images/uploads/publications/A_Concise_ Guide_to_Safe_Practices_for_Rooftop_Greenery.pdf )
01.
G A M B A R
Konsumsi air irigasi (pengairan) dapat dikurangi melalui beberapa pilihan di bawah ini: Irigasi Otomatis Irigasi otomatis menggunakan sistem pengendali seperti sensor hujan yang mencegah sistem alat penyiram untuk tidak menyala selama dan segera setelah hujan, atau sensor kelembaban tanah yang mengaktifkan alat penyiram hanya ketika tingkat kelembaban tanah turun di bawah tingkat yang telah diprogram.
PENGELOLAAN LANSEK AP
P E N G A I R A N / I R I G A S I
49
4 3
Sensor Kelembaban Tanah Kedalaman Minimal Tanah
Tanah
Lempengan Sensor
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
02.
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Irigasi Tetes (Drip Irrigation) Irigasi tetes terbuat dari pipa polyethylene yang fleksibel, biasanya dipasang pada permukaan tanah dan ditutupi oleh mulsa, dengan emitor tetes kecil. Irigasi tetes dapat dikendalikan secara manual atau dengan katup kontrol otomatis.
G A M B A R
4 4
Sistem Irigasi Tetes
PENGELOLAAN LANSEK AP
62
50
Lampiran B membandingkan berbagai jenis alat penyiram dan sistem irigasi tetes secara lebih rinci.
03. Masalah ini dibahas lebih rinci dalam “Pengelolaan dan Efisiensi Air” bagian dari pedoman yang lain.
Penyiraman dengan mengalirkan air langsung ke dalam tanah menghasilkan sedikit limpasan, tidak ada air semprotan yang meleset, dan sebagai hasilnya tidak ada air yang terbuang. Sistem tetes hampir 100% efisien, memberikan semua air ke sekitar akar tanaman secara merata di seluruh area. Gulma juga tidak tumbuh di sekitar tanaman, karena tidak mendapatkan pengairan. Biaya instalasi sebanding dengan (atau lebih rendah dari) sistem sprinkler, dan biaya operasional konsumsi air juga jauh lebih rendah. Sistem irigasi tetes harus secara hati-hati dirancang dan dirawat untuk mencegah penyumbatan dan kerusakan. Sumber Air Alternatif Untuk mengurangi pemakaian air lebih jauh lagi, sumber irigasi alternatif seperti air bekas (grey water), air reklamasi, dan air tadah hujan sebaiknya digunakan. Air bekas adalah air limbah rumah tangga yang tidak diolah yang berasal dari wastafel kamar mandi, shower, bak mandi, dan mesin cuci pakaian. Sedangkan air reklamasi adalah air limbah yang sudah diolah ke tingkat yang layak untuk keperluan bukan air minum. Penggunaan reklamasi air, air hujan, dan air bekas dapat secara substansial mengurangi konsumsi air di hampir semua tipe bangunan. Informasi lebih lanjut tentang sistem irigasi efisiensi tinggi tersedia dalam: Efficient Irrigation for Water Conservation Guideline by Queensland Water Commission, Australia (http://www.dews.qld.gov.au/__data/assets/pdf_ file/0020/33635/efficient-irrigation-guideline.pdf )
62
http://www.gardena.com/za/garden-life/garden-magazine/water-your-garden-the-smartway-save-time-and-money/
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
H A R D S C A P E
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Hardscape yang efisien memenuhi beberapa atau seluruh kriteria di bawah ini: Bahan tembus air atau berpori: memungkinkan air meresap ke dalam tanah. Hardscapes dengan material tak tembus air (impervious) akan memperburuk permasalahan lingkungan seperti efek urban heat island, erosi hilir, pencemaran tanah, dan pencemaran air. Material tak tembus air menyebabkan limpasan air hujan tinggi yang membebani dan mencemari sistem drainasi kota, mengakibatkan peningkatan biaya untuk pengelolaan air limbah dan layanan kota lainnya. Hal ini pada akhirnya juga merusak lingkungan alam.
M AT E R I A L
P E N G G U N A A N
Rumput Berpori
Pejalan kaki dan lalu lintas kendaraan ringan, biasanya terbuat dari bahan plastik geocell atau jala beton berlubang, sedangkan bahan isiannya adalah media tanah.
Rumput Kerikil
Fleksibel, berfungsi dengan baik dalam kondisi ekstrim (menyusut dan membesar dengan mudah), sering dibuat dari bahan daur ulang.
Bata Tanah Liat
Jalur pejalan kaki, alun-alun.
Batu Beton
Jalur pejalan kaki (mungkin mempertahankan beban lalu lintas, tetapi membutuhkan prosedur pembersihan salju secara hati-hati). Tempat parkir.
Beton Semen Berpori
Trotoar, alun-alun.
Batu
Tempat parkir, jalur pejalan kaki, jalur darurat.
Batu (polyethylene) Plastik
Tempat parkir, bahu jalan raya, trotoar.
Beton Aspal Berpori
T A B E L
0 9
Material Konstruksi Tembus Air
Untuk kendaraan dan trotoar pejalan kaki, beton yang tembus air, aspal yang berpori, dan trotoar beton berpori yang saling disambungkan (interlocking block) adalah pilihan yang banyak digunakan. Aspal berpori dan bahan tembus air lainnya menelan biaya 10-40% lebih besar dari pada aspal standar secara satuan luas. Hal ini terutama dari pemasangan lapisan filter (geotextile) dan hamparan batu berpori yang biasanya lebih tebal dibandingkan dengan lapisan dasar hardscape biasa. Namun, permukaan tembus air mengurangi atau menghilangkan kebutuhan kolam penampung air (detention pond) dan secara signifikan mengurangi limpasan air. 01.
Beton Tembus Air Beton tembus air adalah beton yang tahan lama, berdaya serap tinggi yang memungkinkan air dan udara untuk meresap. Lapisan agregat bawah (subgrade base) dengan tebal 25 sampai 30 cm dapat menyimpan air sampai air tersebut dapat menyerap ke dalam tanah.
PENGELOLAAN LANSEK AP
Ada banyak jenis perkerasan yang tembus air (pervious) dan metode konstruksi yang tersedia di pasar untuk menggantikan aspal atau beton solid. Tipikal material tembus air dapat dilihat pada Tabel 2.
51
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
G A M B A R
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
4 5
Potongan Melintang dan Foto Konstruksi Beton Tembus Air
Beton tembus air tipikal ketebalan 5-8 inci (125200 mm)
Lapisan sub-dasar batu— ketebalan bervariasi sesuai desain Lapisan filter geotextile di bawah dan samping lapisan dasar terbuka Lapisan sub-dasar tanah
PENGELOLAAN LANSEK AP
02.
52
Paving Aspal Berpori Cepat dan mudah untuk konstruksi, aspal ini mirip dengan beton tembus air. Air mengalir melalui aspal berpori dan menuju lapisan sub-dasar batu dan kemudian meresap ke dalam tanah. Meskipun demikian, lapisan sub-dasar batu untuk aspal berpori biasanya jauh lebih tebal, yaitu sekitar 45-90 cm.
G A M B A R
4 6
Potongan Melintang Pemasangan Aspal Berpori
Batu untuk drainage yang meluap Aspal yang berpori tebal (75 mm) Hamparan tebal (50 mm)
Batu subbase—ketebalan bervariasi tergantung desain
Optional geotekstil pada dasar dan sisi dasar yang terbuka Tanah dasar tanah
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
03.
Paving Beton Berpori yang Saling Tersambung (Interlocking) Paving beton berpori yang saling tersambung mirip dengan beton tembus air dan aspal berpori dalam hal laju penyerapan air, yang membedakan adalah dalam permukaan perkerasan terdiri dari rangkaian lapisan batu beton dengan celah selebar 0,3-1,25 cm yang diisi dengan agregat. Lapisan batu itu sendiri tidak tembus air, tetapi celah di antara lapisan batu tersebut tembus air dengan tingkat penyerapan yang tinggi. Lapisan dasar (sub-base) yang terdiri dari batu, juga berfungsi untuk menampung air yang masuk melalui celah berisi agregat.
4 7
Potongan Melintang Pemasangan Paving Beton dengan Penyambung Berpori
Agregat dalam celah Pinggir/ tepi penahan dengan potongan untuk drainage yang meluap Paving beton tebal min 3,5 inci (80 mm) Hamparan tebal 1,5 - 2 inci (40 - 55 mm) Batu dasar terbuka tebal 4 inci (100 mm)
Batu subbase ketebalan bervariasi tergantung desain
Optional geoktekstil pada dasar dan sisi dasar yang terbuka Tanah dasar tanah
PENGELOLAAN LANSEK AP
G A M B A R
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
53
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
G A M B A R
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
4 8
PENGELOLAAN LANSEK AP
Paving Beton dengan Agregat pada Celahnya63
54
G A M B A R
4 9
Paving Beton dengan Agregat pada Celahnya64
G A M B A R
5 0
Paving Beton dengan Agregat pada Celahnya65
Jatmika Suryabrata. Topmix Permeable, http://indonesiaone.org/ini-dia-solusi-banjir-untuk-jakarta/ 65 https://www.google.co.id/imgres?imgurl=http%3A%2F%2Fwww.jejamo.com%2Fwp-content %2Fuploads%2F2015%2F11%2FBeton-Berpori.jpg&imgrefurl=http%3A%2F%2Fwww.jejamo. com%2Fholcim-beton-luncurkan-thrucrete-beton-berpori-anti-banjir.html&docid=rJhkEp-Lby 85LM&tbnid=J7xj0E0Oig2CbM%3A&w=653&h=488&bih=607&biw=1280&ved=0ahUKEwia5c 7Z-_LPAhXBKJQKHaNZBRsQMwgjKAcwBw&iact=mrc&uact=8 63 64
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
T A B E L
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
1 0
Perbandingan Material Paving Tembus Air66
PEMASANGAN
Pembersih Permukaan
Perbaikan
K A N D U N G A N D AU R ULANG & PEMAKAIAN KEMBALI
B I AYA
Paving beton tembus air
Pilihan yang jarang
Cetak di tempat; memerlukan cetakan; memerlukan waktu 7 hari untuk jadi.
Vakum-menyikat dan menekandicuci untuk menghilangkan endapan pada permukaan puing.
Bagian yang rusak atau yang tersumbat dapat diambil dan diganti; area yang baru saja dilakukan perbaikan perlu untuk dibersihkan sebelum digunakan; area yang diperbaiki tidak akan sesuai dengan material yang asli.
Secara umum tidak diproduksi dengan agregat yang didaur ulang atau pengganti semen; beton dapat dihancurkan dan didaur ulang.
Dapat bersaing dengan paving beton berpori yang saling tersambung.
Paving beton berpori yang saling tersambung
Tersedia berbagai pilihan
Satuan diproduksi dengan ukuran yang seragam, cetakan tidak diperlukan, dapat dipasang secara mekanis, dapat digunakan segera sesudah pemasangan.
VakumMenyikat untuk menghilangkan endapan pada permukaan puing.
Satuan dan agregat dapat dihilangkan, diperbaiki, dan diganti; area yang diperbaiki akan sesuai dengan area sekitar.
Unit yang diproduksi dapat mengakomodasi pengganti semen; lapisan batu dapat dihancurkan dan didaur ulang.
Dapat bersaing dengan paving beton yang tembus air dan aspal berpori; biaya pemakaian mungkin lebih rendah dari pada 2 produk ini di beberapa pasar.
Aspal berpori
Hitam atau abu-abu
Tidak memerlukan cetakan; suhu campuran sangat penting untuk keberhasilan proyek; memerlukan 24 jam untuk jadi.
Vakum-menyikat dan menekandicuci untuk menghilangkan endapan pada permukaan puing.
Potensi perbaikan terbatas; dapat menambal dengan bahan tidak tembus air; perbaikan tidak akan sesuai dengan material asli.
Umumnya tidak diproduksi dengan aspal daur ulang atau agregat daur ulang yang dihancurkan dan didaur ulang, pacing dapat dihancurkan dan didaur ulang.
Lebih murah dari pada beton berpori yang saling dihubungkan dan paving yang dapat tembus air.
04.
Sistem Paving dengan Tumbuhan Sistem paving dengan tumbuhan biasanya digunakan pada jalan masuk dan area yang lain sehingga air meresap ke dalam tanah dan dimanfaatkan oleh tumbuhan tersebut dari pada air mengalir ke selokan. Sistem ini dirancang untuk digunakan dengan tanaman rumput, namun, dapat juga digunakan dengan tanaman lain.
66
Interlocking concrete pavement Institute, www.icp1.org
PENGELOLAAN LANSEK AP
P E R AWATA N
WA R N A & TEKSTUR
55
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
G A M B A R
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
5 1
Sistem Paving dengan Tumbuhan
Rumput Lapisan tanah atas
Turfwave Tingkap Pasir Kerikil
05.
Material Hardscape dengan Reflektansi Tinggi Material hardscape dengan reflektansi tinggi adalah material paving dengan nilai reflektansi tinggi (albedo), seperti beton berwarna terang. Material
PENGELOLAAN LANSEK AP
dengan nilai reflektansi tinggi menyerap lebih sedikit radiasi matahari yang menyebabkan material tersebut relatif lebih dingin. Hal ini bermanfaat untuk mengurangi efek urban heat island. Informasi lebih lanjut tentang “paving dingin” tersedia dalam publikasi: Reducing Urban Heat Islands: Compendium of Strategies; Cool Pavements oleh US Environmental Protection Agency (http://www.epa.gov/heatisld/resources/ pdf/CoolPavesCompendium.pdf )
56
P R I N S I P D E S A I N P E N Y E D I A A N F A S I L I T A S P E N D U K U N G P E N Y E D I A A N J A LU R P E D E S T R I A N
Penyediaan fasilitas pendukung untuk bangunan gedung hijau dimaksudkan untuk mendorong pemilik/pengguna bangunan gedung hijau tersebut dalam menerapkan perilaku yang hijau, dengan memberikan kemudahan lebih pemilik/pengguna bangunan yang tidak menggunakan kendaraan bermotor. Hal ini selaras dengan dampak lebih luas yang diinginkan untuk dicapai dari penyelenggaraan bangunan gedung hijau untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan pada skala yang lebih luas. Lingkup fasilitas pendukung pada bangunan gedung hijau dalam Peraturan Walikota ini meliputi penyediaan jalur pedestrian sebagai jalur publik untuk menuju ruang publik lainnya, sarana parkir sepeda, dan kamar mandi bagi pengguna sepeda. Dari pengamatan yang dilakukan pada beberapa ruas jalan di Kota Bandung, belum semua bangunan gedung memperhatikan aspek penyediaan jalur pedestrian. Di beberapa jalan utama, seperti di Jl. Asia Afrika dan Jl. R.E.
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Martadinata, upaya penyediaan jalur pedestrian yang menerus telah dilakukan dan dapat menjadi dorongan bagi pemilik bangunan gedung hijau untuk mengkoneksikan jalur pedestrian dalam tapak ke jalur pedestrian tersebut.
G A M B A R
5 2
PENGELOLAAN LANSEK AP
Penyediaan Jalur Pedestrian di Jl. R.E. Martadinata
57
G A M B A R
5 3
Penyediaan Jalur Pedestrian di Jl. Asia Afrika
Agar memperoleh hasil yang optimal, maka perencanaan fasilitas pedestrian dibangun pada bangunan gedung hijau dengan memperhatikan prinsipprinsip disain67 sebagai berikut: 01.
Lingkungan pedestian haruslah aman Sidewalks, pathways dan crossings (persimpangan) harus didisain dan dibangun bebas dari bahaya dan meminimalisir konflik dengan faktor eksternal seperti bising, kepadatan pengguna lalu lintas, dan bentuk-bantuk arsitktural yang mengganggu;
02.
Jaringan pedestrian yang direncankan harus aksesibel untuk semua Sidewalks, pathways dan crosswalks yang direncanakan harus menjamin 67
Litman, et al, Pedestrian and Bicycle Planning, a Guide to Best Practices, Victoria Transport Policy Institute, 2015
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
PENGELOLAAN LANSEK AP
mobilitas dari semua pengguna dengan mengakomodasi kebutuhan semua orang tanpa terkecuali; 03.
Jaringan pedestrian haruslah menghubungkan ke tempat-tempat ke mana orang akan pergi Jaringan pedestrian harus menyediakan rute tersambung dan hubungan yang nyaman diantara tujuan ke mana orang akan pergi, termasuk perumahan, permukiman, sekolah, area perbelanjaan, area-area publik, area rekreasional, dan transit/tempat pemberhentian sementara;
04.
Lingkungan pedestrian haruslah mudah untuk digunakan Sidewalks, pathways dan crossing harus didisain sedemikian rupa untuk memudahkan orang menuju tujuannya dan mengurangi hambatan-hambatan yang dapat menunda perjalalanan;
05.
Lingkungan pedestrian harus menyediakan tempat-tempat yang menarik Disain jalur pedestrian haruslah didisain sedemikian rupa hingga meningkatkan rupa dan pengalaman pengguna pedestrian, yang dapat diperoleh dengan mengkoneksikan ruang-ruang terbuka seperti plaza, taman, dan ruang-ruang terbuka lainnya, termasuk bangunan-bangunan di sepanjang jalan. Lingkungan pedestrian akan lebih kaya apabila dikorelasikan dengan perangkat-perangkat lainnya seperti street Furniture, banner, tanaman, dan paing yang didisain spesial, bersamaan dengan elemen historis dan referensi budaya lainnya;
06.
Lingkungan pedestrian haruslah dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan Lingkungan pedestrian haruslah menjadi satu ruang publik dimana aktivitas publik dapat dilakukan. Aktivitas komersial seperti makan, berdagang, dan memasang iklan dapat diizinkan apabila ada jaminan tidak mengganggu keamanan dan aksesibilitas terhadap pedestrian;
07.
Lingkungan pedestrian haruslah mengandung pertimbangan ekonomis Lingkungan pedestrian haruslah didisain untuk mencapai manfaat maksimal dari biaya yang dikeluarkan, termasuk biaya-biaya pemeliharaan, termasuk biaya yang diperoleh dari pertimbangan penggunaan kendaraan bermotor. Apabila dimungkinkan, peningkatan pada sempadan jalan haruslah memperkuat dan mengkoneksikan peningkatan keuntungan yang dirasakan oleh pemilik lahan yang bersangkutan.
58
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2007 tentang Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, berikut adalah aspek-aspek teknis yang wajib diperhatikan dalam penyediaan Jalur Pedestrian dan elemen-elemen terkait: E L E M E N FA S I L I TA S / A K S E S I B I L I TA S
P E R S YA R ATA N T E K N I S
Jalur Pedestrian
Permukaan Permukaan pedestrian harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak licin. Hindari sambungan atau gundukan pada pemukaan, kalaupun terpaksa ada, tingginya tidak lebih dari 1,25 cm. Apabila menggunakan karpet, maka bagian tepinya haru menggunakan konstruksi permanen. Kemiringan Perbandingan kemiringan maksimum adalah 1:8 dan pada setiap jarak maksimal 900 cm diharuskan terdapat bagian yang datar minimal sepanjang 120 cm. Area Istirahat dan penyandang viabilitas dengan menyediakan tempat duduk di bagian tepi. Pencahayaan Pencahayaan berkisar antara 50 s.d. 150 luks, tergantung pada intensitas pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan. Perawatan Jalur pedestrian harus direncanakan untuk mudah dilakukan perawatan guna mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan. Drainase Drainase dibuat tegak lurus dengan arah jalur pedestrian dengan kedalaman maksimal 1,5 cm, mudah dibersihkan dan perletakan lubang dijauhkan dari tepi ram. Ukuran Lebar minimum jalur pedestrian adalah 120 cm untuk jalur searah dan 160 cm untuk dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang rambu-rambu, lubang drainase/gorong-goronggorong dan benda-benda lainnya yang menghalangi. Tepi Pengaman (Kanstin/Low Curb) Penting bagi penghentian roda kendaraan dan tongkat penyandang tuna netra ke arah area yang berbahaya. Tepi pengaman dibuat setinggi 10 cm dan lebar 5 cm sepanjang jalur pedestrian.
Jalur Pemandu
Tekstur Ubin Tekstur ubin pengarah (Guiding Blocks) yang dipasang sebagai jalur pemandu terdiri dari dua macam, yaitu: 1)
Motif garis-garis, menunjukkan arah perjalanan; dan
2) Motif bulat, menunjukkan peringatan adanya perubahan situasi di sekitarnya (baring); Prioritas Pemasangan Prioritas pemasangan jalur pemandu dilakukan pada area
PENGELOLAAN LANSEK AP
Area istirahat diperlukan untuk membantu pengguna pedestrian
59
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
E L E M E N FA S I L I TA S / A K S E S I B I L I TA S
P E R S YA R ATA N T E K N I S
Jalur Pemandu
pedestrian yang berhubungan dengan: 1)
Di depan jalur lalu lintas kendaraan;
2)
Di depan pintu masuk/keluar dari dan ke tangga atau
fasilitas persilangan dengan ketinggian lantai;
3)
Di pintu masuk/keluar pada terminal transportasi
umum atau area penumpang;
4)
Pada peestrian yang menghubungkan antara jalan dan
bangunan; dan
5)
Pada pemandu arah dari fasilitas umum ke stasiun
transportasi umum terdekat.
Tekstur Pemasangan ubin pengarah perlu memperhatikan tekstur ubin/ permukaan eksisting, sehingga tidak terjadi kebingungan dalam membedakan tekstur ubin pengarah dan tekstur ubin untuk peringatan. PENGELOLAAN LANSEK AP
Warna yang Direkomendasikan
60
Untuk memberikan pembedaan dengan ubin/permukaan lain di sekitarnya, maka direkomendasikan warna kontras pada ubin pengarah dan ubin peringatan, misalnya warna kuning atau Jingga.
T A B E L
1 1
Persyaratan Teknis Jalur Pedestrian dan Jalur Pemandu
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
PENGELOLAAN LANSEK AP
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
G A M B A R
5 0
Prinsip Perencanaan Jalur Pedestrian
G A M B A R
5 1
Prinsip Perencanaan Jalur Pemandu
61
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
G A M B A R
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
5 4
PENGELOLAAN LANSEK AP
Contoh-contoh Aplikasi Jalur Pedestrian Pada Bangunan ke Ruang Publik Lainnya di Kantor Kementerian Sosial di Salemba Jakarta 68
62
K E T E R K A I T A N A N T A R A P E D E S T R I A N D A N M A T E R I A L B E R P O R I Seringkali pembangunan pedestrian pada lingkungan tapak bangunan maupun lingkungan sekitarnya terhambat oleh adanya pohon-pohon vegetasi yang telah berdiri sebelumnya. Atau, mungkin dalam rencana pedestrian tersebut hendak melaksanakan penanaman pohon yang berasal dari luar dengan usia tertentu yang dimaksudkan agar dapat diterima manfaat naungan yang dihasilkan. Agar pohon-pohon tersebut tetap berfungsi baik dalam mengikat air dan mempertahankan ketinggian air tanah, dan pohon tidak mudah mati, maka perkerasan disekitar pohon harus dapat menyerap air.
G A M B A R
5 5
Penyediaan Perkerasan di Sekitar Pohon 69
http://www.satuharapan.com/read-detail/read/jalur-tuna-netra-di-kantor-kementerian-patutdicontoh 69 Diambil dari berbagai sumber, ki-ka https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/736x/33/3a/ fa/333afa9703508f43e8a82529967007fe.jpg, http://sunthisweek.com/wp-content/uploads/ sites/23/2015/06/lv-holyoke-6-26-15.jpg, http://4.bp.blogspot.com/-lAw7aD5ML2Q/ TufvFU6vQaI/AAAAAAAAAUE/x4BMcik8zuY/s400/IMG_3994.jpg 68
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
P R I N S I P D I S A I N P A R K I R S E P E D A
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
P E N Y E D I A A N
01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
Secara umum, prinsip-prinsip penyediaan parkir sepeda yang baik70 adalah sebagai berikut: Disain yang simpel dan fungsi yang jelas Memiliki bagian-bagian yang kuat dan tidak mudah bergerak pada saat dipergunakan; Disain harus menyediakan stabilitas Memiliki dua titik kontak untuk stabilitas sepeda yang mencegah jatuhnya sepeda tersebut; Kompatibel dengan alat kunci yang beredar di pasaran Memudahkan penguncian rangka atau roda sepeda dengan menggunakan kunci yang jamak ditemui di pasaran (U-lock atau cabe lock); Terletak di lokasi yang mudah dicapai; Penempatan lokasi pada bangunan mudah dicapai, dan tidak mengganggu street furniture ataupun mengangkat/memindahkan rak parkir sepeda tersebut; Biaya pembuatannya terjangkau; Tidak memerlukan banyak biaya untuk pembuatan dan pemasangan (instalasi), serta perawatannya; Cocok untuk tapak bangunan gedung dan fleksibel Disain yang baik akan mampu menampung banyak sepeda guna diparkir pada satu area yang tidak terlalu luas; Pemasangan parkir sepeda harus kuat dan diperkuat oleh tamper-proof bolts; dan Parkir sepeda harus solid, kuat, menggunakan anchor agar menjamin kekuatan penggunaan dalam waktu yang lama; Kompak dan menarik Rak parkir sepeda haruslah kompak dan menarik sebagai street Furniture dan
70
Theory and Principles of Good Rack Design, ttp://www.bicycleparkingonline.org/Theory%20 %2526%20Principles
PENGELOLAAN LANSEK AP
Penyediaan parkir sepeda pada bangunan gedung hijau di Kota Bandung telah mempertimbangkan aspek kemudahan implementasi dan aspek biaya yang ditambahkan terhadap keseluruhan biaya konstruksi bangunan. Oleh karena itu, parkir sepeda dapat didisain secara optimal, aman, kuat dan menarik pemiliki/pengguna bangunan gedung untuk mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan bermotor.
63
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
G A M B A R
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
5 6
PENGELOLAAN LANSEK AP
Contoh-contoh Rak Sepeda pada Bangunan Gedung di Kota Bandung71
G A M B A R
5 7
Contoh-contoh Rak Sepeda pada Bangunan Gedung sebagai Street Furniture di Portland Streets, USA72
64
G A M B A R
5 8
Contoh-contoh Rak Sepeda sebagai Street Furniture
71 72
Case studies, ww.bicycleparkingonline.org/case%20studies/bike-racks-public-art Dirangkum dari berbagai sumber, ki-ka http://www.davidbyrne.com/archive/art/bike_racks/, https://www.sfmta.com/services/streets-sidewalks/installation-requests/bicycle-racks-corrals, https://www.pinterest.com/pin/438749188669844295/,
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
P R I N S I P D I S A I N P E N Y E D I A A N D A N P E M I S A H A N S A M P A H P A D A B A N G U N A N
G A M B A R
5 9
Contoh Bin Array yang Dipergunakan Sebagai Wadah Pemilahan Sampah Pada Bangunan73
PENGELOLAAN LANSEK AP
Pemisahan sampah pada bangunan gedung hijau dimaksudkan untuk memudahkan proses pengolahan kemudian oleh petugas kota. Peneydaiaan sampah ditentukan oleh jenis sampah dan volume sampah yang ditimbulkan oleh bangunan tersebut. Sebagai contoh, penanganan sampah pada bangunan gedung rumah sakit membutuhkan penanganan khusus bila hanya dibandingkan dengan bangunan komersial pada umumnya. Berikut adalah contoh-contoh penyediaan dan pemisahan sampah:
65
G A M B A R
6 0
Contoh Pengolahan Sampah Organik dengan Komposting74
Dirangkum dari berbagai sumber: ki-ka: Segretation At Source in Germany; https:// grasshopperfiles.wordpress.com/2015/04/30/segregation-at-source-in-germany/; Products New Round Up: http://www.mrw.co.uk/product-news-round-up/8644483.article Dirangkum dari berbagai sumber: ki-ka: Segretation At Source in Germany; https:// grasshopperfiles.wordpress.com/2015/04/30/segregation-at-source-in-germany/; Products New Round Up: http://www.mrw.co.uk/product-news-round-up/8644483.article 74 Dirangkum dari berbagai sumber: ki-ka: Composting Model Caspary; http://sriwahyono. blogspot.co.id/2010/06/komposting-metode-caspary.html; Komposting Tanpa Mesin, Mungknkah?: http://sriwahyono.blogspot.co.id/2011/02/komposting-tanpa-mesinmungkinkah.html; dan Cara Sederhana Membuat Kompos Rumah Tangga; http://alamendah. org/2011/04/18/cara-sederhana-membuat-kompos-skala-rumah-tangga/ 73
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
PENGELOLAAN LANSEK AP
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
66
G A M B A R
6 1
Contoh-contohtTempat Sampah di Jepang yang Mudah Dikenali Fungsi Pemilahannya75
75
Dirangkum dari berbagai sumber: ki-ka: Japan PAckage: http://www.japanpackage.com.au/ inform.htm, The ‘Konbini’ and Convenience Stores in Japan: http://www.useful-tips-japan.com/ living-in-japan/the-konbini-and-convenience-stores-in-japan-2/
PA N D U A N P E N G G U N A B A N G U N A N GEDUNG HIJAU BANDUNG
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
PENGELOLAAN LANSEK AP
lampiran
67
LAMPIRAN
APM LL A M I RP A NI
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
R1 A N A
L E G E N D A P E R S YA R ATA N P E R AWATA N TA N A M A N
PENGELOLAAN LANSEK AP
K A R A K T E R I S T I K PA L E M
R U PA TA N A M A N
Memerlukan Banyak Air
Dengan Dedaunan Hias
Daun Berbentuk Kipas
Tanaman Rambat
Memerlukan Cukup Air
Dengan Bunga Hias
Daun Berbentuk Bulu
Pakis & Sejenisnya
Memerlukan Sedikit Air
Tanaman Wangi
Daun Bipinnate
Semak
Tahan Terhadap Kekeringan
Daun Sederhana
Sikas
Sebaiknya Berada di Tempat Sangat Teduh
68
P E N G G U N A A N ATAU K A R A K T E R I S T I K TA N A M A N
Sebaiknya Berada di Tempat Cukup Teduh Sebaiknya Mendapat Sinar Matahari
Cocok Ditanam di Tepi Laut
Batang Tunggal
Cocok Ditanam di Sisi Jalan
Berkelompok
Tanaman Air
Bonsai Tanaman Dalam Ruangan Menarik Kupukupu Menarik Burung Tanaman Buah & Sayur
Tanaman Herbal & Bumbu
Tanpa Batang
Palem
Pohon
LAMPIRAN
L A M P I R A N No.
NAMA BOTANI
A
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
(lanjutan) NAMA UMUM
NAMA LOKAL
FAMILIA
Fabaceae (Leguminosae)
GAMBAR
SUMBER
P O H O N
Samanea saman
Rain Tree, Pukul Lima, Monkey-Pod Tree, East Indian Walnut
Trembesi, Ki Hujan, Saman
2.
Mimusops elengi
Pohon Tanjong, Mengkulah, Mengkulang, Spanish Cherry
Tanjung
http://arain brothers nursery.com/ images/ pictures/fullimages/Trees/ Mimusops%20 Elengi,%20 Molsiri.bmp
3.
Cordia sebestena
Pohon Geiger, Sebestens
Jati emas
Koleksi Pribadi
4.
Swietenia mahogany
Pohon Tanjong, Mengkulah, Mengkulang, Spanish Cherry
Mahoni
5.
Tabebuia argentea
6.
Khaya senegalensis
Meliaceae
Tabebuia Kuning
Senegal Khaya, Senegal Mahogany
Khaya
Koleksi Pribadi
http:// en.wikipedia.org/ wiki/File:Tree_in_ new_leaves_I_ IMG_6222.jpg
Koleksi Pribadi
Meliaceae
http://www. oramsnurseries. com.au/khaya_ senegalensis_ Africian Mahogany.jpg
PENGELOLAAN LANSEK AP
1.
69
LAMPIRAN
L A M P I R A N No.
A
NAMA BOTANI
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
(lanjutan) NAMA UMUM
NAMA LOKAL
FAMILIA
Meliaceae
GAMBAR
SUMBER
PENGELOLAAN LANSEK AP
P O H O N
70
7.
Filicium decipiens
Pohon Fern
Kiarai payung
8.
Spathodea campanulata
Pohohn African Tulip, Flame of the forest
Kecrutan
9.
Polyalthia longifolia
Cemetery tree, Pohon Asoka, mempisang
Glodokan tiang
10.
Bauhinia x blakeana
Hong Kong Bauhinia, Hong Kong Orchid Tree, Butterfly Tree
Bunga Kupu-Kupu
Koleksi Pribadi
11.
Lagerstroemia speciosa
Rose of India, Queens Crape Myrtle
Bungur
Koleksi Pribadi
http://zoneten. com/_borders/ Filicium%20 decipiens.jpg
Koleksi Pribadi
LAMPIRAN
L A M P I R A N No.
NAMA BOTANI
A
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
(lanjutan) NAMA UMUM
NAMA LOKAL
FAMILIA
GAMBAR
SUMBER
12.
Callistemon citrinus
Crimson Bottlebrush, Lemon Bottlebrush, Bottlebrush Tree
Sikat Botol
http:// latimesblogs. latimes.com/.a/6 a00d8341c630a5 3ef013480477f22 970c-pi
13.
Peltophorum pterocarpum
Yellow Flame, Copper Pod, Rusty Shield Bearer, Batai Laut
Yellow Flame
Koleksi Pribadi
14.
Erythrina crista-galli
Dadap Merah
Koleksi Pribadi
PENGELOLAAN LANSEK AP
P O H O N
71 15.
Hibiscus tiliceaues
Waru
PA L E M
1.
Livistona chinensis
Chinensis fan palm, Chinese fountain palm
Palm sinensis
2.
Roystonea regia
Cuban royal palm, Florida royal palm, royal palm
Palm raja
Koleksi Pribadi
Aracaceae
Koleksi Pribadi
LAMPIRAN
L A M P I R A N No.
A
NAMA BOTANI
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
(lanjutan) NAMA UMUM
NAMA LOKAL
FAMILIA
GAMBAR
SUMBER
PENGELOLAAN LANSEK AP
S E M A K
1.
Bougainvillea sp
Bugenvil
Koleksi Pribadi
2.
Codiaeum sp
Puring
Koleksi Pribadi
3.
Ixora sp
Soka
Koleksi Pribadi
4.
Acalypha macrophylla
Teh-tehan
5.
Excoecaria cochinchinensis variegata
Sambang darah variegata
Koleksi Pribadi
6.
Nerium oleander pink
Oleander
Koleksi Pribadi
7.
Caesalpinia pulcherrima
Kembang merak
Koleksi Pribadi
Fabaceae (Leguminosae)
Koleksi Pribadi
72
LAMPIRAN
L A M P I R A N No.
NAMA BOTANI
A
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
(lanjutan) NAMA UMUM
NAMA LOKAL
FAMILIA
GAMBAR
SUMBER
8.
Canna sp
Kana
Koleksi Pribadi
9.
Ruellia malacosperma
Ruelia
Koleksi Pribadi
10.
Cordyline sp
Hanjuang
Koleksi Pribadi
11.
Syzigium oleana
Pucuk merah
Koleksi Pribadi
PENGELOLAAN LANSEK AP
S E M A K
73
12.
Osmoxylum lineare
Aralia
Koleksi Pribadi
13.
Gardenia jasminoides
Kaca piring
Koleksi Pribadi
LAMPIRAN
L A M P I R A N No.
NAMA BOTANI
A
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
(lanjutan) NAMA UMUM
NAMA LOKAL
FAMILIA
GAMBAR
SUMBER
PENGELOLAAN LANSEK AP
S E M A K
14.
Hibiscus rosasinensis
Kembang sepatu
Koleksi Pribadi
15.
Rhoeo discolor
Adam hawa
Koleksi Pribadi
16.
Scindapsus aureus
Sirih belanda
Koleksi Pribadi
17.
Pseuderanthemum reticulatum
Melati jepang
Koleksi Pribadi
18.
Philodendron sp
Pilo
Koleksi Pribadi
74
LAMPIRAN
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
L A M P I R A N B EMITOR SISTEM PENGAIRAN YANG EFEKTIF
RENTANG KELUARAN
EMITOR CONTOH
CONTOH Bagaimana mencapai target 200 (liter per orang per hari) jika semua alokasi penggunaan air mingguan dari luar digunakan untuk penyiraman kebun atau rumput.
CONTOH TINGKAT PERCEPATAN
Orang per rumah tangga 2 (700 L)
4 (1400 L)
A L AT T E T E S
8 liter/jam
87 emitor untuk satu jam
174 emitor untuk satu jam
10 mm per jam jika berjarak 80 cm
25 liter/jam sampai
25 liter/jam
112 emitor
224 emitor
10 mm per 50 menit
untuk 15 menit
untuk 15 menit
jika berjarak 2 meter
75 liter/jam
37 emitor untuk 15 menit
74 emitor untuk 15 menit
10 mm per 15 menit jika berjarak 2 meter
125 liter/jam
22 emitor untuk 15 menit
44 emitor untuk 15 menit
10 mm per 10 menit jika berjarak 2 meter
K E C I L
150 liter/jam; atau 0,4 liter/menit sampai 2,5 liter/ menit
PENGELOLAAN LANSEK AP
P E N Y E M P R OT
2 liter/jam sampai 8 liter/jam; atau 0,03 liter/menit sampai 0,13 liter/menit
75 P E N Y E M P R OT
P E R M A N E N
(Termasuk Penyiram Pop-up dan Penggerak Gigi)
4 liter/menit sampai 8 liter/ menit
T E T E S - T E K A N A N
G A R I S
M E N G I M B A N G I
0,66 liter/meter/ menit sampai 1,16 liter/meter/menit; atau 33 liter/menit sampai 58 liter/menit untuk 50 m
4 liter/menit
17 emitor untuk 10 menit
34 emitor untuk 10 menit
10 mm per 10 menit jika berjarak 4 meter
6 liter/menit
11 emitor untuk 10 menit
22 emitor untuk 10 menit
10 mm per 7 menit jika berjarak 4 meter
8 liter/menit
8 emitor untuk 10 menit
10 mm per 5 menit jika berjarak 4 meter
(50 meter)
1.6 liter/jam pada jarak 40 cm
50 m for 20 menit
100 m for 20 menit
10 mm per 15 menit untuk 50 meter
6 liter/menit
50 m for 12 menit
100 m for 12 menit
10 mm per 15 menit untuk 50 meter
LAMPIRAN
L A M P I R A N
PENGELOLAAN LANSEK AP
PENYEMPROT YANG EFISIEN
76
B
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
(lanjutan) RENTANG KELUARAN
CONTOH
CONTOH Bagaimana mencapai target 200 penyiraman kebun dan rumput yang efisien (mingguan)
1,18 liter/menit sampai 6,4 liter/ menit
7 liter/menit
2 x 30 menit periode per minggu @ 7 liter/menit akan memakai 420 liter.
2 x 30 menit periode per minggu @ 9 liter/menit akan memakai 540 liter.
VOL 6 PENGELOLAAN LANSEK AP
PENGELOLAAN LANSEK AP
LAMPIRAN
77
DINAS TATA RUANG DAN CIPTA KARYA PEMERINTAH KOTA BANDUNG Jalan Cianjur N0. 34, Kota Bandung, Jawa Barat 40195 www.distarcip.bandung.go.id/greenbuilding