Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
PERSPEKTIF HAM MENGENAI PENERAPAN ASAS PRADUGA TIDAK BERSALAH DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBERITAAN DI MEDIA MASSA Oleh : Ni Putu Noni Suharyanti, S.H., M.H.
Abstract Protection of human rights is one of the essential elements for rule of law, so that everything should be based on the interests of human rights. The presumption of innocence is one of the rights guaranteed and protect in the Act of Republic of Indonesia Number 39 Year 1999 concerning Human Rights. In fact, this legal principle adopted by the press through the Act of Republic of Indonesia Number 40 Year 1999 concerning Press and Journalism Code of Ethics as a guideline to conducting journalistic activities. Respect for the presumption of innocence in the practice of the press, is not an act of excessive against a suspect/defendant, but the principle is still necessary to avoid trial by the press, so that the national press is really capable of producing balanced and impartial news. Keywords : Human Rights, Presumption of Innocence, Mass Media. Abstrak Perlindungan HAM merupakan salah satu unsur penting bagi sebuah negara hukum, sehingga segala sesuatunya harus berlandaskan pada kepentingan HAM. Asas praduga tidak bersalah merupakan salah satu jenis HAM yang dijamin dan dilindungi dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM. Bahkan asas hukum ini diadopsi oleh Pers melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan jurnalistik. Penghormatan terhadap asas praduga tidak bersalah dalam praktek pers bukanlah merupakan tindakan yang berlebihan terhadap seorang tersangka/terdakwa, akan tetapi asas ini tetap diperlukan untuk menghindari adanya trial by the press sehingga pers nasional benar-benar mampu menghasilkan pemberitaan-pemberitaan yang berimbang dan bersifat tidak memihak. Kata Kunci : HAM, Asas Praduga Tidak Bersalah, Media Massa.
A. PENDAHULUAN
hanya dialami oleh negara Indonesia
1.
namun di berbagai belahan negara di
Latar Belakang Masalah Permasalahan tentang hak asasi
manusia
(HAM)
merupakan
dunia. HAM merupakan hak dasar yang
suatu
secara kodrati melekat pada diri manusia,
permasalahan secara universal dan tidak
bersifat universal dan langgeng, oleh
123
124
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
karena itu harus dilindungi, dihormati,
bebas mutlak namun terbatas. Dalam
dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan,
artian bahwa fungsi hukum (undang-
dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
undang) di satu sisi melindungi HAM dan
Oleh sebab itu, bangsa Indonesia sebagai
di sisi lain juga membatasi HAM.
negara hukum
mengemban tanggung
jawab
dan
moral
hukum
Dalam Pasal 1 angka 1 UU RI No.
untuk
39 Tahun 1999 disebutkan bahwa HAM
menjunjung tinggi dan melaksanakan
adalah seperangkat hak yang melekat
penegakan HAM.
pada hakikat dan keberadaan manusia
HAM di Indonesia diatur dalam
sebagai sebagai makhluk Tuhan Yang
UUD NRI Tahun 1945, baik dalam
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya
pembukaan maupun batang tubuhnya.1
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi,
Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J UUD
dan dilindungi oleh negara, hukum,
1945
pemerintah,
telah
memberikan
jaminan
dan
setiap
orang
demi
perlindungan terhadap HAM di Indonesia,
kehormatan serta perlindungan harkat dan
sehingga pengaturan tentang HAM diatur
martabat manusia. Berkenaan dengan hal
secara khusus dalam UU RI No. 39 Tahun
tersebut,
1999. UU ini dibentuk untuk memberikan
dipisahkan dengan negara hukum, karena
perlindungan terhadap HAM di Indonesia
berpikir secara hukum berkaitan dengan
sekaligus untuk membatasi HAM yang
ide untuk mewujudkan keadilan dan
dimiliki oleh manusia, karena UU ini
ketertiban.2 Maka dengan demikian, salah
mengatur jenis-jenis HAM yang patut
satu tujuan pengakuan dan pengukuhan
dilindungi, sehingga HAM tidak bersifat
negara hukum adalah untuk melindungi
1
H. Zainuddin Ali, 2010, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 90.
2
maka
HAM
tidak
dapat
H.A . Mansyur Effendi, 1994, Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional dan Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 27.
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
HAM,
dalam
kebebasan
artian
hak
sekaligus
UU RI No. 48 Tahun 2009 Tentang
perseorangan
diakui,
Kekuasaan Kehakiman, bahkan UU RI
dihormati, dan dijunjung tinggi.
No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan
Berbagai jenis HAM telah dijamin
Kode
Etik
Jurnalistik
pun
juga
dan dilindungi di dalam UU RI No. 39
mengadopsi asas ini sebagai pedoman
Tahun 1999 Tentang HAM, mulai dari
dalam menjalankan kegiatan jurnalistik.
hak untuk hidup, hak untuk berkeluarga dan
melanjutkan
keturunan,
Dipergunakannya
asas
praduga
hak
bersalah sebagai pedoman dalam UU RI
memperoleh keadilan, hak atas rasa aman,
No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan
hak atas kesejahteraan, hak turut serta
Kode
dalam pemerintahan, hak wanita, hak
bahwa ada norma dan batasan yang harus
anak, dan lain-lain. Dalam pembahasan
diperhatikan oleh setiap insan Pers baik
tulisan ini, fokus permasalahan akan
dalam
ditujukan pada hak untuk memperoleh
memiliki, menyimpan, mengolah, dan
keadilan
menyampaikan informasi terkait dengan
khususnya
mengenai
“asas
Etik
hal
Jurnalistik
mencari,
menunjukkan
memperoleh,
praduga tidak bersalah”. Asas ini secara
permasalahan
umum
satu
seseorang. Namun kenyataannya, masih
perwujudan perlindungan HAM seseorang
ada pemberitaan di media massa yang
ketika
proses
memuat berita secara berlebihan terhadap
HAM,
kasus-kasus
hukum
beberapa peraturan perundang-undangan
mengandung
opini
lainnya juga mengatur mengenai asas
“menghakimi” serta kesimpulan yang
praduga tidak bersalah, seperti KUHAP,
keliru, sehingga berpengaruh terhadap
dianggap
peradilan.
sebagai
berhadapan Tidak
salah
dengan
hanya
UU
hukum
yang
dihadapi
tertentu yang
dan bersifat
125
126
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
stigma berpikir masyarakat dan proses
dan dipojokkan pada posisi yang sulit
peradilan yang dihadapi oleh seseorang
untuk memperoleh peradilan yang bebas
(tersangka/terdakwa).
dan tak berpihak (fair trial).4 Trial by the
Penyimpangan
asas
press seringkali terjadi pada kasus-kasus
praduga tidak bersalah ini seringkali
hukum tertentu yang mampu menarik
dihubungkan dengan trial by the press.
perhatian publik seperti kasus korupsi,
Trial by the press sebagaimana dikutip
terorisme, kejahatan HAM, kejahatan
dalam Laporan Penelitian Hukum BPHN
terhadap nyawa, dan kejahatan terhadap
Tahun 2013, merupakan “kegiatan dimana
kesusilaan. Contoh beberapa kasus hukum
pers bertindak sebagai peradilan mencari
di Indonesia yang dianggap mengalami
bukti-bukti, menganalisa, dan mengkaji
trial by the press yaitu : pemberitaan
sendiri untuk kemudian berakhir dengan
tentang mal praktik kedokteran5 kasus
memberi putusan”.3 Selanjutnya, secara
hilangnya 16 WNI di Turki6, kasus
teori pers dianggap telah melakukan trial
korupsi berjamaah pada tahun 2004,
by the press, ketika sebuah dugaan
deponering pada kasus Bibit-Chandra7
perbuatan pidana yang sudah ditangani
dan lain sebagainya.
aparat penyidik, Polisi atau Jaksa (pre-
2.
trial
publicity)
terhadap
sampai
masuk
Rumusan Masalah
ke
pengadilan (publicity during trial) degan 4
adanya
pemberitaan
tersebut,
menyebabkan adanya pihak yang tertuduh 3
BPHN Kementerian Hukum dan HAM RI, 2013, “Penelitian Hukum Tentang Pengaruh Praktik Courtroom Television Terhadap Independensi Peradilan”, http://www.bphn.go.id, diakses pada tanggal 11 Maret 2015, hal. 30.
Ibid, hal. 31. Zae, 2004, “Pemberitaan Mal Praktik Sudah Mengarah Trial by The Press”, http://www.m.hukumonline.com, diakses pada tanggal 11 Maret 2015. 6 Rozi Abdullah, 2015, “Media Dinilai Lakukan Trial by The Press Dalam Kasus 16 WNI”, http://www.minangkabau.com, diakses pada tanggal 11 Maret 2015. 7 Elrifa, 2010, “Trial by The Press”, https://elrifa.wordpress.com, diakses pada tanggal 11 Maret 2015. 5
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
Berdasarkan latar belakang di atas,
HAM karena prolematik permasalahan
rumusan
yang dapat
penerapan asas praduga tidak bersalah
bagaimana
dalam perkara pidana berkaitan dengan
penerapan asas praduga tidak bersalah
kedudukan yang tidak seimbang antara
dalam kaitannya dengan pemberitaan di
tersangka/terdakwa dengan aparat hukum
maka
dikemukakan
masalah yaitu
:
media massa jika ditinjau dari perspektif HAM ?
sehingga
wenang dari aparat hukum.
Makna dan Hakekat Asas Praduga Tidak Bersalah Asas
hukum
praduga
tidak
bersalah atau yang dikenal dengan istilah presumption of innocence sejak abad ke 11 dikenal dalam sisten hukum Common Law khususnya di Inggris, dalam Bill of Rights
berkepentingan,
dikhawatirkan terjadi tindakan sewenang-
B. PEMBAHASAN 1.
yang
(1648).
dilatarbelakangi
Asas
hukum
ini
oleh
pemikiran
individualistik-liberalistik
yang
berkembang sejak pertengahan abad ke 19 sampai saat ini. Asas praduga tidak bersalah merupakan bagian yang tidak
Terkait dengan asas praduga tidak bersalah, Mien Rukmini mengemukakan bahwa asas presumption of innocence mempunyai arti bahwa: Seseorang yang disangka melakukan suatu tindak pidana, dianggap tidak bersalah, sampai kesalahannya dinyatakan oleh Pengadilan. Seorang tersangka tidak dianggap sebagai seorang yang sudah divonis. Oleh karen itu, dia tidak dibebani kewajiban untuk membuktikan ketidakbersalahannya, melainkan penguasa (penegak hukum) yang harus membuktikan kesalahannya. Seseorang akan dijatuhi hukuman bersalah apabila fakta-fakta atau keadaan yang diajukan sebagai alat bukti di persidangan memenuhi syarat dan Hakim akan menyatakan bahwa terdakwa bersalah.8
terpisahkan dari due process of law. Asas 8
praduga tidak bersalah pada hakikatnya merupakan
perwujudan
perlindungan
Mien Rukmini, Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, PT Alumni, Bandung, hal. 244.
127
128
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
Asas
praduga
tidak
bersalah
cukup fundamental sifatnya dalam hukum acara
pidana.
Ketentuana
asas
yang ditentukan oleh UU tentang Hukum Acara Pidana. Putusan pengadilan tingkat tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh UU tentang Hukum Acara Pidana. Putusan kasasi.
b.
ini
eksistensinya juga terlihat pada UU RI c. No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, UU RI
Terkait
dengan
putusan
yang
No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan berkekuatan hukum tetap, M. Yahya Kehakiman dan penjelasan umum angka 3 Harahap mengemukakan sebagai berikut : huruf c KUHAP yang secara garis besar menentukan sebagai berikut : Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.9 Suatu dinyatakan
putusan berkekuatan
pengadilan hukum
selama putusan belum mempunyai kekuatan hukum tetap, upaya peninjauan kembali tidak dapat dipergunakan. Terhadap putusan yang demikian hanya dapat ditempuh upaya hukum biasa berupa banding atau kasasi. Upaya hukum peninjauan kembali baru terbuka setelah upaya hukum biasa (berupa banding dan kasasi) telah tertutup. Upaya hukum peninjauan kembali tidak boleh melangkahi upaya hukum banding dan kasasi.10
tetap
Selama proses peradilan masih
seperti dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1)
berjalan (Pengadilan Negeri, Pengadilan
UU RI No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi
Tinggi, dan Mahkamah Agung) dan
yaitu:
belum memperoleh kekuatan hukum tetap
Yang dimaksud dengan “putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap” adalah : a. Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu 9
Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara Pidana : Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Peradilan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 16.
(inkracth
van
tersangka/terdakwa
gewijsde), belum
maka dapat
dikategorikan bersalah sebagai pelaku
10
Ilman Hadi, 2012, “Kapan Putusan Pengadilan Dinyatakan Berkekuatan Hukum Tetap”, http://www.m.hukumonline.com, diakses pada 12 Maret 2015.
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
dari tindak pidana, sehingga selama
sedangkan
proses peradilan pidana tersebut harus
pelaksanaannya harus berpedoman pada
mendapatkan hak-haknya sebagaimana
prinsip-prinsip HAM agar tidak terjadi
diatur oleh undang-undang.
kesewenang-wenangan.
Diberlakukannya tidak
asas
praduga
bersalah
2.
terhadap
hukum
pidana
dalam
Asas Praduga Tidak Bersalah sebagai Perwujudan Perlindungan HAM DUHAM
tersangka/terdakwa, bukan berarti bahwa
menunjukkan
nilai
seorang tersangka/terdakwa sepenuhnya
normatifnya terhadap HAM sebagai hak
mempunyai hak seperti layaknya orang
yang
yang memang tidak melakukan tindak
ditegaskan dalam Pasal 1 bahwa “semua
pidana,
Sebagaimana
tetapi
setiap
manusia yang dilahirkan bebas dan sama
dianggap
belum
dalam
akan
tersangka/terdakwa
fundamental.
martabat
dan
hak.
Mereka
bersalah agar ia memiliki kesempatan
dikaruniai akal dan hati nurani dan harus
menggunakan haknya untuk melakukan
bertindak
pembelaan
semangat persaudaraan”. Oleh karena itu,
di
tingkat
pemeriksaan
sesama
tersangka
berkekuatan
manusia yang juga memiliki hak dasar
menyatakan
tetap
kesalahannya.
yang
Berkenaan
dan
juga
wajib
terdakwa
dalam
manapun juga sampai ada putusan yang hukum
maupun
manusia
dihormati.
Jaminan
dengan hal tersebut, maka antara HAM
perlindungan
dan
tersangka/terdakwa diatur dalam Pasal 50
hukum
pidana
mempunyai
keterkaitan yang erat, dimana HAM
sampai
dengan
membutuhkan
Jaminan
dan
hukum
pidana
untuk
mengkriminalisasikan pelanggaran HAM,
hukum
tetaplah
Pasal
terhadap
68
perlindungan
KUHAP. hukum
terhadap HAM tersangka/terdakwa dalam peraturan hukum acara tersebut mengarah
129
130
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
pada
pembatasan-pembatasan
seperti
penangkapan,
memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. Hak untuk melakukan upaya hukum. Hak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
HAM
penahanan, j.
penyitaan,
penggeledahan,
dan k.
penghukuman
yang pada hakekatnya
merupakan pembatasan terhadap HAM.
Perlindungan
Adapun perlindungan hukum terhadap
hak-hak
tersangka/terdakwa
merupakan
menurut
KUHAP
yaitu sebagai berikut : a.
b. c.
d. e.
f. g.
h.
i.
Hak tersangka/terdakwa untuk segera mendapatkan pemeriksaan. Hak tersangka/terdakwa dalam persiapan melakukan pembelaan. Hak tersangka/terdakwa memberikan keterangan secara bebas. Hak tersangka/terdakwa mendapat bantuan hukum. Hak mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu. Hak tersangka/terdakwa yang berada dalam penahanan. Hak terdakwa di muka persidangan pengadilan, dimana terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. Hak tersangka/terdakwa menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan. Hak untuk mengajukan mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang
hukum
terhadap
tersangka/terdakwa
di
upaya-upaya
atas untuk
mendukung asas praduga tidak bersalah dalam proses peradilan karena setiap tersangka/terdakwa dituntut,
atau
yang
dihadapkan
disangka, di
sidang
pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dari pengadilan, sehingga tersangka/terdakwa berhak menggunakan hak-haknya tersebut guna kepentingan pembelaannya dalam menjalani proses peradilan. Perlindungan
hukum
terhadap
hak-hak tersebut berdasarkan atas prinsipprinsip HAM yang universal, dimana prinsip-prinsip HAM yang terkait dengan hukum acara tersebut merupakan hak-hak dasar yang harus dihormati. Adapun
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
prinsip-prinsip yang dimaksud meliputi :
cepatnya
“1) prinsip non diskriminasi, 2) prinsip
maupun kejadian yang terjadi pada suatu
yang memberikan hak untuk hidup dan
tempat untuk diketahui oleh setiap orang
bebas dari penyiksaan atau tindakan
di berbagai belahan dunia. Cepatnya
pemidanaan yang kejam, tidak manusiawi
informasi
atau merendahkan yang lain, 3) prinsip
masyarakat semakin “haus” akan berita
yang memberikan hak atas kebebasan dan
dan membawa pada pengaruh kepada
hak-hak terpidana, 4) prinsip mengenai
dunia jurnalistik untuk semakin giat
fair trial, dan 5) prinsip mengenai
dalam mencari berita agar segera mungkin
peraturan tentang juvenile justice yaitu
di sampaikan kepada masyarakat.
pengaturan
tentang
batas
minimum
penerimaan
yang
jawaban
pidana”.11
Berdasarkan
prinsip-prinsip
tersebut,
seringkali
tetaplah
Pemberitaan
tersangka/terdakwa
peristiwa
diperoleh
membuat
Pemberitaan seputar kasus-kasus
pertanggung
maka
akan
atau
persitiwa
hukum
menarik
di
Indonesia
perhatian
publik.
masalah-masalah
hukum
manusia yang memiliki hak dasar dan
mulai dari kasus pencurian, pembunuhan,
juga wajib dilindungi dan dihormati.
pemerkosaan, penganiayaan, terorisme,
3.
narkotika, hingga masalah yang berkaitan
Penerapan Asas Praduga Tidak Bersalah Dalam Kaitannya Dengan Pemberitaan Media Massa Ditinjau dari Perspektif HAM
dengan
kasus
mendominasi Perkembangan
teknologi
korupsi
pemberitaan
seringkali di
media
yang massa. Media massa seringkali menjadi
semakin pesat berkorelasi dengan media wadah dari aspirasi masyarakat dalam massa. Hal ini dibuktikan dengan semakin menanggapi permasalahan hukum. Hal ini 11
H. Muladi, 2009, Hak Asasi Manusia : Hakekat, Konsep, dan Implikasi dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Refika Aditama, Bandung, hal. 104.
penting mengingat adanya “kemerdekaan
131
132
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
pers” dan sekaligus kontrol terhadap
penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi,
penegakan
kolusi,
hukum
di
Indonesia
nepotisme,
sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 ayat
penyelewengan
(1) UU RI No. 40 Tahun 1999, dimana
lainnya (penjelasan umum UU RI No. 40
“pers nasional mempunyai fungsi sebagai
Tahun 1999).
media informasi, pendidikan, hiburan, dan
dan
maupun
Faktanya,
penyimpangan
informasi
yang
kontrol sosial”. Kata “kontrol” terhadap
disajikan oleh media massa tidak jarang
penegakan
diartikan
menggiring masyarakat membentuk opini
sebagai kemerdekaan yang seluas-luasnya
bahkan prasangka atau stigma berpikir
dalam menghadapi persoalan penegakan
negatif terhadap orang-orang yang terlibat
hukum seperti tindakan “penghakiman”
dalam sebuah kasus hukum. Reaksi
atau
seperti
masyarakat yang demikian dikarenakan
kata
pemberitaan yang terkadang berlebihan
hukum
bertindak
penegak
tidaklah
seolah-olah
hukum,
akan
tetapi
“kontrol” terhadap penegakan hukum
dan
lebih mengarah pada fungsi pers sebagai
sebenarnya, pemberitaan yang disertai
wadah
dalam
komentar atau opini yang “menghakimi”
menyimak dan menanggapi persoalan
dan disampaikan dengan gaya bahasa
penegakan
dalam
yang “membujuk” perhatian masyarakat.
pelaksanaan penegakan hukum, penegak
Di samping itu, hal ini secara tidak
hukum benar-benar memperhatikan rasa
langsung akan mempengaruhi kondisi si
keadilan di masyarakat. Pers yang juga
tersangka/terdakwa
melaksanakan
hukum
aspirasi
hukum
masyarakat
sehingga
kontrol
sosial
sangat
penting pula untuk mencegah terjadinya
tidak
sesuai
khususnya
dengan
maupun Hakim
keadaan
penegak dalam
menjatuhkan putusan (dalam konteks
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
peradilan yang tidak memihak) apabila
dengan menghormati norma-norma
pemberitaannya sudah mengarah pada
agama
kesalahan tersangka/terdakwa.
masyarakat serta asas praduga tidak
Menjaga
agar
tidak
terjadi
dan
bersalah”.
rasa
kesusilaan
Selanjutnya
dalam
penghakiman trial by the press oleh
penjelasan Pasal 5 ayat (1) disebutkan
media massa, sebenarnya pers dalam
bahwa
menjalankan kegiatan jurnalistik telah
menyiarkan
dibatasi
menghakimi
oleh
beberapa
peraturan
“pers
nasional
dalam
informasi,
tidak
atau
membuat
perundang-undangan seperti :
kesimpulan
a.
UU RI No. 32 Tahun 2002 Tentang
terlebih lagi untuk kasus-kasus yang
Penyiaran khususnya dalam Pasal 36
masih dalam proses peradilan, serta
ayat (5) yaitu : Isi siaran dilarang : a)
dapat
bersifat
kepentingan semua pihak yang terkait
fitnah,
menghasut,
menyesatkan, dan/atau bohong, b) menonjolkan unsur kekerasan, cabul,
b.
dan
Jurnalistik
atau
c)
mengakomodasikan
Asas praduga tidak bersalah juga dituangkan
terlarang,
seseorang,
dalam pemberitaan tersebut”.
perjudian, penyalahgunaan narkotika, obat
kesalahan
ke
dalam
(himpunan
Kode etika
Etik profesi
mempertentangkan suku, agama, ras,
kewartawanan) seperti pada Pasal 3 ayat
dan antar golongan.
(7) dan (8) kode etik jurnalistik PWI yang
Pasal 5 ayat (1) UU RI No. 40 Tahun
menyebutkan sebagai berikut12 :
1990 Tentang Pers mengemukakan
Pemberitaan tentang jalannya pemeriksaan perkara pidana di dalam
bahwa “pers nasional berkewajiban 12
memberitakan peristiwa dan opini
Jurnal Dewan Pers, 2010, “Asas Praduga Tidak Bersalah Dalam Praktek Pers”http://www.dewanpers.or.id/dfile.php?nmfile =Jurnal Dewan Pers Edisi ke-2.pdf, diakses pada 13 Maret 2015.
133
134
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
sidang-sidang pengadilan harus dijiwai oleh prinsip praduga tidak bersalah, yaitu bahwa seseorang tersangka baru dianggap bersalah telah melakukan sesuatu tindak pidana apabila ia telah dinyatakan terbukti bersalah dalam keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Selanjutnya, dalam Pasal 3 ayat (8) mengatur sebagai berikut :
identitas atau gambar seorang tersangka (hanya menuliskan inisial tersangka)”, ada juga yang mengatakan bahwa “asas tersebut berlaku bagi perkara yang sedang disidangkan sehingga
belum
pengadilan,
Penyiaran nama secara lengkap, identitas dan gambar dari seorang tersangka dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan dihindarkan dalam perkara-perkara yang menyangkut kesusilaan atau menyangkut anak-anak yang belum dewasa. Pemberitaan harus selalu berimbang antara tuduhan dan pembelaan dan dihindarkan terjadinya trial by the press.
di
pengadilan,
sampai
ke
asas
diterapkan, pemberitaan
depan
tersebut
sehingga sebelum
depan harus
penyajian peristiwa
itu
diajukan ke depan sidang pengadilan tidak ada
kewajiban
identitas
untuk
tersangka”.
merahasiakan Bagaimanapun
Pada dasarnya, asas praduga tidak
bentuk penafsiran terhadap asas praduga
bersalah dalam praktek pers diartikan
tidak bersalah, asas ini tetaplah patut
sebagai
untuk dijunjung tinggi dalam rangka
prinsip
tidak
menghakimi
seseorang. Jika demikian, maka asas praduga
tidak
bersalah
tidak
hanya
penghormatan terhadap HAM seseorang. Perlindungan
atas
hak
menyangkut persoalan hukum, melainkan
tersangka/terdakwa
menyangkut seluruh aspek/bidang. Di
dengan asas praduga tidak bersalah
samping
pers
bukanlah merupakan perlindungan yang
pengertian asas praduga tidak bersalah
berlebihan (over protection) bagi seorang
masih bias. Ada yang mengganggap
tersangka/terdakwa, akan tetapi lebih
bahwa asas praduga tidak bersalah identik
menuju adanya peradilan yang berimbang,
itu,
dalam
praktek
dengan “tidak menyebutkan nama serta
dalam
kaitannya
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
karena dimanapun dan di dalam sistem
dalam praktek pers, asas praduga tidak
hukum
bersalah yang diadopsi oleh UU Pers
apapun,
kedudukan
tersangka/terdakwa
lebih
seorang lemah
bertujuan
untuk
menghindari
dibandingkan dengan penegak hukum.13
kesewenang-wenangan dan penghakiman
Namun apabila kita kembali melihat
sehingga tercipta penyampaian informasi
bentuk kejahatan yang dilakukan seorang
yang berimbang dan tidak memihak.
tersangka/terdakwa terlebih lagi apabila
Memang sulit mengukur sejauhmana telah
kasusnya menyangkut kerugian negara,
terjadi
nyawa seseorang maupun orang banyak,
praduga tidak bersalah dalam kaitannya
atau kesusilaan seseorang, maka asas
dengan pemberitaan di media massa
praduga tidak bersalah rasanya tidak
karena pemahaman terhadap asas tersebut
menjadi persoalan penting lagi mengingat
masih menimbulkan banyak penafsiran di
tersangka/terdakwa juga telah melakukan
kalangan
dugaan
kemerdekaan pers menjadi salah satu
pelanggaran
terhadap
HAM
seseorang. Apabila
penyimpangan
insan
pers.
terhadap
Di
lain
asas
sisi,
faktor pemicu terjadinya penyimpangan kita
filosofi
terhadap asas praduga tidak bersalah
terbentuknya asas praduga tidak bersalah,
ketika kemerdekaan pers diartikan sebagai
bahwasannya asas ini pada dasarnya
kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan
bertujuan
menghindari
pendapat yang seluas-luasnya. Arti seluas-
kesewenang-wenangan dalam penegakan
luasnya inilah terkadang tindakan pers
hukum sehingga tersangka/terdakwa dapat
menjadi
memperoleh hak-haknya. Begitu juga
memerlukan juga kontrol dari masyarakat.
untuk
melihat
tidak
Penanganan
terkontrol,
terhadap
sehingga
tindakan
13
Oemar Seno Adji, 1985, KUHAP Sekarang, Erlangga, Jakarta, hal. 60.
trial by the press yang merupakan
135
136
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
penyimpangan
terhadap
prinsip/asas
bersalah
merupakan
yang
dengan
HAM
praduga tidak bersalah selama ini masih
kedudukannya
berupa “hak koreksi” dan “hak jawab”.
lainnya dalam UU HAM meskipun tidak
Dimana hak jawab adalah “seseorang atau
tergolong non derogable rights (HAM
sekelompok orang untuk memberikan
yang tidak dapat dikurangi keadaan
tanggapan
apapun), dalam artian sama-sama harus
atau
sanggahan
terhadap
sama
HAM
pemberitaan berupa fakta yang merugikan
dihormati,
nama baiknya” (Pasal 1 angka 11 UU
tinggi, sehingga dalam pemberitaan di
Pers), sedangkan hak koreksi adalah
media massa pun asas ini wajib dipegang
“hak
adalah
setiap
dan
dijunjung
untuk
teguh agar terhindar dari pemberitaan
mengoreksi atau membetulkan kekeliruan
media massa yang cenderung hanya
informasi yang diberitakan oleh pers, baik
mementingkan image dan nilai jual berita,
tentang dirinya maupun tentang orang
mencampurkan antara fakta dengan opini
lain” (Pasal 1 angka 12 UU Pers). Pidana
“menghakimi”, sehingga kestabilan antara
menjadi
negara, pers, dan masyarakat benar-benar
ultimum
orang
dilindungi,
remidium
dalam
penyelesaian penyimpangan asas praduga
terjalin.
tidak bersalah seperti yang disebutkan C. PENUTUP dalam Pasal 18 ayat (2) UU Pers yaitu “perusahaan
pers
yang
melanggar
Berdasarkan masalah,
rumusan
latar
belakang
masalah
yang
pembahasan
yang
ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta diperoleh,
serta
Pasal 13 dipidana dengan pidana denda dilakukan, maka simpulan yang dapat paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima dikemukakan yaitu sebagai berikut:
ratus juta rupiah)”.
Ditinjau dari perspektif HAM, Ditinjau dari perspektif HAM, penerapan asas praduga tidak bersalah maka
eksistensi
asas
praduga
tidak
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
dalam kaitannya dengan pemberitaan oleh media massa merupakan prinsip penting dalam
menciptakan
peradilan
yang
berimbang dan tidak memihak serta menghindari
trial
by
the
H. Muladi, 2009, Hak Asasi Manusia : Hakekat, Konsep, dan Implikasi dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Refika Aditama, Bandung.
press. Oemar
Diadopsinya asas ini ke dalam UU Pers
Seno Adji, 1985, KUHAP Sekarang, Erlangga, Jakarta.
dan Kode Etik Jurnalistik mewajibkan
Internet
setiap insan pers untuk selalu berpegang
BPHN Kementerian Hukum dan HAM RI, 2013, “Penelitian Hukum Tentang Pengaruh Praktik Courtroom Television Terhadap Independensi Peradilan”, http://www.bphn.go.id, diakses pada tanggal 11 Maret 2015
teguh kepada prinsip-prinsip HAM. Oleh karena itu, dalam prakteknya pun pers diharapkan agar tetap berpedoman pada asas praduga tidak bersalah sehingga seminimal pemberitaan
mungkin yang
terhindar
dari
keliru
atau
Zae, 2004, “Pemberitaan Mal Praktik Sudah Mengarah Trial by The Press”, http://www.m.hukumonline.com, diakses pada tanggal 11 Maret 2015.
menyesatkan.
DAFTAR PUSTAKA Buku Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara Pidana : Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Peradilan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Rozi Abdullah, 2015, “Media Dinilai Lakukan Trial by The Press Dalam Kasus 16 WNI”, http://www.minangkabau.com, diakses pada tanggal 11 Maret 2015. Elrifa, 2010, “Trial by The Press”, https://elrifa.wordpress.com, diakses pada tanggal 11 Maret 2015. Ilman
H. Zainuddin Ali, 2010, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. H.A. Mansyur Effendi, 1994, Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional dan Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Hadi, 2012, “Kapan Putusan Pengadilan Dinyatakan Berkekuatan Hukum Tetap”, http://www.m.hukumonline.com, diakses pada 12 Maret 2015.
137
138
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
Jurnal Dewan Pers, 2010, “Asas Praduga Tidak Bersalah Dalam Praktek Pers” http://www.dewanpers.or.id/dfile.p hp?nmfile=Jurnal Dewan Pers Edisi ke-2.pdf, diakses pada 13 Maret 2015 Sumber Hukum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 1966 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3887.