PERSPEKTIF DOSEN TENTANG PATEN DAN KENDALA YANG DIHADAPI TERHADAP HASIL-HASIL PENELITIAN DI UNIVERSITAS SEMARANG LECTURER ON PATENTS AND PERSPECTIVE CONSTRAINTS FACED ON OUTCOMES RESEARCH UNIVERSITY SEMARANG Doddy Kridasaksana Fakultas Hukum Universitas Semarang ABSTRAK Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil temuannya di bidang teknologi Selayaknya hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti atau sekelompok dosen harus disebarluaskan. Namun demikian, belum tentu semua invensi dapat dipatenkan, untuk mendapatkannya harus memiliki syarat substantif, dapat dipraktikkan dalam perindustrian, memiliki langkah inventif, dan juga syarat formal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perspektif dosen tentang paten terhadap hasil penelitian (invensi) termasuk kendala yang dihadapi. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis empiris, deskriptif analisis, penentuan sampel dengan metode sensus, dengan data primer dan sekunder, analisis data dengan kualitatif. Hasil yang diperoleh bahwa pemahaman dosen terhadap paten masih kurang. Kendala kurangnya pemahaman para dosen terhadap paten tersebut kemungkinan disebabkan kurangnya sosialisasi mengenai hak paten sehingga informasi yang diperoleh tentang hak paten kurang. Sebagian besar para dosen belum pernah mengikuti seminar, pelatihan ataupun simulasi mengenai paten, masalah biaya , fasilitas, kurangnya dorongan ataupun kerja sama dari institusi, prosedur yang agak rumit dalam pengajuan permohonan paten. Para dosen (88%) mengatakan bahwa hasil penelitian yang sudah dilakukan untuk saat ini belum layak diajukan permohonan paten karena masih replikasi ataupun penelitian lanjutan yang sebelumnya sudah pernah dilakukan orang lain. Di samping itu, kecenderungan para dosen (peneliti) yang berorientasi jangka pendek dengan mengejar kredit point. Hasil penelitian disimpulkan bahwa selama ini penelitian yang dilakukan tidak terpikirkan untuk dipatenkan karena kecenderungan para dosen (peneliti) yang berorientasi jangka pendek dengan mengejar kredit point semata, sebagian besar para dosen (peneliti) meneliti dengan motivasi mendapatkan nilai point sebanyakbanyaknya untuk menaikkan jabatan strukturalnya, penelitian sebagian besar masih berupa replikasi. Saran yang diberikan memberikan kesempatan kepada para dosen diberi kesempatan untuk mengikuti seminar, pelatihan mengenai paten; adanya kerjasama, fasilitas, motivasi dari institusi dengan para dosen dalam mengembangkan kreatifitas dalam melakukan penelitian, sosialisasi tentang HKI, khususnya mengenai paten dari Dirjen HKI, kampanye pentingnya penggunaan paten untuk melindungi hak cipta harus segera dimasyarakatkan agar tidak terjadi pencurian kekayaan intelektual. Kata kunci: penelitian, paten, replikasi.
ABSTRACT Patents are exclusive rights granted by the State to inventors on its findings in the field of technology should the results of research conducted by a researcher or a group of lecturers should be disseminated. However, not all inventions can be patented because to get it must have a substantive requirement, can be practiced in industry, has an inventive step, and also the formal requirements. The purpose of this study was to determine the lecturer's perspective on patents on research (invention) including the constraints faced. The method used is a juridical approach of empirical, descriptive analysis, the determination of the sample with census method, with primary and secondary data, qualitative, data analysis. The results that the faculty of understanding of the patent is still lacking. Constraints lack of understanding of the lecturers of the patent was likely due to the lack of socialization regarding patents so that the information obtained about the patent less. Most professors have never followed the seminar, training or simulation of the patent, the issue of cost, facilities, lack of encouragement or cooperation of the institution, a rather complicated procedure in filing a patent application. The lecturers (88%) said that the results of research that has been done to date has not been feasible because it filed a patent application is still replication or further research that previously had been done to others. In addition, the trend of the professors (researchers) are oriented to the pursuit of short-term credit points. The study concluded that during this research done the unthinkable to be patented because the tendency of professors (researchers) are oriented to the pursuit of short-term credit points alone, the majority of professors (researchers) examined the motivation to get the point as much as possible to increase its structural position , research is still largely in the form of replication. The advice given provides the opportunity for the lecturers were given the opportunity to attend seminars, training on patents; the cooperation, facilities, motivation of the institution with the faculty in developing creativity in doing research, dissemination of IPR, especially regarding the patent from the Directorate General of IPR to the lecturers, campaign the importance of using patents to protect the copyright should be promoted to prevent intellectual property theft. Key Words: research, patent, replication
PENDAHULUAN Sebagai negara WTO, Indonesia telah melakukan langkah-langkah strategis dalam memenuhi kewajiban-kewajiban yang sudah ditentukan. Salah satu di antaranya adalah merubah perangkat peraturan perundang-undangan yang telah ada di bidang HKI dan menyusun serta menetapkan peraturan perundang-undangan untuk bidang HKI yang baru. Sebagai realisasinya, kini Indonesia telah memiliki seperangkat peraturan perundang-undangan yang lengkap dan modern dibidang HKI. Salah satunya adalah UU Paten (Dirjen HKI, 2003). Paten berasal dari bahasa Inggris patent yang awalnya berasal dari kata patere yang berarti membuka diri (untuk pemeriksaan public). Menurut UndangUndang Nomor 14 Tahun 2001, paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil temuannya di bidang teknologi . Paten diberikan untuk jangka waktu yang terbatas. Pemegang paten akan mendapat pengembalian yang layak atas usahanya dan harus mempublikasikan semua rincian invensinya supaya pada saat berakhirnya perlindungan paten, informasi yang berkaitan dengan invensi tersebut tersedia secara bebas bagi khalayak (Lindsey Tim, 2002). Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi yang berupa proses, hasil produksi, penyempurnaan dan pengembangan proses, penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi. Selanjutnya,
agar
perangkat
perundang-undangan
tersebut
dapat
direalisasikan secara efektif, diperlukan penyebarluasan pemahaman/ sosialisasi kepada masyarakat, dalam hal ini diwakili oleh dosen yang berkecimpung dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi (mengajar, meneliti, mengabdi, kepada masyarakat). Sudah
selayaknya dari hasil penelitian yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok dosen harus disebarluaskan, terutama jika hal itu merupakan invensi teknologi yang baru dan bermanfaat bagi masyarakat. Namun demikian, belum tentu semua invensi dapat dipatenkan karena untuk mendapatkannya harus memiliki syarat substantif, dapat dipraktikkan dalam perindustrian, memiliki langkah inventif, dan juga syarat formal. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perumusan masalah dapat dirumuskan seperti berikut ini: Bagaimana perspektif dosen tentang paten terhadap hasil-
hasil penelitian (invensi) di Universitas Semarang, termasuk kendala yang
dihadapi?
METODE PENELITIAN Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis empiris. Alasannya, karena menggunakan kaidah-kaidah ilmu secara teoretis, serta melihat fakta-fakta yang ada di lapangan. Selanjutnya, empiris yang dimaksud turun langsung ke lapangan. Penelitian ini memiliki sifat deskriptif analisis karena penelitian ini menggambarkan dan memberikan data yang teliti dan secermat mungkin tentang suatu permasalahan yang dibahas, terutama untuk dan memperkuat teori-teori yang sekaligus dapat menyusun teori baru (Ronny Hanitijo, 1982). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan metode sensus (Peni, 2008), yaitu semua orang yang berprofesi sebagai dosen di lingkungan USM dari 12 Program Studi (Ilmu Hukum, Ekonomi Manajemen, Ekonomi Manajemen Perusahaan,
Ekonomi Akuntansi, Teknik Sipil, Teknik Elektro,
Teknologi Pertanian dan Peternakan, Psikologi, Sistem Informasi, Teknik
Informatika, Ilmu Komunikasi dan Magister Manajemen). Jumlah sampel yang terkumpul adalah 90. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder.
Data primer
diperoleh dari interview (wawancara) dengan dosen yang dibantu dengan kuesioner (Peni, 2008). Data sekunder diperoleh dari beberapa literatur buku, makalah-makalah yang berkaitan dengan Paten, UU Paten No. 14 Tahun 2001. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara kualitatif, yaitu data yang berhasil dikumpulkan setelah dilakukan kategorisasi, dianalisis dan kemudian disajikan dalam bentuk uraian.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perspektif Dosen tentang Paten terhadap Hasil-Hasil (Invensi) di Universitas Semarang Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 52% para dosen mengetahui pengertian
paten (menurut UU N0.1 4 Tahun 2001), yaitu hak eksklusif yang
diberikan negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi yang selama kurun waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya (Ps. 1 Ayat 1) atau dengan kata lain, seperti kontrak tertutup antara negara dengan inventor, dimana nventor mengungkapkan invensinya dan negara memberikan perlndungan hak kepada inventornya. Para dosen sebanyak 82% juga mengetahui syarat untuk mengajukan permohonan paten. Sebesar 86% para dosen juga mengetahui bahwa hal-hal apa saja yang menyebabkan permohonan paten tersebut dapat dibatalkan. Di samping itu, sebanyak 76% dosen mengetahui bahwa paten adalah termasuk salah satu Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang merupakan bagian dari suatu sistem hukum yang sangat erat kaitannya dengan industri, perdagangan, dan investasi, termasuk di dalamnya dunia pendidikan. Hal ini
menggambarkan bahwa secara teoretis mereka mengetahui tetapi belum memahami dengan baik. Kendala kurangnya pemahaman para dosen terhadap paten tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal. a. Kurangnya sosialisasi mengenai hak paten dari kantor HKI kepada masyarakat pada umumnya dan para dosen (peneliti) khususnya, sehingga informasi yang diperoleh tentang hak paten kurang. b. Sebagian besar para dosen belum pernah mengikuti seminar, pelatihan ataupun simulasi mengenai paten. c. Masalah biaya , fasilitas, dan kurangnya dorongan ataupun kerja sama dari institusi. Mengenai biaya, sebenarnya selama ini ada anggapan bahwa pendaftaran hak paten membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama. Padahal, sebenarnya biaya tersebut tidak seberapa dibandingkan dengan hasil yang diperoleh atas royalti atau pembelian paten oleh perusahaan-perusahaan/ industri pengguna paten. Justru apabila di dalam menjalankan penelitian dan pengembangan suatu paten, tidak menampakkan prospek yang baik dari segi teknik maupun nilai ekonomisnya pada pengajuan suatu paten sebelumnya, data yang disertakan dapat diperbaiki dan disempurnakan terhitung semenjak pengajuan pentahapan. Karya intelektual tersebut setelah dirasa cukup memuaskan oleh penelitinya, akan diumumkan secara internasional selama beberapa bulan oleh badan paten dan jika tidak ada sanggahan dari masyarakat diadakan penelitian kembali oleh badan paten. Dengan demikian, bagi para pemohon paten/peneliti memiliki waktu untuk memutuskan apakah pengajuan patennya dilanjutkan atau dihentikan. d. Prosedur yang agak rumit dalam pengajuan permohonan paten.
Dalam 3 tahun terakhir ini, para dosen (92%) melakukan penelitan sebanyak 3-4 kali, baik sebagai ketua peneliti maupun anggota peneliti. Sebanyak 16% para dosen melakukan penelitian untuk mengembangkan kreativitas dan daya pikir, sedangkan 78% melakukan penelitian karena menunaikan salah satu kewajiban Tri Dharma Perguruan Tinggi sebagai dosen. Sebagian besar para dosen (88%) mengatakan bahwa hasil penelitian yang sudah dilakukan untuk saat ini belum layak diajukan permohonan paten. Alasannya adalah penelitian yang mereka lakukan masih replikasi ataupun penelitian lanjutan yang sebelumnya sudah pernah dilakukan orang lain. Di samping itu, kecenderungan para dosen (peneliti) yang berorientasi jangka pendek dengan mengejar kredit point semata juga menjadi suatu problem lemahnya pengajuan paten di Indonesia. Para dosen (peneliti) sebagian besar hanya meneliti dengan motivasi mendapatkan point sebanyak-banyaknya untuk menaikkan jabatan strukturalnya. Padahal dengan melakukan penelitian jangka panjang yang terfokus, kedua hal ini dapat dipastikan tercapai, jabatan dan golongannya akan naik sekaligus mendapat royalti dari hak patennya. Nilai tambah yang didapatkan jika suatu penelitian dapat dipatenkan adalah bagi penemunya (inventor) sendiri mendapatkan penghargaan (reward) dan hasil penelitiannya dapat diterima dan dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Selanjutnya, informasi paten tersebut dapat dimanfaatkan masyarakat untuk: a. mengetahui trend dan perkembangan bidang teknologi tertentu; b. mengetahui produk baru yang dapat diperoleh lisensinya atau yang tidak dilindungi paten, atau yang patennya tidak lagi berlaku; c. memperoleh informasi sehingga mencegah dilakukannya duplikasi; d. memonitor pekerjaan penemu atau perusahaan tertentu dengan mengetahui berapa banyak paten yang diperoleh oleh mereka;
e. mencari pemecahan untuk masalah teknik tertentu; f. memperoleh ide-ide baru untuk penelitian dalam bidang teknologi tertentu. Sementara itu, menurut UU Paten No 14 Tahun 2001, hal-hal yang dapat dipatenkan adalah berupa penemuan (invention) bukan berupa temuan (discovery). Discovery terjadi bila seseorang menemukan suatu sifat baru dari suatu material atau benda yang sudah dikenal dan temuan ini tidak dapat dipatenkan. Akan tetapi, jika seseorang itu memanfaatkan sifat baru tersebut untuk kegunaan praktis orang tersebut telah melakukan suatu penemuan. Contoh discovery adalah jika suatu bahan tertentu yang telah dikenal dapat menahan kejutan mekanis tidak dapat dipatenkan. Akan tetapi, bantalan rel kereta api yang menggunakan bahan tersebut dapat dipatenkan. Selanjutnya, yang perlu diketahui oleh para dosen bahwa beberapa invensi yang tidak dapat dipatenkan, antara lain: a. proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan; b. metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan atau hewan; c. teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika atau; d. semua makhluk hidup kecuali jasad renik; proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non biologis atau proses mikrobiologis. Produk-produk yang berkualitas dan handal tentunya dihasilkan jika sistem HKI-nya baik. Diharapkan dengan adanya HKI yang semakin disempurnakan, peningkatan karya intelektual serta penelitian dan pengembangan yang mampu
menghasilkan teknik dan teknologi baru akan menggairahkan dalam dunia usaha ataupun bisnis. Hal ini pun harusnya berdampak pada dunia pendidikan, dalam hal ini para dosen (peneliti) dituntut untuk terus selalu berinovasi dalam melakukan penelitian sehingga diperoleh suatu teknologi yang baru yang dapat dimanfaatkan masyarakat banyak. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana diuraikan di muka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut a.
Kendala kurangnya pemahaman para dosen terhadap paten tersebut kemungkinan disebabkan kurangnya sosialisasi mengenai hak paten dari kantor HKI kepada masyarakat pada umumnya dan para dosen (peneliti) khususnya, sehingga informasi yang diperoleh tentang hak paten kurang, sebagian besar para dosen belum pernah mengikuti seminar, pelatihan ataupun simulasi mengenai paten, masalah biaya , fasilitas, kurangnya dorongan ataupun kerjasama dari institusi, prosedur yang agak rumit dalam pengajuan permohonan paten,
b. Umumnya para dosen (88%) mengatakan bahwa hasil penelitian yang sudah dilakukan untuk saat ini belum layak diajukan permohonan paten, dengan alasan penelitian masih berupa replikasi ataupun penelitian lanjutan yang sebelumnya sudah pernah dilakukan orang lain. c. Penelitian tidak terpikirkan untuk dipatenkan adanya kecenderungan para dosen (peneliti) yang berorientasi jangka pendek dengan mengejar kredit point semata. Sebagian besar para dosen (peneliti) hanya meneliti dengan motivasi mendapatkan nilai point sebanyak-banyaknya untuk menaikkan jabatan strukturalnya. d. Manfaat paten memungkinkan masyarakat dapat mengetahui tren dan perkembangan bidang teknologi tertentu; mengetahui produk baru yang dapat
diperoleh lisensinya atau yang tidak dilindungi paten, atau yang patennya tidak lagi berlaku; memperoleh informasi sehingga mencegah dilakukannya duplikasi; memonitor pekerjaan penemu atau perusahaan tertentu dengan mengetahui berapa banyak paten yang diperoleh , mencari pemecahan untuk masalah teknik tertentu dan memperoleh ide-ide baru untuk penelitian dalam bidang teknologi tertentu. Beberapa saran yang dapat diberikan antara lain: a. memberikan kesempatan kepada para dosen diberi kesempatan untuk mengikuti seminar, pelatihan mengenai paten; b. adanya kerjasama, fasilitas, motivasi
dari institusi dengan para dosen dalam
mengembangkan kreatifitas dalam melakukan penelitian; c. sosialisasi tentang HKI, khususnya mengenai paten dari Dirjen HKI kepada para dosen; d. kampanye pentingnya penggunaan paten untuk melindungi hak cipta harus segera dimasyarakatkan agar tidak terjadi pencurian kekayaan intelektual.
DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta, 2003. Lindsey Tim, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo. Hak Kekayaan Intelektual. Suatu Pengantar. Bandung, Alumni, 2002. Peni. Teknik Sampling. Jakarta: Salemba, 2008. Soemitro, Ronny. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982. Sudargo, Gautama. Hak Milik Intelektual di Indonesia dan Perjanjian Internasional: TRIPs, GATT, Putaran Uruguay. Bandung: Citra Aditya, 1994.