PERSEPSI TERHADAP JOB CHARACTERISTIC MODEL, PSYCHOLOGICAL WELL-BEING, Phronesis Jurnal Ilmiah Psikologi Industri dan Organisasi DAN PERFORMANCE 2007, Vol. 9, No. 1, 67-92
Persepsi terhadap Job Characteristic Model, Psychological Well-Being dan Performance (Studi pada Karyawan PT. X) Rudy Haryanto & P. Tommy Y. S. Suyasa Universitas Tarumanagara
The objective of this research is to interaction between perception in job characteristic model, psychological well-being, and performance. Job characteristic model are explained by skill variety, task identity, task significan, autonomy, and feedback about the job. Psychological well-being is explained by autonomy, environment mastery, good relationship with others, self acceptance, and personal growth. Performance measured by how employee done their task according thier responsibility. Subject of this research are employees of PT. X (N = 60). The result of this study shows that all of the variables have positive interaction between each other. Keywords: job characteristic model, psychological well-being, employee, performance
Menurut Nathawat (1996), Psychological Well-Being (PWB) merupakan reaksi evaluatif seseorang mengenai kenyamanan hidupnya. Ryff (dikutip oleh Wang, 2002) mendefinisikan PWB sebagai fungsi positif dari individu. Fungsi positif dari individu merupakan arah atau tujuan yang diusahakan untuk dicapai oleh individu yang sehat (Schultz, 2002). Fungsi positif dari individu didasarkan pada pandangan humanistik mengenai self actualization, maturity, fully functioning dan individuasi (Ryff, 1989; Ryff, 1995; Ryff &Singer, 1996). Spector (dikutip oleh Keyes, Hysom & Lupo, 2000) menyatakan bahwa peningkaRudi Haryanto adalah alumni Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara. Putu Tommy Y.S adalah dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara. Korespondensi artikel ini dialamatkan ke E-mail: sumatera.
[email protected]
tan PWB pada karyawan akan meningkatkan performance. Argumentasi Spector ini diteliti oleh Keyes, Hysom, dan Lupo (2000) yang memberikan hasil bahwa PWB dan performance saling mempengaruhi. Menurut Keyes et al. (2000) performance mempengaruhi PWB (misal karyawan yang mampu memproduksi barang sesuai target dapat membuatnya merasa kompeten dan berguna) dan PWB mempengaruhi performance (karyawan yang merasa well-being berpikir lebih efisien, kreatif, & memiliki tingkah laku prososial). Performance yang tinggi mempengaruhi keuntungan perusahaan atau dengan kata lain menguntungkan perusahaan (Robbins, 2003). Spector (dikutip oleh Harter, Schmidt, & Keyes, 2002) menyatakan bahwa pekerja yang memiliki PWB tinggi lebih kooperatif, mudah menolong koleganya, dan bertahan lama di perusahaan tempat bekerja. Sese-
67
HARYANTO DAN SUYASA
orang dengan PWB yang baik, dapat menerima keadaan dirinya di perusahaan tempat bekerja dan mampu menjalin hubungan yang positif dengan rekan kerja dan customer (Ryff & Singer, 1996). Berdasarkan penelitian yang didasarkan argumentasi Spector maka Keyes et al. (2000) menyimpulkan jika PWB karyawan atau pekerja tinggi maka perusahaan yang bertujuan mencari keuntungan atau profit businesses akan mendapatkan kesetiaan yang besar dari customer, memiliki karyawan yang bertahan dalam perusahaan tersebut, memiliki karyawan yang memberikan perhatian yang penuh pada pekerjaan, serta memiliki performance yang tinggi. Performance yang tinggi, kualitas karyawan, rendahnya tingkat turn over bukan hanya hasil dari PWB karyawan yang tinggi namun juga merupakan outcome persepsi karyawan terhadap karakteristik pekerjaannya atau yang dapat disebut dengan Job Characteristic Model (JCM). JCM merupakan hasil kombinasi antara job enlargement dan job enrichment (Stroh, Northcraft & Neale, 1994; Luthans, 2002). Job enlargement merupakan rancangan pekerjaan di mana pekerja menggunakan lebih dari satu keahlian (skill) untuk melaksanakan pekerjaan (Stroh et al., 1994). Sedangkan jobenrichment adalah rancangan pekerjaan dengan mengijinkan karyawan memenuhi kebutuhan tingkat tinggi (misalnya: kebutuhan berprestasi, kebutuhan mengatur, dll.). Menurut Hackman dan Oldham’s (dikutip oleh Robbins, 2003) JCM adalah identifikasi lima karakteristik pekerjaan dalam hubungannya dengan diri pekerja dan hasil kerjanya. Lima karakteristik pekerjaan tersebut adalah skill variety, task identity, task significan, autonomy, dan feedback (Robbins, 2003; Judge, 2004).
68
Skill variety, task identity, task significan mengarahkan pekerja pada pengalaman yang bermakna terhadap pekerjaan (Parker & Wall, 2001). Pengalaman berharga tersebut membuat pekerjaan dipersepsikan sebagai pengalaman yang penting, bernilai dan worthwhile (Luthans, 2002). Autonomy mengarahkan pada pengalaman bertanggungjawab (Parker & Wall, 2001), sehingga karyawan mempersepsikan bahwa cara bekerja dan hasilnya merupakan tanggung jawab karyawan (Luthans, 2002). Feedback mengarahkan pada pengetahuan akan hasil pekerjaan (Parker & Wall, 2001), sehingga pekerja dapat mengetahui efektifitas cara dan hasil kerjanya (Luthans, 2002). Dengan demikian diharapkan karyawan yang mempersepsi bahwa pekerjaannya menerapkan JCM memiliki motivasi internal untuk bekerja yang tinggi, kenyamanan kerja yang tinggi, high growth satisfaction, berkurangnya karyawan yang berhenti (turn over) dan absen, kualitas dan performance kerja yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian PWB dalam bidang industri dan organisasi dan outcome JCM, dapat dilihat bahwa kedua variabel ini mempengaruhi performance. Pengaruh ini dapat terjadi karena lima karakteristik pekerjaan tersebut bersamasama dengan PWB mempengaruhi performance. Skill variety, task identity, task significan dapat mempengaruhi faktor environmental mastery dari PWB, karena memungkinkan seseorang menggunakan kemampuan fisik dan mental (kemampuan dan bakat pada skill variety, kemampuannya mengenali bagian-bagian pekerjaan pada task identity, mengetahui urgensi dan kesempatan-kesempatan dari pekerjaan yang dilakukan pada task significan) untuk
PERSEPSI TERHADAP JOB CHARACTERISTIC MODEL, PSYCHOLOGICAL WELL-BEING, DAN PERFORMANCE
memanipulasi dan mengontrol lingkungan (Ryff & Singer, 1996). Autonomy dapat mempengaruhi faktor otonomi dari PWB karena memungkinkan pekerja mengatur dirinya guna menyelesaikan pekerjaannya (Ryff & Singer, 1996). Feedback dapat mempengaruhi faktor pertumbuhan diri dari PWB, hal ini disebabkan karakteristik pekerjaan ini memberikan pengalaman-pengalaman mengenai kelebihan dan kekurangan cara pengerjaan untuk mengerjakan suatu pekerjaan (Robbins, 2003). Pengalaman-pengalaman ini, membuat pekerja mengenali dan mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya (Ryff & Singer, 1996). Berdasarkan hasil penelitian Keyes et al. (2000) menunjukkan bahwa jika PWB karyawan tinggi maka perusahaan yang bertujuan mencari keuntungan atau profit businesses akan mendapatkan kesetiaan yang besar dari customer, memiliki karyawan yang bertahan dalam perusahaan tersebut (tidak pindah kerja), memberikan perhatian yang penuh pada pekerjaan, dan memiliki performance yang tinggi.
Job Characteristic Model (JCM) dan Persepsi terhadap JCM JCM merupakan hasil kombinasi antara job enlargement dan job enrichment (Stroh et al., 1994; Luthans, 2002). Job enlargement merupakan rancangan pekerjaan di mana pekerja menggunakan lebih dari satu keahlian (skill) untuk melaksanakan pekerjaan (Stroh et al., 1994). Sedangkan job-enrichment adalah rancangan pekerjaan yang mengijinkan karyawan memenuhi kebutuhan tingkat tinggi (misalnya: kebutuhan berprestasi, kebutuhan mengatur, dll.).
Menurut Hackman dan Oldham’s (dikutip oleh Robbins, 2003) JCM adalah identifikasi lima karakteristik pekerjaan dan hubungannya dengan diri pekerja dan hasil kerjanya. Lima karakteristik pekerjaan tersebut (Robbins, 2003; Judge, 2004) yaitu skill variety, task identity, task significant, autonomy, dan feedback. Skill variety, task identity, task significant mengarahkan pada pengalaman yang bermakna terhadap pekerjaan (Parker & Wall, 2001). Autonomy mengarahkan pada pengalaman bertanggung jawab (Parker & Wall, 2001). Feedback mengarahkan pada pengetahuan akan hasil pekerjaan (Parker & Wall, 2001). Persepsi adalah proses pada otak untuk mengorganisasi dan menginterpretasi informasi (yang ditangkap alat indera) guna memberikan makna pada informasi tersebut (Santrock, 2000). Wortman, Loftus dan Weaver (1999), menyatakan bahwa persepsi adalah proses pada otak untuk memberi pengelompokan dan arti pada informasi yang ditangkap oleh alat indera. Solso (2001) menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang melibatkan kemampuan kognitif tinggi (high-order cognition) dalam menginterpretasi informasi dari alat indera. Berdasarkan hal ini, persepsi JCM dapat diartikan sebagai proses menginterpretasi informasi yang ditangkap oleh alat indera individu (karyawan) bahwa pekerjaan membutuhkan lebih dari satu kemampuan dan bakat, pekerjaan yang beragam dapat dikerjakan oleh karyawan, pekerjaan menuntut kemampuan pekerja untuk mengenali bagian-bagian atau proses awal sampai proses akhir pekerjaannya (Santrock, 2000; Judge, 2004). Persepsi JCM diartikan sebagai proses menginterpretasi informasi yang ditangkap oleh alat indera individu (karyawan) bahwa pekerjaan secara substansial berpengaruh pada
69
HARYANTO DAN SUYASA
kehidupan dan pekerjaan orang lain, pekerjaan merupakan sesuatu yang penting dan bermakna, pekerja diberi kebebasan untuk mengatur dan menentukan cara-cara kerjanya (Santrock, 2000; Judge, 2004).
bermakna (Judge, 2004). Task significance menunjukan bahwa suatu pekerjaan mempengaruhi keadaan orang lain sehingga pekerjaan tersebut dianggap sebagai sesuatu hal yang penting dan bermakna.
Skill Variety
Autonomy
Skill variety adalah tingkatan di mana pekerjaan yang membutuhkan lebih dari satu kemampuan dan bakat (Robbins, 2003) atau suatu tingkat di mana pekerja dimungkinkan untuk melakukan tugas-tugas yang beragam (Judge, 2004). Skill variety menunjukkan bahwa bakat dan kemampuan yang beragam diperlukan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan.
Autonomy adalah tingkatan di mana pekerjaan menyediakan kebebasan yang mendasar (substantial) dan keleluasaan pada pekerja untuk mengatur pekerjaannya dan menentukan prosedur untuk menyelesaikan pekerjaan (Robbins, 2003) atau suatu tingkatan di mana seorang pekerja memiliki kontrol dan keleluasaan untuk mengatur pekerjaan mereka (Judge, 2004). Autonomy menunjukan bahwa pekerjaan membutuhkan keleluasaan pekerja untuk mengatur pekerjaan dan cara kerjanya.
Task Identity Task identity adalah tingkatan di mana pekerjaan membutuhkan penyelesaian secara keseluruhan dan pekerja mampu mengenali bagian-bagian pekerjaan tersebut (Robbins, 2003) atau suatu tingkat di mana pekerja mengenali proses awal sampai proses akhir pekerjaannya (Judge, 2004). Task identity menunjukan bahwa suatu pekerjaan memiliki “semacam sub bagian yang perlu diselesaikan” agar pekerjaan keseluruhan dapat diselesaikan.
Task significance Task significance adalah tingkatan di mana pekerjaan secara mendasar (substansial) berpengaruh pada kehidupan dan pekerjaan orang lain (Robbins, 2003) atau suatu tingkatan di mana suatu pekerjaan dinilai sebagai sesuatu yang penting dan
70
Feedback Tingkatan di mana pekerja mendapatkan informasi yang langsung dan jelas mengenai efektifitas kinerjanya berkaitan dengan aktifitas penyelesaian pekerjaan berdasarkan tuntutan pekerjaan (Robbins, 2003) atau tingkatan di mana pekerjaan memberikan umpan balik tentang bagaimana pekerja mengerjakan pekerjaannya (Judge, 2004). Feedback menunjukan bahwa suatu hasil pekerjaan memberikan informasi mengenai cara pengerjaan dan efektifitas pekerja.
Psychological Well-Being (PWB) Menurut Warr (dikutip oleh Ryff, 1995), PWB merupakan konsep yang ber-
PERSEPSI TERHADAP JOB CHARACTERISTIC MODEL, PSYCHOLOGICAL WELL-BEING, DAN PERFORMANCE
kaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivititas-aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari. Nathawat (1996) menyatakan bahwa PWB adalah “person’s evaluative reaction to his or her life—either in terms of life satisfaction (Cognitive evaluations) or affect (ongoing emotional reaction)”. Sedangkan menurut Diener, Wolsic, dan Fujita (1995) PWB merupakan konsep yang berbicara tentang Kenyamanan Individu. Berdasarkan hal ini PWB dapat diartikan sebagai reaksi evaluatif seseorang mengenai kenyamanan hidupnya. Evaluasi ini menyangkut kenyamanan hidup ataupun reaksi emosional yang terus menerus. Keyes et al. (2000) menyatakan bahwa PWB mengacu pada persepsi dan evaluasi individual mengenai kualitas hidupnya. Wang (2002) mendefinisikan PWB sebagai “the positive psychological functioning of individuals”. Dengan kata lain PWB merupakan fungsi positif dari individu (Wang 2002; Ryff, 1989). Fungsi positif dari individu didasarkan pada pandangan humanistik tentang self actualization, maturity, fully functioning dan individuasi (Ryff, 1989; Ryff, 1995; Ryff & Singer, 1996). Self actualization (aktualisasi diri) oleh Maslow (dikutip oleh Schultz, 2002) didefinisikan sebagai perkembangan yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat atau potensi individu. Chaplin (2001) mendefinisikan self-actualization sebagai kecenderungan untuk mengembangkan bakat dan dan kapasitas sendiri. Setiap orang memiliki potensi untuk mengembangkan dirinya sesuai kodratnya. Pengingkaran akan batas dan kapasitas yang dimiliki sesuai kodratnya menunjukkan bahwa Individu tidak menerima diri apa adanya dan adanya penolakan untuk semakin bertumbuh (Ryff & Singer, 1996). Maturity atau kematangan menurut Allport (dikutip oleh Schultz, 2002; Hall &
Lindzey, 1998) adalah bebasnya seseorang dari konflik atau trauma masa lalu, hidup pada masa kini, dan memiliki intensiintensi (niat atau keinginan) dan antisipasi ke arah masa depan. Seseorang yang matang merasa dirinya bertumbuh dan memiliki tujuan hidup, hal ini karena individu memiliki intensi-intensi dan antisipasi ke arah masa depan (Ryff & Singer, 1996; Schultz, 2002). Individu yang memiliki intensi-intensi dan antisipasi ke arah masa depan memiliki kebutuhan untuk menghadapi tantangan-tantangan yang baru (Schultz, 2002). Kebutuhan untuk menghadapi tantangan merupakan wujud keinginan untuk menguasai lingkungan (enviromental mastery). Seseorang yang matang dapat menerima dirinya apa adanya, karena tidak terikat dengan masa lalunya (Ryff & Singer, 1996). Penolakan atau fiksasi pada masa lalu menunjukkan bahwa seseorang tidak menerima keadaan dirinya. Penerimaan diri juga membawa dampak pada relasi yang positif dengan orang lain (Ryff & Singer, 1996). Penerimaan diri membuat individu dapat memahami kelemahan-kelemahan manusia serta dapat mengerti bahwa individu lain juga memiliki kelemahan, sama seperti diri individu sendiri memiliki kelemahan (Schultz, 2002). Fully functioning menurut Roger (1961) merupakan suatu proses individu untuk mencapai hidup yang lebih baik (good life). Roger (1961) menyatakan bahwa hidup yang lebih baik adalah suatu proses bukan sebuah keadaan nyaman yang menetap, suatu arah bukan tujuan. Proses untuk hidup yang lebih baik menunjukkan adanya tujuan hidup dan pertumbuhan pada diri seseorang. Tujuan hidup dan pertumbuhan diri menjadi yang lebih baik, dipilih individu secara menyeluruh (tanpa ada distorsi apapun), di mana ada kebebasan
71
HARYANTO DAN SUYASA
secara psikologis untuk bergerak ke arah mana saja (Roger, 1961). Kebebasan secara psikologis menunjukkan adanya kemampuan individu untuk mengatur diri sendiri dan mandiri (otonomi) (Ryff & Singer, 1996). Individuasi menurut Jung berarti menjadi diri sendiri (selfhood) atau realisasi diri (Schultz, 2002; Jung, 1991; Bishop, 1999). Proses individuasi menuntut adanya penerimaan diri, yaitu kemampuan melihat dirinya secara positif dengan segala kelebihan dan kekurangannya (Schultz, 2002; Ryff & Singer, 1996). Tidak mengabaikan atau melakukan resistensi terhadap potensi-potensi yang terdapat dalam dirinya, merupakan hal yang diperlukan agar seseorang dapat berindividuasi (Hall & Lindzey, 1998; Ryff & Singer, 1996). Semua potensi yang ada termasuk yang berlawanan diintegrasikan, sehingga dapat menuju tujuan yang ideal yaitu integritas diri yang menyeluruh (perfect wholeness) (Hall & Lindzey, 1998). Seperti juga pada maturity, penerimaan diri (yang juga merupakan syarat untuk individuasi) membuat individu dapat memahami kelemahan-kelemahan manusia serta dapat mengerti bahwa individu lain juga memiliki kelemahan, sama seperti diri individu sendiri memiliki kelemahan (Schultz, 2002). Pemahaman bahwa individu lain memiliki kekurangan maupun kelebihan, seperti diri individu sendiri membawa dampak pada relasi yang positif dengan orang lain (Ryff, 1996). Berdasarkan penejelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa PWB adalah hasil evaluasi dari fungsi positif psikologis seseorang. Fungsi positif psikologis seseorang mengacu pada pandangan-pandangan humanistik yaitu adanya kemampuan untuk otonomi, mengatur lingkungan (enviroment mastery), menjalin hubungan yang positif
72
dengan orang lain, menerima diri, mengembangkan diri (personal growth), serta memiliki tujuan hidup.
Otonomi Dimensi otonomi menekankan kemandirian dan kemampuan mengatur diri sendiri. Individu yang berfungsi penuh menilai diri sendiri dengan menggunakan standar pribadi. Dalam dimensi otonomi, orangorang dengan skor yang tinggi adalah mereka yang mandiri, dapat bertahan dalam tekanan sosial, dapat mengatur perilakunya, dan menilai diri dengan menggunakan standar pribadi. Sementara orang-orang yang memperoleh skor yang lebih rendah lebih memperhatikan penilaian dan tuntutan dari orang lain. Dalam membuat keputusan mereka mengacu pada keputusan orang lain, mengikuti tekanan sosial dan berpikir serta bertindak sesuai tuntutan lingkungan.
Penguasaan Lingkungan Orang yang well-being, mampu menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisiknya. Kemampuan ini dipengaruhi oleh kematangan seseorang khususnya kemampuan seseorang untuk memanipulasi dan mengontrol lingkungan yang kompleks melalui aktivitas mental dan fisik. Dalam dimensi penguasaan lingkungan, skor penguasaan lingkungan yang tinggi menunjukkan perasaan mampu menguasai dan mengolah lingkungannya, dapat mengontrol kejadian di luar dirinya, menggunakan setiap kesempatan yang ada dengan efektif, mampu menciptakan dan memilih keadaan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai yang dianutnya. Orang-orang dengan skor
PERSEPSI TERHADAP JOB CHARACTERISTIC MODEL, PSYCHOLOGICAL WELL-BEING, DAN PERFORMANCE
yang rendah mengalami kesulitan untuk mengatur urusan-urusan sehari-hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau memperbaiki keadaan di sekitarnya, tidak menyadari kesempatan yang ada, dan merasa tidak dapat mengontrol lingkungan.
Pertumbuhan Diri
mempunyai empati yang kuat, mampu mencintai secara mendalam dan bersahabat. Skor yang tinggi dalam dimensi hubungan yang positif dengan orang lain menunjukkan bahwa orang tersebut mempunyai kecenderungan untuk merasa puas, hangat, dan memiliki hubungan saling percaya dengan orang lain. Mereka juga memperhatikan kesejahteraan orang lain, berempati, penyayang, akrab, serta saling memberi dan menerima dalam hubungan manusia. Sementara mereka yang mendapatkan skor yang rendah cenderung bersikap tertutup, tidak hangat, dan memperhatikan orang lain. Mereka cenderung terisolasi dan kecewa dalam hubungan antar pribadi serta tidak mudah kompromi dengan orang lain.
Untuk mengembangkan diri orang akan selalu mengembangkan terus-menerus potensi yang ada dalam dirinya, hal ini menjadi ciri well-being. Agar dapat mengembangkan potensinya, seseorang harus terbuka akan pengalaman. Terbuka pada pengalaman merupakan syarat agar seseorang dapat berfungsi penuh, hal ini karena individu selalu dihadapkan pada tantangantantangan baru di setiap periode kehidupannya. Skor yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan diri menunjukkan orangorang yang melihat dirinya terus bertumbuh dan berkembang, terbuka akan pengalaman baru dan merealisasikan potensi yang dimilikinya, memperbaiki diri dan perilakunya terus-menerus. Perubahan-perubahan ini mencerminkan pengenalan diri yang semakin dalam dan efektif. Skor yang rendah ditemukan pada orang yang merasa dirinya tidak berkembang, tidak ingin mengadakan perbaikan dan perluasan diri, merasa bosan dan tidak berminat terhadap kehidupan, serta merasa tidak mampu untuk membangun sikap dan perilaku yang baru.
Orang yang well-being adalah orang yang menemukan tujuan atau makna hidup. Skor yang tinggi menunjukkan bahwa individu memiliki tujuan dan arah hidup yang jelas, merasa hidupnya bermakna baik di masa lampau maupun sekarang, dan berpegang pada keyakinan yang menjadi tujuan hidupnya. Skor yang rendah menunjukkan orang merasa hidupnya tidak bermakna, kurang memiliki sasaran dan arah hidup yang tidak jelas. Mereka tidak dapat melihat kegunaan hidupnya di masa lampau dan tidak memiliki keyakinan yang dapat membuat hidupnya bermakna.
Hubungan Positif dengan Orang Lain
Penerimaan Diri
Dimensi hubungan positif dengan orang lain menekankan kehangatan dan hubungan saling percaya. Orang yang wellbeing digambarkan sebagai orang yang
Orang yang well-being mampu mengevaluasi dirinya secara positif dan menerima kehidupan yang telah dilaluinya. Orang tersebut tidak melakukan mekanisme
Tujuan Hidup
73
HARYANTO DAN SUYASA
defensif untuk mendistorsi pengalamanpengalamannya. Orang-orang yang memiliki skor yang tinggi pada dimensi penerimaan diri cenderung bersikap positif terhadap dirinya, mengenal dan menerima semua aspek yang ada pada dirinya baik kelebihan dan kekurangannya. Merasa positif akan kehidupan masa lalunya. Sedangkan mereka yang memiliki skor yang rendah menunjukkan bahwa orang tersebut tidak puas akan dirinya, kecewa dengan yang terjadi pada masa lalunya, bermasalah dengan kualitas pribadinya dan berharap semua berubah seperti yang diinginkan.
Performance Performance atau kinerja diartikan sebagai sesuatu yang dicapai (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993) atau hal melakukan atau mengerjakan (Badudu, 2003). Menurut Handoko (1999) performance adalah prestasi kerja. Menurut Bernardin dan Russell (dikutip oleh Genoveva & Vita, n.d.) performance adalah hasil dari prestasi kerja yang telah dicapai seorang karyawan sesuai dengan deskripsi pekerjaannya pada periode tertentu. Menurut Robbins (2003) performance adalah perilaku kerja yang ditunjukkan oleh karyawan yang berada dalam satu perusahaan. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, peneliti berkesimpulan bahwa performance atau kinerja pada karyawan adalah sesuatu yang dapat dicapai atau dikerjakan karyawan sesuai dengan deskripsi pekerjaannya.
Performance karyawan PT X Pada penelitian di PT. X, setiap unit produksi memiliki performance standars
74
masing-masing, namun demikian, terdapat juga performance standars yang berlaku untuk semua karyawan PT. X. Performance standars itu adalah: (1) Hadir di tempat kerja 10 menit sebelum jadwal kerja yang telah ditentukan; (2) Melaksanakan dengan baik semua tugas dan kewajiban yang diberikan atasan; (3) Menjaga dengan baik semua milik perusahaan dan melaporkan apabila tahu ada hal-hal yang dapat menimbulkan bahaya/kerugian; (4) Menjaga rahasia perusahaan; (5) Menggunakan dan merawat seragam yang diberikan perusahaan; (6) Merapihkan dan menyimpan kembali pada tempatnya, alat-alat inventaris kantor sesudah digunakan. Secara khusus. Performance karyawan PT. X terbagi ke dalam dua unit kerja yang menghasilkan produk yang berbeda. Kedua unit tersebut yaitu unit perakitan genset dan unit perakitan ATS + AMF. Unit Perakitan Genset terdiri atas tiga tim yaitu tim (1) perakitan genset/kopel; (2) perakitan mekanik/assembling; (3) perakitan instalasi/ wiring. Perakitan genset/kopel. Perakitan genset/kopel dikerjakan oleh satu tim / group yang terdiri dari dua orang mekanik/perakit. Tim ini bertugas (1) menyiapkan mesin dan generator yang akan dikopel (dipasangkan); (2) memasang generator ke mesin (mengkopel); (3) memeriksa hasil kopel. Dua mekanik tersebut dapat mengerjakan ketiga tugas tersebut. Perakitan mekanik/assembling. Perakitan mekanik/assembling dikerjakan oleh satu tim/group yang terdiri dari dua orang mekanik/perakit. Setiap mekanik harus mampu untuk: (1) menyiapkan chasis agar siap digunakan; (2) menaikkan genset ke chasis; (3) memasang busa peredam; (4) Merakit saluran bahan bakar, saluran air, dan enclosure/body silent; (5) mempersiap-
PERSEPSI TERHADAP JOB CHARACTERISTIC MODEL, PSYCHOLOGICAL WELL-BEING, DAN PERFORMANCE
kan engine agar siap dihidupkan; (6) memeriksa seluruh pekerjaan mekanik sebelum melakukan pengetesan. Perakitan instalasi/wiring. Perakitan instalasi / wiring dikerjakan oleh satu tim/goup yang terdiri dari seorang mekanik/perakit. Tugas mekanik tersebut adalah: (1) menyiapkan chasis agar siap digunakan; (2) menaikkan genset ke chasis; (3) melakukan instalasi power, instalasi control; (4) Memeriksa seluruh pekerjaan wiring sebelum melakukan pengetesan; (5) melakukan pengetesan genset. Unit perakitan Panel AMF+ATS tidak dibagi dalam tim, karena setiap karyawan yang bekerja pada unit ini dapat mengerjakan tugas untuk menyelesaikan satu panel AMF+ATS. Tugas-tugas karyawan yang ada pada unit ini adalah: (1) menyiapkan box dan baseplate agar siap digunakan; (2) menaikkan komponen ke baseplate dan memasang komponen pintu; (3) memasang cable duct / saluran kabel; (4) melakukan instalasi Power; (5) menyiapkan komponen dan material yang akan digunakan; (6) melakukan instalasi control; (7) memeriksa seluruh pekerjaan wiring sebelum melakukan pengetesan; (8) melakukan pengetesan panel.
Hipotesis Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk (1) mengetahui gambaran JCM karyawan PT. X. (2) mengetahui gambaran PWB karyawan PT. X. (3) mengetahui gambaran performance karyawan PT. X. (4) menguji hubungan antara persepsi terhadap JCM dan performance pada karyawan PT. X. (5) menguji hubungan antara PWB dan performance pada karyawan PT. X. (6) menguji hubungan
antara JCM dan PWB pada karyawan PT. X. Berdasarkan tujuan di atas, ada tiga hipotesis yang diajukan pada penelitian ini, yaitu: H1: Ada hubungan antara persepsi terhadap JCM dan performance. Semakin positif persepsi terhadap JCM, semakin tinggi tingkat performance-nya. H2: Ada hubungan antara PWB dan performance. Semakin baik kondisi PWB karyawan, semakin tinggi tingkat performance-nya. H3: Ada hubungan antara persepsi terhadap JCM dan PWB. Semakin baik kondisi PWB karyawan, semakin positif persepsinya terhadap JCM.
Metode Partisipan Subjek penelitian ini adalah karyawan PT. X. Berdasarkan data yang didapat pada laporan evaluasi karyawan periode Mei – Oktober 2005 dapat diketahui bahwa karyawan yang ada pada PT. X adalah 63 orang pekerja (untuk proyek bersama). Sedangkan Karyawan staff kantor PT. X berjumlah 13 pekerja. Selanjutnya dari keseluruhan jumlah tersebut, peneliti hanya mengambil pekerja lapangan (proyek) yaitu 60 pekerja yang merupakan gabungan dari beberapa perusahaan (tiga orang berada di luar kota). Sedangkan staff kantor tidak menjadi subyek dalam penelitian ini karena umumnya mereka adalah akuntan dan tenaga administrasi yang direkrut saat proyek mulai berjalan.
75
HARYANTO DAN SUYASA
Berdasarkan data yang diperoleh mengenai usia, diketahui bahwa usia minimum subjek penelitian adalah 19 tahun dan usia maksimumnya adalah 55 tahun. Berdasarkan data yang diperoleh mengenai golongan usia, diketahui bahwa subjek penelitian yang berada di periode young adulthood atau subjek yang berusia 19 - 40 tahun berjumlah 54 orang (90 %) dan subjek penelitian yang berada di periode late adulthood atau yang berusia antara 40 - 65 tahun berjumlah 6 orang (10 %). Lebih lanjut berdasarkan data yang diperoleh mengenai kelompok/tim kerja, diketahui bahwa subjek yang berada di tim/unit perakitan kopel terdiri dari 18 orang (30 %). Subjek yang berada di tim/unit perakitan mekanik berjumlah 18 orang (30 %). Subjek yang berada di tim/unit perakitan wiring/instalasi berjumlah 12 orang (20 %). Subjek yang berada di tim/unit perakitan ATS/AMF berjumlah 15 orang (20 %). Berdasarkan data yang diperoleh mengenai lama bekerja, diketahui bahwa terdapat 8 (13,3 %) karyawan yang telah bekerja kurang dari satu tahun, terdapat 25 (41,7 %) karyawan yang telah bekerja selama 24 bulan, dan terdapat 27 (45 %) karyawan yang telah bekerja lebih 24 bulan. Sementara itu berdasarkan data yang diperoleh mengenai gaji, diketahui bahwa terdapat 14 (23,3 %) karyawan yang gaji bersih (take home pay) per bulannya kurang dari Rp. 1.000.000, dan terdapat 31 (51,7 %) karyawan yang gaji bersih per bulannya mencapai Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000, dan ada 15 (25 %) karyawan yang gaji bersihnya lebih dari Rp. 2.000.000. Berdasarkan data yang diperoleh mengenai pendidikan, diketahui bahwa karyawan yang berpendidikan SD, SMP, D1 dan S1 hanya masing-masing satu
76
karyawan (masing-masing 1,7 %). Karyawan yang berpendidikan SLTA (umumnya STM) sebanyak 56 (93,3 %) karyawan. Berdasarkan data yang diperoleh mengenai status pernikahan, diketahui bahwa terdapat 30 (50 %) karyawan yang telah menikah dan terdapat 30 (50 %) karyawan yang belum menikah.
Pengukuran Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa alat ukur yang terdiri dari sejumlah item pernyataan. Item-item pernyataan tersebut dibuat berdasarkan batasan konseptual, batasan operasional, dimensi, dan indikator yang dimiliki oleh ketiga variabel yang hendak diukur dalam penelitian ini.
Persepsi terhadap JCM Variabel Persepsi JCM diukur dengan menggunakan alat ukur persepsi JCM yang dibuat oleh peneliti dengan mengacu pada teori mengenai Job-Characteristic Model (JCM) dikenal juga dengan model karakteristik pekerjaan yang dikemukakan oleh Hackman dan Oldham’s (dikutip oleh Robbins, 2003; Judge, 2004; Parker & Wall, 2001). Proses pembuatan alat ukur persepsi JCM dengan merumuskan definisi konseptual, definisi operasional, dimensi, serta indikator yang dimiliki oleh variabel JCM. Item untuk dimensi skill-variety berjumlah 12 buah yang terdiri dari lima item pernyataan positif dan tujuh item pernyataan negatif untuk dimensi skill variety. Semakin tinggi skor subjek penelitian menjawab, maka semakin pekerja mempersepsi bahwa pekerjaannya memerlukan le-
PERSEPSI TERHADAP JOB CHARACTERISTIC MODEL, PSYCHOLOGICAL WELL-BEING, DAN PERFORMANCE
bih dari satu kemampuan, bakat, dan pekerja dimungkinkan melakukan tugas-tugas yang beragam. Contoh item positif “Tugastugas di bagian saya mensyaratkan berbagai keterampilan”, contoh item negatif “Untuk mengerjakan tugas-tugas dibagian saya, sebetulnya hanya diperlukan ketrampilan tertentu saja”. Hasil perhitungan reliabilitas internal dimensi skill-variety menghasilkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,758. Item untuk dimensi task-identity berjumlah 11 buah yang terdiri dari enam item pernyataan positif dan lima item negatif. Semakin tinggi skor subjek penelitian menjawab, maka semakin pekerja mempersepsi bahwa pekerjaannya menuntut kemampuannya untuk mengenali bagianbagian atau proses pengerjaan pekerjaan dari awal sampai akhir. Contoh item positif “Pada pekerjaan saya, ada bagian-bagian pekerjaan tertentu yang harus dikerjakan terlebih dahulu”, contoh item negatif “Dalam pekerjaan saya, agak sulit menentukan bagian-bagian pekerjaan yang mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu”. Hasil perhitungan reliabilitas internal dimensi task-identity menghasilkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,786. Item untuk dimensi task-significance berjumlah 16 buah yang terdiri dari delapan item pernyataan positif dan delapan item pernyataan negatif. Semakin tinggi skor subjek penelitian menjawab, maka semakin pekerja mempersepsi bahwa pekerjaannya berpengaruh bagi orang lain atau pekerjaannya dianggap sebagai sesuatu yang bermakna. Contoh item positif “Hasil pekerjaan di bagian saya akan bermanfaat bagi orang lain/bagian lain”, contoh item negatif “Tugas-tugas yang diberikan kepada saya kurang mempunyai efek yang baik bagi orang lain”. Hasil perhitungan relia-
bilitas internal dimensi task-significance menghasilkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,807. Item untuk dimensi autonomy berjumlah 16 buah yang terdiri dari tujuh item pernyataan positif dan sembilan item pernyataan negatif. Semakin tinggi skor subjek penelitian menjawab, maka semakin pekerja mempersepsi bahwa pekerjaannya memberikan kebebasan dan keleluasaan pada pekerja untuk mengatur pekerjaan atau cara-cara kerjanya. Contoh item positif “Saya bebas mengatur jadwal ataupun menentukan tugas-tugas mana dahulu yang harus saya selesaikan”, contoh item negatif “Tugas-tugas yang ada, dapat saya kerjakan tanpa ada intervensi dari atasan”. Hasil perhitungan reliabilitas internal dimensi autonomy menghasilkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,880. Item untuk dimensi feedback berjumlah 14 buah yang terdiri dari delapan item pernyataan positif dan enam item pernyataan negatif. Semakin tinggi skor subjek penelitian menjawab, maka semakin pekerja mempersepsi bahwa pekerja mendapatkan informasi langsung dan jelas mengenai efektifitas kinerjanya. Contoh item positif “Pekerjaan saya selalu dinilai dan hasil penilaiannya disampaikan kepada saya”, contoh item negatif “Saya kurang mendapatkan penilaian mengenai seberapa baik atau buruknya pekerjaan saya”. Hasil perhitungan reliabilitas internal dimensi feedback menghasilkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,867.
Psychological Well-Being (PWB) Variabel PWB diukur dengan menggunakan alat ukur PWB yang dibuat oleh Ryff (1995). Peneliti mengadaptasi alat test
77
HARYANTO DAN SUYASA
tersebut dengan menterjemahkan item-item tersebut ke dalam bahasa Indonesia (dari bahasa Inggris) dan mencari ulang indikator-indikator untuk item-item tersebut. Pencarian ulang indikator-indikator tersebut dengan merujuk pada teori-teori PWB dari Dr. Carol Ryff (1989, 1995), Ryff dan Singer (1996), Nathawat (1996), Diener et al. (1995), Wang (2002). PWB memiliki enam dimensi yakni otonomi, penguasaan lingkungan, pertumbuhan diri, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup, dan penerimaan diri. Dimensi Otonomi memiliki pengertian bahwa subjek mampu (1) mandiri, (2) dapat bertahan dalam tekanan sosial, (3) dapat mengatur perilakunya, dan (4) menilai diri dengan standar pribadi. Dimensi ini diukur dengan 17 pernyataan yang terdiri dari sembilan item positif dan delapan item negatif. Contoh pernyataan positif dari dimensi ini “Saya menilai diri saya berdasarkan apa yang saya anggap penting, bukan dari halhal/nilai-nilai yang orang lain anggap penting”; sedangkan contoh pernyataan negatif “Saya khawatir mengenai cara orang lain menilai diri saya”. Semakin tinggi skor subjek pada dimensi ini, maka subjek mampu untuk mandiri, mengatur perilakunya, menilai diri dengan standar pribadi dan sanggup menghadapi tekanan sosial. Hasil perhitungan reliabilitas internal dimensi otonomi menghasilkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,749. Dimensi penguasaan lingkungan mengandung pengertian bahwa subjek (1) mampu menguasai dan mengolah lingkungan, (2) dapat mengontrol kejadian diluar dirinya, (3) menggunakan setiap kesempatan yang ada dengan efektif, dan (4) dapat memilih keadaan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai yang dianut. Dimensi ini diukur dengan 16 pernyataan yang
78
terdiri dari delapan item positif dan negatif. Contoh pernyataan positif dari dimensi ini “Saya merasa mampu mengatur berbagai tugas rutin sehari-hari”, sedangkan contoh pernyataan negatif “Sulit bagi saya untuk mengatur tugas-tugas rutin sehari-hari”. Semakin tinggi skor subjek pada dimensi ini, maka subjek semakin mampu untuk menguasai dan mengolah lingkungan, dapat mengontrol kejadian diluar dirinya, menggunakan setiap kesempatan yang ada dengan efektif, dan dapat memilih lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai yang dianutnya. Hasil perhitungan reliabilitas internal dimensi penguasaan lingkungan menghasilkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,704. Dimensi Pertumbuhan diri mengandung pengertian bahwa subjek (1) melihat dirinya terus bertumbuh dan berkembang, (2) terbuka akan pengalaman baru, (3) merealisasikan potensi yang dimilikinya, (4) memperbaiki diri dan perilakunya terus menerus. Dimensi ini diukur dengan menggunakan 15 pernyataan yang terdiri dari delapan pernyataan positif dan tujuh pernyataan negatif. Contoh pernyataan positif tersebut adalah “Saya merasa bahwa semakin hari, saya semakin mengenal diri saya”, sedangkan contoh pernyataan negatif adalah “Saya kurang tertarik mengikuti kegiatan-kegiatan (seminar, kursus, diskusi, dll)”. Semakin tinggi skor subjek pada dimensi ini, maka subjek semakin merealisasikan potensinya, terbuka pada pengalaman baru, semakin memperbaiki diri dan perilakunya terus menerus, serta dapat melihat dirinya terus tumbuh dan berkembang. Hasil perhitungan reliabilitas internal dimensi Pertumbuhan diri menghasilkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,641. Dimensi Hubungan Positif dengan orang lain mengandung pengertian bahwa
PERSEPSI TERHADAP JOB CHARACTERISTIC MODEL, PSYCHOLOGICAL WELL-BEING, DAN PERFORMANCE
subjek (1) mempunyai kecenderungan untuk merasa puas, (2) hangat, (3) memiliki hubungan saling percaya dengan orang lain. (4)memperhatikan kesejahteraan orang lain, (5) bersikap empati, (6) penyayang, (7) akrab, dan (8) saling memberi dan menerima dalam hubungan manusia. Dimensi ini diukur dengan menggunakan 18 pernyataan yang terdiri dari tujuh pernyataan positif dan 11 pernyataan negatif. Contoh pernyataan positif tersebut adalah “Kebanyakan orang melihat saya sebagai penyayang yang penuh kasih” sedangkan contoh pernyataan negatif “Orang lain melihat saya sebagai seseorang yang sulit untuk menyayangi”. Semakin tinggi skor pada dimensi ini, maka subjek mempunyai kecenderungan untuk merasa puas, hangat, memiliki hubungan saling percaya dengan orang lain, memperhatikan kesejahteraan orang lain, bersikap empati, penyayang, akrab, dan saling memberi dan menerima dalam hubungan manusia. Hasil perhitungan reliabilitas internal dimensi Hubungan Positif dengan orang lain menghasilkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,892. Dimensi Tujuan Hidup mengandung pengertian bahwa subjek (1) memperoleh tujuan dan arah hidup yang jelas, (2) merasa bahwa hidupnya bermakna baik di masa lampau maupun yang dijalani saat ini, (3) berpegang pada keyakinan yang menjadi tujuan hidupnya. Dimensi ini diukur dengan menggunakan 14 pernyataan yang terdiri dari tujuh pernyataan positif dan pernyataan negatif. Contoh pernyataan positif tersebut adalah “Saya senang berpikir tentang apa yang telah saya lakukan di masa lalu dan apa yang akan saya dapatkan di masa depan” sedangkan contoh pernyataan negatif “Saya kurang yakin dengan sasaran/tujuan yang ingin saya capai dalam hidup”. Semakin tinggi skor
pada dimensi ini, maka subjek memiliki tujuan dan arah hidup yang jelas, merasa hidupnya bermakna baik dimasa lampau maupun saat ini, dan berpegang pada keyakinan yang menjadi tujuan hidupnya. Hasil perhitungan reliabilitas internal dimensi Tujuan Hidup menghasilkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,814. Dimensi Penerimaan diri mengandung pengertian bahwa subjek (1) cenderung memiliki sikap yang positif terhadap dirinya, (2) mengenal dan menerima semua aspek yang ada dalam dirinya baik kelebihan dan kekurangannya, dan (3) merasa positif dengan kehidupan masa lalunya. Dimensi ini diukur dengan menggunakan 15 pernyataan yang terdiri dari delapan pernyataan positif dan tujuh pernyataan negatif. Contoh pernyataan positif tersebut adalah “Pada masa lampau saya membuat kesalahan, tetapi saya selalu dapat menerima dan belajar dari kesalahan tersebut” sedangkan contoh pernyataan negatif “Dalam banyak hal, saya merasa kecewa dengan prestasi yang saya capai dalam hidup”. Semakin tinggi skor pada dimensi ini, maka subjek memiliki sikap yang positif terhadap dirinya, mengenal dan menerima semua aspek yang ada dalam dirinya baik kelebihan dan kekurangannya, dan merasa positif dengan kehidupan masa lalunya. Hasil perhitungan reliabilitas internal dimensi Penerimaan diri menghasilkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,797.
Performance Performance untuk tim/unit perakitan kopel. Variabel performance untuk tim/unit perakitan kopel memiliki sebuah penjelasan definisi operasional. Definisi Operasional untuk variabel ini adalah: (1) menyiapkan
79
HARYANTO DAN SUYASA
mesin dan generator yang akan dikopel (dipasangkan), (2) memasang generator ke mesin (meng-kopel), (3) memeriksa hasil kopel. Alat ukur performance ini memuat 17 item pertanyaan yang terdiri dari 9 item pernyataan positif dan 8 item pernyataan negatif. Contoh item positif “Saya mampu menyiapkan mesin dan generator untuk dikopel”, sedangkan contoh item negatif “Menyiapkan mesin untuk dikopel dengan generator merupakan pekerjaan yang sulit”. Perhitungan reliabilitas internal performance untuk tim/unit perakitan kopel menghasilkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,902. Performance untuk tim/unit perakitan mekanik. Variabel performance untuk tim/ unit perakitan mekanik memiliki sebuah penjelasan definisi operasional. Definisi operasional untuk variabel ini adalah: (1) menyiapkan chasis agar siap digunakan, (2) menaikkan genset ke chasis, (3) memasang busa peredam, (4) merakit saluran bahan bakar, saluran air, dan enclosure / body silent, (5) mempersiapkan engine agar siap dihidupkan, (6) memeriksa seluruh pekerjaan mekanik sebelum melakukan pengetesan. Alat ukur ini berisi 41 item pertanyaan yang terdiri dari 22 item pertanyaan positif dan 19 item pernyataan negatif. Contoh pernyataan positif “Saya selalu dapat memasang pintu pada body silent dengan tepat”, sedangkan contoh pernyataan negatif “Kadang saya kurang mampu mengukur panjang penggunaan selang untuk saluran bahan bakar dan saluran air”. Hasil perhitungan reliabilitas internal performance untuk tim/unit perakitan mekanik menghasilkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,960. Performance untuk tim/unit perakitan instalasi/wiring. Variabel performance untuk tim/unit perakitan instalasi/wiring me-
80
miliki sebuah penjelasan definisi operasional. Definisi operasional untuk variabel ini adalah: (1) menyiapkan chasis agar siap digunakan, (2) menaikkan genset ke chasis, (3) melakukan instalasi power, instalasi control, (4) memeriksa seluruh pekerjaan wiring sebelum melakukan pengetesan, (5) melakukan pengetesan genset. Alat ukur ini memuat 37 item pernyataan yang terdiri dari 16 item pernyataan positif dan 21 item pernyataan negatif. Contoh pernyataan positif “Saya mampu memasang saluran kabel” sedangkan contoh pernyataan negatif “Saya kurang mampu membaca skema”. Hasil perhitungan reliabilitas internal performance unit/tim perakitan instalasi menghasilkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,932. Variabel performance untuk tim/unit perakitan ATS/AMF. Variabel performance untuk tim/unit perakitan ATS/AMF memiliki sebuah penjelasan definisi operasional. Definisi operasional untuk variabel ini adalah: (1) menyiapkan box dan baseplate agar siap digunakan, (2) menaikkan komponen ke baseplate dan memasang komponen pintu, (3) memasang cable duct / saluran kabel, (4) melakukan instalasi Power, (5) menyiapkan komponen dan material yang akan digunakan, (6) melakukan instalasi control, (7) memeriksa seluruh pekerjaan wiring sebelum melakukan pengetesan, (8) melakukan pengetesan panel. Alat ukur performance ini memuat 37 item pernyataan yang terdiri dari 20 item pernyataan positif dan 17 item pernyataan negatif. Contoh pernyataan positif “Saya mampu membuat pola/pattern (patron) alat pada baseplate” sedangkan contoh pernyataan negatif “Saya kurang mampu melubangi pintu box untuk memasang meter”. Hasil perhitungan reliabilitas internal performance unit/tim perakitan ATS/AMF
PERSEPSI TERHADAP JOB CHARACTERISTIC MODEL, PSYCHOLOGICAL WELL-BEING, DAN PERFORMANCE
menghasilkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,966. Variabel performance seluruh karyawan. Variabel performance untuk seluruh karyawan memiliki sebuah penjelasan definisi operasional. Definisi operasional untuk variabel ini adalah: (1) hadir ditempat kerja 10 menit sebelum jadwal kerja yang ditentukan, (2) melaksanakan dengan baik semua tugas dan kewajiban yang diberikan atasan, (3) menjaga dengan baik semua milik perusahaan, (4) menjaga rahasia perusahaan, (5) merapihkan dan menyimpan kembali alat-alat inventaris kantor ke tempatnya. Alat ukur performance ini memuat 20 item pernyataan yang terdiri dari 12 item pernyataan positif dan 8 item pernyataan negatif. Contoh pernyataan positif “Merapihkan kembali alat-alat inventaris kantor merupakan kewajiban saya”, sedangkan contoh pernyataan negatif “Menyimpan kembali alat inventaris kantor sebenarnya bukan merupakan kewajiban saya”. Hasil perhitungan reliabilitas internal performance untuk semua unit/tim menghasilkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,851.
Prosedur Peneliti melakukan proses pengambilan data dari tanggal 10 Mei – 12 Juni 2006. Tempat pengambilan data adalah Workshop PT. X (3 tempat), Kantor PT. X, dan Gudang PT. X, di wilayah Jakarta Barat dan Tangerang. Proses pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan alat ukur lengkap yang terdiri dari kata pengantar, data diri subjek (sebagai data kontrol) dilengkapi permintaan permintaan persetujuan permintaan data, alat ukur JCM, alat ukur performance, dan alat ukur PWB
kepada subjek penelitian, yaitu karyawan lapangan PT. X. Dalam proses pengambilan data di lapangan, peneliti dibantu oleh rekan-rekan di PT. X (staff kantor) yang sebelumnya telah diberikan penjelasan singkat (briefing) oleh peneliti mengenai garis besar penelitian, instruksi, alat ukur, dan hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses pengambilan data. Selanjutnya rekan yang telah diberikan penjelasan singkat (briefing) memberikan kuisioner pada karyawan setelah pulang jam kerja, hal ini berdasarkan kesepakatan antara peneliti dengan pimpinan PT. X (agar tidak menggangu pekerjaan karyawan). Peneliti juga membagikan kuisioner pada lokasi tempat peneliti bekerja. Pada tanggal 10 Mei 2006, peneliti menyebarakann kuisioner di PD. A sebanyak 12 kuisioner untuk karyawan unit perakitan ATS/AMF, ada tiga karyawan yang belum mendapatkan kuisioner, hal ini dikarenakan ketiga karyawan tersebut berada di luar kota. Kuisioner yang disebarkan tanggal 10 Mei 2006 telah diterima oleh peneliti dengan lengkap pada tanggal 19 Mei 2006. Pada tanggal 11 Mei 2006 peneliti memberikan kuisioner-kuisioner pada rekan-rekan yang membantu peneliti. Kuisioner unit perakitan kopel dari AST baru terkumpul enam buah pada tanggal 14 Mei 2006, sedangkan kuisioner yang disebarkan untuk 13 karyawan unit perakitan kopel kembali pada tanggal sembilan Juni 2006. Karyawan unit perakitan wiring, yang berjumlah 12 orang, dan 18 unit perakitan mekanik telah mengembalikan kuisioner pada tanggal 12 Juni 2006. Sedangkan PT. X yang memiliki lima karyawan unit perakitan kopel, mengembalikan kuisioner pada tanggal yang sama.
81
HARYANTO DAN SUYASA
Hasil Gambaran Persepsi terhadap JCM Variabel persepsi JCM, dengan dimensi skill-variety, memiliki nilai rata-rata sebesar 2,95 dengan standar deviasi 0,42. Data ini memiliki nilai minimum sebesar 2 (dua) dan nilai maksimum sebesar 4 (empat) dengan pertanyaan sebanyak 9 (sembilan) yang mengandung skala 1-4. Apabila dibandingkan dengan titik tengah alat ukur yaitu 2,5, maka skor rata-rata dimensi skillvariety berada di atas titik tengah alat ukur atau cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata subjek (karyawan) mempersepsi bahwa pekerjaannya membutuhkan lebih dari satu bakat dan kemampuan. Selain itu, rata-rata karyawan juga mempersepsi bahwa mereka dimung-kinkan untuk melakukan tugas-tugas yang beragam. Variabel persepsi JCM, dengan dimensi task-identity, memiliki nilai rata-rata sebesar 2,96 dengan standar deviasi 0,46. Data ini memiliki nilai minimum sebesar 1,57 (satu koma lima puluh tujuh) dan nilai maksimum sebesar 4 (empat) dengan pertanyaan sebanyak 7 (tujuh) yang mengandung skala 1-4. Apabila dibandingkan dengan titik tengah alat ukur yaitu 2,5, maka skor rata-rata dimensi task-identity berada di atas titik tengah alat ukur atau cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata subjek (karyawan) mempersepsi bahwa pekerjaan menuntut karyawan untuk mengenali bagian-bagian atau proses-proses pengerjaan pekerjaan dari awal sampai akhir (dari barang mentah menjadi menjadi produk). Variabel JCM, dengan dimensi tasksignificance, memiliki nilai rata-rata sebesar 3,28 dengan standar deviasi 0.28. Data ini memiliki nilai minimum 2,87 (dua
82
koma delapan puluh tujuh) dan nilai maksimum sebesar 4 (empat) dengan pertanyaan sebanyak 15 yang mengandung skala 1-4. Bila dibandingkan dengan titik tengah alat ukur yaitu 2,5, maka skor ratarata dimensi task-significance berada di atas titik tengah alat ukur atau cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ratarata subjek (karyawan) mempersepsikan pekerjaannya berpengaruh bagi orang lain ataupun pekerja mempersepsikan pekerjaannya sebagai sesuatu yang bermakna. Variabel JCM, dengan dimensi autonomy, memiliki nilai rata-rata sebesar 2,70 dengan standar deviasi 0,56. Data ini memiliki nilai minimum 1,38 (satu koma tiga puluh delapan) dan nilai maksimum sebesar 4 (empat) dengan pertanyaan sebanyak 8 (delapan) yang mengandung skala 1-4. Bila dibandingkan dengan titik tengah alat ukur yaitu 2,5, maka skor rata-rata dimensi autonomy berada di atas titik tengah alat ukur atau cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata subjek (karyawan) mempersepsi bahwa pekerjaan memberikan kebebasan yang mendasar (substansial) dan keleluasaan pada karyawan untuk mengatur pekerjaannya. Selain itu, rata-rata karyawan juga mempersepsi bahwa mereka diberikan keleluasaan untuk menentukan cara-cara (prosedur) untuk menyelesaikan pekerjaan. Variabel JCM, dengan dimensi feedback, memiliki nilai rata-rata sebesar 2,97 dengan standar deviasi 0,41. Data ini memiliki nilai minimum 2,14 (dua koma empat belas) dan nilai maksimum sebesar 4 (empat) dengan pertanyaan sebanyak 14 yang mengandung skala 1-4. Apabila dibandingkan dengan titik tengah alat ukur yaitu 2,5, maka skor rata-rata dimensi feedback berada di atas titik tengah alat ukur atau cenderung tinggi. Hal ini menun-
PERSEPSI TERHADAP JOB CHARACTERISTIC MODEL, PSYCHOLOGICAL WELL-BEING, DAN PERFORMANCE
jukkan bahwa rata-rata subjek (karyawan) mempersepsi bahwa pekerja mendapatkan
informasi yang langsung dan mengenai efektifitas kinerjanya.
jelas
3.20
Mean
3.00
2.80
2.60
Skill Variety
Task Identity
Task Significance
Autonomy
Feedback
Gambar 1. Grafik gambaran persepsi JCM karyawan PT. X. Gambaran PWB Variabel PWB, dengan dimensi otonomi, memiliki nilai rata-rata sebesar 3,62 dengan standar deviasi 0,51. Data ini memiliki nilai minimum sebesar 2,40 (dua koma empat) dan nilai maksimum sebesar 5 (lima) dengan pertanyaan sebanyak 10 yang mengandung skala 1-5. Apabila dibandingkan dengan titik tengah alat ukur yaitu 3, maka skor rata-rata dimensi otonomi berada di atas titik tengah alat ukur atau cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata karyawan cenderung mampu mandiri, dapat bertahan dalam tekanan sosial, mampu mengatur perilakunya dan mampu menilai dirinya sendiri dengan standar pribadi. Variabel PWB, dengan dimensi penguasaan lingkungan, memiliki nilai rata-rata sebesar 3,55 dengan standar deviasi 0,51. Data ini memiliki nilai minimum sebesar 2,09 (dua koma nol sembilan) dan nilai maksimum sebesar 4,77 (empat koma tujuh puluh tujuh) dengan pertanyaan sebanyak 11 yang mengandung skala 1-5. Apabila dibandingkan dengan titik tengah alat ukur yaitu 3, maka skor rata-rata dimensi penguasaan lingkungan berada di atas titik tengah
alat ukur atau cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata karyawan cenderung mampu menguasai dan mengolah lingkungan, mampu mengontrol kejadian diluar dirinya, menggunakan setiap kesempatan yang ada dengan efektif, dan mampu memilih keadaan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai yang dianut. Variabel PWB, dengan dimensi pertumbuhan diri, memiliki nilai rata-rata sebesar 3,76 dengan standar deviasi 0,48. Data ini memiliki nilai minimum sebesar 2,55 (dua koma lima puluh lima) dan nilai maksimum sebesar 5 (lima) dengan pertanyaan sebanyak 11 yang mengandung skala 1-5. Apabila dibandingkan dengan titik tengah alat ukur yaitu 3, maka skor ratarata dimensi pertumbuhan diri berada di atas titik tengah alat ukur atau cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ratarata karyawan cenderung mampu melihat dirinya terus bertumbuh dan berkembang, lebih terbuka pada pengalaman baru, mampu merealisasikan potensi yang dimilikinya, dan sanggup memperbaiki diri dan perilakunya terus menerus. Variabel PWB, dengan dimensi hubungan positif dengan orang lain, memiliki nilai rata-rata sebesar 3,65 dengan standar
83
HARYANTO DAN SUYASA
deviasi 0,60. Data ini memiliki nilai minimum sebesar 1,75 (satu koma tujuh puluh lima) dan nilai maksimum sebesar 4,75 (empat koma tujuh puluh lima) dengan pertanyaan sebanyak 16 yang mengandung skala 1-5. Apabila dibandingkan dengan titik tengah alat ukur yaitu 3, maka skor ratarata dimensi hubungan positif dengan orang lain berada di atas titik tengah alat ukur atau cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata karyawan mampu menjalin hubungan yang hangat, saling percaya dengan orang lain, mampu memperhatikan kesejahteraan orang lain, dapat bersikap empati, penyayang dan akrab. Selain itu karyawan lebih cenderung untuk merasa puas dan mampu saling memberi dan menerima dalam hubungan manusia. Variabel PWB, dengan dimensi tujuan hidup memiliki nilai rata-rata sebesar 3,83 dengan standar deviasi 0,52. Data ini memiliki nilai minimum sebesar 2,5 (dua koma lima) dan nilai maksimum sebesar 5 (lima) dengan pertanyaan sebanyak 12 yang mengandung skala 1-5. Apabila dibandingkan dengan titik tengah alat ukur yaitu 3, maka skor rata-rata dimensi tujuan hidup berada di atas titik tengah alat ukur atau cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata karyawan merasa bahwa hidupnya bermakna baik di masa lampau maupun yang dijalaninya saat ini. Rata-rata karyawan juga merasa memperoleh tujuan dan arah hidup yang jelas, serta mampu berpegang pada keyakinan yang menjadi tujuan hidupnya. Variabel PWB, dengan dimensi penerimaan diri, memiliki nilai rata-rata sebesar
84
3,63 dengan standar deviasi 0,51. Data ini memiliki nilai minimum sebesar 2,67 (dua koma enam puluh tujuh) dan nilai maksimum sebesar 4,67 (empat koma enam puluh tujuh) dengan pertanyaan sebanyak 12 yang mengandung skala 1-5. Apabila dibandingkan dengan titik tengah alat ukur yaitu 3, maka skor rata-rata dimensi penerimaan diri berada di atas titik tengah alat ukur atau cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata karyawan cenderung memiliki sikap yang positif terhadap dirinya, mengenal dan menerima semua aspek yang ada dalam dirinya (kelebihan maupun kekurangannya), dan ratarata karyawan merasa positif dengan kehidupan masa lalunya.
Gambaran Performance Variabel Performance untuk unit/tim perakitan kopel memiliki nilai rata-rata sebesar 2,76 dengan standar deviasi 0,38. Data ini memiliki nilai minimum sebesar 2 (dua) dan nilai maksimum sebesar 3,5 (tiga koma lima) dengan pertanyaan sebanyak 14 yang mengandung skala 1-4. Bila dibandingkan dengan titik tengah alat ukur yaitu 2,5, maka skor rata-rata performance untuk unit/tim perakitan kopel berada di atas titik tengah alat ukur atau cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata karyawan memiliki performance yang tinggi, artinya karyawan cenderung mampu untuk menyiapkan mesin dan generator untuk dikopel, mampu memasang generator ke mesin, dan mampu memeriksa hasil kopel.
PERSEPSI TERHADAP JOB CHARACTERISTIC MODEL, PSYCHOLOGICAL WELL-BEING, DAN PERFORMANCE
3.90
Mean
3.80
3.70
3.60
3.50 Autonomy
Environmental Mastery
Personal Growth
Personal Relation
Purpose in Life
Self-Acceptance
Gambar 2. Gambaran PWB Karyawan PT. X. Variabel performance untuk unit/tim perakitan mekanik memiliki nilai rata-rata sebesar 3,1 dengan standar deviasi 0,41. Data ini memiliki nilai minimum sebesar 2,34 (dua koma tiga puluh empat) dan nilai maksimum sebesar 4 (empat) dengan pertanyaan sebanyak 35 yang mengandung skala 1-4. Apabila dibandingkan dengan titik tengah alat ukur yaitu 2,5, maka skor rata-rata performance untuk unit/tim perakitan mekanik berada di atas titik tengah alat ukur atau cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata karyawan memiliki performance yang cenderung tinggi, artinya karyawan cenderung mampu untuk menyiapkan chasis agar siap digunakan, menaikkan genset ke chasis, memasang busa peredam, merakit saluran bahan bakar, merakit saluran air, dan merakit enclosure / body silent. Selain itu karyawan juga mampu menyiapkan engine agar siap dihidupkan dan memeriksa seluruh pekerjaan mekanik sebelum melakukan pengetesan. Variabel performance untuk tim/unit perakitan instalasi memiliki nilai rata-rata sebesar 2,89 dengan standar deviasi 0,43. Data ini memiliki nilai minimum sebesar 2,18 (dua koma delapan belas) dan nilai maksimum sebesar 3,5 (tiga koma lima) dengan pertanyaan sebanyak 24 yang mengandung skala 1-4. Apabila dibanding-
kan dengan titik tengah alat ukur yaitu 2,5, maka skor rata-rata performance untuk unit/tim perakitan instalasi berada di atas titik tengah alat ukur atau cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata karyawan memiliki performance yang cenderung tinggi, artinya karyawan cenderung mampu untuk menyiapkan chasis agar dapat digunakan, mampu menaikkan genset ke chasis, mampu melakukan instalasi power, mampu melakukan instalasi control, mampu memeriksa pekerjaan wiring/ instalasi sebelum melakukan pengetesan, dan mampu melakukan pengetesan genset. Variabel performance untuk tim/unit perakitan ATS/AMF memiliki nilai rata-rata sebesar 2,98 dengan standar deviasi 0,50. Data ini memiliki nilai minimum sebesar 2,21 (dua koma dua puluh satu) dan nilai maksimum sebesar 3,91 (tiga koma sembilan puluh satu) dengan pertanyaan sebanyak 33 yang mengandung skala 1-4. Apabila dibandingkan dengan titik tengah alat ukur yaitu 2,5, maka skor rata-rata performance untuk unit/tim perakitan ATS/AMF berada di atas titik tengah alat ukur atau cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata karyawan memiliki performance yang cenderung tinggi, artinya karyawan cenderung mampu untuk menyiapkan box, baseplate, komponen-komponen, dan material-material untuk digunakan.
85
HARYANTO DAN SUYASA
Selain itu, karyawan juga cenderung mampu menaikkan komponen ke baseplate, mampu memasang komponen pintu, mampu memasang cable duct, mampu melakukan instalasi power, mampu melakukan instalasi control, mampu memeriksa seluruh pekerjaan wiring sebelum melakukan pengetesan, dan terakhir, karyawan mampu melakukan pengetesan panel. Variabel performance yang berlaku untuk semua tim/unit produksi memiliki nilai rata-rata sebesar 2,94 dengan standar deviasi sebesar 0,40. Data ini memiliki nilai minimum sebesar 2,22 (dua koma duapuluh dua) dan nilai maksimum sebesar 3,89 (tiga koma delapanpuluh sembilan) dengan
pertanyaan sebanyak 18 yang mengandung skala 1-4. Apabila dibandingkan dengan titik tengah alat ukur yaitu 2,5, maka skor rata-rata performance untuk semua unit/tim produksi berada di atas titik tengah alat ukur atau cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata karyawan memiliki performance yang cenderung tinggi, artinya karyawan cenderung mampu untuk hadir tepat waktu, melaksanakan dengan baik semua tugas yang diberikan atasan, mampu menjaga dengan baik semua barang-barang milik perusahaan, mampu menjaga rahasia perusahaan, dan mampu merapihkan dan menyimpan kembali alatalat inventaris kantor.
Tabel 1 Gambaran Persepsi JCM, PWB, dan Performance Variabel Dimensi skill-variety (Persepsi JCM) Dimensi task-identity (Persepsi JCM) Dimensi task-significance (Persepsi JCM) Dimensi autonomy (Persepsi JCM) Dimensi feedback (Persepsi JCM) Dimensi otonomi (PWB) Dimensi penguasaan lingkungan (PWB) Dimensi pertumbuhan diri (PWB) Dimensi hubungan positif dengan orang lain (PWB) Dimensi tujuan hidup (PWB) Dimensi penerimaan diri (PWB) Performance perakitan kopel Performance perakitan mekanik Performance perakitan instalasi Performance perakitan ATS/AMF Performance untuk semua karyawan Uji Korelasi antara Persepsi JCM dan Performance Pengujian korelasi antara Persepsi JCM dan Performance dilakukan dengan
86
Ratarata
Standar Deviasi
2,95 2,96 3,28 2,70 2,97 3,62 3,55 3,76 3,65 3,84 3,63 2,77 3,10 2,89 2,98 2,94
0,42 0,46 0,28 0,56 0,42 0,51 0,51 0,48 0,60 0,53 0,51 0,38 0,41 0,43 0,50 0,40
Titik Tengah Alat Ukur 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
menggunakan perhitungan korelasi Pearson. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa r(58) = 0,643 dan p < 0,01. Nilai ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel
PERSEPSI TERHADAP JOB CHARACTERISTIC MODEL, PSYCHOLOGICAL WELL-BEING, DAN PERFORMANCE
persepsi JCM dan performance. Hal ini berarti, semakin karyawan mempersepsi bahwa pekerjaan membutuhkan lebih dari satu kemampuan dan bakat, pekerjaan yang beragam dapat dikerjakan olehnya, pekerjaan menuntut kemampuan pekerja untuk mengenali bagian-bagian atau proses awal sampai proses akhir pekerjaannya, maka semakin tinggi performance karyawan. Selain itu, jika karyawan mempersepsi bahwa pekerjaan secara mendasar (substansial) berpengaruh pada kehidupan dan pekerjaan orang lain, pekerjaan merupakan sesuatu yang penting dan bermakna, Pekerja diberi kebebasan untuk mengatur dan menentukan cara-cara kerjanya, maka akan semakin tinggi performance karyawan.
Uji Korelasi antara PWB dan Performance Pengujian korelasi antara PWB dan performance dilakukan dengan menggunakan perhitungan korelasi Pearson. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa r(58) = 0,624 dan p < 0,01. Nilai ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel PWB dan performance. Hal ini berarti, semakin tinggi PWB karyawan, maka semakin tinggi pula performance karyawan.
Uji Korelasi antara persepsi JCM dan PWB Pengujian korelasi antara persepsi JCM dan PWB dilakukan dengan menggunakan perhitungan korelasi Pearson. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa r(58) = 0,506 dan p < 0,01. Nilai ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel persepsi JCM dan
PWB. Hal ini berarti, semakin karyawan mempersepsi bahwa pekerjaan membutuhkan lebih dari satu kemampuan dan bakat, pekerjaan yang beragam dapat dikerjakan oleh karyawan, pekerjaan menuntut kemampuan pekerja untuk mengenali bagianbagian atau proses awal sampai proses akhir pekerjaannya, semakin tinggi PWB. Selain itu, jika karyawan mempersepsi bahwa pekerjaan secara mendasar (substansial) berpengaruh pada kehidupan dan pekerjaan orang lain, pekerjaan merupakan sesuatu yang penting dan bermakna, pekerja diberi kebebasan untuk mengatur serta menentukan cara-cara kerjanya, akan semakin tinggi PWB.
Uji Hubungan antara PWB dan Persepsi JCM terhadap Performance Pengujian hubungan antara PWB dan Persepsi JCM terhadap performance dilakukan dengan menggunakan perhitungan ANOVA. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa F(2,57) = 32,518 dan p < 0.05. Nilai ini menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara PWB dan Persepsi JCM terhadap performance. Hal ini berarti semakin tinggi PWB dan Persepsi JCM karyawan, maka performance akan meningkat. Adapun besar pengaruh atau kontribusi PWB dan persepsi JCM terhadap performance adalah sebesar 53,3%.
Diskusi Gambaran persepsi JCM karyawan PT. X menunjukkan bahwa skor dari dimensi persepsi JCM yang paling tinggi adalah task-significance bila dibandingkan dengan dimensi-dimensi persepsi JCM yang lain.
87
HARYANTO DAN SUYASA
Hal ini terjadi karena karyawan telah mengetahui bahwa proyek yang mereka kerjakan adalah “proyek besar” untuk perusahaan telekomunikasi PT. IS. Sedangkan skor dari dimensi persepsi JCM yang paling rendah adalah autonomy (bila dibandingkan dengan dimensi-dimensi persepsi JCM yang lain). Hal ini terjadi karena karyawan kurang diberikan keleluasaan untuk menentukan prosedur (cara-cara) untuk menyelesaikan pekerjaan, terutama karyawan selain unit perakitan ATS/AMF (Judge, 2004; Laporan HRD, 2005). Skor rata-rata autonomy yang rendah dapat juga terjadi karena karyawan unit perakitan kopel, unit perakitan mekanik, dan unit perakitan instalasi lebih banyak daripada unit perakitan ATS/AMF. Gambaran PWB karyawan PT. X menunjukkan bahwa skor dari dimensi PWB yang paling tinggi (bila dibandingkan dengan dimensi-dimensi PWB yang lain) adalah tujuan hidup (purpose in life). Hal ini dapat terjadi karena karyawan-karyawan PT. X menangani pekerjaan yang berhubungan dengan proyek telekomunikasi (salah satu penyedia jasa layanan selular), hal ini membuat karyawan merasa kehidupan yang dijalaninya berarti (termasuk pekerjaan yang ditekuninya) (Ryff, 1995; Laporan HRD, 2005). Sedangkan skor dari dimensi PWB yang paling rendah (bila dibandingkan dengan dimensi-dimensi PWB yang lain) adalah penguasaan lingkungan (environmental mastery). Skor dimensi penguasaan lingkungan yang rendah menunjukkan bahwa karyawan kurang mampu menguasai dan mengolah lingkungan (pekerjaannya) (Ryff, 1995; Laporan HRD, 2005). Ini terjadi karena Unit perakitan selain ATS/AMF tidak memungkinkan karyawan menerapkan cara-cara/ prosedurnya sendiri dalam mengatur peker-
88
jaannya (Laporan HRD, 2005), sedangkan unit perakitan selain ATS/AMF memiliki jumlah karyawan yang lebih banyak dari unit perakitan ATS/AMF. Gambaran performance karyawan PT. X menunjukkan bahwa skor performance yang paling tinggi adalah untuk tim/unit perakitan mekanik. Sedangkan skor performance yang paling rendah adalah untuk tim/unit perakitan kopel. Hal ini dapat merupakan kajian lebih lanjut dari HRD PT. X. Peneliti beranggapan bahwa hal ini terjadi karena karyawan dari tim/unit perakitan kopel, hampir semuanya juga melakukan instalasi keluar kota, sehingga yang benar-benar hanya mengerjakan tugas perakitan kopel, lebih sedikit bila dibandingkan dengan unit perakitan mekanik yang lebih jarang keluar kota. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan antara persepsi karakteristik pekerjaan (JCM) (pada semua dimensinya) dengan performance. Ini sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh penerapan JCM, yaitu meningkatkan performance karyawan (Stroh et al., 1994; Luthans, 2002). Peningkatan performance terjadi karena lima karakteristik pekerjaan yaitu: skillvariety, task identity, task significance, autonomy, dan feedback memberikan pengaruh pada performance. Skill-variety (dari persepsi JCM) adalah tingkatan di mana pekerjaan membutuhkan lebih dari satu kemampuan dan bakat atau suatu tingkat di mana pekerja dimungkinkan untuk melakukan tugas yang beragam. Ini mempengaruhi (meningkatkan) performance karena pekerjaan yang membutuhkan lebih dari satu pekerja dapat dikerjakan oleh seorang pekerja. Persepsi JCM (dimensi skill-variety) bertujuan untuk melihat apakah pekerjaan di PT. X memungkinkan pekerja untuk melakukan tu-
PERSEPSI TERHADAP JOB CHARACTERISTIC MODEL, PSYCHOLOGICAL WELL-BEING, DAN PERFORMANCE
gas yang beragam dan apakah pekerjaan di PT. X membutuhkan lebih dari satu kemampuan atau bakat dari sisi karyawan. Task identity (dari persepsi JCM) adalah tingkatan di mana pekerjaan membutuhkan penyelesaian secara keseluruhan dan pekerja mampu mengenali bagian-bagian pekerjaan tersebut, atau tingkatan di mana pekerja mampu mengenali proses awal sampai proses akhir pekerjaannya. Ini mempengaruhi performance karena dengan mengenali bagian-bagian ataupun proses sebuah pekerjaan akan membuat karyawan dapat mengerjakan tugas atau mencapai sesuatu (termasuk prestasi kerja) sesuai dengan deskripsi pekerjaannya. Persepsi JCM (dimensi task-identity) bertujuan untuk melihat dari sisi karyawan apakah pekerjaan di PT. X memungkinkan pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan secara keseluruhan dan pekerja mampu mengenali bagian-bagian atau proses awal sampai proses akhri pekerjaannya. Task significance (dari persepsi JCM) adalah tingkatan di mana pekerjaan secara mendasar (substansial) berpengaruh pada kehidupan dan pekerjaan orang lain atau pekerjaan dinilai sebagai sesuatu yang penting dan bermakna. Ini mempengaruhi (meningkatkan) performance karena pekerjaan yang dianggap penting akan dikerjakan dengan baik. Persepsi JCM (dimensi tasksignificance) bertujuan untuk melihat dari sisi karyawan apakah pekerjaan di PT. X secara mendasar berpengaruh pada kehidupan dan pekerjaan orang lain atau apakah pekerjaan di PT. X dinilai sebagai sesuatu yang penting dan ber-makna. Autonomy (dari persepsi JCM) adalah tingkatan di mana pekerjaan memberikan kebebasan yang mendasar (substansial) dan keleluasaan pada pekerja untuk mengatur pekerjaannya dan menentukan prosedur
untuk menyelesaikan pekerjaan. Ini mempengaruhi (meningkatkan) performance karena pekerja yang diberikan kebebasan untuk mengatur pekerjaan dan menentukan prosedur untuk menyelesaikan pekerjaan, serta mencari cara yang menurutnya paling efektif untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Persepsi JCM (dimensi autonomy) bertujuan untuk melihat dari sisi karyawan apakah pekerjaan di PT. X memberikan kebebasan yang mendasar (substansial) dan keleluasaan pada pekerja untuk mengatur pekerjaannya dan menentukan prosedur (cara-cara) untuk menyelesaikan pekerjaan. Feedback (dari persepsi JCM) adalah tingkatan di mana pekerja mendapatkan informasi yang langsung dan jelas mengenai efektifitas kinerjanya berkaitan dengan aktifitas penyelesaian pekerjaan berdasarkan tuntutan pekerjaan. Ini mempengaruhi (meningkatkan) performance karena informasi yang langsung dan jelas kepada pekerja (mengenai efektifitas kinerjanya) dapat membuat karyawan “segera memperbaiki” kesalahan yang telah dibuat ataupun mempertahankan prestasi yang dicapainya dalam bekerja. JCM (dimensi feedback) bertujuan untuk melihat dari sisi karyawan apakah pekerja di PT. X mendapatkan informasi yang langsung dan jelas mengenai efektifitas kinerjanya berkaitan dengan aktifitas penyelesaian pekerjaan berdasarkan tuntutan pekerjaan. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa ada hubungan antara PWB dengan performance. Ini sesuai dengan penelitian Keyes et al. (2000) yang menyatakan bahwa organisasi yang produktif terbukti telah meningkatkan (atau mempertahankan) PWB karyawan. Hasil penelitian Wang (2002) menunjukkan hal yang sama yaitu PWB akan meningkatkan performance (pada subjek penelitiannya, yaitu ex-
89
HARYANTO DAN SUYASA
patriate). Ini dikarenakan jika PWB seseorang tinggi, maka dia mampu mengembangkan potensinya secara penuh (Wang, 2002). Pengembangan potensi diri dapat digunakan untuk melakukan pekerjaannya (Wang, 2002). Bahkan Keyes et al. (2000) menyatakan bahwa performance mempengaruhi PWB (misalnya: karyawan yang mampu memproduksi barang sesuai target dapat membuatnya merasa kompeten dan berguna) dan PWB mempengaruhi produktifitas (karyawan yang merasa well-being berpikir lebih efisien, kreatif dan lebih memiliki tingkah laku prososial). Ini menunjukkan bahwa performance dan PWB saling mempengaruhi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara persepsi terhadap JCM dan PWB. Hal ini dapat terjadi karena dimensi-dimensi JCM memfasilitasi peningkatan PWB. Dimensi-dimensi persepsi JCM yang membahas persepsi pekerja mengenai keanekaragaman skill dan tugas (skill-variety), pengenalan tugas dan proses-prosesnya (task-identity), pemaknaan pekerjaan yang dilakukan (task-significance), dan kebebasan mengatur pekerjaan (autonomi) (Robbins, 2003; Judge, 2004) mengacu pada kemampuan menguasai dan mengolah lingkungan. Mampu menguasai dan mengolah lingkungan adalah dimensi penguasaan lingkungan dari PWB (Ryff, 1995, Ryff & Singer, 1996). Dimensi feedback dari persepsi JCM mengacu pada informasi yang didapat pekerja secara langsung dan jelas mengenai efektifitas kerjanya (Robbins, 2003; Judge, 2004). Infomasi mengenai efektifitas kerja menunjukkan pada karyawan mengenai cara-cara kerjanya yang lama (kurang tepat), sehingga membuka kemungkinan untuk melakukan perbaikan cara kerja. Perbaikan cara kerja, membuat pekerja
90
dapat mengembangkan dengan optimal kemampuan dan potensi-potensinya, inilah aspek (dimensi) pertumbuhan diri dari PWB (Ryff, 1995, Ryff & Singer, 1996).
Simpulan Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian yang telah diperoleh, maka terdapat 6 kesimpulan. 1. Skor persepsi JCM menunjukkan bahwa persepsi karyawan mengenai JCM di PT. X cenderung baik. 2. Skor PWB menunjukkan bahwa PWB karyawan di PT. X cenderung baik. 3. Skor rata-rata performance karyawan di PT. X cenderung baik. 4. Ada hubungan yang positif antara persepsi terhadap karakterisik pekerjaan (JCM) dan performance. 5. Ada hubungan yang positif antara PWB dan performance. 6. Ada hubungan yang positif antara persepsi terhadap karakterisik pekerjaan (JCM) dan PWB.
Daftar Pustaka Badudu, J. S. (2003). Kamus kata-kata serapan asing dalam bahasa indonesia. Jakarta: Kompas Media Nusan-tara. Bishop, P. (1999). Jung in contexts. London: Rutledge. Chaplin, James P. (2001). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Rajagrafindo. Diener, E., Wolsic, B., & Fujita, F. (1995). Physical attractiveness and subjective well-being. Journal of Personality Processes and Individual Differences. 69, 120-129.
PERSEPSI TERHADAP JOB CHARACTERISTIC MODEL, PSYCHOLOGICAL WELL-BEING, DAN PERFORMANCE
Genoveva., & Vita, E. (n.d). Menyusun sistem penilaian kinerja dosen yang mendukung tri dharma perguruan tinggi. Retrieved November 03, 2005, Depdiknas site: www.depdiknas.go. id/Jurnal/51/040507%20ed%20genove va & elisabeth-menyusun%20sistem% 20penilaian.pdf. Hall, C. S., & Lindzey, G. (1998). Theories of personality. New York: John Wiley & Sons. Handoko, T. H. (1999). Managemen personalia dan sumberdaya manusia (2nd ed.). Yogyakarta: BPFE. Harter, J. K., Schmidt, F. L., & Keyes, C. L. M. (2002). Well-being in the workplace and its relationship to business outcomes. Retrieved November 03, 2005, The Gallup Organization site: http://media.gallup. com/ DOCUMENTS/whitepaperWellBeing InTheWorkplace.pdf. Judge, T. A. (2004). Promote job satisfaction through mental challenge. In E. A. Locke (Ed.), The Blackwell handbook of principles of organiza-tional behavior (pp. 75-89). Oxford: Blackwell. Jung, C. G. (1991). Psychology and religion: West and east (2th ed.). London: Routledge. Keyes, C. L. M., Hysom, S. J., & Lupo. (2000). The positive organization: Leadership legitimacy, employee wellbeing, and the bottom line. Retrieved November 03, 2005, from The Psychologist-Manager Journal site: http:// www.spim.org/keyeshysomlupo.pdf. Luthans, F. (2002). Organizational behaviour (9th ed.). Boston: Mc Graw Hill. Nathawat, S. S. (1996). Psychological wellbeing and meditation. Retrieved Maret 18, 2005, from Department of Psychology University of Rajasthan
site: http://www.a2zpsychology.com/ articles/psychological_well_being.htm Parker, S. K., & Wall, T. D. (2001). Work design: Learning from the past and mapping a new terrain. In N. Anderson, D. S. Ones, H. K. Sinangil, & Chockalingam (Eds.), Handbook of industrial, work & organizational psychology (pp. 90-109). London: Sage. Robbins, S. P. (2003). Organizational behaviour (10th ed.). New Jersey: Prentice Hall. Rogers, C. (1961). On becoming a person: Therapist’s view of psychotherapy. Boston: Houghton mifflin. Ryff, C., & Keyes, C. L. (1995). The structure of psychological well being. Journal of Personality and Social Psychology, 69 (4), 719-727. Ryff, C., & Singer, B. (1996). Psychological well-being: Meaning, measurement, and implications for psychotherapy research. Psychotherapy Psychosomatics, 65, 14-23. Ryff, C. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of psychologycal well-being. Journal of Personality and social Psychology. 57 (6), 1069-1081. Ryff, C. (1995). Psychological well-being in adult life. Current Directions in Psychological Science, 4, 99-104. Santrock, J. W. (2000). Psychology (6th ed.). New York: Mc Graw Hill. Schultz, D. (2002). Psikologi pertumbuhan: Model-model kepribadian sehat. Yogyakarta: Kanisius. Solso, R. L .(2001). Cognitive psychology (6th ed.). Boston: Allyn and Bacon. Stroh, L. K., Northcraft, G. B., & Neale, M. A. (2002). Organizational behavior: A management challenge (3rd ed.). New Jersey: Lawrence Erlbaum.
91
HARYANTO DAN SUYASA
Sugianto, I. R. (2000). Status lajang dan psychological well-being pada pria dan wanita lajang usia 30-40 tahun di jakarta. Jurnal Phronesis, 2, 67-77. Tim penyusunan kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa. (1993). Kamus besar bahasa indonesia (2nd ed.). Jakarta: Balai pustaka.
92
Wang, X. (2002). Expatriate adjustment from a social network perspective theoretical examination and a concepttual model. Journal of Cross Cultural Management, 2, 3. Wortman, C., Loftus, E., & Weaver, C. (1999). Psychology (5th ed.). Boston: Mc Graw Hill.