POLITIK DAN KEBIJAKAN PUBLIK, 1 (1): 35-47 FEBRUARI 2014 ISSN Cetak : 2355-0325
PERSEPSI PENGURUS NU DAN MUHAMMADIYAH KABUPATEN BANTUL TERHADAP PELAKSANAAN FUNGSI DPRD KABUPATEN BANTUL TAHUN 2008 LINAYATI LESTARI (Program Studi Ilmu Pemerintahan, FISIPOL-UNRIKA) Email :
[email protected] ABSTRACT This paper is a description and analysis of the associated power and involvement of local communities in performing the functions of government control over the region. Representation in Parliament can be measured by the extent to which the community through representation functions performed parliament made such a legislative function, the function of oversight, and budgetary functions. From the research conducted it was found that the perception of NU administrators to legislators Bantul Year 2008 in the District Piyungan fit in either category, with 3.61 index scale. Perception Management of Muhammadiyah the Bantul legislators in 2008 in District Banguntapan fit in either category, with the index scale 3.59. Perception NU and Muhammadiyah organizations represented by the Council believes they Bantul. This is influenced by the level of communication between the representatives of the people with these organizations. Communication is done usually through the vertices aspirations of community leaders and organizations management itself, so that activist organizations are over-represented. There is no significant difference between the perceptions of administrators NU and Muhammadiyah. They assess Bantul parliament regarding the conduct of its functions (legislative, budgetary, oversight, representation) is in the good category. Parliament considered relatively good performance, the NU and Muhammadiyah Organizations must be able to appreciate it. So even though Parliament Bantul respondents categorized both NU and Muhammadiyah but still need to be critical, so there is some sort of control over both the legislative and executive government. In this paper the authors conclude that respondents form a perception of what they know, and natural. The authors expect the emergence of new research on public perception of the function of the legislature so that there is control of society. Keywords: Perception, Parliament functions, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah.
35
POLITIK DAN KEBIJAKAN PUBLIK, 1 (1): 35-47 FEBRUARI 2014 ISSN Cetak : 2355-0325 PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kesatuan yang dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dalam undang-undang, hal tersebut tercantum dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945. Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pada pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah,
menegaskan
bahwa
Pemerintahan
Daerah
adalah
penyelenggaraan urusan pemerintah oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan pasal 1 angka 7 Undang-undang No. 32 tahun 2004 menjelaskan bahwa desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gagasan tentang pemencaran kekuasaan (distribution of power) seringkali ditafsirkan hanya berlaku dalam tingkat kehidupan pemerintahan nasional di suatu negara. Gagasan ini tidak dapat diabaikan begitu saja bilamana orang juga berbicara tentang pemencaran kekuasaan secara regional. Pada titik inilah gagasan tentang desentralisasi mendapatkan maknanya. Desentralisasi dipercaya akan dapat menyelesaikan suatu masalah tertentu dalam pengaturan kekuasaan. Ia diharapkan memberikan terobosan untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan, agar fungsi ini bisa berjalan secara efektif dan efisien. Dalam hal ini, harapan itu ditumpukan pada membesarnya akses masyarakat terhadap pembuatan keputusan. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya 36
POLITIK DAN KEBIJAKAN PUBLIK, 1 (1): 35-47 FEBRUARI 2014 ISSN Cetak : 2355-0325 kesejahteraan melalui peningkatan pelayanan. Pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Daerah dan DPRD mempunyai hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintahan daerah itu mempunyai kedudukan yang sama dan sejajar artinya tidak saling membawahi, hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah dalam melaksanakan berupa peraturan daerah-peraturan daerah, kebijakan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsinya masing-masing sehingga diantara kedua lembaga tersebut saling mendukung dalam melaksanakan tugas masing-masing. Tugas pemerintah daerah yang dalam hal ini adalah Kepala Daerah antara lain diatur dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa: Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenang : 1. Menjamin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD. 2. Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah. 3. Menetapkan Perda yang telah mendapatkan persetujuan bersama DPRD. 4. Menyusun dan mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama. Diskursus tentang otonomi yang marak pemberitaannya di media massa, telah menjadi semacam tuntutan yang cukup vocal datang dari berbagai daerah. Banyak kalangan masyarakat menyorot atau mempertanyakan tentang peran fungsi atau kinerja DPRD, apakah dapat menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah sebagai wakil rakyat atau yang berkonotasi negatif yakni hanya sebagai simbol saja. Dari konotasi ini dapat ditarik beberapa persoalan yang dapat diidentifikasi sebagai bentuk kurang berfungsinya lembaga DPRD dalam mendukung demokrasi di daerah, baik dalam proses pembentukan maupun kinerja yang dihasilkan sebagai berikut: 37
POLITIK DAN KEBIJAKAN PUBLIK, 1 (1): 35-47 FEBRUARI 2014 ISSN Cetak : 2355-0325 1. Penyalahgunaan jabatan sebagai lembaga DPRD dalama pelaksanaan tugas Pemerintah Daerah sehingga menjadikan tidak optimalnya fungsi kontrol lembaga DPRD terhadap kinerjanya. Di sisi lain juga mengakibatkan kerancuan pemahaman terhadap kedudukan DPRD sebagai lembaga DPRD yang berfungsi sebagai tempat penyaluran aspirasi masyarakat di daerah. 2. Di pihak lain masalah lembaga DPRD yang juga dipersoalkan, karena keanggotaanya lebih banyak mementingkan terhadap golongan/partai yang diwakilinya daripada kepentingan masyarakat sehingga berdampak pada tidak tersalurnya aspirasi masyarakat dengan baik dan efektif, sesuai dengan tuntutan yang dikehendaki. Pada hasil jajak pendapat 1 mengatakan: “ Kesimpulan ini terangkum dari pernyataan 35 persen responden yang beranggapan DPRD di daerah lebih mengutamakan kepentingan partai politiknya dibanding kepentingan masyarakat. Bahkan hal ini diperkuat pula oleh separuh responden yang menyatakan kinerja DPRD di daerah saat ini lebih banyak menyuarakan kepentingan pribadi masing-masing individu”. Dalam sistem yang demokratis, warga negara di luar pemilu dan partai mempunyai berbagai saluran artikulasi dan representasi dari kepentingan-kepentingan serta nilai-nilai mereka, termasuk kebebasan membentuk dan bergabung dengan beragam perkumpulan dan gerakan independen. 2 Banyaknya organisasi sosial kemasyarakatan yang berdiri dan melakukan aktivitas-aktivitasnya di Kabupaten Bantul merupakan bukti adanya kebebasan berkumpul dan berekspresi itu. Tidak semua organisasi yang dibentuk elemen-elemen masyarakat di Bantul melakukan political engagement. Semua organisasi tersebut merupakan modal sosial (social capital) sebagai sebuah kekuatan lokal (local power) yang dapat dijadikan tempat persemaian demokrasi dan tumbuhnya civil society.
1
Kompas, 9 Maret 2004, Hasil Jajak Pendapat Kinerja DPRD Kabupaten Bantul. Hal:32. Larry Diamond (edisi bahasa Indonesia), Developing Democracy Toward Consolodation, Yogyakarta: IRE Press Yogyakarta, 2003, hal:12-13.
2
38
POLITIK DAN KEBIJAKAN PUBLIK, 1 (1): 35-47 FEBRUARI 2014 ISSN Cetak : 2355-0325 Organisasi-organisasi kemasyarakatan yang ada sebagian jelas berafiliasi politik, misalnya yang menjadi topik dari penelitian penulis yakni Nahdlatul Ulama berafiliasi dengan Partai Kebangkitan bangsa/PKB. Dan Muhammadiyah berafiliasi kepada Partai Amanat Nasional/PAN. Menurut Robrt Hefner, organisasi-organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam seperti Muhammadiyah dan NU memiliki potensi yang besar untuk membentuk civil society di Indonesia. Sehingga Islam di Indonesia memiliki basis yang sangat kuat. 3 Azyumardi Azra, misalnya mengatakan: “NU dan Muhammadiyah khususnya, memiliki sejumlah organisasi yang berafiliasi atau bernaung di bawahnya, seperti organisasi pemuda, pelajar, dan organisasi perempuan. Kedua ormas ini sangat aktif dalam menyelenggarakan berbagai program penguatan masyarakat di bidang agama dan pendidikan ‘sekuler’, perbaikan budaya, dan program-program lainnya”. 4 Kompleksnya permasalahan lembaga perwakilan bukan semata-mata dipengaruhi oleh aspek moralitas dan integritas wakil rakyat, namun juga tidak terlepas dari aspek peraturan perundangan, sistem pemilu maupun sistem politik secara keseluruhan. Anggota legislatif yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu semestinya menjadi corong kepentingan rakyat yang diwakilinya. Seiring dengan semakin kuatnya posisi DPRD sebagai lembaga perwakilan daerah, pada kenyataannya juga semakin banyak kritik yang ditujukan kepada lembaga perwakilan tersebut termasuk berbagai isu dan fakta-fakta politik yang terkadang tidak sejalan dengan esensi demokrasi.
PEMBAHASAN 1. Relasi Ormas NU dan Muhammadiyah Dengan Legislatif Legislatif adalah medium formal untuk mengekspresikan agenda publik secara otoritatif. Dalam realitanya DPRD hanyalah salah satu medium untuk mengekspresikan kepentingan atau agenda publik, dan kekhasan dari medium ini adalah karena sosok bakunya yang formal. Pada jaman modern ini, dimana 3
Kutipan dari Azyumardi Azra, “Civil Society dan Demokratisasi di Indonesia”, dalam TB Ace Hasan S. dan Burhanuddin (editor), Jakarta: INCIS, 2003, hal:57. 4 Ibid, hal:63.
39
POLITIK DAN KEBIJAKAN PUBLIK, 1 (1): 35-47 FEBRUARI 2014 ISSN Cetak : 2355-0325 perangkat komunikasi massa sudah dapat menjangkau seluruh muka bumi secara simultan, media massa juga menjalankan peran yang sama. Hanya saja, coraknya sangat informal. Corak formalnya DPRD sebagai pengungkap agenda kolektif bukan hanya terlihat dari pembakuan berbagai macam prosedur dan persyaratan untuk menuangkan kepentingan umum, namun juga dari status hukumnya. Sebagai perwakilan dari masyarakat umum, DPRD secara umum dan anggota DPRD pada khususnya semestinya dapat menjadi wakil yang benar-benar mewakili masyarakat. Namun pada realitasnya yang terjadi adalah kecenderungan berbelok dari amanat sebelum mereka menjabat anggota dewan. Tatkala segala persyaratan dan prosedur telah ditempuh, maka keputusan badan legislatif bersifat mengikat. Tatkala dimensi “kekuatan mengikat” ini yang terlampau ditekankan, maka peran legislatif termaknai sebagai peran yuridis. Selanjutnya, ketika perangkat untuk memastikan bahwa kehendak umum yang dituangkan dalam keputusan DPRD ini ingin dipastikan akan memiliki kekuatan mengikat badan eksekutif, maka peran legislatif sering disederhanakan menjadi peran perumusan peraturan perundangundangan. Kompleksnya permasalahan lembaga perwakilan bukan semata-mata dipengaruhi oleh aspek moralitas dan integritas wakil rakyat, namun juga tidak terlepas dari aspek peraturan perundangan, sistem pemilu maupun sistem politik secara keseluruhan. Anggota legislatif yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu semestinya menjadi corong kepentingan rakyat yang diwakilinya. Seiring dengan semakin kuatnya posisi DPRD sebagai lembaga perwakilan daerah, pada kenyataannya juga semakin banyak kritik yang ditujukan kepada lembaga perwakilan tersebut termasuk berbagai isu dan fakta-fakta politik yang terkadang tidak sejalan dengan esensi demokrasi. Persoalan besar yang kini mengahadang Bangsa Indonesia, yakni krisis kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga pemerintah eksekutif, legislatif, dan juga yudikatif. Bahkan terhadap nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat pada saat ini. Adanya organisasi kemasyarakatan sebagai organisasi yang dibentuk secara sukarela yang salah satu tujuannya berperanserta dalam pembangunan. Organisasi 40
POLITIK DAN KEBIJAKAN PUBLIK, 1 (1): 35-47 FEBRUARI 2014 ISSN Cetak : 2355-0325 kemasyarakatan diharapkan mengakomodasi kepentingan masyarakat melalui level kepengurusannya yang secara tidak langsung amat berkontribusi terhadap level nasional pada umumnya dan daerah pada khususnya di era otonomi daerah seperti sekarang ini. Proses pembentukan Organisasi Kemasyarakatan pada dasarnya dapat diawali dengan adanya persepsi, perasaan atau motivasi, dan tujuan yang sama dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam proses selanjutnya didasarkan adanya halhal seperti persepsi, motivasi, tujuan, organisasi, independensi, dan interaksi. NU dan Muhammadiyah merupakan organisasi (persyarikatan) kemasyarakatan dalam bingakai Islam yang memiliki prinsip-prinsip, sistem, dan kedaulatan yang mengikat bagi segenap anggotanya dan bersifat independen dan memiliki hak hidup di negeri ini. NU dan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang cukup tua dan besar, sangat menghargai ukhuwah, kerjasama, toleransi, dan sikap saling menghormati dengan seluruh kekuatan/kelompok lain dalam masyarakat, lebih-lebih dengan sesama komponen umat Islam. Karena itu Muhammadiyah pun berhak untuk dihormati oleh siapapun serta memiliki hak serta keabsahan untuk bebas dari segala campur-tangan, pengaruh, dan kepentingan pihak manapun yang dapat mengganggu keutuhan serta kelangsungan gerakannya.
2. Persepsi Pengurus NU dan Muhammadiyah Kabupaten Bantul Terhadap Pelaksanaan Fungsi DPRD Kabupaten Bantul Tahun 2008 Setelah melakukan penelitian di Kecamatan Piyungan terhadap 33 responden dari pengurus Nahdalatul Ulama. Dan di Kecamatan Banguntapan terhadap 33 responden dari pengurus Muhammadiyah, penulis mendapatkan hasil secara keseluruhan Indeks dari tabel yang diurai penulis terkait persepsi pengurus NU dan Muhammadiyah Kabupaten Bantul Terhadap Pelaksanaan Fungsi DPRD Kabupaten Bantul Tahun 2008 adalah baik. Hal ini karena: 1. NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan di bidang keagamaan dikatakan juga sebagai Pressure Group (Kelompok Penekan/ Kelompok Kepentingan) memiliki kekuatan yang efektif dan cukup
41
POLITIK DAN KEBIJAKAN PUBLIK, 1 (1): 35-47 FEBRUARI 2014 ISSN Cetak : 2355-0325 efisien dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah. Adanya masalah keterputusan (diskoneksi) anggota legislatif terhadap konstituennya dijawab dengan keinginan kuat masyarakat untuk ikut berperan dalam kebijakan negara. Organisasi Kemasyarakatan adalah salah satu bentuk inisiatif masyarakat untuk mewujudkan andil tanggungjawab warga negara melalui pengorganisasian diri (people regrouping) untuk memperjuangkan
dan
melindungi
kepentingan
mereka
yang
memungkinkan mereka untuk maju menuju perubahan sosial dalam sebuah sistem partisipasi. 2. Terkait Fungsi Legislasi, mengenai persepsi pengurus NU dan Muhammadiyah
DPRD
Kabupaten
Bantul
berkonsultasi
dengan
masyarakat dalam pembuatan perda persepsi pengurus NU masuk dalam kategori
cukup,
dengan
skala
indeks
3.30.
Persepsi
pengurus
Muhammadiyah masuk dalam kategori baik, dengn skala indeks 3.42. Perbedaan persepsi ini dikarenakan dari pengurus NU merasakan waktu yang diberikan anggota dewan dalam kunjungan rutin di masyarakat masih kurang. 3. Mengenai persepsi pengurus NU dan Muhammadiyah Anggota DPRD sudah memberikan informasi kepada masyarakat tentang kebijakankebijakan yang dibuat DPRD masuk dalam kategori baik dari persepsi pengurus NU, dengan skala indeks 3.64. Sementara masuk dalam kategori cukup dari persepsi pengurus Muhammadiyah, dengan skala indeks 3.36. Perbedaan persepsi ini dikarenakan dari pengurus Muhammadiyah sendiri merasa kurang proaktif akan sosialisasi yang telah dilakukan DPRD Bantul. 4. Mengenai persepsi pengurus NU dan Muhammadiyah Anggota dewan mampu menjadi penengah dalm menyelesaikan persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan dari pengurus NU masuk dalam kategori baik, dengan skala indeks 3.69. Persepsi dari pengurus Muhammadiyah masuk dalam
42
POLITIK DAN KEBIJAKAN PUBLIK, 1 (1): 35-47 FEBRUARI 2014 ISSN Cetak : 2355-0325 kategori cukup, dengan skala indeks 3.30. Perbedaan persepsi ini dikarenakan persepsi pengurus Muhammadiyah menganggap tidak semua persoalan dapat dibantu diselesaikan seperti kemiskinan, kelaparan, gagal panen dan sebagainya hanya bisa dikurangi. 5. Mengenai persepsi pengurus NU dan Muhammadiyah Masyarakat mudah untuk bertemu dengan wakilnya di DPRD dari pengurus NU masuk dalam kategori cukup, dengan skala indeks 3.33. Persepsi dari pengurus Muhammdiyah masuk dalam kategori baik, dengan skala indeks 3.67. Perbedaan persepsi ini dikarenakan pengurus NU merasa hanya dengan open house saja belum cukup. 6. Mengenai persepsi pengurus NU dan Muhammadiyah DPRD telah intens melakukan kunjungan kerja di masyarakat dari persepsi pengurus NU masuk dalam kategori baik, dengan skala indeks 3.51. Persepsi dari pengurus Muhammadiyah masuk dalam kategori cukup, dengan skala indeks 3.30. Perbedaan persepsi ini dikarenakan dari pengurus Muhammadiyah kurang mengikuti ketika ada kunjungan kerja di masyarakat sehingga informasi yang diperoleh kurang. 7. Mengenai persepsi pengurus NU dan Muhammadiyah Masyarakat dilibatkan dalam kegiatan DPRD terkait dengar pendapat dengan masyarakat dari persepsi pengurus NU masuk dalam kategori cukup. Persepsi pengurus Muhammadiyah masuk dalam kategori baik, dengan skala indeks 4.03. Perbedaan persepsi ini dikarenakan kurang intensnya anggot dewan turun di masyarakat. 8. Menurut data yang penulis peroleh di Kabupaten Bantul terdapat Forum Pemuda Piyungan. Unsur-unsur FPP salah satunya terdiri dari perangkat organisasi NU dan Muhammadiyah (Pemuda Muhammadiyah, Aisyiyah Muhammadiyah, Ikatan Remaja Muhammadiyah, Fatayat NU, Pemuda Anshor NU dsb) cukup mempunyai akses dan jaringan sampai di
43
POLITIK DAN KEBIJAKAN PUBLIK, 1 (1): 35-47 FEBRUARI 2014 ISSN Cetak : 2355-0325 kabupaten sekalipin merupakan organisasi tingkat kecamatan. Resources ini
kemudian
digunakan
untuk
melakukan
aktivitas-aktuvitas
keorganisasian, khususnya untuk melakukan pendampingan terhadap masyarakat dan melakukan kontrol terhadap proses politik/pemerintahan di tingkat lokal. 9. Di Kabupaten Bantul tidak terjadi permasalahan yang cukup berarti terkait hubungan antara ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah terhadap ormas lainnya. Baik nasionalis, NU, Muhammadiyah tidak terdapat masalah mencolok. Hal ini salah satunya terlihat di DPRD Kabupaten Bantul Wakil Ketua 1 DPRD berasal dari PAN yang basisnya adalah Muhammadiyah. Dan Wakil Ketua 2 berasal dari PKB yang basisnya adalah NU.
PENUTUP Hasil penelitian ini menunjukan bahwa persepsi pengurus NU dan Muhammadiyah Kabupaten Bantul terhadap fungsi DPRD Kabupaten Bantul tahun 2008 masuk dalam kategori baik, rata-rata dengan skala indeks 3.61 dari pengurus NU, dan dengan skala indeks 3,59 dari pengurus Muhammadiyah. Mengenai pengetahuan pengurus NU terhadap fungsi legislasi yang dilaksanakan DPRD Kabupaten Bantul tahun 2008 masuk dalam kategori baik, dengan skala indeks 3.65. Dan pengetahuan pengurus Muhammadiyah terhadap fungsi legislasi yang dilaksanakan DPRD Kabupaten Bantul masuk dalam kategori baik, dengan skala indeks 3.58. Mengenai pengetahuan pengurus NU terhadap fungsi anggaran yang dilaksanakan DPRD Kabupaten Bantul tahun 2008 masuk dalam kategori baik, dengan skala indeks 3.58. Dan pengetahuan pengurus Muhammadiyah terhadap fungsi anggaran yang dilaksanakan DPRD Kabupaten Bantul masuk dalam kategori baik, dengan skala indeks 3.57. Mengenai pengetahuan pengurus NU terhadap fungsi
44
POLITIK DAN KEBIJAKAN PUBLIK, 1 (1): 35-47 FEBRUARI 2014 ISSN Cetak : 2355-0325 pengawasan yang dilaksanakan DPRD Kabupaten Bantul tahun 2008 masuk dalam kategori baik, dengan skala indeks 3.77. Dan pengetahuan pengurus Muhammadiyah terhadap fungsi pengawasan yang dilaksanakan DPRD Kabupaten Bantul masuk dalam kategori baik, dengan skala indeks 3.56. Mengenai pengetahuan pengurus NU terhadap fungsi representasi yang dilaksanakan DPRD Kabupaten Bantul tahun 2008 masuk dalam kategori baik, dengan skala indeks 3.44. Dan pengetahuan pengurus Muhammadiyah terhadap fungsi representasi yang dilaksanakan DPRD Kabupaten Bantul masuk dalam kategori baik, dengan skala indeks 3.63. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi NU dan Muhammadiyah. Mereka menilai DPRD Bantul terkait pelaksanaan fungsi perwakilannya adalah dalam kategori baik. Faktor-faktornya antara lain: (a). NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan di bidang keagamaan dikatakan juga sebagai Pressure Group (Kelompok Penekan/ Kelompok Kepentingan) memiliki kekuatan yang efektif dan cukup efisien dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah; (b). NU dan Muhammadiyah memiliki Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan memiliki status sosial ekonomi yang cukup mapan.; dan (c). Tingkat komunikasi antara wakil rakyat dengan ormas tersebut (NU dan Muhammadiyah) yang terbuka dan mudah diakses. DPRD
dinilai
relatif
baik
kinerjanya,
maka
Ormas
NU
dan
Muhammadiyah harus mampu mengapresiasinya. Jadi meskipun DPRD Kabupaten Bantul berkategori baik di responden NU dan Muhammadiyah namun tetap perlu kritis, sehingga ada semacam kontrol terhadap pemerintah baik legislatif maupun eksekutif. Sebagai sebuah organisasi sosial keagamaan dengan basis massa yang sangat besar, NU bisa dikatakan mewakili suatu kekuatan besar umat Islam di Indonesia. Menyadari posisi politik yang demikian, NU harus meningkatkan tekad untuk mengambil peran. Hal ini berpendapat dilakukan NU dengan cara memposisikan dirinya sebagai gerakan sosial yang berfungsi melakukan kontrol sosial-politik terhadap negara. NU dan Muhammadiyah memiliki Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan memiliki status sosial ekonomi yang cukup mapan serta struktur 45
POLITIK DAN KEBIJAKAN PUBLIK, 1 (1): 35-47 FEBRUARI 2014 ISSN Cetak : 2355-0325 sosial budaya dalam hal ukuran kehormatan (memiliki pengaruh di masyarakat terutama di masyarakat tradisional/pemimpin informal seperti kiayi dan tokoh masyarakat), dan ukuran ilmu pengetahuan seperti golongan cendekiawan yang keberadaannya harus diperhatikan oleh pemerintah. Meskipun banyak pandangan pihak luar yang cukup positif terhadap NU, namun pengurus NU Bantul sendiri merasa bahwa demokratisasi di tubuh NU dan reformasi pemikiran NU sang diperlukan termasuk di NU Bantul. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya pemikiran modern di kalangan santri yang diakibatkan oleh pengaruh modernisasi dan globalisasi. Muhammadiyah dan NU perlu memperluas peranannya dengan menggarap isu-isu kontemporer seperti isu anti korupsi dan good governance, di samping isu-isu “tradisional” seperti pendidikan dan kesejahteraan rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Birch, AH. 1972. Representation. London: Pall Mall Press. Budiardjo, Miriam. 2005. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Gaffar, Affan. 2002. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hadari, Nawawi. 1992. Metode Penelitian Bidang Sosial, Press, Yogyakarta. H. Syaukani, HR, dkk. 2002. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta. Imawan, Riswandha. 1997. Membedah Politik Orde Baru, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Irwanto. 1990. Psikologi Umum. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Koentjoroningrat. 1997. Metodologi Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT Gramedia. Lapalombara, Joseph. 1976. Legislatures, Functions and Behaviour,dalam Political Institusions: Function and Pathologies, Cambridge University. Marbun, BN. 1982. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,Pertumbuhan Masalah dan Masa Depannya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Mikkelsen, Brita. 2001. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya- Upaya Pemberdayaan: Sebuah Buku Pegangan Bagi Para Praktisi Lapangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Mulyosudarmo, Suwoto. 1997. Peralihan Kekuasaan, Kajian teoritis Terhadap Pidato Nawaksaura. Jakarta: Gramedia. Rahmad. Jalaludin. 2000. Persepsi Mahasiswa Terhadap Partai Politik. Skripsi. UMY.
46
POLITIK DAN KEBIJAKAN PUBLIK, 1 (1): 35-47 FEBRUARI 2014 ISSN Cetak : 2355-0325 R.Saragih, Bintan. 1998. Fungsi Perwakilan, Legitimasi dan Pembuatan Keputusa., Depdagri. Sanit, Arbi. 1986. Perwakilan Politik di Indonesia. Jakarta: Rajawali. Sadli, Saparinah. 1986. Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang. Jakarta: LP3ES. Singarimbun, Masri & Effendi, Metode Penelitian Survey, LP3S, Cet. Ke-2, hal.37. Toha, Miftah. 1983. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: CV Rajawali. Walgito, Bimo. 1991. Psikologi Sosial Sebagai pengantar, Yogyakarta: Andi Offset. Internet: http://www.bantulkab.go.id http://nusyria.net/index.php?Itemid=28&id=42&option=com_content&task=view http://www.lakpesdam.or.id/publikasi/255/relasi-parpol-legislatif-dengan-forumwarga http://gp-ansor.org/opini/baitul-muslimin-dan-ormas-islam.html
47