Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Sept—Des 2008, hlm. 168-177 ISSN 0854-3844
Volume 15, Nomor 3
Persepsi Nasabah terhadap Penerapan Sistem Layanan Produk dan Jasa E-Banking MIEKE SUHARINI1* Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jakarta
1
Abstract. This research analyzes the customer's perception towards the application of e-banking service system applied by Bank Mandiri, starting from the end of the year 2005. The respondents of this research are Bank Mandiri Costumers living in Jakarta. This research used quantitative approach. The result shows that the majority of the respondents generally gave a positive response towards the indicators used in this research. Even so, some indicators, such as responsiveness, promotion, product variety, and information intake for the customers, are still not seen in particular by the respondents. This means the majority of bank customers in Jakarta think that the quality of Bank Mandiri’s e-banking system and products are good, even though there may be some weaknesses in some fields. As a whole, there is a different perception of the customers toward what they want and what they get. Keywords: perception, e-banking, service quality
PENDAHULUAN Pesatnya perkembangan kapabilitas intelektual dan teknologi komunikasi informasi secara signifikan ikut mempengaruhi eksistensi industri jasa, baik perusahaan berskala besar, menengah, maupun kecil. Ekspektasi konsumen yang begitu tinggi dan berubah-ubah terhadap suatu jasa yang hendak diperolehnya dengan jasa aktual yang diperoleh menjadi ukuran bagi performansi pelayanan dari berbagai organisasi jasa (Elum, 2005). Penerapan layanan perbankan elektronik (e-banking) yang berkualitas merupakan salah satu kunci keberhasilan perusahaan perbankan untuk menghimpun dana dari nasabah dewasa ini. Penerapan sistem layanan e-banking memberikan berbagai keuntungan bagi perusahaan yaitu efisiensi biaya dan waktu, serta mampu menciptakan diferensiasi dan sanggup membidik segmen pasar dengan biaya yang murah. Apalagi bagi industri perbankan, yang selalu mengedepankan kualitas pelayanan jasa sebagai daya tarik bagi para konsumen. Penggunaan teknologi informasi (TI) harus mampu menciptakan nilai (value) untuk pelanggan baik internal mapun eksternal. Artinya, persepsi keberhasilan penerapan TI di mata pelanggan atau nasabah jauh lebih penting daripada di mata vendor, konsultan, dan pihak manjemen sendiri (Djatmiko, 2005). Tidak mengherankan pada akhir tahun 2005, Bank Mandiri meluncurkan layanan e-banking 24 jam yang meliputi ATM Mandiri, SMS Banking, Internet Banking, dan Call Mandiri. Tentu saja layanan 24 jam ini didukung oleh sistem teknologi informasi yang canggih, terutama dalam hal keamanan bertransaksi bagi nasabah. Di satu sisi terjadi peningkatan kualitas dan keterjangkauan yang lebih luas bagi nasabah untuk *Korespondensi: +62811106340;
[email protected]
memperoleh pelayanan perbankan. Sementara di sisi lain pihak bank harus mampu meraih kepercayaan (trust) dari nasabah terhadap keamanan sistem e-banking dari bank yang bersangkutan. Penggunaan sarana teknologi informasi dapat mendukung pengembangan produk serta peningkatan informasi. Beberapa studi tentang e-banking atau online banking menyatakan bahwa ada dua alasan fundamental perusahaan perbankan mengandalkan layanan e-banking dewasa ini (Pahnila dan Pikkarainen, 2004), yaitu penghematan biaya operasional dan pengurangan jaringan kantor. Penelitian ini membahas tentang bagaimana persepsi nasabah terhadap penerapan sistem layanan e-banking yang diterapkan oleh Bank Mandiri terhitung mulai akhir tahun 2005. Sebagai landasan teori digunakan teori tentang persepsi dari David Aaker dan John G. Myer (1986). Selain itu juga digunakan teori tentang manajemen jasa dari Lovelock dan Wright, dan Zeithaml. Persepsi konsumen atau nasabah terhadap sistem layanan perbankan elektronik Bank Mandiri merupakan hal yang penting, sebab di sisi lain BCA, Bank Niaga, dan bank-bank lainnya juga menawarkan berbagai jenis layanan e-banking sebagai produk andalan untuk menarik minat nasabah. Nasabah adalah pelanggan (customer) yaitu individu atau perusahaan yang mendapatkan manfaat atau kegunaan dari produk dan jasa yang dari sebuah perusahaan perbankan, meliputi kegiatan pembelian, penyewaan, serta layanan jasa. Persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya sensasi yaitu suatu aktivitas merasakan atau penyebab dari keadaan emosi yang menggembirakan (McLaughin, 2001). Persepsi juga diartikan sebagai proses bagaimana stimuli-stimuli tersebut diseleksi, diorganisasikan, dan diinterpretasikan. Pada dasarnya persepsi adalah sesuatu yang dinamis karena prinsipnya nasabah akan berpikir rasional
169
Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 15, No. 3, Sept—Des 2008, hal. 168-177
dan mendasarkan persepsinya kepada pengalaman (Setiadi, 2003). Oleh sebab itu, perubahan persepsi itu juga harus dibangun melalui pengalaman konsumen. Meskipun komunikasi pemasaran berperan penting dalam mempengaruhi cara berpikir konsumen, langkah yang paling berarti untuk mengubah persepsi konsumen adalah dengan mengubah pengalaman terhadap produkproduk yang mengusung merek tertentu. Bagi perusahaan perbankan, jasa adalah infrastruktur bisnis lembaga tersebut, sama halnya dengan perusahaan komunikasi dan transportasi (Fitzsimmons, 2005). Jasa dapat dibedakan berdasarkan tingkat hubungan dengan pelanggan atau pertemuan jasa yaitu sebuah periode waktu ketika pelanggan berinteraksi langsung dengan jasa (Shostack, 1985). Layanan jasa dalam industri perbankan memiliki tingkat hubungan yang sangat erat dengan nasabah karena kategori jasa yang diberikan adalah jasa yang kontinu/continuous service (Fitzsimmons, 2005). Dalam manajemen jasa, produk adalah proses itu sendiri karena pelanggan terlibat secara langsung dalam pengantaran jasa. Kesuksesan inovasi teknologi dalam industri jasa perbankan secara langsung tergantung dari penerimaan dan persepsi konsumen terhadap teknologi itu sendiri. Oleh sebab itu, perlu adanya keterpaduan baik internal maupun eksternal, baik dalam lingkup proses maupun implementasi, serta keleluasaan dan kedalaman implementasi dari sistem layanan elektronik tersebut. Tentu saja penerimaan konsumen terhadap sistem e-banking ini akan berbeda-beda karena dipengaruhi oleh kesan resiko (risk perceived), kredibilitas, serta kepercayaan (trust) terhadap bank tersebut (Wang and Wang, 2003). Dalam hal ini tingkat pengetahuan konsumen serta akses terhadap informasi merupakan kunci sukses untuk menerapkan inovasi baru dalam layanan jasa perbankan. Pada prinsipnya, teknologi adalah sarana potensial untuk mempermudah khalayak terhadap akses layanan jasa perbankan (Durkin and Howcroft, 2003). Meskipun demikian, kombinasi antara individu dengan teknologi secara bersama-sama dan tepat, akan dapat menghasilkan kinerja dan kualitas jasa yang optimal bagi konsumen. Bank Mandiri memiliki komitmen untuk terus mengembangkan landasan operasional dan meningkatan nilai jangka panjang Bank Mandiri. Selanjutnya, sasaran awal program jangka pendek adalah memperkokoh posisi di dalam negeri dengan visi jangka panjang untuk menjadi bank berskala internasional. Bank Mandiri melihat potensi pertumbuhan di Indonesia yang sangat besar pada seluruh segmen pasar dan berupaya berada pada posisi yang tepat untuk berpartisipasi di dalam pertumbuhan tersebut. Ini dapat dilihat dari mulai adanya kenaikan laba bersih Bank Mandiri pada tahun 2004 yaitu sebesar 14,6% atau setara dengan Rp 5,26 triliun. Sementara harga saham per lembar naik sebesar 14,4% atau Rp 262/lembar dan nilai kredit macet adalah sebesar 1,6% atau dibawah ketentuan BI sebesar 5%.
Melihat adanya peningkatan tersebut, salah satu upaya yang ditempuh oleh Bank Mandiri adalah semakin memperkuat platform TI melalui peluncuran berbagai produk dan jasa perbankan elektronik. Meskipun sejak tahun 2002 Bank Mandiri telah meluncurkan layanan e-banking, pihak manajemen merasa perlu untuk lebih gencar memperkenalkannya ke masyarakat. Apalagi saat ini hampir semua bank mengandalkan layanan e-banking untuk merebut simpati dari para nasabah. Tidaklah mengherankan pada akhir tahun 2005, Bank Mandiri kemudian meluncurkan layanan 24 jam yang meliputi ATM Mandiri, SMS Banking, Internet Banking, dan Call Mandiri. Tentu saja layanan 24 jam ini didukung oleh sistem TI yang canggih terutama dalam hal keamanan bertransaksi bagi nasabah. Meskipun demikian tidak mudah bagi Bank Mandiri untuk meraih penambahan jumlah nasabah dalam jangka pendek. Sebagai industri jasa, layanan e-banking termasuk layanan kepercayaan (trust) nasabah atau konsumen. Di satu sisi terjadi peningkatan kualitas dan keterjangkauan yang lebih luas bagi nasabah untuk memperoleh pelayanan perbankan. Di sisi lain bank adalah lembaga kepercayaan sehingga nasabah hanya akan menitipkan uangnya di bank yang telah dikenal memiliki kredibilitas dan reputasi yang baik oleh masyarakat. Bagaimanapun juga kunci kesuksesan dari layanan e-banking, termasuk layanan perbankan lainnya adalah kepercayaan (trust) dari konsumen atau nasabah terhadap bank yang bersangkutan. Tujuan dari penelitian ini yaitu pertama, untuk mengetahui persepsi nasabah Bank Mandiri terhadap penerapan sistem layanan e-banking Bank Mandiri. Kedua, untuk mengetahui penilaian nasabah Bank Mandiri terhadap komponen jasa layanan e-banking Bank Mandiri. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Populasi yang variannya besar, seperti nasabah Bank Mandiri, ukuran sampel yang dibutuhkan cukup besar. Jika peneliti ingin menggunakan perhitungan statistik maka jumlah sampel minimum dalam penelitian tersebut adalah sebanyak 100 orang (Bailey, 1994). Oleh karena itu, jumlah sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah berjumlah sebanyak 100 orang responden. Adapun teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis non probabilita dengan teknik convenience sampling. Teknik ini berupaya untuk mendapatkan sebuah sampel yang tepat dari elemen populasi. Selanjutnya pada penelitian deskriptif yang menggambarkan data numerik, kategorisasi dapat dilakukan menurut jumlah variabel yang terlibat. Pada penelitian ini kategorinya adalah univariat atau satu variabel. Adapun cara yang umum digunakan untuk menerangkan dan menganalisis hasil pengolahan
SUHARINI, PERSEPSI NASABAH
170
Tabel 1. Tanggapan Responden mengenai Dimensi Penginderaan No 1. 2. 3.
Pernyataan Saya telah menerima informasi yang lengkap tentang layanan e-banking dari Bank Mandiri. Saya dapat dengan mudah memperoleh informasi tentang produkproduk e-banking Bank Mandiri. Saya sering mendengar informasi tentang produk-produk e-banking Bank Mandiri.
STS
TS
N
S
SS
Total
8
28
33
29
2
100
7
21
41
27
4
100
7
18
33
38
4
100
STS
TS
N
S
SS
Total
0
7
15
65
13
100
0
4
37
50
9
100
0
4
12
62
18
100
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2006 Tabel 2. Tanggapan Responden mengenai Dimensi Perhatian No
Pernyataan
Sebagai nasabah, saya berupaya untuk melakukan pemilihan 1. terhadap informasi-informasi yang ada. Saya berusaha untuk mencari informasi yang detail mengenai 2. produk dari Bank Mandiri. Sebagai nasabah, saya berusaha untuk memusatkan perhatian 3. terhadap informasi yang menurut saya cocok dengan kebutuhan saya. Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2006
data yang menggunakan satu variabel atau univariat yaitu pertama, dengan distribusi frekuensi untuk melihat susunan data dalam suatu tabel yang telah diklasifikasikan menurut kategori-kategori tertentu. Hal ini dapat digunakan untuk penelitian yang menggunakan data ordinal dengan menyimpulkan informasi tentang suatu indikator melalui penghitungan data mentah atau persentase dari distribusi frekuensi. Kedua, pada penelitian yang menggunakan skala ordinal juga dapat dilakukan pengukuran tendensi sentral yaitu median atau nilai tengah (middle point) dan modus atau nilai yang sering muncul (frequently occuring number). Teknik pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari: pertama, data primer (primary data) yaitu berupa metode survei dengan penggunaan kuesioner. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner ini berlangsung dari bulan Januari sampai dengan Pebruari 2006. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik convenience sampling. Adapun jumlah sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 100 orang responden yang merupakan nasabah Bank Mandiri yang tersebar di Jakarta. Kedua, data sekunder (secondary data) yaitu studi kepustakaan dengan tiga alasan: (a) alasan konseptual-substantif (conceptual-substantive reasons); (b) alasan metodologis (methodological reasons); (c) alasan ekonomis, karena pengumpulan data primer membutuhkan biaya yang banyak sehingga lebih murah menggunakan data yang sudah tersedia daripada mengumpulkan data yang baru. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Deskriptif Persepsi Nasabah terhadap Penerapan Sistem Layanan E-Banking Bank Mandiri Dimensi penginderaan terdiri dari tiga indikator yang dijabarkan ke dalam pernyataan-pernyataan. Dari tabel 1
terlihat bahwa untuk masing-masing indikator jawaban mayoritas dari para responden adalah netral. Dapat diambil kesimpulan dari jawaban dan tanggapan bahwa menurut mayoritas nasabah kemudahan untuk memperoleh informasi tentang produk-produk e-banking Bank Mandiri biasa-biasa saja. Artinya, untuk memperoleh informasi tersebut tidaklah terlalu sulit, tetapi juga tidak terlalu mudah. Namun, nasabah yang menyatakan hal tersebut tidak terlalu sulit lebih banyak jumlahnya daripada yang mengganggap sulit untuk memperoleh informasi dari Bank Mandiri. Dimensi perhatian (attention) juga terdiri dari tiga indikator pernyataan. Pada tabel 2 dapat dilihat sikap dan tanggapan responden terhadap ketiga indikator tersebut, yaitu sebagian besar memberikan tanggapan positif. Proses perhatian ini tidak terlepas dari seleksi yaitu pemilihan informasi yang dianggap berguna dan sesuai dengan masing-masing individu. Perhatian juga merupakan suatu proses aktif dan dinamis, nasabah dengan sengaja akan mencari stimulus tertentu dan mengarahkan perhatian terhadap sesuatu. Tingginya sikap positif nasabah terhadap pemfokusan informasi ini tidak terlepas dari tahap penerimaan informasi yang kurang maksimal mengenai produk-produk Bank Mandiri. Akibatnya, kurang maksimalnya informasi yang diterima menyebabkan nasabah secara aktif dan dinamis mencari dan memilih informasi-informasi tertentu yang sesuai dengan kebutuhan nasabah secara mandiri. Tabel 3 menunjukkkan bahwa jawaban dari mayoritas responden adalah setuju terhadap pernyataanpernyataan yang ada untuk dimensi interpretasi yang terdiri dari tiga indikator. Tabel 4 menunjukkan bahwa untuk dimensi pengertian mayoritas responden memberikan tanggapan positif. Ini berarti sebagian besar responden memberikan tanggapan setuju maupun sangat setuju terhadap
171
Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 15, No. 3, Sept—Des 2008, hlm. 168-177
Tabel 3. Tanggapan Responden mengenai Dimensi Interpretasi No 1. 2. 3.
Pernyataan Informasi-informasi yang dikeluarkan oleh Bank Mandiri mudah dipahami oleh nasabah. Informasi-informasi yang dikeluarkan oleh Bank Mandiri mudah dilaksanakan oleh nasabah. Menurut saya, bank harus selalu memberikan informasi yang jelas, akurat, dan baru kepada setiap nasabah.
STS
TS
N
S
SS
Total
1
12
21
56
10
100
1
7
41
45
6
100
1
7
17
59
3
100
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2006 Tabel 4. Tanggapan Responden mengenai Dimensi Pengertian No
Pernyataan
STS
TS
N
S
SS
Total
1.
Menurut saya, setiap nasabah perlu memperhatikan setiap informasi yang dikeluarkan oleh Bank Mandiri.
0
7
15
65
13
100
2.
Setiap nasabah perlu memiliki pengetahuan yang cukup terhadap produk-produk yang dikeluarkan oleh Bank Mandiri.
0
3
37
51
9
100
3.
Informasi-informasi yang dikeluarkan oleh Bank Mandiri haruslah menarik perhatian nasabah.
0
2
14
65
19
100
4.
Bank Mandiri harus selalu mengadakan evaluasi terhadap informasi dan produk yang diluncurkan .
0
4
17
67
12
100
5.
Informasi-informasi yang dikeluarkan oleh Bank Mandiri sebaiknya dapat mendorong nasabah untuk selalu loyal kepada bank tersebut.
0
2
32
57
9
100
Sumber: Hasil pengolahan data, 2006
pernyataan yang ada. Tabel 5 menggambarkan bahwa untuk dimensi kehandalan yang terdiri dari delapan indikator, mayoritas jawaban responden adalah positif atau tersebar pada pilihan jawaban setuju dan sangat setuju. Ini berarti dari segi kehandalan Bank Mandiri dianggap telah menyediakan lokasi dan sarana layanan yang memadai dan baik untuk nasabah. Selanjutnya menurut nasabah, Bank Mandiri telah menempatkan orang-orang yang handal dan memiliki kemampuan yang memadai dalam melayani nasabah sebagai karyawan. Biaya yang dikenakan oleh Bank Mandiri terhadap nasabah juga dianggap tidak mahal jika dibandingkan dengan bank lainnya. Bank Mandiri dinilai selalu mengeluarkan produk-produk perbankan yang berkualitas untuk kategori produk, demikian juga halnya dengan layanan produk e-banking juga dinilai sebagai layanan yang berkualitas. Dalam hal kecepatan dalam pelayanan, Bank Mandiri juga dinilai telah berupaya untuk selalu mengutamakan kecepatan dalam pelayanan nasabah. Dimensi keberwujudan yang terdiri dari lima indikator mendapatkan tanggapan yang berimbang dari responden. Jadi, jawaban responden tersebar pada tiga pilihan yaitu setuju, netral, dan tidak setuju seperti terlihat pada tabel 6. Adanya jawaban yang hampir berimbang untuk kelima indikator dari dimensi keberwujudan ini menunjukkan bahwa belum ada keseragaman persepsi dari nasabah terhadap didasarkan pada evaluasi kognitif jangka panjang terhadap penyerahan jasa perusahaan. Sementara itu. kepuasan pelanggan adalah reaksi
emosional jangka pendek terhadap pengalaman jasa tertentu (Lovelock dan Wright, 2005). Konsumen menilai tingkat kepuasan atau ketidak puasan setelah menggunakan jasa dan menggunakan informasi untuk memperbaharui persepsi tentang kualitas jasa. Meskipun demikian, sikap terhadap kualitas jasa tidak bergantung pada pengalaman karena individu sering mendasarkan penilaian tentang kualitas jasa yang belum pernah digunakan hanya dari informasi mulut ke mulut. Jadi, sebenarnya konsumen harus benar-benar menggunakan suatu jasa untuk dapat mengetahui kualitas dari keberwujudan produk-produk dari Bank Mandiri, tidak bisa hanya dari informasi mulut ke mulut saja. Dimensi keberwujudan adalah dimensi proses sehingga proses penilaiannya dilakukan oleh konsumen selama penyerahan jasa. Dimensi ini memberikan peluang kepada perusahaan untuk memuaskan pelanggan dengan melampaui harapannya, selama terjadinya interaksi antara perusahaan dengan nasabah. Sehingga, keunggulan jasa yang dipahami atau dipersepsikan melampaui tingkat harapan yang diinginkan oleh konsumen akan menghasilkan persepsi positif tentang kualitas jasa tersebut, demikian juga sebaliknya. Meskipun demikian perbedaan antara yang benar-benar diberikan oleh perusahaan dan yang dianggap oleh konsumen dapat diterima, timbulnya kesenjangan persepsi dapat terpicu. Hal ini disebabkan karena konsumen tidak dapat menilai kualitas jasa yang diterima secara akurat dan tepat. Hal-hal inilah yang berpengaruh terhadap penilaian nasabah sehingga terjadi perimbangan nilai dari kelima indikator pada dimensi
172
SUHARINI, PERSEPSI NASABAH
Tabel 5. Tanggapan Responden mengenai Dimensi Kehandalan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pernyataan Layanan produk e-banking dari Bank Mandiri merupakan layanan yang berkualitas. Bank Mandiri adalah bank yang selalu mengutamakan kecepatan dalam pelayanan nasabah. Menurut saya, biaya yang dikenakan oleh Bank Mandiri terhadap nasabah tidak mahal. Menurut saya, proses transaksi e-banking di Bank Mandiri dapat dilaksanakan dengan cepat dan mudah. Bank Mandiri selalu mengeluarkan produk-produk perbankan yang berkualitas. Program promosi e-banking yang dilakukan oleh Bank Mandiri mampu menarik perhatian nasabah. Karyawan-karyawan Bank Mandiri adalah orang-orang yang handal dan memiliki kemampuan yang memadai dalam melayani nasabah. Menurut saya, lokasi dan sarana layanan untuk nasabah sudah memadai dan baik (misalnya fasilitas ATM).
STS
TS
N
S
SS
Total
0
7
19
62
12
100
0
3
36
52
9
100
0
2
14
65
15
100
0
4
17
67
4
100
0
7
15
65
13
100
0
3
36
52
9
100
0
2
14
65
19
100
0
4
17
67
12
100
STS
TS
N
S
SS
Total
2
18
29
33
18
100
7
21
41
27
4
100
7
18
33
38
4
100
3
28
29
38
2
100
8
24
36
30
2
100
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2006 Tabel 6. Tanggapan Responden mengenai Dimensi No 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Produk yang ditawarkan oleh Bank Mandiri cukup bervariasi. Lokasi bank dan ATM strategis dan mudah diakses oleh nasabah. Layanan terhadap nasabah didukung oleh sarana dan prasarana yang moderen. Komunikasi dengan pihak bank mudah dilakukan oleh nasabah setiap saat. Layanan e-banking (ATM, SMS, dll) mudah dipahami oleh nasabah.
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2006
keberwujudan. Tanggapan atau jawaban responden terhadap dimensi daya tanggap disajikan pada tabel 7. Rata-rata jawaban responden adalah netral dan setuju. Jawaban-jawaban responden tersebut terlihat bahwa untuk dimensi daya tanggap masih dianggap biasa atau netral oleh para nasabah karena rata-rata jawaban berkisar antara 41% sampai dengan 60%, baik untuk jawaban setuju maupun netral. Jadi, dalam penilaian nasabah kualitas daya tanggap yang diberikan oleh Bank Mandiri masih bersifat biasa saja. Secara umum dapat disimpulkan bahwa karyawan bank belum selalu memberikan penjelasan dan bantuan kepada nasabah bila ada kesulitan mengenai produk yang ditawarkan. Selain itu, disiplin karyawan dalam melayani nasabah juga masih dinilai biasa, sama dengan upaya meningkatkan kecepatan dalam melayani keluhan-keluhan nasabah juga masih dianggap biasa. Menurut nasabah, biaya yang diberikan oleh Bank Mandiri belum lebih rendah dibandingkan dengan bank lainnya. Sementara itu upaya meminimalkan kesalahan dalam setiap transaksi dengan nasabah juga masih dinilai biasa. Demikian juga halnya dengan upaya karyawan
Bank Mandiri untuk selalu mendahulukan kepentingan nasabah, masih dinilai biasa oleh nasabah. Di bagian lain, upaya meningkatkan kualitas sarana dan prasarana layanan untuk nasabah juga dinilai biasa oleh nasabah, sama halnya dengan sarana dan prasarana layanan e-banking yang disediakan. Pada dimensi jaminan terdapat enam indikator pernyataan yang disajikan pada tabel 8. Mayoritas jawaban yang diberikan oleh responden untuk masingmasing indikator adalah setuju atau positif. Untuk dimensi jaminan, terlihat bahwa mayoritas nasabah (lebih dari 50%) memberikan tanggapan yang positif atau menyatakan persetujuannya bahwa produk-produk e-banking Bank Mandiri dijamin sepenuhnya oleh pihak perusahaan, Bank Mandiri memberikan jaminan keamanan untuk setiap transaksi yang dilakukan oleh nasabah, serta proses transaksi e-banking di Bank Mandiri selalu dapat berlangsung dengan cepat dan tepat. Selain itu, nasabah juga merasa adanya jaminan kenyamanan untuk setiap transaksi kemudian cara karyawan dalam melayani nasabah juga menimbulkan kepercayaan nasabah, serta bertransaksi di Bank Mandiri mana pun memberikan jaminan keamanan
173
Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 15, No. 3, Sept—Des 2008, hlm. 168-177
Tabel 7. Tanggapan Responden mengenai Dimensi Daya Tanggap No 1. 2. 3.
Pernyataan Karyawan bank selalu memberikan penjelasan dan bantuan kepada nasabah bila ada kesulitan mengenai produk yang ditawarkan. Karyawan berusaha untuk disiplin dalam melayani nasabah. Karyawan berusaha untuk meningkatkan kecepatan dalam melayani keluhan-keluhan nasabah.
STS
TS
N
S
SS
Total
7
17
33
31
12
100
8
24
30
36
2
100
8
25
26
37
4
100
4.
Bank Mandiri selalu memberikan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan bank lainnya.
7
21
41
27
4
100
5.
Bank Mandiri selalu berupaya meminimalkan kesalahan dalam setiap transaksi dengan nasabah.
7
18
33
38
4
100
8
27
29
34
2
100
8
20
34
36
2
100
0
12
42
46
0
100
6. 7. 8.
Karyawan Bank Mandiri selalu mendahulukan kepentingan nasabah. Menurut saya, Bank Mandiri selalu berupaya meningkatkan kualitas sarana dan prasarana layanan untuk nasabah. Sarana dan prasarana layanan e-banking menurut saya sudah memuaskan nasabah.
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2006
dan kenyamanan yang sama di mata nasabah. Dimensi empati terdiri dari empat indikator yaitu memberikan perhatian, memberikan pelayanan, menanggapi keluhan nasabah, serta mengutamakan kecepatan. Mayoritas jawaban responden untuk masingmasing indikator adalah setuju, seperti terlihat dalam tabel 9. Secara umum dapat dipahami bahwa menurut persepsi nasabah, Bank Mandiri telah memiliki kualitas empati yang baik meskipun dalam memberikan pelayanan setiap karyawan dianggap belum maksimal dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan nasabah. Meskipun demikian, menurut penilaian nasabah karyawan selalu berupaya menanggapi keluhan nasabah dengan baik dan profesional, Bank Mandiri selalu memberikan perhatian yang sama kepada setiap nasabah, serta karyawan selalu berupaya mengutamakan kecepatan dalam pelayanan tanpa mengurangi kualitas layanan kepada nasabah. Jadi, Bank Mandiri telah dapat memberikan layanan yang sama kepada setiap nasabah, meskipun di mata beberapa nasabah masih dianggap biasa atau belum maksimal seperti yang diharapkan. B. Penilaian Nasabah Bank Mandiri terhadap Komponen Jasa Layanan e-banking Bank Mandiri Pada bagian ini, akan dibahas mengenai penilaian nasabah Bank Mandiri terhadap delapan komponen jasa dari layanan e-banking Bank Mandiri yang terdiri dari produk yang ditawarkan, harga dan biaya, promosi, tempat dan waktu, karyawan, lingkungan fisik, proses, dan kualitas atau mutu. Jika pada bagian sebelumnya penilaian dilakukan berdasarkan lima dimensi kualitas jasa, pada bagian ini yang dinilai adalah komponen jasa yang terdiri dari delapan indikator. Meskipun demikian, penilaian untuk setiap komponen tersebut tetap mempertimbangkan lima dimensi kualitas jasa
yang dimilikinya yaitu kehandalan, keberwujudan, daya tanggap, jaminan, serta empati. Berdasarkan hasil penilaian ini diperoleh komponen jasa yang mendapat penilaian tertinggi serta penilaian terendah. Komponen jasa dari layanan e-banking Bank Mandiri yang mendapat penilaian tertinggi atau ranking 1 disajikan dalam tabel 10. Komponen karyawan mendapatkan jawaban paling banyak dari kedelapan komponen jasa untuk peringkat pertama yaitu sebanyak 30 orang (30%) menyatakan bahwa karyawan merupakan komponen dari Bank Mandiri yang layak menduduki peringkat pertama dibandingkan dengan tujuh komponen lainnya. Adapun kategori peringkat pertama atau tertinggi selanjutnya diduduki oleh tempat dan waktu, diikuti oleh kualitas dan mutu, harga dan biaya proses, promosi dan terakhir adalah produk yang ditawarkan. Dari hasil jawaban responden tersebut, dapat dipahami bahwa komponen jasa dari Bank Mandiri yang dinilai nasabah di wilayah Jakarta sebagai komponen terbaik adalah karyawan. Tingginya pilihan konsumen terhadap aspek karyawan disebabkan karena proses transaksi jasa pada prinsipnya banyak bergantung pada interaksi langsung antara nasabah dan karyawan. Sifat dari interaksi ini sangat mempengaruhi persepsi nasabah terhadap kualitas jasa yang diberikan oleh perusahaan (Lovelock dan Wright, 2005). Nasabah sering memberikan penilaian terhadap kualitas jasa secara keseluruhan berdasarkan penilaian terhadap orang-orang yang menyediakan jasa tersebut. Dengan demikian, dalam persepsi nasabah, karyawan Bank Mandiri telah dapat bersikap ramah, profesional, dan dapat melayani konsumen dengan baik serta cepat. Oleh sebab itu, menurut nasabah aspek karyawan yang paling layak dibandingkan dengan aspek lainnya untuk menempati peringkat pertama. Ini berarti ditinjau dari
SUHARINI, PERSEPSI NASABAH 174 Tabel 8. Tanggapan Responden mengenai Dimensi Jaminan No
Pernyataan
STS
TS
N
S
SS
Total
1.
Menurut saya produk-produk e-banking Bank Mandiri dijamin sepenuhnya oleh pihak perusahaan.
6
20
20
52
2
100
7
21
21
47
4
100
7
18
23
48
4
100
0
7
15
65
13
100
0
4
37
50
9
100
4
12
18
62
4
100
2. 3. 4. 5. 6.
Bank Mandiri memberikan jaminan keamanan untuk setiap transaksi yang dilakukan oleh nasabah. Proses transaksi e-banking di Bank Mandiri selalu dapat berlangsung dengan cepat dan tepat. Bank Mandiri memberikan jaminan kenyamanan untuk setiap transaksi. Cara karyawan dalam melayani nasabah menimbulkan kepercayaan nasabah terhadap Bank Mandiri. Menurut saya, bertransaksi di Bank Mandiri mana pun memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan yang sama.
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2006
Tabel 9. Tanggapan Responden mengenai Dimensi Empati No
Pernyataan
STS
TS
N
S
SS
Total
1.
Bank Mandiri selalu memberikan perhatian yang sama kepada setiap nasabahnya.
6
14
30
47
3
100
2.
Dalam memberikan pelayanan, setiap karyawan telah mampu memenuhi kebutuhan dan tuntutan nasabah.
5
18
34
35
8
100
3.
Karyawan selalu berupaya menanggapi keluhan nasabah dengan baik dan profesional.
6
5
24
59
6
100
4.
Karyawan selalu berupaya mengutamakan kecepatan dalam pelayanan tanpa mengurangi kualitas layanan kepada nasabah.
8
14
28
45
5
100
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2006
dimensi kualitas jasa, karyawan secara umum telah dapat memenuhi kriteria kehandalan, keberwujudan, daya tanggap, jaminan serta empati yang baik di mata nasabah. Sementara di sisi lain, komponen produk yang ditawarkan masih belum layak untuk menduduki peringkat pertama, karena mendapat persentase pilihan yang paling sedikit dari nasabah, padahal produk merupakan suatu konsep mengenai obyek secara keseluruhan yang memberikan nilai (value) kepada konsumen. Produk jasa merupakan semua unsur dalam pelayanan jasa yang menghasilkan nilai atau manfaat untuk konsumen. Komponen utama yang difokuskan ataupun komponen tambahan yang ditawarkan. harus berdasarkan kebutuhan dan keinginan konsumen. Jadi dalam hal ini menurut penilaian nasabah, layanan produk dari Bank Mandiri masih belum dapat mengakomodaasi kebutuhan dan keinginan konsumen. Pada tabel 11 tentang komponen jasa untuk kategori ranking terendah, komponen produk yang ditawarkan mendapatkan tanggapan paling banyak dari responden, selanjutnya diduduki oleh harga dan biaya, diikuti oleh tempat dan waktu, lingkungan fisik, promosi dan proses, mutu atau kualitas, dan terakhir adalah karyawan. Jadi, untuk kategori komponen jasa terendah terlihat bahwa produk yang ditawarkan oleh Bank Mandiri masih belum memuaskan nasabah sehingga dinilai secara kualitas lebih rendah dibandingkan dengan komponen lainnya. Sementara itu, untuk komponen karyawan,
hanya sedikit nasabah yang menilai bahwa kualitas para karyawan Bank Mandiri masih rendah. Adanya konsistensi penilaian dari nasabah ini dipengaruhi oleh faktor bahwa keseluruhan nasabah adalah juga menjadi nasabah di beberapa bank lainnya. Oleh sebab itulah elemen produk dinilai nasabah sebagai komponen yang memiliki kualitas terendah. Secara teori hal ini disebabkan karena nasabah cenderung untuk melakukan pemilihan dan penilaian terhadap fitur-fitur produk inti serta beberapa elemen jasa yang pelengkap yang mengelilinginya. Hal ini dilakukan dengan merujuk kepada manfaat yang diinginkan oleh nasabah serta seberapa tinggi daya saing produk tersebut jika dibandingkan dengan produk lainnya (Lovelock dan Wright, 2005). Nasabah menempatkan elemen ini sebagai komponen jasa dari layanan e-banking Bank Mandiri pada peringkat terendah dengan melakukan perbandingan dalam penilaian terhdap produk-produk lainnya. Jika dibandingkan dengan bank-bank lain, memang Bank Mandiri baru pada akhir tahun 2005 mulai mengembangkan kualitas layanan e-banking secara komprehensif. Bank Mandiri dengan prinsip melayani dengan hati menuju yang terbaik, menargetkan mulai tahun 2006 secara perlahan bisa bersaing dengan bankbank lain yang telah lebih dahulu meluncurkan layanan e-banking. Data terakhir menunjukkan bahwa sistem dan jaringan serta infrastruktur layanan e-banking
175
Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 15, No. 3, Sept—Des 2008, hlm. 168-177
Tabel 10. Komposisi Komponen Jasa Untuk Kategori Ranking Tertinggi No.
Komponen Jasa
Jumlah Responden
Persentase
1.
Produk yang ditawarkan
8
8%
2.
Harga dan biaya
13
13%
3.
Promosi (menarik dan informatif)
10
10%
4.
Tempat dan waktu (misal lokasi ATM yang mudah diakses)
23
23%
5.
Karyawan (profesional, ramah)
30
30%
6.
Lingkungan fisik (kenyamanan bangunan, fasilitas ATM)
14
14%
7.
Proses (cepat, tepat, kontiniu, dsb)
11
11%
8.
Kualitas (mutu)
16
16%
Jumlah Responden
Persentase
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2006 Tabel 11. Komposisi Komponen Jasa Untuk Kategori Ranking Terendah No.
Komponen Jasa
1.
Produk yang ditawarkan
19
19%
2.
Harga dan biaya
14
14%
3.
Promosi (menarik dan informatif)
11
11%
4.
Tempat dan waktu (misal lokasi ATM yang mudah diakses)
13
13%
5.
Karyawan (profesional, ramah)
9
9%
6.
Lingkungan fisik (kenyamanan bangunan, fasilitas ATM)
12
12%
7.
Proses (cepat, tepat, kontiniu, dsb)
11
11%
8.
Kualitas (mutu)
10
10%
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2006
Bank Mandiri semakin mengalami perkembangan yang signifikan. Sampai dengan awal bulan Mei 2006, Bank Mandiri telah memiliki 2500 ATM Mandiri yang tersebar di seluruh Indonesia, 6000 lebih unit ATM link, serta lebih dari 900.000 ATM dalam jaringan Plus/Visa (Kompas, 1 Mei 2006). Selain itu, Bank Mandiri juga menawarkan kenyamanan layanan ATM Drive Thru dan ATM NonTunai Bank Mandiri. Nasabah untuk ”SMS Banking Mandiri” cukup mengetik SMS atau pilih menu untuk dapat bertransaksi setiap saat. Nasabah juga dapat membuka deposito dan transfer antar bank via SMS. Sementara itu, untuk layanan Call Mandiri, layanan perbankan 24 jam melalui telepon ataupun ponsel awal tahun 2006, menerima penghargaan “Call Center Award 2006” dari Majalah Marketing dan Center for Customer Satisfaction and Loyalty (Kompas, 1 Mei 2006). Akses global untuk layanan Internet Banking Mandiri dengan fitur transaksi dan informasi yang lebih lengkap telah dinobatkan sebagai ”The Best Online Banking 2005” oleh PC Magazine. Selain itu untuk menarik animo nasabah, Bank Mandiri juga menyediakan berbagai bonus di antaranya adalah E-banking Point untuk setiap
transaksi yang dilakukan. Jadi, secara umum terlihat bahwa Bank Mandiri terus melakukan peningkatan kuantitas dan kualitas layanan serta infrastruktur dari sistem layanan e-banking terhadap nasabah. Tujuannya adalah untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan yang ditransformasikan ke dalam semboyan yaitu melayani dengan hati untuk menuju yang terbaik. Hasil analisis memperlihatkan bahwa Bank Mandiri harus terus berupaya untuk membenahi dan memperbaiki sistem layanan e-banking perusahaan terhadap para nasabah. Meskipun demikian, dalam beberapa aspek tetap terjadi perbedaan persepsi di kalangan nasabah terhadap dimensi kualitas jasa dan komponen jasa layanan e-banking dari Bank Mandiri. Secara prinsip, walaupun kualitas jasa dan kepuasan pelanggan adalah dua konsep yang berhubungan, akan tetapi keduanya bukanlah sesuatu yang benar-benar sama. Persepsi nasabah tentang kualitas jasa lebih didasarkan pada evaluasi kognitif jangka panjang terhadap penyerahan jasa perusahaan. Sementara kepuasan pelanggan adalah reaksi emosional jangka pendek terhadap pengalaman jasa tertentu. Munculnya persepsi tentang kesenjangan kualitas
SUHARINI, PERSEPSI NASABAH 176
jasa, disebabkan karena adanya perbedaan penilaian oleh nasabah secara keseluruhan terhadap apa yang diharapkan dibandingkan dengan apa yang diterima. Oleh sebab itu, tugas perusahaan adalah meningkatkan kualitas jasa yang diberikan kepada nasabah dengan tujuan untuk memperkecil kesenjangan tersebut. Meskipun demikian, adanya kesenjangan persepsi dari nasabah terhadap kualitas jasa e-banking yang diberikan oleh Bank Mandiri tidak dapat dihindarkan karena pada dasarnya nasabah tidak dapat secara obyektif menilai kualitas jasa secara akurat. Selain itu kesenjangan persepsi juga disebabkan karena nasabah tidak sepenuhnya dapat menerima adanya perbedaan antara apa yang dijanjikan oleh perusahaan dalam upaya-upaya promosinya dengan apa yang diterima oleh nasabah, atau hal yang benarbenar diserahkan oleh pihak perusahaan kepada nasabah. Sebagai perusahaan yang mengandalkan jasa sebagai komoditas utama, Bank Mandiri harus menyadari bahwa sifat jasa melibatkan berbagai aspek keterlibatan pelanggan dalam produksi dan pentingnya faktor waktu, serta membutuhkan unsur strategis lainnya. Jasa merupakan suatu kinerja, perbuatan atau proses, sehingga seringkali sulit untuk diidentifikasikan karena timbul secara simultan pada saat jasa tersebut dibeli atau dikonsumsi. Landasan dari pemasaran jasa adalah kualitas jasa karena yang dipasarkan adalah kinerja. Hal inilah yang dibeli oleh konsumen. Selain itu, promosi juga merupakan suatu cara perusahaan jasa berkomunikasi dengan sasaran pasar yang diinginkan. Komponen ini mencakup semua kegiatan yang dilakukan, khususnya untuk memberikan informasi dan saran ataupun edukasi yang dibutuhkan oleh konsumen. Hal ini ditujukan untuk mempengaruhi target konsumen tertentu dan membujuk konsumen untuk melakukan suatu tindakan (mengubah perilaku konsumen) sesuai dengan yang diinginkan oleh perusahaan. Agar Bank Mandiri dapat menghasilkan kualitas jasa yang terbaik, maka diperlukan suatu strategi yang tepat dan komprehensif supaya selalu bisa bersaing dalam kancah industri perbankan nasional. KESIMPULAN . Penerapan sistem layanan e-banking yang dilakukan oleh Bank Mandiri secara umum dinilai telah baik oleh mayoritas nasabah. Untuk memahami persepsi nasabah terhadap penerapan sistem layanan e-banking, maka sikap dan tanggapan nasabah terhadap lima dimensi dari kualitas jasa yang diberikan. Pertama, dari segi kehandalan layanan, Bank Mandiri dianggap telah menyediakan lokasi dan sarana layanan yang memadai dan baik untuk nasabah. Bank Mandiri juga telah menempatkan orang-orang yang handal dan memiliki kemampuan yang memadai dalam melayani nasabah sebagai karyawan. Biaya yang dikenakan oleh Bank Mandiri terhadap nasabah juga dianggap tidak mahal jika dibandingkan dengan bank lainnya. Bank Mandiri untuk kategori produk dinilai selalu mengeluarkan produk-produk dan layanan produk
e-banking yang berkualitas. Bank Mandiri dalam hal kecepatan pelayanan juga dinilai telah berupaya untuk selalu mengutamakan kecepatan dalam pelayanan nasabah. Demikian juga halnya dengan program promosi e-banking yang dilakukan oleh Bank Mandiri dinilai telah mampu menarik perhatian nasabah. Kedua, pada aspek keberwujudan, sebagian nasabah menganggap bahwa produk yang ditawarkan oleh Bank Mandiri belum cukup bervariasi atau biasa, lokasi bank dan ATM belum terlalu strategis dan mudah diakses oleh nasabah. Selain itu, layanan terhadap nasabah belum didukung oleh sarana dan prasarana yang modern biasa, komunikasi dengan pihak bank belum terlalu mudah dilakukan oleh nasabah setiap saat, dan layanan e-banking (ATM, SMS, dll) masih bersifat biasa. Jadi, secara umum menurut nasabah, segi keberwujudan dari produk Bank Mandiri masih biasa saja, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah peningkatan kualitas keberwujudan. Ketiga, dalam penilaian nasabah, kualitas daya tanggap yang diberikan oleh Bank Mandiri masih bersifat biasa saja. Jadi, karyawan bank belum selalu memberikan penjelasan dan bantuan kepada nasabah bila ada kesulitan mengenai produk yang ditawarkan. Selain itu, disiplin karyawan dalam melayani nasabah juga masih dinilai biasa, demikian juga dengan upaya meningkatkan kecepatan dalam melayani keluhan-keluhan nasabah, juga masih dianggap biasa. Selanjutnya, menurut nasabah biaya yang diberikan oleh Bank Mandiri belum lebih rendah dibandingkan dengan bank lainnya. Sementara itu upaya meminimalkan kesalahan dalam setiap transaksi dengan nasabah juga masih dinilai biasa. Demikian juga halnya dengan upaya karyawan Bank Mandiri untuk selalu mendahulukan kepentingan nasabah, juga masih dinilai biasa oleh nasabah. Di bagian lain, upaya meningkatkan kualitas sarana dan prasarana layanan untuk nasabah juga dinilai biasa oleh nasabah, sama halnya dengan sarana dan prasarana layanan e-banking yang disediakan. Keempat, untuk dimensi jaminan, terlihat bahwa mayoritas nasabah (lebih dari 50%) menyatakan bahwa produk-produk e-banking Bank Mandiri dijamin sepenuhnya oleh pihak perusahaan, perusahaan memberikan jaminan keamanan untuk setiap transaksi yang dilakukan oleh nasabah, serta proses transaksi e-banking di Bank Mandiri selalu dapat berlangsung dengan cepat dan tepat. Selain itu, nasabah juga merasa adanya jaminan kenyamanan untuk setiap transaksi, kemudian cara karyawan dalam melayani nasabah juga menimbulkan kepercayaan nasabah, serta bertransaksi di Bank Mandiri mana pun memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan yang sama di mata nasabah. Kelima, untuk dimensi empati, secara umum kualitasnya dianggap sudah baik, terutama karyawan yang selalu berupaya menanggapi keluhan nasabah dengan baik dan profesional. Meskipun demikian ada beberapa hal yang perlu dibenahi kualitas empatinya yaitu setiap karyawan dianggap belum maksimal dalam
177
Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 15, No. 3, Sept—Des 2008, hlm. 168-177
memenuhi kebutuhan dan tuntutan nasabah. DAFTAR PUSTAKA Aaker, David and John G. Myer. 1986. Advertising Management. New Jersey, Prentice Hall, Inc., Bailey, Kenneth D. 1986. Methods of Social Research. New York: The Free Press. Djatmiko, Harmanto Edy. 2004. Bukan Lagi Sekedar Gagah-Gagahan, Majalah Swa, 24/XX/25 November- 8 Desember. Durkin, Mark G. and Barry Howcroft. 2003. Relationship Marketing in the Banking Sector: The Impact of New Technologies. Marketing Intelligence and Planning, Vol. 21, No. 1. Elu, Baltasar. 2005. Manajemen Penanganan Komplain Konsumen di Industri Jasa. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Bisnis & Birokrasi, Vol. 13, No.3 (September). Fritzsimmons, James A. and Mona J. 2006. Fitzsimmons. Service Management: Operations, Strategy, Information Technology. Singapore: Mc Graw Hill. Ghosh, Sid and Heston Surjadjaja. 2004. Optimisation of The Determinants of E-Service Operations. Business Process
Management Journal, Vol. 10, No.6. Lovelock, Christopher dan Lauren K. Wright. 2005. Manajemen Pemasaran Jasa. Dialihbahasakan oleh Agus Widyantoro. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia. McLaughin, Curtis P. 1996. Why Variation Reduction is Not Everything: A New Paradigm for Service Operations. International Journal of Service Industry Management, Vol. 7, No. 3. Pahnila, Seppo and Tero Pikkarainen. 2004. Consumer Acceptance of Online Banking: An Extension of The Technology Acceptance Model. Internet Research, Vol. 14, No. 3. Setiadi, Nugroho J. 2003. Perilaku Konsumen. Jakarta: Prenada Media. Shostack, G. Lynn. 1985. Service Positioning through Structural Change. Journal Of Marketing, No. 51. Tsang, Albert H.C. 1998. A Strategic Approach to Managing Maintenance Approach. Journal of Quality in Maintenance Engineering, Vol. 4, No. 2. Wang, Yi-Shun and Yu-Min Wang. 2003. Determinant of User Acceptance of Internet Banking: An Empirical Study. International Journal of Service Industry Management, Vol. 14, No. 5. Zeithaml, Valerie A., A. Parasuraman and Leonard L. Berry. 1990. Delivering Quality Service. New York: Fee Press.
Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Sept—Des 2008, hlm. 178-187 ISSN 0854-3844
Volume 15, Nomor 3
Analisis dan Penilaian Kinerja Portofolio Optimal Saham-Saham LQ-45 UMANTO EKO1* Departemen Ilmu Administrasi, FISIP Universitas Indonesia
1
Abstract. Portfolio is basically related to how one allocates a number of stocks into various investment types that results on optimal profits. By making diversification, investor may reduce the rate of risk and at the same time optimize the rate of expected return. Based on that, this research raises the problem of how to design an optimal portfolio simulation, i.e. a combination of liquid shares LQ 45 listed in Jakarta Stock Exchange (Now is known as Indonesia Stock Exchange, after the merger with Surabaya Stock Exchange) in the period of 20022007 by using Single Index Model and Constant Correlation Model. Single Index Model is a model of portfolio analysis using the account of Excess Return to Beta (ERB) Ratio and value of C* to gain optimal shares on portfolio. The procedure of Constant Correlation Model is exactly parallel to the case of Single Index Model. However, unlike in the Single Index Model, all securities are ranked by Excess Return to Standard Deviation (ERS) instead of Excess Return to Risk. After securities are ranked using the above ratio, securities with greater Excess Return to Standard Deviation and Cut off Point (C*) are included into the optimal portfolio. Keywords: optimal portfolio, single index model, constant correlation model
PENDAHULUAN Portofolio dinyatakan sebagai sekumpulan asset yang dimiliki untuk tujuan ekonomis tertentu. Konsep dasar yang dinyatakan dalam portofolio adalah bagaimana mengalokasikan sejumlah dana tertentu pada berbagai jenis investasi yang akan menghasilkan keuntungan yang optimal (Harold, 1998). Pertimbangan utama bagi pemilik dana (investor) dalam mengoptimalkan keputusan investasi adalah memaksimumkan tingkat imbal hasil investasi (return) pada risiko (risk) investasi tertentu (Saragih dkk., 2006). Pembuatan kerangka keputusan investasi sangat menentukan keberhasilan seorang investor dalam mengoptimalkan tingkat imbal hasil investasi dan mengurangi sekecil mungkin risiko yang dihadapi (Markowitz, 1952). Berkaitan dengan hal tersebut diatas, permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana mendesain suatu simulasi portofolio optimal yang merupakan kombinasi dari saham-saham likuid LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2002-2007. Analisis tentang pembentukan portofolio yang optimal ditekankan kepada deskripsi secara sistematis tentang teori, model, dan interpretasi penelitian empiris. Penjelasan tersebut bertolak belakang dari hasil temuan Markowitz (1952) tentang teori seleksi portofolio. Saragih (2005) menekankan bahwa model yang didesain oleh Markowitz adalah model satu periode (single-period). Sharpe (1963) mengembangkan suatu teknik yang lebih sederhana dan membuat teori portofolio lebih aplikatif meskipun digunakan untuk mengelola sekuritas dalam jumlah besar yang dikenal *Korespondensi: +62852 16212356;
[email protected]
dengan Single Index Model. Cohen dan Pogue (1967) menggunakan beberapa model pengujian empiris dalam seleksi terhadap pembentukan portofolio yang optimal. Elton, Gruber, dan Padberg (1971; 1976; 1977; 1978) menggunakan model Single Indeks, Constan Correlation, dan Model Multi Group, yang kemudian dikembangkan pada tahun 1978 dengan lebih menyederhanakan teknik perhitungannya. Clarence (1984) mengunakan model indeks tunggal (single index model), model multi indeks (multi index), dan model konstan correlation (constant correlation model) dalam pembentukan portofolio yang optimal. Elton dan Gruber (1986) mengembangkan model multi periods dan single period dalam penentuan investasi yang optimal. Chamberlain, Cheung, dan Clarence (1990) menggunakan model multi indeks (multi index model) dalam pembentukan portofolio yang optimal. Kathy Kam (2006) menggunakan single indeks model, coefficient correlation, multi group model, dan multi index model, yang kemudian diperbandingkan dengan model seleksi portofolio yang lain, yaitu geometric mean return, safety first, stochastic dominance, skewness and portofolio analysis, dan value at risk. Penelitian yang berkaitan dengan optimalisasi portofolio juga pernah dilakukan di Indonesia. Yasmana (2003) mengunakan model indeks tunggal dalam pembentukan portofolio optimal di Bursa Efek Jakarta (BEJ) 2002. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa saham-saham yang dapat membentuk kombinasi portofolio optimal adalah Saham INTP (Indocement Tunggal Prakarsa), Saham MKDO (Makindo), dan Saham MEDC (Medco Energi International). Rudiyanto (2003) menggunakan model indeks tunggal untuk menentukan pembentukan dan pemilihan portofolio saham yang optimal periode 1999 hingga 2001. Hasil penelitiannya menunjukkan
179
Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 15, No. 3, Sept—Des 2008, hlm. 178-187
Start
Klasifikasi Data Data yang diperlukan berkaitan dengan Harga Penutupan saham-saham dalam LQ 45, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Indeks harga saham individu (IHSI), Rata-rata suku bunga bank persero atau SBI
Hitung Return
Menentukan Imbal Hasil Pasar dan Imbal hasil saham Individu
Menentukan pengaruh imbal hasil pasar terhadap imbal hasil saham individu (menentukan α dan β dengan menggunakan model regressi linier sederhana)
Simulasi Pembentukan Portofolio Optimal
Menentukan ERB/ERS, Ci, C*, ERp, σp2, dan σp
Analisis dan Evaluasi Kinerja Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Data Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2007
bahwa hanya terdapat empat saham yang efisien dalam portofolio optimal yaitu Saham Tempo Scan Pasifik, Saham HM Sampoerna, Saham Ramayana Argo Lestari Sentosa, dan Saham HM Sampoerna. Widyantini (2005) menggunakan model indeks tunggal dan model constant correlation dalam pembentukan portofolio optimal dengan menggunakan data harga saham mingguan periode 2003 hingga 2004. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model indeks tunggal lebih baik jika dibandingkan dengan model constant correlation dalam pembentukan portofolio optimal. Penelitian ini pada dasarnya merupakan kelanjutan dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya; fokus dari penelitian ini adalah mendesain suatu simulasi portofolio optimal terhadap sahamsaham likuid LQ-45 di BEI tahun 2002–2007 dengan menggunakan data harga saham harian. Perbedaannya terletak pada (1) periode pengamatan, (2) dasar pemilihan saham yang terpilih, (3) model yang digunakan dalam pembentukan portofolio yang optimal, penelitian ini lebih memfokuskan penggunaan model excess return to beta/ERB (pada model indeks tunggal) dan excess return to standard deviation/ERS (pada model constant
correlation) dalam menentukan kandidat saham yang masuk dalam portofolio optimal, dan (4) penilaian terhadap kinerja portofolio yang dibentuk dengan menggunakan model indeks tunggal dan model constant correlation. METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan data transaksi harian saham-saham yang konsisten berada dalam Indeks LQ-45 tahun 2002–2007. Data yang diambil berkaitan dengan harga saham yang dijadikan sampel penelitian, nilai kapitalisasi pasar, indeks harga saham gabungan (IHSG), indeks harga saham individu (IHSI) saham-saham yang dijadikan sampel dalam penelitian, indeks LQ-45, dan tingkat suku bunga bank umum dan suku bunga bank Indonesia (SBI). Penarikan sampel dilakukan dengan metode non probabilita (nonprobability sampling). Pada penelitian ini dilakukan pemilihan saham-saham yang konsisten tergabung dalam indeks LQ-45 selama periode pengamatan pada 2002 hingga 2007. Tahapan dalam penelitian ini dijelaskan dalam gambar 1.
EKO, ANALISIS DAN PENILAIAN KINERJA PORTOFOLIO OPTIMAL 180 Tabel 1. Statistik Data Tingkat Pengembalian Saham Individu (Daily Return Saham) Kode Saham
Mean
Median
Max
Min
Std. Dev
Skewness
Kurtosis
Jarque Bera
Prob.
Obs.
AALI
0.002002
0
0.186
-0.1163
0.027179
0.649345
7.016018
887.0383
0
1195
ANTM
0.002769
0
0.2871
-0.1719
0.034801
0.906932
9.302906
2141.875
0
1195
ASII
0.002018
0
0.2099
-0.1786
0.029061
0.20254
7.964736
1235.465
0
1195
BBCA
0.001764
0
0.9726
-0.4929
0.038885
11.37825
348.2889
5962169
0
1195
BLTA
0.003302
0
0.3435
-0.2489
0.033832
1.080375
19.02661
13021.57
0
1195
GGRM
0.000198
0
0.1542
-0.1069
0.020444
0.715053
9.842846
2433.306
0
1195
GJTL
0.001632
0
0.2941
-0.1786
0.036999
1.276363
10.95668
3476.714
0
1195
INCO
0.003302
0
0.3435
-0.2489
0.033832
1.080375
19.02661
13021.57
0
1195
INDF
0.000962
0
0.2174
-0.1538
0.029378
0.458353
6.854681
781.6751
0
1195
INKP
0.001793
0
0.3166
-0.2083
0.03657
0.688859
11.60681
3782.932
0
1195
INTP
0.002084
0
0.2051
-0.1667
0.031202
0.389921
7.893535
1222.626
0
1195
ISAT
0.001547
0
0.95
-0.4958
0.038694
10.56153
326.1203
5220801
0
1195
KLBF
0.001744
0
0.1875
-0.5
0.034059
-2.615257
44.97924
89107.9
0
1195
MEDC
0.001545
0
0.2295
-0.1522
0.028985
1.069333
12.23335
4472.716
0
1195
PNBN
0.001545
0
0.1613
-0.1944
0.031175
0.185737
6.050403
470.1804
0
1195
SMCB
0.001216
0
0.3572
-0.3532
0.024891
0.418385
23.01607
19983.55
0
1195
TLKM
0.001503
0
0.1119
-0.1933
0.024031
-0.135438
8.061671
1279.341
0
1195
UNVR
0.001029
0
0.1961
-0.1257
0.019482
1.238069
16.02812
8756.527
0
1195
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2007 Tabel 2. Statistik Data Tingkat Pengembalian Pasar (Daily Return Market) Mean
Median
Max
Min
Std. Dev
Skewness
Kurtosis
Jarque Bera
Prob.
Obs.
0.00116
0.0014
0.066
-0.129
0.015523
-0.736115
9.498412
2210.591
0
1195
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2007
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Statistik Deskriptif Tabel 1 menggambarkan bahwa tingkat imbal hasil (return) diantara saham-saham pilihan yang akan masuk portofolio adalah bervariasi yaitu antara 0,0939 % sampai 0,259%. Angka ini menunjukkan bahwa investor akan memperoleh keuntungan perhari antara 0,0939% sampai 0,2590%. Tabel 2 menggambarkan bahwa ratarata tingkat imbal hasil pasar (market return) adalah sebesar 0,1160% dengan tingkat risiko sebesar 1,5523%. Rata-rata tingkat imbal hasil pasar (market return) lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat imbal hasil (return) dari keseluruhan saham-saham yang akan masuk portofolio, yaitu sebesar 0,013767%. B. .Simulasi Pembentukan Portofolio Optimal Hasil simulasi excess return to beta dalam model indeks tunggal memperlihatkan terdapat tiga belas saham yang memiliki nilai ERB positif. Saham GJTL, Saham INDF, dan Saham GGRM akan dikeluarkan dari kandidat portofolio optimal. Nilai ERB (Excess Return to Beta) pada dasarnya merupakan kemiringan garis yang menghubungkan saham yang berisiko dengan bunga bebas risiko (lihat tabel 3). Saham BLTA merupakan saham yang memiliki kinerja terbaik diantara saham-
saham lain yang memiliki nilai ERB positif, dimana angka nilai 0,123143 mengindikasikan bahwa besarnya premi risiko Saham BLTA jika dibandingkan dengan risiko portofolio yang dinyatakan dengan beta adalah sebesar 0,123143 atau 12,3143%. Hasil simulasi cut off point (C*) dalam model indeks tunggal memperlihatkan bahwa semua saham yang menjadi kandidat awal untuk masuk dalam portofolio optimal memiliki nilai Ri - Rf ≥Ci, sehingga saham-saham βi tersebut merupakan saham-saham yang masuk menjadi portofolio optimal. Nilai Cut off Point (C*) merupakan batas suatu saham masuk menjadi portofolio optimal (lihat tabel 4). Proporsi dana menggambarkan besarnya dana yang harus diinvestasikan oleh investor untuk investasi dalam suatu saham. Investasi pada saham TLKM memerlukan dana yang cukup besar senilai 16,3555% dibandingkan dengan investasi pada saham yang lain. Nilai 16,3555% menggambarkan bahwa dari 100% dana yang dimiliki oleh investor sebanyak 16,3555% akan diinvestasikan pada saham TLKM, sisanya akan diinvestasikan pada saham yang lain, yaitu Saham INCO, Saham UNVR, Saham INTP, Saham BBCA, Saham ASII, Saham MEDC, Saham ISAT, Saham PNBN, Saham SMCB, Saham TLKM, Saham KLBF, dan Saham BLTA. Besarnya nilai expected return dari suatu saham
Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 15, No. 3, Sept—Des 2008, hlm. 178-187
181
Tabel 3. Peringkat Saham berdasarkan ERB (Excess Return to Beta) No
Kode Saham
αi
βi
Rm
Ri
Rf
Ri - Rf βi
1
INCO
0.002666
0.549
0.116
0.06636
0.003483
0.114512
2
INTP
0.000867
1.049
0.116
0.12259
0.003483
0.113507
3
ASII
0.000755
1.09
0.116
0.12714
0.003483
0.113496
4
TLKM
0.000206
1.119
0.116
0.12996
0.003483
0.11307
5
INKP
0.000741
0.907
0.116
0.10597
0.003483
0.112977
6
BBCA
0.000729
0.893
0.116
0.1043
0.003483
0.112915
7
PNBN
0.000412
0.977
0.116
0.11371
0.003483
0.112856
8
KLBF
0.000723
0.877
0.116
0.10247
0.003483
0.112853
9
ISAT
0.000463
0.935
0.116
0.10888
0.003483
0.112769
10
SMCB
0.000216
0.862
0.116
0.10023
0.003483
0.112211
11
MEDC
0.000411
0.655
0.116
0.07644
0.003483
0.111313
12
UNVR
0.000436
0.511
0.116
0.0597
0.003483
0.110036
13
BLTA
0.008013
0.634
0.116
0.08158
0.003483
0.123143
14
ANTM
0.001712
0.911
0.116
0.00277
0.003483
-0.00078
15
AALI
0.000588
0.794
0.116
0.00163
0.003483
-0.00233
16
GJTL
0.001081
0.9
0.116
0.002
0.003483
-0.00165
17
INDF
-0.00008
0.898
0.116
0.00096
0.003483
-0.00281
18
GGRM
-0.000518
0.617
0.116
0.0002
0.003483
-0.00532
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2007 Tabel 4. Perhitungan Nilai Ci
0.0011
Ri - Rf βi 0.114512
0.0066
0.0312
0.001
0.113507
0.0278
0.0291
0.0008
0.113496
0.0448
0.00023
0.024
0.0006
0.11307
0.0607
0.00023
0.0366
0.0013
0.112977
0.064
0.015
0.00023
0.0389
0.0015
0.112915
0.0665
0.9539
0.015
0.00023
0.0312
0.001
0.112856
0.0705
0.7694
0.015
0.00023
0.034
0.0012
0.112853
0.0728
0.935
0.8736
0.015
0.00023
0.0387
0.0015
0.112769
0.0746
SMCB
0.862
0.7434
0.015
0.00023
0.0349
0.0012
0.112211
0.0764
MEDC
0.655
0.4295
0.015
0.00023
0.029
0.0008
0.111313
0.0777
0.511
0.261
0.015
0.00023
0.0195
0.0004
0.110036
0.0792
0.634
0.4022
0.015
0.00023
0.0338
0.0011
0.123143
0.0803
No
Kode Saham
βi
Β2
sm
sm2
si
si2
1
INCO
0.549
0.3014
0.015
0.00023
0.0338
2
INTP
1.049
1.1011
0.015
0.00023
3
ASII
1.09
1.1872
0.015
0.00023
4
TLKM
1.119
1.2511
0.015
5
INKP
0.907
0.8229
0.015
6
BBCA
0.893
0.7972
7
PNBN
0.977
8
KLBF
0.877
9
ISAT
10 11 12
UNVR
13
BLTA
Ci
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2007 Tabel 5. Proporsi Alokasi Dana Dalam Portofolio Optimal No
Kode Saham
Zi
Xi
No
Kode Saham
Zi
Xi
1
INCO
16.41082
0.042287
8
KLBF
24.61535
0.063428
2
INTP
35.79163
0.092227
9
ISAT
20.26929
0.052229
3
ASII
42.82709
0.110356
10
SMCB
22.60144
0.058239
4
TLKM
63.4727
0.163555
11
MEDC
24.22883
0.062432
5
INKP
22.16519
0.057115
12
UNVR
39.98704
0.103038
6
BBCA
19.2588
0.049626
13
BLTA
23.73713
0.061165
7
PNBN
32.717
0.084304
Jumlah
388.5554
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2007
EKO, ANALISIS DAN PENILAIAN KINERJA PORTOFOLIO OPTIMAL 182
Tabel 6. Nilai Imbal Hasil (Expected Return) Portofolio Optimal No
Kode Saham
Xi
αi
βi
Rm
Xiαi
XiβiRm
ER
1
INCO
0.042287
0.0338
0.549
0.116
0.000113
0.002693
0.002806
2
INTP
0.092227
0.0312
1.049
0.116
0.00008
0.011226
0.011306
3
ASII
0.110356
0.0291
1.09
0.116
0.000083
0.013948
0.014031
4
TLKM
0.163555
0.024
1.119
0.116
0.000034
0.021221
0.021255
5
INKP
0.057115
0.0366
0.907
0.116
0.000042
0.00601
0.006052
6
BBCA
0.049626
0.0389
0.893
0.116
0.000036
0.00514
0.005176
7
PNBN
0.084304
0.0312
0.977
0.116
0.000035
0.009551
0.009586
8
KLBF
0.063428
0.034
0.877
0.116
0.000046
0.006454
0.0065
9
ISAT
0.052229
0.0387
0.935
0.116
0.000024
0.005663
0.005687
10
SMCB
0.058239
0.0349
0.862
0.116
0.000013
0.005825
0.005838
11
MEDC
0.062432
0.029
0.655
0.116
0.000026
0.004746
0.004772
12
UNVR
0.103038
0.0195
0.511
0.116
0.000045
0.006107
0.00615
13
BLTA
0.061165
0.0338
0.634
0.116
0.00049
0.0045
0.00499
Total
0.10415
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2007 Tabel 7. Varians dan Deviasi Standar Portofolio No
Saham
β
Xi
(Xiβi)
σm
σm2
σi
σi2
Xi2
Xi2σi2
1
INCO
0.549
0.04228
0.02321
0.015
0.00023
0.0338
0.0011
0.00179
0
2
INTP
1.049
0.092226
0.09678
0.015
0.00023
0.0312
0.001
0.00851
0.00001
3
ASII
1.09
0.110354
0.12024
0.015
0.00023
0.0291
0.0008
0.01218
0.00001
4
TLKM
1.119
0.163555
0.18294
0.015
0.00023
0.024
0.0006
0.02675
0.00001
5
INKP
0.907
0.057115
0.05181
0.015
0.00023
0.0366
0.0013
0.00326
0
6
BBCA
0.893
0.049626
0.04431
0.015
0.00023
0.0389
0.0015
0.00246
0
7
PNBN
0.977
0.084305
0.08234
0.015
0.00023
0.0312
0.001
0.00711
0.00001
8
KLBF
0.877
0.063429
0.05564
0.015
0.00023
0.034
0.0012
0.40232
0
9
ISAT
0.935
0.05223
0.04882
0.015
0.00023
0.0387
0.0015
0.00273
0
10
SMCB
0.862
0.058241
0.05022
0.015
0.00023
0.0349
0.0012
0.00339
0
11
MEDC
0.655
0.062437
0.04092
0.015
0.00023
0.029
0.0008
0.0039
0
12
UNVR
0.511
0.103051
0.05265
0.015
0.00023
0.0195
0.0004
0.01062
0
13
BLTA
0.634
0.061148
0.03878
0.015
0.00023
0.0338
0.0011
0.00374
Total Total
0.88865
0 0.00004
0.00023
0.000181
Varians
0.000221
Standar Deviasi
0.014866
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2007
(imbal hasil saham individual) juga dipengaruhi oleh besarnya proporsi dana yang dialokasikan untuk saham yang bersangkutan. Jika dikaitkan dengan besarnya alokasi dana untuk masing-masing saham (Xi), maka terdapat keterkaitan yang cukup signifikan. Dimana Saham TLKM yang memerlukan proporsi dana yang lebih tinggi diantara saham yang lain ternyata juga menghasilkan potensi keuntungan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan saham yang lain. Meskipun demikian, faktor risiko saham yang dinyatakan dalam beta (risiko pasar/risiko sistematis) tetap harus diperhatikan, karena pada dasarnya beta (β) akan berpengaruh terhadap besarnya imbal hasil (expected return) yang diharapkan dari suatu saham, dimana
semakin besar beta (risiko sistematis) maka semakian besar pula potensi imbal hasil yang diharapkan dari saham yang bersangkutan. Sehingga dapat dikatakan bahwa besarnya imbal hasil yang diharapkan dari suatu portofolio (expected return portofolio) dipengaruhi oleh besarnya beta (β) yang menggambarkan besarnya risiko sistematis dari suatu saham dan besarnya alokasi dana yang diinvestasikan untuk saham yang bersangkutan. Tabel 7 memperlihatkan besarnya nilai varians portofolio, yaitu sebesar 0,000221 dengan nilai standar deviasi portofolio sebesar 1,486607%. Nilai ini menunjukkan bahwa besanya risiko portofolio optimal dengan menggunakan model indeks tunggal (single indeks model) adalah 1,486607%. Nilai ini lebih
183
Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 15, No. 3, Sept—Des 2008, hlm. 178-187
Tabel 8. Peringkat Saham Berdasarkan ERS No
Kode Saham
αi
βi
Rf
Rm
ER
Ri - Rf σi
1
TLKM
0.000206
1.119
0.003483
0.116
0.129957
5.262971
2
ASII
0.000755
1.09
0.003483
0.116
0.127145
4.255248
3
INTP
0.000867
1.049
0.003483
0.116
0.122591
3.817305
4
PNBN
0.000412
0.977
0.003483
0.116
0.113708
3.535676
5
KLBF
0.000723
0.877
0.003483
0.116
0.102474
2.906444
6
UNVR
0.000436
0.511
0.003483
0.116
0.059702
2.884222
7
INKP
0.000741
0.907
0.003483
0.116
0.10597
2.802499
8
SMCB
0.000216
0.862
0.003483
0.116
0.100235
2.772966
9
ISAT
0.000463
0.935
0.003483
0.116
0.108884
2.723972
10
BBCA
0.000729
0.893
0.003483
0.116
0.104299
2.592671
11
MEDC
0.000411
0.655
0.003483
0.116
0.076437
2.518792
12
INCO
0.002666
0.549
0.003483
0.116
0.066355
1.858362
13
BLTA
0.008013
0.634
0.003483
0.116
0.008749
0.155641
14
ANTM
0.001712
0.911
0.003483
0.116
0.002769
-0.02051
15
GJTL
0.000588
0.9
0.003483
0.116
0.001632
-0.05003
16
AALI
0.001081
0.794
0.003483
0.116
0.002002
-0.05448
17
INDF
-8.03E-05
0.898
0.003483
0.116
0.000962
-0.08582
18
GGRM
-0.00052
0.617
0.003483
0.116
0.000198
-0.16067
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2007 Tabel 9. Perhitungan Nilai Koefisien Korelasi (ñ) No
Kode Saham
Koefisien Korelasi
No
Kode Saham
Koefisien Korelasi
1
TLKM
0.70963
8
SMCB
0.37676
2
ASII
0.5716
9
ISAT
0.36827
3
INTP
0.51273
10
BBCA
0.35007
4
PNBN
0.47765
11
MEDC
0.34474
5
KLBF
0.39977
12
INCO
0.12735
6
UNVR
0.39963
13
BLTA
0.03607
7
INKP
0.37819
Rata-rata Koefisien Korelasi (ρ)
0.38865
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2007 Tabel 10. Nilai Perhitungan Ci No
Kode Saham
1
∑ j=1
Ri - Rf σi
ρ 1-ρ+iρ
Ri - Rf σi
Ci
1
TLKM
5.26297
0.3886501
5.262971
2.045454
2
ASII
9.51822
0.2798762
4.255248
2.663923
3
INTP
13.33552
0.2186744
3.817305
2.916138
4
PNBN
16.8712
0.1794363
3.535676
3.027306
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2007 Tabel 11. Proporsi Dana Dalam Portofolio Optimal No
Kode Saham
Zi
Xi
1
TLKM
122.2801322
0.52589
2
ASII
55.53468126
0.238838
3
INTP
33.27704412
0.143115
PNBN
21.42832183
0.092157
381.2381
1
4
Total
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2007
kecil jika dibandingkan dengan nilai standar deviasi pasar sebesar 1,15%, sehingga dapat dikatakan bahwa risiko portofolio yang dibentuk dengan menggunakan model indeks tunggal lebih rendah jika dibandingkan dengan risiko pasar. Risiko sebesar 1,486607% menggambarkan besar risiko yang tertanggung oleh investor yang menggunakan Model Indeks Tunggal. Jika dibandingkan dengan besarnya risiko masingmasing saham maka risiko portofolio lebih kecil jika dibandingkan risiko masing-masing saham. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa risiko individual (risiko masing-masing saham) dapat diperkecil dengan membentuk portofolio. Hal ini merupakan akibat dari adanya diversifikasi, yaitu melakukan investasi pada berbagai jenis saham. Selain penurunan risiko dalam berinvestasi, diversifikasi dilakukan dengan harapan apabila terjadi penurunan pengembalian satu saham akan ditutup dengan kenaikan pengembalian saham yang lain. C. Model Korelasi Konstan (Constant Correlation Model) Tabel 8 memperlihatkan bahwa terdapat tiga belas saham yang memiliki nilai ERS Positif. Sahamsaham yang memiliki nilai ERS negatif, yaitu Saham ANTM, Saham GJTL, Saham AALI, Saham INDF, dan Saham GGRM akan dikeluarkan dari kandidat portofolio awal. Nilai ERS (Excess Return to Standard Deviation menggambarkan kemiringan garis yang menghubungkan saham yang berisiko dengan bunga bebas risiko. Dalam metode korelasi konstan, besar koefisien korelasi diantara saham-saham yang akan masuk
EKO, ANALISIS DAN PENILAIAN KINERJA PORTOFOLIO OPTIMAL 184 Tabel 12. Nilai Imbal Hasil (Expected Return) Portofolio No
Kode Saham
α
Xi
β
Rm
αiXi
β Rm Xi
ER
1
TLKM
0.000206
0.5289
1.119
0.116
0.00011
0.06863
0.06873
2
ASII
0.000755
0.238838
1.09
0.116
0.00018
0.03019
0.03037
3
INTP
0.000867
0.143115
1.049
0.116
0.00012
0.01742
0.01754
4
PNBN
0.000412
0.092157
0.977
0.116
0.00004
0.01044
0.01048
Total Expected Return
0.12713
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2007 Tabel 13. Varians dan Deviasi Standar Portofolio No
Saham
β
Xi
Xiβi
σm
σm2
σi
σi2
Xi2
Xi2σi2
1
TLKM
1.119
0.5289
0.5916
0.015
0.00023244
0.024
0.000577489
0.2797352
0.000162 0.000048
2
ASII
1.09
0.238838
0.26023
0.015
0.00023244
0.029
0.000844542
0.0570436
3
INTP
1.049
0.143115
0.150176
0.015
0.00023244
0.031
0.000973565
0.0204819
0.00002
4
PNBN
0.977
0.092157
0.090009
0.015
0.00023244
0.031
0.000971881
0.0084929
0.000008
Total Total
1.092014
0.000238 0.00023244
0.000277
Varians
0.000515
Standar Deviasi
0.022694
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2007
dalam portofolio diasumsikan konstan, sehingga nilai koefisien korelasi merupakan rata-rata dari nilai koefisien korelasi diantara saham-saham yang akan masuk dalam portofolio optimal. Tabel 9 memperlihatkan bahwa nilai koefisien korelasi sahamsaham akan masuk dalam portofolio optimal adalah sebesar 0,38865. Tabel 11 menunjukkan bahwa proporsi dana yang diinvestasikan untuk empat saham dalam membentuk portofolio optimal. Nilai 52,5890% menggambarkan bahwa jika investor memiliki dana sebesar 100%, maka 52,52890% akan diinvestasikan pada Saham TLKM, 23,8839% diinvestasikan pada Saham ASII, 14,3115% diinvestasikan pada Saham INTP, dan sisanya sebanyak 9,2157% diinvestasikan pada Saham PNBN. Tabel 12 memperlihatkan Imbal Hasil Portofolio dimana Saham TLKM memiliki tingkat imbal hasil yang paling tinggi yaitu sebesar 6,873 %, sementara itu Saham PNBN memiliki potensi imbal hasil yang terendah diantara saham-saham lain yang masuk dalam portofolio yaitu sebesar 1,048%. Total imbal hasil yang diharapkan diperoleh dari portofolio dengan menggunakan model korelasi konstan sebesar 12,713%. Nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan imbal hasil yang diperoleh dari portofolio pasar yang besarnya mencapai 11,60% Tabel 13 memperlihatkan Risio Portofolio yakni besarnya nilai varians portofolio, yaitu sebesar 0,000515 dengan nilai deviasi standar 0,022894 atau 2,2894%. Nilai ini menunjukkan bahwa besar risiko portofolio optimal dengan menggunakan model korelasi konstan adalah sebesar 2,2894%, nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan risiko yang dibentuk oleh portofolio pasar sebesar 1,5%. Risiko sebesar 2,2894% menggambarkan besarnya risiko yang ditanggung oleh
investor yang menggunakan model korelasi konstan. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan besarnya risiko masing-masing saham, risiko portofolio lebih kecil jika dibandingkan risiko masing-masing saham. Saham TLKM (dengan risiko 2,4%), Saham ASII (dengan risiko 2,91%), Saham INTP (dengan risiko 3,12%), dan Saham PNBN (dengan risiko 3,12%) memiliki risiko yang lebih besar jika dibandingkan dengan risiko portofolio sebesar 2,2894%. D.Analisis Terhadap Portofolio Optimal yang dibentuk dengan Menggunakan Model Indeks Tungal (Single Index Model) dan Model Korelasi Konstan (Constant Correlation Model) P embentukan portofolio optimal dengan menggunakan model indeks tunggal maupun model korelasi konstan akan mempengaruhi besarnya imbal hasil dan risiko yang dimunculkan dari portofolio tersebut. Besarnya imbal hasil portofolio saham yang dibentuk oleh masing-masing model dipengaruhi oleh (1) proporsi dana (alokasi dana) yang diinvestasikan pada masing-masing saham, dimana semakin besar alokasi dana yang diinvestasikan pada saham yang masuk dalam portofolio optimal, semakin besar imbal hasil yang diharapkan (expected return) dari saham yang bersangkutan (2) strategi asset allocation, dimana hal ini merupakan proses yang dilakukan untuk menentukan simulasi optimal dari beberapa saham yang optimal dari risiko maupun imbal hasilnya (3) faktor risiko saham yang dinyatakan dalam beta (risiko pasar/risiko sistematis) (β) akan berpengaruh terhadap besarnya imbal hasil (expected return) yang diharapkan dari suatu saham yang semakin besar beta (risiko sistematis) akan menjadikan semakin besar pula potensi imbal hasil yang diharapkan dari saham yang bersangkutan
185
Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 15, No. 3, Sept—Des 2008, hlm. 178-187
Tabel 14. Perbandingan Kinerja Portofolio Optimal No
Kriteria
Model Indeks Tunggal
Model Korelasi Konstant
1
Imbal Hasil
0.10415
0.12713
2
Deviasi Standar
0.014866
0.022694
3
Excess return to variability measure
0.067716
0.054484
4
Excess return to beta/Reward to volatility ratio
0.100678
0.113228
5
Differential Return dengan Risiko Diukur dengan Beta
0.000678
0.000777
6
Differential Return dengan Risiko Dinyatakan Sebagai Deviasi Standar
0.0273
0.03082
7
Volatility (β) systemtic risk of portfolio
0.88866
1.092014
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2007
(4) kovarians atau koefisien korelasi antar saham dalam suatu portofolio dan (5) jumlah saham yang membentuk portofolio. Portofolio yang dibentuk dengan menggunakan model korelasi konstan terdiri dari empat saham, yang masing-masingnya memiliki potensi imbal hasil: Saham TLKM mendapatkan potensi imbal hasil sebesar 6,873%, Saham ASII sebesar 3,037%, Saham INTP sebesar 1,754%, dan Saham PNBN sebesar 1,048%. Portofolio yang dibentuk dengan menggunakan model indeks tunggal terdiri dari tiga belas saham yang masing-masingnya menghasilkan imbal hasil: Saham INCO sebesar 0,2806%, Saham INTP sebesar 1,11306%, Saham ASII sebesar 1,4031%, Saham TLKM sebesar 2,1255%, Saham INKP sebesar 0,6052%, Saham BBCA sebesar 0,5176%, Saham PNBN sebesar 0,9586%, Saham KLBF sebesar 0,6500%, Saham ISAT sebesar 0,5687%, Saham SMCB sebesar 0,5838%, Saham MEDC sebesar 0,4772%, Saham UNVR sebesar 0,6150%, dan Saham BLTA sebesar 0,4990%. Data diatas memperlihatkan bahwa Saham TLKM yang dibentuk dengan menggunakan model korelasi konstan yang terdiri dari empat saham memiliki potensi imbal hasil yang lebih besar jika dibandingkan dengan menggunakan model indeks tunggal yang dibentuk dari tiga belas saham, dimana jika dibentuk dengan menggunakan model indeks tunggal, Saham TLKM memiliki potensi imbal hasil sebesar 2,1255%, sementara itu jika dibentuk dengan menggunakan model korelasi konstan, Saham TLKM memiliki potensi imbal hasil sebesar 6,873%. Beberapa hal penting yang berkaitan dengan risiko portofolio yang dibentuk dengan menggunakan model indeks tunggal dan model korelasi konstan adalah pertama, risiko individual (risiko masing-masing saham) dapat diperkecil dengan membentuk portofolio. Saham-saham yang masuk dalam portofolio optimal dengan menggunakan model korelasi konstan, yaitu Saham TLKM (risiko 2,4%), Saham ASII (risiko 2,91%), Saham INTP (risiko 3,12%), dan Saham PNBN (risiko 3,12%) memiliki risiko yang lebih besar jika dibandingkan dengan risiko portofolio sebesar 2,2894%. Sementara itu, saham-saham yang masuk dalam portofolio dengan menggunakan model indeks tunggal, yaitu Saham INCO (risiko 3,38%), Saham INTP (risiko 3,12%), Saham ASII (dengan risiko 2,91%), Saham
TLKM (risiko 2,40%), Saham INKP (risiko 3,66%), Saham BBCA (risiko 3.89%), Saham PNBN (risiko 3,12%), Saham KLBF (risiko 3,4%), Saham ISAT (risiko 3,87%), Saham SMCB (risiko 3,49%), Saham MEDC (risiko 2,90%), Saham UNVR (risiko 1,95%), dan Saham BLTA (risiko 3,38%) memiliki risiko yang lebih besar jika dibandingkan dengan risiko portofolio sebesar 1,4866%. Hal kedua, penurunan risiko dalam berinvestasi dapat dilakukan dengan melakukan diversifikasi, yang dilakukan dengan harapan apabila terjadi penurunan pengembalian satu saham akan ditutup dengan kenaikan pengembalian saham yang lain. E. Penilaian Kinerja Portofolio Peneliti mencoba memberikan gambaran mengenai simulasi portofolio optimal yang dibentuk dengan menggunakan model indeks tunggal maupun portofolio yang dibentuk dengan menggunakan model korelasi konstan. Pemilihan tersebut didasarkan pada penilaian kinerja terhadap portofolio optimal yang dibentuk dengan model indeks tunggal dan model korelasi konstan. Tabel 14 menggambarkan bahwa pada dasarnya portofolio optimal yang dibentuk dengan menggunakan model korelasi konstan memiliki kinerja yang lebih baik jika dibandingkan dengan portofolio optimal yang dibentuk dengan menggunakan model indeks tunggal. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, tingkat imbal hasil yang diharapkan (expected return) dari portofolio yang dibentuk dengan menggunakan model korelasi konstan lebih besar jika dibandingkan dengan imbal hasil yang diharapkan (expected return) dari portofolio yang dibentuk dengan menggunakan model indeks tunggal. Portofolio yang dibentuk dengan menggunakn model korelasi konstan berpotensi menghasilkan imbal hasil sebesar 12,713%, sementara portofolio yang dibentuk dengan menggunakan model indeks tunggal berpotensi menghasilkan imbal hasil sebesar 10,415%. Pertimbangan kedua, excess return to beta yang menggambarkan perubahan risiko sistematis (systematic risk) terhadap peningkatan kinerja portofolio dari model korelasi konstan lebih besar jika dibandingkan dengan model indeks tunggal. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor besarnya risiko portofolio yang digambarkan dengan beta (risiko sistematik/risiko pasar) pada
EKO, ANALISIS DAN PENILAIAN KINERJA PORTOFOLIO OPTIMAL 186
model korelasi konstan sangat berpengaruh terhadap kinerja portofolio yang bersangkutan. Kondisi ini lebih menggambarkan kondisi pasar yang sebenarnya, karena pada dasarnya beta (β) merupakan ukuran risiko portofolio yang secara implisit mencerminkan bahwa portofolio yang ada merupakan portofolio yang telah didiversifikasikan dengan baik. Diversifikasi diperlukan sebagai langkah dalam mengurangi risiko yang ditimbulkan dari kegiatan investasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa portofolio yang dibentuk dengan model korelasi konstan mencerminkan pilihan optimal yang didasarkan pada proses diversifikasi sehingga dapat mengurangi risiko pada imbal hasil yang optimal. Pertimbangan ketiga, differential return dengan risiko diukur dengan beta yang menggambarkan tingkat keuntungan yang diharapkan pada garis SML (Security Market Line) dari model korelasi konstan memiliki nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan model indeks tunggal. Nilai differential return yang positif dan lebih besar dari model indeks tunggal mengindikasikan bahwa tingkat keuntungan sebenarnya (actual return) dari model korelasi konstan memilki kinerja yang lebih baik, karena portofolio tersebut lebih besar dari tingkat keuntungan yang sesuai dengan persamaan SML (Security Market Line). Pertimbangan keempat, .d i f f e r e n t i a l r e t u r n dengan risiko diukur dengan deviasi standar yang menggambarkan tingkat keuntungan yang diharapkan pada garis CML (Capital Market Line) dari model korelasi konstan memiliki nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan model indeks tunggal. Nilai differential return yang positif dan lebih besar dari model indeks tunggal mengindikasikan bahwa tingkat keuntungan sebenarnya (actual return) dari model korelasi konstan memilki kinerja yang lebih baik karena portofolio tersebut lebih besar dari tingkat keuntungan yang sesuai dengan persamaan CML (Capital Market Line). KESIMPULAN Kombinasi saham-saham yang membentuk portofolio optimal ditentukan dengan melihat peringkat masingmasing saham berdasarkan nilai ERB/Excess Return to Beta (model indeks tunggal) dan ERS/Excess Return to Deviation Standard (model korelasi konstan). Portofolio optimal yang dibentuk dengan menggunakan model indeks tunggal maupun model korelasi konstan mengindikasikan bahwa investor harus mengalokasikan dana terbesarnya pada Saham TLKM, sedangkan portofolio optimal yang dibentuk dengan menggunakan model korelasi konstan memiliki kinerja yang lebih baik jika dibandingkan dengan portofolio optimal yang dibentuk dengan menggunakan model indeks tunggal. Membentuk portofolio optimal, investor harus mempertimbangkan beberapa faktor lain diluar faktor harga saham, Indeks LQ-45, dan tingkat Suku Bunga Bank Indonesia (SBI). Faktor lain yang perlu
dipertimbangkan dalam pembentukan portofolio optimal adalah faktor makro ekonomi dan analisis fundamental emiten. Dua faktor ini perlu dipertimbangkan karena pada dasarnya semakin baik kinerja emiten yang bersangkutan, akan semakin baik pula kinerja saham dari emiten yang bersangkutan. Selain itu, dengan memperhatikan dua hal tersebut diharapkan investor dapat lebih tepat dalam membentuk portofolio yang optimal. Penelitian ini mengasumsikan bahwa tingkat pengembalian antara dua saham atau lebih akan berkorelasi (bergerak bersama) dan mempunyai reaksi yang sama terhadap satu faktor atau indeks tunggal yang dimasukkan dalam model, yaitu Indeks LQ-45. Namun, dalam kenyataannya tingkat pengembalian saham (expected return) dan tingkat risiko yang digambarkan dengan standar deviasi dan kovarians saham secara aktual tidak hanya sensitif terdapat lebih dari satu faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya perlu juga dimasukkan faktor lain selain Indeks LQ-45 (IHSG), yaitu tingkat pengembalian atas investasi (ROI), tingkat pemgembalian atas sekuritas (ROE), tingkat bunga deposito bank pemerintah, tingkat inflasi, laba per saham (EPS), dan faktor lainnya. DAFTAR PUSTAKA Bierman Jr, Harold. 1998. A Utility Approach to The Portfolio Allocation Decision and The Investment Horizon, Journal of Portfolio Management. Chamberlain, Trevor W, Cheung, C. Sherman, and Kwan, Clerence C.Y. 1990. Optimal Portfolio Selection Using The General Multi-Index Model: A Stable Paretion Framework, Decision Science Journal. Elton, Edwin, J., Martin M. 1971. Improved Forecasting Through the Design of Homogenous Groups, Journal of Business. Elton, Edwin, J., Martin J. Gruber, and Manfred Padrebrg. 1976. Simple Criteria for Optimal Portfolio Selection, The Journal of Finance, Vol. 31, No. 5. ____, 1977 Simples Rules Criteria for Optimal Portfolio Selection: Multi Group Case, The Journal of Financial and Quantitative Analysis. ____, 1978. Simples Criteria for Optimal Portfolio Selection: Tracking Out The Efficeint Frontier, The Journal of Portfolio Management. ____, 1978. Optimal Portfolio from Simple Rangking Devices, The Journal of Portfolio Management. Kam, Kathy. 2006. Portfolio Selection Methods, An Empirical Investigation, Los Angeles: University of California. Kwan, Clarence. 1984. Portfolio Analysis Using Single Index, Multi Index. and Constant Correlation Models: A Unified Treatment, The Journal of Finance. Markowitz, Harry M. 1952. Portofolio Selection, Journal of Finance. Rudiyanto, Didik. 2003. Analisis dan Seleksi Saham Dalam Rangka Pembentukan dan Pemilihan Portofolio Saham yang Optimal, Thesis Program Magister Manajemen UMM, tidak dipublikasikan. Saragih, Ferdinand D. 2005. Menjelaskan Perilaku Imbal Hasil Saham
187
Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 15, No. 3, Sept—Des 2008, hlm. 178-187
dari Perspektif Model Asset Pricing: Suatu Studi Literatur Bagi Peneliti di Bidang Keuangan dan Investasi. Jurnal Ilmu Administrasi Organisasi, Bisnis dan Birokrasi, Vol. 13, No. 3 (September). Saragih, Ferdinand D. Manurung Adler H, dan Manurung, Jonni. 2006. Keuangan Bisnis: Teori dan Aplikasi, Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sharpe, William F. 1963. A Simplied Model for Portfolio Analysis, Management Science Journal.
Widyantini, Rahayu. 2004. Single Index Model and Constant Correlation for Optimal Portofolio: Analisa Saham di Bursa Efek Jakarta, Thesis Program Pasca Sarjana FEUI, tidak dipublikasikan. Yasmana, Gema Indri. 2003. Pembentukan Portofolio yang Optimal pada Beberapa Saham yang Tercatat di bursa Efek Jakarta (Studi Kasus Pada Saham-Saham yang Termasuk Dalam LQ45 Dengan Menggunakan Model Indeks Tungal, Thesis Program Magister Manajemen UMM, tidak dipublikasikan.
Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Sept—Des 2008, hlm. 188-195
Volume 15, Nomor 3
ISSN 0854-3844
Implementasi Kebijakan Konversi Desa Menjadi Kelurahan AGNES WIRDAYANTI1* FISIP Universitas Nasional Jakarta
1
Abstract. The research aims to describe the factors that support the successful implementation of amalgamation policy of Depok from a County to a City from 2001 up to 2006. The research used descriptive qualitative approach. The result shows that the implementation of the amalgamation policy ran well since there was no resistance from the people, County and City apparatuses. The factors that affect the amalgamation policy are: communication, resources, the executor’s attitude and the bureaucracy structure of City apparatuses; they become the main subject in the governance process. Quantitatively the number of City employees are sufficient, however qualitatively it is not adequate. These are problems that challenge the local government of Depok. Therefore we need policies and strategies to improve the quality of the apparatuses in order to best serve our people.. Keywords: amalgamation policy, city, county, local autonomy, bureaucracy
PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi di dalam penyelenggaraan pemerintahan. Wujud dari penerapan desentaralisasi tersebut adalah dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk melaksanakan otonomi (Baedhowi, 2006). Dasar pelaksanaan desentralisasi di Indonesia adalah Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, diatur dengan undang-undang. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Sedangkan pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi beserta tugas pembantuan. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Depok memperkuat status Kota Depok sebagai daerah otonom. Kota Depok tidak lagi bersifat administratif dan terbatas tetapi memiliki kewenangan secara luas, nyata, dan bertanggung jawab dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Adanya peningkatan status dari kota administratif menjadi kota, Depok mengalami banyak perubahan yang meliputi tata kota dan tata wilayahnya. Hal ini dipertegas dengan dikeluarkannya Perda Kota Depok Nomor 09 Tahun 2001 tentang Konversi Desa menjadi kelurahan yang menyebutkan pada pasal 2 ayat 1 bahwa “desa-desa di Kota Depok dengan berlakunya peraturan daerah ini ditetapkan menjadi kelurahan”. _________________ *Korespondensi: +62811188097;
[email protected]
Dengan demikian, sebanyak 38 desa yang berada di empat wilayah kecamatan di Kota Depok dikonversi menjadi kelurahan, yakni Kecamatan Pancoran Mas sebanyak 5 desa, Kecamatan Cimanggis sebanyak 12 desa, Kecamatan Sawangan sebanyak 14 desa, dan Kecamatan Limo sebanyak 7 desa. Pembentukan kelurahan sebagai perangkat daerah Kota Depok membawa implikasi terhadap munculnya tuntutan kepada aparatur kelurahan untuk menjalankan peran dan fungsinya secara optimal. Perda Nomor 09 Tahun 2001 menyebutkan bahwa tingkatan administratif terendah di wilayah Kota Depok berada di tingkat kelurahan sehingga kelurahan merupakan organisasi pemerintahan yang berhadapan langsung dengan masyarakat dan merupakan ujung tombak terdepan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam memberdayakan, melayani, dan mengendalikan masyarakat. Hal ini sejalan dengan tujuan dibentuknya kelurahan yakni untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, melaksanakan fungsi pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Pemilihan Kota Depok sebagai lokasi pengkajian atau penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan sejalan dengan diimplementasikannya UU Nomor 22 Tahun 1999, tindak lanjut Kota Depok terhadap dua produk hukum pusat tersebut adalah menetapkan Perda Nomor 09 Tahun 2001 tentang Penetapan Kelurahan. Keberadaan perda tersebut, mencerminkan komitmen awal Kota Depok untuk meningkatkan pelayanan masyarakat, melaksanakan fungsi pemerintahan, dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut digambarkan oleh Bifolco dan Ladd (2005) yang menyatakan bahwa peningkatan penyelenggaraan pelayanan publik dapat didorong
189 Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 15, No. 3, Sept—Des 2008, hal. 188-195
melalui penataan secara kelembagaan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan konversi desa menjadi kelurahan. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini bersifat deskripsi. Sumber data utama adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan, seperti dokumen, telaah pustaka, dan lain-lain. Adapun jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer yang bersumber dari informan. Informan dalam penelitian ini adalah Kepala Bagian Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah Pemerintah Kota Depok, Kepala Sub-Bagian Pemerintahan Kecamatan dan Kelurahan Pemerintah Kota Depok, Camat Pancoran Mas, Lurah Ratu Jaya Kecamatan Pancoran Mas, Lurah Cipayung Jaya Kecamatan Pancoran Mas, Lurah Bedahan Kecamatan Sawangan, dan tokoh masyarakat. Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran secara ilmiah dan wacana bagi penyelenggara pemerintahan di Kota Depok, khususnya pada tingkat kelurahan. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Komunikasi Rapat koordinasi merupakan tahapan awal dari pelaksanaan kebijakan konversi desa menjadi kelurahan. Rapat koordinasi yang merupakan bagian dari komunikasi antar masyarakat, Badan Perwakilan Desa, kepala desa, dan pemerintah daerah ditujukan untuk membahas usulan dan kesepakatan tentang perubahan status desa menjadi kelurahan. Masalah koordinasi akan menjadi lebih sulit jika melibatkan banyak lembaga (Jennnings dan Ewalt, 1998). Rapat koordinasi ini menjadi penting karena dalam rapat koordinasi inilah dibicarakan bagaimana mensosialisasikan perubahan status desa menjadi kelurahan dan apa saja fungsi serta tugas pokok kelurahan. Lebih dari itu, pada rapat koordinasi diharapkan ada masukan, kritik ataupun saran dari segenap komponen masyarakat bagi pelaksanaan kebijakan tersebut. Rapat koordinasi merupakan wahana komunikasi antarpelaksana kebijakan untuk merumuskan detail-detail apa yang hendak diimplementasikan. Dalam hal ini, rapat koordinasi harus memaparkan wewenang, tugas (job description), dan fungsi masing-masing instansi pemerintah sekaligus menetapkan lurah sebagai leading sector. Menanggapi arti penting rapat koordinasi, Kasubbag. Pemerintahan dan Kecamatan Pemerintah Kota Depok Yudi Suparyadi menjelaskan, “Dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 09 tahun 2001 tentang Penetapan
Kelurahan, pihak pemerintah Kota Depok selalu berkoordinasi dengan pemerintah kecamatan maupun di tingkat kelurahan. Dalam hal ini koordinasi dalam bentuk rapat ini dilakukan dengan teratur dan kontinuitas, seperti mengadakan pertemuan mingguan ataupun pertemuan yang sifatnya antarpimpinan” Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat bahwa pemerintah Kota Depok berserta aparat kecamatan, kelurahan, dan komponen masyarakat berusaha untuk memperoleh hasil maksimal dari kebijakan konversi desa menjadi kelurahan tersebut. Koordinasi yang dilakukan oleh pihak pemerintah Kota Depok melalui bagian Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah tidak hanya dilakukan dengan pihak kecamatan dan kelurahan saja tetapi juga dengan bagian-bagian lain di pemerintahan Kota Depok, misalnya dengan bagian keuangan dan kepegawaian. Koordinasi dalam bentuk hubungan kerja ini dilakukan melalui mekanisme rapatrapat internal di lingkungan instansi pemerintah daerah Kota Depok. Pelaksanaan koordinasi, dalam penyelenggaraan pemerintahan diharapkan (1) dapat dicegah dan dihilangkan titik pertentangan; (2) para pejabat ataupun petugas terpaksa berpikir dan berbuat dalam hubungan sasaran dan tujuan bersama; (3) dapat dicegah terjadinya kesimpangsiuran dan duplikasi kegiatan; (4) dapat mengembangkan prakarsa dan daya improvisasi para pejabat atau petugas karena dalam rangka koordinasi mau tidak mau harus mendapatkan cara dan jalan yang cocok bagi pelaksanaan-pelaksanaan tugas secara menyeluruh dan mencapai keseimbangan dan keserasian. Jika diamati secara sekilas, konversi desa menjadi kelurahan di Kota Depok yang telah dilakukan berjalan dengan lancar tanpa adanya hambatan yang berarti. Di awal ditetapkannya desa menjadi kelurahan, kepala desa menjabat sebagai lurah. Namun, ketika masa jabatannya habis maka digantikan dengan lurah baru yang ditunjuk oleh Pemerintah Kota Depok yang tentu saja belum mengenal karakteristik daerahnya sehingga menimbulkan sikap resistensi dari masyarakat setempat. Hal ini terjadi di beberapa wilayah kelurahan baru, seperti di wilayah Kelurahan Ratu Jaya yang sudah mengalami tiga kali masa kepemimpinan lurah. Implementasi kebijakan konversi desa menjadi kelurahan yang dilaksanakan di Kota Depok secara kronologis melalui beberapa tahapan kegiatan, yaitu tahap persiapan, yakni rapat koordinasi antar masyarakat, perangkat desa dan instansi yang terkait, tahap sosialisasi kepada masyarakat, dan tahap pengawasan. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 yang mengemukakan tentang tata cara pengajuan dan penetapan perubahan