PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEPSI GURU TERHADAP METODE PENGAJARAN UNTUK ANAK HIPERAKTIF KELAS IV SD PELANGI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh: Dwi Marginingsih NIM : 121134215
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN MOTTO
“No one has the ability to do something perfect. But each person is given a lot of opportunity to do something right.” “Tidak seorangpun punya kemampuan untuk melakukan sesuatu yang sempurna. Namun, setiap orang diberi banyak kesempatan untuk melakukan sesuatu yang benar.”
“Do the best you can do, then God will do the best you can't do.” “Lakukan hal terbaik yang bisa kamu lakukan, setelah itu Tuhan akan melakukan yang terbaik yang tidak bisa kamu lakukan.” (Wilson Kanadi)
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan yang pertama untuk Tuhan Yang Maha Esa yang selalu menyertai dan menguatkan saya dalam menjalani kehidupan. Kedua, saya persembahkan untuk orang tua, yaitu Bapak Bomin Kartono dan Ibu Asih Handayani yang selalu memberikan yang terbaik, semangat, memenuhi segala kebutuhan saya, serta doa demi kesuksesan dan masa depan saya. Ketiga, peneliti persembahkan untuk Anik Parminingsih dan Aprilia Wahyu Ning Tyas yang selalu memberikan semangat dan menyebut nama saya dalam setiap doanya. Keempat, skripsi ini dipersembahkan untuk Ady Prasetyo yang selalu memotivasi saya untuk melakukan yang terbaik dalam hidup. Skripsi ini juga saya persembahkan untuk dosen-dosen saya yang selalu memberikan bimbingan dan mendidik saya menjadi calon pendidik yang baik. Teman-teman seperjuangan saya yang saling memberikan semangat dalam menjalani hidup. Terakhir, saya persembahkan untuk Universitas Sanata Dharma yang telah menuntun saya menjadi calon pendidik yang bermutu dan berkualitas.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK PERSEPSI GURU TERHADAP METODE PENGAJARAN UNTUK ANAK HIPERAKTIF KELAS IV DI SD PELANGI Dwi Marginingsih NIM : 121134215 Perilaku yang ditunjukkan anak hiperaktif di kelas dapat menghambat proses pembelajaran. Perilaku anak hiperaktif tersebut mengakibatkan munculnya berbagai persepsi antarguru. Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan mengenai (1) persepsi guru terkait dengan anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi, (2) persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi, dan (3) persepsi guru terhadap anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi terkait dengan metode pengajaran. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen penelitian yang digunakan peneliti adalah perekam, alat tulis, dan teks anecdot, dan peneliti itu sendiri. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah reduksi data, display data, dan menarik kesimpulan serta verifikasi. Berdasarkan hasil penelitian dari observasi, wawancara, dan dokumentasi yang telah peneliti lakukan menunjukkan adanya persamaan persepsi guru yang mengampu di kelas IV SD Pelangi tentang anak hiperaktif dengan teori anak hiperaktif. Persepsi guru terkait dengan kondisi siswa yang mengalami hiperaktif juga memiliki kesamaan dengan teori anak hiperaktif. Begitu pula mengenai persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif, yaitu perpaduan berbagai metode pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran utuh. Metode pengajaran tersebut adalah perpaduan antara metode pengajaran berpusat pada siswa dan metode konvensional. Pedoman guru dalam pemilihan metode pengajaran adalah materi, karakteristik anak, dan kemampuan anak. Tingkat keberhasilan penggunaan metode pengajaran tersebut bergantung dengan suasana hati anak. Kata Kunci: Persepsi Guru, Metode Pengajaran, Anak Hiperaktif
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT TEACHERS’ PERCEPTION TOWARD TEACHING METHOD FOR HYPERACTIVE STUDENTS IN THE FORTH GRADE OF PELANGI ELEMENTARY SCHOOL Dwi Marginingsih NIM: 121134215 The behavior presented by hyperactive children in the classroom might hinder the learning process there. That behavior can result diverse perception among teachers. Based on this background, the purposes of this study are to describe the (1) the perception of teachers about hyperactive children in the fourth grade of Pelangi Elementary School, (2) the perception of teachers on teaching method for hyperactive children in the fourth grade of Pelangi Elementary School, (3) the perception of teachers toward hyperactive children in the fourth grade of Pelangi Elementary School about teaching method. This research method is qualitative descriptive. Methods of data collection in this study are by observation, interview, and documentation. The instrument used in this study are recorders, stationery, text anecdot, and researcher itself. Data analysis techniques used in research are by data reduction, data display, and finally draw conclusions and verification. The results from observations, interviews, and documentation which has been done indicate a common perception between administer teacher in fourth grade of Pelangi Elementary School toward hyperactive children with theory of hyperactive child. Teachers' perceptions toward children with hyperactive conditions is similar to theory of hyperactive children. Teacher's perception of the teaching method for hyperactive children is a combination of various methods of teaching that are packed in one learning intact. The teaching method is a combination of student-centered teaching methods and conventional methods. Teachers' guidance in teaching method is by considering material, characteristic and ability of each child. The success rate of the use of teaching method depends also on the mood of the children. Keywords: Teacher's Perception, Teaching Method, Hyperactive Children
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Persepsi Guru Terhadap Metode Pengajaran Untuk Anak Hiperaktif Kelas IV SD Pelangi” ini dengan baik. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, serta dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari berbagai hambatan, seperti keterbatasan waktu, pengetahuan, dan pengalaman. Namun, berkat semangat dan dukungan dari berbagai pihak, penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Universitas Sanata Dharma, yaitu Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, Eny Winarti, S.Pd., M.Hum., Ph.D., dan Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S. Psi., M. Psi. selaku dosen pembimbing I dan pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan petunjuk selama proses penelitian dan penulisan skripsi hingga selesai. x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii HALAMAN MOTTO ......................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN.......................................................................... v LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................... vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ......................................... vii ABSTRAK .......................................................................................................... viii ABSTRACT ......................................................................................................... ix KATA PENGANTAR ......................................................................................... x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1 1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................. 7 1.3 Pembatasan Masalah ................................................................................ 7 1.4 Rumusan Masalah .................................................................................... 7 xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.5 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8 1.6 Manfaat Penelitian .................................................................................... 8 1.7 Definisi Operasional ................................................................................. 9 BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................ 10 2.1 Kajian Pustaka .......................................................................................... 10 2.1.1 Deskripsi Partisipan yang Diteliti ................................................... 10 2.1.2 Persepsi............................................................................................. 12 2.1.3 Metode Pengajaran .......................................................................... 19 2.1.4 Hiperaktivitas .................................................................................. 25 2.2 Hasil Penelitian yang Relevan .................................................................. 30 2.3 Kerangka Teori ......................................................................................... 34 2.4 Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 36 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 37 3.1 Jenis Penelitian .......................................................................................... 37 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 39 3.3 Partisipan Penelitian .................................................................................. 40 3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ................................................ 43 3.5 Instrumen Penelitian .................................................................................. 46 3.6 Teknik Keabsahan Data ............................................................................. 48 3.7 Analisis Data ............................................................................................. 52 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 55 4.1 Hasil Penelitian .......................................................................................... 55 xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.1.1 Deskripsi Partisipan Penelitian ........................................................ 55 4.2 Pembahasan ............................................................................................... 75 BAB V PENUTUP .............................................................................................. 91 5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 91 5.2 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 92 5.2 Saran .......................................................................................................... 92 DAFTAR REFERENSI ..................................................................................... 94
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Terjadinya Persepsi menurut Walgito (2010) ....................... 16 Gambar 2.2 Skema Proses Terjadinya Persepsi menurut Walgito (2010) ........... 17 Gambar 2.3 Literatur Map Penelitian-penelitian Relevan ................................... 33 Gambar 3.3 Bagan Triangulasi Metode ............................................................... 50 Gambar 3.4 Bagan Triangulasi Sumber ............................................................... 51
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Waktu Penelitian .................................................................................. 40 Tabel 3.2 Alur Instrumen Penelitian .................................................................... 48
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Teks Anekdot .................................................................................... 97 Lampiran 2 Hasil Triangulasi Data ...................................................................... 101 Lampiran 3 Theoritical Cooding .......................................................................... 109 Lampiran 4 Catatan Memo ................................................................................... 111 Lampiran 5 Analisis Data ..................................................................................... 119 Lampiran 6 Riwayat Peneliti ................................................................................ 121
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab I ini, peneliti akan menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definsi operasional. Peneliti membahas ketujuh topik tersebut secara berurutan. 1.1
Latar Belakang Masalah Sesuai dengan kodrat alami manusia, setiap individu terlahir dengan kelebihan dan kekurangan yang berbeda. Beberapa diantaranya adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus. Anak-anak berkebutuhan khusus merupakan anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak lainnya. Pada umumnya, anak memiliki karakteristik khusus tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik (Murtiningsih, 2013). Pernyataan tersebut sesuai dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “Anak yang memiliki kelainan fisik dan mental tersebut disebut anak berkebutuhan khusus” (Wiyani, 2014). Anak berkebutuhan khusus terdiri dari bermacam-macam, diantaranya hiperaktif, autis, asperger disorder, retardasi mental, sindroma down, dyslexia, diskalkulia, disgrafia, dan masih ada istilah-istilah lainnya (Murtiningsih, 2013). Salah satu anak yang berkebutuhan khusus adalah hiperaktif. Anak
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
hiperaktif merupakan anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas atau Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) (Zaviera, 2014). Gangguan perilaku ini ditandai dengan adanya gangguan pemusatan perhatian, pembicaraan yang lepas kontrol, serta gerakan yang berlebihan melebihi gerakan yang dilakukan anak pada umumnya (Wiyani, 2014). Mereka kurang mampu mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak dapat membedakan mana gerakan penting dan gerakan tidak penting. Mereka melakukan gerakan tersebut secara terus-menerus tanpa mengenal lelah. Hal ini menyebabkan mereka kesulitan dalam memusatkan perhatiannya (Koasih, 2012). Setiap anak hiperaktif memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Anak hiperaktif terdiri dari tiga tipe, yaitu tipe inatensi, tipe hiperaktif-implusif, dan tipe kombinasi. Anak-anak berkebutuhan khusus, terutama anak hiperaktif, membutuhkan pelayanan pendidikan sesuai kebutuhan mereka untuk mencapai potensi yang maksimal. Pendidikan yang efektif sangat bergantung pada lingkungan tempat anak tersebut belajar dan pemenuhan kebutuhan sosial, emosional, dan pembelajaran mereka (Thompson, 2010). Hal ini sesuai dengan pasal 32 UUD 1945 ayat 1 yang berbunyi: “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran kerena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.” Salah satu pelayanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
pendidikan khusus yang pemerintah berikan kepada anak berkebutuhan khusus adalah sekolah inklusi. Tujuan didirikan sekolah inklusi ini adalah membantu anak berkebutuhan khusus dalam belajar agar dapat memahami materi dengan maksimal (Fitriani, 2012). Salah satu faktor yang harus dimiliki dan dioptimalkan dalam sekolah inklusi adalah guru. Secara umum, peran guru dalam kegiatan belajar mengajar adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi anak pada semua jenjang pendidikan. Guru juga memiliki peran sebagai fasilitator, mengembangkan bahan ajar, meningkatkan kemampuan peserta didik, serta menciptakan situasi dan kondisi belajar mengajar yang menyenangkan (Sanjaya, 2006). Pernyataan tersebut didukung hasil penelitian Haryantiningsih (2015) tentang usaha guru untuk memusatkan perhatian anak hiperaktif. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa cara guru untuk memusatkan perhatian anak dengan memberikan bimbingan klasikal melalui pemberian hadiah, pujian, menciptakan suasana belajar menyenangkan dalam bentuk permainan, memberikan perhatian khusus, menasihati, menempatkan anak pada posisi duduk paling depan, dan komunikasi dengan kalimat efektif. Dengan demikian, guru memiliki peranan penting dalam membantu anak yang mengalami berbagai macam gangguan belajar, seperti membaca, menulis, berhitung, dan berbicara. Salah satu langkah yang digunakan guru untuk membantu anak tersebut dengan menggunakan berbagai metode pengajaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
Guru mempunyai pandangan yang berbeda terhadap setiap karakteristik anak di kelas terutama kelas inklusi yang terdapat anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus tersebut dalam proses pembelajaran membutuhkan pengajaran khusus, sehingga guru memiliki peran penting dalam penerapan metode pengajaran. Kenyataan tersebut memunculkan persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Persepsi merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Proses persepsi tidak lepas dari proses penginderaan. Proses penginderaan ini akan berlangsung setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui alat-alat indera (Walgito, 2010). Setiap stimulus yang diterima oleh masing-masing individu berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu, seperti sikap, kebiasaan, dan kemauan. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu yang meliputi stimulus itu sendiri, baik sosial maupun fisik (Sarwono, 2009). Dengan demikian, setiap guru memiliki persepsi atau pandangan yang berbeda terhadap metode pengajaran yang tepat untuk anak hiperaktif. Peneliti melakukan studi pendahuluan di SD Pelangi terhadap anak hiperaktif. Berdasarkan hasil observasi tersebut, peneliti menemukan bahwa di kelas IV terdapat anak berkebutuhan khusus. Dari anak berkebutuhan khusus tersebut, peneliti melihat perilaku Abi yang berbeda dari anak-anak lainnya. Perilaku yang ditunjukkan Abi antara lain sulit berkonsentrasi, perhatiannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
mudah teralih, misalnya ketika mendengarkan penjelasan guru, tiba-tiba dia menyanyi atau memainkan pensil dan menggerak-gerakkan tangannya. Abi terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap lawan bicaranya. Abi sering menyela pembicaraan orang lain, membutuhkan waktu lama untuk mengerjakan tugas, dan terkadang dia juga tidak menyelesaikannya. Selain melakukan observasi, peneliti juga melakukan wawancara dengan guru kelas. Wawancara pertama dilakukan pada hari Sabtu tanggal 03 Oktober 2015. Wawancara antara peneliti dengan partisipan II ini berlangsung selama satu jam dari pukul 08:00-09:00 WIB di ruang tamu sekolah. Berdasarkan hasil wawancara guru kelas menceritakan bagaimana keseharian Abi saat di kelas, diantaranya anak lebih aktif dibandingkan dengan teman-temannya, terkadang Abi sering menyela pembicaraan orang lain terutama saat beliau menjelaskan materi, dan berbicara berlebihan di luar materi yang sedang dipelajari. Abi memiliki hobi bernyanyi, bahkan sering bernyanyi selama proses pembelajaran. Peneliti tidak hanya melakukan wawancara dengan guru kelas, tetapi juga melakukan wawancara dengan guru pendamping pribadi Abi dan guru pendamping khusus. Hasil wawancara dengan guru pendamping pribadi dan guru pendamping khusus dapat disimpulkan bahwa Abi suka mencari perhatian, tingkah laku dan berbicara yang berlebihan, sering membantah atau menyela pembicaraan orang lain, dan selalu menonjolkan diri bahwa dirinya sudah bisa, meskipun pada kenyataannya dia belum bisa. Selain itu, Abi sering menyanyi saat pembelajaran berlangsung. Abi memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
ini terlihat ketika Abi mengajukan banyak pertanyaan secara terus-menerus meskipun pertanyaan sebelumnya belum selesai dijawab. Berdasarkan perilaku yang ditunjukkan Abi, baik guru kelas, guru pendamping pribadi, maupun guru pendamping khusus menjadikannya pedoman untuk menyatakan bahwa Abi termasuk anak hiperaktif. Guru kelas menambahkan “Itu kan setiap tahunnya dari kelas 1 sampai kelas 4 ini, kebetulan Abi assesmentnya adalah hiperaktif.” Pernyataan guru kelas ini diperkuat dengan hasil assesment yang telah dilakukan oleh ketiga guru, yaitu guru kelas, guru pendamping pribadi, dan guru pendamping khusus sekolah yang menunjukkan bahwa Abi termasuk anak hiperaktif. Berdasarkan pengalaman yang peneliti alami tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji tentang persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Peneliti akan menguraikan tentang bagaimana persepsi guru terhadap anak hiperaktif dan persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi atau mengetahui gambaran bagaimana persepsi guru terhadap anak hiperaktif dan persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Judul dari penelitian ini adalah “Persepsi Guru Terhadap Metode Pengajaran untuk Anak Hiperaktif Kelas IV SD Pelangi.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, peneliti dapat mengidentifikasi permasalahan bahwa ada anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi dan belum diketahui adanya persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif.
1.3
Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti akan membatasi masalah dalam penelitian ini oleh persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi.
1.4
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut: 1.4.1 Bagaimanakah persepsi guru terkait dengan anak hiperaktif kelas kelas IV SD Pelangi? 1.4.2 Bagaimanakah persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi? 1.4.3 Bagaimanakah persepsi guru terhadap anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi terkait dengan metode pengajaran?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
1.5
Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.5.1 Penelitian ini untuk mengeksplorasi atau mengetahui gambaran tentang persepsi guru terkait dengan anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi. 1.5.2 Penelitian ini untuk mengeksplorasi atau mengetahui gambaran persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi. 1.5.3 Penelitian ini untuk mengeksplorasi atau mengetahui gambaran persepsi guru terhadap anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi terkait dengan metode pengajaran.
1.6
Manfaat Penelitian 1.6.1 Bagi Guru Hasil penelitian dapat dijadikan bahan referensi guru untuk menggunakan metode pengajaran yang tepat untuk anak hiperaktif di kelas. 1.6.2 Bagi Sekolah Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk meningkatkan kualitas sekolah, khususnya sekolah inklusi tentang metode pengajaran yang tepat untuk anak hiperaktif 1.6.3 Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber untuk melakukan studi tentang persepsi guru terhadap anak hiperaktif atau melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
penelitian yang sejenis sebagai pembanding dengan penelitian yang telah dilakukan peneliti lain. 1.6.4 Peneliti Proses dan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. 1.7
Definisi Operasional Pada penelitian ini, peneliti memberikan pengertian-pengertian agar memudahkan pembaca dan tidak menimbulkan kesalahpahaman pembaca, maka pengertian-pengertian yang digunakan peneliti sebagai berikut: 1.7.1 Persepsi merupakan proses penginterpretasian stimulus dari lingkungan sekitar melalui alat indera, sehingga mampu menafsirkan apa yang diinderakan. 1.7.2 Metode pengajaran adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. 1.7.3 Hiperaktif merupakan gangguan pada perilaku tidak normal yang ditandai dengan adanya gangguan pemusatan perhatian, pembicaraan yang lepas kontrol, serta gerakan yang berlebihan melebihi gerakan yang dilakukan anak pada umumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab II, peneliti memaparkan empat topik yang mencakup kajian teori, penelitian yang relevan, kerangka teori, dan pertanyaan penelitian. Pada kajian teori, peneliti membahas tentang teori-teori yang berkaitan dengan persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif dan mendeskripsikan anak hiperaktif. Pada penelitian yang relevan, peneliti memaparkan hasil penelitian orang lain yang relevan dengan penelitian ini. Pada kerangka teori, peneliti memberikan gambaran kepada pembaca untuk memahami penelitian yang dilakukan. Pertanyaan penelitian berkaitan dengan rumusan masalah dalam penelitian ini. 2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Deskripsi Partisipan yang diteliti Partisipan pertama dalam penelitian ini bernama Abi. Abi adalah siswa laki-laki yang berusia 10 tahun kelas IV SD Pelangi. Abi merupakan anak pertama dari dua bersaudara, pasangan suami istri Joni dan Irin. Riwayat pendidikan terakhir dari pasangan suami istri tersebut adalah S1 dan D3. Pekerjaan bapak Joni adalah wiraswasta, sedangkan ibu Irin sebagai ibu rumah tangga. Abi memiliki hobi bernyanyi dan bersepeda. Abi menyukai hal-hal yang berkaitan dengan otomotif, bahkan dia rela menyisihkan uang sakunya untuk membeli majalah otomotif. Abi juga mengikuti beberapa ekstrakurikuler wajib dan tambahan di sekolah. Ekstrakurikuler tambahan
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
yang diikuti Abi adalah pencak silat, futsal, dan renang. Data tersebut berdasarkan hasil observasi dan wawancara baik dengan Abi, guru kelas, pendamping pribadi Abi, maupun guru pendamping khusus. Berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat Abi secara fisik terlihat seperti anak tidak memiliki kebutuhan khusus. Abi memiliki anggota tubuh yang lengkap tanpa kekurangan satupun. Begitu pula dengan aspek afektif, Abi mampu bersosialisasi dengan teman-temannya. Secara psikomotorik, Abi masih memerlukan pendampingan terutama dalam hal menggunting, menggaris atau membuat sebuah prakarya. Secara kogitif, Abi memiliki kemampuan rata-rata. Abi menyukai mata pelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan dan menghafal, seperti IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia. Abi kurang menyukai pelajaran yang berkaitan dengan angka, seperti Matematika. Hal ini mempengaruhi nilai Matematika Abi lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai pelajaran lainnya. Saat ini, Abi masih kesulitan dalam pelajaran Matematika. Nilai Abi hampir semua mata pelajaran di atas KKM, kecuali Matematika. Informasi tersebut peneliti dapatkan dari hasil studi dokumen dan wawancara dengan Abi, guru kelas, guru pendamping pribadi, dan guru pendamping khusus. Berdasarkan hasil observasi, perilaku yang ditunjukkan Abi selama proses pembelajaran antara lain perhatiannya mudah teralih dengan hal-hal yang menarik baginya, membutuhkan waktu lama dalam menyelesaikan tugas, sering melakukan aktivitas yang berlebihan, dan sering meninggalkan tempat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
duduk. Abi terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap lawan bicaranya, namun dia dapat merespon dengan baik. Abi sering menyela pembicaraan orang lain, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan tersebut selesai diberikan, dan tanpa berpikir terlebih dahulu jawabannya. Selain itu, Abi sering lupa tidak membawa buku atau mengerjakan PR dan sering kehilangan barang milik pribadinya, seperti pensil atau penghapus. 2.1.2 Persepsi 2.1.2.1 Pengertian Persepsi Persepsi merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera (Walgito, 2010). Proses persepsi tidak lepas dari proses penginderaan. Proses pengideraan adalah proses pendahulu dari proses persepsi. Proses penginderaan berlangsung pada waktu individu menerima stimulus melalui alat-alat indera (Walgito, 2010). Alat-alat indera tersebut terdiri dari mata sebagai alat pengideraan, telinga sebagai alat pendengaran, hidung sebagai alat pembauan, lidah sebagai alat pengecapan, dan kulit pada telapak tangan sebagai alat perabaan. Kelima alat indera tersebut digunakan untuk menerima stimulus dari luar individu. Hal ini sama seperti yang diungkapkan Sarwono (2009) bahwa persepsi merupakan stimulan dari luar yang dibawa masuk ke dalam syaraf melalui alat-alat indera (Sarwono, 2009). Robbin (Danarjati, 2013) mendeskripsikan persepsi yang berkaitan dengan lingkungan, proses individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan mereka agar memberi makna pada lingkungan mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
Stimulus pada persepsi berasal dari luar maupun dalam diri individu. Namun, sebagian besar stimulus berasal dari luar. Persepsi dapat diungkapkan karena perasaan, kemampuan berpikir, dan pengalaman individu yang tidak sama. Hal ini mempengaruhi seseorang dalam mempersepsikan suatu stimulus yang berbeda antara individu satu dengan lainnya (Jacobsen, 2009). Berdasarkan beberapa pengertian persepsi, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan proses penginterprestasian stimulus dari lingkungan sekitar melalui alat indera, sehingga mampu menafsirkan apa yang diinderakan. 2.1.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Sarlito (Danarjati, 2013) mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi perbedaan persepsi antarindividu dan antarkelompok ialah 1. Perhatian; Setiap saat terdapat ratusan bahkan ribuan rangsangan (stimulus) yang tertangkap oleh semua indera kita. Namun, kita tidak mampu menyerap atau menangkap seluruh rangsangan (stimulus) yang ada di sekitar kita. Adanya keterbatasan daya serap dari persepsi, maka kita harus memusatkan perhatian kita pada satu atau dua objek saja. 2. Set; Set adalah kesiapan mental seseorang untuk menanggapi atau menghadapi rangsangan yang timbul dengan cara tertentu. Perbedaan set dapat menyebabkan perbedaan persepsi. 3. Kebutuhan; Setiap manusia pasti mempunyai kebutuhan hidup yang berbeda yang menyebabkan perbedaan persepsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
4. Sistem Nilai; Sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat berpengaruh terhadap persepsi. 5. Tipe Kepribadian; Tipe kepribadian mempengaruhi persepsi. Setiap orang mempunyai tipe kepribadian yang berbeda, sehingga persepsi orang terhadap suatu hal juga berbeda-beda. 6. Gangguan Kejiwaan; Dalam gejala normal, ilusi berbeda dari halusinasi dan delusi yang merupakan kesalahan persepsi penderita gangguan jiwa. Halusinasi adalah keyakinan melihat atau mendengar sesuatu sebagai realita, sedangkan delusi merupakan keyakinan bahwa dirinya menjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan realita (fixed false belief). Keenam faktor persepsi yang diungkapkan oleh Sarlito tersebut sama seperti pendapat Robbin (Danarjati, 2013) yang mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi perbedaan persepsi adalah perilaku, objek yang dipersepsikan, dan konteks dari situasi dimana persepsi itu diberlakukan. Dari pendapat para ahli tersebut, Bimo (Walgito: 2010) menyederhanakan menjadi tiga faktor yang mempengaruhi persepsi sebagai berikut: 1. Objek yang dipersepsi; Objek menimbulkan persepsi (stimulus yang mengenai alat indera). Stimulus muncul baik dari luar individu yang mempersepsi maupun dalam individu yang bersangkutan. 2. Alat indera, syaraf, dan pusat syaraf; Alat indera merupakan alat untuk menerima stimulus. Selain alat indera, syaraf sensoris digunakan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
meneruskan stimulus yang diterima kemudian diteruskan ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. 3. Perhatian; Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu kepada sesuatu atau sekumpulan objek. Thoha (Walgito, 2010) berpendapat bahwa persepsi terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu, seperti sikap, kebiasaan, dan kemauan. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu, meliputi stimulus itu sendiri baik sosial maupun fisik. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi persepsi adalah (1) objek atau stimulus yang dipersepsi, (2) alat indera, syaraf-syaraf, dan pusat susunan syaraf, (3) perhatian sebagai syarat psikologi, (4) kebutuhan, dan (5) sistem nilai. 2.1.2.3 Proses Terjadinya Persepsi Alport
(Danarjati, 2013) menyatakan proses persepsi merupakan
suatu proses kognitif yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan individu. Pengalaman dan proses belajar akan memberikan struktur bagi objek yang ditangkap pancaindera, sedangkan pengetahuan dan cakrawala memberikan makna terhadap objek yang ditangkap individu. Proses terakhir, individu berperan dalam menentukan tersedianya jawaban yang berupa sikap dan tingkah laku individu terhadap objek yang ada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
Objek menimbulkan stimulus dan stimulus tersebut mengenai alat indera. Proses stimulus tersebut merupakan proses kealaman atau proses fisik (Walgito, 2010). Stimulus yang diterima oleh alat indera dilanjutkan syaraf sensoris ke otak. Proses selanjutnya ke otak sebagai pusat kesadaran, sehingga individu menyadari apa yang dilihat, didengar, atau diraba. Proses ini merupakan persepsi yang sebenarnya. Secara skematis proses tersebut tergambar sebagai berikut:
Gambar 2.1 Proses Terjadinya Persepsi menurut Walgito (2010) Keterangan St
: stimulus (faktor luar)
Fi
: faktor intern (faktor dalam, termasuk perhatian)
Sp : struktur pribadi individu Skema tersebut memberikan gambaran bahwa individu menerima beragam stimulus yang datang dari lingkungan. Namun, tidak semua stimulus akan diperhatikan atau diberikan respon. Sebagai akibat dari stimulus yang dipilih dan diterima, individu menyadari dan memberikan respon sebagai reaksi terhadap stimulus tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
Skema tersebut dapat dilanjutkan sebagai berikut:
L
S
R
L
Gambar 2.2 Skema Proses Terjadinya Persepsi menurut Walgito (2010) Persepsi setiap individu selain bergantung pada stimulus dan individunya, juga bergantung pada bermacam-macam faktor. Salah satu faktor persepsi adalah perhatian. Perhatian individu merupakan aspek penting psikologi individu dalam mengadakan persepsi (Walgito, 2010). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka proses persepsi dapat disimpulkan melalui tiga tahap, yaitu (1) tahap penerimaan stimulus, baik stimulus fisik maupun stimulus sosial, melalui alat indera manusia yang mencakup pengenalan dan pengumpulan informasi, (2) tahap pengolahan stimulus melalui proses seleksi dan pengorganisasian informasi, dan (3) tahap perubahan stimulus dalam menanggapi lingkungan melalui proses kognisi yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan. 2.1.2.4 Komponen-komponen Persepsi Sikap adalah suatu interelasi dari berbagai komponen. Komponen persepsi menurut Alport (Danarjati, 2013) ada tiga, yaitu (1) komponen kognitif adalah komponen tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya, (2) komponen afektif adalah komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
dan (3) komponen konatif adalah komponen yang berkaitan dengan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku. Ketiga komponen tersebut sependapat dengan Rokeach (Walgito, 2010) bahwa persepsi terkandung komponen kognitif dan komponen konatif. Komponen konatif adalah sikap predisposing untuk merespon atau berperilaku. Sikap berkaitan dengan perilaku, sehingga sikap seseorang berubah pada objek untuk memahami, merasakan, dan berperilaku. Kedua pendapat dari para ahli tersebut diperjelas kembali oleh pendapat Baron dan Byrne (Danarjati, 2013) persepsi mengandung tiga komponen, yaitu: 1) Komponen perseptual (kognitif), yaitu komponen yang berhubungan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan, serta bagaimana orang mempersepsikan terhadap suatu objek. 2) Komponen emosional (afektif), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal positif, sedangkan rasa tidak senang adalah hal negatif. 3) Komponen perilaku atau action component (konatif), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap suatu objek sikap. Komponen ini menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Berdasarkan pendapat komponen persepsi tersebut, maka disimpulkan bahwa komponen persepsi terdiri dari tiga, yaitu (1) komponen kognitif (perseptual) berupa pengetahuan, pandangan, dan keyakinan, (2) komponen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
afektif (emosional) ditunjukkan dengan rasa senang atau tidak senang, dan (3) komponen konatif (perilaku atau action component) menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. 2.1.3 Metode Pengajaran 2.1.3.1 Pengertian Metode Pengajaran Metode merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Siregar, 2010). Hal ini juga diungkapkan oleh Djamarah (Zain, 2010) bahwa metode adalah salah satu alat untuk mencapai suatu tujuan. Penggunaan metode harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa metode merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode memiliki hubungan yang penting dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar merupakan suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Guru dengan sadar berusaha mengatur lingkungan belajar agar siswa bersemangat dalam belajar. Guru harus berusaha mencari cara untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Salah satu usaha guru adalah menggunakan metode pengajaran yang bervariasi sesuai dengan tujuan pembelajaran. Metode pengajaran merupakan suatu cara yang digunakan dalam menyampaikan materi untuk mencapai tujuan pembelajaran
(Muslich,
2010; Raharjo, 2012). Pendapat ini sejalan dengan pendapat yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
diungkapkan oleh Bahri (Siregar, 2010), metode pengajaran sebagai cara yang digunakan guru sebagai alat mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran akan tercapai secara maksimal apabila guru menggunakan metode pengajaran dengan tepat (Raharjo, 2012). Pengertian metode pengajaran tersebut serupa dengan pendapat yang dikemukakan Bahri (Siregar, 2010) yang mengungkapkan bahwa metode pengajaran merupakan bagian dari strategi pengajaran. Strategi pengajaran adalah cara sistematis yang dipilih seorang guru untuk menyampaikan materi pelajaran, sehingga memudahkan guru maupun siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Berdasarkan pengertian metode pengajaran yang telah diungkapkan para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. 2.1.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Pengajaran Sebagai guru yang profesional, guru harus mengenal dan memahami berbagai macam metode pengajaran. Guru harus selektif dalam memilih metode pengajaran, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan maksimal. Tujuan pengajaran akan tercapai apabila pemilihan dan penentuan metode dilakukan dengan pengenalan terhadap karakteristik dari masing-masing metode pengajaran. Winarno (Zain, 2010) mengatakan bahwa pemilihan dan penentuan metode pengajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
1) Siswa; Setiap siswa memiliki intelektualitas yang berbeda. Hal ini terlihat dari cepat lambatnya siswa terhadap rangsangan yang diberikan dalam kegiatan belajar mengajar. Secara psikologis, setiap siswa juga memiliki perilaku yang berbeda, misalnya ada yang pendiam, kreatif, suka bicara, tertutup (introver), terbuka (ekstrover), atau pemurung. Perbedaan individual siswa pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis mempengaruhi guru dalam pemilihan dan penentuan metode pengajaran demi tercapainya tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. 2) Tujuan; Tujuan pengajaran adalah sasaran yang ditujukan dari setiap kegiatan belajar mengajar. Dalam penyeleksian metode pengajaran, guru harus sejalan dengan taraf kemampuan setiap siswa. 3) Situasi; Situasi kegiatan belajar mengajar yang guru ciptakan tidak selamanya sama dari hari ke hari. Guru harus memilih metode mengajar yang sesuai dengan kemampuan siswa dan tujuan yang ingin dicapai, sehingga mempengaruhi guru dalam menentuan metode pengajaran. 4) Fasilitas; Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang belajar siswa di sekolah. Lengkap tidaknya fasilitas belajar mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode pengajaran. 5) Guru; Setiap guru mempunyai kepribadian yang berbeda. Guru harus menguasai berbagai metode pengajaran. Kurangnya penguasaan terhadap berbagai metode pengajaran menjadi kendala dalam memilih dan menentukan metode. Dengan demikian, kepribadian, latar belakang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
pendidikan, dan pengalaman mengajar adalah permasalahan intern guru yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode pengajaran. Pendapat tersebut diperkuat oleh Miller (Jacobsen, 2009) yang mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pengajaran adalah (1) karakteristik siswa, (2) situasi dan kondisi sekolah, (3) guru itu sendiri, (4) fasilitas yang dimiliki kelas atau sekolah, dan (5) kondisi psikologis siswa. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pengajaran, yaitu siswa, tujuan, situasi, fasilitas, dan guru. 2.1.3.3 Macam-Macam Metode Pengajaran Joyce dan Weill (Huda, 2013) mendeskripsikan metode pengajaran sebagai rencana yang digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesain materi-materi instruksional, dan memandu proses pengajaran di ruang kelas atau di setting yang berbeda. Metode pengajaran menekankan bagaimana membantu siswa belajar mengkonstruksikan pengetahuan dan cara belajar yang mencakup belajar dari sumber-sumber, seperti belajar dari ceramah, film, tugas membaca, dan sebagainya (Huda, 2013). Bahri (Zain, 2010) menyatakan macam-macam metode pengajaran sebagai berikut: 1. Metode Eksperimen; Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
mengamati objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu. 2. Metode Diskusi; Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran dimana siswa dihadapkan suatu masalah berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Proses belajar mengajar terjadi interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, bertukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, sehingga semua siswa aktif selama proses belajar mengajar. 3. Metode Sosiodrama; Metode sosiodrama atau role play adalah cara penyajian pelajaran dimana siswa mendramasasikan tingkah laku berkaitan dengan masalah sosial. Tujuan dari metode sosiodrama antara lain (1) siswa dapat memahami materi dengan baik, (2) siswa belajar bagaimana bertanggung jawab, (3) siswa belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan, (4) siswa dapat menghayati dan menghargai orang lain dan (5) merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah. 4. Metode Demonstrasi; Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda yang sedang dipelajari dengan penjelasan lisan. Melalui metode demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan, sehingga membentuk pengertian dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
baik. Selain itu, siswa dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan selama proses belajar mengajar. 5. Metode Problem Solving; Metode Problem Solving merupakan suatu metode berpikir, karena siswa memulai belajar dengan mencari data hingga menarik kesimpulan. Metode ini dapat merangsang kemampuan berpikir siswa secara kreatif, menyeluruh, dan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahan. 6. Metode Tanya Jawab; Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa atau sebaliknya. Metode tanya jawab dapat memusatkan perhatian siswa, merangsang siswa untuk melatih dan mengembangkan daya pikir, serta mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapat. 7. Metode Ceramah; Metode ceramah adalah metode tradisional yang digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Segers (Jacobsen, 2009) menambahkan satu metode pengajaran, yaitu berbasis masalah (problem-based intruction) dan kooperatif. Pengajaran berbasis masalah didasarkan pada memanfaatan masalah sebagai focal point, investigasi, dan penelitian siswa. Metode pengajaran berbasis masalah terdiri dari penelitian (inquiry) dan pemecahan masalah (problem-solving) (Jacobsen, 2009).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
Penelitian (inquiry) merupakan sebuah proses dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dan memecahkan masalah-masalah berdasarkan pada pengujian logis atas fakta dan observasi Pemecahan
masalah
(problem-solving)
(Jacobsen, 2009).
merupakan
suatu
metode
pengajaran berbasis masalah dimana guru membantu siswa untuk belajar memecahkan masalah melalui pengalaman selama proses belajar mengajar. Pada pengajaran kooperatif dirancang untuk mendidik kerjasama kelompok dan interaksi antarsiswa. Pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk mengajarkan tujuan-tujuan akademik, skill-skil dasar, dan keterampilanketerampilan berpikir tingkat tinggi. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa macam-macam metode pengajaran, yaitu (1) metode eksperimen, (2) metode diskusi, (3) metode sosiodrama, (4) metode demonstrasi, (5) metode problem solving, (6) metode tanya jawab, (7) metode ceramah, (8) metode penelitian (inquiry), dan (9) metode kooperatif. 2.1.4 Hiperaktivitas 2.1.4.1 Pengertian Anak Hiperaktif Anak hiperaktif merupakan anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas atau Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (Zaviera, 2014). Ciri atau gejala yang muncul pada anak, yaitu kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam kegiatan hidup mereka (Kay, 2013). Hermawan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
(Koasih, 2012) mengungkapkan bahwa hiperaktif merupakan gangguan tingkah laku yang tidak normal disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian. Porter (Kay, 2013) mendefinisikan anak hiperkatif adalah gangguan perilaku yang ditandai dengan ketidakmampuan memperhatikan sesuatu secara penuh. Gangguan ini terjadi karena kerusakan kecil pada syaraf pusat dan otak, sehingga rentang konsentrasi menjadi sangat pendek dan sulit dikendalikan (Zaviera, 2014). Gangguan perilaku ini ditandai dengan pemusatan perhatian, pembicaraan yang lepas kontrol, serta gerakan yang berlebihan melebihi anak pada umumnya (Wiyani, 2014). Anak hiperkatif kurang mampu mengontrol dan mengkoordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak dapat membedakan mana gerakan penting dan gerakan tidak penting. Gerakan ini dilakukan secara terus-menerus tanpa mengenal lelah. Hal ini menyebabkan kesulitan memusatkan perhatiannya. Berdasarkan pengertian dari para ahli tersebut, maka pengertian hiperaktif dapat disimpulkan menjadi kesatuan yang utuh. Hiperaktif merupakan gangguan pada perilaku tidak normal yang ditandai dengan adanya gangguan pemusatan perhatian, pembicaraan yang lepas kontrol, serta gerakan yang berlebihan melebihi gerakan yang dilakukan anak pada umumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
2.1.4.2 Karakteristik Anak Hiperaktif Setiap anak hiperaktif menunjukkan perilaku atau tingkah laku yang berbeda-beda. Namun, secara umum karakteristik perilaku anak hiperkatif menurut Sani (Zaviera, 2014) sebagai berikut: 1. Tidak fokus; anak dengan gangguan hiperaktif tidak bisa berkonsentrasi lebih dari lima menit. Mereka tidak bisa tenang atau diam dalam waktu lama karena perhatiannya mudah teralih dengan hal-hal yang menarik baginya. Anak hiperkatif akan berperilaku impulsif, misalnya selalu ingin memegang apa yang ada dihadapannya. Selain itu, anak berbicara semaunya tanpa ada maksud jelas, sehingga kalimat yang diucapkan sulit dipahami. Hal ini menjadi salah satu penyebab anak hiperaktif cenderung tidak mampu melakukan sosialisasi dengan baik. 2. Menantang; Anak hiperaktif memiliki sikap penantang atau tidak menerima nasihat, misalnya anak mudah marah jika dilarang melakukan tindakan yang ingin dia lakukan. 3. Destruktif; Anak sering menunjukkan perilaku yang destruktif, seperti merusak apapun disekitarnya. 4. Tidak kenal lelah; Anak hiperaktif tidak pernah menunjukkan sikap lelah. Setiap hari anak selalu bergerak, lari, berguling, lompat, dan sebagainya tanpa mengenal rasa lelah. 5. Tanpa tujuan; Pada anak hiperkatif, aktivitas yang dilakukan tanpa tujuan yang jelas, misalnya anak naik turun kursi secara berulang-ulang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
6. Intelektualitas Rendah; Sebagian besar anak hiperaktif memiliki intelektualitas di bawah rata-rata anak-anak lainnya. Secara psikologis, mental anak sudah terganggu, sehingga anak kurang bisa menunjukkan kemampuan baik kognitif maupun afektifnya. Keenam karakteristik tersebut, Wiyani (2014) menambahkan secara rinci karakteristik anak hiperaktif antara lain: (1) anak sering gelisah yang terlihat pada tangan atau kaki mereka, (2) anak berbicara berlebihan atau tidak bisa berhenti bicara, (3) anak mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan secara tenang, (4) anak bergerak atau bertindak seolah-olah dikendalikan mesin, dan (5) anak tidak bisa duduk tenang dalam waktu lama (lebih dari lima menit). Zaviera (2014) menambahkan karakteristik anak hiperaktif lainnya, seperti (1) anak sering melakukan kecerobohan atau gagal menyimak dan sering membuat kesalahan karena tidak cermat, (2) sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugasnya, (3) tidak mendengarkan lawan bicaranya, (4) sering menghindar atau tidak menyukai melakukan tugas yang membutuhkan pemikiran lama, (5) sering kehilangan barang yang dimilikinya, (6) sering lupa mengerjakan tugas sehari-hari, (7) perhatiannya mudah teralih oleh rangsangan dari luar. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik perilaku anak hiperaktif adalah (1) sulit memusatkan perhatian lebih dari lima menit, (2) perhatiannya mudah teralihkan oleh rangsangan dari luar, (3) tidak berhenti berbicara dan cenderung tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
mendengarkan lawan bicaranya, (4) tidak bisa duduk tenang dalam waktu yang lama, (5) selalu aktif bergerak tanpa mengenal rasa lelah, sehingga anak membutuhkan banyak energi, (6) cenderung tidak sabar, terutama saat menunggu giliran, (7) sering melakukan kecerobohan, mudah lupa, dan kehilangan barang-barang yang dimilikinya, (8) sering tidak menyukai atau menghindar dalam melakukan tugas yang membutuhkan pemikiran lama, dan (9) sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas. Berdasarkan karakteristik anak hiperaktif, ada tiga tipe kriteria anak hiperaktif, yaitu tipe inatensi, tipe hiperaktif-implusif, dan tipe kombinasi berlebihan dibanding anak-anak lain yang sebaya (Zaviera, 2014). DSMIV® - TR (2003) menjelaskan tiga tipe kriteria anak hiperaktif: 1. Tipe Inatensi; Perilaku yang muncul pada anak, diantaranya (1) anak s ulit
memberikan perhatian pada setiap detail pekerjaan, tugas sekolah, atau aktivitas lain (ceroboh), (2) sulit berkonsentrasi saat mengerjakan tugas atau bermain, (3) tampak tidak mendengarkan jika diajak berbicara, (4) sering tidak mengikuti perintah dan gagal dalam menyelesaikan tugas, (5) tidak teratur dalam mengerjakan tugas, (6) menghindari aktivitas mental (berpikir), (7) sering kehilangan barang milik pribadi, seperti buku, pensil, mainan, dan sebagainya, (8) perhatiannya mudah teralih, dan (9) sering lupa. 2. Tipe Hiperaktif dan Impulsif; Perilaku yang muncul pada hiperaktif (1)
sering gelisah (selalu menggerakkan atau menggoyangkan badan), (2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
sering meninggalkan tempat duduk, (3) berlari dan memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak tepat, (4) sulit bermain dengan tenang saat waktu luang, (5) melakukan aktivitas motorik secara berlebihan, (6) sering berbicara berlebihan, dan perilaku yang muncul pada impulsif (7) sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai diberikan, (8) sulit menunggu giliran, dan (9) sering menyela pembicaraan orang lain. 3. Tipe kombinasi; Perilaku yang muncul pada anak dengan tipe kombinasi
mencakup kedua karakteristik anak hiperaktif dari tipe inatensi dan tipe hiperaktif-implusif. Beberapa kriteria tipe anak hiperaktif yang dikemukakan oleh DSMIV® - TR dijadikan pedoman secara umum untuk menentukan seseorang mengalami hiperaktivitas. Seseorang dinyatakan mengalami hiperaktivitas apabila memenuhi minimal 6 kriteria diagnosis selama tiga bulan terakhir. 2.2 Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang pertama dilakukan oleh Amelia pada tahun 2008 yang berjudul “Persepsi Guru Terhadap Anak yang Mengalami Gangguan Perilaku Dalam Kegiatan Sekolah.” Tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran persepsi guru terhadap anak yang memiliki gangguan perilaku termasuk interaksi sosial dengan perilaku guru, interaksi sosial dengan teman sebaya, dan prestasi belajar anak-anak gangguan perilaku. Metodologi dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualititatif. Teknik pengumpulan data yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
digunakan peneliti adalah angket skala likert dan skala Guttaman. Alternatif jawaban skala likert, yaitu selalu, jarang, dan tidak pernah, sedangkan skala Guttaman dengan alternatif jawaban iya dan tidak. Jumlah item keseluruhan sebanyak 24 item yang berkenaan dengan bagaimana persepsi guru terhadap anak yang mengalami gangguan perilaku dalam kegiatan sekolah di SMP Negeri 24 Padang. Peneliti menganalisis data yang telah diperoleh dengan menggunakan rumus statistik persentase. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar guru berpersepsi bahwa (1) anak yang mengalami gangguan perilaku berinteraksi dengan guru baik ketika di kelas atau luar kelas, (2) anak mengalami gangguan perilaku berinteraksi dengan teman sebaya baik ketika di kelas ataupun saat istirahat, dan (3) anak yang mengalami gangguan perilaku dalam bidang akademik anak hanya mendapat peringkat 20 besar. Penelitian kedua dilakukan oleh Rona Fitria (2012) yang berjudul “Proses Pembelajaran dalam Setting Inklusi di Sekolah Dasar.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembelajaran secara inklusi, dengan fokus penelitian tentang bagaimana proses pembelajaran dalam setting inklusi, kendala-kendala yang dihadapi serta usaha pihak sekolah dalam mengatasi kendala terkait dengan proses pembelajaran. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah tiga orang guru kelas yang terdapat anak berkebutuhan khusus dan 2 orang guru pembimbing khusus. Teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
Hasil penelitian mengenai pembelajaran dalam setting inklusi di SDN 18 Koto Luar kecamatan Pauh, metode pengajaran yang digunakan guru dalam proses pembelajaran belum bervariasi, pengaturan tempat duduk bervariasi, penggunaan media disesuaikan dengan materi, materi diambil dari buku paket dan guru pembimbing khusus melakukan penyerderhanaan materi, serta penilaian yang dilakukan guru hanya penilaian secara lisan saja. Kendala yang dihadapi guru antara lain banyaknya jumlah siswa di dalam kelas dan adanya siswa hiperaktif, low vision, dan lamban belajar. Hal ini menyebabkan guru terkendala dalam menggunakan metode pengajaran yang bervariasi. Selain itu, kurangnya pemahaman guru tentang pembelajaran siswa berkebutuhan khusus. Penelitian ketiga yang dilakukan dilakukan oleh Syaiful Amri pada tahun 2014 yang berjudul “Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Tingkat HiperaktifImpulsif Pada Anak Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).” Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan proses terapi murottal yang diberikan kepada anak ADHD dan mengetahui pengaruh terapi behaviourshiperaktif-impulsif dari anak ADHD. Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan subjek tunggal atau Single Subject Reaearch (SSR). SSR merupakan metode untuk memperoleh data dengan melihat hasil ada tidaknya pengaruh suatu perlakukan (treatment) yang diberikan subjek secara berulang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh terapi murottal terhadap menurunnya gejala yang timbul dari subjek penelitian. Terapi murottal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
membantu menurunkan gejala hiperaktivitas dan impulsivitas pada anak ADHD. Terapi ini membantu anak hiperaktif dan impulsif dalam pembelajaran serta melatih artikulasi dari anak ADHD tersebut. Berdasarkan ketiga penelitian tersebut, peneliti membuat literatur map yang memuat penelitian terdahulu sampai penelitian yang peneliti dilakukan. Literatur map ini menunjukkan hubungan antara penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Literatur map dapat dilihat pada berikut: Persepsi Guru
Yuda Pramita Amelia (2008) yang berjudul “Persepsi Guru Terhadap Anak yang Mengalami Gangguan Perilaku Dalam Kegiatan Sekolah”
Metode pengajaran
Rona Fitria (2012) yang berjudul “Proses Pembelajaran dalam Setting Inklusi di Sekolah Dasar”
Anak Hiperaktif
Syaiful Amri (2014) yang berjudul “Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Tingkat HiperaktifImpulsif Pada Anak Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).”
Yang diteliti: Persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi Gambar 2.3 Literatur Map Penelitian-penelitian Relevan Relevansi ketiga penelitian tersebut dengan penelitian ini yang pertama penelitian yang dilakukan Amelia (2008) berjudul “Persepsi Guru Terhadap Anak yang Mengalami Gangguan Perilaku Dalam Kegiatan Sekolah.” Pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian yang peneliti lakukan, yaitu meneliti tentang persepsi guru terhadap anak berkebutuhan khusus. Kedua penelitian Rona Fitria (2012) yang berjudul “Proses Pembelajaran dalam Setting Inklusi di Sekolah Dasar.” Pada penelitian ini terdapat relevansi dengan penelitian yang peneliti lakukan, yaitu bagaimana proses pembelajaran di sekolah inklusi dalam penggunaan metode pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus. Penelitian ketiga adalah penelitian dari Syaiful Amri (2014) yang berjudul “Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Tingkat Hiperaktif-Impulsif Pada Anak Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).” Relevansi dengan penelitian tersebut adalah meneliti anak hiperaktif. Berdasarkan fakta-fakta dalam penelitian tersebut, peneliti berupaya untuk mengetahui persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi. 2.3
Kerangka Teori SD Pelangi merupakan sekolah inklusi yang menerima anak-anak berkebutuhan khusus, salah satunya anak hiperaktif. Hiperaktif merupakan gangguan pada perilaku tidak normal yang ditandai dengan adanya gangguan pemusatan perhatian, pembicaraan yang lepas kontrol, serta gerakan yang berlebihan melebihi gerakan yang dilakukan anak pada umumnya. Karakteristik perilaku anak hiperaktif adalah (1) sulit memusatkan perhatian lebih dari lima menit, (2) perhatian anak mudah teralihkan oleh rangsangan dari luar, (3) tidak berhenti berbicara dan cenderung tidak mendengarkan lawan bicaranya, (4) tidak bisa duduk tenang dalam waktu yang lama, (5) selalu aktif bergerak tanpa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
mengenal rasa lelah, sehingga anak membutuhkan energi yang banyak, (6) cenderung tidak sabar, terutama saat menunggu giliran, (6) sering melakukan kecerobohan, mudah lupa, dan kehilangan barang pribadi, (7) tidak menyukai atau menghindar dari tugas yang membutuhkan pemikiran cukup lama, dan (8) sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas (Zaviera, 2014). Guru selama proses belajar mengajar terkadang mengalami berbagai kendala dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan guru, khususnya pada kelas inklusi. Faktanya, kelas IV SD Pelangi ada beberapa anak berkebutuhan khusus, salah satunya anak hiperaktif. Dalam hal ini, guru memiliki peranan penting untuk membantu anak hiperaktif agar tidak menghambatnya dalam proses pembelajaran. Cara guru untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan menggunakan metode pengajaran. Penggunaan metode pengajaran disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak, karakteristik anak, situasi dan kondisi sekolah, guru itu sendiri, fasilitas kelas atau sekolah, dan kondisi psikologis anak. Dengan demikian, setiap guru mempunyai persepsi yang berbeda tentang anak hiperaktif dan metode pengajaran yang tepat untuk anak hiperaktif. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan di SD Pelangi terhadap perilaku salah satu anak hiperaktif, peneliti melihat bahwa perhatian anak mudah teralih dengan sesuatu yang menarik baginya. Hal ini seperti yang diungkapkan guru pendamping pribadi bahwa dalam mengerjakan tugas atau mendengarkan penjelasan guru, tiba-tiba anak memainkan pensil dan menggerak-gerakkan tangannya atau bernyanyi, sehingga anak membutuhkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
waktu lama dalam menyelesaikan tugasnya. Anak sering meninggalkan tempat duduk, berbicara berlebihan, dan terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap lawan bicaranya. Guru kelas mengatakan bahwa anak sering menyela pembicaraan orang lain, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan tersebut selesai diberikan, sering lupa tidak membawa buku atau mengerjakan PR. Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan guru tersebut, maka guru sekolah mempunyai persepsi yang berbeda-berbeda terhadap perilaku anak hiperaktif. Munculnya persepsi guru terhadap perilaku anak hiperaktif mempengaruhi persepsi guru terhadap pemilihan dan penggunaan metode pengajaran yang tepat untuk anak. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengekplorasi bagaimana persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi. 2.4
Pertanyaan Penelitian Pada pertanyaan penelitian, peneliti menyajikan beberapa pertanyaan yang membantu dalam melakukan penelitian. Pertanyaan penelitian tersebut antara lain: 2.4.1 Bagaimana persepsi guru terkait dengan hiperaktivitas anak kelas kelas IV SD Pelangi? 2.4.2 Bagaimana persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi? 2.4.3 Bagaimana persepsi guru terhadap hiperaktivitas anak kelas IV SD Pelangi terkait dengan metode pengajaran?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab III, peneliti menguraikan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Pembahasan metode penelitian terdiri dari jenis penelitian, setting penelitian, partisipan penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, keabsahan data, dan teknik analisis data. Peneliti akan membahas secara berurutan 3.1
Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu kegiatan yang sistematis untuk menemukan teori dari lapangan, bukan untuk menguji teori atau hipotesis (Arikunto, 2003). Moleong (2007) mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian (perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain) pada suatu konteks alamiah dengan menggunakan berbagai metode ilmiah. Sugiyono (2011) mengungkapkan bahwa dalam metode penelitian, peneliti berfungsi sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian lebih menekankan pada makna generalisasi. Pada penelitian kualitatif, peneliti menginterpretasikan bagaimana subjek memperoleh makna dari lingkungan sekeliling dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi perilaku mereka. Penelitian kualitatif dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah (naturalistik), bukan hasil perlakuan (treatment) atau
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
manipulasi variabel yang dilibatkan (Gunawan, 2013). Sumber data penelitian kualitatif antara lain catatan observasi, catatan wawancara, pengalaman individu, dan sejarah. Data yang diperoleh berupa hasil observasi, hasil wawancara, hasil dokumentasi, analisis dokumen, dan catatan lapangan. Peneliti menggunakan penelitian kualitatif karena penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan memahami fenomena sosial secara mendalam, menemukan pola, dan teori. Fenomena sosial dalam penelitian ini adalah fenomena yang terjadi di SD Pelangi. Peneliti menarik kesimpulan dari fenomena yang terjadi di SD Pelangi berdasarkan data yang diperoleh. Selain itu, penelitian ini tidak menguji kebenaran suatu teori melainkan menarik kesimpulan dari fenomena yang diteliti. Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang digunakan untuk memilih fenomena sosial yang terjadi pada masa sekarang (Prastowo, 2014). Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Arikunto (2003) menyatakan bahwa penelitian deskriptif bukan untuk menguji hipotesis, tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang suatu variabel, gejala, atau keadaan. Data dalam penelitian deskriptif adalah data yang ada di masa sekarang atau masih baru. Pada penelitian ini, peneliti mendeskripsikan tentang situasi mengenai partisipan yang diteliti, yaitu persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi. Pengambilan data dalam penelitian ini melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi dari guru dan siswa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
revelan dengan judul penelitian ini. Peneliti mendeskripsikan persepsi yang ditunjukkan guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. 3.2
Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SD Pelangi yang berada dipertengahan kota. SD Pelangi terletak dalam satu area dengan TK dan SMP Pelangi. Halaman SD Pelangi luas dan dikelilingi berbagai tanaman yang membuat suasana sekolah ini menjadi rindang. Kondisi bangunan sekolah, terutama ruang kelas masih layak dipakai. Fasilitas yang ada di SD Pelangi antara lain laboratorium IPA, UKS, perpustakaan, ruang audio (ruang musik), dan ruangan khusus untuk kegiatan karawitan. SD Pelangi memiliki 6 ruang kelas, mulai dari kelas I hingga kelas VI. Peneliti memilih SD Pelangi karena sekolah ini merupakan sekolah inklusi yang menjadi kriteria dalam penelitian ini. Peneliti melakukan penelitian di SD Pelangi, tepatnya di kelas IV. Ruang kelas IV terdapat 1 meja di sudut ruang depan untuk tempat minum, 2 meja di belakang untuk meletakkan hasil karya siswa, 14 meja untuk siswa, 1 meja untuk guru, 29 kursi untuk siswa dan guru, dan 1 rak untuk menyimpan peralatan siswa serta satu almari besar untuk menyimpan buku dan berkas. Dinding kelas terdapat berbagai macam hiasan dan tulisan visi misi sekolah yang tertempel rapi, sehingga kelas menjadi menarik. Kelas IV berjumlah 14 siswa yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan. Dari 14 siswa laki-laki dan perempuan terdapat 3 siswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
yang memiliki kebutuhan khusus. Salah satu siswa tersebut bernama Abi. Abi termasuk anak yang memiliki kebutuhan khusus, yaitu hiperaktif. Peneliti mendapatkan informasi tersebut melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara baik dengan guru kelas, guru pendamping pribadi anak, maupun guru pendamping khusus. 3.2.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari pertengahan bulan Juli sampai bulan Desember 2015. Jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:
Februari
Januari
Desember
November
Oktober
September
Jenis Kegiatan
Agustus
No
Juli
Waktu Kegiatan
1 2
Observasi keadaan lapangan Pengumpulan data (observasi, wawancara dan dokumen) 3 Menyusun proposal 4 Pengecekan data dan proposal 5 Pengolahan data 6 Penyusunan laporan 7 Ujian Skripsi Tabel 3.1 Waktu Penelitian 3.3
Partisipan Penelitian Partisipan penelitian adalah sasaran yang digunakan dalam penelitian (Moleong, 2007). Sasaran penelitian merupakan gambaran dalam rumusan penelitian secara konkret. Penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
sosial tertentu (Ghory, 2014). Hasil penelitian tersebut dapat diterapkan pada situasi sosial lain, apabila situasi sosial lain tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan dengan situasi sosial yang diteliti. Subjek dalam penelitian kualitatif dinamakan narasumber, partisipan informan, atau teman dan guru dalam penelitian. Informan adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku (orang) memahami objek penelitian (Prastowo, 2014). Sasaran dalam penelitian ini adalah persepsi guru dan metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi. Partisipan dalam penelitian ini adalah salah satu anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi, guru kelas IV, guru pendamping pribadi Abi, dan guru pendamping khusus. Partisipan pertama dalam penelitian ini adalah Abi selaku anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi. Langkah awal yang dilakukan peneliti adalah melakukan pengamatan langsung untuk pemilihan partisipan dalam penelitian. Selain itu, pengamatan langsung digunakan untuk mengetahui bagaimana perilaku partisipan selama proses pembelajaran, sehingga diketahui apakah partisipan termasuk anak hiperaktif atau tidak. Partisipan kedua adalah guru kelas IV yang sekaligus wali kelas Abi. Peneliti memilih guru kelas IV karena guru telah mendampingi, mendidik, dan mengetahui bagaimana karakteristik perilaku Abi dalam kesehariannya. Alasan lain peneliti memilih guru kelas IV adalah guru memiliki banyak pengalaman dalam menangani berbagai anak berkebutuhan khusus, salah satunya anak hiperaktif. Partisipan ketiga adalah guru pendamping pribadi Abi. Peneliti memilih guru pendamping pribadi karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
guru setiap hari selalu mendampingi Abi baik di kelas maupun luar kelas. Selain itu, guru pendamping pribadi ini mengetahui bagaimana perilaku dan keseharian Abi. Partisipan keempat adalah guru pendamping khusus sekolah. Peneliti memilih guru pendamping khusus karena guru yang memberikan kelas fullout dan assesment anak, sehingga guru pendamping khusus tersebut mengetahui bagaimana perilaku keseharian Abi. Peneliti memulai wawancara dengan partisipan III. Peneliti melakukan wawancara dengan partisipan III ini sebanyak dua kali. Wawancara pertama peneliti lakukan pada tanggal 03 Oktober 2015. Wawancara tersebut dimulai dari pukul 07:30–08:00 WIB. Wawancara kedua dengan partisipan III dilaksanakan peneliti pada tanggal 16 November 2015 mulai dari pukul 10:0010:30 WIB. Peneliti melanjutkan wawancara dengan partisipan II, yaitu guru kelas IV. Wawancara secara mendalam dengan partisipan II sebanyak dua kali. Wawancara pertama peneliti lakukan pada tanggal 03 Oktober 2015, pukul 08:00 – 09:00 WIB di ruang tamu SD Pelangi. Wawancara kedua dengan partisipan II, peneliti lakukan pada tanggal 24 November 2015 yang dimulai dari pukul 08:40 – 09:30 WIB. Pada hari yang berbeda, peneliti melakukan wawancara dengan partisipan IV, yaitu guru pendamping khusus SD Pelangi. Wawancara dengan partisipan IV ini sebanyak dua kali yang dilakukan pada tanggal 17 dan 26 November 2015 di ruang tamu sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
Objek penelitian merupakan sarana yang digunakan untuk mendapatkan data (Sugiyono, 2012). Objek dalam penelitian ini adalah persepsi guru di SD Pelangi terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. 3.4
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah paling utama dalam suatu penelitian. Pengumpulan data dilakukan dalam berbagai setting, sumber, dan cara. Pada penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan secara natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi (Sugiyono, 2011). Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data tentang persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data pertama, yaitu observasi. Observasi adalah pengumpulan data esensial dalam penelitian, terutama penelitian kualitatif. Sugiyono (2011) mengungkapkan bahwa observasi merupakan teknik pengumpulan data secara alamiah yang pengisiannya didasarkan atas pengamatan langsung terhadap sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh partisipan. Arikunto (2013) menjelasakan observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian secara teliti dan pencatatan secara sistematis. Berdasarkan pengertian observasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa observasi adalah teknik pengumpulan data yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap sikap atau perilaku yang ditunjukkan oleh partisipan. Jenis observasi dalam penelitian ini adalah observasi partisipan. Observasi partisipan bertujuan membantu peneliti memahami lebih dalam tentang fenomena (perilaku atau peristiwa) yang terjadi di lapangan (Ahmadi, 2014). Observasi partisipan yang dilakukan peneliti di SD Pelangi bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai peristiwa sebenarnya di lapangan yang melibatkan orang-orang terkait dengan hal-hal yang diteliti. Orang yang terkait dalam penelitian ini adalah Abi selaku anak hiperaktif, guru kelas IV, guru pendamping pribadi anak, dan guru pendamping khusus. Alat yang digunakan peneliti selama observasi adalah pencatatan anecdotal record. Pencatatan anectodal record merupakan kumpulan catatan hasil observasi tentang metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Kesimpulan hasil catatan tersebut meliputi bagaimana perilaku anak selama proses pembelajaran dan aktivitas guru dalam mengajar baik dari segi positif maupun negatif. Teknik pengumpulan data yang kedua adalah wawancara. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono, 2011). Moleong (2007) juga mengungkapkan bahwa wawancara merupakan percakapan dengan tujuan tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
tersebut. Dengan demikian, wawancara adalah pertemuan antara pewawancara dan terwawancara untuk bertukar informasi dalam topik tertentu. Jenis wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Sugiyono (2011) menjelaskan wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data. Pedoman wawancara yang digunakan berupa garis besar permasalahan yang ditanyakan. Pada penelitian ini, garis besar permasalahan yang ditanyakan mengenai persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Informan kegiatan wawancara tidak terstruktur dalam penelitian ini adalah Abi selaku anak hiperaktif, guru kelas IV, guru pendamping pribadi, dan guru pendamping khusus. Alat yang digunakan peneliti dalam melakukan wawancara adalah handphone dan alat tulis. Teknik pengumpulan data ketiga adalah dokumentasi. Dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu dalam bentuk tulisan, gambar, atau karya-karya dari seseorang. Sugiyono (2012) mengungkapkan bahwa hasil observasi atau pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti akan lebih akurat dan dipercaya apabila didukung dengan adanya dokumentasi (Sugiyono, 2012). Dokumentasi yang digunakan peneliti adalah dokumen tertulis yang berkaitan dengan perilaku Abi selama proses pembelajaran dan nilai hasil belajar. Tujuan peneliti menggunakan teknik dokumentasi untuk memperkuat hasil data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
3.5
Instrumen Penelitian Instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2011). Sebagai instrumen penelitian, peneliti harus diuji terlebih dahulu sebelum terjun ke lapangan, meliputi pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti terjun memasuki objek penelitian baik secara akademik maupun logistiknya. Peneliti kualitatif sebagai human instrument berfungsi menetapkan fokus penelitian, menilai kualitas informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2011). Sebagai instumen penelitian, peneliti mendeskripsikan tentang diri peneliti. Sebelum melewati proses penelitian ini, peneliti adalah seseorang yang sangat tertutup, terutama kepada orang yang baru dikenal. Hal ini menyebabkan peneliti kurang mampu berkomunikasi dengan seseorang. Peneliti mengalami kesulitan untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam hati dan pikiran peneliti kepada orang lain. Bahkan ketika peneliti menghadapi suatu masalah peneliti tidak punya keberanian untuk menceritakannya dengan orang lain. Selain itu, peneliti membutuhkan waktu lama untuk menyesuaikan diri di lingkungan baru. Seiring berjalannya waktu, saat ini peneliti mengeyam pendidikan di Universitas Sanata Dharma, banyak pelajaran hidup dan pengalaman yang peneliti dapatkan. Pelajaran hidup dan pengalaman tersebut sangat membantu peneliti menjadi seseorang yang lebih terbuka dan mulai mampu berkomunikasi baik dengan orang lain. Pelajaran hidup dan pengalaman tersebut peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
dapatkan melalui presentasi atau sharing di depan umum, mengerjakan tugas kelompok, program praktek di lapangan mulai dari semester 2 sampai semester 7. Program praktek di sekolah dasar yang terakhir peneliti lakukan adalah PPL. Peneliti belajar banyak hal dari kegiatan PPL, diantaranya kedisiplinan, keteladan, ketulusan hati, cinta dan kasih kepada semua orang. Hal terpenting yang peneliti dapatkan adalah mengajar itu tidak hanya dengan pikiran, tetapi dengan hati. Peneliti juga mengikuti kegiatan Universitas Sanata Dharma menjadi panitia Dekan Cup sebagai koordinasi acara. Dari pengalaman tersebut, peneliti belajar berkomunikasi, mulai membuka diri, dan menyesuaikan diri di lingkungan baru. Hal ini sangat membantu peneliti dalam menyesuaikan diri dan berkomunikasi baik dengan guru maupun siswa di SD Pelangi. Kesulitan yang peneliti alami dalam pengumpulan data adalah wawancara guru dan orang tua anak hiperaktif. Sebelum peneliti melakukan wawancara dengan guru atau bertemu orang tua Abi, peneliti dipenuhi rasa ketakutan dan kebingungan tentang bagaimana cara membuat guru ataupun orang tua Abi menjadi teman sekaligus sahabat dan terbuka dengan peneliti. Peneliti tidak menyerah begitu saja, peneliti membuang rasa takut dengan percaya kepada Tuhan dan meyakinkan diri peneliti bahwa peneliti pasti bisa dengan berbekal pengalaman yang telah peneliti dapat selama ini. Dari berbekal pengalaman, peneliti mampu menjalin komunikasi yang baik dengan guru di SD Pelangi, bahkan dengan guru kelas IV peneliti sudah dianggap seperti anak sendiri. Selain terjalinnya komunikasi yang baik, peneliti juga mendapatkan informasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
berupa data dalam penelitian ini. Namun sebaliknya, peneliti belum berhasil melakukan wawancara secara resmi dengan orang tua Abi. Peneliti menjalin komunikasi baik dengan orang tua Abi, tetapi orang tua Abi masih belum berkenan untuk melakukan wawancara secara resmi dengan peneliti. Berikut tabel alur instrumen penelitian yang digunakan peneliti.
No
Partisipan
Aspek yang diteliti
1.
Anak hiperaktif
Proses pembelajaran
2.
Guru kelas IV
Metode pengajaran yang digunakan
Teknik pengumpulan data Wawancara tidak terstruktur observasi Wawancara tidak terstruktur dan observasi
3.
Guru Pendamping Pribadi
Metode pengajaran yang digunakan
Wawancara tidak terstruktur dan observasi
Guru Metode Pendamping pengajaran yang Khusus digunakan Tabel 3.2 Alur Instrumen Penelitian
Wawancara tidak terstruktur dan observasi
4.
3.6
Sumber data Anak dengan hiperaktifitas Guru kelas IV anak hiperaktif Guru pendamping pribadi anak hiperaktif Guru pendamping Khusus
Teknik Keabsahan Data
3.6.1 Uji Kredibilitas Dalam penelitian kualitatif, uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap hasil penelitian, yaitu dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, analisis kasus negatif, dan member check (Sugiyono, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
3.6.1.1 Perpanjangan Pengamatan Perpanjangan pengamatan dapat meningkatkan kredibilitas data yang dikumpulkan. Perpanjangan pengamatan ini peneliti lakukan untuk mengecek kembali data yang telah diberikan selama ini sudah benar atau tidak. Perpanjangan pengamatan bertujuan menguji kredibilitas data penelitian yang difokuskan pada pengujian terhadap data yang diperoleh. Perpanjangan pengamatan yang dilakukan peneliti adalah observasi selama proses belajar mengajar. Peneliti melakukan observasi sebanyak 4 kali dimana dalam satu kali observasi terdapat dua kali pertemuan. Pada pertemuan pertama, guru dan siswa beradaptasi dengan keberadaan peneliti. Pertemuan selanjutnya, peneliti melakukan observasi selama pembelajaran untuk mendapatkan data yang lebih rinci mengenai perilaku anak hiperaktif dan metode pengajaran untuk anak hiperaktif. 3.6.1.2 Triangulasi Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan hal yang lain (Ghory, 2014). Pada pengujian triangulasi ini, hasil penelitian diperlukan pengecekan data dari berbagai sumber data, metode, dan teori. 3.6.1.2.1 Triangulasi dengan Metode Pada triangulasi metode, peneliti menggunakan strategi dalam pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dari beberapa teknik pengumpulan data (observasi, wawancara, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
dokumentasi). Dalam hal ini, peneliti melakukan pengecekan terhadap penggunaan metode pengumpulan data, apakah informan yang didapat dengan informasi yang diberikan melalui metode wawancara sama dengan metode observasi dan apakah hasil observasi sesuai dengan informasi yang diberikan saat wawancara. Triangulasi dengan metode bertujuan untuk mencari kesamaan data dengan metode yang berbeda (Bungin: 2007). Berikut bagan triangulasi metode: Observasi Sumber Data
Wawancara Dokumentasi
Gambar 3.3 Bagan Triangulasi Metode 3.6.1.2.2 Triangulasi dengan Sumber Selain menggunakan triangulasi metode, dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan triangulasi sumber. Triangulasi sumber merupakan pengumpulan data dengan menggunakan teknik yang sama, tetapi sumbernya berbeda-beda (Sugiyono, 2015). Tujuan peneliti menggunakan triangulasi sumber untuk pengecekan data yang telah diperoleh baik dari guru kelas, guru pendamping pribadi Abi, dan guru pendamping khusus tentang persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
Berikut bagan triangulasi sumber:
Sumber Data
Guru Kelas IV
Guru Pendamping Pribadi
Guru Pendamping Khusus Gambar 3.4 Bagan Triangulasi Sumber 3.6.2 Pengujian Keteralihan (Transferability) Transferability adalah validasi eksternal dalam penelitian kualitatif. Validasi eksternal menunjukkan derajad ketepatan hasil penelitian (Sugiyono, 2012). Pengujian keteralihan ini, peneliti melakukan tahap-tahap analisis yang objektif dan terbuka. Tujuannya adalah hasil penelitian menjadi daya transfer pembaca yang memberikan persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Pembaca dapat memahami tentang bagaimana metode pengajaran untuk anak hiperaktif ketika menemukan atau melihat dan berinteraksi langsung dengan anak hiperaktif, terutama bagi seorang guru. Dalam menuliskan laporan penelitian ini, peneliti akan menguraikan dengan jelas, rinci, dan sistematis, serta dapat dipercaya, sehingga laporan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi, baik bagi peneliti maupun peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang sama. 3.6.3 Ketergantungan (Dependability) Dalam penelitian kualitatif, pengujian ketergantungan (denpendability) disebut reliabilitas. Pengujian (ketergantungan) adalah suatu kegiatan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
dilakukan dalam pengecekan bahwa peneliti benar-benar melakukan proses penelitian di lapangan, sehingga data yang diperoleh reliabel (Sugiyono, 2011). Suatu penelitian akan reliabel apabila orang lain dapat mengulangi atau mereplikasi proses penelitian tersebut. Langkah yang dilakukan peneliti dalam pengujian ketergantungan adalah peneliti menentukan masalah/fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data, dan membuat kesimpulan. 3.6.4 Ketegasan (Confirmability) Pengujian comfirmability merupakan pengujian hasil penelitian yang berkaitan dengan proses penelitian yang telah dilakukan (Sugiyono, 2012). Pengujian confirmability hampir mirip dengan uji denpendability, sehingga pengujian ini dapat dilakukan secara bersamaan. Pada penelitian ini, peneliti melakukan pengujian kesesuaian antara hasil penelitian dengan proses penelitian yang telah dilakukan. 3.7
Analisis Data Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian karena dari analisis ini akan diperoleh suatu temuan, baik temuan subtantif maupun formal. Analisis data adalah pengujian sistematik dari sesuatu untuk menetapkan bagian-bagiannya, hubungan antarkajian, dan hubungan terhadap keseluruhannya (Gunawan, 2013). Analisis data merupakan sebuah kegiatan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode atau tanda, dan mengkategorikannya, sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus atau masalah yang ingin dijawab.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
Pada penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah deskriptif kualitatif. Peneliti memaparkan atau menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi. Pada penelitian kualitatif, analisis data bersifat induktif, artinya analisis data berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskan, peneliti mencari data secara berulang hingga dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak. Apabila hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori. Teknik analisis data yang dilakukan peneliti mengacu konsep Miles dan Huberman (Moleong, 2007), yaitu mengklasifikasikan analisis data dalam tiga langkah berikut: 3.7.1 Reduksi Data Reduksi data adalah proses berpikir yang memerlukan kecerdasan dan keleluasaan serta kedalaman wawasan yang tinggi (Sugiyono:2011). Reduksi data merupakan kegiatan merangkum catatan data di lapangan dengan memilah hal-hal yang pokok permasalahan yang diteliti, kemudian disusun secara sistematis agar memberikan gambaran yang lebih tajam serta mempermudah pencarian. Hal ini bertujuan untuk sewaktu-waktu mencari kembali data yang diperlukan. Dalam proses reduksi data ini, peneliti harus mencari data yang benar-benar valid. Setelah data terkumpul, peneliti menguji kevalidan data dengan mengecek ulang dengan pembanding informan lain yang lebih memahami.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
3.7.2 Display Data Display data berguna untuk melihat gambaran keseluruhan dari hasil penelitian, baik yang berbentuk matrik atau pengkodean, dari hasil reduksi data dan display data itulah selanjutnya peneliti dapat menarik kesimpulan data memverifikasikan, sehingga menjadi kebermaknaan data. Peneliti melakukan hal tersebut dengan tujuan untuk memudahkan membaca dan menarik kesimpulan. Pada proses ini peneliti mengelompokkan hal-hal yang serupa menjadi kelompok berdasarkan dengan tema. 3.7.3 Menarik Kesimpulan dan Verifikasi Dalam menarik kesimpulan, hasil awal penelitian masih bersifat sementara dan dapat mengalami perubahan apabila tidak ditemukan buktibukti yang kuat dan mendukung pada tahap pengumpulan data. Setelah menetapkan kesimpulan yang tidak bersifat sementara, maka peneliti melakukan verifikasi selama peneliti berlangsung. Kegiatan yang dilakukan peneliti dalam memverifikasi, yaitu memberi check dan triangulasi. Hal ini dilakukan agar memperoleh hasil penelitian yang signifikan. Langkah selanjutnya adalah mendeskripsikan hasil penelitian dimana data harus selalu diuji kebenarannya dan kesesuainnya, sehingga peneliti memperoleh data yang valid. Langkah terakhir, peneliti melaporkan hasil penelitian secara lengkap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab IV ini peneliti membahas hasil penelitian, pembahasan, dan temuan lain dari hasil penelitian. Pada hasil penelitian, peneliti membahas tentang partisipan penelitian dan deskripsi partisipan penelitian yang terdiri dari latar belakang informan dan karakteristik anak hiperaktif. Pembahasan dalam penelitian ini, peneliti menguraikan kesimpulan penelitian sesuai dengan hasil triangulasi data. 4.1
Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Partisipan Penelitian 4.1.1.1 Partisipan I (Anak Hiperaktif) Latar Belakang Partisipan I Partisipan pertama dalam penelitian ini adalah siswa laki-laki kelas IV SD Pelangi yang bernama Abi. Abi saat ini berusia 10 tahun. Abi merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, pasangan suami istri Joni dan Irin. Riwayat pendidikan terakhir dari pasangan suami istri tersebut adalah S1 dan D3. Pekerjaan bapak Joni adalah wiraswasta di Ambon, sedangkan ibu Irin sebagai ibu rumah tangga. Pernyataan tersebut diperkuat dari hasil wawancara peneliti dengan Abi. Peneliti bertanya, “Papa kerja dimana, Abi?”, Abi menjawab, “Papa di Ambon.” Kemudian peneliti bertanya, “Di Ambon kerja apa, Abi?”, Abi menjawab, “Angkut-angkut solar, tapi
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
sekarang kan, besukkan hari natal itu dah pulang, soalnya takutnya emasnya itu entek.” Abi memiliki hobi bernyanyi dan bersepeda. Di rumah, Abi sering bersepeda bersama teman-temannya. Informasi ini peneliti dapatkan ketika peneliti melakukan wawancara dengan Abi yang mengatakan bahwa dia sering bermain sepeda bersama teman-temannya di sekitar rumah. Salah satu kebiasaan Abi setelah pulang sekolah adalah menonton televisi acara kesukaannya, yaitu film kartun Jarwo. Ketika melakukan wawancara, Abi tiba-tiba menunjukkan sebuah gambar kepada peneliti. Peneliti tidak mengetahui apa arti dari gambar tersebut, sehingga peneliti mengajukan pertanyaan, “Itu gambar apa, Abi?” Abi mendeskripsikan gambar tersebut adalah seseorang yang menggunakan cadar. Abi menceritakan tentang keseharian seseorang yang menggunakan cadar tersebut. Peneliti tidak menyangka bahwa Abi dapat mendeskripsikan gambar tersebut sedemikian rupa. Informasi tersebut peneliti dapat dari hasil wawancara dengan Abi. Di sekolah, Abi juga mengikuti beberapa ekstrakurikuler wajib dan tidak wajib. Ekstrakurikuler tidak wajib yang Abi ikuti adalah pencak silat, futsal, dan renang. Dalam bidang akademik, Abi menyukai mata pelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan dan hafalan, seperti IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia. Abi tidak menyukai mata pelajaran Matematika, seperti pernyataan Abi, “Matematika dapet 50, susah, aku dimarahi.” Data tersebut peneliti dapatkan dan diperkuat dari hasil observasi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
wawancara baik dengan Abi, guru kelas, pendamping pribadi Abi, maupun guru pendamping khusus. Pada hari yang berbeda, peneliti kembali melakukan pendekatan dengan Abi. Saat itu, peneliti melihat tali sepatu Abi lepas kemudian peneliti menunjukkan kepada Abi bahwa tali sepatunya lepas. Abi meminta tolong kepada peneliti untuk membantu menalikan sepatunya. Ketika peneliti mengajari Abi untuk menalikan sepatu, peneliti sambil bertanya, “Biasanya siapa yang naliin, Abi?”, Abi menjawab, “Punya pembantu di rumah.” Setelah itu, peneliti menanyakan kepada Abi kenapa dia mendapat denda dan hukuman dari guru kelasnya. Abi berkata, “Lupa ngerjain PR.” Ketika peneliti mengajukan pertanyaan, Abi tampak tidak mendengarkan, tetapi Abi dapat merespon beberapa pertanyaan peneliti dengan baik. Problematika Anak Hiperaktif Selama observasi perilaku yang ditunjukkan Abi saat pembelajaran, peneliti menggunakan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders sebagai pedoman untuk menentukan bahwa Abi termasuk anak hiperaktif atau tidak. Berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku Abi menunjukkan bahwa Abi termasuk anak hiperaktif. Perilaku yang ditunjukkan Abi antara lain berbicara berlebihan, sering meninggalkan tempat duduk, sering lupa membawa buku atau mengerjakan PR, dan tidak bisa tenang dalam waktu kurang dari lima menit. Perhatian Abi mudah teralih oleh hal-hal yang menarik baginya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
misalnya saat guru menjelaskan materi atau mengerjakan tugas, tiba-tiba memainkan pensil atau menggerak-gerakkan tangannya, bahwa menyanyi. Abi membutuhkan waktu lama untuk mengerjakan tugas, terkadang dia juga tidak menyelesaikannya. Abi terkadang menyela pembicaraan orang lain. Hal ini terlihat ketika guru menjelaskan materi, Abi menyela dengan memberikan komentar atau candaan. Abi akan tertawa keras apabila ada sesuatu yang menurut dia lucu, meskipun tidak lucu bagi orang lain. Abi memiliki rasa ingin tahu dan daya imajinasi tinggi. Hal ini terlihat ketika guru menjelaskan materi, Abi sering mengajukan banyak pertanyaan. Ketika Abi diberikan pertanyaan, dia menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan tersebut selesai diberikan dan terkadang menambahkan jawaban di luar pertanyaan. Salah satu contohnya ketika peneliti bertanya, “Di Ambon kerja apa, Abi?”, Abi menjawab, “Angkut-angkut solar, tapi sekarang kan, besukkan hari natal itu dah pulang, soalnya takutnya emasnya itu entek.” Abi juga sering lupa atau kehilangan barang milik pribadinya, seperti pensil atau penghapus. Informasi ini peneliti dapatkan ketika orang tua Abi mengatakan bahwa setiap hari pensil atau penghapus Abi pasti baru. Selain itu, Abi sering bernyanyi saat proses pembelajaran, bahkan ketika guru sedang menjelaskan rumus keliling pada bangun datar, rumus tersebut dia nyanyikan. Data tersebut peneliti dapat dari hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas, guru pendamping pribadi Abi, dan guru pendamping khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
4.1.1.2 Partisipan II (Guru Kelas IV) Latar Belakang Partisipan II Partisipan kedua dalam penelitian ini adalah Ibu Endah selaku guru kelas Abi. Wawancara pertama peneliti lakukan pada tanggal 03 Oktober 2015, pukul 08:00–09:00 WIB di ruang tamu SD Pelangi. Wawancara kedua peneliti lakukan pada tanggal 24 November 2015 dimulai dari pukul 08:40–09:30 WIB. Wawancara kedua ini dilakukan di ruang kerja bu Endah, sebelah ruang tamu sekolah SD Pelangi. Ibu Endah memulai kariernya menjadi seorang guru di SD Pelangi kurang lebih 13 tahun, yaitu sejak tahun 2003 hingga sekarang. Ibu Endah tertarik sekaligus bersyukur menjadi guru di SD Pelangi karena dapat belajar tentang budaya Jawa, seperti tata krama, dolanan anak, dan tembang Jawa. Ibu Endah menceritakan sedikit tentang visi dan misi SD Pelangi. Visi dari SD Pelangi adalah mencerdaskan anak bangsa yang berbasis budi pekerti dan budaya. Budi pekerti dan budaya merupakan ciri khas dari sekolah ini. Ciri khas ini diambil dari ajaran seorang tokoh pahlawan Indonesia. Ibu Endah juga menjelaskan misi SD Pelangi melatih dan membimbing anak supaya unggul baik pribadi maupun pelajaran. Ibu Endah menceritakan latar belakang SD Pelangi berubah menjadi sekolah inklusi. Menurut Ibu Endah, pada tahun 2009 sekolah meluluskan satu kelas dimana dalam satu kelas tersebut terdapat anak berkebutuhan khusus. Semenjak itulah SD Pelangi berubah menjadi sekolah inklusi. Saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
ini, sebagian besar siswa SD Pelangi adalah anak-anak berkebutuhan khusus dan beberapa dari mereka memiliki guru pendamping pribadi. Selama mengajar di SD Pelangi, Ibu Endah memiliki banyak pengalaman dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Ibu Endah pernah mengajar anak tunagrahita, lamban belajar, gangguan konsentrasi, gangguan emosi, dan hiperaktif. Saat ini, Ibu Endah menangani salah satu anak hiperaktif yang bernama Abi. Ibu Endah memiliki persepsi sendiri tentang anak hiperaktif sebagai anak yang setiap saat anak melakukan aktivitas tertentu, berbicara berlebihan, tidak bisa diam dalam waktu tertentu, dan terkadang menyela atau memberikan komentar setiap pembicaraan orang lain. Namun, Ibu Endah juga berpandangan bahwa sebenarnya anak hiperaktif itu merupakan anak yang pandai dan banyak akal. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Endah, perilaku yang ditunjukkan Abi di kelas antara lain sering menyela pembicaraan orang lain, berbicara berlebihan terkadang di luar materi, sering bernyanyi kapan saja tanpa melihat tempat, tidak mau mengakui kesalahannya, sering lupa mengerjakan PR, dan membutuhkan waktu lama dalam mengerjakan tugas, serta tidak sabaran. Ibu Endah juga mendeskripsikan Abi baik secara fisik, kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Secara fisik, Abi memiliki ciri fisik yang sama seperti anak-anak lainnya. Abi memiliki anggota tubuh yang lengkap tanpa kekurangan satupun. Dari aspek afektif, Abi mampu bersosialisasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
baik dengan teman-temannya. Namun, jika dilihat dari segi psikomotorik Abi masih kurang, terutama saat membuat prakarya Abi masih memerlukan pendampingan. Secara kognitif Abi memiliki kemampuan rata-rata. Abi memiliki kelebihan dalam menghafal, terutama pada mata pelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan. Mata pelajaran yang disukai Abi adalah IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia, sedangkan pelajaran yang tidak disukai, yaitu Matematika. Hal ini menjadi salah satu penyebab Abi kesulitan pada mata pelajaran Matematika. Ibu Endah mengatakan bahwa dalam pelajaran Matematika Abi masih membutuhkan pendampingan. Nilai akademik Abi hampir semua mata pelajaran di atas KKM, kecuali Matematika. Abi juga memiliki prestasi dalam bidang seni menyanyi. Pandangan tentang anak hiperaktif tersebut, Ibu Endah jadikan pedoman untuk menentukan apakah Abi termasuk anak hiperaktif atau tidak. Ibu Endah berpedoman pada perilaku Abi dan hasil assesment sebelumnya baik dari sekolah maupun orang tua. Hasil assesment tersebut menyatakan bahwa Abi sejak kelas I termasuk anak hiperaktif. Ibu Endah memahami bagaimana kondisi Abi. Ibu Endah berusaha memberikan penanganan terbaik untuk Abi, meskipun beliau belum pernah dibekali bagaimana penanganan yang tepat untuk anak hiperaktif. Ibu Endah belajar secara autodidak untuk menangani Abi selama ini. Hal pertama yang dilakukan Ibu Endah ketika Abi mulai melakukan aktivitas-aktivitas yang dapat menghambat proses pembelajaran, beliau hanya memberikan nasihat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
dan teguran, seperti yang beliau katakan, “Abi kalo tidak bisa diam nanti pindah ke kantor.” Ibu Endah mempunyai pandangan bahwa menangani anak hiperaktif itu harus tegas, keras, dan menggunakan kalimat sederhana serta jelas. Berdasarkan perilaku Abi selama di kelas, dalam mengajar Ibu Endah menggunakan berbagai metode pengajaran dengan tujuan semua anak dapat mencapai tujuan pembelajaran, terutama untuk Abi. Berdasarkan hasil wawancara, Ibu Endah memiliki persepsi tersendiri tentang metode pengajaran. Ibu Endah mengatakan bahwa metode pengajaran adalah cara yang digunakan guru untuk menyampaikan materi kepada peserta didik. Beberapa metode pengajaran yang pernah beliau terapkan dalam pembelajaran ialah kerja kelompok, Jigsaw, CTL, ceramah, dan lain-lain. Guru kelas juga menggunakan berbagai media pembelajaran, seperti benda-benda konkret, video, PPT, jembatan keledai, dan berbagai alat peraga. Ibu Endah mencoba menggunakan berbagai metode pengajaran tersebut dengan harapan anak, terutama Abi, mampu memahami materi dengan maksimal. Menurut Ibu Endah metode pengajaran yang tepat untuk anak hiperaktif adalah metode pengajaran dari hasil perpaduan berbagai metode pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran. Alasan Ibu Endah adalah jika hanya menggunakan satu metode pengajaran, anak cepat bosan yang akan berpengaruh terhadap konsentrasi dan hasil belajar anak. Tingkat keberhasilan Ibu Endah menggunakan metode pengajaran tersebut, khususnya Abi dapat memahami materi sekitar 80%, tetapi itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
semua bergantung dengan suasana hati Abi. Apabila Abi sedang mood belajar, maka nilai hasil evaluasinya 8. Namun sebaliknya, apabila Abi sedang tidak mood belajar nilai hasil belajarnya di bawah 6. Kemudian cara Ibu Endah mengembalikan suasana hati Abi dengan memberikan nasehat dan motivasi, seperti pernyataan beliau, “Nah, kamu kalo seperti ini, kita lihat nanti hasilnya seperti apa. Kalo kamu nanti hasilnya jelek, o... citacitanya tidak akan tercapai.” Ibu Endah akan mengatakan, “Apakah bisa kalo masih seperti itu jadi orang sukses nggak?” Abi menjawab, “Nggak.” Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru kelas, maka peneliti menyimpulkan bahwa guru kelas cukup memahami bagaimana kondisi Abi. Guru kelas melakukan penanganan untuk mengurangi perilaku Abi yang dapat menghambat proses belajar mengajar. Salah satu tindakan yang guru kelas lakukan adalah menggunakan berbagai metode pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran. Metode pengajaran tersebut antara lain kerja kelompok, Jigsaw, CTL, ceramah, dan lain-lain. Selain itu, guru kelas juga menggunakan berbagai media, seperti benda konkret, video, PPT, dan jembatan keledai, serta berbagai alat peraga. Namun, tingkat keberhasilan penggunaan metode pengajaran tersebut tergantung dengan suasana hati anak. Informasi tersebut peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan guru kelas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
Problematika Anak Hiperaktif Selama proses belajar mengajar, Abi menunjukkan perilaku yang berbeda dari anak-anak lainnya. Perilaku Abi tersebut dapat menghambat proses belajar mengajar untuk dirinya sendiri maupun teman-temannya. Berdasarkan hasil wawancara guru kelas, peneliti membuat kesimpulan bahwa Abi termasuk anak hiperaktif. Perilaku yang ditunjukkan Abi, diantaranya sering menyela pembicaraan orang lain, berbicara berlebihan, perhatian mudah teralih, membutuhkan waktu lama dalam mengerjakan tugas, sering mengerjakan PR atau membawa buku, dan sering menyanyi. Beberapa perilaku Abi tersebut juga mempengaruhi nilai Abi. Hal ini diperkuat dengan wawancara guru kelas tentang nilai hasil belajar Abi. Nilai Abi mata pelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan dan hafalan, seperti IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia di atas KKM, tetapi mata pelajaran Matematika sering di bawah KKM. Informasi ini peneliti dari hasil wawancara dengan guru kelas dan berdasarkan dokumen nilai hasil belajar. Langkah guru kelas menghadapi permasalahan tersebut dengan menggunakan metode pengajaran. Penggunaan metode pengajaran tersebut guru lakukan untuk membantu Abi memahami materi secara maksimal, terutama pada pelajaran Matematika. Guru kelas mengungkapkan bahwa metode pengajaran yang tepat untuk Abi adalah hasil perpaduan berbagai metode pengajaran dalam satu pembelajaran. Berbagai metode pengajaran tersebut antara lain kerja kelompok, Jigsaw, CTL, ceramah, dan berbagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
media pendukung. Tingkat keberhasilan penggunaan berbagai metode pengajaran tersebut tergantung suasana hati Abi. Apabila Abi sedang mood belajar, maka materi dapat diterima Abi sekitar 80%. Namun sebaliknya, apabila Abi sedang tidak mood belajar, maka materi yang dapat diterima Abi hanya sekitar 50%-60%. Informasi tersebut peneliti dapat berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas. 4.1.1.3 Partisipan III (Guru Pendamping Pribadi) Latar Belakang Partisipan III Partisipan ketiga dalam penelitian ini adalah Ibu Ine. Ibu Ine merupakan guru pendamping pribadi Abi baik selama pembelajaran di kelas maupun luar kelas. Peneliti melakukan wawancara dengan guru pendamping pribadi Abi sebanyak dua kali, yaitu pada tanggal 03 Oktober 2015 dan 16 Oktober 2015. Wawancara pertama dimulai dari pukul 07:30 – 08:00 WIB di teras SD Pelangi, sedangkan wawancara kedua dilakukan pada pukul 10:00 – 10:30 WIB di teras depan kelas II. Ibu Ine memulai kariernya sebagai guru pendamping di SD Pelangi sejak satu tahun yang lalu, lebih tepatnya pada tahun 2014. Ibu Ine sudah mendampingi Abi selama satu tahun mulai dari Abi kelas 3 hingga sekarang. Setiap hari, Ibu Ine mendampingi Abi baik selama proses belajar di kelas maupun luar kelas. Ibu Ine memberikan les tambahan di rumahnya. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ibu Ine, beliau memiliki pandangan tentang anak hiperaktif. Ibu Ine dalam menentukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
Abi termasuk anak hiperaktif atau tidak, beliau berpedoman pada perilaku keseharian Abi. Keseharian Abi tersebut, diantaranya Abi suka mencaricari perhatian, berbicara berlebihan, sering membantah, sering menyela pembicaraan orang lain, dan selalu ingin menonjolkan diri bahwa dirinya bisa, meskipun pada kenyataannya dia belum bisa. Selain itu, Abi sering sekali menyanyi saat pembelajaran. Namun, Ibu Ine selalu mengingatkan Abi, “Ini pelajaran apa?” karena jika tidak diingatkan akan mengganggu teman-temannya. Perilaku yang Abi tunjukkan ketika marah, yaitu merusak benda disekitarnya, tetapi tidak pernah melukai diri sendiri atau teman. Ibu Ine juga menceritakan Abi baik segi fisik, afektif, psikomotorik, maupun kognitif. Ibu Ine mengungkapkan Abi secara fisik seperti anak tidak berkebutuhan khusus. Secara afektif, Abi mengalami perubahan yang sangat pesat. Abi di kelas 3 hanya memiliki satu sahabat, tetapi sekarang Abi memiliki banyak sahabat baik dengan teman sekelas maupun luar kelas. Menurut Ibu Ine, kemampuan Abi secara psikomotorik masih kurang dan perlu pendampingan, terutama dalam hal menggunting, menggaris, atau membuat suatu prakarya. Namun secara kognitif, Abi memiliki tingkat pengetahuan yang lebih jika dibandingkan dengan teman-temannya. Abi menguasai berbagai ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan hafalan. Menurut Ibu Ine, mata pelajaran yang paling disukai Abi adalah IPA, sedangkan mata pelajaran yang tidak disukai ialah Matematika. Berikut pernyataan Ibu Ine saat melakukan wawancara: “Dia kan paling takut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
dengan angka, dia takut dengan Matematika, dia sudah shock dulu, nanti ujung-ujungnya dia ngamuk begitu.” Ibu Ine mengatakan bahwa ketika mengikuti pelajaran Matematika, Abi sering marah. Hal ini mempengaruhi nilai Matematika Abi lebih rendah dibandingkan mata pelajaran lainnya. Abi memiliki prestasi dibidang seni, yaitu menyanyi. Abi memiliki suara bagus, seperti yang diungkapkan Ibu Ine berikut ini, “Dia menyanyi suaranya bagus banget.” Ibu Ine mengungkapkan perubahan-perubahan positif yang dialami Abi dari kelas 3 hingga sekarang kelas 4 sangat pesat. Perubahan tersebut adalah dahulu ketika Abi ganti baju harus di dalam mobil, tetapi sekarang Abi sudah mulai bisa ganti baju di dalam ruangan. Dahulu Abi takut dengan angka, tetapi sekarang Abi mulai terbiasa dengan angka. Selain itu, ketika di kelas 3 Abi tidak pernah mengikuti olahraga, dia selalu bilang, “Aku itu capek, aku itu kakinya sakit, aku pusing,” banyak sekali alasannya.” Namun saat ini, Abi selalu mengikuti pelajaran olahraga, bahkan dia juga mengikuti ekstrakurikuler pencak silat dan futsal. Semua data tersebut peneliti dapatkan dari hasil wawancara antara peneliti dengan guru pendamping pribadi Abi. Problematika Anak Hiperaktif Selama kurang lebih satu tahun menjadi guru pendamping pribadi Abi, Ibu Ine mempunyai persepsi tersendiri terhadap anak hiperaktif. Ibu Ine berpedoman pada perilaku yang ditunjukkan Abi, beliau menganggap karakteristik anak hiperaktif pada diri Abi adalah suka mencari perhatian,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
tingkah laku dan berbicara yang berlebihan, sering membantah, sering menyela pembicaraan orang lain, dan selalu ingin menonjolkan diri bahwa dirinya bisa, seperti yang diungkapkan beliau, “Banyak ngomong, tingkah lakunya berlebihan, kalo dikasih tau itu selalu membantah, terus yang terakhir itu dia selalu ingin menonjolkan kalo dia itu bisa.” Selain itu, Abi sering menyanyi saat pembelajaran berlangsung. Perilaku Abi tersebut menghambatnya untuk memahami materi, terutama pelajaran Matematika. Hingga saat ini, nilai Matematika Abi lebih rendah dibanding mata pelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan dan hafalan, seperti IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia. Nilai Abi pada mata pelajaran tersebut di atas KKM. Menurut Ibu Ine, strategi penanganan untuk Abi adalah mencari kelemahan yang dimiliki anak. Ibu Ine mencoba untuk tidak mempedulikan Abi atau istilahnya “didiemin”, membuat kesepakatan, dan memberikan nasehat. Berdasarkan perilaku yang ditunjukkan Abi, Ibu Ine mencoba berbagai cara agar Abi dapat memahami materi dengan maksimal. Cara Ibu Ine gunakan saat mengajar dengan menggunakan metode pengajaran. Ibu Ine memiliki pandangan tentang metode pengajaran. Ibu Ine mengatakan bahwa metode pengajaran merupakan cara untuk menyampaikan suatu mata pelajaran. Contoh metode pengajaran yang pernah Ibu Ine terapkan, diantaranya metode bermain, tanya jawab, dan metode bersahabat. Dari beberapa metode pengajaran tersebut, menurut Ibu Ine metode bermain dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
bersahabat adalah metode yang tepat untuk Abi. Meskipun demikian, Ibu Ine tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan metode pengajaran lainnya, seperti metode bernyanyi pada pelajaran Matematika. Berdasarkan hasil wawancara dengan partisipan III, maka dapat disimpulkan bahwa guru menggunakan berbagai cara untuk menangani Abi baik di kelas maupun luar kelas. Cara pertama Ibu Ine adalah mencari kelemahan anak dengan membuat kesepakatan. Kedua, ketika memberikan les tambahan untuk Abi, Ibu Ine juga menggunakan berbagai metode pengajaran. Pedoman Ibu Ine dalam menentukan metode pengajaran tersebut dengan menyesuaikan materi dan karakteristik anak, seperti yang diungkapkan beliau berikut: “Disesuaikan dengan materi karena takutnya Abi juga ketinggalan kan to mbak kayak gitu dan Abi juga.” Ibu Ine mengungkapkan bahwa tidak semua anak akan berhasil menggunakan metode pengajaran yang sama. Tingkah keberhasilan Ibu Ine menggunakan berbagai metode pengajaran pada mata pelajaran yang berkaitan dengan hafalan, yaitu 70% - 80%, tetapi khusus pelajaran Matematika 30% - 40%. Namun sama seperti partisipan lainnya, keberhasilan tersebut tergantung dengan suasana hati Abi saat itu juga. Informasi tersebut peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan guru pendamping pribadi Abi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
4.1.1.4 Partisipan IV (Guru Pendamping Khusus) Latar Belakang Partisipan IV Partisipan IV dalam penelitian ini adalah Ibu Risti sebagai guru pendamping khusus SD Pelangi. Peneliti melakukan wawancara dengan guru pendamping khusus ini sebanyak dua kali. Wawancara pertama peneliti lakukan pada tanggal 17 Oktober 2015. Wawancara ini dilakukan mulai pukul 09:00 – 09:30 WIB di ruang tamu sekolah. Wawancara kedua peneliti lakukan pada tanggal 26 November 2015, mulai dari pukul 12:00 – 12:30 WIB di ruang kerja Ibu Risti. Ibu Risti sama seperti partisipan lain yang mengawali kariernya sebagai guru pendamping khusus di SD Pelangi. Saat wawancara, Ibu Risti menjelaskan sedikit tentang tugasnya sebagai guru pendamping khusus. Tugas beliau adalah mendampingi ABK yang tidak memiliki pendamping pribadi, memberikan kelas fullout (kelas tambahan bagi ABK yang kurang mampu mengikuti pembelajaran), dan melakukan assesment kepada anakanak berkebutuhan khusus. Ibu Risti juga menjelaskan bagaimana langkahlangkah melakukan assesment. Langkah pertama adalah mengumpulkan data anak baik dari guru kelas, pendamping pribadi jika ada, dan guru lain yang berkaitan. Setelah itu, dilakukan evaluasi untuk mengetahui kesulitan belajar anak. Ibu Risti juga menyebarkan kuisioner kepada orang tua anak yang bersangkutan. Langkah terakhir adalah melakukan assesment dengan menggunakan pedoman yang sudah ada, data terkumpul, dan perilaku anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
Ibu Risti mempunyai pandangan sendiri tentang karakteristik anak hiperaktif berdasarkan pengamatan terhadap perilaku anak. Ibu Risti mempersepsikan anak hiperaktif sebagai anak yang mempunyai kelebihan gerak maupun verbal, misalnya dalam waktu tertentu anak lain bergerak 23, tetapi anak hiperaktif bisa lebih, bicara berlebihan, dan tidak bisa duduk tenang. Ibu Risti juga menambahkan bahwa Abi sulit berkonsentrasi dan dia pandai dalam mencari alasan, seperti yang beliau ungkapkan, “Kalo misalnya dia lagi marah atau dia lagi nggak mau ngerjain PR, dia sudah pintar mencari alasan-alasan gitu, pura-pura pusing atau apa kayak gitu.” Ibu Risti juga mengatakan bahwa rasa ingin tahu anak tinggi. Hal ini terlihat Abi sering menyela pembicaraan orang lain dengan mengajukan pertanyaan, meskipun pertanyaan sebelumnya belum selesai dijawab. Ibu Risti juga mendeskripsikan Abi baik dari aspek fisik, afektif, psikomotorik, maupun kognitif. Secara fisik maupun psikomotorik, Ibu Risti mengatakan bahwa Abi terlihat seperti anak tidak memiliki kebutuhan khusus. Begitu pula aspek afektif, Abi mampu bersosialisasi dengan temantemannya, seperti pernyataan Ibu Ine berikut, “Kalo anaknya bergaul dengan temen-temennya sudah bisa, bagus.” Secara kognitif pandangan Ibu Risti tentang Abi sama seperti partisipan lainnya, yaitu pandai dalam menghafal materi-materi yang berkaitan dengan pengetahuan. Namun, Abi mengalami kesulitan dalam pelajaran Matematika. Hal ini menyebabkan nilai Matematika Abi lebih rendah dibandingkan mata pelajaran lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
Ibu Risti juga menceritakan sedikit tentang bagaimana melakukan penanganan untuk mengurangi perilaku Abi yang dapat menghambat proses belajarnya. Ketika Abi marah, dia akan mengatakan, “Uh, kesel, pusing aku itu, gini-gini.” Kalimat tersebut akan Abi katakan secara terusmenerus. Tindakan yang Ibu Risti lakukan adalah membiarkan Abi dengan tidak memperhatikan dan pada akhirnya dia akan diam sendiri. Namun, jika marahnya Abi mengganggu teman-temannya, Ibu Risti mengatakan, “Abi nggak boleh seperti itu.”. Ibu Risti berpandangan bahwa penanganan anak hiperaktif disesuaikan dengan anaknya. Hal ini juga berpengaruh pada pemilihan metode pengajaran yang digunakan Ibu Risti mengajar di kelas. Ibu Risti mengungkapkan “Metode pengajaran itu cara untuk memberikan pembelajaran
agar
anaknya
itu
lebih
paham,
lebih
mengusai
pembelajarannya kayak gitu. Jadi ya kita sebagai guru harus tau anaknya itu kayak gimana dan kita harus tau metode apa yang tepat untuk anaknya.” Ibu Risti memandang bahwa metode pengajaran adalah cara untuk menyampaikan materi agar anak dapat memahami dan menguasai materi yang dipelajari dengan maksimal. Ibu Risti mengungkapkan bahwa metode pengajaran paling tepat untuk Abi adalah metode yang dapat menyalurkan aktivitasnya yang berlebihan ke hal positif, misalnya metode TSTS, snowball throwing, menggunakan video. Menurut Ibu Risti, dalam satu pembelajaran tidak hanya menggunakan satu metode pengajaran, tetapi mengkombinasikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
berbagai metode pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran utuh. Pedoman Ibu Risti dalam memilih metode pengajaran sama seperti partisipan lainnya, yaitu materi dan karateristik anak (Abi). Ibu Risti mengakumulasikan keberhasilan dengan mengkombinasikan beberapa metode pengajaran dalam satu pembelajaran untuk Abi sekitar 60% - 80%. Peneliti mendapatkan informasi tersebut dari hasil wawancara antara peneliti dengan guru pendamping khusus. Problematika Anak Hiperaktif Ibu Risti mempunyai cara pandang tersendiri tentang anak hiperaktif dari hasil pengamatannya selama menjadi guru pendamping khusus. Hasil pengamatan Ibu Risti terhadap perilaku Abi antara lain anak mengajukan banyak pertanyaan secara terus-menerus meskipun pertanyaan sebelumnya belum selesai dijawab, sulit berkonsentrasi, ketika marah anak tidak mau mengerjakan tugas, tidak mau mengakui kesalahan, berbicara berlebihan, pandai dalam mencari alasan, dan tidak bisa duduk tenang. Selama menjadi pendamping khusus, Ibu Risti melakukan beberapa penanganan untuk mengurangi perilaku Abi yang dapat menghambatnya dalam belajar. Salah satunya saat Ibu Risti mengajar, beliau menggunakan berbagai metode pengajaran yang dikombinasikan, terutama pada pelajaran Matematika. Ibu Risti mengungkapkan bahwa Abi masih kesulitan dalam pelajaran Matematika, tetapi pada pelajaran yang berkaitan dengan hafalan Abi dapat menguasai materi dengan baik. Pernyataan Ibu Risti diperkuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
dengan nilai hasil belajar Matematika Abi lebih rendah dibandingkan mata pelajaran lainnya. Ibu Risti menceritakan salah satu hasil kombinasi metode pengajaran yang pernah diterapkan adalah kombinasi metode ceramah dan snowball throwing, sepertinya pernyataan berikut “Nah, kalo itu saya melakukannya di combine mbak. Jadi pertama kali ceramah dulu, jelasin materinya dulu. Setelah itu, baru di combine dengan metode lain, misalnya sama snowball throwing. Kan sudah dijelasin, misalnya materinya IPA, jelasin materi IPA kayak gimana terus nanti dari itu kan kita pakai snowball throwing, terus nanti jadi anaknya kan disuruh menulis soal, terus nanti kita lembarlembar, kita jawab sama-sama. Nah, itu lebih efektif sih kalo kemarin. Jadi, dia juga lebih tau kan belajar itu juga dari anak yang lain, nah seperti itu jadi nggak melulu dari gurunya seperti itu.” Keberhasilan Ibu Risti menggunakan metode pengajaran tersebut sekitar 60%- 80%. Namun, pada pelajaran Matematika Abi masih mengalami kesulitan. Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan guru pendamping khusus, peneliti dapat menyimpulkan bahwa Abi temasuk anak hiperaktif. Guru pendamping khusus menyebutkan beberapa perilaku Abi yang menunjukkan bahwa Abi termasuk anak hiperaktif. Perilakuperilaku tersebut antara lain berbicara berlebihan, mengajukan banyak pertanyaan meskipun pertanyaan sebelumnya belum selesai dijawab, sulit berkonsentrasi, saat marah tidak mau mengerjakan tugas, tidak mau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
mengakui kesalahan, berbicara berlebihan, pandai dalam mencari alasan, dan tidak bisa duduk tenang. Perilaku yang ditunjukkan Abi tersebut berpengaruh terhadap nilai hasil belajarnya. Strategi beliau untuk meningkatkan hasil belajar Abi, terutama pada pelajaran Matematika, dengan menggunakan berbagai metode pengajaran dalam satu pembelajaran. Langkah ini guru lakukan agar Abi memahami materi dengan maksimal dan tidak cepat bosan. Tingkat keberhasilan penggunaan metode pengajaran tersebut dalam pelajaran IPA bagi anak sekitar 60%-80%, tetapi untuk pelajaran matematika anak masih rendah. Hal ini sama seperti yang diungkapkan partisipan lain bahwa keberhasilan penggunaan metode pengajaran tersebut bergantung dengan suasana hati Abi juga. Informasi tersebut peneliti dapatkan dari hasil wawancara antara peneliti dengan guru pendamping khusus. 4.2
Pembahasan Abi merupakan seorang siswa kelas IV SD pelangi yang berusia 10 tahun. Abi memiliki hobi bernyanyi dan bersepeda. Mata pelajaran yang Abi sukai adalah IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia, sedangkan mata pelajaran yang tidak sukai adalah Matematika. Abi mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler, diantaranya futsal, renang, dan pencak silat. Informasi ini peneliti dapatkan dari hasil observasi dan wawancara baik dengan Abi, guru kelas IV, pendamping pribadi Abi, maupun guru pendamping khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti, (1) perhatian Abi mudah teralih dengan sesuatu yang menarik baginya. Salah satu contohnya ketika mengerjakan soal atau mendengarkan penjelasan guru, tiba-tiba memainkan pensil atau menggerak-gerakkan tangan dan kakinya, (2) sering melakukan aktivitas yang berlebihan dan sering meninggalkan tempat duduk, (3) terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap lawan bicaranya, (4) menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan tersebut selesai diberikan dan tanpa berpikir terlebih dahulu jawabannya, (5) berbicara berlebihan, (6) sering menyela pembicaraan orang lain, (7) sering bernyanyi saat pembelajaran, bahkan ketika guru menjelaskan rumus keliling bangun datar, rumus tersebut dinyanyikan, (6) membutuhkan waktu lama untuk mengerjakan tugas, terkadang juga tidak menyelesaikannya, (7) sering lupa membawa buku atau mengerjakan PR. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil assesment partisipan II, partisipan III, dan partisipan IV yang menggunakan pedoman dari Diagnostic and StatisticalManual of Mental Disorders IV ®-TR. Hasil assesment tersebut menyatakan bahwa Abi termasuk anak hiperaktif serta hasil wawancara dengan partisipan II yang mengatakan, “Itu kan setiap tahunnya dari kelas 1 sampai kelas 4 ini, kebetulan Abi assesmentnya adalah hiperaktif.” Berdasarkan hasil wawancara dan studi dokumen, secara fisik Abi terlihat seperti anak yang tidak memiliki kebutuhan khusus. Secara afektif, peneliti melihat Abi dapat mengekspresikan perasaannya, namun terkadang belum bisa mengendalikan diri dalam keadaan senang atau marah. Hal ini terlihat ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
guru kelas mengatakan, “Tapi saya kan seneng Bu, saya mendapatkan nilai seratus” Ah itu dia sering sekali saya ingatkan, Abi jangan terlalu seneng meluap-luap bahagianya, tapi kan saya seneng Bu, saya mendapatkan nilai seratus kan sudah bahagia, saya kan kalo bahagia nyanyi, seperti itu. Iya saya ingatkan bahagianya cukup bahagianya, temannya juga dapet seratus, saya contohkan temannya, temannya dapet seratus biasa saja tidak sampai meluapluap, tidak sampai menyanyi seperti itu. Saya ingatkan, ini pelajaran apa? Kalo menyanyi boleh menyanyi, mau nyanyi apa saja tidak apa-apa.” Abi mampu bersosialisasi baik dengan teman-temannya. Abi mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, terutama dengan orang-orang baru. Peneliti mengatakan demikian karena pertama kali peneliti bertemu, Abi sangat welcome. Namun aspek psikomotoriknya, anak masih perlu pendampingan. Pernyataan tersebut diperkuat dari hasil wawancara guru yang mengungkapkan bahwa psikomotorik anak masih kurang, misalnya menggunting, menggaris, atau membuat suatu prakarya anak masih memerlukan pendampingan. Berdasarkan aspek kognitifnya, anak memiliki kemampuan rata-rata. Anak memiliki daya menghafal yang tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap mata pelajaran yang disukai dan nilai hasil belajar anak. Mata pelajaran yang anak sukai berkaitan dengan pengetahuan dan hafalan, seperti IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia, sedangkan pelajaran yang tidak disukai adalah Matematika. Nilai hasil belajar anak hampir semua di atas KKM, kecuali Matematika. Informasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
tersebut peneliti dapatkan dari hasil studi dokumen dan wawancara, baik guru kelas, guru pendamping pribadi, maupun guru pendamping khusus. Melihat karakteristik Abi, maka peneliti membuat kesimpulan bahwa perilaku Abi sesuai dengan teori karakteristik anak hiperaktif yang diungkapkan Zaviera (2014) dan Wiyani (2014). Beberapa karakteristik anak hiperaktif menurut Zaviera (2014), yaitu (1) sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugasnya, (2) tidak mendengarkan lawan bicaranya, (3) sering menghindar atau tidak menyukai melakukan tugas yang membutuhkan pemikiran lama, (4) sering kehilangan barang yang dimilikinya, (5) sering lupa mengerjakan tugas sehari-hari, (6) perhatiannya mudah teralih oleh rangsangan dari luar. Wiyani (2014) menambahkan karakteristik anak hiperaktif antara lain: (1) berbicara berlebihan atau tidak bisa berhenti bicara, (2) mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan secara tenang, dan (3) tidak bisa duduk tenang dalam waktu lama (lebih dari lima menit). Peneliti membuat kesimpulan bahwa Abi menunjukkan perilaku yang hampir sama atau sama dengan teori karakteristik anak hiperaktif yang telah dijelaskan tersebut. Pedoman dasar yang peneliti gunakan adalah hampir semua karakteristik perilaku Abi dan karakteristik anak hiperaktif menurut teori Zaviera (2014) dan Wiyani (2014). Persamaan karakteristik Abi dengan teori anak hiperaktif tersebut, yaitu perhatian anak mudah teralih oleh hal-hal yang menarik baginya, terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap lawan bicaranya, sering meninggalkan tempat duduk, melakukan aktivitas motorik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
secara berlebihan, berbicara berlebihan, sering menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan tersebut selesai diberikan, sering lupa membawa buku atau mengerjakan tugas, dan sering menyela pembicaraan orang lain. Setiap guru mempunyai cara pandang yang berbeda terhadap perilaku anak yang menunjukkan karakteristik anak hiperaktif. Faktanya, beberapa kriteria pada hasil assesment dari setiap guru partisipan terhadap perilaku Abi terdapat perbedaan. Persepsi merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui proses penginderaan. Proses penginderaan akan berlangsung setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui alat-alat indera (Walgito, 2010). Faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan persepsi, yaitu perilaku persepsi, objek yang dipersepsikan, dan konteks dari situasi dimana persepsi itu diberlakukan (Danarjati, 2013). Persepsi berasal dari luar (eksternal perception) dan dalam diri individu (self-perception). Persepsi dapat diungkapkan karena perasaan, kemampuan berpikir, dan pengalaman individu berbeda. Hal ini mempengaruhi seseorang dalam mempersepsikan suatu stimulus antara individu satu dengan individu lain berbeda (Jacobsen, 2009). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis persepsi yang berasal dari luar (eksternal perception). Persepsi guru muncul ketika mereka melakukan pengamatan tentang bagaimana perilaku yang ditunjukkan Abi, baik selama pembelajaran di kelas atau luar kelas. Kemudian barulah guru mempersepsikan tentang anak hiperaktif. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru partisipan menunjukkan bahwa ketiga partisipan tersebut mempersepsikan tentang anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
hiperaktif berbeda-beda. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan guru kelas yang mempersepsikan anak hiperaktif sebagai anak yang setiap saat anak melakukan aktivitas tertentu, berbicara berlebihan, tidak bisa diam dalam waktu tertentu, dan sering menyela pembicaraan orang lain. Namun, berbeda dengan guru pendamping pribadi yang mempersepsikan anak hiperaktif adalah anak yang suka mencari perhatian, berbicara berlebihan, sering membantah, dan selalu ingin menonjolkan diri bahwa dirinya bisa. Persepsi terdapat tiga komponen seperti yang dijelaskan pada bab II. Ketiga komponen persepsi tersebut menurut Alport (Danarjati, 2010), diantaranya komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Berdasarkan teori tersebut, peneliti membuat kesimpulan bahwa komponen persepsi yang muncul pada semua guru partisipan adalah komponen kognitif. Alasannya adalah hasil wawancara dengan semua guru partisipan menunjukkan bahwa munculnya persepsi mereka tentang anak hiperaktif yang ada pada diri anak berdasarkan pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan guru partisipan yang menggunakan pengetahuan atau informasi untuk mendeskripsikan bagaimana perilaku keseharian Abi. Guru kelas memiliki pandangaan sendiri terhadap perilaku Abi yang berbeda dengan anak-anak lainnya. Berdasarkan perilaku yang ditunjukkan Abi, guru kelas menganggap bahwa Abi termasuk anak hiperaktif. Dengan pernyataan tersebut, peneliti mengajukan pertanyaan kepada guru kelas tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
persepsi terhadap anak hiperaktif. Guru kelas mempersepsikan anak hiperaktif, seperti berikut: “Anak hiperaktif itu anak yang e... setiap saat e... apa yaa melakukan tindakan entah itu berbicara, entah itu aktivitas apa, entah jalanjalan itu dan untuk diam beberapa dalam beberapa saat susah, susah sekali. Walaupun untuk Abi itu tidak ada terapi, tapi dibanding anak-anak yang lain, Abi itu termasuk anak yang lebih aktif daripada anak lainnya. Sebelum, belum diajak, gurunya baru menerangkan saja, dia sudah ngomong-ngomong, nyambung apa-apa, terkadang ngomong e.. di luar apa materi, kadang iya seperti itu. Ya, anak yang pintar sebenarnya mbak kemudian dia banyak akal, banyak bergerak karna dia kan banyak akal sebenarnya dia ada saja yang dia lakukan, kemudian ya di kelas e... intensitas untuk diamnya itu lebih sedikit dibandingkan dengan geraknya aktif, lebih banyak aktivitas seperti itu.” Berdasarkan pernyataan tersebut, guru kelas mempersepsikan anak hiperaktif sebagai anak yang setiap saat melakukan aktivitas tertentu, berbicara berlebihan, tidak bisa diam dalam waktu tertentu, dan terkadang menyela atau memberikan komentar setiap pembicaraan orang lain. Guru kelas juga berpandangan bahwa sebenarnya anak hiperaktif adalah anak yang pandai dan memiliki banyak akal. Guru kelas menceritakan bagaimana perilaku Abi yang lain, yaitu terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap lawan bicaranya, sering menyanyi saat pembelajaran berlangsung, sering lupa membawa buku atau mengerjakan PR, membutuhkan waktu lama dalam mengerjakan tugas, dan tidak sabaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
Berdasarkan persepsi guru kelas terhadap perilaku anak hiperaktif tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa perilaku yang muncul pada diri Abi termasuk anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif. Beberapa perilaku yang ditunjukkan Abi mencakup indikasi anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif yang sesuai dengan teori karakteristik anak hiperaktif oleh DSM-IV® - TR. Perilaku Abi yang sesuai dengan teori anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif menurut DSM-IV® - TR adalah (1) sering melakukan aktivitas motorik secara
berlebihan, (2) berbicara secara berlebihan, (3) sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai diberikan, (4) sulit menunggu giliran, (5) sering menyela pembicaraan orang lain, dan (6) sering lupa. Persepsi guru kelas terhadap anak hiperaktif tersebut berbeda dengan persepsi guru pendamping pribadi. Menurut Ibu Ine, anak hiperaktif itu anak yang selalu mencari perhatian, berbicara dan tingkah lakunya berlebihan, selalu membantah atau menyela pembicaraan orang lain, dan selalu ingin menonjolkan diri dan merasa bahwa dirinya bisa. Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti menyimpulkan, perilaku yang ditunjukkan Abi mencakup indikasi anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif menurut DSM-IV®-TR. Perbedaan persepsi antara guru kelas dan guru pendamping pribadi juga terdapat perbedaan dengan persepsi guru pendamping khusus. Ibu Risti mempersepsikan anak hiperaktif sebagai anak yang mempunyai kelebihan gerak maupun verbal, misalnya dalam rentang waktu tertentu anak lain bergerak 2-3, tetapi anak hiperaktif bisa lebih, bicara berlebihan, dan tidak bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
duduk tenang. Ibu Risti menambahkan perilaku lain yang ditunjukkan Abi, diantaranya sulit berkonsentrasi, sering menyela pembicaraan orang lain dengan mengajukan banyak pertanyaan secara terus-menerus, meskipun pertanyaan sebelumnya belum selesai dijawab, ketika marah anak tidak mau mengerjakan tugas, dan pandai dalam mencari alasan dan selalu menyalahkan orang lain. Dari pernyataan guru tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa perilaku Abi menunjukkan indikasi anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif yang sesuai dengan teori DSM-IV®-TR tentang karakteristik anak hiperaktif. Beberapa perilaku Abi yang sesuai dengan teori anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif menurut DSM-IV®-TR adalah (1) sulit berkonsentrasi saat mengerjakan tugas,
(2) tidak teratur dalam mengerjakan tugas, (3) sering meninggalkan tempat duduk, (3) sering melakukan aktivitas motorik secara berlebihan, (4) berbicara berlebihan, (5) sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai diberikan, dan (6) sering menyela pembicaraan orang lain. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peneliti melihat perilaku Abi menunjukkan anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif. Peneliti menyimpulkan demikian karena perilaku yang ditunjukkan Abi sesuai dengan teori DSM-IV®TR tentang anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif, diantaranya (1) sering
meninggalkan tempat duduk, (2) melakukan aktivitas motorik secara berlebihan, (3) berbicara secara berlebihan, (4) sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai diberikan, (5) tidak teratur dalam mengerjakan tugas, dan (6) sering menyela pembicaraan orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
Hasil wawancara dengan guru partisipan, peneliti melihat bahwa guru mengetahui dan memahami Abi sebagai anak hiperaktif. Guru mengetahui bagaimana perilaku anak baik di kelas maupun luar kelas. Dalam proses pembelajaran, guru melakukan penanganan terhadap perilaku Abi agar tujuan pengajaran dapat tercapai dengan maksimal. Hal inilah yang memunculkan persepsi guru terhadap penanganan anak hiperaktif. Guru kelas dalam melakukan penanganan ketika Abi mulai berbicara atau tertawa berlebihan guru hanya mengingatkan, memberikan nasehat, dan membuat kesepakatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan guru kelas “Iya, saya ingatkan, Apakah ada hal yang lucu? Ok kalo lucu Ibu Endah kasih waktu untuk tertawa di luar karena kalo tertawa terlalu lama di kelas nanti mengganggu konsentrasi teman-temannya.” Penanganan tersebut sama seperti yang dilakukan guru partisipan lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru pendamping, penanganan yang dilakukan guru saat Abi mulai berbicara atau tertawa berlebihan adalah memberikan nasehat dan membuat kesepakatan. Penanganan ketika anak berbicara berlebihan berbeda dengan penanganan ketika anak marah. Penanganan guru pendamping pribadi ketika anak marah dengan memberikan waktu kepada anak untuk sendiri. Penanganan tersebut sama seperti yang dilakukan guru pendamping khusus. Guru membiarkan anak atau istilahnya “didiemin”, meskipun pada awalnya anak akan mengeluh terusmenerus. Guru menambahkan ketika anak tidak diperhatikan atau dipedulikan, anak akan diam dengan sendirinya. Selain itu, guru juga membuat kesepakatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
dengan anak, seperti pernyataan berikut ini: “Jadinya nanti kita diemin kalo nggak apa namanya Abi kadang-kadang mudah kalo itu nanti Bu Ine berhenti. Ada ancaman-ancamannya sendiri sih yang membuat dia nanti terus kadangkadang nurut seperti itu.” Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman guru, cara tersebut adalah penanganan yang tepat untuk Abi. Tindakan tersebut dipilih guru karena guru kurang mengetahui cara menangani anak hiperaktif. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan guru yang mengatakan bahwa guru belum dibekali tentang bagaimana menangani anak hiperaktif yang tepat. Peneliti melihat dengan karakteristik Abi tersebut, Abi membutuhkan pendampingan khusus selama proses pembelajaran, terutama pada pelajaran Matematika. Peneliti mengatakan demikian karena peneliti mendapatkan informasi bahwa nilai Matematika Abi lebih rendah dibanding mata pelajaran lain. Pernyataan tersebut diperkuat dari hasil wawancara dan studi dokumen nilai hasil belajar anak. Berdasarkan permasalahan tersebut, guru mencari cara untuk meningkatkan hasil belajar Abi, terutama pada pelajaran Matematika. Cara guru untuk menghadapi permasalahan tersebut dengan menggunakan metode pengajaran. Hal ini memunculkan persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru partisipan, setiap guru memiliki persepsi yang hampir sama tentang definisi metode pengajaran. Guru kelas memiliki persepsi tentang metode pengajaran, seperti yang diungkapkan berikut “Metode ya e... cara yang digunakan guru untuk e... memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
materi kepada peserta didik.” Dari pernyataan tersebut, guru kelas mendefinisikan metode pengajaran sebagai cara yang digunakan guru untuk memberikan materi kepada peserta didik. Pernyataan tentang definisi metode pengajaran dari guru kelas, hampir sama seperti pernyataan yang diungkapkan guru pendamping pribadi dan guru pendamping khusus. Menurut pendamping pribadi, metode pengajaran adalah cara penyampaian suatu pelajaran di kelas. Begitu pula dengan guru pendamping khusus yang berkata, “Metode pengajaran itu kan caranya, cara untuk memberikan pembelajaran agar anaknya itu lebih paham, lebih mengusai pembelajarannya kayak gitu. Guru harus tau anaknya itu kayak gimana dan kita harus tau metode apa yang tepat untuk anaknya.” Dari pernyataan tersebut, guru pendamping khusus mendefinisikan metode pengajaran sebagai cara untuk memberikan pelajaran agar anak memahami dan menguasai materi yang diajarkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru tentang definisi metode pengajaran, persepsi dari ketiga guru partisipan sesuai dengan teori Muslich (2010) dan Raharjo (2012) yang mengungkapkan bahwa metode pengajaran adalah cara yang digunakan dalam menyampaikan materi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Bahri (Siregar, 2010) menjelaskan metode pengajaran merupakan bagian dari strategi pengajaran. Strategi pengajaran adalah cara sistematis dipilih guru untuk menyampaikan materi, sehingga memudahkan guru maupun siswa mencapai tujuan pembelajaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
Setiap guru partisipan memiliki pengalaman yang berbeda-beda saat mengajar atau berinteraksi langsung dengan Abi. Hal ini mempengaruhi guru dalam mempersepsikan metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Dari hasil wawancara dengan guru kelas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa guru kelas cukup memahami bagaimana karakteristik Abi. Guru kelas memiliki pandangan bahwa metode pengajaran untuk anak hiperaktif adalah hasil perpaduan berbagai metode pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan guru kelas yang berkata, “Iya, itu campur mbak. Semua campur karena kalo apa kita menerangkan terus anaknya juga nanti apa namanya ngomong. Nah, nanti terus ada kegiatan apa yang mereka lakukan, campur-campur.” Metode pengajaran yang pernah guru kelas gunakan adalah kerja kelompok, Jigsaw, CTL, dan ceramah. Guru kelas juga menggunakan berbagai media, seperti benda konkret, video, PPT, jembatan keledai, dan alat peraga. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas, keberhasilan dalam menggunakan metode pengajaran tersebut, khususnya Abi bisa menerima materi sekitar 80%. Namun, tingkat keberhasilan tersebut tergantung mood belajar Abi saat itu juga. Informasi ini peneliti dapatkan dari wawancara dengan guru kelas dan studi dokumen hasil belajar anak. Persepsi guru kelas terhadap metode pengajaran anak hiperaktif tersebut, sedikit berbeda dengan persepsi guru pendamping pribadi. Pendamping pribadi mengungkapkan bahwa metode pengajaran untuk anak hiperaktif adalah metode pengajaran bermain dan bersahabat. Apabila menggunakan metode
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
ceramah, Ibu Ine menganggap tidak efektif karena anak akan cepat bosan. Namun, metode ceramah menjadi efektif apabila dikombinasikan dengan metode pengajaran lain. Guru pendamping pribadi mengatakan bahwa Abi mengalami kesulitan pada pelajaran Matematika. Hal ini menyebabkan nilai Matematika anak lebih rendah dibanding mata pelajaran lainnya. Contoh metode pengajaran yang digunakan dalam pelajaran Matematika adalah bernyanyi, seperti pernyataan Ibu Ine, “Contohnya gini aja Matematika perkalian ulang sulit banget dan Abi benci sekali dengan angka, saya kadangkadang sambil nyanyi. Satu kali satu (Ibu Ine menyanyikannya) kayak gitu terus, nanti kalo sudah hari berikutnya saya nggak ngasih pelajaran itu, tapi pulangnya saja tes, “Ayo kak nyanyi lagi kak satu kali satu.” Nah, nanti kalo dia sudah hafal perkalian satu sampai angka lima, walaupun nanti sampai enam ke bawah itu mikir lagi, tapi itu sudah bagus.” Ibu Ine mencoba mengkombinasikan materi dengan hobi anak, yaitu bernyanyi sebagai metode pengajaran agar anak memahami materi. Ibu Ine mengakumulasikan tingkat keberhasilannya dalam penggunaan metode pengajaran tersebut juga hampir sama dengan guru partisipan lain sekitar 70%-80%. Ibu Ine menambahkan bahwa tingkat keberhasilan tersebut tergantung pada mood anak saat itu juga. Sama seperti persepsi dari guru kelas dan guru pendamping pribadi, guru pendamping khusus memiliki persepsi terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Menurut guru pendamping khusus, jika seorang guru tidak mengembangkan dan menggunakan metode pengajaran, anak akan kesulitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
dalam memahami materi. Ibu Risti mengungkapkan bahwa metode pengajaran untuk anak hiperaktif adalah metode pengajaran yang berpusat pada siswa, bukan berpusat pada guru, misalnya cooperative learning. Ibu Risti menambahkan, dalam satu pembelajaran beliau tidak hanya menggunakan satu metode pengajaran, tetapi memadukan berbagai metode pengajaran. Ibu Risti memberikan contoh, misalnya pada 5 menit pertama, beliau menggunakan metode ceramah, kemudian dilanjutnya dengan metode TSTS atau snowball throwing. Tingkat keberhasilan Ibu Risti menggunakan berbagai metode pengajaran dalam satu pembelajaran untuk Abi memahami materi 60%-80%. Namun, sama seperti guru partisipan lain bahwa tingkat keberhasilan tersebut tergantung dengan kondisi anak saat itu juga. Apabila saat itu anak mood belajar, maka keberhasilannya bisa maksimal. Begitu pula sebaliknya, apabila anak tidak mood belajar maka dengan metode pengajaran apapun hasilnya tidak bisa maksimal. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga guru partisipan terhadap metode pengajaran sesuai dengan teori Bahri (Zain, 2010) yang menyatakan bahwa metode pengajaran yang dapat menjadikan siswa lebih aktif dan memahami materi antara lain metode eksperimen, metode diskusi, metode sosiodrama role play, metode demonstrasi, metode problem solving, metode tanya jawab, dan metode ceramah. Segers (Jacobsen, 2009) menambahkan satu metode pengajaran, yaitu metode pengajaran kooperatif. Jerolimek dan Parker (Isjoni, 2013) mengungkapkan kelebihan dari metode kooperatif, diantaranya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
adanya ketergantungan positif antaranggota kelompok, belajar mengemukakan dan menghargai pendapat orang lain, terlibat dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, memiliki banyak kesempatan mengekspresikan pengalaman mereka, dan hubungan antarsiswa maupun guru dan siswa menjadi lebih akrab. Huda (2013) menambahkan kelebihan metode kooperatif adalah mendorong kemandirian belajar siswa, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menimba berbagai informasi, dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik. Berdasarkan hasil wawancara dan teori tentang metode pengajaran, peneliti membuat kesimpulan bahwa metode pengajaran yang tepat untuk anak hiperaktif adalah metode menjadikan siswa aktif dalam pembelajaran dan mengalihkan atau mengurangi perilaku-perilaku anak hiperaktif ke hal-hal yang positif. Dengan demikian, anak hiperaktif dapat memahami materi dengan maksimal. Metode pengajaran untuk anak hiperaktif adalah hasil perpaduan berbagai metode pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran. Metode pengajaran tersebut adalah perpaduan antara metode pengajaran konvensional dan metode pengajaran yang berpusat pada anak. Salah satu contohnya perpaduan metode ceramah dan metode kooperatif (cooperative learning). Dari hasil wawancara dengan ketiga guru partisipan menyatakan bahwa tingkat keberhasilan penggunaan metode pengajaran tersebut tergantung dengan suasana hati anak. Secara keseluruhan pernyataan tersebut peneliti membuat kesimpulan demikian berlandaskan hasil wawancara dan teori yang digunakan dalam penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V PENUTUP
Bab V ini berisi tentang kesimpulan penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran. Pada kesimpulan berisi tentang rangkuman hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti. Keterbatasan penelitian berisi tentang keterbatasan yang dihadapi peneliti dalam penelitian ini, sedangkan saran berisi tentang masukan bagi peneliti selanjutnya, guru, ataupun orang tua yang memiliki anak hiperaktif. 5.1
Kesimpulan Perilaku-perilaku yang ditunjukkan anak hiperaktif selama proses pembelajaran antara lain perhatian anak mudah teralih dengan hal-hal yang menarik baginya, berbicara dan tertawa berlebihan, terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap lawan bicaranya, sering menyela pembicaraan orang lain, sering menjawab sebelum pertanyaan tersebut selesai diberikan, tidak teratur dalam mengerjakan tugas, melakukan aktivitas motorik secara berlebihan, dan sering meninggalkan tempat duduk. Secara kognitif, anak hiperaktif memiliki kemampuan yang rata-rata. Hal ini terlihat dari hampir semua nilai anak di atas KKM, kecuali Matematika. Anak menyukai mata pelajaran yang berkaitan dengan hafalan, seperti IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia, sedangkan pelajaran yang tidak disukai adalah Matematika. Berdasarkan hasil penelitian tentang persepsi guru terhadap anak hiperaktif, peneliti memperoleh data bahwa setiap guru yang mengampu di
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
kelas IV SD Pelangi memiliki kesamaan dengan teori anak hiperaktif. Terkait dengan perilaku yang ditunjukkan Abi, maka metode pengajaran yang tepat untuk anak hiperaktif adalah perpaduan dari berbagai metode pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran utuh. Metode pengajaran tersebut adalah perpaduan antara metode pengajaran yang berpusat pada siswa dan metode konvensional. Salah satu contohnya perpaduan metode ceramah dan metode kooperatif (cooperative learning). Dalam pemilihan metode pengajaran, guru menyesuaikan dengan materi, karakteristik anak, dan kemampuan anak. Tingkat keberhasilan penggunaan berbagai metode pengajaran dalam satu pembelajaran tersebut tergantung dengan suasana hati anak saat itu. 5.2
Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti mengalami kesulitan untuk melakukan wawancara dengan orang tua anak. Orang tua mengijinkan peneliti melakukan penelitian ini, tetapi orang tua tidak bersedia melakukan wawancara secara resmi sehingga informasi mengenai anak kurang optimal.
5.3
Saran Dalam penelitian, seorang peneliti harus mampu memberikan sesuatu yang berguna bagi semua pihak yang terkait dengan penelitian ini. Adapun saran-saran yang peneliti berikan setelah peneliti meneliti permasalahan ini sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
5.3.1 Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini disarankan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian tentang anak hiperaktif. Selain itu, peneliti selanjutnya dapat melakukan reduksi penelitian ini dengan objek yang berbeda tentang metode pengajaran untuk anak hiperaktif. 5.3.2 Guru Guru hendaknya berhati-hati dalam menginterpretasikan anak hiperaktif. Guru disarankan untuk mengikuti berbagai seminar atau pelatihan untuk menambah pengetahuan tentang anak hiperaktif. Selain itu, guru hendaknya membangun relasi antara guru dengan orang tua, sehingga guru dapat memahami kondisi anak hiperaktif yang sebenarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR REFERENSI
Ahmadi, R. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: AR-Ruzz Media. Allen, dkk. (2003). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder fourth Edition. Washington DC: The American Pshychiatric Associantion. Amelia, Y. (2013). Persepsi Guru Terhadap Anak yang Mengalami Gangguan Perilaku Dalam Kegiatan Sekolah. YP Amelia - E-JUPEKhu. Diunduh pada tanggal 14 November 2015 di ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu/article/view/949 Amir, S. (2014). Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Tingkat Hiperaktif-Impulsif Pada Anak Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). S. Amir-PelitaJurnal Penelitian. DIunduh tanggal 14 November 2015 di journal.uny.ac.id/index.php/pelita/article/download/4017/3473 Buitelaar, A. P. (2010). ADHD (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas). Jakarta: Prenada Media Group. Danarjati, D. P. (2013). Pengantar Psikologi Umum. Bogor: Graha Ilmu. Fitria, R. (2012). Proses Pembelajaran dalam Setting Inklusi di Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus. Diunduh pada tanggal 14 November 2015 di http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Fitriani. (2012). Menggali Potensi Di Sekolah Inklusif. Lentera Insan. Ghory, D. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
Gunawan. (2013). Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara. Haryantiningsih, R. (2015). Studi Kasus Anak Hiperaktif dan Usaha Guru Dalam Memusatkan Perhatian Belajar Siswa di MI Muhammadiyah Ceporan Kabupaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2014/2015 diunduh pada tanggal 12 Februari di http://eprints.ums.ac.id/32593/ Huda, M. (2013). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Jacobsen. (2009). Methods for Teaching Metode-Metode Pengajaran Meningkatkan Belajar Siswa TK-SMA. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kay, J. (2013). Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Kanisius. Koasih, E. (2012). Cara Bijak Memahami anak Berkebutuhan Khusus . Bandung : Yrama Widya. Moleong.(2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Murtiningsih. (2013). Kiat Sukses Mengasuh Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA. Muslich, M. (2010). Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi. Bandung: PT Refika Aditama. Prastowo, A. (2014). Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: AR-Ruzz Media. Raharjo, M. (2012). Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava Media.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada. Sarwono, S. (2009). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: PT Raja Grafind Persada. Siregar, E. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: AlfaBeta. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfa Beta. Thompson, J. (2010). Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Erlangga. Walgito, B. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: CV Andi Offset. Wiyani. (2014). Buku Ajar Penanganan Anak Usia Dini Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: AR-RUZZ Media. Zain, A. (2010). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Zaviera, F. (2014). Anak Hiperaktif. Yogyakarta: Kata Hati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
LAMPIRAN 1 TEKS ANEKDOT ANAK
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
Lampiran 1.1 Teks Anekdot Anak
Nama
: Abi
Umur
: 10 tahun
Lokasi
: SD Pelangi
Observer
: Dwi Marginingsih
Aspek yang diamati
: Fisik, Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
Peneliti melaksanakan observasi langsung tentang bagaimana perilaku yang ditunjukkan Abi di sekolah, baik pembelajaran di kelas maupun di luar kelas sebanyak empat kali dengan waktu yang berbeda. Peneliti akan mendeskripsikan hasil observasi yang telah peneliti lakukan di SD Pelangi. Abi merupakan siswa laki-laki yang saat ini duduk di kelas IV SD. Pada observasi pertama, peneliti mengamati kegiatan pembelajaran di luar kelas, yaitu mata pelajaran olahraga. Pada saat itu, guru olahraga mengisi jam pelajaran tersebut untuk latihan upacara pada hari Senin. Pada latihan upacara tersebut Abi tertugas sebagai anggota paduan suara. Perilaku yang ditunjukkan Abi saat latihan upacara tersebut antara lain Abi tidak mengikuti instruksi yang diberikan dan sering kali mengajak berbicara teman yang ada di sebelahnya. Observasi kedua peneliti lakukan pada hari Sabtu tanggal 03 Oktober 2015. Peneliti melakukan observasi pada saat pembelajaran berlangsung. Perilaku-perilaku yang ditunjukkan Abi saat di kelas antara lain Abi mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi baik saat guru menjelaskan, mencatat materi, maupun mengerjakan tugas. Abi terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap mata lawan bicaranya, tetapi dia dapat merespon pembicaraan tersebut dengan baik. Pernyataan tersebut diperkuat oleh guru kelas yang mengatakan bahwa Abi ketika diajak berbicara tidak menatap lawan bicaranya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
Pada Observasi ketiga, peneliti lakukan pada hari Sabtu 16 November 2015. Peneliti melakukan observasi saat pembelajaran berlangsung mulai dari pukul 07:30 – 10:00 WIB. Jadwal pelajaran saat itu adalah mata pelajaran IPS, lebih tepatnya materi tentang sejarah. Abi duduk di baris paling utara dan paling belakang bersama pendamping pribadinya. Pada awal pembelajaran, guru kelas menanyakan PR dan meminta anak-anak untuk mengumpulkan PR tersebut. Pada saat itu, Abi lupa tidak mengerjakan PR. Guru kelas menanyakan kepada Abi kenapa dia tidak mengerjakan PR. Lalu Abi mencari alasan-alasan dan marah serta menyalahkan pendampingnya karena tidak mengerjakan PR. Kemudian Abi mendapat hukuman yang telah ditetapkan di kelas, yaitu membayar denda dan mengerjakan dua kali. Kemarahan Abi tersebut berlangsung hingga jam istirahat. Pada saat itu, guru kelas dan pendamping mencoba menenangkan dan memberikan pengertian kepada Abi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan baik guru kelas maupun pendamping pribadi Abi yang menyatakan bahwa Abi sering lupa membawa buku paket dan tidak mengerjakan PR. Ketika pembelajaran berlangsung, guru kelas belum selesai menjelaskan materi, terkadang Abi menyelanya dengan mengajukan beberapa pertanyaan atau menanggapi dengan candaan. Dia akan tertawa sangat keras apabila ada hal-hal yang menurut dia lucu, meskipun hal tersebut tidak lucu bagi orang lain. Dia sering sekali memberikan komentar atau sanggahan kepada orang lain, misalnya dia selalu memberikan komentar apa yang dikatakan guru kelas maupun guru pendamping pribadinya. Apabila diberikan pertanyaan, dia sering menjawab sebelum pertanyaan itu selesai diberikan dan menjawabnya secara langsung tanpa dipikir terlebih dahulu. Abi memiliki daya imajinasi yang tinggi. Hal ini terlihat pada saat jam istirahat, Abi menunjukkan sebuah gambar pada peneliti. Ketika Abi menunjukkan gambar, peneliti tidak bisa menebak apa maksud dari gambar tersebut. Kemudian peneliti bertanya kepada Abi, “Ini gambar apa, Abi?” Abi pun mendeskripsikan bahwa gambar itu adalah seseorang yang menggunakan sebuah cadar. Abi juga menceritakan tentang keseharian seseorang yang menggunakan cadar tersebut. Peneliti tidak menyangka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
bahwa Abi mendeskripsikan gambar tersebut sedemikian rupa. Dari situlah peneliti membuat pernyataan bahwa Abi memiliki daya imajinasi yang tinggi. Observasi keempat peneliti lakukan pada tanggal 23 November 2015. Peneliti kembali melakukan observasi saat pembelajaran berlangsung. Pelajaran saat itu adalah Matematika dengan materi keliling bangun datar. Selama melakukan observasi, perilaku yang ditunjukkan Abi antara lain Abi terkadang menyela pembicaraan guru saat menjelaskan materi. Terkadang Abi menyelanya dengan candaan. Perhatian Abi juga mudah teralih dengan sesuatu yang menarik baginya. Salah satu contohnya ketika mengerjakan soal atau mendengarkan penjelasan guru, tiba-tiba dia menyanyi atau memainkan pensil dan menggerak-gerakkan tangannya. Abi juga membutuhkan waktu yang lama untuk mengerjakan tugas atau mencatat materi, terkadang dia juga tidak menyelesaikannya. Dia kurang bisa tenang atau diam dalam waktu kurang dari lima menit. Dia seringkali meninggalkan tempat duduk dan melakukan aktivitas motorik yang berlebihan. Abi memiliki hobi menyanyi dan dia juga memiliki suara yang bagus. Hal ini terlihat saat pembelajaran berlangsung, Abi sering menyanyi, bahkan ketika guru sedang menjelaskan rumus keliling pada bangun datar, rumus tersebut dia nyanyikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
LAMPIRAN 2 HASIL TRIANGULASI DATA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102
Lampiran 2.1 Hasil Triangulasi Data
TEMATIK UMUM Persepsi Anak Hiperaktif
TEMATIK KHUSUS Definisi Anak Hiperaktif
Karakteristik Umum Anak Hiperaktif
Karakteristik Umum pada Anak Hiperaktif
PARTISIPAN II
PARTISIPAN III
PARTISIPAN III
Anak hiperaktif itu anak yang e.. setiap saat e... apa yaa melakukan tindakan entah itu berbicara, entah itu aktivitas apa, entah jalan-jalan itu dan untuk diam beberapa dalam beberapa saat susah, susah sekali. Walaupun untuk Abi itu tidak ada terapi, tapi dibanding anak-anak yang lain, Abi itu termasuk anak yang lebih aktif daripada anak lainnya. Sebelum, belum diajak, gurunya baru menerangkan saja, dia sudah ngomong-ngomong, nyambung apa-apa, terkadang ngomong e.. di luar apa materi. Ya, anak yang pintar sebenarnya mbak kemudian dia banyak akal, banyak bergerak karna dia kan banyak akal sebenarnya dia ada saja yang dia lakukan, kemudian ya di kelas e... intensitas untuk diamnya itu lebih sedikit
Anak hiperaktif itu sebenernya menurut saya dia itu nyari-nyari perhatian, dia hanya ingin mencari perhatian kalo kita sudah perhatiin dia bakal, “Oh, aku sudah diperhatiin, ini aku lho,” cuma pengen dipuji, ditinggi-tinggiin, disanjung, jangan pernah merendahkan ato ngotot dengan anak, nanti ujung-ujungnya nggak baik.
Anak hiperaktif itu anak yang mempunyai kelebihan gerak maupun verbal kayak gitu. Kalo kelebihan gerak itu misalnya kalo anak-anak yang lain itu e... dalam rentang waktu tertentu anak normal itu bergerak 2 sampai 3, nah kalo anak hiperaktif itu bisa lebih dari itu seperti itu sama verbal juga seperti itu, tapi kalo anak hiperaktif karena dia tidak tau salah, jadi e... ngomong-ngomong terus, nggak bisa duduk, mondarmandir kayak gitu.
Ngomong terus orangnya, ngomong. Mungkin yang paling menonjol itu sih ngomong dan selalu mencari perhatian. kalo dia nangis, dia nanti kalo ditanya nanti malah tambah-tambah, jadi saya
Kalo Abi harusnya itu bagaimana kayak gitu. Kalo misalnya dia lagi marah atau dia lagi nggak mau ngerjain PR, biasanya kalo nggak ngerjain tugas kayak gitu, tapi dia sudah pintar mencari alasan-alasan gitu, pura-pura
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
dibandingkan dengan geraknya yang aktif, lebih banyak aktivitas seperti itu.
Karakteristik Anak Hiperaktif
Karakteristik Anak secara Fisik
Kalo ciri fisiknya ya biasa, ya dia gerak e... apa tidak stabil juga kan Abi itu geraknya tidak bisa, berdiri diam itu tidak bisa, harus gerak apa kaki ini ini itu (Ibu Endah sambil memperagakan gerak kaki Abi saat berdiri) tidak bisa diem seperti itu, pasti geser-geser seperti itu.
Karakteristik Anak secara Kognitif
Kalo kognitif pengetahuan tertentu mbak. Ada bagianbagian dia yang mampu mungkin pada saat dia mood atau pada saat dia tidak kecapekan, karena anak hiperaktif itu kan membutuhkan
harus taklukin anaknya, saya diemin. Tapi kalo sudah saya ancam saya akan pulang, saya harus keluar dulu sampai dia merasa bersalah dan menemui saya, saya baru naik. Banyak ngomong, tingkah lakunya berlebihan, kalo dikasih tau itu selalu membantah, terus yang terakhir itu dia selalu ingin menonjolkan kalo dia bisa. Normallah dia. Normalnya gini tanda kutip dia tidak ada yang kurang, contohnya tangannya lengkap, nek jalannya belum bisa normal ya masih kaku, dia punya kaki dua, punya telinga, punya mata, dia itu fisiknya ada semuanya seperti anak biasanya. Jadi, sekilas kalo dilihat dia tidak kelihatan anak hiper. Pengetahuannya dia lebih daripada, maksudnya dia bisa melebihi dari anak normal lainnya. Pokoknya berkaitan dengan alam, seperti IPA, pengetahuan-pengatahuan
pusing atau apa kayak gitu. Dia itu nanya terus, kita belum selesai ngasih tau, dia itu nanya terus kayak nambah-nambahin gitu lho (Ibu Risti sambil tersenyum). Terus misalnya kalo berbicara di dalam kelas itu nggak bisa distop, nah itu kalo bermain dengan temennya itu mukulnya beneran atau apa dia berbuat salah, tapi dia nggak mau disalahin. Kalo secara fisik tidak kelihatan, dia seperti anak normal lainnya. Tapi ya itu dilihatnya itu ketika kita melihat terus anaknya kalo secara fisik nggak kelihatan, mbak.
Kognitifnya, kalo Abi itu punya kekurangannya itu pas dirumus-rumus pada Matematika, pokoknya yang berkaitan dengan rumus. Tapi kalo yang berkaitan dengan kayak apa namanya hafalan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104
tenaga yang, tenaga yang besar ya mbak ya. Mungkin pada awal-awal gini dia mood atau bisa mengikuti pelajaran e... pelajaran tertentu untuk hafalan, dia termasuk lumayan ya. mau menghafal, hafalnya cepet juga, tapi kalo untuk matematika ya e... dia perlu benar-benar pendampingan, tapi untuk hafalan e.. apa matematika, IPS, e... Bahasa itu lumayan tidak terlalu di bawah KKM. Karakteristik Anak secara Psikomotorik
Iya, motoriknyakan jelek berarti untuk prakarya kurang bagus, tapi dia tetep PD mbak, tetep PD bisa, saya bisa. Jadi, dia ada mata pelajaran apapun bersemangat.
Karakteristik Anak secara Afektif
E... ya afektifnya lumayan, tapi kadang kalo dia sudah benci dengan temannya, itu terus yang diincing itu terus, tapi walaupun tidak dengan fisik cuman dengan kata-kata itu, tapi dengan teman-teman yang lainnya bagus dia sama temantemannya, e.. sosialisasinya
yang menghafal. Dia pandai banget menghafal. Kalo yang paling dia suka kan ada IPA, Bahasa Indonesia, kemudian IPS, sama sekarang Bahasa Jawa dia seneng. Aksara jowo itu walaupun kadang-kadang ya nulis roko itu jadi apa, ya namanya juga belajar. Pelajaran yang paling tidak disuka Matematika. Iya, lebih rendahlah, jelas (Ibu Ine sambil tertawa) Kalo psikomotornya kurang ya mbak ya e...Dia itu pakai penggaris tidak bisa, menggunting, terus apa lagi ya kalo masukin benang itu jelas tidak bisa, kayak buat prakarya kayak melilitkan itu harus saya dulu yang ngasih lem nanti baru dia. Kalo sosialisasinya juga bisa mengikuti, bisa mengikuti. Kalo Abi itu seperti kayak umumnya itu. Dia itu bisa bersosial, main sama temen, ikutin apa yang temen-temen lakukan seperti itu. Normal sebenernya.
dia bisa.
Kalo psikomotriknya udah bagus, kayak anak lain pokoknya
Kalo anaknya bergaul dengan temen-temennya sudah bisa, bagus. kalo bermain, nah itu kalo Abi itu nggak bisa diajak buat bermain intinya. Jadi kalo misalnya anak yang lain itu mukulnya kayak pelan, nah Abi itu mukulnya beneran (Ibu Risti sambil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105
cukup bagus. Persepsi Metode Pengajaran
Definisi Metode Pengajaran
Metode ya e... cara yang digunakan guru untuk e... memberikan materi kepada peserta didik.
Cara penyampaian suatu pelajaran di kelas. Cara untuk menyampaikan sesuatu, suatu pelajaran.
Macam-macam Metode Pengajaran
E... kerja kelompok, diskusi ya mbak ya, e... kemudian Jigsaw juga pernah, kemudian apa ya CTL, ya macem-macem mbak campur-campur. Iya, ceramah. Ajeg itu mbak, hehehe (Ibu Endah sambil tertawa).
E... seperti kayak bermain, terus dengan tanya jawab, bermain itu tadi, bermain dan menjadi sahabat. Itu lebih kena daripada kita capekcapek marah-marah. Walaupun sebenernya saya suka marah-marah, tapi dengan cara saya bersahabat dengan Abi itu lebih bisa
Metode Pengajaran untuk Matematika
Iya, pelajaran Matematika iya lambat, hehehe (Ibu Endah sambil tertawa). E... apa ya untuk kan kalo dia cuma tiga kali empat itu dia hafal memang mbak. Tapi kalo untuk langkahlangkah memang harus didampingi seperti FPB dan KPK itu harus gimana. Misal kelipatan tiga, tiga, enam, itu cepat mengaktifkannya. Tapi kan setelah itu naiknya harus bagaimana harus ada
Seperti kayak di kelas, biasa. Jadi, misalnya di kelas ada PR lalu mengerjakan dulu PRnya, baru setelah itu kalo jamnya masih Abi membaca nanti kan Abi gampang mengingat kan? Nanti tak suruh membaca buku pengetahuan-pengetahuan lalu saya berikan pertanyaanpertanyaan. Lalu kalo untuk matematika, saya juga ikut membantu menghafal. Jadi,
tertawa) tapi dia nggak mau disalahin. Metode pengajaran itu kan caranya, cara untuk memberikan pembelajaran agar anaknya itu lebih paham, lebih mengusai pembelajarannya kayak gitu. Banyak sih mbak kalo metode pengajarannya kan ada apa TsTS, ada yang snowball throwing itu kan juga anaknya yang aktif. Terus metode-metode yang lebih ke guru kan kayak metode ceramah, e... misal metode apa namanya nonton film bareng-bareng, menceritakan kembali. Tergantung dari materi pelajarannya sama e Abinya saat itu juga sih mbak. Misalnya Metode pelajaraan untuk matematika atau apa kayak itu iya tetep. Jadi nggak bisa hanya satu metode yang dilakukan, tetapi tetep ada combine. Jadi, antara metode konvensional sama yang aktif yang buat anak aktif tadi itu. Metodenya ya itu, ya itu tadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106
pendampingan. Kalo dilepaskan sendiri, nggak nggak tau maksudnya apa? E... kalo apa ya kebanyakan Matematika ya mbak kalo itu, IPA, IPS cuma hafalan. Kalo saya apa ya Matematika itu ratarata kalo saya mengajar itu tidak mengejar materi tapi untuk pemahaman anak mbak. Jadi, ya seperti untuk mengajar tentang porogapit pembagian, saya itu harus menggunakan lambanglambang seperti kotak, bunder, nah seperti itu lho mbak. Jadi, harapan saya kan kotak itu diisi apa, bunder diisi apa, seperti misalkan kalo porogapitkan ada hasil ini, misalkan dua ratus dibagi lima. Nah, nantikan atasnyakan untuk hasil itu saya kasih bunder seperti itu. Kemudian untuk apa lagi ya mbak, banyak mbak saya sampai (Ibu Endah sambil tertawa). Oh... misalkan e... apa jenenge jembatan opo jenenge sing disingkat? E... Nah, jembatan keledai kilometer, hektometer seperti itukan pakai Kyai Haji Damis seperti itu supaya mereka hafal.
satu kali satu, seperti itu (Ibu Ine sambil bernyanyi dengan lirik tersebut). Jadi, nanti dia juga ikut menghafal terus seperti itu.
membuat pelajaran yang bisa dibuat bermain juga kayak gitu. Jadi, misalnya kayak snowball throwing metode bermain terus kayak TSTS kita bisa tebak-tebak kayak gitu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107
Metode Pengajaran untuk Anak Hiperaktif
Iya, itu campur mbak. Semua campur karena kalo apa kita menerangkan terus anaknya juga nanti apa namanya ngomong. Nah, nanti terus ada kegiatan apa yang mereka lakukan, campur-campur. Lha iya, kalo kita satu kelas saja berbeda-beda mbak, kalo kita pakai lisan terus ada anak yang tidak suka, kalo kita suruh baca terus kan ada anak yang tidak masuk, nah seperti itu. Kalo kita hanya menuruti anak yang hiperaktif saja nanti juga kasihan anak yang lainnya mbak, jadi ya dicampur ada diskusi, apa dengan alat peraga, iya dengan video pembelajaran, semuanya dipakai. Karena semua anak-anak itu yang satu dengan anak yang lainnya itu berbeda. Selama saya mampu, selama saya bisa saya berusaha. Karna kalo jigsaw itu kan untuk anak hiperaktif ketika dia menjadi sumber untuk kelompok yang lain kan tidak bisa. Karna dia kan tertawa terus apa kalo mendiktekan juga tidak bisa sabar. Kalo Jigsaw itu kan satu kelompok terus nanti
Kalo hal-hal seperti itu, kita metodenya itu ada bercandanya jadinya nggak monoton, jadi misalnya bahas apa nanti diplesetin apa tapi jangan keterlaluan mlesetinnya, misalnya kayak gitu mbak nanti dia bakalan dipikir terus, kayak misalnya sekarang lagi musim film ojek pengkolan, nanti manggil pada lari-lari nanti dia, “Hai, tukang ojek” (Ibu Ine sambil menyanyikannya) tapi kalo “Udah ayo duduk” kita harus ada variasinyalah kayak gitu. Saran lainnya ya itu tadi kayak ceramah itu juga bisa tapi kita nggak monoton dengan ceramah sih, pokoknya pinter-pinter gurunya aja sih tergantung pelajarannya, kadangkadangkan kita nggak tau jadi misalnya mau pakai cara ini nanti gurunya nyisipin cara yang lainnya seperti itu.
Metode yang berpusat pada siswanya, jadi siswa yang aktif, bukan gurunya yang aktif. Kalo saya hanya memberikan arahanya dan mendampingi anak saat belajar. Nah, kalo itu saya melakukannya di combine mbak. Jadi pertama kali ceramah dulu, jelasin materinya dulu. Setelah itu, baru di combine dengan metode lain, misalnya sama snowball throwing. Kan sudah dijelasin, misalnya materinya IPA, jelasin materi IPA kayak gimana terus nanti dari itu kan kita pakai snowball throwing, terus nanti jadi anaknya kan disuruh menulis soal, terus nanti kita lembar-lembar, kita jawab sama-sama. Nah, itu lebih efektif sih kalo kemarin. Jadi, dia juga lebih tau kan belajar itu juga dari anak yang lain, nah seperti itu jadi nggak melulu dari gurunya seperti itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108
Pedoman Pemilihan Metode Pengajaran
Tingkat Keberhasilan Penggunaan Metode Pengajaran
disebar, menginformasikan ke kelompok lain E... materinya mbak, berpedoman dengan materi dan kira-kira e... untuk kemampuan anak untuk materi ini tuh cocoknya yang mana. Jadi, materi, kemampuan anak, e...kemudian apa ya e... alat peraga yang ada, daya dukungnya itu ya seperti itu.
Ya berapa persen, ya 80%, tergantung mood kok dia itu mbak. Tapi kalo moodnya bagus ulangan lumayan, bisa dapet 8 iya to, kalo lagi nggak belajar suruh belajar susah sekali, dia akan dapet 6 dapet 5 gitu. Nah, dia kan kalo sudah mengerjakan sendiri dapet 8 kan terus sombong mbak, “Aku bisa sendiri, nggak perlu pendamping.” Nah, seperti itu padahal itu nggak mesti, tergantung mood dia. Iya kita sebisanya memberikan evaluasi seperti itu, kadang dia bisa ya nggak pa-pa, tapi kalo mood dia nggak ya nggak
Disesuaikan dengan materi itu karena kan takutnya Abi juga ketinggalan kan to mbak kayak gitu dan Abi juga.
Kalo dia merasa nyaman, dia bisa masuk semua materinya, ho’o. Maksudnya bisa mau ikut, tapi kalo diasudah merasa jenuh atau seumpama dia baru seneng dengan pelajaran tertentu, tapi saya tidak memberikan itu, dah dia adanya cuma males terus ngamuk kayak gitu. Kalo untuk yang pengetahuan itu bisa 70 sampai 80 bisa masuk. Tapi kalo untuk kayak Matematika itu sulit, mungkin 40 30, 40an nggak sampai 50%.
Tergantung dari materi pelajarannya sama e Abinya saat itu juga sih mbak. Misalnya metode pelajaraan untuk matematika atau apa kayak itu iya tetep. Jadi nggak bisa hanya satu metode yang dilakukan, tetapi tetep ada combine. Jadi, antara metode konvensional sama yang aktif yang buat anak aktif tadi itu. Berapa ya, lebih dari 60 80, mbak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109
LAMPIRAN 3 THEORITICAL COODING
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110
LAMPIRAN 3.1 THEORITICAL COODING Persepsi Guru Terhadap Metode Pengajaran Untuk Anak Hiperaktif
Persepsi Guru
Persepsi Terhadap Metode Pengajaran Untuk Anak Hiperaktif
Anak Hiperaktif
Definisi Anak Hiperaktif
Ciri-ciri Anak Hiperaktif
Definisi Metode Pengajaran
Persepsi Terhadap Anak Hiperaktif
Persepsi Guru Terhadap Penanganan Terhadap Anak Hiperaktif
Macam-Macam Metode Pengajaran
Tingkat Keberhasilan Metode Pengajaran
Metode Pengajaran Anak Hiperaktif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111
LAMPIRAN 4 CATATAN MEMO
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112
Lampiran 4.1 Catatan Memo Partisipan II (Guru Kelas IV)
Guru kelas IV memiliki persepsi sendiri tentang anak hiperaktif. Beliau mengatakan: “Anak hiperaktif itu anak yang e... setiap saat e... apa yaa melakukan tindakan entah itu berbicara, entah itu aktivitas apa, entah jalan-jalan itu dan untuk diam beberapa dalam beberapa saat susah, susah sekali. Walaupun untuk Abi itu tidak ada terapi, tapi dibanding anak-anak yang lain, Abi itu termasuk anak yang lebih aktif daripada anak lainnya. Sebelum, belum diajak, gurunya baru menerangkan saja, dia sudah ngomong-ngomong, nyambung apa-apa, terkadang ngomong e.. di luar apa materi, kadang iya seperti itu. Ya, anak yang pintar sebenarnya mbak kemudian dia banyak akal, banyak bergerak karna dia kan banyak akal sebenarnya dia ada saja yang dia lakukan, kemudian ya di kelas e... intensitas untuk diamnya itu lebih sedikit dibandingkan dengan geraknya yang aktif, lebih banyak aktivitas seperti itu.” Berdasarkan pernyataan tersebut, guru kelas mempersepsikan anak hiperaktif sebagai anak yang setiap saat melakukan aktivitas tertentu, berbicara berlebihan, tidak bisa diam dalam waktu tertentu, dan terkadang menyela pembicaraan orang lain dengan memberikan komentar atau sanggahan. Guru kelas juga berpandangan bahwa anak hiperaktif itu sebenarnya adalah anak yang pandai dan memiliki banyak akal. Dalam menentukan apakah Abi termasuk anak hiperaktif atau tidak, guru berpedoman perilaku yang ditunjukkan Abi, pemahaman tentang hiperaktif, dan assesment- assesment sebelumnya baik dari sekolah maupun orang tua. Guru kelas menceritakan bagaimana perilaku Abi selama pembelajaran, diantaranya sering menyela pembicaraan orang lain, berbicara berlebihan di luar materi, sering bernyanyi kapan saja tanpa melihat tempat, membutuhkan waktu lama dalam mengerjakan tugas, sering lupa membawa buku atau mengerjakan PR, dan tidak sabaran. Guru kelas memahami bahwa setiap anak memiliki kebutuhan khusus yang berbeda-beda. Setiap anak juga memiliki karakteristik yang berbedabeda seperti yang diungkapkan guru kelas: “Anak yang e... membutuhkan perilaku yang lain dibanding anak yang lain. Anak yang memerlukan kebutuhan yang lebih khusus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113
dibandingkan anak yang pada umumnya dan itu memerlukan kebutuhan khusus itu anak satu dengan anak yang lain berbeda-beda.” Ibu Endah mendeskripsikan Abi baik secara fisik, kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Secara fisik, beliau mengungkapkan bahwa anak memiliki ciri fisik yang sama seperti anak-anak lainnya. Abi memiliki anggota tubuh yang lengkap tanpa kekurangan satupun. Begitu pula secara kognitif, Abi memiliki kemampuan dalam menghafal yang bagus, terutama pada mata pelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan, seperti yang diungkapan Ibu Endah berikut: Kalo kognitif pengetahuan tertentu mbak. Ada bagian-bagian dia yang mampu mungkin pada saat dia mood atau pada saat dia tidak kecapekan, karena anak hiperaktif itu kan membutuhkan tenaga yang, tenaga yang besar ya mbak ya. Mungkin pada awal-awal gini dia mood atau bisa mengikuti pelajaran e... pelajaran tertentu untuk hafalan, dia termasuk lumayan ya. mau menghafal, hafalnya cepet juga, tapi kalo untuk matematika ya e... dia perlu benar-benar pendampingan, tapi untuk hafalan e.. apa matematika, IPS, e... Bahasa itu lumayan tidak terlalu di bawah KKM. Berdasarkan pernyataan tersebut, guru kelas mengatakan bahwa kemampuan anak rata-rata. Namun, pada pelajaran Matematika Abi mengalami kesulitan, sehingga Abi masih membutuhkan pendampingan. Nilai akademik Abi hampir semua mata pelajaran di atas KKM, kecuali Matematika. Abi juga memiliki prestasi dalam bidang seni, yaitu menyanyi. Abi pernah mengikuti lomba tingkat Kabupaten untuk anak-anak bekebutuhan khusus. Secara afektif pun, Abi memiliki sosialisasi yang baik dengan teman-temannya. Namun, jika dilihat dari segi psikomotorik Abi masih kurang, terutama saat membuat prakarya. Meskipun demikian, Abi selalu semangat dalam mengikuti semua pelajaran di sekolah. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Ibu Endah berikut: “Iya, motoriknyakan jelek berarti untuk prakarya kurang bagus, tapi dia tetep PD mbak, tetep PD bisa, saya bisa. Jadi, dia ada mata pelajaran apapun bersemangat.” Ibu Endah memahami bagaimana kondisi Abi, sehingga beliau berusaha memberikan penanganan terhadap perilaku-perilaku yang ditunjukkan anak selama proses pembelajaran. Pertama, Ibu Endah melakukan pendekatan personal dengan selalu berkomunikasi, seperti menyapa setiap pagi atau menanyakan PR.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114
Kedua, ketika Abi mulai tidak fokus pada mata pelajaran, Ibu Endah memberikan motivasi, nasehat, dan selalu mengingatkan apa yang dia cita-cita selama ini. Salah satu kebiasaan Abi di kelas, yaitu Abi sering sekali menyanyi. Lagu-lagu yang sering Abi nyanyikan adalah lagu sekolah minggu atau Sarpo Jarwo. Berikut pernyataan Ibu Endah saat melakukan wawancara: “Lagu apapun yang baru saja dia dapatkan. Contonhnya misalnya sekarang hari senin ya mbak, pastilah nanti lagunya lagu sekolah minggu karena dia kan agamanya bukan Islam. Lagu sekolah minggu mbak itu dinyanyekke “Tuhan Yesus” (Ibu Endah memperagakan Abi ketika menyanyi di kelas) pokoknya nyanyinya seperti itu, “Abi ini bukan pelajaran Agama.” Kalo nggak dia suka nyanyi Sarpo Jarwo “Limme, engkau idaman hatiku” (Ibu Endah memperagakan Abi ketika menyanyi di kelas) sukanya nyanyi itu. Delime kan anaknya Babacang yang terus dinyanyikan. Terus mbak ngikutin e... logat bahasanya orang Malaysia seperti itu.” Penanganan yang Ibu Endah lakukan ketika Abi menyanyi di kelas adalah sama seperti penanganan-penanganan sebelumnya dengan memberikan nasehat, meskipun itu hanya berlaku sebentar dan selang beberapa menit kembali seperti itu lagi. Ibu Endah juga menceritakan bagaimana cara menangani Abi dan anakanak lainnya dengan mengucapakan kata dengan keras, jelas, dan bersikap tegas. Perilaku-perilaku yang ditunjukkan Abi tersebut dapat menghambat proses pembelajaran baik untuk Abi maupun anak-anak lainnya. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, Ibu Endah menggunakan metode pengajaran. Ibu Endah memiliki pandangan tentang metode pengajaran, seperti yang diungkapkan beliau sebagai berikut: “Metode ya e... cara yang digunakan guru untuk e... memberikan materi kepada peserta didik.” Beliau mengungkapkan bahwa metode pengajaran adalah cara yang digunakan guru untuk memberikan materi kepada peserta didik. Beberapa metode pengajaran yang pernah beliau terapkan di kelas, diantaranya kerja kelompok, Jigsaw, CTL, ceramah, dan lain-lain. Selain itu, Ibu Endah juga menggunakan berbagai media pembelajaran, seperti benda-benda konkrit, video, PPT, jembatan keledai, dan alat peraga. Ibu Endah mencoba menggunakan berbagai metode pengajaran tersebut dengan harapan anak, terutama Abi, mampu menerima materi yang diajarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115
dengan maksimal. Menurut Ibu Endah, metode pengajaran yang tepat untuk anak hiperaktif adalah perpaduan berbagai metode pelajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran utuh, seperti pernyataan beliau berikut: “Iya, itu campur mbak. Semua campur karena kalo apa kita menerangkan terus anaknya juga nanti apa namanya ngomong. Nah, nanti terus ada kegiatan apa yang mereka lakukan, campur-campur.” Ibu Endah mengungkapkan bahwa Abi pada pelajaran Matematika, pendamping lebih berperan, terutama pada materi yang membutuhkan langkah-langkah untuk mengetahui hasil jawabannya. Salah satu contonhnya pada materi KPK dan FPB, Abi harus didampingi. Kemudian untuk mengetahui tingkat pemahaman Abi, Ibu Endah memberikan soal evaluasi diakhir pembelajaran tanpa ada pendampingan. Pedoman Ibu Endah dalam memilih metode pengajaran berdasarkan materi, kemampuan anak, dan alat peraga yang mendukung. Ibu Endah mengungkapkan bahwa jika pemilihan metode pengajaran tepat, maka tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal. Tingkat keberhasilan penggunaan berbagai metode pengajaran dalam satu pembelajaran tergantung pada mood belajar Abi saat itu juga. Apabila Abi mood belajar, maka materi yang dapat diterima sekitar 80%, tetapi sebaliknya ketika Abi tidak mood belajar, maka materi yang diterima hanya sekitar 50% - 60%. Secara keseluruhan informasi tersebut peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan guru kelas IV.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116
Lampiran 4.2 Catatan Memo Partisipan IV (Guru Pendamping Khusus)
Partisipan IV merupakan guru pendamping khusus di SD Pelangi yang bernama Ibu Risti. Salah satu tugas Ibu Risti sebagai guru pendamping khusus adalah memberikan assesment pada semua anak berkebutuhan khusus, termasuk Abi. Sebelum melakukan assesment anak hiperaktif, Ibu Risti memiliki pandangan tentang karakteristik anak hiperaktif. Persepsi Ibu Risti tentang anak hiperaktif yang diungkapkan saat melakukan wawancara sebagai berikut ini: “Anak hiperaktif itu anak yang mempunyai kelebihan gerak maupun verbal kayak gitu. Kalo kelebihan gerak itu misalnya kalo anakanak yang lain itu e... dalam rentang waktu tertentu anak normal itu anak normal Cuma bergerak 2 sampai 3, nah kalo anak hiperaktif itu bisa lebih dari itu seperti itu sama verbal juga seperti itu dan tidak bisa menempatkan gitu, kalo misalkan verbal kan kalo di kelas anak seharus duduk atau diam atau sebagainya, tapi kalo anak hiperaktif karena dia tidak tau salah, jadi e... ngomong-ngomong terus, nggak bisa duduk, mondar-mandir kayak gitu.” Berdasarkan pernyataan tersebut, Ibu Risti mempersepsikan anak hiperaktif sebagai anak yang mempunyai kelebihan gerak maupun verbal, misalnya dalam waktu tertentu anak lain bergerak 2-3, tetapi anak hiperaktif bisa lebih, bicara berlebihan, dan tidak bisa duduk tenang. Menurut Ibu Risti, karakteristik anak hiperaktif yang nampak pada anak ini, diantaranya anak sulit berkonsentrasi saat pembelajaran berlangsung, mengajukan banyak pertanyaan secara terus-menerus meskipun pertanyaan sebelumnya belum selesai dijawab, ketika marah anak tidak mau mengerjakan tugas, dia pandai dalam mencari alasan dan selalu menyalahkan orang lain, seperti pernyataan beliau berikut ini: “Anak hiperaktif itu suka pengen taunya tapi pengen taunya itu suka kelewat dari anak yang lain. Itu apa, Bu? itu sudah, tapi kalo anak hiperaktif itu nanya “Ini apa, itu apa?” Nah terus setelah udah dijelasin kayak gitu kita ngasih tau, dia itu kayak pura-pura ngasih tau ke orang lain, nah kayak gitu lho (Ibu Risti sambil sedikit tertawa). Jadi modelnya membeo, membeo tapi e... ke orang lain ngasih taunya, kayak gitu.” Ibu Risti juga mendeskripsikan Abi baik secara fisik, kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Secara fisik, Ibu Risti mengungkapkan bahwa Abi terlihat seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117
anak lainnya yang memiliki fisik lengkap. Abi secara kognitif memiliki kelebihan dalam menghafal, khususnya pelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan. Namun, dalam mata pelajaran yang berkaitan dengan hitungan, yaitu Matematika, Abi mengalami kesulitan. Hal ini menyebabkan nilai Abi pada mata pelajaran Matematika lebih rendah dibanding nilai mata pelajaran lainnya. Dari segi afektif pun, Abi mampu bersosialisasi baik dengan teman-temannya. Begitu pula dari aspek psikomotorik pada diri anak ini sudah baik, seperti anak-anak lainnya. Berdasarkan perilaku-perilaku yang ditunjukkan Abi selama pembelajaran, Ibu Risti melakukan berbagai penanganan dengan tujuan mengurangi perilaku hiperaktif pada anak. Beliau berpandangan bahwa penanganan untuk Abi dengan memberikan pengertian-pengertian atau nasehat yang lebih ke psikologis. Contoh penanganan yang telah beliau lakukan saat anak sudah berbicara yang berlebihan dengan memberikan pengertian-pengertian dan membuat kesepakatan, seperti pernyataan beliau berikut: “Abi, ini waktunya Ibu yang berbicara, kalo Abi mau berbicara silakan tapi nanti pas pelajaran ini atau pas istirahat.” Kita kasih tau kalo misalnya anaknya nggak nggak bisa karna emang Abi kan pemahamannya sudah bagus ya, jadi kan cuman dikasih tau aja kayak gitu. Kalo misalnya nggak ada kita bikin kesepakatan lagi, “Jadi, gimana Abi kalo mau ngomong Ibu diam kalo Ibu yang ngomong Abinya yang diam.” Kalo misalnya anaknya nggak mau ya udah kalo gitu, “Sekarang Ibu mau bicara dulu, Abi silakan tunggu di luar.” Selain memberikan pengertian, nasehat, atau membuat kesepakatan dengan anak, Ibu Risti juga menggunakan beberapa metode pengajaran ketika mengajar memberikan kelas fullout. Ibu Risti mempunyai pandangan tersendiri tentang metode pengajaran, seperti berikut: “Metode pengajaran itu kan pembelajaran agar anaknya itu pembelajarannya kayak gitu. Jadi anaknya itu kayak gimana dan kita untuk anaknya.”
caranya, cara untuk memberikan lebih paham, lebih mengusai ya kita sebagai guru harus tau harus tau metode apa yang tepat
Berdasarkan pernyataan tersebut, Ibu Risti mendefinisikan metode pengajaran sebagai cara untuk memberikan pelajaran agar anak dapat memahami dan menguasai materi yang diajarkan. Beberapa metode pengajaran yang pernah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118
beliau terapkan di kelas antara lain adalah TSTS, snowball throwing, ceramah, menggunakan video. Ibu Risti beranggapan jika guru tidak mengembangkan dan menggunakan metode pengajaran, anak-anak akan kesulitan dalam memahami materi. Dalam satu pembelajaran Ibu Risti tidak hanya menggunakan satu metode pengajaran, tetapi mengkombinasikan berbagai metode pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran utuh, seperti yang beliau ungkapkan berikut ini: “Tergantung dari materi pelajarannya sama e Abinya saat itu juga sih mbak. Misalnya Metode pelajaraan untuk matematika atau apa kayak itu iya tetep. Jadi nggak bisa hanya satu metode yang dilakukan, tetapi tetep ada combine. Jadi, antara metode konvensional sama yang aktif yang buat anak aktif tadi itu.” Ibu Risti memberikan contoh pada lima menit pertama pembelajaran, beliau menggunakan metode ceramah, kemudian dilanjutnya dengan metode snowball throwing. Tingkat keberhasilan Ibu Risti menggunakan metode pengajaran tersebut, terutama bagi Abi sekitar 60% - 80%. Namun, Ibu Risti menambahkan tingkat keberhasilan tersebut bergantung dengan suasana hati Abi saat itu juga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119
LAMPIRAN 5 BAGAN ANALISIS DATA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120
Lampiran 5.1 Bagan Analisis Data Reduksi Data Catatan Lapangan Peneliti mengadakan penelitian ini dengan teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan teknik pengumpulan data tersebut peneliti menemukan adanya anak hiperaktif di kelas IV SD Pelangi
Berdasarkan teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti, baik dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Peneliti mentemakan atau mengkategorikan yang menjadi temuan peneliti dari hasil pengumpulan data. Peneliti menemukan adanya persepsi guru tentang metode pengajaran untuk anak hiperaktif.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa guru memahami bagaimana kondisi Abi. Hal ini menimbulkan persepsi guru terhadap anak hiperaktif. Setiap guru memiliki persepsi yang berbeda terhadap anak hiperaktif. Namun, persepsi dari setiap guru yang mengampu di kelas IV SD Pelangi terhadap anak hiperaktif memiliki kesamaan dengan teori anak hiperaktif. Terkait dengan perilaku yang ditunjukkan Abi, hal yang dilakukan guru untuk mengurangi perilaku Abi yang dapat menghambatnya dalam memahami materi dengan menggunakan metode pengajaran. Hal ini juga mengakibatkan munculnya persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Berdasarkan hasil penelitian, persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif adalah perpaduan dari berbagai metode pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran utuh. Metode pengajaran tersebut adalah perpaduan antara metode pengajaran yang berpusat pada siswa dan metode konvensional. Pedoman guru dalam pemilihan metode pengajaran adalah materi, karakteristik anak, kemampuan anak, dan media yang mendukung. Tingkat keberhasilan menggunakan metode pengajaran tersebut bergantung dengan suasana hati anak saat itu.
Display Data Hasil dari penelitian ini adalah munculnya persepsi guru terhadap anak hiperaktif yang sesuai dengan teori anak hiperaktif dan persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa guru memahami problematika anak hiperaktif. Guru mempunyai persepsi bahwa metode pengajaran untuk anak hiperaktif, khususnya Abi adalah perpaduan dari berbagai metode pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran utuh. Guru berpandangan demikian karena guru sebelumnya tidak dibekali tentang anak hiperaktif dan metode pengajarannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121
LAMPIRAN 6 RIWAYAT PENELITI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122
Lampiran 6.1 RIWAYAT PENELITI Dwi Marginingsih adalah seorang wanita yang lahir pada tanggal 19 Juni 1992 di kota Klaten Jawa Tengah Indonesia. Peneliti merupakan putri kedua dari pasangan suami istri Bomin Kartono dan Asih Handayani. Peneliti mulai menempuh pendidikan dari usia 5 tahun, yaitu sejak tahun 1997-1998 di TK Pertiwi Guyangan Tugu Cawas. Peneliti melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah dasar di SDN Tugu II pada tahun 1998-2004. Pada tahun 2004-2007, peneliti melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah pertama di SMP Pangudi Luhur Cawas. Setelah lulus SMP, peneliti melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Cawas dari tahun 2007-2010. Pada tahun 2010-2012 peneliti tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dua tahun kemudian tepatnya pada tahun 2012 peneliti memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di Universitas Sanata Dharma. Peneliti terdaftar sebagai mahasiswi S1-PGSD dengan NIM 121134215. Selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma, peneliti pernah mengikuti kegiatan yang diadakan setiap tahun oleh falkultas, yaitu Dekan Cup. Pada saat itu, peneliti sebagai menjadi panitia sebagai CO acara. Selain itu, peneliti juga mengikuti kegiatan kepanitiaan di luar Universitas, yaitu sebagai panitia open house yang diadakan di SD Pangudi Luhur Yogyakarta.