PERSEPSI ANGGOTA, BUDAYA ORGANISASI, TERHADAP EFEKTIVITAS IT MAJELIS GEREJA HKBP PERUMNAS BEKASI MANAHAN P. TAMPUBOLON STIE Trisakti
[email protected] The objective of this research is to study the relationship between perception of members, organization culture, and information technology effectiveness by members of Committee HKBP Church Perumnas 2 Bekasi. This research was conducted at members of Committee HKBP Church with sample selected randomly (Quota Sample). The research concludes that there are significan correlation between; 1). Perception of members with information technologies effectiveness, 2). Organization culture with information technologies effectiveness. Moreover, there is significan correlation between perception of members and organization culture with information technologies effectiveness by members of Committee HKBP Church Perumnas 2 Bekasi.
PENDAHULUAN
M
emasuki era globalisasi ditandai dengan jaringan lintas budaya yang semakin majemuk, termasuk di dalamnya jaringan religious spiritual yang semakin luas tanpa ada lagi batas Negara dan suku bangsa, sampai pada ras. Selaras dengan perkembangan zaman Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) merupakan salah satu gereja tertua di Indonesia Bagian Barat untuk mempertahankan Visi dan Misinya menghadapi tantangan peradaban yang semakin majemuk bagi jemaat, terutama generasi muda. Mereka memiliki jaringan informasi dengan fasilitas teknologi informasi (Information Technology/IT) yang semakin canggih, seperti : menggunakan handphone dan Laptop atau Notebook yang bisa dimanfaatkan untuk mengirim dan menerima pesan serta informasi secara cepat dalam posisi yang mobile, yang dinamakan chating melalui e-mail, dan facebook atau flexter. Termasuk jemaat generasi keluarga muda (newly married sattle) juga semakin familiar dengan fasilitas IT. Kondisi ini menuntut gereja harus minimal dapat
mengikuti perkembangan system informasi, untuk dapat melayani tuntutan jemaat gerejanya. Gereja-geraja di Indonesia sudah semakin berkembang dengan menggunakan fasilitas IT bukan hanya jaringan nasional, tetapi sudah mencakup jaringan dunia. Sehingga pelayanan gereja-gereja tidak lagi dibatasi suatu Negara tetapi sudah mendunia. Bahkan gereja-gereja sudah ada yang melakukan pelayanan dengan fasilitas informasi ini (long distant services), baik melalui media TV Nasional maupun jaringan international. Tantangan system jaringan informasi ini merupakan bagian dari misi HKBP yang inclusive menghadapi masa depan. Kesiapan pengetahuan (kognitif) dan perilaku (afektif) jemaat menjadi salah satu kesenjangan yang harus diatas untuk menghadapi era informasi sekarang. Secara umum jemaat HKBP yang generasi tua swudah sulit untuk ,menyesuaikan diri dengan perkembangan teknoligi informasi ini (gagap teknologi/gatek). Pengertiannya jemaat generasi ini sudah sulit untuk melengkapi diri dengan pembelajaran teknologi informasi agar efektivitas teknologi informasi semakin meningkat.
Kesiapan mental dan pengalaman jemaat HKBP yang mendukung efektivitas teknologi informasi, masih perlu dikaji dan dipelajari. Pada umumnya jemaat memiliki latar belakang dengan keragaman, baik pendidikan, pekerjaan, dan status sosialnya, di mana etika dan norma (norm and ethics) sangat dipengaruhi sebagai akibat latar belakang budaya Batak. Budaya Batak yang canggung untuk menyatakan sesuatu yang dianggap tabu tidak dapat diselesaikan secara formal, sehingga masalah kesiapan perilaku dan mental dituntut lebih arief digunakan. Kesiapan mental dan pengalaman jemaat dapat menciptakan atau malah menjadi hambatan penggunaan teknologi informasi. Jika mental dan pengalaman cukup siap untuk mendukung penggunaan teknologi informasi, maka efektvitas teknologi informasi akan dapat bekerja secara maksimal, di dalam system komunikasi antara jemaat dengan majelis HKBP. Pemahaman tentang system informasi yang masih konservatif yang didasari pendidikan dan pemahaman norma yang sangat kaku (unflexible) sehingga penggunaan system informasi yang berteknologi tinggi kurang dirasakan manfaatnya. Sehingga perubahan sikap tidak mendukung kepada perubahan sistem informasi yang masih mengandalkan system informasi manual dan formal. Persepsi anggota yang beragam latar belakang pendidikan dan karakter, yang secara umum belum didukung oleh pengalaman dalam berkomunitas yang heterogen yang belum secara menyeluruh diaplikasikan dalam pola komunitas suku Batak yang merupakan latar belakan jemaat HKBP. Kajian budaya organisasi HKBP sesudah peraturan terbaru sejak 2004 dalam mengefektifkan teknologi informasi masih memerlukan waktu sosialisasi. Proses sosialisasi ini akan memerlukan waktu yang panjang sebagai akibat etika dan norma yang kaku, serta tingkat mental dan pengalaman yang belum siap dari sebagian besar jemaat HKBP. Berdasarkan pembahasan di atas, kajian tentang efektivitas teknologi informasi majelis HKBP Perumnas 2 Bekasi dan bebera-
pa faktor yang mempengaruhinya merupakan sesuatu yang ,menarik untuk didalami dan diteliti lebih lanjut. Latar belakang masalah yang diidentifikasi dan batasan masalah, maka konsentrasi masalah pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. Pertama; Apakah terdapat korelasi persepsi anggota dengan efektivitas teknologi informasi Majelis HKBP Perumnas 2 Bekasi. Kedua: Apakah terdapat korelasi budaya organisasi dengan efektivitas teknologi informasi Majelis HKBP Perumnas 2 Bekasi. Ketiga: Apakah terdapat korelasi secara bersama-sama persepsi anggota dan budaya organisasi dengan efektivitas teknologi informasi Majelis HKBP Perumnas 2 Bekasi. Hakikat Persepsi anggota Majelis Banyak kajian dan teori yang membahas tentang persepsi anggota organisasi maupun komunitas masyarakat diantaranya kajian dari Daft (2008) yang menyatakan bahwa; persepsi merupakan proses kognitif individu untuk menggunakan pengetahuan terhadap lingkungan melalui seleksi, pengorganisasian serta menginterpretasi informasi (Daft 2008, 446). Persepsi adalah suatu keunikan seseorang untuk melihat, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan sesuatu objek (Newstrom et al. 2002, 10). Setiap orang memiliki karakter yang berbeda disebabkan antara lain: latar belakang kehidupan, pendidikan dan lingkungan tempat tinggal dan beraktivitas kerja. Seutuhnya manusia menjadi gambaran kepribadian yang unik satu dengan lainnya. Perbedaan kepribadian itu membuat manusia dalam membuat suatu persepsi sangat dipengaruhi stimuli yang terbentuk karena latar belakang yang berbeda tersebut. Dalam mengorganisasikan stimulus tersebut setiap orang akan dipengaruhi latar belakang yang tercipta berbeda-beda pada tingkatan pengetahuan dan pengalaman serta pembentukan sikapnya. Sehingga penilaian suatu objekpun akan berbeda menginterpretasikannya.pada masing-masing orang. Penyamaan persepsi bisa terjadi jika latar belakang tadi
bisa disamakan, umpanya tingkat pendidikan dan pelatihan dan sharing pengalaman. Demikian juga Robbins cs mendefenisikan persepsi adalah proses individu dalam mengorganisasikan dan interpretasi dengan sensori suatu order untuk mengartikan apa saja dilingkungannya (Robbins et al. 2007, 142). Maksudnya adalah setiap individu dalam organisasi harus mampu secara sensitive merekam dan mengimprovisasi kondisi dalam organisasi sesuai dengan nilai-nilai yang ada diantara sesame anggota organisasi. Persepsi adalah proses individu member pengertian tentang lingkungan dan organisasi melalui stimulus berdasarkan pengalaman untuk membaca symbol, bahasa, ideology, ritual dan mitos yang diturunkan pendahulunya kepada bawahan atau anggotanya. (Ivancevich. Cs, 2002: 106). Persepsi merupakan proses individu menterjemahkan dalam pikiran yang menyangkut tanda-tanda, peribahasa, alur pikiran dari setiap anggota organisasi didalam bertindak, sehingga perilaku individu berjalan selaras dengan anggota organisasi yang lain dalam bertindak atau melaksanakan pekerjaan. Persepsi merupakan gambaran seseorang tentang sesuatu objek yang menjadi focus permasalahan yang sedang dihadapi (Tampubolon 2008, 63). Persepsi sangat tergantung pada factor-faktor antara lain, individu yang membuat persepsi, situasi yang terjadi pada saat persepsi itu dirumuskan, serta gangguan yang mempengaruhi dalamproses pembentukan persepsi (target) Dengan demikian setiap orang dengan kondisi factor yang tidak sama dapat berbeda dalam merumuskan suatu persepsi.. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan persepsi adalah pandangan, penilaian, dan tanggapan anggota majelis mengenai: penggunaan teknologi informasi sesuai dengan kegiatan organisasi. Hakikat Budaya Organisasi Manajemen keragaman budaya organisasi merupakan cara pengelolaan system
manajemen sumberdaya manusia, membahas tentang peningkatan karir kaum wanita, pengelolaan heterogenitas dalam ras, etnik dan rasa kebangsaan. Dimana pemikiran tentang keragaman dan perbedaan budaya serta program pendidikan karyawan (Ivancevich 1996, 141) Budaya organisasi merupakan symbol, bahasa, ideology, ritual dan mitos yang diturunkan pendirinya (founders) kepada anggotanya. (Ivancevich 2002) Suatu budaya yang terbentuk dalam suatu organisasi akan terdiri dari pembentukan dimensi-dimensi kepentingan budaya individu, sehingga untuk mengembangkan budaya organisasi kearah yang positif sangat diperlukan sistem pengelolaan manajemen budaya, agar arah pembentukan budaya terkendali dan dapat menjadi modal utama bagi organisasi dan anggotanya dalam berperilaku dan bertindak. Manajemen keragaman budaya mempunyai fungsi sebagai alat untuk untuk mengelola antara lain: (1) Sistem manajemen SDM. (2) Peningkatan karir karyawati (wanita) (3) Heterogenitas dalam ras, etnis, kebangsaan yang dimasukkan dalam pengelolaan keragaman yang ada berdasarkan perbedaan-perbedaan yang ada. (4) Pemikiran tentang keragaman, yang merupakan proses pemecahan yang harus dilakukan terhadap masalah yang timbul akibat keragaman. (5) Perbedaan budaya yang dikelola menjadi potensi. (6) Program pendidikan yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan. Budaya organisasi merupakan suatu set kunci dari nilai-nilai yang dipercayai, serta pengertian dari karakteristik yang diberikan anggota kepada organisasinya. Budaya menjadi dasar orientasi bagi karyawan untuk memperhatikan kepentingan seluruh karyawan (Randolf, Blackburn, 1989: 634) Selanjutnya budaya merupakan pola dasar asumsi untuk menciptakan, menemukan pengembangan kelompok dengan pembelajaran untuk mengadaptasi dari luar dan diintegrasikan ke dalam organisasi. Apa yang dikerjakan secara baik, konsisten serta valid yang akan menjadi acuan bagi
karyawan baru untuk dikoreksi sebagai bahan penerimaan, pikirannya dan perasaan yang berhubungan dengan semua permasalahan secara rinci dan detail (Kanicki 1992, 693). Pola atau konfigurasi dari semua interpretasi mereka membuat jalan bagaimana untuk dapat menjaga kesdtabilan fungsi organisasi dengan budaya sebagai konstitusi (Luthan, 1995: 479). Pendapat ini menyatakan bahwa seseorang yang masuk kedalam suatu organisasi dengan membawa baju norma mereka masing-masing, serta logat dan cerita pengalaman mereka dengan nilai yang bervariasi adalah merupakan suatu penomena yang sama. Sehingga diperlukan konfigurasi atau pola dari setiap interpretasi dari suatu budaya yang akan menjadi konstitusi. Konstitusi budaya itu merupakan acuan bagi segenap anggota organisasi atau karyawan dalam berperilaku yang dilandasi nilai dan norma yang ditetapkan konstitusi dalam melaksanakan fungsi organisasi. Budaya organisasi juga merupakan penimbang dalam pernggunaan nilai, simbolsimbol, dari beberapa faktor dalam budaya berkomunikasi kepada karyawan dalam pencapaian tujuan organisasi (Griffin 1999, 511). Budaya organisasi adalah suatu pola dasar asumsi untuk bertindak, menentukan, mengembangkan anggota organisasi dalam mengatasi persoalan dengan mengadaptasi dari luar serta mengintegrasikan ke dalam organisasi agar karyawan dapat bekerja dengan tenang dan teliti. Selanjutnya bermanfaat bagi karyawan baru sebagai dasar koreksi atas persepsi mereka, pikirannya dan perasaan dalam kaitannya mengatasi permasalahan (Hollenbec 1992, 695). Budaya organisasi merupakan persepsi umum yang dibentuk oleh anggota organisasi menjadi suatu sistem gabungan pengertian untuk menyusun kesepakatan dalam pelaksanaan tugas organisasi, agar inovatif mengantisipasi resiko, teliti menghadapi setiap permasalahan, serta agresif dalam melaksankan tugas organisasi (Robbins, 2001: 595). Budaya organisasi merupakan system pemahaman dari
anggota suatu organisasi yang dapat membedakan organisasi itu dari organisasi lainnya. (Robbins et al. 2007, 585) Budaya organisasi sangat teguh pada janjinya untuk memenuhi kepuasan pelanggan dengan selalu melakukan perubahan secara terus menerus dan berkelanjutan (Gopal, 2001: http://www.tandf.co.uk/journal/rouledge/09544 127). Selanjutnya budaya adalah kunci nilai, keyakinan, pemahaman dan norma dari anggota dalam organisasi (Daft 2008, 76). Setiap anggota organisasi yang sudah lama berada dalam lingkungan organisasi dapat dikatakan telah memahami nilai-nilai (Core values) yang berlaku dalam organisasi secara tersirat. Sedang anggota organisasi baru harus mempelajari nilai-nilai tersebut agar dapat berperilaku sesuai nilai-nilai yang ada sehingga organisasi kondusif bagi keberadaannya. Budaya organisasi adalah merupakan set asumsi, keyakinan, nilai dan norma dari anggota organisasi (Newstrom et al. 2002, 11). Pengertiannya bahwa anggota organisasi memiliki pola dasar untuk berpikir dan bertindak berdasarkan keyakinan dirinya dan kesepakatan tersirat dalam diri masing-masing anggota organisasi, sehingga konsekwensi dari tindakannya tidak akan menjadi halangan bagi anggota lainnya. Budaya organisasi merupakan suatu kesatuan yang kompleks yang termasuk di dalamnya: pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, serta kemampuan dan ketrampilan yang dihasilkan seseorang anggota organisasi (Tampubolon, 2008: 184). Maksudnya adalah dalam melakukan tindakan dan sikap setiap orang dalam organisasi memiliki dasar perilaku yang dilandasi dasar pengetahuan tertentu, seni pendekatan perilaku, tanggung jawab moral, dan landasan peraturan yang membatasi perilaku didalam melaksanakan fungsi dan tugas sesuai dengan kapasitasnya Berdasarkan kajian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan kesepakatan perilaku anggota di dalam organisasi, yang digambarkan dengan inovatif, usaha-
kan efisiensi, bebas dari kesalahan, perhatian selalu terfokus kepada tujuan dan kepentingan anggota, kreatif dan akurat menjalankan tugas. Budaya organisasi mempunyai indikator-indikator, yaitu: (1) Inovatif. (2) Perhatian pada setiap masalah secara detail. (3) Berorientasi kepada tujuan (4) Berorientasi kepada semua anggota. (5) Agresif dalam melaksanakan tugas. (6) Menjaga stabilitas dalam melakukan pekerjaan. Hakikat Efektivitas Teknologi Informasi (IT) New era of management dari Richard L., Daft menyatakan bahwa efektivitas merupakan ukuran tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasi (Daft, 2008: 7). Selanjutnya Daft juga menyatakan bahwa information technology adalah merupakan perangkat hardware, software telecommunication, dan manajemen databased dengan menggunakan tehnologi dalam proses distribusi informasi atau IT. (Daft, 2008: 46, 420). Demikian juga Newstrom dalam bukunya Organization Behavior. Human behavior at work menyatakan bahwa Information technologi atau IT adalah computer hardware dan software (Newstrom cs., 2002: 5, 9) Efektivitas adalah usaha mencapai tujuan atau sasaran suatu organisasi atau individu (Robbins cs., 2007:337). Setiap individu akan berperilaku secara positif dalam mencapai tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya, selaras dengan itu apabila tujuan pemenuhan kebutuhan tercapai secara langsung berakibat kepada pencapaian sasaran tugas yang diembannya dari suatu organisasi tempatnya bekerja. Pencapaian tujuan ini kemudian diukur berdasakan penggunaan waktu dan beban operasional yang secara efisien. Apabila dicapai dengan cara efisien diukur lagi berdasarkan waktu yang digunakan mencapai sasaran tersebut. Kondisi pencapaian sasaran dengan cara efisien dan tepat waktu berdasarkan ketentuan standar dikatakan sebagai efektivitas dalam pencapaian sasaran. Efektivitas merupakan criteria kualitas produktivitas, efisiensi, dan kepuasan anggota
organisasi (Ivancevich, 2002:25). Maksudnya adalah ukuran efektivitas merupakan kondisi suatu hasil kerja baik berupa hasil dalam produk nyata maupun dalam layanan yang secara efisien, tetapi juga diukur berdasarkan ketepatan dan kecepatan di dalam menghasilkan suatu output akhir. Apabila produktivitas yang dihasilkan dilakukan secara efisien, juga harus diukur dengan ketepan dan kecepatan waktu produksinya. Kualitas produktivitas dapat dicapai maka dikatakan criteria efektivitas terpenuhi yang digambarkan dengan dapat memuaskan anggota organisasi, demikian juga dapat memuaskan organisasi. Efektivitas juga merupakan hasil dari outputs yang dihasilkan oleh system secara exis ( doing the “right”). (Davis cs., 1984: 287). Selanjutnya Davis menyatakan management information system (MIS) merupakan konsep dasar, struktur dan pengembangan secara edisional (Davis cs., 1984: 19-20). Maksudnya adalah secara sistemik outputs suatu kelompok atau organisasi berjalan secara lancar berdasarkan system yang telah dibakukan akan dapat dilakukan dan akan berhasil guna secara baik atau berkualitas. Kondisi pencapaian outputs yang baik juga digambarkan pada hasil yang berulang-ulang secara kontinyu berdasarkan pola sistemik tersebut. Konsep mengenai efektivitas organisasi disandarkan pada teori system, tetapi ditambahkan dengan dimensi waktu. (Tampubolon, 2008: 178). Dimensi waktu masuk dalam model apabila organisasi itu diartikan sebagai elemen dari system yang lebih besar seperti lingkungan (environment) yang melalui waktu, mengambil sumber-sumber, memroses dan mengembalikannya kepada lingkungan. Dengan demikian efektivitas organisasi memunyai arti apakah suatu organisasi itu mampu bertahan hidup terus dalam lingkungannya yang lebih besar dan bahwa kelangsungan hidup organisasi itu akan hidup terus atau tidak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa efektivitas teknologi informasi merupakan pelaksanaan kegiatan organisasi secara efisien
dengan kekhususan tepat waktu, dalam proses berkomunikas antar sesama anggota dalam organisasi. Indikator efektivitas IT yaitu: 1. Pelaksanaan tugas, 2. Penyelesaian tugas tepat waktu, 3) Berkomunikasi dengan semua anggota, 4) Menggunakan fungsi komunikasi. Korelasi Sederhana antara Persepsi anggota Majelis dengan Efektivitas teknologi informasi. Persepsi anggota organisasi merupakan pemikiran dan sikap anggotanya menterjemahkan kebijakan-kebijakan yang berlaku dilingkungan internal organisasi. Maksudnya adalah bahwa persepsi seorang anggota organisasi merupakan proses naluri (insting) yang timbul, selanjutnya masuk menjadi stimuli menganilisis memory data yang berdasarkan pengetahuan orang tersebut yang salah satu alternative dari analisis menjadi pernyataan dari sikap orang tersebut berperilaku. Naluri yang bekerja berdasarkan stimuli untuk menganalisis komunikasi dengan bantuan teknologi informasi akan disikapi anggota organisasi, berdasarkan tingkatan pengetahuan dan kemampuan afeksi untuk menggunakan teknologi informasi tersebut. Semakin tinggi pengetahuan dan afeksi akan meningkatkan kemampuan komunikasi dengan bantuan teknologi informasi. H1 Terdapat korelasi sederhana yang signifikan antara persepsi anggota Majelis dengan efektivitas teknologi informasi. Korelasi Sederhana antara Budaya organisasi dengan Efektivitas teknologi informasi. Setiap organisasi mengharapkan adanya budaya organisasi yang kuat, yang mampu mempengaruhi perilaku anggotanya untuk bertindak, berpikir dan bersikap dalam interaksi antar sesame anggota organisasi maupun dalam interaksi dengan anggota organisasi diluar organisasi lainnya. Dengan memiliki budaya organisasi yang kuat, maka muncul komitmen anggota untuk bertindak dan berperilaku sesuai
dengan yang diinginkan organisasi. Komitmen terhadap organisasi ini akan menimbulkan loyalitas, dinamika kelompok dalam organisasi serta gairah melaksanakan tugas organisasi. Bagi anggota organisasi budaya organisasi yang kuat dapat menimbulkan sikap percaya diri yang kuat, akibatnya akan timbul rasa bangga memiliki status yang tinggi menjadi anggota organisasi. Nilai-nilai lebih sebagai anggota organisasi yang memiliki budaya organisasi yang kuat, akan meningkatkan motivasi untuk berbuat dan berperilaku dari setiap anggota organisasi, sehingga dapat tercapai efektivitas pencapaian sasaran organisasi yang tinggi dan kinerja organisasi yang tinggi pula, yang pada akhirnya dapat member kepuasan bagi anggota-anggota organisasi Efektivitas organisasi termasuk dalam pemanfaatan peralatan dan asset (tools) dalam organisasi yang dalam hal ini termasuk teknologi informasi. Berdasarkan uraian di atas, dapat diduga terdapat korelasi yang signifikan antara budaya organisasi dengan efektivitas teknologi informasi Majelis, dengan kata lain semakin tinggi budaya organisasi maka semakin tinggi efektivitas teknologi informasi. H2 Terdapat korelasi sederhana yang signifikan antara budaya organisasi dengan efektivitas teknologi informasi. METODA PENELITIAN Penelitian ini menggunakan instrumen; persepsi anggota Majelis, budaya organisasi dan efektivitas teknologi informasi yang disusun sendiri oleh Peneliti. Penelitian dilakukan pada semua anggota Majelis HKBP Perumnas 2 Bekasi yang jumlahnya 30 orang (kuota sampel). Penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan, mulai Januari sampai Maret 2010, serta sumber data primer adalah semua anggota majelis dan data sekunder adalah literature Perilaku Keorganisasian (organizational behavior) profil HKBP Perumnas2 Bekasi.
Pengujian Hipotesis Pertama Berdasarkan analisis data model berikut ini: Tabel 1 Pengujian Korelasi Sederhana antara X1 dengan Y Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .666a .444 .424 a. Predictors: (Constant), Persepsi Anggota Berdasarkan Tabel 9 di atas diperoleh koefisien korelasi antara X1 dengan Y adalah 0,666, artinya, kekuatan hubungan antara Persepsi Anggota Majelis (X1) dengan Efektivitas IT HKBP Perum2 (Y) merupakan hubungan sedang yaitu 0,666 (diantara 0,001 sampai 1,000).
5.18975
Sedangkan koefisien determinasi adalah 0,424 yang pengertiannya bahwa variable Efektivitas IT HKBP Perum2 (Y) dapat dijelaskan oleh variable Persepsi Anggota Majelis (X1) sebesar 42,40%, selebihnya (67,60%) dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Tabel 2 Korelasi Sederhana antara X1 dengan Y Unstandardized Coefficients B Std. Error
Model 1
(Constant)
5.033
3.574
Persepsi Anggota 1.017 a. Dependent Variable: Efek IT
.215
Standardized Coefficients Beta .666
Berdasarkan table di atas signifikansi korelasi = 0,000 artinya; jika signifikansi regresi lebih kecil < α = 0,05 maka terdapat hubungan yang Sangat Signifikan antara variable independen
t
Sig.
1.408
0.170
4.730
0.000
X1 dengan variable dependen Y. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama diterima.
Hipotesis Kedua Dari data SPSS yang diperoleh, maka data diuraikan pada table berikut ini. Tabel 3 Pengujian Korelasi Sederhana antara X2 dengan Y Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
.764a
.583
.568
4.49507
Berdasarkan Tabel 3 di atas diperoleh koefisien korelasi antara X2 dengan Y adalah 0,764, artinya, kekuatan hubungan antara Budaya Organisasi (X2) dengan Efektivitas IT HKBP Perum2 (Y) merupakan hubungan kuat yaitu 0,764 (diantara 0,001 sampai 1,000) .
Sedangkan koefisien determinasi adalah 0,583 yang pengertiannya bahwa variable Efektivitas IT HKBP Perum2 (Y) dapat dijelaskan oleh variable Persepsi Anggota Majelis (X1) sebesar 58,30%, selebihnya (21,70%) dipengaruhi oleh variabel lain.
Tabel 4 Pengujian Korelasi Sederhana antara X2 dengan Y Model 1
(Constant) Bud.Organisasi
Unstandardized Coefficients B Std. Error -8.334 4.812 .959 .153
Berdasarkan tabel 4 di atas signifikansi korelasi = 0,000 artinya; jika signifikansi korelasi lebih kecil (< α = 0,05 ) maka terdapat hubungan yang Sangat Signifikan antara variable independen X2 dengan variable dependen Y. Demikian juga t-hitung (6.256) lebih besar dibandingkan dengan t-tabel (2,048) dikatakan korelasi antara X2 dengan Y adalah sangat signifikan. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua diterima. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan di atas maka dapat disimpulkan bahwa H1 diterima, terdapat korelasi yang signifikan antara Persepsi Anggota dengan Efektivitas IT HKBP Perumnas2 Bekasi. Pengertiannya adalah apabila Persepsi anggota meningkat atau ditingkatkan maka efektivitas IT akan meningkat lebih tinggi atau dengan kata lain efektifitas IT HKBP Perumnas2 Bekasi akan semakin baik. H2 diterima, terdapat korelasi yang sangat signifikan antara Budaya Organisasi dengan Efektivitas IT KBP Perumnas2 Bekasi. Pengertiannya adalah apabila Budaya organisasi meningkat atau ditingkatkan maka efektivitas IT akan meningkat lebih tinggi atau dengan kata lain
Standardized Coefficients Beta .764
t
Sig.
-1.732 6.256
.094 .000
efektifitas IT HKBP Perumnas2 Bekasi akan semakin baik. Implikasi Implikasi hasil penelitian ini bagi Majelis HKBP Perumnas2 Bekasi adalah dalam bentuk antara lain: (1) Memberi pengetahuan (pemahaman) dan keterampilan tentang media/ alat komunikasi yang semakin maju (Information Technology); (2) Mensosialisasikan dalam lingkungan gereja tentang; tata-cara, etika, dan norma-norma kristiani HKBP. Melakukan proses sosialisasi, bermula dalam rapat resmi maupun pertemuan non formal, serta pendekatan individu antar sesama anggota Majelis dan dengan anggota Jemaat HKBP Perumnas2 Bekasi; (3) Sharring informasi antar sesama anggota Majelis secara simultan dan parsial, baik dalam program acara retreat, pendalaman alkitab dan aturan HKBP, maupun dengan mengadakan seminar /Semiloka; menyangkut peningkatan pemahaman, etika kristiani, dalam penggunaan media komunikasi. Dibutuhkan secara rutin program untuk peningkatan kognitif untuk meningkatkan pengetahuan teknologi informasi (IT). Program pengembangan afeksi melalui forum diskusi (case study) diharapkan setiap anggota Majelis dapat proaktif. Membentuk perilaku positif (psi-
komotorik) dari setiap anggota Majelis HKBP Perumnas2 Bekasi, peran aktif masing-masing anggota dapat dicontoh dan diteladani Jemaat, yang membentuk personal figure dari para anggota Majelis dimata para anggota Jemaat. Dengan demikian strata persepsi anggota Majelis lebih tinggi tingkatannya untuk mengimbangi rata-rata Emosional Quotion (EQ) Jemaat HKBP Perumnas2 Bekasi pada saat ini. Budaya (culture stereo-type) HKBP tetap dipertahankan dan harus menjadi unsur strategis utama untuk menumbuh kembangkan bentuk wacana baru yang relevan dengan perkembangan globalisasi dengan tidak menghilangkan nilai-nilai dasar (core-values) HKBP. Ranah etika dalam bentuk model atau symbol, artifak, acara-acara seremonial, holistic dan teologis dan religious agar selalu diingatkan diulang-ulang (review) untuk dapat diingat kembali, dipahami dan menjadi gambaran perilaku dan sikap setiap anggota Majelis yang dapat ditiru oleh anggota Jemaat, sesuai perkembangannya.
Berkomunikasi adalah kegiatan rutin yang sangat penting untuk dilakukan setiap saat, dan penggunaan alat komunikasi adalah memilih media yang paling tepat dalam kehidupan manusia (spiritual teologis) untuk mencapai tujuan setiap insan manusia, seperti: mencapai keberhasilan (usaha, pekerjaan, keluarga, dan komunitas), menyelesaikan persoalan (pribadi, keluarga dan komunitas), memecahkan masalah (pribadi, keluarga, kelompok, dan organisasi), memberi solusi ( berbagai alternative yang dapat dipilih) dan memberi gambaran masa depan dan pengharapan (expectation and perspective). Sehingga setiap anggota Majelis HKBP perlu memahami dan mengaplikasikannya, bahwa komunikasi yang baik akan mendekatkan Majelis dan Jemaat ke tujuannya, seperti; pengharapan, kasih dan keyakinan (panagaman, haholongon, dohot haporseaon) tentang keberadaan, kuasa Tuhan Allah yang Maha Besar dan Maha Tinggi.
REFERENSI: Gordon B., Davis. Margrethe H., Olsen. 1984. Management Information System; Concept Foundation, Structure and Development. McGraw-Hill International Edition. Gopal, 2001: http://www.tandf.co.uk/journal/rouledge/09544127). Ivancevich, Michael R., Matteson. 1996. Organization Behavior and Management. McGraw-Hill Company. -----------------2002. Organization Behavior and Management. McGraw-Hill.Coy HKBP Perumnas2 Bekasi. Website. www.hkbpperumnas2.webadu.com. Hollenbeck. John R., Wagner III. 1992. Management of Organization Behavior, New Jersey: Pren-Hall Inc. John W., Newstrom, Keith Davis. 2002. Organization Behavior at Work. McGraw-Hill Higher Education. Kreitner Robert, Kanicki Angelo. 1992. Organization Behavior. USA: Richard D. Irwin Inc. Moorhead Gregory, Griffin Ricky W. 1999. Organization Behavior. New Delhi: AITBS Publisher & Distribution. Randolp, W Alan, Richard S. Blackburn. 1989. Managing Organizational Behavior. Boston: Richard D. Irwin. Richard L., Daft. 2008. New era of Management. South-Western, Cengage Learning. Robbins Stephen. P. 2001. Organizational Behavior. New Jersey: Prentice Hall. ----------------- 2007. Organization Behavior. New Jersey. Prentice Hall. Tampubolon. M. P. 2004. Perilaku Keorganisasian. PT. Ghalia Indonesia. ------------------------ 2008. Perilaku Keorganisasian, PT. Ghalia Indonesia.