PERMASALAHAN ORANG TUA YANG MEMILIKI REMAJA AUTISME PADA MASA PUBERTAS (Studi Kasus terhadap Orang Tua di Yayasan Wacana Asih Tarandam Padang) Oleh: Rahayu Bimbingan dan Konseling, STKIP PGRI Sumatera Barat
ABSTRACT This research is motivated by parents who have teenagers with autism at puberty based study of parents who have teenagers with autism experience more problems than other parents, especially during puberty. This study aimed to look at the physical and psychological problems of parents who have teenagers with autism at puberty, the focus of this study was to describe the physical and psychological problems of parents who have teenagers with autism at puberty. This research was conducted with a qualitative descriptive approach that describes symptoms, facts and reality in the field what it is about the physical and psychological problems of parents who have teenagers with autism at puberty. Instruments that researchers use in this study were interviews, observations, techniques used in processing the data through data reduction, presentation and conclusion.The results of studies that have analyzed revealed that the health condition of the elderly declined, as parents headaches , high blood pressure, decreased appetite , fatigue , lethargy and fatigue , concentration and disturbed parents work, the incidence of misunderstanding between husband and wife, was not comfortable with the condition of autism teenagers at the time had a problem, and the family's economic decline. Based on the research results to parents and stakeholders to be able to overcome the obstacles encountered by parents who have children with autism in their teens so that these obstacles can be overcome with the optimal . Key Word: Physical problems, psychological problems, teenager with autism. PENDAHULUAN Kehadiran remaja autisme di keluarga merupakan suatu yang di luar harapan, kehadirannya memberikan dampak psikologis kepada anggota keluarga dan masyarakat. Namun dari semua itu “Ibu” merupakan pihak yang paling merasa tertekan dan mengalami dampak psikologis yang paling berat. Anak autisme merupakan suatu gangguan perkembangan, yang mana anak autisme tidak mampu menjalin hubungan secara normal bahkan tidak mampu untuk menjalin komunikasi dua arah. Anak autisme sama dengan anak-anak pada umumnya, mereka butuh bimbingan dan dukungan lebih dari orang tua dan lingkungannya untuk tumbuh dan berkembang agar dapat hidup mandiri. Hal
ini dapat dilihat dengan adanya penjelasan menurut para ahli di bawah ini. Menurut Matson, 1987 (Hadis, 2006:43) : Autisme merupakan gangguan perkembangan berentetan atau pervasif. Gangguan perkembangan ini terjadi secara jelas pada masa bayi, masa anak-anak, dan masa remaja. Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imajinasi dan anak autisme ialah anak yang mempunyai masalah atau gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku, dan emosi. Gangguan perkembangan berentetan seperti gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris dan perilaku, emosi ini sangat mempengaruhi orang tua yang memiliki anak autisme, karena sulitnya untuk berkomunikasi yang
baik sehingga orang tua yang memiliki anak autisme ini mengalami tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan orang tua lainnya. Menurut McKinney & Peterson, 1987, Dunn, 2001 (Azwandi, 2005:81) “orang tua yang mempunyai anak dengan kelainan autisme mengalami tingkat stres yang lebih tinggi dari pada orang tua yang anaknya tidak mengalami gangguan, dan jika dibandingkan dengan orang tua yang anaknya mengalami gangguan lain”. Sejalan dengan pendapat di atas DeMyer, Dunn, 2001 (Azwandi, 2005:82) menyatakan bahwa “orang tua yang memiliki anak autisme mempunyai tingkat kesehatan negatif yang sangat tinggi seperti depresi dan tidak adanya kepuasan dalam perkawinan. Pola perkembangan pubertas anak autisme pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan anak normal, di mana pada saat memasuki masa remaja awal biasanya para remaja dihadapkan dengan masa pubertas. Menurut Root (Hurlock, 2002:183) “pubertas merupakan periode dalam rentang perkembangan ketika anak-anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual, masa pubertas adalah suatu tahap dalam perkembangan di mana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi”. Dalam hal ini salah satu peneliti juga berpendapat bahwa pada saat pubertas anak autisme bisa merasa tertarik dengan orang lain. Menurut Dewey & Everad, 1974 (Irfan, 2006:4) : Individu autisme bisa merasa tertarik pada orang lain, tapi gaya ekspresi seksualitas mereka seringkali tidak matang dan tidak sesuai dengan usianya. Gangguan autisme tampaknya menghambat mereka dalam memahami sinyal-sinyal tersirat yang selalu ada dalam hubungan antar manusia. Jadi meskipun mereka mengalami perkembangan fisik yang kurang lebih sama dengan anak lain seusianya, tapi perkembangan emosi dan keterampilan sosial mereka yang tidak berimbang cenderung menghambat mereka untuk berinteraksi secara positif dan efektif dengan orang lain (dalam hal ini lawan jenis) termasuk kepada orangtua atau orang-orang terdekat anak autisme. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa individu autisme bisa merasa tertarik pada orang lain, tapi gaya
ekspresi seksualitas mereka seringkali tidak matang dan tidak sesuai dengan usianya selama masa pubertas anak akan mengalami masa penyesuaian diri, di mana anak akan mulai mengalami perubahan-perubahan fisik hal ini yang mengakibatkan orang tua mengalami stres karena sulit untuk berinteraksi yang positif dan efektif. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu orang tua yang memiliki remaja autisme pada tanggal 12 sampai 13 Februari 2014 diperoleh beberapa informasi bahwa dalam hal menggunakan pembalut, seperti yang telah peneliti ketahui pada saat wawancara orang tua merasa stres menghadapi remaja autisme untuk menggunakan pembalut pada saat menstruasi datang, orang tua juga merasa gundah karena anaknya berbeda dengan remaja lainnya, kecemasan orang tua lebih tinggi dari pada orang tua yang memiliki remaja normal lainnya, dapat dilihat dari ungkapan orang tua yang telah penulis wawancarai “saya tidak tahu lagi bagaimana caranya menyampaikan kepadanya bahwa dia itu sudah besar dan seharusnya dia sudah bisa menggunakan pembalut sendiri, dan saya juga tahu itu memang sulit terkadang saya sedikit stres letih dan kewalahan menghadapinya terkadang saya kecewa pada diri saya sendiri karena kurangnya memberikan perhatian yang lebih kepada anak saya sendiri, saya merasa tertekan karena tetangga selalu meremehkan anak saya, akan tetapi saya akan selalu meluangkan waktu agar anak saya juga tidak merasa tertekan dengan keadaan ini, walau terkadang sulit akan tetapi saya akan selalu berusaha”. Keadaan inilah yang membuat para orang tua yang memiliki remaja autisme merasa lebih frustasi dan stres karena tidak tahu bagaimana menghadapi anaknya yang sedang mengalami pubertas dan bagaimana cara mengatasinya. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas dan sesuai dengan observasi serta wawancara yang peneliti lakukan, maka dapat di identifikasikan masalah penelitian ini adalah : Orang tua sulit mengontrol remaja autisme yang sedang mengalami masa pubertas, orang tua merasa letih menghadapi anaknya pada saat menstruasi datang, orang tua merasa frustasi menghadapi anaknya pada masa pubertas, orang tua autisme merasa tinggkat stres yang
dimilikinya lebih tinggi dibandingkan dengan orang tua yang memiliki remaja normal lainnya, orang tua kewalahan untuk selalu mengingatkan remaja autisme (wanita) untuk menggunakan pembalut pada saat menstruasi datang, orang tua mengalami kesulitan membagi waktu untuk memperhatikan anaknya, orang tua merasakan kegundahan karena terlalu memikirkan kondisi anaknya, orang tua mengalami depresi karena merasa anaknya berbeda dengan remaja lainnya pada umumnya (normal), orang tua merasa tidak ada kepuasan dalam perkawinan karena kondisi anaknya mengalami gangguan autisme. Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas maka fokus penelitian ini adalah, permasalahan fisik dan psikis orang tua yang memiliki remaja autisme pada masa pubertas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: Permasalahan fisik dan psikis orang tua yang memiliki remaja autisme pada masa pubertas.
b.
METODOLOGI PENELITIAN Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka dapat ditentukan bahwa penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Penulis menggambarkan permasalahan orang tua yang memiliki remaja autisme pada masa pubertas. Teknik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, tentang permasalahan orang tua yang memiliki remaja autisme pada masa pubertas. Untuk melihat permasalahanpermasalahan apa saja yang di alami orang tua dengan melihat kondisi remaja mereka berbeda dengan remaja normal lainnya. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
c.
DAN
Setelah dilakukan pengolahan data dengan menggunakan format kisi-kisi wawancara dan observasi diperoleh permasalahan fisik dan psikis orang tua remaja autisme pada masa pubertas. a.
Permasalahan Pada Kesehatan.
d.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan kondisi kesehatan orang tua akan menurun ketika remaja autisme mengalami masalah pada saat menstruasi remaja autisme datang dan tidak mau melakukan terapi, konsentrasi dan pekerjaan orang tua remaja autisme terganggu akibat masalah anaknya sendiri, akan tetapi orang tua remaja autisme selalu berusaha memberikan perhatian yang lebih kepada remaja autisme agar remaja autisme dapat sembuh dengan cepat sehingga keluarga remaja autisme juga merasa aman dan nyaman ketika remaja autisme sudah normal kembali. Masalah yang Berkaitan dengan Tata Laksana (Fisik). Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa remaja autisme sudah terampil dalam perihal yang berkaitan dengan tata laksana seperti remaja autisme sudah tidak malas lagi melakukan terapi dan pergi ke sekolah asalkan kondisi remaja autisme dalam keadaan kenyang dan bersih serta wangi. Orang tua sudah tidak kewalahan lagi karena sudah ada perubahan terhadap anaknya, remaja autisme juga sudah terampil dalam membersihkan rumah, menutup dan membuka lemari menyusun kembali barang yang sudah diambilnya, sudah bisa menyulam dan memotong kepingan kain sesuai dengan pola yang sudah ditentukan walau terkadang mata remaja autisme sering tidak terfokus kepada suatu benda yang ada ditangannya Permasalahan dalam Kehidupan Perkawinan dan Keluarga (Psikis). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa orang tua remaja autisme sering bertengkar dan memiliki masalah dalam kehidupan perkawinan dan keluarganya, karena melihat kondisi anak mereka yang tidak sama dengan anak normal lainnya. Akan tetapi mereka selalu berusaha menutupi kekurangan keluarga mereka agar tidak di pandang sebelah mata oleh tetangga maupun masyarakat sekitar. Masalah Sehubungan dengan Perilaku Penderita Sehari-hari (Psikis).
Berdasarkan hasil temuan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku remaja autisme sehari-hari adalah susah diajak mengikuti terapi, susah untuk disuruh memakai pembalut pada saat menstruasi, mengurung diri dikamar mengobrak-abrik kamar, apalagi pada saat remaja autisme emosi maka remaja autisme mengurung diri dikamar, menarik diri dari lingkungan sehingga kondisi psikis orang tua tertekan dan fikiran orang tua tidak tenang karena orang tua merasa sedih, tidak nyaman, kurang bahagia melihat kondisi anak mereka saat berada pada kondisi yang tidak stabil. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian tentang Permasalahan Orang Tua yang Memiliki Remaja Autisme pada Masa Pubertas (Studi Kasus terhadap Orang Tua di Yayasan Wacana Asih Tarandam Padang) yaitu mendeskripsikan Permasalahan fisik dan psikis orang tua yang memiliki remaja autisme pada masa pubertas, sebagai berikut : 1. Permasalahan Fisik Orang Tua Remaja Autisme a. Permasalahan pada kesehatan (fisik). Kondisi kesehatan orang tua akan menurun ketika remaja autisme mengalami masalah pada saat menstruasi datang dan tidak mau melakukan terapi, konsentrasi dan pekerjaan orang tua terganggu akibat masalah anaknya sendiri. b.
Masalah yang berkaitan dengan tata laksana (fisik). Remaja autisme sudah terampil dalam perihal yang berkaitan dengan tata laksana seperti, remaja autisme sudah tidak malas lagi melakukan terapi dan pergi ke sekolah asalkan kondisinya dalam keadaan kenyang dan bersih. Orang tua sudah tidak kewalahan lagi karena sudah ada perubahan terhadap anaknya, anaknya juga sudah terampil dalam membersihkan rumah, menyapu rumah, menutup dan membuka lemari menyusun kembali barang
yang sudah di ambilnya, sudah bisa menyulam dan memotong kepingan kain sesuai dengan pola yang sudah ditentukan. 2. Permasalahan Psikis Orang Tua Remaja Autisme a. Permasalahan dalam kehidupan perkawinan dan keluarga (psikis). Orang tua sering bertengkar dan memiliki masalah dalam kehidupan perkawinan dan keluarganya, ini semua karena melihat kondisi anak mereka yang tidak sama dengan anak normal lainnya, oleh karena itu mereka berusaha menutupi kekurangan keluarga mereka agar tidak di pandang sebelah mata dengan tetangga maupun masyarakat sekitar. b. Masalah sehubungan dengan perilaku penderita sehari-hari (psikis) Perilaku remaja autisme sehari-hari adalah susah diajak mengikuti terapi, susah untuk disuruh memakai pembalut pada saat menstruasi, mengurung diri di kamar mengobrakabrik kamar, apalagi pada saat emosi maka remaja autisme menarik diri dari lingkungan sehingga kondisi psikis orang tua tertekan dan fikiran orang tua tidak tenang karena orang tua merasa sedih, tidak nyaman, kurang bahagia melihat kondisi anak mereka. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka penulis menyarankan kepada berbagai pihak yang terkait, sebagai berikut: 1.
2.
Bagi Orang tua yang memiliki anak autisme terutama perempuan. Disarankan kepada orang tua yang memiliki anak autisme terutama perempuan untuk lebih memperhatikan keadaan anak autisme dengan sikap positif dan keterbukaan. Bagi orangtua yang memiliki anak perempuan disarankan agar lebih memantau setiap perkembangan pubertas anak. Pengelola Program Studi Bimbingan dan Konseling.
3.
4.
Disarankan agar dapat mempersiapkan mahasiswa bimbingan dan konseling serta mengembangkan ilmu pengetahuan tentang upaya dalam mengatasi fisik dan psikis orang tua yang memiliki remaja autisme pada masa pubertas. Peneliti selanjutnya Disarankan agar hasil penelitian ini dapat menjadi landasan atau pedoman, dan diharapkan dapat melakukan penelitian tentang upaya dalam mengatasi fisik dan psikis orang tua yang memiliki remaja autisme pada masa pubertas. Yayasan Wacana Asih di Tarandam Padang Dapat menambah wawasan, dan memberikan perhatian yang penuh, serta menangani secara khusus remaja autisme, bukan hanya menjaga dan memberikan pembelajaran saja akan tetapi Yayasan Wacana Asih lebih membantu lagi orang tua untuk mengurangi permasalahan yang dialaminya.
KEPUSTAKAAN Azwandi, Yosfan. (2005). Mengenal dan Membantu Penyandang Autisme. Jakarta: DEPDIKBUD. Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya) Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Chaplin,
J.P. (2005). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Daryanto. (1997). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Lengkap EYD dan Pengetahuan Umum. Surabaya: Apollo.
Efendi, Muhammad. (2009). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara. Hadis, Abdul. (2006). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Alfabeta. Hurlock,
E.B. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Irfan. 2006. Skripsi Penyesuai Diri Orang Tua yang Memiliki Ramaja Autisme pada Masa Pubertas. Tidak diterbitkan. Iskandar.
2009. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta: Gaung Persada Press.
Nazir, Moh. 2009. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Noor, Juliansyah. 2011. Metode Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Mangunsong, Frieda. (2009). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Depok: LPSP3 UI. Marlina.
(2009). Berkebutuhan UNP Press.
Asesmen Anak Khusus. Padang:
Moleong, Lexy J. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Papalia,
D. E, dkk. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta: Kencana.
Patilima, Hamid. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
i