PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERSAINGAN USAHA KARTU CELLULAR DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 (STUDY KASUS : PUTUSAN KPPU NO. PERKARA : 07/KPPU-L/2007)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh: RENHARD HARVE NIM. 050200274 DEPATEMEN HUKUM KEPERDATAAN
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Renhard Harve : Perlindungan Konsumen Terhadap Persaingan Usaha Kartu Cellular Ditinjau Menurut Undang-Undang No 8 Tahun 1999 (Study Kasus : Putusan KPPU NO. Perkara : 07/KPPU-L/2007), 2009. USU Repository © 2009
1
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERSAINGAN USAHA KARTU CELLULAR DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 ( STUDY KASUS : PUTUSAN KPPU NO. PERKARA : 07/KPPU-L/2007)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh: RENHARD HARVE NIM. 050200274 DEPATEMEN HUKUM KEPERDATAAN
Disetujui oleh: Ketua Departemen Hukum keperdataan
PROF. DR. TAN KAMELLO, SH, MS Nip. 131 764 556 Pembimbing I
Pembimbing II
EDY IKHSAN SH, MA Nip. 131 796 147
M. SIDDIK SH. M.Hum Nip. 131 568 378
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
2
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Tuhan Yang maha Kuasa karena hanya dengan Rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas-tugas dan melengkapi syarat-syarat untuk mencapai gelat sarjana hukumpada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul yang penulis angkat adalah: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERSAINGAN USAHA KARTU CELLULAR DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 ( STUDY KASUS : PUTUSAN KPPU NO. PERKARA : 07/KPPU-L/2007) Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena terbatasnya pengetahuan yang penulis miliki, sedikitnya pengalaman dan literature-literatur yang belum menunjang judul yang penulis majukan dalam skripsi ini. Untuk itu dengan dengan segala kerendahaan hati penulis mengaharapkan masukan, saran dan kritik yang dapat menambah penegtahuan, wawasan dan cara berpikir penulis demi kesempurnaan dalam skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung, telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini, sehingga dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu maupun selama menempuh perkuliahan, khususnya kepada : 1. Bapak Prof, Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MHum, Bapak Syafrudin SH, MH dan Bapak Muhammad Husni, SH, MH selaku Pembantu Dekan I, II,dan III Fakultas Hukum USU. 3. Bapak Prof. Dr Tan Kamello, SH, MS, selaku Ketua Depatemen Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3
4. Ibu Rabiatul Syahriah, SH, MHum, selaku Ketua Program kekhususan Perdata BW di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Edy Ikhsan, SH, MHum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran, petunjuk, kesabaran serta semangat dalam skripsi ini agar menjadi yang lebih terbaik. 6. Bapak M Siddik, SH, MHum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu memberikan masukan, arahan dan kesabaran dalam penyusunan skripsi ini. 7. Ibu Rabiatul Syahriah, SH, MHum, selaku Dosen Wali yang telah mengajar dan membimbing kepada penulis di dalam masa perkuliahan. 8. Seluruh staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam mengikuti perkuliahan melalui ilmu pengetahuan yang diajarkan. 9. Sembah sujud dan hormat kepada orang tua penulis yang tercinta : Simson S. Brahmana, SH dan yang paling Spesial kepada mama Dra. Tineke Magdaleni Barus, Apt yang dengan cinta dan kesabaran yang luar biasa, telah melahirkan, merawat, mendidik, serta jasa-jasanya yang lain dan tak terhitung banyaknya kepada penulis sampai saat ini. 10. Abang Hiskia dan adik Olivia yang telah memberikan sumber inspirasi kepada penulis. 11. kepada Indah Lestari yang telah memberikan waktu dan kesabaran bagi penulis sehingga menimbulkan inspirasi baru dalam menyelesaikan skripsi ini, thnx a lot… 12. Sahabat seperjuangan dalam meluluskan diri dari kampus tercinta: Suandy Fernando Pasaribu, serta ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada sahabat kami Martina lova, Indah permata sari sitompul, Adelina ECUS, Puteq, Firdaus, Bob, Oloan johanes,
dan seluruh teman-teman seperjuangan di
jurusan Perdata BW. 13. Kepada seluruh teman-teman Stb 2005, penulis mengucapkan banyak terima kasih segala bentuan selama perkuliahan dan juga di masa penulisan skripsi ini, khususnya dalam memunculkan ide penulisan, pemikiran dan saran dan
4
prasarana pendukung lainnya dalam penulisan, semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan tersebut diatas di balas oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. 14. Kepada sahabat karib di McDonald Millenium Plaza, Iqbal Thantowi, Rony Srg, bang tua and seluruh team Crew Operasional dan di ANZ Panin Bank, juga kepada bang Christopel, nova, dwi, hana……thanx a lot karena kalian semua telah memberikan pengalaman kerja yang luar biasa. 15. Kepada Kakak-kakak stb dan adik-adik stb Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan yang diberikan semasa perkuliahan dan khususnya juga dimasa penulisan skripsi ini. Terima kasih sebesar-besarnya juga penulis haturkan kepada seluruh pihakpihak yang turut mendukung proses penyelesaian skripsi ini. Akhirnya Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi satiap pihak yang membacanya.
Medan, Maret 2009
Penulis
5
DAFTAR ISI Kata Penghantar…………………………………………………………………...ii Daftar isi………………………………………………………………………......v Abstraksi…………………………………………………………………………vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………………………………………………………..1 B. Perumusan Masalah………………………………………………..…6 C. Tujuan dan Kegunaan………………………………………………...6 D. Keaslian penulisan…………………………………………………....7 E. Metode Penulisan……………………………………………………..7 F. Tinjauan Kepustakaan………………………………………………...8 G. Sistematika Penulisan…………….………………………..…………12 BAB II KARTU CELLULAR DAN AKIBAT HUKUM NYA A. Pengertian Kartu Cellular..…………………...……..…..…………...15 B. Sejarah Kartu Cellular …………………..……………...…..……….17 1). Sebelum masuk ke-Indonesia……………………..………….17 2). Setelah masuk ke-Indonesia………………………..…………25 C. Prosedur pemakaian kartu Cellular oleh konsumen………..………...31 D. Pengaturan hukum positif tentang kartu Cellular..……….………….32 BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG PERUSAHAAN KARTU
CELLULAR DENGAN KONSUMEN A. Tinjauan tentang Perusahaan Kartu Cellular………………………..37 B. Pengertian konsumen sebagai pengguna barang dan jasa…………...43 C. Tinjauan tentang Layanan Kartu Cellular…….……………………. 46 D. Hak dan kewajiban konsumen sebagai pengguna Barang dan Jasa…51
6
BAB IV
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERSAINGAN
KARTU CELLULAR A. Bentuk-bentuk persaingan usaha kartu Cellular……..……………...60 B. Perjanjian yang timbul antara konsumen sebagai penggunaan kartu Cellular dengan Provider..………………………..…………..66 C. Perlindungan hukum bagi konsumen pengguna kartu Cellular....…..74 C.1. Pembinaan dan Pengawasan………………………………...74 C.2. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)…………81 D. Prinsip pertanggung jawaban terhadap konsumen pengguna kartu Cellular………………………………………………………..82 D.1. Prinsip Tanggung Jawab……………………………………83 D.2. Tanggung Jawab Produk (Product Liability)……………….89 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………………………...92 B. Saran………………………………………………………………….93 Daftar Pustaka
7
ABSTRAKSI Konsumen adalah setiap orang yang memakai barang dan jasa, dan didalam pemenuhan kebutuhannya sehari-hari terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu kedepan, ini ditandai dengan meningkatnya jumlah populasi manusia dan perkembangan pola pikir manusia, sehingga konsumen dalam beraktivitas dapat dilakukannya dengan mudah dan efisien, yaitu terutama didalam bidang telekomunikasi, oleh sebab itu pada zaman sekarang ini banyak perusahaan dalam bidang Cellular sedang beramai-ramai memikat para konsumen dengan berbagai cara. Ada pun yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini adalah Bentuk-bentuk persaingan usaha kartu Cellular; Perjanjian yang timbul antara konsumen sebagai pengguna kartu Cellular dengan Provider; Perlindungan hukum bagi konsumen sebagai pengguna kartu Cellular; Prinsip pertanggung jawaban terhadap konsumen pengguna kartu Cellular. Metode yang digunakan dalam menjawab permasalahan penelitian ini adalah metode penelitian normatif, yaitu suatu metode penelitian dengan cara pengumpulan, penelusuran dan analisa data-data sekunder yang bersumber dari Putusan Pengadilan KPPU dengan No Perkara : 07/KPPU-L/2007, UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 5 tahun 1999 tentang Persaingan Usaha, UU No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Didalam persaingan usaha kartu Cellular tersebut banyak sekali tindakan para pengusaha telekomunikasi atau provider yaitu seperti dalam bentuk persaingan antar provider yaitu: dalam bentuk layanan dan bentuk kegiatan usaha para investor, serta perjanjian yang dibuat oleh provider cenderung membuat para konsumen merasa dirugikan, oleh sebab itu perlu adanya perlindungan hukum bagi para konsumen dan terutama bagi pelaku usaha agar tidak bertindak hanya mencari keuntungan semata, sehingga peran pemerintah sangat menonjol didalam pembentukkan badan ataupun instansi yang mempunyai tugas pengawasan dan pembinaan seperti dicantumkan didalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen yang melahirkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Dengan adanya badan atau pun instansi yang dibuat oleh pemerintah diharapkan seluruh hak baik konsumen maupun para pengusaha dapat tercipta dengan menekankan pada prinsip pertanggung jawaban dan pada azas keseimbangan yang berorientasi pada keadilan. Selain dari pembentukan badan ataupun instansi yang dibuat tersebut penulis juga mengharapkan pemerintah juga membuat suatu peraturan organik yang memberikan kekuatan hukum untuk mengatur dan mengawasi para pelaku usaha baik dalam negeri maupun investor asing agar tidak hanya mencari keuntungan semata.
8
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Konsumen adalah setiap orang yang memakai barang dan jasa. Pada umumnya konsumen sebagai pemakai barang dan jasa dalam pemenuhan kehidupannya sehari-hari dalam kurun waktu kedepan terus meningkat. Ini ditandai dengan perkembangan jumlah populasi manusia dunia dan perkembangan pola pikir manusia itu sendiri yang semakin maju. Semakin banyak penduduk di dunia ini maka semakin banyak pula konsumen yang memakai barang dan jasa tersebut dan juga dengan perkembangan pola pikir manusia yang semakin maju maka semakin banyak pula segala kebutuhan akan barang dan jasa untuk beraktivitas didalam kehidupannya sehari-hari. Pesatnya pertumbuhan industri menimbulkan era pasar bebas, ini merupakan akibat dari arus globalisasi yang membuat persaingan antara produsen semakin ketat, terutama untuk menarik konsumen. Buktinya, tak sedikit produsen yang demikian gencar menyerang konsumen dengan berbagai promosi melalui berbagi media cetak atau media luar ruang yang seolah mengepung konsumen dari berbagai arah. Dalam posisi merebut konsumen, terdapat suatu slogan lama yaitu; “konsumen adalah raja”, yang menempatkan konsumen dalam posisi tinggi sehingga patut mendapat pelayanan yang memuaskan. Tentu saja pelayanan yang total, bukan sekedar lip service.
9
Pada dasarnya, setiap produk yang akan dilemparkan ke pasaran harus memenuhi standar mutu yang telah ditentukan oleh pemerintah. Jangan lupa pula bahwa sebagian masyarakat semakin kritis menuntut perbaikan mutu barang yang dibelinya. 1 Namun posisi konsumen di rimba produk barang dan jasa secara relatif sangat lemah, karena informasi yang ada dibalik barang dan jasa tersebut tidak diketahui secara menyeluruh. Bahkan dalam situasi ekonomi yang kurang ideal, konsumen
dihadapkan
pada
pilihan
terbatas
yang
merugikan.
Dalam
perkembangan industri yang kian kompleks, semakin banyak hal dibalik produksi barang dan jasa yang tidak diketahui oleh konsumen, bahkan dampak negatif dari barang dan jasa yang diproduksi cenderung disembunyikan oleh produsen, yang orientasinya selalu pada keuntungan maksimum (maximum profit). 2 Dan dalam perkembangan nya saat ini banyak para pengusaha terutama dalam bidang telekomunikasi khusus nya penggunaan kartu Cellular, yang melakukan persaingan yang tidak sehat hal ini dikarenakan saat ini berbagai Negara dunia sedang melakukan perubahan menuju sistam ekonomi pasar (market economy). Dalam sistem ekonomi pasar maka persaingan merupakan suatu elemen yang menetukan karena pasar akan ditentukan oleh permintaan dan penawaran yang terbuka,. Artinya dalam memenangkan pasar dan konsumen, maka pelaku usaha akan melakukan proses persaingan. Proses persaingan akan mengukur hasil optimal dengan melihat kemampuan pelaku usaha melakukan
1
Zumrotin K. Susilo, Penyambung Lidah Konsumen, PUSPA SWARA, Jakarta 1996,
hal v 2
Ibid, hal viii
10
efisiensi, inovatif serta alokasi sumber daya yang tidak terbuang percuma melalui strategi yang baik. Pada kenyataanya proses persaingan belum tentu dilakukan sesuai dengan apa yang diatur dalam perundang-undangan. Persaingan dalam dunia usaha untuk mendapat keuntungan maksimum muncul dalam berbagai bentuk, misalnya dalam harga jumlah pelayanan ataupun kombinasi berbagai faktor yang akan dinilai oleh konsumen. 3 Dalam upaya untuk menjaga agar perilaku pelaku usaha tunduk pada aturan main yang berlaku, maka Hukum Persaingan Usaha merupakan elemen esensial yang bertindak sebagai rambu-rambu bagi pelaku usaha yang bersaing di pasar. Sejalan melalui proses menuju sistem ekonomi pasar maka Indonesia juga telah memberlakukan undang-undang Hukum Persaingan Usaha yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan usaha Tidak Sehat. 4 Oleh karena tingkat pertumbuhan konsumen sangat meningkat dengan pesat terhadap pemakaian barang dan jasa maka perlu suatu aturan hukum untuk melindungi tingkah laku para konsumen sebagai pemakai barang dan jasa. Perlindungan hukum adalah segala daya upaya untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada subjek hukum. Maka menurut sistem hukum positif di Indonesia, perlindungan terhadap konsumen telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, didalam Undang-Undang tersebut telah dijelaskan untuk memberikan 3
Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan Di Indonesia, Peneribit Pustaka Bangsa Press, Medan 2004, hal 21 4 Ibid, Hal 22
11
perlindungan bagi para konsumen maka pemerintah telah membentuk suatu badan yang disebut
dengan Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Badan
Perlindungan Konsumen Nasional adalah suatu badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen. Didalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 telah dijelaskan bahwa dalam menjalankan fungsi dari Badan Perlindungan Nasional, maka badan tersebut mempunyai tugas yaitu : a. memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan dalam bidang perlindungan konsumen, b.
melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undang yang berlaku dibidang perlindungan konsumen,
c. melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen, d. mendorong perkembangan-nya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, e. menyebarkan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada masyarakat, f. menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pelaku usaha, g. melakukan survey yang menyangkut kebutuhan konsumen. Dari penjelasan Undang-Undang perlindungan konsumen tersebut diatas jelas bahwa pemerintah sangat peduli kepada konsumen yaitu sebagai pemakai barang atau jasa tersebut. Hal tersebut sangat jelas bahwa di dalam praktek
12
kedudukan konsumen dengan pelaku usaha atau dalam hal ini disebut sebagai penyelenggara dan penyedia barang dan jasa tersebut adalah tidak seimbang para konsumen-lah yang mempunyai kedudukan yang lemah dari pada pihak pelaku usaha tersebut diatas. Seperti diketahui pada saat ini perang tarif antar kartu Cellular sangat menarik perhatian masyarakat yang dialakukan oleh para pengusaha sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha serta tindakan pelaku usaha yang sering melakukan persaingan tidak sehat seperti memonopoli suatu barang dan jasa. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah kartu Cellular. Banyaknya tawaran dari masing-masing perusahaan kartu Cellular, membuat masyarakat harus selalu jelih dan teliti dalam mengambil keputusan dan memilih kartu Cellular mana yang sebaiknya digunakan. Untuk itu penulis akan membahas permasalahan tersebut dengan judul “ Perlindungan konsumen terhadap persaingan usaha kartu Cellular ditinjau menurut UU No. 8 tahun 1999 ”. B. Rumusan Masalah Setelah diuraikan latar belakang tersebut diatas, maka penulis dapat merumuskan beberapa pokok permasalahan yang akan dijadikan pokok pembahasan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana bentuk-bentuk persaingan usaha kartu Cellular? 2. Bagaimana perjanjian yang timbul antara konsumen sebagai pengguna kartu Cellular dengan Provider? 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap masyarakat pengguna kartu Cellular? 4. Bagaimana bentuk-bentuk prinsip pertanggung jawaban perusahaan kartu
13
Cellular terhadap konsumen pengguna kartu Cellular? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk dapat mengetahui bentuk-bentuk persaingan usaha kartu Cellular. 2. Untuk dapat mengetahui perjanjian yang timbul antara konsumen sebagai pengguna kartu Cellular. 3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap masyarakat pengguna kartu Cellular. 4. Untuk dapat mengetahui prinsip pertanggung jawab pengusaha kartu Cellular terhadap konsumen pengguna kartu Cellular. Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu hukum, kepustakaan di bidang perlindunagn konsumen pada umumnya dan media telekomunikasi pada khususnya, serta dapt dijadikan bahan informasi yang memuat data-data empiris sebagai dasar penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Hasil penulisan ini dapat dijadikan masukan bagi seluruh badan-badan/ instansi-instansi pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi konsumen yang dirugikan terhadap segala perbuatan yang dilakukan oleh pelaku usaha seperti; monopoli, kepemilikan silang, dan sebagainya yang secara langsung dapat merugikan konsumen sebagai pengguna jasa telekomunikasi. D. Keaslian Penulisan
14
Peningkatan minat masayarakat terhadap penggunaan kartu Cellular yang dianggkat menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terutama mengenai perlindungan konsumen terhadap penggunaan kartu Celluler yang ditinjau pada Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen. Penulis menyusun melalui referensi bukubuku, media cetak dan elektronik dan bantuan dari berbagai pihak. E. Metode Penelitian. Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggung jawabkan, penulis menggunakan Metode Penelitian Hukum Normatif, yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penulisan skripsi ini penulis lakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat peraturan perundang-undangan hukum konsumen, serta terhadap putusan KPPU. 2. Data Data yang dikumpulkan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini dilakukan melalui pengumpulan data sekunder yang terbagi atas tiga bagian yaitu: a. bahan hukum primer yaitu study kasus yang menjadi pokok permasalahan seperti putusan KPPU dengan No Perkara : 07/KPPU-L/2007, b. bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan penelitian masa lalu atau yang sudah pernah dilakukan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer seperti artikel ataupun buku-buku hukum,
15
c. bahan hukum tertier yaitu bahan hukum tambahan yang memberikan penjelsan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, bahan dari internert, doktrin atau pendapat para sarjana. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (Library Research), penelitian hukum biasanya dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan atau disebut juga dengan penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Metode Library Research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Sumber-sumber itu antara lain dari buku-buku, artikel, koran dan majalah dengan cara membaca, menafsirkan, membandingkan serta menterjemahkan dari berbagai sumber yang berhubungan dengan perlindungan konsumen terhadap penggunaan kartu Cellular. 4. Teknik Analisa Data Dalam menganalisa data, penulis menggunakan teknik analisa data kualitatif yaitu lebih focus kepada analisis hukumnya dan menelaah bahan-bahan hukum baik yang berasal dari peraturan perundang-undangan, buku-buku yang berhubungan dan putusan KPPU dengan No Perkara : 07/KPPU-L/2007. 5. Waktu Penulisan skripsi ini, penulis lakukan penelitian dengan metode normatif tersebut dari bulan Oktober 2008 s/d bulan februari 2009.
16
F. Tinjauan Kepustakaan Istilah “konsumen” sudah banyak diartikan didalam tata peraturan perundang-undangan di Indonesia dan oleh pakar sarjana, salah satu nya didalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 yaitu pada pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa : “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.” Namun didalam Undang-Undang Telekomunikasi yaitu Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 pada pasal 1 angka 11 dinyatakan bahwa konsumen dalam jasa telekomunikasi disebut sebagai pengguna, disebutkan bahwa pengguna adalah pelanggan dan pemakai. Jadi didalam Undang-Undang telekomunikasi tersebut sudah dijelaskan ada dua jenis konsumen yang mempergunakan jasa telekomunikasi : Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan komunkasi dan/atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak. Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang mengunakan jaringan Telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak. Jadi jelas bahwa perbedaan dua jenis konsumen didalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 yang disebut didalam Undang-Undang Telekomunikasi terletak berdasarkan kontrak atau tidak berdasarkan kontrak.
17
Konsumen yang diperbincangkan dalam hal ini adalah konsumen akhir, diaman konsumen akhir adalah setiap pengguna barang dan jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga tau rumah tangga dan tidak untuk memproduksi barang atau jasa lain atau memperdagangkannya kembali. Dengan transaksi konsumen dimaksudkan, proses terjadinya peralihan kepemilikan atau penikmatan barang atau jasa dari penyedia barang atau penyelenggara jasa kepada konsumen. Peralihan dapat terjadi karena adanya suatu hubungan hukum tertentu sebagaimana diatur didalam KUHPerdata atau peraturan Perundang-undangan yang lainnya yang berkaitan dengan peralihan hak atau penikmatan barang atau jasa, seperti hubungan jual-beli, sewa-beli, sewa menyewa,dll. Barang atau jasa konsumen yang dialihkan kepada konsumen dalam suatu transaksi dibatasi berupa barang atau jasa yang lazimnya dalam masyarakat digunakan untuk keperluan kehidupan pribadi atau rumah tangga dan tidak untuk tujuan komersil seperti menggunakan barang atau jasa itu untuk memproduksi barang atau jasa lain dan memperdagangkannya kembali. 5 Konsumen yang dijelaskan dalam hal ini khususnya adalah konsumen yang sebagai pemakai dari barang atau jasa yang disebut kartu Cellular, konsumen sebagai pengguna kartu Cellular adalah konsumen yang menggunakan telepon genggam. Oleh Karena perkembangan dalam bidang telekomunikasi tersebut sangat berkembang maka adanya suatu pengaturan khusus untuk memberikan 5
AZ. Nasution,S.H, Konsumen dan Hukum, Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta;1995, catatan pertama hal.37
18
perlindungan hukum bagi para konsumen, hal ini ditujukan didalam UndangUndang Nomor 8 tahun 1999 pada pasal 4 dan pasal 5 tentang hak dan kewajiban konsumen serta pada pasal 6 dan pasal 7 tentang hak dan kewajiban pelaku usaha. Hak dan kewajiban pelaku usaha khususnya sangat perlu dibuat pengaturannya, dikarenakan bahwa yang membuat konsumen itu merasa dirugikan atas barang dan jasa yang diperolehnya dari suatu transaksi atau konsumen merasa bahwa hak-nya sebagai pembeli dari suatu barang tersebut hilang yang dikarenakan adanya tindakan pelaku usaha yang melakukan usaha yang tidak sehat. Pelaku usaha khusus-nya dalam bidang telekomunikasi telah disebut dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang No. 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi adalah : penyelenggara telekomunkasi yaitu kegiatan penyedian dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi. Ada beberapa perihal penting yang harus dicatat dan tidak dapat diabaikan dalam UU Telekomunikasi, yaitu: 6 - Mengakui (recognize) konvergennya tiga bidang: telekomunikasi, penyiaran dan teknologi informasi, sehingga segenap tatanan nasional perlu sesuai dan serasi dengan semakin konvergennya ketiga bidang tersebut; -Membangun masyarakat Indonesia modern dan demokratis hanya dapat terwujud dengan membangun masyarakat informasi (information society) yang
6
Lihat Kata Pengantar Ketua Umum MASTEL, Ir. Sukarno Abdulrachman, IPM pada Acara Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI tentang UU Telekomunikasi, tanggal 28 Juni 1999.
19
bertumpu pada sistem telekomunikasi nasional yang tangguh, sehingga perlu diciptakan kesempatan kesempatan yang luas untuk mewujudkannya.; - Peran pemerintah dalam suatu demokrasi yang modern dibatasi pada penentuan arahan-arahan Penataan manajemen bidang frekuensi radio yang sangat profesional dan, melalui peraturan pelaksanaan yang diturunkan dari Undangundang tentang telekomunikasi, menghindari berbagai hambatan, antara lain pemusatan birokrasi; - Peran swasta yang luas, semakin mampu dan diharuskan bersaing, tidak hanya dalam percaturan bisnis jasa dalam negeri, dan yang didukung oleh Sumber Daya Manusia yang terlatih, terdidik sesuai keperluan yang berkembang; -Perlindungan kepada konsumen yang jelas dan terinci, baik ia konsumen akhir maupun konsumen antara (konsumen antara adalah penyelenggara jasa telekomunikasi dan nformasi yang menjadi konsumen jasa-jasa telekomunikasi penyelenggara lain). Pelaku usaha dalam bidang Telekomunikasi adalah sebagai penyelenggara telekomunikasi yaitu terdiri dari : perseorangan, koperasi, BUMN,BUMD, badan usaha swasta, instansi pemerintah dan instansi pertahanan dan keamanan Negara. Oleh karena banyak-nya pelaku usaha dalam bidang Telekomunikasi atau penyelenggara
telekomunikasi
yang
disebut
didalam
Undang-Undang
Telekominkasi, namun dari sekian banyak tindakakan yang dilakukannya dalam penyelenggaraan Telekomunikasi sering hanya untuk mencari kentungan semata. Dan kerapkali dalam mencapai tujuan tersebut konsumen atau pengguna jasa telekomunikasi yang dikorbankan atau yang mengalami kerugian.
20
Dalam perkembangan selanjutnya dalam hal banyak para konsumen atau pengguna jasa Telekomunikasi yang dirugikan maka para konsumen tersebut dapat melakukan tindakan hukum untuk melindungi-nya dari tindakan pelaku usaha atau penyelenggara jasa Telekomunikasi yaitu dengan menggugat ke pengadilan baik Class Action maupun perseorangan. G. Sistematika Penulisan Sebelum sampai kepada inti dari penulisan skripsi ini, yaitu menguraikan pokok permasalahan, terlebih dahulu penulis akan memaparkan uraian singkat mengenai Bab deni Bab dari penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) Bab, masing-masing Bab terdiri dari beberapa sub-Bab yang saling berhubungan satu sama lain. Bab I yaitu Pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang masalah tentang konsumen yang terus berkembang dalam memakai barang dan jasa dalam kehidupan bermasyarakat. Bab ini juga menguraikan mengenai rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II yaitu tentang kartu Cellular dan Akibat Hukumnya, yang mengurai tentang pengertian dari Kartu Cellular, sejarah kartu Cellular Sebelum dan Sesudah masuk ke-Indonesia, prosedur pemakainan kartu Cellular oleh konsumen dan pengaturan huku positif tentang kartu Cellular.. hal ini dilakukan dengan maksud agar sebelum menulis lebih lanjut maka penulis harus tahu terlebih dahulu mengenai pengertian dari kartu Cellular.
21
Bab III yaitu Tinjauan Umum tentang Perusahaan Kartu Cellular dengan Konsumen, yang mengurai kan mengenai tinjauan tentang Perusahaan Kartu Cellular , Pengertian Konsumen sebagai pengguan barang dan jasa, tinjauan tentang layanan Kartu Cellular, serta Hak dan Kewajiban konsumen sebagai pengguna Barang dan jasa. Bab IV yaitu tentang Perlindungan Konsumen Terhadap Persaingan Kartu Cellular, yang menguraikan tentang inti permasalahan, yaitu Bentuk-bentuk persaingan usaha kartu Cellular, Perjanjian yang timbul antara konsumen sebagai penggunan kartu Cellular dengan provider, Perlindungan hukum bagi konsumen pengguna kartu Cellular, serta Prinsip pertanggung jawaban terhadap konsumen pengguna kartu Cellular. Pada umumnya para pengusaha kartu Cellular dalam mempromosikan barang dan jasanya kepada para konsumen atau pengguna jasa Telekomunikasi harus juga memperhatikan kepentingan konsumen dan para pengusaha yang lainnya khususnya dalam bidang Telekomunikasi sehingga para konsumen tidak merasa dirugikan dari setiap tindakan pelaku usaha kartu Cellular. Bab V ini merupakan Kesimpulan dan Saran, dalam Bab ini dibuat kesimpulan tentang apa yang telah diuraikan dari awal sampai akhir isi dari skripsi ini, dengan maksud supaya pembaca dengan mudah mengetahui isi pokok penulisan skripsi ini. Bab ini, juga mencoba memberi saran-saran atau menyumbang pemikiran yang kiranya dapat dijadikan sebagai pertimbanganpertimbangan bagi yang berkepentingan.
22
BAB II KARTU CELLULAR DAN AKIBAT HUKUMNYA
I. Pengertian kartu Cellular. Sistem Cellular adalah sistem yang sangat canggih sebab sistem ini membagi suatu kawasan dalam beberapa sel kecil, hal ini digunakan untuk memastikan bahwa frekwensi dapat meluas sehingga mencapai kesemua Bagian pada kawasan tertentu sehingga beberapa pengguna dapat menggunakan telepon genggam mereka secara simultan tanpa jeda dan tanpa putus-putus. Cellular secara terminologinya terdiri dari dua suku kata yaitu : Cell dan Lular. 7 Cell adalah satu (1) atau pusat dan Lular adalah pembagian jaringan, sehingga Cellular berarti adalah pembagian satu jaringan atau pembagian jaringan yang memusat. Sedangkan dalam kamus pengetahuan umum dan teknologi, disebutkan bahwa: Cellular adalah: -
Menyatakan komponen dalam bentuk sel atau bukan sebagian
komponen konvensional;
7
-
Berupa sel;
-
Dibagi dalam Bilik-bilik. 8
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahsa Indonesia, Dinas Penerbit blai Pustaka, Jakarta, 2007, hal 78. 8 Ngatijo, Kamus Pengetahuan Umum Dan Teknologi, Galeri Lontara, Jakarta, 2007, hal 13
23
Dalam kamus besar Ilmu pengetahuan dan teknologi dijelaskan bahwa: Cellular adalah pembagian satu ruang menjadi beberapa daerah yang terkelompok yang dapat dilaui oleh suatu frekwensi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan melalui transmiter. Menurut pendapat salah satu pengamat komunikasi di Indonesia yaitu : Hilman Anshori menyebutkan bahwa : Cellular adalah Pembagian daerah atau Bagian berdasarkan jangkauan sinyal dari stasiun pemancar kepada pesawat penerima. Dari penjelasan tersebut diatas terlihat bahwa untuk menggambarkan cakupan area secara geografis digunakanlah penggambaran heksagonal, area atau daerah inilah yang yang disebut dengan sel (Cell). Secara sederhananya konsep dasar pemancaran sinyal atau gelombang elektromagnetik tersebut dipancarkan dari transmitter/stasiun pemancar kepada pesawat penerima/telepon genggam melalui pembagian daerah-daerah tersebut. Sehingga menurut pakar Telekomunikasi tersebut diatas menyatakan bahwa : Kartu Cellular atau dalam masyarakat awam disebut adalah kartu SIM (SIM Card) adalah suatu chip elektornik yang berguna untuk menangkap dan menerima sinyal atau gelombang elektronik yang dipacarkan dari stasiun pemancar atau transmitter. Sedangakan menurut pakar telematika, yaitu Roy Suryo menyatakan bahwa Kartu Cellular adalah suatu kartu yang terdapat dalam suatu Mobile
24
Celular yang berguna untuk menangkap dan menerima jaringan dari stasiun pemancar baik itu satelit atau pun dari Mobile Cellular yang lainnya. B. Sejarah Kartu Cellular. Perkembangan kartu Cellular adalah seiring dengan perkembangan telekominikasi, yaitu sebelum adanya kartu Cellular yang sekarang ini kita kenal dengan Kartu SIM (SIM Card) diatandai dengan perkembangan Di bidang telekomunikasi. 1) Sejarah Cellular sebelum Masuk Indonesia Sejarah Cellular dalam bidang telekomunikasi pada awalnya dimulai ditemukan oleh Samuel F.B.Morse pada tahun 1844. pada tahun 1866, kabel trans Atlantic yang pertama digelar antara Amerika dan Prancis yaitu Werner von Siemens dari Jerman menjadi salah satu Pioner untuk Pengembangan kabel laut, dengan kalimat terkenalnya “Mr. Watson,come here,Iwant you”,yang menemukan telepon pada tahun 1878 telah dimulai pembangunan jaringan telepon diAmerika. 9 Jaringan telepon, atau yang disebut dengan Public Switch Telepon Network (PSTN), Terdiri dari beberapa segmen, yaitu segmen Jaringan Transpor, Segmen Service Node,segmen Jaringan Akses dan Terminal Pelanggan Jaringan telepon, atau yang disebut dengan Public Switch Telepon Network (PSTN), Terdiri dari beberapa segmen, yaitu segmen Jaringan Transpor, Segmen Service Node,segmen Jaringan Akses dan Terminal Pelanggan. Segmen Service Node identik dengan Sentral Telepon yang menjadi otak dari PSTN. Sentral telepon berisi penomoran, tata cara pemberitahuan (signaling), 9
Zainal Abadi,Industri Telekomunikasi Lokomotif Pertumbuhan Ekonomi dan kemajuan
Bangsa,Lembaga penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,1998, hal 5
25
dan informasi lainnya yang diperlukan dalam menghubungkan satu telepon denga telepon lainya. Sentral awal merupakan sentral mekanis, yang menggunakan register dan kontak untuk menciptakan satu saluran yang digunakan komunikasi 2 arah. Sedangkan segmen jaringan Transpor atau Transmisi, adalah segmen yang menghubungkan antar Service Node. Segmen Jaringan Akses menghubungkan Service Node dengan Terminal Pelanggan. dan, Terminal Pelanggan adalah pernggakt akhir yang da pada pelanggan, seperti pesawat telepon, mesin fax, ataupun sentral kecil mili pelanggan yang biasa disebut dengan Private Branch Exchange(PBX). Penemuan Transistor vacuum tube , membawa pengenalan pada teknik FDM (Frequency Division Multiplexing) pada tahun 1925. hal ini memungkinkan adanya penggabungan pengiriman beberapa hubungan kedalam satu kanal atau jalur komunikasi. Dengan berkembangnya sistem tranmisi ini maka PSTN mulai berkembang dengan sistem sentral yang tetap analog. Sebelum menggunakan teknik ini, operator telekomunikasi harus menggelar jaringan transport denga jumlah yang sama dengan jaringan akses. Betapa mahal dan sulit untuk menggelarnya. Tetapi, dengan teknik FDM, maka jaringan transport yang digelar jumlahnya lebih kecil dari jaringan akses kemudian digabunggkan untuk melewati satu jaringan transport. Penemuan dari transistor dan kemudian visualisasi teknik digitalisasi suara yang dikenal dengan Pulse Code Modulation oleh Alex Reeves pada tahun 1937, mulai digunakan pada tahun 1962 pada PSTN di Amerika. Pada era 1960-an ini juga dikembangkan IC (Integrated Circuit) menjadi pernggakt LSI(Large Scale
26
Integration). Pada era itu juga diluncurkan satelit komunikasi pertama. Dengan munculnya teknologi ini, sentral telepon yang tadinya analog mulai berubah menjadi digital. Munculnya satelit telekomunikasi juga membuka akses komunikasi dengan daerah-daerah yang sulit digelar dengan kabel jaringan, itu sebabnya cakupan pelayanannya bias jauh lebih luas. Hal ini menjadi kelebihan penting dari satelit. Terdapat beberapa perbedaan penting antara sentral analog dengan sentral digital. Yang paling pokok tentunya signal yang dilewatkan. Pada sentral digital, informasi yang diolah adalah informasi digital, kode binary atau angka 1 dan 0. sementara pada sentral analog informasi yang diolah berupa signal analog yang seperti kurva sinus. Dengan sifat ini maka sentral digital memiliki kecepatan sangat tinggi dalam pengolahan informasi, yang jauh lebih cepat dibandingkan sentral analog. Demikian pula halnya dengan segmen jaringan transport yang digital, yang menyebabkan hubungan antar sentral menjadi lebih cepat diolah. Di era 1970-an, mulai dikenal jaringan sentral berbasis paket, yaitu dengan dikembangkannya X.25 public networks. Pada masa itu, pengembangan IC menghasilkan pengaruh yang lebih besar pada pernggakat LSI dan VLSI (Very Large Scale Integratioan), yaitu meningkatnya kehandalan dan menurunnya biaya. Teknologi IC juga memperkecil fisik sentral. Jika sentral analog sebelumya memerlukan perangkat fisik yang besar, maka IC yang sangat kecil secara signafikan memperkecil fisikdari sentral . disisi lain perngkat ini juga memiliki kapasitas yang lebih besar dari sentral analog.
27
Selanjutnya sebelum era packet based switch, sentral PSTN berbasis sirkuit. Pada masa itu sentral berfungsi untuk membangun sirkuit saluran dua arah, sedangkan pada era sentral berbasis pocket, komunikasi didahului dengan dilewatkannya paket terkecil dahulu , baru kemudian paket tersebut ditambahkan informasi dari sentral agar dapat sampai ke sentral selanjutnya. Jika ternyat disentral tujuan tidak dapat memproses paket data tersebut, maka informasi akan dikembalikan ke sentral semula denga tambahan informasi kegagalan dari sentral tujuan. Sepanjang tahun 1980-an, pembangunan teknologi modern dial-up sangat tinggi. Selain itu signaling CCS#7, protokol switch digital pada PSTN juga mulai digunakan secara luas pada PSTN. Muncul pula teknik time Division Multiplexing(TDM). Protokol adalah tata cara yang digunakan pada satu jaringan. PSTN memiliki protokol tersendiri,sementara jaringan X.25 juag memiliki protokol tersendiri
yang berbeda dengan PSTN. Adanya protokol digital pada PSTN
memungkinkan terbentuknya jaringan telepon yang fully digital , mulai dari satu terminal pelnggan sampai ke terminal pelanggan yang lain. Contohnya adalah ISDN(Integrated Service Digital Network). Kelebihan dari ISDN ini adalah kemampan bandwidth yang lebih lebar dari PSTN. Jika rata-rata PSTN hanya mampu melewatkan 9,6 Kbps maka ISDN mampu melewatkan 2x64 Kbps. Pada masa ini juga pertumbuhan internet meluas ke seluruh dunia. Web sebagai content juga semakin menjamur; perangkat komputer yang semakin kecil dan semakin banyak juga menjadi dorongan pertumbuhan internet.
28
Pada era 1990-an, munculah Wide Area Network( jaringan yang terdiri dari local Area Network yang terhubung) yang ditopang dengan virtual Network. Muncullah Standar Frame relay. Pada saat itu juga wireless Cominication mulai digunakan, dan menghasilkan pertumbuhan dramatic pada layanan selular dan teknologi data. Metode baru yang mengintegrasikan suara dan data juga dikembangkan, seperti Switched Multimegabit Data Service (SMDS), Asynhronous Tranfer Mode(ATM), dan Broadband ISDN. Muncul pula teknik Code Division Miltiplexing yang menghasilakn standar CDMA. Teknologi Wireless juga melahirkan banyak standar. Di Eropa muncul standar Global Mobile Sistem (GSM) yang berbasis pada teknolgi TDM. Sementara di Amerika Serikat berkembang standar CDMA yang memiliki kelebihan re-use Frequnscy. Pada akhirnya muncullah berbagai platform jaringan yaitu PSTN yang utamanya melewatkan suara, namun dapat melewatkan komunikasi data (data over Voice). PDN(Packet Data Network) yang utamanya melewatkan komunikasi data, manun juga dapat ditumpangkan oleh komunikasi suara (Voice Over Data). Dan Mobile Network yang melewatkan komunikasi melalui jaringan wireless yang Mobile, yang dapat melewatkan suara dan saat ini juga mampu menjadi media untuk mentransmisikan data wireless. Khusus
pada
teknologi
wireless,
pada
decade
1980-an
mulai
dikomersialkannya sistem komunikasi dengan teknologi system signaling analog yang dikenal sebagai AMPS (Analog Mobile Phone System). Teknologi ini
29
selanjutnya berkembang pada awal tahun 1990-an dengan lahirnya generasi ke 2 (2G) dengan teknologi berbasis gabungan antara FDMA (Frequency Division Multiple Access) dengan TDMA (Time Division Multiple Access) yang dikenal dengan GSM ( Global System for Mobile Communication). Generasi kedua ini kemudian dinilai sudah mulai kurang mampu mengakomodasikan kebutuhan dan keinginan pelanggan karena kemampuannya untuk mentransmisikan komunikasi data dan internet masih terlalu rendah. Untuk menjembatani waktu menuju kemampuan teknologi dan pasar 3G, sementara ini telah dikembangkan GSM Packet based disebut sebagai 2G+ yang menggunakan sistem HSCSD (High Speed Circuit-Switched Data). Kemudian muncul GPRS (General Packet Radio Service) dan EDGE (Enhanced Data Rates for Global Evolution) yang merupakan cikal bakal lahirnya 3G. Penerapan GPRS ini dikatakan sebagai langkah antara , yang didesain agar GSM mempuyai kemampuan mentransmisikan layanan internet, sambil menunggu penerapan sistem 3G secara penuh. Salah satu aspek paling penting dari 3 G adalah kemampuan menyatukan dalam satu paying dari standar-standar selular yang ada seperti CDMA,GSM dan TDMA. Perkembangan telekomunikasi ini memperlihatkan inovasi yang muncul karena inovasi sebelumnya, dasn semakin lama life cycle-nya semakin pendek. Hal ini dikarena dipicu oleh kemajuan teknologi informasi yang sangat signifikan. Kemajuan tersebut juga didorong oleh adanya kepentingan untuk memenuhi akselerasi permintaan akan jasa informasi dan telekomunikasi
30
Dilihat dari trend teknologi telekomunikasi saat ini dapat dipilah sebagai berikut :10 a. Teknologi Akses Kabel. Teknologi jaringan akses ini menggunakan teknologi ADSL, HDSl, SHDSL, VDSL, yang merupakan xDSL. Teknologi
xDSL
merupakan
kelengkapan
jaringan
akses
untuk
meningkatkan kemampuan jaringan sehingga dapat melayani layanan pita lebar (multimedia). b. Teknologi Akses Nirkabel CDMA20001X adalah teknologi wireless access yang berbasis spread spectrum yang distandarkan oleh 3GPP2 (Third Generation Partnership Project 2) yang merupakan migrasi dari IS-95, yang memiliki kapabilitas memberikan layanan Voice dan data kecepatan tinggi (153,6 Kbps). c. Teknologi WiMax Sejak dikenal September 2004, WiMax Forum bertugas untuk menetukan compliance dan interoperability. Meskipun untuk interoperability masih dalam proses finalisasi pada pertengahan tahun 2005, namun tidak sedikit vendor maupun operator yang antusias untuk mengembangkan dan mengimplemantasikan teknologi baru ini.
10
Ibid, hal 12
31
Adri sisi kemampuan, WiMax masih ditujukan untuk layanan fixed dan portable dengan sasaran pelanggan residensial dan perusakan, jenis layanan yang dapat diberikan adalah suara dan data dengan kemampuan coverage sampai dengan 12 Km (tergantung dengan kondisi Lingkungan). d. Teknologi IMS/SIP Teknologi
IMS atau SIP Multimedia Subsystem
pada dasar nya
merupakan teknologi layanan dan aplikasi. Pada awalnya diajukan oleh 3GPP (3rd Generation Partneship Project) untuk momunitas 3G network , namun pada saat ini sudah diadopsi tidak hanya oleh 3GPP2 (komunitas 3G CDMA) tapi sudah oleh komunitas next-generation wireline network dan menjadi kunci terwujudnya konvergensi fixed-mobile service. Konsep IS dibangun untuk memberikan platform layanan yang memungkinkan pengontrolan sesi berbagai layanan multimedia diatas jaringan IP. Session Initiation Protocol atau SIP merupakan protocol utama yang menjadi tulang punggun teknologi IMS ini. SIP yang merupakan protocol open standar ini memungkinkan proses pengontrolan berbagai tipe layanan yang sangat kompleks. e. Telepon Bergerak Selanjutnya pada awal Tahun 1990-an lahirlah generasi ke 2 (2G) dengan teknologi berbasis gabungan antara FDMA (Frequency Division Multiple Access) dengan TDMA (Time Division Multiple Access) yang dikenal dengan GSM (Global System for Mobile Communication). Generasi kedua ini dinilai mulai kurang mampu mengakomodasi kebutuhan dan keinginan
32
pelanggan, karena kemampuannya untuk mentransmisikan komunikasi data dan internet masih terlalu rendah. Untuk menjembatani waktu menuju kemampuan teknologi dan pasar 3G. 2. Sejarah Cellular setelah masuk ke Indonesia
11
Negara-negara maju di Eropa menerapkan teknologi Cellular untuk komunikasi pada dekade 70-an, dan Indonesia baru memanfaatkan kecanggihan komunikasi tersebut belasan tahun kemudian. Dibawah ini dipaparkan tonggaktonggak sejarah komunikasi seluler di negeri ini. Di Indonesia, liberalisasi bisnis seluler dimulai sejak tahun 1995, saat pemerintah mulai membuka kesempatan kepada swasta untuk berbisnis telepon seluler dengan cara kompetisi penuh. Bisa diperhatikan, bagaimana ketika teknologi GSM (global system for mobile) dating dan menggantikan teknologi seluler generasi pertama yang sudah masuk sebelumnya ke Indonesia seperti NMT (nordic mobile telephone) dan AMPS (advance mobile phone system). Ketika di tahun 1980-an, teknologi Global System for Mobile Communication (GSM) datang ke Indonesia, maka para operator pemakai teknologi AMPS (Advanced Mobile Phone System) menghilang. Lalu, muncul Satelindo sebagai pemenang, yang kemudian disusul oleh Telkomsel. Dan pada akhirnya teknologi GSM lebih unggul dan perkembang bak jamur di musin hujan, ini dikarenakan kapasitas jaringan lebih tinggi, karena efisiensi di spektrum frekuensi dari pada teknologi NMT dan AMPS. Sekarang, dalam kurun waktu hampir satu dekade, teknologi GSM telah menguasai pasar dengan jumlah 11
Ibid, hal 20
33
pelanggan lebih dari jumlah pelanggan telepon tetap. Namun, sampai saat ini telepon seluler masih merupakan barang mewah, tidak semua lapisan masyarakat bias menikmatinya. Tarifnya masih sangat tinggi dibandingkan dengan telepon tetap PSTN (public switched telephone network), baik untuk komunikasi lokal maupun SLJJ (sambungan langsung jarak jauh), ada yang mencapai Rp 4.500 per menit flat rate untuk komunikasi SLJJ. Sedangkan teknologi CDMA pengenalan CDMA sudah dimulai sejak tiga tahun lalu ketika Komselindo memperkenalkan CDMA-One. Hanya saja dengan berbagai alasan pengembangannya kurang sukses. Saat ini, PT Telkom kembali memperkenalkan CDMA, tapi tidak lewat jalur "bisnis selular" langsung, melainkan menggunakan CDMA untuk fix phone dengan produk dagang bernama Telkomflexi. Saat ini dengan TelkomFlexi, PT. Telkom menawarkan teknologi yang lebih baik dari teknologi GSM sebelumnya dan dengan harga yang lebih murah. Sebenarnya kenapa tarif yang ditawarkan oleh teknologi ini lebih murah karena Telkomflexi berbasis pada teknologi Wirelless Local-Code Division Multiple Access (WLL-CDMA) tidak saja karena fleksibilitas sebuah fix phone, tapi yang paling utama adalah struktur tarif yang katanya jauh lebih murah karena tidak dibebankan biaya airtimenya. Perkembangan teknologi komunikasi Cellular di Indonesia juga di pengaruhi oleh perubahan teknologi telekomunikasi dunia. Perkembangan generasi pertama dari sistem komunikasi selular berawal dari reknologi system signaling analog yang dikenal sebagai AMPS (Analog Mobile Phone System). Pada tahun 1990-an, Generasi Kedua berkembang yaitu teknologi 2G yang
34
berbasis gabungan antara FDMA (Frequency Division Multiple Access) dengan TDMA (Time Division Multiple Access) yang dikenal dengan GSM (Global System for Mobile Communication). Dalam perkembangan selanjutnya, generasi kedua tersebut dinilai sudah kurang mampu mengakomodasi kebutuhan dan keinginan pelanggan, khususnya dalam mentransmisikan komunikasi data dan internet. Kemudian dikembangkan GSM packet based, yang disebut sebagai 2G+ menggunakan sistem HSCSD (High Speed Circuit Switched Data). Mencermati kemampuan 3G yang sedemikian besar, prospeknya di Indonesia akan sangat cerah, terutama jika dilihat luasnya wilayah Indonesia akan sangat cerah, terutama jika dilihat luasnya wilayah Indonesia yang perlu didukung dengan kantor bergerak sehingga bisa mengurangi investasi dan operasional operator lain yaitu Negara dalam penerapan 3G, diperlukan persiapan yang matang, baik dari sisi network, sinergi dengan perbaikan handset, penyiapan content dan aplikasi layanan serta edukasi bagi para pelanggan. Para operator telekomunikasi di Indonesia saat ini berkepentingan untuk menjadi pionir dalam penyediaan layanan-layanan 3G guna memenuhi tuntutan kebutuhan para pengguna jasa yang sangat potensial. Pada tahun 2005 para operator, yaitu TELKOM, Indosat, Telkomsel, dan lainnya, akan melakukan uji coba layanan 3G, dengan menggunakan alokasi frekuensi 3G yang dipinjamkan oleh pemerintah. Diharapkan pada semester kedua 2006, para operator dapat meluncurkan layanan 3G secra komersial di 5-7 kota di Indonesia. Dengan
35
demikian pada Tahun 2009, diproyeksikan akan terdapat sekitar 1-2 juta pelanggan 3G di seluruh Indonesia. Secara sistematis perkembangan Cellular di Indonesia yaitu sebagai berikut :12 1984: Teknologi seluler masuk ke Indonesia untuk pertama kali di tahun ini dengan berbasis teknologi Nordic Mobile Telephone (NMT). 1985-1992: Dalam periode ini ponsel yang beredar di Indonesia tidak bisa dimasukkan ke saku baju atau celana karena bentuknya besar dan panjang, dengan rata-rata 430 gram (hampir setengah kg). Harga ponselnya tidak murah dan ratarata diatas Rp 10 juta per unit. Saat ini baru dikenal dua teknologi seluler yakni NMT-470-modifikasi NMT-450-dioperasikan PT Rajasa Hazanah Perkasa. Sedangkan sistem Advance Mobile System (AMPS) ditangani empat operator yakni PT Elektrindo Nusantara, PT Centralindo, PT Panca Sakti, dan Telekomindo. 1993: Diakhir tahun ini, PT Telkom memulai proyek percontohan seluler digital Global System for Mobile (GSM) di Pulau Batam dan Pulau Bintan. 1994: PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) beroperasi sebagai operator GSM pertama di Indonesia dengan mengawali kegiatan bisnisnya di Jakarta dan sekitarnya. Saat itu terjadi perubahan besar pada perilaku konsumen dapat bergonta-ganti ponsel dengan nomor yang sama, karena GSM menggunakan kartu SIM.Teknologinya aman dari penggandaan dan penyadapan serta mutu prima dan jangkauan luas. Terminal ponselnya tidak lagi sebesar 'pemukul kasti' dan dapat 12
Tulus abadi, waspadai iklan perang tarif seluler,hasil rapat pengurus harian YLKI,Jakarta,2008,hal 17
36
dikantongi dengan berat maksimal saat itu 500 gram dan harga ponselnya lebih terjangkau. 1995: Proyek Telkom di Batam berlangsung sukses dan dilanjutkan ke Provinsiprovinsi di Sumatera yang mengantar pada pendirian Telkomsel pada 26 Mei 1995 sebagai operator GSM nasional bersama Satelindo. 1996: Telkomsel dengan produk unggulan Kartu Halo Sukses di Medan, Serabaya, Bandung, dan Denpasar kemudian masuk ke Jakarta. Pemerintah mendukung pengembangan bisnis ini dengan menghapus pajak bea masuk bagi terminal ponsel sehinggal harganya menjadi lebih murah minimal Rp 1 juta per unit. Telkomsel juga membuat gebrakan dengan cakupan nasional dan Ambon (Maluku) tercatat pada 29 Desember 1996 sebagai provinsi ke-27 yang dilayani Telkomsel. Di penghujung tahun ini pula PT Excelcomindo Pratama (Excelcom) Berbasis GSM beroperasi di Jakarta sebaga operator nasional ketiga GSM di Indonesia. 1997: Pemerintah mengeluarkan lisensi baru bagi operator seluler berbasis teknologi PHS dan GSM 1800 kepada 10 operator baru yang memberikan lisensi regional. Namun proyek tersebut urung dilaksanakan karena negeri ini dihantam krisis moneter. Di tahun ini pula Telkomsel memperkenalkan kartu prabayar (prepaid) GSM pertama di Indonesia yang dinamai Simpati sebagai alternatif dari kartu Halo. 1998: Excelcom meluncurkan kartu prabayar Pro-XL yang memberi alternatif bagi konsumen untuk memilih dengan layanan unggulan roaming. Satelindo menyusul Telkomsel dan Excelcom dengan meluncurkan kartu prabayar Mentari,
37
dengan keunggulan tarif dihitung perdetik sehingga dalam waktu singkat menjaring lebih 100.000 pelanggan. Jatuhnya Presiden Soeharto dan gerakan reformasi mengimbas pada dicabutnya lisensi PHS dan GSm 1800 bagi Indophone dan Cellnas karena sahamnya dimiliki keluarga Cendana dan kroninya. 1999: Krisis moneter tidak menyurutkan minat masyarakat untuk menjadi konsumen seluler. Hingga akhir tahun ini diseluruh Indonesia terdapat 2,5 juta pelanggan dan sebagian besar adalah adalah pengguna prabayar Simpati, Mentari dan Pro-XL. Mereka memilih prabayar karena tidak ingin dibebani prosedur administrasi dan dapat mengendalikan pemakaian pulsa dan kalau habis dapat diisi ulang. 2000: layanan pesan singkat (short message service) menjadi fenomena dikalangan pengguna ponsel. Praktis dan biaya murah.Di tahun ini pula PT Indosat dan PT Telkom mendapat lisensi sebagai operator GSM 1800 nasional sesuai amanat UU Telekomunikasi No 36/1999. Layanan seluler kedua BUMN itu direncanakan akan beroperasi secara bersamaan pada 1 Agustus 2001.
C. Prosedur Pemakaian Kartu Cellular Oleh Konsumen. Pengguna kartu layanan telepon Cellular (ponsel) agar dapat memakai kartu Cellular yang akan di gunakan di dalam mobile phone atau telepon genggam dengan aman maka diwajibkan melakukan prosedur pendaftarkan diri. Dengan caranya mengirim pesan melalui layanan short messages service (SMS) ke nomor
38
4444. Nomor ini diluncurkan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi dan para operator Cellular. Layanan ini diluncurkan sesuai Peraturan Menteri Komunikasi No 23/M.KOMINFO/10/2005. Peraturan Menteri Komunikasi No 23/M.KOMINFO/10/2005 menyatakan bahwa: mewajibkan pelanggan jasa telekomunikasi dengan kartu Cellular memberikan identitas diri dan Jika sampai pada tanggal yang ditentukan mereka belum mendaftarkan, nomor ponsel dimatikan atau diputus. Adapun tujuan dari Peraturan Menteri Komunikasi No 23/M.KOMINFO/10/2005 dikeluarkan adalah untuk mencegah penyalahgunaan jasa telekomunikasi, dan penghematan penomoran. Selama ini, layanan telekomunikasi Cellular sering digunakan untuk melakukan tindak kriminal seperti penipuan. Karena itulah Menteri Komuikasi dan Informatika, mengeluarkan peraturan tersebut. Apapun prosedur pendaftaran yang terinci kepada operator ponsel yang digunakan yaitu:
13
-
Dapat mengirim data-data pribadi lewat SMS ke nomor 4444;
-
Caranya ketik kata "Daftar" diikuti jenis identitas, nomor identitas, nama, alamat, dan tempat tanggal lahir;
-
Jenis identitas adalah kartu tanda penduduk (KTP), surat izin mengemudi (SIM), paspor, dan kartu pelajar;
-
No identitas sesuai dengan yang tertera di kartu identitas yang dipakai. Untuk mensosialisasikan program ini, Ditjen Postel dan operator ponsel
menayangkan iklan layanan masyarakat di berbagai media cetak dan elektronik.
13
www. Forum DuniaMusik.com
39
Dengan biaya ditanggung sebagian oleh Pemerintah dan sebagian lagi ditanggung oleh para operator ponsel atau disebut Provider. Dan setelah para konsumen melakukan proses pendaftaran diri sesuai dengan prosedur diatas yaitu melalui registrasi lewat SMS maka pengguna kartu masih diharuskan mengirim fotokopi kartu identitas ke operator setempat dengan tujuanya untuk proses validasi. Proses validasi tersebut bertujuan untuk menjaga agar individu yang sudah tertib ini terlindungi oleh hukum yang berlaku, seluruh informasi soal identitas bisa diberikan kepada penegak hukum yang sedang melakukan penyelidikan kasus kejahatan melalui jasa telelomunikasi yang khusus nya melalui kartu Cellular.
D. PENGATURAN HUKUM POSITIF TENTANG KARTU CELLULAR. Sarana dan prasarana telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi atau segala sesuatu yang memungkinkan atau mendukung berfungsinya telekomunikasi. Jadi segala sesuatu sarana dan prasarana telekomunikasi yang diterangkan dalam hal ini adalah segala sesuatu yang dapat dikomersilkan dalam setiap penyelenggaraan telekomunikasi. 14 Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 dijelaskan bahwa: cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
14
hal 101
DEDI SUPRIADI,Era Baru Bisnis telekomunikasi,Pt Rosda jaaputra,bandung 1995,
40
Negaralah sebagai pemiliknya dan sedangkan penyelenggaraannya dapat dilakukan oleh baik pemerintah ataupun pihak swasta atau pun pemerintah bekerjasama dengan pihak swasta. 15 Adapun dalam setiap penyelenggaraan telekomunikasi yang bersifat komersil dan menyangkut sebagai kebutuhan konsumen yaitu antara lain : telepon genggam (Mobile Phone) dan kartu Cellular (SIM Card). Namun yang dibahas dalam hal ini di khususkan pada kartu Cellular, Sehingga dalam dunia bisnis telekomunikasi
ada
pengaturan
hukum
positif
dalam
penyelenggaraan
telekomunikasi. Didalam Pasal 1 angaka 12 Undang-undang No. 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi menyebutkan bahwa: “Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan
telekomunikasi
sehingga
memungkinkan
terselenggaranya
telekomunikasi.” Dan disebutkan pula pada Pasal 1 angka 8 Undang-undang No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi adalah: ”Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik swasta, instansi pemerintah dan instansi pertahanan keamanan negara.” Kartu Cellular merupakan suatu bagian penting penyelenggaraan
telekomunikasi
terutama
dalam
dalam setiap
penyelenggaraan
jasa
komunikasi dan kartu Cellular juga termasuk dalam jenis barang dan jasa yang
15
Ibid,Hal 102-103
41
sering digunakan oleh konsumen dalam beraktivitas sehari-hari, oleh karena setiap barang dan jasa tersebut sering digunakan oleh konsumen maka barang dan jasa tersebut perlu adanya suatu pengaturan hukum khusus. Disebutkan pada Pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, menyebutkan bahwa: “Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, atau dimanfaatkan olah konsumen.” Dan didalam Pasal 1 angka 5 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa: ” Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.” Kartu Cellular merupakan barang dan jasa dalam hal penyelenggaraan telekomunikasi, di dalam penyelenggaraan telekomunikasi setiap barang dan jasa harus memenuhi syarat teknis alat-alat perangkat telekomunikasi, tercantum dalam pasal 71 PP No. 52 tahun 2000 tentang penyelenggaraan telekomunikasi dinyatakan bahwa: “Setiap alat dan perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dimasukan, untuk diperdangangkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memenuhi persyaratan teknis.” “Persyaratan teknis alat dan perangkat telekomunikasi sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) meliputi persyaratan teknis alat dan perangkat
42
telekomunikasi untuk keperluan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan jasa telekomunikasi dan penyelenggaraan telekomunikasi khusus.” Dalam Pasal 72 PP No. 52 tahun 2000 tentang penyelenggaraan telekomunikasi, disebutkan bahwa: “Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 , dimaksudkan dalam rangka : -
menjamin keterhubungan dalam jaringan telekomunikasi;
-
mencegah saling menggangu antar alat dan perangkat telekomunikasi;
-
melindungi masyarakat dari kemungkinan kerugian yang ditimbulkan akibat pemakaian alat dan perangkat telekomunikasi;
-
mendorong berkembangnya industri, inovasi dan rekayasa teknologi telekomunikasi Nasional.
Setiap barang dan jasa dalam bidang telekomunikasi atau dalam hal ini disebut kartu Cellular akan mendapat pengaturan lebih lanjut terutama bagi para pengusaha/ pelaku usaha yang memproduksi kartu Cellular, dalam Pasal 10 UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindunag konsumen disebutkan bahwa: “Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa yang di tujukan untuk diperdagangkan dilarang
menawarkan,
memproduksi,
mengiklankan atau
membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai :
43
a. harga atau tarif suatu barang dan atau jasa; b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa; c. kondisi, tanggugan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; d. tawaran potongan harga atau hadia menarik yang ditawarkan; e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa”.
44
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERUSAHAAN KARTU CELLULAR DENGAN KONSUMEN
A. Tinjauan tentang Perusahaan kartu Cellular Perusahaan umum telekomunikasi merupakan salah satu perusahaan Negara yang didirikan sebagai perusahaan yang melayani kebutuhan orang banyak (Public Service) Sesuai yang dimaksud dalam pasal 33 ayat (2) UUD 1945: “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.” Yang mana berarti bahwa Perusahaan Telekomunikasi bukanlah sematamata perusahaan yang tujuan utamannya adalah untuk mencari keuntungan dalam menjalankan usahanya akan tetapi juga bersifat sosial yang memberikan pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat banyak. Dalam perkembangan hukum sekarang ini khususnya hukum perusahaan kedudukan dan bentuk hukum suatu perusahaan adalah sangat penting untuk mengetahui jenis usaha yang dijalankan dan bagaimana ketentuan mengaturnya. Jikalau kita perhatikan bahwa pendirian Perseroan (persero) dapat dilakukan melalui dua cara yaitu dengan : 16 a). Penyetoran modal Negara kedalam Perseroan Terbatas (PT), b). Pengalihan Perusahaan Negara yang didirikan dengan UU No.19 Tahun 1960 dengan Lembaran Negara No. 59 tahun 1960, kedalam bentuk perusahaan persero, 16
Ibid ,hal 12
45
hal ini berarti bahwa perusahaan-perusahaan Negara yang didirikan sebelum tahun 1960 yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Akan tetapi pendirian perusahaan perseroan (persero) dapat juga dilakukan melalui pengalihan bentuk perusahaan umum (PERUM) menjadi perisahaan Perseroan ( persero). Pada dasarnya perusahaan Perseroan , bentuk dan kedudukan hukumnya memiliki kesamaan dengan PT yang diatur didaslam KUHdangang, Hal tersebut sesuai dengan pengertian perusahaan perseroan adalah : “ Perusahaan dalam bentuk perseroan terbatas seperti diatur menurut ketentuanketentuan kitab Undang-undang hukum dagang (Stb.1847 No23 sebagaimana telah bebeapa kali dirubah dan ditambah), baik yang saham-sahamnya untuk seluruhnya maupun sebahagian dimiliki oleh Negara.” 17 Dan sedangkan Perseroan Terbatas adalah “badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratn yang ditetapkan oleh Undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.” 18 Sedangkan didalam Undang-undang perseroan terbatas yang baru disebutkan dalam UU No 40 tahun 2007 yaitu pada pasal 1 angka (1) adalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
17 18
Pasal 2 ayat (3) Undang-undang no 9 tahun 1969 tentang Perusahaan Perseoran Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
46
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Ada pun perusahaan-perusahaan Cellular di Indonesia yaitu : 1. PT Indosat Tbk., 19 Perusahaan Corporation
Tbk.,
ini
sebelumnya adalah
sebuah
bernama
PT
perusahaan
Indonesian
Satellite
penyelenggarakan
jalur
telekomunikasi di Indonesia. Indosat merupakan perusahaan telekomunikasi dan multimedia terbesar kedua di Indonesia untuk jasa Cellular (Mentari, Matrix, IM3, StarOne). Saat ini, komposisi kepemilikan saham Indosat adalah: Publik (45,19%), Qatar Telecom QSC (40,37%), serta Pemerintah Republik Indonesia (14,44%), termasuk saham Seri A. Indosat juga mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta, Bursa Saham Singapura, serta Bursa Saham New York. Indosat didirikan pada tahun 1967 sebagai Perusahaan Modal Asing, dan memulai operasinya pada tahun 1969. Pada tahun 1980 Indosat menjadi Badan Usaha Milik Negara yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Hingga sekarang, Indosat menyediakan layanan telekomunikasi internasional seperti SLI dan layanan transmisi televisi antarbangsa. PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) didirikan pada tahun 1993 di bawah pengawasan PT Indosat. Ia mula beroperasi pada tahun 1994 sebagai operator GSM. Pendirian Satelindo sebagai anak perusahaan Indosat menjadikan ia sebagai operator GSM pertama di Indonesia yang mengeluarkan kartu prabayar Mentari dan pascabayar Matrix.
19
www.indosat.com
47
Pada tahun 1994 Indosat memperdagangkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta, Bursa Efek Surabaya, dan New York Stock Exchange. Indosat merupakan perusahaan pertama yang menerapkan obligasi dengan konsep syariah pada tahun 2002. Setelah itu, pengimplementasian obligasi syariah Indosat mendapat peringkat AA+. Nilai emisi pada tahun 2002 sebesar Rp 175.000.000.000,00. dalam waktu lima tahun. Pada tahun 2005 nilai emisi obligasi syariah Indosat IV sebesar Rp 285.000.000.000,00. Setelah tahun 2002 penerapan obligasi syariah tersebut diikuti oleh perusahaan-perusahaan lainnya. Memasuki abad ke-21, Pemerintah Indonesia melakukan deregulasi di sektor telekomunikasi dengan membuka kompetisi pasar bebas. Dengan demikian, Telkom tidak lagi memonopoli telekomunikasi Indonesia. Pada tahun 2001 Indosat mendirikan PT Indosat Multi Media Mobile (IM3) dan ia menjadi pelopor GPRS dan multimedia di Indonesia, dan pada tahun yang sama Indosat memegang kendali penuh PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo). Pada akhir tahun 2002 Pemerintah Indonesia menjual 41,94% saham Indosat ke Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd.. Dengan demikian, Indosat kembali menjadi PMA. Pada bulan November 2003 Indosat mengakuisisi PT Satelindo, PT IM3, dan Bimagraha. Penjualan 41,94%
saham Indosat
tersebut
menimbulkan
banyak
kontroversi. Pemerintah RI terus berupaya untuk membeli kembali (buyback) saham Indosat tersebut agar pemerintah menjadi pemegang saham yang mayoritas dan menjadikan kembali Indosat sebagai BUMN, namun hingga kini upaya pemerintah tersebut belum terealisasi akibat banyaknya kendala.
48
2. PT.TELKOMSEL20 PT Telkomsel adalah sebuah perusahaan operator telekomunikasi seluler di Indonesia. Telkomsel merupakan operator telekomunikasi seluler GSM kedua di Indonesia, Kepemilikan saham Telkomsel adalah PT Telkom (51%) dan PT Indosat (49%). Kemudian pada November 1997 Telkomsel menjadi operator seluler pertama di Asia yang menawarkan layanan prabayar GSM. Telkomsel ini mengklaim sebagai operator telekomunikasi seluler terbesar di Indonesia, dengan 51,3 juta pelanggan dan market share sebesar 51% pada (Maret 2008). Telkomsel memiliki tiga produk GSM, yaitu SimPATI (prabayar), KartuAS (prabayar), serta KartuHALO (paskabayar). Saat ini saham Telkomsel dimiliki oleh TELKOM (65%) dan perusahaan telekomunikasi Singapura SingTel (35%). TELKOM merupakan BUMN Indonesia yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia, sedang SingTel merupakan perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Singapura. 3. PT EXCELCOMINDO PRATAMA 21 PT Excelcomindo Pratama adalah sebuah perusahaan Indonesia yang bergerak sebagai operator telepon seluler. Perusahaan ini didirikan pada November
1996.
Pada
29
September
2005
perusahaan
ini
mulai
memperdagangkan sahamnya di BEJ. Pada 2006 saham perusahaan ini dipegang oleh Indocel Holding Sdn. Bhd. sebanyak 56.92% dan sisanya dipegang oleh Khazanah Nasional Berhad, 20 21
www.Telkomsel.com www.Xl.com
49
Telekomindo Primabhakti, Asian Infrastructure Fund, dan sisanya oleh karyawan dan publik. Dari keterangan jenis-jenis perusahaan telekomunikasi yang ada di Indonesia pada dasarnya memiliki jenis-jenis pelayaan yang hampir-hampir sama yang membedakannya hanya merek setiap Provider telekomunikasi . Adapun beberapa layanan yang
yang diberikan perusahaan telekomunikasi
tersebut yiatu antara lain : 1. Layanan 3G Perusahaan telekomunikasi yang menyediakan layanan 3G, yang memungkinkan pengguna men-download video serta menjelajahi internet dengan kecepatan tinggi. Telkomsel adalah operator pertama yang menyediakan layanan seperti ini. 2. Layanan GPRS layanan ini dapat memungkinkan dan digunakan oleh konsumen untuk mengakses layaan internet melalui melalui mobile phone dan kartu Cellular 3. Layanan MMS. Layanan bertujuan untuk mengirim pesan yang berisikan fitur-fitur image atau gambar Semua layanan yang diterangkan diatas hampi sama dimiliki oleh setiap kartu Cellular namun yang membedakan kan selain merek komersil nya yaitu adalah: - Jaringan; - Kapasitas; - Voltase;
50
- Memory SMS; - Memory Phone Book; - Personalized PIN/PUK; B. PENGERTIAN KONSUMEN SEBAGAI PENGGUNA BARANG DAN JASA Dalam peraturan PerUndang-undangan di Indonesia, Istilah “konsumen” sebagai definisi yuridis formal di temukan pada pasal 1 ayat (2) UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.: “ konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 22 Istilah lain yang agak dekat dengan konsumen adalah ”Pembeli” (koper). Istilah dapat kita jumpai dalam kitab Undang-undang Hukum Perdaa. Pengertian konsumen ini jelas lebih luas dari pada pembeli. 23 Di Prancis, berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang berkembang, konsumen diartikan sebagai: “ The Person who obtain goods or services for personal or family purpose“. Dari defenisi tersebut terkandung dua unsur, yaitu: 1. Konsumen hanya orang dan, 2. Barang dan/atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarga. Di Spayol, pengertian konsumen didefenisikan secara lebih luas yaitu: 22 23
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia,Jakarta:Grasindo,2000,hal 1-2 Ibid, Hal 2
51
Konsumen diartikan tidak hanya individu (orang) tetapi juga sesuatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemaki terakhir. Adapun yang menarik disini adalh konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual-beli sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli. Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen India menyatakan Bahwa: “Konsumen adalah setiap orang pembeli atas barang yang disepakati, menyangkut harga dan cara pembayaran-nya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapat barang untuk di jual kembali atau lain-lain keperluan komersial.” Di Australia , konsumen diartikan sebagai seseorang ynag memperoleh barang dan/ atau jasa tertentu dengan persyaratan harganya tidak melewati 40.000 dolar Austarlia. Artinya : sejauh tidak melewati jumlah uang tersebut maka tujuan pembeliaa barang dan/atau jasa tersebut tidak dipersoalkan tetapi jika uang tersebut telah melebihi 40.000 dolar, maka keperluannya harus khusus. Rumusan-rumusan berbagai ketentuan menunjukan sangat beragamnya pengertian konsumen, dengan mempelajari perbandingan dari rumusan konsumen kita kembali melihat pengertian konsumen pada pasal 1 angka (2) Undang-undnag perlindungen konsumen. Sejumlah catatan dapat diberikan terhadap unsur-unsur konsumen. Konsumen adalah : 1. Setiap Orang Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/ atau jasa.
52
Istilah “Orang” sebetulnya menimbulkan karaguan apakah hanya orang individu yang lazim disebut “Natuurlijke Persoon”. Hal ini berbeda dengan pengertian Persoon, dengan menyebutkan kata-kata “orang perseorangan atau badan usaha” . Tentu yang paling tepat tidak membatasi pengertian konsumen sebatas pada orang perseorangan. Namun konsumen harus mencakup juga badan usaha, dengan makna luas dari pada badan hukum. 2. Pemakai. Sesuai dengan bunyi penjelasan pasal 1 angka (2) Undang-undang Perlindunagn konsumen, kata “pemberli” menekankan, konsuemn adalah konsumen akhir (Ultimate Consumer). Istilah “pemakai” dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersbeut, sekaligus menunjukan, barang dan/ atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual-beli, artinya: yang diartikan sebagai konsumen tidak selalu memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/ atau jasa itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (The Privity of Contract). 3. Barang dan/ atau jasa Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa sebagai pengganti terminologi tersebut dugunakan kata produk. Saat ini” produk” sudah berkonotasi barang dan/ atau jasa. Semua kata produk hanya mengacu pada pengertian barang. Undang-undang Perlindungan Konsumen mengartikan barang
sebagai
benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak
53
bergerak , baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen. Sementara jasa, diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Pengertian ”disediakan bagi masyarakat” itu harus ditafsirkan sebagai bagian dari suatu transaksi konsumen. C. TINJAUAN TENTANG LAYANAN KARTU CELLULAR Secara umum layanan yang diberikan setiap Provider Telekomunikasi hamper rata-rata memiliki kesamaan antara satu dengan yang lainnya. Namun dari pada itu ada juga yang membedakan dari setiap layanna tersebut. Secara umum layanan setiap kartu Cellular atau Provider Telekomunikasi dibedakan atas dua bagian yaitu: 1. layanan dari segi Internal; 2. layanan dari segi Eksternal. C.1 Layanan dari segi Internal. Layanan ini mengandung pengertian bahwa keseluruhan jasa-jasa ataupun services dari keunggulan yang sudah ada di setiap kartu Cellular yang berasal dari perusahaan itu sendiri atau Provider Telekomunikasi itu sendiri. Semua layanan yang diterangkan diatas hampir sama dimiliki oleh setiap kartu Cellular namun yang membedakankan selain merek komersil nya yaitu adalah: - Jaringan; - Kapasitas;
54
- Voltase; - Memory SMS; - Memory Phone Book; - Personalized PIN/PUK; Adapun contoh layanan internal dari kartu Cellular yaitu : 24 1. IM 3, layanannya yaitu : a. Memory Phone Book 100 b. Memory SMS 10 c. Calling Line Identification Presentation (CLIP) Bisa d. Calling Line Identification Restriction (CLIR) Tidak Bisa e. Call Waiting Tidak Bisa f. Call Hold Tidak Bisa g. Call Forward/Divert Tidak Bisa h. Call Barring Tidak Bisa i. Conference Call Tidak Bisa f. Short Message Service (SMS) Lokal Bisa g. Short Message Service (SMS) Internasional Bisa h. Ganti Kartu Rusak Bisa i. Ganti Kartu Hilang Bisa j. Info terkini Bisa 2. Pro Xl, layanannya yaitu: a. Memory Phone Book 100 24
M Fahmi Aulia, Info Layanan Selular di Indonesia, Jakarta, PT Centrin Online Tbk, 2002, hal 70-74
55
b. Memory SMS 10 c. Calling Line Identification Presentation (CLIP) Bisa d. Calling Line Identification Restriction (CLIR) Tidak Bisa e. Call Waiting Tidak Bisa f. Call Hold Tidak Bisa g. Call Forward/Divert Tidak Bisa h. Call Barring Tidak Bisa i. Conference Call Tidak Bisa j. Short Message Service (SMS) Lokal Bisa k. Short Message Service (SMS) Internasional Bisa l. Ganti Kartu Rusak Bisa m. Ganti Kartu Hilang Bisa 3. Simpati, layannya yaitu : a. Memory Phone Book 100 b. Memory SMS 10 c. Calling Line Identification Presentation (CLIP) Bisa d. Calling Line Identification Restriction (CLIR) Tidak Bisa f. Call Waiting Tidak Bisa g. Call Hold Tidak Bisa h. Call Forward/Divert Tidak Bisa i. Call Barring Tidak Bisa j. Conference Call Tidak Bisa k. Short Message Service (SMS) Lokal Bisa
56
l. Short Message Service (SMS) Internasional Bisa m. Ganti Kartu Rusak Bisa n. Ganti Kartu Hilang Tidak Bisa C.2 Layanan dari segi Eksternal Layanan ini mengandung pengertian bahwa segala jasa-jasa atau services dari keunggulan yang belum ada sebelumnya dimiliki oleh setiap perusahaan kartu Cellular atau Provider. Adapun beberapa layanan yang diberikan Perusahaan Telekomunikasi tersebut yaitu antara lain : 1. Layanan 3G Perusahaan telekomunikasi yang menyediakan layanan 3G, yang memungkinkan pengguna men-download video serta menjelajahi internet dengan kecepatan tinggi. Telkomsel adalah operator pertama yang menyediakan layanan seperti ini. 2. Layanan GPRS layanan ini dapat memungkinkan dan digunakan oleh konsumen untuk mengakses layaan internet melalui melalui mobile phone dan kartu Cellular
3. Layanan MMS. Layanan bertujuan untuk mengirim pesan yang berisikan fitur-fitur image atau gambar
57
Selain layanan tersebut, yang menarik perhatian para konsumen sebagai pengguna barang dan jasa tersebut yaitu : layanan dari segi tarif harga dan layanan dari segi jaringannya atau Network. Layanan yang diberikan setiap perusahaan Cellular atau Provider
dari
segi harga selalu berubah ini diakibatkan Karena terjadinya persaingan antara antara Provider yang ingin menarik pelanggan atau coustomer yang seanyak banyaknya oleh sebab itu sekarang ini banyak sering terjadi perang tarif, yaitu seperti : 1. IM 3, layanannya yaitu : 25 Sistem tarif : * Unit waktu adalah 30 detik * Untuk IDD, tarif dihitung Rp. 0,01/30 detik * Tanpa abodemen bulanan 2. Pro Xl, layanannya yaitu: Sistem tarifnya : * unit Waktunya adalah per komunikasi atau per telepon * untuk tarifnya, 350/telepon 3. Simpati, layanannya yaitu : Sistem tarifnya : * Unit kerjanya per detik * tarifnya 0,5 / detik Dan seluruh keterangan tarif diatas sewaktu-waktu dan berubah dan pada saaat para provider mempublikasikan informasi tarif tersebut kepada konsumen atau masyarakat umum, selalu saja terdapat keterangan yang menyebutkan : “syarat dan ketentuam berlaku” , hal ini lah yang sering merugikan konsumen.
25
Ibid, Hal 76-87
58
Demikian juga dengan layanan jaringan atau network yang sering diimingimingi oleh setiap Provider yang selalu menunjukan keunggulan yang lebih tetapi sering tidak seperti yang di harapkan konsumen. D. HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN SEBAGAI PENGGUNA BARANG DAN JASA. Pembangunan dan Perkembangan perekonomian dewasa ini dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/ atau jasa yang dapat dikonsumsikan, ditambah dengan globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi kiranya memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/ atau jasa. Kondisi ini disatu pihak akan memberikan kemudahan bagi konsumen karena konsumen akan dengan mudah-nya mendapatkan peluang atau kesempatan agar dapat dengan mudahnya memperoleh barang dan/ atau jasa yang dikehendaki dan juga mempunyai kesempatan untuk memiliki barang dan/ atau jasa dengan kualitas yang terbaik. Disatu sisi konsumen mendapatkan kemudahan, disisi lain konsumen disebabkan oleh tindakan pelaku usaha. Konsumen bisa dengan mudahnya dijadikan objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan sebesarbesarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya oleh pelaku usaha diantaranya dengan pemotongan harga atau biasa disebut dengan diskon dengan kuantitas yang berlebihan, iklan yang menyesatkan yang tidak sesuai dengan praktek dilapangan, promosi ang berlebihan yang secara langsung atau tidak langsung yang tanpa disadari oleh konsumen ternyata dapat merugikan dirinya.
59
Berdasarkan hal tersebut maka haruslah diperhatikan hak dan kewajiban yang melekat pada konsumen diantaranya. Didalam pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen disebut hak dan kewajiban konsumen, I. Hak konsumen ; a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan / atau jasa;(kepentingan fisik) b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;(kep. Sosial ekonomi) c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengani kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;(kep. Perlindungan hukum) d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkann kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
60
Hak-hak konsumen sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 (Undang-undang Perlindungan Konsumen) lebih luas dari pada hakhak dasar konsumen sebagaimana pertama kali dikemukakan oelh presiden Amerika Serikat J.F Kennedy di depan kongres pada tanggal 15 maret 1962, yang terdiri atas : 1. Hak memperoleh keamanan; 2. Hak memilih; 3. Hak mendapat Informasi; 4. Hak untuk didengar. Keempat hak tersebut merupakan bagian dari Deklarasi hak-hak manusia yang dicanangkan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) pada tanggal 10 Desember 1948, masing-masing dari pasal 3,8,19,21 dan pasal 26 yang oleh organisasi konsumen sedunia (International Organization of Consumers Union-IOCU) ditambahkan empat hak dasar konsumen lainnya, yaitu :26 1. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup; 2. Hak untuk memperoleh ganti-rugi; 3. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen; 4. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Disamping itu, masyarakat Eropa (Eeroupe economische Gemeenschap atau EEG) juga telah menyepakati lima hak dasar konsumen sebagai berikut : 27 a. Hak perlindungan kesehatan dan kemanusian; b. Hak perlindunagn kepentingan ekonomi; 26
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo,Hukum Perlindunagn Konsumen,Raja Grafindo persada, Jakarta,2004,hal 38-39. 27 Ibid, Hal 39-40
61
c. Hak mendapat ganti-rugi; d. Hak atas perseorangan; e. Hak untuk di dengar. Dan menurut ketentuan pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 ( Undnag-undnag Perlindungan Konsumen), hak-hak tersebut yang diterangkan dapat diuraikan yaitu, Sebagai berikut : 28 1. Hak atas keamanan dan keselamatan. Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan dalam penggunaan barang dan/ atau jasa yang diperoleh-nya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila memakai/ menggunakan barang dan/ atau jasa. 2. Hak untuk memilih. Hak untuk memilih dimaksud untuk memberikan kebebasan kepada konsumen
Untuk memilih produk-produk tertentu sesuai dengan
kebutuhan-nya, tanpa ada tekanan dari pihak luar. Berdasarkan hak untuk memilih ini konsumen berhak memutuskan untuk membeli atau tidak terhadap suatu barang dan/ atau jasa, demikian pula keputusan untuk memilih baik kualitas maupun kuantitas jenis-jenis barang dan/ atau jasa yang dipilih-nya. Hak untuk memilih yang dimiliki oleh konsumen ini hanya ada jika terdapat alternatif pilihan dari jenis produk tertentu, karena jika suatu produk dikuasai secara monopoli oleh suatu produsen/pelaku
28
Ibid, Hal 45
62
usaha atau dengan kata lain tidak ada pilihan (baik barang maupun jasa), maka dengan sendirinya hak untuk memilih tidak berfungsi. 3. Hak untuk memperoleh informasi. Hak atas informasi ini sangat penting, karena tidak memadai-nya informasi yang disampaikan kepada konsumen ini dapat juga merupakan salah satu bentuk cacat produk, yaitu yang dikenal dengan cacat instruksi atau cacat karena informasi yang tidak memadai. Hak atas informasi yang jelas dan benar diamksudkan agar konsumen dapat gambaran yang benar tentang suatu produk, karena dengan informasi tersebut, konsumen dapat memilih produk yang diinginkan/sesuai kebutuhan-nya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk. Informasi yang merupakan hak konsumen tersebut diantara-nya adalah mengenai manfaat kegunaan produk, efek samping atas penggunaan produk, tanggal kadarluarsa, serta identita produsen dari produk tersebut. Informasi tersbeut dapat disampaikan baik secara lisan maupun secara tertulis, baik yang dilakukan dengan mencantumkan pada label yang melekat pada produk, maupun malaui iklan-iklan yang disampaikan oleh produsen/ pelaku usaha, baik melalui media cetak maupun media elektronik. Informasi ini dapat memberikan dampak signifikan untuk meningkatkan kesetiannya terhadap produk tertentu, sehingga akan memberikan keuntungan bagi pelaku usaha yang memenuhi kebutuhan-nya, dengan demikian, pemenuhan hak ini akan menguntungkan bagi konsumen maupun pelaku usaha.
63
4. Hak untuk didengar. Hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan lebih Lanjut, atau untuk menghindarkan dari kerugian. Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai, ataukah berupa pengaduan atas kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu produk, atau yang berupa pernyataan/ pendapat tentang suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen. Hak ini disampaikan baik secara perseorangan, mapun kolektif, baik yang disampaikan secara langsung maupun secara diwakili oleh suatu lembaga tertentu, mis: YLKI. 5. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut. Hak inni tentu saja dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah dirugikan akibat penggunaan suatu produk, dengan jalur hukum. 6. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ini dimaksudkan agar konsumen memperoleh pengetahuan maupun ketrampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk, karena dengan pendidikan konsumen tersebut, konsumen akan dapat menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan. 7. Hak untuk diperlakukan secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
64
Hak untuk tidak diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya. 8. Hak untuk memperoleh ganti kerugian Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang). Akibat adanya penggunaan barang dan/ atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen baik yang berupa kerugian materi, maupun kerugian yang menyangkut diri (Inmateri) konsumen. Untuk merealisasikan hak ini tentu saja harus malaui produsen tertentu, baik yang diselesaikan secara damai (diluar pengadilan) maupun yang diselesaikan melalui pengadilan. 9. Hak untuk mendapatkan barang dan/ atau jasa sesuai dengan nilai tukar yang diberikan-nya. Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari akibat permainan harga secara tidak wajar oelh pelaku usaha. Karena dalam keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu barang dan/ atau jasa yang jauh lebih tinggi dari pada kegunaan atau kualitas barang dan/ atau jasa yang diperlukan. Bagaiamana pun ragamnya rumusan hak-hak konsumen yang telah dikemukan, namun secara garis besar dapat dibagi dalam 3 hak yang menjadi prinsip dasar yaitu :
65
a. Hak yang dimaksud untuk mencegah konsumen dari layanan, baik personal maupun kerugian harta benda, b. Hak untuk memperoleh barang dan/ atau jasa dengan harg ayang wajar; c. Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang dihadapi. Oleh karena ketiga hak/prinsip dasar tersebut merupakan himpunan beberapa hak konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, maka hal tersebut sangat esensial bagi konsumen sehingga dapat dijadikan / merupakan prinsip perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia. Apabila konsumen benar-benar akan dilindungi, maka hak-hak konsumen yang disebut diatas harus dipenuhi baik oleh pemerintah maupun oleh pelaku usaha, karena pemenuhan hak-hak konsumen tersbeut akan melindungi kerugian konsumen dari berbagai aspek. II. Kewajiban Konsumen. Selain memperoleh hak tersebut, sehingga Balance, pasal 5 UUPK membebani konsumen dengan kewajiban. Kewajiban konsumen itu antara lain : a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan proses pemakaian atau pemanfaat barang dan/ atau jasa demi keamanan dan keselamatan; b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
66
d. Mengikuti ipaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Itu dimaksudkan agar konsumen sendiri dapat memperoleh hasil yang dioptimal atas perlindungan dan/atau kepastian hukum bagi dirinya.
BAB IV PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERSAINGAN KARTU CELLULAR
A. Bentuk-Bentuk Persaingan Usaha Kartu Cellular Pada
masa
sekarang
ini,
kebutuhan
masyarakat
dalam
bidang
telekomunikasi sangatlah meningkat, hal ini ditunjukkan akan kebutuhan masyarakat pengguna hand phone atau telepon gengam sangatlah besar, data menunjukkan bahwa pengguan jasa telekomunikasi tersebut dari tahun 2004 s/d 2006 sangat meningkat yaitu : 29 -
pada tahun 2004 pengguna jasa telekomunikasi sebanyak 30,336,607 orang atau sebanyak 74,51 %,
-
pada tahun 2005 pengguna jasa telekomunikasi sebanyak 46,992,118 orang atau sebanyak 77,67 %,
29
Putusan KPPU Dengan No Perkara : 07/KPPU-L/2007.
67
-
pada tahun 2006 pengguna jasa telekomunikasi sebanyak 63,803,015 orang atau sebanyak 81,15 %, Data statistik pengguna jasa telekomunikasi tersebut bersumber dari
DIREKTORAT TELEKOMUNIKASI,
DITJEND POSTEL, 2007, yang
menunjukkan bahwa pengguna jasa telekomunikasi dari tahun 2004 sampai 2006 meninggkat sebesar 2,4 %. Hal ini menunjukkan minat masyarakat akan penggunaan jasa telekomunikasi sangat besar, oleh karena itu banyak sekarang ini para provider atau penyelenggaran jasa telekomunikasi melakukan berbagai bentuk persaingan usaha untuk memikat seluruh pangsa pasar atau konsumen. Untuk memikat seluruh pangsa pasar atau konsumen, adapun bentuk persaingan usaha kartu Cellular yang dilakukan adalah sebagai berikut: I.
Persaingan dalam bentuk layanan Para provider kartu Cellular berlomba-lomba mengeluarkan layanan-
layanan yang sangat menguntungkan bagi para konsumen ada pun layanan tersebut yaitu berupa: 1. layanan tarif (cost service); 2. layanan program ( program service); 3. layanan jaringan (network service). I.1. layanan tarif (cost service) Adalah layanan yang diberikan oleh provider atau perusahaan kartu Cellular dalam keringan penetapan harga dalam penggunaan jasa telekomunikasi kepada konsumen, Sekarang ini banyak para provider kartu Cellular berlombalomba mengeluarkan tarif biaya yang termurah, namun pada kenyataannya banyak
68
yang masih menggunakan keterangan yang menyatakan: syarat dan ketentuan berlaku, hal inilah yang pada kenyataannya merugikan konsumen, sebab tidak semua konsumen yang menggunakan kartu Cellular tersebut mendapatkan keterangan-keterangan dan informasi dari pada provider kartu Cellular tersebut. Adapun contoh layanan tarif yang menggunakan syarat ketentuan berlaku adalah seperti tinjauan kasus temasek sebagai pemilik saham mayoritas di Telkomsel dan Indosat dengan No Perkara : 07/KPPU-L/2007. Pada provider Telkomsel, mengeluarkan informasi tarif diberbagai media cetak dan elektronik yaitu seperti: “Tarif Telkomsel termurah hanya : 0,5 / Menit”, namun pada kenyatannya keterangan bawah iklan tersebut selalu ada syarat dan ketentuan berlaku dan untuk mengetahui syarat dan ketentuan berlaku, para konsuemn dapat menghubungi coustomer service dan yang didapat hanya: tarif tersebut berlaku pada waktu-waktu tertentu saja yaitu : pkl 00.00 s/d 06.00 pagi dan diluar waktu tersebut dikenakan tarif local yaitu Rp 750/Menit. Dan juga dalam tinjauan kasus tersebut di perusahaan Indosat juga mengeluarkan informasi tarif diberbagai media cetak dan elektronik yaitu: “tarif hemat Indosat hanya : 0,1 / Menit”. Dan ketentuan tarif tersebut selalu berubah-ubah hingga pada titik terendah dengan tujuan untuk memikat minat masyarakat. I.2. layanan program (programe service) Dari layanan ini, banyak para provider atau perusahaan kartu Cellular mengeluarkan beraneka ragam fasilitas seperti :
69
-
Fasilitas internet
-
Fasilitas 3G
-
Fasiliras MMS
-
Fasilitas GPRS Dalam layanan program tersebut hanpir seluruh provider kartu Cellular di
Indonesia memiliki program-program yang hamper sama antara yang satu dengan yang lainnya, dan fasilitas ini akan terus berkembang dan bertambah dengan tujuan yang sama yaitu untuk memikat minat masyarakat untuk menggunakan kartu Cellular tersebut. I.3. layanan jaringan (network service) Layanan jaringan atau network service adalah layanan yang diberikan oleh para provider kepada pengguna jasa telekomunikasi Cellular tersebut dengan aksud bahwa pengguna jasa Cellular tersebut dapat menggunakan alat komunikasinya tanpa batas wilayah namun pada kenyataannya layanannya ini tergantung pada ada atau tidaknya satelit pemancar di amsing- masing daerah oleh karena itu layanan jaringan / network service di setiap provider pada masa sekarang ini hampir memiliki keunggulan yang sama dan disetiap daerah sudah ada satelit pemancar. II.
Persaingan dalam bentuk kegiatan pengusaha atau investor. Dalam tinjauan kasus dengan No Perkara : 07/KPPU-L/2007,
ditunjukkan bahwa bentuk kegiatan usaha tersebut yang dilakukan yaitu: 1. MONOPOLI
70
Bahwa sesuai dengan No Perkara : 07/KPPU-L/2007, Temasek Holding ,Pte.ltd dinyatakan bersalah melanggar Pasal 17 ayat (1) Undang-undang No. 5 tahun 1999, yang disebutkan dalam pasal tersebut yiatu : Pasal 17 ayat (1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Temasek Holdings melakukan monopoli karena memiliki saham pada perusahaan sejenis di bidang usaha dan pasar yang sama, yakni PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dan PT Indosat Tbk. dan memutuskan lembaga investasi milik pemerintah Singapura tersebut melanggar UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 1. PT. Telekomunikasi Selular (Telkomsel), sahamnya dimiliki oleh Telkom (42,72%), Indosat (35%), KPN (17,28%), dan Setdco (5%). 2. PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo), sahamnya dimiliki oleh Telkom (22,50%), Indosat (7,5%), DeTe Asia (25%), dan Bimagraha (45%). 3. PT. Aplikanusa Lintasarta (Lintasarta), sahamnya dimiliki oleh Telkom (37,66%), Indosat (32,64%), dan Lain-lain (29,70%).30 2. KEPEMILIKAN SILANG/ CROSS OWNERSHIP Cross Ownership terjadi antara PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dan PT Indosat Tbk yaitu Temasek Holdings bersama-sama memiliki saham di PT Satelindo dan di Telkomsel. 30
PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk., Edaran Kepada Para Pemegang Saham, 6 April 2001, hlm. 16
71
Cross Ownership ini terjadi karena ketentuan Pasal 12 ayat (1) UndangUndang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, ditentukan bahwa penyelenggaraan telekomunikasi dilaksanakan oleh pemerintah, yang selanjutnya untuk penyelenggaraan jasa telekomunikasi dasar dilimpahkan kepada Badan Penyelenggara. Badan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi hanya dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi dasar dengan bekerja sama dengan Badan Penyelenggara. Dua Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) yang diberi kewenangan dan tanggung jawab untuk mengelola dan menyelenggarakan jasa telekomunikasi dasar adalah PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk yang merupakan Badan Penyelenggara jasa telekomunikasi dalam negeri (Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.61/PT.102/ MPPT-95 tentang Penegasan Status Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Telekomunikasi Indonesia Sebagai Badan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi Dalam Negeri), dan PT. Indonesian Satellite Corporation, Tbk yang merupakan Badan Penyelenggara jasa telekomunikasi internasional, hal ini tertuang di dalam Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan telekomunikasi Nomor KM.6/PT.102/MPPT-95 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Dasar Internasional. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1989, Pasal 12; Tentang telekomunikasi yang mengatur mengenai penyelenggaraan telekomunikasi berbunyi sebagai berikut:
72
1. Penyelenggaraan telekomunikasi dilaksanakan oleh pemerintah, yang selanjutnya untuk penyelenggaraan jasa telekomunikasi dapat dilimpahkan kepada badan penyelenggara. 2. Badan lain selain badan penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi dasar atas dasar kerja sama dengan badan penyelenggara, menyelenggarakan jasa telekomunikasi bukan dasar badan lain dapat melaksanakannya tanpa kerja sama dengan badan lain. Dengan adanya ketentuan di atas, perusahaan yang ingin menjadi penyelenggara
telekomunikasi
diharuskan
bekerjasama
dengan
Badan
Penyelenggara, yaitu Telkom untuk telekomunikasi domestik dan Indosat untuk telekomunikasi internasional. Akibatnya dalam perjalanan bisnis selanjutnya kedua badan penyelenggara ini secara bersama terlibat di dalam pendirian berbagai perusahaan yang bergerak dalam penyelenggaraan telekomunikasi sehingga terjadilah kepemilikan silang di antara kedua Badan Penyelenggara tersebut. KPPU menyatakan bahwa kepemilikan saham Temasek di Telkomsel dan Indosat dimilikinya secara silang lewat dua unit usahanya, yakni Singapore Telecom (SingTel) dan Singapore Technologies (ST) Telemedia. Temasek harus “melepaskan seluruh saham di Telkomsel atau Indosat selambat-lambatnya dua tahun sejak putusan KPPU memiliki ketetapan hukum”. Dalam kasus ini SingTel memiliki 35 persen saham di Telkomsel dan ST Telemedia menguasai 41,94 persen saham Indosat.
73
KPPU menyatakan bahwa kepemilikan silang Temasek di Indosat dan Telkomsel telah menimbulkan kerugian konsumen di industri seluler sebesar Rp 14,7-30,8 triliun selama 2003-2006. Dengan tinjauan tersebut temasek Holdings dinyatakan telah melanggar pasal 27 ayat (1) Undnag-undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan kepemilikan saham mayoritas dibidang perusahaan yang sama. B. Perjanjian yang timbul antara konsumen sebagai Penggunaan Kartu Cellular dengan Provider Pada umumnya pengertian kontrak berasal dari bahasa Inggris, yiatu contracts. Sedangkan dalam bahasa Belanda , disebut dengan overeenkmomst (perjanjian). Pengertian perjanjian atau kontrak diatur lebih lanjut dalam suatu pasal 1313 KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi: “ perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu oarng atau lebih.” Definisi perjanjian dalam pasal 1313 KUHPerdata ini kurang
jelas
disebabkan karena: 1. karena setiap perbutan dapat disebut dengan perjanjian; 2. tidak tampak adanya konsensualisme; 3. bersifat dualisme. Ketidak jelasan defenisi diatas disebabkan dalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja, sehingga yang bukan perbuatan hukum pun disebut
74
dengan perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu maka haru dicari dalam doktrin. Menurut doktrin (teori lama) yang disebut dengan perjanjian adalah : 31 “Perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.” Defenisi ini, telah tampak adanya azas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum (tmbuh/lenyapnya hak dan kewajiban). Unsur-unsur perjanjian, menurut teori tersebut adalah sebagai berikut: 1. adanya perbuatan hukum; 2. persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang; 3. persesuaian kehendak ini harus dipublikasikan/dinyatakan; 4. perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang atau lebih; 5. pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sesuai harus saling bergantung satu sama lain; 6. kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum; 7. akibat hukum untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbale balik; 8. persesuaian kehendak harus dengan mengungat peraturan perundang-undangan. Jenis-jenis perjanjian berdasarkan pembagiannya: a. perjanjian menurut sumbernya Perjanjian berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan perjanjian yang didasarkan pada tempat perjanjian itu ditemukan. b. perjanjian menurut namanya 31
Salim H.S.,S.H.,M.S,Perkembangan Hukum Kontrak Innomat DI Indonesia ,sinar Grafika,Jakarta,2003, hal 15
75
Penggolongan ini berdasarkan pada nama perjanjian yang tercantum dalam pasal 1319 KUHPerdata, di dalam pasal tersebut hanya dinyatakan 2(dua) macam perjanjian yaitu :perjanjian nominat (bernama) dan perjanjian Innominat (tidak Bernama). c. perjanjian menurut bentuknya Dalam KUHPerdata tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk perjanjian. Namun apabila kita menelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata maka kontrak menurut bentknya dapat dibagi atas dua macam, yaitu: perjanjian lisan dan tertulis. Perjanjian lisan adalah perjanjian yang cukup dituangkan secara lisan dengan kata sepakat dan sesuai dengan pasal 1320 KUHPerdata. Sedangkan perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh dua orang atau lebih dengan dituangakan secara tertulisdan disah kan oleh pejabat yang berwenang sesuai denga pasal 1682 KUHPerdata. d. perjanjian timbal balik Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Perjanjian ini dapat dibagi atas dua macam yaitu : perjanjian timbal balik tidak sempurna dan perjanjian sepihak. e. perjanjian Cuma-Cuma atau dengan alas hak yang membebani. Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari pihak lain. Perjanjian Cuma-Cuma merupakan perjanjian yang menurut hukum hanya menimbulkan keuntunan bagi salah satu pihak. f. perjanjian berdasarkan sifatnya
76
penggolongan ini berdasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut. Perjanjian ini dibagi atas du amacam yaitu : perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian yang ditimbulkan oleh hak kebendaaan, diubah dan dilenyapkan. Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari para pihak. g. perjanjian dari aspek larangannya (UU Nomor 5 than 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat) Perjanjian ini dituangkan dalam UU No 5 tahun 1999 sebagai bentuk perjanjian yang dilarang yaitu seperti : 1. perjanjian oligopoli yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha yang lainnya untuk bersama-sama melakukan penguasaan produksi, 2. perjanjian kertel, yaitu perjanjian yang dibuat pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga untuk mempengaruhi produksi dan pemasaran. 3. perjanjian trust, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha yang lainnya untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan. 4. perjanjian penetapan harga, 5. perjanjian harga dibawah pasar, 6. perjanjian yang memuat syarat, 7. perjanjian tertutup.
77
Didalam dunia telekomunikasi khususnya dalam bidang kartu Cellular , terdapat juga suatu bentuk perjanjian secara tidak tertulis antara konsumen sebagai pengguna kartu Cellular dengan para provider yaitu: pada saat konsumen mengaktifkan kartu perdana Cellularnya. Dengan mengaktifkan saja kartu Cellular berarti kita sebagai konsumen secara tersirat telah menyetujui segala perjanjian yang dibuat oleh para provider yang disebut dengan perjanjian sepihak yang secara tidak tertulis. Di dalam suatu perjanjian keanggotaan kartu Cellular dengan provider terdapat suatu klausul yang memberatkan (klausul eksemsi) bagi pihak konsumen (pengguna
kartu
Cellular).
Klausula
eksemsi
yaitu
klausula
yang
melepaskan/membebaskan tanggungjawab provider atas penyalahgunaan kartu Cellular. Hal ini tidak sesuai dengan Asas Kepatutan dalam hukum perjanjian. Berdasarkan pokok permasalahan yang ada, yakni: 1. Perjanjian konsumen dengan dengan provider merupakan suatu perjanjian baku, karena perjanjian tersebut diberlakukan secara massal, mempunyai standar tertentu, dan dibuat oleh pihak pelaku usaha. Perjanjian baku ini diperbolehkan dibuat berdasarkan adanya asas kebebasan berkontrak yang terdapat pada Pasal 1338 jo 1320 KUHPerdata bahwa kedudukan konsumen pengguna kartu Cellular menjadi sangat lemah, karena tidak dapat melakukan tawar menawar terlebih dahulu, maka pada KUH Perdata maupun Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) terdapat batasan-batasan dalam membuat perjanjian baku, khususnya yang mengandung ”klausul eksonerasi / eksemsi” (klausul yang membebaskan
78
tanggung jawab atau memberatkan konsumen). Batasan-batasan yang ada pada KUHPerdata dan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen inilah yang akhirnya dapat kita lihat bahwa klausula baku pada perjanjian konsumen dengan provider merupakan suatu perjanjian sepihak dan dirasa sangat tidak adil bagi perlindungan konsumen. 2. Perjanjian konsumen dengan provider belum memenuhi keadilan bagi konsumen pemegang kartu. Hal ini dapat kita lihat pada klausul-klausul yang dibuat dalam perjanjian tersebut, terlihat hak dan kewajiban antara provider dengan pemegang kartu diatur secara mendetail, disisi lain kewajiban provider sangat sedikit. Dan kebalikannya hak provider sangat banyak sedangkan hak pemegang kartu sangat sedikit. Contoh syarat dan ketentuan / TERMS AND CONDITION yang diberikan oleh provider kepada konsumen yaitu : 1. INDOSAT • PERGANTIAN / REPLACEMENT SIM CARD - kecuali dapat dibktikan sebaliknya secara bersama-sama oleh pelanggan dan Indosat, dalam hal terjadinya caact fabrikasi / cacat bawaan dari produk SIM CARD dan juga atas permintaan secara resmi dari pelnggan maka Indosat akan memberikan penggantian secara Cuma0cuma terhadap SIM CARD tersebut. - terhadap kehilangan dan/atau kerusakan dan/atau kesalahan dalam pengoperasian dari SIM CARD (pengoperasian tidak sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan oleh Indosat ) maka, atas permintaan secara resmi dari pelanggan,
79
Indosat akan memberikan penggantian SIM CARD dengan biaya penggantian sebagaimana yang telah ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Indosat. • PEMBLOKIRAN Bilamana terbukti berdasarkan laporan dan atas permintaan secara resmi dari pihak yang berwenang bahwa nomor MSISDN tersebut terlibat dalam suatu tindakan melanggar/melawan hukum maka terhadap hal ini Indosat berhak secra sepihak untuk melakukan pemblokiran atar nomor tersebut tanpa pembertahuan sebelumnya kepada pelanggan yang bersangkutan.
• PEMBEBASAN Indosat akan berusaha dengan sebaik-baiknya untuk menyediakan jasa yang terbaik bagi para pelanggan, namun demikian Indosat tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diderita pelnggan akibat gangguan sementara dan/atau tidak berfungsinya jaringan telekomunikasi Indosat. 2. TELKOMSEL •
KEHILANGAN KARTU Telkomsel dapat mengganti kartu pelanggan yang hilang dengan disertai
permintaan secara resmi dari pelanggan, yaitu syarat administrasi: - KTP asli pelanggan ( bisa diwakili dengan surat kuasa diatas materai Rp. 6.000,dank TP asli penerima kuasa ); - Nomor kartu; - Bukti surat keterangn kehilangan dari pihak yang berwenang;
80
- Membayar biaya administrasi. •
BLOKIR SEMENTARA (KARENA HILANG) Pelanggan dapat mengajukan permintaan blokir sementara disebabkan
karena hilang dengan cara langsung menghubungi call center 147. Pemblokiran dapat dilakukan jika data-data yang ditanyakan petugas kepada pelapor sesuai dengan databes TELKOM. •
BUKA BLOKIR KARTU Pelanggan dapat mengajukan buka blokir Karena hilang, syarat
administrasi yang diperlukan adalah :
•
-
KTP pelanggan asli;
-
Nomor kartu yang sudah ditemukan.
PEMBLOKIRAN SEPIHAK TELKOMSEL Bilamana terbukti berdasarkan laporan dan atas permintaan secara resmi dan tertulis dari pihak yang berwenang bahwa Nomor MDN tersebut terlibat dalam suatu tindakan yang melanggar/melawan hukum maka terhadap ini TELKOMSEL berhak secra sepihak untuk melakukan pemblokiran atas nomor tesebut tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada pelanggan yang bersangkutan.
C. Perlindungan Hukum bagi konsumen pengguna kartu Cellular Perlindungan hukum tersebut ditujukan kepada pemerintah sebagai pemegang regulasi dan kebijakan. Tanggung jawab pemerintah dalam melakukan pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagai pengguna jasa telekomunikasi dimaksudkan untuk memberdayakan konsumen agar mendapatkan
81
hak-haknya. Sementara itu, tanggung jawab pemerintah dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen juga menjadi bagian yang penting dalam upaya membangun kegiatan usaha yang positif dan dinamis, sehingga hak-hak konsumen tetap bisa diperhatikan oleh pelaku usaha. C.1. Pembinaan dan Pengawasan C.1.a. Pembinaan Dalam Undang-undang perlindungan konsumen pasal 29 ayat (1) dinyatakan bahwa “Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelau usaha. Dalam penjelasan umum Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2001 tentang pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa pembinaan perlindungan konsumen yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah sebagai upaya untuk menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilakukannya kewajiban masing-masingsesuai denganazas keadilan dan azas keseimbangan kepentingan. Tugas
pembinaan
dalam
penyelenggaraan
perlindungan
konsumen
dilakukan oleh mentri atau mentri teknis terkait. Mentri ini melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen. Beberapa tugas pemerintah dalam melakukan pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen sebagai berikut :32
32
Happy Susanto,Hak-hak Konsumen Jika dirugikan, Jakarta ,Visimedia, ,2008,hal 64
82
1. Menciptakan Iklim Usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen. Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Perlindungan konsumen pasal 4, untuk menciptakan iklim usaha dan menumbuhkan hubungan yang sehat antara konsumen dengan pelaku usaha, Mentri melakukan koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan Mentri teknis terkait. Tugas-tugas koordinasi yang dimaksud sebagai berikut : -
Menyusun kebijakan di bidang perlindungan konsumen;
-
Memasyarakatkan perturan perundang-undangan dan informasi yang berkaitan dengan perlindungan konsumen;
-
Meningkatkan peran BPKN dan BPSK melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan lembaga;
-
Meningkatkan pemahaman dan kesadaran pelaku usaha dan konsumen terhadap hal dan kewajiban masing-masing;
-
Meningkatkan pemberdayaan konsumen melalui pendidikan, pelatihan dan ketrampilan;
-
Meneliti terhadap barang dan/atau jasa beredar yang menyangkut perlindungan konsumen;
-
Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa;
-
Meningkatkan kesadaran sikap jujur dan tanggung jawab pelaku usaha dalam memproduksi, meawarkan, mempromosikan, mengiklankan dan menjual barang dan jasa;
83
-
Meningkatkan pemberdayaan usaha kecil dan menegah dalam memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa serta pencantuman label dan klausula baku.
2. Berkembangnya Lembaga Perlindungan Konsumen dan Swadaya Masyarakat. Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Perlindungan konsumen pasal 5, untuk mengembangkan
LPKSM,
Mentri
juga
perlu
melakukan
koordinasi
penyelenggaraan perlindungan konsumen yang dimaksud sebagai berikut: -
Memasyarakatkan peraturan perundang-undangan dan informasi yang berkaitan dengan perlindungan konsumen;
-
Melakukan pembinaan dan peningkatan sumber daya manusia pengelola LPKSM melalui pendidikan, pelatihan dan ketrampilan;
-
Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan di
bidang
perlindungan konsumen yang dimaksudkan untuk meningkatkan sumber daya manusia. Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Perlindungan konsumen pasal 6, disebutkan bahwa dalam upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan dibidang perlindungan
konsumen,
Mentri
melakukan
koordinasi
penyelenggaraan
perlindungan konsumen dengan Mentri teknis sebagai berikut : -
Meningkatkan kualitas tenaga peneliti dan penguji barang dan/atau jasa;
-
Melakukan pengembangan dan pemberdayaan lembaga penguji mutu
84
barang; -
Melakukan penelitian dan pengembangan teknologi pengujian dan standar mutu barang dan/atau jasa serta penerapannya.
C.1.b. Pengawasan Dalam Undang-undang Perlindungan konsumen pasal 30 ayat (1) disebutkan bahwa: “ Pengawsan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat”. Dalam penjelasan umum Perasturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Perlindungan konsumen, disebutkan bahwa perlindungan konsumen dilakukan secara bersama oleh pemerintah, masyarakat dan LPKSM, mengigat banyak ragam dan jenis barang dan/atau jasa yang beredar di pasar serta luasnya wilayah Indonesia. Berdaasarkan penjelasan tersebut, tugas pengawasan tidak hanya dibebankan kepada pemerintah, masyarakat umum dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM) juga dapat terlibat secara aktif, sebagaimana diatur dalam Undnag-undang Perlindungan kOnsumen Pasal 30 ayat 3 bahwa,’ Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar dipasar”. Lebih lanjut pasal 4 mengatr bahwa,” Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 ternyata menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen, Mentri
85
dan/atau Mentri teknis mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku”. Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan bias disampaikan kepada Mentri dan Mentri teknis. 33 1. Pengawasan oleh Pemerintah Tugas pengawasan pemerintah terhadap penyelenggaraan perlidungan konsumen dilakukan oleh Mentri atau Mentri teknis terkait. Bentuk pengawsan oleh pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Perlindungan konsumen pasal 8 sebagai berikut: -
Pengawasan oleh pemerintah dilakuakn terhadap pelaku usaha dalam memenuhi standar mutu produksi barang dan/atau jasa, pencantuman label dan klausula baku, promosi, pengiklanan, serta pelayanan purnajual barang dan/atau jasa;
-
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam proses produksi, penawaran, promosi, pengiklanan, serta penjualan barang dan/atau jasa;
-
Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat disebar luaskan kepada masyarakat;
-
Ketentuan tentang tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan oleh Mentri dan/atau Mentri teknis terkait bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
33
Ibid, hal 67
86
2. Pengawasan oleh Masyarakat Bentuk pengawasan oleh masyarakat diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Perlindungan konsumen pasal 9 sebagai berikut: -
Pengawasan oleh masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar;
-
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan cara penelitian, pengujian dan/atau survey;
-
Aspek
pengawasan
meliputi
pemuatan
informasi
tentang
resiko
penggunaan barang jika diharuskan, pemasangan label, pengiklnan, dan lain-lain yang disyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan dan kebiasaaan dalam praktik dunia usaha; -
Hasil pengwasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat disebar luaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada Mentri dan Mentri teknis.
3. Pengawsan oleh LPKSM Bentuk pengawasan oleh masyarakat diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Perlindungan konsumen pasal 10 sebagai berikut: -
Pengawasan oleh LPKSM dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar dalam pasar;
-
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan cara penelitian, pengujian dan atau survey.
87
-
Aspek
pengawasan
meliputi
pemuatan
informasi
tentang
resiko
penggunaan barang jika dihapuskan, pemasangan label, pengiklanan dan lain-lain yang diisyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha; -
Hasil
pengawasan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(2)
dapat
disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada mentri dan mentri teknis. C.2. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Selain melakukan tugas pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen, peran pemerintah juga membentuk apa yang disebut Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Badan ini dibentuk sebagai upaya pengembangan perlindungan konsumen sebagimana diamanatkan dalam UU perlindungan konsumen dan Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Menurut pandangan Ahmad Miru dan Sutarman Yodo (2004:199), BPKN yang bertanggung
jawab langsung kepada presiden merupakan bentuk
perlindungan dari arus atas (top-down), sedangkan arus bawah (bottom-up) diperankan
oleh
LPKSM
yang
representative
bias
menampung
dan
memperjuangkan aspirasi konsumen. 34 Fungsi BPKN adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Untuk menjalankan fungsi tersebut, BPKN dibebani tugas-tugas utama
34
Ibid, hal 71
88
(sebagaimana dinyatakan dalam UU perlindungan konsuemn pada pasal 34). Dalam menjalankan tugas-tugas nya, BPKN bias bekerja sama dengan organisasi konsumen internasional. Beberpa tugas utama BPKN sebgai berikut: 1. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan di bidang perlindungan konsumen, 2. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen; 3. Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen; 4. Mendorong
berkembangnya
Lembaga
Perlindungan
Konsumen
Swadaya Masyarakat; 5. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen
dan
memasyarakatkan
sikap
keberpihakan
kepada
konsumen; 6. Menerima
pengaduan
tentang
perlindungan
konsumen
dari
masyarakat, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, atau pelaku usaha; 7. Melakukan survey yang menyangkut kebutuhan konsumen. D. Prinsip Pertanggung jawaban terhadap konsumen pengguna kartu Cellular
89
Prinsip pertanggung jawaban 35 merupakan perihal yang sanagt penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan aseberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait. Beberapa sumber hukum formal, seperti peraturan perundang-undangan dan perjanjian standar dilapangan hukum keperdataan kerap memberikan pembatasan-pembatasan terhadap tanggung jawab yang dipikul oleh si pelanggar hak konsumen. Disamping itu, dalam area hukum tertentu, misalnya antara hukum pengangkutan dan hukum lingkungan terdapat perbedaan yang cukup mendasar tentang prinsip-prinsip tanggung jawab yang diterapkan. D.1. Prinsip Tanggung Jawab Secara umum, prinsip pertanggung jawaban dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut: 36 1. kesalahan (liability based on fault), 2. praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability), 3. praduga selalu tidak bertanggung jawab (presumption of nonliability), 4. tanggung jawab mutlak ( strict liability), 5. pembatasan tanggung jawab (limitation of liability). Dalam didalam prinsip tanggung jawab ini juga terdapat pembagian beban pembuktian. 1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan (liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum perdata dan pidana. 35
Warta Konsumen tahun XXIV No. 12, “RUUPK di mata pakar Jerman”, (Desember 1998): hal 34 36 Op.cit, Shidarta, hal 73
90
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, khususnya pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan seseorang baru dapat dimintakan pertanggung jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 Kitab Undang-undang hukum Perdata, yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, megaharuskan terpenuhinya emapat unsur pokok, yaitu: 1. adanya perbuatan; 2. adanya unsur kesalahn; 3. adanya kerugian yang diderita; 4. adanya hbungan kausalitas antara kesalahn dan kerugian. Yang dimaksud kesalahn adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Penegrtian hukum. Tidak hanya bertentangan dengan Undang-undangn, tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat. Secara common sense, azas tanggng jawab ini dapat diterima karena adalah adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban. Dengan kata lain, tidak adil jika orang yang tidak bersalah haru s mengganti kerugian yang diderita orang lain. Mengenai pembagian beban pembuktiannya, azas ini mengikuti ketentuan apsal
163
HIR(Herziene
Indonesische
Reglement)
atau
pasal
283
RBG(Rechtsreglement Buitengewesten), dan pasal 1865 KUHPerdata, disitu disebutkan bahwa barang siapa yang mengaku mempunyai hak, harus membuktikan adanya hak atau perstiwa itu (actorie incumbit probation).
91
Ketentuan diatas juga sejalan dengan teori umum dalam hukum acara, yakni azas audi et alterm partem atau aza bedudukan yang sama antara semua pihak yang berpekara. Disini hakim harus memberikan beban yang seimbang dan patut
sehingga masing-masing
memiliki kesempatan yang sama untuk
memenangkan perkara tersebut. Latar belakang penerapan prinsip ini adalah konsumen hanya melihat semua di balik dinding suatu korporasi itu sebagai satu kesatuan. Ia tidak dapat membedakan mana yang berhubungan secara organic dengan korporasi dan mana yang tidak. 2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab. Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (Presumption of liability principle). Sampai ia dapat membuktikan, ia tidak bersalah. Jadi beban pembuktian ada pada si tergugat. Berkaitan dengan prinsip
tanggung jawab ini, dalam doktrin hukum
pengangkutan khususnya, dikenal emapat variasi: 37 1. pengangkutan dapat membebaskan diri dari tanggung jawab bila ia dapat membuktikan, kerugian ditimbulkan oleh hal-hal di luar kekuasaannya; 2. pengangkutan dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat membuktikan, ia mengambil
suatu tindakan yang diperlukan untuk
menghindari timbulnya kerugian; 3. pengangkutan dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat membuktikan, kerugian yang timbul bukan Karena kesalahannya; 37
E. Suherman,Masalah Tanggung jawab pada charter pesawat udara dan beberapa masalah lain dalam bidang penerbangan (Bandung; Alumni,1976), hal 18
92
4. pengangkutan
tidak
bertanggung
jawab
oleh
kesalahan/kelalaian
penumpang atau karena kualitas/mutu barang yang diangkut tidak baik. Tampak diatas adalah beban pembuktian terbalik (omkering van bewijslast) dengan dasar pemikiran dari teori ini adalah seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal ini tentu bertentangan dengan azas praduga tak bersalah (presumption ofg innocceance) yang lazim dikenal didalam hukum, namun jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak, azas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini maka yang berkewajiban membuktikan kesalan itu ada dipihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat ini yang harus menghadirkan bukti-bukti dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidak selalu berarti dapat sekehendak hati mengajukan gugatan. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat kembali oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukkan kesalahan si tergugat. 3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab. Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip keduanya tersebut. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of nonliability principle) hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada huku penggankutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan, yang biasa dibawa dan diawasi oleh si penumpang(konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini pengangkutan (pelaku usaha) tidak dapat diminta pertanggung jawabannya.
93
Sekali demikian, dalam pasal 44 ayat(2) peraturan Pemerintah Nomor 40 than 1995 tentang Angkutan Udara, ada penegasan,”prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab” ini tidak lagi diterapkan secara mutlak, dan mengarah kepada prinsip tanggung jawab dengan pembatasan uang ganti rugi. Artinya, bagasi kabin/bagasi tangan tetap dapat dimeintakan pertanggung jawaban sepanjang buktyi kesalahan pihak pengangkut (pelaku usaha) dapat ditunjukan. Pihak yang dibebankan untuk membuktikan kesalahn itu ada pada si penumpang (konsumen). 4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (strict liability) sering diidentikan dengan prinsip tanggung jawab absolute (absolute liability). Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi diatas. Ada pendapat lain yang menayatkan,strict liability adalah tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai factor yang menentukan. Namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya keadaan force majeure. Sebaliknya absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. Pada strict liability, hubungan itu harus ada, sementara pada absolute liability hubungan itu tidak selalu ada. 38 Maksudnya, pada absolute liability, dapat saja tergugat yang dimintai pertanggung jawaban itu bukan sipelaku usaha itu langsung kesalahan tersebut.
38
E. Saefullah Wirapradja, Tanggung jawab pengangkutan dalam hukum Udara Internasional dan nasional, Yogyakarta: Liberty,1989, hal 51
94
Menurut R.C.Hoeber et al., biasanya prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan karena: 1. konsumen tidak dalam posisi yang menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks, 2. diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasikan jika sewaktuwaktu ada gugatan atas kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada harga produknya, 3. azas ini dapat memaksa produsen lebih berhati-hati. 39 Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen secra umum digunakan untuk menjerat pelaku usaha, khususnya produsen barang, yang memasarkan produknya yang merugikan konsumen. Azas tanggung jawab ini dikenal dengan nama product liability. Menurut azas, produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan produk yang dipasarkannya. Gugatan product liability dapat dilakukan berdasarkan tiga hal: 1. melanggar jaminan (branch of warranty), misalnya adanya promosi iklan tentang kartu Cellular yang menurunkan tarif Rp.0 , namun pada kenyataannya tidak sesuai karena selalu ada syarat dan ketentuan yang berlaku, 2. adanya unsur kelalaian (negligence), misalnya produsen lalai dalam memenuhi standar pembuatan obat yang baik, dan 3. menerapkan tanggung jawab mutlak (stricht liability). Variasi yang sedikit berbeda dalam penerapan tanggung jawab mtlak terletak pada risk liability, dalam risk liability, kewajiban mengganti kerugian dibebankan kepada pihak yang menimbulkan resiko adanya kerugian itu. Namun, 39
R.C. Hoeber et al., Contemporary Business Law, Principle and Cases, New York: McGraw-Hill Book Co.,1986, hal 420.
95
penggungat atau konsumen tetap diberikan beban pembuktian, walaupun tidak sebesar si tergugat. Dalam hal ini, ia hanya perlu membuktikan adanya hubungan kausalitas antara perbuatan pelaku usaha ( produsen ) dan kerugian yang dideritanya. Selebihnya dapat digunakan prinsip stric liability. 5. Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan (limitation of liability principle) dangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerisasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Misalnya dalam perjanjian antara provider dengan konsumen, konsumen dengan menggunakan kartu Cellular maka konsumen tersebut secara tidak langsung sudah menyetujui segala persetujuan dari Provider telekomunikasi tersebut, tanpa da nya proses tawar menawar, dan apabila ada kerusakan yang dialami oleh konsumen sebagai pengguna jasa telekomnikasi tersebut maka provider tersebut hanya membatasi terhadap kerusakan pabrikasi. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila dipandang secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam UUPK yang baru, seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawanya. Jika ada pembatasan, mutlak harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang jelas. D.2. Tanggung Jawab Produk (Product Liability) Didalam Undang-undang Perlindungan Konsumen ada terdapat dua prinsip penting yaitu yaitu tanggung jawab produk dan tanggung jawab professional.
96
Tanggung jawab produk (product liability) sebenarnya mengacu sebagai tanggung jawab produsen. Agnes M. Toar menyebutkan tanggung jawab produk sebagai tanggung jawab para produsen untuk produk yang dibawanya kedalam peredaran, yang menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut.40 Tanggung jawab ini dapat bersifat kontraktual (perjanjian) atau berdasarkan undang-undang. Dasar gugatan untuk tanggung jawab produk dapat dilakukan atas landasan adanya: 1. pelanggaran jaminan (foul of warranty); 2. kelalaian (negligence); 3. tanggung jawab mutlak (strict liability). Pelanggaran jaminan berkaitan dengan jaminan pelaku usaha (khususnya produsen), bahwa barang yang dihasilkan atau dijual tidak mengandung cacat. Pengertian cacat bias terjadi dalam konstruksi barang (construction defect), desain (desain defects), dan/atau pelabelan (labeling defects). Adapun yang dimaksud dengan kelalaian (negligence) adalah bila si pelaku usaha yang digugat itu gagal menunjukkan, ia cukup berhati-hati (reasonable care) dalam membuatnya, menyimpan, mengawasi, memperbaiki, mamasang label, atau pun mendistribusikan suatu barang. Dalam UUPK, ketentuan yang mengisaratkan adanya tanggung jawab produk tersebut dimuat dalam pasal 7 sampai dengan 11. pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana menurut ketentuan pasal 40
Lihat Agnes M. Toar,”Tanggug jawab produk dan sejarah perkembangannya dibeberapa Negara”, makalah dibawakan dalam penataran hukum perikatan II, Ujung pandang, 17-29 juli 1989, hal 1
97
62 UUPK. Pasal 19 ayat (1) UUPK secara lebih tegas merumuskan tanggung jawab produk ini dengan menyatakan: “pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugiam konsumen akibat mempergunakan barang dan/jasa yang dihasilkan atau diperdagankan.” Jika tanggung jawab produk berkaitan dengan produk barang maka tanggung jawab professional lebih berhubungan dengan jasa. Menurut Komar Kantaatmadja, tanggung jawab professional adalah tanggung jawab hukum (legal liability) dalam hubungan dengan jasa professional yang diberikan kepada klien. 41 Sama seperti dalam tanggung jawab produk, sumber persoalan dalam tanggung jawab, sumber persoalan dalam tanggung jawab professional itu dapat timbil karena para penyedia jasa professional tidak memenuhi perjanjian yang mereka sepakati dengan klien mereka atau akaibat kelalaian penyedia jasa tersebut mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum.
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN 1. Bentuk persaingan usaha kartu Cellular yang dilakukan adalah berupa: A. Persaingan dalam bentuk layanan yang terdiri atas:
41
Komar Kantaatmadja, tanggung jawab professional, Jurnal Era Hukum tahun III No. 10 Oktober 1996, hal 4
98
- layanan tarif (cost service); - layanan program ( program service); - layanan jaringan (network service B. Persaingan dalam bentuk kegiatan pengusaha atau investor terdiri atas: - Monopoli; - Kepemilikan silang/ Cross Ownership 2. Perjanjian konsumen dengan dengan provider merupakan suatu perjanjian baku, karena perjanjian tersebut diberlakukan secara massal, mempunyai standar tertentu, dan dibuat oleh pihak pelaku usaha. Perjanjian baku ini diperbolehkan dibuat berdasarkan adanya asas kebebasan berkontrak yang terdapat pada Pasal 1338 jo 1320 KUHPerdata bahwa kedudukan konsumen pengguna kartu Cellular menjadi sangat lemah, karena tidak dapat melakukan tawar menawar terlebih dahulu, maka pada KUH Perdata maupun Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) terdapat batasanbatasan dalam membuat perjanjian baku, khususnya yang mengandung ”klausul eksonerasi / eksemsi” (klausul yang membebaskan tanggung jawab atau memberatkan konsumen). 3. Perlindungan Hukum bagi konsumen pengguna kartu Cellular dapat dilakukan dengan pembinaan dan pengawasan sesuai dengan Pasal 29 ayat (1) Peraturan pemerintah No. 58 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen yang melahirkan
99
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) 4. Prespektif hukum perlindungan konsumen dikembangkan tidak saja atas dasar hak-hak konsumen (hak atas keamanan, hak keselamatan, hak atas informasi yang benar dan jelas, hak untuk didengar pendapat dan keluhannya, hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikan, hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum yang patut) tetapi juga dasar tanggung jawab produsen terhadap produk yag dihasilkannya (product liability) yang keduanya bermuara pada penerapan etika bisnis yang universal. Dalam kaitannya dengan product liability, pemikiran yang dominan mengarah pada penerapan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) bagi produsen, terutama pada produk-produk yang sangat berbahaya bagi keamanan dan keselamatan manusia.
B. SARAN 1. Monopoli merupakan penguasaaan lebih dari 50 % pangsa pasar atas komoditi tertentu khususnya dalam bidang telekomunikasi yang dilakukan oleh satu atau gabungan perusahaan, serta Kepemilikan silang/ CROSS OWNERSHIP suatu perusahaan menjadi satu akan membentuk penguasaan suatu bidang usaha oleh seseorang sehingga badan atau individu yang menguasainya tersbeut dapat menentukan harga atau tarif yang sebebas-bebasnya sehingga dapat merugikan konsumen sebagai pengguna barang dan jasa.
100
Sehingga perlu adanya suatu badan idependen untuk mengatur dan mengawasi persaingan usaha yang dilakukan oleh provider yang tidak sehat, yaitu seperti kasus Temasek yang telah diputus kan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan No Perkara : 07/KPPUL/2007. 2. Perlu dibentuk pemerintah suatu peraturan organik yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap kepada komisi pengawas persaingan usaha (KPPU) untuk mengatur dan menjerat segala bentuk-bentuk kegiatan usaha tidak sehat yang dilakuakn oleh pengusaha dalam negeri atau pun investor. 3. Dengan meningkatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terkhususnya dalam bidang Telekomunikasi, sehingga semakin meningkat juga para konsumen sebagai pengguna barang dan jasa telekomunikasi yaitu khusunya mengenai kartu Cellular, oleh sebabnya untuk kemudian hari harus adanya juga suatu alat dengan sistem komputerisasi untuk mendeteksi segala bentuk-bentuk tindakan kecurangan atau persaingan usaha yang tidak sehat yang dilakukan oleh para provider telekomunikasi. 4. Untuk menciptakan suatu keadaan yang tertib dan aman dalam bidang telekomunikasi yang mana sampai sekarang ini telah banyak digunakan oleh konsumen dan kemudian hari akan terus bertambah maka harus ditumbuhkan juga rasa kedisiplinan dan ketaatan pada peraturan oleh para aparat penegak hukum agar dapat menanggapi apa yang menjadi masalah yang terjadi didalam lingkungan masyarakat saat ini.
101
Daftar Pustaka
Buku Abadi, Zainal,Industri Telekomunikasi Lokomotif Pertumbuhan Ekonomi dan kemajuan Bangsa,Lembaga penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1998. Hakim, Abdul, G.Nusantara SH,LLM dan Benny. K Harman SH,.MH., Analisa dan Perkembangan Undang-Undang Anti Monopoli, PT. Ele Madia Komputindo, Jakarta, 1999. Kantaatmadja Komar, Tanggung Jawab Professional, Jurnal Era Hukum tahun III No. 10 Oktober 1996. M. Toar, Agnes,”Tanggung Jawab Produk dan Sejarah Perkembangannya Dibeberapa Negara”, makalah dibawakan dalam penataran hukum perikatan II, Ujung pandang, 17-29 juli 1989. M Fahmi Aulia, Info Layanan Selular di Indonesia, Jakarta, PT Centrin Online Tbk, 2002.
102
Miru, Ahmad dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo persada, Jakarta, 2004. Nasution, AZ, S.H, Konsumen dan Hukum, Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta; 1995. Natasya, Ningrum Sirait, Hukum persaingan di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004. Ngatijo, Kamus Pengetahuan Umum Dan Teknologi, Galeri Lontara, Jakarta, 2007. Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahsa Indonesia, Dinas Penerbit balai Pustaka, Jakarta, 2006. R.C. Hoeber et al., Contemporary Business Law, Principle and Cases, New York: McGraw-Hill Book Co, 1986. Salim H.S.,S.H.,M.S,Perkembangan Hukum Kontrak Innomat DI Indonesia, sinar Grafika,Jakarta, 2003. Saefullah, E. Wirapradja, Tanggung Jawab Pengangkutan Dalam Hukum Udara Internasional Dan Nasional, Yogyakarta: Liberty,1989. Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta,2000. Suherman, E, Masalah Tanggung Jawab Pada Charter Pesawat Udara dan Beberapa Masalah Lain Dalam Bidang Penerbangan (Bandung; Alumni,1976) Supriadi, Dedi, Era Baru Bisnis telekomunikasi, Pt Rosda jayaputra, Bandung, 1995. Susanto Happy,Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta ,Visimedia, 2008.
103
Syawali, Husni, SH.,MH., Hukum Perlindungan Konsumen, CV. Mandar Maju, Bandung, 2000. Wibowo, Destivana dan Harjon Sinaga, Hukum Acara Persaingan Usaha, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, HukumTtentang Perlindungan Konsumen, Gramedia pustaka utama, Jakarta, 2000. WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Dinas Penerbit balai Pustaka, Jakarta, 2007. Zumrotin K. Susilo, Penyambung Lidah Konsumen, PUSPA SWARA, Jakarta 1996.
Perundang-undangan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Persaingan Usaha. Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang perubahan Undang-undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Persoroan Terbatas. Peraturan Menteri Komunikasi No 23/M.KOMINFO/10/2005 tentang Pendaftaran Kartu Cellular. Peraturan
Pemerintah
No.
52
tahun
2000
tentang
Penyelenggaraan
Telekomunikasi. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.6/PT.102/MPPT-95 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi
104
Dasar Internasional. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional
Website www. Forum Dunia Musik.com www.indosat.com www.Telkomsel.com www.Xl.com