PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA PADA ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI INDONESIA
SKRIPSI
OLEH : NOURMAN AFANDY
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2016
PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA PADA ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI INDONESIA
SKRIPSI
OLEH : NOURMAN AFANDY NPM : 12120007
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2016
i
PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA PADA ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya
OLEH : NOURMAN AFANDY 12120007
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2016
ii
PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA PADA ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI INDONESIA
NAMA
: NOURMAN AFANDY
FAKULTAS
: HUKUM
JURUSAN
: ILMU HUKUM
NPM
: 12120007
DISETUJUI dan DITERIMA OLEH : PEMBIMBING
ANDY USMINA WIJAYA, SH., MH.
iii
Telah diterima dan disetujui oleh Tim Penguji Skripsi serta dinyatakan LULUS. Dengan demikian skripsi ini dinyatakan sah untuk melengkapi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya.
Surabaya, 19 Agustus 2016
Tim Penguji Skripsi : 1. Ketua
: Andy Usmina Wijaya, SH., MH.
(..….…………)
( Dekan )
2. Sekretaris
: Andy Usmina Wijaya, SH., MH.
(..….…………)
( Pembimbing )
3. Anggota
: 1. Dr. H. Taufiqurrahman, SH., M.Hum.
(..….…………)
( Dosen Penguji I )
2. Musa, SH., MH. ( Dosen Penguji II )
iv
(..….…………)
MOTTO “Sesungguhnya sesudah kesulitan akan ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah kamu berharap” (Qs. Al-Insyiroh : 6-8)”.
KUPERSEMBAHKAN Kepada-Mu Ya Allah dan Limpahan Syafaat-Mu Ya Rosul Puji Syukur dan terima kasihku Atas limpahan rahmat, karunia dan petunjuk, Dan ………Segala-galanya Kepada insan-insan terkasih Orang Tua dan Mertuaku, Istriku serta Putraku Adik-adikku serta segenap keluargaku Terima kasih Atas…….. bantuan, dukungan, perhatian, Dan Doa …….. Kasih sayang Juga cinta setia Hingga tulisan ini terwujud.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi dengan judul “ Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Pada Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Di Indonesia ”. Adapun maksud dari penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat guna menyelesaikan Program Studi Strata-1 (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya. Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, sehingga dalam pembuatan skripsi ini tidak sedikit bantuan, petunjuk, saran-saran maupun arahan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan kerendahan hati dan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1.
Kedua Orang Tua (Bapak H. Na’im dan Ibu Hj. Mulyani), Mertua (Bapak M. Muhafi dan Ibu Maria Ulfa), Istriku (Hanna Fitria Sari), Putraku (Farel Adly Emirsyah), adik-adikku, serta keluargaku terkasih yang telah memberikan perhatian, semangat serta doanya.
2.
Bapak Budi Endarto, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas Wijaya Putra Surabaya.
3.
Bapak Dr. H. Taufiqurrahman, SH., M.Hum, selaku Wakil Rektor Universitas Wijaya Putra Surabaya.
4.
Bapak Andy Usmina Wijaya, SH., MH., selaku Dekan dan Kepala Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya.
vi
5.
Bapak Andy Usmina Wijaya, SH., MH., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan petunjuk, dorongan, serta semangat dalam pembuatan skripsi ini.
6.
Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Universitas Wijaya Putra Surabaya.
7.
Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya.
8.
Seluruh Direksi, Manajemen, serta Karyawan/i PT. SPINDO, Tbk.
9.
Seluruh tim kerja PGA&HSE Dept. di PT. SPINDO, Tbk. Plant-1.
10. Teman-teman Fakultas Hukum yang telah memberikan bantuan, dan spiritnya kepada penulis.
Penulis hanya dapat mendoakan mereka yang telah membantu dalam segala hal yang berkaitan dengan pembuatan skripsi ini semoga diberikan balasan dan rahmat dari Allah SWT. Selain itu saran, kritik dan perbaikan senantiasa sangat diharapkan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, 19 Agustus 2016
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN PENGAJUAN................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii HALAMAN PENGUJIAN .................................................................................... iv HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN.................................................... v KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi DAFTAR ISI.......................................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang........................................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 4 1.3. Penjelasan Judul ..................................................................................... 4 1.4. Alasan Pemilihan Judul .......................................................................... 6 1.5. Tujuan Penelitian .................................................................................... 7 1.6. Manfaat Penelitian .................................................................................. 8 1.7. Metode Penelitian ................................................................................... 9 1.8. Sistematika Penulisan ............................................................................. 10 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN
TENAGA
KERJA
PADA
ASPEK
KESELAMATAN
DAN
KESEHATAN KERJA (K3) MENURUT KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA ........................................................................................... 13 2.1. Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja ................................ 13 2.2. Ruang Lingkup Keselamatan Kerja ............................................ 15
viii
2.3. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja ................................................ 24 2.4. Kecelakaan Kerja ....................................................................... 34 2.5. Penyakit Akibat Kerja ................................................................ 42 2.6. Alat Pelindung Diri .................................................................... 46 BAB III PENEGAKAN HUKUM ATAS PELANGGARAN DAN TINDAK PIDANA YANG TERJADI PADA ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) TERHADAP TENAGA KERJA MENURUT KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA ........................................................... 53 3.1. Sistem Manajemen K3 ........................................................................... 53 3.2. Tanggung Jawab Perusahaan Berdasarkan Peraturan
Perundangan .............................................................................. 61 3.3. Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan Terhadap Pelaksanaa
K3 ............................................................................................. 66 3.4. Jaminan Sosial Bagi Tenaga Kerja ............................................. 73 BAB IV PENUTUP ............................................................................................... 83 4.1. Kesimpulan ............................................................................................. 83 4.2. Saran ....................................................................................................... 84 DAFTAR BACAAN .............................................................................................. 85
ix
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Industri di Indonesia saat ini berkembang sangat pesat, baik itu industri barang maupun jasa. Seiring dengan berjalannya perkembangan tersebut, telah memasuki era globalisasi yang akan membawa dampak terhadap perubahan tatanan kehidupan global. Perusahaan harus mampu memanfaatkan setiap aspek yang terdapat didalamnya, seperti sumber daya manusia yang merupakan roda penggerak aktivitas dari perusahaan. Selain itu perusahaan mempunyai kewajiban untuk melakukan memberikan perlindungan dan pemeliharaan terhadap tenaga kerjanya.1 Oleh karena itu perusahaan perlu memanfaatkan dengan baik sumber
daya
manusia
yang
ada
didalamnya
dengan
memberikan
perlindungan tenaga kerja yang mencakup aspek keselamatan dan kesehatan kerja. Bersamaan dengan perusahaan dituntut untuk memberikan perlindungan
terhadap
tenaga
kerja,
pemerintah
pun
mengeluarkan
peraturan mengenai hal perlindungan tenaga kerja dalam bentuk undang– undang. Undang-undang no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan telah mengatur dengan jelas mengenai hak dan kewajiban atas kesehatan dan
1
LZ ANARCHIE, diakses dari http://repository.unpas.ac.id/1785/2/BAB%20I%20TA.pdf, pada tanggal 15 Mei 2016
2
keselamatan kerja ini, yakni pada pada pasal 86 dikatakan bahwa “setiap pekerja memliki hak untuk mendapatkan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja melalui program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang terintegrasi pada sistem managemen perusahaan”.2 Dengan demikian perusahaan harus menciptakan kondisi kerja yang sehat dan selamat yang membuat karyawan merasa, aman, dan nyaman untuk melakukan pekerjaannya, sedangkan karyawan itu sendiri harus mematuhi peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh perusahaan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Kedua aspek tersebut sangat mempengaruhi perusahaan untuk menciptakan kondisi keselamatan dalam bekerja. Tanpa adanya kedua aspek tersebut, banyak kerugian yang didapatkan oleh perusahaan misalnya, hari kerja yang hilang akibat kecelakaan dan penyakit, penurunan produktivitas, pemborosan anggaran perusahaan, citra perusahaan akan menjadi buruk akibat mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja, dan masih terdapat banyak akibat buruk yang disebabkan dari pengabaian keselamatan dan kesehatan kerja. Kecelakaan kerja terjadi akibat adanya sumber permasalahan, baik karena kesalahan yang diakibatkan oleh manusia (human error) maupun kejadian yang tak terduga akibat faktor di luar individu itu sendiri, seperti lingkungan kerja, peralatan yang nilai fungsinya kurang optimal, dan jenis pekerjaan yang dilakukan diluar kemampuan dari individu tersebut.3
2
Ibid.
3
Ibid.
3
Dengan demikian perusahaan dan karyawan di dalamnya perlu mengetahui faktor–faktor dan penyebab terjadinya sebuah kecelakaan kerja, agar terciptanya kondisi kerja yang diinginkan seperti keselamatan dan sehat melakukan pekerjaan. Faktor-faktor gangguan keselamatan dan kesehatan kerja adalah faktor yang sebenarnya yang dapat dikendalikan sehingga tingkat resiko yang dapat ditimbulkan dari beberapa faktor penggangu, dan faktor-faktor tersebut dapat diukur, dicegah, diminimalisir dan bahkan dapat dihindari. Faktor yang menimbulkan gangguan pada keselamatan dan kesehatan kerja berasal dari lingkungan fisik kerja, mulai dari suhu ruangan tempat kerja, seperti aspek penerangan, kebisingan yang ditimbulkan dari permesinan, peralatan yang digunakan pada tempat kerja, sampai kepada kondisi fisik dan mental karyawan di lingkungan kerja.4 Selain
Undang-Undang
Nomor
13
tahun
2003
tentang
ketenagakerjaan, pada Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dalam pasal 12 poin (c) juga mengatur bahwa salah satu hak pekerja adalah memenuhi dan menaati syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan, sedangkan pada poin (d) mengatur bahwa hak pekerja adalah meminta pada pengurus agar dilaksanakannya semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. Namun pada kenyataanya, masih banyak ditemui perusahaan dan pekerja yang melanggar ketentuan-ketentuan tersebut sehingga banyak dijumpai di indonesia akan adanya kecelakaan kerja.5
4
Ibid.
5
Ibid.
4
Berdasarkan hal yang diuraikan di atas, maka permasalahan yang muncul adalah belum maksimalnya perlindungan tenaga kerja pada aspek keselamatan dan kesehatan kerja. Berangkat dari isu tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan permasalahan yang ada dalam penelitian ini, penulis merumuskan suatu masalah yang akan dijadikan pembahasan, antara lain : 1. Bagaimanakah pengaturan hukum tentang perlindungan hak tenaga kerja pada aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut ketentuanketentuan hukum yang ada di Indonesia? 2. Bagaimanakah penegakan hukum atas pelanggaran dan tindak pidana yang terjadi pada aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap tenaga kerja menurut ketentuan-ketentuan yang ada di Indonesia?
1.3 PENJELASAN JUDUL Judul yang diambil penulis dalam penelitian ini, yaitu “ Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Pada Aspek Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Di Indonesia “. Dari judul di atas, akan dijelaskan mengenai beberapa hal, antara lain :
5
-
Perlindungan hukum merupakan tindakan untuk melindungi masyarakat dari kesewenang-wenangan penguasa yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku untuk mewujudkan ketentraman dan ketertiban umum.6
-
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.7
-
Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) umumnya terbagi menjadi 3 (tiga) versi di antaranya ialah pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut Filosofi, Keilmuan serta menurut standar OHSAS 18001:2007. Berikut adalah pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tersebut :
a. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Menurut Filosofi (Mangkunegara)
Keselamatan
dan
Kesehatan
Kerja (K3)
adalah
suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani maupun rohani tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur.
6
Setiono, “ Teori Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli”, diakses dari http://www.ilmuhukum.net/2015/09/teri-perlindungan-hukum-menurut-para.html?m=1, pada tanggal 15 Mei 2016 7
Pasal 1 (2) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
6
b. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Menurut Keilmuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua Ilmu dan
Penerapannya
kerja, penyakit
akibat
untuk kerja
mencegah (PAK),
terjadinya kecelakaan
kebakaran,
peledakan
dan
pencemaran lingkungan.
c. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Menurut OHSAS 18001:2007.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu) di tempat kerja.8
1.4 ALASAN PEMILIHAN JUDUL Penulis memilih judul skripsi ini karena ketertarikan penulis akan pentingnya
perlindungan
hukum
bagi
tenaga
kerja
pada
aspek
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Ketertarikan tersebut timbul karena penulis sering melihat terjadinya kecelakaan kerja di perusahaan tempat penulis bekerja.
8
Isya Ansyari, “ Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)”, diakses dari http://learnmine.blogspot.co.id/2015/04/keselamatan-dan-kesehatan-kerja.html?m=1, pada tanggal 15 mei 2016
7
Menurut penulis, tenaga kerja merupakan salah satu bagian terpenting dalam suatu perusahaan guna untuk menunjang jalannya proses produksi. Oleh karena itu, hak dan kewajiban tenaga kerja harus terpenuhi, salah satunya mengenai keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Selain itu, pemerintah juga berperan dalam perlindungan hukum bagi tenaga kerja pada aspek K3 tersebut. Hal itu diperjelas dengan dikeluarkannya ketentuan-ketentuan mengenai K3 oleh pemerintah. Hal ini yang mendorong penulis untuk meneliti sejauh mana pengaturan tentang perlindungan hukum tenaga kerja pada aspek K3 serta pemberian sanksi bagi pelanggar ketentuan-ketentuan tersebut dengan judul “ Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Pada Aspek Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Di Indonesia “.
1.5 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui tentang pengaturan perlindungan hukum tenaga kerja pada aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada di Indonesia. 2. Untuk mengetahui proses penegakan hukum serta sanksi-sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran hukum pada aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang ada di Indonesia.
8
1.6 MANFAAT PENELITIAN Dari penelitian ini dapat diperoleh beberapa manfaat, antara lain : 1. Manfaat Bagi Lembaga Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas bagi lembaga yang ada, baik lembaga pendidikan, perusahaan, serta pemerintah secara umum. Dapat menjadi pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia kerja pada perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia sebagai solusi terhadap permasalahan yang ada.
2. Manfaat Bagi Diri Sendiri Bagi penulis, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan
dan
wawasan
mengenai
pengaturan
perlindungan hukum bagi tenaga kerja pada aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta dapat mengaplikasikan dan mensosialisasikan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan.
3. Manfaat Bagi Masyarakat Diharapkan menghasilkan informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
9
1.7 METODE PENELITIAN 1. Tipe Penelitian Penelitian dalam penulisan ini adalah penelitian dalam hukum untuk menjelaskan penegakan hukum dan sanksi hukum ( rumusan masalah). Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian secara normatif. Yang dimaksud dengan penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan atau library research. 2. Pendekatan Masalah Berkaitan menggunakan
dengan
penelitian
pendekatan
skripsi
ini
undang-undangan
dilakukan (statute
dengan
approuch).
Pendekatan undang-undangan (statute approuch) yaitu pendekatan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di indonesia, khususnya yang berhubungan dengan perlindungan hukum tenaga kerja dan berhubungan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). 3. Bahan Hukum Bahan hukum yang digunakan pada penulisan ini bersumber pada 2 (dua) bahan hukum, yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diperoleh penulis dari studi kepustakaan. a. Bahan / Data Hukum Primer Bahan / data ini merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian, yaitu : •
Undang – Undang Dasar 1945
•
Undang – Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
•
Undang – Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
10
•
Undang – Undang N0. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
•
Peraturan Menteri No. 5 Tahun 1996 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
•
Undang
–
Undang
No.
24
Tahun
2011
Tentang
Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
b. Bahan / Data Hukum Sekunder Sebagai bahan hukum sekunder dalam penulisan ini diperoleh dari buku-buku hukum, makalah, literatur, pendapat-pendapat ahli hukum, dan website yang membahas masalah yang berkaitan dengan penulisan ini. Bahan hukum sekunder ini digunakan sebagai penunjang bahan hukum primer untuk membahas pokok permasalahan dalam penulisan ini. 4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum Pengumpulan dan pengolahan bahan hukum dilakukan dengan cara inventarisasi, klasifikasi, dan sistematisasi. Setelah inventarisasi, klasifikasi, dan sistematisasi bahan-bahan hukum yang terkumpul diolah dengan menganalisa untuk menjawab permasalahan dalam penulisan ini. 5. Analisa Bahan Hukum Bahan hukum yang telah terkumpul, kemudian dianalisa terlebih dahulu agar dapat ditemukan hal-hal apa saja yang akan berguna sebagai
acuan
dan
untuk
mempermudah
pengkajian
terhadap
permasalahan dalam penulisan ini.
1.8 SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan hukum ini disusun secara sistematis dalam bab per bab yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Pembagian bab per bab ini
11
dimaksudkan agar dihasilkan keterangan yang jelas dan sistematis. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah : BAB 1 : PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Penjelasan Judul, Alasan Pemilihan Judul, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode yang digunakan dalam penulisan hukum ini yang meliputi Tipe Penelitian, Pendekatan Masalah, Bahan Hukum, Prosedur Pengumpulan Dan Pengolahan Bahan Hukum dan Analisa Bahan Hukum serta juga sistematika penulisan hukum ini. BAB 2 : Pengaturan Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Pada Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Sesuai Dengan Peraturan Di Indonesia. Bab ini menguraikan tentang pembahasan dari rumusan masalah mengenai Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Ruang Lingkup Keselamatan Kerja, Ruang Lingkup Kesehatan Kerja, Kecelakaan Kerja, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecelakaan Kerja, Penyakit Akibat Kerja, Alat Pelindung Diri, dan lain sebagainya. BAB 3 : Penegakan Hukum Atas Pelanggaran dan Tindak Pidana Yang Terjadi Pada Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Tenaga Kerja Menurut Ketentuan-Ketentuan Yang Ada Di Indonesia Dalam bab ini penulis menguraikan tentang Sistem Menajemen K3 Berdasarkan Permenaker No.5 Tahun 1996 yang meliputi Dasar Hukum SMK3, Ketentuan Umum SMK3, Audit SMK3 dan Sertifikasi Audit SMK3,
12
Keuntungan Penerapan SMK3, Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan Terhadap Pelaksanaan K3, dan lain sebagainya. BAB 4 : PENUTUP Dalam bab ini merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan yang berkaitan dengan hal-hal yang telah diuraikan dalam babbab sebelumnya dan penulis juga akan memberikan saran yang relevan untuk menyelesaikan masalah yang ada.
13
BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PADA ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) MENURUT KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA
2.1
Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Ada beberapa pengertian dan definisi dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang diambil dari beberapa sumber, diantaranya merupakan pengertian dan definisi dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut
keilmuan,
filosofi,
dan
pengertian
dari
standar
sistem
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Occupational Health and Safety Assessment Series) OHSAS 18001:2007.
Berikut adalah definisi dan pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) :9 •
Keilmuan : Semua terjadinya kebakaran,
9
Ilmu
dan
kecelakaan peledakan,
Penerapannya
kerja,
penyakit
pencemaran
untuk
akibat
mencegah
kerja
lingkungan,
dan
(PAK), juga
Isya Ansyari, “ Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)”, diakses dari http://learnmine.blogspot.co.id/2015/04/keselamatan-dan-kesehatan-kerja.html?m=1 , pada tanggal 15 Mei 2016
14
melakukan pekerjaan agar diperoleh suatu cara yang mudah dan menjamin keselamatan dari gangguan alam, binatang maupun gangguan dari manusia lainnya. •
Filosofi Mangkunegara : K3 adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmaniah maupun rohaniah. Keutuhan dan kesempurnaan tersebut ditujukan secara khusus terhadap tenaga kerja, sehingga menghasilkan suatu hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur.
•
(Occupational Health and Safety Assessment Series) OHSAS 18001:2007 : Kondisi – kondisi dan faktor – faktor yang berdampak, atau dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan karyawan atau pekerja lain (termasuk pekerja kontrak dan personil kontraktor, atau orang lain di tempat kerja).
Pengertian dan definisi K3 Menurut Para Ahli :10 •
Menurut Suma’mur, keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi
para
karyawan
yang
bekerja
di
perusahaan
yang
bersangkutan. •
Menurut Barrie, “K3 juga merupakan bagian dari suatu upaya perencanaan dan pengendalian proyek sebagaimana halnya
10
Ibid
15
dengan biaya, perencanaa, pengadaan serta kualitas. Hal itu saling mempunyai keterkaitan yang sangat erat “. •
Menurut
Simanjuntak,
Keselamatan
kerja
adalah
kondisi
keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja.
2.2
Ruang Lingkup Keselamatan Kerja Keselamatan kerja termasuk dalam perlindungan teknis, yaitu perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Keselamatan kerja tidak hanya memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi juga kepada pengusaha dan pemerintah :11 a. Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan
menimbulkan
pekerja/buruh
suasana
akan
dapat
kerja
yang
memusatkan
tenteram
sehingga
perhatiannya
pada
pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja. b. Bagi
pengusaha,
adanya
pengaturan
keselamatan
kerja
di
perusahaannya akan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha harus memberikan jaminan sosial.
11
Zaeni Asyhadie,SH.,M.Hum, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, (Jakarta : Raja Grafindo), 2007, hlm.94-95
16
c. Bagi pemerintah dan masyarakat, dengan adanya dan ditaatinya peraturan
keselamatan
kerja,
maka
apa
yang
direncanakan
pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas maupun kuantitasnya. Untuk mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, maka pemerintah telah melakukan upaya pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan.
Dalam
pengertian
pembinaan norma ini sudah
mencakup pengertian pembentukan, penerapan dan pengawasan norma itu sendiri.12 Ditinjau dari segi keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja (perusahaan). Tempat kerja adalah setiap tempat yang di dalamnya terdapat 3 (tiga) unsur, yaitu :13 a. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun sosial. b. Adanya sumber bahaya. c. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus menerus maupun hanya sewaktu-waktu. Undang-undang No.1 Tahun 1970 menentukan bahwa tempattempat yang dimaksud dengan tempat kerja adalah tempat-tempat di 12
Lalu Husni,SH.,M.Hum, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta : Rajawali Press), 2004, hlm.138 13
Ibid
17
darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan hukum Indonesia, dimana : 14 a. Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan atau peledakan; b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau disimpan atau bahan yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi; c. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan. d. Dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan; e. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau minieral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan; f.
Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di darat, melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara;
g. Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok stasiun atau gudang; h. Dilakukan penyelamatan, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air; i.
Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan;
j.
Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting; l.
14
Ibid
Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
18
m. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, suhu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran; n. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah; o. Dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau telepon; p. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis; q. Dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air; r. Diputar film, pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan reaksi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik. Sasaran keselamatan kerja adalah segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, maupun di udara. Tempat-tempat kerja yang demikian itu tersebar pada segenap kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum, jasa dan lain-lain. Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja b. Bersifat teknik.
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah seharihari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya.
Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
19
Tujuan dari peraturan keselamatan kerja adalah:
1. Melindungi buruh dari risiko kecelakaan pada saat ia melakukan pekerjaan. 2. Menjaga supaya orang-orang yang berada di sekitar tempat kerja terjamin keselamatannya. 3. Menjaga supaya sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan berdaya guna. Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini dapat diartikan : suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur aktivitasnya. Suatu kejadian atau peristiwa tertentu adalah sebab musababnya demikian pula kecelakaan industri/kecelakaan kerja ini.15 Rangkaian kejadian dan faktor penyebab kecelakaan dikenal dengan “teori domino”, yaitu :16 a.
Kelemahan
pengawasan
oleh
manajemen
(lack
of
control
management). Pengawasan ini diartikan sebagai fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian kepemimpinan (pelaksana) dan pengawasan.
Partisipasi
aktif
manajemen
sangat
menetukan
keberhasilan usaha pencegahan kecelakaan seorang pimpinan unit disamping memahami tugas operasional tapi juga harus mampu :
15
16
Lalu Husni,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm.142
Departemen Tenaga Kerja, Pembinaan Operasional P2K3 Modul Dasar-Dasar Keselamtan dan Kesehatan Kerja, 1998/1999, BAB I, hlm. 17
20
b.
-
memahami program pencegahan kecelakaan
-
memahami standard, mencapai standar
-
membina, mengukur, dan mengevaluasi bawahannya. Inilah yang dimaksud dengan kontrol.
performance
Sebab dasar. Penyebab dasar terjadinya kecelakaan adalah unsafe condition dan unsafe action. Pendapat berbagai ahli K3 yang cukup radikal, 2 ( dua ) faktor diatas merupakan gejala akibat buruknya penerapan dan kurangnya komitmen manajemen terhadap K3 itu sendiri. Beberapa contoh unsafe condition :17 -
Peralatan kerja yang sudah usang ( tidak layak pakai ).
-
Tempat kerja yang acak-acakan
-
Peralatan kerja yang tidak ergonomis.
-
Roda berputar mesin yang tidak dipasang pelindung ( penutup ).
-
Tempat kerja yang terdapat Bahan Kimia Berbahaya yang tidak dilengkapi sarana pengamanan ( labeling, rambu) dll.
Beberapa contoh unsafe action : -
Karyawan bekerja tanpa memakai Alat Pelindung Diri Pekerja yang mengabaikan Peraturan K3.
-
Merokok di daerah Larangan merokok.
-
Bersendau gurau pada saat bekerja. Dan lain-lain. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang bertindak
kurang aman dalam melakukan pekerjaan, antara lain :
17
okleqs.wordpress.com/2008/01/04/pengetahuan-dasar-keselamatan-kerja/, diakses pada tanggal 17 Mei 2016
21
-
Tenaga kerja tidak tahu tentang : 1. Bahaya – bahaya di tempat kerjanya 2. Prosedur Kerja Aman 3. Peraturan K3 4. Instruksi Kerja dll.
-
Kurang terampil ( unskill ) dalam : 1. Mengoperasikan Mesin Bubut. 2. Mengemudikan Kenderaan. 3. Mengoperasikan Fire Truck. 4. Memakai alat – alat kerja ( Tool ) dll.
-
Kekacauan sistem manajemen K3 1. Menempatkan tenaga kerja tidak sesuai dengan keahliannya. 2. Penegakan Peraturan yang lemah. 3. Paradigma dan Komitmen K3 yang tidak mendukung. 4. Tanggungjawab K3 tidak jelas. 5. Anggaran Tdk Mendukung. 6. Tidak Ada audit K3 dll.
c.
Sebab yang merupakan gejala (sympton). Disebabkan masih adanya substandard practices and conditions yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Dalam hal ini kita kenal dengan tindakan tak aman dan kondisi tak aman. Faktor-faktor ini sebenarnya adalah symptom (gejala) atau pertanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres apakah pada sistem ataukah pada manajemen.
d.
Kecelakaan. Jika ketiga urutan diatas tercipta, maka besar atau kecil akan timbul peristiwa atau kejadian yang tidak diinginkan dan tidak direncanakan yang dapat mengakibatkan kerugian dalam bentuk
22
cidera dan kerusakan akibat kontak dengan sumber energi melebihi nilai ambang batas badan atau struktur. Disamping ada sebabnya maka suatu kejadian juga akan membawa
akibat.
Akibat
dari
kecelakaan industri
ini
dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu : pertama kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain kerusakan / kehancuran mesin, peralatan, bahan dan bangunan. Biaya pengobatan dan perawatan korban. Tunjangan kecelakaan. Hilangnya waktu kerja. Menurunnya jumlah maupun mutu produksi. Kedua kerugian yang bersifat non ekonomis. Pada umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang bersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka/cedara berat maupun ringan.18 Menurut International LabourOrganization (ILO) ada beberapa cara atau langkah yang perlu diambil untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, yaitu melalui :19 a. Peraturan perundang-undangan. •
Adanya ketentuan dan syarat-syarat K3 yang selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi (up to date).
•
Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap rekayasa.
•
Penyelenggaraan pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan-pemeriksaan langsung di tempat kerja.
18
Lalu Husni,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm. 143
19
Departemen Tenaga Kerja, Op.Cit, BAB II, hlm 21-23
23
b. Standarisasi. Merupakan suatu ukuran terhadap besaran-besaran nilai. Dengan adanya standar K3 yang maju akan menentukan tingkat kemajuan K3, karena pada dasarnya baik buruknya K3 di tempat kerja diketahui melalui pemenuhan standar K3. c. Inspeksi.
Kegiatan-kegiatan
yang
dilakukan
dalam
rangka
pemeriksaan dan pengujian terhadap tempat kerja, mesin, pesawat, alat dan instalasi, sejauh mana masalah-masalah ini masih memenuhi ketentuan dan persyaratan K3. d. Riset, meliputi : •
Riset teknik, penelitian terhadap benda dan karakteristik bahan-bahan berbahaya. Mempelajari pengaman mesin, pengujian alat pelindung diri, penyelidikan tentang desain yang cocok untuk instalasi industri.
•
Riset medis, meliputi hal-hal khusus yang berkaitan dengan penyakit akibat kerja dan akibat medis terhadap manusia dari berbagai kecelakaan kerja.
•
Riset psikologis, penelitian terhadap pola-pola psikologis yang dapat menjurus kearah kecelakaan kerja.
e. Pendidikan. pencegahan
Pemberian
pengajaran
kecelakaan
yang
dan
terjadi
pendidikan
melalui
cara
pengamatan
terhadap jumlah, jenis orangnya (korban), jenis kecelakaan, faktor penyebab,
sehingga
dapat
ditentukan
pola
pencegahan
kecelakaan yang serupa. f.
Training (latihan). Pemberian instruksi atau petunjuk-petunjuk melalui praktek kepada para pekerja mengenai cara kerja yang aman.
24
g. Persuasi. Menanamkan kesadaran akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja dalam upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan,
sehingga
semua
ketentuan
keselamatan
dan
kesehatan kerja dapat diikuti oleh semua tenaga kerja. h. Asuransi. Upaya pemberian insentif dalam bentuk reduksi terhadap premi asuransi kepada perusahaan yang melakukan usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja atau yang berhasil menurunkan tingkat kecelakaan di perusahaannya. i.
Penerapan K3 di tempat kerja. Langkah-langkah tersebut haris dapat diaplikasikan di tempat kerja dalam upaya memenuhi syaratsyarat K3 di tempat kerja.
2.3.
Ruang Lingkup Kesehatan Kerja Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal. Tujuan kesehatan kerja adalah :20 a. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial. b. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja. c. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga kerja.
20
Lalu Husni,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm. 146
25
d. Meningkatkan produktivitas pekerja.
Ketentuan Umum Peraturan kesehatan kerja yang terdapat dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003 meliputi tentang pekerjaan anak, wanita, waktu kerja, waktu istirahat. Berikut uraian materi peraturan kesehatan kerja. 1. Pekerjaan Anak Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.21 Undang-undang No.13 tahun 2003 mengatur tentang norma kerja mulai pasal 68, yang mana pasal ini melarang keras pengusaha mempekerjakan anak. Anak dianggap bekerja apabila berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.22 Secara umum larangan mutlak bagi anak untuk melakukan pekerjaan ini adalah tepat, sebab akan terdapat beberapa kerugian atau dampak negatif jika anak melakukan pekerjaan, diantaranya adalah :23 a. Menghambat atau memperburuk perkembangan jasmani maupun rohani anak. b. Menghambat kesempatan belajar bagi anak. c. Dalam jangka panjang perusahaan akan menderita beberapa kerugian apabila mempekerjakan anak, misalnya kwalitas produksi rendah, pemborosan dan lain sebagainya.
21
Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pasal 1 ayat (26)
22
Zaeni Asyhadie,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm. 84
23
Abdul Rachmad Budiono,SH.,M.Hum, Hukum Perburuhan di Indonesia, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada), 1997,hlm.193
26
Undang-undang No.13 Tahun 2003 lebih lanjut mengatur tentang pekerjaan anak ini sebagai berikut : a. Bagi anak yang berumur antara 13 sampai dengan 15 tahun diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.24 Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan dimaksud harus memenuhi persyaratan :25 − Izin tertulis dari orang tua atau wali; − Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali; − Waktu kerja maksimal maksimal 3 jam; − Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah; − Keselamatan dan kesehatan kerja − Adanya hubungan kerja yang jelas; − Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (pasal 69 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003. b. Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.26 Pekerjaan tersebut juga dapat dilakukan dengan syarat :27 -
Diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam melakukan pekerjaan;
24
Undang-undang No.13 Tahun 2003, Op.Cit, pasal 69 ayat (1)
25
Ibid, pasal 69 ayat (2)
26
Ibid, pasal 70 ayat (1)
27
Ibid, pasal 70 ayat (3)
27
-
Diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Anak dapat juga melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya.28 Hal ini dimaksudkan untuk melindungi anak agar pengembangan bakat dan minat anak yang pada umumnya muncul pada usianya tersebut tidak terhambat. Untuk itu, pengusaha yang mempekerjakan anak dalam pekerjaan yang berkaitan dengan perkembangan minat dan bakat ini, diwajibkan untuk memenuhi persyaratan :29 -
Di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
-
Waktu kerja paling lama tiga jam sehari ;
-
Kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah. Berkaitan dengan larangan untuk mempekerjakan anak, UU No.13
Tahun 2003 lebih menekankan lagi, “siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan terburuk”.30 Pekerjaan terburuk yang dimaksud adalah :31 a. Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya; b. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian; c. Segala pekerjaan yang memafaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotik, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan / atau 28
Ibid, pasal 71 ayat (1)
29
Ibid, pasal 71 ayat (2)
30
Ibid, pasal 74 ayat (1)
31
Ibid, pasal 74 ayat (2)
28
d. Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak. Dalam pasal 75 UU No.13 Tahun 2003 dijelaskan tentang pekerjaan anak yaitu : “Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Anak yang bekerja di luar hubungan kerja misalnya anak penyemir sepatu atau anak penjual koran dan sebagainya”. Penanggulangan ini dimaksudkan untuk menghapuskan atau mengurangi anak yang bekerja di luar hubungan kerja tersebut. Upaya itu harus dilakukan secara terencana, terpadu, dan terkoordinasi dengan instansi terkait.32 2. Pekerja Perempuan Mempekerjakan perempuan di perusahaan tidaklah semudah yang
dibayangkan.
Ada
hal-hal
yang
harus
dijadikan
bahan
pertimbangan, yaitu :33 1. Para wanita umumnya bertenaga lemah, halus tetapi tekun; 2. Norma-norma susila harus diutamakan, agar tenaga-tenaga kerja wanita tersebut tidak terpengaruh oleh perbuatan-perbuatan negatif dari tenaga kerja lawan jenisnya, terutama kalau dikerjakan pada malam hari; 3. Para tenaga kerja wanita itu umumnya mengerjakan pekerjaanpekerjaan halus yang sesuai dengan kahalusan sifat dan tenaganya; 32
33
Zaeni Asyhadie,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm.87
G. Kartasapoetra, dkk, Hukum Perburuhan Di Indonesia Berlandaskan Pancasila, (Jakarta : Bina Aksara), 1988, hlm.43-44
29
4. Para tenaga kerja wanita itu ada yang masih gadis dan ada pula yang telah bersuami atau berkeluarga yang dengan sendirinya mempunyai beban-beban rumah tangga yang harus dilaksanakannya pula. Semua itu harus menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan normakerja bagi perempuan. Ketentuan dalam peraturan perundangan tentang norma kerja perempuan yaitu :34 1. Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. 2. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. 3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 wajib :
perempuan
-
memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
-
menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
4. Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00. 3. Waktu Kerja, Mengaso, dan Istirahat (Cuti) Undang-undang No.13 Tahun 2003 hanya mengenal 2 istilah yaitu ‘waktu kerja’ dan ‘waktu istirahat’. Menurut Iman Supomo dalam hal ini digunakan 3 istilah yaitu ‘waktu kerja’, ‘waktu mengaso’ dan ‘waktu istirahat. Pengertian ketiga istilah itu adalah pertama waktu kerja adalah waktu efektif dimana pekerja/buruh hanya melaksanakan pekerjaannya. Kedua waktu mengaso adalah waktu antara, yaitu waktu istirahat bagi pekerja/buruh setelah melakukan pekerjaan empat jam beturut-turut yang
34
Undang-undang No.13 Tahun 2003, Op.Cit, pasal 76 ayat (1) sampai ayat (5)
30
tidak termasuk waktu kerja. Ketiga waktu istirahat adalah waktu cuti, yaitu waktu dimana pekerja/buruh diperbolehkan untuk tidak masuk bekerja karena alasan-alasan tertentu yang diperbolehkan oleh undang-undang. 35
Yang meliputi waktu kerja adalah :36 1. 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; 2. 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Waktu kerja tersebut harus diselingi waktu mengaso paling sedikit 30 (tiga puluh) menit setelah pekerja/buruh bekerja selama 4 (empat) jam berturut-turut.37 Ketentuan waktu kerja tersebut tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.38 Mempekerjakan pekerja lebih dari waktu kerja sedapat mungkin dihindari, karena pekerja membutuhkan waktu untuk memulihkan tenaganya dan tentu untuk tetap menjaga kesehatannya. Dalam hal-hal tertentu terdapat kebutuhan yang mendesak, yang harus segera diselesaikan dan tidak dapat dihindari pekerja harus bekerja
35
Zaeni Asyhadie,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm. 89-90
36
Undang-undang No.13 Tahun 2003, Op.Cit, pasal 77 ayat (2)
37
Zaeni Asyhadie,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm. 90
38
Undang-undang No.13 Tahun 2003, Op.Cit, pasal 77 ayat (3)
31
melebihi waktu kerja. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :39 a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak tiga jam dalam satu hari dan empat belas jam dalam satu minggu. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh untuk kerja lembur wajib membayar upah kerja lembur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.40 Secara yuridis, waktu istirahat (cuti) bagi pekerja ada empat macam, yaitu istirahat (cuti) mingguan, istirahat (cuti) tahunan, istirahat (cuti) panjang, serta istirahat (cuti) hamil / bersalin dan haid bagi pekerja perempuan, yaitu :41 a. Istirahat (cuti) mingguan. Istirahat mingguan ditetapkan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu, atau dua hari untuk lima hari kerja dalam satu minggu. b. Istirahat (cuti) tahunan. Sekurang-kurangnya dua belas hari kerja setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama dua belas bulan secara terus menerus.
39
Ibid, pasal 78 ayat (1)
40
Ibid, pasal 78 ayat (2)
41
Ibid, pasal 79 ayat (2) huruf b, c, d
32
Istirahat
(cuti)
tahunan
ini
harus
dimohonkan
kepada
pengusaha, artinya harus ada persetujuan pengusaha. Meskipun cuti tahunan ini adalah hak pekerja, ketentuan permohonan ini dilakukan untuk melihat apakah pekerjaan sedang menumpuk atau
tidak.
Apabila sedang menumpuk maka pengusaha berhak menangguhkan permohonan cuti pekerja.42 c. Istirahat (cuti) panjang. Cuti panjang ini dilakukan sekurang-kurangnya dua bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing satu bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut pada perusahaan yang sama, dengan ketentuan pekerja tersebut tidak berhak lagi untuk istirahat (cuti) tahunan dalam dua tahun berjalan. 43 Selama pekerja cuti tahunan, pekerja diberikan uang kompensasi hak istirahat tahunan kedelapan ½ (setengah) bulan gaji. Bagi perusahaan yang membuat ketentuan tentang cuti tahunan sendiri yang dianggap lebih baik, perusahaan tersebut tidak diperkenankan merubah ketentuan UU No. 13 Tahun 2003.44 Pengusaha juga diwajibkan untuk memberikan kesempatan secukupnya kepada pekerja untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan agama.45 42
Zaeni Asyhadie, Op.Cit, hlm.92
43
Undang-Undang No.13 Tahun 2003, Op.Cit, pasal 79 ayat (1) huruf d
44
Zaeni Asyhadie, Ibid
45
Undang-Undang No.13 Tahun 2003, Op.Cit, pasal 80
33
d. Istirahat (Cuti) haid, hamil/bersalin. Bagi pekerja wanita yang merasa sakit sewaktu mengalami ‘haid’ haru membertitahukan kepada pengusaha, dan tidak wajib bekerja untuk hari pertama dan kedua di masa haidnya tersebut.46 Pekerja wanita berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan setelah melahirkan menurut perhitungan dokter atau bidan.47 Bagi pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungan berhak untuk istirahat 1,5 (satu setengah) bulan sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.48 Selama menjalankan istirahat/cuti pekerja tetap berhak menerima upah atau gaji penuh.49 Pasal 85 Undang-undang No.13 tahun 2003 menentukan beberapa hal lain yang berkaitan dengan cuti/libur :
46
47
a.
pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi
b.
pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan harus dilaksanakan tau dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.
Ibid, pasal 81 ayat (1) Ibid, pasal 82 ayat (1)
48
Ibid, pasal 82 ayat (2)
49
Ibid, pasal 84
34
2.4
c.
pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud wajib membayar upah kerja lembur.
d.
ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Kecelakaan Kerja Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga, oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan. Tidak diharapkan, oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai ke yang paling berat. 50 Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan seringkali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya. Kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai berikut :51 a. Tidak diduga semula, oleh karena di belakang peristiwa kecelakaan tidak terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan b. Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan akan selalu disertai kerugian baik fisik maupun material c. Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang sekurangkurangnya menyebabkan gangguan proses kerja.
50
51
http://fauzalenviron.blogspot.co.id/p/kecelakaan-kerja.html, diakses pada tanggal 02 Juli 2016
Ibid
35
a. Penyebab kecelakaan kerja Adapun penyebab kecelakaan kerja diantaranya adalah : 1. Sebab dasar atau asal mula52 Sebab dasar merupakan sebab atau faktor yang mendasari secara umum terhadap kejadian atau peristiwa kecelakaan. Sebab dasar kecelakaan kerja di industri antara lain meliputi faktor: -
Komitmen atau partisipasi dari pihak manajemen atau pimpinan perusahaan dalam upaya penerapan K3 di perusahaan
-
Manusia atau para pekerjanya sendiri
-
Kondisi tempat kerja, sarana kerja dan lingkungan kerja
2. Sebab Utama53 Sebab utama dari kejadian kecelakaan kerja adalah adanya faktor dan
persyaratan
K3
yang
belum
dilaksanakan
secara
benar
(substandards). Sebab utama kecelakaan kerja karena : •
Faktor manusia atau dikenal dengan istilah tindakan tidak aman (Unsafe Action) yaitu merupakan tindakan berbahaya dari para tenaga kerja yang mungkin dilatarbelakangi oleh berbagai sebab antara lain: -
Kekurangan pengetahuan dan keterampilan (lack of knowledge and skill)
-
Ketidakmampuan untuk bekerja secara normal (Inadequate Capability)
-
Ketidakfungsian tubuh karena cacat yang tidak nampak (Biodilly defect)
-
52
Ibid
53
Ibid
Kelelahan dan kejenuhan (Fatique and Boredom)
36
-
Sikap dan tingkah laku yang tidak aman (Unsafe attitude and Habits)
-
Kebingungan dan stres (Confuse and Stress) karena prosedur kerja yang baru dan belum dipahami
-
Belum menguasai/belum trampil dengan peralatan mesin-mesin baru (Lack of skill)
-
Penurunan konsentrasi (Difficulting in concerting) dari tenaga kerja saat melakukan pekerjaan
-
Sikap masa bodoh (Ignorance) dari tenaga kerja
-
Kurang adanya motivasi kerja (Improper motivation) dari tenaga kerja
-
Kurang adanya kepuasan kerja (Low job satisfaction)
-
Sikap kecenderungan mencelakai diri sendiri Manusia sebagai faktor penyebab kecelakaan seringkali
disebut sebagai “Human Error” dan sering disalah-artikan karena selalu dituduhkan sebagai penyebab terjadinya kecelakaan. Padahal seringkali kecelakaan terjadi karena kesalahan desain mesin dan peralatan kerja yang tidak sesuai. •
Faktor lingkungan atau dikenal dengan kondisi tidak aman (Unsafe Condition) yaitu kondisi tidak aman dari: mesin, peralatan, pesawat, bahan; lingkungan dan tempat kerja; proses kerja; sifat pekerjaan dan sistem kerja. Lingkungan dalam artian luas dapat diartikan tidak saja lingkungan fisik, tetapi juga faktor-faktor yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas, pengalaman manusia yang lalu maupun sesaat sebelum bertugas, pengaturan organisasi kerja, hubungan sesama pekerja, kondisi
ekonomi dan
politik
yang
bisa mengganggu
konsentrasi. •
Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja merupakan sumber penyebab kecelakaan. Apabila interaksi antara keduanya tidak sesuai
37
maka akan menyebabkan terjadinya suatu kesalahan yang mengarah kepada terjadinya kecelakaan kerja. Dengan demikian, penyediaan saran kerja yang sesuai dengan kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia, harus sudah dilaksanakan sejak desain sistem kerja. Satu pendekatan yang Holistic (Sederhana dan mudah dipahami secara menyeluruh), Systemic (Secara menyeluruh pada sistem yang ada) dan Interdisiplinary (antar disiplin pada bidang studi) harus diterapkan untuk mencapai hasil yang optimal, sehingga kecelakaan kerja dapat dicegah sedini mungkin. Kecelakaan kerja akan terjadi apabila terdapat kesenjangan atau ketidak harmonisan interaksi antara manusia pekerja – tugas/pekerjaan – peralatan kerja. b. Klasifikasi Kecelakaan kerja Kecelakaan kerja dapat diklasifikasikan : 1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :54 - Terjatuh, tertimpa atau kejatuhan benda atau objek kerja - Tersandung benda atau objek, terbentur kepada benda, terjepit antara dua benda - Terpapar dengan benda panas atau suhu tinggi - Terkena arus listrik - Terpapar dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi 2. Klasifikasi menurut agen penyebabnya :55 - Mesin-mesin, seperti; mesin penggerak kecuali motor elektrik, mesin transmisi, mesin-mesin produksi, mesin-mesin pertambangan, mesin-mesin pertamina, dan lain-lain. - Sarana alat angkat & angkut, seperti forklift, alat angkut kereta, alat angkut beroda selain kereta, alat angkut diperairan, alat angkut di udara, dan lain-lain. - Peralatan lain, seperti; bejana tekan, tanur/dapur peleburan, instalasi listrik, termasuk motor listrik, alat-alat tangan listrik, perkakas, tangga, perancah dan lain-lain. 54
Ibid
55
Ibid
38
-
Bahan-bahan berbahaya dan radiasi, seperti; bahan mudah meledak, debu, gas, cairan, bahan kimia, radiasi dan lain-lain. Lingkungan kerja, seperti; tekanan panas dan tekanan dingin, intensitas kebisingan tinggi, getaran, ruang di bawah tanah, dan lain-lain.
3. Klasifikasi menurut jenis luka dan cederanya :56 - Patah tulang - Keseleo/dislokasi/terkilir - Kenyerian otot dan kejang - Gagar otak dan luka bagian dalam lainnya - Amputasi dan enukleasi (mengeluarkan tubuh/mengeluarkan karena merusak inti sel) - Luka tergores dan luka terluar lainnya - Memar dan retak - Luka bakar - Keracunan akut - Aspixia atau sesak nafas - Efek terkena arus listrik - Efek terkena paparan radiasi - Luka pada banyak tempat di bagian tubuh, dan lain-lain
organ
4. Klasifikasi menurut lokasi bagian tubuh yang terluka57 - Kepala - Leher - Badan - Anggota gerak atas - Anggota gerak bawah c. Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja Setiap kecelakaan adalah malapetaka, kerugian dan kerusakan pada manusia, harta benda atau properti dan proses produksi. Implikasi yang berhubungan dengan kecelakaan sekurang-kurangnya berupa gangguan kinerja perusahaan dan penurunan keuntungan perusahaan. Pada dasarnya, akibat dari peristiwa kecelakaan dapat dilihat dari besar-kecilnya biaya yang
56
Ibid
57
Ibid
39
dikeluarkan bagi terjadinya suatu peristiwa kecelakaan. Secara garis besar kerugian akibat kecelakaan kerja dapat dikelompokkan menjadi : 58 1. Kerugian/ Biaya Langsung (Direct Costs) Yaitu suatu kerugian yang dapat dihitung secara langsung dari mulai terjadi peristiwa sampai dengan tahap rehabilitasi, seperti: a. Penderitaan tenaga kerja yang mendapat kecelakaan keluarganya b. Biaya pertolongan pertama pada kecelakaan c. Biaya pengobatan dan perawatan d. Biaya angkut dan biaya rumah sakit e. Biaya kompensasi pembayaran asuransi kecelakaan f. Upah selama tidak mampu bekerja g. Biaya perbaikan peralatan yang rusak, dan lain-lain
dan
2. Kerugian/Biaya Tidak Langsung (Indirect Costs) Yaitu merupakan kerugian berupa biaya yang dikeluarkan dan meliputi sesuatu yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah terjadinya kecelakaan. Biaya tidak langsung ini mencakup antara lain:59 a. Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja yang mendapat kecelakaan b. Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja lain, seperti rasa ingin tahu dan rasa simpati serta setia kawan untuk membantu dan memberikan pertolongan pada korban, mengantar ke rumah sakit, dan lain-lain c. Terhentinya proses produksi sementara, kegagalan pencapaian target, kehilangan bonus, dan lain-lain. d. Kerugian akibat kerusakan mesin, perkakas atau peralatan kerja lainnya. e. Biaya penyelidikan dan sosial lainnya, seperti; - Mengunjungi tenaga kerja yang sedang menderita akibat kecelakaan - Menyelidiki sebab-sebab terjadinya kecelakaan - Mengatur dan menunjuk tenaga kerja lain untuk meneruskan pekerjaan dari tenaga kerja yang menderita kecelakaan - Merekrut dan melatih tenaga kerja baru 58
Ibid
59
Ibid
40
-
Timbulnya ketegangan dan stress serta menurunnya moral dan mental tenaga kerja
d. Pencegahan Kecelakaan Kerja 60 Pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Peraturan perundangan Ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja
pada
umumnya,
perencanaan,
konstruksi,
perawatan
dan
pemeliharaan, pengawasan, pengujian, dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervise medis, P3K, dan pemeriksaan kesehatan. 2. Standarisasi Penetapan standar-standar resmi, semi resmi atau tidak resmi, misalnya; konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan, jenisjenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan dan higiene umum, atau alat-alat pelindung diri. 3. Pengawasan Pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundangundangan yang diwajibkan. 4. Penelitian bersifat teknik Meliputi sifat dan ciri bahan-bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu, atau penelaahan tentang bahan-bahan
dan
desain
paling
tepat
pengangkat dan peralatan pengangkat lainnya. 60
Ibid
untuk
tambang-tambang
41
5. Riset Medis Meliputi penelitian tentang efek-efek fisiologis dan patologis faktorfaktor lingkungan dan teknologis, dan keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan. 6. Penelitian psikologis Penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. 7. Penelitian Secara Statistik Menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa, dan apa sebab-sebabnya. 8. Pendidikan dan pelatihan Menyangkut pendidikan dan pelatihan keselamatan kerja bagi tenaga kerja. 9. Penggairahan Penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat. 10. Asuransi Intensif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan misalnya
dalam
bentuk
pengurangan
premi
yang
dibayar
oleh
perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik. 11. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan Merupakan ukuran utama yang efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah kecelakaan terjadi, sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung kepada
42
tingkat kesadaran akan keselamatan kerja oleh semua pihak yang bersangkutan.
2.5
Penyakit Akibat Kerja
Penyakit Akibat Kerja (PAK) menurut ILO merupakan penyakit yang diderita sebagai akibat pemajanan faktor-faktor yang timbul dari kegiatan pekerjaan. Beberapa Akibat dari Penyakit Akibat Kerja (PAK) :61 • • • • • • •
Menurunnya produktifitas kerja yang berakibat juga terhadap turunnya produksi Cacat sebagian dan cacat total untuk selama lamanya Menurunkan daya saing Sementara tidak mampu bekerja Biaya pengobatan dan rehabilitasi meningkat Pergantian tenaga kerja yang masuk dan keluar semakin meningkat Meninggal dunia
a. Beberapa faktor penyebab terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK):62
1. Faktor Bahaya Kimia • • • •
61
62
Asal : Bahan baku, bahan tambahan, hasil berupa produk, sisa produksi atau bahan buangan Bentuk : Padat, cair, uap maupun partikel Cara Masuk Tubuh : Melalui saluran pencernaan, pernafasan, kulit dan mukosa Efek Terhadap Tubuh : Debu (Pneumukoniosis), Zat Karsinogenik (Cancer), Zat Teratogenik (Penyakit kongenital), Zat Mutagenik (Mutasi genetik), Zat Iritan (Iritasi Selaput Lendir), Zat Korosif (Luka bakar)
http://belajark3.com/penyakit-akibat-kerja/, di akses pada tanggal 02 Juli 2016
Ibid
43
2. Faktor Bahaya Fisik • • • • • •
Kebisingan : Penurunan pendengaran Pencahayaan : Gangguan mata, pandangan menjadi kabur, mata mudah lelah Getaran : Sindroma raynaud, gangguan metabolisme, polineuritis, gangguan persendian dan tulang Iklim Kerja : Heatsress, Heat Cramp, fros bite, Hiperpireksi, Heat Exhaustion Tekanan udara tinggi: Caison’s disease Radiasi sinar elektpmagnetik : Infra merah (Katarak), UV (Conjuncivitas) dan Radioaktif (Gangguan terhadap sel tubuh manusia)
3. Faktor Bahaya Ergonomi • • • •
Posisi kerja yang tidak ergonomis : Penyakit muskulusketal Cara kerja : Kelelahan fisik Kontraksi Statis : Nyeri otot Gerak Repetitif : Carpal Tunel Syndrome
4. Faktor Bahaya Biologi • • •
Serangga, Binatang buas Virus, Bakteri Parasit, Jamur
5. Faktor Bahaya Psikologi •
Stress kerja dan depresi akibat dari suasana kerja yang monoton dan tidak nyaman, hubungan kerja urang baik, upah kerja kurang dll.
b. Beberapa Contoh Penyakit Akibat Kerja (PAK) :63 • Penyakit Alergi yang disebabkan bahan kimia dan mikrobiologi.
Dapat berupa dermatitis kontak, pneumanitis, asma, penyakit jamur, hypersensitivitas lateks, rinitis dll • Penyakit Hematologi yang disebabkan oleh bahan kimia. Dapat
berupa Anemia dan leukimia 63
Ibid
44
• Penyakit Hati dan Gastro Intestinal yang disebabkan bahan kimia,
fisis dan mikrobiologi. Dapat berupa kanker lambung, kanker hati • Penyakit Kardiovaskular yang disebabkan bahan kimia. Dapat
berupa jantung koroner dan fibrilasi ventrikel • Penyakit Saluran Urogenital yang disebabkan oleh bahan kimia.
Dapat berupa kanker vesika urinaria, gagal ginjal • Penyakit Paru yang disebabkan oleh bahan kimia, fisis dan
mikrobiologi. Dapat berupa emfisema, karsinoma, pneumonia, bronkitis kronis, TBC, sarkoidosis dll • Gangguan Alat Reproduksi yang disebabkan oleh bahan kimia dan
kerja fisik. Dapat berupa infertilitas, kerusakan janin, keguguran • Penyakit Muskoleskeletal yang disebabkan oleh kerja fisik dan
tidak ergonomis. Dapat berupa sakit punggung, carpal tunnel syndrome, syndroma raynaud • Gangguang Telinga yang disebabkan oleh faktor fisik. Dapat
berupa penurunan pendengaran • Keracunan yang disebabkan oleh bahan kimia. Dapat berupa
keracunan CO, H2S, pestisida, merkuri dll • Stress Kerja yang disebabkan oleh faktor psikologi. Dapat berupa
neuropsikiatrik •
Gangguan Susunan Saraf yang disebabkan oleh bahan kimia. Dapat berupa pusing, depresi, penyakit motor neuron
• Infeksi yang disebabkan oleh faktor biologi. Dapat berupa
leptospirosis, antrakosis, pneumonia
45
• Gangguan Mata yang disebabkan oleh kerja fisik dan tidak
ergonomis. Dapat berupa katarak, gatal, iritasi non alergi, konjuntivitis.
c. Beberapa cara untuk menanggulangi Penyakit Akibat Kerja (PAK) :64 1. Promotif • • • • •
Pengendalian lingkungan kerja Pemeliharaan kesehatan tenaga kerja Hyginie sanitasi Gizi yang seimbang Ergonomi
2. Preventif • • • •
Penggunaan Alat Pelindung Diri Pemeriksaan kesehatan kerja Rotasi kerja Pengaturan waktu kerja
3. Kuratif • • •
P3K Pengobatan Rawan jalan dan rawat inap
4. Rehabilitatif • • •
Kompensasi Alat bantu dengar Mutasi
d. Beberapa Manfaat Pencegahan Penyakit Akibat Kerja (PAK) :65 • • • • 64
Ibid
65
Ibid
Mengurangi risiko cacat dan kematian Terciptanya tenaga kerja yang sehat dan produktif Meningkatkan Image Mengurangi risiko terjadinya penyakit akibat kerja
46
• •
2.6
Biaya lebih murah Kinerja dan kemajuan perusahaan meningkat
Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya
dari
kemungkinan
adanya
pemaparan
potensi
bahaya
lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja.66
Program pengendalian yang terakhir adalah APD dimana dalam penggunaannya
dapat
menimbulkan
masalah,
misalnya
rasa
ketidaknyamanan, membatasi gerakan dan persepsi sensoris dari pemakainnya. Jenis APD adalah banyak macamnya menurut bagian tubuh yang dilindunginya.67
Beberapa perusahaan ada yang menggunakan beberapa macam alat pelindung diri, hal ini disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada. Namun ada juga perusahaan yang tidak juga menyediakan alat pelindung diri tertentu walaupun terdapat potensi bahaya yang dapat dicegah dengan alat pelindung diri tersebut. Hal ini dapat disebabkan tidak adanya biaya ataupun disebabkan kurangnya pengertian dari perusahaan akan pentingnya penggunaan alat pelindung diri tersebut.68
66
http://belajark3.com/alat-pelindung-diri/, diakses pada tanggal 02 Juli 2016
67
Ibid
68
Ibid
47
Berdasarkan bagian tubuh yang dilindungi dari kontak dengan potensi bahaya, terdapat beberapa macam alat pelindung diri, antara lain :69
1.
Alat Pelindung Kepala (Headwear)
Pemakaian alat pelindung ini bertujuan untuk melindungi kepala dari terbentur dan terpukul yang dapat menyababkan luka juga melindungi kepala dari panas, radiasi, api dan bahan-bahan kimia berbahaya serta melindungi agar rambut tidak terjerat dalam mesin yang berputar. Jenis alat pelindung kepala ini antara lain: •
Topi Pelindung (safety helmets) berfungi untuk melindungi kepala dari benda keras yang terjatuh, benturan kepala, terjatuh dan terkena arus listrik. Topi pelindung harus tahan terhadap pukulan, tidak mudah terbakar,
tahan
terhadap
perubahan
iklim
dan
tidak
dapat
menghantarkan arus listrik. Topi pelindung dapat terbuat dari plastik (bakelite), serat gelas (fiberglass) maupun metal. Topi pelindung dari bahan plastik enak dipakai karena ringan, tahan terhadap benturan dan benda keras serta tidak menyalurakn alur listrik, sedangkan topi pelindung dari serat gelas tahan terhadap asam dan basa kuat. Bagian dalam dari topi pelindung biasanya dilengkapi dengan anyaman penyangga yang berfungsi untuk menyerap keringat dan mengatur pertukaran udara.
69
Ibid
48
•
Tutup Kepala digunakan untuk melindungi kepala dari kebakaran, korosi, suhu panas atau dingin. Tutup kepala ini biasanya terbuat dari asbestos, kain tahan api, kulit dan kain tahan air.
•
Topi (hats/cap) berfungi untuk melindungi kepala atau rambut dari kotoran, debu, mesin yang berputar.
2.
Alat Pelindung Mata (eye protection)
Kaca mata pengaman diperlukan untuk melindungi mata dari kemungkinan kontak bahaya karena percikan atau kemasukan debu, gas, uap, cairan korosif, partikel melayang, atau terkena raidasi gelombang elektromagnetik.
Terdapat dua bentuk alat pelindung diri mata, yaitu : •
Kacamata (spectacles) berfungi untuk melindungi mata dari partikel kecil, debu dan radiasi gelombang elektromagnetik.
•
Goggles berfungi untuk melindungi mata dari gas, debu, uap dan percikan larutan bahan kimia. Goggles ini biasanya terbuat dari plastik transparan dengan lensa berlapis kobalt untuk melindungi bahaya radiasi gelombang elektromagnetik mengion.
3. Alat Pelindung Telinga
Selain berguna untuk melindungi pemakainya dari bahaya percikan api atau logam panas, alat ini juga bekerja untuk mengurangi intensitas suara yang masuk dalam telinga.
49
Ada dua macam alat pelindung telinga, yaitu : •
Sumbat Telinga (ear plug), Ukuran dan bentuk telinga setiap individu atau bahkan untuk kedua telinga dari orang yang sama berbeda, untuk itu ear plug ini harus dipilih sedemikian rupa sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk saluran telinga pemakainya. Pada umumnya diameter 5 – 11 mm dan liang telinga pada umumnya berbentuk lonjong dan tidak lurus. Ear plug dapat terbuat dari kapas, plastik, karet alami dan bahan sintetis, untuk ear plug yang terbuat dari kapas, spon dan malam (wax) hanya dapat digunakan sekali pakai (disposable), sedangkan yang terbuat dari bahan karet dan plastik
yang dicetak (molded rubber/plastic) dapat digunakan
beberapa kali (non disposable). Alat ini dapat mengurangi intensitas suara sampai 20 dB(A). •
Tutup Telinga (ear muff), Alat pelindung telinga ini terdiri dari dua buah tutup telinga dan sebuah headband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi. Pada pemakaian waktu yang cukup lama, efektifitas ear muff dapat menurun karena bantalannya menjadi mengeras dan mengerut sebagai akibat reaksi dari bantalan dengan minyak dan keringat pada permukaan kulit. Alat ini dapat mengurangi intensitas suara sampai 30 dB(A) dan dapat melindungi bagian luar telinga dari benturan benda keras dan percikan bahan kimia.
50
4.
Alat Pelindung Pernafasan
Alat yang berfungsi untuk melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun, korosi maupun rangsangan.
Beberapa jenis alat pelindung pernafasan, antara lain : •
Alat Pelindung Pernafasan berupa Masker, Alat pelindung ini berguna untuk mengurangi debu atau partikel yang lebih besar yang masuk ke dalam pernafasan. Masker ini biasanya terbuat dari kain.
•
Alat Pelindung Pernafasan berupa Respirator, Alat pelindung ini berguna untuk melindungi pernafasan dari debu, kabut, uap logam, asap dan gas. Respirator ini dapat dibedakan atas:
-
Chemical
Respirator
merupakan
catridge
respirator
ynag
digunakan untuk melindungi pernafasan dari gas dan uap dengan toksisitas rendah. catridge ini berisi adsorban dan karbon aktif, arang dan silica gel, sedangkan canister digunakan untuk mengadsorbsi khlor dan gas atau uap zat organik. -
Mechanical
Respirator, Alat
pelindung
ini
berguna
untuk
menangkap partikel zat padat, debu, kabut, uap logam dan asap. Respirator ini biasanya dilengkapi dengan filter yang berfungsi untuk menangkap debu dan kabut dengan kadar kontaminasi udara tidak terlalu tinggi atau partikel tidak terlalu kecil. Filter pada respirator ini terbuat dari fiberglass atau woll dan serat sintesis yang dilapisi dengan resin untuk memberi muatan pada partikel.
51
5. Alat Pelindung Tangan (hand protection)
Alat pelindung ini berguna untuk melindungi tangan dari bendabenda tajam, bahan-bahan kimia, benda panas atau dingin dan kontak arus listrik. Alat pelindung ini berupa sarung tangan yang terbuat dari berbagai bahan, sarung tangan terbuat dari karet untuk melindungi kontaminasi terhadap bahan kimia dan arus listrik, sarung tangan dari kulit untuk melindungi dari benda tajam dan goresan, sarung tangan dari kain katun untuk melindungi dari kontak dengan panas dan dingin.
6.
Alat Pelindung Kaki (feet protection)
Alat pelindung ini berguna untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam, larutan kimia, benda panas dan kontak listrik. Menurut pekerjaan yang dilakukan.
Sepatu keselamatan dapat dibedakan sebagai berikut : •
Sepatu Pengaman pada Pengecoran Baja (foundry leggings), sepatu ini terbuat dari bahan kulit yang dilapisi krom atau asbes dan tingginya 35 cm, pada pemakaian sepatu ini celana dimasukkan ke dalam sepatu lalu dikencangkan dengan tali pengikat sepatu;
•
Sepatu pengaman pada pekerjaan yang mengandung Bahaya Peledakan. Sepatu ini tidak boleh memakai paku-paku yang dapat menimbulkan percikan bunga api;
52
•
Sepatu pengaman pada pekerjaan yang berhubungan dengan Listrik. Sepatu ini terbuat dari karet anti elektrostatik, tahan terhadap tegangan listrik sebesar 10.000 volt selama tiga menit;
•
Sepatu pengaman pada pekerjaan Bangunan Konstruksi, sepatu ini terbuat dari bahan kulit yang dilengkapi dengan baja pada ujung depannya (steel box toe).
7. Pakaian Pelindung (body protection)
Alat pelindung ini berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan api, panas, dingin, cairan kimia dan oli. Pakaian pelindung ini dapat berbentuk apron yang menutupi sebagian tubuh pemakainya yaitu mulai dari daerah dada sampai lutut, atau overall yaitu menutupi seluruh tubuh. Apron dapat terbuat dari kain drill, kulit, plastik PVC/Polyethyline, karet, asbes atau kain yang dilapisi aluminium. Apron tidak boleh digunakan di tempat kerja dimana terdapat mesin yang berputar.
8. Sabuk Pengaman Keselamatan (safety belt)
Alat pelindung ini digunakan untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh dari ketinggian, seperti pekerjaan mendaki, memanjat dan pada pekerjaan konstruksi bangunan.
53
BAB III PENEGAKAN HUKUM ATAS PELANGGARAN DAN TINDAK PIDANA YANG TERJADI PADA ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) TERHADAP TENAGA KERJA MENURUT KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA
3.1.
Sistem Menajemen K3
a. Sistem Menajemen K3 Berdasarkan Permenaker No.5 Tahun 1996 Sistem Manajemen K3 di lingkungan kerja adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya
yang
dibutuhkan
bagi
pengembangan,
penerapan,
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.70 Pendekatan manajemen secara professional tidak akan efektif apabila tidak memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :71
70
Permenaker No.PER-05/MEN/1996, tentang Sistem Manajemen Kselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 1 ayat (1) 71
Dr.Gempur Santoso,Drs.,M.Kes, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, (Jakarta : Prestasi Pustaka), 2004, hlm.16
54
1. Manajer harus memperhatikan adanya alat pelindung (safety) dan kesehatan (health). Beberapa problem seperti ini 85% dapat dikontrol oleh pihak manajemen. 2. Manajer
berpengaruh
terhadap
peluang
perusahaan
untuk
mendapatkan keuntungan. Menekan kerugian dapat meningkatkan keuntungan. 3. Manajemen kontrol kerugian akan menguntungkan seluruh strategi operasional manajemen. Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.72 Tujuan lainnya yaitu :73 1. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia (pasal 27 ayat 2 ) UUD 1945. 2. Meningkatkan komitment pimpinan perusahaan dalam melindungi tenaga kerja. 3. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi kompetisi perdagangan global. 4. Proteksi terhadap industri dalam negeri. 5. Meningkatkan daya saing dalam perdagangan internasional. 6. Mengeliminir boikot LSM internasional terhadap produk ekspor nasional. 72
Permenaker No.PER-05/MEN1996, Op.Cit, pasal 2
73
Okleqs.wordpress.com/2008/05/03/penerapan-smk3/, diakses pada tanggal 02 Juli 2016
55
7. Pelaksanaan pencegahan kecelakaan masih bersifat parsial. b. Dasar Hukum Penerapan SMK3 1. UUD 1945 pasal 27 ayat (2) : Tiap-tiap
warga
negara
berhak
atas
pekerjaan
dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 2. UU No.13 tahun 2003 pasal 87: Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan (ayat 1). Ketentuan mengenai penerapan SMK3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah (ayat 2). 3. UU No.1 tahun 1970 pasal 4 4. Permenaker No.5 Tahun 1996 c. Ketentuan Umum SMK3 Perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen K3 apabila :74 1)
Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.
74
Permenaker No.05/1996,Op.Cit,, pasal 3 ayat (1) dan (2)
56
2)
Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oleh Pengurus, Pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan. Salah satu fungsi manajemen (controlling), fungsi controlling
dalam manajemen :75 1. Identification of work. Identifikasi masalah untuk menetukan langkah tepat selanjutnya. 2. Setting standards / standards for work performances. Penggunaan standard sebagai acuan dalam menjalankan system manajemen. 3. Evaluation, hasil pengukuran perbandingan sasaran yang harus dicapai. 4. Correction, semua kekurangan yang ada dicari solusi untuk perbaikan. Pelaksanaan system manajemen K3 dapat berjalan dengan lancar apabila terdapat pengawasan yang maksimal dari pihak pengawas terkait untuk itu system manajemen K3 menerapkan system audit yang dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam 3 tahun.76 d. Audit SMK3 Dan Sertifikasi Audit SMK3 Audit SMK3 merupakan pemeriksaan secara sistematik dan independent untuk menetukan suatu kegiatan dan hasil-hasil yang berkaitan
sesuai
dengan
pengaturan
yang
direncanakan
dan
dilaksanakan secara efektif dan sesuai untuk mencapai kebijakan dan tujuan perusahaan.77 Tujuan dari audit SMK3 untuk mengukur keefektifan 75
Dr.Gempur Santosa, Drs.,M.Kes, Ibid, hlm.20
76
Permenaker No. 05 tahun 1996, Op.Cit, pasal 7 ayat (1)
77
Ibid, pasal 1 ayat (3)
57
penerapan K3 di tempat kerja, pemenuhan persyaratan perundangan K3, kemudian untuk menentukan tindakan perbaikan system, pemenuhan persyaratan pihak eksternal (klien, pelanggan, dan lain-lain) sehingga mendapatkan pengakuan dalam rangka kegiatan sertifikasi.78 Unsur Audit SMK3 ( 12 elemen ), antara lain :79 1. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen 2. Strategi pendokumentasian 3. Peninjauan ulang desain dan kontrak 4. Pengendalian dokumen 5. Pembelian 6. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3 7. Standar pemantauan 8. Pelaporan dan perbaikan kekurangan 9. Pengelolaan material dan pemindahannya 10. Pengumpulan dan penggunaan data 11. Pemeriksaan sistem manajemen 12. Pengembangan ketrampilan dan kemampuan Adapun jenis-jenis audit :80 1. First party-audit,audit yang dilakukan atas nama perusahaan sendiri untuk kegiatan manajemen review atau kebutuhan internal lainnya. 2. Second part- audit, audit yang dilakukan oleh pihak yang memiliki kepentingan terhadap organisasi. Misalnya ; pelanggan / klien. 78
Audit Internal Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja, PT.Sucofindo, hlm.4
79
Permenaker No.05 Tahun 1996, Op.Cit, pasal 5 ayat (2)
80
Ibid, hlm.6
58
3. Third party-audit, dilakukan oleh pihak eksternal misal oleh badan sertifikasi nasional. Indikator dari pelaksanaan K3 yang baik adalah perusahaan tersebut telah di audit dan hasilnya bagus yang telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Berikut adalah tingkatan penerapan dan keberhasilan :
Tabel I81
%
0 - 59 % 60 - 84 % 85 - 100 %
Kecil 64 Kriteria Tindakan Hukum
Sedang 122 Kriteria Tindakan Hukum
Besar 166 Kriteria Tindakan Hukum
Bendera Perak + Sertifikat
Bendera Perak + Sertifikat
Bendera Perak + Sertifikat
Bendera Emas + Sertifikat
Bendera Emas + Sertifikat
Bendera Emas + Sertifikat
Sertifikasi SMK3 adalah bukti pengakuan tingkat pemenuhan penerapan peraturan perundangan SMK3. Proses sertifikasi SMK3 suatu perusahaan dilakukan oleh Badan Audit Independen melalui proses audit SMK3. Berikut merupakan mekanisme sertifikasi audit SMK 3 :82
81
82
Lampiran IV Permenaker No.05 tahun 1996 tentang SMK3 www.okleqs.wordpress.com/2008/05/03/audit-smk3, diakses pada tanggal 02 Juli 2016
59
-
Inventarisasi daftar perusahaan oleh Depnaker
-
Depnaker mengkofirmasikan perusahaan yang diaudit ke Badan Audit
-
Penentuan jadwal audit oleh Badan Audit
-
Konfirmasi pelaksanaan audit ke Depnaker dan perusahaan
-
Pelaksanaan audit kesesuaian oleh Badan Audit
-
Evaluasi dan analisa hasil audit oleh Badan Audit
-
Konfirmasi hasil audit ke Depnaker dan perusahaan oleh Badan Audit
-
Pemberian sertifikat oleh Depnaker
Walaupun begitu, pada kenyataannya terdapat pelanggaran mekanisme sertifikasi audit SMK3 yang akan dibahas pada bab selanjutnya. e. Keuntungan Pelaksanaan SMK3 Data dari OSHA (Occupational Safety and Health Administration) menyatakan bahwa kalangan usahawan mengeluarkan dana $170 juta pertahun akibat kecelakaan dan sakit akibat kerja. Pengeluaran tersebut dikeluarkan langsung dari keuntungan perusahaan. Perusahaan yang menerapkan SMK3 dapat mengurangi kecelakaan dan sakit akibat kerja sebanyak 20% - 40% dan mendapat keuntungan sebesar $ 4 dari setiap $ 1 yang diinvestasikan. Berikut merupakan keuntungan menerapkan K3 :83
83
Artikel ‘Health and safety as a Return on Investment’, oleh Syamsul Arifin,SKM
60
Tabel II Keuntungan yang Tangible
Keuntungan yang Intangible (tidak
(terasa langsung)
terasa langsung)
Penerapan K3 dapat menghemat Penerapan K3 dapat meningkatkan keuntungan secara tidak langsung
uang perusahaan melalui :
dengan cara :
•
Premi asuransi
•
Pengeluaran akibat biaya • perkara pengadilan dan pertanggung-jawaban.
•
Kompensasi karyawan
•
Biaya akibat terhambatnya proses produksi •
•
Peningkatan karyawan
•
Penurunan angka absensi
•
Penurunan waktu ‘menganggur’ peralatan
•
Meningkatkan perusahaan.
•
Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif • karena tenaga kerja merasa aman dalam bekerja.
moralitas
nilai
•
saham
•
Penerapan K3 akan membangun kepercayaan para pemegang saham dan meningkatkan transparansi fungsi-fungsi perusahaan, mengurangi ketidakkonsistenan. Para investor mengenali kwalitas suatu perusahaan sehingga para investor tidak ragu untuk menanamkan modalnya. Pelaksanaan K3 mulai mendapat perhatian lebih luas di kalangan masyarakat, LSM, Pemerintah, karyawan, rekan bisnis, dan lainlain sehingga perusahaan yang melaksanakan K3 mendapatkan pencitraan yang baik. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat umur alat semakin lama.
61
3.2.
Tanggung Jawab Perusahaan Berdasarkan Peraturan Perundangan Materi Undang-undang No.1 Tahun 1970 lebih dominan berisi mengenai hak dan atau kewajiban tenaga kerja dan pengusaha/pengurus dalam pelaksanaan K3, dan kewajiban pengusaha/pengurus adalah :84 Pasal 3 ayat 1 : Melaksanakan syarat-syarat keselamatan untuk : a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran. Peraturan pelaksananya Kepmenaker RI No. Kep.186/Men/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan d. Memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan f.
Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja. Peraturan pelaksananya Instruksi Menteri Tenaga Kerja No.Ins.2/M/BW/BK/1984 tentang Pengesahan Alat Pelindung Diri. Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No.Ins.05/M/BW/97 tentang Pengawasan Alat Pelindung Diri. Surat Edaran Dirjen Binawas No.SE.05/BW/1997 tentang Penggunaan Alat Pelindung Diri. Dan Surat Edaran Menteri Dirjen Binawas No.SE.06/BW/1997 tentang Pendaftaran Alat Pelindung Diri.
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, gas, dan hembusan h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan
84
i.
Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai. Peraturan pelaksananya diatur dalam Peraturan Menteri Perburuhan No.7 Tahun 1964 tentang Syarat Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja.
j.
Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang cukup
Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
62
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup l.
Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya n. Mengamankan dan memperlancar perlakuan dan penyimpanan barang
pekerjaan
bongkar
muat,
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan p. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya q. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaan menjadi bertambah tinggi Pasal 8 Ayat 1 : Pengurus diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi mental, dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepadanya. Peraturan pelaksananya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per-02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja. Ayat 2 : Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur. Peraturan pelaksananya Peraturan Menteri
Tenaga
Kerja dan
Transmigrasi Nomor Per-
03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja. Selain itu ada juga Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja Dengan Manfaat Lebih Baik Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
63
Pasal 9 Ayat 1 : Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang : a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerja b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerja c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya Ayat 2 : Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut diatas. Ayat 3 : Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan
dan
pemberantasan
kebakaran
serta
peningkatan
keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan. Ayat 4 : Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syaratsyarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan. Pasal 10 ayat 1 : Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina
Keselamatan
dan
Kesehatan
Kerja
(P2K3)
guna
mengembangkan kerjasama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas kewajiban bersama di bidang K3, dalam
64
rangka melancarkan usaha berproduksi. Peraturan pelaksananya adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-125/MEN/82 tentang Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah dan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang disempurnakan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-155/MEN/84. Dan juga Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEP-04/MEN/87 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja. Pasal 11 ayat 1 : Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja. Peraturan pelaksananya Permenaker RI No. Per.03/Men/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan. Permenaker RI No. Per.04/Men/1993 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja. Pasal 14 pengurus diwajibkan : 1. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat-syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai undang-undang ini dan semua peraturan pelaksananya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli kselamatan kerja. 2. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan
65
lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja. 3. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja. Peraturan pelaksana dari ketentuan pasal-pasal UU RI No.1 Tahun 1970 (pasal 15 ayat 1 UU RI No.1 Tahun 1970). UU RI No.1 Tahun 1970 masih bersifat umum (lex generalis), peraturan pelaksananya dijabarkan secara teknis dan rinci dalam bentuk PP, Keppres, Permenaker, Kepmenaker, SE Menaker dan Kepdirjen Binwasnaker Depnakertrans RI. Pelanggaran terhadap peraturan pelaksana UU No.1 Tahun 1970 (peraturan perundangan K3) dapat memberikan ancaman pidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggitingginya Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) sebagaimana ditetapkan pada pasal 15 ayat 2 UU RI No.1 Tahun 1970. Ancaman pidana ini tidak akan membuat efek jera bagi pengusaha yang melanggar UU No.1 Tahun 1970 (termasuk peraturan pelaksananya) dilihat dari masa hukuman kurungan begitu singkat dan denda uang yang dikenakan terlalu sedikit mengingat dimungkinkan banyak tenaga kerja pada satu tempat kerja (perusahaan) yang mengalami cidera berat bahkan kematian serta menderita penyakit akibat kerja.
66
Tidak adil apabila masalah K3 ini hanya dilimpahkan kepada perusahaan / pengusaha saja. Karena masalah K3 juga merupakan tanggung jawab pekerja sebagai objek dari K3 ini. Untuk itu pekerja juga memiliki hak dan kewajiban terkait dengan K3 ini yaitu : a. Memberikan keterangan apabila diminta oleh Pegawai Pengawas / Ahli K3 b. Memakai alat-alat pelindung diri c. Mentaati syarat-syarat K3 yang diwajibkan d. Meminta pengurus untuk melaksanakan syarat-syarat K3 yang diwajibkan e. Menyatakan keberatan terhadap pekerjaan dimana syarat-syarat K3 dan alat-alat pelindung diri tidak menjamin keselamatannya
3.3.
Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan Terhadap Pelaksanaan K3 Adapun yang menjadi latar belakang pengawasan pelaksanaan K3 :85 •
Setiap tenaga kerja selalu berhadapan dengan potensi bahaya terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja sesuai dengan jenis atau karakteristik perusahaan tempatnya bekerja.
•
Kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja akan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi tenaga kerja, perusahaan dan masyarakat pada umumnya.
85
www.okleqs.wordpess.com/2008/01/17/pengawasan-kesehatan-kerja, diakses pada tanggal 02 Juli 2016
67
•
Kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah melalui pengawasan ketenagakerjaan di bidang K3 umumnya dan kesehatan kerja khususnya. Pengawasan ketenagakerjaan merupa kan unsur penting dalam
perlindungan tenaga kerja, sekaligus sebagai uapaya penegakan hukum ketenagakerjaan secara menyeluruh. Penegakan hukum ditempuh dalam 2 (dua) cara, yaitu preventif dan represif. Pada dasarnya kedua cara itu ditempuh
sangat
bergantung
dari
tingkat
kepatuhan masyarakat
(pengusaha , pekerja, serikat pekerja) terhadap ketentuan hukum ketenagakerjaan. Tindakan preventif dilakukan jika memungkinkan dan masih adanya kesadaran masyarakat untuk mematuhi hukum. Namun, bila tindakan preventif tidak efektif lagi, maka ditempuh tindakan represif dengan maksud agar masyarakat mau melaksankan hukum walaupun dengan keterpaksaan.86 Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan peraturan ketenagakerjaan (pasal 176 Undang-undang No.13 Tahun 2003). Dengan demikian, sasaran pengawasan ketenagakerjaan ialah meniadakan atau memperkecil adanya pelanggaran Undang-undang
86
Abdul Hakim,SH, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung : PT.Citra
Aditya Bakti 2003), hlm 123
68
Ketenagakerjaan, sehingga proses hubungan industrial dapat berjalan dengan baik dan harmonis.87 Yang bertugas mengawasi atas ditaatinya atau tidak peraturan perundangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja ini adalah :88 1. Pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja yaitu pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja. 2. Ahli
keselamatan
dan
kesehatan
kerja
yaitu
tenaga
teknis
berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja. Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah unit organisasi pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan ketentuan pasal 10 Undang-undang No.14 Tahun 1969 dan pasal 5 ayat (a) Undang-undang No.1 Tahun 1970. Secara operasional dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang berfungsi untuk :89 1. Mengawasi dan memberi penerangan
pelaksanaan ketentuan
hukum mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.
87
Ibid
88
Lalu Husni,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm. 139
89
Departemen Tenaga Kerja, Op.Cit, BAB III hlm.33
69
2. Memberikan penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha dan tenaga kerja tentang hal-hl yang dapat menjamin pelaksanaan secara efektif dari peraturan-peraturan yang ada. Dalam melaksanakan tugasnya pegawai pengawas berhak dan wajib melakukan :90 1. Memasuki semua tempat dimana dijalankan atau biasa dijalankan pekerjaan atau dapat disangka bahwa disitu dijalankan pekerjaan dan juga segala rumah yang disewakan atau dipergunakan oleh pengusaha atau wakilnya untuk perumahan atau perawatan pekerja. 2. Jika terjadi penolakan untuk memasuki tempat-tempat tersebut, petugas pengawas berhak meminta bantuan Polri. 3. Mendapatkan keterangan sejelas-jelasnya dari pengusaha atau wakilnya dan pekerja mengenai kondisi hubungan kerja pada perusahaan yang bersangkutan. 4. Menanyai pekerja tanpa dihadiri pihak ketiga. 5. Harus melakukan koordinasi dengan serikat pekerja. 6. Wajib merahasiakan segala pemeriksaan tersebut.
keterangan
yang
di
dapat
dari
7. Wajib mengusut pelanggaran. Pasal 181 Undang-undang No.13 Tahun 2003 mengaskan bahwa pengawas wajib : pertama merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya
patut
dirahasiakan.
Kedua
tidak
menyalahgunakan
kewenangannya.91 Yang berhak melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja adalah dokter yang ditunjuk oleh pimpinan tempat perusahaan / kerja dan yang
90
Abdul Hakim,SH, Op.Cit, hlm.124-125
91
Ibid
70
disetujui oleh Departemen Tenaga Kerja. Pelaksanaan pengawasan kesehatan kerja ditujukan kepada :92 1. Tempat Kerja, yaitu : a. Kebersihan dan perawatannya b. Kondisi lingkungan kerja 2. Proses kerja yaitu perlu diteliti bagaimana proses kerjanya dimulai dari gudang bahan baku, persiapan pengolahan pengepakan sampai pendistribusian. 3. Tenaga Kerja / Pekerja, yaitu yang perlu diperhatikan : a. Alat pelindung diri b. Sikap kerjanya c. Jenis kelamin d. Usia e. Beban kerja f. Gizi tenaga kerja 4. Pelayanan kesehatan kerja 5. Fasilitas kesehatan Sebagaimana
telah
dijelaskan
sebelumnya,
aturan-aturan
kesehatan ini bersifat memaksa. Dan pihak perusahaanlah yang pada umumnya
diwajibkan melaksanakan aturan kesehatan kerja dan
bertanggung jawab atas pelaksanaannya. Walaupun demikian, pihak perusahaan masih diberi kesempatan untuk mengadakan penyimpangan dalam aturan kesehatan kerja ini, misalnya :93
92
Sadjun H. Manulang,SH, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Jakarta
: Rineka Cipta, 2001), hlm. 91 93
Prof.Iman Supomo,SH, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan kerja (Perlindungan
Buruh), (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1974), hlm. 143
71
1. Perusahaan dapat melakukan penyimpangan dalam hal waktu kerja. Larangan melakukan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan lebih dari 40 jam seminggu, dapat dikesampingkan apabila berkaitan dengan pembangunan Negara. 2. Perusahaan dapat mengenyampingkan aturan waktu istirahat dan ketentuan hari libur serta larangan bekerja lebih dari 7 jam sehari, 40 jam seminggu apabila dalam waktu tersebut terdapat pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Untuk mengadakan penyimpangan ini pihak perusahaan harus mendapat ijin terlebih dahulu dari Pengawasan Perburuhan. Pemberian ijin ini disebut pengawasan preventif. Pengawasan represif dilakukan oleh pegawai pengawasan perburuhan dengan cara mengunjungi tempat kerja pada pada waktu tertentu. Dengan mengunjungi tempat kerja, pegawai pengawas mempunyai tugas :94 1. Melihat dengan jalan memeriksa dan menyelidiki sendiri ketentuan peraturan perundangan dijalankan oleh perusahaan dan jika tidak, pegawai pengawas dapat mengambil tindakan yang wajar demi menjamin pelaksanaannya. 2. Membantu baik pihak pekerja maupun pengusaha atau pimpinan perusahaan dengan jalan memberi penjelasan teknis dan nasehat yang mereka perlukan agar mereka memahami apa dan bagaimana pelaksanaan peraturan perundangannya.
94
Ibid
72
3. Menyelidiki keadaan perburuhan dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk menyusun perundang-undangan perburuhan dan penetapan kebijakan pemerintah. Pengawasan ketenagakerjaan terhadap pelakasanaan K3 tidak akan
efektif
apabila
tidak
dibarengi
dengan
sanksi-sanksi
bagi
pelanggarnya. Sayangnya Undang-undang Ketenagakerjaan tidak ada mengatur tentang ketentuan pidana terhadap pelanggaran pelaksanaan K3. Tetapi terdapat ketentuan sanksi administratif : 95 a. Teguran b. Peringatan tertulis c. Pembatasan kegiatan usaha d. Pembekuan kegiatan usaha e. Pembatalan persetujuan f.
Pembatalan pendaftaran
g. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi h. Pencabutan izin
Ketentuan pelaksanaan
K3
sanksi tidak
yang hanya
diberikan diatur
terhadap dalam
pelanggaran
undang-undang
Ketenagakerjaan tetapi juga diatur dalam undang-undang Keselamatan Kerja pasal 15 ayat (2) : “peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman
95
UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 190
73
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggitingginya Rp.100.000,- (seratur ribu rupiah).”
3.4.
Jaminan Sosial Bagi Tenaga Kerja Menurut Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup dan pekerjaan yang layak. Jaminan sosial dalam hal ini berhubungan dengan kompensasi dan program kesejahteraan yang diselenggarakan pemerintah untuk rakyatnya. Dalam hal ini jaminan sosial yang dianjurkan oleh pemerintah terhadap tenaga kerja adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).96 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum publik yang berfungsi untuk menyelenggarakan program jaminan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia . Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2011, kini Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terbagi menjadi dua lembaga besar, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan berkedudukan dan berkantor di ibu kota Negara RI. BPJS dapat mempunyai kantor perwakilan di provinsi dan kantor cabang di kabupaten/kota.97
96
http://www.gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/jaminan-sosial/BPJS/pertanyaan-mengenaijaminan-sosial-di-indonesia, diakses pada tanggal 02 Juli 2016 97
Ibid
74
Undang-Undang
BPJS
mewajibkan
pembentukan
BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dengan mentransformasikan penyelenggara saat ini, PT Askes dan PT Jamsostek, dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi badan hukum yang bersifat publik
dan
nirlaba.
Transformasi
Jamsostek
menjadi
BPJS
Ketenagakerjaan harus diselesaikan paling lambat 1 Januari 2014 dan program ketenagakerjaan harus mulai berjalan paling lambat 1 Juli 2015.98 a. BPJS Kesehatan99 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS Kesehatan mulai opersional pada tanggal 1 Januari 2014. Semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran. Kepesertaan BPJS Kesehatan bersifat wajib. Meskipun yang bersangkutan sudah memiliki Jaminan Kesehatan lain.
98
Ibid
99
Ibid
75
Peserta BPJS Kesehatan ada 2 kelompok, yaitu : 1. PBI jaminan kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu yang iurannya dibayari pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui peraturan pemerintah. Selain fakir miskin, yang berhak menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan lainnya adalah yang mengalami cacat total tetap dan tidak mampu. 2. Bukan PBI jaminan kesehatan Peserta bukan PBI jaminan kesehatan terdiri atas: •
Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya
Pekerja penerima upah adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja dengan menerima gaji atau upah, seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI, anggota POLRI, pejabat negara, pegawai pemerintah non pegawai negeri (pegawai honorer, staf khusus, staf ahli), pegawai swasta dan pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja penerima upah. •
Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya
Pekerja bukan penerima upah adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri, seperti pekerja di luar
76
hubungan kerja atau pekerja mandiri atau pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja bukan penerima upah •
Bukan pekerja dan anggota keluarganya
Sedangkan yang termasuk kategori bukan pekerja adalah investor, pemberi kerja, penerima pensiun, dan bukan pekerja lain yang memenuhi kriteria bukan pekerja penerima upah.. Untuk jumlah iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, akan dipotong sebesar 5% dari gaji per bulan, dengan ketentuan 3% dibayar oleh pemberi kerja, dan 2% dibayar oleh peserta. Pemotongan iuran akan dilakukan secara bertahap dari 1 Januari 2014 – 30 Juni 2015 dan pemotongan yang dilakukan tidak sebesar yang disebutkan di atas melainkan pemotongan 4% dari gaji per bulan, dengan ketentuan 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 0,5% dibayar oleh peserta. namun mulai 1 juli 2015, pembayaran iuran 5% dari gaji per bulan itu menjadi 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta. Pemberi kesehatan seluruh
kerja
wajib membayar
peserta
jawabnya pada setiap bulan
yang
lunas iuran menjadi
yang dibayarkan
paling
jaminan tanggung lambat
tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya.
77
Sementara bagi peserta yang termasuk kategori Pekerja Bukan Penerima maupun Peserta bukan Pekerja akan membayar iuran sebesar kemampuan dan kebutuhannya. Untuk saat ini sudah ditetapkan adalah: •
Untuk mendapat fasilitas kelas I dikenai iuran Rp 59.500 per orang per bulan
•
Untuk mendapat fasilitas kelas II dikenai iuran Rp 42.500 per orang per bulan
•
Untuk mendapat fasilitas kelas III dikenai iuran Rp 25.500 per orang per bulan
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib
membayar
Iuran
Jaminan
Kesehatan
pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. b. BPJS Ketenagakerjaan100 BPJS Ketenagakerjaan merupakan badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada Presiden dimana BPJS Ketenagakerjaan memberikan perlindungan kepada seluruh pekerja Indonesia baik sektor formal maupun informal dan orang asing yang bekerja di Indonesia sekurang-kurangnya 6 bulan. Perlindungan yang diberikan berupa :
100
Ibid
78
•
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran.
•
-
Kelompok I
= Premi sebesar 0,24% x upah kerja sebulan
-
Kelompok II
= Premi sebesar 0,54% x upah kerja sebulan
-
Kelompok III
= Premi sebesar 0,89% x upah kerja sebulan
-
Kelompok IV = Premi sebesar 1,27% x upah kerja sebulan
-
Kelompok V
= Premi sebesar 1,74% x upah kerja sebulan.
Jaminan Kematian (JK) Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti: •
Santunan Kematian : Rp 14.200.000,-
•
Biaya Pemakaman : Rp 2.000.000,-
•
Santunan Berkala : Rp 200.000,-/ bulan (selama 24 bulan)
Pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dengan jaminan kematian yang diberikan
79
adalah Rp. 12.000.000 terdiri dari Rp. 10.000.000 santunan kematian dan Rp. 2.000.000 biaya pemakaman dan santunan berkala. •
Jaminan Hari Tua (JHT) Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu. Jaminan Hari Tua akan dikembalikan/dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja : •
Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap
•
Berhenti bekerja yang telah memenuhi masa kepesertaan 5 tahun dan masa tunggu 1 bulan
•
Pergi
keluar
negeri
tidak
kembali
PNS/POLRI/ABRI
Iuran Program Jaminan Hari Tua: •
Ditanggung Perusahaan
= 3,7%
•
Ditanggung Tenaga Kerja
= 2%
lagi,
atau
menjadi
80
a. Premi jaminan hari tua (JHT) yang dibayar pemberi kerja tidak dimasukkan sebagai penghasilan karyawan (tidak menambah penghasilan
bruto
karyawan).
Pengenaan
pajaknya
akan
dilakukan pada saat karyawan yang bersangkutan menerima Jaminan Hari Tua dari PT. Jamsostek. b. Premi jaminan hari tua yang dibayar sendiri oleh karyawan merupakan pengurang penghasilan bruto bagi karyawan dalam perhitungan PPh karyawan tersebut. •
Jaminan Pensiun (JP) Jaminan pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk
mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Manfaat pensiun adalah sejumlah uang yang dibayarkan setiap bulan kepada peserta yang memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau kepada ahli waris bagi peserta yang meninggal dunia. a. Kepesertaan Program Jaminan Pensiun Peserta Program Jaminan Pensiun adalah pekerja yang terdaftar dan telah membayar iuran. Peserta merupakan pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara, yaitu peserta penerima upah yang terdiri dari:
1. Pekerja pada perusahaan 2. Pekerja pada orang perseorangan
81
Selain itu, pemberi kerja juga dapat mengikuti Program Jaminan Pensiun sesuai dengan penahapan kepesertaan. Pekerja yang didaftarkan oleh pemberi kerja mempunyai usia paling banyak 1 (satu) bulan sebelum memasuki usia pensiun. Usia pensiun untuk pertama kali ditetapkan 56 tahun dan mulai 1 Januari 2019, usia pensiun menjadi 57 tahun dan selanjutnya bertambah 1 (satu) tahun untuk setiap 3 (tiga) tahun berikutnya sampai mencapai Usia Pensiun 65 tahun. Dalam hal pemberi kerja nyata-nyata lalai tidak mendaftarkan Pekerjanya, Pekerja dapat langsung mendaftarkan dirinya kepada BPJS Ketenagakerjaan. Dalam hal peserta pindah tempat kerja, peserta wajib memberitahukan kepesertaannya kepada pemberi kerja tempat kerja baru dengan menunjukkan kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan. Selanjutnya pemberi kerja tempat kerja baru meneruskan kepesertaan pekerja. b. Iuran Program Jaminan Pensiun •
Iuran program jaminan pensiun dihitung sebesar 3%, yang terdiri atas 2% iuran pemberi kerja dan 1% iuran pekerja.
•
Upah setiap bulan yang dijadikan dasar perhitungan iuran terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap. Untuk tahun 2015 batas paling tinggi upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan ditetapkan sebesar Rp 7 Juta (tujuh juta rupiah). BPJS Ketenagakerjaan menyesuaikan besaran upah dengan menggunakan faktor pengali sebesar 1 (satu) ditambah tingkat pertumbuhan tahunan produk domestik
bruto
tahun
sebelumnya.
Selanjutnya
BPJS
82
Ketenagakerjaan menetapkan serta mengumumkan penyesuaian batas upah tertinggi paling lama 1 (satu) bulan setelah lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang statistik (BPS) mengumumkan data produk domestik bruto. •
Mekanisme pembayaran iuran mengikuti program paket.
•
Pemberi kerja wajib membayar iuran paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
•
Pemberi kerja yang tidak memenuhi ketentuan pembayaran iuran dikenakan denda sebesar 2% setiap bulan keterlambatan.
83
BAB IV PENUTUP
4.1.
Kesimpulan Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi semua pihak. Tidak hanya bagi para pekerja, tetapi juga pengusaha itu sendiri, masyarakat dan lingkungan sehingga dapat tercapai peningkatan mutu kehidupan dan produktivitas nasional.
84
4.2.
Saran Berdasarkan hasil analisis data dan kesimpulan diatas maka kami ajukan saran-saran sebagai berikut : 1. Bagi pihak perusahaan untuk disarankan untuk menekankan seminimal mungkin terjadinya kecelakaan kerja, dengan jalan antara lain meningkatkan dan menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan baik dan tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan sering diadakan sosialisasi tentang manfaat dan arti pentingnya program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi karyawan, seperti misalnya dengan pemberitahuan bagaimana cara pemakaian alat pelindung diri, cara mengoprasikan mesin secara baik dan benar. Selain itu perusahaan harus meningkatkan program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta menerangkan prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam kegiatan operasional. 2. Sistem pengawasan dan penegakan hukum bagi para pelanggar sistem keselamatan dan kesehatan kerja lebih ditingkatkan lagi supaya dapat menimbulkan efek jera, baik karyawan maupun perusahaan yang melakukan pelanggaran tersebut.
85
DAFTAR BACAAN
Abdul, Hakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti : Bandung, 2003. Abdul Rachmad, Budiono, Hukum Perburuhan di Indonesia, PT.Raja Grafindo Persada : Jakarta, 1997. Gempur, Santoso, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Prestasi Pustaka : Jakarta, 2004. G. Kartasapoetra, dkk, Hukum Perburuhan Berlandaskan Pancasila, Bina Aksara : Jakarta, 1988.
Di
Indonesia
Lalu, Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Rajawali Press : Jakarta, 2004. Iman, Supomo, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan kerja (Perlindungan Buruh, PT. Pradnya Paramita : Jakarta, 1974. Sadjun, H. Manulang, Pokok - Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Rineka Cipta : Jakarta, 2001. Zaeni, Asyhadie, M.Hum., Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, Raja Grafindo : Jakarta, 2007. Departemen Tenaga Kerja. Pembinaan Operasional P2K3 Modul Dasar-Dasar Keselamtan dan Kesehatan Kerja.1998/1999. Permenaker No.PER-05/MEN/1996, tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.