Toni Pransiska
PERLINDUNGAN ANAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM: Antara Idealitas dan Realitas Toni Pransiska* Abstrak : The cases of violence against children ( child abuse ) and sexual harassment (sexual harrasment ) in children more widespread in some areas of the country and showed significant improvement and sporadic. Of course , it attracted the attention of all circles, especially Islamic education . Intensely turns Koran also discusses the education of children , maintenance and protection against him . Even the Koran is not only concerned about physical protection , but also protection associated with psychological and moral children. However , the Islamic conception of child protection was essentially still a general nature and need to be made to details which are easy to be operationalized for all people, especially in the form of positive character (character buliding ) generation of the nation . Keywords: Child Protection , the Islamic Perspective
PENDAHULUAN Sebagai amanat Allah yang dititipkan kepada kedua orang tua, anak pada dasarnya harus memperoleh perawatan, perlindungan, serta perhatian yang cukup dari kedua orangtua, karena kepribadiannya ketika dewasa atau kesalehan dan kethalehan-nya akan sangat bergantung pada pendidikan masa kecilnya terutama yang diperoleh dari kedua orangtua dan keluarganya. 1 Sebagai orangtua haruslah menyadari bahwa di samping anak itu menjadi nikmat, ia juga merupakan fitnah (cobaan) bagi orangtuanya jika tidak mampu menjaganya. Bahkan kadang anak juga bisa menjadi fitnah lantaran terdapat kekurangan atau kelemahan pada anak itu sendiri yang akan mengakibatkan fitnah bagi orangtuanya terlebih jika tidak dilandasi iman dan takwa. Oleh karena itu, sebagai orangtua hendaklah mendidik
*
Kandidat Doktor al-Dirāsah al-Islāmiyah wa al-‘Arabiyah (DIA) Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dosen STIT Muhammadiyah Pacitan. Email:
[email protected]
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015
45
Perlindungan Anak Dalam Perspektif Islam....
anak dengan sebaik-baiknya agar tidak menjerumuskan orangtua dan anak itu sendiri.2 Bagaimana tidak, apabila kita ikuti perkembangan pemberitaan akhir-akhir ini, realitas menunjukkan bahwa anak-anak saat ini tidak hanya diposisikan sebagai objek dari kriminalitas, tetapi kini mulai memasuki sebagai subjek dari kriminalitas itu sendiri. Sungguh sangat miris dan memprihatinkan, jika kita mendengar dan mengamati sepak terjang anak-anak di zaman sekarang. Seperti marak diberitakan Mei 2015 yang lalu, publik dikejutkan dengan menghilangnya sosok anak usia 8 tahun bernama Angeline. Ternyata usut punya usut, polisipun menemukan jasad Angeline pada bulan Juni 2015 di pekarangan rumah ibu angkatnya. Sosok Angeline diduga dibunuh dan sebelumnya ditemukan indikasi adanya pelecehan seksual dan berujung kematian.3 Dan tentunya, masih banyak lagi kasus-kasus yang serupa. Kasus-kasus ini seperti fenomena gunung es. Kasus-kasus kekerasan terhadap anak (child abuse) dan pelecehan seksual (sexual harrasment) pada anak semakin merebak di sejumlah wilayah di tanah air dan menunjukkan peningkatan signifikan dan sporadis. Fenomena dan realitas di atas sesungguhnya menjadi cemeti bagi semua pihak untuk terus meningkatkan pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan anak secara sinergitas dan profesionalitas. Di samping itu juga, hal ini sekaligus sebagai tantangan besar bagi pendidikan Islam yang tertuang dalam al-Qur‟an dan Hadis, untuk menggalinya dan memberikan konsepsi ideal tentang pendidikan dan perlindungan anak. Mengingat bahwa anak adalah investasi masa depan dan generasi penerus bangsa yang harus intens diperhatikan dan kosisten dilakukan. Sebenarnya negara bahkan dunia internasional telah merumuskan aturan tentang perlindungan anak.4 Hanya saja dalam prakteknya masih belum maksimal. Di sinilah peran agama, dalam hal ini Islam, perlu lebih ditonjolkan mengingat sebagian besar masyarakat kita adalah muslim. Bagaimana Islam menuntun umatnya memberikan pelindungan terhadap anak. Inilah yang menjadi fokus kajian dalam tulisan ini. ANAK DALAM PANDANGAN AL-QUR’AN Al-Qur‟an sarat sekali dengan muatan kisah anak-anak, khususnya anakanak saleh keturunan para Nabi. Ada kisah Nabi Ismail kecil dalam surat AshShaffāt, kisah Nabi Yusuf kecil dalam surat Yūsuf, dan kisah nasihat Luqman untuk anaknya dalam surat Luqmān. Semua kisah itu menyiratkan pesan tentang 46
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015
Toni Pransiska
pendidikan dan perlindungan anak. Mengacu pada ayat-ayat al-Qur‟an yang berkaitan dengan pendidikan anak, secara etimologi ditemukan enam macam ungkapan dalam menyebutkan anak, yaitu al-awlād, al-banūn, al-athfāl, alghilmān, al-ghulām dan al-wildān. Dua istilah yang pertama memiliki konotasi makna yang berlawanan; al-awlād berkonotasi makna negatif dan al-banūn berkonotasi positif, sehingga memiliki implikasi tersendiri dalam pendidikan anak.5 Pertama, istilah al-awlād, biasanya dikaitkan dengan konotasi makna yang pesimistis, sehingga anak memerlukan perhatian khusus dalam hal penjagaan, perhatian dan pendidikan. Seperti ayat berikut ini: Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.6 Ayat lainnya menggambarkan anak potensial menimbulkan fitnah. Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.7 Ayat berikut menggambarkan anak potensial menjauhkan dari Allah Swt. Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka Itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang Telah Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015
47
Perlindungan Anak Dalam Perspektif Islam....
mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang Tinggi (dalam syurga).8 Anak dapat menimbulkan kesombongan pribadi seperti ayat berikut;
Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.9 Ayat-ayat tersebut sebagai titik tolak untuk mencurahkan tenaga dan pikiran dalam rangka memperbaiki anak melalui pendidikan, sehingga mereka dapat menjadi perantara (wasīlah) untuk mendekatkan kepada Allah, bukan sebaliknya menjadi fitnah (bencana) khususnya bagi orangtua dan umumnya bagi masyarakat.10 Kedua, ayat-ayat dengan ungkapan al-banūn yang mengandung arti/pemahaman optimis, sehingga dapat menimbulkan kebanggaan dan ketentraman khusus dalam hati. Di antaranya ayat-ayat berikut ini;
48
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015
Toni Pransiska
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalanamalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.11 Berdasarkan ayat-ayat di atas, istilah al-awlād dan al-banūn menandakan anak potensial menjadi impian yang menyenangkan, manakala diberi pendidikan dengan baik, dan sebaliknya akan menjadi malapetaka (fitnah) jika tidak dididik. Inilah kemungkinan yang ditimbulkan, yaitu rasa optimistis atau pesimistis. Hal ini juga membawa pada pemahaman bahwa manusia dilahirkan dengan fitrah dapat dididik yang juga berpotensi menjadi tidak terdidik karena diabaikan pendidikannya. Istilah athfāl dalam al-Qur‟an disebutkan 1 kali dalam surah al-Nūr (24):59 dan istilah tifl ū disebut 3 kali (dalam surah al-Hajj (22):5, al-Nūr (24):31, Ghāfir (40):67). Ghilmān ditemukan pada surah al-Thūr (52):24, ghulām digunakan lebih dominan dengan 12 kali pengulangan pada 7 surah (Ali „Imrān (3):40, Yūsuf (12):19, al-Hijr (15):53, al-Kahfi (18):74, 80, 82, Maryam (19): 7, 8, 19, 20. AlShaffāt (37):101 dan al-Dzariyāh (51):28). Sedangkan banūn disebut 4 kali pada surah al-Kahfi (18) : 46, al-Syu‟arā‟ (26):88, al-Shaffāt (37):149, al-Thūr (52):39 dan awlād disebut 23 kali dalam 22 surah.12 Konotasi makna athfāl menandakan anak-anak yang telah memasuki masa baligh perlu diperlakukan secara manusiawi dalam hal memasuki ruangannya (alNūr (24):59). Adapun thifl digunakan untuk penjelasan periodesasi yang dialami dalam penciptaan dan kehidupan manusia (al-Hajj (22):5, Ghāfir (40):67). Tifl juga dalam surah al-Nūr (24):31 digunakan untuk menjelaskan anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita (sehingga memandang mereka tidak termasuk aurat). Ghilmān menggambarkan anak-anak muda yang melayani di surga (al-Thūr (52):24). Pemaknaan ghulām berkonotasi makna anugerah yang luar biasa berupa keturunan (anak) di luar batas perhitungan manusia. Hal ini sebagaimana terjadi dalam keluarga nabi Zakariya yang mendapatkan keturunan Yahya (Maryam (19):7) pada usia senja, bahkan istrinya pun dalam keadaan mandul (Ali Imrān (3):40). Demikian pula apa yang terjadi pada diri Maryam yang mendapatkan keturunan Isa tanpa perantara laki-laki (Maryam (19):20). Ghulām juga berkonotasi makna anak yang menakjubkan (kisah nabi Yūsuf dalam surah Yūsuf (12):19) anak laki-laki yang alim (sebutan untuk nabi Ishaq dalam surah al-Hijr (15):53, alDzariyāt (51):28), anak laki-laki yang amat sabar (sebutan untuk nabi Ismail, surah Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015
49
Perlindungan Anak Dalam Perspektif Islam....
al-Shaffāt (37):101), dan anak laki-laki yatim keturunan orang mukmin (al-Kahfi (18):80-82).13 ARTI PENTING KELUARGA BAGI ANAK Sepanjang sejarah manusia terdapat hubungan yang dekat dan tidak mungkin dipisahkan, yaitu keluarga, ibu, ayah dan anak, sekalipun dalam kehidupan ini terjadi perubahan dalam sistem budaya dan sosial kemasyarakatan, kenyataannya ikatan ketiga hal itu tetap dipertahankan. Keluarga mempunyai arti yang penting buat anak. Kehidupan keluarga tidak hanya berfungsi memberikan jaminan makan pada anak, dengan demikian hanya memperhatikan pertumbuhan fisik anak, melainkan juga memegang fungsi lain yang penting bagi perkembangan mental anak.14 Setiap keluarga harus memiliki ikatan yang kuat dalam pergaulan dengan masing-masing anggota keluarga untuk mencapai kehidupan yang bahagia. Tentunya, ikatan yang kuat tersebut harus dibangun di atas kaidah-kaidah sebagai berikut15: Pertama, perlakuan baik. Setiap anggota keluarga memperlakukan anggota yang lain dengan cara yang ia sukai, sebagaimana ia juga suka diperlakukan seperti itu. Ini merupakan salah satu prinsip yang menjadi dasar tegaknya sebuah kehidupan sosial yang baik, seperti apapun warna, bentuk dan agama dari masyarakat itu. Hal ini telah dijelaskan oleh orang-orang bijak, kaum filosof dan sosiolog. Tetapi sebelum itu Islam sudah menekankan lebih dari apa yang dijelaskan oleh mereka semua, sampai-sampai mengaitkannya dengan keimanan. Nabi bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian sampai dia mencintai sesuatu yang dimiliki saudaranya sebagaimana ia mencintai sesuatu yang ia miliki sendiri.” Kedua, Cinta dan kasih sayang. Komunitas rumah tangga sangat membutuhkan adanya rasa saling menyayangi dan mencintai daripada komunitas lainnya. Bagaimana tidak, sementara mereka hidup di satu tempat dan masingmasing membutuhkan yang lain setiap hari dan setiap saat?. Jika pergaulan mereka tidak berjalan berdasarkan cinta dan kasih sayang, tentu tidak ada kebaikan dalam kehidupan mereka dan tidak pula bermakna. Ketiga, menghormati perasaan orang lain. Setiap orang pasti memiliki perasaan, baik yang umum maupun yang khusus, yang berbeda dengan perasaan orang lain. Oleh karena itu, setiap orang harus memahami perasaan masing-masing 50
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015
Toni Pransiska
anggota dalam keluarganya. Ia harus menghormati perasaan dan kepekaannya ketika bergaul dengannya, apalagi jika di sana ada orang-orang baru (asing), tamu atau teman. Rata-rata perselisihan dan pertengkaran dipicu oleh sikap tidak menghargai perasaan orang lain, seperti menyebutkan aib orang lain di depan teman-temannya atau orang yang ia kenal. Keempat, Tolong-menolong dalam melaksanakan kewajiban. Prinsip ini juga penting dilakukan di dalam rumah tangga, dan lebih penting lagi untuk dilaksanakan oleh suami istri. Sebab, terkadang salah satu dari suami atau istri tidak mampu melaksanakan kewajibannya karena suatu sebab atau karena sakit, atau bisa melaksanakannya tapi tidak semestinya. Maka dalam kondisi semacam ini pasangannya harus membantu untuk melaksanakan kewajibannya.16 Di samping itu juga, Tata cara kehidupan keluarga akan memberikan suatu sikap serta perkembangan kepribadian anak yang tertentu pula. Ada tiga jenis tata cara kehidupan keluarga17: a. Keluarga yang demokratis, anak yang dibesarkan dalam keluarga ini, membuat anak mudah bergaul, aktif dan ramah tamah. Anak belajar menerima pandanganpandangan orang lain, belajar dengan bebas mengemukakan pandangannya sendiri dan mengemukakan alasan-alasannya. b. Keluarga yang membiarkan tindakan anak (laizes faire). Anak yang dibesarkan dalam keluarga ini, membuat anak tidak aktif dalam kehidupan sosial, dan dapat dikatakan anak menarik diri dari kehidupan sosial. Perkembangan fisik anak yang dibesarkan dalam keluarga ini menunjukkan terhambat. Anak mengalami banyak frustasi dan mempunyai kecenderungan untuk mudah membenci seseorang. Hal ini terjadi karena anak tidak mendapatkan tingkat interaksi sosial yang baik di dalam keluarganya. c. Keluarga yang otoriter. Anak yang dibesarkan dalam keluarga otoriter biasanya bersifat tenang, tidak melawan, tidak agresif dan mempunyai tingkah laku yang baik. Anak akan selalu menyesuaikan pendiriannya dengan kehendak orang lain (yang berkuasa orangtua). Dengan demikian kreatifitas anak akan berkurang, daya fantasinya kurang, dengan demikian mengurangi kemampuan anak untuk berfikir abstrak. Dari tiga jenis tata cara kehidupan keluarga tersebut, Baldwin mengatakan lingkungan keluarga yang demokratis merupakan tata cara yang terbaik bagi anak untuk memberikan kemampuan menyesuaikan diri. Bentuk tingkah laku sosial anak antara lain sikapnya terhadap orang lain dan kelompok orang sebagian besar Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015
51
Perlindungan Anak Dalam Perspektif Islam....
berasal dari apa yang ia pelajari. Didapat dari hasil penyesuaian sosial, khususnya di sini penyesuaian anak terhadap tata cara kehidupan keluarganya. FE NOMENA PEDOFILIA DAN CHILD HARASSMENT 1) Pedofilia: Sebuah Selayang pandang Akhir-akhir ini, media massa dan pemberitaan banyak memberitakan tentang kasus-kasus kekerasan seksual pada anak. Pelaku dari tindak kekerasan seksual pada anak sering disebut dengan Pedofil.18 Fenomena pedofilia sedang marak terjadi di republik ini. Perilaku pedofilia merupakan salah satu jenis abnormal seksual atau penyimpangan seksualitas. Pedofilia adalah perilaku seksual yang kepuasaan seksnya disasarkan dan disalurkan pada anak-anak. Tindakan pedofilia dapat berupa: 1) perbuatan ekshibisionistis dengan memperlihatkan alat kelamin sendiri pada anak-anak; 2) memanipulasikan tubuh anak (membelai-belai, menciumi, mendekap, menimang dan lain-lain); 3) melakukan coitus dengan anak-anak.19 Ciri utama dari pedofilia adalah dorongan seksual yang kuat dan berulang serta adanya fantasi terkait yang melibatkan aktivitas seksual dengan anak-anak yang belum puber (biasanya usia 13 tahun atau lebih muda).20 2) Sebaran data dan kasus Kekerasan seksual pada Anak Kasus-kasus kekerasan seksual pada anak lambat laun semakin meningkat. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, kekerasan pada anak selalu meningkat setiap tahun. Hasil pemantauan KPAI dari 2011 sampai 2014, terjadi peningkatan yang sifnifikan. Tahun 2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, 2012 ada 3512 kasus, 2013 ada 4311 kasus, 2014 ada 5066 kasus. KPAI juga menyebutkan bahwa terdapat 5 kasus tertinggi dengan jumlah kasus per bidang dari 2011 hingga april 2015. Pertama, anak berhadapan dengan hukum hingga april 2015 tercatat 6006 kasus. Selanjutnya, kasus pengasuhan 3160 kasus, pendidikan 1764 kasus, kesehatan dan napza 1366 kasus serta pornografi dan cybercrime 1032 kasus.21 Selain itu juga, anak bisa menjadi korban ataupun pelaku kekerasan dengan lokus kekerasan pada anak ada 3 ranah, yaitu di lingkungan keluarga, di lingkungan sekolah dan di lingkungan masyarakat. Hasil monitoring dan evaluasi KPAI tahun 2012 di 9 provinsi menunjukkan bahwa 91 persen anak menjadi korban kekerasan di lingkungan keluarga, 87.6 persen di lingkungan sekolah dan 17.9 persen di lingkungan masyarakat. Data yang lain juga 52
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015
Toni Pransiska
menyebutkan bahwa 78.3 persen anak menjadi pelaku kekerasan dan sebagian besar karena mereka pernah menjadi korban kekerasan sebelumnya atau pernah melihat kekerasan dilakukan kepada anak lain dan menirunya.22 Maria Advianti selaku wakil ketua KPAI menyebutkan bahwa pelaku kekerasan pada anak bisa dibagi menjadi tiga. Pertama, orang tua, keluarga, atau orang yang dekat di lingkungan rumah. Kedua, tenaga kependidikan yaitu guru dan orang-orang yang ada di lingkungan sekolah seperti cleaning service, tukang kantin, satpam, sopir antar jemput yang disediakan sekolah. Ketiga, orang yang tidak dikenal. Berdasarkan data KPAI di atas tersebut, anak korban kekerasan di lingkungan masyarakat jumlahnya termasuk rendah yaitu 17,9 persen. Artinya, anak rentan menjadi korban kekerasan justru di lingkungan rumah dan sekolah. Lingkungan yang mengenal anak-anak tersebut cukup dekat. Artinya lagi, pelaku kekerasan pada anak justru lebih banyak berasal dari kalangan yang dekat dengan anak. 3) Faktor-faktor maraknya pedofilia di Indonesia Secara garis besar, menurut Bagong Suyanto ada sejumlah faktor yang menyebabkan kenapa pedofilia makin marak dan merajalela dan mengancam anak-anak Indonesia yaitu sebagai berikut23: Pertama, berkaitan dengan ancaman hukuman yang sangat longgar – di mana para pelaku pedofil yang tertangkap dan diproses di pengadilan umumnya hanya diganjar hukuman kurungan dalam hitungan bulan, sehingga di mata para pedofil Indonesia ibaratnya adalah surga dunia bagi mereka untuk memuaskan nafsu bejatnya yang nyeleneh. Di Indonesia, tidak sekali dua kali para pedofil lolos dari perangkap hukum atau hanya dihukum ringan karena kemampuan mereka memanfaatkan celah-celah yang ada, dan menggunakan pengaruh uangnya yang berlimpah untuk menyiasati hukum. Kedua, faktor lain yang menyebabkan banyak pedofil asing mulai merambah dan membangun jaringan di Indonesia adalah kesempatan yang bercampur dengan daya tarik eksotisme anak-anak Indonesia di mata para pedofil. Seperti yang terjadi di Thailand, di Indonesia anak-anak laki-laki yang menjadi incaran para pedofil pada umumnya adalah anak-anak yang berasal dari kelurga miskin dan lugu. Anak-anak miskin itu, berdasarkan pengalaman biasanya lebih mudah ditaklukkan para pedofil sekedar dengan menawarkan iming-iming uang, kemewahan, bujuk rayu, dan tak jarang pula dengan kekerasan.24 Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015
53
Perlindungan Anak Dalam Perspektif Islam....
Ketiga, meski tidak langsung, tetapi makin maraknya kasus pedofilia sedikit banyak adalah implikasi dan ekses dari meluasnya gaya hidup primitif yang biasanya selalu mengikuti perkembangan daerah wisata global yang banyak dikunjungi wisatawan dari mancanegara. Di daerah wisata seperti Bali, harus diakui imbas kemajuan pariwisata terkadang memang melahirkan sisi-sisi gelap yang liar. Kehidupan seks bebas berkembang pesat, peredaran narkotika makin luas, gigolo bermunculan di mana-mana, dan tidak mustahil ujungujungnya menyebabkan anak-anak sejak usia dini menjadi terbiasa dengan gaya hidup (life style) yang serba bebas.25 Keempat, konsekuensi dari perkembangan jaringan pedofil yang makin rapi, dan lintas negara. Seperti ditengarai aparat kepolisian Australia, bahwa di Bali jaringan pedofil benar-benar sudah meluas membentuk mata rantai yang rumit layaknya jaringan peredaran narkotika. MAKNA DAN BENTUK PERLINDUNGAN ANAK Sebelum mendiskusikan mengenai makna dan perlindungan anak dalam perspektif Islam, dalam poin ini akan disinggung sekilas tentang makna dan bentuk perlindungan sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Menurut Undang-undang ini “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan” (Pasal 1 ayat (1)) dan “perlindungan anak adalah segala kegitan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi” (Pasal 1 ayat (2).26 Dari ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 dapat diketahui bahwa anak yang ada dalam kandungan hingga berusia 18 tahun mendapat perlindungan akan hak-hak hidup, tumbuh, dan berkembang, serta dari berbagai kekerasan dan diskriminasi. Batasan ini menunjukkan bahwa upaya perlindungan yang dilakukan hanyalah sebatas perlindungan duniawi dan material saja. Pertanyaannya adalah bagaimana dengan perlindungan terhadap kehidupan akhirat dan moral anak. Di sinilah agaknya letak keunggulan Islam yang mempunyai aturan yang ditujukan untuk memberikan perlindungan bagi manusia, termasuk anak, bagi kesejahteraan hidup dunia maupun akhirat. Allah menggambarkan hal tersebut dalam surah al-Qashash (28): 77 yang berbunyi :
54
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015
Toni Pransiska
Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.27 Mengomentari ayat ini Quraish Shihab menggarisbawahi tiga hal. Pertama, dalam pandangan Islam hidup duniawi dan ukhrawi merupakan satu kesatuan. Dunia tempat menanam dan akhirat tempat menuai. Apa yang anda tanam di sini, akan memperoleh buahnya di sana. Islam tidak mengenal istilah amal dunia dan amal akhirat. Kedua, adalah suatu hal yang penting untuk mengarahkan pandangan kepada akhirat sebagai tujuan dan kepada dunia sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Ketiga, ayat di atas menggunakan redaksi yang bersifat aktif ketika berbicara tentang kebahagiaan akhirat bahkan menekankannya dengan perintah untuk bersungguh-sungguh dan dengan sekuat tenaga berupaya meraihnya. Sedangkan perintah menyangkut kebahagiaan duniawi berbentuk pasif. Hal ini mengesankan perbedaan antara keduanya.28 Berbicara tentang anak, Islam juga memperhatikan kebutuhan anak sejak janin berada dalam kandungan, bahkan proses perlindungan itu sudah harus diberikan sejak : 1) Memilih jodoh, di mana Rasulullah memberi petunjuk agar seorang laki-laki memilih seorang perempuan, di mana ia akan menumpahkan nuthfah-nya, yang oleh al-Quran diibaratkan sebagai “ladang/hartsun”- karena hartanya, keturunannya, kecantikannya atau agamanya. Rasulullah merekomendasikan agar memilih pasangan lantaran agamanya. 2) Memasuki kehidupan rumah tangga dimulai dengan aqad, yang merupakan perjanjian suci seorang laki-laki dan perempuan di depan Allah Swt., yang di dalam surah al-Nisa‟ (4): 21 disebut sebagai mitsāqan ghalīza. 3) Rasulullah menyuruh pasangan suami istri yang akan melakukan hubungan khusus, memulainya dengan doa. Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015
55
Perlindungan Anak Dalam Perspektif Islam....
4) Ketika seorang perempuan berada dalam masa kehamilan, dianjurkan banyak membaca al-Quran. 5) Ketika seorang bayi lahir, Islam juga mensyariatkan agar dibacakan adzan di telinganya. 6) Ketika ia akan disusukan ibunya, ibu hendaknya membiasakan diri memulai dengan bacaan basmalah dan mengakhiri dengan bacaan hamdalah.29 Beberapa langkah yang dirinci ini setidaknya dapat menggambarkan betapa besar perhatian Islam terhadap perlindungan beragama seorang anak agar ia memiliki fondasi pembangunan nilai positif yang kelak dapat dikembangkan. Selanjutnya berkenaan dengan perlindungan yang bersifat duniawi, al-Qur‟an antara lain menyatakan bahwa: 1) Adanya perlindungan kesehatan. Yakni bayi harus mendapatkan gizi yang baik dan sempurna, sebagaimana firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 233. Mengenai ayat ini, menurut Quraisy Shihab, Allah menganjurkan dengan sangat, atau bahkan seakan-akan mewajibkan agar al-wālidāt memberikan Air Susu Ibu (ASI) selama dua tahun kepada bayinya. Menurutnya ayat 233 surah al-Baqarah sengaja menggunakan istilah al-wālidāt bukan al-ummahāt, sebab kata al-wālidāt berarti para ibu, baik kandung maupun bukan, sedangkan alummahāt berarti ibu kandung. Dengan ini, maka al-Qur‟an menggariskan bahwa pemberian ASI adalah terbaik untuk bayi yang harus diberikan maksimal selama 2 tahun, baik oleh ibu kandung atau bukan.30 2) Islam juga menggariskan perlindungan fisik bagi anak, sehingga mereka mendapat hak hidup yang layak. Gambaran ini diperoleh dari cercaan al-Qur‟an teradap orang yang membunuh anaknya yang dijelaskan dalam firman Allah surah al-An‟am (6) : 140. 3) Melalui surah Luqman (31):13-19 dapat pula dirinci perlindungan pendidikan yang harus diberikan pada anak yakni31; a. Nasihat Luqman pada anaknya agar tidak memperserikatkan Allah (ayat 13). Menurut Quraisy Shihab larangan ini sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud dan keesaan Allah. Ini merupakan upaya perlindungan mental yang sangat kuat; b. Bersyukur pada Allah karena Dia yang menciptakan, dan pada kedua orang tua, lantaran keduanya menjadi perantara kelahiran dan ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan semakin lemah. Ini merupakan perlindungan dari sikap sombong dan tidak tahu diri (ayat 14); 56
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015
Toni Pransiska
c. Jika kedua orang tua memaksa untuk mempersyerikatkan Tuhan, maka tidak perlu ditaati, namun tetap memperlakukan keduanya dengan baik (ayat 15) Hal ini menunjukkan perlindungan iman yang berjalan bersama dengan perlindungan sikap sopan; d. Jika ada seberat sawi sekalipun yang berada dalam batu karang, atau langit atau bumi, Allah sangat mengetahuinya (ayat 16). Hal ini menggambarkan kemahakuasaan Allah, dan sekali perlindungan pada anak untuk selalu mengerjakan segala kebaikan, betapapun kecilnya; e. Mendirikan Shalat, menyuruh yang makruf, melarang yang mungkar, bersabar atas mushibah yang menimpa (ayat 17). Menurut Quraisy Shihab ayat ini merupakan kesinambungan tauhid serta kehadiran Tuhan dalam kalbu anak. Dari ayat ini tampak perlindungan terhadap aktivitas anak, baik dalam masalah ibadah, menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran, serta sikap sabar; f. Jangan memalingkan muka dari manusia, jangan berjalan di muka bumi dengan angkuh, sederhana dalam berjalan, dan lunakkan suara (ayat 18 dan 19). Ayat ini menggambarkan hal-hal yang terkait sopan santun anak, yang pada akhirnya merupakan perlindungan terhadap perilaku anak.32 Dari uraian ini dapat kita mengambil gambaran bahwa anak dalam pandangan Islam mempunyai makna sebagai penerus garis keturunan yang tetap dalam kondisi iman kepada Allah, dan karena itu anak harus dilindungi baik secara fisik dengan memberikan makanan yang bergizi, maupun secara psikis anak menanamkan keyakinan beragama sejak anak berada dalam kandungan dan bahkan ketika sepasang anak manusia akan mencari jodoh. PENUTUP Perlindungan Anak dalam Perspektif Islam merupakan persoalan yang sangat penting dan mendesak untuk dibicarakan. Penting dan mendesak mengingat beberapa tahun belakangan ini kita seringkali disuguhi berbagai berita dan informasi tentang berbagai tindak kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya bertanggung jawab melindungi anak-anak tersebut. Tentunya hal ini menjadi keprihatinan bersama dan sekaligus menjadi tantangan besar bagi Pendidikan Islam yang tertuang dalam al-Qur‟an dan Hadits. Perlu diketahui bahwa secara intens ternyata al-Qur‟an juga membahas tentang pendidikan anak, pemeliharaan dan perlindungan terhadapnya. Bahkan alJurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015
57
Perlindungan Anak Dalam Perspektif Islam....
Qur‟an tidak hanya memperhatikan perlindungan secara fisik semata, tetapi juga perlindungan yang terkait dengan psikis dan moralitas anak. Namun demikian, konsepsi dan persepsi Islam tentang perlindungan anak yang pada dasarnya masih bersifat umum, dan perlu dibuat rincian-rincian yang mudah untuk dioperasionalkan. Dengan begitu, siapapun dapat menerapkan konsepsi al-Qur‟an mengenai pendidikan dan perlindungan anak secara ideal. Tentunya hal itu dilakukan dengan harapan, kelak anak-anak tersebut menjadi generasi bangsa yang gemilang dan membanggakan agama, nusa dan bangsanya. ENDNOTES
1
Lihat Juwariyah, Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam Al-Qur’an (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm.69. 2 Toni Pransiska, Kado Istimewa untuk Anakku (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2015), hlm. 5. 3 Lihat http://metro.tempo.co/, “Infografi: Begini Kronologi Kasus Pembunuhan Angeline.”. Diakses Oktober 2015. 4 Dalam upaya melindungi anak, dunia internasional bersepakat untuk membuat sebuah aturan yang mengatur tentang perlindungan anak. Maka pada tanggal 28 November 1989 Majelis Umum PBB telah mensahkan Konvensi Hak Anak (KHA). Setahun setelah itu Konvensi Hak Anak ini disahkan maka pada tanggal 25 Agustus 1990 Pemerintah Indonesia meratifiikasi Konvensi tersebut melalui keputusan presiden No. 36 tahun 1990 dan mulai berlaku sejak 5 Okober 1990. Dengan ikutnya Indonesia dalam mensahkan konvensi tersebut maka Indonesia terikat dengan Konvensi Hak Anak dengan segala konsekuensinya. Artinya setiap yang menyangkut tentang kehidupan anak harus mengacu kepada Konvensi Hak Anak dan tak ada pilihan lain kecuali melaksanakan dan menghormati Konvensi Hak Anak. Dan apabila Indonesia tidak melaksanakan dan menghormatinya maka akan memiliki pengaruh negatif dalam hubungan internasional. Dalam mewujudkan pelaksanaan dari Konvensi Hak Anak tersebut maka Pemerintah Indonesia telah membuat aturan dalam upaya melindungi anak. Aturan hukum tersebut tertuang dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang disahkan pada tanggal 22 Oktober 2002. Jadi jelaslah bahwa perlindungan anak mutlak harus dilakukan karena mulai dari tingkat internasional dan nasional sudah memiliki instrumen hukum. Imam Purwadi, 58
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015
Toni Pransiska
Penelitian Perdagangan (Traficking) Perempuan dan Anak di Nusa Tenggara Barat (NTB: Lembaga Penelitian Anak, 2006), hlm. 1. 5 Miftahul Huda, Interaksi Pendidikan: 10 Cara Al-Qur’an Mendidik Anak (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm. 43. 6 Q.S. al-Taubah (9) : 55 7 Q.S. al-Anfāl (8) : 28 8 Q.S. Sabā` (34) : 37 9 Q.S. Al-Hadīd (57) : 20 10 Miftahul Huda, Interaksi Pendidikan., hlm. 45 11 Q.S: al-Kahfi (18): 46 12 Miftahul Huda, Interaksi Pendidikan., hlm. 46 13 Ibid., hlm. 47 14 Toni Pransiska, Kado Istimewa untuk Anakku., hlm. 40 15 Khalid Abdurrahman al-Ikk, Tarbiyah al-Abnā wa al-Banāt fi Dhau’ al-Kitāb wa al-Sunnah, terj. Umar Burhanuddin, Pedoman Pendidikan Anak (Surakarta: AlAqwam, 2010), hlm. 363. 16 Ibid., hlm. 367-368 17 Lihat Toni Pransiska, Kado Istimewa untuk Anakku., hlm. 42 18 Kata pedofilia berasal dari bahasa Yunani paidophilia. Kata pais berarti anakanak. kata phileo atau philos berarti cinta yang bersahabat. Lihat Marzuki Umar, Perilaku Seks Menyimpang, dan Seksualitas Kontemporer Umat Islam (Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 133. 19 Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual (Bandung: Penerbit Mandar Maju, 1989), hlm. 253. 20 Kekerasan seksual pada anak bisa muncul dan bisa juga tidak. Untuk mendapatkan diagnosis pedofilia, orang tersebut setidaknya harus berusia 16 tahun dan setidaknya 5 tahun lebih tua daripada anak atau anak-anak yang mereka rasakan ketertarikan secara seksual atau yang menjadi korban. Pada beberapa kasus pedofilia, seseorang hanya terterik pada anak-anak. pada kasus lain, orang tersebut juga tertarik pada orang dewasa. Lebih lanjut lihat Jeffrey S. Nevd, dkk, Abnormal Psychology in A Changing World. Terj. Tim Fakultas Psikologi UI, Psikologi Abnormal, jilid 2 (Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 82. 21 Diadaptasi dari http://www.kpai.go.id/ tentang Data kekerasan Terhadap Anak. diakses pada Oktober 2015. Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015
59
Perlindungan Anak Dalam Perspektif Islam.... 22
Lihat juga http://nasional.news.viva.co.id/news/read/655240-kpai--kekerasanterhadap-anak-meningkat-tajam. tentang Kekerasan terhadap Anak meningkat tajam. Diakses Oktober 2015 23 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2013), hlm. 311-312. 24 Ibid. 25 Ibid, 26 Mengenai penyelenggaraan perlindungan, hal ini juga telah diatur dalam UU No. 23 tahun 2002 pasal 42-71. Yakni bentuk perlindungan yang meliputi agama, kesehatan, pendidikan, sosial, dan perlindungan khusus. Lebih lanjut lihat Muhammad Taufik Makarao, dkk, Hukum Perlindungan Anajk dan Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hlm. 106 27 Q.S: al-Qashash (28) : 77 28 Hadiyah Salim, Mukhtār al-Ahādits (Bandung: al-Maarif, 1983), 286. 29 Zulfa Ahmad, Perlindungan Anak dalam Perspektif Hukum Islam, dalam jurnal ISLAMICA, Vol. 4 No. 1, September 2009, hlm. 151 30 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. 13 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 89 31 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. 11 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 127 32 Ibid., hlm. 136
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Zulfa, Perlindungan Anak dalam Perspektif Hukum Islam, dalam jurnal ISLAMICA, Vol. 4 No. 1, September 2009. al-Ikk, Khalid Abdurrahman, Tarbiyah al-Abnā wa al-Banāt fi Dhau’ al-Kitāb wa al-Sunnah, terj. Umar Burhanuddin, Pedoman Pendidikan Anak, Surakarta: Al-Aqwam, 2010. http://metro.tempo.co/, “Infografi: Begini Kronologi Kasus Pembunuhan Angeline.”. Diakses Oktober 2015. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/655240-kpai--kekerasan-terhadap-anakmeningkat tajam. tentang Kekerasan terhadap Anak meningkat tajam. Diakses Oktober 2015. 60
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015
Toni Pransiska
http://www.kpai.go.id/ tentang Data kekerasan Terhadap Anak. Diakses pada Oktober 2015. Huda, Miftahul, Interaksi Pendidikan: 10 Cara Al-Qur’an Mendidik Anak, Malang: UIN Malang Press, 2008. Juwariyah, Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam Al-Qur’an, Yogyakarta: Teras, 2010 Kartono, Kartini, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, Bandung: Penerbit Mandar Maju, 1989. Makarao, Muhammad Taufik, dkk, Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Jakarta: Rineka Cipta, 2013. Nevd, Jeffrey S., dkk, Abnormal Psychology in A Changing World, terj. Tim Fakultas Psikologi UI, Psikologi Abnormal, jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2005. Pransiska, Toni, Kado Istimewa untuk Anakku, Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2015. Purwadi, Imam, Penelitian Perdagangan (Traficking) Perempuan dan Anak di Nusa Tenggara Barat, NTB: Lembaga Penelitian Anak, 2006. Salim, Hadiyah, Mukhtār al-Ahādits, Bandung: al-Maarif, 1983. Salim, Mukhtār al-Ahādits, Bandung: al-Maarif, 1983. Shihab, M. Quraish,Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002. Suyanto, Bagong, Masalah Sosial Anak, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2013. Umar, Marzuki, Perilaku Seks Menyimpang, dan Seksualitas Kontemporer Umat Islam, Yogyakarta: UII Press, 2001.
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015
61
Perlindungan Anak Dalam Perspektif Islam....
62
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 2, Juli 2015