PERLAKUAN DINGIN UNTUK PENGENDALIAN LALAT BUAH Bactrocera spp. PADA JERUK MANDARIN
ROFIKA ROCHMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Perlakuan Dingin untuk Pengendalian Lalat Buah Bactrocera spp. pada Jeruk Mandarin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun ke perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016 Rofika Rochmawati NIM. F251130211
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
RINGKASAN ROFIKA ROCHMAWATI. Perlakuan Dingin untuk Pengendalian Lalat Buah Bactrocera spp. pada Jeruk Mandarin.Dibimbing oleh RIZAL SYARIEF, BUDI NURTAMA dan ROKHANI HASBULLAH. Jeruk Mandarin merupakan peringkat pertama buah impor di Indonesia.Tingginya nilai impor buah memiliki dampak pada peningkatan resiko masuknya organisme pengganggu tanaman dari Negara lain ke wilayah Indonesia, dan dikhawatirkan dapat menimbulkan penyakit dan hama baru bagi tanaman di Indonesia. Sehingga prosedur karantina merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat efektivitas perlakuan dingin sebagai metode karantina untuk mengontrol lalat buah Bactrocera spp. pada jeruk Mandarin dan memastikan kualitas fisik dan kimia tetap terjaga dengan baik, serta mengetahui tingkat kesukaan konsumen pada buah hasil perlakuan yang disimpan pada simulasi penyimpanan di tingkat pengecer. Jeruk Mandarin varietas murcott asal Australia digunakan sebagai sampel, serangga model yang digunakan adalah Bactrocera papayae, Bactrocera carambolae dan Bactrocera cucurbitae pada masing-masing stadia (telur dewasa, larva instar satu, instar dua, dan instar tiga).Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, tahap pertama adalah mengetahui efektivitas perlakuan dingin, yaitu penentuan stadia dan spesies yang paling tahan terhadap suhu dingin. Telur lalat buah diinfestasikan ke dalam buah kemudian diinkubasi pada suhu 28 oC hingga mencapai masing-masing stadia.Stadia larva instar 3 dicapai selama120 jam inkubasi, stadia larva instar 2selama 76 jam, stadia larva instar 1 selama 48 jam, dan telur dewasa selama 28 jam.Perhitungan mortalitas dilakukan pada hari ke-6, 10, 14, 16, dan 18.Tahapan selanjutnya adalah pengujian skala besar.Lama waktu untuk uji skala besar ditentukan dengan mengggunakan analisis probit software SPSS, dengan tetap mengacu pada peraturan APHIS untuk metode desinfestasi lalat buah dengan perlakuan dingin, kemudian dilakukan pengujian kualitas fisik dan kimia pada buah, dan pengujian terhadap tingkat kesukaan konsumen berdasarkan simulasi penyimpanan di tingkat pengecer. Berdasarkan hasil uji ketahanan, spesies yang paling tahan pada perlakuan dingin adalah Bactrocera cucurbitae stadia larva instar 2 pada suhu 3 oC, sehingga spesies dan stadia tersebut digunakan pada uji skala besar, dengan perlakuan selama 18 hari. Hasil uji skala besar menyatakan tingkat mortalitas telah mencapai 100%. Dengan demikian, perlakuan dingin pada suhu 3 oC selama 18 hari dinyatakan efektif untuk mencegah keberadaan Bactrocera spp. Hasil uji kualitas fisik menyatakan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pada kekerasan buah sebelum dan sesudah perlakuan, dan tidak terdapat perubahan yang nyata pada warna buah dan kandungan kimianya. Sementara, uji hedonik yang dianalisis menggunakan analisis sidik ragam, hasilnya menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat kesukaan konsumen terhadap jeruk Mandarin.Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan suhu penyimpanan di tingkat pengecer tidak mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen pada jeruk Mandarin secara keseluruhan. Kata kunci : karantina, jeruk Mandarin, perlakuan dingin, kualitas buah
SUMMARY ROFIKA ROCHMAWATI. Cold Treatment to Controlling Fruit Fly Bactrocera spp. of Mandarin Orange.Supervised by RIZAL SYARIEF, BUDI NURTAMA and ROKHANI HASBULLAH. Volume of Indonesia‟s import fruit is quite high, especially in Mandarin orange. This fact is highly associate with the spread of new pests and diseases from their original countries to the plants in Indonesia. Therefore, quarantine treatment is important activity that must be done. This research aims to determine the effectiveness of cold treatment as a quarantine method in controlling Bactrocera spp. of Mandarin orange and to ensure the best physical and chemical quality of the fruit, and to ensure the consumer preference of the fruit after storage on retail storage system simulation. Mandarin oranges were used in this study because it known as the highest volume of import fruit. This study also uses 3 species of Bactrocera as insect models, there were Bactrocera papayae, Bactrocera carambolae dan Bactrocera cucurbitae in each stage (mature egg, 1st instar larvae, 2nd instar larvae and 3rd instar larvae). The method was contain of several steps. First step was determine the most tolerant stage and species in cold treatment. The eggs were infested to the fruit and then incubated at 28 oC until reach each stage. Its need 120 hours incubated for the 3rd instar larvae, 76 hours for 2nd instar larvae, 48 hours for 1st instar larvae, and 28 hours for mature eggs. Counting of survivors was held on 6, 10, 14, 16 and 18 days.The procedure then continued to large scale trial to know the efectivity of cold treatment. Time exposure of large scal trial was determined by probit analysis SPSS software, and according to provision of APHIS for desinfestation of Bactrocera spp. by cold treatment. Next step was fruit quality test and consumer preference test based on retail storage system simulation. The result of the pest control showed that the most tolerant of cold treatment was the second instar of B. cucurbitae at 3 oC. Therefore, it‟s used for large scale trial for 18 days. Large scale trial has reached 100% mortality. Thus, in this study cold treatment at 3 oC for 18 days considered effective to control Bactrocera spp. For comparing before and after cold treatment, it was a significant increase of hardness parameter, and no significant difference on color and chemical content. While result in hedonic test showed that no significant difference of consumer preference to the fruit in different retail storage system for 15 days. Thus, it can be said that the different temperature has no effect to consumer preference to overall quality of Mandarin orange fruit. Keywords: quarantine, Mandarin orange, cold treatment, fruit quality
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERLAKUAN DINGIN UNTUK PENGENDALIAN LALAT BUAH Bactrocera spp. PADA JERUK MANDARIN
ROFIKA ROCHMAWATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji pada Ujian Tesis:
Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA
Judul Tesis :Perlakuan Dingin untuk Pengendalian Lalat Buah Bactrocera spp. pada Jeruk Mandarin Nama : Rofika Rochmawati NIM : F251130211
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS Ketua
Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr Anggota
Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Prof. Dr. Ir. Ratih Dewanti, M.Sc
Tanggal Ujian: 21 Maret 2016
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.ScAgr
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga laporan hasil penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada Bulan Juli-Desember 2014 ini adalah perlakuan dingin pada buah, dengan judul Perlakuan Dingin untuk Pengendalian Lalat Buah Bactrocera spp. pada Jeruk Mandarin. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr dan Bapak Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si selaku pembimbing anggota yang telah membimbing, memberikan koreksi dan saran mulai dari penyununan usulan penelitian hingga penulisan laporan akhir penelitian ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih pada Bapak Hendra Adi Saputra, ST, M.Si dan Bapak Slamet Budiawan, SE, SP selaku tim peneliti dari Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian yang memberikan fasilitas laboratorium dan sebagian besar dana penelitian, serta bantuannya selama penyusunan rencana penelitian hingga penyelesaian laporan hasil penelitian. Ungkapan terima kasih juga tidak lupa disampaikan kepada Ayah, Ibu, dan seluruh keluarga atas doa, dukungan dan kasih sayangnya selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2016
Rofika Rochmawati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis
1 1 2 2 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Pelakuan Karantina Buah dan Sayuran Segar Perlakuan Dingin Kualitas Buah Kualitas Fisik
3 3 4 5 13 13
3 METODE Waktu dan Tempat Bahan Prosedur Analisis Data
16 16 16 17 21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Efektivitas Perlakuan Dingin Uji Skala Besar Uji Kualitas Buah
22 22 24 24
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
29 29 29
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
35
RIWAYAT HIDUP
44
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Data Impor Buah Jeruk Tahun 2007-2013 Negara Pengimpor Jeruk ke Indonesia Studi Pustaka Perlakuan Dingin pada Buah Data Mortalitas Terkoreksi (formula Abbott) spesies Bactrocera spp Hasil Analisis Probit Pada B. Cucurbitae Hasil Uji Skala Besar Hasil Analisis Kualitas Fisik Jeruk Mandarin Hasil Analisis Kualitas Kimia Jeruk Mandarin Tingkat Kesukaan Konsumen (overall attribute) pada Buah Jeruk Berdasarkan Simulasi Penyimpanan Tingkat Pengecer
3 4 6 23 24 25 26 28 29
DAFTAR GAMBAR 1 Jumlah Individu yang Dibutuhkan untuk Pengujian dengan Tingkat Kematian Mendekati 100% dan Tingkat Kepercayaan 95% 2 Siklus Hidup Bactrocera spp. 3 Queensland Fruit Fly Dewasa 4 Mediteranian Fruit Fly 5 Bactrocera papayae 6 Bactrocera cucurbitae 7 Alur Pemanenan Telur 8 Penetrometer 9 LCD Digital Model Refractometer
9 10 11 12 13 14 18 20 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Rekomendasi Perlakuan Beberapa Buah Impor di Indonesia Diagram Alir Uji Ketahan Stadia – Kualitas Buah Diagram Alir Uji Tingkat Kesukaan Konsumen Hasil Analisis Sidik Ragam Uji Kesukaan Konsumen
35 40 41 42
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karantina merupakan suatu cara pencegahan penyebaran serangga, virus, atau makhluk biologis lainnya yang dapat membawa penyakit baru ke dalam suatu Negara serta mencegah hama dan penyakit yang ada di dalam wilayah tersebut untuk menyebar keluar, sehingga hal ini dinilai penting bagi suatu negara, termasuk Indonesia. Kegiatan karantina buah dan sayur di Indonesia ini dilakukan oleh Badan Karantina Pertanian RI yang telah bertugas dari tahun 1930, dengan nama awalnya sebagai Balai Penyelidikan Penyakit Tanaman dan Budidaya. Hingga saat ini karantina pertanian dilakukan pada 52 unit pelaksanaan teknis dengan 393 titik pelayanan impor, ekspor dan antar area (domestik) yang tersebar diseluruh Indonesia. Salah satu cara penyebaran hama dan penyakit pada tanaman adalah melalui jual beli bahan pertanian seperti buah dan sayuran antar negara atau dikenal dengan sebutan ekspor-impor. Jeruk merupakan salah satu buah yang memiliki tingkat konsumsi tinggi. Berdasarkan data BPS (2013), pada tahun 2012 jeruk menduduki peringkat pertama untuk nilai impor buah di Indonesia, dengan nilai impor mencapai USD 227.300.473, dan jeruk yang paling populer diimpor adalah jenis Mandarin. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa tingginya jumlah impor buah meningkatkan resiko masuknya organisme pengganggu tanaman khususnya lalat buah dalam jeruk dari negara lain, yang dikhawatirkan dapat mengakibatkan hama dan penyakit tanaman baru di dalam negeri, maka pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42 Tahun 2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Buah Segar dan Sayuran Buah segar ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Salah satu syarat masuknya buah impor adalah memiliki Sertifikat Phytosanitary yang merupakan jaminan produk terbebas dari organisme pengganggu tanaman. Namun, untuk komoditas jeruk hanya beberapa negara yang sudah melakukan sinkronisasi prosedur phytosanitary dengan Indonesia, diantaranya adalah USA, Australia, Kanada, dan New Zealand. Sedangkan negara lainnya masih dalam proses penyetaraan prosedur phytosanitary. Tindakan karantina ini juga diperlukanuntuk menghadapi pasar bebas ASEAN dimana jual beli antar negara, terutama produk negara-negara ASEAN akan lebih mudah keluar dan masuk ke Indonesia. Salah satu organisme pengganggu tanaman pada buah jeruk adalah lalat buah seperti Bactrocera spp. Jika lalat buah tidak dikontrol dapat merusak hingga 100% dari beberapa tanaman buah (NSW Government 2012). Salah satu metode karantina yang dapat dilakukan adalah perlakuan dingin. De Lima et al. (2007) melakukan penelitian perlakuan dingin pada jeruk Mandarin yang diinfestasi oleh lalat buah Bactrocera tryoni sebagai uji metode karantina dan hasilnya menunjukkan bahwa untuk mematikan 100% Bactrocera tryoni dibutuhkan suhu 2oC atau 3oC selama 16 hari. Metode ini dinilai dapat diterapkan untuk pencegahan masuknya organisme pengganggu tanaman pada buah impor, terutama produk yang berasal dari negara yang belum mendapat sinkronisasi prosedur penanganan buah impor dengan Indonesia.
2 Metode yang akan dilakukan di wilayah Indonesia belum diketahui secara jelas efektivitas dan pengaruhnya terhadap kualitas buah. Oleh karena itu, diperlukan pembuktian ilmiah dengan dilakukannya uji terap pada perlakuan dingin. Pengujian tersebut menggunakan Bactrocera spp. yang ada di wilayah Indonesia sebagai serangga model dari Bactrocera tryoni yang merupakan lalat buah kategori A1 yaitu organisme pengganggu tumbuhan yang belum ada di Indonesia dan dicegah keberadaanya untuk masuk ke wilayah Indonesia. Selain itu, diperlukan analisis kualitas buah hasil perlakuan, analisis ini berfungsi untuk menentukan kelayakan metode yang dilakukan, dalam arti tidak hanya efektif mematikan serangga namun juga dapat mempertahankan kualitasnya yang berhubungan dengan tingkat kesukaan konsumen.Pada penelitian ini, uji kualitas buah meliputi kualitas fisik (warna dan kekerasan), kimia (kandungan gula dan vitamin C) dan tingkat kesukaan konsumen pada buah hasil perlakuan dengan melakukan simulasi penyimpanan di suhu gudang dan display tingkat pengecer.
Perumusan Masalah Nilai impor buah di Indonesia cukup tinggi, jeruk merupakan peringkat impor buah nomor satu di Indonesia, dan setiap buah yang masuk ke Indonesia harus terbebas dari seluruh organisme yang memiliki resiko penyebaran penyakit baru di dalam negeri.Sebagian buah dan sayur impor belum memiliki jaminan terbebas dari organisme pengganggu tanaman. Perlakuan dingin dinilai dapat membunuh seluruh organisme pengganggu tanaman penyebab penyakit, namun kualitas dari perlakuan dingin tersebut belum secara rinci diteliti, sehingga dibutuhkan bukti ilmiah untuk memastikan bahwa perlakuan dingin aman bagi kualitas buah impor hasil perlakuan metode karantina.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji perlakuan dingin sebagai metode karantina Bactrocera spp. pada jeruk Mandarin impor dan mengetahui kualitas fisik dan kimia dari buah hasil perlakuan, serta mengetahui tingkat kesukaan konsumen dari buah hasil perlakuan yang disimpan dengan simulasi penyimpanan di tingkat pengecer.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan perlakuan karantina bagi buah impor, khususnya jeruk Mandarin agar terhindar dari keberadaan lalat buah yang dapat merusak buah dan mencegah penyebaran lalat buah asing ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini yaitu, Perlakuan dingin dapat membunuh 100% spesies dan stadia Bactrocera spp. yang paling resisten pada perlakuan
3 dingin, terdapat kisaran suhu dan waktu tertentu yang dapat menekan perkembangan Bactrocera spp. dengan menjaga kualitas buah tetap baik. Selain itu, diduga adanya pengaruh perlakuan pendinginan pada kualitas buah secara fisik dan kimia serta terdapat pengaruh kesukaan konsumen terhadap perbedaan suhu penyimpanan selama 15 hari di tingkat pengecer
2 TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Tanaman jeruk adalah tanaman buahtahunan yang berasal dari Asia.Cina dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Sejak ratusan tahun yang lalu, jeruk sudah tumbuh di Indonesia baik secara alami atau dibudidayakan. Tanaman jeruk yang ada di Indonesia adalah peninggalan orang Belanda yang mendatangkan jeruk manis dan keprok dari Amerika dan Italia. Sentra jeruk di Indonesia tersebar meliputi: Garut (Jawa Barat), Tawangmangu (Jawa Tengah), Batu (Jawa Timur), Tejakula (Bali), Selayar (Sulawesi Selatan), Pontianak (Kalimantan Barat) dan Medan (Sumatera Utara). Serangan virus CVPD (Citrus Vein Phloen Degeneration), menyebabkan beberapa sentra penanaman mengalami penurunan produksi, serta diperparah lagi oleh sistem monopoli tata niaga jeruk yang saat ini tidak berlaku lagi. Volume jeruk impor pada Januari-April 2011 sudah mencapai 50% dari total impor sepanjang 2010. Menurut Badan Karantina Pertanian, impor jeruk Mandarin pada kuartal pertama 2011 mencapai 77.502 ton, padahal untuk keseluruhan tahun 2010 mencapai 96.489 ton. Hingga saat ini Indonesia termasuk negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN setelah Malaysia, dengan volume impor khususnya untuk jenis keprok atau mandarin, selama kurun waktu 2005 - 2010 mencapai 550.809 ton atau sekitar 91.802 ton per tahun dengan nilai mencapai US $ 650.128.774 (Dirjen Hortikultura 2013). Data perkembangan impor jeruk dari tahun 2007-2013 berdasarkan BPS (2014) disajikan pada Tabel 1, sedangkan daftar Negara pengimpor jeruk terbesar ke Indonesia berdasarkan data 4 bulan pertama di 2012 (BPS 2012) disajikan pada Tabel 2. Tabel 1 Data Impor Buah Jeruk Tahun 2007-2013 Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Jumlah Impor (ton) 119.740 143.770 216.785 203.916 231.542 258.000 250.000
Berdasarkan hasil penelitian Rane Zab dan Bashkar (2012), ekstrak dari bulir Citrus reticulata memiliki kandungan Maltol, 3,5-Dihydroxy-6-methyl-2,3dihydro-4H-pyran-4-one, Glucerol, 5-hydroxy methylfur fural,
4 Nitrisobutylglucerol, haptamethoxyflavone dan sebagainya yang berfungsi sebagai obat tradisional dan herbal. Pada obat tradisional China, bulir kering dari buah ini digunakan untuk meningkatkan fungsi pencernaan, distensi abdominal, mengurangi dahak, mengobati masalah kulit, hemiplegia, gigitan ular, demam, kehilangan rasa, rematik kronis, sakit perut, pendarahan berlebih saat menstruasi, pembengkakan limpa, edem, dan penyakit jantung, bronchitis, dan asma. Terdapat tiga jenis flavonoid pada tanaman ini, yaitu flavonones, flavones dan flavonols.Diantaranya, terdapat polymethoxyflavones (PMFs) yang menunjukkan potensi chemopreventive pada sifat antimutagenik dan antitumor.Bulir buah ini juga mengandung komponen bioaktif lainnya seperti asam phenolic, flavonoid, limonoids, dan serat. Tabel 2 Negara Pengimpor Jeruk ke Indonesia Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Negara Pengekspor China Pakistan Mesir USA Spanyol Turki Taiwan Thailand Australia Malaysia
Jumlah (ton) 130,900 10,200 2,000 1,500 458,1 187,5 166,4 141,4 120,6 92,8
Secara umum, kulit jeruk mengandung zat antioksidan yang tinggi dibandingkan dengan daging buahnya.Bulir/ampas jeruk yang dihasilkan secara kasar satu setengah dari masa buah, mengandung komponen bioaktiv termasuk antioksidan alami seperti phenolic dan flavonoid (Li et al. 2006).Ampas kering dari buah jeruk mandarin, tercatat sebagai obat di China untuk mengaktivasi sirkulasi dan energi vital, menghilangkan kedinginan, mengurangi stagnansi fisik, dan sebagainya.Unsur aktif utamanya adalah adrenergic amin seperti synephrine, octopamine, dan tyramine serta flavonoid (flavonones, flavones dan flavonold), dan phenolic acid (Xu et al. 2007).
Pelakuan Karantina Buah dan Sayuran Segar Karantina buah dan sayuran dinilai penting bagi suatu negara, termasuk Indonesia. Karantina merupakan suatu cara pencegahan penyebaran serangga, virus, atau makhluk biologis lainnya yang dapat membawa penyakit baru ke dalam suatu negara. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu tindakan karantina untuk setiap tanaman dan hewan yang masuk ke Indonesia. Tindakan karantina ini diatur dalam sebuah peraturan menteri pertanian nomor 42 tahun 2012 tentang persyaratan teknis dan tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan buahbuahan dan sayuran buah segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. Intisari dari peraturan tersebut adalah mengharuskan buah-buahan dan sayuran buah segar yang dimasukan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia,
5 wajib dilengkapi Sertifikat Kesehatan Tumbuhan (Phytosanitary Certificate) dari negara asal dan negara transit. Pemasukan buah-buahan dan atau sayuran buah segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia dapat berasal dari area produksi di negara asal yang bebas dari infestasi organisme pengganggu tumbuhan karantina (pest free area) atau berasal dari area produksi di negara asal yang tidak bebas dari infestasi organisme pengganggu tumbuhan karantina. Pemasukan buah-buahan dan atau sayuran buah segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia yang berasal dari area produksi yang tidak bebas dari infestasi organisme pengganggu tumbuhan karantina harus diberi perlakuan. Perlakuan tersebut salah satunya dapat berupa pendinginan (cooling) dengan suhu sesuai jenis buah, yang dinyatakan dalam kolom perlakuan pada phytosanitary certificate yang disertakan dalam pemasukan produk (Kementrian Pertanian 2012).Rekomendasi perlakuan pada beberapa komoditi utama buah-buahan impor yang masuk ke wilayah Republik Indonesia menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia disajikan pada lampiran 1. Terdapat beberapa metode desinfeksi untuk karantina, yaitu fumigasi dengan methyl bromide, perlakuan dingin atau irradiasi (APHIS 2006).Methyl bromide memiliki sifat phytotoxic pada jeruk dan memperpendek umur simpan, penggunaannya pun telah dilarang di Australia karena menyebabkan penipisan ozon dan dihapus dari protocol Montreal, sedangkan irradiasi tidak merusak buah jeruk dan masih terus digunakan. Namun, permasalahan serangga yang menjadi steril masih belum terselesaikan. Efek dari penyimpanan dingin dapat dikontrol dan diperbolehkan untuk mendesinfeksi lalat buah pada buah yang akan dikirim ke luar negri. Perlakuan yang diperbolehkan adalah 1oC selama 16 hari untuk buah jeruk manis, jeruk mandarin, dan jeruk tangelos (Heather et al. 1996). Hasbullah et al. (2013), melakukan metode desinfeksi lalat buah lainnya, yaitu dengan vapour heat treatment (VHT), hasilnya menyatakan bahwa metode tersebut dapat membunuh B. carambolae hingga 100% mortalitas pada suhu 43oC selama minimal 30 menit, atau 46oC selama minimal 15 menit. Perlakuan Dingin Perlakuan dingin untuk kepentingan karantina ini telah diteliti mulai awal abad ke-20, saat Back dan Pemberton pada tahun 1916 mempelajari tentang pengaruh suhu dingin pada perkembangan stage yang berbeda dari C. capitata pada buah persik dan apel, dan menyimpulkan bahwa larva instar ketiga adalah yang paling toleran terhadap perlakuan dingin. Perlakuan dingin dapat dijadikan salah satu metode karantina buah dan sayuran segar, karena diduga dapat mematikan serangga atau hewan yang ikut terbawa di dalam buah asal luar negeri. Perlakuan dingin dari buah jeruk memungkinkan untuk memperpanjang waktu simpan yang berimbas pada perluasan market, transportasi yang memakan waktu lama, dan dapat memenuhi aturan supply buah ke pasaran. Penyimpanan yang direkomendasikan untuk buah jeruk mandarin adalah 5-8oC (Kader dan Arpaia 2002), meskipun pada kenyataannya kebanyakan penyimpanan buah diatur pada suhu 2,22oC atau dibawahnya jika diberlakukan karantina untuk lalat buah (Burns 2004).
6 Santaballa et al. (2009) Melakukan penelitian perkembangan C. capitata dalam jeruk clementine mandarin, membuktikan bahwa perkembangan serangga target sama pada jenis jeruk lainnya dan lebih cepat perkembangannya pada lemon. Tahap larva lebih resisten pada dingin dibandingkan dengan telur, tanpa perbedaan yang signifikan antara larva muda dan tua.Setelah 14 hari perlakuan dingin, kematian larva mencapai 100%. Perlakuan dingin pada 2oC selama 16 hari pada skala industri menunjukkan efektivitas penghambatan total pada stadium C. capitata yang paling toleran pada perlakuan dingin dan dapat menjadi jaminan karantina pada treatment pencegahan lalat buah. Perlakuan refrigerasi, diikuti dengan transportasi dan pemasaran produk tidak menimbulkan modifikasi substansial pada sifat kualitatif buah, dan tidak ditemukan perbedaan fisiologikal dan kebusukan yang disebabkan oleh Penicillium sp. yang biasanya terjadi pada proses pemasaran.Tabel 3 merupakan beberapa penelitian atau studi pustaka mengenai perlakuan dingin pada buah. Tabel 3 Studi Pustaka Perlakuan Dingin pada Buah Peneliti De Lima et al. (2011)
Santaballa et al. (2009)
Khan et al. (2007)
Produk Perlakuan Hasil (Citrus Sebanyak 5 varian jeruk Perlakuan dingin yang dapat diberi perlakuan dingin mematikan hingga 100% 2oC dan 3oC untuk mortalitas yaitu: mencegah - Citrus limon : 2oC selama perkembangan Ceratitis 16 hari atau 3oC selama capitata dan Bactrocera 18 hari dapat mematikan tryoni. Perlakuan harus C. capitata dan 14 hari mencapai 100% mematikan Bactrocera mortalitas pada tryoni. serangga yang - Citrus reticulata dan diinfestasikan sebanyak Citrus sinensis: 2oC lebih dari 30.000 telur selama 18 hari atau 3oC lalat buah. selama 20 hari dapat mematikan C. capitata dan 2oC atau 3oC selama 16 hari dapat mematikan B. tryoni. Clementine Jeruk mandarin Stadia telur merupakan yang mandarin diinfestasi dengan telur paling rentan pada perlakuan C. capitata dan dingin. Tidak ada perbedaan diinkubasi hingga yang signifikan pada larva mencapai stadia telur muda dan dewasa pada dewasa, larva muda, dan ketahanannya terhadap suhu larva dewasa. Disimpan rendah. Suhu 2oC selama 16 pada suhu dingin 2 ± hari adalah yang paling efektif 0,5oC sebagai metode untuk mematikakn 100% C. karantina buah untuk capitata. Selain itu, tidak ada keperluan ekspor, perubahan sifat kualitatif dan kemudian diamati perbedaan fisiologis dari buah. tingkat mortalitasnya. Jeruk manis Perlakuan pemanasan Terjadi peningkatan pada total varian Blood dan pendinginan pasca soluble solid (TSS) pada Red panen pada buah jeruk penyimpanan hari ke-45, dan Jeruk sp.)
7 dan pengamatan kualitasnya selama penyimpanan 60 hari di suhu ruang.
Obenland et al. (2011)
Jeruk mandarin varietas Murcott dan Owari
Penyimpanan selama 0, 3 dan 6 minggu pada 0oC, 4oC, dan 8oC serta penyimpanan 1 minggu pada suhu 20oC, kemudian dievaluasi sifat sensorisnya sebagai parameter kualitas dan sifat aroma volatilnya.
Gosalbes et al. (2004)
Mandarin Penyimpanan pada suhu varietas Fortune 1,5oC dan dilakukan dan Hernandina analisis terhadap chilling injury (CI) pada kupasan kulit melalui gen oksigenase.
penurunan TSS pada hari ke60. Kandungan juice meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan hingga 45 hari, namun menurun pada beberapa perlakuan setelah 60 hari penyimpanan. Kehilangan bobot terbesar yaitu pada perlakuan dingin, namun memiliki perkembangan warna dan TSS. Kandungan juice terbesar asam organik dan persen gula tertinggi terdapat pada control yang menurun dengan meningkatnya waktu pemanasan (15 menit, 50oC). Chilling injury meningkat dengan meningkatnya durasi pendinginan (72 jam, 5oC). Kualitas flavor berkurang pada Owari. Selama 4 minggu penyimpanan off flavor meningkat. Semantara nilai hedonikMurcott menurun setelah buah disimpan selama 7 minggu. Rasa pahit menurun selama penyimpanan pada kedua varietas tersebut yang berhubungan dengan peningkatan rasio soluble solid content (SSC) dan Titration Acid (TA). Peningkatan kadar alkohol dan ester terjadi selama penyimpanan di kedua varietas tersebut yang berkontribusi pada hilangnya kualitas flavor. Penyimpnan pada suhu 1,5oC menyebabkan peningkatan akumulasi mRNA Chillinginduced oxygenase (CIOX), sebagai respon chilling injury. Namun, gen ini tidak aktif pada Hernandina yang merupakan buah mandarin yang tahan pada chilling injury. Peningkatan Abcisis acid (ABA) tidak menyebabkan kerusakan pada Mandarin Hernandina yang disimpan pada suhu 1,5oC dan
8
Stanley et al. (2013)
Sala Jose M (1998)
Apricots
Clemenules, Clementine, Nova dan Fotune Mandarin
Dilakukan penyimpanan pada suhu 0oC dan diperam pada suhu 20oC atau diperam dari awal pada suhu 20oC pasca panen kemudian dianalisis sifat sensorinya.
Penyimpanan dingin 2,5oC selama 4 minggu dan dilakukan analisis chilling injury berdasarkan perubahan aktivitas oxygen scavanging enzymes, superoksida dismutase, catalase, dan ascorbat peroxidase.
mandarin Fortune yang o disimpan pada suhu 12 C, jadi gen ini tidak diregulasi oleh ABA tapi terekspresi oleh kombinasi suhu rendah dan ABA, yaitu kondisi yang meningkatkan chilling injury pada buah. Umur kematangan saat panen mempengaruhi secara signifikan kekerasan daging buah dan beberapa factor kualitas lain. Penampakan kesan tepung dan gel hanya terjadi pada buah yang disiman pada 0oC. Pembentukan kesan tepung berhubungan dengan kehilangan juiceness.Juiceness menurun maka kesan tepung dan pembentukan gel meningkat. Aktivitas katalase, ascorbat peroxidase dan glutation reduktase lebih tinggi pada varian yang toleran dingin, yaitu Clemenules dan Clementine. Pada suhu rendah, buah yang tahan dingin memiliki system enzim antioksidan yang lebih efisien.
Hansen et al. (2007) melakukan penelitian perlakuan dingin untuk mengontrol larva ngengat Cydia pomonella (Lepidoptera: Tortricidae) pada buah apel yang akan diekspor. Penelitian ini dilakukan pada suhu 1,1oC. Hasilnya menyatakan bahwa seluruh larva nondiapause (perkembangan hidup tidak tergantung dengan lingkungan) mati selama penyimpanan 12 minggu, sedangkan larva diapause mati selama penyimpanan 7 minggu.Larva diapause lebih muda dari nondiapause sehingga lebih rentan pada perlakuan dingin. De lima et al. (2007) melakukan penelitian perlakuan dingin pada Citrus spp. Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti standar prosedur uji skala besar ekspor, menggunakan 5 jenis kultivar Citrus pada 2oC dan 3oC dapat menghambat Mediteranian Fruit Fly (MFF) (Ceratitis capitata) dan Queensland frui Fly (QFF) (Bactrocera tryoni). Periode perlakuan dibutuhkan untuk mematikan secara menyeluruh sebanyak >30.000 serangga. Untuk mematikan 100% MFF dibutuhkan suhu 2oC selama 16 hari pada lemon (Citrus limon) dan 18 hari pada jeruk manis (Citrus sinensis) dan Mandarin (Citrus reticulata), sedangkan pada suhu 3oC dibutuhkan waktu selama 18 hari pada lemon dan 20 hari pada jeruk manis dan mandarin. Untuk QFF, perlakuan yang dibutuhkan untuk mematikan
9 100% adalah 14 hari pada lemon dan 16 hari pada jeruk manis dan mandarin pada suhu 2oC dan 3oC.
Gambar 1.Jumlah individu yang dibutuhkan untuk pengujian dengan tingkat kematian mendekati 100% dan tingkat kepercayaan 95%. Dihitung oleh Couey dan Chew 1986 ( Schortemeyer 2011). Komoditi horticultural di USA sudah beberapa dekade mengaplikasikan standar probit-9 untuk kontrol perlakuan lalat buah (Diptera: Terephtidae) atau hama serupa. Probit-9 efektif untuk mematikan serangga hingga tingkat mortalitas 99,9968329% (sering dibulatkan menjadi 99.9968%) setelah perlakuan. Couey dan Chew (1986) menghasilkan formula untuk menentukan jumlah serangga yang dibutuhkan untuk pengujian dengan tujuan untuk mematikan seluruh serangga. Hubungan antara target mortalitas dan jumlah indivdu yang dibutuhkan untuk pengujian adalah eksponensial (Gambar 1).Analisis probit adalah jenis regresi yang digunakan untuk variable respon binomial.Output dari analisis probit dapat digunakan untuk membandingkan dosis (jumlah bahan kimia) yang dibutuhkan untuk membuat respon yang sama untuk berbagai bahan kimia. Model regresi dari analisis probit adalah metode garis lurus yang membandingkan hubungan antara peubah respon atau peubah tidak bebas (Y) dengan peubah bebas (X), dimana a: intercept, b: kemiringan garis (slope) dan e: galat. Secara matematika dapat dituliskan dalam bentuk berikut, Y = a + bX + e.
Lalat Buah Lalat buah Bactrocera spp. merupakan hama yang sangat mengganggu dan merugikan banyak tanaman buah dan sayur, termasuk pada jeruk mandarin. Bactrocera memiliki banyak spesies, misalnya Bactrocera tryoni, Bactrocera papayae, Bactrocera cucurbitae, Bactrocera carambolae, dan masih banyak yang lainnya. Siklus hidup hama ini dimulai dari stadia telur, larva instar 1, larva instar 2, larva instar 3, pupa, dan imago (lalat buah dewasa), siklus hidup Bactrocera dijelaskan pada Gambar 2.
10
(a) Telur
(d) Imago
(b) Larva
(c) Pupa
Gambar 2 Siklus Hidup Bactrocera spp. Sumber : Rochmawati (2016)
Lalat buah betina mempunyai ovipositor yang runcing pada ujung tubuhnya yang berfungsi untuk memasukkan telur ke dalam buah.Jumlah telur yang diletakkan per hari bervariasi antara 2-40 butir.Telur yang telah diletakkan dalam daging buah kemudian berkembang menjadi larva. Larva ini akan berkembang, makan dan hidup di dalam buah. Larva instar akhir akan menjatuhkan dirinya ke tanah untuk membentuk pupa di dalam tanah, dan selanjutnya akan berkembang menjadi lalat buah dewasa dan siap untuk berkembangbiak. Queensland fruit fly (QFF) Queensland fruit fly (QFF) yang memiliki nama latin Bactrocera tryoni (Gambar 3) merupakan lalat buah asli dari Queensland timur dan utara-timur New South Wales. Ketersediaan host yang sesuai dan habitat di daerah perkotaan dan produksi hortikultura di Queensland, New South Wales, Victoria dan Northern Territory telah memungkinkan QFF untuk memperluas jangkauan alaminya. QFF merupakan masalah bagi para tukang kebun rumahan dan petani buah dan sayuran.Serangan QFF dapat mengakibatkan banyak kerusakan pada buah dan sayuran.Host dari QFF merupakan buah yang matang pada musim panas seperti buah stroberi, apel dan sayuran seperti tomat dan capsicums.Tanaman hias berbuah seperti berbunga Prunus dan Manchuria pir dan buah tanaman asli seperti pilly lilly host.Jika tidak dikontrol, lalat buah dapat merusak hingga 100% dari beberapa tanaman buah.Lalat buah dewasa betina bertelur dalam daging dan buah yang matang.Setelah telur menetas, larva mulai makan di dalam buah menyebabkan buah matang sebelum waktunya.Kulit buah mungkin terlihat utuh atau menunjukkan tanda sengatan tetapi di bawah kulit daging menjadi lembut, lembek dan coklat dengan kehadiran belatung putih (NSW Government 2012).
11
Gambar 3 Queensland Fruit Fly Dewasa Sumber : NWS Government 2012
Mediterarian Fruit Fly Mediteranian fruit fly (Medfly) yang memiliki nama latin Ceratitis capitata (Gambar 4) merupakan hama tanaman terbesar dan dianggap hama pertanian yang paling penting di dunia. Tercatat telah menginfestasi 300 buah, kacang dan sayuran, membuat tidak layak dikonsumsi oleh manusia. Banyak tumbuhan di California terancam oleh keberadaan hama ini, termasuk apel, apricot, alpukat, paprika, ara, anggur, jeruk, lemon, jeruk nipis, melon, nektarin, persik, pir, kesemek, plum, delima, jeruk, tomat dan walnut. Keberadaan hama ini dapat mengakibatkan kerugian ekonomi secara langsung melalui kerusakan buah, meningkatkan penggunaan pestisida, kehilangan pendapatan karena adanya pembatasan ekspor pada buah baik domestik maupun internasional, dan dampak buruk pada tanaman asli melalui penghancuran buah mereka. Infestasi permanen Medfly akan menghasilkan estimasi kerugian tahunan sebesar $ 1,3 hingga US $ 1,8 miliar. Medfly ini berasal dari Afrika, namun telah menyebar ke beberapa bagian dunia termasuk Eropa selatan, Australia, dan Dunia tropis baru.Siklus hidup Medfly dimulai ketika betina dewasa melubangi kulit buah dan sayur kemudian menelurkan satu hingga sepuluh telur per buah.Telur menetas dan berkembang menjadi larva, yang memakan daging buah. Setelah membusuk, buah yang terinfestasi biasanya jatuh ke tanah dan larva akan meninggalkan buah dan masuk ke tanah untuk membentuk pupa. Medfly dewasa akan muncul dari tanah dan kawin, menyempurnakan siklus. Imago dewasa dapat hidup hingga 2 bulan. Total waktu dari telur hingga dewasa dapat bervariasi dari lima minggu hingga lima bulan tergantung suhu (CFDA 2008).
Gambar 4 Mediteranian Fruit Fly Sumber : CFDA 2008
Bactrocera papayae
12
Lalat buah pepaya Asia, B. papayae(Gambar 5) dilaporkan telah menginfestasi sebanyak 209 tanaman pada 51 famili tanaman termasuk jambu (Rwomushana et al. 2008). Infestasi serangga dewasa dan larvanya secara langsung menurunkan kualitas dan kuantitas buah.Beberapa studi intensif dalam taksonomi dan variasi genetik telah dipelajari di Malaysia sejak 1986. Larva B. papayae memiliki 3 stadia instar. Menurut Chang et al. (2007), mayoritas larva akan mati setelah mencapai instar ketiga. Hasil penelitian Noor et al. (2011) menunjukkan bahwa ketahanan larva B. papayae menurun dari satu instar ke instar yang lain. Persentase larva yang dapat bertahan menurun dari 74,01% (instar satu) menjadi 54.96% (instar dua). Walaupun presentase penetasan telur tinggi (96.03%), hanya 26.39% yang sukses mencapai larva hingga instar tiga, karena adanya infestasi bakteri ke dalam telur atau ke dalam buah yang dikonsumsi oleh B. papayae, atau ketidaktahanan perubahan lingkungan saat dipindah ke laboratorium.
Gambar 5Bactrocera papayae Sumber : Noor et al. (2011)
Bactrocera carambolae Lalat buah carambola, Bactrocera carambolae tercatat dapat menginfestasi lebih dari 151 jenis buah dan sayuran termasuk jambu mete (Anacardium occidentale), mangga (Mangifera indica), gula palem (Arenga pinnata), alpukat (Persea americana), nangka (Artocarpus heterophyllus), jambu biji (Psidium guajava), lemon (Citrus paradisi), jeruk mandarin (Citrus reticulata), jeruk manis (Citrus sinensis), tomat, sawo (Manilkara zapota), Cherry India barat (Malpighia punicifolia), almond tropis (Terminalia cattapa) dan cabai. Spesies ini merupakan hama yang serius, yang dapat menyerang buah dari umur muda (Van Sauers-Muller 1991). Serangan lalat buah ini dapat menurunkan produksi tanaman, meningkatkan penggunaan insektisida dalam sistem pemeliharaan yang memiliki pengaruh sekunder seperti toksisitas pada pekerja yang terpapar bahan kimia pertanian, masalah keamanan pangan, dan lain-lain (Jeyasankar 2009).Spesies ini pernah menyerang secara besar-besaran di Amerika Selatan pada pertengahan 1970an, menjadikan spesies ini masalah global (Schutze et al. 2011). Bactrocera cucurbitae
13 Bactrocera cucurbitae (Gambar 6) dikenal dengan sebutan lalat Melon, merupakan lalat buah polyfagus yang menginfestasi sebanyak 125 species tumbuhan, yang sebagian besar merupakan cucurbitae dan Solanaceae (Dhillon et al. 2005). Lalat buah ini dilaporkan telah menjadi hama dari Bangladesh, Pakistan, Nepal, China, New Guinea, Filipina, Mariana, Hawaii, dan sebagian besar Asia tenggara. Spesies ini juga dilaporkan keberadaannya di Mesir, Kenya dan Tanzania (Weems dan Heppner 2001). Di area infestasi, sayuran bisa secara menyeluruh atau sebagian dirusak nilai komersialnya berdasarkan tingkat infestasi, maka spesies lalat ini dianggap serangga hama yang serius dan dikategorikan sebagai subjek organisme yang terlarang di area karantina. Kerugian yang diakibatkan oleh lalat ini diestimasikan mencapai 10-30% dari produksi pertanian di suatu Negara (Naqvi 2005).
Gambar 6Bactrocera cucurbitae Sumber : Laskar (2013)
Kualitas Buah Kualitas Fisik Warna diperoleh dari pigment alami dalam buah, banyak terjadi perubahan karena proses pertumbuhan tanamannya, misalnya waktu kematangan dan saat menjadi matang. Pigmen utama yang menentukan kualitas warna dan larut lemak adalah klorofil (hijau), karotenoid (kunig, orange dan merah), sedangkan yang larut air adalah antosianin (merah dan biru), flavonoid (kuning), dan betalain (merah). Sebagai tambahan, reaksi pencoklatan enzimatis dan non enzimatis dapat dihasilkan dari pembentukan pigmen yang larut air seperti warna kuning, abu-abu dan hitam.Enzim yang terlibat dalam reaksi pencoklatan adalah polyphenol oxidase, yang mengkatalis oksidasi dari komponen polyphenolic, dan phenylalanine ammonialyase yang mengkatalis sintesis precursor dari substrat phenolic (Barret et al. 2010).
14 Warna dapat diukur secara instrumental menggunakan colorimeter atau spectrophotometer.Colorimeter dapat memberikan hasil pengukuran warna yang dapat dikorelasikan dengan persepsi mata-otak manusia dan memberikan tristimulus nilai secara langsung, yaitu L, a dan b. Colorimeters biasanya merupakan ukuran kasar dan diinginkan untuk pengukuran rutin pengendalian kualitas.Sedangkan spectrophotometer menyediakan panjang gelombang spectrum analisis dari sifat refleksi dan atau transmisi objek, dan biasanya digunakan di laboratorium penelitian dan pengembangan (HunterLab 1995). Barret et al. (2010), menyatakan bahwa parameter tekstur buah dapat dinilai dari rasa saat menyentuh buah saat dipegang oleh tangan, berada di mulut hingga dikunyah. Hal ini kebalikan dari attribute flavor. Tekstur dapat dengan mudah diukur menggunakan alat. Kebanyakan bahan tanaman dibalut dengan membrane semi-permebale dan dinding sel. Tekstur dari buah ditentukan dari tekanan turgor dan komposisi dinding selnya, dan “lem” lamella tengah yang menyambungkan antar sel. Dinding sel terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pectin, protein dan pada beberapa tanaman terdapat lignin. Masalah fisiologis, seperti chilling injury adalah masalah yang diakibatkan oleh suhu rendah yang menyebabkan kehilangan kualitas dan material saat pasca panen. Gejala chilling injury pada jeruk manis termasuk penghilangan biji, timbulnya embun basah, noda cokelat dan peningkatan kerentanan penyakit berkembang setelah buah keluar dari penyimpanan dingin, hal ini jarang sekali diamati. Penyimpanan buah jeruk di Pakistan biasanya pada suhu 0-5oC, suhu ini dapat menurunkan kualitas karena sensitifitas dingin sehingga tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama (Couey 1986). Sebaliknya, perlakuan dingin selama 48 jam meningkatkan warna namun saat diaplikasikan selama 72 jam menghasilkan penurunan perkembangan warna, dengan 72 jam pendinginan mengindikasikan kemungkinan bahwa buah mengalami chilling injury (Shahbake 1994) dan karenanya menjadi sulit mengembangkan warna secara utuh (Schirra et al. 1997).
Kuaitas Kimia Buah dan sayur merupakan sumber makronutrien seperti serat dan karbohidrat, serta mikronutrien seperti vitamin C, B komplek (thiamin, riboflavin, B6, niacin, dan folat), A, E, mineral, dan sedikit komponen polyphenolic, karotenoid, dan glukosinolat.Nutrien dikelompokkan menjadi nutrien larut air dan larut lemak. Nutrien yang larut air meliputi vitamin C, B komplek, polyphenolics, dan glucosinolates. Nutrien yang larut lemak meliputi vitamin A, E, dan karotenoid lainnya seperti lycopene dan beta karoten. Vitamin C adalah vitamin yang paling sensitive, dapat terdegradasi dengan cepat karena panas, cahaya dan oksigen (Barret et al. 2010) Gohar et al. (2007), melakukan penelitian pada buah jeruk dengan perlakuan dingin dan panas, diamati efeknya selama penyimpanan. Hasil menunjukkan bahwa kedua perlakuan tersebut memliki efek yang signifikan pada kualitas jeruk, kandungan total padatan terlarut meningkat selama penyimpanan 45 hari, dan menurun setelah 60 hari penyimpanan. Total gula dan asam organik menurun terus menerus seiring lamanya waktu penyimpanan hingga mencapai 60
15 hari penyimpanan, sedangkan perkembangan warna, total padatan terlarut, dan kandungan juice berada dalam kondisi maksimum pada perlakuan dingin. Menurut Schirra et al. (1997), pada perlakuan dingin total padatan terlarut meningkat dari 5,33 menjadi 6,16 sedangkan nilai maksimalnya 6,83 disimpan pada suhu 5oC selama 24 atau 48 jam, saat penyimpanan diperpanjang menjadi 60 hari, persentase total padatan terlarut paling rendah berada pada kontrol sedangkan persentase tertinggi pada jeruk dengan suhu 5oC selama 24 atau 48 hari. Seperti yang telah diketahui bahwa jeruk mandarin kaya akan zat antioksidan seperti flavonoid dan phenolic. Berdasarkan hasil penelitian (Tumbas 2010), komponen flavonones tertinggi dalam jeruk mandarin adalah hesperidin, mencapai 80,9%. Komponen ini merupakan komponen fungsional utama yang berlimpah, selain itu komponen lain yang memiliki konsentrasi tinggi adalah narirutin. Magda et al. (2008) menemukan bahwa bulir buah mandarin dapat mencegah proksidasi lipid pada biskuit. Penambahan bulir sebanyak 10%, menunjukkan tidak adanya efek buruk pada sifat organoleptik dari biskuit tersebut. Keberadaan komponen polyphenolic pada bulir buah jeruk yaitu hesperidin dan narirutin, memiliki aktivitas menyerap radikal bebas dan menghambat lipid peroksidasi, sehingga bulir jeruk mandarin dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dengan aktivitas antoiksidan.
Kualitas Sensori/ Organoleptik Obenland et al. (2011), melakukan penelitian terhadap perubahan sifat sensori dengan parameter kualitas dan profil aroma volatile jeruk mandarin jenis Owari dan Murcott pada penyimpanan dingin suhu 0oC, 4oC dan 8oC selama 0, 3 dan 6 minggu serta suhu 20oC selama 1 minggu. Kualitas flavor pada jenis Owari menurun setelah penyimpanan selama 4 minggu dan terjadi peningkatan offflavor, sedangkan jenis Murcott skor hedonik menurun setelah penyimpanan selama 7 minggu. Panelis juga mencatat bahwa terjadi penurunan ketajaman rasa selama penyimpanan. Hal tersebut berhubungan dengan meningkatnya rasio total padatan terlarut dengan asam tertitrasi. Selain itu, terjadi peningkatan yang tinggi pada alkohol dan ester selama penyimpanan. Selain itu, menurut Obenland et al. (2011), pada suhu dimana jeruk mandarin disimpan, tidak mempengaruhi parameter sensori yang dihitung, juga tidak ada perubahan yang signifikan pada komposisi padatan terlarut atau Soluble Solid Content (SSC), titrasi asam atau Titratable Acidity (TA), rasio SSC/TA atau volatilitas karena suhu penyimpanan. Hasil uji panelis yang dilakukan pada Murcott, yaitu buah yang disimpan pada suhu 8oC lebih disukai dibandingkan dengan buah yang disimpan pada suhu 0-4oC, hal ini kemungkinan berkaitan dengan persepsi dari off flavor yang lebih rendah dan berkurangnya rasa pahit. Hal ini dikarenakan buah yang disimpan pada suhu 8oC memiliki rasio SSC/TA yang lebih tinggi dibandingkan penyimpaan 0-4oC, meskipun perbedaan SSC/TA sangat kecil. Konsentrasi aroma volatile tidak menjadi faktor perbedaan flavor pada penyimpanan karena hasilnya tidak berbeda nyata. Peningkatan kadar alkohol dan ester menjadi faktor yang paling bertanggungjawab untuk kehilangan kualitas flavor selama penyimpanan.
16 Flavor dideskripsikan sebagai aroma (odor) dan rasa (taste). Komponen aroma merupakan zat yang volatile, zat tersebut dapat tercium oleh hidung, sedangkan reseptor rasa terdapat di mulut, dan akan lebih terasa saat makanan dikunyah. Dalam evaluasi flavor buah, sangat penting untuk mempertimbangkan “off-flavor” sebagai hal yang diinginkan. Off flavor ini diproduksi melalui aktivitas enzim seperti lipoxygenase atau peroxidase, yang berasal dari radikal bebas yang reaktif dan hidroperoksida yang mengkatalis oksidasi komponen lipid. Saat reaksi ini mucul, akan menghasilkan perkembangan flavor yang tidak diinginkan yang disebut dengan ketengikan (rancid, cardboard, oxidized, atau wet dog). Bagaimanapun, terdapat reaksi enzim katalis yang menghasilkan flavor yang tidak diinginkan.Sebagai contoh, hydroperoxidelyase mengkatalis produksi flavor pada tomat (Anthon and Barret 2003). Flavor dapat dievaluasi dengan instrument ataupun metode sensori, namun sebagian besar dari peneliti akan menyetujui metode sensori sebagai metode yang paling kritis untuk mengevaluasi atribut ini. Teknik instrument, akan menetukan 10 atau 100 jenis komponen yang ada dalam produk buah atau sayuran. Namun, metode tersebut tidak dapat mengukur kontribusi komponen spesifik kecuali komponen tersebut disertai dengan pengukuran sensori pada aktivitas bau atau flavor.Dengan alasan inilah, flavor merupakan atribut kualitas yang paling menantang dalam pengukuran dan hubungannya dengan penerimaan konsumen.
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan secara bertahap, meliputi uji pemilihan serangga dan ketahanan stadia, uji skala besar, uji kualitas buah dan uji tingkat kesukaan konsumen. Penelitian ini dilakukan di beberapa laboratorium, yaitu Laboratorium infestasi serangga Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tanaman (BBPOPT) Jatisari, Cikampek untuk infestasi serangga, inkubasi buah terinfestasi dan uji kualitas fisik buah; Laboratorium Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian (BUTTMKP) di Cikarang Barat, Bekasi untuk perlakuan dingin; Laboratorium Balai Pasca Panen Cimanggu untuk uji kualitas kimia dan Laboratorium Sensori Ilmu dan teknologi Pangan IPB untuk uji kesukaan konsumen. Penelitian ini berlangsung dari Bulan Juni hingga Desember 2014.
Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah jeruk impor jenis Mandarin, varietas Murcott asal Australia.Jeruk ini didapatkan dari retailer modern market daerah Bekasi.Serangga uji yang digunakan terdiri dari 3 spesies, yaitu Bactrocera papayae (generasi ke-84), Bactrocera carambolae (generasi ke48), dan Bactrocera cucurbitae (generasi ke-57).Masing-masing dari serangga tersebut diambil telurnya untuk diinfestasikan ke dalam jeruk.
17
Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah kontainer pendingin dengan pengaturan suhu 2 ± 0,3oC dan 2 ± 0,7oC, wadah plastik berdiameter 10 cm dan tinggi 15 cm, cawan petri, saringan kecil, kain kassa, mikroskop cahaya, handheld penetrometer, chromameter digital, refractometer digital, buret, kuas kecil diameter 0,5 cm, kertas saring, gelas kimia 30 ml, finger counter, pisau, pinset, circle cutting, solasi kertas (paper glue), nampan plastik, tissue, cetakan kotak, wadah plastik dan penutupnya, label, pisau, dan alat tulis.
Prosedur Efektivitas Perlakuan Dingin Uji Ketahanan Stadia Guna menentukan efetivitas perlakuan dingin, dilakukan 2 tahap pengujian, yaitu uji ketahanan stadia dan uji skala besar.Uji ketahanan stadia merupakan uji yang dilakukan untuk seleksi stadia serangga uji yang paling tahan terhadap perlakuan dan suhu serta waktu yang paling efektif untuk mencapai tingkat mortalitas 100%. Uji ini terdiri dari beberapa langkah , yaitu : pemanenan telur serangga, perhitungan telur untuk kebutuhan infestasi ke dalam jeruk, infestasi telur dan inkubasi jeruk terinfestasi. Telur serangga dipanen pada jam ke-24 dari waktu kawin. Masing-masing serangga yaitu B. papayae, B. carambolae dan B. cucurbitae di pelihara dalam sebuah kotak yang dilapisi kain kassa, lalat buah tersebut akan bertelur pada wadah yang telah disediakan, yaitu wadah plastik berbentuk silinder (toples) dengan diameter 10 cm dan tinggi 15 cm, yang diberi lubang dan aroma jus buah untuk menarik perhatian. Toples tersebut kemudian dikeluarkan dari kotak sarang, dan diambil telurnya.Pengambilan telur dilakukan secara hati-hati dengan menampungnya di kain kassa basah yang diletakkan di atas saringan kemudian disiram oleh aquades.Alur pemanenan telur dijelaskan pada Gambar 7. Setelah didapatkan telur, kemudian dilakukan perhitungan telur. Telur dihitung dengan menggunakan bantuan mikroskop dan kuas kecil berdiameter 0,5 cm. Telur diletakkan di atas kain kassa berwarna hitam dengan ukuran 1,5 x 1,5 cm. masing-masing potongan kain kassa tersebut berisi 100 butir telur dan diletakkan di dalam cawan petri. Masing-masing cawan petri berisi 5 lembar potongan kain kassa. Infestasi telur dilakukan dengan cara membuat sayatan berbetuk kotak dengan cetakan hingga kulit jeruk terbuka, kemudian telur yang sudah dihitung di atas potongan kain kassa (100 butir telur/ buah), dimasukkan secara langsung ke
18 dalam buah. Selanjutnya, kulit jeruk ditutup kembali dengan menggunakan paper glue.Jeruk yang sudah diinfestasi telur kemudian disimpan di dalam wadah plastik, dilapisi tissue dan ditutup (tutup wadah plastik ini dilubangi bagian atasnya dan dilapisi kain kassa agar udara dapat masuk).Wadah berisi jeruk terinfestasi telur lalat buah ini kemudian disimpan di dalam inkubator dengan suhu 28oC sebagai tempat yang mendukung untuk pertumbuhan lalat buah hingga stadia yang diinginkan. Pembentukan stadia larva instar 3 untuk spesies B. papaya dan B. carambolae dilakukan pada hari pertama infestasi, yaitu 120 jam sebelum perlakuan, stadia larva instar 2 pada 76 jam sebelum perlakuan, stadia larva instar 1 pada 48 jam sebelum perlakuan, dan telur dewasa 28 jam sebelum perlakuan. Sedangkan untuk spesies B. cucurbitae infestasi stadia larva instar 3 dilakukan pada 96 jam sebelum perlakuan, stadia larva instar 2 dilakukan pada 71 jam sebelum perlakuan, stadia larva instar 1 dilakukan pada 48 jam sebelum perlakuan, dan stadia telur dewasa dilakukan pada 20 jam sebelum perlakuan. Masing-masing stadia dari ketiga spesies diinfestasikan pada buah jeruk sejumlah 15 buah, dengan 3 kali ulangan. Sehingga jumlah jeruk terinfestasi serangga secara keseluruhan berjumlah 540 buah (3 spesies x 4 stadia x 3 ulangan x 5 waktu pengamatan x 3 perbedaan suhu) dan 72 buah sebagai cadangan. Seluruh jeruk yang sudah diinfestasi telur kemudian disimpan dalam inkubator hingga tiba waktu perlakuan.
Gambar 7 Alur Pemanenan Telur Jeruk yang telah diinfestasi dan diinkubasi sesuai stadia yang sudah ditentukan, kemudian disimpan dalam kontainer pendingin yang dibagi menjadi dua perlakuan suhu yang berbeda, yaitu 2oC dan 3oC yang disimpan selama 18 hari. Pengamatan dilakukan sebanyak 5 periode, yaitu pada hari ke-6, 10, 14, 16, dan 18.Setiap pengamatan, dilakukan pembelahan buah terhadap masing-masing perlakuan dengan 3 ulangan, dan dihitung jumlah individu yang bertahan hidup dan yang mati.Bagan alir dari prosedur ketahanan stadia hingga uji kualitas disajikan pada lampiran 2.
Uji Skala Besar Uji skala besar dilakukan setelah diketahui spesies dan stadia yang paling tahan terhadap metode perlakuan dingin dan ditentukan suhu serta waktu yang
19 lebih efektif pada uji ketahanan stadia. Sampel dibagi menjadi kelompok, yaitu jeruk terinfestasi serangga untuk keperluan uji mortalitas dan jeruk non infestasi serangga untuk keperluan uji kulitas buah. Sebanyak 78.300 telur diinfestasikan ke dalam 522 buah jeruk pada perlakuan dingin, dan 7.500 telur diinfestasikan ke dalam 71 buah pada suhu ruang sebagai kontrol. Masing-masing buah terinfestasi disimpan pada wadah plastik tertutup ukuran 10x10x7 cm. Sedangkan buah yang digunakan untuk analisis kualitas sebanyak 298 buah yang disimpan pada wadah kayu terbuka dengan ukuran 50x30x30 cm berkapasitas 40 buah/wadah. Selanjutnya, dilakukan pengamatan pada kualitas buah sebelum dan sesudah perlakuan. Lama waktu perlakuan dihitung menggunakan analisis probit software SPSS. Suhu dipilih berdasarkan hasil uji ketahanan stadia, yaitu suhu dimana serangga masih dapat bertahan hidup paling lama.
Uji Kualitas Buah Uji FisikWarna Pengukuran warna dilakukan sebelum dan setelah perlakuan dingin skala besar dengan menggunakan alat Chromameters CR310 Minolta.Sebanyak masingmasing 10 buah sampel digunakan pada uji ini.Measuring head diletakkan pada plat kalibrasi yang berwarna putih selanjutnya ditekan tombol “MEASURE”. Alat akan melakukan 3 kali pengukuran dan menyimpan data kalibrasi dalam memorinya. Measuring head didiamkan hingga pengukuran selesai. Selanjutnya, pengukuran sampel dilakukan dengan meletakkan measuring head pada sampel yang akan diukur dan tekan “MEASURE” atau tombol pada measuring head. Warna yang dianalisis adalah warna kulit buah.Pengukuran dilakukan di 3 titik berbeda dari permukaan buah sebagai ulangan nilai, dan menggunakan 3 sampel buah sebagai ulangan sampel. Parameter warna akan ditampilkan dalam skala L, a dan b. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan yang memiliki nilai antara 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menunjukkan warna merah (+a) sampai hijau (–a).Nilai b menunjukkan warna kuning (+b) sampai biru (–b). Nilai L, a, b diturunkan menjadi beberapa parameter (Palou et al. 1999), yaitu: 1. Nilai hue angle 2. 3.
Nilai kroma Indeks pencokelatan (Browning Index, BI)
20
Uji Fisik Kekerasan Uji kekerasan dilakukan sebelum dan setelah perlakuan dingin skala besar dengan alat Handheld Penetrometer (Gambar 8).Sampel yang dianalisis sebanyak 10 buah jeruk utuh, dengan masing-masing tiga kali ulangan.Sampel ditahan menggunakan tangan dan diletakkan di permukaan yang rata dan kuat, seperti meja yang dialasi piring.Penetrometer dikondisikan pada keadaan “0”, kemudian kepala plugger dipindahkan ke arah buah yang sudah dikupas.Dilakukan tekanan ke dalam daging buah secara perlahan dan tekanan tetap hingga alat menembus daging buah pada kedalaman setengah dari plugger.Keluarkan plugger dan catat hasil yang tertera pada alat.
Gambar 8 Penetrometer untuk menghitung kekerasan
Uji Kimia Kadar Vitamin C Uji kandungan vitamin C ini dilakukan di Laboratorium Jasa Analisa, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor.Metode yang digunakan adalah metode titrasi sebagaimana yang dikembangkan oleh AOAC (1990).Analisa dilakukan terhadap sampel buah mandarin sebelum dan setelah perlakuan dingin masing-masing secara duplo. Hasil analisa dinyatakan dalam satuan mg/100 g, dengan perhitungan sebagai berikut: mg asam askorbat/g = (X – B) x (F/E) x (V/Y) keterangan : X = rata-rata volume (ml) titrasi larutan uji B = rata-rata volume (ml) titrasi indikator F = mg asam askorbat standar E = berat sampel V = volume larutan sampel Y = volume larutan uji yang dititrasi Uji Kimia Kadar Gula (Brix Gula) Kandungan gula ditentukan dengan menggunakan LCD Digital Bench Model Refractometer (Gambar 9).Sebanyak masing-masing 10 buah sampel
21 digunakan pada uji ini yang dilakukan sebelum dan setelah perlakuan dingin skala besar. Buah jeruk diperas dan disaring hingga didapatkan ekstraknya, kemudian diteteskan ke dalam alat ukur refraktometer, tekan tombol “start” dan angka yang terlihat dicatat sebagai kadar gula. Pengambilan data dilakukan dengan tiga kali ulangan pada buah yang diambil secara acak dari tempat perlakuan di setiap periode pengamatan.
Gambar 9 LCD Digital Model Refractometer Uji Organoleptik Hasil Simulasi Penyimpanan Tingkat Pengecer Uji kesukaan konsumen pada simulasi penyimpanan tingkat retailer dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui lama waktu ideal untuk penyimpanan buah pada berbagaimacam suhu setelah diberi perlakuan metode pendinginan terpilih.Uji ini dilakukan di tiga suhu yang berbeda, yaitu suhu gudang (4-6 oC), suhu display dingin (8-10 oC), dan suhu display ruang (24-26 oC).Pemilihan suhu berdasarkan pada berbagaimacam suhu penyimpanan di tingkat pengecer di Indonesia (suhu gudang dan suhu display buah), kemudian dilakukan pengamatan dengan menganalisis kualitas organonleptiknya pada kualitas secara keseluruhan. Dengan 7 point skala kesukaan (1= tidak suka, … , 7= sangat suka). Uji simulasi penyimpanan ini dilakukan selama 15 hari yang merupakan rata-rata lama waktu penyimpanan buah di retailer dari buah datang hingga laku terjual.Pengamatan dilakukan pada hari ke-15 dengan menggunakan 80 orang panelis tidak terlatih.Bagan alir uji kesukaan konsumen pada simulasi penyimpanan buah disajikan pada lampiran 3.
Analisis Data Uji Efektivitas Perlakuan Dingin Data mortalitasyang diperoleh dari uji ketahanan stadia kemudian dianalisis dengan menggunakan metode Abbott, untuk mengoreksi tingkat mortalitas. Berikut adalah formula Abbott:
22 Sedangkan penentuan lama waktu perlakuan pada uji skala besar ditentukan dengan menggunakan analisis probit software SPSS berdasarkan data mortalitas dari uji ketahanan spesies dan stadia. Uji Kualitas Buah Uji kualitas fisik dan kimia buah yang dilakukan sebelum dan setelah perlakuan pada uji skala besar, data kemudian dianalisis dengan menggunakan uji beda atau uji T berpasangan perangkat lunak SPSS. Sedangkan untuk data dari hasil uji kesukaan konsumen pada simulasi penyimpanan dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam perangkat lunak SPSS. Uji Organoleptik Hasil Simulasi Penyimpanan Tingkat Pengecer Data hasil uji kualitas organoleptik (uji hedonik) terhadap buah hasil perlakuan dengan simulasi penyimpanan di tingkat pengecer kemudian diolah menggunakan analisis sidik ragam univariat software SPSS versi 22.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Efektivitas Perlakuan Dingin Uji Ketahanan Stadia Bactrocera adalah salah satu spesies lalat buah yang penting untuk dihindari dalam pertanian dan menjadi fokus para petani buah, karena spesies ini mampu merusak berbagai jenis tanaman buah. Lalat buah ini juga dapat menggoyahkan perekonomian dari hasil pertanian, karena dapat merusak 30% hingga 10% tanaman buah, tergantung spesies dan musim (Dhillon et al. 2005). Terdapat banyak jenis Bactrocera yang dapat merusak tanaman, beberapa diantaranya adalah B. tryoni yang terkenal di benua Australia dan B. cucurbitae, B. papayae, B. carambolae yang terkenal di benua Asia. Tabel 4 Data Mortalitas Terkoreksi (formula Abbott) Bactrocera spp.
Stadia
Kontrol
Telur Instar 1 Instar 2 Instar 3
24 54 29 33
Stadia
Kontrol
Telur Instar 1
45 41
Spesies B. carambolae Perlakuan suhu 2 oC hari ke- Perlakuan suhu 3 oC hari ke6 100 87 100 100
10 100 100 100 100
14 100 100 100 100
16 100 100 100 100
18 100 100 100 100
6 100 100 100 100
10 100 100 100 100
14 100 100 100 100
16 100 100 100 100
18 100 100 100 100
Spesies B. cucurbitae Perlakuan suhu 2 oC hari ke- Perlakuan suhu 3 oC hari ke6 96 88
10 100 100
14 100 100
16 100 100
18 100 100
6 91 59
10 100 100
14 100 100
16 100 100
18 100 100
23 Instar 2 Instar 3
29 33
100 100
Stadia
Kontrol
Telur Instar 1 Instar 2 Instar 3
19 56 49 62
100 100
100 100
100 100
100 100
93 100
97 100
100 100
100 100
100 100
Spesies B. papayae Perlakuan suhu 2 oC hari ke- Perlakuan suhu 3 oC hari ke6 100 100 100 100
10 100 100 100 100
14 100 100 100 100
16 100 100 100 100
18 100 100 100 100
6 95 80 84 98
10 100 100 100 100
14 100 100 100 100
16 100 100 100 100
18 100 100 100 100
Berdasarkan data mortalitas terkoreksi (Tabel 4), didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa spesies B. cucurbitae stadia larva instar 2 merupakan yang paling tahan terhadap perlakuan dingin yaitu pada suhu 3 oC, karena pada perlakuan hari ke-10 belum mencapai tingkat 100% mortalitas, sedangkan spesies dan stadia lainnya telah mencapai 100% mortalitas. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Santaballa et al. (2009) terhadap perkembangan Ceratitis capitata dalam jeruk Clementine Mandarin.Tahap larva lebih resisten pada perlakuan dingin dibandingkan dengan telur.Setelah lebih dari 10 hari perlakuan dingin, kematian larva mencapai 100%. Begitu juga dengan penelitian De Lima et al. (2011), yang menyatakan bahwa tahapan larva adalah yang paling resisten, dan membutuhkan waktu lebih dari 10 hari untuk mematikan 100% larva. Hill et al. (1988) melakukan penelitian serupa dengan C. capitata yang diinfestasikan pada jeruk Valencia dan menyatakan bahwa larva instar ketiga merupakan yang paling toleran pada perlakuan dingin. Jessup et al. (1993), melakukan perlakuan dingin terhadap lemon dan hasilnya tidak ada perbedaan yang signifikan pada verietas Eureka, namun larva instar kedua menjadi yang paling toleran pada perlakuan dingin yang dilakukan pada buah varietas Lisbon. Gould (1996) juga melakukan hal serupa pada belimbing yang diinfestasi oleh telur dan larva A. suspense dan menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara stadia.Dengan demikian, larva B. cucurbitae instar kedua dengan perlakuan suhu 3 oC digunakan pada uji konfirmasi skala besar. Berdasarkan hasil analisis probit, lama waktu papar yang dibutuhkan untuk mencapai lethal dose 99% (LD99) pada suhu 3 oC adalah 12 hari dengan waktu minimal 10 hari dan maksimal 21 hari (Tabel 5), hasil ini diperoleh dari data perkembangan mortalitas stadia yang paling resisten pada perlakuan dingin, yaitu B. cucurbitae stadia larva instar 2.Hasil penelitian yang dilakukan De lima et al. (2007) menyatakan bahwa perlakuan dingin pada 2oC selama 18 hari atau 3oC selama 20 hari pada skala industri menunjukkan efektivitas total menghambat stadium larva C. capitata yang paling toleran pada perlakuan dingin, sedangkan untuk mematikan 100% B. tryoni membutuhkan waktu 16 hari pada suhu 2oC atau 3oC pada jeruk Mandarin, dan dapat menjadi jaminan perlakuan karantina pencegahan lalat buah. Selain itu, ketetapan yang dirilis oleh APHIS (2006) yaitu perlakuan dingin di atas suhu 1oC guna mendesinfestasi lalat buah Bactrocera spp. membutuhkan waktu minimal 18 hari, sehingga dipilih waktu kisaran 18 hari perlakuan untuk uji skala besar. Tabel 5 Hasil Analisis Probit Pada B. Cucurbitae
24 Dosis
Estimasi Waktu Papar (hari)*
Kisaran Waktu Papar (hari)*
LD50 LD90 LD95
3 6 8
1–4 4–7 6–9
LD99
12
10 – 21
*
pembulatan ke atas
Uji Skala Besar Uji skala besar dilakukan sebagai uji konfirmasi untuk memastikan bahwa metode perlakuan yang terpilih benar-benar efektif untuk mematikan lalat buah pada buah jeruk Mandarin impor. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah proteksi tingkat probit 8.7 yaitu mematikan serangga dengan target minimal sebanyak 30.000 butir telur B. cucurbitae. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santaballa et al. (2009), yang mematikan C. capitata sebanyak 30.000 pada suhu 2oC selama 16 hari. Penelitian lainnya yaitu pada suhu 2,2oC selama 18 hari yang dilakukan APHIS (Animal and Plant Health Inspection Service) mampu mencapai tingkat proteksi probit 9, yaitu mematikan sebanyak minimal 100.000 butir telur (Powell 2003). Hasil uji skala besar (Tabel 6), menunjukkan bahwa perlakuan selama 18 hari pada suhu 3oC dapat mematikan lalat buah hingga tingkat 100% mortalitas. Sehingga perlakuan dingin terbukti efektif untuk mencegah keberadaan lalat buah khususnya B. cucurbitae pada stadia larva instar 2 yang merupakan stadia paling resisten terhadap perlakuan dingin pada jeruk Mandarin impor. Tabel 6 Hasil Uji Skala Besar Perhitungan Jumlah Buah (buah) Populasi Terinfestasi (butir) Populasi Hidup (ekor) Mortalitas (%)
Kontrol 71 7.500 6.422 14
Suhu 3oC 522 78.300 0 100
Perlakuan dingin telah banyak dilakukan pada buah jeruk di beberapa negara untuk keperluan karantina atau desinfestasi. Misalnya, untuk buah jeruk Spanyol melakukan perlakuan dingin pada 2oC selama 17 hari, sedangkan untuk buah lemon dilakukan di suhu 2oC selama 16 hari. Israel melakukan perlakuan dingin terhadap jeruk pada suhu 0.5oC selama 14 hari atau 1.5oC selama 16 hari. Australia melakukannya pada suhu 1oC selama 16 hari untuk buah jeruk dan 1oC selama 14 hari untuk buah lemon. Afrika Selatan melakukan perlakuan dingin terhadap jeruk dan lemon pada suhu -0.6oC selama 12 hari (MAFF 1996). Uji Kualitas Buah Kualitas Fisik Uji kualitas buah dilakukan untuk memastikan perlakuan yang telah efektif mematikan 100% lalat buah, juga mampu mempertahankan kualitas buah yang
25 akan dijual. Uji kualitas yang dilakukan meliputi uji kualitas fisik dan kimia yang dilakukan saat sebelum dan sesudah perlakuan, serta uji organoleptik yaitu uji kesukaan konsumen pada buah jeruk hasil perlakuan dingin dengan simulasi penyimpanan di tingkat pengecer. Berdasarkan data analisis warna (Tabel 7), perlakuan pendinginan tidak berpengaruh nyata pada komponen warna jeruk.Umumnya, warna pada pangan diukur dalam notasi L, a dan b yang merupakan standar internasional ruang warna untuk pengukuran warna.Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan yang memiliki nilai antara 0 (hitam) sampai 100 (putih), semakin tinggi nilai L maka semakin tinggi tingkat kecerahannya. Nilai L buah jeruk hasil perlakuan dingin adalah 60.39 ± 1.18 dan tidak ada perubahan yang signifikan pada nilai kecerahan buah. Sedangkan parameter a (merah-hijau) dan b (kuning-biru) merupakan dua komponen kromatis yang mempunyai rentang nilai dari -120 hingga 120. Nilai a positif mengarah ke warna kromatis merah dan nilai a negatif mengarah ke warna kromatis hijau, sedangkan nilai b positif mengarah ke warna kromatis kuning, dan b negatif mengarah ke warna kromatis biru. Nilai a buah jeruk hasil perlakuan yaitu 33.04 ± 1.91 mendekati spektrum warna merah sedangkan nilai b yaitu 56.22 ± 1.58 mendekati spektrum warna kuning. Perubahan nilai hue, kroma dan indeks pencoklatan buah sebelum dan sesudah perlakuan dipengaruhi oleh nilai kroma a dan b, sehingga ketiga nilai tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.Hue adalah spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya, sedangkan chroma (saturation) menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum atau gradasi kemurnian dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan warna dari kelabu atau putih netral ke warna lainnya.Nilai hue dan chroma hasil perlakuan berturutturut adalah 1.04 ± 0.03 dan 65.21 ± 0.88. Pencokelatan buah diawali dengan reaksi oksidasi enzimatis komponen fenol oleh enzim polifenol oksidase.Produk awal reaksi oksidasi adalah komponen kuinon yang dengan cepat mengalami kondensasi untuk membentuk polimer berwarna cokelat yang tidak larut (melanin).Peningkatan indeks pencoklatan buah disebabkan faktor intrinsik dalam buah, antara lain jumlah konsentrasi poliphenol oksidase aktif, komponen fenolik, pH, suhu, gula pereduksi, dan keberadaan gugus amin. Pada suhu lebih rendah, reaksi kimia cenderung terhambat, termasuk reaksi pencokelatan enzimatis (Oh et al. 2006).Perlakuan pendinginan menghasilkan indeks pencoklatan sebesar 216.47 ± 7.13 dari nilai awal sebelum perlakuan yaitu 209.67 ± 6.00.Berdasarkan hasil uji T, nilai ini tidak berbeda nyata, yang artinya perlakuan dingin tidak mempengaruhi indeks pencoklatan. Tabel 7. Hasil Analisis Kualitas Fisik Jeruk Mandarin Karakteristik Warna L a b Hue Chroma Indeks Pencoklatan
Sebelum Perlakuan
Setelah Perlakuan
61.10 ± 1.48a 31.80 ± 2.19a 55.95 ± 2.08a 1.05 ± 0.04a 64.36 ± 1.45a 209.67 ± 6.00a
60.39 ± 1.18a 33.04 ± 1.91a 56.22 ± 1.58a 1.04 ± 0.03a 65.21 ± 0.88a 216.47 ± 7.13a
26 Kekerasan (kgf)
0.28 ± 0.08a
0.38 ± 0.09b
Keterangan : Huruf superkrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
Perubahan kualitas fisik yang signifikan hanya terjadi pada karakteristik kekerasan buah (Tabel 7).Setelah perlakuan, sampel menjadi lebih keras dari nilai awal 0.28 ± 0.08 kgf menjadi 0.38 ± 0.09 kgf (meningkat sebesar 30%).Hal ini diduga karena adanya pelepasan sejumlah air bebas pada permukaan daging yang berdampak pada penurunan keempukan daging buah akibat suhu dingin (Munira et al. 2013).Selain itu, keberadaan air dalam buah juga menjadi salah satu indikator kesegaran buah.Nilai kekerasan tersebut lebih tinggi dibandingkan buah persik yang memiliki nilai kekerasan 0.18-0.22 kgf (Shinya et al. 2014), dan lebih rendah dibandingkan dengan daging buah jeruk yang dikeringkan yaitu 0.78 kgf (Pinzon et al. 2012). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Hasbullah et al. (2013) dengan menggunakan metode vapour heat treatment pada suhu 46,5oC selama 20-30 menit, tidak mempengaruhi kualitas fisik warna dan kekerasan pada buah belimbing.
Kualitas Kimia Uji kimia yang dilakukan adalah kadar gula, dimana kadar gula hasil perlakuan dingin mengalami kenaikan. Sebelum perlakuan, kadar gula bernilai 12.04 ± 0.87% dan meningkat hingga 12.21 ± 1.16% setelah perlakuan (Tabel 8), nilai ini juga tidak signifikan secara statistik. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Rapisarda et al. (2008), yang menunjukkan terjadinya peningkatan kadar gula dan rasio total padatan terlarut dengan titrasi asam selama masa penyimpanan. Begitu pula dengan hasil penelitian Schirra et al. (1997), pada perlakuan dingin total padatan terlarut meningkat dari 5.33 menjadi 6.16 sedangkan nilai maksimalnya 6.83 disimpan pada suhu 5oC selama 24 atau 48 jam, saat penyimpanan diperpanjang menjadi 60 hari, persentase total padatan terlarut paling rendah berada pada control sedangkan persentase tertinggi pada jeruk dengan suhu 5oC selama 24 atau 48 hari. Gohar et al. (2007), melakukan penelitian pada buah jeruk dengan perlakuan dingin dan panas, diamati efeknya selama penyimpanan. Hasil menunjukkan bahwa kedua perlakuan tersebut memliki efek yang signifikan pada kualitas jeruk, kandungan total padatan terlarut meningkat selama penyimpanan 45 hari, dan menurun setelah 60 hari penyimpanan. Total gula dan asam organik menurun terus menerus seiring lamanya waktu penyimpanan hingga mencapai 60 hari penyimpanan, sedangkan perkembangan warna, total padatan terlarut, dan kandungan juice berada dalam kondisi maksimum pada perlakuan dingin. Peningkatan kadar gula terjadi karena adanya sintesis de novo gula dari asam organik, sintesis de novo adalah pembentukan sebuah molekul penting dari molekul prekursor sederhana. Selain itu, terlarutnya sejumlah material penyusun dinding sel akibat aktivitas enzim galaktosidase dan glukosidase juga menjadi alasan terjadinya peningkatan kadar gula dalam daging buah jeruk pada perlakuan dingin (Dou & Gmitter 2007).
t
27 Pengujian kimia lainnya adalah kadarvitamin C. Vitamin C didefinisikan sebagai istilah umum untuk semua senyawa yang menunjukkan aktivitas biologis dari L-asam askorbat. Vitamin ini adalah vitamin yang kadarnya berkurang dengan cepat saat penyimpanan, dan dijadikan indikator kesegaran produk. Vitamin C ini biasanya stabil pada sayuran seperti asparagus (Saito et al. 2000) dan Jalapeno pepper (Howard dan Hernandez-Bernez 1997). Sedangkan pada buah jeruk yang mengalami pendinginan, jumlahnya sedikit menurun (Rapisarda et al. 2008). Begitu juga yang terjadi pada penelitian ini, kadar vitamin C sebelum perlakuan adalah 97.77 ± 0.01 mg/100g dan terjadi penurunan hingga 73.79 ± 6.95 mg/100g pada sampel setelah perlakuan (Tabel 8). Namun, nilai tersebut tidak signifikan secara statistik dengan tingkat kepercayaan 95%. Penurunan kadar vitamin C ini dikarenakan oleh penggunaan asam organik untuk produksi energi dan fermentasi alkohol (Escheverria & Valich 1989). Selain itu, terjadinya respirasi anaerob yang mengakibatkan degradasi komponen asam askorbat dalam daging buah juga diduga menjadi penyebab turunnya kadar vitamin C dalam jeruk (Dou & Ismail 2000). Tabel 8 Hasil Analisis Kualitas Kimia Jeruk Mandarin Parameter Kadar gula (%) Kadar Vitamin C (mg/100g)
Sebelum Perlakuan 12.04 ± 0.87a 97.77 ± 0.01a
Setelah Perlakuan 12.21 ± 1.16a 73.79 ± 6.95a
Keterangan : Huruf superkrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
Rapisarda et al (2008) juga menyebutkan hal serupa, yaitu kadar vitamin C pada buah jeruk varian „T.Meli‟ dan „Moro‟ mengalami sedikit penurunan, namun pada varian „Valencia‟ terdapat kenaikan kandungan vitamin C setelah penyimpanan 40 hari. Namun, pada akhir penyimpanan kandungan vitamin C pada seluruh varian berkisar antara 48.86-63.66 mg/100ml, dimana nilai tersebut bukan jumlah penurunan yang signifikan sebagai proteksi antioksidan buah.Sedangkan metode desinfeksi dengan menggunakan uap panas (vapour heat treatment) tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kandungan vitamin C buah belimbing (Hasbullah et al. 2013).Faktor lain yang dapat mempengaruhi penurunan kadar vitamin C ini, diantaranya adalah genetik, kondisi pertumbuhan tanaman (cahaya dan suhu), proses produksi (pupuk, irigasi), kematangan saat pemanenan, dan kondisi penanganan pasca panen (Barrett et al. 2010).
Kualitas Sensori/ Organoleptik Menurut Munoz et al. (1992), metode sensori untuk kontrol kualitas dapat dibagi menjadi 8 cara, yaitu uji beda secara keseluruhan (overall difference test), uji beda dengan kontrol (difference from control), uji atribut atau deskripsi (attribute and descriptive test), uji masuk/tidak dalam spesifikasi (in/out specification), uji kesukaan konsumen (preference or other consumer test), uji pengukuran (typical measurements), deskripsi kualitatif dari jenis produksi dan penggolongan kualitas (quality grading) (Montserrat 2011). Metode uji sensori/ organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji kesukaan konsumen (preference test).Uji kesukaan ini juga termasuk dalam affective test, yang
28 memiliki tujuan untuk mengevaluasi secara personal suatu produk baru atau mengevaluasi karakteristik tunggal dari suatu prduk. Uji kesukaan ini juga digolongkan lagi menjadi beberapa jenis, yaitu uji kesukaan berpasangan, uji ranking, dan uji kesukaan multiple paired (lebih dari sepasang). Uji afektif ini juga dapat memfasilitasi hubungan antara konsumen langsung dengan tim pengembangan produk, dan hal ini sangat bermanfaat untuk riset marketing. Namun uji ini tidak direkomendasikan untuk uji yang dilakukan secara berkala (Sidel dan Stone 1993). Parameter pengujian yang dilakukan pada penelitian ini adalah kualitas keseluruhan dari buah (overall quality).Uji ini dilakukan untuk memastikan kelayakan buah hasil perlakuan untuk dapat diterima dan disukai oleh konsumen.Data uji kesukaan konsumen berdasarkan simulasi penyimpanan di tingkat pengecer (Tabel 9) menunjukan hasil yang tidak signifikan, artinya perbedaan suhu penyimpanan tidak mempengaruhi skor kesukaan konsumen.Tingkat pengecer biasanya menyimpan buah jeruk dalam tiga kondisi suhu yang berbeda, yaitu suhu gudang (4-5oC), suhu display dingin (8-10oC) dan suhu display ruang (24-26oC).Sebanyak 80 panelis tidak terlatih digunakan pada uji hedonik buah yang disimpan pada ketiga suhu tersebut selama 15 hari, yang merupakan lama rata-rata penyimpanan buah di tingkat pengecer.Hasil uji hedonik ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan konsumen berada di skor 5 (agak suka) dari 7 (sangat suka) pada kualitas buah secara keseluruhan. Tabel 9 Tingkat Kesukaan Konsumen (overall attribute) pada Buah Jeruk Berdasarkan Simulasi Penyimpanan Tingkat Pengecer Suhu 4-5 oC (Penyimpanan gudang) 8-10 oC(Penyimpanan Display dingin) 24-26 oC(Penyimpanan Display ruang)
Skor kesukaan 5.0 ± 1.3a 5.0 ± 1.4a 5.0 ± 1.5a
Keterangan : Huruf superkrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
Penelitian serupa dilakukan oleh Obenland et al. (2011), yang menyatakan bahwa pada suhu dimana jeruk Mandarin disimpan (0, 4 dan 8oC), tidak mempengaruhi parameter sensori yang dihitung, juga tidak ada perubahan yang signifikan pada komposisi padatan terlarut,titrasi asam, atau rasio padatan terlarut : titrasi asam. Hasil uji panelis yang dilakukan pada jeruk Mandarin jenis Murcott yang disimpan pada suhu 8oC, cenderung lebih disukai dibandingkan dengan buah yang disimpan pada suhu 0-4oC, hal ini kemungkinan berkaitan dengan persepsi dari off flavor dan rasa pahit yang lebih rendah. Hal tersebut dikarenakan buah yang disimpan pada suhu 8oC memiliki rasio padatan terlarut : titrasi asam yang lebih tinggi dibandingkan penyimpaan 0-4oC, meskipun perbedaannya tidak signifikan. Dalam evaluasi flavor buah, sangat penting untuk mempertimbangkan “offflavor” sebagai hal yang diinginkan. Off flavor ini diproduksi melalui aktivitas enzim seperti lipoxygenase atau peroxidase, yang berasal dari radikal bebas yang reaktif dan hidroperoksida yang mengkatalis oksidasi komponen lipid. Saat reaksi ini mucul, akan menghasilkan perkembangan flavor yang tidak diinginkan yang
29 disebut dengan ketengikan (rancid, cardboard, oxidized, atau wet dog). Bagaimanapun, ada reaksi enzim katalis yang menghasilkan flavor yang tidak diinginkan. Sebagai contoh, hydroperoxidelyase mengkatalis produksi flavor pada tomat (Anthon and Barret 2003).
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Bactrocera cucurbitae stadia larva instar 2 adalah spesies dan stadia yang paling resisten terhadap perlakuan dingin dibandingkan dengan B. papayae dan B. carambolae. Uji skala besar dengan perlakuan dingin suhu 3 oC selama 18 hari terbukti efektif untuk mematikan lalat buah Bactrocera cucurbitae instar 2 hingga tingkat mortalitas 100%. Perlakuan dingin tidak memberikan perubahan yang signifikan pada warna, kadar gula dan kadar vitamin C pada jeruk Mandarin namun dapat meningkatkan kekerasan buah secara signifikan. Perbedaan suhu tidak berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan konsumen terhadap jeruk Mandarin hasil perlakuan, yang disimpan selama 15 hari dengan silmulasi penyimpanan tingkat pengecer. Saran Sebaiknya dilakukan penelitian serupa yang dilakukan di Negara asal (Negara pengimpor) agar lebih efisien dan dapat menggunakan serangga target yang sebenarnya sehingga hasil penelitian lebih tepat sasaran.
DAFTAR PUSTAKA Anthon, GE and Barrett DM. 2003.Thermal inactivation of lipoxygenase and hydroperoxytrienoic lyase in tomatoes.Food Chem. 81(2): 275–279.DOI : 10.1016/s0308-8146(02)00424-7 AOAC. 1990. Official methods of analysis of the Association of Official Analytical Chemist, 15th ed. Association of Official Analytical Chemists, Arlington VA, pp. 1058-1059. APHIS. 2006. United States Animal and Plant Health Inspection Service, Quarantine Treatment Manual. USDA-APHIS website.www.aphis.usda.gov/ppq/manuals [20 Mei 2014] Badan Pusat Statistik. 2012. Negara Pengekspor Jeruk Mandarin. http://www.bps.go.id/. [20 Mei 2014] Badan Pusat Statistik. 2013. Data Ekspor-Impor. http://www.bps.go.id/. [20 Mei 2014] Badan Pusat Statistik. 2014. Data Ekspor-Impor. http://www.bps.go.id/. [20 Mei 2014] Barrett DM, Beaulieu JC, Shewfelt R. 2010. Color, flavor, texture, and nutritional quality of fresh cut fruits and vegetables: desirable levels, instrumental and
30 sensory measurement, and the effects of processing. Critical Reviews in Food Sci. Nutr. 50(5): 369-389.DOI: 10.1080/10408391003626322 Burns JK. 2004. The commercial storage of fruits, vegetables, and florist and nursery stocks. In: Mandarin (Tangerine), Agriculture Handbook Number 66. USDA–ARS. California Departement of Food and Agriculture.2008. Mediteranian Fruit Fly Fact Sheet. California. Chang CI, C Caceres dan S Ekesi. 2007. Life history parameters of Ceratitis capitata (Diptera: Terephtidae) reared on liquid diets. Annual of the Entomological Society of America. 100(6): 900-906. Couey HM. 1986. Chilling injury of crops of tropical and subtropical origin.Hort. Sci 17: 162-164. ISSN Online: 1814-9596 Couey HM, V Chew. 1986. Confindence limits and sample size in quarantine research. J. entomol.79:887-890. De Lima CPF, Jessup AJ, Cruickshank L, Walsh CJ, Mansfield ER. 2007. Cold desinfestation of citrus (Citrus spp.) for Mediterranean fruit fly (Ceratitis capitata) and Queensland fruit fly (Bactrocera tryoni) (Diptera:Tephritidae). New Zealand Journal of Crop an Horticultural Science. 35:39-50. DOI :10.1080/01140670709510166 De Lima CPF, Jessup AJ, Mansfield ER, Daniels D. 2011. Cold treatment of table grapes infested with Mediterranean fruit fly Ceratitis capitata (Wiedemann) and Queensland fruit fly Bactrocera tryoni (Froggatt) Diptera: Tephritidae. New Zealand Journal of Crop and Holticulturral Science. 39:95-105.DOI :10.1080/01140671.2010.526620 Dhillon MK, Singh R, Naresh JS and Sharma NK. 2005. The melon fruit fly, Bactrocera cucurbitae: A review of its biology and management. J. Insect Sci. 5: 40.PMCID: PMC1615247 Direktorat Jendral Hortikultura. 2013. Konsumsi buah jeruk di Indonesia. Direktorat Jendral Hortikultura, Jakarta. Dou H and Gmitter FG. 2007. Postharvest quality and acceptance of LB8-9 Mandarin as a new fresh fruit cultivar. Hort. Tech. 17(1): 72-77. Dou H, Ismail MA. 2000. Effect of pre-cooling and storage temperature on postharvest pitting incidence of citrus, p. 131-142. In WJ. Florkowski, SE Prussia, RL Shewfelt (eds.). An Intergrated View of Fruit and Vegetable Quality.Technomic Publ., Basel, Switzerland. Escheverria E, Valich J. 1989. Enzzyme of sugar and acid metabolism in stored „Valencia‟ oranges. Journal of American Society Horticulture Science 114:445-449. Gohar AK, A Rab, M Sajid, Salimullah. 2007. Effect of heat and cold treatments on post harvest quality of sweet orange Cv. Blood Red. Sarhad J.Agric. 23 (1): 39-44. Gosalbes Maria J, Lorenzo Zacarias, Maria TL. 2004. Characterization of the expression of an oxygenese involved in chilling-induced damage in citrus fruit. Postharvest Biology and Technology 33: 219-228. Gould WP. 1996. Cold treatment the Caribbean fruit fly and carambolas, pp. 489493. In McPheron BA and GJ Steck (eds.), Fruit fly pests. A world assessment of their biology and management, St. Lucie Press, Florida, USA.
31 Hansen JD, JA Johnson. 2007. Introduction, pp. 1-26. In J Tang, E Mitchan, S Wang, and S Lurie (eds.) Heat treatments for postharvest pest control: theory and practice. GAB International, Wallingford, United Kingdom. Hasbullah R, E Rohaeti, R. Syarief.2013. Fruit fly disinfestations of star fruit (Averrhoa carambola L.) using vapor heat treatment (VHT). ISHS Acta Horticulturae 1011: II Asia Pasific Symposium on Postharvest Research Education and Extension: APS2012. DOI :10.17660/ActaHortic.2013.1011.17 Heather NW. Whitfort L. McLauchlan RL. Kopittke R. 1996. Cold disinfestation of Australian mandarins against Queensland fruit fly (Diptera:Tephritidae). Post. Biol. and Tech. 8:307-315.DOI :10.1080/01140671.2010.526620 Hill AR, CJ rigney, AN Sproul. 1988. The cold storage of oranges as a disinfestation treatment against the fruit flies Dacus tryoni (Froggatt) and Ceratitis capitata (Wiedemann) (Diptera: Tephritidae). J. Econ. Entomol. 81:257-260.DOI :http://dx.doi.org/10.1093/jee/81.1.257 Howard LR & Hernandez BC. 1997. Antioxidant content and market quality of jalapeno pepper rings as affected by minimal processing and modified atmosphere packaging. J. food Qual. 21:317-327. HunterLab. 1995. Colorimeters vs spectrophotometers. Applications note. Insight on Color, 5:6,2 pp. Jessup AJ, CPF De Lima, CW Hood, RF Sloggett, AM Harris, M Beckingham. 1993. Quarantine disinfestation of lemon against Bactrocera tryoni and Ceratitif capitata (Diptera: Tephritidae) using cold storage. J. Econ Entomol. 86: 798-802.DOI :http://dx.doi.org/10.1093/jee/86.3.798 Jeyasankar, A., 2009. Chemical ecology of fruit fly management.J. Basic Appl. Biol. 3(1-2): 1-5.ISSN. 0973-8207 Kader AA, Arpaia ML. 2002. Postharvest handling systems:subtropical fruits. In: Kader, A.A. (Ed.), Post.Tech.Hort. Crops. University of California, Agriculture and Natural Resources, Oakland, CA, pp. 375–383. Kemetrian Pertanian. 2012. Peraturan menteri pertanian nomor 42 tahun 2012 tentang persyaratan teknis dan tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan buah-buahan dan sayuran buah segarke dalam wilayah negara republik Indonesia. Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Jakarta. Laskar N. 2013. Biology and biometrics of melon fruit fly, Bactrocera cucurbitae (Coq.) on bitter ground, Momordica charantia L. and pumpkin, Cucurbita pepo L. Current Biotica 7(1&2) : 51-59. Leon K, Mery D, Pedreschi F, Leon J. 2006. Color measurement in L*a*b* units from RGB digital images. Food Research International J. 39 (2006) 1084– 1091.DOI : 10.1016/j.foodres.2006.03.006 Li BB, B Smith, MM Hossain. 2006. Extraction of phenolics from citrus peel. Solvent extraction method.Sep. Purif. Technol. 48:182-188. Magda RA, AM Awad, KA Selim. 2008. Evaluation of Mandarin and Navel Orange Peels as Natural Sources of Antioxidant in Biscuits. Alex. J. Fd. Sci. & Technol. Special Volume Conference 75-82. Montserrat Riu Aumatell. 2011. Sensory Analysis in Quality Cintrol: The Gin as an Exaple, Wide Spectra of Quality Control, Dr. Isin Akyar (Ed.), ISBN: 978953-307-683-6, InTech. Munoz AM, Chiville GV, Carr BT. 1992. Sensory evaluation in Quality Control. Van Nostrand Reinhold, ISBN 0442004591, New York.
32 Naqvi M. H. 2005. Management and quality assurance of fruits and vegetables for export needs for product to market approach. In: Use of Irradiation for Quarantine Treatment of Fresh Fruits and Vegetables, Dhaka, Bangladesh. pp: 14-24. Noor Mohd MAZ, A Nur Azura, R Muhamad. 2011. Growth and Development of Bactrocera Papayae (Drew & Hancock) Feeding on Guava Fruits. J. Basic and Appl. Sci., 5(8): 111-117. ISSN. 1991-8178 New South Wales Government. 2012. Queensland Fruit Fly (QFF) and the home gardener. Primefact 1187 1st ed. Department of Primary Industry. Obenland D, Collin S, Mackey B, Sievert J, Arpaia ML. 2011. Storage temperature and time influence sensory of mandarins by altering soluble solids, acidity and aroma volatile composition. J. Post. and Tech. 59, 187-193.DOI :10.1016/j.postharvbio.2010.09.011 Oh SH, YS Lee, JH Kim, JH Kim, JW Lee, MR Kim, HS Yook, dan MW Byun. 2006. Effect of pH on non-enzymatic browning reaction during γ-irradiation processing using sugar and sugar–glycine solutions. J Food Chem. 94: 420– 427. DOI :10.1016/j.foodchem.2004.11.034 Palou E, Lopez Malo A, Barbosa Canovas G, Chanee Welti J, Swanson W. 1999. Pholyphenoloxidase and color blanched and high hydrostatic pressure treated banana puree. J. Fd. Sci. 64:42-45. Pinzon KM, MC Rodriguez, ER Sandoval. 2013. Effect of drying condition on the physical properties of impregnated orange peel. Brazilian J. Chem. Eng. 30(3):667-676. Powell MR. 2003. Modelling the response of the Mediterranean fruit fly )Diptera: Tephritidae) to cold treatment. J.Econ Entomol. 96: 300-310.DOI :http://dx.doi.org/10.1093/jee/96.2.300 Rane Zab AKP & Anusha Bhaskar. 2012. Determination of bioactive components from the ethanolis peel extract of Citrus reticulata by Gas ChromatographyMass Spectrometry. Int. J. Drug Dev. & Res. 4(4) : 166-174. Rapisarda P, Marisol LB, Paolo P, Nicolina T. 2008. Effect of cold storage on vitamin C, phenolic and antioxidant activity if five orange genotypes [Citrus sinensis (L.)Osbeck].Post. Biol. and Tech. 49:348-354. Rwomushana I, S Ekesi, I Gordon dan CKPO Ogol. 2008. Host plants and host plant preference studies fo bactrocera invades (Diptera: Tephritidae) in Kenya, a new invasive fruit fly species in Africa. Annual Entomology Society of America, 101(2): 331-340. Saito M, Rai DR & Masuda R. 2000.Effect of modified atmosphere packaging on glutathione and ascorbic acid content of asparagus spears.J. Food Proc. Pres. 24:243-251.DOI: 10.1111/j.1745-4549.2000.tb00416.x Sala Jose M. 1998.Involvement of oxidative stress in chilling injury in cold-stored mandarin fruits.Postharvest Biology and technology 13: 255-261. DOI: 10.1016/S0925-5214(98)00011-8 Santaballa E, Laborda R, Cerda M. 2009. Quarantine cold treatment against Ceratitis capitata (Wiedemann) (Diptera: Tephritidae) to export clementine mandarins to Japan. Bol. San. Veg. Plagas, 35: 501-512. Schirra MM, Agabbio DG, Hallewin M, Pala, R Ruggiu. 1997. Response of Torocco oranges to picking date, postharvest hot water dips, and chilling
33 storage temperature. J. Agric. Food Chem. 45 (8): 3216-3220.DOI :10.1021/jf970273m Schortemeyer M, Ken Thomas, Robert AH, Adnan Uzunovic, Klli Hoover, Jack AS, Cheryl AG. 2011. Appropriateness of Probit-9 in the Development of Quarantine Treatments fo Timber and Timber Commodities. J. Econ. Entomol. 104(3): 717-731. DOI: 10.1603/EC10453. Schutze, MK, A Jessup and AR Clarke. 2011. Wing shape as a potential discriminator of morphologically similar pest taxa within the Bactrocera dorsalis species complex (Diptera: Tephritidae). Bull. Entomol. Res., DOI: 10.1017/S0007485311000423. Shahbaki MA. 1994. Response of citrus to high and low temperature treatments on the control of fruit flies and postharvest diseases (Penicillium spp.) Seed and Plant. 10 (3-4): 48-56. Shinya P, L Contador, T Frett, R Infante. 2014. Effect of prolonged cold storage on the sensory quality of peach and nectareine. Post. Biol. and Tech. 95:7-12. Sidel JL dan Stone H. 1993.The role of sensory evaluation in the food industry. Food Quality and Preference, 4, 1-2:286-293. ISSN 0950-3293 Stanley Jill, Roneel Prakash, Ross Marshall, Roswitha Schroder. 2013. Effect of harvest maturity and cold storage on correlations between properties during ripening of apricot (Prunus armeniaca). Post.Biol. and Tech. 82: 39-50.DOI :10.1016/j.postharvbio.2013.02.020 Tumbas VT, Gordana SC, Sonja MD, Jasna M, Canadanovic B, Jelena JV, Zeljko K, Mojca S. 2010. Antioxidant activity of Mandarin (Citrus reticulata) peel.BIBLID, 40: 195-203. Van Sauers-Muller AE. 1991. An overview of the Carambola fruit fly Bactrocera species (Diptera: Tephritidae), found recently in Suriname. Florida Entomol. 74 (3): 432-440. Weems HV dan Heppner Jr JB. 2001. Melon fly, Bactrocera cucurbitae Coquillett (Insecta: Diptera: Tephritidae). Florida Department of Agriculture and Consumer Services, Division of Plant Industry, and T.R. Fasulo, University of Florida.University of Florida Publication EENY-199. Xu GH, XQ Ye, JC Chen, DH Liu. 2007. Effect of heat treatment on the phenolic compounds and antioxidant capacity of citrus peel extract. J. Agric. Food Chem. 55 (2) : 330-335. DOI :10.1021/jf062517l
34 Lampiran 1 Rekomendasi Perlakuan Beberapa Buah Impor di Indonesia No.
Buah Segar dan Sayuran Buah Segar 1 Jeruk
.
Lalat Buah Bactrocera tryoni Bactrocera psidii Ceratitis capitata
Ceratitis cosyra
2Apel .
Anastrepha fraterculus
Anastrepha ludens
Daerah Sebar Australia, Polynesia Perancis, New Caledonia Oceanis : New Caledonia Eropa: Albanis, Kroasia, Cyprus, Perancis, Yunani, Italia, malta, Potugal, Spanyol, Swiss, Yugoslavia Timur tengah : Israel, Yordania, Lebanon, Saudi Arabia, Syria, Turkey, Yemen Africa : Algeria, Angola, Benin, Bostwana, Burkina Faso, Burundi, Kamerun, dll. America : Argentina, Bolivia, Brazil, Colombia, Costa Rica, Equador, Guatemala, dll. Oceania : Australia Afrika : Angola, Benin, Bostwana, Burkina Faso, Kameron, Afrika tengah, Kongo, Guinea, Kenya, Madagaskar, dll. Amerika : Argentina, Bolivia, Brazil, Kolombia, Costa Rica, Equador, Guatemala, Guyana, Mexico, Panama, Paraguay, Peru, dll. Amerika : Belize, Costa Rica, El Salvador, Guatemala,
Perlakuan 1. Pendinginan : 23oC/ 16 -18 hari; atau 2. Fumigasi (CH3Br) : 4 lb/1000 ft3/21oC/4 jam; atau 3. Iradiasi: 150 gray
1. Pendinginan : 23oC / 16-20 hari, atau 2. Fumigasi (CH3Br) : 4 lb/1000 ft3/21oC/4 jam; atau 3. Vapour heat treatment (VHT) : 44oC/360 menit; atau 4. Iradiasi: 150 gray
35
Bactrocera jarvisi Bactrocera tryoni
Ceratitis capitata
3Anggur .
Anastrepha fraterculus
Bactrocera tryoni
Ceratitis capitata
Honduras, Meksiko, Nikaragua, USA. Oceania : Australia Oceania : Australia, Polynesia France, New Caledonia Eropa: Albanis, Kroasia, Cyprus, Perancis, Yunani, Italia, malta, Potugal, Spanyol, Swiss, Yugoslavia Timur tengah : Israel, Yordania, Lebanon, Saudi Arabia, Syria, Turkey, Yemen Africa : Algeria, Angola, Benin, Bostwana, Burkina Faso, Burundi, Kamerun, dll. America : Argentina, Bolivia, Brazil, Colombia, Costa Rica, Equador, Guatemala, dll. Oceania : Australia Amerika : Argentina, Bolivia, Brazil, Colombia, Costa Rica, Equador, Guatemala, Guyana, Mexico, Panama, Paraguay, Peru, dll. Oceania : Australia, Polynesia France, New Caledonia Eropa: Albanis, Kroasia, Cyprus, Perancis, Yunani, Italia, malta, Potugal, Spanyol, Swiss, Yugoslavia
1. Pendinginan : 23oC / 16-20 hari, atau 2. Vapour heat treatment (VHT) : 44oC/360 menit; atau 3. Iradiasi: 150 gray
36
Ceratitis rosa
4Pir .
Anastrepha fraterculus
Anastrepha ludens
Anastrepha obligus
Timur tengah : Israel, Yordania, Lebanon, Saudi Arabia, Syria, Turkey, Yemen Africa : Algeria, Angola, Benin, Bostwana, Burkina Faso, Burundi, Kamerun, dll. America : Argentina, Bolivia, Brazil, Colombia, Costa Rica, Equador, Guatemala, dll. Oceania : Australia Afrika : Angola, Kongo, Ethiopia, Guinea, Kenya, Malawi, Mali, Mauritius, Mozambique, Nigeria, Rwanda, Reunion, Afrika Selatan, Swiss, dll. Amerika: Argentina, Bolivia, Brazil, Colombia, Costa Rica, Equador, Guatemala, Guyana, Mexico, Panama, Paraguay, Peru, dll. Amerika : Belize, Costa Rica, El Salvador, Guatemala, Honduras, Meksiko, Nikaragua, USA. Amerika : Argentina, Bahamas, Barbados, Belize, Brazil, Virgin Island, Colombia, Costa Rica, Cuba, Dominica, Equador, Grenada, Guadeloupe,
1. Pendinginan : 23oC / 16-20 hari, atau 2. Fumigasi (CH3Br) : 4 lb/1000 ft3/21oC/4 jam; atau 3. Iradiasi: 150 gray
37
5Kurma .
Bactrocera jarvisi Anastrepha suspensa
Bactrocera tryoni
Ceratitis capitata
Guatemala, Guyana, Haiti, dll. Oceanis : Australia Amerika : Virgin Island, Cuba, Dominica, Guyana France, Haiti, Jamica, Puerto Rico, USA. Oceania : Australia, Polynesia France, New Caledonia Eropa: Albanis, Kroasia, Cyprus, Perancis, Yunani, Italia, malta, Potugal, Spanyol, Swiss, Yugoslavia Timur tengah : Israel, Yordania, Lebanon, Saudi Arabia, Syria, Turkey, Yemen Africa : Algeria, Angola, Benin, Bostwana, Burkina Faso, Burundi, Kamerun, dll. America : Argentina, Bolivia, Brazil, Colombia, Costa Rica, Equador, Guatemala, dll. Oceania : Australia
Sumber : Lampiran Peraturan Mentri Pertanian, 2012
1. Pendinginan : 23oC / 16-20 hari, atau 2. Fumigasi (CH3Br) : 4 lb/1000 ft3/21oC/ 4 jam; atau 3. Iradiasi: 150 gray
38 Lampiran 2Diagram Alir Uji Ketahanan Stadia – Uji Kualitas telurB. papayae telurB. cucurbitae telurB. carambolae
Infestasi ke dalam buah jeruk
Inkubasi hingga mencapai stadia telur dewasa, larva instar 1, instar 2, dan instar 3
o
o
28 C
2C
o
3C
Disimpan selama 18 hari
Dilakukan pengamatan pada hari ke-6, 10, 14, 16, 18 Analisis dengan metode Abbott‟s Spesies dan stadia yang paling tahan
Telur diinfestasikan kembali
Disimpan pada suhu dan waktu terpilih Buah terinfestasi
Pengamatan mortalitas di akhir perlakuan
Buah non infestasi
Uji kualitas setelah perlakuan
Uji kualitas sebelum perlakuan
39 Lampiran 3Diagram Alir Uji Kesukaan Konsumen Buah non infestasi hasil perlakuan Disimpan selama 15 hari (ratarata waktu penyimpanan di retail) Suhu gudang
Suhu display dingin
Suhu display ruang
Diamati penampakan keseluruhan pada hari ke-15
Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam SPSS
Ditemukan pengaruh perbedaan suhu penyimpanan pada tingkat kesukaan konsumen
40 Lampiran 4 Hasil Analisis Sidik Ragam Uji Kesukaan Konsumen
41
42
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 21 Januari 1990, yang merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Zainal Arifin dan Rochana.Pada tahun 1994, Penulis mengawali pendidikan dengan bersekolah di Taman Kanak-Kanak Aisyah Bustanul Athfal XI Bandung, dan melanjutkannya ke SD Negeri Sarijadi Selatan II Bandung serta lulus pada tahun 2001. Di tahun yang sama, Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Bandung dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 7 Bandung pada tahun yang sama dan lulus pada tahun 2007. Di tahun yang sama pula, Penulis di terima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama masa studi S1 di IPB, penulis juga aktif di berbagai kegiatan organisasi mahasiswa, diantaranya BEM D Fakultas Perternakan IPB, Himaproter, dan majalah pangan dan giziEMULSI.Penulis juga berkesempatan menjadi penerima beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) 20092011.Setelah lulus S1 pada tahun 2011, penulis bekerja di PT. Medion Farma Jaya dengan menjabat sebagai staff Perencanaan Produksi dan Kontrol Inventaris selama 1 tahun, kemudian penulis juga berkesempatan untuk ikut mengelola rumah makan keluarga di Bandung hingga akhirnya berkesempatan mendapatkan beasiswa BPPDN dan melanjutkan pendidikan S2 di program studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2013.Selama masa studi S2, penulis berkesempatan mengikuti program International Summer Course dan Winter Course IPB-Ibaraki University di Jepang pada tahun 2014. „