ABSTRAK Pengendalian Lalat Buah yang Ramah Lingkungan Agus Susanto* * Jurusan Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian Unpad Lalat buah merupakan salah satu hama utama yang menyerang komoditas hortikultura di seluruh dunia. Di Indonesia hama ini menyerang sayuran dan buahbuahan. Cabai, mangga, belimbing, semangka, jambu merupakan komoditas yang banyak diserang. Bahkan melosa baru-baru ini diketahui diserang oleh lalat buah ini. Tulisan ini merupakan pengalaman penulis dalam upaya mengendalikan lalat buah yang menyerang mangga, dan jambu. Pemanfaatan bahan-bahan alami telah diteliti dalam upaya mengendalikan lalat buah yang lebih aman dan ramah lingkungan. Kata Kunci : Lalat buah, pengendalian dan ramah lingkungan ABSTRACT Environtmental-Friendly Fruit Fly Control Fruit fly is one of key pest that attack horticulture commodity in the world. In Indonesia this pest Indonesia attack vegetable and fruits. Chilli, mango, star fruit, watermelon, guava were commodity which many attacked. Even melosa recently is known attacked by this fruitfly. This article is experience of writer in the effort controling fruit fly attacking mango, and guava. Exploiting of natural material has been checked in the effort controling fruitfly which more safe and area friendliness. Key Words : Fruit Fly, Control and Environtmental-friendly PENDAHULUAN Lalat buah (Diptera : Tephritidae) merupakan salah satu hama potensial yang sangat merugikan produksi buah-buahan dan sayuran, baik secara kuantitas maupun kualitas (Rouse et al., 2005; Copeland et al., 2006). Hama ini menjadi key pest pada buah-buahan di seluruh dunia (Pena, et al., 1998; Vargas et al., 2005), termasuk di Indonesia (Sodiq, 1993; Soesilohadi, 2002; Siwi dkk., 2006). Dari beberapa jenis lalat buah, Bactrocera dorsalis Complex adalah yang paling banyak dan Elson-Harris, 1992; Sodiq, 1993; Soesilohadi, 2002; USDA-ARS, 2002; Revis et al., 2004; Robacker et al., 2005). Bahkan akibat serangan lalat buah ini, beberapa jenis buah-buahan yang diekspor
ke Jepang pada tahun 1981 semuanya ditolak karena terinfestasi hama ini (Priyono, 2002). Berdasarkan
PP Nomor 14 Tahun 2002, lalat buah termasuk Organisme
Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di wilayah Negara Republik Indonesia (Iwantoro, 2005; Suwanda, 2005). Jenis Lalat Buah di Indonesia Lalat buah (fruit flies) termasuk kedalam ordo Diptera, famili Tephritidae, subfamili Dacinae, tribe Dacini. Di dunia, kelompok Tephritidae berjumlah kurang lebih 4000 spesies dan dikelompokan ke dalam 500 genera. Jumlah tersebut termasuk yang terbesar di antara jenis lalat Diptera yang secara ekonomi penting (Siwi dan Hidayat, 2004). Secara morfologi tribe Dacini dibagi ke dalam tiga genera, yaitu genus Bactrocera, Dacus, dan Monacrostichus (White dan Elson-Harris, 1992). Famili Tephritidae mudah dikenal dari bentuk imago dengan ciri karakteristik pembuluh sayap yang mempunyai pola berwarna warni indah. Lalat buah tephritid sering ditemui hinggap pada daun atau bunga pada siang hari. Serangga dewasa (imago) dapat dikoleksi dengan menggunakan lure trap atau dengan cara pembiakan dari buah yang terinfeksi (Siwi dkk., 2006). Hasil pemantauan lalat buah yang dilakukan oleh Pusat Karantina Pertanian sejak tahun 1979/1980 menunjukkan bahwa lalat buah ditemukan hampir di semua wilayah di Indonesia. Saat ini terdapat 66 spesies lalat buah, tetapi baru beberapa spesies yang sudah diketahui tanaman inangnya, yaitu B. dorsalis Hendel yang menyerang lebih dari 20 jenis buah antara lain belimbing, mangga, jeruk, jambu, pisang susu, pisang raja sere, cabai merah, B. cucurbitae Coq. yang menyerang mentimun, melon serta beberapa tanaman dari famili Cucurbitaceae, B. umbrosus F. yang menyerang nangka dan beberapa tanaman dari famili Moraceae, dan B. caudatus F. yang menyerang beberapa tanaman dari famili Cucurbitaceae. Sasaran utama serangan lalat buah ini, antara lain belimbing manis, jambu air, jambu biji, mangga, nangka, semangka, melon dan cabai (Deptan, 2002). Tidak semua spesies lalat buah secara ekonomi merugikan, hanya kira-kira 10% yang merupakan hama. Pengetahuan untuk mengenal spesies yang mempunyai potensi sebagai hama, baik spesies endemik atau eksotik dari luar harus dikuasai. Sebagai contoh di daerah Indo-Pasifik dilaporkan terdapat 800 spesies lalat buah tetapi hanya 60 spesies yang merupakan hama penting (White dan Elson-Harris, 1992).
Beberapa spesies eksotik yang perlu diwaspadai antara lain: Mediterranian fruit fly (Ceratitis capitata), Mexican fruit fly (Anastrepa ludens), Queensland fruit fly (B. tryoni), B. latifrons, B. occipitalis, B. zonata, B. musae, B. philippinensis, B. bryoniae, B. passiflorae, B. caryeae, mango fly (Dacus frauenfeldi), dan Monacrostichus citricola (Siwi, 2002) Upaya Pengendalian Telah banyak usaha untuk mengatasi serangan lalat buah diantaranya dengan teknnik jantan mandul (SIT), umpan protein (BAT), atraktan dan insektisida. Alternatif pengendalian di Indonesia yang mempunyai prospek untuk dikembangkan adalah penggunaan atraktan (Epsky dan Heath, 1998; Manrakhan dan Price, 1999; Bueno dan Jones, 2002; Gopaul dan Price, 2002; Rouse et al., 2005). Atraktan merupakan salah satu alat untuk memantau populasi hama dan sekaligus dapat digunakan untuk menekan populasi Bactrocera spp. (Bueno dan Jones, 2002; Michaud, 2003). Zat pemikat yang mengandung komponen tunggal (males lure) disebut para-feromone yang hanya efektif untuk memikat lalat buah jantan. Senyawa methyl eugenol mempunyai sifat yang sama dengan para-feromon yang dapat menarik serangga jantan (Iwahashi dan Subahar, 1996; Manrakhan dan Price, 1999). Menurut Nurdijati et al. (1996); Kardinan dkk. (1999); Miele et al. (2001) dan Kothari et al. (2005) selasih mempunyai prospek yang baik sebagai sumber methyl eugenol. Atraktan lainnya bersifat umpan makan yang dapat memikat terutama lalat buah betina, yang berupa umpan protein (Anonim, 2002a; Anonim, 2002b; Anonim 2005). Sumber protein yang masih banyak digunakan di dunia sebagai pemikat lalat buah adalah protein hidrolisat yang harganya sangat mahal (Gopaul dan Price, 2002). Upaya untuk mendukung program pengendalian antara lain : 1. Peraturan dan Kebijakan Landasan kebijaksanaan pemerintah dalam perlindungan tanaman didasarkan pada pendekatan system PHT yang dibutuhkan dalam undang-undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1995 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 887/Kpts/OT.210/9/1997 tentang Pedoman Pengendalian OPT.
2. Pembungkusan. Pemberongsongan dimaksudkan untuk mencegah serangan lalat buah betina dalam meletakkan telurnya pada buah yang masih muda hingga buah menjelang tua/masak. Usaha pembungkusan buah dalam areal kebun yang sangat luas, pohonnya tinggi dan berbuah lebat untuk mencegah agar tidak terserang lalat buah adalah kurang praktis. Namun apabila upah kerja murah dan banyak tersedia, maka upaya tersebut dapat dilakukan. Keuntungan dari cara ini adalah buah-buahan terhindar dari serangan lalat buah, bersih, mulus, tanpa pencemaran bahan kimia. Cara pengerondongan yang biasa dilakukan petani adalah menggunakan kertas, kertas karbon, plastik hitam, daun pisang, daun jati, ataupun kain untuk buah-buahan yang tidak terlalu besar seperti belimbing, jambu batu, dll. 3. Pemerangkapan Penggunaan perangkap dengan umpan sebenarnya ditujukan untuk memantau populasi lalat buah yang ada di lapangan atau mendeteksi spesies lalat buah. Pengendalian lalat buah menggunakan perangkap dengan atraktan akan berhasil apabila perangkap dipasang secara terus menerus dan dalam jumlah yang banyak. Atraktan yang digunakan berupa bahan kimia sintetis yang dapat mengeluarkan bau atau aroma makanan lalat buah seperti aroma buah atau bau wewangian berahi lalat betina. Perangkap yang berisi atraktan yang sudah dicampur dengan insektisida akan menarik lalat buah untuk masuk ke dalam perangkap karena aroma atraktan dan akan menarik lalat buah untuk masuk ke dalam perangkap karena aroma atraktan dan akan menyebankan lalat buah mati karena karena pengaruh insektisida. Atraktan dapat pula diletakkan dalam perangkap yang diberi perekat sehingga lalat buah yang tertarik pada atraktan akan mati karena menempel pada perangkap tersebut. Perangkap yang digunakan sebaiknya terbuat dari bahan yang ringan dan mudah didapat seperti plastik, seng tipis, alumunium atau kertas manila tahan air dengan bermacam-macam bentuk yang sudah dimodifikasi menjadi jenis perangkap dengan umpan kering ataupun perangkap dengan umpan cair. Perangkap berumpan dipasang atau digantungkan pada ranting atau cabang pohon dengan ketinggian 1,5–2 meter di atas permukaan tanah atau pada ketinggian tajuk terendah dari tanaman.
4. Sanitasi Bertujuan untuk memutus atau mengganggu daur hidup lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah dapat ditekan. Sanitasi kebun dilakukan dengan cara menggumpulkan buah-buah terserang, baik yang gugur maupun yang masih berada dipohon, kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar atau dibenamkan dalam tanah. Dengan demikian, larva-larva yang masih terdapat di dalam buah tidak dapat meneruskan siklus hidupnya untuk menjadi kepompong dalam tanah. Buah-buah gugur yang dibiarkan di bawah pohon, juga berpeluang untuk diteluri lagi oleh lalat buah. Hal ini sesuai dengan pengamatan pemeliharaan (rearing) bahwa buah jambu batu, jambu air dan belimbing yang gugur sangat potensial sebagai sumber infeksi lalat buah. Namun demikian sebagian besar petani beranggapan bahwa sanitasi buah-buah yang gugur tidak berguna dan membuang-buang waktu saja. Untuk mengganggu daur hidup lalat buah dapat juga dilakukan pencacahan (pembongkaran) tanah yang agak dalam dibawah tajuk pohon (tetapi harus hati-hati agar tidak melukai akar) merata dan sering. Pupa yang terdapat di dalam tanah akan terkena sinar matahari, terganggu hidupnya dan akhirnya mati. Semak-semak atau gulma dapat digunakan sebagai inang alternatif, terutama pada saat tidak musim, sehingga perlu dibersihkan sampai radius 1,5–3,0 km di sekitar areal pertanaman. Pengendalian lalat buah dengan cara sanitasi, hasilnya akan lebih efektif apabila dilakukan oleh seluruh petani pada suatu hamparan yang cukup luas dan secara bersamaan. 5. Pemanfaatan Musuh Alami. Pengendalian secara biologis (pemanfaatan musuh alami atau agens hayati) menggunakan parasitoid maupun predator, untuk mengendalikan atau menekan populasi lalat buah sudah banyak dilakukan, tetapi belum diterapkan di Indonesia. Malaysia telah banyak memanfaatkan parasit dari famili Braconidae yang mempunyai potensi parasitasi sebesar 57%, sedangkan di Italia potensinya 80-90%. Parasitoid yang sudah diidentifikasi di Indonesia adalah Fopius (Biosteres sp) dan Opius sp (famili Braconidae), Fopius sp dapat ditemukan pada lalat buah yang menyerang mangga, belimbing dan jambu biji dengan parasitasi 5,17-10,31% sedangkan Opius sp banyak ditemukan pada lalat buah yang menyerang mangga dengan tingkat parasitasi 0-6,8%. Diachasmimorpha kraussii (Hymenoptera : Braconidae) dilaporkan sebagai parasitoid larva lalat buah Bactrocera tryoni (Froggatt), B.neohumeralis, B cacuminata, B. Jarvisi,
B. Kraussi, B. Halforgiae dan B. Melas, dan beberapa spesies lalat buah endemik lainnya di Australia. 6. Attraktan : Atraktan dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam 3 cara, yaitu : (a) mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah, (b) menarik lalat buah untuk kemudian dibunuh dengan perangkap dan (c) mengacaukan lalat buah dalam melakukan perkawinan, berkumpul ataupun tingkah laku makan (Metcalf and Luckmann, 1982). Di alam, lalat jantan mengkonsumsi metil eugenol untuk kemudian setelah diproses dalam tubuhnya melalui suatu metabolisme akan menghasilkan zat penarik (sex pheromone) bagi lalat betina yang sangat diperlukan pada proses perkawinan (Nishida, 1996).
Atraktan berbahan aktif metil eugenol ini tergolong
kepada ”Food lure” artinya lalat jantan akan datang tertarik untuk keperluan makan (Food), bukan untuk keperluan sexual secara langsung. Lalat jantan akan berusaha keras untuk mendapatkan metil eugenol sebelum melakukan perkawinan Dari sifat atraktan inilah pengendalian lalat buah dilakukan dengan cara menekan populasi lalat jantan, sehingga diharapkan seiring dengan waktu populasi lalat buah di alam akan menurun, karena betina tidak dapat dibuahi oleh jantan. Pengendalian pada Pertanaman Mangga dan Jambu Pengendalian Lalat Buah dengan Campuran Air Suling Selasih dan Ragi pada Pertanaman Mangga Pengendalian dengan campuran air suling selasih dan ragi terhadap lalat buah pada tanaman mangga dilakukan di Desa Jatipamor Majalengka. Mekanisme terperangkapnya B. dorsalis ke dalam perangkap terlihat bahwa B. dorsalis yang masuk ke dalam perangkap akan langsung terbang dan hinggap ke permukaan kapas yang telah ditetesi atraktan. B. dorsalis tersebut selanjutnya akan berjalan-jalan mengelilingi kapas dengan periode waktu yang tidak tertentu. Beberapa saat kemudian B. dorsalis tersebut terbang berputar-putar dan berusaha hinggap di dinding bagian dalam perangkap (Kardinan, 1999). Berdasarkan pengamatan di lapangan selama 8 kali pengamatan. Pada perlakuan kontrol (air suling selasih) hanya dapat menarik B. dorsalis jantan saja, hal ini menunjukan bahwa B. dorsalis jantan sangat tertarik pada metil eugenol yang terkandung dalam air suling selasih. Sesuai dengan pernyataan Kardinan (1998) ; Knipling (1998); Subahar (1999) bahwa selasih O. sanctum hanya dapat menarik B.
dorsalis jantan. Wee et al., (2002) menyatakan bahwa lalat buah jantan dewasa yang belum melakukan perkawinan lebih sensitif dan lebih merespon terhadap metil eugenol. Pada perlakuan yang menggunakan pencampuran ragi dengan air suling selasih terdapat beberapa perlakuan yang dapat menangkap B. dorsalis betina, hal ini menunjukan bahwa ragi mengandung protein yang dibutuhkan oleh lalat buah jantan maupun betina sebagai makanannya. Putra (1997) menyatakan bahwa protein dibutuhkan lalat buah untuk kematangan seksual dan produksi telurnya.
Hasil Tangkapan Lalat Buah 7000 6000 5000 4000 Jumlah 3000 2000 1000 0
Jantan
A
B
C
D
E
F
Konsentrasi Gambar 1. Tangkapan Lalat Buah Jantan pada Pertanaman Mangga
Hasil Tangkapan Lalat Buah
120 100 80 Jumlah
60 40
Betina
20 0
A
B
C
D
E
F
Konsentrasi
Gambar 2. Tangkapan Lalat Buah Betina pada Pertanaman Mangga
Secara umum selama delapan kali pengamatan terlihat bahwa jumlah tangkapan B. dorsalis (jantan dan betina) antar perlakuan mengalami fluktuasi. Semakin tinggi konsentrasi ragi dalam air suling selasih, jumlah tangkapan
B. dorsalis jantan
semakin turun tetapi jumlah tangkapan B. dorsalis betina semakin naik. Jumlah tangkapan B. dorsalis terutama jantan pada perlakuan ragi dengan konsentrasi 2,5% setiap minggunya selalu tertinggi dan berbeda nyata dengan kontrol (air suling selasih) Tingginya jumlah tangkapan mungkin disebabkan oleh aroma metil eugenol lebih dominan yang dapat menarik lalat buah jantan lebih banyak mendekati perangkap, kemudian daya pikatnya bertambah karena ada sumber makanan dalam hal ini ragi, tetapi pada konsentrasi tersebut belum mampu menarik B. dorsalis betina. Betina yang masuk ke dalam perangkap diduga karena terdapat jantan di dalamnya. Secara teori, semakin tinggi konsentrasi umpan protein dalam hal ini ragi yang digunakan, maka akan semakin tinggi pula jumlah lalat buah yang tertangkap, namun hasil yang diperoleh dari percobaan ini tidak demikian. Menurunnya jumlah tangkapan B. dorsalis seiring semakin tingginya konsentrasi ragi diduga hal ini terjadi karena ada kombinasi tertentu dari pencampuran ragi dengan metil eugenol dari air suling selasih yang dapat menghasilkan jumlah tangkapan terbaik. Seperti dilaporkan Ramsay et al., (1987) dalam White dan Elson-Harris (1992) bahwa pencampuran dari 3 bagian metil eugenol pada 7 bagian cue lure dapat menangkap lebih banyak Bactrocera spp. daripada cue lure murni atau berbagai campuran lainnya. Semua perlakuan kecuali perlakuan ragi 2,5% dan 5% menghasilkan jumlah tangkapan total B. dorsalis jantan kurang dari jumlah tangkapan total pada kontrol (air suling selasih). Diduga semakin tinggi konsentrasi ragi yang dilarutkan dalam air suling selasih, terjadi suatu reaksi yang menghasilkan bau/aroma ammonia yang lebih kuat daripada bau metil eugenol. Bau/aroma ammonia yang lebih kuat daripada bau metil eugenol menyebabkan jumlah tangkapan lalat buah jantan semakin menurun dan lalat buah betina meningkat. Hasil pengamatan di lapangan semakin tinggi konsentrasi yang digunakan, umpan/atraktan yang diteteskan pada kapas semakin cepat mengering karena proses penguapan. Metil eugenol yang terkandung dalam air suling selasih daya penguapannya lebih tinggi sehingga mudah terdeteksi oleh penciuman lalat buah. Protein yang terkandung dalam ragi yang diaplikasikan dalam perangkap daya penguapannya lebih
rendah sehingga tidak mudah terdeteksi oleh lalat buah yang jaraknya jauh dari perangkap. Umpan protein biasanya diaplikasikan dengan cara penyemprotan ke kanopi tanaman. Cara aplikasi yang berbeda merupakan faktor yang mengakibatkan umpan protein tidak mudah terdeteksi oleh lalat buah. Pengendalian Lalat Buah dengan Campuran Air Suling Selasih dan Bunga Spathiphyllum sp. pada Pertanaman Jambu Secara umum dari enam kali pengamatan, perlakuan A menghasilkan jumlah tangkapan lebih baik dari perlakuan B, C, D, E, F dan G. Namun, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah tangkapan yang dihasilkan oleh perlakuan H. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian air suling selasih secara tunggal lebih baik untuk dipakai sebagai atraktan lalat buah daripada dipakai dengan cara dicampur menggunakan air suling bunga Spathiphyllum sp. Selain itu, pemakaian air suling bunga Spathiphyllum sp. sebagai bahan campuran untuk air suling selasih yang digunakan untuk atraktan lalat buah menimbulkan efek antagonis terhadap tangkapan lalat buah. 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 A
B
C
D
E
F
G
H
Gambar 3. Tangkapan Lalat Buah pada Pertanaman Tanaman Jambu Pada pertanaman jambu pengendalian lalat buah dilakukan juga dengan pembungkusan. Pembungkusan biasanya dimulai pada buah masih kecil dengan menggunakan plastik. Pengendalian dengan pembungkusan cukup efektif dalam menekan serangan lalat buah, hanya memerlukan biaya yang relatif tinggi.
Simpulan Campuran ragi dengan air suling selasih berpengaruh terhadap jumlah tangkapan B. dorsalis pada pertanaman mangga dan mampu menangkap B. dorsalis betina. Sedang pada pertanaman jambu pencampuran air suling selasih dengan bunga Spathiphyllum sp. pada perangkap lalat buah ternyata tidak menghasilkan jumlah tangkapan lalat buah B. dorsalis yang lebih baik daripada pemakaian air suling selasih, tapi mampu menarik lalat
buah B. dorsalis betina. Saran Pengendalian lalat buah pada pertanaman mangga dan jambu perlu didukung dengan upaya sanitasi lingkungan untuk mengurangi sumber infestasi lalat buah. Ucapan Terima Kasih Penulis sangat berterima kasih kepada Usman Dachlan, Ir., MS., Dr. Danar Dono dan Hikmat Sumantri, SP. atas diskusi dan masukannya serta Eka Kurnia dan Puspo Harsoyo yang telah membantu pelaksanaan penelitian. Daftar Pustaka Anonim. 2002a. Protein Bait. Available http://www.extento.hawaii.edu/fruitfly/testsite/probait300b.html. Diakses Maret 2006.
at 15
Anonim. 2002b. Waste Yeast Conversion in Tonga. http://www.spc.int/Pacifly/Success_stories/Waste_yeast_Tonga.htm. Diakses 13 September 2005. Anonim. 2005. Protein Bait Sprays for Control of Fruit Flies. . http://www.spc.int/Pacifly/Control/Bait spraying 1.htm. Diakses 13 September 2005. Bueno AM. and O. Jones. 2002. Alternative Methods for Controlling the Olive Fly, Bactrocera oleae, Involving Semiochemical. 2002. IOBC wprs Bulletin. Vol. 25 : 1-11 (2002). Chinajariyawong A., S. Kritsanepaiboon and R.A.I. Drew. 2003. Efficacy of Protein Bait Sprays in Controlling Fruit Flies (Diptera : Tephritidae) Infesting Angled Luffa and Bitter Gourd in Thailand. 2003. The Raffles Bulletin of Zoology. 51(1) : 7-15 (2003).
Copeland RS., RA. Wharton, Q. Luke, MD. Meyer, S. Lux, N. Zenz, P. Machera and M. Okumu. 2006. Geographic Distribution, Host Fruit, and Parasitoids of African Fruit Fly Pest Ceratitis anonae, Ceratitis cosyra, Ceratitis fasciventris, and Ceratitis rosa (Diptera : Tephritidae) in Kenya. Ann. Entomol. Soc. Am. 99(2) : 261-278 (2006). Deptan. 2002. Panduan Lalat Buah. http://www.deptan.go.id/ditlinhorti /makalah /lalat_buah.htm. Diakses 13 September 2005. Epsky ND. and RR. Heath. 1998. Exploting the Interactions of Chemical and Visual Cues in Behavioral Control Measures for Pest Tephritid Fruit Flies. Florida Entomologist. 81(3) : 273-282 (1998). Gopaul S. and NS. Price. 2002. Local Production of Protein Bait for Use in Fruit Fly Monitoring and Control. Indian Ocean Regional Fruit Fly Programme. Iwahashi, O., S. Sastrodihardjo and T.S. Subahar. 1996. The Mysteri of Methyl Eugenol: 1. Why Methyl Eugenol is so Effective for Controlling Fruit Flies? Presented in XIX International Congress of Entomology, Firenze-Italy. Iwantoro, S. 2005. Peran Karantina Pertanian Dalam Perlindungan Negara/Daerah dan Mengakselerasi Ekspor. Sosialisasi Karantina, Cirebon 29 Nopember 2005. Kardinan, A., M. Iskandar, S. Rusli, dan Makmun. 1999. Potensi Daun Selasih (Ocimum sanctum) sebagai Atraktan Nabati untuk Pengendali Hama Lalat Buah Bactrocera dorsalis. Makalah Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor, 9-10 November 1999. Kothari, S K, Bhattacharya, A K, Ramesh, S, Garg, S N, Khanuja, S P S. 2005. Volatile Constituents in Oil from Different Plant Parts of Methyl Eugenol-Rich Ocimum tenuiflorum L.f. (syn. O. sanctum L.) Grown in South India. Journal of Essential Oil Research: JEOR, Nov/Dec 2005. Manrakhan A., and NS. Price. 1999. Seasonal Profiles in Production, Fruit Fly Populations and Fly Damage on Mangoes in Mauratius. AMAS, Food and Agriculture Research Council, Reduit, Mauratius. 107-115. Michaud, JP. 2003. Toxicity of Fruit Fly Baits to Beneficial Insects in Citrus. J. of Insect Science. Available online : insectscience.org/3.8. Miele M., R. Dondero, G. Ciarallo and M. Mazzei. 2001. Methyleugenol in Ocimum basilicum L. Cv. Genovese Gigante. J. Agric. Food Chem. 49(1) : 517-521 (2001). Nurdijati S, KH Tan and YC Toong, 1996. Basil Plant (Ocimum spp.) and Their Prospect in the Management of Fruit Flies. Proceedings of the Second Symposium on Tropical Fruit Fllies 1995, Kuala Lumpur Malaysia.
Pena JE., AI. Mohyoudin and M. Wysoki. 1998. A Review of the Pest Management Situation in Mango Agroecosystems. J. Phytoparasitica. 26(2) : 1-20 (1998). Priyono, J. 2002. Pengembangan Peramalan Lalat Buah, Bactrocera spp. Di Tingkat Wilayah, Balai Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan, Jatisari. Putra, N.S. 1997. Hama Lalat Buah dan Pengendaliannya. Kanisius. Yogyakarta. Revis HC., NW. Miller and RI. Vargas. 2004. Effects of Aging Dilution on Attraction and Toxicyti og GF-120 Fruit Fly Bait Spray for Melon Fly Control in Hawaii. J. Econ. Entomol. 97(5) : 1659-1665 (2004). Robacker D.C. and D. Czokajlo. 2005. Efficacy of Two Synthetic Food-Odor Lures for Mexican Fruit flies (Diptera : Tephritidae) Is Determined by Trap Type. 2005. J. Econ. Entomol. 98(5): 1517-1523 (2005). Rouse P., PF. Duyck, S. Quilici and P. Ryckewaert. 2005. Adjustment of Field Cage Methodology for Testing Food Attractants for Friut Flies (Diptera : Tephritidae). Ann. Entomol. Soc. Am. 98(3) : 402-408 (2005). Siwi SS., P. Hidayat, dan Suputa, 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting, Bactrocera spp. (Diptera : Tephritidae) di Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik, Bogor. Sodiq, M. 1993. Aspek Biologi dan Sebaran Populasi Lalat Buah Pada Tanaman Mangga dalam Kaitan dengan Pengembangan Model Pengendalian Hama Terpadu. Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga. Soesilohadi, RCH, 2002. Dinamika Populasi Lalat Buah, Bactrocera carambolae Drew and Handcock (Diptera : Tephritidae). Disertasi, Program Pascasarjana, ITB. Suwanda, 2005. Karantina Pertanian Negara Kepulauan. Sosialisasi Karantina, Cirebon 29 Nopember 2005. Vargas RI., JD. Stark, B. Mackey and R. Bull. 2005. Weathering Trials of Amulet CueLure and Amulet Methyl Eugenol “Attract-and-Kill” Stations with Male Melon Flies and Oriental Fruit Flies (Diptera:tephritidae) in Hawai. J. Econ. Entomol. 98(5) 1551-1559 (2005). White IM and MM Elson-Harris, 1992. Fruit Flies of Economic Significance : Their Identification and Bionomics. CABI and ACIAR, UK.