PERKEMBANGAN MUSIK DANGDUT INDONESIA 1960AN-1990AN Fathin Luaylik Johny A. Khusyairi Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai relevansi keadaan sosial-politik dan kultural terhadap keberadaan Musik Dangdut. Penulisan artikel ini dilakukan dengan menggunakan metode Sejarah yang selain menggunakan sumber-sumber sekunder, juga menggunakan sumber-sumber primer seperti koran dan menggunakan metode Sejarah Lisan. Penamaan jenis musik ini adalah hasil dari penjulukan merendahkan, dang duut, yang merupakan nama sindiran atas penilaian terhadap eksistensi Dangdut yang semula dianggap sebagai musik kalangan Bawah. Dalam perkembangannya, ternyata musik Dangdut mampu masuk ke dalam ruang dengar kalangan Menengah ke Atas lewat beragam kesempatan. Berbeda dari kehadiran awalnya di tahun 1960an hingga awal 1970an yang dianggap kampungan, pada dekade-dekade sesudahnya musik Dangdut menyebar secara lebih modern sesuai dengan perkembangan teknologi rekaman. Disamping itu, oleh karena besarnya khalayak penggemarnya, musik Dangdut kerap menjadi alat politik untuk mendapatkan dukungan massa. Era tahun 1990an menjadi titik balik dari musik Dangdut karena citra yang kian membaik dan peningkatan kesejahteraan penyanyinya.
Kata kunci: Sejarah Dangdut, kelas Bawah, Musik. Abstract
This article aim to explicate the relevance of social and political circumstances to the presence of Dangdut Music. The article was written based on historical methods in which, besides employing primary resources, employing secondary resources such as newspapers and oral history. The naming of this music was actually a derogatory identification, dang and duut, such an insinuation to the presence of Dangdut which initially was considered as a lower class music. Later, this music was successfully penetrated to the middle and upper classes in diversed events. Unlike its initial presence in 1960s and 1970s which was considered as kampungan (tacky embarrassing), in the next decades the music was dispersed moderner in accordance to the progress of recording technology. In addition, as a consequence of the huge number of its fans, Dangdut music was recurrently used as political t ool to snatch political mass.The 1990s era was the turning point of Dangdut music as its improved images and improved prosperity of its singers.
Keywords: The History of Dangdut, Lower Class, Music. Tidak seperti musik pada umumnya, yang menjadi media hiburan semata, musik Dangdut juga berfungsi sebagai media komunikasi sosial. Musik yang memang memiliki bahasa universal, berhasil mengantarkan musik dangdut sebagai media komunikasi massa, seperti dakwah,
menyampaikan pesan dan protes. Musik dangdut dengan segala kekuatan sosial yang dimilikinya mampu menyampaikan, terlepas dari keberhasilannya, bahasa cinta, pesan dan protes sosial, serta pesan agama (dakwah) pada khalayak yang luas. Wajah musik dangdut yang ada
1) Mahasiswa Magister Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga. Email:
[email protected]. 2) Staf pengajar pada Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Surabaya. Email:
[email protected].
26
yang hadir hingga pada tahun 1990an, tidak lepas dari perjalanan panjang musik ini dalam mengukuhkan nama dan statusnya dalam dunia musik di Indonesia. Musik yang salah satunya berakar pada irama (musik) Melayu ini pada tahuntahun 1950an hingga 1960an liriknya bertema percintaan. Baris-baris syairnya pun berupa cenderung puitis dan terdapat gaya bahasa metaforis. Kondisi ini berubah ketika pada awal tahun 1970an ketika aliran musik Rock diadaptasi dalam irama Melayu dalam bentuk kostum, alat musik serta gaya panggung (Kompas, 15 Mei 1985). Pengaruh musik Rock ini mengubah karakter irama Melayu menjadi lebih atraktif, variatif dan agres if, terutama dalam baris-baris syairnya. Perubahan ini seakan tidak terlepas dari unsur sifat agresif dari seni musik yang berbahasa universal ini, yaitu kemampuan musik tatkala datang walaupun tidak dime negerti , dan tidak i ngin mendengarkan, namun musik datang menembus dinding sehingga sampai pada telinga kita (Kompas, 10 September 1979). Sifat seni yang agresif ini lantas dimanfaatkan oleh Rhoma Irama bersama Soneta Grupnya untuk menyampaikan dakwah kebangsaan. Rhoma melakukan perubahan karakter lirik pada lagu-lagu gubahannya agar dapat menyejajarkan diri dengan aliran musik lainnya yang pada masanya merasa diri lebih “gedongan”, ketimbang dangdut. Lirik lagu dangdut yang semula diwarnai tema cinta mulai diw arnai dengan tema-tema s osial, ketakwaan dan sebagainya. Seorang cendekiawan Muslim pada masa itu, Dawam Rahardjo, menyatakan bahwa lagu-lagu Rhoma Irama mengandung kritik sos ial yang vulgar sehingga dianggap komunikatif. Lebih dari itu, yang paling menarik perhatian Dawam adalah keberanian dan kemampuan Rhoma Irama dalam memadukan irama Melayu dengan Rock sekalipun dengan lirik-lirik yang bernafaskan Islam (Fokus, 8 Desember 1983).
Terdapat asumsi bahwa faktor pendorong utama adanya perubahan karakter syair irama Melayu, yaitu adanya pemberian julukan atas musik ini dengan musik Dangdut, sebuah nama yang merendahkan karena menjuluki dari peniruan atau onomatopi atas bunyi instrumen utama musik ini, ketipung, yang di telinga terdengar 'dang' dan 'duut'. Dengan kata lain, musik ini dianggap sebagai musik rendahan dan kurang bermutu seperti tercermin dari olok-olok yang muncul dalam pemberian julukan pada jenis musik ini. Realistasnya, memang ada syair lagu dangdut yang seakan ditulis apa adanya dengan syairsyair yang lugas dan sangat mudah dicerna. Bagi Rhoma Irama yang juga anggota PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia), yang juga disebut sebagai Raja Dangdut, adanya syair yang terlalu lugas tidak menjadi masalah selama syair tidak bersifat destruktif dan memuat selera rendah akan dibiarkan karena seni memiliki otonomi sendiri (Tempo, 25 Mei 1991). Konsekuensi dari kelugasan syair lagu Dangdut, maka khalayak penggemarnya menjadi sangat luas terutama di kalangan menengah ke bawah. Dalam pelbagai pementasan musik Dangdut, jumlah penonton dari kelas bawah yang menjadi mayoritas. Sebagai akibat kedekatan Dangdut dengan kalangan bawah, tidak jarang musik ini digunakan sebagai media mengumpulkan ma s s a ket i ka ka mp any e. M as s a berdatangan ketika kampanye suatu partai m e ng g un a k a n d a n gd u t s e b a ga i hiburannya. Bahkan tidak jarang massa yang datang hanya ingin menyaksikan ketika penyanyi dangdut beraksi di atas pentas (Tempo, 9 April 1977). Berbic ara tent ang D angdut memang tidak bisa lepas dari peran penting dari grup mus ik D angdut melegenda di Indonesia, Soneta Group. Sebagai sebuah grup musisi Dangdut (OM, Orkes Melayu) yang terdepan, So n et a G r o u p mem an g te la h
27
Verleden, Vol. 1, No.1 Desember 2012: 1 - 109 menunjukkan kelasnya sendiri. Jika ditilik dari segi aransemen musik, lagu-lagu yang dihasilkan oleh Soneta Group berhasil memasukkan beberapa aliran musik baik dari Barat maupun Timur, seperti Rock, Kuracha, dan tentunya dari Melayu sendiri. Sedangkan dari sisi syair, grup yang dipimpin oleh Raja Dangdut ini sangat bervariasi dari lirik-lirik cinta, kritik sosial, pesan moral (keagamaan), nasionalisme dan sebagainya. Pendek kata, Soneta Group telah memberi warna dominan dalam perkembangan musik Dangdut di Indonesia. Pada titik inilah, tulisan ini melihat lebih jauh kelahiran dan perkembangan musik Dangdut antara tahun 1971-1997, termasuk juga pengaruh yang diberikan oleh Soneta Group dalam genre musi ini. Dari “Melayu” ke Dangdut Banyak munculnya kelompok musik pada masanya memberikan warna pada sejarah musik Indonesia. Termasuk popularitas yang diperoleh tidak lepas dari turunnya pamor jenis musik yang telah ada sebelumnya. Awal tahun 1938 terdapat sebuah kebebasan pemakaian istilah “Musik Melayu” dimana dr. A.K Gani, salah satu tokoh Partai Serikat Islam Indonesia (P SII) merupakan orang pertama yang menggunakan istilah Musik Melayu. Pada pertunjukan keronconng dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda lahirlah anggapan bahwa irama keroncong identik dengan irama Melayu yakni bentuk perlawanan terhadap karakter Barat dan Cina (Frederick 1982; Khusyairi 2003). Perjalanan berlanjut pada tahun 1955, Musik Melayu akhirnya identik de ngan ”M el ayu De li ”. Me la lu i penelusuran asal daerah perkembangan Musik Melayu yang kemudian dikenal sebagai dangdut dikenal sebagai musik ban gsa Indone si a ka rena te mpa t kelahirannya, Deli, dan proses perubahan selanjutnya terjadi di lingkup wilayah Indonesia. Namun sesungguhnya musik Melayu sudah lama akrab di telinga
28
bangsa Indonesia, hanya sebelumnya belum disebut Dangdut (Frederick & Kesumah 1995: 27). Asal Dangdut sendiri sebenarnya sudah terlihat pada awal tahun 1940-an dengan adanya perpaduan berbagai unsur Parsi, Arab dan Musik Melayu. Keadaan bangsa yang pada saat itu berjuang meraih kemerdekaan, maka M usik M elayu banyak bertema tentang nasionalisme seperti Halo-halo Bandung (Piper dan Jabo 1987). Lambat laun identitas Musik Melayu identik dengan orkes Dangdut, merupakan awal mula puncak pamor yang dicapai Dangdut sampai saat ini. Hal inilah yang menyebabkan dangdut dianggap sebagai kesenian rakyat yang juga memiliki perpaduan unsur musik Rock. Perpaduan i ni t erl iha t pada gaya panggung, pakaian serta pemakaian perlatan musik untuk menghasilkan irama Melayu (Frederick & Kesumah 1995: 30). Ke a d a a n p o l i t i k ya n g mempengaruhi perkembangan Musik Melayu yaitu masa Demokrasi Terpimpin. Dimana pada masa ini film-film india membanjiri Indonesia sedangkan film barat dilarang peredarannya. Sehingga nuans a India mendominasi dengan menyampaikan maslaah kehidupa n kalangan bawah melalui film (Tempo, 30 Juni 1984). Nuansa India terlihat dalam film musikal Serodja (1959) dibintangi oleh Said Effendi, Djuwita (1952), sedangkan lagu India terlihat pada lagu Boneka dari India (1956) dibawakan Ellya Khadam bersama Om. Kelana Ria pimpinan Munif Bahasuan. Karakter India semakin gencar, sedangkan musik keroncong yang mulai menggunakan alat-alat modern sehingga dianggap bersifat borjuis popularitasnya semakin menurun. Sehingga melalui filmfilm india inilah banyak penyanyi “mempromosikan” berbentuk soundtract film India seperti yang dilakukan Said Effendi.
Penyebaran Musik Melayu Tahun 1960 sampai 1980-an Penyebaran Musik Melayu dapat dipilah dalam tiga generasi, dari generasi pertunjukan keliling hingga era panggung pertunjukan dan kaset rekaman. Cakupan ketiga periode penyebaran musik Dangdut diterangkan pada sub bagian berikut. 1. Periode Tahun 1960-an Tahun 1960-an pertunjukan keliling sangat mendominasi dari satu daerah ke daerah lainnya. Baik lagu maupun penyanyi berisfat menjadi milik grup. Media pendukung penyebaran pada masa ini yaitu radio dan sesekalai melihat pertunjukan. Melalui pertunjukan keliling masaal berakibat, banyak bermunculan
kelompok musik daerah yang berskala kecil. Radio trans istor merupakan media penyebaran satu-satunya yang hanya dimiliki oleh kalangan tertentu saja, karena harganya belum terjangkau. Pendengar radio transistor memiliki selera tesrendiri dalam hal musik yang disiarkan oleh Radio Republik Indonesia (RRI) dinggap kurang bergairah karena melodi dan syair musik sulit dipahami. Pendengar memilih lagu Barat dari radio amatir terkendala bahasa, sehingga pengguna radio transistor ini lebih memilih Musik Melayu sebagai hiburan sehari-hari. Generasi pertama ini merupakan penerus dari tradisi Musik Tanjidor atau
Tabel 1.1 Orkes Melayu Periode 1950-1960 No.
N am a O rk es M ela y u
Pi mp in a n
J u d u l L a gu
P en y a n y i P en d u k u n g H a s n a h T h a ha r, E m ma G a ng ga , A . Ra ch m an , A . H a rr is . P en a m p ila n m er u p ak an p er p a d u a n mu s i k M e lay u d e ng an o r k es tra C ik S u h a n a , J u h a n a S a tta r, M . Sa u g y H a s n a h T h a ha r, S u h a em i,E m ma G a n g g a , N u r ’a in , C ik A s ma n i, M . M as ha b i C ik R u b ia h , E m ma G a ng ga , C ik S u h a n a , M . Sa u g y , A u lad y d an Z a k a r ya
1
O M . Sin a r M e da n
U m a r F a u zy A s s e ra n
K u d ak u L ar i
2
O rk es R R I M e d a n
L ili S u ha eri
S ela ya n g P a n d an g, A ra s K ab u
3
O M . K e n an g a n
H u s ein A id it
P ilu
4 5
O M . Bu kit Sig u n ta n g O M . B ar in da n g
A , C h alik M . Yus
S ed etik L ag i
6
I ra m a A gu n g
S a id E f f en d i
7
K ela n a R ia
A d i K a r s o da n M u ni f Ba h a s oa n (G ab u n g a n k ed u a n n a m a in i “A d i M u ni f)
S em a lam d i M a la y s ia d an d iam b an g S o r e (C ip ta an .I s ma il M Z ), T im a n g T im a n g A n a k k u S ay an g , Bim b a n g da n R a gu, H a nya N y a n y ia n , F a twa P u jan g g a( C ip ta an S aid E f en d i, S er o ja (C ip ta an H u s ein B aw a fi e) E lly a A gu s ( B o n ek a d a ri In d ia , B eb an A s m a ra ) , D ju h an a S a tta r ( K ece w a , K e lu h a n A n a k Y a tim ), M . M a s h a b i (R e n u n g ka n la h , R a tap a n A n a k T ir i), M u n if b ah a s u a n ( Bu n g a N irw a n a , K h a lif a h )
Sumber : Fokus, 8 Desember 1983, hlm.13-16.
29
Verleden, Vol. 1, No.1 Desember 2012: 1 - 109 Keroncong yang dipertunjukkan dari kampung ke kampung. Selain itu pertunjukan juga dilakukan di ruang jamuan pada acara tertentu karena diundang pelaksana acara. Walaupun d e m i ki a n , t i d a k ad a s e m a n g a t berkompetisi atau komersial antar ke penyanyi dan kelompok Musik Melayu. Seperti yang dialami OM. Kahw a diundang pada acara penjaman atau perhelatan (Eriyanto).
mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Hal ini disebabkan larena terbukanya kebijakan ekonomi terhadap modal asing, sehingga Dangdut mendapatkan pengaruh Pop dan Rock. Adopsi terhadap unsur Barat ini terlihat pada aransemen musik Rhoma Irama yang sebelumnya hanya menggunakan alat-alat musik akustik namun selanjutnya mulai memadukan Saxophone, Tenor, satu set Drum, Timpani dan Terompet. Dari sinilah pertunjukan dangdut menjadi lebih atrakrif dan megah. Dangdut kerap menjadi bahan ejekan serta diidentikkan sebagai musik rendahan dan tidak modern. Berkembangnya anggapan bahwa apa yang berasal dari Barat mnerupakan hal “modern dan maju” sedangkan, yang berasal dari wilayah lokal dianggap “kuno dan kampungan” (Lohanda 1991: 139).
1. Periode Tahun 1970-an Tahun 1970- an me rupaka n ma s a pertunjukan panggung yang banyak didatangi penonton dan menggunakan perlaatan canggih. Pertunjukan tidak dilakukan secara berkeliling melainkan industri panggung bersifat massal. Tahun 1970-an inilah Dangdut mulai terbiasa didengar, namun masih tengah berjuang Tabel 1.2 Orkes Melayu Periode tahun 1960-1970 No
Nama Orkes Melayu
Pemimpin
Judul Lagu
1
Pancanada (1962)
Z akarya
2
Cha ndralela (1966)
Husein Bawa fie
3
Pancaran Muda
Z akarya
Rahasia Sukma( Ciptaan Illin Sumantri), Curahan Hati (Ciptaan M.Haris) Kau Pergi Tanpa PesanEllya Khadam, Djuhana Sattar -Bulan Purnama (Ciptaan: Syafii Glimboh dan Zakarya) dinyanyika n oleh Lilis Surjani -Boleh-boleh Jangan, Jangan Sembarangan Colek ( dinyanyika n oleh Titik Sandhora )
Sumber :
30
Penyanyi Pendukung Elvy Sukaesih, Kartini, Rosadi, Achmad Ba hasil, Hartono dan Zakarya Ellya Khadam, Djuhana Sattar -Titik Sandhora (ma sa bergabung (1968-1973) -Lilis Surjani
Fokus, Dangdut Sebuah “Flashback”, 8 Desember 1983.
Tahun 1960 sampai 1970-an, melalui OM. Chandralela lagu-lagu Melayu bernuansa In di a b e rha s i l m e re bu t s i m pa t i pendengarnya. Hal ini berbeda dengan apa yang dilakukan Zakarya bersama OM. Pancaran Muda-nya yang mencoba mendekatkan dangdut dengan pop. Tahun 1 96 0 -a n Z a ka r y a me n d a pa t k a n kepercayaan untuk menciptakan lagu pop melayu seperti Tety Kadi (Kasih Diambil Orang) dan Emilia Contesa (Wak Mina Lata).
se ring dihubungkan dengan s ifat egalitarian-nya (Frederick & Kesumah 1995: 21). Kedekatan Dangdut terhadap sele ra masyarakat yang merakyat dikarenakan syair-syair lagu dangdut diciptakan berdasarkan lingkungan sekitar yang menjadi tema utama lagu. Shingga wajar jika lirik lagunya lebih banyak m e ng un g ka p k an r e a l i ta s hi d u p ma s y a ra ka t ke l a s ba w a h u nt u k melampiaskan berbagai perasaan yang tertekan (Frederick & Kesumah 1995: 27).
Periode Tahun 1980-an Generasi ketiga, penyebaran Dangdut lebih didukung oleh meluasnya kaset rekaman. Pada tahun 1980-an, mulai masuk pemilik modal industri rekaman. Melalui rekaman kaset inilah, dangdut mulai dikenal kalangan atas. Jika sebelumnya produser rekaman “tidak mau” me nyentuh Dangdut karena Dangdut memilki peluang pasar yang kurang menguntungkan. Jika pada masa sebelumnya untuk menikmati dangdut harus datang ke pertunjukan, namun saat adanya kaset rekaman penggemar bisa berkenalan dengan idolanya melalui hasil r e k a m a n . K a d a n g ka l a s e o r a n g penggemar, dapat menirukan idolanya sekalipun tak pernah bertatap muka, seperti Nano Romanza yang tidak pernah bertemu dengan Rhoma, namun dengan mempelajari dari kaset rekaman maupun film berhasil menirukan suara dan gaya penampilan Rhoma Irama (Tempo, 30 Juni 1984). Penggunaan istilah mulai dari Irama Melayu, Melayu Deli , Orkes M e l ay u s a m pa i O rke s D a ng du t membuktikan bahwa dangdut memiliki sejarahnya tersendri. Dangdut memiliki perbedaan dengan budaya populer dan modern di Indonesia. Secara sederhana dangdut memiliki keterkaitan sangat luas dengan budaya populer. Seperti yang dinyatakan Mus Mualim bahwa Dangdut adalah apa yang diinginkan masyarakat. Tidak jarang perkembangan dangdut
Identitas Musik Melayu Pada tahun 1970-an merupakan masa Dangdut benar-benar merupakan musik rakyat. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara Dangdut sebelumnya yang mencari bentuk, namun sampai saat ini mengukuhkan bentuknya. Jika sebelumnya syair bersifat hiperbola menjadi lebih sederhana dan menyentuh kehidupan masyarakat sehari-hari. Syair tidak harus indah dan melambung dan tidak menggunakan kata pilihan. Melalui sifat lirik sederhana permaslahan seharihari dipotret secara lugas sehingga tidak jarang terkesan anarkis (Eriyanto: 8). Ada beberapa karakteristik untuk menganalisa musik sebagai identitas nasional ataupun lokal. Beberapa kriteria mengenai musik sebagai identitas nasional atau lokal antara lain (a) dinyanyikan dalam bahasa daerah, (b) unsur musikan (instrumen, organisasi formal, ritmik, (c) direkam di Jakarta oleh produser utama group dan diditribusikan melalui jaringan media nasional (Weintraub 2010: 19). Ba ny ak ny a hi po te s a ya n g be rus a ha m e nje l as ka n m en gen ai perubahan bentuk (struktur lagu, tatanan lirik) dan gaya (penyajian, peralatan) dari orkes harmonium ke orkes Melayu menunjukkan banyaknya sumber awal mula Musik melayu. Menurut B.Y. Supardi menganggap lagu Melayu atau Musik Melayu berasal dari kesenian daerah suku Melayu di daerah Sumatera bagian Timur dan Kepulauan Riau.
31
Verleden, Vol. 1, No.1 Desember 2012: 1 - 109 Kesenian Melayu bisa dilhat dari tradisi pesta panen. Prosesi membawa hasil padi lalu bersama menginjak tumpukan padi yang kemudian menyerukan “ahoi-ahoi” unt uk me muj i ke bes a ran Tuha n. Kebiasaan saling berbalas pantun inilah merupakan awal mula senandung ata dendang Melayu (Fokus, 8 Desember 1983 :14). Indikasi musik Dangdut terhadap karakter musik rakyat dapat ditinjau dari beberapa aspek seperti yang disampaikan William H. Frederick yaitu dari segi syair dan ideologi. Dari segi syair, dapat dilihat adanya kemampuan Rhoma Irama melihat dinamika masyarakat dan menuangkan ke dalam syair. Seperti pada lagu Begadang (dalam album OM. Soneta Volume I, Yukawi, 1973) melalui lagu inilah Rhoma berusaha menyampaikan pesan moral serta kritik sosial. Sedangkan pada soundtrack film Perjuangan dan Doa, Soneta mampu membawa ekspres i nasionalisme. Perubahan karakter syair Musik Melayu tahun 1950 sampai 1960-an, mulai bentuk syair terdiri dari susunan pantun serta sulit untuk dipahami maknanya menjadi lebih sederhana seperti Fatwa Pujangga (ciptaan Said Effendi) dan Begadang (ciptaan Rhoma Irama). Fatwa Pujangga Tlah ku terima suratmu yang lalu Penuh sanjungan kata merayu Syair dan pantun tersusun indah...sayang Bagaikan sabda fatwa pujangga Kanku simpan suuratmu yang itu Bak pusaka ayang sangat bermutu Walau kita tak lagi bersua..sayang Cukup sudah tandamu setia Begadang Begadang jangan begadang Kalau tiada gunanya Begadang boleh saja Kalau ada perlunya Kalau terlalu banyak begadang Muka Pucat karena darah berkurang
32
Sedangkan apabila ditinjau dari sisi ideologi, selera penikmat dangdut sangat memepengaruhi tingkat pembelian kaset rekaman. Melalui selera inilah yang menentukan bahwa dangdut dengan tema syair mengungkap permaslahan kalangan bawah yang akan memiliki tingkat pembelian tertinggi. Sebagai contoh lagu Pangeran Dangdut dari Abiem Ngesti laku terjual 300 ribu keping dalam waktu enam bulan. Eskalasi Dangdut Tahun 1990-an dimana Musik Melayu telah melewati mas a-masa perjuangan untuk menyejajarkan diri dengan musik-musik lainnya. Dari sisi pe nyanyi ba ik dari kostum, gaya penampilan, kemasan dalam pementasan dan rekaman, kesejahteraan dan prestise telah mengalami peningkatan. Lebih dari itu, pada periode ini beberapa stasiun televisi mulai berlomba untuk menjadikan musik Dangdut sebagai salah satu mata acaranya. Bahkan, beberapa artis musik Pop berusaha menyanyikan lagu dangdut demi memetik buah-buah rupiah yang dihasilkan oleh “pohon” Dangdut. Menariknya, penggemar Dandut memang meningkat pula, bahkan dari kalangan menengah ke atas. Namun, sebagian besar dari penggemar ini adalah penggemar Dangdut yang dahulu berada di lapisan baw ah mas ya raka t, nam un te la h mengalami peningkatan kemakmuran ekonomi sehingga mengalami eskalasi sosial dari kelas bawah menuju kelas menengah. Alhasil, para penggemar dari kalangan menengah ke atas tersebut rupanya sebagian besar merupakan jelmaan dari penggemar tulen yang memang sejak awal telah menggemari Dangdut (Khusyairi 1997). Celakanya terdapat upaya campur tangan pemerintah yang menggunakan Dangdut dalam beberapa peristiwa politik seperti kampanye. Kiprah politik Rhoma Irama sudah terlihat sejak tahun 1977 dan 1982 di bawah naungan Partai Persatuan
Pembangunan (PPP). Kampanye tanggal 25 Maret 1977 lagu Begadang diubah syairnya oleh Rhoma Irama menjadi: Menusuk boleh menusuk, asal yang ada artinya, menusuk boleh menusuk, asal Ka'bah yang ditusuk (Tempo, 9 April 1977: 54). Kampanye PPP berbeda dengan Golkar pada tahun 1971, 1977 dan 1982. Pada kampanye 1971 Golkar banyak mengerahkan artis-artis Safari wilayah Jakarta untuk kampanye di beberapa daerah. Namun pada tahun 1977 tidak lagi menggunakan artis Safari ke daerahdaerah karena adanya kesulitan keuangan dana kampanye seperti yang dinyatakan ketua Umum Golkar, Amir Murtono (Tempo, 9 April 1977: 55). Keterlibatan artis Safari pada kampanye Golkar tahun 1971 menghasilkan kemenangan Golkar dan sekaligus tercipta generasi-enerasi baru kesenian daerah. Ma sa-masa gemil ang M us ik Dangdut pada tahun 1990-an dipengaruhi semakin kuatnya pada dunia politik. Pemerintah memberikan porsi besar terhadap pementasan dangdut. Ditambah lagi pernyataan menteri sekretarsi negara, Moerdiono yang mengangap bahasa musik adalah suatu hal yang sederhana yaitu kesenangannya terhadap musik tertentu lahir dengan sendirinya tanpa adanya paksaan dari. Moerdiono juga menyatakan bahwa suatu saat dirinya akan lahir sebagai “Raja Dangdut”. Rea ksi pun be rlanjut yang mengantarkan Merdiono pada tahun 1995 sebagai “Bapak Musik Dangdut” dan dikukuhkan kembali pada acara AD TPI tahun 1997. Sebagai timbal balik kepada musik Dangdut, Moerdiono memberikan nama Sekar Langit kepada elompok penyanyi yang beranggotakan Evie Tamala, Camelia Malik dan Iis Dahlia. Melalui pemberian nama ini terlihat bahwa Dangdut dapat dianggap tidak semata musik kalangan bawah namun khalayak yang lebih luas, melalui campur tangan pemerintah. Kiprah Dangdut dalam dunia
birokrasi Indonesia terjadi pada tahun 1992 tatkala Basofi Sudirman, yang pada waktu itu menjadi wakil gubernur DKI Jakarta menyanyikan Tidak semua Lakilaki. Selanjutnya, pada tahun 1997 Basofi mengeluarkan album keduanya. Basofi menggunakan dangdut sebagai media promosi Gerakan Kembali ke Desa (GKD) dan Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA) serta pengentasan kemiskinan. Berbagai langkah yang ditempuh tokoh politik terhadap dangdut, semakin memperjelas perjalanan dangdut yang awalnya dicemooh, dipinggirkan akhirnya digunakan sebagai bahasa politik (Tempo, 25 Mei 1991: 50). Film Soneta Group 1971-1997 Pembahasan mengenai syair lagu Soneta Group tidak bisa dilepaskan dari peran serta film musikal. Film, bagi Soneta Group pada dekade-dekade 1970an dan 1980an, merupakan satusatunya cara untuk mempertahankan eksistensi Dangdut di dunia hiburan. Tetap berkarya walaupun ada pencekalan terhadap aksi pertunjukan di televisi maupun pertunjukan langsung. Alasan pen ce kal an m em an g bel um bis a dipastikan,apabila dihubungkan dengan persaingan partai politik maka, pada pemilu tahun 1971, 1977 dan 1982 terlihat lebih banyak dominasi persaingan antara PPP dengan Golkar. Pelarangan terhadap penampilan Rhoma bersama Soneta Group telah berjalan sejak tahun 1983, ketika Rhoma Irama masih aktif di PPP. Pelarangan terus berlanjut hingga sebelas tahun lamanya. Keadaan ini s empat menimbulkan pertanyaan pada diri Rhoma, padahal ia selalu memenuhi kewajiban membayar pajak penghasilan dan perusahaan kepada pemerintah. Terbukti dengan setiap produser mengajukan namanya selalu ditolak. (Forum Keadilan, 31 Maret 1994). Memang secara pertunjukan panggung dilarang, namun film musikal menjadi media bagi Rhoma untuk kembali ke dunia hiburan. Seperti pemutaran kembali film
33
Verleden, Vol. 1, No.1 Desember 2012: 1 - 109 Nada-nada Rindu bersama Camelia Malik pada 21 Mei 1988 dalam acara Apresiasi Film Nasional ke-38. Budhi Sutrisno, direktur utama PT. Mercu Alam Abadi
yang menangani peredaran Film Rhoma menyatakan bahwa tampilnya kembali Rhoma di TVRI untuk memenuhi keinginan penggemar setelah lama tidak
Tabel 1.4 Daftar Film-film Musikal Rhoma Irama Tahun 1970-1990-an No
T ahu n
Su t rad ar a
Pr od u ksi
1 976
A. Ha r is
2
O ma Iram a P enasaran I d an II G itar T ua Om a Irama
3
D arah Mu da
1 977
4 5
O ma Iram a R aja D angdut B erke lana I
1 978
6
B erke lana II
1 978
7
B egad ang
1 978
8
C inta Segi tiga
1 979
9
K am elia
P T. S jam S tu dio F ilm P ro duc tion ( Jac kson ) P T S ja m S tudio F ilm Pr oduct ion s ( S ja m suddin) P T S ja m S tudio F ilm Pr oduct ion s ( S ja m suddin) P T C ipta Per m ai I nda h F ilm (Luc y S u ka r di) P T. C ipta P erm a i I nd ah Film ( Luc y S u ka r di) N aviri Film Pr od uctions (Dha rm a wan S u sa nto) P T. H anna Inter na tiona l Fi lm (Zai na l A bid in ) P T. N aviri Film P r od uction ( Dha r maw an S us a nto) P T.Na vir i F il m P roducti on s ( Dha r maw an S us a nto) P T. R hom a I ra ma Film (R hom a I ram a )
1
Ju du l Fi lm M usik al
M a man F irm ans ya h
1 979 1 980
Pe rjuanga n dan doa
11
M e lod i C inta Rho ma I rama
1 980
12
B adai di Aw al B ah agia
1 981
13
Pe ngorban an
1 982
14
S atri a Ber gi ta r
1 983
15 16
C inta Ke mba r Pe ngabdian
1 984
18 19 20
K emilau Cinta di L angit J ingga M e ngg apai M atahari I d an II N ada -nada Rindu
M a man F ir m ansja h Yung Indr aja ya
10
17
Yung Indr aja ya
M a man F ir m ansja h
P T R hom a Ira ma F il m ( R hom a Ir a ma) M uchlis R aya B enny M u har ra m Nurha die Ira wa m
0 27/ S IP/F C N/DP F- II/198 2 ( P er usah aa n F ilm T ida k dike ta hui) P T. R hom a F ilm Pr oduc tion
1 987 1 988
M a man F ir m ansja h M uc hlis R aya Nurha die Ir awa n M uchlis R aya Asr ul S a ni
P T Na vir i F il m P roducti on s ( Dha r maw an S us a nto) P T F ir ma n Aba di Fi lm ( Bud hi S u trisno) P T F ir ma n Aba di Fi lm (B udhi S u trisno) ta hun 1986 F irm a n M er cu Al am Fil m (B udh i S u trisno)
1 989
A . R a chm an
P T F ir ma n M er cu Ala ma (Lukma n S u sa nto) P T F ir ma n M er cu Ala m Fi lm (Bu dhi S u trisno) P T B ola D unia F il m ( Ha sra t D jo eir )
1 984 1 985 1 986
21
H any a T uhan Ya ng T a hu B unga De sa
22
J aka Sw ara
1 990
Lilik S udjio
23
N ada da n Dak wa h
1 991
Cha er ul Um a mt
24
T a bir Biru
1 993
M uchlis R aya
Sumber:
P T B ola D unia F il m ( Ha sra t D jo eir )
http://tonyvanjava.blogspot.com/2008/05/investasi-dinar-iqd.html diakses pada tanggal 23 Maret 2011, pk.11.30 WIB.
34
P T.Na vir i F il m P roducti on s ( Dha r maw an S us a nto)
tampil di televisi. Untuk film Nada-Nada Rindu mendapat pengharagaan sebaga film terbaik versi FFI tahun 1988 (Jawa Pos, 21 Mei 1988 : I) Kesimpulan Musik Da ngdut berkembang seiring dengan perkembangan elektronik yang menyentuh dunia musik Indonesia. Pertunjukan yang semula bersifat fisikal secara langsung dengan pementasan berkeliling, akhirnya jauh lebih mudah masuk ke dalam ruang hati penggemarnya melalui media audio-visual. Rekaman musik serta film-film yang dihasilkan dengan atmosfer Dangdut menjadi media ampuh untuk memperluas penggemarnya. Sebagai konsekuensi dari perluasan jumlah penggemar ini, musik Dangdut tak jarang me nj adi medium i nfi ltras i pemerintah sekaligus magnet untuk mendapatkan pendukung. Syair-syair lagu Soneta Group baik yang bertemakan dakwah maupun nasionalisme, merupakan salah satu la ngka h Rhom a Ir ama unt uk menyam paikan pes an dalam lagulagunya. Karakteristik lagu dakwah diselingi pesan nasionalisme, menjadi bukti mengurangi kesan mendayu-dayu pada Musik Melayu. Keadaan sosio kultural ikut mempengaruhi karakteristik syair awal tahun 1971 dimana Musik Melayu belum diterima sepenuhnya oleh kalangan penikmat Pop maupun Rock. Keadaan inilah membuat syair Soneta Group didominasi oleh pernyataan sikap “mengalah” terhadap semua pendapat menyudutkan Musik Melayu. Barulah pada tahun 1990-an mengalami perubahan yaitu menjelaskan keberadaan Musik Melayu yang mengalami peningkatan eksistensi dalam berbagai bidang. Proses perjalanan historis mulai tahun 1970-an membuktikan tidak mudah bagi Musik Melayu diterima menjadi selera masyarakat menengah ke atas. Berbagai pendapat merendahkan terlontar, Musik Melayu dianggap sebagai musik ident itas kal angan baw ah, mus ik
l i n gk u n ga n k u m u h da n m u s i k kampungan. Anggapan ini lebih banyak didominasi karena penggemarnya yang mayoritas kalangan menengah ke bawah. Awal tahun 1970-an Rhoma Irama be rs a ma S one t a G o up m e nc oba melakukan revolusi Musik Melayu yakni menggabungkan dengan unsur Rock. Langkah Rhoma Irama semakin menuai pendapat merendahkan, namun Rhoma Irama menjawab anggapan tersebut dengan sebuah lagu berjudul Musik. Selanjutnya Musik Melayu lebih dikenal dengan sebutan Dangdut. Istilah Dangdut sebenarnya digunakan untuk merendahkan Musik Melayu yang berasal dari dominasi gendang. S ekarang, Dangdut merupakan salah satu jenis musik yang terus bergema di dunia hiburan. Dari segi intensitas pertunjukan baik di televisi, panggung pertunjukan langsung, dan acara keseharian, dangdut memiliki porsi sama besar dengan jenis musik lainnya seperti Pop dan Rock .
DAFTAR PUSTAKA Aka, H.Surya. Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur (KP ID ) dan Waki l K etua Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia Propinsi Jawa Timur (PAMMI). Koleksi Lagu Soneta Fans Club Surabaya, (tidak diterbitkan). Bouvier, Helene. 2002. Lebur ! Seni Musik dan Pertunjukan dalam Masyarakat Madura. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Eriyanto. Indonesia Bergoyang Dunia Kita Goyang Dangdut dan Politik Mus ik Kotem porer Indonesia. Penelitian Tidak Diterbitkan. Frederick, William H. “Rhoma Irama and The Dangdut Style: Aspect Of Cont em porar y Indone s ia n
35
Verleden, Vol. 1, No.1 Desember 2012: 1 - 109 Popular Culture”, dalam Jurnal Indonesia, No.34, Oktober 1982, Cornell Southeast Asia Program. Cornell University. Indonesia Monogtap Politics. Frederick, William H. dalam Dloyana Kesumah dkk. 1995. Pesanpesan Budaya Lagu-lagu Pop dangdut dan Pengaruhnya te rh adap Pe r ilak u Sos ia l R e m aj a Ko t a . J a ka r t a : Departemen Pendidikan dan K e bu da y aa n Re pu bl i k Indonesia. _____________. “Mengapa Dangdut Rhoma Jadi Penting”, dalam majalah Tempo 30 Juni 1984. Jabo, Sawung dan Suzan Piper, “Musik Indonesia, dari 1950- an hingga 1980-an”, dalam Prisma, 5 Mei 1987. Khusyairi, Johny Alfian. Popularitas Sebuah Mus ik: Studi Tentang P ertumbuhan P em inat M us ik Dangdut di Kalangan Menengah Indonesia, (Skripsi pada Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta). 1997.
Histories: A Social and Musical History of Indonesia's Most Popular Music. New York: Oxford University Press. Sedyawati, Edi dan Supardi Djoko Damono (ed.). 1991. Seni dalam Masyarakat Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Simatupang, Lono.L. Seni & Antropologi. 1996. “D angdut Is Very...Very Indonesia” The Search of Cultural Nationalism in Indonesia Modern Popular Music, dalam. Buletin Antropologi, tahun. xi/1996. No.20, Yogyakarta : Jurusan Antropologi Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada. Soedarsono, R.M. 1999. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisas i . Ja ka rta : D ire kto rat Je nde ral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Yampolsky, Philip, ”Hati yang Luka”, An indonesian Hit. Jurnal Indonesia No. 47 April 1989. Yasmin. Penerimaan Khalayak Remaja Terhadap Musik Dangdut Melalui Film Mendadak Dangdut, (Skripsi pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga).
_____________. “Genealogi Dangdut : S e bu a h U pa y a Me l a c a k Keaslian Dangdut, dalam Jurnal Mozaik, Vol.I, No.1, JanuariJuni 2003 Surabaya: Komunitas K a j i a n K e b ud a ya a n d a n Masyarakat (K3M) Fakultas Sastra Universitas Airlangga.
Koran Kompas, Senin, 10 September 1979. Sato, Mira, “Dangdut: Jangan Jadi Ca ndu Bil a P os is inya Kebanyakan, Sudah Waktunya Kita Mengambil Jarak”.
Kuntowijoyo. 2007. Penjelasan Sejarah (H i st or i cal Ex pl anat ion ) . Yogyakarta: Tiara Wacana.
_____, Minggu, 31 Oktober 1982. "Kisah “Industri” Dua Super Group Dangdut”.
N. Weintraub, Andrew. 2010. Dangdut
______,
36
Sabtu, 20 Juli 1985. Sitohang,
Rona ld, “Mus ik D angdut Identik dengan M us ik Melayu?” ______ ,
20 Juli 1985. “Perjalanan Seorang Bintang (I) Saya Samarkan dengan Rhoma...“.
______,
21 Juli 1985. “Perjalanan Seorang Bintang (II- Habis) Rhoma Sebuah Dinasti.
______,
Kamis, 17 Oktober 1985. “Dangdut sebagai Wahana penyampaian Protes”.
______, Senin, 24 Desember 1985. “Soneta Vs God Bless, Musik yang Membebaskan”.
Kompas, Senin, 29 April 1997 Surabaya Post, 14 Juli 1976. “Surabaya Pelabuhan Empuk Bagi Rhoma Irama”. ___________, 23 September 1976. ”Lagu Rupiah Dilarang di TV”. ___________, 11 Oktober 1979. “Semua Musik Sama Derajatnya”. ___________, 17 November 1979. “K.H Idham Cholid, Tidak Benar R h o m a I r a m a Me n gk o m e r s i l k a n Agama”.
______, Minggu, 1 Mei 1988. “Nama dan Peristiwa”.
___________, 21 D esember 1979. “Peredaran Film Nasional Makin Baik, Unggul atas Film Impor”.
______, Minggu, 29 Mei 1988. “Rhoma Irama, Pembuat Singkong”.
___________, 26 Oktober 1979. “Iklan Film “Cinta Segitiga”.
__ __ __ , Ming gu, 29 Mei 1988.Pertunjukan Rhoma dan Soneta, Antara Perjuangan Dan Goyang, , “
___________, Senin,1 Agustus 1988. “Su a tu Sa at M u si k Bercorak Keindonesiaan Akan Lahir”
______, Minggu 2 April 1989. “Rhoma Irama dan Dakwah Kebangsaan”.
___________, Sabtu, 27 Agustus 1988. “Disesalkan, Artis Safari Penganut Lagu Cengeng”.
______, Kamis 4 Oktober 1990. “Penjual Foto, Pencopet dan Guru SD Ikut Berdangdut”. ______, Senin, 31 Desember 1991. ”Dangdut dengan Kemasan Internasional'. ______, Minggu, 6 September 1992. ”Rhoma Irama Akhirnya Tampil di Jepang”. ______, Minggu, 6 Agus tus 1995. “Semarak Dangdut di Ancol kemasan “Wah” Buat Dangdut”. ______,Rhoma Irama, Masuk Golkar karena “L illahi Ta' al a” ,
___________, Minggu, 28 Agustus 1988. “Stop Lagu Cengeng ! Lantas ?”. ___________, Selasa, 30 Agustus 1988.Hati yang Luka”Malah Dicari, ___________, Jumat, 14 September 1990. “Safari Malam Ini, mulai Mina H ingga Cowok Banyak Duwit” ___________, Selasa, 2 Oktober 1990. ”U l a m a Be l um S i a p menghadapi Televisi untuk
37
Verleden, Vol. 1, No.1 Desember 2012: 1 - 109 Dakwah”. Jawa Pos, 21 Mei 1988. “Bersama Camelia Malik Rhoma Tampil Lagi di TV”. _______, 28 Mei 1988. “Ujian” di TIM, Rhoma Lulus, _______, 30 Mei 1988. “Bila Rhoma Menyinggahi 50 kota di Seluruh Indonesia”. 19 Juni 1988. “Rhoma _______, Menyiapkan Hanya Tuhan Yang Tahu _______, 20 Juni 1988. “Menjelang Show Warga Banjarmasin Sudah Mulai Demam Rhoma Irama” _______, 7 Agustus 1988. “Dengan 25 Truk Rhoma Goyang Kota Kaltim _______, 25 Agustus 1988. “Surya Rock Dangdut 88 Sukses Jelajah 22 Kota _______, 26 Agustus 1988. “Film Terbaru Rhoma Irama Mulai Syuting 29 Agustus”. _______,2 Mei 1988. “Kamar Rhoma I ra m a Be r ub a h M e nj a d i Gudang”. _______,16 Juni 1988. “Setahun Rhoma Irama Keliling Indonesia”. _______,10 Mei 1989. “Rhoma Irama La nj utkan S urya Da ngdut Show”89”. _______, 25 April 1990. “Zainuddin dan Rhoma di Senayan”. Majalah Tempo, 28 Februari 1976.“Bersaing
38
Jangan Bersaing, Kalau Tidak Ada Gunanya.,” _______, 9 April 1977. “Dan Oma Serta Upit Ikut Kampanye”. _______,22 Maret 1979.Agar Bibir Tidak Keseleo, _______,5 Mei 1979. “Dangdut Setelah Halal Di TV-RI”. _______,5 Mei 1979. “Soalnya Sih Komersiil Saja”. _______,5 Mei 1979. 'Sampai Dangdut Berlistrik”. _______, 2 Juni 1979. “Dangdut yang Lain”. _______, 30 J uni 1984. “S at ria Berdakwah, Raja dari Bawah”. _______, 25 Mei 1991. “G oya ng Dangdut”. _______, 25 Mei 1991. “Gemerincing Dunia Dangdut” _______, 16 Mei 1992. “Dangdut Goyang Terus Pop Kok Loyo”. F ok u s,
8 De se m b e r 1 98 3 . “A lhamdulilla h, Rh oma Masih Bol eh Menyanyi”.
_______, 8 Desember 1983. “Dangdut Sebuah “Flashback”. _______, Aribowo, 8 Desember 1983. “Proklamasi Identitas”. Forum Keadilan, 31 Maret 1994. “Politik I s la m Ti d a k Menghalalkan Segala Cara”, D & R, Rhoma rama: “ Masa Transisi Sa ya Ad a
S e p u l u h Tahun”, 21 Se pt e m b e r 1996. Panji Masyarakat No. 355. “Raja Dangdut Bermahkota Ka'bah”. ______________ N o. 388. “Rhoma Irama: Roh dan Dukungan Aransemen”
Internet : http://tonyvanjava.blogspot.com/2008/05 /investasi-dinar-iqd.html , Daftar Film-film Musikal Rhoma Irama, 23 Maret 2011, Pukul.12.30 WIB. http://www.rajadangdut.com/film.php?ha l= 3, Daftar F ilm-film Musikal Rhoma Irama, 23 Maret 2011, Pukul.12.30 WIB.
______________________, “Ragam Pendapat tentang Rhoma dan Dangdut”
39