Ali Mustofa
PERKEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PESANTREN, MADRASAH DAN SEKOLAH Ali Mustofa1 Abstract: Islamic religious education can’t be defined in narrow sense because it discusses Islamic religion and other sciences. The growing of Islamic boarding school by reforming and having important role in the Islamic education can be seen from the subject material or modern boarding school curriculum such as kuning book, putih book or merah book, which discuss religious science and general knowledge. By using modern management, modern boarding house has implemented labor devision fuctional and professionally. In another side, PAI curriculum of Islamic school has been arranged in some aspects, they are al-Qur’an hadits, faith (‘aqidah), morals (akhlaq), Islamic law (fiqih) and Islamic history (tarikh). Meanwhile in in the general school the curriculum of PAI only consists of one subject material (PAI), however, it has included the five above aspects. Key words: PAI curriculum development, boarding, Islamic, general school Pendahuluan Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan pengertian kurikulum mengalami perubahan. Namun demikian, salah satu hal permanen yang disepakati bahwa Istilah kurikulum berasal dari bahasa Yunani. Pada periode awal, istilah 1
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Urwatul Wutsqo Bulurejo Jombang.
89
Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren, ...
kurikulum populer dalam bidang olah raga, yaitu curere, yang berarti jarak terjauh yang harus ditempuh dalam olah raga lari, mulai start hingga finish. Dalam konteks pendidikan, kurikulum diartikan sebagai circle of instruction, yaitu suatu lingkaran pengajaran dengan guru dan murid terlibat di dalamnya. Kurikulum merupakan suatu alat yang dipakai untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan murid dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. Sesuai dengan ketentuan tersebut, perlu ditambahkan bahwa pendidikan nasional berakar pada kebudayaan nasional dan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kurikulum membutuhkan landasan kuat agar dapat dikembangkan oleh sekolah. Namun, pada kenyataaannya kurikulum dibuat sesuai standar kompetensi dan standar nasional yang dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah. Secara ideal, pengembangan kurikulum dilakukan oleh sekolah atau lembaga pendidikan tersebut yang lebih mengerti dan paham kurikulum seperti kondisi yang dibutuhkan. Pengalaman selama setengah abad negeri ini mengelola sendiri sistem pendidikan menunjukkan bahwa setiap kali muncul pembahasan yang mengarah kepada upaya perbaikan sistem pendidikan nasional, selalu yang menjadi titik berat perhatian adalah pembenahan kurikulum. Berbagai pertanyaan akhirnya bermunculan. Mulai mengapa hal tersebut bisa terjadi? Apakah benar kurikulum memang memiliki dasar dan landasan kuat yang memang disiapkan agar murid, pendidik, orang tua dan komponen pendidikan lainnya sesuai dengan tujuan pendidikan dan standar pendidikan? Apa yang mendasari itu semua? Benarkah kurikulum itu dibuat untuk memperbaiki kurikulum lama dengan kurikulum baru, yang sering disebut dengan evaluasi kurikulum? Di mana sistem evaluasi digunakan untuk menentukan tingkat pencapaian keberhasilan murid dalam bentuk hasil khusus?2 2
90
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Jakarta: Grafindo, 1986), 37.
Ali Mustofa
Lembaga pendidikan yang memainkan peran di Indonesia, jika dilihat dari struktur internal pendidikan Islam serta praktekpraktek pendidikan yang dilaksanakan, ada empat kategori.3 Pertama adalah pendidikan pondok pesantren,4 yaitu pendidikan Islam yang diselenggarakan secara tradisional, bertolak dari pengajaran secara al-Qur’an dan hadits dan merancang segenap kegiatan pendidikannya. Kedua adalah pendidikan madrasah, yaitu pendidikan Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga model Barat yang menggunakan metode pengajaran klasikal dan berusaha menanamkan Islam sebagai landasan hidup ke dalam diri para murid. Ketiga adalah pendidikan umum yang bernafaskan Islam, yaitu pendidikan Islam yang dilaksanakan melalui pengembangan suasana pendidikan yang bernafaskan Islam di lembaga-lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan yang bersifat umum. Keempat adalah pelajaran agama Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan umum sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja. Sedangkan pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang banyak mencetak tokoh-tokoh terkenal dalam dunia pendidikan Islam, akhir-akhir ini menarik untuk dicermati kembali.5 Pembahasan A. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren 1. Pengertian Sistem Pendidikan di Pesantren Menurut Muzayyin Arifin, sistem didefinisikan sebagai suatu perangkat atau mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian yang satu sama lain saling berhubungan dan saling memperkuat untuk mencapai tujuan tertentu.6 Secara umum, sistem dapat berarti suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu yang dalam penggunaannya tergantung kepada berbagai faktor yang erat hubungannya dengan pencapaian tujuan tersebut. 3
Yasmadi, Modernisasi Pesantren (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), 58. Selain istilah pesantren (Jawa, Sunda dan Madura), ditemukan juga istilah lain dengan makna yang sama, yaitu dayah dan rangkang di Aceh dan surau di Minangkabau. Dawam Raharjo (ed), Pesantren dan Pembaruan (Jakarta: LP3ES, 1995), 2. 5 Yasmadi, Modernisasi Pesantren, 59. 6 Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 245. 4
91
Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren, ...
Sistem pendidikan di pesantren artinya sarana yang berupa perangkat organisasi yang diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan di pondok pesantren. Karena pesantren merupakan subsistem pendidikan yang ada di Indonesia, maka tujuan pendidikan di pesantren secara umum juga mengacu kepada tujuan pendidikan nasional. Istilah pesantren, secara bahasa, berasal dari kata santri dengan awalan pe- dan akhiran -an (pesantrian), yang berarti tempat tinggal para santri. Sedangkan kata santri sendiri berasal kata sastri, sebuah kata dari bahasa Sansekerta yang artinya melek huruf.7 Menurut Zamakhsari Dhofier, sebagaimana dikutip Haidar Putra Dualay, ada lima unsur pesantren, yaitu pondok, santri, masjid, pengajaran kitab-kitab klasik dan kiai.8 Di Indonesia, istilah pesantren lebih populer dengan sebutan pondok pesantren. Lain halnya dengan pesantren, pondok berasal dari bahasa Arab, yaitu funduq, yang berarti hotel, asrama, rumah dan tempat tinggal sederhana. 2. Dinamika Pesantren Hingga Sekarang Dalam perspektif sejarah, pesantren telah mengalami perjalanan sejarah yang panjang, sejak sekitar abad XVIII Masehi. Pada era 1970-an, pesantren mengalami perubahan sangat signifikan yang tampak dalam beberapa hal, yaitu peningkatan secara kuantitas terhadap jumlah pesantren dan menyangkut penyelenggaraan pendidikan. Perkembangan bentuk-bentuk pendidikan di pesantren tersebut diklasifikasikan menjadi empat, yaitu (a) pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan maupun juga memiliki sekolah umum, (b) pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan agama dalam bentuk madrasah diniyah, (c) pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian, (d) pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan umum, meski tidak menerapkan kurikulum nasional, karena menggunakan kurikulum sendiri. 7
Rachim, Modernisasi Sistem Pendidikan Pesantren, www.wordpress.com, 8 April 2015. Haidar Putra Dualay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Prenada Media Group, 2004), 31. 8
92
Ali Mustofa
Perkembangan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa beberapa pesantren ada yang tetap berjalan meneruskan segala tradisi yang diwarisi secara turun temurun, tanpa ada perubahan dan improvisasi yang berarti, kecuali sekedar bertahan. Namun ada juga pesantren yang mencoba mencari jalan sendiri, dengan harapan memperoleh hasil lebih baik dalam waktu singkat. Pesantren semacam ini adalah pesantren yang kurikulumnya berdasarkan pemikiran terhadap kebutuhan santri dan masyarakat sekitarnya. Meskipun demikian, semua perubahan itu, sama sekali tidak mencabut pesantren dari akar kulturnya. Secara umum pesantren tetap memiliki fungsi-fungsi sebagai lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu pengetahuan agama (tafaqquh fi al-din) dan nilai-nilai Islam (Islamic values), lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial (social control) dan lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (social engineering). Dalam konteks pesantren modern, elemen pesantren lainnya adalah materi pelajaran, kurikulum dan manajemen pesantren, di samping ada pergeseran peran terhadap keempat elemen di atas. Pergeseran peran yang dimaksud seperti kyai dalam pesantren modern tidak lagi menjadi tokoh sentral yang sangat otoriter, tetapi lebih demokratis dan pembagian kerja secara profesional. Materi pelajaran atau kurikulum di pesantren modern tidak hanya kitab kuning, tetapi juga “kitab putih” atau “kitab merah” yang berisi ilmu pengetahuan umum. Manajemen pesantren modern menggunakan manajemen modern yang menerapkan sistem pembagian kerja secara fungsional dan profesional. Oleh karena itu, jika merujuk pada pendapat Zamakhsari Dhofier, maka tidak ada lagi pesantren yang masih murni. Hal ini dikarenakan sudah hampir tidak dijumpai lagi pesantren yang hanya memiliki satu bangunan, kyai dan santri tinggal bersama. Pesantren-pesantren sekarang telah memisahkan, meskipun masih dalam satu kompleks antara asrama, masjid, rumah kyai dan aula tempat mempelajari kitab kuning. Perkembangan pesantren mutakhir menunjukkan adanya gejala urbanisasi pesantren, khususnya di kota-kota besar. Banyak asrama bahkan kos-kosan mahasiswa yang dikemas menjadi semi pesantren. Artinya, asrama tersebut tidak sekedar tempat tinggal bagi pelajar atau mahasiswa, namun juga banyak kegiatan ke93
Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren, ...
rohanian, seperti ritual Yasinan setiap malam Jumat, taushiyah oleh tokoh agama, belajar kelompok antar penghuni asrama dan lain sebagainya. Pola lain dari gejala urbanisasi pesantren adalah munculnya pesantren mahasiswa. Kegiatan utama di pesantren ini hanya berlangsung pada malam dan pagi hari, sedangkan di siang tidak ada kegiatan karena santri menuntut ilmu di perguruan tinggi. 3. Sistem Pendidikan di Pesantren Zamakhsari Dhofier mengidentifikasi elemen-elemen pesantren terdiri dari kyai, santri, kitab-kitab klasik dan masjid.9 Dari keempat elemen tersebut, kyai menjadi tokoh sentral dalam seluruh dinamika pesantren, mulai dari imam shalat, memimpin doa, menjadi guru, tempat meminta barokah, sumber kebijakan pesantren dan lain sebagainya. Selanjutnya, santri merupakan siswa yang menimba ilmu di pesantren dan hidup bersama atau tinggal bersama dengan rumah kyai atau satu komplek dengan rumah kyai. Adapun kitab kuning di pesantren merujuk pada kajian kitab klasik karya ulama abad pertengahan, ketika Islam mengalami kemunduran. Pada umumnya, kitab klasik tersebut membahas ‘aqidah, fiqih, tasawuf, manthiq, nahwu, sharaf dan lain sebagainya. Tidak ada kitab yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan secara umum. Kitab ini dipelajari santri di bawah bimbingan langsung kyai melalui sistem wetonan dan bandongan, tetapi tidak ditentukan batasan waktunya secara jelas dan pasti. Elemen terakhir, masjid merupakan tempat ibadah bersama, tetapi juga sering digunakan sebagai tempat santri belajar termasuk praktik-praktik thariqat di dalamnya. Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional mengingat para siswanya tinggal bersama-sama dan belajar di bawah bimbingan seorang kiyai. Terdapat tiga alasan utama pesantren harus menyediakan asrama bagi santrinya, yaitu (1) popularitas seorang kyai dan kedalaman pengetahuannya tentang Islam, menarik santri-santri dari jauh untuk dapat menggali ilmu dari kyai tersebut secara teratur dan dalam waktu yang lama, untuk itu santri harus menetap, (2) hampir semua 9
94
Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3S, 1987), 43.
Ali Mustofa
pesantren berada di desa-desa yang tidak tersedia perumahan atau akomodasi yang cukup untuk menampung santri-santri, dengan demikian perlu adanya asrama khusus para santri, (3) ada timbal balik antara santri dan kyai, mengingat para santri menganggap kyainya seolah-olah seperti bapaknya sendiri, sedangkan para kyai menganggap para santri sebagai titipan Tuhan yang harus senantiasa dilindungi. Di samping alasan-alasan di atas, kedudukan pondok sebagai salah satu unsur pokok pesantren sangat besar sekali manfaatnya, di antaranya adalah santri dapat dikondisikan dalam suasana belajar sepanjang hari. Kehidupan berasrama para santri juga sangat mendukung bagi pembentukan kepribadian. Di dalam asrama memungkinkan untuk mempraktekkan materi-materi yang telah dipelajari. Nilai-nilai agama yang secara normatif dipelajari di kelas, dapat dilatihkan untuk disosialisasikan dalam kehidupan seharihari. Dengan begitu, dimungkinkan mereka tidak hanya menjadi having, tetapi being. 4.
Pengembangan Kurikulum di Pesantren
Kurikulum pendidikan pesantren adalah bahan-bahan pendidikan agama Islam di pesantren berupa kegiatan pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada santri untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam. Kurikulum pendidikan pesantren merupakan alat untuk mencapai tujuan PAI. Sedangkan lingkup materi pendidikan pesantren adalah al-Qur’an dan hadits, keimanan akhlak, fiqh atau ibadah dan sejarah. Dengan kata lain, cakupan pendidikan pesantren ada keserasian keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah Swt. diri sendiri sesama manusia makhluk lain maupun lingkungannya. Untuk mencapai tujuan pendidikan pesantren tersebut, perlu adanya rekonstruksi kurikulum agar lebih riil. Rumusan tujuan pendidikan pesantren yang ada selama ini masih bersifat general dan kurang match dengan realitas masyarakat yang terus mengalami transformasi. Rekonstruksi di sini dimaksudkan untuk meningkatkan daya relevansi rumusan tujuan pendidikan pesantren dengan persoalan riil yang dihadapi masyarakat dalam hidup kesehariannya. Prinsip pengembangan kurikulum pendidikan pesantren secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) prinsip umum, 95
Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren, ...
yang meliputi prinsip relevansi, prinsip fleksibilitas, prinsip kontinyuitas, prinsip praktis dan prinsip efektifitas, (2) prinsip efisiensi. Sedangkan prinsip khusus dalam pengembangan kurikulum di pesantren mencakup prinsip yang terkait dengan tujuan pendidikan pesantren dan pemilihan isi pendidikan pesantren, juga yang berkenaan dengan metode, strategi proses pembelajaran dan alat evaluasi dan penilaian pendidikan pesantren. Secara praktis, Mastuhu memberikan konsep tentang model dan paradigma pendidikan pesantren yang diharapkan menjadi orientasi dan landasan dalam kurikulum lembaga pendidikan pesantren, yaitu (1) dasar pendidikan-pendidikan pesantren harus mendasarkan pada teosentris dengan menjadikan antroposentris sebagai bagian esensial dari konsep teosentris, (2) tujuan pendidikan kerja membangun kehidupan duniawiyah melalui pendidikan sebagai perwujudan mengabdi kepada-Nya. Pembangunan kehidupan duniawiyah bukan menjadi tujuan final, tetapi merupakan kewajiban yang diimani dan terkait kuat dengan kehidupan ukhrawiyah, tujuan final adalah kehidupan ukhrawi dengan ridha Allah Swt, (3) konsep manusia pendidikan Islam memandang manusia memiliki fitrah yang harus dikembangkan, (4) nilai pendidikan pesantren berorientasi pada iptek sebagai kebenaran relatif dan imtaq sebagai kebenaran mutlak. Pengembangan kurikulum pendidikan pesantren secara terus menerus menyangkut seluruh komponen merupakan sesuatu mutlak untuk dilakukan agar tidak kehilangan relevansi dengan kebutuhan riil yang dihadapi komunitas pendidikan Islam yang kecenderungan terus mengalami proses dinamika transformatif. Pendidikan pesantren dibangun atas dasar pemikiran Islami yang bertolak dari pandangan hidup dan pandangan tentang manusia serta diarahkan kepada tujuan pendidikan yang dilandasi kaidahkaidah Islam. Kurikulum yang demikian biasa mengacu pada sembilan prinsip utama. Kesembilan prinsip itu adalah (1) sistem dan pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan fitrah manusia agar tetap berada dalam kesucian dan tidak menyimpang, (2) kurikulum hendaknya mengacu kepada pencapain tujuan akhir pendidikan Islam sambil memperhatikan tujuan-tujuan di bawahnya, (3) kuri96
Ali Mustofa
kulum perlu disusun secara bertahap mengikuti periodesasi perkembangan peserta didik, (4) kurikulum hendaknya memperhatikan kepentingan nyata masyarakat, seperti kesehatan, keamanan, administrasi dan pendidikan, (5) kurikulum hendaknya terstruktur dan terorganisasi secara integral, (6) kurikulum hendaknya realistis, sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan berbagai kemudahan yang dimiliki tiap negara sebagai pelaksana, (7) metode pendidikan yang merupakan salah satu komponen kurikulum ini hendaknya bersifat fleksibel, (8) kurikulum hendaknya efektif untuk mencapai tingkah laku dan emosi yang positif, (9) kurikulum hendaknya memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik, baik fisik, emosional ataupun intelektualnya serta berbagai masalah yang dihadapi dalam tiap tingkat perkembangan, seperti pertumbuhan bahasa, kamatangan sosial dan kesiapan religiusitas.10 B. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Madrasah 1. Hakikat Kurikulum PAI di Madrasah Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran dalam mencapai tujuan pendidikan tertentu. As-Syaibani menetapkan lima dasar pokok kurikulum pendidikan. Pertama adalah dasar religious. Dasar ini ditetapkan berdasarkan nilai-nilai Ilahi yang terdapat pada al-Qur’an dan hadits yang merupakan nilai yang kebenarannya mutlak dan universal. Kedua adalah dasar falsafah. Dasar ini memberikan arah dan tujuan pendidikan, sehingga susunan kurikulum mengandung suatu kebenaran. Ketiga adalah dasar psikologis. Dasar ini mempertimbangkan tahapan psikis murid yang berkaitan dengan perkembangan jasmani, kematangan, bakat, intelektual, bahasa, emosi, kebutuhan dan keinginan individu. Keempat adalah dasar sosiologis. Dasar ini memberikan gambaran bahwa kurikulum pendidikan memegang peran penting dalam penyampaian dan pengembangan kebudayaan, proses sosialisasi individu dan rekonstruksi masyarakat. Kelima adalah dasar organisatoris. Dasar ini mengenai bentuk penyajian bahan pelajaran yaitu organisasi kurikulum. 10 http://stiebanten.blogspot.com/201 1/06/kurikulum-pendidikan-pondokpesantren.html, 2 Nopember 2013.
97
Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren, ...
Fungsi kurikulum bagi sekolah yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur segala kegiatan sehari-hari di sekolah. Fungsi kurikulum bagi murid sebagai suatu organisasi belajar tersusun yang diharapkan mereka memperoleh pengalaman baru yang dapat dikembangkan di kemudian hari. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah maupun guru adalah sebagai pedoman kerja. Sedangkan fungsi kurikulum bagi orang tua siswa yaitu agar orang tua dapat turut serta membantu pihak sekolah dalam memajukan anak-anaknya.11 Kurikulum PAI di madrasah bertujuan untuk mengantarkan peserta didik menjadi manusia unggul dalam beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian, menganalisa ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.12 Komponenkomponen yang terkait dalam kurikulum dikelompokkan menjadi empat, yaitu (1) kelompok komponen-komponen dasar, yaitu konsep dasar filosofis dalam mengembangkan kurikulum PAI yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tujuan PAI tersebut, (2) kelompok komponen-komponen pelaksana, yaitu mencakup materi pendidikan, sistem pendidikan, proses pelaksanaan dan pemanfaatan lingkungan, (3) kelompok-kelompok pelaksana dan pendukung kurikulum, yaitu komponen pendidik, peserta didik dan konseling, (4) kelompok usaha-usaha pengembangan yang ditujukan dengan adannya evaluasi dan inovasi kurikulum, adanya perencanaan jangka pendek, menengah dan jangka panjang, terjalinnya kerja sama dengan lembaga-lembaga lain untuk pengembangan kurikulum tersebut. 13 2. Prinsip Pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah Pengembangan kurikulum PAI di madrasah berdasarkan pada sepuluh prinsip. Pertama adalah prinsip peningkatan keimanan 11 Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi (Yogyakarta: Teras, 2009), 8. Lihat juga Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 21. 12 Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam, Kebijakan Departemen Agama dalam Peningkatan Mutu Madrasah di Indonesia. (Jakarta: Ditjen Pendais Departemen Agama, 2008), 3. 13 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: Raja Grafindo, 2005), 11-12.
98
Ali Mustofa
dan ketakwaan, budi pekerti luhur dan nilai-nilai budaya. Kedua adalah prinsip keyakinan dan nilai-nilai yang dianut masyarakat berpengaruh pada sikap dan arti kehidupannnya. Keimanan dan ketakwaan, budi pekerti luhur dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami dan diamalkan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.14 Ketiga adalah prinsip berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan tanggung jawab.15 Keempat adalah prinsip keseimbangan antara etika, logika, estetika dan kinestetika. Kurikulum hendaknya menaruh perhatian terhadap siswa agar mampu menjaga keseimbangan dalam proses dan pengalaman belajar yang meliputi etika, logoka, estetika dan kinestetika, sehingga siswa akan menjadi seseorang yang terhormat, cerdas, rasional dan unggul.16 Kelima adalah prinsip penguatan integritas nasional. Prinsip ini dimaksudkan untuk menanamkan kesadaran bahwa Indonesia adalah negara majemuk, tetapi keanekaragaman itu tidak boleh membuat perpecahan, karena meskipun berbeda tetapi tetap satu jua, sebagaimana semboyan Bhineka Tunggal Ika. Keenam adalah prinsip prinsip pengetahuan dan teknologi informasi. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang, sehingga kurikulum mendorong siswa untuk mampu mengikuti dan memanfaatkan secara tepat ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut agar siswa memiliki kemampuan untuk berpikir dan belajar dengan baik.17 Ketujuh adalah prinsip pengembangan keterampilan hidup. Prinsip ini mengembangkan empat keterampilan yang harus di14 Muhaimin dkk, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 61. 15 Muhaimin dkk, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), 21-22. Lihat Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), 151-152. 16 Muhaimin dkk, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam, 61. Lihat Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, 112. Lihat Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2010), 116. 17 Ibid. Lihat Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, 152. Lihat juga Muhaimin dkk, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah, 22.
99
Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren, ...
miliki oleh setiap peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan di lingkungan sekitarnya, yaitu keterampilan diri (personal skill), keterampilan berpikir rasional (thinking skills), keterampilan akademik (academic skills) dan keterampilan vokasional (vocational skills). Dengan keterampilan tersebut, setelah siwa tersebut lulus sekolah, dapat mempertahankan hidupnya sesuai dengan pilihan masingmasing individu.18 Kedelapan adalah prinsip pilar pendidikan, yang dijadikan prinsip pengembangan kurikulum di madrasah, yaitu learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together.19 Kesembilan adalah prinsip kontinyuitas atau berkesinambungan. Kurikulum harus disusun secara berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-aspek, materi dan bahan kajian disusun secara berurutan. Oleh karena itu, pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan antar kelas, antar jenjang pendidikan, antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.20 Kesepuluh adalah prinsip belajar sepanjang hayat atau long life education. Kurikulum di madrasah diarahkan kepada pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan unsur-unsur pendidikan formal, in-formal dan nonformal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang.21 3. Landasan Pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah Landasan pengembangan kurikulum PAI di madrasah pada hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum ketika hendak mengembangkan atau merencanakan suatu kurikulum lembaga pendidikan.22 Pertama adalah landasan agama. Dalam mengem18 Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum, 117. Lihat Muhaimin dkk, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam, 62. 19 http://www.bintangbangsaku.com/content/prinsip-prinsip-pengembangan kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan, 20 Januari 2015. 20 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Bandung: Bumi Aksara, 2001), 32. Lihat Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, 252. Lihat Muhammad Zaini, Pengembangan Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, 111. 21 Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, 153. Lihat Muhaimin dkk, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah, 28. 22 Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), 57.
100
Ali Mustofa
bangkan kurikulum, sebaiknya berlandaskan pada Pancasila terutama sila pertama. Di Indonesia menyatakan bahwa kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan YME sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing individu. Dalam kehidupan, dikembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun dan damai.23 Kedua adalah landasan filsafat. Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal pokok, yaitu cita-cita masyarakat dan kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat. Filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan (love of wisdom). Agar seseorang dapat berbuat bijak, maka harus berpengetahuan, sedangkan pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir secara sistematis, logis dan mendalam. Filsafat dipandang sebagai induk segala ilmu karena filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia, yaitu meliputi metafisika, epistimologi, aksiologi, etika, estetika dan logika.24 Ketiga adalah landasan psikologi belajar. Kurikulum belajar menyajikan beberapa teori belajar yang masing-masing menelaah proses mental dan intelektual perbuatan belajar. Kurikulum yang dikembangkan sebaiknya selaras dengan proses belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga proses belajarnya terarah dengan baik dan tepat.25 Keempat adalah landasan sosio-budaya. Nilai sosialbudaya dalam masyarakat bersumber dari hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan dan melestarikannya, manusia menggunakan akalnya. Setiap masyarakat memiliki adat istiadat, aturan-aturan dan cita-cita yang ingin dicapai dan dikembangkan. Dengan adanya kurikulum di madrasah, diharapkan pendidikan dapat memperhatikan dan merespon halhal tersebut.26 Kelima adalah landasan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan merupakan suatu usaha penyiapan peserta 23
Ibid, 68. Ibid, 57. Lihat Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, 20. Lihat Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, 23. 25 Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, 58. 26 Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Konsep dan Inovasi, 45. Lihat Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, 250. 24
101
Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren, ...
didik untuk menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan pesat dan terus berkembang. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi, setelah siswa lulus, diharapkan dapat menyesuaikan diri di lingkungannya dengan baik.27 4. Perkembangan dan Modernisasi Kurikulum PAI di Madrasah Sebagaimana ketentuan dalam PP Nomer 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), pengembangan kurikulum yang dilakukan oleh sekolah atau madrasah dituntut mengacu pada SNP guna menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. SNP terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian, yang pengembangan itu semua terintegrasi dengan pendidikan karakter.28 Melalui ketentuan di atas, madrasah mengalami pembaharuan yang berkembang di dunia Islam dan kebangkitan nasional bangsa Indonesia, sedikit demi sedikit pelajaran umum masuk dalam pelajaran madrasah. Buku-buku pelajaran agama mulai disusun sesuai dengan tingkatan madrasah, sebagaimna halnya dengan buku-buku pengetahuan umum yang berlaku di sekolah-sekolah umum. Pada waktu selanjutnya, lahir madrasah-madrasah yang mengikuti sistem penjenjangan dan bentuk-bentuk sekolah yang modern, seperti SD/MI, MTs/SMP, MA/SMA. Kurikulum madrasah dan sekolah-sekolah agama masih mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok, meskipun dengan presentase sangat jauh berbeda.29 Pada waktu pemerintah, terutama Kementerian Agama, mulai mengadakan pembinaan dan pengembangan terhadap sistem pendidikan madrasah, merasa perlu menentukan kriteria pada madrasah. Kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Agama untuk madrasah yang berbeda dalam wewenangnya adalah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok paling sedikit enam jam seminggu.30 Selain 27
Ibid. Lihat Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, 22-23. Rahmat Raharjo, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: Baituna Publishing, 2012), 43. 29 Suwito dan Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Jakarta: Prenada Media, 2005), 170. 30 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 171. 28
102
Ali Mustofa
pelajaran agama dan bahasa Arab, juga diajarkan ilmu pengetahuan umum yang bisa menjadi bekal pada masyarakat nantinya. Sistem pendidikan dan pengajaran Islam, terutama pesantren, masih bersifat tradisional. Meskipun demikian, diakui bahwa tidak diragukan lagi peran pesantren dalam mencerdaskan bangsa.31 Pesantren satu-satunya lembaga yang pertama lahir dalam agama Islam di Indonesia. Di sini umat Islam di Indonesia dapat menikmati pendidikan, di samping juga pesantren sangat berjasa dalam menumbuhkan semangat patriotisme dan nasionalisme, yang pada gilirannya dapat tercapai kemerdekaan yang sudah sekian lama dicita-citakan. Antara pendidikan pesantren dan kolonial memang sangat berbeda, baik dari segi sistem maupun materi yang diberikan.32 Berdasar sistem, sebagai studi kasus, terlihat sekali pendidikan kolonial lebih modern, baik dari segi klasikal yang diterapkan maupun fasilitas yang lebih memungkinkan dalam proses pembelajaran yang sudah ditentukan dalam kurikulumnya. Dengan kondisi yang seperti ini, maka tidak akan melahirkan jenjang pemisah yang cukup dalam dan tampak sekali dalam aktivitas sosial dan intelektual, golongan tersebut bergaul, berpakaan, berbicara, berpikir dan masih banyak lainnya. Kondisi tersebut melatarbelakangi kelahiran madrasah yang baik mengenai sistem atau materi mengenai sistem lama di pesantren.33 Sistem pendidikan pondok pesantren ini masih sama seperti sistem pendidikan di langgar atau masjid, hanya lebih intensif dan dalam waktu lebih lama. Di pondok pesantren, murid-murid besar dan kecil duduk melingkar (halaqah) mengelilingi kyai. Mereka menerima pelajaran yang sama. Tidak ada dirancangkan sebuah kurikulum tertentu berdasarkan umur, lama belajar atau tingkat pengetahuan.34 Sitem pendidikan Islam mengalami perubahan sejalan dengan perubahan jaman dan pergeseran kekuasaan Indonesia. Sejalan dengan itu, pemerintahan mulai mengenalkan sistem pendidikan formal yang lebih sistematis dan teratur yang mulai menarik kaum 31 Ruslan Abdulgani, Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia (Jakarta: Pustaka Antar Kota, 1983), 20. 32 Ibid, 213. 33 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 165. 34 Ibid, 213.
103
Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren, ...
muslimin untuk memasukinya. Oleh karena itu, sistem pendidikan di masjid dipandang sudah tidak memadai lagi dan perlu ada perbaharuan dan penyempurnaan. Kondisi bahwa adanya kaum muslimin yang membawa pikiran baru Islam ke Indonesia dan dalam usaha untuk mengejar ketinggalan, di bidang pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia mengalami perubahan. Dalam hal ini bahwa keterangan di atas memiliki tujuan agar anak-anak dapat membaca al-Qur’an dan mengetahui pokok-pokok ajaran Islam yang perlu dilaksanakan setiap harinya. Demikian sistem pondok pesantren yang tumbuh dan berkembang di berbagai daerah yang ternyata memiliki peran penting dalam mempertahankan eksistensi umat Islam dari serangan dan penindasan fisik mental dari kaum penjajahan beberapa abad lamanya. Pondok pesantren mendasari tumbuhnya madrasah, sehingga sampai saat ini madrasah mampu menyetarakan kurikulumnya dengan pendidikan yang umum dan memiliki kelulusan yang sama dengan sekolah dasar. Di sisi lain, penerbitan SKB 3 Menteri pada 24 Maret 1975 bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan Islam. SKB ini berusaha mengembalikan ketertinggalan pendidikan Islam untuk memasuki mainstream pendidikan nasional. Kebijakan SKB ini menjadikan madrasah setara dan sederajat dengan sekolah umum lainya. Dalam rangka memenuhi tuntutan SKB ini, perlu diadakan pembinaan dan pembaharuan kurikulum secara menyeluruh. Untuk itu telah diadakan berbagai usaha, penyusunan metode mengajar, standarisasi buku-buku madrasah dan alat-alat pelajaran. Usaha tersebut tidak hanya merupakan tugas dan wewenang Kementerian Agama saja, melainkan tugas pemerintah secara keseluruan bersama masyarakat.35 Penerbitan SKB dilatarbelakangi bahwa siswa madrasah sebagaimana tiap-tiap warga negara berhak memperoleh kesempatan sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan layak bagi kemanusiaan dan pengajaran yang sama, sehingga lulusan madrasah, yang menghendaki melanjutkan atau pindah ke sekolah-sekolah umum dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. 35
104
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, 181.
Ali Mustofa
Menurut SKB tersebut, yang dimaksud dengan madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar, yang diberikan sekurangkurangnya 30% di samping mata pelajaran umum. Sementara itu madrasah mencakup tiga tingkatan, yaitu Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan SD, Madrasah Tsanawiyah setingkat SMP dan Madrasah Aliyah setingkat SMA. Langkah-langkah pokok dalam pengembangan kurikulum madrasah meliputi empat langkah, yaitu (1) perumusan tujuantujuan institusional, (2) penentuan struktur program kurikulum, (3) penyusunan garis-garis besar program pengajaran, masingmasing dari setiap bidang studi, perumusan tujuan-tujuan instruksional dan identifikasi pokok-pokok bahan yang dijadikan program pengajaran, (4) penyusunan dan penggunaan satuan pelajaran, program penilaian, program bimbingan dan penyuluhan, program administrasi serta supervisi.36 Langkah-langkah tersebut di atas telah mendasari sifat-sifat dalam rangka pengembangan dan pembaharuan pendidikan yang selaras dan sesuai dengan sistem pendidikan nasional. Masalahmasalah pokok yang dihadapi dalam pengembangan dan pembinaan kurikulum madrasah secara nasional agar madrasah dapat menjalankan SKB dan mencapai cita-cita agama Islam dalam pembentukan insan yang berkepribadian muslim, yang antara lain perlu diperhatikan adalah tentang ragam bidang studi yang akan disampaikan di dalam suatu madrasah. Dalam penyusunan kurikulum madrasah berdasarkan SKB tersebut, digunakan dua macam cara atau strategi, yaitu strategi umum dan strategi khusus. Pada strategi umum, gagasan pokok ini dijadikan dasar dalam pengembangan dan pembaharuan kurikulum, yaitu lulusan harus menjadi seorang muslim warga negara yang baik, sanggup menyesuaikan diri di dalam masyarakat, bertanggungjawab, memiliki keterampilan, kemampuan, pengetahuan umum agar anak didik mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal ini merupakan salah satu yang dapat menunjukkan ciri khas antara warga negara yang memperoleh pendidikan di madrasah. Gagasan pokok tersebut membawa akibat adanya 36
Zakiah Daradjat dkk, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 137-139.
105
Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren, ...
klasifikasi aspek-aspek pada pendidikan di madrasah, yaitu aspekaspek pendidikan dasar atau umum yang dimaksudkan untuk membina sebagai muslim warga negara yang baik, sesuai dengan pedoman dan pengamalan Pancasila, serta agar memiliki kecakapan, keterampilan, pengetahuan dan kemampuan sesuai dengan tingkat pendidikanya. Kedua adalah aspek-aspek pendidikan khusus yang dimaksudkan agar siswa sebagai muslim warga negara yang baik, bertakwa kepada Allah Swt dan mengamalkan ajaran agamanya secara teguh agar tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Pada strategi khusus, kondisi ini didasari pikiran bahwa sebagai konsekuensi dari pembinaan sistem pendidikan nasional dan pelaksanaan SKB serta tuntunan kualifikasi dari lulusan madrasah dalam rangka peningkatan mutu, diperlukan pembinaan sarana dan perlengkapan, termasuk di antaranya struktur kurikulum dan tenaga pengajar sebagai personel pelaksanaannya. Kurikulum madrasah perlu diorientasikan kepada kepentingan pembinaan dan pengembangan manusia Indonesia seutuhnya. Kegiatan belajar yang dikehendaki sekarang bukan sekedar menekankan pencapaian kemampuan teoritis, melainkan pengetahuan, kecerdasan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang keseluruhanya tampak dalam bentuk perubahan tingkah laku anak didik. Dengan demikian madrasah perlu menyediakan rangkaian pengalaman belajar. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah cara agar pengetahuan yang diberikan di madrasah mampu mencapai maksud SKB tanpa mengurangi mutu pendidikan agama, yang akan menjadikan anak didik sebagi muslim warga negara yang baik, sehat jasmani dan rohani serta tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Realisasi SKB ini mendorong Departemen Agama pada tahun 1976 mengeluarkan kurikulum sebagai standar untuk dijadikan acuan oleh madrasah, baik untuk MI, MTs maupun MA. Kurikulum yang dikeluarkan tersebut juga dilengkapi dengan pedoman dan aturan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran pada madrasah, sesuai dengan aturan yang berlaku pada sekolah-sekolahan umum. Termasuk juga deskripsi berbagai kegiatan dan metode penyampaian program untuk setiap bidang studi, baik untuk bidang studi agama maupun bidang studi pengetahuan umum. 106
Ali Mustofa
Pemberlakuan kurikulum standar yang menjadi acuan ini berarti telah terjadi keseragaman madrasah dalam bidang studi agama, baik kualitas maupun kuantitasnya, kemudian adanya pengakuan persamaan yang sepenuhnya antara madrasah dengan sekolah-sekolah umum yang sederajat, sheingga madrasah akan mampu berperan sebagai lembaga pendidikan yang memenuhi dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan mampu berpacu dengan sekolah-sekolah umum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Fakta ini terjadi karena di dalam SKB juga menetapkan bahwa ijasah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijasah sekolah umum yang setingkat. Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas dan siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat. Pengelolaan madrasah dan pembinaan pendidikan agama menurut SKB ini dilakukan oleh Menteri Agama, sedangkan pembinaan dan pengawasan mata pelajaran umum pada madrasah dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, bersamasama Mentri Agama dan Menteri Dalam Negeri.37 Penerbitan SKB tersebut bukan berarti beban yang dipikul madrasah akan bertambah ringan, akan tetapi justeru sebaliknya menjadi semakin berat. Di satu pihak madrasah dituntut mampu memperbaiki mutu pendidikan umum sehingga setaraf dengan standar yang berlaku di sekolah umum, di lain pihak madrasah harus tetap menjaga agar mutu pendidikan agama tetap baik, sebagai ciri khususnya. Kondisi ini mengharuskan diadakannya peninjauan kembali terhadap kurikulum yang berlaku, materi pelajaran, sistem evaluasi dan peningkatan mutu pengajaran melalui penataran. Secara kuantitatif alokasi waktu nominal yang disediakan pada sekolahan umum sejalan dan sejiwa dengan isi dari SKB. Sehingga fakta ini menyebabkan Departemen Agama tidak perlu menyusun sendiri kurikulum mata pelajaran umum untuk madrasah, tetapi dapat menggunakan kurikulum dan materi pelajaran umum yang sudah diberlakukan di sekolah umum. Namun, tampaknya, tidak semua madrasah dapat mengadaptasikan dirinya dengan SKB tersebut. Masih ada sebagian madrasah yang tetap mempertahankan pola lama, sebagian agama 37
Ibid, 183.
107
Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren, ...
murni, yaitu semata-mata memberikan pendidikan dan pengajaran agama. Masyarakat tampaknya masih cenderung tetap mempertahankan adanya madrasah-madrasah diniyah tersebut, dengan maksud untuk memberikan kesempatan pada murid-murid di sekolah-sekolah umum yang ingin memperdalam ilmu agama. Umumnya madrasah-madrasah diniyah ini masih tetap dipertahankan dalam lingkungan pondok pesantren atau masjid. Madrasah diniyah yang dimaksud terdiri dari tiga jenjang, yaitu Madrasah Diniyah Awaliyah, Madrasah Diniyah Wustha dan Madrasah Diniyah Ulya. Di sisi lain, dalam UU Nomer 2 Tahun 1989 ataupun UU Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.38 Pada jenjang SMA, kurikulum PAI memiliki kedudukan strategis untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, sejajar dengan mata pelajaran lainnya. Sejalan dengan tujuan ini, maka semua mata pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik di sekolah harus mengandung muatan pendidikan akhlak yang harus diperhatikan oleh setiap guru.39 Muatan pendidikan akhlak yang harus diperhatikan setiap guru dalam pembelajaran merupakan wujud pengembangan potensi beragama peserta didik sebagaimana tujuan pendidikan nasional yang pada hakikatnya telah dimiliki oleh setipa peserta didik yang disebut dengan fitrah. Tugas guru PAI dalam mengembangkan kurikulum adalah mengembangkan fitrah agar menjadi kemampuan aktual dan mengarahkannya untuk kebaikan, sehingga peserta didik mampu mencapai kesempurnaan dengan lengkapnya sifat-sifat kemanusiaan dalam arti sesungguhnya.40 Dengan demikian tugas guru PAI dalam pembelajaran adalah meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman peserta didik terhadap ajaran agam Islam agar menjadi manausia beriman dan bertakwa kepada Allah Swt, berakhlak mulia, cakap, kreatif, mandiri 38 Rahmat Raharjo, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Sleman: Magnum, 2010), 65. 39 Ibid, 67. 40 Ibid, 69.
108
Ali Mustofa
dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berdasarkan aspek taksonomi, pengembangan kurikulum PAI yang ingin dicapai dapat diformulasikan secara komprehensif yang meliputi aspek normatif, kognitif, afektif dan psikomotorik yang integratif dan tidak dapat dipisahkan aspek per aspek, sehingga dapat melahirkan muslim paripurna, yaitu muslim yang saleh secara pribadi dan saleh secara sosial. Tujuan lainnya adalah menjadikan peserta didik yang memiliki akhlaqul karimah dengan jiwa demokratis, toleran dan pluralis dalam kehidupan sehari-hari. Gerakan reformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya demokrasi, disentralisasi, keadilan dan menjunjung tinggi hak asai manusia, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.41 Dengan adanya hal seperti itu maka muncul pembaharuan sistem pendidikan nasional yang dilakukan untuk memperbaharui visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai penata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan produktif menjawab tantangan jaman yang selalu berubah. Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional memiliki misi (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia, (2) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar, (3) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral, (4) meningkatkan profesionalitas dan akuntabel lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar nasional dan global, (5) memberdayakan peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks negara republik Indonesia. Berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional tersebut, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan 41 "Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam UU Sisdiknas,” Jakarta, 2003, 67.
109
Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren, ...
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kretif, mandiri dan menjadi negara yang demokratis dan bertanggungjawab.42 Dengan berlatar belakang demikian, maka strategi pembangunan pendidikan nasional dalam UU Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas ini meliputi pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia, pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis, peningkatan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan, penyediaan sarana yang mendidik, pembiayaan pendidikan yang sesuai prinsip pemerataan dan berkeadilan, penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata, pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun, pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan, pemberdayaan peran masyarakat, pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat, pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional serta evaluasi, akreditasi dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan.43 Dalam UU Sisdiknas dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga salah satu bidang studi yang harus dipelajari oleh peserta didik di madrasah adalah pendidikan agama Islam, yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME serta berakhlak mulia. Bidang studi PAI di madrasah terdiri atas empat, yaitu al-Qur’an-hadits, Aqidah-Akhlak, Fiqh dan Sejarah Kebudayaan Islam (Tarikh). Di tingkat MI, al-Qur’an-hadits adalah mata pelajaran PAI yang menekankan kepada kemampuan membaca dan menulis alQur’an dan hadits dengan benar serta hapalan terhadap suratsurat pendek dalam al-Qur’an, pengenalan arti atau makna secara sederhana dari surat-surat pendek tersebut dan hadits-hadits tentang akhlak terpuji untuk diamalkan dalam kehidupan sehari42 43
110
Ibid, 68. UU Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Redaksi Sinargrafika, 2009), 37.
Ali Mustofa
hari melalui keteladanan dan pembiasaan. Akidah-Akhlak adalah mata pelajaran PAI yang mempelajari tentang rukun iman yang dikaitkan dengan pengenalan dan penghayatan terhadap asma’ al-husna serta penciptaan suasana keteladanan dan pembiasaan dalam mengamalkan akhlak terpuji dan adab Islami melalui pemberian contoh-contoh perilaku dan cara mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Fiqih di MI merupakan mata pelajaran PAI yang mempelajari tentang hukum ibadah, terutama menyangkut pengenalan dan pemahaman tentang cara-cara pelaksanaan rukun Islam dan pembiasaannya dalam kehidupan sehari-hari, serta fiqh muamalah yang menyangkut pengenalan dan pemahaman sederhana mengenai ketentuan tentang makanan dan minuman yang halal dan haram, khitan, qurban serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam. Sedangkan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) adalah mata pelajaran PAI yang mengkaji tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan atau peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam sejarah Islam di masa lampau, mulai dari sejarah masyarakat Arab pra-Islam, sejarah kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad Saw sampai masa Khulafa’ al-Rasyidin. Pada tingkat MTs, al-Qur’an-hadits merupakan kelanjutan dan kesinambungan dengan mata pelajaran al-Qur’an-hadits pada jenjang MI dan MA, terutama pada penekanan kemampuan membaca al-Qur’an-hadits, pemahaman surat-surat pendek dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akidah-Akhlak adalah mata pelajaran PAI yang merupakan peningkatan dari akidah dan akhlak yang telah dipelajari peserta didik di MI. Peningkatan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari tentang rukun iman mulai dari iman kepada Allah Swt, para malaikat-Nya, kitab-kitabNya, rasul-rasul-Nya, hari akhir sampai iman kepada Qadha’ dan Qadar yang dibuktikan dengan dalil-dalil naqli dan aqli serta pemahaman dan penghayatan terhadap asma’ al-husna dengan tanda-tanda perilaku seseorang dalam realitas kehidupan individu dan sosial serta pengamalan akhlak terpuji dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari. Fikih, di tingkat MTs, adalah mata pelajaran yang memahami tentang pokok-pokok hukum Islam dan tata cara pelaksanaannya 111
Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren, ...
untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehingga menjadi muslim yang selalu taat menjalankan syariat Islam secara kaffah (sempurna). SKI adalah mata pelajaran yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam sejarah Islam di masa lampau, mulai dari perkembangan masyarakat Islam pada masa Nabi Muhammad Saw dan Khulafa’ al-Rasyidin, Bani ummayah, Bani Abbasiyah, Bani Ayyubiyah sampai perkembangan Islam di Indonesia. Pada tingkat MA, al-Qur’an Hadits adalah salah satu mata pelajaran PAI yang merupakan peningkatan dari al-Qur’an Hadits yang telah dipelajari oleh peserta didik di MTs/SMP. Akidah-Akhlak adalah salah satu mata pelajaran PAI yang merupakan peningkatan dari akidah dan akhlak yang telah dipelajari oleh peserta didik di MTs/SMP. Fikih adalah mata pelajaran PAI yang merupakan peningkatan dari fikih yang telah dipelajari oleh peserta didik di MTs/SMP. SKI merupakan mata pelajaran yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan dan peradaban Islam di masa lampau, mulai dari dakwah Nabi Muhammad Saw pada periode Mekkah dan Madinah, kepemimpinan umat setelah Nabi Saw wafat, sampai perkembangan Islam periode klasik (6501250 M), abad pertengahan (1250–1800 M) dan masa modern (1800sekarang) serta perkembangan Islam di Indonesia dan di dunia. C. Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah Umum 1. Konsep Kurikulum PAI di Sekolah Umum UU Sisdiknas menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam definisi ini, kurikulum merupakan salah satu komponen pokok aktivitas pendidikan dan merupakan penjabaran idealisme, cita-cita, tuntutan masyarakat atau kebutuhan tertentu. Dari kurikulum ini akan diketahui arah pendidikan, alternatif pendidikan, fungsi pendidikan dan hasil pendidikan yang hendak dicapai dari aktivitas pendidikan. Kurikulum PAI di sekolah terdiri atas beberapa aspek, yaitu aspek Al-Qur’an-Hadits, keimanan atau aqidah, akhlak, fiqih dan 112
Ali Mustofa
aspek tarikh (sejarah Islam). Meskipun masing-masing aspek di atas dalam prakteknya saling mengaitkan atau terkait serta saling mengisi dan melengkapi, tetapi jika dilihat secara teoritis, masingmasing memiliki karakteristik tersendiri.44 Aspek al-Qur’an-Hadits menekankan kepada kemampuan baca tulis yang baik dan benar, memahami makna secara tekstual serta mengamalkan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari. Aspek Aqidah menekankan kepada kemampuan memahami dan mempertahankan keyakinan atau keimanan yang benar serta menghayati dan mengamalkan nilai-nilai asma’ul husna. Aspek Akhlak menekankan kepada pembiasaan untuk melaksanakan akhlak terpuji dan menjauhi akhlak tercela dalam kehidupan seharihari. Aspek Fiqih menekankan pada kemampuan cara melaksanakan ibadah dan muamalah yang benar dan baik. Sedangkan aspek Tarikh menekankan pada mengambil ‘ibrah (hikmah) dari peristiwa-peristiwa bersejarah dalam masyarakat Islam, meneladani tokoh-tokoh berprestasi dan mengaitkannya dengan fenomena-fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek dan lainlain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam. Dalam tataran di lapangan, menurut Hasbi Ashi-Shidiqi, aspek kajian PAI meliputi, (1) tarbiyah jismiyah, yaitu segala rupa pendidikan yang wujudnya menyuburkan dan menyehatkan tubuh serta menegakkannya, supaya dapat merintangi kesukaran yang dihadapi dalam pengalamannya, (2) tarbiyah ‘aqliyah, yaitu sebagaimana rupa pendidikan dan pelajaran yang akibatnya mencerdaskan akal dan menajamkan akal, (3) tarbiyah adabiyah, yaitu segala rupa praktek maupun berupa teori yang wujudnya meningkatkan budi dan meningkatkan perangai.45
44
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2009), 45. Sebagaimana dikutip Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Bandung: Rosda Karya, 2005), 138. 45
113
Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren, ...
Berikut ini adalah tabel perkembangan kurikulum PAI di sekolah umum sejak masa kemerdekaan.46
Kurikulum selalu dinamis, dipengaruhi oleh perubahanperubahan dalam faktor-faktor yang mendasari. Jika suatu negara beralih dari negara yang dijajah menjadi negara merdeka, maka kurikulum akan mengalami perubahan menyeluruh.47 Hal ini juga, jika ada pergantian pemerintahan atau politik, maka akan ada 46 Tasman Hamami, “Pemikiran Pendidikan Islam,“ dalam Ringkasan Desertasi Program Pascasarjana UIN Yogyakarta (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006), 13. 47 Abdurrahman Assegaf, Politik Pendidikan Nasional (Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005), 135. Lihat juga S. Nasution, Asas-asas Kurikulum (Bandung: Jemmars, 1988), 218.
114
Ali Mustofa
perubahan kebijakan terhadap tatanan pemerintahan, termasuk di dalamnya kebijakan pendidikan, terutama dalam hal kurikulum. 2. Model Pembelajaran PAI di Sekolah Umum Aspek-aspek pendidikan dalam sejarah Indonesia telah mengalami berbagai perubahan dan perbaikan. Hal ini disebabkan oleh kebijakan (policy) yang pernah diberlakukan dari satu pemerintah ke pemerintahan selanjutnya. Demikian juga pendidikan Islam mendapat efek dari perubahan kebijakan tersebut. Sehingga dalam kurikulum seperti yang telah dikemukakan di depan, mengalami berbagai perubahan baik itu dari masa Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi. Berdasarkan berbagai fakta tersebut, dapat dilihat corak model pengembangan kurikulum PAI yang pernah berkembang seperti berikut: a) Model Dikotomi Model ini memandang aspek kehidupan dengan sangat sederhana dan kata kuncinya adalah dikotomi atau diskrit. Segala sesuatu hanya dilihat dari dua sisi yang berlawanan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan non-agama. Pandangan dikotomis tersebut pada gilirannya dikembangkan dalam memandang kehidupan dunia dan akhirat, kehidupan jasmani dan rohani, sehingga kehidupan agama Islam hanya diletakkan pada aspek kehidupan akhirat saja.48 Seksi yang mengurusi masalah keagamaan disebut sebagai seksi kerohanian. Dengan demikian, pendidikan agama dihadapkan dengan pendidikan non-agama, pendidikan keislaman dan seterusnya. Menurut Azyumardi Azra, pemahaman semacam ini muncul ketika umat Islam di Indonesia mengalami penjajahan yang sangat panjang, sehingga umat Islam mengalami keterbelakangan dan disintregrasi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Perbenturan umat Islam dengan pola pendidikan dan kemajuan Barat memunculkan kaum intelektual baru yang disebut dengan cendekiawan sekuler. Kaum intelektual ini memperoleh pendidikan versi Barat, sehingga dalam proses pendidikan mereka menjadi teralienasi atau terasing dari ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Bahkan, dalam beberapa hal, terjadi kesenjangan (gap) antara kaum intelek48
Sebagaimana dikutip Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, 59-61.
115
Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren, ...
tual baru yang sekuler dengan intelektual lama yang berupa kaum ulama. Pada konteks ini, ulama’ dipersepsikan sebagai kaum sarungan yang hanya mengerti persoalan keagamaan dan buta persoalan keduniaan. Pandangan dikotomis ini memiliki implikasi terhadap pengembangan PAI yang lebih berorientasi kepada keakhiratan, sedangkan masalah dunia dianggap tidak penting. Sehingga menekankan pada pendalaman ’ulum al-diniyah, yang merupakan jalan pintas untuk menuju kebahagiaan akhirat, sementara sains atau ilmu umum dianggap terpisah dengan agama. Demikian pula pendekatan yang dipergunakan lebih bersifat keagamaan yang normatif, doktriner dan absolut. b) Model Mekanisme Model mekanisme ini memandang kehidupan terdiri atas berbagai aspek dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya. Hal ini sebagaimana sebuah fungsi yang terdiri atas beberapa komponen atau elemenelemen, yang masing-masing melaksanakan fungsinya sendirisendiri dan antara satu dengan lainnya bisa saling berkonsultasi.49 Secara sederhana dapat dipahami bahwa aspek-aspek atau nilai-nilai itu sendiri terdiri atas nilai agama, nilai individu, nilai sosial, nilai politik, nilai ekonomi dan lain sebagainya. Dengan demikian, aspek atau nilai agama merupakan salah satu aspek atau nilai kehidupan dari aspek-aspek kehidupan lainnya. Hubungan antara nilai-nilai agama dengan nilai-nilai lainnya bersifat lateral sekuensial, yang berarti di antara masing-masing mata pelajaran tersebut memiliki relasi sederajat yang bisa saling berkonsultasi. Model ini dapat dikembangkan pada sekolah umum sebagai upaya pembentukan kepribadian religius. Dalam implikasinya di lapangan sangat tergantung pada kemauan, kemampuan atau political will dari para pemimpin sekolah, terutama dalam membangun hubungan kerja sama dengan mata pelajaran lainnya. Model ini dapat diaplikasikan melalui pengintregasian imtak dengan mata materi pelajaran lainnya, yaitu dengan upaya mengintregasikan 49
116
Ibid, 54.
Ali Mustofa
konsep atau ajaran agama ke dalam materi yang sedang dipelajari oleh peserta didik atau diajarkan oleh guru. Hal ini bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) pengintregasian secara filosofis, yaitu jika tujuan fungsional mata pelajaran umum sama saja dengan tujuan fungsional mata pelajaran agama, (2) pengintregasian dilakukan jika konsep agama saling mendukung dengan konsep pengetahuan umum.50 c) Model Organisme atau Sistematik Meminjam istilah dalam ilmu biologi, bahwa organisme dapat diartikan sebagai susunan yang bersistem dari berbagai jasad hidup untuk suatu tujuan. Dalam konteks pendidikan Islam, model organisme bertolak dari pandangan bahwa aktivitas kependidikan merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen bersama dan bekerja sama secara terpadu menuju tujuan tertentu, yaitu perwujudan hidup yang religius atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai agama Islam.51 Pandangan semacam itu menggarisbawahi tentang urgensi kerangka pemikiran yang dibangun dari fundamental doctrines value yang tertuang dan terkandung dalam al-Qur’an dan hadits sebagai sumber pokok. Ajaran dan nilai didudukkan sebagai sumber konsultasi yang bijak, sementara aspek-aspek kehidupan lainnya didudukkan sebagai nilai-nilai insani yang memiliki hubunganhubungan vertical linier dengan nilai-nilai agama. Melalui upayaupaya seperti itu, maka sistem pendidikan Islam diharapkan mampu mengintregasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, nilai-nilai agama dan etik serta mampu melahirkan manusia-manusia yang menguasai dan menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki kematangan profesional dan sekaligus hidup di dalam nilai-nilai agama. Melalui upaya tersebut peserta didik dibawa ke pengenalan terhadap nilai-nilai agama secara kognitif, penghayatan niali-nilai agama secara efektif dan akhirnya penghayatan nilai-nilai agama secara nyata. Menurut istilah pedagogic, kenyataan ini disebut dari gnosis sampai ke praksis. Untuk sampai ke praksis, ada peristiwa batin yang amat penting dan harus terjadi pada diri peserta didik, 50 51
Ibid, 43-44. Ibid, 67.
117
Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren, ...
yaitu munculnya keinginan yang sangat kuat (tekad) untuk mengamalkan nilai-nilai agama. Peristiwa ini disebut conatio dan langkah untuk membimbing peserta didik membulatkan tekad ini disebut dengan konatif..52 Penutup Berdasarkan kajian di atas, disimpulkan bahwa sejak sekitar abad XVIII Masehi, pesantren di Indonesia mengalami berbagai perubahan, baik peningkatan kuantitas maupun kualitas. Perkembangan bentuk-bentuk pendidikan di pesantren tersebut diklasifikasikan menjadi empat, yaitu pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan maupun yang juga memiliki sekolah umum, pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan agama dalam bentuk madrasah diniyah, pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian. Terakhir adalah pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan umum, meski tidak menerapkan kurikulum nasional. Meskipun demikian, semua perubahan itu, sama sekali tidak mencabut pesantren dari akar kulturnya. Secara umum pesantren tetap memiliki fungsi-fungsi lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu pengetahuan agama (tafaqquh fi addin) dan nilainilai islam (Islamic values), lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial, lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (social engineering). Dalam konteks pesantren modern, elemen pesantren lainnya adalah materi pelajaran, kurikulum dan manajemen pesantren, di samping ada pergeseran peran terhadap keempat elemen di atas. Materi pelajaran atau kurikulum di pesantren modern tidak hanya kitab kuning, tetapi juga “kitab putih” atau “kitab merah” yang berisi ilmu pengetahuan umum. Manajemen pesantren modern menggunakan manajemen modern yang menerapkan sistem pembagian kerja secara fungsional dan profesional. Di satu sisi, aspek PAI di madrasah terdiri dari al-Qur’an-hadits, keimanan atau aqidah, akhlak, fiqih (hukum Islam) dan aspek 52
118
Ibid, 313.
Ali Mustofa
tarikh (sejarah). Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum PAI di madrasah meliputi prinsip peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti luhur dan nilai-nilai budaya, berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan, keseimbangan antara etika, logika, estetika dan kinestetika, penguatan integritas nasional, pengetahuan dan teknologi informasi, pengembangan keterampilan hidup, pilar pendidikan, kontinyuitas (berkesinambungan), belajar sepanjang hayat. Sedangkan landasan kurikulum PAI di madrasah antara lain landasan agama, filsafat, psikologi belajar, sosio-budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Modernisasi kurikulum PAI di madrasah dimulai dari kurikulum PAI di madrasah pada awal pertumbuhan, kurikulum PAI di madrasah masa SKB 3 menteri, kurikulum PAI di madrasah pasca UU Nomer 2 Tahun 1989 dan UU Nomer 20 Tahun 2003. Kurikulum PAI di sekolah terdiri atas beberapa aspek, yaitu aspek al-Qur’an hadits, keimanan atau aqidah, akhlak, fiqih (hukum Islam) dan aspek Tarikh (sejarah). Dalam sejarah pendidikan di Indonesia, aspek-aspek pendidikan Islam telah mengalami berbagai perubahan dan perbaikan. Hal ini disebabkan oleh kebijakan (policy) yang pernah diberlakukan dari satu pemerintah ke pemerintahan lain. Demikian juga, pendidikan Islam mendapat efek dari perubahan kebijakan tersebut. Sehingga dalam kurikulum seperti yang telah dikemukakan di atas, mengalami perubahan, baik itu dari masa Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi. Sehingga dapat dilihat corak model pengembangan kurikulum PAI yang pernah berkembang, seperti model dikotomi, model mekanisme dan model organisme atau sistematik.* DAFTAR PUSTAKA Abdulgani, Ruslan. Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia. Jakarta: Pustaka Antar Kota, 1983. Arifin, Muzayyin. Kapita Selekta Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Assegaf, Abdurrahman. Politik Pendidikan Nasional. Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005.
119
Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pesantren, ...
Dakir. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Dhofier, Zamakhsari. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3S, 1987. Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam. Kebijakan Departemen Agama dalam Peningkatan Mutu Madrasah di Indonesia. Jakarta: Ditjen Pendais Departemen Agama, 2008. Dualay, Haidar Putra. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Prenada Media Group, 2004. Hamalik, Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara, 2001. _______. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008. Hamami, Tasman. “Pemikiran Pendidikan Islam,” dalam Ringkasan Desertasi Program Pascasarjana UIN Yogyakarta. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006. Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, 1995. http://stiebanten.blogspot.com/2011/06/kurikulum-pendidikanpondok-pesantren.html, 2 Nopember 2013. http://www.bintangbangsaku.com/content/prinsip-prinsippengembangan kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan, 20 Januari 2015. Majid, Abdul Majid dan Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosda Karya, 2005. Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo, 2005. _______. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. _______. Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Rajawali Pers, 2008. _______. Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2009. Mulyasa. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009. 120
Ali Mustofa
Nasution, S. Asas-asas Kurikulum. Bandung: Jemmars, 1988. Rachim. Modernisasi Sistem Pendidikan Pesantren. www.wordpress.com, 8 April 2015. Raharjo, Dawam (ed). Pesantren dan Pembaruan. Jakarta: LP3ES, 1995. Raharjo, Rahmat. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Yogyakarta: Baituna Publishing, 2012. _______. Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Sleman: Magnum, 2010. Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta, 2010. Subandijah. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: Grafindo, 1986. Suwito dan Fauzan. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media, 2005. UU Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Redaksi Sinargrafika, 2009. Yasmadi. Modernisasi Pesantren. Jakarta: Quantum Teaching, 2005. Zaini, Muhammad. Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi. Yogyakarta: Teras, 2009.
121