7
yang berbentuk huruf T. IUD mengandung progestin yang menekan perkembangan kesuburan dalam rahim (Irianto, 2014). IUD merupakan suatu alat atau benda yang dimasukan ke dalam rahim yang sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang dan dapat dipakai oleh semua perempuan usia produktif (Handayani, 2011). b.
Penggolongan IUD Intra Uterine Devices (IUD) digolongkan dalam beberapa jenis, sebagai berikut: 1) IUD non hormonal a) Menurut bentuknya : Bentuk terbuka (Open Device), contohnya: Lippes Loop, CU-T, CU-7, Margulies, Spring Coil, Multiload, Nova-T. Bentuk tertutup (Closed Device), contohnya: Ota-ring, Antigon, Graten Berg ring. b) Menurut jenisnya : Un-Medicated IUD, contohnya: Lippes Loop, Margulies, Saf-T Coil, Antigon. Medicated IUD, contohnya : Cu T 200 (daya kerja 3 tahun), Cu T 220 (daya kerja 3 tahun), Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T 380 A (daya kerja 8 tahun), Cu-7, Nova T (daya kerja 5 tahun), MLCu 375 (daya kerja 3 tahun). c) IUD yang mengandung hormonal : progestasert-T = Alza T dan LNG-20. (Handayani, 2011).
8
c.
Mekanisme Kerja IUD, adalah : 1) IUD yang mengeluarkan hormone yang akan mengentalkan lender serviks sehingga menghalangi pergerakan sperma untuk melewati cavum uteri 2) Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri 3) IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, IUD membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan sehingga mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi 4) Sifat-sifat dari cairan uterus mengalami perubahan-perubahan pada pemakaian IUD yang menyebabkan blastokista tidak dapat hidup dalam uterus 5) Produksi local prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan sering adanya kontraksi uterus pada pemakaian IUD yang dapat menghalangi nidasi 6) Sebagai metode biasa (yang dipasang sebelum hubungan seksual terjadi) IUD mengubah transportasi tuba dalam rahim dan mempengaruhi sel telur dan sperma sehingga pembuahan tidak terjadi. Sebagai kontrasepsi darurat (yang dipasang setelah hubungan seksual terjadi) IUD mencegah terjadinya implantasi atau penyerangan sel telur yang telah dibuahi ke dalam dinding rahim. (Handayani, 2011).
9
d.
Keuntungan Penggunaan IUD, adalah : 1) Alat kontrasepsi dengan tingkat efektivitas tinggi. 2) Akan segera efektif setelah terpasang di rahim anda. 3) Metode kontrasepsi jangka panjang tidak perlu ganti-ganti. 4) Tidak perlu selalu mengingat-ingat. 5) Tidak mempengaruhi hubungan seksual. 6) Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil. 7) Tidak ada efek samping hormonal seperti halnya pada alat kontrasepsi hormonal. 8) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI. 9) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus apabila tidak terjadi infeksi. 10) Dapat digunakan hingga masa menopause atau 1 tahun atau lebih setelah masa haid terakhir. (Affandi, 2014).
e.
Kerugian Penggunaan IUD, adalah : 1) Terdapat perdarahan atau spotting antar menstruasi 2) Keputihan atau Leukorhea 3) Tali IUD dapat menimbulkan perlukaan portio uteri dan mengganggung hubungan seksual 4) Perubahan siklus haid (umumnya pada 8 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan)
10
5) Haid lebih lama dan banyak 6) Perdarahan (spotting) antar menstruasi. 7) Saat haid lebih sakit. 8) Tidak mencegah IMS termasuk HIV atau AIDS. 9) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan. (Handayani,2011) Kegugian penggunaan IUD menurut Manuaba, 2010 diantaranya: 1) Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan
IUD.
Seringkali
perempuan
takut
selama
pemasangan. 2) Sedikit nyeri dan perdarahan atau spotting terjadi segera setelah pemasangan IUD. Biasanya menghilang dalam 1-2 hari. 3) Klien tidak dapat melepas IUD oleh dirinya sendiri. Petugas kesehatan terlatih yang harus melakukannya. 4) Mungkin IUD keluar lagi dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila IUD dipasang sesudah melahirkan). 5) Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi IUD untuk mencegah kehamilan normal. 6) Perempuan harus memeriksa posisi benang dari waktu ke waktu, (Manuaba, 2010). f.
Indikasi Penggunaan IUD, adalah : 1) Usia reproduktif.
11
2) Keadaan Nulipara. 3) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang. 4) Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi. 5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya. 6) Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi. 7) Resiko rendah dari IMS (Inveksi Menular seksual) 8) Tidak menghendaki metode hormonal. 9) Tidak menyukai untuk meningat-ingat miunum pil setiap hari. 10) Tidak menghendaki kehamilan setelah 1 ‒ 5 hari pasca sanggama. (Affandi, 2014). g.
Kontra Indikasi Penggunaan IUD, adalah : Umum 1) Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil). 2) Perdarahan vagina yang tidak diketahui. 3) Sedang menderita infeksi atau kanker alat genetalia. 4) Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP (Penyakit Radang Panggul) atau abortus septic. 5) Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri. 6) Diketahui menderita TBC pelvic. 7) Ukuran rongga rahim kurang dari 5cm. (Affandi, 2014).
12
h.
Efek Samping dan Komplikasi Penggunaan IUD, adalah : 1) Nyeri dan mulas Sehabis insersi IUD biasaya terjadi kejang,nyeri dan mulas-mulas, serta pegal pinggang. Keluhan-keluhan tadi pada umumnya akan hilang dalam beberapa minggu (Mohctar,2013). 2) Perdarahan Dapat terjadi perdarahan pasca-insersi bercak diluar haid atau
spotting
dan
perdarahan
meno
atau
metroragia
(Mochtar,2013). 3) Dismenorea (nyeri saat haid) Tidak semua wanita yang memakai IUD akan mengalami nyeri haid. Biasanya banyak wanita yang sebelumnya memang sering mengeluh nyeri haid sewaktu haid yang mengalaminya (Mohctar,2013). 4) Dispareunia (nyeri sewaktu koitus) Pihak suami akan mengeluh sakit karena benang yang pamjang atau cara pemotongan benang seperti bambu runcing (Mochtar,2013). 5) Keputihan Keputihan yang berlebihan disebabkan oleh reaksi organ genetalia terhadap benda asing yang biasanya terjadi dalam beberapa bulan pertama setelah insersi (Mohctar,2013). Pada pemakaian IUD sering dijumpai adanya cairan yang
13
keluar dari vagina atau keputihan yang mungkin merupakan akibat dari terjadinya reaksi awal terhadap adanya benda asing, keputihan yang dijumpai pada akseptor IUD 13,75% disebabkan oleh jamur kandida, 6,25 % disebabkan oleh Trichomonas vaginalis dan 72,5% disebabkan oleh bakteri campuran, keputihan merupakan keluhan yang paling banyak ditemui pada kelompok pemakai IUD Cu-T 380 A 30%, IUD merupakan salah satu faktor predisosisi terjadinya kandidiasis vagina. Pada pemakaian IUD terjadi perubahan pada jamur kandida yang semula saprofit menjadi patogen (Endang, 2013). 6) Ekspulsi Ekspulsi sering dijumpai pada 3 bulan pertama setelah insersi. Setelah 1 tahun, angka ekspulsi akan berkurang. Faktor penyebabya diantaranya pada saat pemasangan dini dan pada pemasangan langsung dalam waktu bulan pertama pasca persalinan (Mochtar,2013). 7) Infeksi Radang panggul PID (Pelvic Inflamatory Disease) dijumpai pada sekitar 2% akseptor tahun pertama pemakaian. Dengan adanya hal tersebut hendaknya sewaktu memasang IUD bekerja secara suci hama (Mochtar,2013).
14
8) Translokasi- Dislokasi Translokasi IUD, sebagian atau seluruhnya ke dalam rongga perut umumnya terjadi karena adanya perforasi uterus. Hal tersebur paling sering terjadi pada saat insersi IUD yang kurang hati-hati atau pada saat usaha pengeluaran IUD yang sulit ( Mochtar,2013). 10)
IUD tertanam dalam diinding rahim IUD dapat tertanam ke dalam dinding rahim atau terbenam lebih
dalam
baik
sebagian
atau
seluruhnya
(komplet)
(Mochtar,2013).
3. Keputihan atau Leukorhea (Fluor Albus) a.
Pengertian Keputihan Keputihan adalah terjadinya infeksi bakteri maupun jamur hidup subur pada saluran genetalia sekresi (Sulistyawati,2011).
b.
Etiologi Keputihan Sifat dan banyaknya keputihan dapat memberi petunjuk ke arah etiologinya, sehingga perlu ditanyakan sudah berapa lama keluhan itu, terus menerus atau pada waktu-waktu tertentu saja, warnanya, baunya disertai rasa gatal, nyeri atau tidak. (Winkjosastro, 2007). Hal tersebut bisa terjadi karena adanya jamur, bakeri, parasit berbiak didalam maupun diluar mulut vagina atau adanya infeksi yang terbawa pada waktu pemasangan IUD (Irianto, 2014).
15
c.
Patofisiologi Penggunaan IUD dengan Keputihan Keputihan dapat timbul disebabkan karena reaksi adanya IUD didalam kandung rahim, adanya infeksi yang terbawa pada waktu pemasangan IUD, adanya jamur yang diam dan berkembang biak didalam atau diluar maupun di mulut vagina (Irianto, 2014) Menurut
Penelitian
yang
dilakukan
Endang
(2013),
melaporkan keputihan yang dijumpai pada akseptor IUD 13,75% disebabkan oleh jamur kandida, 6,25 %
disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis dan 72,5% disebabkan oleh bakteri campuran. Pada keadaan normal, jamur kandida dapat ditemukan dalam jumlah sedikit di vagina, mulut rahim dan saluran pencernaan. Jamur kandida disini hidup sebagai saprofit tanpa menimbulkan keluhan atau gejala (Asimptomatis) jamur ini dapat tumbuh dengan variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH 4,5 - 6,5. Bersama dengan jamur kandida pada keadaan normal di vagina juga didapatkan Doderlein Lactobasilus yang hidup sebagai komensal. Keduanya mempunyai peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem di dalam vagina. Doderlein berfungsi mengubah glikogen menjadi asam laktat yang berguna untuk mempertahankan pH vagina dalam suasana asam atau pH 4 -5. Pada semua kelainan yang mengganggu flora normal vagina dapat menjadikan vagina sebagi tempat yang sesuai bagi kandida untuk berkembang biak (Endang, 2013).
16
Pemasangan Benda Asing (IUD)
Kurangnya Sterilisasi Saat Pemasangan
Reaksi
Terganggunya Flora normal vagina
Jamur, Bakteri, Parasit berkembang biak
Penyakit/Infeksi
Sekresi Kelenjar Serviks Meningkat
Keputihan Gambar. Patofisiologi Keputihan Patologi Sumber : (Irianto, 2014 ; Endang, 2013) d.
Faktor Resiko Keputihan IUD merupakan salah satu faktor resiko yang dapat memicu keputihan karena jamur kandida yang semula asymptomatis menjadi aktif berkembang biak (Endang, 2013). IUD dalam kanndung rahim menimbulkan reaksi yang bisa menyebabkan keputihan (Irianto, 2014).
17
Keputihan dapat ditemukan pada saat mendapat haid pertama kali (menarche), menjelang hari haid, alergi kondom, gangguan jiwa atau stressor, terangsang seksual (Nadesul, 2008). f.
Keluhan Subyektif Pasien dengan gejala yaitu keluarnya cairan putih dari vagina, cairan ini berbau dan gatal, kental (Irianto, 2014). g. Tanda klinis atau laboratorium Keputihan dapat dibedakan antara keputihan fisiologik dan patologik. Keputihan fisiologik terdiri atas cairan yang kadangkadang berupa mokus yang mengandung banyak epitel dengan keputihan leukosit yang jarang, sedang pada keputihan patologik terdapat banyak leukosit (Winkjosastro, 2007).
h.. Prognosis Keputihan yang dapat timbul setelah pemasangan IUD apabila tidak menimbulkan keluhan yang hebat maka tidak dipertimbangkan untuk pengangkatan IUD (Irianto,2014). Keputihan yang disebabkan karena pemasangan IUD dapat dicegah dengan mencari terlebih dahulu penyebabnya kemudian melakukan pengobatan (Mochtar,2013). i. Penatalaksanaan dan Pengobatan Akseptor IUD dengan Keputihan Penatalaksanaan keputihan meliputi usaha pencegahan dan pengobatan yang bertujuan untuk menyembuhkan penderita dari
18
penyakitnya, tidak hanya untuk sementara tetapi untuk seterusnya dengan mencegah infeksi berulang. Apabila keputihan yang dialami dengan keluhan sedikit atau fisiologis tidak perlu dirisaukan atau tidak perlu pengangkatan IUD (Irianto 2014) cukup hanya menjaga kebersihan pada daerah kemaluan. Apabila keputihan disertai keluhan yang hebat atau patologis, sebaiknya segera memeriksakan ke dokter untuk menentukan letak bagian yang sakit dan apa penyebab keputihan tersebut. Penatalaksanaan
yang
adekuat
diperoleh
dengan
menggabungkan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi, yaitu sebagai berikut : 1) Terapi farmakologi : a) Pengobatan pada akseptor IUD dengan keputihan dapat diberikan tablet oral atau tablet vaginal (Mochtar,2013). b) Menurut penelitian Endang (2013), tablet antibiotik oral dengan efektifitas untuk organisme anaerob contohnya mikonazol 2 % krim vagina oral dalam dosis tunggal atau 100 mg per oral 2x1 tablet selama 7 hari atau alternatif lain ampicillin 500 mg 3x1 selama 7 hari. Maupun tablet vaginal contohnya albotil ovula atau iodine tanpa harus mengeluarkan IUD.
19
c)
Apabila timbul infeksi vagina simtomatik yang menetap atau berulang, maka IUD mungkin perlu dikeluarkan (Varney, 2007).
2) Terapi non farmakologi Untuk penanggulangan klien harus diberi konseling tentang adanya infeksi yang disebabkan karena pemasangan IUD (Irianto,2014). Hal-hal yang harus dilakukan untuk mencegah keputihan menurut Mumpuni,dkk (2014) yaitu : 1)
Menjaga kebersihan di sekitar organ intim. Seusai buang air kecil, basuhlah vagina dengan air bersih dan segera keringkan sebelum memakai celana dalam.
2)
Menggunakan celana dalam yang menyerap keringat dan nyaman untuk Anda gunakan sehingga tidak menimbulkan stress akibat memikirkan urusan gerah bagian dalam.
3)
Mengganti celana dalam setiap kali terasa sudah lembap, terutama bila habis beraktivitas fisik yang melelahkan dan mengeluarkan banyak keringat.
4)
Menjaga
kebersihan
organ
intim
dengan
produk
pembersih yang aman. Dengan berkonsultasi dengan dokter sehingga produk pembersih yang digunakan bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing.
20
5)
Tidak menaburkan bedak pada vagina karena bedak akan masuk ke mana-mana dan menyebabkan jamur bakteri tumbuh di banyak tempat.
6)
Tidak terlalu lama memakai jeans karena menyebabkan daerah di sekitar vagina menjadi lembap dan sirkulasi udara dalam tubuh tidak baik.
7)
Mengganti pembalut sesering mungkin saat haid.
8)
Penggunaan panty liner yang terlalu sering menyebabkan vagina menjadi lembap dan mengundang jamur serta bakteri.
B. Teori Manajemen Kebidanan 1. Pengertian Manajemen Kebidanan Manajemen kebidanan pada akseptor IUD dengan keputihan adalah pendekatan pemecahan masalah yang digunakan oleh bidan dalam pemecahan masalah klien, penulis menerapkan manajemen kebidanan yang dikembangkan Varney terdiri dari pengkajian atau pengumpulan data, implementasi data, diagnosa potensial dan antisipasi yang harus dilakukan, rencana tindakan yang dilakukan, implementasi dan evaluasi (Varney, 2007).
21
2. Manajemen kebidanan akseptor IUD dengan keputihan menurut 7 langkah Varney a.
Langkah I: Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap Data atau fakta yang dikumpulkan terdiri dari data subjektif dan data objektif, yang meliputi : 1) Data subjektif kasus akseptor IUD dengan keputihan, meliputi : a) Identitas (biodata) Identitas yang perlu dikaji meliputi nama lengkap, umur, suku atau bangsa, agama, pendidikan dan pekerjaan pasien beserta suami (Varney, 2007). b) Keluhan Utama Pada kasus penggunaan IUD dengan keputihan keluhan yang dirasakan pasien yaitu keluarnya cairan putih dari vagina, cairan ini berbau dan gatal, kental setelah pemasangan IUD (Irianto, 2014). c) Data Kebidanan 1. Riwayat menstruasi Dari data riwayat menstruasi yang diperoleh bidan akan mempunyai gambaran tentang keadaan dasar dari organ reproduksi pasien.
Beberapa data yang harus
diperoleh dari riwayat menstruasi antara lain meliputi umur menarche, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya darah keluar, teratur atau tidak, sifat darah, (mengumpal
22
atau tidak dan warna darah) dan keluhan sewaktu menstruasi (Yulifah, 2013). 2. Riwayat perkawinan Pada wanita yang sudah menikah atau sudah melakukan hubungan seksual, dijadikan sebagai indikasi untuk
dapat
dilakukannya
pemeriksaan
dalam
menggunakan inspekulo (Bahari, 2012). d) Data Kesehatan 1. Data Kesehatan Sekarang Pada kasus ini pasien biasanya mengeluhkan keluarnya cairan putih dari vagina, cairan ini berbau dan gatal,kental (Irianto, 2014). 2. Riwayat kesehatan yang lalu Pada kasus ini penting untuk diketahui apakah ibu pernah menderita penyakit menurun dan menular, infeksi pada saluran genetalia atau mengalami keputihan yang lama dan mengganggu sebelum memakai alat kontrasepsi IUD atau tidak (Varney, 2007). 3. Riwayat kesehatan keluarga Menanyakan apakah dalam keluarga ibu ada yang menderita penyakit menular dan menurun atau tidak seperti DM, penyakit menular seksual, infeksi pada
23
saluran genetalia dan mempunyai riwayat keputihan (Varney, 2007). e) Riwayat Keluarga Berencana Menanyakan apakah ibu pernah mengikuti KB dan jenis,tangggal berapa penggunaannya, dipasang oleh siapa kemudian dimana, alasan pemakaian, apakah ibu pernah merasakan efek samping atau keluhan, pernah ganti cara atau berhenti dan alasan pemberhentian kontrasepsi (Rukiyah, 2014). f) Data Kebiasaan Sehari-hari 1.
Nutrisi Untuk mendapatkan gambaran bagaimana pasien mencukupi asupan gizinya karena berpengaruh pada daya tahan tubuh terhadap penyakit yang akan menyerang.. Beberapa hal yang perlu ditanyakan yaitu menu makan, jenis minuman yang diminum, frekuensi makan dan minum, jumlah makan dan minum per hari serta ada tidaknya pantangan dalam makan atau minum (Sulistyawati 2011). Konsep pengaturan makanan diantaranya dari pola, sumber dan zat gizi yang baik berperan penting dalam kesehatan reproduksi wanita (Hardisman,2014).
2.
Eliminasi Hal-hal
yang
perlu
ditanyakan
adalah
berapa
frekuensi BAB dan BAK, bagaimana konsistensinya, apa
24
warnanya, dan adakah keluhan dalam hal eliminasi. Pola eliminasi perlu dikaji untuk menilai kemungkinan adanya penyakit infeksi saluran kemih (Wiknjosastro, 2007). 3.
Istirahat Dalam kasus ini, psikologis merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya keputihan. Pola istirahat sangat berpengaruh
terhadap
keadaan
psikologis
seseorang
(Pribakti, 2012). 4.
Personal Hygiene Personal hygiene digunakan untuk mengetahui apakah pasien memperhatikan kebersihan alat genetalia atau tidak (Affandi, 2012). Untuk
menegtahui
apakah
klien
melakukan
penanggulangan sumber infeksi yaitu dengan mencari dan mengatasi sumber infeksi yang ada, baik dalam tubuhnya sendiri atau diluar atau lingkungannya (Herliyati Endang, 2013) g) Keadaan sosial dan psikologis ibu Menanyakan keadaan sosial ibu untuk mengetahui hubungan anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan ibu, seperti hubungan dan dukungan dengan suami, hubungan dengan anggota keluarga yang lain dan siapa yang berhak mengambil keputusan apabila ada suatu masalah, dan
25
bagaimana
hubungan
ibu
dengan
tenaga
kesehatan
dilingkungan ibu. Sedangkan keadaan psikologis ditanyakan untuk mengetahui apakah ibu cemas atau tidak dengan kondisinya saat ini (Norma, 2013). h) Data Pengetahuan Pada kasus ini, diketahui sejauh mana pengetahuan klien tentang IUD dan keputihan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan asuhan kebidanan (Sulistyawati, 2011). 8) Data objektif yang dikaji, meliputi : a) Pemeriksaan Umum Pemeriksaan umum dilakukan untuk mengetahui keadaan umum dan kesadaran, pengukuran tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi (Sulistyawati, 2011). b) Pemeriksaan Fisik atau Khusus Pemeriksaan fisik dalam kasus ini adalah pemeriksaan genetalia dilakukan melalui inspeksi dan palpasi genetalia eksterna untuk mengetahui ada tidaknya keputihan dan massa pada vagina. Pada pemeriksaan langsung, akan melihat muara kandung kemih, bibir vagina, anus dan lipatan paha guna mengetahui adanya bercak merah yang terasa gatal, luka lecet, banyak atau sedikitnya, tingkat kekentalan, warna dan bau cairan keputihan yang keluar (Bahari, 2012).
26
Pemeriksaan dalam dilakukan menggunakan spekulum, untuk mengetahui ada tidaknya benang IUD, terjadi atau tidaknya peradangan, pembengkakan, erosi atau bercak putih pada saluran vagina dan leher rahim, ada tidaknya pengeluaran keputihan pada vagina dan serviks (Bahari, 2012). c. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan keputihan meliputi pemeriksaan laboratorium. Cairan keputihan tersebut akan diambil untuk diperiksa menggunakan mikroskop. Untuk mengetahui ada tidaknya jamur yang menyebabkan infeksi ( Affandi,2014). Apabila benar ditemukan adanya infeksi, dokter akan memberikan terapi yang disesuaikan dengan kuman penyebabnya (Andriyani, 2013). 2) Langkah II: Interpretasi Data Dasar a.
Diagnosa kebidanan Diagnosa kebidanan pada kasus akseptor IUD dengan keputihan adalah Ny. A P2A0 umur 42 tahun akseptor IUD dengan keputihan. Diagnosa tersebut ditegakkan berdasarkan data subjektif dan objektif. Subjektif : a)
Ibu mengatakan usianya 42 tahun.
b)
Ibu mengatakan menggunakan alat kontrasepsi IUD.
c)
Ibu mengatakan mengalami keputihan.
27
Objektif : a)
Keadaan umum dan kesadaran klien.
b)
Tanda-tanda vital: suhu, tekanan darah, nadi dan respirasi.
c)
Inspeksi: pada inspeksi genetalia eksterna dan pemeriksaan inspeculo (untuk memeriksa adanya cairan vagina,servisitis dan mengambil spesimen pemeriksaan mikroskopis).
d)
Pemeriksaan laboratorium: pap smear atau iva test untuk menegakkan jenis infeksi.
b.
Masalah a)
Keluarnya cairan putih dari vagina, cairan ini berbau, kental dan gatal sehingga pasien tidak nyaman (Irianto, 2014).
b)
Pasien merasa cemas karena keluanya cairan dari alat-alat genetalia yang tidak berupa darah (Wiknjosastro, 2007).
c.
Kebutuhan a) Memberikan motivasi ibu agar selalu menjaga kebersihan alat kelamin luar (Pribakti, 2012). b) Dukungan moril dan informasi pengetahuan tentang manfaat dan resiko tentang penggunaan IUD dengan keputihan yang dialami (Saifuddin, 2010).
d. Langkah III: Identifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial dan Antisipasi Penanganannya Diagnosa potensial yang dapat muncul pada kasus Ny.A P2A0 akseptor IUD dengan keputihan yaitu infeksi dengan dasar :
28
1) Keluarnya cairan putih dari vagina, cairan ini berbau, kental (Irianto, 2014). 2) Keluarnya cairan dengan warna agak kekuning-kuningan sering lebih kental dan berbau terasa gatal (Wiknjosastro, 2007). Antisipasi penanganan yang dapat dilakukan bidan terhadap pasien IUD dengan keputihan menurut Saifuddin (2010) : 1) Melakukan observasi keadaan umum ibu dan vital sign ibu terutama pada suhu. 2) Pemeriksaan menggunakan spekulum dan pemeriksaan bimanual (Saifuddin, 2010). e.
Langkah IV: Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera Kebutuhan untuk pasien pada kasus Ny.A P2A0 akseptor IUD dengan keputihan adalah sebelum melakukan pengobatan mencari terlebih dahulu penyebab keputihan (Mohctar, 2013), melakukan observasi vital sign terutama suhu dan PPv berupa pengeluaran keputihan pada vagina ibu (Saifudin, 2010). Tindakan segera pada kasus Ny.A P2A0 akseptor IUD dengan keputihan adalah melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat, dengan petugas laboratorium dalam pemeriksaan penunjang (Saifuddin, 2010 ; Mumpuni dkk, 2014)
29
f.
Langkah V: Perencanaan Asuhan yang Menyeluruh Rencana asuhan yang diperlukan untuk menangani kasus Ny.A P2A0 akseptor IUD dengan keputihan meliputi : 1)
Berikan informasi tentang keadaan ibu dan hasil pemeriksaan (Irianto, 2014).
2)
Berikan motivasi kepada ibu tentang keputihan dan kemungkinan penyebab terjadinya keputihan (Mumpuni dkk, 2014).
3)
Berikan motivasi untuk selalu menjaga kebersihan alat kelamin luar (Pribakti, 2012).
4)
Berikan terapi untuk mengatasi keputihan (Mumpuni dkk, 2014).
5)
Berikan motivasi kepada ibu tentang cara membersihkan alat genetalian yang benar dan KIE untuk menggunakan celana dalam yang menyerap keringat serta menggunakan pakaian yang longgar dan tidak ketat (Mumpuni dkk, 2014).
6)
Anjurkan pasien melakukan kunjungan ulang untuk mengetahui apakah keputihan berkurang (Mumpuni dkk, 2014).
g.
Langkah VI: Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman Pada langkah ini rencana asuhan yang menyeluruh dari langkah kelima dilaksanakan secara efien dan aman. Perencana bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh klien,atau anggota tim kesehatan lainnya. (Varney,2007). Bidan melaksanakan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi (Varney,2007).
30
h. Langkah VII: Evaluasi Evaluasi dari tindakan yang dilakukan pada asuhan kebidanan Ny.X PxAx akseptor IUD dengan keputihan meliputi keadaan umum pasien membaik dan masalah keputihan yang dialami pasien akibat penggunaan IUD dapat teratasi dengan efektif (Yulifah, 2013). Diharapkan dari manajemen kebidanan pada kasus Ny.A P2A0 akseptor KB IUD dengan keputihan adalah pasien tetap menggunakan KB IUD (Sulistyawati, 2011).
3.
Follow Up Data Perkembangan Kondisi Klien Saat menghadapi pasien bidan berfikir menggunakan alur 7 langkah Varney kemudian didokumentasikan dalam bentuk SOAP untuk mengetahui apa yang telah dilakukan oleh seorang bidan. SOAP merupakan proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan catatan kemajuan keadaan pasien. SOAP menurut Kepmenkes RI No. 938/Menkes/SK/VII/2007 yaitu: a. S (Subjektif) Memaparkan dokumentasi hasil dari pengumpulan data pasien melalui anamnesis sebagai Langkah 1 Varney. Data subjektif pada kasus akseptor IUD dengan keputihan didapatkan dari hasil wawancara langsung pada pasien dengan akseptor IUD yang mengalami keluhan keputihan ataupun keluhan lain yang dirasakan.
31
b. O (Objektif) Memaparkan dokumentasi dari hasil pemeriksaan fisik klien, hasil dari pemeriksaan laboratorium yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan pada kasus IUD dengan keputihan sebagai Langkah 1 Varney. Data obyektif yang dikaji pada kasus Ny.A P2A0 akseptor IUD dengan keputihan meliputi pemeriksaan umum yang terdiri dari data keadaan umum ibu, kesadaran ibu, vital sign dari ibu (tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi) dan pemeriksaan khusus yang terdiri dari data hasil inspeksi dan palpasi genetalia eksterna, pemeriksaan dengan inspeculo, serta data penunjang yang berupa pemeriksaan laboratorium maupun papsmear. c. A (Analisa) Memaparkan dokumentasi hasil analisis dan interpretasi data subjektif dan objektif dengan suatu identifikasi, yaitu diagnosis masalah pada kasus IUD dengan keputihan sebagai Langkah 2 Varney. Diagnosa kebidanan yang ditegakkan berdasarkan data subjektif dan objektif adalah Ny. A P2A0 umur 42 tahun akseptor KB IUD dengan keputihan.
d. P (Penatalaksanaan)
32
Menggambarkan dokumentasi dari tindakan (I) dan evaluasi (E) berdasarkan assesment sebagai langkah 5,6,7 varney. Dalam langkah ini menjelaskan mengenai seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipasif dan tindakan segera secara komprehensif meliputi penyuluhan, dukungan kolaborasi,evaluasi dan follow up berdasarkan analisa sebagai langkah 3,4,5,6, dan 7 Varney. Dari Penatalaksanaan kasus Ny. A P2A0 Akseptor IUD dengan keputihan diharapkan IUD tetap terpasang dan keputihan dapat teratasi sampai sembuh tanpa terjadi komplikasi penyerta.