PERKEMBANGAN BIOFILM NITRIFIKASI DI FIXED BED REACTOR PADA SALINITAS TINGGI
Sudarno Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik UNDIP, Jl. Prof H. Sudarto SH Tembalang Semarang Email:
[email protected]
ABSTRACT Development of nitrification biomass that is growing attached on carried material was examined by measuring its ammonium or nitrit oxidation rates. Porous ceramic rings (36 pieces) were put into the fixed bed reactor (FBR ). The fixed bed reactor that was operated continuously for more than 500 day -1 was continued to be operated at a HRT of 1 day, a DO of above 5 mg L and pH of 8. Ammonia -1 + concentration in the feeding was 50 mg NH4 -N L . At days 1, 5, 12, 20, 33 and 50, six porous ceramic rings were taken out and then ammonia and nitrite removal rate by biofilm in the ceramic rings was separately measured. The measurement of rates was done in small cylindrical glass reactors with -1 initial concentration of ammonia and nitrite was 10 mg N L . Until 50 days of incubation AORs were always higher than NORs. Additionally, ammonia oxidizers attach or grow faster in the porous ceramic material than nitrite oxidizers.
Keywords: saline wastewater, Ammonium Oxidizing Bacteria, Nitrit Oxidizing Bacteria, biofilm PENDAHULUAN Eutrofikasi menggambarkan suatu kondisi badan air yang mempunyai kandungan nutrien tinggi khususnya senyawa nitrogen dan fosfor. Kandungan nutrien yang berlebih tersebut akan menstimulasi pembentukan biomassa melalui algae blooms, yang dapat menghasilkan senyawa beracun dan juga membawa kondisi anaerob dalam ekosistem air. Eutrofikasi tidak hanya terjadi dalam perairan air tawar melainkan juga di ekosistem air asin. Nutrien dari air limbah yang dibuang ke badan air dapat menstimulasi proses eutrofikasi. Buangan air limbah, baik domestik maupun industri, harus diolah terlebih dahulu sampai memenuhi baku mutu, sebelum dialirkan ke badan air. Beberapa industri seperti industri kulit dan pengolahan hasil laut, menghasilkan limbah dengan karakteristik, yakni kandungan ammonium yang tinggi dan salinitas yang tinggi. Penyisihan ammonium melalui proses nitrifikasi untuk air limbah mengalami kendala bila dilakukan dengan proses nitrifikasi konvensional dimana bakteri yang digunakan adalah bakteri air tawar. Bakteri nitrifikasi adalah bakteri autotroph yang tumbuh sangat lambat. Bakteri ini sering menjadi faktor pembatas dalam penyisihan nitrogen secara biologi. Kecepatan
pertumbuhan dari bakteri nitrifikasi ini hampir 10 kali lebih lambat dibanding dengan bakeri heterotrop. Pada kondisi lingkungan dengan kandungan garam tinggi, bakteri akan memerlukan energi tambahan untuk fiksasi karbon dan untuk mempertahankan tekanan osmotik. Konsekuensinya adalah semua bakteri yang tumbuh dalam lingkungan dengan kadar garam tinggi mempunyai sedikit energi untuk pertumbuhan. Penyisihan polutan secara biologi selama pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan pertumbuhan tersuspensi dan pertumbuhan melekat. Bagi proses biologi yang dilakukan oleh bakteri dengan laju pertumbuhan yang lambat seperti bakteri nitrifikasi, pertumbuhan melekat pada material pendukung–substratum, dapat membentuk biofilm yang cukup banyak untuk dapat menyisihkan ammonium. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pertumbuhan bakteri (biofilm bakteri) yang menyisihkan ammonium menjadi nitrit, dan bakteri yang menyisihkan nitrit ke nitrat ditinjau dari kemampuannya menyisihkan ammonium dan nitrit.
Studi Pustaka Kelebihan pertumbuhan melekat dan pembentukan biofilm bagi pengolahan air limbah dapat dirangkum sebagai berikut:
1
Jurnal PRESIPITASI Vol. 9 No.1 Maret 2012, ISSN 1907-187X
•
• •
•
Kepadatan populasi bakteri yang tinggi dapat dipertahankan, karena bakteri menempel pada material dan tidak ikut melimpas ke effluen. Peningkatan kinerja sistem dapat dicapai karena konsentrasi biomass yang tinggi. Resisten terhadap shock loading dan recovery yang lebih bagus sebagai hasil dari fungsi proteksi dari extra polymeric substance (EPS) yang menempel pada biofilm. Pengembalian lumpur aktif untuk meningkatkan aktifitas bakteri pada sistem reaktor pertumbuhan tersuspensi tidak dibutuhkan dalam rekator biofilm, sehingga dapat mengurangi biaya pengoperasian.
Kerugian dari diantaranya adalah: •
•
•
•
•
•
•
•
•
2
pertumbuhan
melekat
Terhambatnya transfer massa, contohnya adalah transfer oksigen atau substrat melalui lapisan EPS dapat menghambat pertumbuhan mikrobiologi di dasar biofilm Resiko dari penyumbatan ketika reaktor tidak didesain dan dioperasikan secara baik Sulitnya evaluasi kinetika proses karena interaksi yang komplek antaran biofilm dan cairan Tidak seragamnya distribusi substrat dan populasi biomass karena sulitnya sistem pengadukan Perkembangan mikroorganisme yang menempel pada substratum dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi pori pori dan karakteristik permukaan substratum. Material material yang dapat digunakan sebagai substratum dicirikan sebagai berikut: Sifat material : proses fisik dan biologi dalam reaktor tidak merusak sifat dari material pendukung tersebut, begitu juga sebaliknya. Kekasaran permukaan: kekasaran mewakili jumlah dan ukuran celah celah dimana mikroorganisme dapat mengawali pertumbuhan tanpa gangguan gaya geser aliran air. Posositas material: porositas material yang tinggi menghasilkan angka pori yang tinggi dan bisa mengurangi resiko penyumbatan Specific surface area: angka specific surface area yang tinggi menyediakan
tempat yang berlebih bagi pertumbuhan mikroorganisme Kandungan garan yang tinggi dalam air limbah akan menghasilkan satu tekanan osmotik yang rendah di dalam sel dan satu peningkatan konsentrasi garam di cytoplasma. Membrane cytoplasma yang bersifat permeable dapat ditembus oleh air dari luar. Pada kondisi lingkungan air dengan kadar garam yang normal maka tekanan osmotik di luar dan di dalam sel sama, dan akan terwujud keseimbangan tekanan. Jika kandungan garam diluar sel sangat tinggi, makan tekanan osmotiknya juga tinggi, menghasilkan aliran air yang berlebih dari luar ke dalam sel. Akibatnya volume air dalam cytoplasma akan berlebih dan dinding selnya akan rusak, karena tidak mampu menampung jumlah air. Sebaliknya, mikroorganisme yang hidup dalam lingkungan salinitas yang tinggi harus mempertahankan kandungan air intraselularnya cukup tinggi bagi aktifitas selnya jika ditempatkan dalam lingkungan air dengan salinitas normal (rendah), jika tidak tekanan osmosis akan mencegah aktifitas metaboliknya. Air dari dalam sel akan menembus membran sel dan mengalir keluar, sehingga dalam sel akan kering. Bakteri yang ditemukan dalam air laut ataupun lumpur air laut mempunyai kandungan garam yang tinggi di dalam selnya. Jenis bakteri yang ditemukan dalam lingkungan tersebut mungkin dapat menyisihkan senyawa-senyawa nitrogen dalam air limbah yang kandungan garamnya tinggi. Penyisihan nitrogen selama pengolahan air limbah perlu dilakukan untuk menghindari: • Kondisi anaerobik dari badan air penerima • Eutrofikasi dari air permukaan • Efek dari ammonium, nitrit dan nitrat dalam badan air penerima mengacu pada toksisitas terhadap ikan dan biota • Kebutuhan desinfektan – klorine bagi penerapan penggunaan kembali air limbah menjadi air bersih
Proses Penyisihan Nitrogen Penyisihan nitrogen secara biologi biasanya dicapai dengan proses nitrifikasi dan denitrifikasi secara berurutan. Selama nitrifikasi ammonium dioksidasi menjadi nitrat melalui nitrit yang lalu direduksi menjadi gas nitrogen melalui proses denitrifikasi, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 1.
Sudarno Perkembangan Biofilm Nitrifikasi di Fixed Bed Reactor pada Salinitas Tinggi
NH4+
NO2-
Nitritasi
-
NO3Nitratasi
Nitrifikasi
NO2 Denitratasi
N2 Denitritasi
Denitrifikasi
Gambar 1. Proses Nitrifikasi dan Denitrifikasi Nitrifikasi berlangsung dalam dua tahap oksidasi yang berurutan: oksidasi ammonium menjadi nitrit (nitritasi) dan oksidasi nitrit menjadi nitrat (nitratasi) dengan oksigen. Setiap tahapan dilakukan oleh genus bakteri yang berbeda yakni contohnya Nitrosomonas, Nitrosococcus untuk nitritation dan Nitrobacter, Nitrospira untuk nitratasi. Bakteri tersebut memanfaatkan ammonium atau nitrit sebagai sumber energi, oksigen sebagai elektron acceptor dan karbon dioksida sebagai sumber karbon.
Faktor yang Mempengaruhi Nitrifikasi Ada banyak faktor kimia dan biologi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan lalu mempengaruhi kinerja dari bakteri nitrifikasi. Faktor yang paling utama dapat diklasifikasikan menjadi tiga katagori utama, sebagaimana dirangkum oleh Chen et al. (2006).
yang merata, sepeti pada proses lumpur aktif bagi penyisihan BOD dan nitrifikasi serta penyisihan fosfor. Pada proses pertumbuhan melekat, mikroorganisme yang bertanggung jawab bagi konversi dari material organik atau nutrien menempel pada satu substratum. Senyawa organik dan nutrien disisihkan dari air limbah selama mengalir melewati mikroorganisme yang menempel pada substratum tersebut atau yang dikenal sebagai biofilm. Nama nama yang sudah dikenal bagi proses proses tersebut yang menggunakan bakteri tersuspensi aerobik atau anaerobik adalah proses lumpur aktif, kolam aerasi, kolam stabilisasi dan Continuesly Stirred Tank Reactor (CSTR) dan bagi proses pertumbuhan melekat adalah Trickling Filter, Rotating Biological Contactor (RBC), Up flow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) dan lain lain.
Pertumbuhan Tersuspensi •
•
•
Kategori pertama meliputi semua yang mempengaruhi proses biokima dari mikroorganisme sepert pH, temperatur dan salinitas. Katagori kedua meliputi semua yang mempengaruhi suplai nutrien ke biofilm seperti konsentrasi substrate, DO dan juga keseragaman pengadukan. Katagori ketiga meliputi semua yang punya dampak terhadap pertumbuhan dan suplai nutrien seperti kompetisi terhadap nutrien utama, kompetisi terhadap lokasi tumbuh.
Pertumbuhan Bakteri Tersuspensi dan Melekat Prinsipnya, proses biologi yang diaplikasikan dalam pengolahan air limbah dapat dibagi menjadi dua katagori utama: pertumbuhan tersuspensi dan pertumbuhan melekat. Pada proses pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme yang bertanggung jawab bagi pengolahan air limbah dipertahankan dalam kondisi tersuspensi dalam cairan dengan metode pengadukan
Dalam reaktor jenis ini maka mikroorganisme dipertahankan dalam kondisi tersuspensi dengan menyediakan pengadukan yang layak. Mikroorganisme yang tersbuspensi tersebut umumnya mengacu sebagai mixed liquor (volatile) suspended solids (Metcalf and Eddy, 2003). Parameter penting dari proses lumpur aktif adalh pembentukan partikel flok yang berukuran dari 50 – 200 µm, yang bisa disisihkan dengan pengendapan gravitasi dalam bak sedimentasi. Flok lumpur aktif sering digambarkan mempunyai dua bagian, bagian yang terikat kuat dan lemah, keduanya sebagian besar terdiri dari sel bakteri dan extracellular polymeric substances (EPS) (Keiding and Nielsen 1997, Liao et al., 2002, Sheng et al., 2006). Dalam proses lumpur aktif, dimana penyisihan senyawa organiknya (COD) dan nitrogen menjadi tujuan utama, bakteri nitrifikasi dikenal tumbuh dalam mikro koloni yang rapat dibagian dalam flok (Wagner et al. 1995, Mobarry et al. 1996, Daims et al. 2001),
3
Jurnal PRESIPITASI Vol. 9 No.1 Maret 2012, ISSN 1907-187X
yang terlihat membentuk bagian terkuat dari flok (Jorand et al. 1995, Biggs and Lant 2000).
Pertumbuhan Melekat Proses biologi terjadi selama material organik dan nutrien mengalir melewati biofilm. Biofilm terdeteksi di dalam dan di permukaan substratum, yang seharusnya tahan terhadap korosi akibat proses fisik maupun biologi. Substratum tersebut juga harus murah, ringan dan punya permukaan yang luas. Pada Fixed-Bed Reactor (FBR) dengan pertumbuahan biofilm melekat, mikroorganisme tidak ikut mengalir keluar melalui effluen, jika pelekatan biofilm pada media cukup kuat. Mikroorganime dapat berkonsentrasi dalam reaktor dan
meningkatkan kinerja dari reaktor. Disamping itu, biofilm yang tebal menghasilkan resistensi yang lebih baik dan recovery dari mikroorganisme terhadap shock loading atau pengaruh toksik. Keuntungan lain dari proses melekat pada skala lapangan adalah kebutuhan energi yang lebih sedikit, pengoperasional yang lebih sederhana dan tanpa problem dengan bulking sludge.
Pembentukan Biofilm
dan
Pertumbuhan
Perkembangan biofilm, minimal, dibagi empat tahapan, sebagaimana dirangkum oleh Stoodley et al. (2002):
Gambar 2. Perkembangan biofilm : 1. Non-permanen 2. Permanen, 3. Maturasi, 4. Detachment, 5. Penutupan siklus Reversible attachment, yaitu penempelan sel tunggal dan pergerakan bebas menginisiasi pembentukan biofiom pada permukaan. Sejumlah kecil dari exopolymeric material terlibat dalam tahapan ini. Pelekatan sel ini tidak permanen dan sel dengan mudahnya dapat meninggalkan permukaan material. Selama tahap reversibel ini bakteri memperlihatkan perilaku khusus yang meliputi menggelinding, meloncat, bergabung membentuk koloni dan lepas dari koloni, sebelum mereka menghasilkan exopolysaccharides dan menempel secara permanen. Irreversible attachment, yaitu setelah pelekatan non-permanen pada permukaan berubah menjadi pelekatan permanen, bakteri harus mempertahankan kontak dengan substratum. Perubahan sifat penempelan dari non-permanen ke permanen dicirikan sebagai
4
transisi yang paling lemah. Bakteri mulai menghasilkan banyak exopolysaccharides untuk melewati transisi ini. Setelah itu interaksi antar bakteri untuk membentuk grup sel dan membantu untuk saling menguatkan dalam penempelan di permukaan. Sel tunggal memproduksi polysaccharide yang mengikat sel bersama dan memfaasilitasi pembentukan mikro koloni dan ini membawa tahapan berikutnya yakni tahapan pematangan biofilm. Maturasi – pematangan yaitu selama maturasi, biofilm menghasilkan salluran, pori pori dan penempatan kembali dari bakteri yang sempat lepas dari material. Dalam tahap ini, banyak protein yang dideteksi dalam sample biofilm yang mencerminkan keragaman bakteri. Aktifitas yang bervariasi juga diidentifikasikan seperti perubahan metabolisme, transpor melalui membran, adaptasi dan aktifitas proteksi.
Sudarno Perkembangan Biofilm Nitrifikasi di Fixed Bed Reactor pada Salinitas Tinggi
Detachment atau pelepasan, yaitu umumnya digambarkan sebagai pelepasan sel baik itu sel tunggal ataupun grup dari biofilm. Sel yang lepas dipercaya menjadi penutup bagi siklus pertumbuhan biofilm. Skema pendek dari siklus ini yang diambil dari Stoodley et al. (2002) ditunjukkan dalam gambar berikut:
Faktor-Faktor yang Pembentukan Biofilm
Mempengaruhi
Struktur biofilm secara umum merupakan hasil interaksi dari mikroorganisme dengan medium dan pengaruh proses biologi-fisikkimia di dalamnya. Semua faktor di atas seharusnya dipertimbangkan selama pembentukan biofilm. Stoodlye et al. (2002) menyatakan bahwa minimal ada empat hal mempengaruhi struktur biofilm • Karakteristik geometrikal dari substratum. • Karkateristik mikroorganisme yang menyusun biofilm • Kondisi hidrodinamik disekitar biofilm • Nutrisi yang tersedia dalam cairan dan dalam biofilm • Karakterisitik dari substratum (hydrophilic, hydrophobic) Pada tahapan awal, sifat dari substratum memainkan peran terpenting. Kekasaran substratum mempromosikan kolonisasi bakteri. Hasil yang mirip diperoleh dengan mengobservasi pembentukan biofilm selma periode start-up dari expanded-bed reactor. Hipothesanya adalah rekahan dalam permukaan kasar dapat memproteksi pertumbuhan biofilm selama periode awal dari gaya geser akibat hidrodinamik cairan. Hal ini memungkinkan perkembangan biofilm tahap berikutnya.
Bakteri dalam Air Limbah Kandungan Garam Tinggi
dengan
Mikroorganisme dapat ditemukan di lingkungan air dengan kandungan garam rendah (air tawar) maupun tinggi (air laut). Mengacu pada kandungan garam, bakteri dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Imhoff (1986) mengelompokkan bakteri sesuai dengan kosentrasi garam yang dibutuhkan bagi pertumbuhan optimunnya, yakni nonhalophilic (tumbuh dibawan 0.2 M NaCl), rendah halophilic (tumbuh pada 0.2 sampai dengan sekitar 1.0–1.2 M NaCl), moderat halophilic (tumbuh pada sekitar 1.0–1.2 sampai 2.0–2.5 M NaCl) dan extrim halophilic bakteri (tumbuh pada 2.0–2.5 M NaCl atau lebih).
Nitrifikasi pada Air Limbah dengan Kandungan Garam Tinggi Penyisihan nitrogen dari air limbah, termasuk air limbah dengan kandungan garam tinggi adalah perlu untuk memenuhi kriteria baku mutu air limbah sebelum air limbah dialirkan ke badan air penerima. Proses penyisihan nitrogen secara konvensional air limbah garam tinggi dilakukan melalui nitrifikasi diikuti oleh denitrifikasi dengan penambahan sumber karbon dari luar, seperti yang dilakukan pada reaktor batch oleh Fontenot et al. 2007. Proses nitrifikasi Chemolitho autotrophic dalam dua tahap dilakukan oleh jenis bakteri yang berbeda. Ammonium dioksidasi menjadi nitrit (nitritasi) oleh bakteri pengoksidasi ammonium (AOB – Ammonium Oxidizing Bacteria) dan nitrit dioksidasi lebih lanjut ke nitrat (nitratasi) oleh bakteri pengoksidasi nitrit (NOB – Nitrit Oxidizing Bacteria).
METODOLOGI PENELITIAN Ammonium Dua reagen bagi analisis ammonium digunakan, yakni: Reagen A; 13 g Natriumsalicylate, 13 g Tri-Natriumcitrate-Dihydrat dan 0.097 g 2Nitroprussidnatrium-Dihydrat dilarutkan dalam 500 ml distilasi H2O. Reagen B; 1.6 g NaOH dan 0.1 g Dichlorocyanuric acid-Na-Dihydrat dilartukan dalam 50 ml distilasi H2O. Untuk analisis, 0.125 ml reagen A dan 0.125 ml reagen B ditambahkan kedalam 1 ml sampel, dan lalu diukur dengan spektrophotometer pada 655 nm setelah 1-3 jam inkubasi pada temperatur ruangan.
Nitrit Nitrit juga diukur dengan metode kolorimetri. Reagen yang digunakan dapat dibuat dengan melarutkan 20 g Sulfanilamide, 1 g N-(1-Napthyl)-ethylendiaminedihydrochloride dan 50 ml O-Phosphoric acid -1 (1.71 g mL ) dalam 500 ml distilasi H2O. Untuk analsisis, 0.020 ml reagen ditambahkan ke dalam 1 ml sample dan lalu diukur pada spektrophotometer 540 nm setelah 20-30 menit inkubasi pada temperatur ruangan.
Nitrat Nitrat ditentukan secara kolorimetri sesuai dengan standard methods APHA (1995). Tidak diperlukan reagen dalam metode ini. Ion NO3 dalam sampel mengabsorb cahaya pada 220
5
Jurnal PRESIPITASI Vol. 9 No.1 Maret 2012, ISSN 1907-187X
nm. Keberadaan nitrit dalam sampel akan mengganggu dalam metode ini, jika konsentrasi nitrit dalam sampel lebih besar -1 dari 0.65 mg NO2 -N L , Amido-sulfonic acid harus ditambahkan dalam sampel.
Reaktor Tabung kaca ber diameter 8 cm dan tinggi 45 cm dengan volume 2 liter digunakan dalam percobaan ini (Gambar 3). Limbah buatan dengan kandungan NaCl 35 gram per liter air, dipompakan kedalam reaktor melalui dasar reaktor dengan pompa Gilson Minipus 3 dan
efluent mengalir keluar lewat bagian atas dari reaktor. Keramik berpori berdimensi 1.5 cm (Gambar 4 ) dengan luas area spesifik 934 m2 −3 m dimasukkan ke dalam reaktor sehingga total luas permukaan tumbuh bakteri (fixedbed areanya) 0.60 m2 dan prosostas 38%. Selama lebih dari 500 hari reaktor dioperasionalkan secara kontinyu dengan mengalirkan air limbah yang mengandung salinitas 3.5% dan ammonium sekitar 100 mg NH4+-N. Debit aliran dipertahankan dengan -1 waktu detensi 1 hari, DO diatas 5 mg L dan pH 8.
Gambar 3. (a) Skema Fixed-Bed Reactors (FBR), (b) Foto dari Fixed-Bed Reactors (FBR)
Gambar 4. Keramik Berpori
Pertumbuhan Biofilm dalam Keramik Berpori Untuk percobaan ini pada hari ke 540 dari pengoperasionalan reaktor, 36 keramik berpori dimasukkan kedalam reaktor diatas dimana biofilm sudah terbentuk.
6
Pada hari ke 1, 5, 12, 20, 33 dan 50, enam keramik berpori tersebut diambil keluar kemudian kecepatan penyisihan ammonium (Ammonium Oxidizing Rate – AOR) dan kecepatan penyisihan nitrit (Nitrit oxidizing rate
Sudarno Perkembangan Biofilm Nitrifikasi di Fixed Bed Reactor pada Salinitas Tinggi
– NOR) oleh biofilm yanga ada dalam keramik tersebut secara terpisah diukur. Masing masing keramik ditaruh dalam gelas silinder kecil, diberi air limbah buatan dengan kandungan ammonium dan nitrite -1 adalah 10 mg N L dan diaerasi. Berkurangnya konsentrasi ammonium dan nitrit dimonitor selama beberapa jam dan kemudian akan dihitung AOR dan NOR.
HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah 1, 4, 12, 20, 33, 50 hari biofilm yang menempel pada keramik tersebut diukur kemampuannya dalam menyisihkan ammonium dan nitrit dan hasilnya tampak pada gambar 5.
Selama 50 hari (hari 540 sampai dengan 590) dari waktu operasi reaktor, DO dapat dipertahankan diatas 5 mg L-1 dan pH berkisar antara 7-8 (Gambar 5). Kinerja penyisihan ammonium dan nitrit dapat dipertahankan steadi state selama jangka waktu tersebut. Kondisi steadi state ini memungkinkan pengukuran pertumbuhan biofilm dan keaktifan biomass di keramik selama 50 hari itu dapat dibandingkan. Ammonium di influent yang diatur berkisar 50 mg N L-1, dapat disisihkan hampir 100%. Nitrit dan ammonium hampir tidak terdeteksi di effluen. Sekitar 50 mg N L-1 nitrat terukur di effluent menunjukkan keseimbangan massa dari proses nitrifikasi. Dimana 50 mg N L-1 ammonium dikonversi menjadi 50 mg N L-1 nitrat.
(a) (b) Gambar 5. (a) Konsentrasi Ammonum, nitrit, dan nitrat selama reaktor dioperasionalkan secara kontinu hari 540 – 590. (b) Kecepatan penyisihan ammonium dan nitrit oleh biofilm yang tumbuh dalam keramik berpori setelah ditempatkan dalam reaktor beberapa hari. Simbol: (a) Kotak tertutup (), ammonia; Kotak terbuka (), nitrite; Lingkaran tertutup (), nitrate; garis putus putus, pH. (b) Kotak tertutup (), Kecepatan penyisihan ammonium; Kotak Terbuka (), Kecepatan penyisihan nitrit Itu dapat dilihat bahwa setelah 50 hari dari waktu inkubasi, kecepatan penyisihan ammonium (AOR) selalu lebih tinggi dibanding kecepatan penyisihan nitrit (NOR). Selain itu, penyisihan ammonium dapat dideteksi pada keramik setelah inkubasi satu hari, sedangkan pada waktu inkubasi yang sama penyisihan nitrit belum dapat di deteksi. Itu memperlihatkan bahwa bakteri nitritasi (AOB) lebih mudah tumbuh dan atau menempel dibanding bakteri nitratasi (NOB). Peningkatan AOR tidak konstan sampai hari ke 50, sementara peningkatan NOR konstan sampai hari ke 30 dan kemudian nilainya tetap. Pada hari ke 50 AOR hampir dua kali lipat dibanding NOR. Pada gambar
tersebut, juga ditunjukkan juga kecepatan AOR dan NOR pada hari ke 540. AOR dan NOR tersebut diambil dari keramik yang sudah ada sejak awal dari pengoperasionalan reaktor kontinu. Berkebalikan dengan kondisi setelah 50 hari inkubasi, nilai NOR setelah 540 hari, lebih besar dari nilai AOR dan nilainya hampir dua kali lipat. Itu perlu dicatat bahwa ,tidak seperti waktu inkubasi yang hanya 50 hari, selama pengoperasinalan lebih dari 500 hari tersebut, kondisi steady state tidak selalu dapat dipertahankan. Bakteri yang terlibat dalam nitrifikasi adalah mikroorganisme autotroph dengan karbon dioksida berfungsi sebagai sumber karbon dan mempunyai kecepatan
7
Jurnal PRESIPITASI Vol. 9 No.1 Maret 2012, ISSN 1907-187X
pertumbuhan yang lambat. Kecepatan pertumbuhan yang lebih lambat teramati pada bakteri nitrifikasi yang tumbuh dalam lingkungan yang ekstrim, termasuk lingkungan dengan konsentrasi garam yang tinggi. Perkiraan kuantitatif dan kualitatif konsentrasi biofilm bakteri nitrifikasi adalah tugas yang sangat sulit (Lazavora dan Manem, 1995) dan membutuhkan metode biologi molekular. Perkembangan pertumbuhan bakteri dapat diamati dengan menghitung berat massa dari bakteri, aktifitas metabolisme dari bakteri dan dengan cara menghitung selnya. Pengamatan ini akan mudah dalam kulture bakteri tersuspensi tetapi akan jauh lebih sulit bagi bakteri yang membentuk biofilm. Pengambilan bakteri yang melekat akan sulit dan komplek, khususnya saat phase pertama dari pelekatan tersebut. Biofilm sangat tipis dan tidak terdistribusi merata serta berada dalam pori pori substratum. Selain itu perkembangan biofilm tidak hanya proses perkembangbiakan dan kematian, melainkan ada proses detachment yang juga berperan siknifikan dalam perkembangan biofilm Karena ketidak akuratan perhitungan kepadatan populasi, dan perkiraan kuantitatif dan kualitati dari biofilm, maka parameter spesifik dari biofilm seperti nilai AOR atau NOR, perlu diukur untuk mengetahui pola perkembangan bakteri. AOB menempel lebih cepat dari pada NOB sebagaimana ditunjukkan sampai hari ke 50. Selain itu, recovery AOB lebih cepat dibanding NOB, hal itu dapat diamati saat terjadi detachment (penglepasan biofilm) dari substratumnya. Penempelan yang lebih cepat oleh AOB ini mengindikasikan bahwa AOB punya kapasitas lebih bagus untuk menempel pada substratum dengan bahan dari mineral atau plastik. Keterlambatan NOB untuk aktif dapat dimungkinkan karena NOB akan aktif setelah adanya nitrit yang diproduksi oleh AOB, sebagaimana diterangkan secara jelas oleh Peng dan Zhu (2006). Eksistensi dari NOB akan muncul setelah AOB aktif dan berlanjut selama proses nitrifikasi. AOB dan NOB akan bekerja sama dan bersinergi serta mengambil keuntungan dari kedekatan tempat tumbuh. Dominasi AOB terhadap NOB juga dilaporkan oleh Chae et al. 2008, yang menggunakan BioCube sponge media sebagai substratumnya. Disatu sisi, kedekatan secara fisik akan berguna bagi alasan kebutuhan energi. NOB bisa segera dan langsung dapat
8
memanfaatkan nitrit yang diproduksi oleh AOB, sehingga tidak perlu mengeluarkan energi berlebih dalam memperoleh nitrit. Ini sangat vital, mengingat energi yang dihasilkan dari oksidasi nitrit sangat terbatas. Disisi lain, AOB sangat tergantung akan keberadaan NOB, sebagai penerima atau penyisih nitrit, yang sangat toksik terhadan AOB. Itu membantu AOB dalam mencegah adanya akumulasi dari hasil produksi yang bersifat toksik seperti nitrit tersebut. Selama periode dari 0 – 50 hari, pertumbuhan AOB tidak tetap yang bisa dilihat dari kecepatan penyisihan ammoniumnya, sementaran pertumbuhan NOB tidak terlalu cepat. Perubahan dominasi populasi dari AOB ke NOB jelas terlihat setelah waktu inkubasi lebih dari 50 hari. Itu sesuai dengan hasil hasil awal dari reaktor dimana pada awalnya kecepatan AOR lebih tinggi dibanding NOR (Sudarno et al. 2010). Pertumbuhan biofilm dan tahapan maturasi dicirikan oleh terbentuknya mikro koloni yang kuat yang resisten terhadap gaya geser yang tinggi dan perubahan karakteri fisik / kimia dari lingkungan tumbuh. Biofilm tumbuh selama masa perkembangan dan selanjutnya biomass meningkat konsentrasinya. Sementara itu setelah biofilm mencapai keseimbangan saat tahapan maturasi, proses decay mikroorganisme dalam lapisan dalam biofilm mulai berlangsung. Ketidak aktifan biomass ini dikarena oksigen dan substrate tidak tersedia dilapisan tersebut, sehingga tidak ada sumber energi, tidak ada proses oksidasi dan selanjutnya akan tidak aktif dan mati.
KESIMPULAN a. Ammonium oxidizing bacteria (AOB) dan Nitrite oxidizing bacteria (NOB) dapat tumbuh pada substratum yang terbuat dari keramik berpori. b. Perkembangan bakteri nitrifikasi dapat diamati dari kecepatan penyisihan ammonium (Ammonium Oxidizing Rate – AOR) dan kecepatan penyisihan nitrit (Nitrit Oxidizing Rate – NOR). c. AOB menempel lebih cepat pada substratum dibanding dengan NOB d. Nilai AOR lebih besar dibanding NOR berdasar lama inkubasi di bawah 50 hari yang mengindikasikan dominasi AOB terhadap NOB.
Sudarno Perkembangan Biofilm Nitrifikasi di Fixed Bed Reactor pada Salinitas Tinggi
e. Pergeseran dominasi populasi bakteri nitrifikasi, dari AOB ke NOB, diamati pada lama inkubasi 540 hari.
DAFTAR PUSTAKA Biggs, C.A., Lant, P.A., 2000. Activated sludge flocculation: on-line determination of floc size and the effect of shear. Water Res. 34(9), 2542–2550. Chen, S., Ling, J., Blancheton, J.P., 2006. Nitrification kinetics of biofilm as affected by water quality factors. Aquac. Eng. 34, 179–197. Daims, H., Nielsen, JL., Nielsen, PH., Schleifer, KH., Wagner, M., 2001. In situ characterization of Nitrospira-like nitrite-oxidizing bacteria active in wastewater treatment plants. Appl. Environ Microbiol. 67, 5273–5284. Fontenot, Q., Bonvillain, C., Kilgen, M., Boopathy, R., 2007. Effects of temperature, salinity, and carbon: nitrogen ratio on sequencing batch reactor treating shrimp aquaculture wastewater. Bioresour. Technol. 98, 1700–1703. Imhoff , JF., Thiemann, B., 1991. Influence of salt concentration and temperature on the fatty acid composition of Ectothiorhodospira and other halophilic phototrophic purple bacteria. Arch. Microbiol. 156, 370–375. Jorand, M.F., Zartarian, F., Thomas, M.F., Block, J.C., Bottero, M.J.Y., Villemin, G., Urbain, V., Manem, J., 1995. Chemical and structural (2D) linkage between bacteria within activated sludge flocs. Water Res. 297, 1639– 1647. Keiding, K., Nielsen, P.H., 1997. Desorption of organic macromolecule from activated sludge: effect of ionic composition. Water Res. 31(7), 1665–1672. Lazavora, V., Manem, J., 1995. Biofilm characterization and activity analysis in water and wastewater treatment. Water Res. 29(10), 2227–2245. Liao, B.Q., Allen, D.G., Leppard, G.G., Droppo, I.G., Liss, S.N., 2002. Interparticle interactions affecting the stability of sludge flocs. J. Colloid Interface Sci. 249(2), 372–380. Metcalf & Eddy, Inc., 2003. Wastewater th Engineering: Treatment and reuse 4 ed. New York: McGraw-Hill. Mobarry, B.K., Wagner, M., Urbain, V., Rittmann, B.E., Stahl, D.A., 1996.
Phylogenetic probes for analyzing abundance and spatial organization of nitrifying bacteria. Appl. Environ. Microbiol. 62, 2156–2162. Peng, Y.Z., Zhu, G.B., 2006. Biological nitrogen removal with nitrification and denitrification via nitrite pathway. Appl. Microbiol. Biotechnol. 73, 15–26. Sheng, G.P., Yu, H.Q., Li, X.Y., 2006. Stability of sludge flocs under shear conditions: roles of extracellular polymeric substances (EPS). Biotechnol. Bioeng. 93(6), 1095–1102. Stoodley, P., Saure, K., Davies, D.G., Costerton, J.W. 2002. Biofilms as complex differentiated communities. Annu. Rev. Microbiol. 56, 187–209. Sudarno, U., Bathe, S., Winter, J., Gallert, C., 2010. Nitrification in fixed-bed reactors treating saline wastewater. Appl. Microbiol. Biotechnol. 85, 2017–2030. Wagner, M., Loy, A., 2002. Bacterial community composition and function in sewage treatment systems. Curr. Opinion Biotechnol.13(3), 218–227.
9