Alexander Agung, dkk.
ISSN 0216 - 3128
STUDI AWAL NEUTRONIK REACTOR (FBNR)
FIXED
143
BED
NUCLEAR
Alexander Agung, Andang Widi Harto, Wahyuni Jurusan Teknik Fisika, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika 2, Yogyakarta 55281
ABSTRAK STUDI AWAL NEUTRONIK FIXED BED NUCLEAR REACTOR (FBNR). Telah dilakukan penelitian awal studi analisis neutronik Fixed Bed Nuclear Reactor (FBNR) dengan menggunakan paket program SRAC. FBNR berbahan bakar Uranium dioksida (UO2) berbentuk pebble yang disebut dengan Micro Fuel Elements (MFE) yang didalamnya berisi partikel berlapis yang disebut dengan Fuel Particle (FP). Analisis neutronik yang dilakukan terhadap teras FBNR dibatasi dengan tidak menambahkan batang kendali pada teras dan tanpa penambahan burnable poisons. Tujuan dari studi ini adalah untuk mendapatkan desain awal reaktor dengan umur operasi lebih dari 10 tahun serta mempunyai nilai-nilai koefisien reaktivitas yang negatif. Analisis neutronik dilakukan dengan memvariasikan pengkayaan bahan bakar serta ketinggian teras aktif reaktor. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil bahwa untuk mendapatkan umur operasi reaktor yang mampu bertahan pada kondisi kritis hingga tahun ke-10, diperlukan bahan bakar UO2 berpengkayaan 17,8% dan dioperasikan dengan ketinggian 235 cm. Dengan kondisi semacam ini diperoleh nilai koefisien reaktivitas suhu bahan bakar sebesar -2,575 pcm/K (BOL) hingga -2,14 pcm/K (EOL), koefisien reaktivitas suhu pendingin sebesar -0,438 pcm/K (BOL) hingga -4,469 pcm/K (EOL) dan koefisien reaktivitas void sebesar -147,78 pcm/% void (BOL) hingga -186,45 pcm/% void (EOL). Kata kunci: Analisis neutronik, Fixed Bed Nuclear Reactor, SRAC, umur operasi, yang lama, koefisien reaktivitas.
ABSTRACT NEUTRONIC PRELIMINARY STUDY OF FIXED BED NUCLEAR REACTOR. A preliminary study on the neutronics of Fixed Bed Nuclear Reactor (FBNR) has been performed by using the SRAC code. Uranium dioxide is used as fuel in pebble form (i.e. Micro Fuel Elements), in which coated particles are embedded. The analysis was performed on a clean core without control rods nor burnable poisons. The objective of the study is to obtain a preliminary reactor design having more than ten years of operational periods and negative reactivity coefficients. The analysis was performed by varying enrichment of the fuel and height of the active core. The results showed that an enrichment of 17.8% and an active core height of 235 cm is required to obtain the intended objectives. Such condition gives a fuel temperature reactivity coefficient of 2.575 pcm/K (BOL) to -2.14 pcm/K (EOL), a coolant temperature ractivity coefficient of -0.438 pcm/K (BOL) to -4.469 pcm/K (EOL) and a void reactivity coefficient of -147.78 pcm/% void (EOL) to -186.45 pcm/% void (EOL). Keywords: Neutronic analysis, Fixed Bed Nuclear Reactor, SRAC, long operational period, reactivity coefficient.
I. PENDAHULUAN gar pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dapat diaplikasikan secara sukses di masa mendatang, pengembang PLTN harus mampu menjawab tantangan-tantangan sebagai berikut[1] : (i) keamanan, (ii) ekonomi, (iii) proliferasi dan (iv) limbah. Beberapa usulan telah diajukan untuk mengatasi tantangan tersebut, baik itu dengan menerapkan desain evolusioner maupun desain inovatif. Desain evolusioner meliputi pengembangan secara gradual dan perbaikan pembangkit untuk berdasarkan hasil catatan operasional dan
A
implementasi defense-in-depth serta analisis keselamatan probabilistik. Sementara itu desain inovatif menekankan kepada pengembangan desain dan fitur keselamatan secara radikal[3]. Adanya reaktor nuklir inovatif ini merupakan perubahan paradigma yang berdasar kepada filosofi keselamatan yang baru. Dalam hal ini para ilmuwan dan insinyur ditantang untuk menciptakan reaktor nuklir jenis baru di mana “total safety” dapat tercapai. Di sini fitur keselamatan pasif beserta tindakan-tindakan intensif untuk mencegah kerusakan teras reaktor mendapatkan penekanan.
Prosiding PPI - PDIPTN 2007 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2007
144
ISSN 0216 - 3128
IAEA melalui proyek INPRO memutuskan untuk mengembangkan beberapa tipe SRWOSR (Small Reactors without On-Site Refueling). Salah satu di antaranya adalah reaktor nuklir hamparan tetap (Fixed Bed Nuclear Reactor/FBNR) yang merupakan pengembangan desain dan teknologi dari reaktor air ringan (Light Water Reactor/LWR) dengan bahan bakar partikel berlapis (coated particles/CP). Reaktor ini memiliki konsep sesuai persyaratan yang diminta oleh INPRO diantaranya sebagai berikut[4]: (1) berukuran kecil dengan daya optimum sebesar 40 MWe per modul, (2) tidak perlu on-site refuelling dikarenakan modul-modul bahan bakar mudah dilepas dan dipasang ke reaktor serta memiliki siklus pengisian bahan bakar yang panjang, (3) menggunakan konsep teknologi dari reaktor PWR yang telah teruji ditambah dengan penggunaan bahan bakar untuk reaktor HTGR, (4) keanekaragaman penggunaan tidak hanya sebagai pembangkit tenaga listrik saja tetapi juga dapat sekaligus dimanfaatkan untuk industri desalinasi air laut, (5) proses refuelling di pabrik dan (6) kemudahan transportasi bahan bakar. Konsep tipe reaktor Fixed Bed Nuclear Reactor (FBNR) dikembangkan di Federal University of Rio Grande do Sul, Brazil[6]. FBNR memiliki teras berbentuk silinder dengan diameter 160 cm dengan tinggi teras 200-250 cm serta memiliki ruang penyimpan bahan bakar (fuel chamber) di bawah teras yang dihubungkan oleh pompa, sedangkan bagian atas teras terhubung dengan steam generator. Pompa berfungsi untuk memompa pendingin yaitu air bersama dengan bahan bakar menuju teras. Fuel Chamber berfungsi sebagai penyimpan bahan bakar, dimana berada di dalam tabung yang terisi oleh air sebagai pendingin. Teras memiliki dua lapis silinder yang berlubanglubang. Lapisan silinder dalam berfungsi sebagai tempat masukan bagi pendingin sekaligus tempat batang kendali yang mengatur reaktivitas. Silinder luar merupakan tempat bahan bakar yang nantinya dialiri pendingin secara horisontal. Selain itu teras masih dilapisi selongsong/shell. Prinsip kerja dari reaktor fixed bed sangat sederhana, seperti terlihat di Gambar 1. Saat reaktor mulai dioperasikan, pompa bekerja mendorong pendingin bergerak vertikal sambil membawa bahan bakar di fuel chamber menuju teras. Saat bahan bakar dan pendingin masuk teras, pendingin bergerak menuju silinder bagian dalam sedangkan bahan bakar dengan sedikit air berada di sebelah luarnya sambil terus bergerak naik. Pendingin di silinder dalam bergerak horizontal melewati bahan bakar yang tersusun di dalam silinder teras bagian luar sambil membawa panas. Pendingin akan keluar menuju lapisan di luar silinder yang berisi bahan
Alexander Agung, dkk.
bakar, selanjutnya bergerak vertikal menuju steam generator. Setelah melewati steam generator, pendingin akan mengalir ke bawah menuju pompa untuk dialirkan kembali menuju teras. Dorongan pompa yang membawa pendingin dan bahan bakar ini, mengakibatkan bahan bakar berada dalam kondisi fixed suspended. Pada saat shut down, kondisi fixed suspended dari bahan bakar di teras berubah dan bergerak turun karena gaya gravitasi menuju fuel chamber. Panas dari bahan bakar di dalam fuel chamber didinginkan oleh air secara konveksi yang terletak di bagian luarnya.
Gambar 1. Skema aliran pendingin saat reaktor beroperasi.
Dikarenakan FBNR merupakan reaktor inovatif yang masih relatif baru, masih banyak permasalahan teknis yang harus dipecahkan. Sebagai contoh adalah perhitungan neutronik teras reaktor, permasalahan dinamika dan tanggap reaktor, studi terhadap integritas bahan bakar dan kelongsong pada fraksi bakar yang tinggi, perhitungan termohidrolika teras, sistem pendinginan pasif secara total terhadap ruang bahan bakar, permasalahan perisai radiasi, dan sebagainya. Makalah ini akan melaporkan hasil penelitian yang terkait dengan perhitungan neutronik teras FBNR tanpa batang kendali maupun burnable poisons.
Prosiding PPI - PDIPTN 2007 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2007
Alexander Agung, dkk.
ISSN 0216 - 3128
Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mendapatkan konfigurasi reaktor yang mempunyai umur operasi yang panjang yaitu lebih dari sepuluh tahun serta memiliki nilai koefisien reaktivitas yang negatif. Sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut. Pada Bagian II akan dijelaskan landasan teori yang menjadi dasar perhitungan dalam penelitian ini. Tata kerja dari penelitian ini akan dibahas pada Bagian III di mana diagram alir pelaksanaan penelitian ditampilkan serta penjelasan mengenai pemodelan bahan bakar dan teras akan diuraikan. Selanjutnya hasil yang diperoleh pada penelitian ini akan dibahas di Bagian IV. Pembahasan meliputi pengaruh pemilihan model bahan bakar terhadap spektrum neutron, perhitungan kritikalitas teras untuk menentukan ketinggian dan pengkayaan yang sesuai dengan target yang ingin dicapai serta penentuan nilai-nilai koefisien reaktivitas. Bagian V akan mengakhiri makalah ini dengan memberikan kesimpulan dan saran untuk penelitian selanjutnya.
menyelesaikan persamaan difusi: (1) mencari nilai konstanta-konstanta grup perhitungan, (2) menyelesaikan persamaan difusi dengan menggunakan konstanta-konstanta yang sudah diperoleh. Untuk keperluan tersebut akan digunakan program SRAC yang merupakan program simulasi komputer yang dikembangkan oleh JAERI untuk keperluan analisis dan desain reaktor nuklir[8]. SRAC merupakan program komputer yang handal dalam perhitungan aspek neutronik yang terjadi di dalam teras reaktor. Dalam penggunaan program SRAC, pengguna hanya memasukkan inpit-input yang diperlukan dan setelah itu program SRAC akan menghitung aspek-aspek neutroniknya. Suhu pendingin yang masuk ke dalam reaktor akan bervariasi terhadap ketinggian (z). Untuk MFE, suhu maksimum di tengah bahan bakar sebagai fungsi dari ketinggian dapat dihitung berdasarkan persamaan[5] : Tm = T f ( z ) +
II. DASAR TEORI Persamaan kesetimbangan netron multigrup dapat ditulis sebagai berikut (Stacey, 2001) G
S g + ∑ Σ sg ' g φ g ' − Σ sg φ g + ∇ ⋅ D g φ g −Σ ag φ g = g ' =1
1 ∂φ g , v g ∂t
g = 1, 2, K , G
(1)
dengan D adalah koefisien difusi, Σ s adalah tampang lintang hamburan, φ adalah fluks neutron, S adalah sumber neutron, Σ a adalah tampang lintang serapan dan v adalah kecepatan neutron. Indeks g menyatakan nomor kelompok neutron dan G adalah banyaknya kelompok neutron. Untuk kondisi yang tunak (steady-state), persamaan difusi neutron multigroup menjadi − ∇ ⋅ Dg φ g + Σ Rgφ g =
χg k eff
∑ν g ' Σ fg 'φ g ' + ∑ Σ sg 'gφ g ' g'
(2)
g'
dengan Σ R adalah tampang lintang ambilan, χ adalah fraksi neutron fisi, ν adalah banyaknya neutron yang dihasilkan per fisi dan keff adalah faktor multiplikasi efektif. Tampak dari persamaan di atas banyak konstanta yang harus dicari untuk menyelesaikan persamaan difusi. Ada dua langkah besar dalam
145
⎛ πz ⎞ q c''' ⎟ cos⎜⎜ ⎟ N FE ⎝ He ⎠
⎛ 1 1 ×⎜ + ⎜ 8π .k .r 4π .k c 1 c ⎝
⎛1 1 ⎜⎜ − ⎝ r1 r2
⎞ 1 ⎟⎟ + 2 ⎠ h.4π .r2
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
(3)
dan suhu fluida dihitung menggunakan persamaan[2]
T f ( z) = T f0 +
q c''' Ac He ⎛ πz πH ⎞ + sin ⎟ ⎜ sin & 2 He ⎠ mc p π ⎝ He
(4)
dengan m& adalah laju aliran massa fluida pendingin, Tfo adalah suhu pendingin pada z = -H/2, Tf adalah suhu pendingin, q c''' adalah laju pembangkitan energi volumetrik, Ac adalah tampang lintang permukaan bahan bakar, H adalah tinggi teras aktif berisi bahan bakar , He adalah tinggi ekstrapolasi teras aktif berisi bahan bakar, Cp adalah kalor jenis jenis pendingin, h adalah koefisien konveksi pendingin, NFE adalah banyaknya MFE di dalam teras, r1 adalah jari-jari zona bahan bakar di MFE, r2 adalah jari-jari MFE dan kc adalah koefisien konduksi grafit.
III. TATA KERJA 1. Diagram Alir Diagram alir dari tata kerja penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2.
Prosiding PPI - PDIPTN 2007 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2007
146
ISSN 0216 - 3128
Alexander Agung, dkk.
Gambar 2. Diagram alir tata kerja penelitian.
2. Pemodelan Bahan Bakar dan Konfigurasi Teras Bahan bakar reaktor FBNR adalah Micro Fuel Elements (MFE) dengan diameter 15 mm yang diisi dengan partikel berlapis berdiameter 2 mm. Jumlah partikel berlapis ini di dalam MFE sekitar 165 dan jumlah MFE di dalam teras sekitar 1.340.000. Partikel bahan bakar memiliki tiga lapis (PyC porous, PyC dense, dan SiC) yang membungkus uranium dioksida dan MFE berupa kumpulan partikel bahan bakar yang di dalam matriks SiC. Modul SRAC yang pertama kali digunakan adalah modul PIJ. Pada modul PIJ dilakukan dua macam perhitungan. Perhitungan yang pertama
adalah pada tingkat MFE. Bahan bakar diasumsikan kondisi packed dengan packing factor (PF) sebesar 0,6 dan buckling geometri yang digunakan sama dengan 0 untuk memperoleh nilai kinf. Pada perhitungan tingkat ini digunakan metode homogenisasi untuk mendapatkan faktor koreksi Dancoff, di mana MFE dianggap terdiri dari tiga lapisan yaitu fuel zone, lapisan SiC dan void shell antar MFE di dalam teras. Pada perhitungan pertama ini dilakukan perhitungan densitas nuklida untuk bahan bakar, selanjutnya butiran MFE di teras yang terdiri dari dua lapisan yaitu MFE dan void shell antar MFEs di teras dihomogenisasi, Gambar 3 menunjukkan skema pemodelan bahan bakar di dalam teras yang dihomogenisasi.
Prosiding PPI - PDIPTN 2007 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2007
Alexander Agung, dkk.
ISSN 0216 - 3128
147
Gambar 3. Pemodelan bahan bakar di dalam teras yang dihomogenisasi.
Geometri coated particle berupa bola berlapis yang terdiri dari kernel bahan bakar pada bagian paling dalam kemudian lapisan PyC porous, lapisan PyC dense, lapisan silikon karbida (SiC), dan void shell antar coated particle yang berupa matrik karbon (C). Selanjutnya dilakukan perhitungan metode double heterogen, metode ini bertujuan untuk memperlihatkan keberadaan fuel particle di dalam fuel zone MFE. Pada perhitungan dengan metode double heterogen, terdapat sel mikro dan sel makro. Sel mikro terdiri dari fuel particle dan coating ditambah matriks antar coated particle
yang berupa karbon. Sel makro yang merupakan fuel zone, SiC, dan matriks antar MFEs yang berisi fluida pendingin air. Densitas nuklida pada sel mikro merupakan homogenisasi densitas nuklida bahan penyusun coating dan matriks karbon. Sedangkan densitas nuklida pada fuel zone MFE merupakan homogenisasi densitas nuklida unsur penyusun coated particle termasuk matriks antar coated particle yang berisi karbon. Skema pemodelan bahan bakar menggunakan metode dobel heterogen ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Pemodelan bahan bakar menggunakan metode dobel heterogen.
Prosiding PPI - PDIPTN 2007 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2007
148
ISSN 0216 - 3128
Pada tingkat sel, perhitungan burn-up juga dilakukan kemudian dilanjutkan dengan pemodelan teras untuk mendapatkan perhitungan tingkat teras yaitu dengan modul CITATION yang menggunakan input dari tingkat sel. Modul CITATION digunakan untuk mengetahui umur teras reaktor. Selain itu, CITATION juga digunakan untuk menghitung kritikalitas teras reaktor dan densitas daya teras. CITATION akan mengasumsikan teras hanya berisi bahan bakar, tanpa elemen batang kendali atau elemen lainnya. Pada tahap pertama, data densitas daya ratarata digunakan untuk mencari distribusi aksial dari nilai temperatur fluida pendingin, pebble shell, dan
Alexander Agung, dkk.
fuel zone. Temperatur-temperatur ini kemudian dijadikan sebagai parameter masukan modul PIJ untuk dijalankan dalam modul CITATION. Pada CITATION, model teras yang sebenarnya diasumsikan berbentuk silinder seperti tampak pada Gambar 5.
Teras berbentuk silinder dengan diameter 160 cm dan tinggi 200 cm hingga 250 cm, dan MFE diasumsikan mengisi teras silinder secara teratur. Reaktor bekerja pada temperatur inlet pendingin sebesar 290 oC dan temperatur outlet pendingin maksimum sebesar 326 oC. Apabila dilihat dari atas, maka pemodelan teras di dalam CITATION seperti tampak pada Gambar 6.
Gambar 5. Teras sebenarnya yang dimodelkan menjadi silinder 2 dimensi R-Z.
Gambar 6. Skema model teras aktif tampak atas.
Prosiding PPI - PDIPTN 2007 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2007
Alexander Agung, dkk.
ISSN 0216 - 3128
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Homogenisasi Bahan Bakar Bahan bakar teras reaktor FBNR dihomogenisasi terlebih dahulu untuk memperoleh spek-
149
trum netronnya. Spektrum neutron beserta burn-up bahan bakar hasil perhitungan netronik pada tingkat sel dengan program PIJBurn dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Spektrum neutron untuk model bahan bakar yang homogen dan dobel heterogen pada kondisi BOL dan EOL.
2. Kritikalitas Teras Dalam studi yang dilakukan, perhitungan kritikalitas teras dilakukan dengan membagi tinggi teras aktif menjadi 4 daerah aksial. Hal ini dilakukan untuk mengakomodasi perubahan suhu secara aksial. Perbedaan suhu pendingin ini tentunya berpengaruh pada parameter neutronik maupun termohidrolik teras. Perbedaan suhu keempat daerah aksial ini dapat dicari dari persamaan (3) dan (4). Hasil perhitungan suhu aksial untuk ketinggian 200 cm hingga 250 cm yang telah dilakukan dimasukkan dalam input CITATION program SRAC untuk mendapatkan faktor perlipatan efektif teras. Dalam studi ini, geometri teras diubah dengan mengubah ketinggian teras aktif. Apabila dalam suatu pengkayaan bahan bakar kondisi kritis belum tercapai hingga usia teras 10 tahun, maka ketinggian teras ditambah hingga batas ketinggian maksimum yaitu 250 cm. Untuk komposisi campuran bahan bakar telah ditentukan bahwa fraksi bahan bakar di teras
FBNR adalah 60%. Sedangkan jumlah bahan bakar yang ada di Fuel Chamber seluruhnya berjumlah 1.340.000 MFE. Pengkayaan uranium dalam bahan bakar dimulai dengan sebesar 5% dalam komposisi bahan bakar UO2. Namun dengan pengkayaan sebesar 5%, tingkat kritikalitas pada ketinggian 200 cm hanya dapat dipertahankan kurang dari satu tahun. Sedangkan pada ketinggian 250 cm tingkat kritikalitas dapat dipertahankan hingga tahun kedua. Gambar 8 menunjukkan nilai faktor perlipatan efektif teras pada ketinggian 200 cm dan 250 cm sebagai fungsi waktu. Setelah dilakukan beberapa kali variasi pengkayaan dan ketinggian, didapatkan bahwa kondisi kritis yang mampu bertahan hingga tahun kesepuluh dimiliki oleh bahan bakar berpengkayaan 17,8% dengan ketinggian teras aktif 235 cm. Gambar 9 menunjukkan hasil perhitungan untuk bahan bakar berpengkayaan 17,8% pada ketinggian 200 cm hingga 250 cm. Hasil perhitungan menunjukkan nilai bahwa penambahan ketinggian teras aktif akan menaikkan nilai maka nilai keff.
Prosiding PPI - PDIPTN 2007 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2007
ISSN 0216 - 3128
150
Gambar 8.
Alexander Agung, dkk.
Faktor perlipatan efektif sebagai fungsi waktu untuk ketinggian teras sebesar 200 cm dan 250 cm. Untuk kedua kondisi tersebut digunakan pengkayaan sebesar 5%.
Gambar 9. Faktor multiplikasi efektif sebagai fungsi tinggi teras aktif reaktor untuk berbagai waktu operasi reaktor.
3. Koefisien Reaktivitas Suhu Bahan Bakar Koefisien reaktivitas suhu bahan bakar dapat dihitung dengan melakukan perubahan suhu bahan bakar tanpa perubahan suhu yang lain, kelongsong dan pendingin, yang digunakan sebagai masukan program SRAC. Dalam studi ini dilakukan perubahan suhu bahan bakar sebesar -20 K, -10 K,
+10 K dan +20 K. Hasil perhitungan disajikan pada Gambar 10. Dari Gambar 10 dapat dihitung koefisien reaktivitas suhu bahan bakar sebesar -2,575 pcm/K untuk BOL dan untuk tahun kesepuluh sebesar -2,14 .pcm/ K.
Prosiding PPI - PDIPTN 2007 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2007
Alexander Agung, dkk.
ISSN 0216 - 3128
(a) BOL
151
(b) tahun kesepuluh
Gambar 10. Reaktivitas reaktor sebagai fungsi perubahan suhu bahan bakar pada kondisi BOL dan tahun kesepuluh. Perhitungan dilakukan pada kondisi operasi.
4. Koefisien Reaktivitas Suhu Pendingin
5. Koefisien Reaktivitas Void
Perhitungan koefisien reaktivitas suhu pendingin dilakukan dengan mengubah suhu pendingin tanpa perubahan suhu yang lain, bahan bakar dan kelongsong, yang akan digunakan sebagai masukan program SRAC. Dalam studi dilakukan perubahan suhu sebesar -20 K, -10 K, +10 K dan +20 K. Hasil perhitungan dengan program SRAC ditampilkan pada Gambar 11.
Dalam teras FBNR material yang digunakan sebagai pendingin juga digunakan sebagai moderator, dalam hal ini Reaktor FBNR mengunakan air sebagai moderatornya, ketika moderator mencapai suhu jenuh dan mulai mendidih dan terbentuk void maka partikel yang digunakan untuk memoderasi neutron cepat akan berkurang. Efek yang disebabkan void ini dalam teras reaktor dapat dilihat dari koefisien reaktivitas void. Pada studi ini dilakukan dengan mengambil nilai α = 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%. Gambar 12 menunjukkan reaktivitas reaktor akibat berubahnya fraksi void dalam teras.
Dari Gambar 11 dapat dihitung koefisien reaktivitas suhu pendingin pada saat BOL adalah 0,43798 pcm/K dan reaktivitas suhu pendingin pada tahun kesepuluh adalah -4.4691 pcm/K.
(a) BOL Gambar 11.
(b) tahun kesepuluh
Reaktivitas reaktor sebagai fungsi perubahan suhu moderator pada kondisi BOL dan tahun kesepuluh. Perhitungan dilakukan pada kondisi operasi.
Prosiding PPI - PDIPTN 2007 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2007
ISSN 0216 - 3128
152
Gambar 12.
Alexander Agung, dkk.
Reaktivitas sebagai fungsi fraksi void untuk kondisi BOL maupun setelah tahun kesepuluh.
Dari Gambar 12 dapat dihitung koefisien reaktivitas void pada saat BOL adalah -147,784 pcm/%void dan pada tahun kesepuluh sebesar 186,446 pcm/%void.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Desain awal teras reaktor FBNR tanpa penambahan batang kendali dan burnable poisons dengan persentase pengkayaan bahan bakar U-235 sebesar 5% belum mampu mencapai kondisi kritis hingga tahun kesepuluh, baik dengan ketinggian teras aktif sebesar 200 cm maupun tinggi maksimum sebesar 250 cm. 2. Setelah pengkayaan bahan bakar dinaikkan hingga 17,8%, kondisi kritis mampu bertahan hingga tahun kesepuluh dengan ketinggian teras aktif 235 cm.
DAFTAR ACUAN 1. ANSOLABEHERE, S., DEUTCH, J.J., DRISCOLL, M., GRAY, P.E., HOLDEN, J.P., JOSKOW, P.L., LESTER, R.K., MONIZ, E.Z., and TODREAS, N.E., The Future of Nuclear Power: An Interdisciplinary MIT Study, Massachusetts Institute of Technology, 2003. 2. El-WAKIL, M.M., Nuclear Heat Transport, The American Nuclear Society, Illinois, 1978. 3. IAEA, Terms for Describing New, Advanced Nuclear Power Plant, IAEA-TECDOC-936, Vienna, 1997. 4. IAEA, IAEA Research Contract No. 12960/Regular Budget Fund (RBF) Year 2005 Report, Vienna, 2005. 5. KUGELER and SCHULTEN, Hochtemperaturreaktortechnik, Springer-Verlag, Berlin Heidelberg, 1989.
3. Teras memiliki koefisien reaktivitas suhu bahan bakar, suhu moderator dan fraksi void yang negatif baik pada kondisi BOL maupun EOL. Dengan demikian dari sisi neutronik, reaktor mempunyai sifat aman secara inheren.
6. SEFIDVASH, F., Fixed Bed Suspended Core Nuclear Reactor Concept, Kerntechnik, 68:56, 2003.
Saran
7. STACEY, W. M., Nuclear Reactor Physics, John Wiley & Sons, Inc., New York, 2001.
1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menambah batang kendali dan burnable poisons. 2. Penggunaan bahan bakar oksida campuran (Th,U)O2 dapat dipertimbangkan agar reaktor dapat bersifat breeding pada spektrum energi termal.
8. OKUMURA, K., KUGO, T., KANEKO, K., and TSUCIHHASHI, K., SRAC: The Comprehensive Neutronics Calculation Code, JAERI, Japan, 2002.
Prosiding PPI - PDIPTN 2007 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2007