Perkawinan Usia Dini : Kajian Sosiologis Tentang Struktur Sosial Di Desa Pengotan Kabupaten Bangli
Putu Santhy Devi Abstract
The marital of the community in the Pengotan Village of Bangli Regency , were set in an awig awig that should be carried out in bulk . The disadvantages of this mass marriage system, led to the occurrence of early marriages because of the awig awig are not expressly required the age limit. The problems which are examined in this studies are as follows : (1) How to organize the social structures of early marriages in the Pengotan Village ? (2) How does the influence of the early marriages to the socio-economic life of the family ? The approach system used in this study is a qualitative method which is conducted in the Pengotan Village . The basic of the research is a case study , while the type of research used is descriptive method that aims to describe the social structure’s relationships in the mass wedding ceremony . The theoretical background that is used in this research is the social action in which there were a component of the social structure. The results of this study indicate that the mass marriage that should be carried out in the Pengotan Village are not explicitly mention the age limits and thus indirectly legitimize the occurrence of early marriages. There are also the cause of the other factors such as : 1) their own accord, 2) economic hardship, 3) lack of education, and 4) pregnancy out of marriage . Early marriages certainly affects the home life. In terms of the economyc factors, where the early age couples do not have the skills so that their income is just enough for their daily needs. While in the terms of social factors, the early age couples of marriages are often encounters the role dysfunctions. Keywords: social structure, legitimacy, early marriages.
A. Latar Belakang Perkawinan adalah suatu kesepakatan antara seorang pria dan seorang wanita untuk membentuk sebuah keluarga dan dari perkawinan ini manusia dapat meneruskan keturunan (generasi) mereka. Perkawinan tidak hanya melibatkan dua orang yang saling mencintai saja tetapi dapat juga menyatukan dua keluarga baru dari pihak pria maupun wanita. Pada umumnya perkawinan dilakukan oleh orang dewasa yang sudah memiliki kematangan emosi karena dengan adanya kematangan emosi ini mereka
akan dapat menjaga kelangsungan perkawinannya (Idianto, 2004: 28). Selain dibutuhkan kematangan emosi dalam perkawinan dibutuhkan pula kematangan fisik terutama bagi wanita. Menurut Sumarjati (1991) dalam ilmu kedokteran, kematangan fisik seorang wanita terjadi pada usia 20 tahun karena pada usia tersebut alat reproduksi wanita dapat bekerja secara maksimal. Pada kenyataannya masih banyak ditemukan pasangan yang melakukan perkawinan saat usianya masih sangat muda yaitu dibawah 20 tahun, Sehingga resiko kematian bagi ibu dan bayi menjadi lebih tinggi. Perkawinan usia muda ini tentunya tidak sesuai dengan Undang – Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pada pasal 7 ayat (1) yang menyatakan bahwa pasangan calon pengantin pria dapat melangsungkan perkawinan apabila telah berusia 19 tahun dan calon pengantin wanita telah berusia 16 tahun. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, telah dilakukan revisi pada Undang-Undang Perkawinan khususnya yang terkait dengan batasan usia perkawinan bahwa untuk calon pengantin pria minimal telah berusia 25 tahun, dan untuk calon pengantin wanita berusia 20 tahun. Meskipun batasan usia perkawinan telah ditetapkan dalam UndangUndang Perkawinan No.1 tahun 1974, namun pada kenyataannya masih banyak dijumpai kasus terjadinya perkawinan pada usia muda atau usia dini. Misalnya saja ditemukan kasus Perkawinan usia dini di Desa Pengotan Kabupaten Bangli yang upacara adat perkawinannya mirip dengan upacara adat desa Bali Kuno lainnya yaitu dilakukan secara massal (Muninjaya, 2009: 8). Melihat fenomena tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang masalah perkawinan usia dini di Desa Pengotan yang mana desa tersebut juga pernah menjadi tempat penulis melaksanakan KKN (kuliah kerja nyata) sehingga dapat memudahkan penulis mendapatkan informasi dari masyarakat maupun peneliti sebelumnya yaitu (Muninjaya). Disamping itu penulis juga sudah mengetahui, mengenal, dan memahami karakteristik desa serta masyarakatnya. Desa Pengotan merupakan salah satu dari sembilan desa yang berada di wilayah Kecamatan Bangli. Menurut hasil survey Muninjaya pada tahun 2009,
desa ini dilaporkan memiliki data rumah tangga miskin (RTM) terbanyak di Kabupaten Bangli yaitu sebanyak 507 KK dari 924 KK yang ada. Gambaran umum mengenai kemiskinan di desa ini dapat dilihat dari aspek pendidikannya antara lain jumlah KK RTM yang buta huruf hingga tamat SD tercatat sebanyak 458. Sedangkan yang mampu menembus ke jenjang pendidikan SLTP hanya 44 KK RTM dan hanya 5 KK RTM yang pendidikannya sampai ke jenjang SLTA. Gambaran tentang masalah pendidikan di Desa Pengotan apabila dikaitkan dengan gender akan terlihat lebih menyedihkan lagi karena hanya 42 orang perempuan yang pernah mengenyam pendidikan meskipun hanya sampai pada tingkat SD (Muninjaya, 2009: 4). Selain tingkat pendidikan masyarakat Desa Pengotan yang rendah, mayoritas masyarakatnya menggantungkan hidup dari pertanian pada lahan kering. Selain sebagai petani pekerjaan yang banyak di lakukan antara lain sebagai buruh tani dengan upah berkisar antara Rp 20.000- Rp 25.000 per hari. Selain itu masyarakat Desa Pengotan juga banyak yang bekerja sebagai pengrajin keranjang bambu untuk menambah penghasilan mereka atau sebagai pekerjaan sampingan. Dalam satu hari mereka hanya mampu membuat satu keranjang dengan upah Rp 5.000 sehingga penghasilan mereka rata-rata Rp 150.000 perbulan. Tingkat perekonomian dan pendidikan yang demikian menjadi potret kemiskinan masyarakat di daerah ini. Desa Pengotan juga memiliki permasalahan lain di sektor pertanian seperti kelangkaan air sebagai sumber pengairan bagi lahan kering. Lahan-lahan pertanian ini terletak di dataran tinggi sehingga masyarakat hanya mengandalkan air hujan untuk dapat mengairi ladang mereka maupun untuk kebutuhan seharihari. Bagi masyarakat Desa Pengotan dalam memenuhi kebutuhannya selama musim kemarau mereka harus menghemat air karena sumber mata air yang ada tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat desa. Rendahnya tingkat pendidikan serta tingginya angka kemiskinan masyarakat membuat masyarakat Desa Pengotan memilih cara melangsungkan perkawinan secara massal yang dianggap paling ideal karena biaya perkawinan dapat ditanggung secara bersama-sama. Menurut Dewanto (2011) pelaksanaan
perkawinan massal di Desa Pengotan ini ditetapkan dua kali dalam setahun yaitu pada saat sasih kapat (bulan keempat) dan sasih kedasa (bulan kesepuluh), atau sekitar bulan September-Oktober dan Februari-Maret dalam kalender Masehi. Dalam satu kali upacara perkawinan massal biasanya terdiri dari lima hingga 70 pasangan pengantin. Sampai saat ini dalam setiap pelaksanaan perkawinan massal di Desa Pengotan seringkali terdapat pasangan pengantin yang masih sangat muda, yaitu antara usia 14 – 18 tahun (Muninjaya, 2009: 9). Data perkawinan massal yang di dalamnya terdapat pasangan yang menikah di usia dini di Desa Pengotan Kabupaten Bangli dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 1.3 di bawah ini
Tabel 1.4 Data Perkawinan Massal dan Perkawinan Usia Dini
Jumlah No
Tahun
Jumlah Pasangan Usia
Jumlah Pasangan
Dini
yang Tidak
Pasangan Pengantin
Laki-laki
Perempuan
Diketahui Umurnya
1
2008
41 pasangan
2 orang
5 orang
2 orang
2
2009
34 pasangan
3 orang
9 orang
2 orang
3
2010
56 pasangan
7 orang
9 orang
4 orang
4
2011
39 pasangan
1 orang
3 orang
-
5
2012
48 pasangan
3 orang
-
3 orang
218 pasangan
16 orang
26 orang
11 orang
Total
Sumber : di elaborasi dari data sekunder Dari fenomena tersebut di atas penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kasus perkawinan usia dini yang terjadi di Desa Pengotan Kabupaten Bangli. Penelitian ini penulis batasi pengambilan datanya mulai dari tahun 2010-2013 karena data yang penulis peroleh menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tersebut banyak terdapat pengantin yang menikah pada usia dini.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana struktur sosial mengatur perkawinan usia dini di Desa Pengotan Kabupaten Bangli? 2. Bagaimana pengaruh perkawinan usia dini terhadap kehidupan sosial ekonomi keluarga?
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui struktur sosial dalam mengatur perkawinan usia dini di Desa Pengotan Kabupaten Bangli. 2. Mempelajari dan mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari perkawinan usia dini terhadap kehidupan sosial ekonomi keluarga.
D. Tinjauan Pustaka penelitian yang telah dilakukan oleh Puspitasari (2006) mengenai faktor pendorong terjadinya perkawinan usia muda dan dampaknya terhadap pola asuh keluarga di Desa Mandalagiri Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian yang dilakukan Puspitasari ini menggunakan teknik wawancara dan observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya perkawinan di usia muda adalah faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor orang tua, faktor diri sendiri, dan faktor adat setempat. Muninjaya juga pernah melakukan penelitian di Desa Pengotan Kabupaten Bangli sebagai program pengentasan kemiskinan UCDP (Udayana Community Development Program). Dalam penelitian ini Muninjaya menjelaskan mengenai “perkawinan massal” yang memiliki keunikan serta menjadi ciri khas tersendiri bagi Desa Pengotan. Adapun pelaksanaan upacara perkawinan massal di desa ini ditetapkan dua kali setahun oleh pemuka desa adat setempat. Upacara perkawinan massal ini mendorong terjadinya perkawinan antar muda-mudi yang berusia antara 14-18 tahun (2009 : 9). Zulkifli (2012) juga melakukan penelitian mengenai dampak Sosial pernikahan usia dini yang berada di Desa Gunung Sindur- Bogor. Penelitian ini mengungkapkan bahwa sangat terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang
pernikahan usia dini antara lain disebabkan karena tingkat pendidikan masyarakat sangat rendah. Faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan usia dini menurut Zulkifli yaitu faktor ekonomi, hamil diluar nikah dan takut maksiat, namun secara lebih detail Zulkifli (2012) mengulas bahwa faktor ekonomi adalah sebagai faktor pendorong yang paling dominan. Berbeda dengan uraian penelitian yang telah dilakukan oleh ketiga peneliti diatas.
Penulis lebih mengulas tentang struktur sosial yang menjadi faktor
pendorong dan mengatur terjadinya perkawinan usia dini di Desa Pengotan Kabupaten Bangli serta pengaruh dari perkawinan usia dini terhadap kehidupan sosial dan ekonomi keluarga.
E. Teori Masyarakat biasanya dipandang sebagai sebuah sistem sosial yang dapat diartikan sebagai suatu pola interaksi sosial yang terdiri dari komponenkomponen sosial yang teratur dan melembaga. Karakteristik sebuah sistem sosial yaitu dengan adanya struktur sosial yang mencakup susunan status dan peran yang ada di satuan sosial sehingga nilai-nilai dan norma-norma yang akan mengatur interaksi antar status dan peran sosial tersebut. Pada struktur sosial terdapat unsur-unsur sosial yang pokok, misalnya seperti kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial dan lapisan-lapisan sosial (Narwoko, 2007: 125). Masyarakat selaku bagian dari struktur sosial akan melakukan tindakan sosial yang bertujuan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Terkait dengan teori tindakan sosial Weber dia tidak memisahkan dengan tegas antara struktur sosial dengan pranata sosial (Ritzer, 2009: 37). Teori strukturasi Giddens (dalam Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2010: 510-511) dia “tidak menyangkal fakta bahwa struktur dapat memaksa dan mengendalikan tindakan”. Namun para sosiolog juga telah gagal memperhatikan fakta bahwa “struktur selalu membatasi maupun memungkinkan tindakan”. Berangkat dari teori Weber dan Giddens terlihat hubungan antara “seluruh tindakan sosial memerlukan struktur dan seluruh struktur memerlukan tindakan sosial” (Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2010: 508). Jadi struktur sosial mempunyai perananan
yang penting dalam segala tindakan sosial yang dilakukan oleh aktor dalam kehidupan sehari-hari. Berbicara mengenai struktur sosial Marx membagi struktur sosial dalam pembagian kelas menjadi dua yaitu kelas borjuis (pemilik modal) dan proletar (buruh). Berbeda halnya menurut Giddens (1984) (dalam Priyono, 2002 :24) “struktur dapat dibagi menjadi tiga dimensi struktural sistem sosial yaitu pertama, struktur signifikasi (signification), yaitu struktur yang berhubungan dengan pengelompokan dalam simbol, pemaknaan dan wacana. Kedua, struktur penguasaan (domination), yaitu struktur yang mencakup penguasaan orang dalam pengertian penguasaan politik dan ekonomi. Ketiga, struktur legitimasi (legitimation), yaitu struktur yang berkaitan dengan peraturan yang bersifat normatif biasanya terdapat dalam tata hukum”. Terlihat hubungan antara Marx dengan Giddens terkait struktur sosial, dimana mereka mempunyai kesamaan bahwa dalam struktur sosial terdapat kaum penguasa yang memiliki kekuatan legitimasi.
F. Metodologi Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan suatu kejadian atau fenomena yang terjadi oleh sebuah subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa dengan suatu konteks yang alamiah (Moleong, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang hubungan struktur sosial dengan praktek yang dilaksanakan agensi yaitu pasangan yang menikah dalam upacara perkawinan massal di Desa Pengotan Kabupaten Bangli. Dengan demikian permasalahan yang diteliti yaitu perkawinan usia dini dapat dikaji secara mendalam serta diuraikan secara sistematis dan faktual.
G. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini berada Desa Pengotan, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Penulis memilih desa ini karena keunikannya yaitu adanya perkawinan massal yang diselenggarakan oleh Desa Adat yang ikut mendorong dan melegitimasi perkawinan usia dini. Selain itu desa ini juga dipilih dengan mempertimbangkan beberapa , yaitu (1) Desa ini pernah menjadi tempat penulis melakukan kuliah kerja nyata sehingga lokasi dan karakteristik masyarakat desa ini sudah cukup diketahui dengan baik. (2) Penulis juga sudah mengenal beberapa pejabat desa setempat yang diharapkan dapat memberikan informasi data yang diperlukan. (3) Desa ini terletak kurang lebih 17 km ke arah utara dari pusat kota Kabupaten Bangli atau kira-kira 53 km dari pusat Kota Denpasar. (4) Jarak dari tempat tinggal penulis dapat ditempuh dengan sepeda motor dalam waktu kurang lebih satu jam. Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 1 tahun terhitung sejak bulan Januari 2013 hingga Januari 2014.
H. Penentuan Informan Informan ditetapkan dengan cara purposive sampling, yakni dipilih orangorang yang berkaitan dan dianggap mampu memberikan informasi atau data dalam penelitian ini, Sebagai informan pangkal penulis tentukan kepala Desa Dinas Pengotan dan sekertaris Desa karena memiliki pengetahuan dan mampu memberikan informasi mengenai seluk beluk desa baik dari jumlah seluruh penduduk sejak tahun 2008 sampai 2013, jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, pekerjaan penduduk desa, tingkat pendidikan dan lainlain. Selain itu informan pangkal ini dapat mengarahkan penulis untuk mencari informan kunci lainnya yaitu Bendesa adat untuk mendapatkan data mengenai orang yang melakukan perkawinan massal, pasangan yang menikah di usia yang masih sangat muda. Informan kunci lainnya penulis tentukan yaitu orang-orang yang berkaitan dengan orang yang melakukan perkawinan pada usia dini. Dalam
ini yang
dimaksudkan adalah orang tua, saudara atau kerabat dekat maupun orang yang melakukan perkawinan usia dini ini. Informasi yang ingin didapat yaitu faktor apa yang mendorong orang tua mau menikahkan anaknya yang masih berusia sangat
dini. Informan ini diharapkan nantinya dapat memberikan informasi tentang faktor pendorong sehingga mereka ingin melakukan perkawinan di usia dini dan dampak dari perkawinan usia dini yang dirasakan oleh informan ini.
I. Teknik Pengempulan Data a. Observasi Observasi yaitu mengadakan pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui dan mengamati situasi dan keadaan
di lokasi penelitian untuk
memperoleh hasil yang obyektif sesuai dengan realita di lapangan. Observasi penulis lakukan pada saat pelaksanaan upacara ini dilangsungkan yaitu pada saat sasih kapat (bulan keempat) dan sasih kedasa (bulan kesepuluh), atau sekitar bulan September-Oktober dan Februari-Maret dalam kalender Masehi. Observasi juga dilakukan saat ada pertemuan muda-mudi dan diharapkan ditemukan faktor yang menyebabkan mereka berkeinginan menikah pada usia dini. b. Wawancara mendalam (Indepth Interview) Wawancara mendalam (indepth interview) yaitu mengumpulkan sejumlah data dan informasi secara mendalam dari informan dengan menggunakan pedoman wawancara atau melakukan kontak langsung dengan subyek yang diteliti secara mendalam, utuh, dan terperinci. Wawancara ditujukan kepada informan pangkal dan informan kunci untuk mendapatkan informasi mengenai masalah yang akan diteliti. Wawancara dilakukan dengan informan di tempat yang telah disepakati sebelumnya. c. Dokumen Dokumen adalah sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang disediakan adalah berbentuk foto, dan sebagainya. Penulis mencari data-data yang berhubungan dengan perkawinan usia dini.
J. Teknik Analisis Data Pada analisis data kualitatif, peneliti mendeskripsikan data berupa katakata atau kalimat-kalimat yang disusun hingga menjadi satu kesatuan dalam teks
yang diperluas. Analisis data ini berupa kegiatan yang akan dilakukan secara terus-menerus selama dalam penelitian. Kegiatan ini terdiri dari tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi (Miles dan Huberman, 1992:16)
K. Struktur Sosial Masyarakat Desa Pengotan Pada sosiologi, struktur sosial seringkali digunakan untuk menjelaskan tentang keteraturan sosial, yaitu menunjuk pada prinsip perilaku yang berulangulang dengan bentuk dan cara yang sama. Namun Sebagian para ahli juga menganggap bahwa “struktur sosial identik dengan penggambaran tentang suatu lembaga sosial, sebagian lain menggambarkan suatu struktur sosial dengan istilah pranata sosal, bangunan sosial dan lembaga kemasyarakatan” (Abdulsyani, 1994: 67-68). Sedangkan menurut Taneko (dalam Setiadi dan Kolip 2011: 39-40) menjelaskan bahwa struktur sosial adalah “keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompokkelompok sosial serta lapisan-lapisan sosial”. Struktur sosial yang dimaksud oleh penulis yaitu adanya perkawinan massal yang diwajibkan oleh adat Desa Pengotan untuk mengurangi beban ekonomi masyarakat. Upacara perkawinan massal di Desa Pengotan ini memiliki sejarah dan tujuan seperti yang dijelaskan oleh Bendesa Adat Desa Pengotan. Bahwa sejarah upacara ini sudah berlangsung sebelum Bali dijajah oleh Belanda yang sampai sekarang upacara ini tetap dijaga dan diterapkan oleh masyarakat, serta menjadi tradisi bagi penduduk setempat. Namun dari perkawinan massal tersebut menimbulkan masalah baru. Adapun masalah baru dalam konteks penelitian ini adalah munculnya perkawinan usia dini yang secara tidak langsung dilegitimasi oleh struktur sosial di Desa Adat Pengotan .
L. Perkawinan Usia Dini dan Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga a. Perkawinan Usia Dini
Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting yang tidak akan pernah dilupakan dalam kehidupan seseorang. Pada saat dua orang yang saling mencintai dan sepakat untuk membina sebuah keluarga yang bahagia maka kesepakatan tersebut akan diwujudkan dalam suatu ikatan yang disebut dengan perkawinan. Perkawinan yang dianggap paling ideal adalah perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang telah berusia diatas 21 tahun. Selain itu menurut ilmu kedokteran bahwa seorang wanita yang berusia antara 19-21 tahun dianggap telah memiliki organ reproduksi yang sudah cukup kuat dan secara psikologis sudah berkembang dengan baik, serta siap untuk dapat melahirkan keturunannya. Perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang berusia terlalu muda secara psikoligis belum menunjukkan kematangan secara mental karena jiwanya masih labil yang dipengaruhi oleh keinginannya untuk bergaul secara bebas dengan teman-teman seusianya sehingga belum memiliki kesiapan untuk mengurus keluarga. Seperti yang terjadi di Desa Pengotan yang sudah sejak dulu masyarakat setempat memiliki kebiasaan menikah diusia dini. Orang tua terdahulu memang biasa sudah menikah pada usia dini sehingga masyarakat tidak merasa bahwa perkawinan usia dini memiliki pengaruh negatif terhadap kehidupan keluarganya. b. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Usia Dini 1. Kemauan Sendiri Penelitian yang dilakukan penulis di Desa Pengotan Kabupaten Bangli menemukan adanya beberapa faktor yang menjadi alasan informan melakukan pernikahan usia dini. Salah satu alasan mereka melakukan perkawinan pada usia dini antara lain karena faktor kemauan sendiri. Pada zaman dahulu banyak pasangan yang melakukan pernikahan berdasarkan atas kehendak orang tua atau karena hubungan kekerabatan yang sangat akrab. ini seringkali terjadi karena keterbatasan komunikasi antara remaja zaman dulu yang belum mengenal teknologi canggih seperti sekarang atau karena adanya larangan keluar rumah bagi anak gadis. ini membuat para gadis zaman dulu jarang bertemu dengan pemuda lain sehingga mereka sangat sulit menemukan jodoh berdasarkan kemauannya sendiri. Oleh karena itu para orang tua
seringkali menjodohkan putra putrinya dengan keluarga atau kerabat yang sudah mereka kenal dengan baik. Pada zaman sekarang pernikahan seringkali dilakukan atas dasar suka sama suka, karena kemauan sendiri atau karena adanya perasaan saling mencintai satu sama lain. Bukan lagi karena adanya ikatan perjodohan atau karena kemauan orang tua. 2. Kesulitan Ekonomi Disamping itu ada pula pasangan yang menikah karena faktor sulitnya kehidupan orang tua yang ekonominya pas-pasan sehingga terpaksa menikahkan anak gadisnya dengan keluarga yang sudah mapan dalam perekonomian. Keputusan menikah kadang kala muncul dari inisiatif anak itu sendiri yang ingin meringankan beban ekonomi orang tuanya dengan cara menikah pada usia muda. Adapula yang menikah dalam usia dini karena faktor kesulitan ekonomi dan berharap dengan melakukan pernikahan lebih cepat akan dapat meringankan beban orang tuanya. Selain itu untuk menghindari terjadinya hamil diluar nikah sehingga tidak menjadi aib orang tua serta terhindar dari sanksi adat berupa denda. 3. Pendidikan Selain itu faktor pendidikan juga menjadi salah satu penyebab terjadinya perkawinan usia dini. Rendahnya tingkat pendidikan yang bersangkutan mendorong terjadinya pergaulan bebas karena yang bersangkutan memiliki banyak waktu luang dimana pada saat bersamaan mereka seharusnya berada di lingkungan sekolah. Banyaknya waktu luang yang tersedia mereka pergunakan pada umumnya adalah untuk bergaul yang mengarah kepada pergaulan bebas di luar kontrol mengakibatkan banyak terjadi kasus hamil pra nikah sehingga terpaksa dinikahkan walaupun masih berusia sangat muda. Disamping itu adanya pandangan orang tua bahwa apabila anak gadisnya melanjutkan sekolah pada tingkat SLTA yang letaknya jauh dari rumah menyebabkan sulitnya pengawasan yang dikhawatirkan terjadinya pergaulan bebas dan seringkali berakibat pada kehamilan diluar nikah.
Sehingga para orang tua berpendapat bahwa anak gadis tidak perlu bersekolah tinggi dan akan lebih aman jika dinikahkan walaupun dalam usia yang masih sangat muda. Rendahnya tingkat pendidikan orang tua mendorong terjadinya percepatan keputusan untuk segera menikahkan anakanaknya walaupun masih dibawah umur demi untuk mengurangi beban keluarga. Apabila ini berlangsung lama dan terus menerus dari waktu ke waktu maka dapat berakibat terjadinya stagnasi pada bidang pendidikan serta memberikan dampak terjadinya kemiskinan secara turun temurun. 4. Hamil di Luar Nikah Adapula faktor karena informan yang sudah hamil di luar nikah yang terpaksa harus dinikahkan untuk menghindari aib keluarga mereka. Begitu pula dengan Kustini (2013) yang telah melakukan penelitiannya di Cianjur mengemukakan pendapatnya tentang faktor penyebab terjadinya perkawinan di bawah umur, yaitu karena orang tua lebih memilih segera menikahkan anaknya. Walaupun masih dibawah umur daripada anak perempuannya terlanjur hamil duluan. Selain itu keharusan anak untuk menaati perintah orang tuanya yaitu menikah meskipun diusia muda untuk dapat membantu perekonomian keluarga mereka. Faktor budaya juga mempengaruhi masyarakat Desa Pengotan sepertinya yang telah di teliti oleh Kustini (2013) di Cianjur mengenai bangganya orang tua apabila anaknya yang berusia masih belia yang masih duduk dibangku SD sudah dilamar. Justru berbeda apabila seorang gadis belum juga dilamar maka akan menjadi kekhawatiran orang tua terhadap masa depan anaknya
M. Pengaruh Perkawinan Usia Dini Terhadap Kehidupan Sosial-Ekonomi Keluarga
1. Kehidupan Sosial Dalam sosiologi keluarga dikenal adanya bentuk-bentuk keluarga yang salah satunya disebut dengan keluarga batih atau keluarga inti. Keluarga batih dapat terbentuk dari adanya suatu perkawinan yang dilakukan oleh pasangan
suami istri yang kemudian memiliki anak-anak dari hasil perkawinan tersebut. Jadi, susunan keluarga dalam keluarga batih terdiri dari ayah, ibu, dan anakanak. Di Desa Pengotan sendiri jarang dijumpai keluarga batih karena pada umumnya masyarakatnya masih terbiasa tinggal dalam ikatan keluarga besar yang terdiri dari ayah, ibu, anak-anak, mertua, ipar, sepupu dan sebagainya. Ikatan keluarga seperti ini dalam sosiologi keluarga dikenal dengan sebutan keluarga luas. Kebiasaan tinggal dalam satu pekarangan rumah bagi pria yang telah menikah adalah yang sudah lumrah dijumpai di Desa Pengotan, sehingga tidak jarang ditemukan 4 kepala keluarga (KK) atau bahkan lebih yang tinggal dalam satu pekarangan rumah. Diantara keluarga luas itu kadangkala ada pasangan yang menikah dalam usianya yang masih dini. Suami istri yang menikah dalam usia dini sering terjadi perbedaan pendapat diantara keduanya karena jiwanya masih labil, emosi yang tidak terkontrol, egonya yang tinggi, sifat kekanak-kanakan, kurang bertanggung jawab sehingga lebih mudah terjadi pertengkaran. Berikut ini kisah yang dialami oleh pasangan YS dan ID : YS sebagai seorang suami yang terpaksa mengambil cuti dari kuliah pada salah satu perguruan tinggi karena pacarnya hamil pra nikah sehingga memaksanya untuk menikahinya. Keinginan untuk melanjutkan kuliah terpaksa ditunda demi menjaga istrinya yang sedang hamil disertai emosi yang tidak terkontrol. Dalam kehidupan perkawinannya sering terjadi ketidakharmonisan dan pertengkaran karena kurangnya wawasan istri yang hanya berpendidikan setingkat SMP sehingga YS harus sering mengalah agar ID tidak mudah stress yang dapat berpengaruh pada janin yang sedang dikandungnya. Anak yang jarang menikmati kebersamaan dengan bapaknya karena kesibukan bapak sebagai kepala keluarga dalam kegiatan adat, membuat mereka jarang berinteraksi dengan anak-anaknya. Disisi lain kebiasaan pria di Desa Pengotan yang senang melakukan judi sabung ayam (tajen) membuat mereka lupa pada tanggung jawabnya menjaga dan mengasuh anak-anaknya. Sedangkan sebagai seorang ibu dengan sifat-sifatnya yang kurang dewasa sehingga kurang berpengalaman dalam
menjaga kebersihan rumah dan
lingkungan serta kesehatan makanan untuk anak-anaknya. Disisi lain anakanak seusia ini sangat membutuhkan asupan gizi yang cukup dan berguna bagi pertumbuhannya di kemudian hari sebagai generasi penerus bangsa. Kesulitan dalam mendapatkan air bersih untuk MCK menjadi persoalan lain bagi mereka untuk menggunakan WC dan kamar mandi. Sehingga untuk keperluan buang air besar atau mandi mereka melakukannya di semak-semak atau kebun dan sungai. Kondisi ini semakin parah dengan sistem pertanian mereka yang menggunakan kotoran binatang sebagai pupuk sehingga mengundang populasi lalat yang dapat mengganggu kesehatan keluarganya. Selain itu anak-anak mereka bahkan jarang mandi sehingga nampak kurang terawat dan terlihat tidak sehat serta kumal. Mereka makan dan bermain sendiri tanpa diawasi oleh orang tua di halaman rumah yang juga merupakan tempat binatang peliharaan seperti ayam, anjing, sapi dan babi berkeliaran. Hal ini membuat kondisi anak mudah terserang penyakit. Peran seorang ibu yang dituntut selalu siap dalam dan urusan rumah tangga seperti memasak, mengurus suami dan anak serta urusan adat serta urusan upacara belum dapat diandalkan karena mereka masih banyak dibantu oleh peranan orang tua maupun mertua. Pada dasarnya pasangan yang menikah diusia dini belum siap untuk mengerjakan urusan rumah tangga.
Adapula
dampak yang dapat terjadi dari perkawinan usia dini yang telah peneliti lakukan juga didukung dengan hasil penelitian Kustini (2013) beberapa dampaknya sama dengan yang telah peneliti temukan yaitu pendidikan yang harus terputus, mengalami hubungan seksual di usia masih anak-anak, mengalami hamil di usia anak-anak, dan kurang memiliki daya saing dalam bursa kerja karena pada umumnya pekerjaan mensyaratkan pendidikan di level tertentu. 2. Kehidupan Ekonomi Tidak jarang bagi mereka yang melangsungkan perkawinan di usia dini tidak pernah memikirkan masalah yang akan timbul disaat mereka hidup berumah tangga. Mereka hanya memikirkan bagaimana caranya agar mereka dapat sesegera mungkin hidup bersama pasangannya. Masalah yang akan timbul
nanti adalah persoalan belakangan tidak perlu dipikirkan bagaimana cara menghadapi persoalan itu. Begitu pula dengan masalah yang dihadapi oleh pasangan-pasangan yang menikah pada usia dini di Desa Pengotan Kabupaten Bangli pada umumnya mengalami permasalahan dalam ekonomi. Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan kepada beberapa informan tersebut bahwa selama menikah mayoritas mereka mengalami kesulitan dalam perekonomian keluarga. Berdasarkan pengakuan mereka ratarata memiliki penghasilan paling sedikit Rp 1.000.000 hingga yang paling banyak Rp 3.000.000 per bulannya. Dalam usahanya untuk memperbaiki keadaan ekonomi keluarga, mereka mengalami dilema karena rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki sehingga mereka otomatis tidak memiliki keterampilan yang bisa diandalkan untuk dapat bekerja dengan layak sebagai tambahan penghasilan keluarga. Satu-satunya keterampilan yang dimiliki adalah keterampilan di bidang pertanian yang mereka warisi dari keahlian orang tuanya. Walaupun dalam usia perkawinan mereka yang baru berjalan kurang dari tiga tahun masih belum terjadi pertengkaran-pertengkaran yang dapat menjadi pemicu dari keretakan rumah tangga, namun tanda-tanda kearah itu sudah terlihat sehingga kapan saja perceraian dapat terjadi.
N. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang Perkawinan Usia Dini : Kajian Sosiologis Tentang Struktur Sosial di Desa Pengotan Kabupaten Bangli dan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut: 1. Secara tidak langsung keberadaan struktur sosial turut mengatur terjadinya perkawinan usia dini karena batasan usia untuk melakukan upacara perkawinan massal belum diberlakukan secara tegas dan ketat sehingga masih memberikan peluang masyarakat Desa Pengotan untuk bisa melakukan perkawinan usia dini. Sehingga sesuai dengan pendapat para sosiolog yang telah gagal memperhatikan fakta bahwa “struktur selalu
membatasi maupun memungkinkan tindakan” (Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2010: 510-511). 2. Bahwa pada umumnya penduduk Desa Pengotan melakukan perkawinan usia dini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor ekonomi untuk mengurangi beban keluarga, faktor kemauan sendiri karena merasa sudah saling mencintai, faktor hamil diluar nikah sehingga merasa harus bertanggung jawab, faktor letak SLTA sangat jauh sehingga menimbulkan kekhawatiran orang tua terhadap kurangnya pengawasan bagi anak gadis yang dapat berdampak terjadinya kehamilan diluar nikah. 3. Masalah-masalah yang dialami oleh pasangan perkawinan usia dini seperti adanya keegoisan antara pasangan itu sendiri, terjadinya pertengkaran antar suami-istri yang jika ini terus menerus terjadi dapat mengakibatkan perceraian yang tidak hanya dirasakan oleh pasangan tersebut tetapi juga berpengaruh kepada kerekatan hubungan orang tua kedua belah pihak.
O. Saran Berdasarkan atas kesimpulan yang telah dikemukakan, maka penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Pemerintah sebagai aparatur negara yang bertugas memajukan pendidikan di wilayahnya wajib menyediakan sarana dan prasarana seperti sekolah setingkat SLTA lebih banyak lagi untuk dapat mudahnya dijangkau oleh masyarakat serta memudahkan pengawasan terhadap anak gadis sehingga tidak terjadi kekhawatiran orang tua anaknya akan mengalami kehamilan di luar nikah atau menyelenggarakan pendidikan secara gratis 2. Apabila tradisi perkawinan massal ini tetap dipertahankan, maka pemberlakuan ketentuan awig-awignya harus lebih tegas dan konsisten sehingga tidak terjadi pelanggaran yang berakibat banyak terjadinya perkawinan usia dini dengan melakukan pencatatan data pasangan secara akurat.
3. Meninjau kembali isi aturan-aturan dan ketentuan tentang perkawinan massal dengan memberikan sanksi yang lebih berat dan dapat menimbulkan efek jera bagi yang melanggar.
DAFTAR PUSTAKA Buku Bacaan Abdulsyani. (1994). Sosiologi Skematika, Teori Dan Terapan. Jakarta, Bumi Aksara. Ahmadi, Abu. (2007). Sosiologi Pendidikan. Jakarta, PT Asdi Mahasatya. Arthayasa, I Nyoman, dkk. (1998). Petunjuk Teknis Perkawinan Hindu. Surabaya, Paramita. Atmaja, Jiwa. (2008). Bias Gender Perkawinan Terlarang Pada Masyarakat Bali. Denpasar, Udayana University Press. Chudori, H.S. (1997). Liku-Liku Perkawinan. Jakarta, Pustaka Pembangunan Swadaya. Damsar. (2011). Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta, Kencana. Giddens, Anthony. (1995). The Constitutional Of Society Teori Strukturasi Untuk Analisis Sosial (A.L Sujono, Trans), Polity Press Cambridge-UK Original Work diterbitkan tahun 1984. Goode, William J. 1983. Sosiologi Keluarga. Jakarta, PT Bina Aksara. Hawari, Dadang dkk. (1991). Persiapan Menuju Perkawinan Yang Lestari. Jakarta, Pustaka Antara. Herry, B & Priyono. (2002). Anthony Giddens Suatu Pengantar. Jakarta, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). Ibrahim, Jabal Tarik. (2002). Sosiologi Pedesaan. Malang, Universitas Muhammadiyah Malang.
Idianto, Muin. (2004). Sosiologi untuk SLTA Kelas X. Jakarta, Erlangga. Koentjaraningrat. (1982). Sejarah Teori Antropologi. Jakarta, Universitas Indonesia. Miles, Matthew B. Dan A. Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif (Tjetjep. R.R, Trans), Jakarta, Universitas Indonesia. Muninjaya, A.A.Gde. (2009). Udayana Community Development Program di Desa Pengotan, Bangli 2010-2014. Denpasar, Udayana University Press. Nirwana, A.B. (2011). Psikologi Kesehatan Wanita. Yogyakarta, Nuha Medika. Nasution, S. (2010). Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi, Disertasi, Makalah. Jakarta, Bumi Aksara. . (2011). Sosiologi Pendidikan. Jakarta, Bumi Aksara. Narwoko, Dwi.J & Bagong Suyanto. (2007). Sosiologi: Teks Pengantar & Terapan. Jakarta, Kencana. Poloma, Margaret M, (2004). Sosiologi Kontenporer. Jakarta, Raja Grafindo Persada. Prodjohamidjojo, MR Martiman. (2011). Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta Selatan, Indonesia Legal Center Publishing. Ritzer, George. (2009). Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta, Rajawali Pers. Ritzer, George & Douglas J. Goodman. (2010). Teori Sosiologi Modern. Jakarta, Kencana. Setiadi, Elly M & USLTAn Kolip. (2011). Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta Dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya. Jakarta, Kencana. Saptari, Ratna. (1997). Perempuan, Kerja, dan Perubahan Sosial. Jakarta, Pustaka Utama Grafiti.
Simanjuntak, B.A. (2006). Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba Hingga 1945. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. Soehartono, Irawan. (2008). Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. Soekanto, Soerjono. (1986) Pengantar Sosiologi Kelompok. Bandung, Remadja Karya CV. . (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta, Rajawali. Sudarsana, I.B. Putu. (2010). Ajaran Agama Hindu Upacara Manusia Yadnya. Denpasar, Yayasan Dharma Acarya Sumiarni, Endang & M. Hum. (2004). Kajian Hukum Perkawinan Yang Berkeadilan Jender. Yogyakarta, Wonderful Publishing Company. Supardan, Dadang. (2009). Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta, Bumi Aksara. Suwantana, I. Gede. (2007). Seks Sebagai Pendakian Spiritual Kajian Teks Resi Sembina. Denpasar, Program Pascasarjana IHDN Denpasar Sari Kahyangan Indonesia. Swastika, I Ketut Pasek. (2010). Buku Pegangan Rumah Tangga Hindu Grhastha Asrama Menuju Keluarga Satyam-Sivam-Sundaram. Surabaya, Paramita. Wiana, I Ketut. (1997). Beragama Bukan hanya Di Pura. Denpasar, Yayasan Dharma Naradha.
DOKUMEN Anonim. (2013). Kehamilan di Bawah Usia 20 Tahun Picu “Stunting”. Bali post, 3 Desember 2013, 7. Kol 1-3.
INTERNET
Dewanto. (2011). Menikah Harus Besama-Sama. Diakses pada tanggal 16 Februari 2013 dari http://travel.kompas.com/read/2011/06/08/0911291/Di.Pengotan.Menikah. Harus.Bersama-sama. Juniarta, I Made. (2013) Dampak Perkawinan Di Bawah Umur Ditinjau dari Hukum Adat Bali Di Desa Kamasan, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung. Diakses pada tanggal 27 Mei 2013 dari http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPP/article/download/403/348 Nugraha. (2002). Pengertian Perkawinan Dini. Diakses pada tanggal 29 April 2013 dari http://www.psychologymania.com/2012/06/pengertianperkawinan-dini.html. Puspitasari. (2006) Perkawinan Usia Muda: Faktor Pendorong dan Dampaknya Terhadap Pola Asuh Keluarga (Studi Kasus di Desa Mandalagiri Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya). Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan: Universitas Negeri Semarang. Diakses pada tanggal 24 Januari 2013 dari http://www.scribd.com/franky/d/51109799/8-Tabel-2-Perbandingan Dampak-Perkawinan-Usia-Muda. Raharjo, Agus. (2013). KPAI: Usia 16 Tahun Termasuk Kategori Usia Anak. http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/02/13/mi60cv-kpaiusia-16-tahun-masuk-kategori-usia-anak Rosihan (2011) Hindari Kawin Muda Agar Hidup Bahagia. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2012 dari http: //media.hariantabengan.com/index/detailopiniberitaphoto/id/13935. Titib, I Made (2008). Pengertian dan Fungsi Pura. Diakses pada tanggal 29 Desember 2013 dari http://singaraja.wordpress.com/2008/04/11/pengertian-dan-fungsi-pura/ Zulkifli, Ahmad (2012). Dampak sosial perkawinan usia dini studi kasus di desa Gunung sindur-Bogor. Skripsi. Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas UIN Syarif Hidayatullah. Diakses pada tanggal 7 April 2013 dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/21872.
Anonim. (2012) Pengertian Struktur Sosial Menurut Para Ahli Sosiologi. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2013 http://www.artidefinisi.com/2012/12/pengertian-struktur-sosial-menurutpara.html. Anonim. (2007). Pengertian Metode Penelitian Kualitatif. Diakses pada tanggal 22 Januari 2014 dari http://www.library.upnvj.ac.id.