Perilaku Konsumtif Terhadap Tas “KW” Sebagai Salah Satu Bentuk Budaya Konsumer: Studi Kasus Konsumen dan Penjual Tas “KW” Pasar Pagi Mangga Dua, Jakarta Menik Sukma Pratiwi, Daisy Indira Yasmine Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan fenomena budaya konsumer tas “KW”. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan menggunakan strategi studi kasus melalui teknik pengumpulan data berdasarkan observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menemukan adanya sebab kemunculan perilaku kosumtif, antara lain dominasi komoditas di pasar dan komodifikasi tanda atau makna pada komoditas. Melalui penyebab kemunculan, peneliti menggambarkan budaya konsumer tas “KW” melalui karakteristik konsumen tas “KW”. Konsumen terbagi menjadi dua macam, yaitu yang mengkonsumsi fungsi dan yang mengkonsumsi tanda. Untuk konsumen konsumsi fungsi sekedar melihat aspek kegunaan tas sebagai alat bantu membawa barang, Untuk konsumen yang konsumsi tanda cenderung berujung pada rasa cinta dan pemujaan konsumen terhadap komoditas. Motif konsumen dalam konsumsi variatif. Ada konsumen yang mengambil penanda dari komoditas untuk kebutuhan tren fashion terbaru, ada juga yang mengambil tanda untuk menunjukan dirinya adalah perempuan yang feminin.. Akan tetapi secara keseluruhan, tujuan utama konsumen konsumsi tanda adalah satu, agar dirinya lebih diterima oleh masyarakat. Consumptive Behaviour toward “KW”s Bag as Consumer Culture: Case Study Resellers and Consumers at Pasar Pagi Mangga Dua Abstract The purpose of this study is to describe consumptive behaviour toward “KW”s bag. The qualitative approach is applied in this case study through a detailed data collection which is observing and in-depth interviewing. This study found there is some factors that make this case appear. Those factors are domination of commodity in market and commodification of sign or meaning in commodity. Start from some causes that make this case appear, researcher describe consumer culture from consumer characteristic. There is two kind of consumer, it is consumer that consume function of the bag and consumer that consume sign or meaning of the bag. For the consumer who consume function of the bag, they look at the bag as a tool to help them carrying some stuff. Meanwhile, for consumer that consume sign or meaning, they looking for something inside of the bag and makes them love the bag. Researcher look this phenomenon as a commodity fetishism. There’s different motive when consumer consume the commodity. For example, some consumer consume to following trends of fashion and some of them consume to make them look more feminine. Looking at whole of the motive, researcher found the main purpose consumer consume sign or meaning from the bag is to make consumer be able to accepted in society. Keywords : Late Capitalism, Globalization, Consumer Culture, Sign, Commodity Fetishism
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
Pendahuluan Terkait kemunculan perilaku konsumtif pada tas “KW”, pertama peneliti menjelaskan perbandingan antara tas bermerek versi asli dengan tas “KW”. Contoh yang peneliti kemukakan pertama adalah tas dengan merek Furla. Tas merek ini sangat terkenal baik di Indonesia maupun mancanegara. Berdasarkan data dari Official Website Furla yaitu www.Furla.com, merek Furla pernah mengeluarkan produk tas yang diberi judul Candy Satchel Moon dan hanya tersedia dalam beberapa warna, yaitu brown and white, navy blue and brown, pink and peach, blue and peach, white and peach, dan soft green and peach. Harga untuk satu produk ini adalah $498.00 atau sekitar lima juta rupiah. Tas tersebut dijual dengan harga yang cukup mahal karena tas ini sengaja diproduksi untuk konsumen kalangan kelas menengah ke atas. Karena banyak kalangan menengah ke bawah yang juga ingin memiliki tas ini namun tidak memiliki kemampuan untuk membeli, bermunculan satu per satu merek Furla versi “KW”, khususnya di Indonesia. Perbandingan harga antara tas Furla asli dengan Furla “KW” sangatlah jauh. Versi tas “KW” dari merek ini dijual di salah satu online shop hanya dengan harga Rp. 80.000. Jika dilihat dari rentang harganya, antara versi asli dengan versi “KW” nya sangat jauh berbeda. Dengan harga yang murah, bentuk yang mirip dan berlabel merek ternama dunia, banyak masyarakat kita yang mau mengkonsumsi produk ini meskipun kualitasnya jauh dari tas versi aslinya. Tas bermerek dikonstruksikan memiliki tanda atau makna tersendiri bagi yang mengkonsumsi. Sesuai dengan ciri masyarakat konsumsi, masyarakat mengkonsumsi suatu barang atau jasa untuk menunjukkan identitas sosialnya, menunjukan posisi sosial dalam masyarakat dan menampilkan citra serta gaya hidup yang dikonstruksikan oleh industri budaya sebagai citra dan gaya hidup kelas atas (Abercrombie dalam Suyanto, 2013, p. 125). Tanda atau makna yang terkandung dalam tas inilah yang cenderung dikonsumsi. Hal ini menyebabkan kemunculan tas “KW” berlabel merek ternama menjadi cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia. Selain label merek ternama, kekecewaan atas harga yang diberikan produsen asli dari produk juga melatarbelakangi lahirnya tas “KW”. Tas “KW” memiliki bentuk yang cenderung mirip, kualitasnya bisa dekat dengan merek asli, dan dijual dengan harga yang jauh lebih terjangkau. Akan tetapi dibalik kemunculannya, terdapat jeratan hukum atas konsumsi tas “KW”. Salah satu contoh aturan hukum di Indonesia yaitu pada undang-undang nomor 19 tahun 2002 pada pasal 72
ayat 2. Pasal ini berbunyi, “Barangsiapa dengan sengaja
menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),” (Undang-Undang Republik Indonesia No 19, 2002). Hingga saat ini peraturan tentang HKI (Hak Kekayaan Intelektual) tidak berjalan efektif di Indonesia. Menurut Hidayat dalam tulisannya yang berjudul Pembajakan Produk: Problema, Strategi Dan Antisipasi Strategi tahun 2005, fenomena ini terjadi karena minimnya penegakan hukum atas peraturan ini, tetapi hal ini hanya salah satu variabel pendukung. Aspek utama yang menyebabkan fenomena ini terjadi di Indonesia karena negara ini masih termasuk dalam negara industrial muda (Hidayat, 2005: 70). Pada fase ini, Indonesia cenderung memiliki banyak hukum yang belum jelas baik dalam realisasi maupun perencanaan yang matang. Dari aspek utama yang telah disebutkan, terlihat bahwa situasi di Indonesia sebenarnya memiliki hukum tertulis yang jelas mengenai konsumsi barang ilegal. Masyarakat Indonesia juga memiliki nilai bahwa menggunakan barang ilegal adalah bentuk perilaku yang salah. Tetapi pada kenyataanya, dua aspek tersebut tidak berjalan. Banyak dari masyarakat Indonesia saat ini menjadi konsumen setia tas bermerek tiruan. Melihat fenomena ini, peneliti merasa perlu untuk membahas terkait fenomena perilaku konsumtif pada tas “KW” melalui tanda atau makna yang terkandung dalam komoditas yang digali melalui kacamata konsumen dan penjual dari komoditas ini. Tinjauan Teoritis Dalam penelitian ini, peneliti melakukan kajian terhadap hasil penelitian serupa yang membahas masalah perilaku konsumsi. Peneliti mengkaji beberapa hasil penelitian dari jurnal ilmiah, antara lain konsumsi atas produk fashion, relasi konsumen dengan produk (brands), dan cara konsumen melakukan investasi identitas melalui penerimaan dan penolakan atas suatu produk. Kajian terhadap hasil penelitian serupa dilakukan untuk melihat hasil temuan terdahulu terkait fenomena perilaku konsumtif. Melalui kajian ini, peneliti akan melihat apa saja kelebihan dan kekurangan dari penelitian sebelumnya. Berikut tabel yang menjelaskan tiga jurnal yang peneliti kaji.
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
Tabel 1. Jurnal Yang Dikaji Penulis Jurnal Judul Jurnal Craig Thompson dan Diana Speaking of Fashion: Haytko Consumers Uses of Fashion Discourses and The Appropriation Susan Fornier Consumers and Their Brands: Developing Relationship Theory in Consumer Research Zeynep Arsel dan Craig J. Demythologizing Thompson Consumption Practices: How Consumer Protect Their Field – Dependent Identity Investments From Devaluing Marketing Myths
Tahun 1998
1998
2011
Dari ketiga jurnal yang telah dibahas, masing-masing memiliki kelebihannya masingmasing. Dari jurnal pertama yang menjelaskan mengenai konsumsi produk fashion memiliki kelebihan dalam segi membahas keterkaitan gender dengan konsumsi produk fashion. Selanjutnya kelebihan dari jurnal kedua yang menjelaskan hubungan antara konsumen dengan produk (brand) adalah dapat menjelaskan hubungan konsumen terhadap beberapa produk yang bersifat penting bagi diri konsumennya hingga mereka tidak bisa beralih ke produk lain karena produk tersebut telah menjadi bagian dari identitas mereka. Pada jurnal ketiga yang menjelaskan mengenai mitos pasar dalam cara konsumsi terhadap produk indie memiliki kelebihan dalam menggambarkan bagaimana seseorang mempraktekkan cara mereka dalam investasi identitas dengan melakukan penerimaan dan penolakan atas suatu produk. Selain kelebihan, ketiga jurnal tersebut juga memiliki beberapa kekurangan. Untuk jurnal pertama kekurangannya terletak pada aspek yang cenderung hanya fokus pada aspek individu dan tidak menjelaskan adanya keterkaitan dengan kelompok kolektif dari individu tersebut. Menurut peneliti pengkaitan antara individu dengan kolektif juga penting karena pada dasarnya individu juga terbentuk berdasarkan sosialisasi dari kolektif. Untuk jurnal kedua kekurangannya terletak pada fokus utama produk yang dikonsumsi. Jika Fornier lebih fokus dalam pemilihan produk yang akan dilihat, tentu tiap informan akan memiliki kecenderungan yang berbeda terkait dengan pengalaman mereka dengan relasinya terhadap produk tertentu. Melihat dari klasifikasi informan berdasar umur dikaitkan dengan relasinya dengan produk dalam jurnal ini juga nampak kurang dijelaskan akibat tidak fokusnya pada produk tertentu. Jika ingin merangkul seluruh produk, setidaknya dijelaskan juga mengenai
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
kecenderungan produk mana yang lebih penting bagi diri informan. Misalnya untuk Jean yang berusia paling tua lebih mementingkan produk dapur, sedangkan Vicki yang berusia masih muda cenderung lebih mementingkan pemilihan produk kecantikan, sementara Karen yang merupakan wanita karier akibat kesibukannya memilih produk yang murah dan cocok saja untuk dirinya dan keluarganya. Sedangkan untuk jurnal ketiga juga memiliki kekurangan, yaitu tidak menjelaskan dari aspek perbedaan pilihan terkait gender. Hal ini sebenarnya terlihat dari bagaimana mereka melakukan investasi pada suatu ranah. Perempuan cenderung mengambil jalan aman dengan investasi pada satu ranah saja dan terkait erat dengan posisi sosial mereka. Sementara kaum laki-laki cenderung lebih kritis dan tidak hanya melakukan investasi identitas pada satu ranah, namun lebih dari satu dengan cara memilah yang terbaik untuk mereka. Hal ini yang tidak dijelaskan dalam jurnal ini. Meskipun memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, secara keseluruhan ketiga jurnal ini bersifat saling melengkapi. Contohnya terkait pembahasan gender yang tidak dibahas dalam jurnal ketiga, tetapi dibahas dalam jurnal pertama dimana perempuan cenderung menyukai produk fashion dibandingkan laki-laki. Kedua, terkait kekurangan dari jurnal pertama yang tidak mengkaitkan kolektif terhadap pilihan konsumsi produk fashion dijelaskan pada jurnal kedua yang menjelaskan adanya peran rekomendasi kolektif seperti keluarga, teman dan sebagainya dalam memilih suatu produk untuk dikonsumsi. Ketiga, terkait pada kekurangan dari jurnal kedua yang kurang fokus pada produk mana yang dikaji dijelaskan dalam jurnal satu dan tiga dimana terkait produk fashion jauh lebih banyak dikonsumsi oleh perempuan dan tren fashion seperti tren indie dikonsumsi oleh kalangan tertentu terkait stereotipe indie yang erat dengan hipster. Ketiga jurnal yang saling melengkapi ini membuat peneliti dapat fokus pada beberapa aspek penting temuan penelitian sebelumnya yang dapat dikaitkan dnegan topik penelitian ini, yaitu perilaku konsumtif pada tas “KW” sebagai salah satu bentuk budaya konsumer. Aspek penting yang diambil oleh peneliti adalah pertama, fashion cenderung lebih banyak dikonsumsi perempuan, dalam investasi identitas bisa muncul penolakan atas beberapa produk tas tiruan tertentu, dan adanya pengaruh rekomendasi kolektif dalam memilih produk untuk dikonsumsi. Metode Penelitian Dalam menggambarkan tanda atau makna yang terkandung dalam tas “KW”, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Jenis penelitian studi kasus bertujuan untuk membahas satu kasus atau lebih dari satu kasus pada
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
konteks tertentu (Creswell, 2007, p. 73). Dalam penelitian ini, studi kasus peneliti gunakan untuk melihat kasus perilaku konsumtif pada tas “KW” yang merupakan budaya konsumer pada konteks penjual dan konsumen di Pasar Pagi Mangga Dua. Kelebihan dari jenis penelitian studi kasus terletak pada instrument pengumpulan data. Dalam pengumpulan data, studi kasus dapat menggunakan beberapa instrumen seperti observasi, wawancara mendalam, audiovisual, studi dokumen dan laporan (Creswell, 2007, p. 73). Lokasi penelitian berada di Pasar Pagi Mangga Dua Jakarta. Peneliti mengambil tempat ini sebagai lokasi penelitian karena pusat perbelanjaan ini cukup lengkap dalam menjual berbagai macam tas “KW”. Tempat perbelanjaan ini juga seringkali menjadi incaran para konsumen setia tas “KW”, baik konsumen untuk konsumsi pribadi maupun untuk dijual kembali. Terkait pemilihan lokasi penelitian di Pasar Pagi Mangga Dua, peneliti cenderung dapat menemukan informan dengan mudah pada lokasi ini. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam sebagai metode utama dalam pengumpulan data. Sebelum melakukan wawancara mendalam, peneliti juga melakukan observasi untuk memahami kondisi atau setting dari subjek penelitian (Neuman, 2003, p. 381). Hal ini dapat memudahkan peneliti dalam memahami dan mendapatkan informasi yang bermakna yang selanjutnya dilanjutkan dengan metode wawancara mendalam. Untuk wawancara mendalam, peneliti menarik informan menggunakan teknik bola salju. Dalam mengambil informan, peneliti menggunakan teknik bola salju. Teknik ini peneliti ambil karena memungkinkan peneliti untuk memperoleh informan yang tepat dan sesuai dengan topik penelitian, serta peneliti dapat melihat rantai produksi, konsumsi dan distribusi dari tiap informan. Teknik bola salju memiliki kelemahan dimana informan yang diperoleh cenderung bersifat homogen. Dalam mengantisipasi kelemahan dari teknik bola salju, dalam pemilihan informan, peneliti tidak hanya mempertimbangkan referensi dari informan lain, akan tetapi peneliti juga mengambil referensi dari orang-orang yang mengenal baik informan seperti keluarga, teman kuliah, atau teman kerja. Berikut bagan yang menggambarkan cara penarikan sampel informan menggunakan teknik bola salju. Cara peneliti menarik informan berdasarkan teknik bola salju, pertama peneliti melihat salah satu teman informan yang merupakan mahasiswa dan juga merupakan konsumen setia dari tas “KW” untuk dijadikan sebagai informan penelitian. Peneliti melakukan observasi singkat dengan melihat keseharian dari calon informan seperti melihat tas yang digunakan dan mengunjungi rumah calon informan untuk melihat koleksi tas dari calon informan. Sebelum mengambil keputusan bahwa calon informan ini adalah informan yang tepat, peneliti
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
menggunakan referensi dari teman-teman calon informan terkait kesesuaian calon informan dengan penelitian ini. Peneliti juga melihat tas “KW” yang digunakan calon informan adalah tas dengan kualitas semi super hingga smi premium. Setelah memutuskan konsumen tas “KW” ini sebagai informan pertama, peneliti bertanya terkait adakah teman informan yang juga merupakan konsumen tas “KW”. Peneliti juga menyatakan kepada informan pertama konsumen tas “KW” yang lain harus berasal dari universitas yang berbeda dari informan. Informan pertama akhirnya memperkenalkan peneliti dengan informan kedua dan ketiga dimana keduanya merupakan konsumen tas “KW”. Untuk infroman kedua cenderung konsumsi tas “KW” dengan kualitas biasa, sedangkan informan ketiga cenderung konsumsi tas “KW” dengan kualitas sama dengan informan pertama, yaitu tas “KW” kualitas semi super hingga premium. Informan yang berasal dari universitas yang berbeda diambil dengan tujuan untuk meminimalisir sifat homogen dari informan. Setelah menemukan tiga informan konsumen dengan latar belakang konsumsi tas “KW” dengan kualitas yang berbeda, peneliti juga mencari informan penjual berdasarkan referensi dari ketiga informan konsumen. Peneliti diperkenalkan oleh salah satu penjual tas “KW” yang bekerja di Pasar Pagi Mangga Dua melalui informan pertama dan informan ketiga. Penjual tas “KW” di Pasar Pagi ini peneliti jadikan sebagai informan keempat. Untuk informan penjual lainnya peneliti mendapat referensi dari informan kedua dimana peneliti diperkenalkan pada penjual tas “KW” di salah satu pusat perbelanjaan di Depok, yaitu Depok Town Square. Peneliti mengambil informan penjual dari Detos ini disebabkan informan penjual ini biasa membeli tas “KW” di Pasar Pagi Mangga Dua untuk stok di toko nya. Dua informan penjual dengan tempat berjualan yang berbeda peneliti ambil sekaligus dengan harapan peneliti dapat melihat jaringan penyebaran tas “KW”, khususnya pada daerah Jabodetabek. Berdasarkan teknik ini, peneliti menemukan lima informan utama antara lain sebagai berikut. Tabel 2. Pembagian Informan Informan Informan 1
Nama Dhea
Keterangan Konsumen
Jenis Informan Konsumen Tas “KW” Semi Super hingga Semi Premium
Informan 2
Intan
Konsumen
Konsumen Tas “KW” Kualitas Biasa
Informan 3
Cinta
Konsumen
Informan 4
Wiwi
Penjual
Konsumen Tas “KW” Kualitas Semi Super hingga Premium Penjual Tas “KW” Kualitas Biasa, Kualitas Satu, Kualitas Semi Super dan Kualitas
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
Informan 5
Tata
Penjual
Super Penjual Tas “KW” dari Kualitas Biasa hingga “KW” Asli
Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam pembahasan, peneliti membagi menjadi dua bahasan utama yaitu penyebab kemunculan perilaku konsumtif dan budaya konsumer. 1. Penyebab Kemunculan Perilaku Konsumtif Terhadap Tas “KW” Dominasi komoditas di pasar peneliti jelaskan melalui pertama rantai produksi, distribusi dan konsumsi. Berdasarkan hasil wawancara dengan dua informan penjual, peneliti melihat rantai produksi, distribusi dan konsumsi adalah sebagai berikut. Bagan 1. Rantai Produksi, Distribusi dan Konsumsi
Selain rantai produksi, distribusi dan konsumsi, dominasi tas di pasar peneliti lihat juga melalui model tas yang variatif serta keberagaman harga tas yang ditawarkan sesuai dengan kualitas tas “KW” yang dibeli.
Berikut penuturan salah satu informan yang
menyatakan dirinya membeli tas “KW” dikarenakan tas ini terseda dengan berbagai macam model di pasaran. “Eh karena gue suka modelnya, terus gue tipe orang yang geratak, jadi kalo beli yang asli agak
sayang yah bo (tertawa), jadi gue beli yang tiruannya aja. Buat merek Gucci, Prada, LV, paling itu sih yang punya gue” (Hasil wawancara dengan Dhea, 23 April 2014) “Yang masih ada judulnya (tertawa), Celine, Prada, MK, masih ada judulnya gitu (tertawa)” (Hasil wawancara dengan Cinta, 23 April 2014)
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan informan penjual, peneliti melihat spesifikasi harga dari tas “KW” dari tas “KW” biasa hingga “KW” asli adalah sebagai berikut. Bagan 2. Tipologi Tas “KW”
Selain rantai produksi, distribusi dan konsumsi, model dan harga dari tas “KW” yang variatif, aksesibilitas konsumen dalam memperoleh komoditas juga ambil andil dalam mendukung dominasi tas di pasar. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan konsumen dan penjual, peneliti melihat adanya dua tempat utama untuk memperoleh tas “KW”. Tempat tersebut adalah sebagai berikut. Bagan 3. Aksesibilitas Konsumen Untuk Membeli Tas “KW”
ONLINE
PUSAT PERBELANJAAN
KONSUMEN
TAS “KW”
Setelah membahas dominasi tas “KW” di pasar, selanjutnya peneliti menjelaskan adanya komodifikasi tanda atau makna pada tas “KW” sebagai penyebab utama munculnya perilaku konsumtif. Komodifikasi tersebut datang dari masyarakat sekitar sebagai kelompok referensi, media iklan, sertifikasi tas “KW” kualitas tinggi, serta cara penjual meletakan tas
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
“KW” di display toko berdasarkan kualitas. Berikut gambar yang menunjukan ketiga aspek ini. Bagan 4. Komodifikasi Tanda atau Makna Tas “KW”
MEDIA IKLAN
MASYARAKAT
KONSUMEN
TAS “KW”
Berdasarkan gambar diatas, peneliti melihat dua ranah utaman yang berfungsi mengkomodifikasikan tanda atau makna pada tas “KW”. Hal ini sesuai dengan pernyaaan informan konsumen yang menyatakan dirinya mendapat referensi dari teman atau keluarga informan untuk memengkonsumsi tas “KW” serta adanya berbagai macam gambar tas “KW” dengan berbagai macam model dan merek di media sosial. Berikut penuturan informan konsumen. “Kebanyakan sih gue beli di online, kan sekalian liat modelnya gitu, yang baru apaan (tertawa)” (Hasil wawancara dengan Dhea, 23 April 2014) “Tapi kebanyakan sih liat modelnya dulu di online” (Hasil wawancara dengan Cinta, 23 April 2014) “Temen-temen sih, kayak dulu SMA lagi pada pake apa ya aku ikut, kalo tas ini sih tementemen kuliah, banyak yang make dan lucu ya kenapa enggak kan (tertawa)” (Hasil wawancara dengan Cinta, 23 April 2014) “Paling sih kalo sekedar model baru sih tau sedikit dari adek, dari temen yang memang suka online” (Hasil wawancara dengan Intan, 7 April 2014)
Selain komodifikasi dari dua ranah tersebut, sertifikat pada tas “KW” kualitas tertentu juga peneliti lihat sebagai cara kapitalis mengkomodifikasikan tanda atau makna pada tas “KW”. Tas “KW” dibuat seakan sangat berharga hingga memiliki sertifikasi tas seperti layaknya tastas merek ternama di dunia.
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
Selain sertifikasi, cara penjual meletakkan tas “KW” di display toko juga merupakan bentuk komodifikasi tanda atau makna dari tas “KW”. Cara penjual meletakan tas “KW” yang dijualnya berdasarkan kualitas juga mempengaruhi cara penjual menjual tas tersebut kepada konsumen. Untuk tas “KW” biasa, penjual cenderung meneriakan “Diobral” sembari menepuk-nepuk tas yang terkadang digeletakan di lantai pusat perbelanjaan. Tetapi, berbeda dengan tas “KW” kualitas menengah yang biasa ditaruh di rak atau lemari kaca. Penjual cenderung tidak melakukan promosi seperti tas “KW” biasa. Penjual biasanya diam dan menunggu hingga konsumen datang sendiri dan ingin membeli tas yang berada dalam etalase kaca. Biasanya, penjual memperlakukan tas jenis ini secara lebih halus dan lembut (tidak ditepuk-tepuk seperti tas “KW” biasa). Bahkan, peneliti melihat untuk tas dalam etalase kaca, penjual sengaja mengunci tas dalam etalase kaca seakan tas tersebut sangat berharga. Tentunya, berdasarkan cara penjual menaruh tas “KW” nya sesuai kualitas dan cara penjual memperlakukan tas “KW” yang dijual, konsumen akan melihat dan memperoleh pengalaman berbeda saat membeli tas “KW” kualitas tertentu. Misalnya, saat konsumen membeli tas “KW” menengah tentunya pelayanan dari penjual akan jauh lebih baik dibandingkan saat membeli tas “KW” kualitas biasa. Bagan 5. Cara Penjual Meletakkan Tas “KW” Berdasarkan Kualitas
TAS KW BIASA
TAS KW MENENGAH
Berdasarkan keseluruhan penjelasan peneliti mengenai penyebab kemunculan perilaku konsumtif terhadap tas “KW”, pada intinya antara dominasi dengan komodifikasi memiliki relasi yang bersifat dialektis. Relasi dialektis disini maksudnya kedua aspek ini tidak dapat berdiri sendiri dan memiliki relasi saling mendukung satu sama lain. Dominasi komoditas tidak akan memunculkan perilaku konsumtif terhadap tas “KW” tanpa adanya komodifikasi
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
tanda atau makna, begitu pula sebaliknya. Berikut bagan yang menggambarkan relasi dialektis tersebut. Bagan 6. Relasi Dialektis Antara Dominasi Komoditas di Pasar dengan Komodifikasi Tanda atau Makna
Dominasi Komoditas Di Pasar
Komodifikasi Tanda atau Makna dari Komoditas
PENYEBAB KEMUNCULAN DAN BERTAHANNYA FENOMENA PERILAKU KONSUMTIP PADA TAS BERMEREK TIRUAN
Budaya Konsumer Terhadap Tas “KW” Dalam membahas budaya konsumer tas “KW”, peneliti membahasnya melalui tiga poin penting. Poin pertama yang peneliti bahas adalah karakteristik konsumen yang membeli tas “KW”. Karakteristik konsumen tas “KW” akan peneliti bahas berdasarkan jenis tas “KW” yang dikonsumsi dikaitkan daya beli dari konsumen. Pada aspek ini, peneliti akan melihat adakah relevansi konsumen menggunakan tas “KW” kualitas tertentu dengan kelas sosial dari konsumen. Pada poin kedua, peneliti membahas mengenai bagaimana konsumen mencintai tas “KW” sebagai bagian dari budaya konsumer. Pertama peneliti melihat karakteristik dari konsumen tas “KW”. Berdasarkan temuan data, konsumen tas “KW” terbagi berdasarkan kelas tertentu. Peneliti melihat berdasarkan penghasilan per bulan dari per informan, untuk informan Intan cenderung menduduki kelas menengah bawah. Semetara untuk informan Dhea dan Cinta cenderung menduduki kelas menengah atas. Berdasarkan temuan data ini, peneliti melihat ternyata konsumen mengkonsumsi jenis tas “KW” tertentu terkait erat dengan kelas sosial dari konsumen. Kelas sosial peneliti lihat dari penghasilan informan konsumen yang dikaitkan dengan daya beli terhadap tas. Berikut bagan yang menggambarkan aspek kelas sosial terhadap jenis tas yang dikonsumsi dan alasan konsumen mengkonsumsi.
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
Bagan 7. Karakteristik Konsumen Tas “KW” Berdasarkan Kelas Sosial
KELAS ATAS
KELAS MENENGAH ATAS
KELAS MENENGAH BAWAH
Melalui karakteristik berdasarkan kelas sosial, peneliti melihat ternyata dari kelas sosial yang terkait dengan daya beli konsumen juga memiliki relevansi terhadap pertimbangan konsumen dalam membeli tas “KW”. Berdasarkan temuan data, untuk yang memiliki daya beli cukup tinggi (kelas menengah atas) cenderung membeli tas “KW” dengan kualitas menengah dengan alasan model yang bagus, label merek ternama, dan terkait dengan tren fashion. Terkait dengan data temuan, dua dari informan konsumen menyatakan dirinya membeli tas “KW” berdasarkan alasan tersebut. Berikut penuturan dari kedua informan. “Eh karena gue suka modelnya, terus gue tipe orang yang geratak, jadi kalo beli yang asli agak sayang yah bo (tertawa), jadi gue beli yang tiruannya aja. Buat merek Gucci, Prada, LV, paling itu sih yang punya gue” (Hasil wawancara dengan Dhea, 23 April 2014) “Yang masih ada judulnya (tertawa), Celine, Prada, MK, masih ada judulnya gitu (tertawa). Ya biar gaya aja gitu (tertawa), ada kepuasan sendiri aja gitu pas kita berhasil beli dan make yang harga segini, gak tau, seneng aja (tertawa), sama lebih ngikut tren mungkin (tertawa)” (Hasil wawancara dengan Cinta, 23 April 2014)
Selain melihat dari model, merek, dan tren terbaru, ada juga informan konsumen yang lebih mementingkan fungsi dari tas itu sendiri. Yang mementingkan fungsi dari tas cenderung pada konsumen yang memiliki daya beli tidak terlalu besar dan hanya mampu membeli tas dengan harga yang murah (kualitas KW biasa). Hal ini seperti yang dikemukakan oleh informan Intan yang memang membeli tas karena fungsi dari tas itu sendiri. Berikut penuturan dari informan. “Iya itu juga kepaksa aja, gara-gara yang murah cuma itu (tertawa)” (Hasil wawancara dengan Intan, 7 April 2014)
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
“Terus gak lupa satu lagi, kegunaannya apa, jangan beli tas cuma gara-gara nge tren lah, beli karena guna nya apalah, iya kan. Beli tas ya karena fungsinya lah” (Hasil wawancara dengan Intan, 7 April 2014)
Melihat temuan ini, peneliti membuat bagan untuk mempermudah pembaca melihat pola keterkaitan antara kelas sosial dengan alasan konsumen tas “KW” mengkonsumsi komoditas. Berdasarkan keseluruhan temuan lapangan, peneliti melihat ternyata tidak semua dari konsumen tas “KW” mengkonsumsi tanda atau makna pada tas “KW”. Ada juga konsumen yang menjadikan tas “KW” sebagai alternatif untuk memperoleh tas dengan harga yang murah. Hal ini menyebabkan konsumen yang memiliki daya beli tas terbatas seakan dipaksa untuk membeli komoditas ini. Hal ini terjadi pada konsumen Intan yang terpaksa membeli tas “KW” karena komoditas inilah yang dapat memberikan alternatif harga murah untuknya. Hal ini sesuai dengan konsep yang dikemukakan Adorno terkait kemampuan kapitalis memaksa konsumen untuk mengkonsumsi suatu komoditas sebagai suatu keharusan (Adorno, 1991, p. 87). Tetapi terkait kasus dari Intan, paksaan untuk membeli tas tidak terkait dengan tanda atau makna dari komoditas seperti yang dikemukakan oleh Baudrillard dan Adorno. Intan melakukan konsumsi yang rasional, yaitu terkait nilai guna dari suatu produk seperti prinsip ekonomi yang dipaparkan oleh Adam Smith. Konsep dari Adorno dan Baudrillard yang menjelaskan konsumsi tanda atau makna dari tas baru dapat diterapkan pada konsumen Dhea dan Cinta yang mengakui dirinya membeli tas “KW” terkait tanda dan makna yang terkandung dalam tas. Jika mereka berhasil membeli tas “KW” dengan kualitas tinggi dan dengan label merek ternama, kepuasan mereka juga akan semakin meningkat (Baudrillard, 1998, p. 15). Selain itu, kepuasan juga meningkat jika dapat mengikuti tren fashion masa kini seperti yang dikemukakan informan Cinta. Terkait konsumsi tanda dan makna, untuk secara lebih lengkapnya, peneliti akan membahas masalah ini pada sub bab selanjutnya yang menjelaskan mengenai mencintai tas “KW” sebagai salah satu bentuk budaya konsumer. Berdasarkan analisis dari data temuan, peneliti membuat tipologi dari konsumen tas “KW”, yaitu sebagai berikut.
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
Bagan 8. Tipologi Konsumen Tas “KW”
Budaya konsumer merupakan perilaku konsumtif yang djadikan sebagai gaya hidup. Untuk membahas budaya konsumer pada tas “KW”, peneliti menjelaskan melalui hasil wawancaranya dengan dua informan konsumen yaitu Dhea dan Cinta. Informan Intan tidak dikaitkan pada analisa budaya konsumer karena terkait alasan Intan konsumsi tas “KW” yan cenderung masih bersifat rasional. Hanya informan Dhea dan Cinta saja yang mengkonsumsi tas “KW” hingga dijadikan sebagai bagian dari gaya hidup mereka. Perilaku konsumtif pada tas “KW” didasarkan pada usaha konsumen untuk mengambil tanda atau makna pada tas sebagai investasi identitas bagi dirinya. Untuk informan Dhea dirinya melihat tanda atau makna yang dikonsumsinya adalah femininitas. Sedangkan untuk informan Cinta melihat tanda atau makna yang dikonsumsinya adalah tren fashion agar dirinya dapat lebih diterima oleh masyarakat sekitar khususnya teman-teman satu kampusnya. Bahkan budaya consumer pada temuan data ini semakin dipertegas saat konsumen merasa tidak nyaman saat sedang tidak menggunakan tas “KW”. Konsumen merasa ada sesuatu pada dirinya yang hilang saat tidak menggunakan komoditas ini. Melalui temuan ini, peneliti membuat bagan untuk memperjelas mengenai makna atau tanda pada tas “KW” yang dilihat berdasarkan sudut pandang kedua informan konsumen, yaitu sebagai berikut.
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
Bagan 9. Tanda atau Makna Tas “KW” pada Diri Konsumen
TREN FASHION
FEMININ
TAS “KW”
MAKNA DARI KONSUMEN
MAKNA DARI KONSUMEN
Dalam menggunakan tas “KW”, berdasarkan temuan data, peneliti melihat adanya relevansi peningkatan rasa percaya diri dari konsumen. Rasa percaya diri tersebut muncul saat konsumen menggunakan tas “KW” dengan kualitas cenderung tinggi pada tempat dimana banyak orang yang menggunakan tas “KW” dengan kualitas dibawah dari konsumen. Selain meningkatkan rasa percaya diri dari konsumen, ternyata konsumen juga merasakan adanya rasa malu saat menggunakan tas “KW” pada tempat tertentu. Peneliti melihat terjadinya dilema antara muncul rasa percaya diri dan munculnya rasa malu sangat bergantung pada tempat dimana konsumen menggunakan komoditas ini. Konsumen merasa percaya dirinya naik saat menggunakan tas “KW” nya pada tempat dimana banyak yang menggunakan tas “KW” tetapi kualitas tas nya dibawah kualitas tas yang dipakai informan. Tetapi, konsumen akan merasa malu menggunakan tas “KW” jika sedang berada di tempat dimana banyak orang sekitar yang menggunakan tas merek asli, atau saat sedang berada di toko yang menjual tas bermerek asli. Berikut penuturan informan terkait rasa malu mereka saat menggunakan tas “KW”. Peneliti melihat dilema ini terjadi terkait dengan nilai yang sebenarnya sudah ada pada diri konsumen, yaitu nilai seharusnya tidak menggunakan tas “KW”. Tetapi karena adanya peningkatan rasa percaya diri pada tempat-tempat tertentu, konsumen masih mau menggunakan komoditas ini. Pada intinya peningkatan rasa percaya diri atau muncul rasa malu sangat bergantung pada konteks tempat konsumen menggunakan komoditas. Berdasarkan jabaran data terkait nilai atau makna yang terkandung dalam komoditas, peneliti menganalisis sesuai dengan konsep. Terkait kepuasan konsumen saat menggunakan tas “KW”, ternyata ada yang merasakan kepuasan seperti rasa bahagia dan senang karena dapat menjadi lebih feminin dan dapat mengikuti tren fashion yang sedang ada di masyarakat.
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
Harapan dari konsumen yang mengambil nilai atau makna dari tas cenderung mengikuti apa yang dirasakan konsumen, yaitu agar nampak lebih feminin layaknya perempuan seutuhnya dan agar dapat tampil lebih trendi di masyarakat. Peneliti melihat untuk membahas fenomena ini dapat menggunakan konsep dari Baudrillard dan Adorno. Terkait kebahagiaan yang diperoleh sesuai dengan teori Adorno yang menjelaskan adanya kebahagiaan semu saat konsumen mengkonsumsi komoditas (Adorno, 1991, p. 33). Kebahagiaan semu tersebut muncul karena adanya semacam rasa yang didapatkan oleh konsumen. Rasa tersebut antara lain menjadi lebih feminin. Rasa feminin yang muncul saat menggunakan tas “KW” sesuai dengan konsep Baudrillard yang menjelaskan adanya personalisasi yang dapat diberikan komoditas terhadap konsumen (Baudrillard, 1998, p. 92). Selain menjadi lebih feminin, konsumen juga merasa senang terkait kepuasan dirinya yang dapat mengikuti tren fashion masa kini. Mengiktui tren sama halnya dengan menjadikan perilaku konsumtif ini sebagai bagian dari gaya hidup konsumen. Hal ini erat kaitan dengan siapa yang mengkonstruksikan pemikiran konsumen terkait tren fashion, yaitu peran dari media iklan dan masyarakat sekitar (kelompok referensi). Media iklan sering menampilkan berbagai macam foto model dengan tas “KW” seakan memunculkan anggapan perempuan akan nampak lebih cantik saat menggunakan komoditas ini dan komoditas ini adalah tren terbaru yang harus diikuti. Untuk konstruksi dari masyarakat atau kelompok referensi juga sudah jelas terjadi (Merton dalam Giddens, 2005, p. 134). Untuk informan Cinta karena dia berusaha mengikuti tren kelompok referensinya, yaitu teman-teman satu kampus yang juga menggunakan tas “KW”. Untuk informan Dhea, dirinya lebih kepada berusaha tampil mirip dengan teman-teman kampusnya yang sudah menggunakan tas bermerek versi aslinya. Dengan menggunakan tas “KW”, kedua informan konsumen merasa dirinya dapat lebih diterima oleh masyarakat disekitar mereka. Hal ini peneliti lihat sebagai situasi konformis yang sengaja diciptakan oleh kapitalis (Baudrillard, 1998, p. 92). Situasi yang diciptakan tidak sekedar konformis begitu saja, kapitalis menciptakan suasana ini agar dapat melakukan homogenisasi keinginan dari konsumen sehingga kapitalis akan lebih mudah dalam melakukan eksploitasi terhadap konsumen (Adorno, 1991, p. 35). Setelah membahas munculnya kebahagiaan semu yang diterima konsumen, peneliti juga membahas adanya peningkatan status sosial saat menggunakan komoditas tas “KW”. Peningkatan status sosial tersebut baru konsumen peroleh saat dirinya menggunakan tas “KW” dengan kualitas menengah (semi super hingga semi premium) diantara orang-orang yang menggunakan tas “KW” dengan kualitas lebih rendah. Tetapi, konsumen juga mengakui dirinya akan merasa malu saat menggunakan tas “KW” diantara orang-orang yang
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
menggunakan tas dengan versi aslinya. Hal ini menunjukan status sosial yang diterima konsumen sangat bergantung kepada tempat konsumen menggunakan tas (konteks tempat menggunakan komoditas). Peneliti melihat yang terjadi pada dua informan konsumen saat ini sedang berusaha untuk mobilisasi naik. Dengan menggunakan produk tiruan (kitsch), konsumen berusaha untuk tampil sama dengan kelas atas yang biasa menggunakan produk versi aslinya. Baudrillard melihat hal ini yang menyebabkan tanda atau nilai dari komoditas yang cenderung diambil oleh konsumen untuk peningkatan status sosial (Baudrillard, 1998, p. 111). Melihat fenomena peningkatan status sosial, peneliti melihat konsumen dari kistch sebenarnya tidak sepenuhnya mobilisasi naik keatas. Konsumen hanya mobilisasi keatas dalam taraf sebagai pengguna produk kistch. Selama dirinya belum menggunakan produk asli, maka dirinya belum masuk kepada kelas atas. Situasi ini yang sengaja diciptakan oleh kapitalis, tas ini dikomodifikasikan menjanjikan konsumen agar dirinya bisa mirip dengan kelas atas yang telah menggunakan tas asli, tetapi disisi lain sebenarnya tidak membuat konsumen mobilisasi naik, tetapi menjebak konsumen agar tetap pada posisinya. Peneliti menarik benang merah sebenarnya yang membuat konsumen mencintai tas “KW” terkait tanda yang ada pada tas tiruan yang nampak seakan dapat meningkatkan status sosial serta rasa kebahagiaan semu karena dapat mengikuti tren fashion dari kelompok referensi ataupun menjadi lebih feminin yang akhirnya berujung pada gaya hidup konsumen (budaya konsumer). Kesimpulan Secara keseluruhan, peneliti melihat adanya beberapa aspek yang menyebabkan maraknya fenomena perilaku konsumtif terhadap tas “KW”. Pertama, fenomena mencintai tas bermerek tiruan yang digambarkan peneliti melalui konsumen yang gemar mengkonsumsi tanda atau makna dari tas. Selain itu, tas “KW” juga dijadikan sebagai alternatif konsumen untuk memperoleh tas berlabel merek ternama dengan harga terjangkau. Fenomena konsumen yang mencintai tas “KW” merupakan gambaran budaya konsumer terhadap tas “KW” yang berkembang pada masa kini. Konsumen yang awalnya konsumsi berdasarkan fungsi dari produk akhirnya beralih menjadi konsumsi tanda atau makna dari produk (label merek pada tas). Konsumen seperti ini sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Baudrillard dan Adorno, yaitu masyarakat konsumsi pada masa kapitalisme lanjut. Akan tetapi, meskipun banyak yang mengkonsumsi tanda atau makna, ada juga konsumen yang masih mengkonsumsi fungsi asli dari tas. Konsumen yang cenderung konsumsi fungsi dari tas
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
adalah konsumen yang mengkonsumsi tas “KW” kualitas paling bawah, atau kualitas biasa. Alasannya karena tidak ada tanda atau makna dari tas jenis ini yang dapat menaikan status sosial dirinya dalam masyarakat. Akan tetapi, tas ini tetap dikonsumsi sebagai alternatif konsumen memperoleh tas dengan harga relatif murah. Dari temuan ini, peneliti melihat pada masyarakat kapitalisme lanjut sebenarnya tidak semuanya mengkonsumsi tanda atau makna dari tas, ada juga yang tetap mengkonsumsi fungsi dari tas. Selanjutnya, peneliti melihat dari penyebab kemunculan perilaku konsumtif pada tas “KW”. Peneliti melihat adanya relasi dialektis antara dominasi komoditas di pasar dengan komodifikasi tanda atau makna pada komoditas tas “KW” sebagai penyebab utama munculnya fenomena perilaku konsumtif terhadap tas “KW”. Dua faktor penyebab perilaku konsumtif terhadap tas “KW” sama-sama berperan penting, karena tanpa didukung dengan faktor lainnya, satu faktor tidak dapat memunculkan fenomena ini. Dominasi komoditas di pasar membuat konsumen dipaksa untuk membeli tas “KW”. Sedangkan komodifikasi tanda atau makna pada tas dimaksudkan agar konsumen tidak sadar bahwa dirinya sedang dipaksa untuk membeli tas. Konsumen diberikan ilusi seakan jika mengkonsumsi tas “KW”, maka dirinya akan memperoleh kebahagiaan serta status sosial yang lebih tinggi. Saran Fenomena perilaku konsumtif terhadap tas “KW” sebagai salah satu bentuk budaya konsumer akan terus berjalan selama masih ada aspek-aspek pendukung. Peneliti melihat budaya konsumer terhadap produk ilegal seharusnya harus dihilangkan sedikit demi sedikit. Peneliti melihat ada beberapa cara untuk setidaknya mengurangi budaya konsumer pada komoditas ini. Cara yang diberikan peneliti antara lain dari pemerintah, misalnya terkait realisasi aturan Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 yang membahas Hak Kekayaan Intelektual. Peneliti melihat pertama peran dari pemerintah Indonesia. Untuk mengurangi budaya konsumer tas “KW” adalah dengan cara memperketat produk yang masuk ke Indonesia, terutama yang berasal dari Batam karena daerah ini memiliki banyak pintu masuk untuk memasukan produk tas “KW”. Batam yang merupakan pemasok utama tas “KW” harus memperoleh pengawasan dari pemerintah demi terealisasinya aturan HKI. Akan tetapi, menghentikan masuknya produk tidak semudah membalikan telapak tangan. Bisa jadi ternyata saat Batam mengurangi pasokan tas “KW” nya, maka Batam akan kehilangan sumber penghasilan yang cukup besar sehingga cenderung merugikan Indonesia. Oleh karena itu,
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
sebelum menghentikan rantai ini, alangkah baiknya dimulai dengan peningkatan produk dalam negeri, yaitu tas buatan dalam negeri. Berusaha membangkitkan kegemaran mengkonsumsi tas dalam negeri juga cenderung sulit dilakukan. Hal ini disebabkan konsumen sudah terkonstruksi untuk terus menggemari tas “KW”. Konsumen sudah tertangkap ilusi mengenai tas “KW” yang dapat memberikan kebahagiaan semu pada konsumen hingga konsumen melakukan pemujaan terhadap komoditas. Peneliti melihat mungkin cara yang terbaik adalah dengan melawan nya dengan komodifikasi baru. Ilusi dari tas “KW” dibentuk melalui komodifikasi, maka tas dalam Indonesia juga dapat dikomodifikasikan memiliki tanda atau makna tertentu untuk melakukan resistensi terhadap tas “KW”. Komodifikasi dapat dilakukan melalui media iklan seperti media online agar dapat dilihat dan diterima masyarakat. Setelah masyarakat menerima tas dalam negeri, selanjutnya masyarakat juga akan membantu dalam komodifikasi tanda atau mana dari tas dalam negeri melalui memberikan referensi kepada masyarakat sekitar seperti keluarga, teman, rekan kerja dan sebagainya. Selain komodifikasi ulang, tas dalam negeri juga harus memiliki standarisasi produk. Standarisasi produk membuat karakteristik produk menjadi jelas sehingga konsumen tidak takut untuk konsumsi tas buatan Indonesia. Meskipun sistem ekonomi menyatakan suatu produk diproduksi saat konsumen meminta, tetapi sebenarnya konsumen tidak sekedar meminta, konsumen juga dipengaruhi komodifikasi dari komoditas. Terkait masalah sebelumnya yaitu dominasi pasar, tas asli Indonesia setelah dikomodifikasikan tanda atau maknanya tentu harus mudah diperoleh di pasar. Jika produk tas Indonesia dengan merek asli Indonesia dominan di pasar Indonesia, tentu konsumen akan memilih untuk membeli tas tersebut. Akan tetapi, ada satu hal yang masih menjadi pertanyaan peneliti. Peneliti merasa mengapa tas Indonesia tidak bisa dominan di pasar Indonesia. Tas buatan Indonesia seakan terpinggirkan akibat kehadiran tas “KW” yang seakan dapat memberikan kepuasan lebih kepada konsumen. Dari sini peneliti juga merasa akan sulit untuk berusaha mengikis budaya konsumer terhadap tas “KW” jika negara kita tidak berusaha membangkitkan produk tas dalam negeri. Usaha ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, namun juga kita sebagai masyarakat Indonesia.
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
Daftar Referensi Buku Adorno, Theodore W. (1991). The Culture Industry. Routledge: London and New York Baudrillard, Jean. (1998). The Consumer Society: Myths and Structures. SAGE Publications: London, Thousand Oaks and New Delhi Creswell, John W. (2003). Research Design, Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches (Second Edition). United State: Sage Publications Creswell, John W. (2007). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Approaches (Second Edition). United State: Sage Publications Durianto, Darmadi. Supratikno, Hendrawan. Sugiarto. Widjaja, Anton Wachidin. (2005). Recent Trends in Marketing Issues. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Featherstone, Mike. (2007). Consumer Culture and Postmodernism. London: SAGE Publication Giddens, Anthony. Duneier, Mitchel. Appelbaum, Richard. (2005). Introduction to Sociology (Fifth Edition). New York, London: W.W Norton Jameson, Fredic. (1991). Postmodernism, Or the Cultural Logic of Late Capitalism. Durham: Duke University Press Lawrence, Neuman W. (2003). Social Research Methods, Qualitative and Quantitative Approaches. Boston: Pearson Education. Inc Macionis, John J. (2011). Sociology (13th Ed.). New Jersey: Prentice Hall, Pearson Education. Ritzer, George. (1997). Post Modern Social Theory. McGraw-Hill Companies: United States of America Ritzer, George. Goodman, Douglas J. Penerjemah: Nurhadi (2011). Teori Sosiologi, Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul: Kreasi Wacana Suyanto, Bagong. (2013). Sosiologi Ekonomi, Kapitalisme dna Konsumsi di Era Masyarakat Post-Modernisme. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
Jurnal Elliot, Richard. Wattanasuwan Kritsadarat. (1998). “Consumption and The Symbolic Project of The Self”. European Advances in Consumer Research Volume 3 Firat, Fuat. (1991). “The Consumer in Postmodernity”. Advances in Consumer Research Volume 18 Firat, Fuat. Venkattesh, Alladi. (1995). “Liberatory Postmodernisman d the Reenchantmentof Consumption”.
The
Journal
of
Consumer
Research,
Vol.
22,
No.
3.
(http://www.jstor.org/stable/2489612) Fornier, Susan. (1998). “Consumers and Their Brands: Developing Relationship Theory in Consumer Research”. Journal of Consumer Research, Vol. 24, No. 4 (March 1998), pp. 343-353. The University of Chicago Press. (http://www.jstor.org/stable/10.1086/209515) Hidayat, Anas. Mizerski, Katherine. (2005). “Pembajakan Produk: Problema, Strategi Dan Antisipasi Strategi”. Jurnal Siasat Bisnis No. 10 Vol. 1, JUNI Manel Hamouda & Abderrazak Gharbi. (2013). “The Postmodern Consumer: An Identity Constructor?”. International Journal of Marketing Studies; Vol. 5, No. 2 Thompson, Craig J. Haytko, Diana L. (1997). “Speaking of Fashion: Consumers’ Uses of Fashion Discourses and the Appropriation”. Journal of Consumer Research, Vol. 24, No. 1 pp. 15-42. (http://www.jstor.org)
Tesis Hana, Nurul. (2012). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Konsumen Terhadap Produk Tiruan dari Produk bermerek Mewah dan Pengaruhnya Terhadap Intensi Pembelian Produk Tiruan dari Produk Bermerek Mewah. Depok: Tesis Universitas Indonesia Website Bari. (2014). Indonesia Miliki 143 Pintu Masuk Barang Ilegal. http://www.neraca.co.id/article/29006/Indonesia-Miliki-143-Pintu-Masuk-BarangIlegal. Diakses pada 27 Mei 2014 pukul 13.00 WIB
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
Zulqornain, Iskandar. (2014). Peringati Hari HKI, Menkum HAM Musnahkan Barang Palsu dengan Palu. http://news.detik.com/read/2014/04/24/120600/2564227/10/peringatihari-hki-menkum-ham-musnahkan-barang-palsu-dengan-palu?nd772204btr. Diakses pada 27 Mei 2014 pukul 13.30 WIB Nurcahyani, Dwi Indah. (2012). Miliki Tas KW? Siap-siap Berurusan Dengan Hukum. http://jakarta.okezone.com/read/2012/04/26/29/619302/miliki-tas-kw-siap-siapberurusan-dengan-hukum. Diakses pada 8 Juli 2013 pukul 14.49 WIB Vaswani, Karishma. Indonesia's economy grows driven by high consumption. http://www.bbc.co.uk/news/business-15615577. Diakses pada 10 Juli 2013 pukul 11.00 WIB www.tasbrandedbatam.net. Diakses pada 5 Juli 2013 pukul 13.00 WIB http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2012/05/120502_usindohaki.shtml. Diakses pada 8 Juli 2013 pukul 15.00 WIB www.furla.com . Diakses pada 16 Februari 2014 pukul 13.30 WIB www.zara.com. Diakses pada 16 Februari 2014 pukul 13.30 WIB http://www.zara-clothing.net/history-of-zara/. Diakses pada 16 Februari 2014 pukul 14.00 WIB http://rachmira-onlineshop.blogspot.com/2013/01/tas-furla-candy-lokal.html. Diakses pada 16 Februari 2014 pukul 14.15 WIB http://www.mahkotatas.com/view.php?id=4706 . Diakses pada 16 Februari 2014 pukul 14.15 WIB
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
Lampiran PEDOMAN WAWANCARA UNTUK INFORMAN PENJUAL No
Pertanyaan
Topik
1.
1. Lama menjual tas “KW” 2. Jenis tas “KW” yang dijual (Gender, Merek, Kualitas) 3. Tas yang paling banyak dicari konsumen (Merek atau Model)
Informasi Penjual dan Produk yang Dijual
2.
1. Alasan menjual tas “KW” (untuk Gender Perempuan) 2. Yang merekomendasikan untuk menjual tas “KW” 3. Keuntungan menjual tas “KW” 4. Kelebihan membeli tas “KW” dari kualitas tertentu
Pertimbangan dalam menjual tas “KW”
3.
1. Pengalaman tidak menjual tas “KW” dari kualitas atau merek tertentu (Penolakan menjual produk) 2. Pengalaman menjual tas merek asli, alasannya
Pengalaman selama menjual Tas “KW”
4.
1. Perbedaan tas tiruan dari aspek jenis kualitas (Bahan, Bentuk, Harga dan sebagainya)
Spesifikasi jenis tas yang dijual
5.
1. Tempat menjual tas “KW”(toko, online dan sebagainya) (Distribusi) 2. Konsumen setia (Siapa dan berasal dari daerah mana) à Ecer dan Grosir (Konsumsi) 3. Cara informan mempromosikan tas “KW” (Promosi/Iklan) 4. Pemasok tas “KW” (Rantai Produksi dan Distribusi) 5. Cara memesan ke pemasok tas “KW”
Rantai Produksi, Distribusi, Konsumsi dan Cara Mempromosikan
6.
1. Pengetahuan terkait daerah yang memproduksi tas “KW” 2. Pengetahuan negara asal tas “KW” 3. Pengalaman tertipu pemasok,
Pengetahuan dan Pengalaman Informan saat Menjual Tas “KW”
Pertanyaan Penelitian Profil Informan
Penyebab Kemunculan Fenomena Perilaku Konsumtif Pada Tas “KW”
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014
cara agar tidak tertipu
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK INFORMAN KONSUMEN No
Pertanyaan
Topik
1.
1. Jenis tas yang biasa dibeli 2. Jumlah tas yang dimiliki 3. Lama mengkonsumsi tas
Informasi tas yang digunakan
2.
1. Alasan mengkonsumsi tas “KW”
Alasan menyukai tas “KW”
3.
1. Tempat membeli tas “KW” 2. Fokus tas yang dikonsumsi (merek atau model) 3. Yang memberi rekomendasi 4. Saat yang tepat untuk membeli tas “KW” 5. Penolakan terhadap produk tas lain (Merek, Jenis, Model, Harga)
Pertimbangan dalam membeli tas “KW”
4.
1. Kepuasaan tertentu saat menggunakan tas “KW” 2. Yang dirasakan saat menggunakan tas “KW” 3. Yang diharapkan saat menggunakan tas “KW” 4. Pengaruh dengan rasa percaya diri saat menggunakan tas “KW” 5. Rasa malu saat menggunakan tas “KW” 6. Perasaan saat sedang tidak menggunakan tas “KW”
Perasaan saat menggunakan Tas “KW”
5.
1. Keinginan membeli produk tas “KW” 2. Keinginan terus membeli tas “KW”
Ekspektasi konsumen terhadap konsumsi tas “KW” pada masa mendatang
Pertanyaan Penelitian Profil Informan
Budaya Konsumer atas Tas “KW”
Perilaku konsumtif terhadap..., Menik Sukma Pratiwi, FISIP UI, 2014