i
PERILAKU KOMPLAIN KONSUMEN GENERASI Y PADA BELANJA ONLINE
IFFAHSARI MUSYRIFAH
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Perilaku Komplain Konsumen Generasi Y pada Belanja Online” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015
Iffahsari Musyrifah NIM I24110022
*Pelimpahan hak atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK IFFAHSARI MUSYRIFAH. Perilaku Komplain Konsumen Generasi Y pada Belanja Online. Dibimbing oleh MEGAWATI SIMANJUNTAK. Perilaku belanja online merupakan metode belanja yang paling diminati masyarakat modern, khususnya Generasi Y yang selalu terhubung dengan internet dan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Selain memberikan kemudahan, belanja online juga berpotensi merugikan konsumen. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku belanja online dan perilaku komplain pada konsumen Generasi Y. Penelitian ini melibatkan 100 mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor yang dipilih menggunakan teknik snowball. Data dikumpulkan melalui self report menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam. Analisis yang digunakan dalam penelitian adalah uji regresi linier berganda. Hasil uji regresi menunjukkan uang saku per bulan dan sikap terhadap belanja online berpengaruh secara nyata terhadap frekuensi belanja online. Perilaku komplain dipengaruhi secara nyata oleh jenis kelamin, gaya hidup strivers, dan jumlah akun media sosial. Kata kunci : belanja online, gaya hidup, Generasi Y, komplain, sikap
ABSTRACT IFFAHSARI MUSYRIFAH. Generation Y‟s Complaint Behavior on Online Shopping. Supervised by MEGAWATI SIMANJUNTAK. Online shopping behavior is the most prefered shopping method for modern society, especially Generation Y who always connect with internet and technology in every aspect of life. Online shopping does not only give convenience but also has negative effects for consumers. The aim of this research was to analyze factors that influence on online shopping behavior and complaint behavior on Generation Y‟s consumer. This research involved 100 undergraduate students of Bogor Agricultural University which selected by snowball technique. This research used cross sectional study‟s design. Data was collected by self report using questionnaire as a tool and by indepth interview. This research used multiple linier regression analysis. The result showed that online shopping behavior was influenced by monthly allowance and attitude on shopping behavior. Complaint behavior was influenced by gender, number of social media accounts, and strivers lifestyle. Keywords: attitude, complaint, Generation Y, lifestyle, online shopping
PERILAKU KOMPLAIN KONSUMEN GENERASI Y PADA BELANJA ONLINE
IFFAHSARI MUSYRIFAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia, limpahan rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulisan karya ilmiah yang berjudul “Perilaku Komplain Konsumen Generasi Y pada Belanja Online” berhasil diselesaikan. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Megawati Simanjuntak, SP, MSi selaku dosen pembimbing skripsi serta dosen pembimbing akademik, Ibu Nur Islamiah SPSi, MPSi selaku dosen pemandu seminar hasil, Dr Ir Lilik Noor Yuliati MFSA dan Dr Ir Diah Krisnatuti P MSi selaku dosen penguji, Windy Melgiana dan Yunni Widyasari selaku pembahas pada seminar hasil, serta seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir H Muhammad Gatot Saptono (ayah), Kusrini Ambarwati, SP (ibu), dan adik-adik, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh responden atas bantuannya dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Teman-teman satu bimbingan skripsi (Ambar, Rani, Ulfah, dan Diana) atas segala dukungan dan semangat selama masa penelitian dilakukan. Terakhir untuk Yuni, Nay, Dira, Anna, Adinda, Dwi, Mei, Angelina, Sintya, dan teman-teman IKK 48 yang selalu memberikan dukungan dan semangat. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Agustus 2015 Iffahsari Musyrifah
i
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Generasi Y Gaya Hidup Persepsi Sikap terhadap Belanja Online Perilaku Belanja Online Perilaku Komplain KERANGKA PEMIKIRAN Hipotesis METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL Karakteristik Individu Gaya Hidup Penggunaan Internet Persepsi terhadap Hak dan Kewajiban Konsumen Sikap terhadap Belanja Online Perilaku Belanja Online Perilaku Komplain terhadap Belanja Online Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Perilaku Belanja Online Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Perilaku Komplain PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
1 1 2 4 4 4 4 5 5 6 6 7 7 8 9 9 10 10 11 14 14 15 15 15 16 17 18 20 20 21 22 27 27 27 27 33 45
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Persentase penduduk usia 5 tahun ke atas yang pernah mengakses internet dalam 3 bulan terakhir menurut kelompok umur 2010-2013 Variabel dan skala data yang diteliti Sebaran orientasi gaya hidup Generasi Y Sebaran Generasi Y berdasarkan akun media sosial yang dimiliki Sebaran Generasi Y berdasarkan persepsi hak dan kewajiban konsumen Sebaran Generasi Y berdasarkan sikap terhadap belanja online Sebaran Generasi Y berdasarkan frekuensi belanja online Sebaran Generasi Y berdasarkan metode pembayaran* Sebaran situs belanja online yang sering diakses Generasi Y Sebaran Generasi Y berdasarkan barang yang sering dibeli Sebaran Generasi Y berdasarkan tingkat komplain Hasil analisis regresi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku belanja online Hasil analisis regresi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku komplain
2 10 15 16 17 17 18 18 19 19 20 21 22
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka pemikiran perilaku komplain konsumen Generasi Y pada belanja online
9
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Orientasi gaya hidup Validitas dan reliabilitas Hasil uji asumsi klasik regresi linier berganda Sebaran Generasi Y berdasarkan item pertanyaan persepsi hak dan kewajiban konsumen Sebaran Generasi Y berdasarkan item pertanyaan sikap terhadap belanja online Sebaran Generasi Y berdasarkan item pertanyaan perilaku komplain Hasil wawancara mendalam
34 34 35 38 39 40 41
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi mengakibatkan pergeseran nilai dan perubahan pola pikir konsumen tentang internet sebagai media alternatif berbelanja (Lestari 2014). Menurut survei MasterCard (2014), sebanyak 90 persen responden melakukan pembelian online melalui ponsel. Praktis, menghemat waktu, efektif, dan efisien menggambarkan beberapa alasan konsumen memilih berbelanja secara online. Konsumen dapat melakukan perbandingan harga tanpa harus datang ke beberapa toko yang membutuhkan waktu lama. Hasil penelitian eMarketer (2014) menemukan konsumen lebih menikmati ide belanja online dibandingkan dengan melakukan belanja online itu sendiri. Kemudahan fasilitas pembayaran merupakan hal esensial dalam belanja online (MasterCard 2014). Indonesia menduduki peringkat keenam negara pengguna internet dunia berdasarkan pengguna smartphone dengan total 83.7 juta jiwa setelah Brazil dan Jepang (eMarketer 2014). Hasil riset BMI Research (Brand and Marketing Institute Research) memprediksi kenaikan belanja online sebesar 59 persen pada tahun 2015 dengan banyaknya konsumen usia muda di Indonesia. Hasil riset juga menunjukkan rata-rata pengeluaran konsumen dalam setahun untuk belanja online sebesar Rp825 000.00 per orang. Barang yang biasa dibeli konsumen di internet adalah produk fashion (baju, aksesoris, sepatu), produk kecantikan (kosmetik, perhiasan, dan lain-lain), kado, mainan, komputer, barang elektronik, gadget, perlengkapan rumah tangga, software, buku, majalah, travel, hotel, DVD, dan CD (Cho, Im, Hiltz, dan Fjermestad 2002; Delafrooz, Paim, dan Khatibi A 2010; Veeralakshmi 2013; Khan, Ahmed, Yousuf, Hassan dan Zia 2014). Konsumen memilih barang, jasa, dan aktivitas sesuai gaya hidup tertentu. Gaya hidup seseorang dapat dilihat dari kegiatan, minat, dan opini yang dimilikinya (Sumarwan 2011). Merek produk yang dibeli konsumen berhubungan dengan gaya hidup konsumen (Khrisnan 2011). Sikap konsumen terhadap belanja online merupakan faktor yang sangat memengaruhi niat belanja online (Lim, Yap, dan Lee 2011; Andrews dan Bianchi 2012). Perilaku penggunaan internet dipengaruhi intensitas akses internet (Burns dan Roberts 2013). Generasi muda mudah beradaptasi dengan teknologi baru dan menggunakan internet sebagai alat untuk berbelanja (Kiyici 2012). Tabel 1 menunjukkan kelompok umur terbesar urutan kedua pengguna internet selama tiga bulan terakhir berdasarkan survei BPS (2013) adalah penduduk berusia 19 sampai 24 tahun dengan persentase 23.45 persen setelah kelompok usia ≥ 25 tahun. Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2015) di 42 Kabupaten dan Kota menunjukkan hampir setengah (49%) pengguna internet di Indonesia berusia 18 sampai 25 tahun. Kelompok usia ini tergolong dalam Generasi Y dan merupakan konsumen potensial belanja online (Veronika 2013). Williams dan Page (2010) menyatakan terdapat enam generasi di Amerika, yaitu Pre depression, Depression, Baby Boomers, Generasi X, Generasi Y, dan Generasi Z yang memiliki karakteristik, gaya hidup, dan sikap tertentu. Generasi Y lahir pada tahun 1980 sampai 1995 dengan ciri khas percaya diri, mandiri, berorientasi tujuan, selalu mengetahui perkembangan informasi terbaru, dan
2
mampu menyeleksi, serta beradaptasi dengan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan termasuk berbelanja (Meier dan Crocker 2010; Ashraf, Sajjad, Ridwan, Ahmed, dan Nazeer 2013; Ismail dan Lu 2014; Luthfi 2014). Williams dan Page (2010) menyatakan bahwa tujuh nilai kunci Generasi Y adalah: pilihan, cermat, integritas, kolaborasi, kecepatan, hiburan, inovasi, dan penyesuaian. Generasi Y memiliki beberapa istilah seperti Generasi Milenial, Echo Boomers, Why Generation, Net Generation, Gen Wired, We Generation, DotNet, Ne(x)t Generation, Nexters, First Globals, iPod Generation, dan iYGeneration. Generasi Y tumbuh dengan baik dan bijak pada usianya. Generasi Y lahir pada saat komputer dan internet tersebar secara luas di rumah dan di sekolah, saling menghormati antar etnis dan budaya, kaum wanita sudah bisa bekerja secara penuh, terlahir dari keluarga dengan ayah dan ibu yang bekerja, selalu terhubung dengan sosial media, mementingkan diri sendiri, mandiri, dan mementingkan hasil daripada alasan dibaliknya. Tabel 1 Persentase penduduk usia 5 tahun ke atas yang pernah mengakses internet dalam 3 bulan terakhir menurut kelompok umur 2010-2013 Kelompok Umur (Tahun) Tahun 5-12
13-15
16-18
19-24
25+
5.61 7.19 8.10 5.68
13.06 14.32 14.21 13.31
17.56 18.23 17.25 17.71
23.21 22.59 22.01 23.45
40.55 37.67 38.43 39.85
2010 2011 2012 2013 Sumber: BPS (2013)
Media sosial dipilih Generasi Y sebagai saluran komplain untuk mengutarakan kemarahan pada pelaku usaha (Clark 2013). Perilaku komplain konsumen dilatarbelakangi ketidakpuasan, sikap mengeluh, kepercayaan diri, peluang kesuksesan melakukan komplain, penyampaian kata-kata negatif dari mulut ke mulut, dan niat untuk beralih dari pelaku usaha dengan sikap yang berbeda. Kepercayaan diri konsumen adalah pendorong utama konsumen melakukan komplain (Fernandes dan Santos 2008). Kecenderungan konsumen untuk komplain pada belanja online lebih tinggi saat tidak mendapatkan konfirmasi tanggapan saat bertanya (Cho et al. 2002). Berkat kecanggihan media sosial, konsumen tidak hanya melakukan komplain melalui layanan konsumen yang khusus disediakan perusahaan. Konsumen dapat mengungkapkan kekecewaan yang dirasakan melalui akun jejaring sosial yang dimiliki. Konsumen memiliki peran baru, yaitu sebagai publisher dan influencer bagi konsumen lainnya (YLKI 2015). Perilaku komplain pada tren belanja online yang digemari konsumen Generasi Y sangat menarik untuk diteliti. Perumusan Masalah Konsumen muda melakukan belanja online karena tidak menemukan waktu yang tepat dan tidak siap menghabiskan waktu berjam-jam untuk berbelanja. Kemudahan, kenyamanan, hemat waktu, lebih banyak informasi dan layanan yang bisa didapat, serta menyediakan banyak pilihan menjadi alasan utama konsumen
3
Generasi Y melakukan belanja online (Yoruk, Dundar, Moga, dan Neculita 2011; Anbumani dan Sundar 2014). Media perantara online sebagai alternatif berbelanja atau dikenal dengan istilah e-commerce berpotensi merugikan konsumen dalam hal keamanan transaksi, mulai dari ketidaksesuaian jenis dan kualitas barang yang dijanjikan, ketidaktepatan waktu pengiriman barang, serta ketidakamanan transaksi (BPKN 2012). Lemahnya posisi konsumen ditambah ketidaktahuan konsumen kemana harus mengadu ketika masalah muncul menambah deretan permasalahan yang dihadapi konsumen pelaku belanja online. Konsumen tidak melakukan komplain karena tidak memiliki cukup waktu dan kurang percaya bahwa permasalahan dapat terselesaikan (Cipriana, Filimon, dan Ionela 2010). Banyak konsumen yang ragu melakukan belanja online karena pembayaran dan sistem transaksi yang tidak aman (Nazir, Tayyab, Sajid, Rashid, dan Javedi 2012). Studi San, Omar dan Thurasamy (2015) tentang belanja online pada Generasi Y Malaysia menunjukkan bahwa Generasi Y di Malaysia masih belum siap untuk belanja secara online karena masih ragu dalam memercayai website belanja online. Beberapa masalah yang dihadapi konsumen saat belanja online menurut Muthalif (2014) adalah rendahnya keamanan pembayaran, rendahnya kepercayaan terhadap sistem online, tingginya biaya pengiriman, klaim dan garansi, pengiriman yang terlambat, aturan pengembalian (refund), pelayanan konsumen yang buruk, dan kejahatan dunia maya serta pembajakan (cyber crime and hijacking). Kiyici (2012) mengungkapkan bahwa konsumen yang memiliki kartu kredit lebih akrab dan memiliki lebih sedikit kecemasan terhadap belanja online. Konsumen online memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang jelas tentang karakteristik produk, harga (biaya, pajak tersembunyi, dan batas waktu pembayaran), dan kondisi barang yang sebenarnya sebelum belanja online dilakukan (Ashraf et al. 2013). Semakin konsumen memiliki persepsi yang baik akan hak yang seharusnya diperoleh, posisi konsumen akan semakin kuat dan terlibat dengan perilaku komplain (Bhuian dan Al-Enazi 2013). Mengacu kepada UUPK (Undang-Undang Perlindungan Konsumen) No. 8 Tahun 1999, terdapat beberapa hak-hak konsumen yang sering diabaikan pelaku usaha. Hak-hak konsumen yang seringkali dilanggar online shop saat melakukan belanja online adalah hak untuk mendapatkan informasi yang jelas dan jujur mengenai kondisi suatu barang, hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa, hak untuk didengar pendapat dan keluhan atas barang dan jasa yang digunakan, dan hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Kebanyakan konsumen tidak memiliki pengalaman untuk menuntut ganti rugi dan melakukan komplain. Keluhan yang disampaikan konsumen dalam melakukan komplain bergantung kepada situasi dan ukuran kerugian yang dirasakan (Thogersen, Juhl, dan Poulsen 2003). Reaksi konsumen saat mengalami permasalahan dalam belanja online adalah berkomunikasi langsung dengan pelaku usaha, menulis komentar di blog, website, forum online, atau tidak melakukan aksi apapun (Paina dan Luca 2011). Meskipun konsumen online lebih baik dalam mengekspresikan kekecewaan terhadap pengalaman negatif yang dialami, namun dalam pelaksanaan komplain masih tergolong rendah (Cho et al. 2002). Mayoritas konsumen muda yang memiliki pendapatan bulanan tinggi dan pendidikan tinggi
4
akan melakukan komplain saat tidak puas dengan barang atau jasa (Cheawkamolpat 2009; Cipriana et al. 2010). Berdasarkan pemaparan di atas, permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana karakteristik individu, penggunaan internet, sikap terhadap belanja online, persepsi terhadap hak dan kewajiban konsumen, perilaku belanja online, serta perilaku komplain terhadap belanja online pada konsumen Generasi Y? 2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi perilaku belanja online dan perilaku komplain terhadap belanja online pada konsumen Generasi Y? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum, penelitian bertujuan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku belanja online dan perilaku komplain terhadap belanja online pada konsumen Generasi Y. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik individu, penggunaan internet, sikap terhadap belanja online, persepsi terhadap hak dan kewajiban konsumen, perilaku belanja online, serta perilaku komplain terhadap belanja online pada konsumen Generasi Y. 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku belanja online dan perilaku komplain terhadap belanja online pada konsumen Generasi Y. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan konsumen mengenai perilaku komplain dalam belanja online dan menimbulkan kesadaran bagi konsumen untuk membela hak dan menjalankan kewajibannya ketika terjadi ketidakadilan oleh pelaku usaha, menambah pengetahuan dan perbendaharaan penelitian di bidang konsumen, serta dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai perilaku komplain pada belanja online. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi pemerintah dan lembaga yang berwenang seperti YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional), Kementerian Perdagangan RI, dan Menkominfo untuk merumuskan kebijakan solutif terkait hak-hak konsumen pengguna e-commerce dan perilaku komplain pada belanja online.
TINJAUAN PUSTAKA Generasi Y Generasi Y merupakan individu yang lahir pada tahun 1986 sampai 2005 (Sharp dan Dye 2014). Konsumen potensial belanja online berada pada kelompok umur 18 sampai 35 tahun (Veronika 2013). Generasi muda lebih sulit untuk
5
membuat keputusan saat terdapat banyak pilihan (Mafini, Dhurup, dan Mandhlazi (2014). Penelitian Khan et al. (2014) mengidentifikasi konsumen berusia 15 sampai 20 tahun sebagai Affluent Teenager. Kelompok konsumen ini memiliki ciri image conscious dan melihat pola perilaku mereka. Affluent Teenager memilih belanja online karena memberikan kenyamanan yang tinggi dan sebagai proyeksi gambaran diri yang up-to-date pada tren belanja terbaru. Gaya Hidup Konsumen memilih barang, jasa, dan aktivitas sesuai gaya hidup tertentu. Gaya hidup seseorang dapat dilihat dari kegiatan, minat, dan opini yang dimilikinya (Sumarwan 2011). Hasil penelitian Mafini et al. (2014) mengidentifikasi tujuh gaya belanja yang sesuai dengan Generasi Y, yaitu sadar kualitas, sadar merek, senang mencari hal-hal baru, hedonis, bingung karena terlalu banyak pilihan, kebiasaan, loyalitas merek, dan sadar fashion. Merek produk yang dibeli konsumen berhubungan dengan gaya hidup konsumen (Khrisnan 2011). Segmentasi konsumen menurut gaya hidup berdasarkan penelitian Wilbanks (2005) mengelompokkan konsumen ke dalam enam kriteria yaitu achievers, strivers, fulfilleds, believers, experiencers, dan makers (Lampiran 1). Konsumen yang memiliki gaya hidup orientasi harga (price orientation) cenderung melakukan pembelian melalui internet karena menyediakan kebutuhan dengan harga lebih murah dan resiko yang lebih sedikit. Konsumen dengan gaya hidup orientasi jaringan (net orientation) memiliki persepsi rendah terhadap resiko belanja online dan memiliki kompatiblitas tinggi dengan belanja online. Konsumen orientasi jaringan merupakan konsumen yang tertarik dan memanfaatkan aplikasi internet. Konsumen dengan orientasi gaya hidup inovasi (inovativeness) memiliki kecenderungan untuk mengadopsi inovasi teknologi. Semakin inovatif konsumen, persepsi resiko terhadap belanja online akan menurun dan kompatibilitas dengan belanja online meningkat (Atchariyachanvanich dan Okada 2007). Interest driven, fashion conciousness, believers, dan makers merupakan orientasi gaya hidup konsumen yang memengaruhi perilaku belanja online (Ahmad, Omar, dan Ramayah 2014). Persepsi Persepsi konsumen terhadap kualitas produk diukur sebagai faktor penentu dalam memilih produk (Zeithaml 1988). Persepsi adalah bagaimana manusia mengenali dan menginterpretasikan stimuli atau rangsangan. Persepsi merupakan kesan pertama dalam benak konsumen dan merupakan dasar sebelum memilih dan menginterpretasikan informasi ke dalam bentuk yang lebih bermakna. Konsumen akan memiliki interpretasi produk yang berbeda sesuai nilai kebutuhan dan harapan konsumen (Ghanamathadayya dan Srinivas 2014). Persepsi konsumen akan memengaruhi level kepuasan konsumen, keputusan membeli, dan keputusan konsumen dalam menggunakan produk (Kazmi SQ 2012).
6
Sikap terhadap Belanja Online Sikap konsumen memainkan peran secara langsung dan memengaruhi perilaku pembelian konsumen (Sarker et al. 2013). Harga, kenyamanan, kendala waktu pengiriman, dan banyaknya informasi yang diterima berhubungan positif dengan sikap konsumen terhadap belanja online. Semakin tinggi skor yang dimiliki konsumen terhadap faktor-faktor tersebut, semakin tinggi pula sikap konsumen terhadap belanja online (Yoruk et al. 2011). Sikap terhadap belanja online berpengaruh positif terhadap perilaku belanja online (Javadi, Dolatabadi, Nourbakhsh, Poursaeedi, dan Asadollahi 2012). Orientasi utilitarian, kenyamanan, harga, dan pilihan yang lebih luas memengaruhi sikap konsumen terhadap belanja online (Delafrooz et al. 2010). Kenikmatan belanja dan persepsi resiko yang dirasakan dipengaruhi sikap konsumen terhadap toko online (Lee, Kim, dan Fiore 2010). Keinovatifan seseorang terhadap teknologi informasi, persepsi keamanan, dan keterlibatan produk memengaruhi sikap konsumen terhadap belanja online (Keisidou, Sarigiannidis, dan Maditinos 2011). Perilaku Belanja Online Penampilan situs, kecepatan pemuatan, keamanan, peta situs, dan validasi berpengaruh secara signifikan terhadap niat belanja online (Salehi 2012). Konsumen mengakses internet untuk belanja online, mencari informasi produk, mencari lowongan kerja, berselancar di dunia maya, dan chatting (Veeralakhsmi 2013). Barang yang menguntungkan bila dibeli secara online adalah buku, tiket, dan CD (Yoruk et al. 2011). Konsumen yang memiliki akun jejaring sosial facebook diasumsikan setidaknya pernah belanja online sebanyak satu kali (Dobre dan Ciota 2015). Konsumen akan melakukan perbandingan harga pada beberapa toko online sebelum melakukan pembelian online (Hasslinger, Hodzic, dan Opazo 2007). Hasil penelitian Teo (2001) menunjukkan laki-laki lebih banyak melakukan belanja online dibandingkan perempuan. Komentar dan rekomendasi memengaruhi konsumen dalam belanja online, kepuasan belanja online, dan niat belanja online (Chen 2012). Konsumen memilih belanja online karena toko online memberikan kenyamanan, harga lebih baik, memberikan informasi lebih banyak mengenai harga dan layanan yang diberikan (Yoruk et al. 2011). Toko online yang nyaman tercermin dari waktu yang singkat, sedikit energi yang dihabiskan, pengurangan biaya pengiriman, tidak ramai dan tidak antri seperti pasar riil, waktu dan ruang tak terbatas dan terdapat peningkatan kemudahan berbelanja (Salehi 2012). Perlindungan privasi dan keamanan merupakan masalah utama yang memengaruhi perilaku belanja online. Harga, kepercayaan, kenyamanan, dan rekomendasi diidentifikasi sebagai faktor yang memengaruhi belanja online. Harga merupakan faktor yang paling berpengaruh dan menarik minat konsumen untuk belanja online (Veeralakhsmi 2013). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Atchariyachanvanich dan Okada (2006) bahwa harga merupakan faktor dominan konsumen Jepang memilih belanja secara online. Veeralakhsmi (2013) dan Khan et al. (2014) mengidentifikasi beberapa metode pembayaran belanja online, yaitu menggunakan kartu kredit, transfer bank, dan Cash on Delivery (CoD). CoD menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi resiko belanja online (Khan et al.
7
2014). Perilaku belanja online menuntut konsumen untuk memperhatikan reputasi pelaku usaha (online shop) selain memperhatikan kenyamanan dan harga yang ditawarkan. Beberapa masalah yang dihadapi konsumen saat belanja online menurut Muthalif (2014) adalah rendahnya keamanan pembayaran, rendahnya kepercayaan terhadap sistem online, tingginya biaya pengiriman, klaim dan garansi, pengiriman yang terlambat, aturan pengembalian (refund), pelayanan konsumen yang buruk, dan kejahatan dunia maya serta pembajakan (cyber crime and hijacking). Kepercayaan terhadap internet, sikap, dan kontrol perilaku yang dipersepsi memiliki hubungan signifikan dengan perilaku belanja online (Yusmita, Mat, Muhammad, Yusoff, Azhar, dan Behjati 2012). Perempuan muda lebih memilih belanja melalui situs belanja online. Baik konsumen berorientasi hedonis dan utilitarian memilih berbelanja melalui situs online karena berguna dan menyenangkan (Dennis, Morgan, Wright, dan Jayawardhena 2010). Perilaku Komplain Kebanyakan konsumen tidak memiliki pengalaman untuk menuntut ganti rugi dan melakukan komplain. Keluhan yang disampaikan konsumen dalam melakukan komplain bergantung kepada situasi dan ukuran kerugian yang dirasakan (Thogersen, Juhl, dan Poulsen 2003). Penelitian Thogersen et al. (2003) menjelaskan bahwa contoh akan memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk melakukan komplain jika memiliki sikap positif yang mereka anut mengenai komplain, semakin sensitif terhadap kekurangan atau kecacatan produk, dan semakin tinggi nilai ketidakpuasan yang dirasakan. Cipriana et al. (2010) menyatakan bahwa konsumen yang tidak puas akan memberitahukan pengalaman negatif yang mereka alami kepada konsumen lainnya dan mengubah sikap mereka terhadap barang atau jasa. Singh (1988) membagi perilaku komplain ke dalam tiga kategori, yaitu respon suara, respon pribadi, dan respon pihak ketiga. Respon suara yaitu menyampaikan komplain langsung ke pelaku usaha, customer service, atau diam saja dan tidak melakukan aksi apapun. Respon pribadi berupa exit (meninggalkan toko online yang sudah mengecewakan), penyampaian komplain secara verbal dari mulut ke mulut kepada orang terdekat (negative word of mouth), melakukan komplain melalui media sosial, dan boikot toko online maupun produk. Respon pihak ketiga berupa penyampaian komplain melalui jalur hukum, media, koran, majalah, maupun lembaga konsumen yang berwenang. Hasil penelitian Zain (2011) menemukan bahwa konsumen Asia cenderung tidak melakukan komplain dan memilih penyampaian kata-kata negatif dari mulut ke mulut (negatif WOM) sebagai alternatif dalam mengungkapkan ketidakpuasan.
KERANGKA PEMIKIRAN Karakteristik individu yang diteliti meliputi jenis kelamin dan uang saku. Penelitian ini juga mengkaji penggunaan internet contoh yang terdiri dari intensitas akses internet, pengeluaran pulsa internet, dan jumlah akun media
8
sosial. Mayoritas konsumen yang melakukan belanja online adalah perempuan, konsumen yang menghabiskan waktu lebih banyak untuk online memiliki pengalaman lebih banyak dalam menggunakan internet sehingga mendasari konsumen untuk berbelanja online (Hasslinger et al. 2007). Sikap konsumen terhadap belanja online merupakan faktor yang sangat memengaruhi niat untuk belanja online (Lim et al. 2011; Andrews dan Bianchi). Karakteristik konsumen online dan pengalaman belanja berdampak positif pada kecenderungan komplain konsumen web (Liu dan Zhang 2007). Konsumen akan melakukan komplain saat merasa dirugikan. Konsumen muda, memiliki pendapatan bulanan tinggi, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, serta berpendidikan tinggi akan melakukan komplain saat tidak puas dengan barang atau jasa (Liu dan Zhang 2007; Cheawkamolpat 2009; Cipriana et al. 2010). Komplain dilakukan ketika konsumen memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan saat kinerja produk berada di bawah harapan konsumen (Schiffman dan Kanuk 2008). Pada penelitian ini, persepsi terhadap hak dan kewajiban konsumen diduga memengaruhi perilaku komplain. Konsumen yang sadar akan hak dan kewajibannya akan aktif menuntut hak-haknya dan efektif melindungi diri dari tindakan penipuan yang dilakukan pelaku usaha. Konsumen yang memiliki gaya hidup orientasi harga mempersepsikan lebih sedikit resiko belanja online (Atchariyachanvanich dan Okada 2007). Konsumen perempuan, tinggal di desa, dan memiliki sikap yang tegas terbukti lebih baik dalam menghadapi pengalaman belanja yang tidak menyenangkan (Hakimah, Haron, dan Fah 2010). Berdasarkan berbagai kajian empiris, disusun sebuah kerangka berpikir penelitian yang menduga bahwa karakteristik individu (jenis kelamin dan uang saku), gaya hidup, penggunaan internet (intensitas akses internet, pengeluaran pulsa internet, dan jumlah akun media sosial), dan sikap terhadap belanja online memengaruhi perilaku belanja online. Karakteristik individu (jenis kelamin dan uang saku), gaya hidup, penggunaan internet (intensitas akses internet, pengeluaran pulsa internet, jumlah akun media sosial), dan persepsi terhadap hak dan kewajiban konsumen memengaruhi perilaku komplain konsumen Generasi Y pada belanja online. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang disajikan pada Gambar 1, hipotesis yang akan dijawab pada penelitian ini adalah: 1. H0 : Tidak ada pengaruh nyata karakteristik individu, gaya hidup, penggunaan internet, dan sikap terhadap perilaku belanja online H1 : Terdapat pengaruh nyata karakteristik individu, gaya hidup, penggunaan internet, dan sikap terhadap perilaku belanja online 2. H0 : Tidak ada pengaruh nyata karakteristik individu, gaya hidup, penggunaan internet, serta persepsi hak dan kewajiban konsumen terhadap perilaku komplain gaya hidup, H1 : Terdapat pengaruh nyata karakteristik individu, penggunaan internet, serta persepsi hak dan kewajiban konsumen terhadap perilaku komplain
9
Karakteristik Individu - Jenis Kelamin - Uang saku
Gaya Hidup Persepsi terhadap hak dan kewajiban konsumen
Sikap terhadap belanja online
Penggunaan internet
Perilaku belanja online
Ketidakpuasan
Perilaku Komplain Gambar 1
Kerangka pemikiran perilaku komplain konsumen Generasi Y pada belanja online
METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Disain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu pada kurun waktu tertentu dan tidak berkelanjutan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode self report dan wawancara mendalam. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposif di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pemilihan contoh penelitian adalah mahasiswa dikarenakan mahasiswa sebagai konsumen dengan tingkat pendidikan dan intelektual lebih tinggi yang lebih mudah mengakses informasi serta lebih terpapar informasi. Selain itu, mahasiswa merupakan contoh representatif Generasi Y dan tergolong ke dalam konsumen dengan rentang umur 19 sampai 24 tahun yang merupakan kelompok umur kedua terbesar pengguna internet (BPS 2013). Mahasiswa gemar melakukan belanja online karena memberikan kemudahan dalam berbelanja (Nazir et al. 2012; Pratiwi 2013). Pengambilan data penelitian dilaksanakan selama satu minggu pada bulan April 2015.
10
Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif semester empat, enam, dan delapan strata-1 (S1) Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun ajaran 2014-2015. Teknik penarikan contoh dilakukan dengan metode non probability sampling secara snowball dari mahasiswa semester empat, enam, dan delapan yang memenuhi kriteria contoh. Contoh dalam penelitian ini berjumlah 100 orang yang dipilih menggunakan teknik snowball, sedangkan contoh dalam uji coba sebanyak 20 mahasiswa. Kriteria contoh dalam penelitian ini adalah konsumen yang pernah belanja online minimal tiga kali dengan pertimbangan pernah melakukan komplain dan dapat menjawab pertanyaan pada variabel perilaku komplain. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil self report dan wawancara mendalam dengan sepuluh orang contoh. Alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan terstruktur terkait dengan variabel yang diteliti. Variabel-variabel yang diteliti adalah karakteristik individu (jenis kelamin dan uang saku), gaya hidup, penggunaan internet (intensitas akses internet, pengeluaran pulsa internet, jumlah akun media sosial), sikap terhadap belanja online, perilaku belanja online, persepsi terhadap hak dan kewajiban konsumen, dan perilaku komplain terhadap belanja online. Alat ukur mengenai persepsi hak dan kewajiban konsumen merupakan hasil modifikasi dari Ishak dan Zabil (2012), Bhuian dan Enazi (2013), serta Zahrah (2014). Segmentasi gaya hidup konsumen menggunakan instrumen VALS2 yang diadopsi dari Wilbanks (2005). Sikap diukur menggunakan instrumen dari penelitian Osman, Fah, dan Choo (2010). Perilaku komplain diukur dengan instrumen yang dimodifikasi dari Berry (2013) serta Kumar, Sanuri, dan Kaid (2013). Jenis situs belanja online yang sering diakses contoh untuk belanja online mengacu kepada Lukman (2014) mengenai 18 toko online paling populer di Indonesia. Data sekunder yang digunakan berupa data pengguna internet, TPB dalam angka, jurnal, buku, maupun literatur lainnya yang mendukung penelitian ini. Variabel dan skala data disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Variabel dan skala data yang diteliti Variabel Karakteristik Individu Jenis Kelamin Uang Saku
Skala data Nominal Rasio
Keterangan/Kategori [0] Laki-laki [1] Perempuan Rupiah/bulan
11
Lanjutan Tabel 2 Variabel
Skala data
Gaya Hidup
Keterangan/Kategori
Nominal
[1] Achievers [2] Strivers [3] Fulfilleds [4] Believers [5] Experiencers [6] Makers
Penggunaan Internet Intensitas Akses Internet Pengeluaran Pulsa Internet Jumlah Akun Media Sosial Persepsi Hak dan Kewajiban Konsumen
Rasio Rasio Nominal Ordinal
Sikap terhadap Belanja Online
Ordinal
Jam/hari Rupiah/bulan Jenis Skala dengan empat penilaian: [1] Sangat Tidak Setuju [2] Tidak Setuju [3] Setuju [4] Sangat Setuju Skala dengan empat penilaian: [1] Sangat Tidak Setuju [2] Tidak Setuju [3] Setuju [4] Sangat Setuju
Perilaku Belanja Online Frekuensi belanja online Pengeluaran belanja online Barang yang sering dibeli Metode Pembayaran Situs belanja yang sering dikunjungi Perilaku Komplain
Rasio Rasio Nominal Nominal Nominal Ordinal
Kali/bulan/tahun Rupiah/bulan/tahun Jenis Jenis Jenis Skala dengan empat penilaian: [1] Tidak Pernah [2] Sering [3] Jarang [4] Selalu
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data, cleaning data, dan analisis data. Data dianalisis menggunakan program Microsoft Excel, dan Statistical Package for Social Science (SPSS) 16 for Windows. Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini diberi skor penilaian sesuai skala yang digunakan untuk masing-masing variabel. Variabel gaya hidup diukur dengan memilih satu nomor yang paling menggambarkan gaya hidup contoh. Gaya hidup yang dapat dipilih contoh meliputi achievers, strivers, fulfilleds, believers, makers, dan experiencers. Variabel persepsi terhadap hak dan kewajiban konsumen diukur menggunakan 15 pernyataan. Variabel sikap terhadap belanja online diukur menggunakan 14 pernyataan.
12
Skala yang digunakan untuk variabel persepsi terhadap hak dan kewajiban konsumen serta sikap terhadap belanja online adalah skala dengan empat pilihan jawaban, yaitu skor penilaian satu untuk “sangat tidak setuju”, skor penilaian dua untuk “tidak setuju”, skor penilaian tiga untuk “setuju”, dan skor penilaian empat untuk “sangat setuju”. Variabel perilaku komplain terhadap belanja online diukur dengan 15 pernyataan menggunakan skala dengan empat penilaian, yaitu skor penilaian satu untuk pilihan jawaban “tidak pernah”, skor penilaian dua untuk pilihan jawaban “jarang”, skor penilaian tiga untuk pilihan jawaban “sering”, dan skor penilaian empat untuk pilihan jawaban “selalu”. Skor total dari setiap variabel selanjutnya diindeks menjadi skala 0-100 dengan menggunakan rumus: Indeks
x 100
Keterangan : Nilai aktual : nilai yang diperoleh contoh Nilai minimal : nilai terendah yang seharusnya diperoleh contoh Nilai maksimal : nilai tertinggi yang seharusnya diperoleh contoh Indeks dari setiap variabel kemudian dikategorikan ke dalam empat kategori untuk variabel persepsi hak dan kewajiban konsumen, variabel sikap terhadap belanja online, dan variabel perilaku komplain terhadap belanja online dengan menggunakan cut off sebaran data, yaitu sangat kurang (skor ≤ 25), kurang (skor 26-50), baik (skor 51-75), dan sangat baik (skor >75). Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif yang digunakan meliputi frekuensi, rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum, dan nilai minimum. Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik individu (jenis kelamin, uang saku), gaya hidup, penggunaan internet (intensitas akses internet, pengeluaran pulsa internet, jumlah akun media sosial), persepsi terhadap hak dan kewajiban konsumen, sikap terhadap belanja online, perilaku belanja online, dan perilaku komplain terhadap belanja online. Selain analisis deskriptif, pengolahan data juga menggunakan analisis inferensia. Analisis inferensia yang digunakan adalah uji regresi linier berganda. Data penelitian harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan uji regresi. Uji asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas, dan uji autokorelasi. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normal P-P plot. Prinsip pengujiannya dengan melihat histogram dan residualnya. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya maka pola dstribusi normal dan model regresi memenuhi asumsi normalitas (Ghozali 2011). Uji multikolinearitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel bebas yang diteliti. Variabel bebas yang diuji memiliki multikolinearitas jika nilai tolerance di bawah 0.1 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) di atas 10. Uji multikolinearitas menunjukkan nilai VIF dari variabel yang dianalisis kurang dari 10. Multikolinearitas antarvariabel bebas untuk model regresi dapat dilihat dengan melihat hubungan antarvariabel tersebut. Apabila nilai korelasi antarvariabel tersebut lebih dari 0.60, maka terjadi multikolinearitas. Variabel yang digunakan adalah variabel bebas
13
yang memiliki nilai signifikansi paling kecil (paling mendekati nilai signifikansi 0.05). Uji heterokedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi dikatakan terjadi heterokedastisitas apabila memiliki nilai signifikansi di bawah 0.05 dan pada grafik scatterplot titik-titik tidak menyebar di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y (Ghozali 2011). Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam model regresi ada korelasi antara kesalahan pengguna pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Cara untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi pada variabel yang diteliti adalah dengan melihat Durbin Watson dari model regresi. Apabila nilai Durbin Watson mendekati +2 maka model regresi dikatakan tidak terjadi autokorelasi, sehingga dapat dilakukan uji regresi. Variabel yang dianalisis dalam uji regresi frekuensi belanja online adalah karakteristik individu (jenis kelamin, uang saku), gaya hidup), penggunaan internet (intensitas akses internet, pengeluaran pulsa internet, jumlah akun media sosial), dan sikap terhadap belanja online. Variabel yang dianalisis dalam uji regresi perilaku komplain adalah jenis kelamin, gaya hidup, jumlah akun media sosial, dan persepsi terhadap hak dan kewajiban konsumen. Model persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut : Y1 = α + β1D1 + β2X1 + β3D2 + β4X2 + β5X3 + β6X4 + β7X5 + Keterangan : Y1 : Frekuensi belanja online (kali/tahun) α : Konstanta regresi β1-7 : Koefisien regresi D1 : Jenis kelamin (0:laki-laki; 1:perempuan) D2 : Gaya Hidup (0:non strivers ; 1:strivers) X1 : Uang saku (rupiah/bulan) X2 : Intensitas akses internet (jam/hari) X3 : Pengeluaran pulsa internet (rupiah/bulan) X4 : Jumlah akun media sosial (buah) X5 : Sikap (skor) : Galat Y2 = α + β1D1 + β2D2 + β3X1 + β4X2 + Keterangan : Y2 : Perilaku komplain (skor) α : Konstanta regresi β1-7 : Koefisien regresi D1 : Jenis kelamin (0:laki-laki; 1:perempuan) D2 : Gaya Hidup (0:non strivers ; 1:strivers) X1 : Jumlah akun media sosial (buah) X2 : Persepsi hak dan kewajiban konsumen (skor) : Galat Keabsahan instrumen penelitian diuji melalui uji validitas, sedangkan uji reliabilitas digunakan untuk menguji konsistensi instrumen penelitian. Instrumen penelitian dikatakan valid jika nilai korelasi lebih dari 0.30 dan dikatakan reliabel jika memiliki koefisien alpha lebih dari 0.60. Nilai reliabilitas dan validitas instrumen penelitian adalah, persepsi hak dan kewajiban konsumen 0.885 dengan
14
15 pertanyaan valid, sikap terhadap belanja online 0.677 dengan 13 pertanyaan valid, dan perilaku komplain 0.830 dengan 14 pertanyaan valid.
Definisi Operasional Generasi Y adalah generasi masa kini yang memiliki ciri khas selalu update informasi, melek teknologi, memiliki kekuatan tinggi dalam menyeleksi informasi dan mampu beradaptasi dengan rangsangan online Intensitas akses internet adalah lamanya contoh dalam menggunakan internet untuk tujuan tertentu yang dihitung dengan satuan jam per hari Gaya hidup adalah bagaimana contoh hidup, memanfaatkan waktu, dan menggunakan uang yang dimilikinya untuk belanja online. Orientasi gaya hidup contoh yang diteliti dalam penelitian ini adalah achievers, strivers, fulfilleds, believers, experiencers, makers Persepsi terhadap hak dan kewajiban konsumen adalah bagaimana pandangan konsumen tentang membela hak-haknya sebagai konsumen dan menjalankan kewajibannya sebagai konsumen Sikap terhadap belanja online adalah kecenderungan konsumen terhadap perilaku belanja online, derajat kesukaan dan ketidaksukaan konsumen terhadap belanja online Perilaku belanja online adalah banyaknya frekuensi belanja online yang dilakukan contoh dalam satu tahun Perilaku komplain respon atau tanggapan yang ditunjukkan konsumen setelah mengalami ketidakadilan oleh pelaku usaha pada belanja online
HASIL Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang merupakan salah satu institusi pendidikan perguruan tinggi di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1963. Jumlah mahasiswa strata satu (S1) IPB pada semester genap tahun ajaran 2014-2015 adalah sebanyak 10 879 mahasiswa yang terbagi ke dalam sembilan fakultas di Institut Pertanian Bogor. Lokasi kampus IPB untuk program S1 berada di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan berdasarkan akses kemudahan, waktu, dan biaya. Selain itu, IPB memiliki mahasiswa dengan keragaman asal daerah dan pendapatan orang tua sehingga pemilihan mahasiswa IPB dapat dilihat dari pendekatan wilayah asal mahasiswa dan pendekatan pendapatan orang tua. Mahasiswa IPB berasal dari sabang sampai merauke dan dari tahun ke tahun selalu terdapat perkembangan jumlah mahasiswa baru berdasarkan asal propinsi. Keragaman asal propinsi mahasiswa dapat dilihat dari data yang dimiliki Tingkat Persiapan Bersama (TPB). TPB dalam angka (2013) memperlihatkan bahwa mahasiswa baru IPB berasal dari 34 propinsi di Indonesia. Terdapat pula mahasiswa yang berasal dari luar negeri yang terus meningkat setiap tahunnya. Oleh karena itu, berdasarkan asal propinsi mahasiswa IPB sudah merata dan berasal dari seluruh wilayah di Indonesia sehingga dapat menjadi representatif mahasiswa seluruh Indonesia.
15
TPB dalam angka (2013) juga menunjukkan sebaran mahasiswa berdasarkan penghasilan orang tua. Mahasiswa IPB tersebar ke dalam keluarga dengan penghasilan orang tua menengah, sedang, dan tinggi. Data menunjukkan bahwa kisaran penghasilan orang tua mahasiswa paling rendah ≤ Rp500 000 dan paling tinggi >Rp15 000 000 bahkan lebih. Sebanyak 0.7 persen orang tua mahasiswa TPB memiliki penghasilan yang tidak diketahui. Berdasarkan data yang ditunjukkan TPB dalam angka (2013) dapat disimpulkan bahwa IPB memiliki mahasiswa yang sudah hampir mencakup seluruh wilayah Indonesia dengan berbagai strata ekonomi yang ada pada masyarakat Indonesia. Karakteristik Individu Lebih dari separuh (68%) Generasi Y berjenis kelamin perempuan. Sisanya, sebanyak 32 Generasi Y berjenis kelamin laki-laki. Rata-rata uang saku Generasi Y sebesar Rp1 235 200.00 per bulan. Uang saku maksimal yang diterima Generasi Y per bulan sebesar Rp3 500 000.00 dan minimal Rp500 000.00. Sebanyak 26 dari 100 Generasi Y memiliki uang saku sebesar Rp1 000 000.00 per bulan. Gaya Hidup Willbanks (2005) membagi orientasi gaya hidup konsumen ke dalam enam kelompok, yaitu achievers, strivers, fulfilleds, experiencers, dan makers. Fulfilleds merupakan gaya hidup yang paling banyak dimiliki (30%) Generasi Y (Tabel 3). Konsumen dengan gaya hidup fulfilleds cenderung membeli produk yang tahan lama dan fungsional. Gaya hidup strivers (10%) dimiliki konsumen yang senang menjadi trendy dan ingin terlihat stylish. Tabel 3 Sebaran orientasi gaya hidup Generasi Y Gaya Hidup Fulfilleds Experiencers Believers Achievers Strivers Makers
Persentase (%) 30.0 27.0 13.0 13.0 10.0 7.0
Penggunaan Internet Rata-rata intensitas akses internet Generasi Y dalam satu hari adalah 11.03 jam. Sebanyak 18 dari 100 Generasi Y mengakses internet 12 jam per hari. Intensitas akses internet terbanyak Generasi Y dalam satu hari adalah 19 jam sedangkan paling sedikit 1 jam per hari. Pengeluaran rata-rata Generasi Y untuk pulsa internet sebesar Rp78 237.90 per bulan. Pengeluaran minimum Generasi Y untuk pulsa internet dalam satu bulan sebesar Rp6 700.00 dan pengeluaran maksimum Generasi Y untuk pulsa internet sebesar Rp250 000.00. Sebanyak 24 dari 100 Generasi Y diketahui menghabiskan Rp50 000.00 dalam sebulan untuk berlangganan internet. Sebanyak 23 dari 100 Generasi Y memiliki pengeluaran pulsa internet dalam sebulan sebesar Rp100 000.00. Konsumen mengakses
16
internet untuk belanja online, mencari lowongan kerja, berselancar di dunia maya, dan chatting (Veeralakhsmi 2013). Jumlah Akun Media Sosial. Dobre dan Ciota (2015) menyatakan bahwa konsumen yang memiliki akun jejaring sosial facebook diasumsikan pernah belanja online setidaknya satu kali. Penelitian Hasslinger, Hodzic, dan Opazo (2007) menjelaskan bahwa konsumen akan melakukan perbandingan harga pada beberapa toko online sebelum melakukan pembelian online. Media sosial yang dimiliki konsumen memudahkan konsumen melakukan perbandingan harga dari satu online shop ke online shop lainnya. Rata-rata akun media sosial yang dimiliki Generasi Y sebanyak 7.29 buah. Generasi Y memiliki paling sedikit 1 akun media sosial dan paling banyak 10 akun media sosial. Pada penelitian ini, akun media sosial yang ditanyakan kepada Generasi Y meliputi facebook, instagram, path, twitter, whatsapp, line, blog, tumblr, dan lainnya. Tabel 4 menunjukkan akun media sosial yang paling banyak dimiliki Generasi Y adalah line (98%), facebook (95%), twitter (93%), BBM atau Blackberry Messenger (93%), whatsapp (90%), dan instagram (90%). Line menempati urutan pertama (98%) akun media sosial yang paling banyak dimiliki Generasi Y. Pada saat pengisian kuesioner, Generasi Y dapat mengisi akun media sosial lebih dari satu, jumlahnya disesuaikan dengan akun media sosial yang dimiliki Generasi Y. Tabel 4 Sebaran Generasi Y berdasarkan akun media sosial yang dimiliki Akun Media Sosial
Persentase (%)
Line Facebook Twitter BBM Whatsapp Instagram Path Blog Tumblr Lainnya*
98.0 95.0 93.0 91.0 90.0 90.0 86.0 37.0 27.0 23.0
Rata-rata jumlah akun Kisaran jumlah akun
7.29 1-10
*Lainnya: snapchat, ask fm, soundcloud, youtube, wordpress, kakaotalk, secret, pinterest, Linkedin
Persepsi terhadap Hak dan Kewajiban Konsumen Tiga per empat Generasi Y (75%) sudah memiliki persepsi terhadap hak dan kewajiban konsumen dengan kategori sangat baik. Sisanya, sebanyak 25 persen Generasi Y memiliki persepsi terhadap hak dan kewajiban konsumen dengan kategori baik (Tabel 5). Berdasarkan hasil wawancara mendalam, Generasi Y menyatakan bahwa sudah sangat menyadari hak dan kewajibannya sebagai konsumen, terlebih jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, Generasi Y sebagai konsumen akan menuntut haknya kepada pelaku usaha.
17
Tabel 5 Sebaran Generasi Y berdasarkan persepsi hak dan kewajiban konsumen Kategori persepsi terhadap hak dan kewajiban konsumen Sangat kurang (skor ≤ 25) Kurang (skor 26-50) Baik (skor 51-75) Sangat baik (skor > 75) Rata-rata ± SD Min-Max
Persentase (%) 0.0 0.0 25.0 75.0 85.72 ± 10.80 64-100
Persepsi hak konsumen. Berdasarkan Lampiran 4, diketahui bahwa persepsi Generasi Y tentang hak konsumen sudah sangat baik, terlihat dengan jawaban Generasi Y yang mengumpul pada pilihan jawaban sangat setuju (>53%). Pertanyaan untuk persepsi hak konsumen adalah pertanyaan nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15. Lampiran 4 menunjukkan bahwa semua Generasi Y sudah memilih jawaban setuju dengan persentase ≥81 persen. Persepsi kewajiban konsumen. Pertanyaan yang tergolong ke dalam persepsi kewajiban konsumen adalah pertanyaan nomor 7 dan 8 yaitu, “Saya tidak akan melakukan komplain karena hanya membuang waktu saya”, dan “Konsumen wajib membela hak-haknya ketika terjadi ketidakadilan oleh pelaku usaha”. Persepsi Generasi Y tentang kewajiban konsumen sudah tergolong cukup baik (pertanyaan nomor 8). Sebanyak 81 persen Generasi Y menjawab setuju untuk pertanyaan “Saya tidak akan melakukan komplain karena hanya membuang waktu saya”, hanya 19 persen Generasi Y yang menjawab tidak setuju bahwa komplain akan membuang waktu. Lampiran 4 menunjukkan bahwa Generasi Y sudah memiliki persepsi yang baik tentang kewajiban konsumen untuk membela hakhaknya yang ditunjukkan oleh 99 persen Generasi Y yang menjawab setuju. Sikap terhadap Belanja Online Sebanyak tiga per empat (75%) Generasi Y memiliki sikap baik terhadap belanja online. Selanjutnya, 23 persen Generasi Y memiliki sikap yang kurang baik terhadap belanja online. Tabel 6 menunjukkan hanya 2 persen Generasi Y yang memiliki sikap sangat baik terhadap belanja online. Tabel 6 Sebaran Generasi Y berdasarkan sikap terhadap belanja online Kategori tingkat sikap Sangat kurang (skor ≤ 25) Kurang (skor 26-50) Baik (skor 51-75) Sangat baik (skor > 75) Rata-rata ± SD Min-Max
Persentase (%) 0.0 23.0 75.0 2.0 57.95 ± 8.80 38-80
18
Perilaku Belanja Online Frekuensi belanja online. Frekuensi belanja online Generasi Y dalam satu tahun paling sedikit 1 kali dan paling banyak 50 kali. Rata-rata frekuensi belanja online Generasi Y adalah 12.39 per tahun. Tabel 7 menunjukkan frekuensi terbesar belanja online Generasi Y dalam satu tahun berada pada rentang 1 sampai 5 kali per tahun (38%). Sebanyak 25 dari 100 Generasi Y memiliki frekuensi belanja online 12 kali per tahun. Frekuensi terbanyak belanja online Generasi Y perempuan sebanyak 50 dan Generasi Y laki-laki sebanyak 48 kali per tahun. Tabel 7 Sebaran Generasi Y berdasarkan frekuensi belanja online Frekuensi Belanja Online 1-5 kali/tahun 6-10 kali/tahun 11-15 kali/tahun 16-20 kali/tahun 20-25 kali/tahun >25 kali/tahun
Persentase (%) 38.0 12.0 25.0 1.0 16.0 8.0
Pengeluaran belanja online. Rata-rata pengeluaran belanja online Generasi Y adalah Rp2 138 725.00 per tahun. Hasil penelitian melebihi temuan BMI research (2015) bahwa rata-rata pengeluaran penduduk Indonesia untuk belanja online sebesar Rp825 000.00 dalam setahun. Pengeluaran maksimum belanja online Generasi Y dalam satu tahun sebesar Rp18 000 000.00 dengan pengeluaran minimum Rp200 000.00. Sebanyak 12 dari 100 Generasi Y menghabiskan Rp500 000.00 dalam setahun untuk belanja online. Metode pembayaran. Veeralakhsmi (2013) dan Khan et al. (2014) mengidentifikasi beberapa metode pembayaran belanja online, yaitu menggunakan kartu kredit, transfer bank, dan Cash on Delivery (CoD). CoD menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi resiko belanja online (Khan et al. 2014).Temuan penelitian menunjukkan metode pembayaran yang biasa digunakan Generasi Y adalah transfer, kartu kredit, Cash on Delivery (CoD), dan setoran tunai ke bank. Metode pembayaran yang digunakan seluruh Generasi Y adalah transfer bank. Generasi Y yang menggunakan kartu kredit sebagai metode pembayaran hanya berjumlah 3 persen. Generasi Y yang melakukan pembayaran dengan bertatap muka secara langsung saat barang dikirimkan melalui metode CoD sebanyak 22 persen. Sisanya, sebanyak 9 persen Generasi Y menggunakan setoran tunai ke bank untuk melakukan pembayaran (Tabel 8). Tabel 8 Sebaran Generasi Y berdasarkan metode pembayaran* Metode pembayaran Transfer bank Kartu kredit Cash on Delivery (CoD) Setoran tunai *Jawaban dapat lebih dari satu
Persentase 100.0 3.0 22.0 9.0
19
Situs Belanja Online. Lazada dipilih sebagai situs yang paling sering diakses (42%) karena merupakan situs yang terpercaya, tersedia layanan pengaduan dan kontak yang bisa dihubungi, serta dapat melakukan pembayaran ketika barang sampai di tangan konsumen (Cash on Delivery atau CoD). Khan et al. (2014) menyatakan CoD sebagai alternatif untuk mengurangi resiko pada belanja online. Posisi kedua ditempati Adorable project (produsen tas, sepatu, dan baju) dan instagram dengan persentase masing-masing 36 persen. Sebanyak 31 dari 100 Generasi Y memilih Zalora sebagai situs yang sering diakses (Tabel 9). Tabel 9 Sebaran situs belanja online yang sering diakses Generasi Y* Situs belanja online
Persentase (%)
Lazada Adorable project Instagram Zalora Kaskus
42.0 36.0 36.0 31.0 28.0
Website online shop
28.0
Tokopedia Olx Traveloka Elevania Berrybenka
21.0 18.0 16.0 15.0 14.0
Persentase (%) 12.0 10.0 10.0 9.0 7.0
Situs belanja online Tiket.com Iwearup Buka lapak Rakuten Akun media sosial (fb, twitter) Situs resmi maskapai penerbangan dan kereta api Blibli Hijup Pinkemma Agoda Bhinneka
5.0 5.0 5.0 2.0 2.0 1.0
*Jawaban dapat lebih dari satu
Barang yang sering dibeli. Sebanyak 9 dari 10 Generasi Y menyatakan produk fashion sebagai barang yang sering dibeli ketika belanja online (Tabel 10). Posisi kedua sebagai barang yang sering dibeli Generasi Y secara online adalah tiket (38%). Produk kecantikan menempati urutan ketiga sebagai barang yang sering dibeli Generasi Y secara online (32%). Generasi Y dapat memilih lebih dari satu pilihan jawaban sesuai dengan barang yang biasa Generasi Y beli saat belanja online. Tabel 10 Sebaran Generasi Y berdasarkan barang yang sering dibeli Jenis barang yang sering dibeli Fashion Tiket Kecantikan Gadget Buku, novel, majalah, komik Barang elektronik Makanan dan minuman Software dan perlengkapan komputer Kaset, CD, DVD Perlengkapan rumah tangga non elektronik Travel dan hotel Lainnya* Peralatan motor, hobby kit, dan otomotif *Lainnya: pupuk, obat herbal, bahan mentah aksesoris, peralatan akuarium, hewan,
Persentase (%) 90.0 38.0 32.0 25.0 15.0 13.0 12.0 10.0 7.0 8.0 5.0 5.0 3.0
20
Perilaku Komplain terhadap Belanja Online Lebih dari setengah Generasi Y (55%) memiliki perilaku komplain dengan kategori sangat kurang. Tidak ada Generasi Y yang memiliki perilaku komplain dengan kategori sangat baik. Hasil penelitian menunjukkan hanya 5 persen Generasi Y yang memiliki perilaku komplain dengan kategori baik (Tabel 11). Tabel 11 Sebaran Generasi Y berdasarkan tingkat komplain Kategori tingkat komplain
Persentase (%)
Sangat kurang (skor ≤ 25) Kurang (skor 26-50) Baik (skor 51-75) Sangat baik (skor > 75)
55.0 40.0 5.0 0.0
Rata-rata ± SD Min-Max
24.74 14.69 0-73
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Perilaku Belanja Online Data pada penelitian ini menyebar di sekitar diagram dan mengikuti model regresi sehingga dapat disimpulkan data yang diolah telah terdistribusi normal sehingga uji normalitas terpenuhi. Pada penelitian ini terdapat multikolinearitas antara variabel uang saku dan sikap pada model regresi frekuensi belanja online, variabel uang saku untuk model regresi pengeluaran belanja online, dan variabel jenis kelamin dan gaya hidup untuk model regresi perilaku komplain. Variabelvariabel tersebut memiliki nilai signifikansi paling rendah. Model terbaik untuk uji regresi dipilih berdasarkan metode enter. Variabel yang diteliti telah bebas dari heterokedastisitas, yang ditandai dengan titik-titik pada scatterplot yang menyebar diatas dan dibawah sumbu Y. Pada penelitian ini, variabel yang digunakan telah bebas dari autokorelasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai Durbin Watson yang mendekati nilai +2 (Lampiran 3). Hasil analisis regresi menunjukkan pengaruh variabel-variabel bebas yang diteliti (jenis kelamin, uang saku, intensitas akses internet, pengeluaran pulsa internet, jumlah akun media sosial, gaya hidup, dan sikap terhadap belanja online) terhadap variabel terikat frekuensi belanja online sebesar 20.3 persen dengan nilai adjusted R2 sebesar 0.203 (Tabel 12). Sisanya sebesar 79.7 persen dipengaruhi variabel lain yang tidak diteliti. Secara parsial, uang saku berpengaruh positif dan nyata terhadap frekuensi belanja online sebesar 18.8 persen (β=0.188; p<0.1). Sikap terhadap belanja online berpengaruh positif dan nyata terhadap frekuensi belanja online sebesar 41.5 persen (β=0.416; p<0.01). Persamaan regresi untuk mengetahui pengaruh terhadap frekuensi belanja online, yaitu: Y1 = -28.043 + 2.802D1 + 3.976X1 - 1.000D2 - 0.026X2 + 1.754X3 + 0.494X4 + 0.511X5 +
Persamaan regresi di atas menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak melakukan belanja online. Persamaan di atas juga menunjukkan bahwa setiap
21
kenaikan 1 rupiah uang saku akan menaikkan frekuensi belanja online sebesar 3.976 kali, gaya hidup strivers akan menurunkan frekuensi belanja online sebesar 1 kali, setiap kenaikan 1 jam intensitas akses internet akan menurunkan frekuensi belanja online sebesar 0.026 kali, setiap kenaikan 1 rupiah pulsa internet akan meningkatkan frekuensi belanja online sebesar 1.754 kali, setiap kenaikan 1 akun media sosial akan menaikkan frekuensi belanja online sebesar 0.494 kali, serta setiap kenaikan 1 skor sikap akan menaikkan frekuensi belanja online sebesar 0.511 kali. Tabel 12 Hasil analisis regresi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku belanja online Variabel bebas Konstanta Jenis kelamin (D1) (0:laki-laki; 1:perempuan) Uang saku (X1) (Rp/bulan) Gaya hidup (D2) (0:non strivers;1:strivers) Intensitas akses internet (X2) (jam/hari) Pengeluaran pulsa internet (X3) (Rp/bulan) Jumlah akun media sosial (X3) (buah) Sikap (X5) (skor)
B Tidak Terstandardisasi
Β Terstandardisasi
-28.043 2.802
0.121
0.001 0.201
3.976 -1.000 -0.026 1.754
0.188* -0.042 -0.011 0.072
0.067 0.652 0.902 0.478
0.494 0.511
0.077 0.415**
0.407 0.000
Sig
4.597 0.203 0.000** 1.884
F Adj. R2 Sig Durbin Watson Ket: * nyata pada p<0.1; ** nyata pada p<0.01
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Perilaku Komplain Perilaku komplain hanya dipengaruhi sebesar 9.3 persen oleh variabelvariabel bebas yang diteliti (jenis kelamin, jumlah akun media sosial, gaya hidup strivers, persepsi hak dan kewajiban konsumen) dengan melihat nilai adjusted R2 sebesar 0.093 (Tabel 13). Sebanyak 90.8 persen sisanya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Jenis kelamin, jumlah akun media sosial yang dimiliki, dan gaya hidup strivers memengaruhi perilaku komplain. Jenis kelamin berpengaruh nyata dan negatif sebesar 19.1 persen (β=-0.191; p<0.1). Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak melakukan komplain dibanding Generasi Y perempuan. Jumlah akun media sosial berpengaruh nyata dan positif sebesar 17.8 persen (β=0.178; p<0.1). Gaya hidup strivers memengaruhi perilaku komplain secara nyata dan positif sebesar 20.3 persen (β=0.203; p<0.05). Persamaan regresi untuk model tersebut, yaitu: Y2 = 2.173 – 5.968D1 + 1.531X1 + 11.209D2 + 0.172X2 +
Persamaan di atas menunjukkan laki-laki lebih banyak melakukan komplain, setiap kenaikan 1 akun media sosial akan menaikkan skor perilaku komplain sebesar 1.513 poin, setiap kenaikan 1 skor persepsi hak dan kewajiban konsumen akan menaikkan skor perilaku komplain sebesar 0.172 poin, gaya hidup strivers akan menaikkan skor perilaku komplain sebesar 11.209 poin (Tabel 13).
22
Tabel 13 Hasil analisis regresi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku komplain B Tidak Terstandardisasi
Variabel bebas Konstanta Jenis kelamin (D1) (0:laki-laki; 1:perempuan) Gaya hidup (D2) (0:non strivers;1:strivers) Jumlah akun media sosial (X1) (buah) Persepsi hak dan kewajiban konsumen (X2) (skor)
2.173 -5.968
Β Terstandardisasi -0.191*
Sig 0.870 0.062
11.209
0.230**
0.020
1.531 0.172
0.178** 0.127
0.072 0.208
3.543 0.0923 0.010** 2.170
F Adj. R2 Sig Durbin Watson Ket: * nyata pada p<0.1; ** nyata pada p<0.05
PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk menjawab faktor-faktor yang memengaruhi perilaku belanja online dan perilaku komplain konsumen Generasi Y pada belanja online. Pada penelitian ini, terdapat dua hipotesis penelitian. Hipotesis pertama adalah terdapat pengaruh nyata karakteristik individu (jenis kelamin, uang saku), gaya hidup, penggunaan internet, dan sikap terhadap perilaku belanja online (H1). Hipotesis kedua adalah terdapat pengaruh nyata karakteristik individu (jenis kelamin, uang saku), gaya hidup, persepsi terhadap hak dan kewajiban konsumen, serta penggunaan internet terhadap perilaku komplain (H2). Hasil penelitian menunjukkan kedua hipotesis hanya dapat terjawab sebagian. Pada hipotesis pertama, hipotesis yang dapat dijawab adalah terdapat pengaruh nyata uang saku per bulan dan sikap terhadap perilaku belanja online (H1). Pada hipotesis kedua, hipotesis yang dapat dijawab adalah terdapat pengaruh nyata jenis kelamin, gaya hidup, dan jumlah akun media sosial terhadap perilaku komplain (H2). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hipotesis didukung sebagian. Belanja online digemari konsumen muda karena tidak menemukan waktu yang tepat dan tidak siap menghabiskan waktu berjam-jam untuk berbelanja (Yoruk et al. 2011; Anbumani dan Sundar 2014). Hasil menunjukkan rata-rata intensitas akses internet Generasi Y dalam satu hari sebesar 11.03 jam. Survei APJII (2015) menemukan bahwa 87.4 persen Generasi Y menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial dengan persentase terbesar (49%) pengguna internet berusia 18 sampai 25 tahun. Kelompok usia tersebut merupakan generasi milenial (digital natives) yang lahir ketika internet mulai dipergunakan secara luas.
23
Hasil temuan Teo (2001) menyatakan bahwa laki-laki lebih banyak melakukan belanja online dibanding perempuan. Sebaliknya, Dennis et al. (2010) menemukan bahwa perempuan muda lebih memilih belanja melalui situs belanja online. Hasil penelitian menunjukkan frekuensi belanja online terbanyak dimiliki Generasi Y perempuan sebanyak 50 kali per tahun sedangkan laki-laki 48 kali per tahun. Hasil wawancara mendalam menunjukkan alasan Generasi Y memilih belanja online, yaitu sebagai berikut: “Belanja online mudah, bisa memilih barang tanpa capek memutari mall, barangnya lebih update, dan mudah diakses melalui media sosial. Harga yang didapat kadang lebih murah daripada di toko.”
Harga adalah faktor yang paling berpengaruh dan menarik minat konsumen untuk belanja online (Veeralakshmi 2013). Daya beli seseorang bergantung kepada pendapatan yang diterimanya (Sumarwan 2011). Penelitian Nagra dan Gopal (2013) tentang faktor-faktor yang memengaruhi perilaku belanja online pada masyarakat India menunjukkan pendapatan memengaruhi frekuensi belanja online konsumen. Semakin banyak pendapatan konsumen, semakin memotivasi konsumen untuk belanja online. Hasil uji regresi menunjukkan uang saku memengaruhi perilaku belanja online secara positif dan nyata (hipotesis 1 diterima sebagian). Gaya hidup merupakan sistem yang terintegrasi antara sikap, nilai, minat, opini, dan perilaku konsumen (Sathish dan Rajamohan 2012). Konsumen dengan gaya hidup strivers memiliki motivasi berprestasi, ciri khas trendy dan mencintai kesenangan (Ghosh 2014). Konsumen dengan gaya hidup strivers selalu ingin terlihat stylish, mudah bosan, impulsive, meniru orang-orang yang mempesona dan ingin mendapatkan sesuatu yang umumnya berada di luar jangkauan mereka (Sathish dan Rajamohan 2012). Gaya hidup strivers menggambarkan konsumen yang menyukai belanja online. Sikap terhadap belanja online berpengaruh positif terhadap perilaku belanja online (Javadi, Dolatabadi, Nourbakhsh, dan Poursaeedi 2012). Tiga per empat (75%) Generasi Y sudah memiliki sikap dengan kategori baik terhadap belanja online. Banyaknya Generasi Y yang terkategori baik pada sikap terhadap belanja online didukung oleh jawaban Generasi Y terhadap item-item pertanyaan pada variabel ini. Lampiran 5 menunjukkan sebaran jawaban pertanyaan sikap Generasi Y terhadap belanja online. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar sebaran jawaban Generasi Y pada variabel sikap berada jawaban setuju. Sebanyak 10 dari 14 pertanyaan pada variabel sikap memiliki skor di atas 53 persen untuk pilihan jawaban setuju. Pertanyaan tersebut antara lain “Saya pikir belanja online menghemat waktu” sebanyak 94 persen Generasi Y, “Belanja online yang bisa dilakukan setiap saat merupakan sebuah keuntungan” sebanyak 92 persen Generasi Y, “Saya akan melakukan belanja online jika harga yang ditawarkan lebih murah” sebanyak 85 persen, “Belanja online mengurangi biaya yang harus dikeluarkan pada belanja konvensional, seperti parkir” sebanyak 60 persen Generasi Y. Selain pertanyaan yang menunjukkan kesukaan Generasi Y terhadap belanja online, skor tinggi dengan pilihan jawaban setuju juga diperoleh pertanyaan yang mencerminkan ketidaksukaan Generasi Y terhadap belanja online, yaitu “Belanja melalui internet
24
jauh lebih sulit” sebanyak 95 persen Generasi Y, dan “Saya akan frustasi mengenai apa yang harus saya lakukan jika tidak puas dengan belanja online” sebanyak 65 persen Generasi Y. Hasil uji regresi menunjukkan sikap berpengaruh secara positif dan nyata terhadap perilaku belanja online (hipotesis 1 diterima sebagian). Data menunjukkan transfer bank melalui ATM dilakukan oleh seluruh Generasi Y. Hal ini sesuai dengan penelitian Yoldas (2012) pada Generasi Y Turki dan Inggris bahwa transfer menjadi metode pembayaran paling diminati konsumen dalam belanja online. Belanja online menuntut konsumen untuk memperhatikan reputasi pelaku usaha selain memperhatikan kenyamanan dan harga yang ditawarkan (Khan et al. 2014). Foto produk yang ditampilkan dalam berbagai posisi menambah kepercayaan konsumen dalam belanja online (Sultan dan Uddin 2011). Hasil penelitian Chen (2012) menunjukkan bahwa komentar dan rekomendasi memengaruhi konsumen dalam belanja online. Persepsi konsumen akan hak dan kewajiban berada pada kategori sangat baik. Banyaknya Generasi Y yang terkategori sangat baik pada persepsi hak dan kewajiban konsumen didukung oleh jawaban Generasi Y terhadap item-item pertanyaan pada variabel ini. Lampiran 4 menunjukkan hampir seluruh (≥81%) jawaban Generasi Y berada pada pilihan jawaban setuju. Beberapa Generasi Y pertanyaan dengan perolehan skor tinggi (>90%) adalah “Konsumen memiliki hak untuk mengembalikan barang (return) dan menukar barang yang cacat”, “Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan kenyamanan, kemudahan, dan keamanan dalam berbelanja”, “Barang yang sampai ke tangan konsumen harus sesuai dengan kondisi dan kualitas yang tertera di gambar”, “Konsumen berhak mendapat informasi yang jelas mengenai karakteristik dan kondisi produk yang sebenarnya”, dan “Konsumen mendapatkan informasi yang jelas mengenai metode pembayaran, aturan pengembalian atau penukaran barang (refund), waktu pengiriman barang, estimasi barang sampai, serta nomor resi”. Hasil penelitian menunjukkan perilaku komplain tidak dipengaruhi persepsi hak dan kewajiban konsumen (hipotesis 2 ditolak sebagian). Hasil wawancara mendalam menunjukkan konsumen sudah memiliki persepsi baik dan sangat menyadari hak yang harus dibela ketika terjadi ketidakadilan oleh pelaku usaha, namun dalam pelaksanaan komplain tergantung kepada tingkat ketidaksesuaian kondisi produk dengan yang seharusnya, harga produk, dan prosedur pengembalian atau penukaran barang. Semakin rumit prosedur yang harus dijalankan, konsumen lebih memilih untuk merelakan produk tersebut dengan catatan tidak melakukan pembelian kembali di toko tersebut atau berpindah kepada merek lain. Berdasarkan sebaran jawaban pertanyaan terlihat bahwa sebagian besar (81%) Generasi Y memilih jawaban setuju bahwa Generasi Y tidak melakukan komplain karena dianggap membuang waktu. Hasil penelitian Anbumani dan Sundar (2014) tentang perhiasan emas di India menunjukkan kesadaran sebagian besar konsumen sudah tergolong baik namun hanya 6.3 persen konsumen yang melakukan komplain. Perilaku komplain dilatarbelakangi ketidakpuasan, sikap mengeluh, kepercayaan diri, peluang keberhasilan komplain, penyampaian kata-kata negatif dari mulut ke mulut, dan niat beralih dari pelaku usaha (Fernandes dan Santos 2008). Komplain dilakukan saat kinerja produk berada di bawah harapan konsumen (Schiffman dan Kanuk 2008). Berkat kecanggihan media sosial,
25
konsumen dapat mengungkapkan kekecewaan melalui akun jejaring sosial yang dimiliki. Konsumen memiliki peran baru sebagai publisher dan influencer bagi konsumen lainnya (YLKI 2015). Kecenderungan konsumen untuk komplain pada belanja online lebih tinggi saat tidak mendapatkan konfirmasi tanggapan saat bertanya (Cho et al. 2002). Jenis kelamin memengaruhi perilaku komplain secara negatif dan nyata (hipotesis 2 diterima sebagian). Data penelitian menunjukkan Generasi Y laki-laki lebih banyak melakukan komplain dibanding Generasi Y perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian Yuliati dan Anzola (2009) bahwa laki-laki lebih banyak melakukan komplain. Temuan Hakimah et al. (2010) menunjukkan bahwa perempuan lebih memilih komplain secara pasif. Hasil penelitian James (2013) menyatakan bahwa perempuan lebih peduli terhadap keamanan dan resiko belanja online. Penelitian Ioanăs dan Stoica (2014) menjelaskan sebanyak 80 persen perempuan memastikan informasi produk sebelum membeli. Ioanăs dan Stoica (2014) menyatakan bahwa sebelum melakukan pembelian online, konsumen akan mencari informasi produk dari forum online, website pelaku usaha, akun facebook, maupun rekomendasi teman. Hasil menunjukkan gaya hidup strivers memengaruhi konsumen dalam melakukan komplain secara positif dan nyata (hipotesis 2 diterima sebagian). Gaya hidup strivers memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu ketersediaan sumberdaya rendah, berorientasi status, memiliki saldo kredit, menghabiskan uang untuk membeli pakaian dan produk perawatan diri, mementingkan gambaran diri, dan gemar menonton televisi (Valentine dan Powers 2013). Strivers dimiliki oleh individu yang stylish, memiliki motivasi tinggi untuk berprestasi, mengkhawatirkan pendapat orang lain, dengan pendapatan tambahan yang rendah (Tidtichumrernporn 2010). Peningkatan pendapatan konsumen akan menurunkan minat konsumen untuk memverifikasi produk yang akan dibeli (Ioanăs dan Stoica 2014). Oleh karena itu, konsumen dengan gaya hidup strivers akan melakukan komplain ketika terjadi ketidakadilan oleh pelaku usaha karena memiliki pendapatan yang rendah namun ingin selalu terlihat stylish dan mendapat pengakuan dari orang lain. Jumlah akun media sosial memengaruhi perilaku komplain secara positif dan nyata (hipotesis 2 diterima sebagian). Hal ini sesuai dengan temuan Instanbulluoglu (2013) bahwa konsumen yang melakukan komplain melalui media sosial memaksimalkan manfaat yang bisa diperoleh melalui komplain dengan meminimalkan biaya yang dikeluarkan yang sejalan dengan prinsip minimax Kowalski (1996). Kamerer dan Morris (2011) menyatakan bahwa motif konsumen melakukan komplain melalui media sosial untuk meningkatkan partisipasi publik dan membuat pesan lebih bermakna dalam mencapai tujuan. Melakukan komplain melalui media sosial seperti facebook dan twitter merupakan cara paling mudah untuk menyalurkan kemarahan konsumen. Hasil wawancara mendalam menemukan bahwa melakukan komplain melalui media sosial membuat konsumen cukup merasa lega meskipun tidak dapat menyelesaikan masalah karena bukan merupakan saluran utama untuk melakukan komplain. Lebih dari setengah (55%) Generasi Y penelitian berada pada perilaku komplain dengan kategori sangat kurang. Banyaknya Generasi Y yang terkategori sangat kurang pada perilaku komplain didukung oleh jawaban Generasi Y terhadap item-item pertanyaan pada variabel ini. Lampiran 6 menunjukkan mayoritas sebaran jawaban Generasi Y berada pada pilihan jawaban tidak pernah
26
dan sedang. Skor tertinggi Generasi Y untuk pilihan jawaban selalu hanya sebesar 21 persen untuk pertanyaan “Menghubungi contact person online shop secara personal melalui whatsapp, Line, BBM, ataupun pesan singkat untuk menyampaikan keluhan” dan “Memberikan peringatan kepada keluarga atau teman untuk tidak berbelanja di toko online yang membuat Anda kecewa” sebanyak 20 persen Generasi Y. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara mendalam dengan Generasi Y bahwa Generasi Y lebih selektif dalam memilih toko online untuk mengurangi resiko dalam belanja online sehingga tidak perlu melakukan komplain. Hasil penelitian Zain (2011) menemukan bahwa konsumen Asia cenderung tidak melakukan komplain dan memilih penyampaian kata-kata negatif dari mulut ke mulut (negatif WOM) sebagai alternatif dalam mengungkapkan ketidakpuasan. Konsumen online lebih baik dalam mengekspresikan kekecewaan melalui media sosial, namun dalam pengajuan komplain masih tergolong rendah (Cho et al. 2002). Hal ini sesuai dengan Cipriana et al. (2010) bahwa konsumen tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan komplain dan kurang percaya bahwa masalah dapat diselesaikan. Konsumen tidak melakukan komplain disebabkan oleh dua hal, yaitu konsumen puas dengan produk dan pelayanan yang diberikan pelaku usaha, serta konsumen yang tidak puas tetapi memilih tidak melakukan komplain (Kau dan Loh 2006). Hasil wawancara mendalam menunjukkan rendahnya komplain juga disebabkan Generasi Y lebih selektif dalam memilih toko online sehingga barang yang diterima sesuai dengan pesanan dan kualitas yang diharapkan. Cara mudah yang dapat dilakukan menurut Generasi Y adalah melakukan cek melalui google, melihat jumlah followers, serta melihat kolom komentar dan testimonial dari pembeli lainnya. Generasi Y menghubungi kontak online shop ketika terjadi keterlambatan pengiriman, salah ukuran, salah warna, dan saat kondisi barang tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Menceritakan kepada teman dekat maupun keluarga sering dilakukan Generasi Y saat kecewa dengan pelaku usaha. Hasil wawancara mendalam sesuai dengan Paina dan Luca (2011) bahwa reaksi konsumen saat mengalami permasalahan dalam pembelanjaan online adalah berkomunikasi langsung dengan pelaku usaha, menulis komentar di blog, website, forum online, atau tidak melakukan aksi apapun. Temuan Djamaludin, Rochany, dan Simanjuntak (2008) menemukan bahwa kebanyakan Generasi Y akan mengungkapkan kekecewaan yang dirasakan kepada keluarga dan teman. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Generasi Y tetap loyal setelah proses komplain dapat ditangani dengan baik oleh pelaku usaha. Pada penelitian ini, Generasi Y juga menyatakan hal serupa yaitu tidak jera untuk belanja online dan menjadikan pengalaman negatif sebagai pelajaran sehingga Generasi Y bisa lebih berhati-hati lagi dalam memilih toko online. “Sebagai konsumen kita harus pintar. Komplain harus dilakukan karena itu hak kita. Kadang mendapat ganti rugi kadang tidak. Kalau sudah mengecewakan lebih baik belanja di toko yang lain saja.”
Kelemahan penelitian ini adalah tidak mengukur kepuasan Generasi Y dalam belanja online, sehingga tidak dapat disimpulkan apakah rendahnya perilaku komplain disebabkan Generasi Y tidak ingin mengajukan komplain
27
ataukah karena Generasi Y sangat selektif dalam memilih toko online yang terpercaya sehingga tidak memiliki komplain. Keterbatasan lainnya adalah penentuan Generasi Y dilakukan tidak acak sehingga hasil tidak dapat digeneralisasi pada level populasi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Gaya hidup yang paling banyak dimiliki Generasi Y adalah fulfilleds. Gaya hidup yang memengaruhi perilaku belanja online dan perilaku komplain adalah strivers. Persepsi konsumen Generasi Y akan hak dan kewajiban sudah sangat baik. Sikap sebagian besar Generasi Y terhadap belanja online sudah tergolong baik. Sikap dan uang saku memiliki pengaruh positif dan nyata terhadap frekuensi belanja online. Artinya, semakin baik sikap Generasi Y terhadap belanja online, maka frekuensi belanja online Generasi Y akan semakin meningkat. Semakin banyak uang saku yang diterima Generasi Y setiap bulan, semakin banyak frekuensi belanja online yang dilakukan Generasi Y. Pengajuan komplain Generasi Y terhadap belanja online berada pada kategori sangat kurang. Perilaku komplain terhadap belanja online dipengaruhi negatif dan nyata oleh jenis kelamin. Hal ini menunjukkan laki-laki lebih banyak melakukan komplain dibandingkan perempuan. Gaya hidup strivers dan jumlah akun media sosial yang dimiliki Generasi Y memiliki pengaruh positif dan nyata terhadap perilaku komplain. Generasi Y yang memiliki gaya hidup strivers akan melakukan komplain ketika mendapatkan permasalahan dalam belanja online. Saran Hasil menunjukkan perilaku komplain Generasi Y terhadap belanja online berada pada kategori sangat kurang. Oleh karena itu, pemerintah dan lembagalembaga terkait lainnya diharapkan melakukan upaya edukasi tentang pentingnya membela hak-hak konsumen melalui pengajuan komplain, khususnya dalam belanja online. Pemerintah dapat bekerjasama dengan akun instagram indonesiablacklist dan www.cekpenipu.com, maupun membuat situs resmi dari pemerintah untuk untuk mewadahi keluhan konsumen dalam belanja online. Penelitian selanjutnya diharapkan menganalisis faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi perilaku belanja online dan perilaku komplain yang belum diteliti di dalam penelitian ini, seperti kepuasan, kelompok usia yang berbeda, tingkat pendidikan yang berbeda, saluran komplain, tipe komplain konsumen, dan faktor budaya.
DAFTAR PUSTAKA [APJII]. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. 2015. Pengguna Internet Indonesia Tahun 2014. Siaran Pers [Internet].
28
Tersedia pada: http://www.apjii.or.id/v2/read/content/info-terkini/301/pengguna-internetindonesia-tahun-2014-sebanyak-88.html Ahmad Z, Omar A, Ramayah T. 2014. A lifestyle study on purchasing behavior of Malaysia consumers. Journal of global management. 8(1): 1-20. Anbumani P, Sundar V. 2014. A study on consumer awareness about Gold Jewekry in Tamil Nadu. Indian Journal of Research PARIPEX. 3(4): 29-31. Andrews L, Bianchi C. 2012. Consumer internet purchasing behaviour in Chile. Journal of Business Research. 66(10):1791-1799. Ashraf T, Sajjad W, Ridwan M. Ahmed D, Nazeer H. 2013. Determinants of consumer komplaining behavior: a study of Pakistan. International Journal of Learning & Development. 3(6): 121-139. Atchariyachanvanich K, Okada H. 2006. A study on factors affecting the purchasing process of online shopping: a survey in China and Japan. Proceedings of the seventh Asia Pacific industrial engineering and management systems conference. 2279-2286. _______. 2007. How consumer lifestyle affect purchasing behavior: evidence from internet shopping in Japan. Journal of enterpreneurship research. 2(2): 63-78. Bhuian NS, Al-Enazi AE. 2013. Perceived consumer power and consumer complaint behavior: the direct and indirect influences of consumer awareness of their rights [proceeding]. Doha (Qatar): Qatar University. Burns S, Roberts LD. 2013. Applying the theory of planned behaviour to predicting online safety behaviour. Crime Prevention and Community Safety: An International Journal 15 (1): 48-64. [BMI Research]. Brand Marketing Institute Research. 2015. Basic Mobile Financial Services Dominate Asia's Markets for Now. Tersedia pada: http://www.bmiresearch.com/news-and-views/basic-mobile-financial services-dominate-asias-markets-for-now [BPKN]. Badan Perlindungan Konsumen Nasional. 2012. Urgensi Perlindungan Konsumen E-Commerce di Indonesia. Siaran Pers [Internet]. [diunduh pada 11 Februari 2015]. Tersedia pada: http://bpkn.go.id/uploads/ document/05d33c84ba95e8a35083a7a87dc1adca247be3b4.pdf [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2013. Presentasi Penduduk Usia 5 Tahun ke Atas yang Pernah Mengakses Internet dalam 3 Bulan Terakhir Menurut Kelompok Umur 2010-2013 (%). [diunduh pada 11 Februari 2015]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2& tabel=1&daftar=1&id_subyek=02¬ab=23 Cipriana MA, Filimon S, Ionela GP. 2010. Consumers‟ komplaining behavior: An exploratory research [proceeding]. Alba (Romania): University of Alba Iulia. Cheawkamolpat P. 2009. Online shopping behavior: a study of consumers in Bangkok [skripsi]. Bangkok: Assumption University. Chen H. 2012. The impact of comments and recommendation system on online shopper buying behaviour. Journal Of Networks. 7(2):345-350. Cho Y, Im L, Hiltz R, dan Fjermestad J. 2002. The effects of post purchase evaluation factors on online vs offline customer complaining behavior:
29
implications for customer loyalty. Advances in Consumer Research. 29: 318-325. Clark J. 2013. Conceptualising social media as complaint channel. Journal Of Promotional Communications. 1 (1), 104-124. Delafrooz N, Paim Hj.L, Khatibi A. 2010. Students‟ online shopping behavior: an empirical study. Journal of American Science. 6(1), Dennis C, Morgan A, Wright LT, Jayawardhena C. 2010. The influences of social e-shopping in enhanching young women‟s online shopping behavior. Journal of Costumer Behaviour. 9(2): 151-174. Djamaludin MD, Rochany H, Simanjuntak M. 2008. Analisis perilaku pengaduan konsumen melalui yayasan lembaga konsumen indonesia (YLKI) dan harian Kompas tahun 2007. Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen. 1(2):1-12. Dobre C, Ciota AMM. 2015. Personality influences on online stores customers behavior. Ecoforum. 4(1): 69-76. eMarketer. 2014. 2 Billion Consumers Worldwide Smartphones by 2016: Over half of mobile phone users globally will have smartphone in 2016. Mobile [Internet]. [diunduh 10 Februari 2015]. Tersedia pada: http://www.emarketer.com/Article/2-Billion-Consumers-WorldwideSmartphones-by-2016/1011694\ Fernandes DVDH, Santos CPD. 2008. Antecendents and consequences of consumer trust in the context of service recovery. Brazilian Administration Review. 5(3). Ghanamathadayya, Srinivas S. 2014. Customer perception towards outlet atmosphere at reliance fresh, bangalore. Asia Pacific Journal of Management and Entrepreneurship Research (APJMER). 3(2): 170-179. Ghosh I. 2014. VALS Psychographic: a new way of market segmentation in India. The international journal of business and management. 2(4): 1-6. Ghozali I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hakimah N, Haron SH, Fah BCH. 2010. Unpleasant market experience and consumer complaint behavior. Asian Social Science. 6(5): 63-69. Hasslinger A, Hodzic S, Opazo C. 2007. Consumer Behavior in Online Shopping [skripsi]. Kristianstad University. Ioanăs E, Stoica I. 2014. Social media and its impact on consumers behavior. International Journal of Economic Practices and Theories. 4(2), 295-303. Ishak M, Zabil NFM. 2012. Impact of consumer awareness and knowledge to consumer effective behavior. Asian Social Science. 8(3): 108-114. Ismail M, Lu SH. 2014. Cultural values and career goals of the millennial generation: an integrated conceptual framework. The Journal of International Management Studies. 9(1): 38-49. Istanbulluoglu D. 2013. An exploration of consumers online complaining behavior on facebook [tesis]. Birmingham (US): University of Birmingham. James R. 2013. Male and female attitudes on online shopping. Women in Society Journal. 6: 75-88. Javadi MHM, Dolatabadi HR, Nourbakhsh M, Poursaeedi A, Asadollahi AR. 2012. An analysis of factors affecting on online shopping behavior of consumers. International Journal of Marketing Studies. 4(5).
30
Kamerer D. Morris P. 2011. Public relations at the micro level: Connecting with costumers on Twitter. Public relation society of America Educators Academy Re search Session 2011 Proceedings. Tersedia pada: http://www.prsa.org/Network/Communities/EducatorsAcademy/Learning/C onferenc eProceedings/2011EAProceedings.pdf Kau AK, Loh WYE. 2006. The effects of service recovery on consumer satisfaction: a comparison between complainants and non complainants. Journal of Service Marketing. 20(2): 101-111. Kazmi SQ. 2012. Consumer protection and buyin decision (the pasta study). International Journal of Advancements in Research & Technology. 1(6): 110. Khan AS, Ahmed F, Yousuf H, Hassan SU, Zia SA. 2014. Online shopping behavior in Pakistan. International Conference on Marketing. Institute of Business Administration in Karachi. 1-42. Keisidou E, Sarigiannidis L, Maditinos D. 2011. Consumer characteristics and their effect on accepting online shopping, in the context of different product types. Int. Journal of Business Science and Applied Management, 6(2): 3251. Khrisnan J. 2011. Lifestyle–a tool for understanding buyer behavior. Int. Journal of Economics and Management. 5(1): 283 – 298. Kiyici M. 2012. Internet shopping behavior of college of education students. The Turkish Online Journal of Educational Technology. 11(3):203-214. Kumar P, Sanuri S, Kaid A. 2013. „My problem solved, that‟s all!‟: A phenomenological approach to consumer complaint redressal in Malaysia. Procedia - Social and Behavioral Sciences. 130(2014):431–438 Lee HH, Kim J, Fiore AM. 2010. Affective and cognitive online shopping experience: effects of image interactivity technology and experimenting with appearance. Clothing and Textiles Research Journal. 28(2): 140-154. doi: 10.1177/0887302X09341586 Lestari YT. 2014. Analisis niat pembelian produk melalui online shop pada Generasi Y dengan pendekatan Theory of Planned Behavior [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lim YM, Yap CS, Lee TH. 2011. Intention to shop online: a study of Malaysian baby boomers. African Journal of Business Management. 5(5):1711-1717. Liu M, Zhang F. 2007. An empirical study of factors related consumer complaint behavior. International Federation of Information Processing. 251(1): 379389. Lukman E. 2014. 18 toko online populer di Indonesia [internet]. [diunduh 2015 Mar 11]. Tersedia pada : http://id.techinasia.com/toko-online-populer-diindonesia/ Luthfi MH. 2014. A Study Of generation Y attitude towards usage of internet for e-commerce in Msc Landmark, Kuala Lumpur & Selangor State [thesis]. Malaysia: Universiti Utara Malaysia. Mafini C, Dhurup M, Mandhlazi L. 2014. Shopper typologies amongst a Generation Y consumer cohort and variations in terms of age in the fashion apparel market. Acta comercii. 14(1):1-11. doi: 10.4102/ac.v14i1.209 MasterCard. 2014. The Annual MasterCard Online Shopping Behavior Study. [Internet]. [diunduh pada 2015 Jan 14]. Tersedia pada:
31
http://newsroom.mastercard.com/mea/photos/infographic-online-shoppingin-south-africa/ Meier J, Crocker M. 2010. Generation Y in the workforce: managerial challenges. The Journal of Human Resource and Adult Learning . 6(1): 68-78. Muthalif RA. 2014. Online shopping behaviour among college students in Tamilnadu. Scholars World-IRMJCR. 2(4): 162-166. Nagra G, Gopal R. 2013. An study of factors affecting on online shopping behaviors of consumers. International Journal of Scientific and Research Publication. 3(6): 1-4. Nazir S, Tayyab A, Sajid A, Rashid HU, Javedi. 2012. How online shopping is affecting consumers buying behavior in Pakistan. IJCSI International Journal of Computer Science Issues. 9(1): 486-495. Paina NDC, Luca TA. 2011. Nowadays online consumers‟ rights and interests. Case study-The Romanian educated online young consumer. Management & Marketing Challenges for the Knowledge Society. 6(2): 255-272. Pratiwi HD. 2013. Online shop sebagai cara belanja di kalangan Generasi Y Unnes [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang. Salehi M. 2012. Consumer buying behavior towards online shopping stores in Malaysia. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences. 2(1): 393-403. San LY, Omar A, Thursamy R. 2015. Online purchase: a study of generation Y in Malaysia. International Journal of Business and Management. 10(6): 1-7. Doi: 10.5539/ijbm.v10n6p298. Sarker S, Bose TK, Palit M, Haque E. Influence of personality in buying consumer goods- a comparative study between neo freudian theory and trait based on khulna region. International Business and Economics Research. 2(3): 41-58. Sathish S, Rajamohan DRA. 2012. Consumer behavior and lifestyle marketing. International Journal of Marketing Financial Services & Management Research. 1(10): 1-15. Schiffman L, Kanuk LL. 2008. Perilaku Konsumen. Edisi Ketujuh. Drs. Zoelkifli Kasip, penerjemah. Jakarta (ID): PT Indeks. Terjemahan dari Consumer Behavior. Seventh Edition. Sharp KL, Dye ALB. 2014. African generation Y students‟ mobile advertising usage. Mediterranean Journal of Social Sciences. 5(21): 85-92. Singh, J. 1988. Consumer complaint intentions and behavior: Definitional and taxonomical issues. Journal of Marketing, 52: 93-107 Sultan MU, Uddin MDN. 2011. Consumers‟ attitude towards online shopping [tesis]. Gotland: Högskolan på Gotland. Sumarwan U. 2011. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya. Jakarta: PT Ghalia. Teo TNH. 2001. Demographic and motivation variable associated with internet usage activities. Internet Research: Electronic Networking Applications and Policy. 11(2): 125-137. Tidtichumrernporn T. 2010. Lifestyle segmentation for boutique accomodation in relation to the service quality and customer satisfaction. Chiang Mai (TH): Payap University.
32
Thogersen J, Juhl HJ, Poulsen CS. 2003. Complaining: a function of attitude, personality, and situation. Di dalam: American Marketing Association Marketing and Public Conference; May 2003; Washington DC; US. Veeralakhsmi RD. 2013. A study on online shopping behaviour of customers. International Journal of Scientific Research and Management. Special Issue On e-Marketing Road Ahead Of India: 28-32. Valentine DB, Powers TL. 2013. Generation Y values and lifestyle segments. Journal of Consumer Marketing. 30(7): 597-606. Veronika S. 2013. Motivation of online buyer behavior. Journal of Competitiveness . 5(3): 14-30. Wilbanks JK. 2005. Exploring lifestyle orientation, attitude toward lifestyle merchandising, and attitude toward lifestyle advertising as predictor of behavioral intention to purchase lifestyle home furnishing products [tesis]. Texas(US): University of North Texas. Williams KC, Page RA. 2010. Marketing to the generations. Journal of Behavioral Studies in Business. 1-17. [YLKI] Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. 2015. Menyikapi Perubahan Konsumen di Era Media Sosial. Berita [Internet]. [diunduh 2010 Februari 10]. Tersedia pada: http://ylki.or.id/2015/01/menyikapi-perubahankonsumen-di-era-media-sosial/ Yoldas S. 2012. Buying behavior of online customers comparison of Turkey with UK [disertasi]. Inggris (UK): University of Roehampton. Yuliati LN, Anzola Y. 2009. Tingkat kepuasan konsumen terhadap tanggapan perusahaan pascatindakan komplain melalui media cetak. Jur. Ilm. Kel. dan Kons. 2(2):1-7. Yoruk D, Dundar S, Moga LM, Neculita M. 2011. Drivers and attitudes towards online shopping: comparison of Turkey with Romania. Jurnal Communication of the IBIMA. 2011(2001): 1-13. Yusmita F, Mat NKN, Muhammad MU, Yusoff YM, Azhar F, Behjati S. 2012. Determinants of online purchasing behavior in Nanggroe Aceh Darussalam. American Journal of Economics. Special Issue: 153-157. Zahrah WOS. 2014. Pengaruh pengetahuan dan kesadaran terhadap niat komplain barang dan jasa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Zain OM. 2011. Inquistitions into the complaint and the non complaint customers: The Malaysian customers insight. International Journal of Business and Social Sciences. 2(15):1-11. Zeithaml VA. 1988. Consumer perceptions of price, quality, and value: a meansend model and synthesis of evidence. Journal of Marketing. 52; 2-22.
33
LAMPIRAN
34
Lampiran 1 Orientasi gaya hidup Orientasi
Deskripsi
Achievers
Strivers
Fulfilleds
Believers
Experiencers
Makers
Saya sukses dan sangat berkomitmen dengan kegiatan yang menjadi tanggung jawab saya, keluarga, dan komunitas Saya senang memprediksi resiko dan konsisten menghadapinya Komunitas/UKM/kepanitiaan yang saya ikuti memberikan apresiasi kepada saya sehingga teman-teman saya bisa melihat keberhasilan dari kerja keras yang saya lakukan saya selama ini Saya senang menjadi trendy Saya ingin terlihat stylish dan mengagumi orang-orang yang terkenal karena kesuksesan dan kekayaannya Walaupun harus menghadapi masa-masa sulit, mencari uang adalah tujuan hidup saya Saya dewasa, percaya diri, profesional, dan berpendidikan Saya puas dengan karir yang saya miliki, teman, keluarga, dan melakukan aktivitas yang menyenangkan Saya membeli produk yang tahan lama dan fungsional Kegiatan yang saya ikuti berpusat di kampus, keluarga, dan komunitas Saya lebih memilih produk buatan Indonesia Saya tidak kaya tapi kebutuhan saya tercukupi Saya muda, impulsif (bertindak sesuai kata hati), dan kadangkadang memberontak (nakal) Saya mencari variasi dan kegembiraan melalui hal-hal baru dan aktivitas yang beresiko Latihan, olahraga, rekreasi di luar ruangan, dan aktivitas sosial penting bagi saya Saya tidak mengerti fashion dan memfokuskan semua minat saya kepada keluarga dan kerja keras Saya lebih suka membeli barang-barang yang memiliki tujuan praktis Ketika saya ingin sesuatu dilakukan dengan benar, maka saya akan melakukannya sendiri
Sumber : Willbanks (2005)
Lampiran 2 Validitas dan reliabilitas Variabel Kepribadian Persepsi hak dan kewajiban konsumen Sikap terhadap Belanja Online Perilaku Komplain
Jumlah butir pertanyaan valid 18 15 13 14
Reliabilitas 0.621 0.885 0.677 0.830
35
Lampiran 3 Hasil Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Berganda P-P Plot Uji Normalitas 1. Frekuensi belanja online
2. Perilaku komplain
36
Uji Multikolinearitas 1. Frekuensi Belanja Online Coefficients* Unstandardized Coefficients B Std.Error
Standardized Coefficients Beta
t
Sig
Model
(Constant) Jenis kelamin Uang saku Intensitas akses internet Pengeluaran pulsa internet Jumlah akun Media sosial Gaya hidup Sikap
2.
Collinearity Statistics Toleran VIF ce
-28.043 2.802 3.976 -0.026
8.529 2.177 0.000 0.209
0.121 0.188 -0.011
-3.288 1.287 1.852 -0.123
0.001 0.201 0.067 0.902
0.909 0.781 0.988
1.1000 1.280 1.012
1.754
0.000
0.072
0.712
0.478
0.792
1.262
0.494
0.593
0.077
0.833
0.407
0.932
1.073
-1.000 0.511
2.212 0.113
-0.042 0.415
0.452 4.521
0.652 0.000
0.931 0.957
1.074 1.045
Perilaku Komplain Coefficients*
Model
(Constant) Jenis kelamin Jumlah akun Media sosial Gaya hidup strivers Indeks persepsi hak dan kewajiban konsumen
Unstandardized Coefficients B Std.Error
Standardized Coefficients Beta
2.173 -5.968 1.531
13.292 3.161 0.840
-0.191 0.178
0.163 -1.888 1.882
0.870 0.062 0.072
0.897 0.965
1.114 1.037
11.209
4.756
0.230
2.357
0.020
0.917
1.091
0.172
0.136
0.127
1.268
0.208
0.959
1.043
Uji Heterokedastisitas 1. Frekuensi Belanja Online
t
Sig
Collinearity Statistics Tolerance VIF
37
2.
Perilaku komplain
Uji Autokorelasi Frekuensi Belanja Online Model Summaryb Change Statistics Model
R Adjusted R Std. Error of R R Square Square Square the Estimate Change 1.509a .259
.203
9.685
.259
F Change 4.597
df1 df2 7
Sig. F
Durbin-
Change
Watson
92 .000
1.884
a. Predictors: (Constant), indeks sikap, intensitas akses internet, uang saku, total akun medsos, strivers, jenis kelamin, pulsa internet b. Dependent Variable: frekuensi belanja
Perilaku Komplain b
Model Summary
Change Statistics
Std. Error R Model
Adjusted of the
R Square F
R Square R Square Estimate Change 1.360a 0.130 .093
13.969
.130
Sig. F
Durbin-
Change df1
df2
Change
Watson
3.543
495
.010
2.170
a. Predictors: (Constant), Strivers, total akun medsos, indeks PHK, jenis kelamin b. Dependent Variable: indeks komplain
38
Lampiran 4 Sebaran Generasi Y berdasarkan item pertanyaan persepsi terhadap hak dan kewajiban konsumen No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Pertanyaan Konsumen memiliki hak untuk mengembalikan barang (return) dan menukar barang yang cacat Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan kenyamanan, kemudahan, dan keamanan dalam berbelanja Barang yang sampai ke tangan konsumen harus sesuai dengan kondisi dan kualitas yang tertera di gambar Konsumen berhak mendapat informasi yang jelas mengenai karakteristik dan kondisi produk yang sebenarnya Konsumen memiliki hak untuk didengarkan pendapat dan keluhannya oleh pelaku usaha Konsumen harus mendapatkan advokasi dan penyelesaian sengketa ketika bermasalah dengan pelaku usaha Melakukan komplain karena hanya membuang waktu saya Konsumen wajib membela hak-haknya ketika terjadi ketidakadilan oleh pelaku usaha Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi atau kompensasi Pelaku usaha wajib menjaga kerahasiaan data pribadi konsumen Pelaku usaha wajib bertanggung jawab atas ketidaknyamanan pengiriman produk Konsumen berhak mendapatkan respon yang cepat, adil, dan jujur Konsumen online wajib dilindungi dari syarat dan ketentuan yang tidak adil, praktek komersil, dan pelaku usaha yang nakal Konsumen online wajib dilindungi dari syarat dan ketentuan yang tidak adil, praktek komersil, dan pelaku usaha yang nakal Konsumen mendapatkan informasi yang jelas mengenai metode pembayaran, aturan pengembalian atau penukaran barang (refund), waktu pengiriman barang, estimasi barang sampai, dan nomor resi.
Keterangan : TS: Tidak Setuju; S: Setuju;
TS
Jawaban S
2.0
98.0
0.0
100.0
1.0
99.0
0.0
100.0
0.0
100.0
3.0
97.0
19.0 1.0
81.0 99.0
1.0
99.0
2.0 4.0
98.0 96.0
2.0
98.0
1.0
99.0
2.0
98.0
0.0
100.0
39
Lampiran 5 Sebaran Generasi Y berdasarkan item pertanyaan sikap terhadap belanja online Jawaban No
Pertanyaan
1.
Saya pikir belanja online menghemat waktu
2.
Belanja online yang bisa dilakukan setiap saat merupakan sebuah keuntungan Belanja melalui internet jauh lebih sulit Saya lebih memilih berbelanja secara tradisional atau konvensional Belanja online memiliki resiko Saya percaya kelak belanja online akan menggantikan belanja konvensional Saya akan melakukan belanja online jika harga yang ditawarkan lebih murah Pengiriman produk dari internet membutuhkan waktu yang lama Internet menyediakan pilihan yang luas Internet cukup menampilkan informasi produk Deskripsi produk yang ditampilkan situs belanja online sangat akurat Belanja online sama amannya dengan belanja secara tradisional Belanja online mengurangi biaya yang dikeluarkan pada belanja konvensional (misal, biaya parkir, dan lain-lain) Saya akan frustasi mengenai apa yang harus saya lakukan jika tidak puas dengan belanja online
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Keterangan : TS: Tidak Setuju; S: Setuju
TS 6.0
84.0
S
6.0
92.0
5.0 58.0 88.0 40.0
59.0 42.0 12.0 60.0
15.0
85.0
47.0 3.0 57.0 38.0 72.0 10.0
53.0 97.0 43.0 62.0 28.0 90.0
35.0
65.0
40
Lampiran 6 Sebaran Generasi Y berdasarkan item pertanyaan perilaku komplain Jawaban No 1 2
3 4
5
6
7
8
9
10
11 12
13 14
15
Pertanyaan
TP
JR
SR
SL
Mendapatkan ganti rugi seperti uang kembali Menuliskan kekecewaan belanja online pada akun jejaring sosial yang Anda miliki (blog pribadi, twitter, path, facebook, instagram, bbm, line) Menceritakan pengalaman buruk belanja online kepada keluarga dan teman Menuliskan komentar negatif mengenai pengalaman belanja online pada forum diskusi online seperti kaskus dan lain-lain Menghubungi contact person online shop secara personal (whatsapp, line, BBM, pesan singkat) untuk menyampaikan keluhan Menggunakan bantuan pihak ketiga seperti surat kabar dan majalah untuk menyampaikan komplain (keluhan) Menggunakan bantuan akun instagram seperti Indonesia Blacklist atau lainnya ketika terjadi penipuan oleh pelaku usaha Mendapat ganti rugi seperti barang dapat ditukar sesuai pesanan (misal salah ukuran dan salah warna) Menghubungi customer service, call centre, atau layanan pengaduan konsumen pada situs belanja online atau online shop Menyampaikan keluhan atau kekecewaan terhadap produk yang dibeli hanya saat pelaku usaha meminta pendapat Anda Menempuh jalur hukum untuk mendapatkan ganti rugi Mengirimkan email berisi keluhan maupun menuliskan komentar secara langsung di akun media sosial pelaku usaha Melakukan komplain ketika barang yang dipesan mengalami keterlambatan pengiriman Memutuskan untuk diam saja tanpa menyampaikan komplain dan lebih memilih untuk belanja di toko online lainnya (boikot toko) Memberikan peringatan kepada keluarga atau teman untuk tidak berbelanja di toko online yang membuat Anda kecewa
71.0
19.0
6.0
4.0
1.43
63.0
28.0
7.0
2.0
1.48
23.0
41.0
27.0
9.0
2.22
73.0
21.0
5.0
1.0
1.34
15.0
27.0
37.0
21.0
2.64
90.0
7.0
2.0
1.0
1.14
90.0
5.0
4.0
1.0
1.16
62.0
20.0
10.0
8.0
1.64
49.0
23.0
22.0
6.0
1.85
43.0
43.0
11.0
3.0
1.74
94.0
3.0
2.0
1.0
1.10
63.0
25.0
9.0
3.0
1.52
15.0
35.0
33.0
17.0
2.52
41.0
31.0
21.0
7.0
1.94
15.0
29.0
36.0
20.0
2.61
Keterangan : TP: Tidak Pernah; JR: Jarang; SR: Sering; SL: Selalu
Ratarata
41
Lampiran 7 Hasil wawancara mendalam No
Nama
Hasil wawancara
1.
Syifa Ibtisamah
-Pertama kali belanja online pada tahun 2013, sejak kuliah dan akses ATM mudah. Belanja online ketika menemukan barang yang lucu dan harganya sesuai (worth it). -Belanja online mudah, bisa memilih barang tanpa capek memutari mall, barangnya lebih update, dan mudah diakses melalui media sosial. Harga yang didapat kadang lebih murah daripada di toko. -Kriteria toko online yang biasa dibeli adalah followersnya banyak, kenal dengan pemilik olshop, banyak testimonial, gambarnya asli dan bagus, direkomendasikan online shop lain yang juga terpercaya, dan membalas chat dengan niat. -Menurut Syifa, sangat penting untuk mendapatkan informasi secara lengkap dan jelas mengenai prosedur pembelian dan pengendalian barang. “Supaya nggak beli barang kayak kucing dalam karung.” -Syifa menyatakan bahwa konsumen harus pintar memilih. Saat konsumen sudah melakukan pembayaran, adalah hak konsumen untuk mendapatkan segala informasi mengenai barang yang dibeli dan kewajiban olshop untuk bersikap baik dengan konsumennya. “Kalau udah jutek pas ditanya-tanya jadi malas duluan.” -Memberitahukan teman atau keluarga ketika mengalami pengalaman yang tidak menegnakkan biasa dilakukan Syifa, begitupun dengan menghubungi pihak online shop secara langsung ketika memiliki keluhan agar langsung ditanggapi. -Syifa pernah mendapatkan celana yang di gambarnya sangat lucu tetapi saat barang datang sangat jauh dari harapan. Sudah melakukan komplain tapi tidak mendapat hasil yang memuaskan akhirnya hanya dipakai tidur. Pernah juga sudah mentransfer rok tapi hanya di read oleh admin, karena takut tertipu langsung di ping ping terus dan minta refund. Admin tidak mengonfirmasi kapan barang akan dikirim padahal update melalui IG, dan memposting iklan. Akhirnya admin menjawab bahwa roknya habis dan menawarkn pilihan lain. Untungnya barang sampai dengan selamat sampai ke tangan konsumen.
2.
Riski Adi Kurniawan
-Riski menyatakan pernah beberapa kali tertipu saat belanja online melalui akun instagram seperti barang tidak sampai, ukuran tidak sesuai dengan yang dijanjikan (harusnya all size), bahan dan model sweater tidak sesuai dengan gambar. Riski juga pernah tertipu saat belanja di sebuah web yang dikira sudah terpercaya. -Riski menyatakan tidak kapok untuk berbelanja online. Meskipun tidak komplain dan pasrah, Riski melakukan boikot toko dan tidak membeli barang lagi di toko yang sudah mengecewakannya. Riski menyukai belanja online karena efisien di tengah padatnya aktivitas dan selalu update model terbaru. Saat ini, sebelum membeli barang Riski melihat komentar dari pembeli sebelumnya dan langsung belanja di situs resmi, seperti tiket pesawat.
42
Lanjutan Hasil Wawancara Mendalam No
Nama
3.
Gina Nefstia
4.
Amaris Orwin Yahya
5.
Afiefah Muthaharah
Hasil Wawancara -Gina pernah membeli rok dan mendapat ganti rugi saat salah warna padahal sudah memberi tahu kode dan motif. Gina melakukan komplain ke kontak yang bisa dihubungi dengan memberikan foto rok yang seharusnya sesuai dengan kode barang, untungnya segera diproses oleh olshop dan return ke JNE. -Gina pernah juga membeli jeans yang direkomendasikan teman dan barangnya bagus. Uang sudah ditransfer tapi barang tidak dikirim hingga 1 bulan. Sudah di sms terus tapi barang tidak sampai, sampai saat ini. Pernah juga Gina membeli baju yang seharusnya berwarna merah bagus tapi ketika datang warnanya norak sehingga tidak dipakai. -Gina menyatakan tidak kapok berbelanja di online shop. Gina menyukai belanja online karena kadang tidak memiliki waktu untuk belanja secara langsung. “Barang ada yang bagus tapi ada juga yang mengecewakan, Komplain harus dong kan memang hak kita.” -Pengalaman yang menyenangkan saat belanja online adalah ketika membeli flashdisk di Bhinneka. Diskonnya besar-besaran, harga sangat murah, bebas ongkos kirim, dan di antar langsung oleh pegawai Bhinneka. Menurut Gina, jika membeli gadget maupun barang elektronik hendaknya melakukan pembayaran dengan sistem CoD untuk mengurangi resiko penipuan. Gina menyatakan bahwa keluarganya juga pernah membeli alat olahraga di OLX. -Amaris melakukan belanja online karena praktis dan hemat. Amaris mulai belanja online sejak tahun 2011 dan barang yang biasa dibeli adalah pakaian. -Amaris pernah mengalami pengalaman buruk belanja online ketika membeli buku dan barangnya belum dikirim sampai sekarang. Amaris melakukan komplain dan masih meneror contact person sampai sekarang yang sudah dilakukan sejak 6 bulan yang lalu. Contact person olshop tidak pernah merespon sampai saat ini setelah awalnya sempai bilang akan merefund. -Toko online yang biasa dibeli Amaris adalah yang pernah dibeli secara langsung. Amaris biasa belanja online melalui akun istagram dan situs resmi brand seperti unkle online dan rsch online. Menurut Amaris, komplain harus dilakukan karena merupakan hak konsumen. -Afiefah rutin belanja online setiap bulan untuk konsumsi pribadi maupun dijual kembali. Afiefah pernah tertipu saat membeli blackberry dengan harga yang sangat murah. Waktu itu masih polos saat awal-awal kuliah. Sudah transfer tapi saat meminta resi tidak diberikan dengan alasan barang masih tertahan di bandara dan harus menambah uang. Pihak olshop menanyakan jumlah uang yang ada di ATM. Setelah menyadari bahwa hal itu adalah penipuan Afiefah langsung memutuskan kontak dengan pelaku usaha. Meskipun sebelumnya sudah melakukan komplain, tapi uang tidak kembali. -Afiefah mengatakan tidak kapok belanja online, justru melihat peluang bisnis dari belanja online.
43
Lanjutan Hasil wawancara mendalam No
Nama
6.
Windy Melgiana
7.
Rahadian Anugerah
8.
Intan Sheilla
Hasil wawancara -Windy pernah mengalami barang yang dikirim tidak sesuai dengan pesanan dan barang dibeli tidak sampai ke tangan Windy. Windy langsung melakukan komplain ke kontak olshop. Meskipun responnya lama, tapi uang kembali. Warna sandal yang Windy beli tidak sesuai dengan di foto, ketika dilakukan komplain, pihak olshop beralasan bahwa itu kibat cahaya saat produk di foto. Hal ini membuat Windy kecewa namun tidak membuat kapok untuk belanja online. -Windy menyarankan untuk lebih berhati-hati dan selektif dalam memilih toko saat belanja online. Menurut Windy sebagai konsumen yang crdas, kita harus melakukan perbandingan harga di toko yang menjual barang serupa untuk meminimalisir resiko dan kekecewaan. -Rahadian selalu menghubungi kontak olshop ketika pengiriman barang terlambat, menceritakan pengalaman tidak mengenakkan kepada teman, keluarga, maupun kenalan. -Barang yang biasa dibeli secara online adalah barang otomotif. Menurut Rahadian, sangat penting jika terdapat layanan resmi dari pemerintah untuk perlindungan konsumen seperti situs unit pengaduan konsumen. banyak orang yang baru mencoba belanja online, tertipu, dan menceritakan di forum-forum online seperti kaskus atau facebook dan bingung harus mengadu kemana. -Rahadian menyatakan bahwa komplain wajib dilakukan agar pembeli tidak merasa tertipu dan penjual bisa menjelaskan kepada pembeli kejadian yang sebenarnya. Kriteria toko online yang seri dibeli adalah yang banyak testimoni dan meliht track recordnya. -Intan memilih belanja online karena menawarkan harga lebih murah daripada toko fisik. Biasanya melihat barang yang lucu, follow IG, lihat jumlah followersnya, baru deh membelinya. Intan pernah hampir tertipu ketika belanja baju dan sudah melakukan komplain secara langsung ke contact person olshop. Intan masih menunggu itikad baik toko tersebut. Penjual sempat menghilang dan tidak membalas chat Intan. Setelah itu penjual merespon dan menjanjikan pengembalian uang. -Saat ini, Intan lebih memilih belanja online dengan kakak kelas, yang pemiliknya sudah kenal, olshop yang sudah dipercaya, dan direkomendasikan teman. Intan tidak kapok belanja online meskipun sudah diminta sang ibu untuk tidak belanja online lagi. Intan kini lebih selektif dengan toko online yang akan dibelinya.
44
No
Nama
9.
Putri Anggun Sari
10.
Putut Bayu Eko
Hasil wawancara -Putri selalu berbelanja online setiap bulan meskipun tidak tentu berapa kali dalam sebulan. Putri tidak pernah melakukan komplain dan tidak pernah merasa kecewa karena selalu berhati-hati, selektif, dan memastikan produk sebelum membeli pada situs yang terpercaya. -Sebelum membeli, Putri melakukan pencarian tentang riwayat toko online, track record, testimonial pembeli sebelumnya, mengecek di forum diskusi online, blog, kaskus, akun media sosia, dan website yang dimiliki toko online. Putri juga melakukan track record dengan memasukkan kontak dan alamat toko yang bisa dihubungi ke kolom pencarian google sehingga bisa dilihat apakah toko tersebut bisa dipercaya atau tidak. -Dalam sebulan, Putut bisa berbelanja online sebanyak 4 kali. Barang yang biasa dibeli adalah sepatu dan baju. Putut yang aktif berorganisasi tidak memiliki waktu yang cukup untuk keluar dan berbelanja. “Pagi kuliah, malam rapat. Enaknya belanja online adalah tinggal belanja vi hp atau laptop.” -Putut pernah mengalami pengalaman yang mengecewakan saat belanja online yaitu ukuran sepatu yang kekecilan sehingga hanya dipakai 2 kali saja. Putut mengatakan bahwa ia memiliki prinsip untuk tidak menukar barang jika rumit birokrasinya. Hal ini tidak membuat Putut kecewa dan kapok berbelanja. Sebagai gantinya Putut akan berpindah ke toko lain. -Menurut Putut lebih enak berbelanja melalui akun instagram. Putut pernah berbelanja melalui situs belanja seperti Rakuten, tapi ternyata presedurnya lebih rumit dan prosesnya lebih panjang serta harus mengisi form online. Putut pernah sudah mentransfer barang tapi sudah lebih dari satu bulan barang belum datang. Komplain melalui email, ditunggu sampai 3 hari dan mengadd pin BBM namun tidak diaccept. Untungnya barang datang meskipun sangat terlambat. -Putut menyarankan untuk membeli di toko resmi (original) karena hasilnya bagus dan tidak mengecewakan meski harganya lebih mahal. Belanja online memungkinkan Putut untuk belanja dari luar negeri, seperti ebay. “Euforianya beda, packagingnya bagus banget.” -Kriteria toko online yang Putut yakini terpercaya adalah yang memiliki testimoni, banyak pelanggannya, tidak berlebihan dalam mengiklankan produk, fotonya bagus diambil dari berbagai posisi\, dan harga sesuai dengan barang. Menurut Putut sangat penting bagi konsumen untuk memiliki referensi harga dari beberapa toko sebelum membeli.
45
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 03 Mei 1992 dari ayah Ir.H.M. Gatot Saptono dan Ibu Kusrini Ambarwati, SP yang merupakan putri pertama dari enam bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) Undangan dan diterima di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Penulis mengikuti program mayor minor dengan minor Manajemen Fungsional. Selama kuliah penulis aktif sebagai anggota divisi Public Relation Himaiko 2013/2014, anggota divisi marketing Majalah Komunitas FEMA 2013/2014, sekretaris divisi Hubungan Masyarakat (Humas) Masa Perkenalan Departemen (MPD) Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) 49, anggota divisi Hubungan Masyarakat dan Publikasi (HuPu) Hari Keluarga 2013, anggota divisi publikasi Family n Consumer Day (FNC 2013), kepala divisi redaksi online Majalah Komunitas FEMA 2014/2015, dan anggota divisi Marcomm (Marketing Communication) Public Relation Club (PRC) IPB 2014/2015. Selain itu, penulis juga aktif dengan kegiatan di luar kampus seperti volunteer Ramadhan Jazz Festival 2013, volunteer Festival Pembaca Indonesia 2013, Campus Associate Partner (CAP) Kampus Update 2014, Sahabat Daya BTPN 2015, volunteer Festival dan Olimpiade Sains Kuark 2015, volunteer Islamic Book Fair 2015, serta beberapa kepanitiaan lainnya.