Geoteknik
PERILAKU FONDASI TIANG BOR KELOMPOK DENGAN MODEL ELEMEN HINGGA 2D DAN 3D (158G) Agus Setyo Muntohar 1, Fadly Fauzi 2 1
Dosen, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Email:
[email protected] 2 Asisten Peneliti, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
ABSTRAK Naskah ini menyajikan analisis perilaku fondasi kelompok tiang bor yang dimodelkan dengan metode elemen hingga. Pemodelan dilakukan untuk membandingkan beban dan deformasi hasil simulasi model 2D dan 3D dengan menggunakan PLAXIS 8 dan PLAXIS 3D Foundation. Lapisan tanah dimodelkan sebagai material Mohr-Coulomb, dan tiang bor dimodelkan dengan model elastic*linear. Tiang bor berjumlah 6 yang berdiameter 1,2 m dengan jarak antar tiang adalah 3 m dan dihubungkan dengan kepala tiang berukuran 9 m x 5 m x 2 m. Panjang tiang boradalah 30 m. Pada model 2D, tiang bor dimodelkan secara axi-symmetry pada dua sumbu. Hasil simulasi menunjukkan secara umum perilaku deformasi tiang bor pada model 2D dan 3D adalah sama, namun besaran deformasi tiang bor model 3D berkisar 10% dari deformasi pada model 2D. Sebaliknya, respon tiang bor terhadap gaya aksial pada model 3D lebih besar 50% daripada model 2D. Sedangkan respon tiang bor terhadap gaya geser dam momen lentur pada model 3D adalah 20% dan 10% lebih besar daripada model 2D. Kata kunci: fondasi tiang bor, metode elemen hingga, kuat dukung, penurunan.
1. PENDAHULUAN Perilaku fondasi tiang dapat diketahui dari responnya terhadap beban dan deformasi. Melalui perilaku ini kuat dukung dapat ditentukan kuat dukung fondasi tiang dalam menerima beban aksial. Dalam pekerjaan konstruksi bangunan, beberapa tiang bor dikelompokkan dengan kepala tiang untuk mendukung beban bangunan tersebut. Dengan demikian, perilaku fondasi tiang bor tersebut tidak hanya ditentukan oleh kemampuan tiang bor tunggal saja, tetapi oleh keseluruhan kelompok tiang bor. Pada kajian terhadap fondasi tiang, beberapa peneliti lebih banyak mengkaji tentang kuat dukung dukung fondasi tiang tunggal seperti oleh Prakoso (2011) , Liong dan Saptyanto (2012), Harianto (2007). Dalam perkembangannya, analisis dan desain fondasi tiang banyak dilakukan dengan metode numerik seperti dilakukan oleh Zhang dan Small (2000), Tosini dkk. (2010). Analisis secara numerik yang sering digunakan adalah metode elemen hingga untuk memprediksi perilaku fondasi tiang terhadap gaya dan deformasi, serta tekanan tanah yang terjadi (Said dkk., 2009). Pendekatan analisis penurunan dan kuat dukung fondasi tiang dengan metode numerik akan bergantung pada idealisasi model yang digunakan. Pada kasus fondasi rakit yang ditopang dengan tiang-tiang, Ryltenius (2011) menyebutkan bahwa pemodelan plane-strain 2D untuk fondasi tiang memberikan hasil estimasi penurunan fondasi dan gaya-gaya internal yang lebih besar hingga 30% daripada model 3D. Akan tetapi, bila jarak antar tiang diatur lebih dekat, pemodelan 2D menyerupai hasil model 3D. Dalam naskah ini dikaji pemodelan numerik fondasi tiang bor kelompok dengan model 2D dan 3D. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengkaji perilaku penurunan dan gaya-gaya internal fondasi tiang bor kelompok dalam model numerik 2D dan 3D. Luaran dari penelitian merupakan suatu faktor koreksi pemodelan 2D terhadap model 3D untuk analisis deformasi dan gayagaya pada fondasi tiang bor.
2. METODE PENELITIAN Data yang digunakan Kondisi tanah dan stratigrafinya di lapangan ditunjukkan dari hasil uji bor dan SPT pada Gambar 1a. Tanah keras, yaitu tanah dengan nilai SPT-N > 60 berada pada kedalaman 30 m. Berdasarkan hasil uji bor dan SPT, lapisan tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga lapisan utama yaitu lapisan pasir dengan nilai SPT-N = 11 – 25 pada kedalaman 1 – 6 m, lapisan pasir dengan nilai SPT-N = 13 – 44 pada kedalaman 7 – 20 m, dan lapisan pasir bercampur batupasir dengan nilai SPT-N > 50 pada kedalaman lebih dari 21 m. Contoh tanah diambil pada tiga titik
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
G - 141
Geoteknik
pengambilan yaitu pada kedalaman 7,0-7,5 m; 15,0-15,5 m; dan 23-23,5 m yang memiliki sifat-sifat geoteknik seperti pada Tabel 1.
6.00
1.50
3.00
1.50
1.75
2.50
0.75
6.75
Fondasi tersusun dari 6 tiang bor berdiameter 1,2 m dengan jarak antar tiang adalah 3 m dan dihubungkan dengan kepala tiang berukuran 9 m x 6 m x 2,5 m (Gambar 1b hingga 1d). Gaya-gaya akibat beban pada jembatan diteruskan oleh pilar ke fondasi tiang bor melalui kepala tiang. Gaya-gaya yang bekerja pada tiang bor ditunjukkan pada Gambar 1d. Mutu beton untuk tiang bor dan kepala tiang masing-masing adalah K-350 dan K-250.
Gambar 10 (a) Profil tanah dan uji SPT, (b) Tampak depan struktur bawah (pilar dan fondasi), (c) Tampak samping struktur bawah (pilar dan fondasi), (d) denah fondasi tiang bor dan beban rencana.
Kedalaman (m) 7,0-7,5 15,0-15,5 23,0-23,5
Tabel 1 Data sifat-sifat geoteknik tanah dari hasil pengeboran w γb γd Parameter Kuat Geser Jenis tanah Gs 3 3 (%) (kN/m ) (kN/m ) φ (°) c (kPa) Lempung berpasir 2,52 28 17,9 14,0 28 1,96 Pasir berlempung 2,67 22 17,8 14,5 27 0,98 Lanau 2,58 35 16,2 12,0 25 5,88
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
G - 142
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Geoteknik
Geometri model 2D dan 3D dengan menggunakan Plaxis Pemodelan dilakukan untuk membandingkan beban dan deformasi vertikal hasil simulasi 2D dan 3D dengan menggunakan PLAXIS 8 dan PLAXIS 3D Foundation. Geometri model 2D dan 3D masing-masing ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Jumlah elemen (mesh) yang digunakan pada mode 2D adalah 500 elemen, sedangkan untuk model 3D berjumlah 5000 elemen. Pada model 2D, lapisan tanah dan stuktur fondasi dimodelkan dalam dua arah yaitu arah sumbu X (Gambar 2a dan 2c) dan arah sumbu Z (Gambar 2b dan 2d). Lapisan tanah dimodelkan sebagai material Mohr-Coulomb, dan tiang bor dimodelkan dengan model elastic*linear. Pada model numerik ini, lapisan tanah dan struktur dimodelkan sebagai plane-strain. Data parameter tanah dan tiang bor yang digunakan untuk pemodelan diberikan pada Tabel 2. Tabel 2 Data parameter material yang digunakan dalam Plaxis 8 dan Plaxis 3D Foundation Nama/simbol
Lapisan 1
Lapisan 2
Lapisan 3
Tiang bor
Satuan
Model material
Mohr-Coulomb
Mohr-Coulomb
Mohr-Coulomb
Linear-elastic
-
Kondisi material Berat volume kering γunsat Berat volume jenuh, γsat Modulus Young’s, E Poisson ratio, υ Kohesi, c Sudut geser, ϕ Interface, Rinter
Drained 13,8 18,6 10,667 0,3 1,96 28 0,34
Drained 14,3 20,1 13,346 0,3 0,98 27 0,33
Drained 11,8 18,0 15,942 0,3 5,88 26 0,31
Non porous 24
kN/m3 kN/m3 MPa kPa ° -
25.332 0,3
1
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 11 Pemodelan lapisan tanah dan struktur fondasi tiang pada model 2D dengan Plaxis 8 (a) model lapisan tanah pada arahsumbu X, (b) model lapisan tanah pada arah sumbu Z, (c) model tiang bor dan meshing pada arah sumbu X, (d) model tiang bor dan meshing pada arah sumbu Z
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
G - 143
Geoteknik
Tiang bor berukuran diameter 1,2 m dimodelkan dengan geometri plate untuk model 2D yang diletakkan di tengah lubang bor. Sedangkan pada model 3D, tiang bor dimodelkan dengan massive circular pile yang berdiameter 1,2 m. Untuk memodelkan interaksi struktur – tanah, disekeliling struktur tiang bor diaktifkan geometri interface (Rinter) dengan nilai seperti pada Tabel el 2. Kepala tiang dimodelkan sebagai plate dan floor masing-masing pada model 2D dan 3D. Semua struktur tersebut adalah elemen yang bersifat elastic – isotropic.
(a)
(b)
Gambar 12 Pemodelan lapisan tanah ah dan struktur fondasi tiang pada model 3D dengan Plaxis 3D Foundation (a) model lapisan tanah dan meshing (b) model tiang bor Prosedur penghitungan Kondisi awal tegangan-tegangan tegangan dalam tanah ((initial condition)) dihitung dengan menggunakan prosedur K0 (K0procedure)) dan tekanan air dihitung secara langsung berdasarkan tekanan freatik. Penghitungan prosedur iterasi dilakukan sebagai plastic calculation dengan pengaturan standar dalam Plaxis 2D dan Plaxis 3D Foundation Penghitungan dibagi menjadi tiga tahap konstruksi (stage of construction)) yaitu penggalian lapisan tanah, akitivasi tiang bor dan elemen struktur tiang bor serta kepala tiang, dan pembebanan. 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deformasi fondasi tiang bor kelompok Perilaku deformasi tiang bor pada arah lat lateral (Ux dan Uz) dan vertikal (Uy) terhadap kedalaman tiang ditunjukkan pada Gambar 4 untuk model 3D. Sedangkan Gambar 5 memberikan deformasi arah lateral dan vertikal hasil dari rjadi pada tiang bor di dekat analisis 2D. Secara umum dapat dijelaskan bahwa deformasi lateral maksimum te terjadi kepala tiang. Dari perilaku deformasi lateral, dapat diketahui bahwa tiang secara bersamaan mengalami deformasi lateral yang mana nilai deformasi lateral relatif sama. Deformasi lateral arah sumbu X (Ux) dan arah sumbu Z (Uz) masing diperoleh sebesar 194 mm (Gambar 4a) dan 56 mm (Gambar 4b). Pada model dari hasil model 3D masing-masing tiang-tiang tiang bor yang dianalisis tidak dapat 2D, analisis fondasi tiang bor dilakukan dalam dua arah sumbu. Sehingga tiang epeti halnya pada model 3D, tiang tiang-tiang tiang bor mengalami deformasi lateral yang mewakili seluruh tiang-tiang bor. Sepeti masing-masing masing 2120 mm (Gambar 5a) relatif sama. Deformasi lateral dari tiang pada arah sumbu X dan sumbu Z masing dan 180 mm (Gambar 5b). atau arah sumbu Y (Uy) yang berbeda-beda beda bergantung pada letak Tiang- tiang bor mengalami deformasi vertikal at tiang bor dalam kelompok. Model 3D memberikan gambaran deformasi tiang bor yang lebih lengkap daripada model 2D. Secara umum tiang-tiang tiang bor mengalami deformasi tekan (ke bawah), kecuali tiang P4 yang mengalami deformasi tarik (ke atas) seperti pada Gambar 4c dan 5c. Deformasi aksial tekan yang terbesar dialami oleh tiang bor P3 yaitu 54 mm untuk model 3D. Sedangkan dalam model 2D, deformasi aksial tekan terbesar dialami oleh tiang P1 atau P3 yaituu sebesar 454 mm. Deformasi aksial tarik terjadi pada tiang bor P4 yaitu sebesar 56 mm untuk model 3D dan 76 mm untuk model 2D. Sebagaimana halnya deformasi lateral, deformasi aksial hasil analisis model 2D lebih uk tiang bor yang terletak di tengah seperti tiang bor P2 mengalami besar daripada hasil analisis model 3D. Unt Untuk deformasi aksial tekan sebesar 18,6 mm untuk model 3D, sedangkan dalam model 2D, tiang bor P2 mengalami deformasi aksial sebesar 179,5 mm.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
G - 144
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Geoteknik
-100
-50
0
-10
30
40
50
60
-60
-40
-20
0 0
5
5
5
15
P4 P5
20
0
P2 P3
10
0
10
P1
0
Deformasi Vertikal, U y (mm)
20
10
P1 P2
15
P3 P4 P5
P6
20
Kedalaman, y (m)
-150
Kedalaman, y (m)
-200
Deformasi Lateral, U z (mm)
10
P1 P2 P3
15
P4 P5
20
Kedalaman, y (m)
Deformasi Lateral, U x (mm)
P6
P6
25
25
25
30
30
30
(a) (b) (c) Gambar 13 Deformasi tiang hasil pemodelan 3D (a) deformasi lateral arah sumbu-X, (b) deformasi lateral arah sumbu-Z, (c) deformasi vertikal arah sumbu-Y.
-2000
-1000
0
1000 0
-100
P1
10
P2 P4
15
20
Kedalaman, Z (m)
5
0
100
Deformasi Vertikal, U y (mm)
200
-600
-200
0
200 0
5
5
10 P2 P5
-400
0
15
20
P1
10
P2 P4
15
P5 20
25
25
25
30
30
30
Kedalaman, Z (m)
-3000
Deformasi Lateral, U z (mm)
Kedalaman, Z (m)
Deformasi Lateral, U x (mm)
(a) (b) (c) Gambar 14 Deformasi tiang hasil pemodelan 2D (a) deformasi lateral arah sumbu-X, (b) deformasi lateral arah sumbu-Z, (c) deformasi lateral arah sumbu-Y. Gaya-gaya internal fondasi tiang bor kelompok Dari analisis didapatkan besarnya deformasi dan gaya-gaya dalam (internal forces) yang berupa momen lentur (M), gaya geser (Q), dan gaya aksial (N) yang bekerja pada tiang bor. Gambar 6 dan 7 menyajikan karakteristik gayagaya internal pada tiang-tiang bor terhadap kedalaman masing-masing untuk model 3D dan 2D. Dari Gambar 6 dan 7 dapat diketahui bahwa gaya-gaya internal hasil analisis model 2D adalah lebih besar daripada model 3D. Besarnya gaya –gaya internal yang terjadi pada tiang bor bergantung pada letak tiang bor terhadap arah beban yang bekerja. Respon tiang-tiang bor terhadap gaya aksial pada Gambar 6a dan 7a menunjukkan bahwa gaya aksial terbesar terjadi di bagian ujung atas tiang yang terhubungkan kepala tiang, dan gaya aksial berkurang di ujung bawah ting (pile tip). Kondisi ini mengindikasikan terjadinya tekuk pada tiang bor. Gaya aksial terbesar pada model 3D terjadi pada tiang yang berada dekat sudut kepala tiang yaitu P3 dan P4 masing-masing sebesar 6224 kN dan 613 kN. Tiang bor P3 mengalami gaya aksial tekan, sedangkan tiang bor P4 mengalami gaya aksial tarik. Perilaku ini konsisten dengan hasil analisis model 2D, namun besaran gayanya berbeda yaitu 4192 kN pada tiang bor P3 dan 111 kN pada tiang bor P4. Respon tiang-tiang bor terhadap beban lateral ditunjukkan oleh Gambar 6b dan 6c untuk model 3D dan Gambar 7b dan 7c untuk model 2D. Gaya geser terbesar juga terjadi pada tiang-tiang bor yang terletak di dekat sudut kepala tiang yaitu tiang P1 dan P3 untuk arah sumbu X dan tiang P6 untuk arah sumbu Z. Sedangkan gaya geser terkecil terjadi pada tiang P4. Besarnya gaya geser Qx pada model 3D untuk tiang P1 dan P4 masing-masing adalah 2926 kN
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
G - 145
Geoteknik
dan 1688 kN, sedangkan gaya geser Qz untuk tiang P6 adalah 844 kN. Pada model 2D, nilai gaya geser Qx untuk tiang P1 dan P4 masing-masing adalah 2995 kN dan 1012 kN, sedangkan gaya geser Qz untuk tiang P6 adalah 620 kN. Respon tiang terhadap lentur pada arah sumbu X dan Z seperti ditunjukkan pada Gambar 6(d) dan 6(e) untk mode 3D dan Gambar 7(d) dan 7(e) untuk model 2D. Secara umum, momen lentur pada tiang menunjukkan bahwa tiang merupakan tiang terkekang (fixed) pada bagian atas di dekat kepala tiang dan ujung bebas (free end) pada bagian bawah tiang, sehingga momen lentur maksimum terjadi di ujung atas tiang bor dan sebaliknya momen lentur sama dengan nol di ujung bawah tiang. Momen lentur maksimum terbesar dalam arah sumbu dan X dan Z terjadi pada tiag bor di baris pertama (lihat Gambar 1d untuk letak tiang) yaitu tiang P3 dan P6. Momen lentur maksimum tiang P3 pada arah sumbu X (Mx) sebesar 9287 kNm untuk model 3D, sedangkan untuk model 2D sebesar 10129 kNm. Pada arah sumbu Z, momen lentur maksimum (Mz) tiang P6 sebesar 2227 kNm untuk model 3D, sedangkan untuk model 2D sebesar 1374 kNm.
0
2000 0
-3000
-2000
-1000
-200
10
P2 P3
15
P4 P5 20
P6
Kedalaman, y (m)
5
P1
0
800 1000 0
5
5
0
10
P1 P2 P3
15
P4 P5
20
0
200
400
Kedalaman, y (m)
-8000 -6000 -4000 -2000
Gaya Geser Arah Sumbu-Z, Qz (kN)
Gaya Geser Arah Sumbu-X, Qx (kN)
P1
10
P2 P3
15
P4 P5
20
P6
P6 25
25
25
30
30
30
(a)
(b)
(c)
Momen Lentur, Mx (kNm) 0
Momen Lentur, Mz (kNm)
5000
10000 0
-2500
-1500
P1
10
P2 P3
15
P4 P5 P6
20
500
1500 0
5
Kedalaman, y (m)
5
-500
P1
10
P2 P3
15
P4 P5
20
Kedalaman, y (m)
-5000
600
Kedalaman, y (m)
Gaya Aksial, N y (kN)
P6 25
25
30
30
(c) (d) Gambar 15 Gaya-gaya internal tiang bor hasil analisis model 3D (a) gaya aksial, (b) gaya geser arah sumbu X (Qx), (c) gaya geser arah sumbu Z (Qz), (d) momen lentur arah sumbu X (Mx), dan (e) momen lentur arah sumbu-Z (Mz). Pembahasan Hasil analisis deformasi lateral dengan model 2D dan 3D menunjukkan bahwa tiang bor bekerja secara kelompok dalam menerima gaya lateral. Kondisi ini mengindikasikan bahwa kepala tiang bersifat kaku (rigid) pada arah lateral sehingga seluruh tiang bor memiliki besaran deformasi lateral yang relatif sama. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tiang-tiang bor bekerja dalam kelompok untuk menahan gaya lateral. Deformasi yang terjadi pada tiang dipengaruhi oleh gesekan pada keliling tiang (pile-skin friction) yaitu akibat gesekam interaksi tiang ke
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
G - 146
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Geoteknik
tiang (pile-to-pile interaction). Sedangkan pada tiang-tiang yang dihubungkan dengan kepala tiang, beberapa peneliti seperti Phung (1993), Lemnitzer dkk. (2010) menyebutkan bahwa deformasi tiang bor ditentukan pula oleh gesekan karena bertambahnya tekanan lateral akibat tekanan kontak antara tanah – kepala tiang (soil * pile cap interaction). Kondisi ini memungkinkan terjadinya perbedaan hasil deformasi antara model 2D dan 3D. Secara umum hasil deformasi menggunakan model 2D lebih besar daripada model 3D. Hubungan antara deformasi tiang bor kelompok antara model 2D dan 3D diberikan pada Gambar 8a. Secara umum, deformasi hasil analisis model 3D berkisar 10% dari deformasi hasil analisis model 2D.
2000
4000 0
-4000 -3000 -2000 -1000
0
1000 0
10
P1/P3 P2/P5
15
P4/P6
20
0
200
600
5
P2/P5 P4/P6
800 0
10
P1/P3
15
20
10 P1/P2/P4 P3/P5/P6
15
20
25
25
25
30
30
30
(a)
(b)
(c)
Momen Lentur, Mx (kNm) -5000
Momen Lentur, Mz (kNm)
5000
P1/P3
0
-1000
1500 0
5
5
10
P2/P5 P4/P6
15
20
Kedalaman, Z (m)
-15000
400
5
Kedalaman, Z (m)
5
-200
-500
0
500
1000
10 P1/P2/P4 P3/P5/P6
15
20
25
25
30
30
Kedalaman, Z (m)
0
Gaya Geser, Qz (kN)
Kedalaman, Z (m)
-6000 -4000 -2000
Gaya Geser, Qx (kN)
Kedalaman, Z (m)
Gaya Aksial, N y (kN)
(c) (d) Gambar 16 Gaya-gaya internal tiang bor hasil analisis model 2D (a) gaya aksial, (b) gaya geser arah sumbu X (Qx), (c) gaya geser arah sumbu Z (Qz), (d) momen lentur arah sumbu X (Mx), dan (e) momen lentur arah sumbu-Z (Mz). Gambar-gambar 6 dan 7 memberikan ilustrasi bahwa perilaku tiang bor dalam model 2D adalah sama dengan model 3D dimana elemen garis struktural digabungkan dengan pegas (spring) dan bidang gesek (sliders) ke elemen-elemen hingganya (mesh). Perbedaan terbesar dalam model 2D dan 3D adalah kekakuan (stiffness) antarmuka garis ke garis (line to line interface). Kekakuan pegas pada line to line interface model 3D ditetapkan dengan suatu nilai yang tinggi tetapi tidak terlalu kaku sehingga deformasi elastis diabaikan. Sebagai hasil dari pengaturan tersebut, semua deformasi yang terjadi pada tiang bor merupakan hasil dari deformasi elastis – plastis dari tanah dan/atau dari deformasi plastis dalam line to line interface. Sedangkan dalam model 2D, Sluis (2012) menjelaskan bahwa prinsip seperti pada model 3D tidak dapat diterapkan karena perpindahan tanah tidak lagi mewakili kondisi sebenarnya tetapi merupakan rata-rata dari perpindahan bidang tanah. Sehingga deformasi dan gaya-gaya (gaya aksial, gaya geser, dan momen lentur) pada elemen strukturnya dalam model 2D akan lebih besar daripada model 3D. Hubungan gaya-gaya pada tiang bor dari hasil analisis model 2D dan 3D seperti disajikan pada Gambar 8b, 8c, dan 8d masing-masing untuk gaya aksial (N), gaya geser Q), dan momen lentur (M). Hubungan tersebut menunjukkan bahwa respon tiang bor terhadap gaya aksial pada model 3D lebih besar 50% daripada model 2D. Sedangkan respon Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
G - 147
Geoteknik
tiang bor terhadap gaya geser dam momen lentur pada model 3D adalah 20% dan 10% lebih besar daripada model 2D. Model 2D pada prinsipnya merupakan model ekivalen dari model 3D yang mana gaya-gaya per m1 diteruskan ke tanah menghasilkan deformasi rata-rata yang sama. Akan tetapi dalam pemodelan numerik, gaya-gaya pada tiang bor dipengaruhi oleh pengaturan pada nilai interaksi tanah – tiang (Rinter). Untuk menghasilkan perilaku yang lebih realistis pada model 2D, beberapa peneliti (seperti Sluis, 2012; Tschuchnigg dan Schweiger, 2013; Dao, 2011; Phung, 2010; Ryltenius, 2011) menyebutkan nilai Rinter harus diatur sedemikian rupa atau dengan mengatur nilai tahanan ujung tiang maksimum (Fmax) sebagai elemen pegas non-linier (non-linear spring). Akan tetapi, dalam naskah ini tidak dikaji pengaruh nilai Rinter terhadap model yang dikaji. (a)
Deformasi tiang bor model 3D (U3D, mm)
250
Ux 200
Uz Uy
150 U3D = 1.28(U2D)0.66 100
50
0 0
500
1000
1500
2000
2500
(b)
7000
Gaya Geser pada tiang bor model 3D (Q3D, kN)
Gaya Aksial pada tiang bor model 3D (N3D, kN)
Deformasi tiang bor model 2D (U2D, mm)
6000
5000 N3D = 99.08(N2D)0.486
4000
3000
2000
1000
0 0
1000
2000
3000
4000
3000
2500 Q3D = 17.84(Q2D)0.693 2000
1500
1000
500
0
5000
0
Gaya Aksial pada tiang bor model 2D (N2D, kN) Momen lentur pada tiang bor model 3D (M3D, kNm)
(c)
3500
1000
2000
3000
4000
Gaya Geser pada tiang bor model 2D (Q2D, kN)
(d)
12000
Mx Mz
10000
8000 M3D = 41.19(M2D)0.596 6000
4000
2000
0 0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
Momen lentur pada tiang bor model 2D (M2D, kNm)
Gambar 17 Hubungan hasil analisis model 2D dan model 3D (a) deformasi, (b) gaya aksial, (c) gaya geser, dan (d) momen lentur.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
G - 148
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Geoteknik
4.
KESIMPULAN
Analisis respon tiang bor kelompok terhadap kombinasi beban aksial dan lateral telah dilakukan dalam dalam penelitian ini dengan menggunakan PLAXIS 8 dan PLAXIS 3D Foundation. Dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, secara umum perilaku deformasi tiang bor pada model 2D dan 3D adalah sama, namun besaran deformasi tiang bor model 3D berkisar 10% dari deformasi pada model 2D. Sebaliknya, respon tiang bor terhadap gaya aksial pada model 3D lebih besar 50% daripada model 2D. Sedangkan respon tiang bor terhadap gaya geser dam momen lentur pada model 3D adalah 20% dan 10% lebih besar daripada model 2D. Interaksi antara tanah – struktur (soil * structure interaction) pada kepala tiang dan tiang bor akan mempengaruhi respon tiang bor terhadap beban yang bekerja. Untuk itu masih diperlukan kajian yang lebih tentang pengaruh nilai Rinter terhadap respon beban dan deformasi tiang bor. DAFTAR PUSTAKA Dao, T.P.T., (2011). Validation of PLAXIS Embedded Piles For Lateral Loading. MSc Thesis, Delft University of Technology. Harianto, E., (2007). Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Bor Menggunakan Software Shaft1 Dan Uji Beban Statis (Studi Kasus Tiang Uji Tp-4 Dan Tp-5 Pada Proyek Grand Indonesia Di Jakarta), Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Lemnitzer, A., Khalili-Tehrani, P., Ahlberg, E., Rha, C., Taciroglu, E., Wallace, J., and Stewart, J. (2010). ”Nonlinear Efficiency of Bored Pile Group under Lateral Loading.” Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, Vol. 136(12), 1673–1685. Liong, G.T., dan Saptyanto, K., (2012). Hitung Balik Nilai Kekakuan Tanah dari Hasil Pile Loading Test dengan Menggunakan Program Plaxis, Proceeding Pertemuan Ilmiah Tahunan ke-16 Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia (HATTI), Jakarta 4-5 Desember 2012. (CD ROM) Phung, D.L., (1993). Footings with settlement-reducing piles in non-cohesive soil. Ph.D. Thesis, Chalmers University of Technology, Gothenburg, Sweden. Phung, D.L., (2010). “Piled Raft – A Cost-Effective Foundation Method for High- Rises”. Geotechnical Engineering Journal of the SEAGS & AGSSEA, Vol. 41(3), 1-12. Prakoso, W., (2011). “CPT-based Interpretation of Pile Load Tests in Clay-Silt Soil”, Civil Engineering Dimension, Vol. 13(1), 6-14 Ryltenius, A. (2011). FEM Modelling of piled raft foundations in two and three dimensions, Master’s Dissertation, Lund University, Sweden. Said, I., De Gennaro, V., and Frank, R., (2009). “Axisymmetric finite element analysis of pile loading tests”, Computers and Geotechnics, Vol. 36, 6–19 Sluis, J. (2012). Validation of embedded pile row in PLAXIS 2D. MSc thesis. Delft University of Technology. Tosini, L., Cividini A., and Gioda G., (2010). “A numerical interpretation of load tests on bored piles”, Computers and Geotechnics, Vol. 37, 425–430 Tschuchnigg, F., and Schweiger, H.F. (2013). “Comparison of Deep Foundation Systems using 3D Finite Element Analysis Employing Different Modeling Techniques”, Geotechnical Engineering Journal of the SEAGS & AGSSEA, Vol. 44 (3), 40-46. Zhang H.H., and Small J.C., (2000). “Analysis of capped pile groups subjected to horizontal and vertical loads”, Computers and Geotechnics, Vol. 26, 1-21
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
G - 149